perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah …... · puji syukur penulis panjatkan kehadirat...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH
YANG TERKENA PENGADAAN TANAH DALAM PEMBANGUNAN
JALAN TOL SOLO-MANTINGAN II DI DESA PILANGSARI
KECAMATAN NGRAMPAL KABUPATEN SRAGEN
Penulisan Hukum
(Skripsi) S1
Disusun dan diajukan untuk
Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
BANU BAWA SASANGKA
NIM E0007094
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Juli 2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Banu Bawa Sasangka
NIM : E0007094
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH
YANG TERKENA PENGADAAN TANAH DALAM PEMBANGUNAN
JALAN TOL SOLO-MANTINGAN II DI DESA PILANGSARI
KECAMATAN NGRAMPAL KABUPATEN SRAGEN adalah betul-betul
karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini
diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian
hari pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik
berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari
penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Juli 2011
Yang membuat pernyataan
Banu Bawa Sasangka
NIM. E0007094
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai
kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan
bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan padamu hari depan yang
penuh harapan.
(Yeremia 29 : 11)
Permulaan Hikmat adalah takut akan Tuhan, dan mengenal Yang
Mahakudus adalah pengertian.
(Amsal 9 : 10)
Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab
Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau;
Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa
kemenangan.
(Yesaya 41 : 10)
Sejauh mana engkau mau Tuhan campur tangan dalam hidupmu, maka
sejauh itulah Dia akan campur tangan dalam hidupmu.
(Banu)
Orang yang berhasil akan mengambil manfaat dari kesalahan-kesalahan
yang ia lakukan, dan akan mencoba kembali untuk melakukan dalam suatu
cara yang berbeda.
(Banu)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Sebuah karya sederhana ini penulis
persembahkan kepada :
· Tuhan Yesus Kristus, Bapa yang
kekal, Allah Perkasa, Penguasa
langit dan bumi.
· Ayah dan Ibuku tercinta
· Kakakku Alep Daru Atmaka
· Adekku Dyah Woro Ruhasih
· Sahabat-sahabatku
· Almamater, Universitas Sebelas
Maret Surakarta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
ABSTRAK
Banu Bawa Sasangka, E0007094. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS TANAH YANG TERKENA PENGADAAN TANAH DALAM PEMBANGUNAN JALAN TOL DI DESA PILANGSARI KECAMATAN NGRAMPAL KABUPATEN SRAGEN. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian antara proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol di Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen, serta bentuk dan cara pembayaran ganti kerugian yang diberikan oleh pemerintah kepada pemegang Hak Atas Tanah yang terkena pengadaan tanah dengan PerPres No.36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan PerPres No.65 Tahun 2006 jo Perat.Ka.BPN No.3 Tahun 2007.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal atau penelitian normatif, yakni suatu penelitian hukum yang bersifat perskriptif bukan deskriptif dengan pendekatan undang-undang (statue approach), yaitu menelaah undang-undang dan regulasi yang terkait dengan isu hukum yang diangkat dan pendekatan analisis hukum (analythical approach), yaitu peneliti akan menelaah mengkaji secara mendalam atas bunyi teks sebuah peraturan perundang-undangan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi dokumen atau bahan pustaka ini meliputi usaha-usaha pengumpulan data dengan cara mengunjungi perpustakaan-perpustakaan, membaca, mengkaji, dan mempelajari buku-buku, literatur, artikel, majalah, koran, karangan ilmiah, makalah, internet, dan sebagainya yang berkaitan erat dengan pokok permasalahan dalam penelitian. Analisis data yang dilakukan dengan interpretasi terhadap peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan tanah (premis mayor) dijadikan acuan hukum untuk menilai kebenaran proses pengadaan tanah untuk Jalan Tol Solo-Mantingan II di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen (premis minor). Untuk memperoleh jawaban atas kesesuaian prosedur pengadaan tanah, digunakan silogisme deduksi.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, Kesatu, Secara garis besar pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan kecuali dalam hal pembayaran ganti rugi yang dinilai melewati batas waktu 60 hari sesudah Keputusan Panitia Pengadaan Tanah mengenai Ganti Rugi terbit. Kedua, antara pihak pemilik tanah dan instansi yang membutuhkan tanah dalam hal ini adalah Kementrian Pekerjaan Umum melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) dapat mencapai kesepakatan mengenai ganti kerugian atas tanah, bangunan, tanaman, ataupun benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dengan ganti rugi berupa uang.
Kata kunci : Prosedur, pengadaan, kepentingan umum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRACT
Banu Bawa Sasangka, E0007094. LEGAL PROTECTION FOR HOLDERS OF LAND AFFECTED SOIL IN THE PROCUREMENT OF TOLL ROAD IN THE VILLAGE DISTRICT SRAGEN NGRAMPAL PILANGSARI SUB. Sebelas Maret University The Faculty of Law.
This study aims to determine the suitability of the implementation process of land acquisition for construction of Highways in District Ngrampal Sragen Regency, as well as the form and manner of payment of compensation provided by the government to holders of Rights on Land affected by land acquisition by the Presidential Decree Number 36 of 2005 as amended with Presidential Decree Number 65 year 2006 in conjunction with the Head of BPN Regulation Number 3 year 2007.
This research is legal doctrinal or normative research, which is a legal research is perscriptive law not a descriptive approach (statue approach), which is reviewing the laws and regulations related to legal issues raised and the approach to legal analysis (analythical approach ), the researchers will examine in depth review on the content of a text of the legislation. Types of data used are secondary data. Secondary data sources used include the primary legal materials, legal materials secondary, and tertiary legal materials. Data collection techniques used is the study of documents or material library includes data collection efforts by visiting libraries, reading, reviewing, and studying books, literature, articles, magazines, newspapers, scientific articles, papers, internet, and so are closely related to the subject in the study. Data analysis was performed with the interpretation of laws and regulations concerning land acquisition (major premise) made reference to assess the truth of the law of the land acquisition process for the Toll Road Mantingan-Solo II in the Village District Pilangsari Ngrampal Sragen (minor premise). To obtain answers to the suitability of land acquisition procedures, use syllogistic deduction.
Based on the results of research and discussion of the resulting conclusions, One, Broadly speaking, the implementation of land acquisition for construction of Toll Road in the Village District Pilangsari Ngrampal Sragen Regency has been carried out in accordance with established procedures except in the case of payment of compensation which was considered overdue 60 days after the issuance of Decision Land Procurement Committee on Compensation. Second, between the landowners and agencies to obtain land in this case is the Ministry of Public Works via the Toll Road Regulatory Agency (BPJT) can reach an agreement on compensation for land, buildings, plants, or other objects relating to the ground with the compensation in the form of money.
Key words: Procedures, procurement, public interest
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah
menganugerahkan keselamatan, mencurahkan kasih setia, serta berkat-berkatNya
kepada penulis. Bersyukur atas hikmat serta pengetahuan yang telah
dikaruniakanNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan
penulisan hukum (skripsi) dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI
PEMEGANG HAK ATAS TANAH YANG TERKENA PENGADAAN
TANAH DALAM PEMBANGUNAN JALAN TOL SOLO-MANTINGAN II
DI DESA PILANGSARI KECAMATAN NGRAMPAL KABUPATEN
SRAGEN”.
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk melengkapi tugas
akhir sebagai syarat memperoleh gelar kesarjanaan dalam Ilmu Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya laporan penulisan hukum atau
skripsi ini tidak lepas dari bantuan serta dukungan, baik moril maupun materiil
yang diberikan oleh berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati
penulis ingin mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Bapaku yang baik, Tuhan Yesus Kristus. Terima kasih atas anugerah
keselamatan, karya, kasih, kekuatan, hikmat, talenta, iman dan pengharapan
yang telah Engkau berikan bagi hidupku. Hidupku menjadi berharga karena
Engkau ada di dalamKu;
2. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, SH, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan izin dan
kesempatan kepada penulis untuk mengembangkan ilmu hukum melalui
penulisan skripsi;
3. Bapak Lego Karjoko, S.H., M.H selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, arahan, masukan;
4. Bapak Mulyono, S.H., M.Hum selaku anggota Panitia Pengadaan Tanah
untuk pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan II yang telah membantu
penulis dalam memperoleh data untuk penulisan ini;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
5. Bapak Joko Suyono, S.H., M.H selaku Pejabat Pembuat Komitmen Jalan Tol
Solo-Mantingan II di Kabupaten Sragen yang telah membantu penulis dalam
memperoleh data untuk penulisan ini;
6. Bapak Sugiyarto selaku Kepala Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal
Kabupaten Sragen yang telah membantu penulis dalam memperoleh data
untuk penulisan ini;
7. Ayah dan ibuku yang selalu memberikan dorongan, semangat, doa, nasehat,
bimbingan, pelajaran hidup yang tidak bisa dinilai dengan materi;
8. Kakakku (Mas Alep) dan adekku (Dyah) yang selalu memberikan dukungan,
arahan dan doa;
9. Sahabat-sahabatku selama berada di Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret, John, Meme, Yosi, Richard yang menjadi teman seperjuangan dalam
meraih gelar sarjana hukum. Terima kasih atas doa dan dukungan yang luar
biasa, semoga persahabatan kita makin erat;
10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam menyelesaikan
penulisan hukum ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan ini masih banyak kekurangan, untuk itu
penulis dengan besar hati menerima kritik dan saran yang membangun. Semoga
penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada
umumnya dan ilmu hukum pada khususnya, sehingga tidak menjadi suatu karya
yang sia-sia.
Surakarta, Juli 2011
Penulis,
Banu Bawa Sasangka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN.......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN........................................................................... iv
HALAMAN MOTTO........................................................................................ v
HALAMAN PERSEMBAHAN......................................................................... vi
ABSTRAK........................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR........................................................................................ ix
DAFTAR ISI....................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL...............................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian..................................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian................................................................................... 6
E. Metode Penelitian..................................................................................... 6
F. Sistematika Penulisan.............................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori........................................................................................ 11
1. Tinjauan Tentang Fungsi Sosial Hak Atas Tanah.............................11
2. Tinjauan Tentang Penghormatan Hak Atas Tanah............................12
3. Tinjauan Tentang Pengadaan Tanah..................................................14
a. Pengertian dan Pengaturan Pengadaan Tanah............................. 14
b. Kepentingan Umum dan Jalan Tol dalam Pengadaan Tanah...... 16
c. Panitia Pengadaan Tanah............................................................. 20
d. Musyawarah dan Tata Cara Dalam Pengadaaan Tanah.............. 22
B. Kerangka Pemikiran................................................................................. 37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten
Sragen ....................................................................................................... 40
1. Keadaan Geografis dan Administratif Desa Pilangsari Kecamatan
Ngrampal Kabupaten Sragen.............................................................. 40
2. Penggunaan Tanah di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal
Kabupaten Sragen............................................................................... 40
3. Pemilik Hak Atas Tanah di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal
kabupaten Sragen yang Terkena Pengadaan Tanah untuk
Pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan II....................................... 41
4. Perumusan dan Dasar Kebijakan Jalan Tol di Desa
Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen.......................... 43
B. Prosedur Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol di Desa
Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen................................. 46
1. Tahapan-Tahapan Pengadaan Tanah dalam Pembangunan Jalan
Tol Solo-Mantingan II di Desa Pilangsari Kecamatan
Ngrampal Kabupaten Sragen.............................................................. 46
2. Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah (PPT).................................. 63
3. Proses Berlangsungnya Musyawarah Tentang Bentuk dan Besarnya
Ganti Gugi.......................................................................................... 66
C. Besar dan Cara Pembayaran Ganti Kerugian yang Diberikan Oleh
Pemerintah Kepada Pemilik Hak Atas Tanah yang Terkena Pengadaan
Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan
Ngrampal Kabupaten Sragen..................................................................... 74
1. Besarnya Kesepakatan Ganti Rugi Antara Pemerintah Dengan
Pemilik Hak Atas Tanah..................................................................... 74
2. Cara Pembayaran Ganti Kerugian yang Diberikan Pemerintah
Kepada Pemilik Hak Atas Tanah........................................................ 75
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................ 78
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
B. Saran.......................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 81
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penggunaan Tanah Desa Pilangsari.................................................... 40
Tabel 2. Daftar Nama Pemilik Tanah yang Terkena Proyek Tol Desa
Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen........................... 41
Tabel 3. Data Hasil Pengukuran Jalan Tol Desa Pilangsari Kecamatan
Ngrampal Kabupaten Sragen............................................................ 49
Tabel 4. Hasil Musyawarah Kesepakatan Ganti Rugi Tanah............................ 56
Tabel 5. Susunan Panitia Pengadaan Tanah..................................................... 63
Tabel 6. Nilai Jual Bangunan.......................................................................... 70
Tabel 7. Nilai Jual Tanaman Produktif.............................................................. 71
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemerintah Indonesia berusaha mewujudkan masyarakat yang adil dan
makmur seiring dengan cita-cita berdirinya negara Republik Indonesia dari masa
sebelum dan sesudah berlakunya UUPA. Oleh karena itu, hal ini memerlukan
peran aktif semua lapisan masyarakat dalam semua bidang kehidupan, seperti
ekonomi, sosial budaya, politik dan hukum.
Seiring dengan berjalannya waktu dari tahun ke tahun, tuntutan pemenuhan
kebutuhan untuk kepentingan umum dirasa semakin meningkat. Pertambahan
jumlah penduduk dan peningkatan kemakmuran menjadi faktor utama untuk
diadakannya peningkatan atau perbaikan fasilitas-fasilitas umum baik secara
kualitas maupun kuantitas. Fasilitas-fasilitas umum yang dimaksud antara lain
seperti jaringan/transportasi, fasilitas pendidikan, peribadatan, sarana olah raga,
fasilitas komunikasi, fasilitas keselamatan umum dan sebagainya. Pembangunan
berbagai fasilitas umum tersebut tentunya memerlukan tanah sebagai tempat
fasilitas-fasilitas umum itu didirikan. Dalam hal persediaan tanah masih luas,
proses pembangunan fasilitas umum tidak akan ada masalah. Akan tetapi yang
menjadi permasalahan adalah ketika banyak tanah yang sudah dilekati hak secara
pribadi (hak atas tanah), sedangkan persediaan tanah pemerintah juga semakin
terbatas. Hal tersebut dapat terjadi karena tanah merupakan sumber daya alam
yang sifatnya terbatas.
Pengadaan tanah atas nama pembangunan tampaknya menjadi salah satu
masalah krusial di Indonesia. Ia seperti penyakit kronis dalam kata pembangunan
itu sendiri. Atas nama negara, Pemerintah merasa punya hak mengambil tanah
milik penduduk terlepas apakah pemilik setuju atau tidak. Penduduk acap kali
komplain kompensasi yang ditawarkan Pemerintah terlalu kecil, sehingga mereka
enggan untuk melepas hak milik
(http://beta.hukumonline.com/quart/berita/baca/hol20760/relasi--negara-dan-
rakyat-dalam-pengadaan-tanah).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Pada masa sekarang ini adalah sangat sulit melakukan pembangunan untuk
kepentingan umum di atas tanah negara, dan sebagai jalan keluar yang ditempuh
adalah dengan mengambil tanah-tanah hak. Kegiatan “mengambil” tanah (oleh
pemerintah dalam rangka pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum)
inilah yang kemudian disebut dengan pengadaan tanah. Kegiatan pengadaan tanah
ini sudah sejak lama dilakukan, bahkan sudah dikenal sejak zaman Hindia
Belanda dahulu melalui Onteigenings Ordonnatie (Staatsblad 1920 nomor 574).
Dalam pembebasan tanah, hak-hak keperdataan pemilik tanah yang terdiri
dari hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang berkaitan
dengan tanah, tetap dilindungi (http://hukumonline.com/klinik/detail/cl459).
Undang-Undang Pokok Agraria sendiri melalui Pasal 18, memberikan landasan
hukum bagi pengambilan tanah hak ini dengan menentukan untuk kepentingan
umum, termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari
rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang
layak menurut cara yang diatur dengan undang-undang.
Adanya berbagai peraturan yang mengatur tentang kebijaksanaan yang
digariskan oleh pemerintah yaitu dalam rangka penyediaan tanah yang
rnenyangkut kepentingan dan kehidupan rakyat harus dilakukan secara
musyawarah, namun kadangkala masih timbul permasalahan yang dirasakan tidak
adil dan kurang memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum terhadap
rakyat yang tanahnya terkena pembebasan. Dengan dikeluarkannya Keppres
Nomor 55 Tahun 1993, tentang pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan
untuk kepentingan umum, dapat dipandang sebagai salah satu pembaharuan
hukum (Law Reform) ke arah sistem hukum pertanahan yang lebih baik dan dapat
memenuhi tuntutan kebutuhan pembangunan. Di dalam Keppres Nomor 55 Tahun
1993, ada beberapa prinsip pokok dan mendasar yang menjadi pembaharuan
hukum dalam pengadaan tanah diantaranya: kelembagaan, susbtansinya,
pengertian kepentingan umum, ruang lingkup kegiatannya, tata cara melakukan
musyawarah dan penentuan bentuk dan besamya ganti kerugian. Akan tetapi
Keppres Nomor 55 Tahun 1993 dirasa kurang memberikan perlindungan hukum
bagi rakyat yang memiliki hak atas tanah yang tanahnya terkena pengadaan tanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
sehingga Keppres Nomor 55 Tahun 1993 diganti dengan Perpres Nomor 36
Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
Perpres Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang kemudian direvisi dengan Perpres
Nomor 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum dan Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, menjelaskan
bahwa pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan
cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah,
bangunan, tanaman, dan benda-benda yang berkaitan dengan tanah.
Proses untuk mendapatkan tanah yang akan digunakan sebagai
pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan dengan cara pelepasan atau
penyerahan hak atas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum dilakukan
salah satunya untuk pembangunan jalan tol.
Pembangunan infrastruktur di Indonesia tergolong sangat lamban bila
dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia. Salah satu contoh kasat mata
adalah pembangunan jalan tol. Panjang jalan tol di Indonesia saat ini hanya
mencapai 741 kilometer, padahal Indonesia sudah mulai membangun jalan tol 33
tahun silam (1978), yakni dengan beroperasinya jalan tol Jagorawi yang
menghubungkan Jakarta, Bogor dan Ciawi. Bahkan sejak akhir 2004, panjang ja-
lan tol hanya bertambah sekitar 134 km. Negara-negara tetangga yang memulai
pembangunan jalan tol beberapa tahun kemudian malah kini memiliki jalan tol
yang jauh lebih panjang. Masalah umum yang menghambat pembangunan berba-
gai proyek infrastruktur, termasuk jalan tol, adalah terkait pembebasan lahan.
