pers sebagai kekuatan sosial (2) · jumat, 8 februari1991 pers sebagai kekuatan sosial (2) kota...

1
4 . JUMAT, 8 FEBRUARI1991 Pers Sebagai Kekuatan Sosial (2) kota inljuga menjadi sebagi- * Sebuah Pengamatan Awam pers kita. Ariel Heryarito Ketiga, terjadi sentralisasi komunikasi politik. Dengan sedikit perkeeualian, terjadi kemaeetan komunikasi poli- tik di berbagai institusi for- mal: partai, parlemen, kese- nian, kotbah, pengadilan dan perkuliahan. Yang terjadi ialah indoktrinasi resmi dan baku dari pusat ke pinggir. Akibatnya pers laris menjadi katup pengaman dan forum yang tersisa bag! komunikasi politik dari-oleh-untuk rak- yat. Komunikasl politik da- lam pers juga menghadapi berbagai hambatan. Tetapi secara relatif, pers masih lcbih longgar dan efektif ketimbang yang sudah dise- but di atas. Jugajika diban- dingkan media massa lain: teleVisi, radio, filem. Walau sensor pers paling nyaring diperdebatkan orang, sensor media massa elektronikjauh BAGIAN pertama tulisan lni kemarin menunjukkan jatldiri 'pers mutakhir yang bertolak belakang dari gam- baran muluk dalam berbagai pembahasan normatif. Kaji- an ttu berkestmpulan pesi- mis, disusun berdasarkan pertimbanganyanggagahnya disebut sebagai strukturalis- me. Kalian strukturalis me- nelitl Kaitan-kattan funda- mental, bukan geJala kasat- mata dan detail emp!rik suatu realitas dalam sejarah sosial. Tul!san itu berat sebelah jika tak dilengkapi dengan sebuah kajian historis, biar pun secara sekilas dan awam. Kaj!an atau spekulasi h!storis berlkut in! memberi- kan gambaran yang sedikit lebih eerah atau optimis. Protagonis sejarah Setiap jaman membentuk dan sekallgus terbentuk oleh tokoh-tokoh utamanya. Me- reka menJadl tokoh yang dalam sastra dan drama disebut sebagai protagonis dan antagonis. Telah serlng kita dengar bahwa pada masa Demokrasi Terpimpin. ada tlga tokoh utama: Soe- karno, PKI dan militer. Juga sering diakui bahwa pada masa Orde Saru hanya ada protagonls tunggal yakni gabungan antara birokrasi negara dan millter. Sejak masa Demokrasi Terplmpln negara berjaya sebagai prota- gonls sejarah Indonesia. Sebelumnya, partai-parta! politik Ikut menjad! tokoh utama yang menonJol. Secara absolut bisa dika- takan tak ada antagonis atau oposisi dalam masyarakat mutakhir kita. Tap! jika dicari terus, siapa diluar negara yang secara relatif paling siap dan mungkin dapat diharapkan akan men- jadi kekuatan antagonls jawabnya mungkin adalah pers. Kemungkinan potenslal lain adalah solidaritas kaum Muslim. Tapi yang jelas bu- kan partai politik dan parle- men. Sukan Industrialis. Bukan LSM, demonstran Blahclsiswa atau seniman. Untuk mempertunbanglffiri- pandangan itu, sisa tulisan di bawah ini akan mencatat sekilas proses pertumbuhan pers mutakhir kita dan apa konsekuensi pertumbuhan !tu. Namun, ada baiknya kita tegaskan disini dulu apakah pendapat pada alinea di atas tidak bertentangan dengan pendapat utama dari tulisan kemarin. Bukan tak ada perten- tangan sarna sekali. Tapi keduanya tldak bersifat sa- ling menyangkal. Pada tulis- an terdahulukita lihat pers tldak akan merasa perlu (karena tidak berkepenting- an) memperjuangkan demo- kratisasi. Pers tidak dapat diharapkan berniat menjadi kritik sosial. Di bawah Ini kita tidak mempersoalkan niat dan kepentlngan indus- tri pers an sieIL Yang akan kita teliti ialah pertwnbuhan pers yang tanpa sengaja akan dengan sendirlnya mendorong pertumbuhan antiiesa, antagonis dan opo- sisl. Pertumbuhan pers mutakhir Setidak-tldaknya ada tiga l,ebih faktor utama yang bertang- gungJawab atas bertumbuh- Konsekuensi nya Industri dan kekuatan Proses pembentukan so- sosial pers kita. sok pers mutakhir kita sa- Pertama, melubernya mo- ngat menentukan konseku- dal secara besar-besaran ensi sosialnya. Jika analisis dari pertumbuhan kapitalis- di atas tidak terlalu keliru me Indonesia mutakhir. kita dapat memahami Luberan modal Ini mengge- lah konsekuensinya. nangi berbagai b1dang w1la- Penerbitan pers merupa- yah, termasuk penerbitan k?