perlindungan pengungsi (refugee) menurut...

Download PERLINDUNGAN PENGUNGSI (REFUGEE) MENURUT …referensi.elsam.or.id/wp-content/uploads/2014/10/Perlindungan... · Saat ini, perlindungan pengungsi masih menjadi alasan bagi keberadaan

If you can't read please download the document

Upload: dotruc

Post on 06-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 1

    Perlindungan Pengungsi (Refugee) Menurut Hukum Internasional

    I. Pendahuluan

    Persoalan pengungsi telah ada sejak lebih kurang abad XX. Persoalan tersebut pertama

    kali timbul ketika terjadi Perang Rusia (ketika revolusi di rusia), yaitu ketika para pengungsi

    dari Rusia berbondong-bondong menuju ke Eropah Barat.

    Jutaan anak-anak, pria dan waita telah menderita akibat eksploitasi konflik etnis agama

    atau perang saudara. Jumlah ini dari tahun ke tahun meningkat secara tajam, Misalnya dalam

    kurun waktu 1992-1995 ada 180 juta pengungsi yang disebabkan bencana alam (natural

    disaster). Melihat hal ini Majelis Umum PBB telah mencanangkan periode 1990-2000 sebagai

    the International Decade for Natural Disaster Reduction (United Nations, 1995; 217-218).

    Saat ini, perlindungan pengungsi masih menjadi alasan bagi keberadaan UNHCR

    Sekitar 26 juta orang di dunia menjadi perhatian UNHCR. Mereka mencakup lebih dari 13.2

    juta pengungsi, sedikitnya 4,7 juta orang yang terusir secara internal, 8,1 juta lainnya

    merupakan korban perang dan returnee. Jumlah paling besar berasal dari Afganistan (2,3

    juta), Rwanda (1,7 juta), Bosnia dan Herzegovina (1,3 juta), Liberia (750.000), Irak

    (630.000), Somalia(466.000), Sudan (424.000), Eritrea (362.000), Angola (324.000), dan

    Sierra Leone (320.000) (UNHCR, 1998: 6).

    Pada umumnya, pengungsian dilakukan karena terjadinya penindasan hak azasi

    pengungsi di negara mereka. Pada umumnya mereka juga mencari tanah atau negara lain

    sebagai tempat kediaman barunya yang tentunya jauh dari penindasan hak azasi manusia.

    Pencairan negara baru oleh pengungsi tentu saja harus dianggap sebagai suatu hak azasi

    manusia (Periksa Sukanda Husin, 1998 : 27). Pengungsi adalah orang yang terpaksa

    memutuskan hubungan dengan negara asalnya karena rasa takut yang berdasar dan

    mengalami penindasa (persecution). Rasa takut yang berdasar inilah yang membedakan

    pengungsi dengan jenis migran lainnya, seberat apapun situasinya, dan juga dari orang lain

    yang membutuhkan bantuan kemanusiaan. Karena pengungsi tidak dapat mengandalkan

    perlindungan dari negara yang seharusnya memberi perlindungan keapad mereka, maka untuk

    menanggapi situasi menyedihkan yang dihadapi pengungsi, persiapan persiapan khusus

    harus dibuat oleh masyarakat internasional (UNHCR, 1998 : 1).

    Penanganan pengungsi ini terutama di dorong oleh rasa kemanusiaan untuk memberi

    perlindungan dan membantu pengungsi. Hal ini dilakukan karena mereka keluar dari

    negaranya dan tidak mendapat perlindungan dari negaranya.

  • 2

    Masyarakat internasioanl yang terdiri dari berbagai negara di muka bumi ini merasa

    mempunyai kewajiban memberi perlindungan bagi para pengungsi. Keinginan masyarakat

    internasional itu mulai menemui jalan terang ketika Liga Bangsa-Bangsa (LBB) dibentuk

    pada tahun 1920. Pada waktu LBB dibentuk, dunia masih merasakan dampak buruk Perang

    Dunia I, Revolusi Rusia, dan runtuhnya Kekaisaran Turki yang mengakibatkan perpindahan

    manusia secara besar-besaran di Eropa dan Asia Minor (Baca, UNHCR, 1998 : 1).

