persalinan kurang bulan final.doc

14
 KELAHIRAN KURANG BULAN Sesuai masa kehamilan adalah menandakan bahwa bayi yang berat badan lahirnya antara presentil 10 dan 90. Berat badan lahir rendah mengacu pada kelahiran dengan berat 500-2500 gram; berat badan lahir sangat rendah 500-1500 gram. Kelahiran kurang bulan yang dideinisikan sebagai kelahiran sebelum !" minggu# terkait dengan kematian bayi yang meninggal pada tahun pertama kehidupan mereka. Berbagai $enis m%rbiditas terutama dikarenakan sistem %rgan yang imatur# secara signiikan meningkat pada bayi yang lahir sebelum usia kehamilan !" minggu# dibandingkan dengan mereka yang dilahirkan Secara umum disepakati bahwa bayi-bayi yang lahir sebelum 2& minggu# terutama mereka dengan berat badan lahir sebelum 2& minggu# terutama mereka dengan berat badan lahir kurang dari "50 gram. Berada diambang batas kelangsungan hidup dan bahwa bayi-bayi kurang bulan ini memunculkan berbagai pertimbangan medis# s%sial# etika yang k%mpleks. 'emulai resusitasi untuk bayi berumur kurang dari 2! minggu atau mereka dengan berat  badan lahir kurang dari (00 gram adalah tidak tepat. )en atal aks ana an %bstet ri secara agr esi dil akukan pad a kasu s-ka sus hambat an  petumbuhan. Secara spesiik# rekuensi m%rbiditas respirat%rik menurun sekitar 50* + ming gu dari !(-!" minggu . )enin gkatan angka ke$adi an perkembanga n neur% l%gis yang  buruk $uga telah ditemukan pada bay i kurang bulan dibandingkan dengan aterm. PENYEBAB KELAHIRAN KURANG BULAN ,da empat penyebab utama kelahiran kurang bulan 1. Kel ahi ran a tas i ndi kasi ibu ata u $an in. 2. )ersali nan kuran g bulan sp%ntan dengan sel aput ketuban ut uh yang ti dak dapa t di$elaskan. !. Ket uba n peca h dini prete rm ))/' idi %pa tik. (. Kel ahi ran kembar d an mul ti $a nin . )ada kelahiran kurang bulan# !0 sampai !5 persen terindikasi# sebanyak (0 hingga (5  persen dikarenakan persalinan kurang bulan sp%ntan# dan !0 sampai !5 persen mengikuti ketuban pecah dini. Indikasi Medis dan Obstetri )reeklamsia# distres $anin# kecil masa kehamilan# dan s%lusi% plasenta merupakan ind ika si yang pal ing umum atas int erens i med is yang men gak iba tka n kel ahi ran kurang  bulan. Ketuban Pecah Dini Preterm 1

Upload: miradyani-dewi

Post on 05-Oct-2015

8 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

KELAHIRAN KURANG BULAN

Sesuai masa kehamilan adalah menandakan bahwa bayi yang berat badan lahirnya antara presentil 10 dan 90. Berat badan lahir rendah mengacu pada kelahiran dengan berat 500-2500 gram; berat badan lahir sangat rendah 500-1500 gram.Kelahiran kurang bulan yang didefinisikan sebagai kelahiran sebelum 37 minggu, terkait dengan kematian bayi yang meninggal pada tahun pertama kehidupan mereka.

Berbagai jenis morbiditas terutama dikarenakan sistem organ yang imatur, secara signifikan meningkat pada bayi yang lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, dibandingkan dengan mereka yang dilahirkan

Secara umum disepakati bahwa bayi-bayi yang lahir sebelum 26 minggu, terutama mereka dengan berat badan lahir sebelum 26 minggu, terutama mereka dengan berat badan lahir kurang dari 750 gram. Berada diambang batas kelangsungan hidup dan bahwa bayi-bayi kurang bulan ini memunculkan berbagai pertimbangan medis, sosial, etika yang kompleks.

Memulai resusitasi untuk bayi berumur kurang dari 23 minggu atau mereka dengan berat badan lahir kurang dari 400 gram adalah tidak tepat.

Penatalaksanaan obstetri secara agresif dilakukan pada kasus-kasus hambatan petumbuhan. Secara spesifik, frekuensi morbiditas respiratorik menurun sekitar 50% / minggu dari 34-37 minggu. Peningkatan angka kejadian perkembangan neurologis yang buruk juga telah ditemukan pada bayi kurang bulan dibandingkan dengan aterm.PENYEBAB KELAHIRAN KURANG BULAN

Ada empat penyebab utama kelahiran kurang bulan:

1. Kelahiran atas indikasi ibu atau janin.

2. Persalinan kurang bulan spontan dengan selaput ketuban utuh yang tidak dapat dijelaskan.

3. Ketuban pecah dini preterm (PPROM) idiopatik.

4. Kelahiran kembar dan multi janin.

Pada kelahiran kurang bulan, 30 sampai 35 persen terindikasi, sebanyak 40 hingga 45 persen dikarenakan persalinan kurang bulan spontan, dan 30 sampai 35 persen mengikuti ketuban pecah dini.