-n kerjasama antar banyak pers. Apa yang kin1 kita pihak, an tara lain kaum saksikan? Modal mengejar- jurnalis dan pemodal. Kare- ngejar kaumjurnalis, bukan- na peI1umbuhan pers muta nya Jurnalis terlunta-Iunta khir kita bertolak dari pra- mencari modal dan lowongan karsa pemodal yang mencari kerja. BaJak-membaJak Jur- jurnalis dan bukan sebalik- nalis senior hanyalah sebagi- nya. dapatJah dipahami 0- an dari gejala ini. Karena rientasi komcrsial mendomi- alasan teknis, finansial, dan nasi watak pers kita. Ban- politls, kebanyakan penerbit _ dlngkan dengan kehidupan keeil berantakan. Bertum- pers pada masa Demokrasi buhlah jartngan manajemen Terpimpln yang diprakarsai industri pers secara beran- dan didominasi partai-partai tal. Yang terjadi bukan lagi polilik. Kiblatnyajadi sangat persalngan antar penerbit politis. besar tapi antar kelompok Orientasi komersial sebe- besar sejumlah penerbit narnya tidaklah sejelek atau pers. sejahatyang sering dikuatir- Kedua, melubernya ang- kan orang. Juga tidak oto- katan kerja tahun 1980an matis lebih jelek ketimbang dari kaum muda kota yang orientasi politik dari masa terdidik baik di alam "stab i1i- Demokrasi Terpimpin. Orien- tas dan keamanan" Orde tasi komersial tidak fanatik Baru. Mereka menJad1 bagi- pada berita perkosaan. kri- an penting bagi pertumbuh- mlnal dan iklan. Ortentasi an industri pers mutakhir komersial melayani apa saja kita. Mereka tidak hanya selera khalayak, termasuk menyediakan tenaga baru debat polilik dan filsafat asal dalam perkembangan' pers hal itu dibeli konsumen dan yang menantang tata kerja praktek Ini dilindung1 hu- baru dan teknolog! mutakhir. kum yang handal. Mereka adalah kaum yang Konsekuensi dari Interaksi apolitis, berkiblat hidup yang saling menguntungkan pragmatis. menuntut kerja di antara pertumbuhan ang- katan kerja urban terdidik terhormat dengan gaji besar. dan pertumbuhan pers mu- em-em ini pas dengan dina- atau mika pers kita. Kaum muda BERNAS pengukuhan sebuah golong- an sosial yang lebih populer disebut kelas menengah profesional. Kaum muda 1980an yang me me gang tanggung Jawab profesiorial besar pada usia lebih muda. menguasai teknolog! komu- n1kasi leb1h canggih, terserap dalam jam kerja lebih pan- jang, dan menerima gajiJauh lebih besar dibandingkan dengan kakak-kakak mere- ka. Dengan kedudukan isti- mewa sepertl itu, suIlt diba- yangkan para jurnalis muda itu menginglnkan peru bah an so sial besar-besaran. Suitt dibayangkan mereka akan lebih suka menjadi jurnalis dl antara duri-duri petua- langan poliUk (dan gaji pas- pasan) seperti yang dial ami para pendahulunya dart jaman sebelum dan sesudah Demokrasi Terpimpin yang mengaku menlkmatl kebe- basan Jumalistik jauh leb1h besar. Barangkali sumber gejolak terbesar dan wilayah perju- angan jurnalis mutakhir dalam jangka dekat lalah ada tldaknya asosiasi pro fe- slonal dan sertkat pekerja yang handal. Artinya. lebih waJar dan masuk akal meng- harap mereka pertama-tama memllih memperjuangkan kepentingan sendiri sebelum membela pihak lain. Pertumbuhan pers kita yang semakin profesional, d1sengaJa dan dikehendaki atau tidak oleh penerblt dan Jurnalisnya akan memberi- kan konsekuensi positif bagi proses latihan berdemokrasi. Bukan saJa pers menjadi anJang pendidikan yang paling subversif dan politis. yakni berpendapat dan men- dengar pendapat orang lain secara publik. Lebih jauh lagi forum ini berlangsung dalam suatu mekanisme yang menembus batas-batas SARA. ideologi, geografi, seks yang kaku. Tidak semua batas itu ditembus secara gencar dan merata (apalagi dihaneurkan) oleh pers kita. Namun sebagai institusi moderen, sedikit banyak pers menjadl sebuah kekuat- an sosial pembentuk kesa- daran dan solidaritas mo- deren pula. Akhirnya, apa konsekuen- si dart kedudukan pers seba- gai lahan yang tersisa bagi komunikasi yang serba ma- eet? Semua pihak terlalu banyak menuntut dan ber- harap serba muluk pada pers kita. Bukan hanya seni- man meminta perhatian dan halaman lebih banyak untuk perbincangan senl. Pusat Pembinaan Bahasa punya daftar panjang tuntutan berbahasa. Juga, pendidik dan pekerja sosial. Bahkan pemerintah yang sudah me- monopoli siaran berita di media massa elektronik ma- sih punya aneka pesan dan himbauan untuk pers. (Habis) .) Penulis adalah dasen Pas· ca Srujana UK Satya Waca- na, Salatiga. Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>