    Kegiatan masyarakat internasional dalam menangani urusan pengungsi dimulai tahun

    1921 ketika Liga Bangsa-Bangsa (LBB) mengangkat seorang yang bernama Fridtjof Nansen

    seorang warga Norwegia dan penjelajah benua Afrika sebagai komisaris tinggi untuk

    pengungsi Rusia di Eropah. Pengungsi-pengungsi tersebut tidak mempunyai identitas sebagai

    bukti diri, akibtanya mereka ini tidak bisa melakukan perbuatan hukum, termasuk perbuatan

    hukum yang sangat esensial, misalnya tidak dapat menikah, tidak dapat membuat perjanjian-

    perjanjia, dan dilarang melakukan perjalanan/bepergian. Masalah ini akhirnya menimbulkan

    kerepotan. Untuk mengatasi itu maka dibuatlah perjanjian-perjanjian Internasional di

    antaranya : Perjanjian Internasional 1928, 1933, 1938, 1939, dan 1946. Perjanjian-perjanjian

    ini diteruskan oleh PBB dengan diadakan Konferensi mengenai status pengungsi tahun 1951,

    yang dilengkapi dengan Protokol 1967.

    Pengertian Protokol 1967 berbeda dengan pengertian Protokol dalam pengertian Treaty

    1949, sebab pengertian Protokol 1967 merupakan persetujuan tetapi tidak merupakan

    pelengkap atau tambahan, satu sama lainnya adalah saling berkaitan.

    Dari uraian di muka, pertanyaan yang muncul ialah bagaimana perlindungan hukum

    pengungsi? siapa sebetulnya siapa yang termasuk dalam kategori pengungsi itu? dan kapan

    status pengungsi berakhir?

    II. Pengertian Pengungsi

    Ada perbedaan pengertian pengungsi sebelum dan sesudah tahun 1951. Perbedaan ini

    didasarkan pada isi perjanjian internasional, terutama mengenai pengertian Pengungsi.

    Pengungsi dalam Perjanjian Internasional sebelum 1951 pada prinsipnya adalah

    pengungsi yang berasal dari daerah-daerah tertentu. Jadi di sini didasarkan dari orang-orang

    yang berasal dari daerah-daerah tertentu. Jadi di sini didasarkan dari orang-orang yang berasal

    dari daerah tertentu, yang karena keadaan daerah tertentu, yang karena keadaan daerahnya

    terpaksa keluar. Perlindungan menurut Hukum Internasional dalam hal ini hanya orang-orang

    tertentu tersebut dan tidak dimaksudkan untuk melindungi pengungsi secara umum.

  • 3

    Pengertian pengungsi dalam perjanjian Internasional setelah tahun 1951 diartikan

    secara general (umum), tidak hanya daerah tertentu, Cuma dalam konvensi ini masih ada

    pembatasan yaitu pembatasan waktu dimaksudkan adalah hanya mereka yang mengungsi

    sebelum 1 Januari 1951, jadi ada Dateline (batas tanggal) walaupun secara geografis tidak

    dibatasi. Persoalan yang timbul ialah mengapa dalam konvensi tersebut perlu dibatasi dalam

    konvensi tersebut?

    Pada waktu itu negara-negara yang berunding bermaksud untuk membatasi pemberian

    perlindungan pada mereka yang sudah mengungsi, sedang untuk mereka yang akan

    mengungsi di kemudian hari tidak mendapat perlindungan dari Konvensi, alasan konvensi ini

    adalah akan memberikan beban pada negara peserta konvensi saja. Akan tetapi, dalam

    perkembangan jaman dirasakan konvensi ini sudah tidak Up to date lagi dan tidak memenuhi

    rasa kebutuhan sebab tidak menyesatkan masalah-masalah berikutnya, terutama karena ada

    unsur dateline tadi. Oleh karena itu, pada tahun 1967 diadakan pertemuan lagi tentang

    pengungsi, kemudian dalam protokol 1967 ini pembatasan berupa dateline tadi dihapuskan

    untuk menjadikan pengertian yang lebih luas.