Indikasi Medis dan Obstetri

Preeklamsia, distres janin, kecil masa kehamilan, dan solusio plasenta merupakan indikasi yang paling umum atas intervensi medis yang mengakibatkan kelahiran kurang bulan.

Ketuban Pecah Dini Preterm

Ketuban pecah dini prematur dapat disebabkan oleh beragam mekanisme patologis termasuk infeksi intraamnion. Faktor lain yang terlibat termasuk status sosial ekonomi rendah, indeks massa tubuh rendah-kurang dari 19,8, kekurangan gizi, dan merokok. Perempuan dengan riwayat ketuban pecah dini preterm sebelumnya memiliki resiko yang lebih tinggi terjadinya rekurensi pada kehamilan berikutnya. Persalinan Kurang Bulan Spontan

Patogenesis persalinan kurang bulan dikaitkan dengan:

1. Withdrawal progesteron

2. Inisiasi oksitosin

3. Aktivasi desidua.

Teori withdrawal progesteron berasal dari penelitian pada domba. Semakin mendekati proses kelahiran, sumbu adrenal janin menjadi lebih sensitif terhadap hormon adrenokrtikotropik sehingga meningkatkan kortisol. Kortisol janin merangsang aktifitas 17--hidroksilase plasenta sehingga mengurangi sekresi progesteron dan meningkatkan produksi estrogen. Pembalika ratio eterogen/ progesteronmenbabkan peningkatan pembentukan prostaglandin, memicu rangkaian yang berujung pada persalinan. Pada manusia, konsentrasi progesteron serum tidak menurun menjelan persalinan. Meskipun demikian, karena antagonis progesteron, seperti RU486, memicu persalinan kurang bulan dan agen-agen progestasional mencegah persalinan kurang bulan, penurunan konsentrasi progesteron lokal mungkin berperan.

Karena oksitosin intra vena meningkatkan frekuensi dan intensitas kontraksi rahim. Oksitosin dianggap berperan memicu persalinan namun, konsentrasi oksitosin serum tidak meningkat sebelum peralinan dan bersihan oksitosin tetap konstan. Oleh karena itu tampaknya oksitosin bukan pemicu.Sebuah jalur penting yang menyebabkan inisisasi persalinan melibatkan aktivasi inflamasi desidua pada kehamilan aterm, aktivasi tersebut tampaknya dimediasi sebagian oleh sistem parakrin desidua janin dan mungkin melalui penurunan konsentrasi progesteron lokal. Namun, pada banyak kasus persalinan kurang bulan dini, aktifasi desidua tampaknya muncul pada kasus perdarahan intrauteri/ infeksi intrauteri yang samar.

FAKTOR PENDAHULU DAN PENYOKONG

Abortus yang Mengancam

Dampak perdarahan vagina saat usia kehamilan 6 sampai 13 minggu baik perdarahan ringan dan berat dihubungkan dengan persalinan kurang bulan, solusio pasenta, dan keguguran sebelum 24 minggu pada kehamilan berikutnya.

Faktor gaya Hidup

Merokok, pertambahan berat ibu yang tidak adekuat, berperan penting pada insiden dan hasil akhir kelahiran neonatus BBLR. Perempuan gemuk yang beresiko untuk kelahiran kurang bulan, memiliki resiko lebih rendah dibandingkan dengan perempuan normal yang beresiko. Kenaikan berat badan pranatal dikaitkan dengan kelahiran kurang bulan. Faktor maternal lainnya yang terlibat meliputi usia ibu terlalu muda atau terlalu tua, kemiskinan, bertubuh pendek, kekurangan vitamin C dan pekerjaan yang lama atau berat dengan jam kerja yang panjang. Faktor psikologis seperti depresi, cemas, dan stress kronik terkait dengan kelahiran kurang bulan.

Kesenjangan Ras dan Etik

Wanita berkulit hitam, afrika-amerika dan afro-karibia secara konsisten beresiko tinggi untuk kelahiran kurang bulan. Asosiasi lainnya termasuk status sosial ekonomi dan status pendidikan yang rendah. Wanita kulit hitam memiliki peningkatan resiko kelahiran kurang bulan berulang.

Bekerja Selama Kehamilan

Terdapat beberapa bukti bahwa jam kerja yang panjang dan kerja fisik yang berat berhubungan dengan peningkatan resiko kelahiran kurang bulan. Faktor Genetik

Genetika mungkin memainkan peran penyebab kelahiran kurang bulan yang bersifat rekuren. Beberapa penelitian juga melibatkan gen imunoregulator yang memperparah korioamnionitis dalam kasus kelahiran kurang bulan akibat infeksi.

Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal secara bermakna berkaitan dengan kelahiran kurang bulan. Perawatan selama kehamilan meningkatkan penyembuhan penyakit periodontal, tapi tidak secara signifikan mengubah angka kelahiran kurang bulan.

Cacat Lahir

Cacat lahir berkaitan dengan kelahiran kurang bulan dan BBLR.

Interval antara Kehamilan dan Kelahiran Kurang Bulan

Rentang waktu yang lebih pendek dari 18 bulan dan lebih panjang dari 59 bulan dikaitkan dengan peningkatan resiko kelahiran kurang bulan dan bayi kecil masa kehamilan.

Riwayat Kelahiran Kurang Bulan

Faktor resiko utama persalinan kurang bulan adalah riwayat kelahiran kurang bulan.Hasil kelahiranKelahiran kedua 34 minggu (%)

Kelahiran pertama 35 minggu5

Kelahiran pertama 34 minggu16

Kelahiran pertam dan kedua 34 minggu41

Riwayat sanggama selama awal kehamilan, yang dilaporkan sendiri oleh partisipan, tidak berhubungan dengan peningkatan resiko kelahiran kurang bulan berulang.

Infeksi

Goldenberg dkk., telah meninjau peran infeksi pada kelahiran kurang bulan. Telah dihipotesiskan bahwa infeksi intrauteri memicu persalinan kurang bulan akibat aktivasi sistem imun bawaan. Dalam hipotesis ini, mikroorganisme menyebabkan pelepasan sitokininflamasi, seperti interleukin dan tumor necrosis factor (TNF), yang kemudian merangsang produksi prostaglandin dan/atau matrix-degrading enzyme. Prostaglandin merangsang kontraksi rahim sedangkan degradasi matriks ekstraseluler pada membran janin menyebabkan ketuban pecah dini kurangbulan. Diperkirakan 25 sampai 40 persen kelahiran kurang bulan diakibatkan infeksi intrauteri.

Dua mikroorganisme, Ureaplasma urealyticum dan Mycoplasma hominis, telah muncul sebagai patogen perinatal penting. Goldenberg dkk., melaporkan bahwa 23 persen neonatus yang lahir antara 23 dan 32 minggu memiliki biakan darah umbilikus yang positif untuk mikoplasma genital ini. Serviks yang pendek, yang diukur menggunakan sonografi, dikaitkan dengan invasi mikroba, yang menunjkan infeksi ascending dari traktus genitalia bagian bawah.

Terdapat beberapa penelitian yang menggunakan terapi antimikroba untuk mencegah persalinan kurang bulan akibat invasi mikroba. Antimikroba yang diberikan pada trimester kedua dapat mencegah kelahiran kurang bilan berikutnya. Terapi azitromisin tidak mengurangi angka kelahiran kurang bulan berulang. Eritromisin ditambah metronidazol ketika usia kehamilan antara 20 dan 24 minggu, diikuti dengan ampisilin ditambah metronidazol selama persalinan. Regimen antimikroba ini tidak mengurangi tingkat kelahiran krang bulanataupun korioamnionitis histologis.

Vaginosis Bakterialis

Pada kondisi ini, flora vagina normal, dominan lactobacillus yang memproduksi hidrogen peroksida, digantikan dengan kuman anaerob, meliputi Gardnerella vaginalis, Mibiluncus species, dan Mycoplasma hominis. Dengan pewarnaan Gram, konsentrasi relatif dari karakteristik morfotipe bakteri penyebab vaginosis bakterialis ditentukan dan dinilai sebagai skor Nugent.

Vaginosis bakterialis telah dikaitkan dengan abortus spontan, persalinan kurang bulan, ketuban pecah dini, kurang bulan korioamnionitis, dan infeksi cairan amnion (Hillier, 1995; Kurki, 1992; Leitich, 2003a, b, dkk.) Faktor-faktor lingkungan tampaknya penting dalam perkembangan vaginosis bakterialis. Pajanan terhadap stres kronik, perbedaan etnis, dan bilas vagina yang sering atau baru saja, semuanya,telah dikaitkan dengan peningkatan kondisi vaginosis bakterialis (Culhane dkk., 2002; Ness dkk., 2002). Sebuah interaksi gen-lingkungan telah diidentifikasi oleh Macones dkk., (2004). Wanita dengan vaginosis bakterialis dan genotip TNF- yang rentan mengalami peningkatan insiden kelahiran kurang bulan sebesar sembilan kali lipat.

Metode Penapisan Untuk Pencegahan Kelahiran Kurang Bulan

Sistem skoring Resiko

Strategi penapisan yang dianjurkan untuk mencegah kelahiran kurang bulan:

Tidak ada data saat ini yang mendukung penggunaan pemantauan aktivitas rahim di rumah atau penapisan vaginosis bakterialis.

Penapisan risiko persalinan kurang bulan, selain riwayat faktor risiko, tidak menguntungkan pada populasi obstetris umum.