Terkadang dana sudah tersedia, namun pembangunan tidak dilakukan karena
terbentur pembebasan lahan yang tak kunjung usai
(http://www.indonesiafinancetoday.com/read/4722/RUU-Pengadaan-Lahan-dan-
Jalan-Tol).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
Agenda pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan II
yang melewati Kabupaten Sragen belum terlaksana secara penuh. Pembangunan
Jalan Tol di Kabupaten Sragen yang ditargetkan selesai pada akhir tahun 2009
ternyata molor. Hal tersebut dikarenakan sulitnya mencapai kesepakatan antara
pihak yang memerlukan tanah dengan pemilik hak atas tanah dalam hal
pelaksanaan musyawarah untuk menentukan bentuk dan besarnya ganti kerugian.
Akan tetapi untuk wilayah Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal pada tahun
2011 ini proses pengadaan tanah sudah sekitar 94% terselesaikan karena dari 47
bidang tanah yang terkena pengadaan tanah, hanya 3 bidang tanah yang
pemiliknya belum mendapat pembayaran ganti rugi. Dengan kata lain sudah ada
kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian antara pihak yang
memerlukan tanah dengan semua pemilik hak atas tanah yang tanahnya terkena
pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol.
Atas dasar uraian di atas, untuk mengetahui lebih lanjut mengenai tahapan
pelaksanaan pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal
Kabupaten Sragen, serta mengenai kesepakatan ganti rugi antara para pihak yang
terkait sebagai bentuk perlindungan hukum bagi pemilik hak atas tanah yang
terkena pengadaan tanah, maka penulis mengajukan penulisan hukum dengan
judul “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMEGANG HAK ATAS
TANAH YANG TERKENA PENGADAAN TANAH DALAM
PEMBANGUNAN JALAN TOL SOLO-MANTINGAN II DI DESA
PILANGSARI KECAMATAN NGRAMPAL KABUPATEN SRAGEN”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk
membahas masalah tersebut lebih lanjut dengan menitik beratkan pada rumusan
masalah:
1. Apakah proses pelaksanaan pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol
di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen sudah sesuai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
dengan PerPres No.36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan
PerPres No.65 Tahun 2006 jo Perat.Ka.BPN No.3 Tahun 2007?
2. Apakah besar dan cara pembayaran ganti kerugian yang diberikan oleh
pemerintah kepada pemilik hak atas tanah yang terkena pengadaan tanah
untuk pembangunan jalan tol di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal
Kabupaten Sragen sudah sesuai dengan PerPres No.65 Tahun 2006 jo
Perat.Ka.BPN No.3 Tahun 2007?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian diperlukan karena terikat dengan perumusan masalah dan
judul dari penelitian itu sendiri. Penulis mempunyai tujuan atau hal-hal yang
dicapai dicapai baik berupa tujuan obyektif maupun tujuan subyektif. Adapun
tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Tujuan Objektif
a. Untuk mengetahui kesesuaian antara proses pelaksanaan pengadaan
tanah untuk pembangunan jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan
Ngrampal Kabupaten Sragen dengan PerPres No.36 Tahun 2005
sebagaimana telah diubah dengan PerPres No.65 Tahun 2006 jo
Perat.Ka.BPN No.3 Tahun 2007.
b. Untuk mengetahui besar dan cara pembayaran ganti kerugian yang
diberikan oleh pemerintah kepada pemegang Hak Atas Tanah yang
terkena pengadaan tanah.
2. Tujuan Subjektif
a. Untuk memperoleh suatu hasil penelitian sebagai bahan untuk
menyusun skripsi sebagai persyaratan dalam mencapai gelar
kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum di Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
b. Untuk menambah, memperluas, dan mengembangkan pengetahuan
serta pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktek di lapangan
hukum.
c. Untuk memperdalam berbagai teori hukum yang telah penulis
dapatkan di Fakultas Hukum, khususnya di bidang Hukum Agraria.
D. Manfaat Penelitian
Dalam penulisan hukum ini penulis mengharapkan adanya manfaat yang
bisa diperoleh antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai rujukan dalam studi
pengadaan tanah untuk jalan tol beserta perlindungan hukumnya bagi
pemegang hak atas tanah.
b. Memperkaya referensi penulisan tentang hukum pertanahan.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan sumbangan jawaban masalah yang sedang diteliti oleh
penulis.
b. Mengembangkan daya penalaran dan membentuk pola pikir dinamis
sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan
ilmu yang diperoleh.
c. Hasil penulisan ini diharapkan dapat membantu memberikan masukan
serta tambahan pengetahuan bagi pihak-pihak yang terkait dengan
masalah yang diteliti.
E. Metode Penelitian
Metode adalah suatu alat untuk mencari jawaban dari pemecahan masalah,
oleh karena itu suatu metode atau alatnya harus jelas terlebih dahulu tentang apa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
yang akan dicari. Lebih lanjut Setiono mengatakan “cara penelitian itulah yang
dimaksud dengan metode.” (Setiono, 2005 : 4).
Metode ilmiah dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala cara dalam rangka
ilmu tersebut, untuk sampai kepada kesatuan pengetahuan. Tanpa metode ilmiah,
suatu ilmu pengetahuan itu sebenarnya bukan suatu ilmu, tetapi suatu himpunan
pengetahuan saja tentang berbagai gejala, tanpa dapat disadari hubungan antara
gejala yang satu dengan yang lainnya (Bambang Sunggono, 2003:45).
Berbagai hal yang menjadi bagian dari metode penelitian ini dapat
dijelaskan secara singkat sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Penelitian hukum secara umum dapat dikategorikan menjadi
penelitian doktrinal dan penelitian non doktrinal. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penulisan hukum ini adalah penelitian doktrinal atau
penelitian normatif, yakni suatu penelitian hukum yang bersifat perskriptif
bukan deskriptif sebagaimana ilmu sosial dan ilmu alam (Peter Mahmud,
2006:33).
2. Sifat penelitian
Berdasarkan uraian mengenai jenis penelitian di atas maka tipe kajian
penelitian ini menggunakan jenis penelitian preskriptif. Sebagai ilmu yang
bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai
keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-norma
hukum (Peter Mahmud, 2005:22).
3. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute
approach), yaitu pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi
(Peter Mahmud, 2005:97). Penelitian ini menggunakan berbagai peraturan
yang menjadi fokus sekaligus tema sentral suatu penelitian.
4. Jenis dan Sumber Data Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder,
yaitu data atau informasi hasil telaah dokumen penelitian yang telah ada
sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, koran,
majalah, journal, maupun arsip-arsip yang berkesesuaian dengan penelitian
yang dilakukan.
Adapun sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a. Bahan Hukum Primer
Merupakan bahan hukum yang terdiri dari peraturan Perundang-
undangan yaitu Undang-Undang Dasar RI 1945, baik sebelum ataupun
sesudah perubahan, Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-
Pokok Agraria, Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum, Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum, serta peraturan lainnya yang ada relevansinya dengan
permasalahan yang dikaji.
b. Bahan Hukum Sekunder
Merupakan bahan yang barasal dari data-data yang sudah tersedia
misalnya dokumen resmi, laporan kegiatan, arsip dan literatur yang
berhubungan dengan masalah penelitian.
c. Bahan hukum tersier
Merupakan bahan yang memberikan informasi tentang bahan
hukum primer dan sekunder, misalnya bahan dari media internet,
kamus, ensiklopedia, dan lain-lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah studi kepustakaan. Beberapa data dimintakan klarifikasi kepada P2T
Kabupaten Sragen, PPK Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Jalan Tol
Solo-Mantingan II di Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen, dan Kantor
Desa Pilangsari yang terkena Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Jalan
Tol Solo-Mantingan II di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten
Sragen.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah tahap yang sangat penting dan menentukan dalam
setiap penelitian. Di tahap ini penulis harus melakukan pemilahan data-data
yang telah diperoleh. Penganalisisan data pada hakekatnya merupakan
kegiatan untuk mengadakan sistematisasi bahan-bahan hukum tertulis untuk
memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi (Soerjono Soekanto,
2007:251-252)
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh dengan cara
menginventarisasi sekaligus mengkaji penelitian dari studi kepustakaan,
aturan perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat
membantu menafsirkan norma untuk menjawab permasalahan yang diteliti.
Tahap terakhir yaitu dengan menarik kesimpulan dari data yang diolah,
sehingga pada akhirnya dapat menjawab apakah proses pengadaan tanah
untuk Jalan Tol Solo-Mantingan di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal
Kabupaten Sragen sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Dalam penulisan ini, untuk memberikan gambaran secara menyeluruh
tentang sistematika penulisan hukum yang sesuai dengan aturan penulisan hukum,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
maka penulis membagi penulisan hukum ini menjadi empat bab dan tiap-tiap bab
dibagi dalam sub-sub bab yang disesuaikan dengan luas pembahasannya.
Sistematika itu sendiri terdiri dari IV Bab, beberapa sub Bab dan termasuk juga
daftar pustaka. Adapun Sistem penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :
Dalam Bab I Pendahuluan ini akan diuraikan mengenai latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan hukum untuk memberikan pemahaman
terhadap isi dari penelitian ini secara garis besar.
Dalam Bab II Tinjauan Pustaka ini penulis memberikan landasan teori atau
menguraikan tentang tinjauan umum mengenai fungsi sosial hak atas tanah,
prinsip penghormatan hak atas tanah,serta pengadaan tanah.
Dalam Bab III Hasil Penelitian dan Pembahasan, penulis akan membahas
dan menjawab permasalahan yang telah ditentukan sebelumnya yang meliputi:
pertama, apakah tahapan pengadaan tanah untuk Jalan Tol di Desa Pilangsari
Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen sudah sesuai dengan PerPres No.36
Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan PerPres No.65 Tahun 2006 jo
Perat.Ka.BPN No.3 Tahun 2007. Kedua, bagaimana bentuk dan cara pembayaran
ganti kerugian yang diberikan oleh pemerintah kepada pemilik hak atas tanah
yang terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol di Desa Pilangsari
Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen.
Dalam Bab IV Penutup, penulis akan menguraikan mengenai simpulan dari
jawaban-jawaban permasalahan yang menjadi objek penelitian dan saran yang
didasarkan pada simpulan yang ada.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Tentang Fungsi Sosial Hak Atas Tanah
Tanah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan
manusia, baik yang menyangkut masalah sosial, ekonomi, tempat tinggal,
gerak dan aktifitas. Oleh karena itu, tanah akan selalu ada masalah, terutama
untuk pembangunan fisik Negara. Tanah merupakan salah satu bentuk
karunia yang diberikan Tuhan pada Negara kita. Untuk itulah supaya tidak
timbul masalah, pemerintah berusaha mengaturnya dengan baik. Keadaan
Negara kita sebagai Negara berkembang menuntut kita melakukan banyak
perbaikan dan pembangunan. Banyaknya manusia yang memerlukan tanah,
tetapi tidak bertambahnya jumlah tanah yang ada menjadi salah satu inti
permasalahannya. Mau tidak mau untuk menjalankan pembangunan,
diadakan proses pengadaan tanah yang asalnya dari tanah yang sudah dihaki
oleh rakyat. Proses tersebut cukup memakan waktu yang lama, oleh karena
salah satu pihak merasa adanya ketidak-adilan. Proses yang cukup lama ini,
otomatis membuat jalannya pembangunan menjadi tersendat.
Pemerintah harus memperhatikan jumlah kerugian yang wajar, layak
dan adil untuk pemegang tanah. Dengan begitu tujuan UUPA untuk mencari
keseimbangan antara dua kepentingan rakyat (pembangunan) dan
kepentingan individu dapat segera terwujud dengan baik. Pada dasarnya
setiap Hak Atas Tanah baik secara langsung maupun tidak langsung
bersumber pada Hak Bangsa, di mana Hak Bangsa tersebut merupakan hak
bersama seluruh rakyat dan dipergunakan untuk mencapai kesejahteraan
rakyat. Hal tersebut mengandung arti bahwa tanah mempunyai fungsi sosial.
Menurut penjelasan umum UUPA, fungsi sosial tanah berarti hak atas
tanah apa pun yang ada pada seseorang, tidak dapat dibenarkan tanahnya itu
akan dipergunakan (atau tidak dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan
pribadinya, apalagi kalau hal itu merugikan masyarakat. Sementara itu,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
penerapan Pasal 7 UUPA tentang batas maksimum pemilikan tanah, dalam
kenyataannya juga sering dilanggar. Berbagai permasalahan yang terjadi
selama ini terdapat indikasi terjadinya penumpukan pemilikan tanah di satu
pihak, sedangkan di pihak lain, pemilikan tanah dikikis.
Dalam Pasal 6 UUPA dinyatakan bahwa semua hak atas tanah
mempunyai fungsi sosial. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa semua
hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidak boleh digunakan
semata-mata untuk kepentingan pribadi akan tetapi penggunaan tanah
tersebut juga harus memberikan kemanfaatan bagi kepentingan masyarakat
dan Negara. Fungsi sosial hak atas tanah, sebagaimana diatur dalam Pasal 6
UUPA mengandung beberapa prinsip keutamaan antara lain:
a. Suatu pernyataan yang penting mengenai hak-hak atas tanah yang dapat
merumuskan secara singkat tentang sifat kebersamaan atau
kemasyarakatan.
b. Hak untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan sesuai dengan
keadaannya, artinya keadaan tanah, sifat, dan tujuan pemberian haknya
(Santoso Soeroso, 2005 : 37).
2. Tinjauan Tentang Prinsip Penghormatan Terhadap Hak Atas Tanah
Hak atas tanah adalah hak yang memberikan wewenang untuk memakai
tanah yang diberikan kepada orang atau badan hukum. “Pada dasarnya, tujuan
memakai tanah adalah untuk memenuhi dua jenis kebutuhan, yaitu untuk
diusahakan dan tempat membangun sesuatu” (Arie S Hutagalung, 2009:29).
Dengan adanya Hak Menguasai dari negara sebagaimana dinyatakan
dalam Pasal 2 ayat (1) UUPA, yaitu bahwa, ”atas dasar ketentuan Pasal 33
ayat (3) UUD 1945 dan hal-hal sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1,
bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung
didalamnya itu pada tingkatan yang tertinggi dikuasai oleh negara sebagai
organisasi kekuasaan seluruh masyarakat”. Atas dasar ketentuan tersebut,
negara berwenang untuk menentukan hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki
oleh dan atau diberikan kepada perseorangan dan badan hukum yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
memenuhi persyaratan yang ditentukan. Kewenangan tersebut diatur dalam
Pasal 4 ayat (1) UUPA, yang menyatakan bahwa, ”atas dasar Hak Menguasai
dari Negara sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya
macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut tanah, yang dapat
diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum”.
Sedangkan dalam ayat (2) dinyatakan bahwa :
Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberikan wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penatagunaan tanah itu dalam batas-batas menurut undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi.
Pengaturan tentang tanah sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan
dasar manusia dapat dilihat dalam Pasal 28 UUD 1945. Kesadaran akan arti
pentingnya fungsi tanah terkait dengan hak asasi manusia (HAM) mulai
dirasakan semenjak era reformasi. Diawali dengan terbitnya Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, arti penting hak untuk
hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupan itu
memerlukan ketersediaan tanah untuk pemenuhan hak atas kesejahteraan
berupa milik, yang dapat dipunyai bagi diri sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain untuk pengembangan dirinya bersama-sama dengan
masyarakat. Hak milik yang mempunyai fungsi sosial itu dilindungi dari
tindakan sewenang-wenang dari pihak lain, sehingga ketika hak milik itu
diperlukan untuk kepentingan umum, maka harus diberikan ganti kerugian
yang wajar dan segera serta dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Secara khusus, hak atas tanah yang merupakan hak ekonomi, sosial dan
budaya itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang
Pengesahan International Covenant on Economic, Social dan Cultural Rights
(Kovenan Internasional tentang Hak-hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya).
Dalam kaitannya dengan ketersediaan tanah, dalam Pasal 11 Ayat (1) UU No
11 Tahun 2005 disebutkan tentang hak setiap orang atas standar kehidupan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
yang layak bagi diri sendiri dan keluarganya, termasuk hak untuk
memperoleh pangan, sandang dan perumahan, dan atas perbaikan kondisi
hidup secara terus-menerus. Selanjutnya dalam Ayat (2) ditegaskan tentang
pengakuan terhadap hak mendasar dari setiap orang untuk bebas dari
kelaparan, dan untuk mendukung hak itu negara harus mengambil langkah-
langkah yang diperlukan untuk meningkatkan cara-cara produksi, konsumsi
dan distribusi pangan sehingga mencapai perkembangan dan pemanfaatan
sumber daya alam yang efisien (Maria S.W, 2008 : 3).
3. Tinjauan Tentang Pengadaan Tanah
a. Pengertian dan Pengaturan Pengadaan Tanah
Pengadaan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah
dengan cara memberikan ganti rugi kepada yang melepaskan atau
menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda yang
berkaitan dengan tanah. Pengertian ini dimuat dalam Pasal 1 angka 3
Perpres RI Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan
Perpres 65 Tahun 2006 Tentang Perubahan atas Perpres Nomor 36
Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum. Berdasarkan pengertian tersebut, maka
terdapat 3 unsur pengadaan tanah, yaitu:
1) Kegiatan untuk mendapatkan tanah dalam rangka pemenuhan lahan
pembangunan untuk kepentingan umum
2) Pemberian ganti rugi kepada yang terkena kegiatan pengadaan
tanah;
3) Pelepasan hubungan hukum dari pemilik tanah kepada pihak lain.
Sebagai bagian dari hukum agraria nasional, peraturan pengadaan
tanah harus mengacu pada tujuan hukum agraria nasional dengan
prinsip keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan
umum. Hak atas tanah apapun yang ada pada seseorang tidaklah dapat
dibenarkan, kalau tanahnya itu akan dipergunakan (atau tidak
dipergunakan) semata-mata untuk kepentingan pribadinya, melainkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
wajib pula memperhatikan kepentingan umum. Ketentuan tersebut
tidaklah berarti bahwa kepentingan pribadi akan terdesak sama sekali
oleh kepentingan umum. Kepentingan umum dan kepentingan pribadi
haruslah saling mengimbangi, hingga akhirnya akan tercapai tujuan
pokok kemakmuran, keadilan dan kebahagian rakyat seluruhnya. Itulah
yang menjadi tujuan dari UUPA.
Dalam menjawab persoalan pengadaan tanah ini, di Indonesia
telah diundangkan beberapa aturan sebagai berikut :
1) UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok
Agraria.