Upload: vanphuc

Post on 07-Mar-2019

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pers Sebagai Kekuatan Sosial (2) · JUMAT, 8 FEBRUARI1991 Pers Sebagai Kekuatan Sosial (2) kota inljuga menjadi sebagi- ... Dengan sedikit perkeeualian, terjadi kemaeetan komunikasi

4 . JUMAT, 8 FEBRUARI1991

Pers Sebagai Kekuatan Sosial (2) kota inljuga menjadi sebagi-

* Sebuah Pengamatan Awam ante~entingdarlkonsumen pers kita.

Ariel Heryarito Ketiga, terjadi sentralisasi

komunikasi politik. Dengan sedikit perkeeualian, terjadi kemaeetan komunikasi poli­tik di berbagai institusi for­mal: partai, parlemen, kese­nian, kotbah, pengadilan dan perkuliahan. Yang terjadi ialah indoktrinasi resmi dan baku dari pusat ke pinggir. Akibatnya pers laris menjadi katup pengaman dan forum yang tersisa bag! komunikasi politik dari-oleh-untuk rak­yat. Komunikasl politik da­lam pers juga menghadapi berbagai hambatan. Tetapi secara relatif, pers masih lcbih longgar dan efektif ketimbang yang sudah dise­but di atas. Jugajika diban­dingkan media massa lain: teleVisi, radio, filem. Walau sensor pers paling nyaring diperdebatkan orang, sensor media massa elektronikjauh

BAGIAN pertama tulisan lni kemarin menunjukkan jatldiri 'pers mutakhir yang bertolak belakang dari gam­baran muluk dalam berbagai pembahasan normatif. Kaji­an ttu berkestmpulan pesi­mis, disusun berdasarkan pertimbanganyanggagahnya disebut sebagai strukturalis­me. Kalian strukturalis me­nelitl Kaitan-kattan funda­mental, bukan geJala kasat­mata dan detail emp!rik suatu realitas dalam sejarah sosial.

Tul!san itu berat sebelah jika tak dilengkapi dengan sebuah kajian historis, biar pun secara sekilas dan awam. Kaj!an atau spekulasi h!storis berlkut in! memberi­kan gambaran yang sedikit lebih eerah atau optimis.