Sonografi untuk menentukan panjang serviks dan/atau pengukuran tingkat fibronektin janin mungkin berguna dalam menentukan wanita dengan risiko persalinan kurang bulan. Namun, nilai-nilai prediksi diatas terutama terletak pada nilai prediktif negatif karena tidak ada pilihan terapi lain yang telah terbukti.

DIAGNOSIS

Gejala Pasien

American Academy of Pediatrics dan American College of Obstetricians ang Gynecologists (1997) sebelumnya telah mengusulkan kriteria persalinan kurang bulan:

1.Kontraksi empat kali dalam 20 menit atau delapan kali dalam 60 menit ditambah perubahan progresif pada leher rahim

2. Dilatasi serviks lebih besar dari 1 cm.

3. Pendataran serviks 80 persen atau lebih besar.

Selain kontraksi rahim yang disertai nyeri/tidak, gejala seperti penekanan panggul, kram seperti saat menstruasi, cairan vagina encer, dan nyeri pinggang belakang, secara empiris berhubungan dengan kelahiran kurang bulan yang akan dan sedang berlangsung (impending).

Perubahan Serviks

Dilatasi Serviks

Sekitar 25 persen wanita derngan serviks berdilatasi 2 atau 3 cm melahirkan sebelum 34 minggu. Dilatasi serviks sebagai prediktor peningkatan risiko kelahiran kurang bulan.

Panjang Serviks

Panjang serviks rata-rata pada 24 minggu adalah sekitar 35 mm. Mereka dengan serviks yang terus memendek mengalami peningkatan angka kelahiran kurang bulan. Nilai panjang serviks untuk memprediksi kelahiran sebelum 35 minggu hanya terlihat pada wanita berisiko tinggi untuk melahirkan kurang bulan. Para peneliti mengaitkan panjang serviks secara sonografi, Pencorongan (funneling), dan riwayat lahir kurang bulan sebelumnya dengan persalinan sebelum 35 minggu. Funneling didefinisikan sebagai tonjolan selaput ketuban ke dalam kanal endoserviks dan setidaknya mencapai 25 persen dari seluruh panjang serviks. Serviks yang pendek merupakan prediktor kelahiran kurang bulan terburuk.

Inkompetensi serviks

Inkompetensi serviks adalah diagnosis klinik yang ditandai dengan dilatasi serviks berulang, tanpa rasa sakit, dan kejadian kelahiran spontan pada mid trimester tanpa adanya pecah ketuban spontan, perdarahan, ataupun infeksi.

Pemantauan Uterus pada Rawat Jalan

Frekuensi kontraksi meningkat seiring usia kehamilan, tetapi tidak terdapat pola yang efisien untuk memprediksi kelahiran kurang bulan.

Pada sebuah studi oleh Dyson dkk., (1998) para wanita dipilih secara acak untuk bersedia dipantau mingguan oleh perawat atau menggunakan alat pemantau kontraksi di rumah. Tidak terdapat perbedaan pada angka kelahiran kurang bulan sebelum 35 minggu atau insiden berat badan lahir kurang dari 1500 gram atau kurang dari 2500 gram.

Fibronektin Janin

Fibronektin janin diduga berperan pada adhesi intraselular selama implantasi dan pemeliharaan adhesi plasenta pada desidua uterus (Leeson dkk., 1996). Fibronektin janin terdeteksi pada sekresi servikovaginal wanita dengan kehamilan normal dan selaput ketuban utuh ketika aterm. Keberadaan fibronektin janin mencerminkan perubahan bentuk stroma pada serviks sebelum persalinan.

Deteksi fibronektin pada sekresi servikovaginal sebelum ketuban pecah merupakan tanda kemungkinan akan terjadinya persalinan prematur. Fibronektin janin diukur dengan menggunakan pemeriksaan enzyme-linked immunosorbent assay; dan nilai yang melebihi 50ng/ml dianggap positif.

Sebuah nilai positif pemeriksaan fibronektin janin pada serviks atau vagina, bahkan sejak 8-22 minggu, telah ditemukan sebagai prediktor kuat kelahiran kurang bulan yang akan terjadi.

PENCEGAHAN PERSALINAN PREMATUR

CERCLAGE SERVIKS

Ada 3 keadaan dimana pemakaian cerclage dapat digunakan untuk mencegah persalinan prematur, yaitu 2 sebagai profilaksis dan 1 sebagai terapi. Penggunaan cerclage sebagai profilaksis yang pertama yaitu penggunaan pada wanita yang memiliki riwayat abortus pada tengah trimester yang berulang dan didiagnosa Insufisiensi Serviks. Penggunaan cerclage sebaga profilaksis yang kedua adalah pada wanita yang diketahui memiliki serviks yang pendek pada pemeriksaan USG. Penggunaan cerclage yang ketiga adalah sebagai terapi, dilakukan secara darurat pada wanita yang mengalami ancaman persalinan prematur yang didiagnosa memiliki insufisiensi serviks.