    Konvensi 1951 dan Protokol 1967 pada prinsipnya hampir sama. Ada tiga hal pokok

    yang merupakan isi konvensi tersebut, yaitu :

    1. Pengertian dasar pengungsi.

    Pengertian dasar Pengungsi diartikan dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967

    penting diketahui sebab diperlukan untuk menetapkan status pengungsi seseorang

    (termasuk pengungsi atau bukan). Penetapan ini ditetapkan oleh negara tempat orang

    itu berada dan bekerja sama dengan UNHCR (United Nation High Commissioner

    For Refugee), yang menangani masalah pengungsi dari PBB.

    2. Status hukum Pengungsi, hak dan kewajiban pengungsi di negara tempat

    pengungsian (hak dan kewajiban berlaku di tempat pengungsian itu berada).

    3. Implementasi (pelaksanaan) perjanjian, terutama menyangkut administrasi dan

    hubungan diplomatik. Di sini titik beratnya administrasi dan hubungan diplomatik. Di

    sisni titik beratnya ialah pada hal-hal yang menyangkut kerja sama dengan UNHCR.

    Dengan demikian, UNHCR dapat melakukan tugasnya sendiri dan melakukan tugas

    pengawasan, terutama terhadap negara-negara tempat pengungsi itu berada.

    UNHCR sebenarnya didirikan oleh Majelis Umum PBB (MU PBB) tahun 1951, sedang

    Anggaran Dasar (Statutanya ) disetujui MU PBB Desember 1950. Tugas UNHCR pada

    prinsipnya memberikan perlindungan Internasional terhadap pengungsi yang termasuk

    wewenang UNHCR. Jadi, pengungsi-pengungsi yang dilindungi adalah pengungsi-pengungsi

  • 4

    yang tidak dibatasi dataline tertentu seperti konvensi 1951, juga tidak dibatasi batas geografis

    tertentu . Ini disebut dalam Statuta UNHCR. Pengungsi dalam lingkungan UNHCR sering

    juga disebut MANDATE REFUGEE, maksudnya adalah pengungsi yang termasuk dalam

    wewenang UNHCR berdasar mandat dari UNHCR itu.

    III. Beberapa Prinsip Status Pengungsi

    Seseorang agar dapat disebut pengungsi kalau telah memenuhi persyaratan yang telah

    ditentukan, misalnya L dalam Konvensi 1951, ini berarti status pengungsi itu sudah ada

    sebelum yang bersangkutan dinyatakan secara formal atau resmi. Oleh karena itu, pengakuan

    seseorang menjadi pengungsi sebenarnya tidak membuat orang itu menjadi pengungsi tetapi

    pengakuan hanya menyatakan bahwa dia adalah pengungsi.

    Status pengungsi merupakan Ketetapan/Declarator yang hanya menyatakan apa yang

    sebenarnya sudah ada. Ini berbeda dengan Konstitutip yang menciptakan status yang baru.

    Jadi, dengan kata lain, orang tersebut tidak menjadi pengungsi sebab pengakuan tetapi justru

    pengakuan diadakan karena dia memang sudah pengungsi.

    Penetapan seseorang menjadi pengungsi (Status Refugee) sebenarnya merupakan

    proses yang terjadi dalam dua tahap:

    1. Penemuan atau penetapan yang menentukan bahwa dari fakta yang ada memang orang

    tersebut adalah Refugee.

    2. Fakta dihubungkan dengan persyaratan persyaratan dalam Konvensi1951 dan Protokol

    1967. Setelah itu, dihubungkan apakah yang bersangkutan memang merupakan pengungsi

    atau tidak.