Protagonis sejarah Setiap jaman membentuk

dan sekallgus terbentuk oleh tokoh-tokoh utamanya. Me­reka menJadl tokoh yang dalam sastra dan drama disebut sebagai protagonis dan antagonis. Telah serlng kita dengar bahwa pada masa Demokrasi Terpimpin. ada tlga tokoh utama: Soe­karno, PKI dan militer. Juga sering diakui bahwa pada masa Orde Saru hanya ada protagonls tunggal yakni gabungan antara birokrasi negara dan millter. Sejak masa Demokrasi Terplmpln negara berjaya sebagai prota­gonls sejarah Indonesia. Sebelumnya, partai-parta! politik Ikut menjad! tokoh utama yang menonJol.

Secara absolut bisa dika-takan tak ada antagonis atau oposisi dalam masyarakat mutakhir kita. Tap! jika dicari terus, siapa diluar negara yang secara relatif paling siap dan mungkin dapat diharapkan akan men­jadi kekuatan antagonls jawabnya mungkin adalah pers. Kemungkinan potenslal lain adalah solidaritas kaum Muslim. Tapi yang jelas bu­kan partai politik dan parle­men. Sukan Industrialis. Bukan LSM, demonstran Blahclsiswa atau seniman.

Untuk mempertunbanglffiri­pandangan itu, sisa tulisan di bawah ini akan mencatat sekilas proses pertumbuhan pers mutakhir kita dan apa konsekuensi pertumbuhan !tu. Namun, ada baiknya kita tegaskan disini dulu apakah pendapat pada alinea di atas tidak bertentangan dengan pendapat utama dari tulisan kemarin.

Bukan tak ada perten­tangan sarna sekali. Tapi keduanya tldak bersifat sa­ling menyangkal. Pada tulis­an terdahulukita lihat pers tldak akan merasa perlu (karena tidak berkepenting­an) memperjuangkan demo­kratisasi. Pers tidak dapat diharapkan berniat menjadi kritik sosial. Di bawah Ini kita tidak mempersoalkan niat dan kepentlngan indus­tri pers an sieIL Yang akan kita teliti ialah pertwnbuhan pers yang tanpa sengaja akan dengan sendirlnya mendorong pertumbuhan antiiesa, antagonis dan opo­sisl.

Pertumbuhan pers mutakhir

Setidak-tldaknya ada tiga l,ebih

faktor utama yang bertang-gungJawab atas bertumbuh- Konsekuensi nya Industri dan kekuatan Proses pembentukan so-sosial pers kita. sok pers mutakhir kita sa-

Pertama, melubernya mo- ngat menentukan konseku­dal secara besar-besaran ensi sosialnya. Jika analisis dari pertumbuhan kapitalis- di atas tidak terlalu keliru me Indonesia mutakhir. kita dapat memahami sejum~ Luberan modal Ini mengge- lah konsekuensinya. nangi berbagai b1dang w1la- Penerbitan pers merupa­yah, termasuk penerbitan k?-n kerjasama antar banyak pers. Apa yang kin1 kita pihak, an tara lain kaum saksikan? Modal mengejar- jurnalis dan pemodal. Kare­ngejar kaumjurnalis, bukan- na peI1umbuhan pers muta nya Jurnalis terlunta-Iunta khir kita bertolak dari pra­mencari modal dan lowongan karsa pemodal yang mencari kerja. BaJak-membaJak Jur- jurnalis dan bukan sebalik­nalis senior hanyalah sebagi- nya. dapatJah dipahami 0-

an dari gejala ini. Karena rientasi komcrsial mendomi­alasan teknis, finansial, dan nasi watak pers kita. Ban­politls, kebanyakan penerbit _ dlngkan dengan kehidupan keeil berantakan. Bertum- pers pada masa Demokrasi buhlah jartngan manajemen Terpimpln yang diprakarsai industri pers secara beran- dan didominasi partai-partai tal. Yang terjadi bukan lagi polilik. Kiblatnyajadi sangat persalngan antar penerbit politis. besar tapi antar kelompok Orientasi komersial sebe­besar sejumlah penerbit narnya tidaklah sejelek atau pers. sejahatyang sering dikuatir-