Berghella dkk (2005) melakukan penelitian pada wanita yang didiagnosa memiliki serviks yang pendek dari pemeriksaan USG dan menyimpulkam bahwa penggunaan cerclage dapat mengurangi terjadinya persalinan prematur pada wanita yang sebelumnya memiliki riwayat persalinan prematur. Owen dkk (2009) melakukan penelitian pada wanita dengan riwayat persalinan prematur yang memiliki serviks yang pendek (panjang serviks < 25 mm), hasilnya adalah wanita dengan panjang serviks < 15 mm yang menggunakan cerclage mengalami persalinan < 35 minggu yaitu sebanyak 30%, sedangkan yang tidak menggunakan cerclage sebanyak 65%. Penelitian ini menyimpulkan bahwa persalinan prematur dapat dicegah pada wanita yang memiliki riwayat persalinan prematur berulang. Kesimpulam dari berbagai penelitian tersebut adalah bahwa penggunaan cerclage tidak memiliki banyak keuntungan pada wanita yang didiagnosa memiliki serviks pendek dari pemeriksaaan USG. Penggunaan cerclage akan bermanfaat bila digunakan pada wanita dengan serviks sangat pendek (< 15 mm) dengan riwayat persalinan prematur.

PROFILAKSIS DENGAN PROGESTIN

Pada mamalia, kadar progesteron menurun drastis sebelum awitan persalinan. Hal ini disebut progesterone withdrawal dan berhubungan dengan inisiasi persalinan. Pada manusia, selama persalinan, progesteron pada ibu, bayi, dan cairan amnion tetap meningkat. Namun secara fungsional terjadi penurunan progesterone yang dimediasi penurunan aktivitas reseptor progesterone. Hal ini sesuai dengan teori bahwa penggunaan progesterone untuk mempertahankan uterine quiscence dapat mencegah persalinan prematur.

MANAJEMEN KETUBAN PECAH DINI PREMATUR

Berbagai cara mendiagnosa ketuban pecah dini antara lain dengan adanya riwayat keluar cairan dari vagina baik berupa rembesan maupun memancar, harus dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk melihat adanya akumulasi cairan amnion di vagina, atau cairan jernih yang keluar dari kanal serviks, atau keduanya. Konfirmasi adanya ketuban pecah biasanya dilakukan dengan pemeriksaan USG untuk menilai volume cairan amnion, sekaligus menilai presentasi janin, dan memastikan usia kehamilan. Cairan amnion bersifat basa ringan (pH 7,1-7,3), sedangkan sekret vagina bersifat lebih asam (pH 4,5-6). Hal ini sebagai dasar pemeriksaan pH pada ketuban pecah. Darah, semen, antiseptik, dan bakterial vaginosis juga bersifat basa dan seringkali memberikan hasil tes positif palsu.

SEJARAH

Cox dkk (1988) menggambarkan hasil kehamilan pada 298 wanita yang melahirkan setelah ketuban pecah pada usia antara 24-34 minggu di Parkland Hospital (hal ini menyumbang sebesar 20% kematian perinatal). Hasilnya adalah 75% wanita telah masuk awitan persalinan, 5% melahirkan disebabkan komplikasi lain, 10% melahirkan dalam 48 jam, 7% melahirkan > 48 jam setelah ketuban pecah. Grup yang terakhir memiliki keuntungan yaitu tidak ada kematian neonatus, sangat kontras dengan tingkat kematian neonatal sebesar 80 per 1000 neonatus prematur yang dilahirkan dalam 48 jam setelah ketuban pecah.

Waktu dari ketuban pecah dini prematur hingga terjadinya persalinan berbanding terbalik terhadap usia kehamilan saat ketuban pecah. Pecah ketuban saat trimester ketiga memiliki waktu yang lebih singkat untuk terjadinya awitan persalinan dibandingkan dengan ketuban pecah pada tengah trimester.

PERAWATAN DI RUMAH SAKIT

Kebanyakan paramedis melakukan perawatan di Rumah Sakit pada wanita dengan ketuban pecah dini prematur. Penelitian menunjukkan tidak ada keuntungan dengan merawat ibu di RS. Namun penelitian tentang hal ini masih sangat kurang untuk membuktikan bahwa perawatan di rumah aman.

PERSALINAN DENGAN INDUKSI

Dua penelitian diadakan untuk untuk membandingkan antara persalinan dengan induksi dan rawat ekspektatif. Mercer dkk (1993) membuktikan bahwa persalinan dengan induksi mengurangi lamanya ibu dirawat di Rumah Sakit juga mengurangi tingkat infeksi pada ibu dan bayi, namun terdapat 3 kematian neonatus, 2 disebabkan oleh sepsis, 1 oleh pulmonary hypoplasia. Cox dkk (1995) mendapatkan hasil 1 kematian neonatus yang disebabkan sepsis pada ibu yang dilakukan perawatan ekspektatif. Disimpulkan bahwa baik perawatan aktif maupun ekspektatif keduanya memberikan keuntungan.