    IV. Macam-macam Pengungsi

    Latar belakang terjadinya pengungsi dapat dikelompokkan dalam dua jenis, yakni :

    1. Pengungsian karena bencana alam (Natural Disaster). Pengungsian ini pada

    prinsipnya masih dilindungi negaranya keluar untuk menyelamatkan jiwanya, dan

    orang-orang ini masih dapat minta tolong pada negara dari mana ia berasal.

    2. Pengungsian karena bencana yang dibuat Manusia (Man Made Disaster). Pengungsian

    disini pada prinsipnya pengungsi keluar dari negaranya karena menghindari tuntutan

    (persekusi) dari negaranya. Biasannya pengungsi ini karena lasan politik terpaksa

  • 5

    meninggalkan negaranya, orang-orang ini tidak lagi mendapat perlindungan dari

    pemerintah dimana ia berasal.

    Dari dua jenis pengungsi di atas yang diatur oleh Hukum Internasional sebagai

    Refugee Law (Hukum Pengungsi) adalah jenis yang kedua, sedang pengungsi karena bencana

    alam itu tidak diatur dan dilindungi oleh Hukum Internasional.

    Ada suatu istilah pengungsi yang disebut (Statutory Refugees. Yang dimaksud

    Statutory Refugees adalah Pengungsi-pengungsi yang berasal dari suatu negara tertentu yang

    tidak mendapatkan perlindungan diplomatik dari negaranya (negara asalnya). Yang dapat

    dikategorikan sebagai Statutory Refugees adalah mereka yang memenuhi persyaratan seperti

    yang disebut dalam perjanjian Internasional sebelum 1951.

    Sebenarnya, sebelum 1951 sudah ada persetujuan Internasional yang sifatnya Regional

    atau setempat misalnya : di Amerika, Eropa, yang membuat peraturan-peraturan pengungsi

    tetapi hanya berlaku setempat. Perjanjian Internasional yang sifatnya regional biasanya

    menyangkut tiga hal, yaitu :

    1. Pemberian Asylum

    2. Trael Document

    3. Travel Facilities

    Pemberian Asylum terutama di negara-negara Amerika Latin, yaitu dengan membuat

    banyak perjanjian-perjanjian Regional, di samping juga terdapat di Afrika tentang aspek-

    aspek khusus dari masalah pengungsi yang ditanda tangani 1969, kemudan di Asia yang

    berupa Deklarasi yaitu pernyataan oleh Komite Konsultatif hukum Asia-Afrika di

    Bangkok, Anggota-anggotanya adalah Sarjana hukum dari Asia dan Afrika, diadakan

    pada tahun 1966 yang menyatakan prinsip-prinsip perlakuan terhadap pengungsi ada

    sifatnya Universal dan ada yang sifatnya Regional, akan tetapi sudah pengungsi dalam arti

    yang umum.

    Dalam bagan berikut ini akan tampak pembedaan pengungsi.

    Alam Statutory Refugee

    Pengungsi UNHCR Convention Refugee

    Manusia Mandate Refugee

    Lain-lain

    Penjelasan :

  • 6

    1. Statutory Refugee adalah status dari suatu pengungsi sesuai dengan persetujuan

    interansional sebelum tahun 1951.

    2. Convention Refugee adalah stats pengungsi berdasarkan Konvensi 1951 dan Protokol

    1967. Di sini pengungsi berada pada suatu negara pihak/peserta konvensi. Yang

    menetapkan status pengungsi adalah negara tempat pengungsian (negara dimana

    pengungsi itu berada) denga kejasama dari negara tersebut dengan UNHCR, wujud kerja

    sama itu misalnya: dengan mengikut sertakan UNHCR dalam komisi yang menetapkan

    status pengungsi, bentuk kerjasama lainnya neagar yang bersangkutan menyerahkan

    mandate sepenuhnya pada UNHCR untuk menetapkan apakah seseorang itu teramsuk

    pengungsi atau tidak

    3. Mandate Refugee adalah menentukan status pengungsi bukan dari konvensi 1951 dan

    Protokol 1967 tapi berdasar mandate dari UNHCR. Di sini pengungsi berada pada negara

    yang bukan peserta konvensi atau bukan negara pihak. Yang berwenang menetapkan

    status pengungsi adalah UNHCR bukan negara tempat pengungsian. Mengapa Mandate

    Refugee tidak ditetapkan oleh negara tempat pengungsi? Hal ini disebabkan karena

    negara tersebut bukan negara pihak dalam konvensi tadi, akibatnya ia tidak bisa

    melakukan tindakan hukum seperti dalam konvensi tadi.