Kedua, melubernya ang- kan orang. Juga tidak oto­katan kerja tahun 1980an matis lebih jelek ketimbang dari kaum muda kota yang orientasi politik dari masa terdidik baik di alam "stab i1i- Demokrasi Terpimpin. Orien­tas dan keamanan" Orde tasi komersial tidak fanatik Baru. Mereka menJad1 bagi- pada berita perkosaan. kri­an penting bagi pertumbuh- mlnal dan iklan. Ortentasi an industri pers mutakhir komersial melayani apa saja kita. Mereka tidak hanya selera khalayak, termasuk menyediakan tenaga baru debat polilik dan filsafat asal dalam perkembangan' pers hal itu dibeli konsumen dan yang menantang tata kerja praktek Ini dilindung1 hu­baru dan teknolog! mutakhir. kum yang handal. Mereka adalah kaum yang Konsekuensi dari Interaksi apolitis, berkiblat hidup yang saling menguntungkan pragmatis. menuntut kerja di antara pertumbuhan ang-

katan kerja urban terdidik terhormat dengan gaji besar. dan pertumbuhan pers mu­em-em ini pas dengan dina- j:alglJrJal~!l!t.on~oliclasi atau mika pers kita. Kaum muda

BERNAS

pengukuhan sebuah golong­an sosial yang lebih populer disebut kelas menengah profesional. Kaum muda 1980an yang me me gang tanggung Jawab profesiorial besar pada usia lebih muda. menguasai teknolog! komu­n1kasi leb1h canggih, terserap dalam jam kerja lebih pan­jang, dan menerima gajiJauh lebih besar dibandingkan dengan kakak-kakak mere­ka.

Dengan kedudukan isti­mewa sepertl itu, suIlt diba­yangkan para jurnalis muda itu menginglnkan peru bah an so sial besar-besaran. Suitt dibayangkan mereka akan lebih suka menjadi jurnalis dl antara duri-duri petua­langan poliUk (dan gaji pas­pasan) seperti yang dial ami para pendahulunya dart jaman sebelum dan sesudah Demokrasi Terpimpin yang mengaku menlkmatl kebe­basan Jumalistik jauh leb1h besar.

Barangkali sumber gejolak terbesar dan wilayah perju­angan jurnalis mutakhir dalam jangka dekat lalah ada tldaknya asosiasi pro fe­slonal dan sertkat pekerja yang handal. Artinya. lebih waJar dan masuk akal meng­harap mereka pertama-tama memllih memperjuangkan kepentingan sendiri sebelum membela pihak lain.

Pertumbuhan pers kita yang semakin profesional, d1sengaJa dan dikehendaki atau tidak oleh penerblt dan Jurnalisnya akan memberi­kan konsekuensi positif bagi proses latihan berdemokrasi. Bukan saJa pers menjadi anJang pendidikan yang paling subversif dan politis. yakni berpendapat dan men­dengar pendapat orang lain secara publik. Lebih jauh lagi forum ini berlangsung dalam suatu mekanisme yang menembus batas-batas SARA. ideologi, geografi, seks yang kaku. Tidak semua batas itu ditembus secara gencar dan merata (apalagi dihaneurkan) oleh pers kita. Namun sebagai institusi moderen, sedikit banyak pers menjadl sebuah kekuat­an sosial pembentuk kesa­daran dan solidaritas mo­deren pula.

Akhirnya, apa konsekuen­si dart kedudukan pers seba­gai lahan yang tersisa bagi komunikasi yang serba ma­eet? Semua pihak terlalu banyak menuntut dan ber­harap serba muluk pada pers kita. Bukan hanya seni­man meminta perhatian dan halaman lebih banyak untuk perbincangan senl. Pusat Pembinaan Bahasa punya daftar panjang tuntutan berbahasa. Juga, pendidik dan pekerja sosial. Bahkan pemerintah yang sudah me­monopoli siaran berita di media massa elektronik ma­sih punya aneka pesan dan himbauan untuk pers.

(Habis)

.) Penulis adalah dasen Pas· ca Srujana UK Satya Waca­na, Salatiga.

Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>