MANAJEMEN EKSPEKTATIF

Beberapa penelitian menggunakan agen tokolitik dalam manajemen ekspektatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawatan aktif tidak memberikan keuntungan pada perinatal. (Garite, 1981, 1987; NBelson, 1985).

Pertimbangan lain dalam manajemen ekspektatif adalah menggunakan pemeriksaan dalam dan cerclage. Alexander dkk (2000) menyimpulkan bahwa pada wanita yang dilakukan pemeriksaan dalam memiliki jarak 3 hari dari pecahnya ketuban hingga terjadinya awitan persalinan. Sedangkan pada wanita yang tidak dilakukan pemeriksaan dalam didapatkan jarak 5 hari. Hal ini tidak memperburuk hasil akhir bayi dan ibu.

Belum ada kepastian mengenai terjadinya pecah ketuban dini pada wanita yang telah dilakukan cerclage.

RISIKO MANAJEMEN EKSPEKTATIF

Risiko pada ibu dan bayi tergantung pada usia kehamilan kapan terjadinya pecah ketuban. Morales (1993) meneliti mengenai manajemen ekspektatif pada wanita hamil tunggal dengan ketuban pecah < 25 minggu. Waktu rata-rata yang didapatkan adalah 11 hari untuk terjadinya persalinan. Walaupun 41% bayi berhasil bertahan hidup sampai usia 1 tahun, hanya 21% yang memiliki persyarafan normal. Lieman dkk (2005) menyimpulkan tidak ada perbaikan hasil neonatus dengan manajemen ekspektatif setelah 33 minggu. Sebaliknya, McElrath dkk (2003) menemukan bahwa semakin lama terjadinya persalinan setelah ketuban pecah tidak berhubungan dengan meningkatnya kejadian kerusakan neurologis bayi.

Volume cairan amnion yang tersisa setelah ketuban pecah berpengaruh pada kehamilan < 26 minggu. Hadi dkk (1994) meneliti wanita yang mengalami pecah ketuban pada usia 20-25 minggu. Hasilnya adalah 41% mengalami oligohidramnion, dilihat dari tidak adanya kantong cairan 2 cm. Wanita yang mengalami oligohidramnion mengalami persalinan < 25 minggu, sedangkan wanita dengan cairan amnion yang cukup sebanyak 85% mengalami persalinan pada trimester 3. Carroll dkk (1995) mendapatkan bahwa tidak ada kasus hypoplasia pulmonary pada bayi yang lahir setelah ketuban pecah pada usia 24 minggu. Dapat disimpulkan bahwa batas terjadinya hypoplasia pulmonary adalah 23 minggu.

Faktor risiko lain yang telah dievaluasi antara lain pada bayi yang lahir dari wanita dengan lesi herpes aktif yang dilakukan manajemen ekspektatif, risiko infeksi lebih berat dibandingkan risiko persalinan prematur (Major, 2003). Lewis dkk (2007) menyimpulkan bahwa manajemen ekpektatif pada wanita dengan ketuban pecah dini dan presentasi selain kepala berhubungan dengan peningkatan prolapse tali pusat, terutama < 26 minggu.

KORIOAMNIONITIS

Jika terjadi chorioamnionitis pada wanita dengan ketuban pecah dini, maka dilakukan induksi persalinan terutama pervaginam. Indikator utama diagnosis Chorioamnionitis adalah demam, dan suhu tubuh >38C pada wanita dengan ketuban pecah dini menggambarkan adanya infeksi. Leukositosis saja tidak dapat digunakan sebagai indikator infeksi. Selama manajemen ekspektatif, dilakukan pemantauan terhadap kemungkinan takikardia pada ibu dan janin, uterine tenderness, dan adanya sekret vagina yang berbau.

Dengan adanya Chorioamnionitis, morbiditas ibu dan janin meningkat. Berbagai penelitian mengenai hal ini telah dilakukan. Alexander dkk (1998) menyimpulkan bahwa neonatus dengan berat badan lahir sangat rendah sangat rentan mengalami gangguan neurologis yang disebabkan Chorioamnionitis. Yoon dkk (2000) menemukan bahwa infeksi intraamnion pada bayi prematnecrotizing enterocoliur berhubungan dengan terjadinya Cerebral Palsy.

AKSELERASI MATURASI PARU

Berbagai keadaan yang menyebabkan perlunya dilakukan akselerasi pematangan paru antara lain penyakit jantung dan ginjal kronis, hipertensi, kecanduan heroin, pertumbuhan janin terhambat, infark plasenta, chorioamnionitis, dan ketuban pecah dini.

