pernikahan dini
TRANSCRIPT
PERNIKAHAN DINI DARI SEGI KESEHATAN
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa.
Batasan usia remaja menurut WHO adalah 10 s/d 19 tahun, namun jika pada usia remaja
sudah menikah maka ia sudah tergolong dalam kelompok dewasa. Sebaliknya jika usia
remaja sudah dilewati tapi masih tergantung pada orang tua maka ia masih digolongkan
dalam kelompok remaja. Anak sekolah tingkat SLTP/SLTA memasuki usia remaja dimana
pada masa ini terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik fisik, psikologis
maupun intelektual dengan permasalahan-permasalahan yang begitu kompleks. Oleh sebab
itu masa remaja merupakan tahap penting dalam siklus kehidupan manusia, dikatakan penting
karena merupakan peralihan dari masa anak yang sangat tergantung kepada orang lain ke
masa dewasa yang mandiri dan bertanggung jawab, masa ini juga mengandung resiko akibat
suatu masa transisi yang selalu membawa ciri-ciri tertentu, yaitu kebimbangan, kebingungan
dan gejolak remaja seperti masalah seks, kejiwaan dan tingkah laku eksperimental (selalu
ingin mencoba). Dengan kelabilan emosi remaja tersebut dan tingkah laku eksperimentalnya
yang menggunung, maka tidak mustahil para remaja mencoba sesuatu yang ‘tidak biasa’
yaitu menikah pada usia dini. Potret ini biasa kita jumpai pada daerah-daerah pedesaan yang
kurang mengerti akan pendidikan dan kesehatan reproduksi, bahkan dibeberapa tempat
banyak remaja yang memutuskan menikah setelah tamat Sekolah Dasar (SD), ini tentu sangat
ironi karena hal tersebut bisa berakibat kurang baik bagi kesehatannya (alat reproduksi).
Berdasarkan realita yang ada, bahwa menikah di usia belia (12 atau 14 tahun) bukanlah hal
yang tabu bagi sebagian masyarakat (khususnya pedesaan) yang ‘kurang’ dari segi
pendidikan. Sebagaimana kita ketahui, usia belia/remaja adalah masa-masa emosi sedang
labil dan masa pencarian jati diri, maka bukan sesuatu yang aneh jika pada usia tersebut
dihadapkan pada kondisi yang secara mental sama sekali belum siap untuk dijajalnya
ditemukan banyak remaja yang usia belasan tahun sudah menyandang status janda, status
tersebut adalah status yang kebanyakan dipandang sebelah mata oleh sebagian orang, kondisi
ini tentu menjadi pintu masuk dari resiko-resiko lain yang harus ditanggung oleh remaja yang
berstatus janda, terlebih lagi jika remaja tersebut hamil yang ujung-ujungnya akan menjadi
beban keluarganya dalam pengurusan selanjutnya baik itu pada masa kehamilan maupun
pasca melahirkan.
Jika potret pernikahan dini (hamil usia remaja) biasa dijumpai di pedesaan, namun di
perkotaan pernikahan usia belia memang sangat jarang dijumpai, akan tetapi ini bukan berarti
remaja kota terbebas dari kontaminasi hamil di usia remaja, hanya saja kontennya yang
berbeda. Derasnya arus informasi turut menyumbang tingkah polah remaja yang yang secara
sadar ataupun tidak telah keluar dari koridor agama yang tercermin dari free sex sehingga
berujung pada hamil pra nikah, hal ini jauh lebih berbahaya dari pada potret hamil usia
remaja di pedesaan (menikah usia belia) karena akibatnya bukan hanya pada remaja tersebut,
melainkan keluargapun ikut kena dampaknya karena akan merusak citra keluarga di mata
masyarakat.
Terlepas dari apapun yang melatarbelakangi kehamilan remaja usia dini, tetap saja
mendatangkan resiko tersendiri, baik itu secara psikis, kesehatan reproduksi ibu, serta
keselamatan ibu dan bayi yang menjadi taruhan.
Berikut beberapa resiko yang timbul dari kehamilan usia dini, antara lain:
1. Kurangnya Perawatan Selama Hamil dan Sebelum Melahirkan
2. Mengalami Pendarahan
3. Hipertensi
4. Kelahiran prematur
5. Resiko Tertular Penyakit Menular Seksual (PMS)
6. Depresi Pasca Melahirkan
7. Keguguran
8. Anemia Kehamilan
9. Keracunan Kehamilan (Gestosis)