    4. Pengungsi-pengungsi lain (sebab manusia):

    Ada yang tidak dilindungi oleh UNHCR, misalnya : PLO, sebab PLO sudah diurus dan

    dilindungi badan PBB lain maka tidak termasuk lingkungan kekuasaan UNHCR.

    Selanjutnya Haryomataram membagi dua macam Refugees, yaitu Human Rights

    Refugees dan Humanitarian Refugees (Haryomataram, 1998: 9-10).

    - Human Rights Refugees adalah mereka yang (terpaksa) meninggalkan negara atau

    kampung halaman mereka karena adanya fear of being persecuted, yag disebabkan

    masalah ras, agama, kebangsaan atau keyakinan politik. Telah ada Konvensi dan

    Protokol yang mengatur Status dari Human Rights Refugees ini.

    - Humanitarian Refugess adalah mereka yang (terpaksa) meninggalkan negara atau

    kampung halaman mereka karena merasa tidak aman disebabkan karena ada konflik

    (bersenjata) yang berkecamuk dalam negara mereka. Mereka pada umumnya, di

    negara dimana mereka mengungsi, dianggap sebagai alienMenurut Konvensi

    Geneva 1949, alien ini diperlakukan sebagai protected persons. Dengan demikian

    mereka mendapat perlindungan seperti yang diatur, baik daam Konvensi Geneva 1949

    (terutama Bag. IV), maupun dalam Protokol Tambahan I-1977.

  • 7

    - Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, baik International Humanitarian

    Law maupun International refugees Law, mengatur masalah refugess.

    International Humanitarian Law memberikan perlindungan kepada

    humanitaran refugess, sedang internasional Refugees, sedang

    International Refugees Law mengatur human rights refugees

    I. Penentuan Status Pengungsi

    Istilah lain penentuan status pengungsi ialah tentang ELIGILBILITY dari seseorang.

    Untuk menentukan status pengungsi dapat digunakan kriteria yang terdiri dari

    unsur/faktor, yaitu faktor subjektif dan obyektif.

    Faktor subyektif ialah faktor yang terdapat pada diri pengungsi itu sendiri, (

    yang minta status pengungsi), faktor inilah yang menentukan ialah apakah pada diri

    orang tersebut ada rasa ketakutan atau rasa kekhawatiran akan adanya persekusi

    /penuntutan), maka jika ada alasan ketakutan maka dapat dikatakan orang tersebut

    Eligibility, ketakutan itu dinilai dari takut terhadap tuntutan negaranya dan terancam

    kebebasannya.

    Faktor Objektif adalah keadaan asal pengungsi, di Negara tersebut apakah

    benar-benar terdapat persekusi terhadap orang-orang tertentu. Misalnya: akibat

    perbedaan Ras, perbedaan Agama, karena suatu pandangan politik atau yang lainnya.

    Kalau keadaan tersebut pada negaranya memang demikian, maka keadaan ini bisa

    membuat seseorang menjadi Eligibility.

    Seseorang tidak dapat dinyatakan sebagai Eligibility ialah :

    1. Orang-orang yang melarikan diri ke Luar Negeri, karena lasan ekonomi agar

    bisa lebih baik, mereka ini tidak bisa disebut sebagai pengungsi.

    2. Kaum Emigran, yaitu kaum yang pindah dari suatu negara ke lain negara tidak

    bisa disebut sebgaia pengungsi.

    3. Pindah ke negara lain untuk mendapatkan kenikmatan pribadi.

    4. Tidak bisa menyetujui kebijaksanaan pemerintah atau politik pemerintahnya

    tidak diakui.