TERAPI ANTIBIOTIK

Mercers dkk (1995) mengadakan penelitian pada wanita dengan usia kehamilan < 35 minggu dan menyimpulkan bahwa efek antibiotik pada keadaan tersebut yaitu: (1).Lebih sedikit wanita mengalami chorioamnionitis, (2).Lebih sedikit neonatus mengalami sepsis, (3).Masa kehamilan lebih panjang 7 hari. Sedangkan tingkat survival neonatus tidak dipengaruhi, begitu juga dengan kejadian necrotizing enterocolytis, respiratory distress, atau perdarahan intrakranial.

MFMU Network melakukan penelitian mengenai manajemen ekspektatif yang dikombinasikan dengan terapi Ampicillin, Amoxicillin dan Erythromycin, atau placebo selama 7 hari, tanpa tokolitik dan kortikosteroid pada wanita dengan ketuban pecah antara 24-32 minggu. Hasilnya adalah wanita yang diterapi antibiotik memiliki bayi dengan sindrom distress pernapasan, necrotizing enterocolytis, dan dampak buruk yang lebih sedikit (Mercer, 1997). 50% wanita dengan terapi antibiotik tidak memasuki awitan persalinan dibandingkan dengan placebo sebanyak 25%.

Studi terbaru meneliti efektivitas terapi dalam waktu yang lebih singkat, terapi 3 hari dan terapi 7 hari menggunakan Ampicillin atau Ampicillin-Sulbactam memiliki hasil yang sama baiknya. Terapi dengan Erythromycin dibandingkan placebo memiliki efek yang signifikan terhadap neonatus. Amoxicillin-Clavulanate tidak direkomendasikan karena meningkatkan kejadian Necrotizing enterocolytis.

Beberapa peneliti berpendapat bahwa terapi antibiotik pada kehamilan akan memberikan dampak buruk. Carroll (1996) dan Mercer (1999) menyatakan bahwa terapi antibiotik meningkatkan risiko resisten terhadap bakteri. Penelitian Stoll dkk (2002) mendapatkan hasil bahwa terjadi peningkatan kejadian sepsis yang disebabkan E.colii dari 3,2 manjadi 6,8 per 1000 kelahiran. Hampir 85% bakteri E.colii yang diisolasi ternyata resisten terhadap Ampicillin. Kenyon dkk (2008) menyatakan bahwa antimikroba yang diberikan kepada wanita dengan Ketuban Pecah Dini Prematur tidak memberikan efek terhadap kesehatan anak pada usia 7 tahun.

KORTIKOSTEROID UNTUK AKSELERASI PEMATANGAN PARU JANIN

NIH (2000) mengeluarkan consensus untuk merekomendasikan penggunaan dosis tunggal kortikosteroid pada wanita dengan Ketuban Pecah Dini < 32 minggu tanpa tanda-tanda Korioamnionitis. ACOG (2013) menyatakan bahwa penggunaan kortikosteroid dosis tunggal direkomendasikan untuk kasus Ketuban Pecah Dini Prematur usia kehamilan 24-32 minggu. Sedangkan untuk 32-34 minggu belum ada konsensus. Terapi ini tidak direkomendasikan pada usia < 24 minggu.

MANAJEMEN PERSALINAN PREMATUR DENGAN MEMBRAN UTUH

Wanita dengan tanda-tanda persalinan prematur namun membrane masih utuh diberikan terapi sama dengan pada ketuban pecah dini. Kelahiran sebisa mungkin ditunda > 34 minggu.

AMNIOSINTESIS

Beberapa pemeriksaan dapat digunakan untuk mendiagnosa infeksi intraamnion. Namun menurut ACOG (2012) tidak direkomendasikan dilakukan amniosintesis rutin untuk mengidentifikasi infeksi.

KORTIKOSTEROID

Penelitian Liggins dan Howie (1972) menyimpulkan bahwa terapi kortikosteroid efektif menurunkan kejadian respiratory distress syndrome dan kematian neonatus jika kelahiran dapat ditunda minimal 24 jam setelah pemakaian Betametason. Bayi yang terpapar kortikosteroid diteliti sampai dengan usia 31 tahun dan tidak dideteksi kesakitan akibat kortikosteroid tersebut. Pada tahun 1995 NIH mengeluarkan konsensus bahwa kortikosteroid direkomendasikan untuk pematangan paru janin pada ancaman persalinan prematur.

Pada tahun 2000 NIH menyimpulkan bahwa data yang ada tidak cukup untuk menilai efektivitas kortikosteroid pada wanita hamil dengan hipertensi, diabetes, kehamilan kembar, pertumbuhan janin terhambat, dan hidrops fetalis. Namun tetap direkomendasikan untuk memberikan kortikosteroid pada wanita hamil dengan keadaan tersebut.

PILIHAN KORTIKOSTEROID

Penelitian Elimian dkk (2007) menyimpulkan bahwa baik Dexamethason maupun Betamethason keduanya sama baiknya dalam menurunkan morbiditas pada bayi prematur.