2) UU No 20 Tahun 1961 Tentang Pencabutan Hak-Hak Tanah Dan
Benda-Benda yang Ada Diatasnya.
3) Perpres No 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Perpres No 65 Tahun 2006
Tentang Perubahan Atas Perpres No 36 Tahun 2005 Tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
4) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan
Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
Sebagaimana Telah Diubah Dengan Peraturan Presiden Nomor 65
Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Peraturan-peraturan tersebut merupakan peraturan yang
digunakan sebagai landasan bagi instansi pemerintah untuk melakukan
pengambilalihan tanah untuk kepentingan umum, sedangkan bagi pihak
swasta, perolehan tanah harus dilakukan melalui pendekatan langsung
dengan pemegang hak atas tanah cara jual-beli, tukar menukar dan lain-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
lain. Perpres Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan
Perpres No 65 Tahun 2006 hanya mengatur mekanisme pengadaan
tanah dan tidak digunakan untuk melakukan pencabutan hak atas tanah
yang pada hakekatnya merupakan substansi undang-undang. Perpres
tidak lagi dapat diterapkan jika keadaan mengharuskan dilakukannya
pencabutan hak atas tanah dan langkah berikutnya adalah menggunakan
instrumen Undang-Undang No 20 Tahun 1961 dan peraturan
pelaksanaannya.
b. Kepentingan Umum dan Jalan Tol dalam Pengadaan Tanah
Memberikan pengertian tentang kepentingan umum bukanlah hal
yang mudah. Selain karena sangat rentan karena penilaiannya sangat
subektif juga terlalu abstrak untuk memahaminya. Sehingga apabila
tidak diatur secara tegas akan melahirkan multi tafsir yang pasti akan
berimbas pada ketidakpastian hukum dan rawan akan tindakan
sewenang-wenang dari pejabat terkait
(http://prpmakasar.wordpress.com/2009/02/13/pengadaan-tanah-untuk-
kepentingan-umum-antara-kepentingan-umum-dan-perlindungan-hak-
asasi-manusia/). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun
oleh W.J.S. Purwadarminta yang dimaksud dengan “kepentingan umum
adalah kepentingan orang banyak.” Pengertian kepentingan umum
harus dikembalikan kepada peraturan pokoknya yaitu dalam Undang-
undang Nomor 20 Tahun 1961 dan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun
1973 tentang Pelaksanaan Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-
benda Yang Ada di atasnya sebagaimana yang dikemukakan oleh
Sihombing berikut :
Mengenai pengertian dan jenis/bentuk kepentingan umum tidak ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961. Di dalam Pasal 1 Lampiran Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pelaksanaan Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-benda Yang Ada di atasnya, hanya diberikan pedoman bahwa suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembangunan mempunyai sifat kepentingan umum, apabila kegiatan tersebut menyangkut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
kepentingan bangsa dan negara, kepentingan masyarakat luas, kepentingan rakyat banyak atau kepentingan bersama, kepentingan pembangunan. Sedangkan bentuk-bentuk kegiatan pembangunan yang mempunyai sifat kepentingan umum adalah meliputi bidang-bidang pertanahan, pekerjaan umum, perlengkapan umum, jasa umum, keagamaan, ilmu pengetahuan dan seni budaya, kesehatan, olahraga, keselamatan umum terhadap bencana alam, kesejahteraan sosial, makam/kuburan, pariwisata dan rekreasi dan usaha-usaha ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan umum dan bentuk-bentuk kegiatan pembangunan lainnya yang menurut pertimbangan Presiden perlu bagi kepentingan umum (Sihombing, 2005 : 504).
Dalam perkembangannya, peraturan perundangan pengadaan
tanah mengalami berbagai perubahan dan penyempurnaan. Pengertian
kepentingan umum diartikan sesuai dengan kepentingan, ada yang
secara umum dan ada yang menyebutkan dalam daftar. Pasal 18 UUPA
mengatakan kepentingan umum adalah termasuk kepentingan bangsa
dan negara serta kepentingan bersama dari rakyat. Pasal 1 UU Nomor
20 Tahun 1961 ditambahkan pengertian untuk kepentingan
pembangunan. Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1973 menyebutkan
empat kriteria dan pembidangan seperti disebutkan diatas. Dari ketiga
peraturan tersebut dapat dikatakan bahwa penafsiran arti kepentingan
umum sangat luas. Hal ini sejelan dengan yang disampaikan oleh
Sihombing, bahwa :
Yang dimaksud dengan kepentingan umum pada dasarnya segala kepentingan yang menyangkut kepentingan negara, bangsa, kepentingan masyarakat luas, kepentingan bersama, kepentingan pembangunan dalam berbagai aspek (seperti pembangunan di bidang ekonomi, di bidang kemakmuran rakyat, di bidang kesehatan, di bidang pendidikan dan sebagainya) yang menurut urgensinya serta sifatnya diperlukan bagi kepentingan umum (Sihombing, 2005 : 505).
Kepentingan umum dapat dijabarkan melalui dua cara. Pertama,
berupa pedoman umum yang menyebutkan bahwa pengadaan tanah
dilakukan berdasarkan alasan kepentingan umum melalui berbagai
istilah. Karena berupa pedoman, hal ini dapat mendorong eksekutif
secara bebas menyatakan suatu proyek memenuhi syarat kepentingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
umum. Kedua, penjabaran kepentingan umum dalam daftar kegiatan.
Dalam praktik, kedua cara ini sering ditempuh secara bersamaan.
Sejalan dengan pemikiran di atas, seperti yang disampaikan oleh
Adrian Sutedi adalah :
Bahwa pengadaan tanah dibutuhkan untuk kepentingan umum (public purpose). Istilah public purpose bisa saja berubah, misalnya public menjadi sosial, general, common atau collective. Sementara purpose menjadi need, necessity, interest, function, utility atau use. Negara yang menggunakan “pedoman umum” ini biasanya tidak secara eksplisit mencantumkan dalam peraturan perundang-undangan tentang bidang kegiatan apakah yang disebut sebagai “kepentingan umum”. Pengadilanlah yang secara kasuistis menentukan apakah yang disebut sebagai “kepentingan umum (Adrian Sutedi, 2007 : 68).
Kecenderungan terakhir adalah bahwa suatu kegiatan bersifat
kepentingan umum jika hal itu berkaitan dengan kesehatan, keamanan,
atau kesejahteraan masyarakat sebagaimana ditetapkan oleh badan
legislatif. Penafsiran apapun yang dianut oleh berbagai kalangan,
penetapan kegiatan yang bersifat kepentingan umum dilakukan oleh
legislatif, sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh eksekutif dan
putusan atas keberatan atau sengketa kepentingan umum ditetapkan
oleh yudikatif. Dalam Keppres 55 Tahun 1993, kepentingan umum
didefinisikan sebagai kepentingan seluruh lapisan masyarakat, kegiatan
pembangunan untuk kepentingan umum dibatasi pada kegiatan
pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki oleh pemerintah,
serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan yang kemudian diikuti
dengan penjabarannya dalam 14 jenis kegiatan. Dengan demikian
interpretasi kegiatan yang termasuk dalam kategori kepentingan umum
dibatasi pada terpenuhinya ketiga unsur tersebut.
Istilah kepentingan umum seringkali menjadi perdebatan dalam kaitannya dengan pengadaan tanah untuk pembangunan. Pemegang hak atas tanah menganggap bahwa pengadaan tanah itu bukan untuk kepentingan umum melainkan untuk kepentingan swasta, sedangkan pihak yang memerlukan tanah menganggap bahwa pengadaan tanah itu benar-benar untuk kepentingan umum. Untuk mengatasi perbedaan pendapat tersebut, Keppres No. 55 Tahun 1993
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
memberikan pengaturan yang jelas tentang kriteria kepentingan umum dalam kaitannya dengan pengadaan tanah untuk pembangunan (Urip Santosa, 1998 : 7).
Menurut Perpres 36 Tahun 2005 Pasal 1 angka 5 menyebutkan
kepentingan umum sebagai kepentingan sebagian besar lapisan
masyarakat. Selanjutnya dalam Pasal 5 disebutkan bahwa pembangunan
untuk kepentingan umum yang dilaksanakan oleh pemerintah atau
pemerintah daerah meliputi 21 bidang kegiatan. Dalam Perpres ini tidak
dimuat batasan untuk kriteria kepentingan umum sebagaimana disebut
dalam Keppres 55 Tahun 1993.
Sedangkan menurut Perpres 65 Tahun 2006 batasan kriteria
dimuat kembali namun berbeda dengan Keppres 55 Tahun 1993,
kriterianya adalah pembangunan untuk kepentingan umum yang
dilaksanakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah yang selanjutnya
dimiliki atau akan dimiliki oleh pemerintah atau pemerintah daerah
yang meliputi 7 bidang kegiatan. Perpres ini tidak memberikan batasan
kriteria “tidak digunakan untuk mencari keuntungan”.
Pasal 5 Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
menyebutkan bahwa pembangunan untuk kepentingan umum yang
dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang selanjutnya
dimiliki atau akan dimiliki Pemerintah atau Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, meliputi :
1) Jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas
tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih,
saluran pembuangan air dan sanitasi;
2) Waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan
lainnya;
3) Pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal;
4) Fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan
bahaya banjir, lahar, dan lain-lain bencana;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
5) Tempat pembuangan sampah;
6) Cagar alam dan cagar budaya;
7) Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala
bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di
atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di
atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Sedangkan jalan tol (di Indonesia disebut juga sebagai jalan bebas
hambatan) adalah suatu jalan alternatif untuk mengatasi kemacetan lalu
lintas ataupun untuk mempersingkat jarak dari satu tempat ke tempat
lain. Untuk menikmatinya, para pengguna jalan tol harus membayar
sesuai tarif yang berlaku. Penetapan tarif didasarkan pada golongan
kendaraan.
Di Indonesia, jalan tol sering dianggap sinonim untuk jalan bebas
hambatan, meskipun hal ini sebenarnya salah. Di dunia secara
keseluruhan, tidak semua jalan bebas hambatan memerlukan bayaran.
Jalan bebas hambatan seperti ini dinamakan freeway atau expressway
(free berarti "gratis", dibedakan dari jalan-jalan bebas hambatan yang
memerlukan bayaran yang
dinamakan tollway atau tollroad (kata toll berarti "biaya"))
(http://id.wikipedia.org/wiki/Jalan_tol).
c. Panitia Pengadaan Tanah
Panitia Pengadaan Tanah adalah panitia yang dibentuk untuk
membantu pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum. Dalam hal ini yang membentuk tim pengadaan
tanah yaitu :
1) Bupati/Walikota untuk Panitia Pengadaan Tanah kabupaten atau
kota;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
2) Gubenur untuk Panitia Pengadaan Tanah Propinsi dan Daerah
Khusus Ibukota;
3) Mendagri untuk pengadaan tanah yang wilayahnya mencakup
beberapa propinsi.
Panitia pengadaan tanah berdasarkan Pasal 7 Perpres No.36
Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan Perpres No.65 Tahun
2006 memiliki tugas sebagai berikut:
1) mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan,
tanaman dan benda-benda lain yang ada kaitannya dengan tanah
yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;
2) mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya
akan dilepaskan atau diserahkan, dan dokumen yang
mendukungnya;
3) menetapkan besarnya ganti rugi atas tanah yang haknya akan
dilepaskan atau diserahkan;
4) memberikan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang
terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah
mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam
bentuk konsultasi publik baik melalui tatap muka, media cetak
maupun media elektronik agar dapat diketahui oleh seluruh
masyarakat yang terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang
hak atas tanah;
5) mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah
dan instansi Pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang
memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau
besarnya ganti rugi;
6) menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti rugi kepada para
pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman, dan benda-benda
lain yang ada di atas tanah;
7) membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
8) mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas
pengadaan tanah dan menyerahkan kepada pihak yang
berkompeten.
d. Musyawarah dan Tata Cara dalam Pengadaan Tanah
Musyawarah adalah proses deliberasi atau berembuk yang
mempertimbangkan semua sisi dari semua isu. Selain pengertian
tersebut ada juga pengertian musyawarah secara umum yaitu
memecahkan persoalan secara bersama agar mendapatkan penyelesaian.
Musyawarah merupakan salah satu asas dasar negara Indonesia yang
membedakannya dari negara-negara lain. Musyarawah tercantum di
dalam sila keempat dari musyawarah. Musyawarah untuk mufakat pada
dasarnya merupakan kesepahaman atau kata sepakat antara pihak-pihak
yang berbeda pendapat sehingga pemungutan suara dapat dihindarkan
dan diharapkan semua pihak yang berbeda pendapat dapat menemukan
keputusan tunggal
(http://community.gunadarma.ac.id/blog/view/id_16574/title_pentingny
a-suatu-musyawarah/).
Adapun ciri-ciri dari musyawarah yang baik antara lain :
1) Musyawarah dilaksanakan secara bersama.
2) Musyawarah untuk mengambil keputusan.
3) Keputusan bersama harus dilaksanakan oleh semua pihak.
4) Peserta musyawarah berhak mengajukan saran atau usul.
Pengadaan tanah untuk pelaksanaan pembangunan demi
kepentingan umum dilakukan melalui musyawarah dengan tujuan
memperoleh kesepakatan mengenai pelaksanaan pembangunan di
lokasi yang ditentukan, beserta bentuk dan besar ganti kerugian.
Proses musyawarah yang dilakukan oleh panitia pembebasan
tanah dan pemegang hak ditujukan untuk memastikan bahwa pemegang
hak memperoleh ganti kerugian yang layak terhadap tanahnya. Ganti
kerugian itu dapat berupa uang, tanah pengganti (ruilslag), pemukiman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
kembali (relokasi) atau pembangunan fasilitas umum yang bermanfaat
bagi masyarakat setempat.
Pasal 2 Perpres No.36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah
dengan Perpres No.65 Tahun 2006 menyatakan bahwa cara pengadaan
tanah ada 2 yaitu:
1) Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas
tanah.
2) Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah
dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang
disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Sedangkan tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam
pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
umum sesuai dengan Perat.Ka.BPN No.3 Tahun 2007 yaitu :
1) Perencanaan
Instansi pemerintah yang memerlukan tanah menyusun
proposal rencana pembangunan, yang menguraikan :
a) maksud dan tujuan pembangunan
b) letak dan lokasi pembangunan
c) luasan tanah yang diperlukan
d) sumber pendanaan
e) analisis kelayakan lingkungan perencanaan pembangunan,
termasuk dampak pembangunan, berikut upaya pencegahan
dan pengendaliaanya
2) Penetapan lokasi
Berdasarkan proposal instansi pemerintah yang memerlukan
tanah mengajukan permohonan penetapan lokasi kepada
bupati/walikota dengan tembusan ke Kepala Kantor Pertanahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Bupati/walikota mengkaji kesesuaian rencana pembangunan dari
aspek: tata ruang, penatagunaan tanah, sosial ekonomi,
lingkungan, serta penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan tanah.
Pelaksanaan pengkajian didasarkan atas rekomendasi
instansi terkait dan kantor pertanahan. Berdasarkan rekomendasi
bupati/walikota menerbitkan keputusan penetapan lokasi. Setelah
diterima keputusan dalam waktu paling lama 14 hari wajib
mempublikasikan rencana pelaksanaan pembangunan untuk
kepentingan umum.
3) Penyuluhan
Penyuluhan dilakukan oleh panitia pengadaan tanah dan
instansi pemerintah, menjelaskan manfaat, maksud dan tujuan
pembangunan kepada masyarakat untuk memperoleh kesediaan
dari para pemilik. Apabila diterima oleh masyarakat, maka
dilanjutkan dengan kegiatan pengadaan tanah. Sedangkan apabila
tidak diterima oleh masyarakat, maka panitia pengadaan tanah
kabupaten/kota melakukan penyuluhan kembali.
Apabila setelah penyuluhan kembali ternyata tetap tidak
diterima oleh 75% pemilik tanah, maka lokasinya dapat
dipindahkan, instansi pemerintah yang memerlukan tanah
mengajukan alternatif lokasi lain. Akan tetapi apabila lokasinya
tidak dapat dipindahkan ke lokasi lain, maka panitia pengadaan
tanah kabupaten/kota mengusulkan kepada bupati/walikota atau
gubernur utk DKI untuk menggunakan ketentuan UU No 20 Th
1961 tentang Pencabutan Hak-Hak Tanah Dan Benda-Benda yang
Ada Diatasnya. Kemudian hasil pelaksanaan penyuluhan
dituangkan dlm Berita Acara Hasil Penyuluhan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
4) Identifikasi dan Inventarisasi
Apabila rencana pembangunan diterima oleh masyarakat,
maka panitia pengadaan tanah kabupaten/kota melakukan
identifikasi dan invetarisasi atas penguasaan, penggunaan dan
pemilikan tanah dan/atau bangunan dan atau tanaman dan atau
benda lain yang berkaitan dengan tanah. Kegiatan dalam
identifikasi dan inventarisasi yaitu:
a) Penunjukan batas
b) Pengukuran bidang tanah dan/atau bangunan
c) Pemetaan bidang tanah dan/atau bangunan dan atau keliling
batas bidang tanah
d) Penetapan batas-batas bidang tanah dan/atau bangunan
e) Pendataan penggunaan dan pemanfaatan tanah
f) Pendataan status tanah dan/atau bangunan
g) Pendataan penguasaan dan pemilikan tanah dan/atau
bangunan dan/atau tanaman, dan
h) Lainnya yang dianggap perlu
5) Penilaian
Panitia pengadaan tanah menunjuk Lembaga Penilai Harga
Tanah yang telah ditetapkan bupati/walikota atau Gubernur untuk
wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta untuk menilai harga
tanah yang terkena pembangunan untuk kepentingan umum.
Apabila tidak terdapat Lembaga Penilai Harga Tanah, maka
penilaian harga tanah dilakukan oleh Tim Penilai Harga Tanah,
yang terdiri dari :
a) Instansi bidang bangunan
b) Badan Pertanahan Nasional
c) Instansi Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan
d) Ahli/orang yang berpengalaman sebagai penilai harga tanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
e) Akademisi yang mampu menilai harga tanah, bangunan,
tanaman, dan benda terkait dengan tanah
f) LSM (bila diperlukan)
Tim Penilai Harga Tanah melakukan penilaian harga tanah
berdasarkan pada NJOP atau nilai nyata/sebenarnya dengan
memperhatikan NJOP, dan dapat berpedoman pada variabel-
variabel sebagai berikut :
a) Lokasi dan letak tanah
b) Status tanah
c) Peruntukan tanah
d) Kesesuaian penggunaan tanah dengan RTRW
e) Sarana dan prasarana yang tersedia
f) Faktor lain yang mempengaruhi harga tanah
Penilaian harga bangunan dan/atau tanaman dan/atau
benda terkait dengan tanah dilakukan oleh Kepala
Dinas/Kantor/Badan di Kabupaten/Kota yang membidangi
bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda terkait dengan tanah,
dengan berpedoman pada standar harga yang telah ditetapkan
peraturan perundang-undangan.