    Kekeliruan yang terjadi dalam penetapan Egilibility ialah

    1. Bilamana orang-orang tersebut tidak jujur/tidak terus terang (faktor-faktor

    subjektif tidak wajar).

    2. Kekeliruan fatal/jelek bilamana petugasnya tidak cermat.

  • 8

    Sehubungan dengan hal itu, ada prinsip yang disebut : BENEFIT OF THE DOUBT

    (keuntungan keraguan) maksudnya adalah : untuk menetapkan apakah seseorang bisa

    dikatakan pengungsi atau tidak, ada kemungkinan petugas dihadapkan pada suatu keraguan,

    mungkin didasarkan unsur subjektif orang tersebut, untuk itu apakah benar-benar ada rasa

    takut atau tidak pada orang tersebut, atau keragu-raguan ini apakah petugas tidak tahu di

    Negara asalnya terdapat keadaan yang dihadapi ini, menurut prinsip ini maka petugas harus

    mengambil keputusan yang paling menguntungkan orang tersebut, d.kl. orang tersebut

    diterima atau diberi stautus pengungsi.

    Eligibility pengungsi harus ditetapkan satu persatu (secara individual ), jadi tidak

    ditetapkan secara bersama-sama, juga tidak bisa secara berkelompok, akan tetapi ini hanya

    sesuai dengan keadaan sebelum 1951, sesudah 111951 keadaan pengungsi tidak lagi dalam

    jumlah yang sedikit tapi banyak sekali, maka sering diambil suatu keputusan tentang

    eligibility iu secara PRIMA FACIE (Pandangan Pertama) keputusan semacam ini seharusnya

    diadakan penelitian ulang seharusnya dilakukan secara individual, akan tetapi dalam Praktek

    tak pernah dilakukan sebab: juga memerlukan petugas dan waktu yang banyak. Sehubungan

    dengan penelitian secara Individual dikaitkan dengan prinsip kesatuan keluarga (PRINSIP OF

    THE FAMILY UNITY), maka persoalan yang timbul adalah APAKAH SEORANG SUAMI

    DITERIMA SEBAGAI PENGUNGSI DARI SUATU NEGARA APABILA ANAK DAN

    ISTRINYA DATANG?

    Menurut prinsip tersebut anak dan istrinya diberi status sama dengan suaminya

    sebagai pengungsi supaya mereka bersatu. Dalam prinsip tersebut pengertian Family adalah

    keluarga dalam arti yang luas (diakui dalam Konvensi) yaitu : Istri dan anak-anak juga orang

    tua yang lanjut usia, tetapi dengan syarat orang ini tadinya satu kehidupan keluarganya (hause

    hold).

    Mengenai prinsip kesatuan keluarga juga terdapat dalam Declaration of Human Right

    juga terdapat dalam perjanjian-perjanjian internasional lainnya yang menyangkut Human

    Right, di dalam Final Act yang menerima Konvensi 1951 mengenai kesatuan keluarga juga

    diakui dan dianjurkan supaya negara-negara menghormati prinsip ini.

    V. Kedudukan dan Hak Pengungsi

    Kedudukan sebagai pengungsi tidak berlaku abadi artinya bisa berhenti, persoalan

    yang timbul adalah jangan sampai pengungsi itu bisa dirugikan statusnya sebagai pengungsi

    secara sewenang-wenang. Oleh karena itu penghentian status pengungsi harus didasarkan

  • 9

    pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Konvensi. Adapun yang menjadi hak dan

    kewajiban pengungsi adalah sebagai berikut (baca juga Sukanda Husin. 1998 : 32-34) ;

    a. Negara-negara peserta Konvensi tidak boleh memperlakukan pengungsi berdasarkan

    politik diskriminasi baik yang berkenaan dengan ras, agama atau negara asal maupun

    warna kulit dan mereka mempunyai kebebasan untuk menjalankan agamanya sertya

    kebebasan bagi pendidikan anak-anak mereka ditempat mana mereka ditampung (Pasal

    3 dan 4). Ini merupakan hak non diskriminasi.