ANTIMIKROBA

King dkk (2000) menemukan bahwa tidak ada perbedaan tingkat terjadinya respiratory distress syndrome mapupun sepsis antara neonatus dengan ibu yang diterapi antibiotik dan placebo. Bahkan didapatkan peningkatan morbiditas perinatal pada pasien yang diterapi antibiotik.

Kenyon (2000) mendapatkan tingkat terjadinya kematian neonatus, penyakit paru kronis, dan abnormalitas otak mayor yang sama pada wanita dengan dan tanpa terapi antibiotik. Kenyon (2008) melakukan follow up pada bayi-bayi hasil penelitian di atas dan didapatkan terjadi peningkatan kejadian Cerebral Palsy pada anak-anak usia 7 tahun yang terpapar antibiotik dibandingkan yang tidak.

TIRAH BARING

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak didapatkan kerugian maupun keuntungan tirah baring terhadap ancaman persalinan prematur. Grobman dkk (2013) menemukan bahwa wanita dengan aktivitas yang dibatasi memiliki kemungkinan 2,5 kali lebih besar mengalami persalinan prematur pada usia < 34 minggu.

McCall dkk (2013) mendapatkan bahwa tidak ada bukti cukup yang menunjang tirah baring sebagai terapi ancaman persalinan prematur, bahkan lebih banyak kerugiannya.

PESARIUM SERVIKS

Pesarium Arabin, suatu silicon berbentuk cincin yang dipasang di serviks untuk menunjang serviks pada wanita dengan serviks pendek yang dilihat dari USG. Goya dkk (2012) mendapatkan terjadinya persalinan < 34 minggu sebanyak 6% pada wanita yang dipasangkan Pesarium, dibandingkan dengan wanita yang dilakukan terapi ekspektatif yaitu sebanyak 27%.

Sedangkan Hui dkk (2013) menyimpulkan yang sebaliknya, yaitu pencegahan persalinan prematur dengan Pesarium tidak menurunkan angka persalinan < 34 minggu.

CERCLAGE EMERGENSI

Althuitus dkk (2003) meneliti wanita dengan inkompetensi serviks < 27 minggu untuk dilakukan tirah baring dengan dan tanpa cerclage. Hasilnya adalah wanita dengan cerclage berhasil menunda persalinan selama 54 hari dibandingkan dengan tanpa cercage yaitu selama 24 hari.

TOKOLITIK UNTUK TERAPI PERSALINAN PREMATUR

ACOG (2012) menyimpulkan bahwa agen tokolitik tidak signifikan dalam memperlama masa kehamilan namun dapat menunda persalinan pada beberapa wanita hingga 48 jam. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk transportasi pasien ke pusat perawatan yang lebih baik dan memberikan waktu untuk terapi kortikosteroid. Agen-agen tokolitik untuk penggunaan jangka pendek (48 jam) yang direkomendasikan adalah agonis beta-adrenergik, calcium-channel blockers, atau indomethacin.

Sebaliknya, College menyimpulkan bahwa terapi dengan tokolitik tidak efektif dalam mencegah kelahiran prematur. College juga merekomendasikan bahwa wanita dengan kontraksi prematur dengan dilatasi serviks < 2 cm tidak diberikan tokolitik.

AGONIS RESEPTOR BETA ADRENERGIK

Beberapa agen bereaksi dengan reseptor Beta adrenergic untuk mengurangi jumlah kalsium terionisasi intraselular dan mecegah aktivasi protein kontraktil myometrium. Di US, digunakan Ritodrine dan Terbutaline, namun hanya Ritodrine yang disetujui oleh FDA untuk mencegah persalinan prematur.

MAGNESIUM SULFAT

FDA (2013) mengeluarkan peringatan mengenai penggunaan MgSO4 dalam jangka panjang untuk menunda persalinan karena menyebabkan penipisan tulang dan fraktur pada janin yang terpapar MgSO4 > 5-7 hari, disebabkan penurunan kadar kalsium pada janin.

INHIBITOR PROSTAGLANDIN

Antagonis prostaglandin menghambat sintesis prostaglandin atau menghambat kerjanya pada organ target. Enzim prostaglandin synthase berperan dalam konversi arachidonic acid menjadi prostaglandin. Beberapa agen memblokir system tersebut, seperti Asetilsalisilat dan Indomethacin.

CALCIUM-CHANNEL BLOCKER

Aktivitas myometrium secara langsung berhubungan dengan kalsium bebas dalam sitoplasma, dan berkurangnya konsentrasi kalsium dapat menghambat kontraksi myometrium. Calcium channel blocker bekerja menghambat masuknya kalsium melalui membrane sel. Agen-agen tersebut digunakan untuk terapi hipertensi namun kemampuannya mencegah persalinan prematur telah terbukti. Obat yang dapat digunakan antara lain Nifedipin.

14