Hasil penilaian diserahkan kepada Panitia Pengadaan Tanah
Kabupaten/Kota untuk dipergunakan sebagai dasar musyawarah
antara instansi pemerintah yang memerlukan tanah dengan para
pemilik.
6) Musyawarah
Musyawarah rencana pembangunan untuk kepentingan
umum di lokasi tersebut dianggap telah mencapai kesepakatan
apabila minimum 75% dari luas tanah untuk pembangunan telah
diperoleh atau jumlah pemilik telah menyetujui bentuk dan/atau
besarnya ganti rugi. Apabila jumlahnya kurang dari 75%, maka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
panitia pengadaan tanah kabupaten/kota mengusulkan kepada
instansi yang memerlukan tanah untuk memindahkan ke lokasi
lain. Apabila lokasi pembangunan tidak dapat dipindahkan, maka
sesuai dengan Pasal 39 Perat.Ka.BPN No.3 Tahun 2007 panitia
pengadaan tanah kabupaten/kota tetap melanjutkan kegiatan
pengadaan tanah dengan ketentuan sebagai berikut :
a) Berdasarkan aspek historis, klimatologis, geografis, geologis
dan topografis tidak ada di lokasi lain;
b) Jika dipindahkan ke lokasi lain memerlukan pengorbanan,
kerugian, dan biaya yang lebih atau sangat besar;
c) Rencana pembangunan tersebut sangat diperlukan dan lokasi
tersebut merupakan lokasi terbaik dibandingkan lokasi lain
atau tidak tersedia lagi lokasi yang lain; dan/atau
d) Tidak di lokasi tersebut dapat menimbulkan bencana yang
mengancam keamanan dan keselamatan masyarakat yang
lebih luas.
Pemilik tanah yang belum bersepakat mengenai bentuk
dan/atau besarnya ganti rugi, dan jumlahnya 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah pemilik/luas tanah, Panitia Pengadaan Tanah
Kabupaten/Kota tetap mengupayakan musyawarah kembali
sampai tercapai kesepakatan bentuk dan/atau besarnya ganti rugi.
7) Keputusan Panitia Pengadaan Tanah
Berdasarkan Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi atau
Berita Acara Penawaran Penyerahan Ganti Rugi, Berita Acara
Hasil Pelaksanaan Musyawarah Lokasi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum dan/atau Penetapan Bentuk dan/atau
Besarnya Ganti Rugi, maka Panitia Pengadaan Tanah
Kabupaten/Kota menerbitkan Keputusan mengenai bentuk
dan/atau besarnya ganti rugi dan Daftar Nominatif Pembayaran
Ganti Rugi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
8) Pembayaran Ganti Rugi
Pelaksanaan ganti kerugian dalam pembebasan tanah
berpedoman pada :
a) Kesepakatan para pihak
b) Hasil penilaian Panitia Penilai Harga Tanah/Tim Penilai
Harga Tanah
c) Tenggat waktu penyelesaian proyek pembangunan
Pembayaran ganti rugi dilaksanakan dalam jangka waktu
paling lama 60 hari kalender terhitung sejak tanggal keputusan
Panitia Pengadaan Tanah tentang bentuk dan/atau besarnya ganti
rugi dan Daftar Nominatif Pembayaran Ganti Rugi tersebut
ditetapkan apabila bentuk ganti rugi berupa uang. Apabila bentuk
ganti rugi dalam bentuk selain uang, maka pembayaran ganti rugi
sesuai dengan yang disepakati pemilik dengan instansi
pemerintah yang memerlukan tanah.
9) Pelepasan Hak
Pelepasan hak oleh para pemilik hak atas tanah yang
tanahnya terkena proses pengadaan tanah untuk kepentingan
umum setelah adanya kesepakatan mengenai ganti rugi.
Perpres No.36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan
Perpres No.65 Tahun 2006 juga menetapkan suatu jembatan
penghubung sebagai upaya terakhir dalam pengadaan tanah apabila
pemegang hak atas tanah tidak menerima keputusan Panitia Pengadaan
Tanah dan upaya penyelesaian yang diberikan oleh Gubernur setelah
mengajukan keberatan dengan penjelasan mengenai dan alasan-alasan
tersebut. Bila keputusan Gubernur tidak disetujui oleh para pihak maka
proses selanjutnya sebagai upaya terakhir dari pengadaan tanah adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
proses pencabutan hak sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 1961.
Pasal 2 dan Pasal 6 UUPA tersebut kemudian
dioperasionalisasikan dalam Pasal 18 UUPA yang juga merupakan
tonggak hukum pencabutan hak atas tanah untuk kepentingan umum,
termasuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan bersama
dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti
kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-
Undang. Menurut Pasal 18 UUPA tersebut, maka untuk dapat
melakukan pencabutan hak-hak atas tanah memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1) Pencabutan hak tersebut hanya dapat dilakukan apabila
kepentingasn umum benar-benar menghendakinya;
2) Pencabutan hak tersebut harus dengan memberikan ganti
kerugian yang layak;
3) Pencabutan hak tersebut harus menurut cara-cara yang diatur
dalam Undang-Undang.
Dalam pencabutan hak atas tanah memuat 2 acara, hal ini termuat
dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961, yaitu
acara biasa dan acara untuk keadaan yang sangat mendesak, yang
memerlukan penguasaan tanah dan/atau benda-benda yang
bersangkutan dengan segera.
Dalam acara biasa maka:
1) Yang berkepentingan harus mengajukan permintaan
untuk melakukan pencabutan hak itu kepada Presiden, dengan
perantaraan Menteri Agraria, melalui Kepala Inspeksi Agraria
yang bersangkutan.
2) Oleh Kepala Inspeksi Agraria diusahakan supaya
permintaan itu diperlengkapi dengan pertimbangan para Kepala
Daerah yang bersangkutan dan taksiran ganti-kerugiannya.
Taksiran itu dilakukan oleh suatu Panitia Penaksir, yang anggota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
anggotanya mengangkat sumpah. Di dalam pertimbangan tersebut
dimuat pula soal penampungan orang-orang yang haknya akan
dicabut itu. Demikian juga jika ada, soal penampungan orang-
orang yang menempati rumah atau penggarap tanah yang
bersangkutan.Yaitu orang-orang yang karena pencabutan hak
tersebut akan kehilangan tempat tinggai dan/atau sumber
nafkahnya.
3) Kemudian permintaan itu bersama dengan
pertimbangan Kepala Daerah dan taksiran ganti-kerugian tersebut
dilanjutkan oleh Kepala Inspeksi Agraria kepada Menteri Agraria,
disertai pertimbangannya pula.
4) Menteri Agraria mengajukan permintaan tadi kepada
Presiden untuk mendapat keputusan, disertai dengan
pertimbangannya dan pertimbangan Menteri Kehakiman serta
Menteri yang bersangkutan, yaitu Menteri yang bidang-tugasnya
meliputi usaha yang meminta dilakukannya pencabutan hak itu.
Menteri Kehakiman terutama akan memberi pertimbangan
ditinjau dan segi hukumnya, sedang Menteri yang bersangkutan
mengenai fungsi usaha yang meminta dilakukannya pencabutan
hak itu dalam masyarakat dan apakah tanah dan/atau benda yang
diminta itu benar-benar diperlukan secara mutlak dan tidak dapat
diperoleh ditempat lain.
5) Penguasaan tanah dan/atau benda yang bersangkutan
baru dapat dilakukan setelah ada surat keputusan pencabutan hak
dari Presiden dan setelah dilakukannya pembayaran ganti
kerugian yang ditetapkan oleh Presiden serta diselenggarakannya
penampungan orang-orang yang dimaksudkan di atas.
Dalam acara untuk keadaan yang sangat mendesak yang
memerlukan penguasaan tanah dan/atau benda-benda yang
bersangkutan dengan segera, maka pencabutan hak khususnya
penguasaan tanah dan/atau benda itu dapat diselenggarakan melalui
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
acara khusus yang lebih cepat. Keadaan yang sangat mendesak itu
misalnya, jika terjadi wabah atau bencana alam, yang memerlukan
penampungan para korbannya dengan segera. Dalam hal ini maka
permintaan untuk melakukan pencabutan hak diajukan oleh Kepala
lnspeksi Agraria kepada Menteri Agraria tanpa disertai taksiran ganti
kerugian Panitya Penaksir dan kalau perlu dengan tidak menunggu
diterimanya pertimbangan Kepala Daerah. Menteri Agraria kemudian
dapat memberi perkenan kepada yang berkepentingan untuk segera
menguasai tanah dan/atau benda tersebut biarpun belum ada keputusan
mengenai permintaan pencabutan haknya dan ganti kerugiannyapun
belum dibayar.
e. Ganti Rugi yang Layak Sebagai Perwujudan Prinsip
Penghormatan terhadap Hak Atas Tanah
Masalah ganti kerugian merupakan isu sentral yang paling rumit
penanganannya dalam upaya pengadaan tanah oleh pemerintah dengan
memanfaatkan tanah-tanah yang sudah mempunyai hak. Penetapan
ganti kerugian untuk bangunan dan tanaman relatif lebih mudah
dibandingkan dengan tanah karena di samping nilai nyata tanah yang
didasarkan pada NJOP tahun terakhir, terdapat berbagai faktor yang
dapat mempengaruhi harga tanah. Faktor-faktor tersebut adalah lokasi,
jenis hak atas tanah, status penguasaan atas tanah, peruntukan tanah,
kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah, prasarana, fasilitas dan
utilitas, lingkungan dan faktor-faktor lain. Sudah tentu pemegang hak
harus sangat berhati-hati dalam menyampaikan keinginan terhadap
besarnya ganti kerugian terhadap tanahnya (Maria S.W, 2006 : 85).
Mengingat bahwa penetapan nilai tanah dengan memperhatikan
faktor-faktor yang relevan tersebut tidak mudah dilakukan oleh seorang
awam, oleh karena itu perlu peran lembaga penilai swasta yang
profesional dan independen, yang mempunyai kewenangan dan
kemampuan untuk menetapkan nilai nyata tanah yang obyektif dan adil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
seperti yang dituangkan dalam ketentuan Pasal 25 Peraturan KBPN
Nomor 3 Tahun 2007. Penilaian ganti rugi akan sangat menentukan
terhadap masa depan para pemegang hak atas tanah seperti yang
dikatakan oleh Adrian Sutedi :
Begitu vitalnya ganti rugi, maka ganti rugi itu minimal harus sama dan senilai dengan hak-hak dan pancaran nilai atas tanah yang akan digusur. Bila tidak senilai, namanya bukan ganti rugi, tetapi sekadar pemberian pengganti atas tanahnya yang tergusur. Prinsip dan tujuan UUPA harus dimaknai bahwa ditempuhnya prosedur penggusuran tidak berarti akan merendahkan nilai ganti rugi tanah, bangunan dan tanamannya serta benda-benda lain yang melekat pada bangunan dan tanah (Adrian Sutedi, 2007 : 184).
Hasil penilaian lembaga tersebut, di samping dapat digunakan
sebagai masukan untuk membantu pemegang hak untuk menentukan
penawaran mereka tentang besarnya ganti kerugian terhadap tanahnya,
juga dapat dimanfaatkan oleh instansi pemerintah yang memerlukan
tanah karena indenpendensinya dan hasil penilaiannya yang obyektif.
Dengan demikian, diharapkan agar keadilan serta kelancaran dalam
penentuan ganti kerugian secara musyawarah dapat tercapai (Maria
S.W, 2006 : 86). Penilaian yang obyektif tersebut tentunya tetap saja
berbeda menurut versi yang berkepentingan, bisa saja lebih rendah dari
yang diharapkan oleh pemilik tanah tapi juga bisa dianggap lebih tinggi
oleh yang memerlukan tanah, hal ini seperti yang disampaikan oleh
A.P. Parlindungan :
Nilai yang nyata/sebenarnya itu tidak mesti sama dengan harga umum, karena harga umum bisa merupakan harga catut. Sebaliknya pula harga tersebut tidak pula berarti harga yang murah. Apa saja yang termasuk untuk layak sebagai ganti rugi dang anti rugi yang mana yang dianggap layak? Sebenarnya jika sudah ada harga dasar yang ditetapkan oleh pemerintah daerah dan demikian pula sudah ada pedoman yang sebelumnya diadakan teoritis tidak ada kesulitan apa-apa mengenai pencabutan hak ini, sungguhpun sering sekali masalah nilai ganti rugi ini merupakan masalah yang sangat kompleks sekali penyelesaiannya.Harga ganti rugi ini seyogyanya adalah harga yang sekiranya seperti terjadi jual beli biasa atas dasar komersil sehingga pencabutan hak tersebut bukan sebagai suatu ancaman dan pemilik bersedia menerima harga tersebut (A.P Parlindungan, 2008 : 52).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Dalam setiap pengadaan tanah untuk pembangunan hampir selalu
muncul rasa tidak puas, masyarakat yang hak atas tanahnya terkena
proyek tersebut merasakan bahwa korban penggusuran pada umumnya
belum dapat menikmati makna keadilan sesuai dengan
pengorbanannya. Dalam kenyataan ini sudah seharusnya perlu
perhatian lebih dalam penerapan peraturan perundangan. Adrian Sutedi
mengatakan bahwa :
Seluruh orang yang terkena pembebasan tanah dari suatu proyek layak dibayar ganti rugi dan direhabilitasi tanpa memperhatikan hak kepemilikan yang sah. Misalnya kebijaksanaan pemerintah juga mencakup petani bagi hasil atau petani upahan, pengguna yang tergantung pada hak adat, pengguna lahan tanpa hak legal, migrasi musiman dan penghuni liar. Jumlah dan kategori ganti rugi serta bantuan lainnya tergantung pada sifat kerugian yang dialami masing-masing rumah tangga. Apabila orang terkena dampak kehilangan akses ke sumber daya yang belum terkendali, seperti hutan, saluran air atau lahan makanan ternak, mereka harus diganti rugi dalam bentuk semacamnya. Tindakan memulihkan pendapatan dan taraf hidup dapat menjadi pembayaran ganti rugi untuk penggunaan kawasan milik umum, asalkan tindakan ini cukup sesuai dengan tujuan kebijaksanaan. Akan tetapi, orang yang menguasai tanah tersebut dan memperoleh sewa tidak sah dari kawasan milik umum tidak diganti rugi (Adrian Sutedi, 2007:273).
Dalam Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum diatur
mengenai bentuk ganti kerugian dapat diberikan berupa :
1) uang; dan/atau
2) tanah pengganti; dan/atau
3) pemukiman kembali; dan/atau
4) gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c;
5) bentuk lain yang disetujui para pihak yang bersangkutan.
Ganti kerugian tersebut diberikan untuk hak atas tanah, bangunan,
tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah. Selain
terhadap tanah-tanah hak perseorangan, dalam Perpres ini ditentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
bahwa terhadap bidang tanah yang dikuasai dengan hak ulayat
diberikan dalam bentuk pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain
yang bermanfaat bagi masyarakat setempat.
Dasar dan cara penghitungan ganti kerugian untuk bangunan dan
tanaman adalah nilai jual yang ditaksir oleh instansi pemerintah daerah
yang bertanggung jawab di bidang tersebut. Sedangkan untuk tanah
harganya didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya dengan
memperhatikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Bumi dan Bangunan
yang terakhir. Penetapan nilai nyata sebagai dasar penghitungan harga
tanah tentulah dimaksudkan agar tingkat kesejahteraan bekas pemegang
hak tidak mengalami kemunduran.
Satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah interpretasi asas
fungsi sosial hak atas tanah, di samping mengandung makna bahwa hak
atas tanah itu harus digunakan sesuai dengan sifat dan tujuan haknya,
sehingga bermanfaat bagi si pemegang hak dan bagi masyarakat, juga
berarti bahwa harus terdapat keseimbangan antara kepentingan
perseorangan dengan kepentingan umum dan bahwa kepentingan
perseorangan itu diakui dan dihormati dalam rangka pelaksanaan
kepentingan masyarakat secara keseluruhan.
Dalam kaitannya dengan masalah ganti kerugian, tampaklah
bahwa menemukan keseimbangan antara kepentingan perseorangan dan
kepentingan itu tidak mudah. Ketentuan Pasal 6 UUPA ini menjadi
pertimbangan tersendiri bagi Tim Penilai Harga Tanah dalam menilai
harga tanah seperti yang disampaikan oleh Sihombing :
Panitia penaksir dalam menaksir ganti rugi agar menggunakan, nilai yang sebenarnya dari tanah yang haknya akan dicabut beserta benda-benda yang ada di atasnya yang juga akan dicabut. Nilai ganti rugi tersebut tergantung pada fungsi yang diberikan oleh tanah dan benda yang bersangkutan, baik kepada si pemilik maupun masyarakat, dengan ketentuan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 6 UUPA (Sihombing : 506).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Menurut Maria S. Sumardjono, ganti kerugian sebagai upaya
mewujudkan penghormatan kepada hak-hak dan kepentingan
perseorangan yang telah dikorbankan untuk kepentingan umum, dapat
disebut adil, apabila hal tersebut tidak membuat seesorang menjadi
lebih kaya, atau sebaliknya, menjadi lebih miskin daripada keadaan
semula (Maria S.W, 2006 : 80).
Perpres menyebutkan bahwa ganti kerugian dapat berupa uang,
tanah pengganti, permukiman kembali serta gabungan antara beberapa
bentuk ganti kerugian tersebut, dan/atau bentuk lain yang disepakati
para pihak. Khusus untuk tanah, perhitungan ganti kerugiannya adalah
harga tanah didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya, dengan
memperhatikan NJOP Bumi dan Bangunan tahun terakhir. Merupakan
suatu langkah maju dan dapat diterima sebagai sesuatu yang adil,
apabila untuk pengenaan pajak dan langkah awal penetuan besarnya
ganti kerugian digunakan standar yang sama, yakni NJOP Bumi dan
Bangunan tahun terakhir, yang akurasi penetapannya merupakan faktor
yang sangat menentukan.