    b. Mengenai status pribadi para pengungsi diatur sesuai dengan hukum dimana mereka

    berdomisili. Jika mereka tidak mempunyai domisili, status pribadi mereka diatur oleh

    hukum dimana mereka ditempatkan (place of residence). Hak yang berkaitan dengan

    perkawinan juga harus diakui oleh negara peserta Konvensi dan Protokol (pasal 12). Ini

    merupakan hak status pribadi.

    c. Seorang pengungsi mempunyai hak yang sama dalam hal untuk mempunyai atau

    memiliki hak milik baik bergerak maupun tidak bergerak dan menyimpannya seperti

    halnya orang lain dan juga dapat menstransfer assetnya ke negara dimana dia akan

    menetap (Pasal 13, 14 dan 30). Ini merupakan hak kesempatan atas hak milik.

    d. Negara peserta Konvensi harus mengakui kebebasan pengungsi untuk berserikat dengan

    mendirikan perkumpulan termasuk perkumpulan dagang sepanjang perkumpulan itu

    bersifat non-profit dan non- politis (Pasal 15 ) Ini merupakan hak berserikat.

    e. Apabila ada suatu perkara yang dialami oleh para pengungsi dimana mereka ingin

    menyelesaikannya melalui badan peradilan, maka dalam hal ini mereka harus dianggap

    sama dengan warganegara lainnya jadi mereka mempunyai kebebasan untuk

    mengajukan gugatannya di sidang pengadilan dimana mereka ditempatkan bahkan bila

    diperlukan mereka harus diberikan bantuan hukum (Pasal 16 ) Ini merupakan hak

    berperkara di pengadilan.

    f. Bagi para pengungsi yang telah ditempatkan secara tetap di suatu negara dan telah

    diakui menurut hukum, maka mereka mempunyai hak untuk mendapatkan pekerjaan

    serta mendirikan suatu perusahaan dagang dan pekerjaan bebas lainnya, dimana

    pekerjaan bebas ini harus sesuai dengan ketentuan yang telah diakui, seperti tanda

    sertifikat, gunanya adalah mengetahui keahlian untuk ditempatkan pada suatu

    pekerjaan yang cocok (pasal 17, 18 dan 19). Ini merupakan hak atas pekerjaan yang

    menghasilkan.

    g. Setiap pengungsi akan mendapat perlakuan yang sama dengan warganegara lainnya

    atas hak memperoleh pendidikan sekolah dasar. Karenanya, setiap pengungsi berhak

  • 10

    pula atas pembebasan biaya pendidikan tertentu termasuk juga hak untuk memperoleh

    beasiswa (Pasal 22). Ini merupakan hak atas pendidikan dan pengajaran.

    h. Setiap pengungsi diberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk memilih di daerah

    atau provinsi mana mereka akan menetap sepanjang pilihan itu masih berada dalam

    teritorial negara dimana ia ditempatkan (Pasal 26). Ini merupakan hak kebebasan

    bergerak.

    i. Setiap pengungsi akan dapat menikmati hak-hak atas kesejahteraan sosial, seperti hak

    untuk bekerja, perumahan, mendapatkan upah dari pekerjaan yang mereka lakukan .

    Pasal 20 dan 22). Ini merupakan hak atas kesejahteraan sosial.

    j. Setiap pengungsi berhak atas surat-surat identitas dan dokumen perjalananan ke luar

    dari teritorial negara dimana dia ditempatkan kecuali karena alasan keamanan dan

    kepentngan umum. Dokumen perjalanan yang dikeluarkan atas perjanjian internasional

    akan diakui oleh negara peserta Konvensi (Pasal 27 dan 28). Ini merupakan hak atas

    tanda pengenal dan dokumen perjalanan.

    k. Dalam hal ini pengungsi telah ditempatkan secara tetap di suatu negara, tidak akan ada

    dilakukan tindakan pengusiran ke wilayah dimana kehidupannya akan terancam serta

    tidak akan ada penghukuman terhadap pengungsi yang masuk secara tidak syah, kecuali

    jika keamanan nasional menghendaki lain, seperti mereka melakukan kekacauan

    dimana mereka tinggal (pasal 31, 32, dan 33). Ini merupakan hak untuk tidak diusir.