Permasalahan yang sering timbul dalam ganti rugi adalah
seringnya harga yang diberikan di bawah harga normal seperti yang
diungkapkan oleh Nurmayani:
The question of land affairs that often exists is the procurement of land for development of public facilities. The raising problem mainly concerns with the compensation. Bases on the result of research, the process of determining the form and the payment of compensation have been in accord with the regulation in force. However, the ceiling price of the land fixed by the government is too cheap that makes a financial loss for the land owners (Nurmayani, 1997 : 5).
Pernyataan yang diungkapkan oleh Nurmayani tersebut berarti
bahwa pertanyaan urusan tanah yang sering muncul adalah mengenai
pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum. Masalah
yang muncul terutama terkait dengan besarnya nilai ganti rugi.
Berdasarkan hasil dari penelitian, proses untuk menentukan besar dan
cara pembayaran ganti rugi telah sesuai dengan peraturan yang berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
Namun, harga tanah yang ditetapkan oleh pemerintah terlalu murah
yang membuat kerugian finansial bagi pemilik tanah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
B. Kerangka Pemikiran
Peraturan perundang-undangan
1. Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang No. 5 Tahun 1960;
3. Undang-Undang No. 20 Tahun 1961;
4. Perpres No. 36 Tahun 2005 sebagaimana
telah diubah dengan Perpres No 65.
Tahun 2006;
5. Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun
2007.
Fakta Hukum Peristiwa Hukum
Pengadaan Tanah Untuk Jalan 1. Tahapan Pengadaan
Tol Solo-Mantingan II Di Desa tanah
Pilangsari Kecamatan Ngrampal 2. Cara pembayaran
Kabupaten Sragen : ganti rugi
1. Prosedur/tahapan pengadaan
tanah
2. Cara pembayaran ganti rugi Kesimpulan
Sesuai atau tidak
pelaksanaan pengadaan
tanah dengan Peraturan
Perundang-undangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Keterangan:
Satu persoalan hukum pertanahan yang tidak pernah selesai
diperbincangkan dan dikaji adalah perolehan tanah untuk keperluan
pembangunan yang biasanya dilakukan melalui tata cara pembebasan tanah.
Hal ini menjadi persoalan yang sering mengalami permasalahan dalam proses
perolehannya. Pada satu sisi, kebutuhan tanah dalam rangka pembangunan
sudah sedemikian mendesak sedangkan pada sisi yang lain persediaan tanah
sudah mulai terasa sulit. Selain digunakan untuk pembangunan fasilitas umum
seperti perkantoran, perumahan dan lain-lain, juga masih dibutuhkannya tanah
pertanian untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Berjalannya proses
pembangunan yang cukup cepat di negara kita bukan saja memaksa harga
tanah hampir di setiap daerah naik melambung, tetapi juga menciptakan tanah
menjadi komoditi ekonomi yang mempunyai nilai ekonomi sangat tinggi.
Perpres No. 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan
Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang kemudian direvisi dengan
Perpres No. 65 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor
36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan
Untuk Kepentingan Umum dan Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2007
tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
sebagai peraturan pelaksanaannya, menjelaskan bahwa pengadaan tanah adalah
setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah dengan cara memberikan ganti rugi
kepada yang melepaskan atau menyerahkan tanah, bangunan, tanaman, dan
benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Pengadaan tanah bagi pelaksanaan
pembangunan untuk kepentingan umum oleh pemerintah atau pemerintah
daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah.
Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau
Pemerintah Daerah yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh
Pemerintah atau Pemerintah Daerah di antaranya adalah pembuatan jalan tol.
Dalam pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal
Kabupaten Sragen memerlukan tanah yang pada saat ini telah dikuasai dan
dimiliki oleh masyarakat dengan suatu hak atas tanah. Sesuai dengan jenis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
kegiatannya, dilaksanakan Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum sesuai
dengan Perpres Nomor 36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan
Perpres Nomor 65 Tahun 2006. Langkah selanjutnya diadakan musyawarah
antara masyarakat, pemerintah dan Panitia Pengadaan Tanah. Dengan telah
dilaksanakannya identifikasi dan inventarisasi terhadap tanah dan bangunan
serta tanaman yang berada di atasnya, maka besarnya penentuan ganti rugi
dapat diperkirakan.
Setelah peristiwa hukum berupa tahapan pelaksanaan serta kesepakatan
ganti rugi dapat terlaksana maka pengadaan tanah dapat segera dilaksanakan
dan berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten
Sragen
1. Keadaan Geografis dan Administratif Desa Pilangsari Kecamatan
Ngrampal Kabupaten Sragen
Lokasi penelitian dilakukan di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal
Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah. Desa Pilangsari memiliki luas
wilayah 342,0700 Ha, dengan jumlah penduduk 4.470 jiwa, yaitu 2.291
penduduk laki-laki dan 2.241 penduduk perempuan. Keadaan alam Desa
Pilangsari jenis topografi yang dimiliki termasuk dalam dataran rendah
dengan relief yang datar.
Batas-batas Desa Pilangsari adalah sebagai berikut :
a. Sebelah Selatan : Desa Ngarum
b. Sebelah Utara : Desa Bandung
c. Sebelah Timur : Desa Bener
d. Sebelah Barat : Desa Nglorog
2. Penggunaan Tanah di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten
Sragen
Luas wilayah Desa Pilangsari adalah 342,0700 Ha. Tanah seluas itu
sebagian besar adalah berupa tanah sawah. Penggunaan tanah di Desa
Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen antara lain tercantum
dalam tabel di bawah ini :
Tabel 1
Penggunaan Tanah Desa Pilangsari
No Jenis Penggunaan Tanah Luas ( Ha )
1 Tanah Pekarangan 52,5150
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
2 Sawah Irigasi Teknis 223,0000
3 Sawah Irigasi ½ Teknis 27,0000
4 Tanah Bengkok (kas desa) 18,0130
5 Pekuburan 16,7600
6 Lain-lain (jalan, sungai, perumahan,
perkantoran)
4,7820
Jumlah Keseluruhan 342,0700
Sumber : Kantor Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen
3. Pemilik Hak Atas Tanah di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal
kabupaten Sragen yang Terkena Pengadaan Tanah untuk Pembangunan
Jalan Tol Solo-Mantingan II
Secara keseluruhan bidang-bidang tanah di Desa Pilangsari yang
terkena pengadaan tanah merupakan jenis tanah sawah. Oleh karena itu tidak
ada bangunan yang terkena pengadaan tanah kecuali beberapa sumur yang
ada di tanah-tanah sawah tersebut.
Untuk mengetahui lebih rinci mengenai daftar nama pemilik hak atas
tanah yang tanahnya terkena pengadaan tanah bagi pembangunan jalan tol di
Desa Pilangsari akan disajikan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 2
Daftar Nama Pemilik Tanah yang Terkena Proyek Tol
Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen
No Nama Pemilik Alamat Jenis
Tanah
Keterangan
1 Sidi Dk. Demakan RT.07 Sawah Barat Pampang
2 Sri Widowati Dk. Demakan RT.08 Sawah -
3 Sadimin Dk. Demakan RT.09 Sawah -
4 Amir Djumadi Dk. Demakan RT.08 Sawah -
5 Marto Wirono Dk. Demakan RT.08 Sawah -
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
6 Sutomah Dk. Demakan RT.07 Sawah -
7 Suparman Surabaya Sawah -
8 Tuminem Dk. Pondokrejo Sawah -
9 Sri Haryati Dk. Plarar RT. 10 Sawah -
10 Warsimin Dk. Plarar RT. 10 Sawah -
11 Suparmin Dk. Pampang RT. 05 Sawah -
12 Isminarti Dk. Pilangsari RT. 17 Sawah -
13 Nureni
Reptiwidyaningsih
Dk. Demakan RT.08 Sawah Barat pampang
14 Dwi Daryono Dk. Pilangsari RT. 18 Sawah Utara Pampang
15 Sumadi Dk. Demakan RT.08 Sawah -
16 Sri Sureni Dk. Sidomulyo Sawah -
17 Suparno Dk. Bendungan RT.
14
Sawah -
18 Paring Widodo, SE Dk. Demakan RT.09 Sawah -
19 Ibnu Sudaryono Dk. Pilangsari RT. 18 Sawah -
20 Sastro Wiyono Dk. Plarar RT. 10 Sawah -
21 Dwi Asihani Dk. Pilangsari RT. 18 Sawah -
22 Ginem Dk. Pilangsari RT. 18 Sawah -
23 Ginah Dk. Ngampunan Sawah -
24 Isminarti Dk. Pilangsari RT. 17 Sawah -
25 Sarinem Dk. Demakan RT.08 Sawah -
26 Marsudiyono Dk. Maron Sawah -
27 Kasinem Dk. Demakan RT.08 Sawah -
28 Ngatimin Dk. Demakan RT.08 Sawah -
29 Sriyanto Dk. Pampang RT. 06 Sawah -
30 Sriyanto Dk. Pampang RT. 06 Sawah -
31 Darso Sumarto Dk. Demakan RT.09 Sawah -
32 Tunggul Salatiga Sawah -
33 Gino Gunawan, BE Dk. Pampang RT. 05 Sawah -
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
34 Hariyati Dk. Demakan RT.08 Sawah Utara Pampang
35 Parto Diharjo Dk. Demakan RT.07 Sawah Timur Pampang
36 Sidi Dk. Demakan RT.07 Sawah -
37 Darso Sumarto Dk. Demakan RT.09 Sawah -
38 Arjo Pawiro Dk. Pondok Rejo Sawah -
39 Sumarsi Dk. Demakan RT.08 Sawah -
40 Sutimah Dk. Demakan RT.07 Sawah Timur Pampang
41 Marto Tiyoso Dk. Gerdu RT. 03 Sawah Sebra
42 Sudarmo Kalijambe Sawah -
43 Wiyono Dk. Demakan RT.09 Sawah Sebra
44 Lukito Dk. Demakan Sawah Timur Pampang
45 Pemdes Pilangsari Desa Pilangsari Jalan Trembesi 6 btg
Jati 9 btg
46 Pemdes Pilangsari Desa Pilangsari Jalan Jati 66 btg
Lamtoro 11 btg
47 Pemdes Pilangsari Desa Pilangsari Jalan Jati 8 btg
Trembesi 3 btg
Pisang 15 btg
Sumber : Kantor Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen
4. Perumusan dan Dasar Kebijakan Jalan Tol di Desa Pilangsari
Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen
Pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal
Kabupaten Sragen ini merupakan bagian dari pelaksanaan pembangunan
Jalan Tol Solo-Mantingan II yang merupakan lanjutan atau perpanjangan dari
dibangunnya Jalan Tol Semarang-Solo. Dasar kebijakan dari pembangunan
Jalan Tol ini didasari pada kondisi semakin banyaknya penduduk yang
memiliki kendaraan pribadi khususnya kendaraan roda empat yang
mengakibatkan kepadatan arus lalu-lintas yang cenderung meningkat.
Kondisi tersebut akan cenderung memperlama waktu perjalanan terutama
bagi mereka yang akan menempuh perjalanan jauh dari arah Semarang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
menuju Ngawi atau sebaliknya. Selain itu dengan tingkat kepadatan arus lalu
lintas yang cukup tinggi akan berdampak borosnya konsumsi BBM. Oleh
karena itu dengan adanya pembangunan jalan tol ini diharapkan akses untuk
mencapai daerah satu dengan daerah lain menjadi semakin mudah. Mobilitas
penduduk diharapkan akan meningkat serta pertumbuhan ekonomi dapat
membaik.
Rencana pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan
Ngrampal Kabupaten Sragen didasarkan pada kondisi lingkungan setempat,
termasuk diantaranya menampung aspirasi rakyat, sehingga suatu proyek
yang ditujukan untuk kepentingan umum tersebut dapat berjalan dengan baik
tanpa menimbulkan masalah karena masyarakat dapat merasakan adanya
manfaat dari proyek itu.
Partisipasi masyarakat sejak tahap awal perencanaan, terutama untuk
proyek-proyek yang menyangkut kepentingan umum, akan membuat
masyarakat merasa ikut bertanggung jawab dalam pelaksanaannya. Bila suatu
rencana pembangunan ditempuh melalui mekanisme yang tepat, maka sifat
keterbukaan pada setiap rencana dalam segala tahapan perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi akan merupakan hal yang wajar. Dengan demikian,
akses untuk informasi tentang berbagai rencana kegiatan tidak akan menjadi
monopoli pihak-pihak tertentu saja, namun sudah menjadi milik masyarakat
sehingga dapat dicegah tindakan-tindakan yang bersifat spekulatif dan
manipulatif.
Sebagaimana program pembangunan yang lainnya apabila dalam
perumusannya tidak memperhatikan aspirasi masyarakat tentu akan lebih
banyak mengalami hambatan dalam pelaksanaannya. Hal ini karena pada
dasarnya dalam suatu negara demokratis, proses kegiatan pembangunan
merupakan proses di mana semua warganya dapat mengambil bagian dan
memberikan sumbangannya dengan leluasa.
Dasar hukum dalam pengadaan tanah untuk Pembangunan Jalan Tol di
Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
a. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-
Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah;
b. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria;
c. Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan
Pemakaian Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya;
d. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-Hak
Atas Tanah dan Benda-Benda yang Ada di Atasnya;
e. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan;
f. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
g. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
h. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
i. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1983 tentang Penguasaan Tanah-
Tanah Negara;
j. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
k. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan
Instansi Vertikal;
l. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol;
m. Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun
2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005
tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum;
n. Peraturan Kepala BPN RI Nomor 3 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 65
Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun
2005 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum;
o. Peraturan Daerah Kabupaten Sragen Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintah Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan yang
Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten Sragen.
B. Prosedur Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol di Desa
Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen
1. Tahapan-Tahapan Pengadaan Tanah dalam Pembangunan Jalan Tol
Solo-Mantingan II di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten
Sragen
Untuk menunjang pembangunan yang semakin kompleks, diperlukan
jaringan transportasi yang memadai, sehingga pembangunan dapat merata ke
semua daerah di seluruh Indonesia. Salah satu jaringan transportasi tersebut
adalah Jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen.
Pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten
Sragen dimaksudkan sebagai jalur alternatif bagi mobilitas kendaraan dalam
perjalanan antar kota bahkan antar propinsi dengan tanpa melewati daerah
Kabupaten Sragen yang cenderung padat. Selain sebagai jalur alternatif,
pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten
Sragen ini juga bertujuan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi di bidang
pertanian, perkebunan dan perdagangan.
Dalam pembahasan ini tahapan pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum dalam pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari
Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen secara garis besar telah
dilaksanakan sesuai dengan PerPres No.36 Tahun 2005 sebagaimana telah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
diubah dengan PerPres No.65 Tahun 2006 j.o Perat.Ka.BPN No.3 Tahun
2007. Adapun tahapan dalam pengadaan tanah tersebut meliputi:
a. Perencanaan
Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah untuk pembangunan
Jalan Tol Solo-Mantingan II yang melewati Desa Pilangsari Kecamatan
Ngrampal Kabupaten Sragen adalah Kementrian Pekerjaan Umum
melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang berkedudukan di Jakarta.
Instansi tersebut pada awal tahun 2007 menyusun proposal rencana
pembangunan Jalan Tol Solo-Mantingan II kepada Badan Investasi
Pemerintah (BIP) dengan menguraikan maksud dan tujuan pembangunan
Jalan Tol, letak dan lokasi pembangunan, luasan tanah yang diperlukan,
sumber pendanaan, analisis kelayakan lingkungan perencanaan
pembangunan, termasuk dampak pembangunan, berikut upaya
pencegahan dan pengendaliannya.
b. Penetapan Lokasi
Penetapan lokasi dimohonkan oleh Badan Pengaturan Jalan Tol
(BPJT) kepada Gubernur Jawa Tengah setelah proposalnya disetujui
Oleh Badan Investasi Pemerintah (BIP). Permohonan penetapan lokasi
tersebut ditujukan kepada Gubernur Jawa Tengah karena lokasinya
meliputi beberapa wilayah kota/kabupaten.
Lokasi untuk Kabupaten Sragen yang terkena proyek jalan tol
antara lain Kecamatan Masaran, Kecamatan Sidoharjo, Kecamatan
Ngrampal, Kecamatan Sragen Kota, Kecamatan Gondang, dan
Kecamatan Sambungmacam. Dari beberapa kecamatan tersebut
disebutkan juga desa-desa mana saja yang terkena pengadaan tanah untuk
pembangunan jalan tol. Dalam hal ini Desa Pilangsari Kecamatan
Ngrampal merupakan lokasi yang menjadi fokus penelitian penulis.
Permohonan diajukan kepada Gubernur Jawa Tengah dengan
tembusan ke Kepala Kantor Pertanahan. Setelah Surat Keputusan
Gubernur Jawa Tengah tentang Penetapan Lokasi Nomor 620/25/2008
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
tanggal 23 Desember 2008 terbit maka sebelum waktu 14 hari setelah
Surat Keputusan Penetapan Lokasi terbit Kementrian Pekerjaan Umum
mempublikasikan rencana pelaksanaan pembangunan Jalan Tol.
c. Pemberitahuan / sosialisasi
Sebagai tahap awal dalam rangka memberikan pemahaman kepada
masyarakat di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen
mengenai maksud dan tujuan dilaksanakannya pembangunan jalan tol
telah dilakukan kegiatan pemberitahuan/sosialisasi yang dimulai pada
tanggal 17 Maret 2008 melalui Surat Pemberitahuan Nomor 143/71/2008
yang dikeluarkan oleh Bupati Sragen yang ditempel pada Kantor Desa
Pilangsari. Surat tersebut berisi pengumuman bahwa akan diadakan
pembangunan jalan tol sebagai salah satu pembangunan untuk
kepentingan umum yang akan melewati Desa Pilangsari beserta dasar
hukum atau pedoman pelepasan tanah kas desa untuk pembangunan jalan
tol. Selanjutnya satu bulan setelah surat pemberitahuan tersebut di tempel
di Kantor Desa Pilangsari, diadakan penyuluhan oleh P2T di Balai Desa
Pilangsari mengenai maksud dan tujuan pengadaan tanah di desa tersebut
yang dihadiri oleh para warga Desa Pilangsari yang direncanakan
tanahnya akan terkena pengadaan tanah untuk pembangunan jalan tol.