    Selain dari hak-hak pengungsi yang disebutkan di atas, Konvensi juga telah

    menggariskan kewajiban pengungsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Konvensi.

    Every refugee has duties to the country in which he finds himself, wihch

    require in particular that he conform to its laws and regulations as well as to

    measures taken for maintenance of public order.

    Berdasarkan Pasal 2 di atas setiap pengungsi berkewajiban untuk mematuhi semua

    hukum dan peraturan atau ketentuan- ketentuan untuk menciptakan ketertiban umum di

    negara dimana dia ditempatkan.

    Hak asasi manusia yang diatur dalam Universal Declaration of Human Rights

    di atas merupakan pengaturan umum. Pengaturan yang lebih rinci dapat dilihat di dalam

    International Convenant on Oconomic, Social and Cultural Rights dan International

    Convenant on Civil and Political Rights serta Protokol-protokol tambahannya.

    VI. Penutup

    Sampai saat ini, pengungsi masih merupakan masalah di berbagai negara di dunia.

    Hukum Internasional yang digunakan untuk melindungi pengungsi sampai saat ini ialah

  • 11

    konvensi 1951 dan Protokol 1967. Di samping itu, Konvensi Geneva 1949 tentang dan

    protokol Tambahan 1-1977 , yang mengatur khusus Humantarian Refugees.

    Daftar Pustaka

    Danilo Batistuta. 1998. UNHCR Structure and Mandat Makalah. Disampaikan dalam

    Seminar Nasional Refugeema Pusat StudiHukum Humaniter Fakultas Hukum Tri

    Sakti dengan United Nations High Commissioner for Refugees tanggal 26 Maret

    1998. Jakarta : UNHCR dan PSHH FH Usakti.

    Enny Soeprapto, 1998 . International Protection of Refugees and Bassic Principles of

    Refugeee Law an Analysis, Makalah. Disampaikan dalam Seminar Nasional Refugee

    Law dan Displaced Persons yang diselenggarakan kerjasama Pusat Studi Hukum

    Humaniter Fakultas Hukum Tri Sakti dengan United Nations High Commissioner for

    Refugees tanggal 26 Maret 1998 , Jakarta : UNHCR dan PSHH FH FH Usakti

    Goodwin Dill.G, 1996, The Refugee in International Law (second edition). Oxford:

    Claredon Press.

    Haryo Mataram. 1998. International Law dan International Humanitarian Law. Makalah.

    Disampaiakn dalam Seminar Nasional Refugee Law dan Displaced Persons yang

    diselenggarakan kerjasama Pusat Studi Hukum Humaniter Fakultas Hukum Tri Sakti

  • 12

    dengan United Nations High Commissioner for Refugees tanggal 26 Maret 1998.

    Jakarta : UNHCR dan PSHH FH Usakti.

    Hathaway, J.C. 1991. The Law of Refugee Status Toronto: Butterworths.

    Staffan Bodemar, 1998. UNHCs Role and Current Concerns. Makalah. Disampaikan dalam

    Seminar Nasional Refugee Law dan Displaced Persons yang diselenggarakan

    kerjasama Pusat Studi Hukum Humaniter Fakultas Hukum Tri Sakti dengan United

    Nations High Commissioner for Refugees tanggal 26 Maret 1998. Jakarta : UNHCR

    dan PSHH FH Usakti.

    Sukanda Husin, 1998, UNHCR dan Perlindungan Hak Azasi Manusia. Jrnal Hukum No 7

    Th. V/ 1998. Padang : FH Univ. Andalas.

    UNHCR. 1998. Informastion Paper. Jakarta : Regional office UNHCR.

    _____________, 1996 Convention and Protocol Relating to the Status of Refugees. Geneva :

    UNHCR.