Dari hasil penyuluhan yang dilakukan, rencana pengadaan tanah untuk
pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari tersebut diterima dengan baik
oleh para warga Desa Pilangsari.
d. Identifikasi dan Inventarisasi
Kegiatan dalam identifikasi dan inventarisasi pembangunan Jalan
Tol di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen antara
lain sebagai berikut:
1) Pengukuran dan penentuan batas-batas jalan
Untuk menentukan rute atau jalan yang direncanakan akan
dibangun sebagai Jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Ngrampal Kabupaten Sragen, telah dilakukan pengukuran dan
penentuan batas-batas jalan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten
Sragen khususnya oleh pegawai dari bagian pengukuran. Beberapa
bidang tanah yang terkena proyek tol diukur dan ditetapkan batas-
batasnya sehingga diperoleh rincian mengenai luas masing-masing
bidang sebagai salah satu dasar untuk menentukan besarnya ganti
kerugian bagi pemilik tanah. Secara keseluruhan jumlah tanah yang
terkena pengadaan tanah bagi pembangunan jalan tol di Desa
Pilangsari adalah 47 bidang dengan total luas tanah adalah 56.051
m² dengan perincian sebagai berikut:
Tabel 3
Data Hasil Pengukuran Jalan Tol
Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen
No. Nama Pemilik
Luas Tanah (m²) Total
Luas
(m²)
Jml.
Bid. Terkena
Tol
Tidak Terkena Tol
Bid. 1 Bid. 2 Bid. 3
1 Jalan 435 0 0 0 435 1
2 Warsidi 207 3903 0 0 4110 2
3 Sriwidowati 827 2885 0 0 3712 2
4 Sadimin 1483 2314 0 0 3797 2
5 Sriwidowati 2030 1426 4 0 3460 3
6 Martodrono 2213 995 332 0 3540 3
7 Lagiman 2403 339 930 0 3672 3
8 Suparman 1149 678 0 0 1827 2
9 Sriharyati 1015 776 0 0 1791 2
10 Warsimin 815 993 0 0 1808 2
11 Suparmin 689 1197 0 0 1886 2
12 Isminarti 858 2788 0 0 3646 2
13 Ny. Surip 278 3452 0 0 3730 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
14 Jalan 707 0 0 0 707 1
15 Dwi Hariono 428 3074 0 0 3502 2
16 Sumadi 1573 3527 0 0 5100 2
17 Sarwi 1549 2004 0 0 3553 2
18 Sri Sureni 986 944 0 0 1930 2
19 Suparno 1764 1585 77 0 3426 3
20 Paring Widodo 1608 1202 322 0 3132 3
21 Ibnu Sudaryono 1101 885 333 0 2289 3
22 Sastrowiyono 942 691 367 0 2000 3
23 Dwi Asihani 729 501 358 0 1588 3
24 Ginem 870 612 453 0 1935 3
25 Paidi/Ginah 1352 717 967 0 3036 3
26 Isminarti 761 336 644 0 1741 3
27 Sarinem 762 288 696 0 1746 3
28 Mardiono 1407 327 1482 0 3216 3
29 Ngatimin 1556 87 1784 0 3427 3
30 Sriyanto 1418 2128 0 0 3546 2
31 Sriyanto 1158 2390 0 0 3548 2
32 Darso 784 2287 0 0 3071 2
33 Hartono 709 2911 0 0 3620 2
34 Gino 350 3103 0 0 3453 2
35 Hariati 107 3436 0 0 3543 2
36 Jalan 637 0 0 0 637 1
37 Lukito 1003 1668 0 0 2671 2
38 Harjojiman 3039 956 0 0 3995 2
39 Wirsidi 3745 58 567 0 4370 3
40 Darso Sumarto 2751 1327 0 0 4078 2
41 Harjo Maron 1604 2093 0 0 3697 2
42 Sumardi 771 2737 0 0 3508 2
43 Sutinah 102 3611 0 0 3713 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
44 Jalan 2049 0 0 0 2049 1
45 Marto Tiyoso 3061 1658 0 0 4719 2
46 Wiyono 16 3410 0 0 3426 2
47 Sungai 260 0 0 0 260 1
Jumlah Total 56061 81585 137646 104
Sumber : Kantor Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen
2) Pendataan
Untuk mengetahui secara jelas dan terperinci terkait dengan
kepemilikan tanah, bangunan dan tanaman yang terkena
Pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal
Kabupaten Sragen, dilakukan pendataan sebagai berikut:
a) Pendataan Tanah
Pendataan tanah yang terkena pembangunan jalan tol
dilakukan oleh petugas dari Kantor Pertanahan Kabupaten
Sragen. Hasil yang didapat yaitu di mana semua tanah yang
direncanakan akan terkena proyek jalan tol adalah berupa
tanah sawah yang kemudian dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
sawah I, dan sawah II. Pembagian tersebut berdasarkan letak
sawah yang mempengaruhi harga tanah.
b) Pendataan Bangunan
Pendataan bangunan yang terkena pembangunan jalan
tol dilakukan oleh petugas dari Dinas Pekerjaan Umum. Hasil
yang didapat yaitu di mana bangunan yang terkena proyek
jalan tol hanya berupa sumur-sumur yang berada di sawah
untuk pengairan. Dalam hal ini, jenis bangunan seperti
rumah, pagar, tempat ibadah, sekolahan, dan tempat-tempat
umum lainnya tidak ada yang terkena proyek jalan tol.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
c) Pendataan Tanaman
Pendataan berbagai jenis tanaman yang terkena
pembangunan jalan tol dilakukan oleh Petugas dari Dinas
Pertanian. Dari data mengenai tanaman yang akan terkena
proyek jalan tol, diperoleh data berbagai jenis tanaman
seperti: asem, akasia, beringin, dadap, jati, bambu ori, bambu
apus, bambu wulung, jati londo, johar, kelapa, lamtoro,
mahoni, pete cina, randu, sengon, trembesi, belimbing, jambu
biji / jambu air, mangga, mlinjo, nangka, pisang, rambutan.
d) Rekapitulasi
Semua data direkapitulasi oleh P2T yang telah
dikonsultasikan dengan PPK dan Kantor Pertanahan
Kabupaten Sragen.
3) Cross cek hasil pendataan
Untuk meminimalkan kesalahan dalam melakukan pendataan
dan pengolahannya, dilakukan cross cek data dengan pemilik
dengan tujuan apabila ada kekeliruan segera dapat dilakukan
perbaikan. Cross cek data dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2008
bertempat di Kantor Desa Pilangsari dengan satgas (satuan tugas)
sebagai berikut :
a) Ibnu Wibowo dan Seniyanto yang bertugas sebagai satgas
ukur
b) Danang Mei Harsono yang bertugas sebagai satgas yuridis
Hasil cross cek pendataan yang dilakukan secara keseluruhan
hampir tidak ada kesalahan dalam pendataan. Sedikit kesalahan
yang perlu di perbaiki hanya mengenai data beberapa nama pemilik
tanah yang tidak sesuai dengan KTP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
4) Pengolahan data
Hasil pendataan oleh petugas dari Kantor Pertanahan, Dinas
Pekerjaan Umum dan Dinas Pertanian, ditandatangani oleh semua
anggota PPK, semua anggota P2T, pemilik lahan, serta oleh Kepala
Desa Pilangsari dan Camat Kecamatan Ngrampal.
Setelah itu data direkapitulasi oleh P2T yang telah
dikonsultasikan dengan PPK dengan kegiatan cheking lokasi untuk
mencocokkan kepemilikan tanah, bangunan, dan tanaman.
5) Pengumuman hasil pendataan
Dalam rangka memberikan kesempatan kepada warga
masyarakat untuk mengajukan keberatan atas hasil pendataan
tanah, bangunan dan tanaman yang terkena Pembangunan Jalan Tol
di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen, maka
pada tanggal 3 November 2008 dibuat pengumuman hasil
pendataan berdasarkan surat pengumuman Nomor:
590/009/P2T/2008 tentang Hasil Inventarisasi dan Identifikasi serta
Pengukuran Bidang Tanah, Bangunan, dan Tanaman yang ditempel
di Kantor Desa Pilangsari. Selain itu pengumuman juga
ditayangkan di website Kabupaten Sragen (www.sragenkab.co.id)
selama 7 hari kerja.
Hasil pelaksanaan identifikasi dan inventarisasi dituangkan dalam
bentuk Peta Bidang Tanah serta daftar yang memuat :
a. Nama Pemegang Hak Atas Tanah;
b. Status Tanah dan dokumennya;
c. Luas Tanah;
d. Pemilikan dan/atau Penguasaan Tanah dan/atau bangunan dan/atau
tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah;
e. Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah;
f. Pembebanan Hak Atas Tanah; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
g. Keterangan lainnya.
e. Penilaian
Panitia pengadaan tanah Kabupaten Sragen menunjuk Lembaga
Penilai Harga Tanah yang telah ditetapkan bupati untuk menilai harga
tanah yang terkena pembangunan untuk kepentingan umum. Penilaian
harga tanah untuk tanah yang terkena pembangunan Jalan Tol di Desa
Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen dilakukan oleh
Lembaga Penilai Harga Tanah independent. Lembaga yang ditunjuk
tersebut adalah PT. Wadantra Nilaitama, sebuah lembaga
penilai/Appraisal dari Jakarta. Lembaga Penilai Harga Tanah tersebut
adalah lembaga yang sudah mendapat lisensi dari Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia. Lembaga ini bersifat rahasia dalam arti
tidak diketahui oleh P2T, PPK dan juga pemilik tanah mengenai
keanggotaannya dan proses penilaian harga tanah. Oleh karena itu P2T
dan PPK hanya sebagai pelaksana untuk melakukan penawaran harga
yang telah di tetapkan oleh Lembaga Penilai Harga Tanah kepada
pemilik tanah yang tanahnya terkena proyek tol sebagai dasar
musyawarah untuk menentukan besarnya ganti rugi.
Lembaga Penilai Harga Tanah melakukan penilaian harga tanah
berdasarkan pada NJOP atau nilai nyata/sebenarnya dengan
memperhatikan NJOP, dan dapat berpedoman pada variabel2 sebagai
berikut :
1) Lokasi dan letak tanah
2) Status tanah
3) Peruntukan tanah
4) Kesesuaian penggunaan tanah dengan RTRW
5) Sarana dan prasarana yang tersedia
6) Faktor lain yang mempengaruhi harga tanah
Penilaian harga bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda
terkait dengan tanah dilakukan oleh Kepala Dinas/Kantor/Badan di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Kabupaten Sragen yang membidangi bangunan dan/atau tanaman
dan/atau benda terkait dengan tanah, dengan berpedoman pada standar
harga yang telah ditetapkan peraturan perundang-undangan. Penilaian
harga bangunan dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Sragen, sedangkan untuk penilaian tanaman dilakukan oleh Dinas
Pertanian Kabupaten Sragen. Hasil penilaian diserahkan kepada Panitia
Pengadaan Tanah untuk dipergunakan sebagai dasar musyawarah antara
instansi pemerintah yang memerlukan tanah yaitu Kementrian Pekerjaan
Umum dengan para pemilik tanah.
f. Musyawarah harga
Sebagai dasar untuk menghitung besarnya ganti rugi/ganti murwat
yang akan diterima oleh masing-masing warga/pemilik, maka dilakukan
musyawarah harga terkait dengan tanah, bangunan dan tanaman.
Sebagai dasar pertimbangan menentukan besarnya nilai tanah per
meter perseginya digunakan Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) dan harga
pasaran sesuai nilai kenyataan yang ada di masyarakat. Sedangkan nilai
ganti rugi bangunan dan tanaman menggunakan pedoman yang
ditetapkan oleh Dinas Teknis sesuai dengan ketentuan yang berlaku
(Dinas Pekerjaan Umum untuk bangunan dan Dinas Pertanian untuk
tanaman).
Musyawarah dilakukan dilakukan sebanyak 2 tahapan dengan hasil
sebagai berikut :
1) Tahap Pertama
Musyawarah dilakukan di Balai Desa Pilangsari pada tanggal
12 November 2008. Musyawarah pada tahap pertama ini membahas
mengenai penawaran harga tanah dan bangunan. Oleh karena tidak
semua pemilik tanah yang tanahnya terkena pengadaan tanah hadir
dalam musyawarah pertama ini dan belum terjadi kesepakatan
mengenai besar dan cara pemberian ganti rugi, maka perlu dilakukan
musyawarah pada tahap kedua.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
2) Tahap Kedua
Pada tahap kedua ini musyawarah dilaksanakan pada tanggal 4
Desember 2008 yang bertempat di Balai Desa Pilangsari dengan
dihadiri oleh semua pemilik tanah yang tanahnya terkena pengadaan
tanah. Pada awal proses musyawarah sempat beberapa kali terjadi
adu mulut antar pihak, namun pada akhirnya kesepakatan mengenai
besar dan cara pemberian ganti rugi atas tanah, bangunan, dan
benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah tetap tercapai dengan
hasil sebagai berikut :
Tabel 4
Hasil Musyawarah Kesepakatan Ganti Rugi Tanah
No
.
Desa dan
tanggal
musyawarah
Pembagian
Kelompok
Permintaan
harga (Rp)
per meter²
Penawaran
harga (Rp)
per meter²
Keterangan
1 Pilangsari,
tanggal
04-12-2008
Sawah I
- 120.000,- Musyawarah
langsung ada
kesepakatan Sawah II - 110.000,-
Sumber : Data Progres Tol 2010
Proses pelaksanaan musyawarah dalam menetapkan ganti rugi
pemegang hak atas tanah adalah sebagai berikut :
1) Musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak atas
tanah dengan pihak yang membutuhkan tanah.
2) Dalam musyawarah telah tercapai kesepakatan, Panitia Pengadaan
Tanah mengeluarkan keputusan mengenai bentuk dan besarnya ganti
kerugian sesuai dengan kesepakatan.
3) Apabila musyawarah telah dilakukan berulangkali dan tidak tercapai
kesepakatan, Panitia Pengadaan Tanah mengeluarkan keputusan
mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
4) Pemegang hak yang tidak dapat menerima keputusan Panitia,
mengajukan keberatan kepada Gubernur Kepala Daerah dengan
disertai penjelasan mengenai alasan keberatan.
5) Gubernur Kepala Daerah mengupayakan penyelesaian mengenai
bentuk dan besarnya ganti kerugian dengan mempertimbangkan
pendapat dan keinginan semua pihak dengan mengeluarkan
keputusan yang dapat mengukuhkan atau mengubah keputusan
panitia pengadaan tanah.
6) Apabila masih terdapat pemegang hak atas tanah dan pemilik
bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain yang keberatan
terhadap keputusan Gubernur, Instansi Pemerintah yang memerlukan
tanah melaporkan keberatan tersebut dan minta petunjuk mengenai
kelanjutan rencana pembangunan pada Pimpinan
Departemen/Lembaga dan Departemen/Instansi/Lembaga yang
membawahi.
7) Atas laporan instansi yang memerlukan tanah tersebut pimpinan
Departemen/Lembaga yang membawahi Instansi tersebut,
memberikan tanggapan tertulis mengenai bentuk dan besarnya ganti
kerugian tersebut serta mengirimkan kepada Instansi/Pimpro
dimaksud dengan tembusan kepada Gubernur dengan ketentuan
sebagai berikut :
a) Apabila Pimpinan Departemen/LPND/Instansi/Lembaga yang
membawahi instansi pemerintah yang memerlukan tanah
tersebut menyetujui permintaan pemegang hak atas tanah dan
bangunan dan/atau benda-benda lain yang terkait dengan tanah
yang bersangkutan, Gubernur mengeluarkan keputusan
mengenai revisi bentuk dan besarnya ganti kerugian sesuai
dengan kesediaan atau persetujuan tersebut.
b) Apabila Pimpinan Departemen/LPND/Instansi/Lembaga yang
membawahi instansi pemerintah yang memerlukan tanah
tersebut tidak menyetujui permintaan pemegang hak atas tanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
dan bangunan dan/atau benda-benda lain yang terkait dengan
tanah yang bersangkutan, sedangkan lokasi pembangunan
tersebut tidak bisa dipindahkan atau sekurang-kurangnya 75%
dari luas tanah yang diperlukan atau 75% dari jumlah pemegang
hak telah dibayar ganti kerugiannya, Gubernur mengajukan usul
penyelesaian dengan cara pencabutan hak atas tanah
sebagaimana diatur Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 usul
tersebut disampaikan kepada Menteri Negara Agraria/Kepala
BPN melalui Mendagri dengan tembusan Menteri dari instansi
yang memerlukan tanah. Setelah diterimanya usul penyelesaian
yang dimaksud, Kepala BPN berkonsultasi dengan Mendagri
dari Instansi yang memerlukan tanah dan Menteri Kehakiman
dan HAM. Permintaan untuk pencabutan hak atas tanah
disampaikan kepada Presiden oleh Kepala BPN yang ditanda
tangani oleh Mendagri dari Instansi yang memerlukan tanah dan
Menteri Kehakiman dan HAM. Atas permintaan tersebut diatas
Presiden menerbitkan keputusan tentang pencabutan hak-hak
atas tanah yang dimaksud dan ganti kerugiannya
dikonsinyasikan di Pengadilan.
Dengan memperhatikan proses musyawarah yang dilakukan oleh
para pihak, maka syarat-syarat dalam musyawarah dianggap telah
terpenuhi. Syarat-syarat musyawarah tersebut menurut Imam Koeswoyo
diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Didasarkan pada satu bentuk kebijakan yang dituangkan dalam satu
produk hukum;
2) Kesamaan persepsi tentang kepentingan umum, cara PTUP,
musyawarah, substansi penggantian yang layak;
3) Dilakukan secara langsung, bersama (egaliter/setara), efektif;
4) Saling menerima dan memberi (take & give) pendapat/ pandangan,
saran, kritik, usul;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
5) Hanya dapat dilaksanakan dengan hasil yang optimal, jika diketahui
materi/ substansi yang dimusyawarahkan, tujuan, hambatan, target
yang kongkrit, peran yang jelas, solusi yang adil;
6) Musyawarah tidak boleh ada pemaksaan kehendak pihak yang satu
terhadap yang lain;
7) Pelibatan secara setara pemangku kepentingan dalam forum
musyawarah tanpa ada egosektoral/ mengedepankan kepentingan
individu/ kelompok/ golongan. (Imam Koeswoyo, 2009 : 6)
Melalui hasil yang didapat pada bagian sebelumnya, pelaksanaan
musyawarah dilakukan dengan cara saling mendengar, saling memberi
dan menerima pendapat dan menentukan kesepakatan diantara para pihak
untuk pelaksanaan ganti rugi. Dalam hal ini kedudukan para pihak yang
melakukan musyawarah adalah sama atau sejajar.
Perlakuan sama bagi para pihak atau kesejajaran dalam proses
musyawarah dimaksudkan agar tercapainya konsep keadilan sosial.
Konsep keadilan sosial dapat dilihat dari Putusan Mahkamah Agung RI
No. 2263 K/Pdt/1991 tanggal 20 Juli 1991, yang dikenal dengan perkara
Kedungombo. Proyek bendungan Kedungombo adalah proyek
pemerintah yang berguna untuk meningkatkan padi dalam rangka
program swasembada beras. Proyek tersebut menyebabkan beberapa desa
yang berada di areal bendungan harus dibebaskan. Pembebasan dan ganti
rugi belum lagi selesai ketika bendungan berfungsi dan rumah-rumah
penduduk digenangi air. Putusan MARI tersebut memenangkan gugatan
para petani dan memberikan ganti rugi lebih daripada tuntutan dalam
gugatan mereka. (Djohansjah, 2010 : 27)
Rencana pembangunan untuk kepentingan umum di lokasi tersebut
dianggap telah mencapai kesepakatan karena minimum 75% dari luas
tanah untuk pembangunan Jalan Tol telah diperoleh serta para pemilik
tanah di Desa Pilangsari telah menyetujui bentuk dan/atau besarnya ganti
rugi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Dalam pengadaan tanah untuk pembangunan Jalan Tol di Desa
Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen ini, proses
musyawarah dilakukan sebanyak dua kali. Kesepakatan mengenai ganti
kerugian telah dicapai oleh para pihak dalam musyawarah pertemuan
kedua sehingga tidak memerlukan prosedur sampai pencabutan Hak Atas
Tanah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961
tentang Pencabutan Hak Atas Tanah.
g. Keputusan Panitia Pengadaan Tanah
Berdasarkan Berita Acara Penyerahan Ganti Rugi atau Berita Acara
Penawaran Penyerahan Ganti Rugi, Berita Acara Hasil Pelaksanaan
Musyawarah Lokasi Pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari
Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen dan/atau Penetapan Bentuk
dan/atau Besarnya Ganti Rugi, maka Panitia Pengadaan Tanah
Kabupaten Sragen menerbitkan Keputusan Panitia Pengadaan Tanah
tentang Penetapan Bentuk dan Besarnya Ganti Rugi Tanah, Bangunan,
dan Tanaman Desa Pilangsari tanggal 15 April Nomor
003/SRG/IV/2009. Keputusan tersebut oleh Panitia Pengadaan Tanah
Kabupaten/Kota disampaikan kepada Kementrian Pekerjaan Umum
sebagai instansi pemerintah yang memerlukan tanah, dengan tembusan
disampaikan kepada Bupati Sragen dan Kepala Kantor Pertanahan
Kabupaten Sragen.
h. Pembayaran Ganti Rugi
Sesuai dengan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Perat.Ka.BPN No.3
Tahun 2007, pembayaran ganti kerugian seharusnya dilaksanakan dalam
jangka waktu paling lama 60 hari kalender terhitung sejak Keputusan
Panitia Pengadaan Tanah tentang Penetapan Bentuk dan Besarnya Ganti
Rugi Tanah, Bangunan, dan Tanaman Desa Pilangsari terbit. Dalam
tahapan pembayaran ganti rugi ini, pelaksanaannya tidak sesuai dengan
ketentuan Pasal 4 ayat (1) Perat.Ka.BPN No.3 Tahun 2007. Hal tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
terlihat dari beberapa pelaksanaan pembayaran ganti rugi yang melewati
tenggang waktu yang ditentukan setelah Keputusan Panitia Pengadaan
Tanah mengenai ganti rugi terbit.
Pembayaran ganti rugi dilakukan di Balai Desa Pilangsari dalam
beberapa tahap. Beberapa tahap dilakukan melewati batas waktu 60 hari
setelah Keputusan Panitia Pengadaan Tanah mengenai ganti rugi terbit.
Keputusan Panitia Pengadaan Tanah mengenai ganti rugi terbit pada
tanggal 15 April 2009, sedangkan beberapa tahap pembayaran ganti rugi
yang melewati batas waktu adalah pembayaran ganti rugi yang
dilaksanakan di Balai Desa Pilangsari pada tanggal 29 Juni 2010, dan 30
Desember 2010. Bahkan untuk saat ini sampai dengan pertengahan tahun
2011 ada sekitar 3 bidang tanah yang pemiliknya belum menerima
pembayaran ganti rugi atas tanah mereka padahal sudah tercapai
kesepakatan dalam musyawarah pada tanggal 4 Desember 2008.
Untuk saat ini Desa Pilangsari sekitar 95% dari pemilik tanah telah
menerima ganti kerugian. Pembayaran ganti kerugian tersebut
berpedoman pada :
1) Kesepakatan para pihak
2) Hasil penilaian Lembaga Penilai Harga Tanah Kabupaten Sragen
3) Tenggang waktu penyelesaian proyek pembangunan
Sedangkan untuk pelaksanaan ganti kerugian atas tanah/pelepasan
hak atas tanah yang perlu disampaikan kepada Panitia Pengadaan Tanah
oleh pemilik/pemegang Hak Atas Tanah adalah :
1) Bukti Kepemilikan Tanah : sertipikat/ petok/ letter C/ akta jual beli/
akta hibah atau surat-surat yang berkaitan dengan tanah.
2) Bila tanah waris : dilengkapi surat keterangan waris.
3) Fotokopi KTP dan KK yang dilegalisir.
4) Apabila yang dilepaskan menyangkut aset Pemerintah
Desa/kelurahan atau instansi pemerintah pusat/vertikal/otonomi
sebelum dilaksanakan pelepasan hak atas tanahnya agar diproses
sesuai ketentuan yang berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
i. Pelepasan Hak
Setelah adanya kesepakatan ganti rugi maka dilaksanakan
pelepasan hak oleh para pemilik hak atas tanah yang tanahnya terkena
proses pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Bersamaan dengan
pembayaran dan penerimaan ganti rugi dalam bentuk uang, maka :
1) instansi pemerintah yang memerlukan tanah membuat tanda terima
pembayaran ganti rugi;
2) yang berhak atas ganti rugi membuat surat pernyataan
pelepasan/penyerahan hak atas tanah atau penyerahan tanah dan/atau
bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang
berkaitan dengan tanah;
3) Panitia Pengadaan Tanah Kabupaten/Kota membuat Berita Acara
Pembayaran Ganti Rugi dan Pelepasan Hak Atas Tanah atau
Penyerahan Tanah.
Pelepasan hak ini akan dilakukan jika semua prosedur atau syarat
pengadaan tanah untuk kepentingan umum telah terpenuhi sesuai dengan
peraturan-peraturan yang ada. Pelepasan hak atas tanah diharapkan tidak
ada unsur paksaan karena dalam hal ini penghormatan terhadap hak-hak
atas tanah harus benar-benar diperhatikan mengingat perlindungan
terhadap hak asasi manusia.
Tahapan-tahapan pengadaan tanah harus dilakukan dengan baik dan
sesuai dengan PerPres No.36 Tahun 2005 sebagaimana telah diubah dengan
PerPres No.65 Tahun 2006 j.o Perat.Ka.BPN No.3 Tahun 2007 agar tidak
merugikan para pemilik hak atas tanah. Prinsip penghormatan terhadap hak
atas tanah harus diterapkan untuk melindungi hak asasi para pemegang hak
atas tanah atas kepemilikan tanah mereka. Dalam hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Louis Kaplow, yaitu :
Another justification for property rights is that, were they absent,
individuals would spend time and effort trying to take things from each
other and protecting things in their possession, and they would often find
themselves involved in conflict. Enforcement of property rights by the state,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
while involving its own costs, reduces these serious disadvantages that
would be incurred in the absence of property rights. A related benefit of
enforcing property rights is that it protects people against risk. In the
absence of protection of property rights, individuals would face the
possibility that their property would be taken from them (even though they
might also enjoy the possibility that they would be able to take property
from others). (Louis Kaplow, 1999 : 16)
Pernyataan yang dikemukakan oleh Louis Kaplow tersebut berarti dasar
kebenaran lain untuk hak milik adalah bahwa, ketika tidak ada, individu-
individu akan menghabiskan waktu dan berusaha mencoba mengambil sesuatu
dari sesama dan melindungi barang-barang milik mereka, dan mereka sering
menemukan diri mereka terlibat dalam konflik. Penegakan hak milik oleh
negara, sekalipun melibatkan biaya sendiri, mengurangi kerugian berat yang
akan terjadi dalam ketiadaan hak milik. Keuntungan terkait adanya hak milik
adalah bahwa hal tersebut melindungi orang terhadap risiko. Dengan tidak
adanya perlindungan hak milik, individu akan menghadapi kemungkinan
bahwa harta milik mereka akan diambil dari mereka (meskipun mereka juga
dimungkinkan dapat mengambil harta milik orang lain).
2. Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah (PPT)
Susunan Panitia Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Jalan Tol di
Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen adalah sebagai
berikut :
Tabel 5
Susunan Panitia Pengadaan Tanah
NO Jabatan dalam Dinas Kedudukan Dalam Tim
1 Sekretaris Daerah Kabupaten Sragen Ketua
2 Asisten Administrasi Pemerintahan
Kabupaten Sragen
Wakil Ketua merangkap
Anggota
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
3 Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten
Sragen
Anggota
4 Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Sragen
Anggota
6 Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Sragen Anggota
7 Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah
Kabupaten Sragen
Anggota
8 Kepala Bagian Pemerintahan dan
Pertanahan Sekretariat Daerah Kabupaten
Sragen
Anggota
9 Camat Anggota tidak tetap
Kepala desa/Lurah Anggota tidak tetap
Sumber : Keputusan Bupati Sragen Nomor 590/57/002/2010
Adapun yang menjadi tugas-tugas dari Panitia Pengadaan Tanah Bagi
Pelaksanaan Pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan
Ngrampal Kabupaten Sragen adalah sebagai berikut :
a. Melaksanakan penjelasan atau penyuluhan kepada masyarakat yang
terkena rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah
mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut dalam bentuk
konsultasi publik baik melalui tatap muka, media cetak, maupun media
elektronik agar dapat diketahui oleh seluruh masyarakat yang terkena
rencana pembangunan dan/atau pemegang hak atas tanah;
b. Mengadakan penelitian dan melaksanakan inventarisasi atas bidang tanah,
bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah,
yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;
c. Mengadakan penelitian mengenai status hukum bidang tanah yang haknya
akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen lain yang mendukungnya;
d. Mengumpulkan hasil penelitian dan inventarisasi sebagaimana dimaksud
angka (2) dan (3);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
e. Menerima hasil penelitian harga tanah dan/atau bangunan dan/atau
tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah dari
lembaga penilai harga tanah atau Tim Penilai Harga Tanah dalam hal
Kabupaten Sragen belum terdapat Lembaga Penilai Harga Tanah dan
pejabat yang bertanggung jawab menilai bangunan dan/atau tanaman
dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah;
f. Melaksanakan musyawarah dengan para pemilik dan instansi pemerintah
yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan besarnya
ganti kerugian;
g. Menetapkan bentuk dan besarnya ganti kerugian atas tanah dan/atau
bangunan dan/atau tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan
dengan tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan;
h. Menyaksikan pelaksanaan penyerahan ganti kerugian kepada para
pemegang hak atas tanah, bangunan, tanaman dan/atau benda-benda lain
yang ada di atas tanah;
i. Membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak;
j. Mengadministrasikan dan mendokumentasikan semua berkas pengadaan
tanah dan menyerahkan kepada instansi pemerintah yang memerlukan
tanah dan kantor pertanahan;
k. Menyampaikan permasalahan disertai pertimbangan penyelesaian
pengadaan tanah pada bupati, apabila musyawarah tidak tercapai
kesepakatan untuk pengambilan keputusan.
Obyek pengadaan tanah meliputi bidang-bidang tanah termasuk
bangunan, tanaman dan benda-benda lain yang terkait dengan tanah yang
bersangkutan. Untuk melakukan inventarisasi, Panitia Pengadaan Tanah
menugaskan petugas inventarisasi dari Instansi Pemerintah yang bertanggung
jawab di bidang yang bersangkutan. Sedangkan penilaian harga tanah
termasuk bangunan, tanaman dan benda-benda yang terkait dengan tanah
dilakukan oleh lembaga Aprassial (lembaga penilai tanah independent).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
3. Proses Berlangsungnya Musyawarah Tentang Bentuk dan Besarnya
Ganti Gugi
Penentuan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian dalam
Pengadaan Tanah untuk Pelaksanaan Pembangunan Jalan Tol di Desa
Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen dilakukan melalui
musyawarah. Musyawarah diawali dengan penyuluhan kepada pemegang hak
atas tanah, bangunan dan/atau tanaman yang terkena Pembangunan Jalan Tol
di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen. Musyawarah ini
dilaksanakan untuk menetapkan bentuk dan besarnya ganti kerugian. Panitia
mengundang Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah (perwakilan dari
Kementrian Pekerjaan Umum) dan pemegang hak yang bersangkutan untuk
mengadakan musyawarah.
Ganti kerugian untuk pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan
untuk kepentingan umum menurut Pasal 12 Peraturan Presiden Nomor 36
Tahun 2005, diberikan untuk:
a. Hak atas tanah;
b. Bangunan;
c. Tanaman;
d. Benda-benda lain, yang berkaitan dengan tanah.
Sedangkan bentuk ganti kerugian diatur dalam Pasal 13 Peraturan
Presiden Nomor 65 Tahun 2006, berupa:
a. Uang; dan / atau
b. Tanah pengganti; dan / atau
c. Pemukiman kembali; dan / atau
d. Gabungan dari dua atau lebih bentuk ganti kerugian sebagaimana
dimaksud dalam angka 1, 2, dan 3;
e. Bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Proses musyawarah untuk menetapkan ganti kerugian di Desa
Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten Sragen tersebut untuk masing-
masing desa yang terkena pengadaan tanah telah mencapai kata sepakat pada
musyawarah tanggal 4 Desember 2008. Kesepakatan itu dinilai dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
sepakatnya lebih dari 75% jumlah pemegang hak yang menyetujui mengenai
besarnya ganti kerugian, bahkan sekitar 95% pemegang hak sudah sepakat
mengenai besarnya ganti kerugian pada musyawarah pertama ini. Selanjutnya
pihak yang belum sepakat dilakukan pendekatan secara persuasif melalui
tokoh masyarakat setempat dan akhirnya tetap mencapai kesepakatan
walaupun dengan proses yang tidak mudah.
Sesuai dengan Pasal 1 Ayat (11) Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun
2005, penggantian kerugian diberikan kepada yang mempunyai tanah, bangunan,
tanaman dan/atau benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah yang dapat
memberikan kelangsungan hidup yang lebih baik dari tingkat kehidupan sosial
ekonomi sebelum terkena pengadaan tanah baik besifat fisik dan/atau non fisik
sebagai akibat pengadan tanah.
Musyawarah dilangsungkan di tempat yang telah ditentukan Panitia
Pengadaan Tanah. Dalam hal ini dipilih lokasi yang mudah dijangkau oleh
warga masyarakat pemegang hak yang bersangkutan yaitu Balai Desa
Pilangasari.
Pelaksanaan musyawarah dilakukan dengan cara saling mendengar,
saling memberi dan menerima pendapat dan menentukan kesepakatan di
antara para pihak untuk pelaksanaan ganti rugi. Dalam hal ini kedudukan para
pihak yang melakukan musyawarah adalah sama atau sejajar. Sesuai dengan
ketentuan Pasal 13 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 yang
menyebutkan bahwa bentuk ganti kerugian dapat berupa uang, maka
diberikan secara langsung kepada pemegang hak sesuai dengan hasil
musyawarah mengenai besar dan cara pemberian ganti rugi. Penetapan harga
tanah dalam pelaksanaan ganti rugi terhadap pengadaan tanah untuk
Pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal Kabupaten
Sragen berdasarkan :
a. Nilai Jual Obyek Pajak
Nilai Jual Obyek Pajak merupakan harga yang berdasar pada
taksiran pemerintah terhadap suatu bangunan atau tanah yang biasanya
dijadikan acuan untuk menentukan jumlah pajak dari suatu tanah atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
bangunan. NJOP terkait erat dengan pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan. Sesuai dengan Pasal 6 UU No. 12 tahun 1985 sebagaimana
telah diubah dengan UU No. 12 tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan, bahwa dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah
Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP). Setiap tahun pajak berjalan diadakan
analisis terhadap obyek pajak NJOP bilamana terdapat data-data yang
menunjukkan adanya peningkatan harga rata-rata atas tanah yang
signifikan berdasarkan :
1) Peningkatan sumber daya alam dan perekonomian daerah.
Hal tersebut terjadi karena aktivitas masyarakat yang dinamis
dan makin bersikap ekonomis. Masyarakat rajin mengelola tanah-
tanah sehingga terdapat hasil yang memuaskan baik dari pertanian,
perkebunan, perikanan atau dari hasil lain seperti perdagangan untuk
kepentingan jasa-jasa layanan. Dengan demikian terjadi peningkatan
nilai tanah dan hasil guna tanah sehingga wajar jika terjadi
peningkatan harga tanah yang siginifikan dan terjadi perubahan
NJOP.
2) Peningkatan tata ruang wilayah, kemajuan daerah, keramaian.
Pembangunan yang dilakukan pemerintah menyebabkan
dampak positif bagi pengembangan potensi daerah, sehingga secara
ekonomis nilai tanah pun menjadi naik dan menyesuaikan dengan
standar kebutuhan daerah tersebut dalam penyampaian kepada akses
perekonomiannya.
3) Peningkatan jumlah penduduk, nilai tukar mata uang, dan harga
pasaran tanah.
Meningkatnya jumlah penduduk mengakibatkan sempitnya
lahan untuk pemukiman Luas lahan yang tetap saja sedangkan
kebutuhan lahan untuk perekonomian semakin tinggi.
b. Jenis Hak Atas Tanah dan Benda-benda yang Berada Diatasnya
1) Jenis Hak Atas Tanah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
Jenis Hak Atas Tanah dalam hal ini merupakan status
kepemilikan tanah seperti Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak
Pakai, dan tanah wakaf.
2) Benda-benda yang Berada Diatasnya
Benda yang melekat pada hak atas tanah juga dapat
mempengaruhi jumlah nilai taksiran tanah, seperti bangunan dan
tanaman. Nilai jual bangunan ditaksir oleh Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Sragen, sedangkan untuk nilai jual tanaman ditaksir oleh
Dinas Pertanian Kabupaten Sragen.
c. Harga yang Disepakati dalam Musyawarah
Dalam musyawarah pihak panitia, masyarakat, dan tokoh
masyarakat merupakan proses penerimaan aspirasi masyarakat agar
terjadi suatu kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti kerugian.
Harga dan bentuk kerugian yang sudah disepakati dicatat dan dibuatkan
Berita Acara Musyawarah yang ditanda tangani oleh panitia pengadaan
tanah dan masyarakat yang setuju dan sepakat terhadap ganti rugi yang
diajukan oleh pemerintah.
Dalam pembebasan tanah ini yang mewakili Pemerintah untuk
melakukan proses tawar-menawar adalah Lembaga Penilai Harga Tanah.
Lembaga ini adalah lembaga independen yang berasal dari pusat yang
baik P2T atau PPK sendiri pun tidak mengetahui siapa saja yang menjadi
anggota lembaga ini. Dengan kata lain lembaga ini bersifat rahasia dan
hanya diketahui oleh pusat. Oleh karena itu P2T dan PPK hanya
menjalankan secara teknis pelaksanaan penawaran harga yang telah
ditentukan oleh Lembaga Penilai Harga Tanah ini.
Untuk menghindari adanya perdebatan atau adanya pertikaian mengenai
harga tanah maka pelaksanaan musyawarah dilaksanakan berdasarkan
pengelompokan jenis penggunaan tanahnya. Hal ini dimaksudkan agar
pemilik tanah tegalan atau sawah tidak merasakan kecemburuan terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
pemberian harga pada tanah pekarangan. Begitu pula untuk pemilik tanah
yang terletak di pinggir jalan raya agar merasakan keadilan dalam pemberian
harga tanah dibandingkan harga tanah untuk jalan yang tidak terletak di
pinggir jalan raya. Akan tetapi untuk Desa Pilangsari, jenis tanah yang
terkena proyek jalan tol secara keseluruhan merupakan jenis tanah sawah.
Musyawarah dilakukan sampai tercapai kata sepakat mengenai bentuk
dan besarnya ganti kerugian. Jika musyawarah telah menghasilkan
kesepakatan maka panitia mengeluarkan keputusan tentang bentuk dan
besarnya ganti kerugian. Sebaliknya jika musyawarah telah diadakan berkali-
kali kesepakatan belum juga tercapai, maka terhadap pemegang hak atas
tanah tersebut akan dilakukan pendekatan secara persuasif melalui tokoh
masyarakat setempat.
Nilai jual bangunan ditaksir oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten
Sragen. Berdasarkan hasil pendataan yang ada, jenis bangunan yang terkena
proyek jalan tol di Desa Pilangsari adalah hanya beberapa sumur yang
berdapat di tengah sawah yang tanahnya tekena proyek jalan tol. Sumur-
sumur tersebut dikelompokkan menjadi 3 macam yaitu sebagai berikut :
Tabel 6
Nilai Jual Bangunan
NO Jenis Sumur Harga Ganti Rugi
1 Sumur pantek biasa Rp. 1.500.000,- / buah
2 Sumur pantek dengan tempat penampungan
air (bak air)
Rp. 4.000.000,- / buah
3 Sumur Gali Rp. 3.000.000,- / buah
Sumber : Data Sekunder, Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sragen
Dasar penghitungan ganti kerugian terhadap tanaman ditetapkan oleh
Dinas Pertanian Kabupaten Sragen. Untuk mengetahui nilai jual tanaman
harus menetapkan jenis tanaman terlebih dahulu. Setiap jenis tanaman
mempunyai nilai jual berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi tanaman yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
bersangkutan saat dilakukan penghitungan. Untuk mengetahui nilai jual
setiap jenis tanaman dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 7
Nilai Jual Tanaman Produktif
NO JENIS TANAMAN UKURAN NILAI SATUAN
(Rp)
1 Kelapa Besar 240.000,-
Sedang 90.000,-
Kecil 20.000,-
2 Lamtoro Besar 25.000,-
Sedang 10.000,-
Kecil 4.000,-
3 Mahoni Besar 240.000,-
Sedang 60.000,-
Kecil 20.000,-
4 Pete Cina Besar 25.000,-
Sedang 10.000,-
Kecil 4.000,-
5 Randu Besar 100.000,-
Sedang 30.000,-
Kecil 7.000,-
6 Sengon Besar 240.000,-
Sedang 60.000,-
Kecil 20.000,-
7 Belimbing Besar 90.000,-
Sedang 30.000,-
Kecil 10.000,-
8 Trembesi Besar 300.000,-
Sedang 125.000,-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
Kecil 20.000,-
9 Mangga Besar 400.000,-
Sedang 125.000,-
Kecil 20.000,-
10 Asem Besar 300.000,-
Sedang 100.000,-
Kecil 20.000,-
11 Akasia Besar 100.000,-
Sedang 75.000,-
Kecil 50.000,-
12 Beringin Besar 400.000,-
Sedang 150.000,-
Kecil 75.000,-
13 Dadap Besar 50.000,-
Sedang 25.000,-
Kecil 10.000,-
14 Melinjo Besar 240.000,-
Sedang 70.000,-
Kecil 20.000,-
15 Nangka Besar 250.000,-
Sedang 90.000,-
Kecil 20.000,-
16 Pisang Besar 35.000,-
Sedang 15.000,-
Kecil 7.500,-
17 Jambu Air Besar 200.000,-
Sedang 60.000,-
Kecil 20.000,-
18 Rambutan Besar 300.000,-
Sedang 70.000,-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Kecil 20.000,-
19 Jati Besar 500.000,-
Sedang 300.000,-
Kecil 75.000,-
20 Bambu Ori - 10.000,-
21 Bambu Apus - 5.000,-
22 Bambu Wulung - 5.000,-
23 Jati Londo Besar 300.000,-
Sedang 150.000,-
Kecil 50.000,-
24 Johar Besar 300.000,-
Sedang 125.000,-
Kecil 50.000,-
Sumber : Data Sekunder, Dinas Pertanian Kabupaten Sragen
Cara penghitungan ganti kerugian atas tanaman adalah jumlah tanaman
(batang) dikalikan dengan harga satuan untuk tanaman dimaksud.
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan dengan mencermati tabel
besarnya nilai ganti kerugian tersebut ternyata penilaian harga ganti kerugian
cukup baik dan tidak merugikan para pemegang hak yang bersangkutan.
Sedikit kekurangan yang menjadikan sulitnya mencapai titik temu
mengenai kesepakatan dalam proses musyawarah adalah kurang
transparansinya pemerintah yang membutuhkan tanah berkaitan dengan
besarnya anggaran yang disediakan sebagai pembayaran ganti kerugian. Hal
ini sesuai dengan pendapat yang dinyatakan oleh Harry Stephan, yaitu :
Many countries do not have in place [institutional] mechanisms to protect local rights and take account of local interests, livelihoods and welfare”. Furthermore, they claim that the position of the local population is critically undermined by a “lack of transparency and of checks and balances in contract negotiations” as well as “corruption and deals that do not maximise the public interest (Harry Stephan, 2010:7).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Pernyataan yang diungkapkan oleh Harry Stephan tersebut berarti
bahwa banyak negara tidak ada di tempat [kelembagaan] mekanisme untuk
melindungi hak-hak lokal dan mempertimbangkan kepentingan lokal, mata
pencaharian dan "kesejahteraan. Lebih jauh lagi, mereka mengklaim bahwa
posisi penduduk lokal kritis dirusak oleh kurangnya "dari transparansi dan
checks and balances dalam negosiasi kontrak "juga sebagai "korupsi dan
transaksi yang tidak memaksimalkan kepentingan publik.
C. Besar dan Cara Pembayaran Ganti Kerugian yang Diberikan Oleh
Pemerintah Kepada Pemilik Hak Atas Tanah yang Terkena Pengadaan
Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan
Ngrampal Kabupaten Sragen
1. Besarnya Kesepakatan Ganti Rugi Antara Pemerintah Dengan Pemilik
Hak Atas Tanah
Berdasarkan hasil dari musyawarah yang dilakukan oleh P2T dengan
masyarakat pemilik tanah maka diperoleh kesepakatan mengenai harga tanah,
tanaman, bangunan dan atau benda lain yang ada di atasnya. Kesepakatan
mengenai ganti kerugian di Desa Pilangsari ini hampir tidak ada masalah atau
hambatan mengenai proses negosiasi mengenai besarnya ganti rugi. Hal ini
dikarenakan selain kebutuhan tanah untuk pembangunan jalan tol tidak terlalu
luas juga jenis tanah yang dibutuhkan hanya tanah sawah. Ganti rugi tanah
dibagi dalam kelompok-kelompok berdasarkan jenis dan nilai tanah, yaitu:
a. Sawah I : Rp. 120.000,- / m²
b. Sawah II : Rp. 110.000,- / m²
Proyek Jalan Tol Solo-Mantingan II yang melewati Kabupaten Sragen,
untuk Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal tidak ada bangunan seperti
rumah, pagar, tempat ibadah, dan tempat umum lain yang terkena pengadaan
tanah karena semua bidang tanah yang terkena pengadaan tanah adalah jenis
tanah sawah. Akan tetapi terdapat beberapa sawah yang memiliki sumur yang
terkena pengadaan tanah untuk proyek jalan tol yang dikelompokkan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
bangunan untuk perhitungan dasar ganti rugi bangunan. Sumur-sumur
tersebut dikelompokkan sebagai berikut :
a. Sumur pantek biasa : Rp. 1.500.000,- / buah
b. Sumur pantek dengan tempat : Rp. 4.000.000,- / buah
penampungan air (bak air)
c. Sumur gali : Rp. 3.000.000,- / buah
Jumlah luas tanah yang dibebaskan adalah 50.800 m2 dengan total ganti
rugi sebesar Rp. 5.934.777.500,- dengan rincian:
a. Ganti rugi tanah sebesar Rp. 5.920.800.000,-
b. Ganti rugi bangunan sebesar Rp. 11.500.000,-
c. Ganti rugi tanaman sebesar Rp. 2.477.500,-
Perhitungan besarnya nilai ganti rugi baik tanah, bangunan, dan
tanaman tersebut merupakan nilai final yang diperoleh dari hasil kesepakatan
antara pihak yang memerlukan tanah dengan pemilik tanah sesuai dengan
tahapan-tahapan yang ditentukan dalam PerPres No.36 Tahun 2005
sebagaimana telah diubah dengan PerPres No.65 Tahun 2006 j.o
Perat.Ka.BPN No.3 Tahun 2007.
2. Cara Pembayaran Ganti Kerugian yang Diberikan Pemerintah Kepada
Pemilik Hak Atas Tanah
Pembayaran ganti rugi dilakukan setelah tercapainya kesepakatan
mengenai besar dan cara pembayaran ganti rugi pada proses musyawarah.
Sedangkan syarat untuk pelaksanaan ganti kerugian atas tanah/pelepasan hak
atas tanah yang perlu disampaikan kepada Panitia Pengadaan Tanah oleh
pemilik/pemegang Hak Atas Tanah dibagi menjadi 3 (tiga) kriteria, antara
lain sebagai berikut :
a. Apabila pemberian ganti rugi kepada pemilik tanah diterima sendiri
oleh pemilik tanah, maka syarat-syarat yang harus dipenuhi yang
harus diserahkan kepada P2T yaitu :
1) Fotokopi KTP suami dan isteri;
2) Fotokopi Kartu Keluaga;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
3) Fotokopi alas hak (sertifikat, petok, letter C, akta jual beli, akta
hibah, atau surat-surat yang berkaitan dengan tanah);
4) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Pumi dan Bangunan
(SPPT PBB) terakhir;
5) Surat keterangan (apabila diperlukan).
b. Apabila pemberian ganti rugi kepada pemilik tanah dikuasakan oleh
pemilik tanah kepada orang lain, maka syarat-syarat yang harus
dipenuhi yang harus diserahkan kepada P2T yaitu :
1) Fotokopi KTP suami dan isteri;
2) Fotokopi Kartu Keluaga;
3) Surat Kuasa;
4) Fotokopi KTP suami isteri dan fotokopi Kartu Keluarga yang
diberi kuasa;
5) Fotokopi alas hak (sertifikat, petok, letter C, akta jual beli, akta
hibah, atau surat-surat yang berkaitan dengan tanah);
6) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Pumi dan Bangunan
(SPPT PBB) terakhir;
7) Surat keterangan (apabila diperlukan).
c. Apabila pemberian ganti rugi atas tanah warisan di mana pemiliknya
telah meninggal dunia, maka syarat-syarat yang harus dipenuhi yang
harus diserahkan kepada P2T yaitu :
1) Surat Kematian pemilik tanah;
2) Surat Keterangan Waris;
3) Surat Kuasa;
4) Fotokopi suami isteri ahli waris;
5) Fotokopi Kartu Keluarga;
6) Fotokopi alas hak (sertifikat, petok, letter C, akta jual beli, akta
hibah, atau surat-surat yang berkaitan dengan tanah);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
7) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Pumi dan Bangunan
(SPPT PBB) terakhir;
8) Surat keterangan (apabila diperlukan).
Adapun yang menjadi bentuk ganti rugi atas tanah yang terkena proyek
Jalan Tol Solo-Mantingan II di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal
Kabupaten Sragen secara keseluruhan adalah berupa uang. Bentuk ganti rugi
uang tersebut telah sesuai dengan Pasal 13 Peraturan Presiden Nomor 65
Tahun 2006 di mana ketentuan tersebut mengatur uang sebagai salah satu
bentuk ganti rugi bagi pemilik tanah yang tanahnya terkena proyek jalan tol.
Setelah semua berkas persyaratan pengajuan ganti rugi yang diserahkan
kepada P2T telah terpenuhi, maka Kementrian Pekerjaan Umum melalui
Badan Pengaturan Jalan Tol (BPJT) sebagai instansi yang memerlukan tanah
membayar uang ganti rugi melalui Bank BPD Jateng kepada pemilik tanah
yang telah melepas tanahnya untuk proyek jalan tol. Dalam hal ini bagi
pemilik Hak Atas Tanah yang tanahnya terkena proyek jalan tol yang berhak
menerima ganti rugi dan belum memiliki nomor rekening pada bank yang
bersangkutan, maka masing-masing dari pemilik Hak Atas Tanah tersebut
dibuatkan nomor rekening oleh Bank BPD Jateng. Kemudian setelah uang
ganti rugi tersebut diterima, maka oleh P2T dibuatkan berita acara
penyerahan ganti rugi yang ditandatangani oleh semua anggota P2T, PPK,
dan para penerima ganti rugi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah dan sesuai dengan penelitian dan
pembahasan yang telah diuraikan diatas maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal
Kabupaten Sragen merupakan program pemerintah yang dalam hal ini
adalah Kementrian Pekerjaan Umum melalui Badan Pengaturan Jalan
Tol (BPJT) yang dalam pelaksanaannya membutuhkan tanah milik
masyarakat. Tanah milik masyarakat yang dibutuhkan oleh instansi
pemerintah untuk pembangunan jalan tol tersebut berupa tanah sawah,
bangunan berupa sumur-sumur, tanaman, dan benda-benda lain yang
melekat diatasnya. Maka dari itu pelaksanaan pengadaan tanah harus
sesuai dengan peraturan yang berlaku agar tidak merugikan
masyarakat. Secara garis besar pelaksanaan pengadaan tanah untuk
pembangunan Jalan Tol di Desa Pilangsari Kecamatan Ngrampal
Kabupaten Sragen telah sesuai dengan PerPres No.36 Tahun 2005
sebagaimana telah diubah dengan PerPres No.65 Tahun 2006 j.o
Perat.Ka.BPN No.3 Tahun 2007, hanya saja beberapa tahapan
pembayarah ganti rugi dilakukan melewati batas waktu 60 hari setelah
Keputusan Panitia Pengadaan Tanah mengenai ganti rugi terbit.
Keputusan Panitia Pengadaan Tanah mengenai ganti rugi terbit pada
tanggal 15 April 2009, sedangkan beberapa tahap pembayaran ganti
rugi yang melewati batas waktu adalah pembayaran ganti rugi yang
dilaksanakan di Balai Desa Pilangsari pada tanggal 29 Juni 2010, dan
30 Desember 2010. Bahkan untuk saat ini sampai dengan pertengahan
tahun 2011 ada sekitar 3 bidang tanah yang pemiliknya belum
menerima pembayaran ganti rugi atas tanah mereka padahal sudah
tercapai kesepakatan dalam musyawarah pada tanggal 4 Desember
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
2008. Akan tetapi dengan memperhatikan tahapan demi tahapan yang
dilakukan, selain mengenai tahapan pembayaran ganti rugi,
pelaksanaan pengadaan tanah tersebut telah dilakukan sesuai dengan
prosedur yang ada baik dari mulai perencanaan sampai dengan
pemberian ganti kerugian kepada pemilik hak atas tanah.
2. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum pada prinsipnya bertujuan
untuk dapat memberikan manfaat bagi yang membutuhkan tanah dan
pihak masyarakat yang tanahnya dibebaskan sehingga dalam
kesepakatan mengenai besarnya ganti kerugian hendaknya tidak
merugikan pemilik hak atas tanah dan pihak atau instansi pemerintah
yang membutuhkan tanah tetap memperoleh manfaat yang sepadan.
Proses berlangsungnya musyawarah antara instansi yang memerlukan
tanah yaitu Kementrian Pekerjaan Umum dengan pemegang hak atas
tanah dilakukan secara langsung dan dapat mencapai kesepakatan
dalam penentuan ganti rugi atas tanah, bangunan, tanaman, atau benda
lain yang ada di atasnya. Kesepakatan ini kemudian tertuang dalam
berita acara masing-masing wilayah pengadaan tanah. Bentuk ganti
kerugian yang diberikan kepada pemegang hak atas tanah, bangunan,
tanaman dan benda lain yang terkait dengan tanah adalah berupa uang,
meskipun di dalam ketentuan perundang-undangan dimungkinkan
dalam bentuk lain. Dengan memperhatikan harga pasar atau harga
nyata, maka pemberian ganti rugi yang telah dibayarkan dinilai masih
tetap memperhatikan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah.
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan penelitian maka penulis dapat
mengemukakan saran-saran sebagai berikut:
1. Perlu adanya transparansi tentang berapa sebenarnya anggaran yang
tersedia untuk ganti rugi sehingga masyarakat bersedia dengan
sukarela untuk melepaskan hak atas tanahnya guna kepentingan umum
tanpa adanya intimidasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
2. Keanggotaan Panitia Pengadaan Tanah dapat ditambah dari kalangan
akademisi ataupun lembaga swadaya masyarakat yang independen
agar netralitas sikap panitia dapat dioptimalkan sehingga tidak
cenderung memihak kepada pemerintah. Hal ini bertujuan agar posisi
para pihak dalam musyawarah bisa lebih sejajar sehingga dapat
tercapai komunikasi yang efektif dalam mencapai titik temu
musyawarah penentuan bentuk dan besarnya ganti kerugian.