perkembangan terkini, prospek, dan tantangan ke depan · untuk membahas perkembangan terkini dan...

7
Ringkasan Laporan Nusantara Februari 2014 *) Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan PERKEMBANGAN TERKINI EKONOMI DAERAH Setelah mengalami perlambatan pada beberapa triwulan sebelumnya, realisasi pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah pada triwulan IV 2013 mulai menunjukkan perbaikan seiring dengan menguatnya tanda- tanda pemulihan ekonomi global. Perbaikan pertumbuhan ekonomi dialami oleh berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Sumatera. Secara agregat, kedua kawasan masing-masing tumbuh 6,6% dan 5,5% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang masing-masing tumbuh 6,1% dan 5,0% (Gambar I.1.). Perbaikan di kedua kawasan ini terutama didorong oleh kinerja ekspor, khususnya untuk komoditas berbasis sumber daya alam (SDA) seperti pertambangan dan perkebunan. Perbaikan kinerja ekonomi di kedua kawasan tersebut mendorong kenaikan laju pertumbuhan ekonomi nasional dari 5,63% pada triwulan III 2013 menjadi 5,72% pada triwulan IV 2013. Sebaliknya, laju pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di Jawa secara agregat tumbuh melambat dari 6,1% menjadi 6,0% karena melemahnya permintaan domestik. Melemahnya permintaan domestik ini bahkan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Jakarta melambat cukup signifikan hingga berada di bawah 6%, yakni sebesar 5,6%, terendah sejak tahun 2009. Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan ekonomi di sebagian besar daerah mencatat angka yang lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada tahun 2012. Melambatnya kinerja ekonomi ini dipengaruhi oleh berbagai tantangan yang mengemuka di sepanjang 2013, baik yang bersumber dari eksternal maupun domestik. Perkembangan dinamika global, yang diwarnai pelemahan ekonomi di negara maju disertai berlanjutnya penurunan harga komoditas di pasar global, berdampak pada tertahannya laju pertumbuhan ekonomi berbagai daerah, yang merupakan basis ekspor sumber daya alam (SDA) seperti di Sumatera dan KTI. Sementara itu, berbagai tantangan domestik, seperti kenaikan harga BBM, depresiasi nilai tukar rupiah, dan kenaikan suku bunga terlihat berpengaruh lebih besar pada kinerja investasi dan konsumsi rumah tangga di daerah-daerah Jawa dan Jakarta. Gambar I.1. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV 2013, year-on-year (yoy) Sumber: BPS, diolah *) Laporan Nusantara ini disarikan dari hasil pertemuan Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan para Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah di seluruh Indonesia pada 10 Februari 2014 di Jakarta. Pertemuan dilakukan secara periodik untuk membahas perkembangan terkini dan berbagai isu strategis yang menjadi perhatian di daerah sebagai bahan pertimbangan penting dalam perumusan kebijakan di Bank Indonesia. Laporan Nusantara lengkap tersedia di www.bi.go.id

Upload: vonhan

Post on 24-Mar-2019

234 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan · untuk membahas perkembangan terkini dan berbagai isu strategis yang menjadi ... dikaitkan dengan kecepatan pembangunan smelter

Ringkasan Laporan Nusantara Februari 2014*)

Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan

PERKEMBANGAN TERKINI EKONOMI DAERAH

Setelah mengalami perlambatan pada beberapa triwulan sebelumnya, realisasi pertumbuhan ekonomi di

berbagai daerah pada triwulan IV 2013 mulai menunjukkan perbaikan seiring dengan menguatnya tanda-

tanda pemulihan ekonomi global. Perbaikan pertumbuhan ekonomi dialami oleh berbagai daerah di

Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Sumatera. Secara agregat, kedua kawasan masing-masing tumbuh

6,6% dan 5,5% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang masing-masing tumbuh 6,1% dan 5,0%

(Gambar I.1.). Perbaikan di kedua kawasan ini terutama didorong oleh kinerja ekspor, khususnya untuk

komoditas berbasis sumber daya alam (SDA) seperti pertambangan dan perkebunan. Perbaikan kinerja

ekonomi di kedua kawasan tersebut mendorong kenaikan laju pertumbuhan ekonomi nasional dari

5,63% pada triwulan III 2013 menjadi 5,72% pada triwulan IV 2013. Sebaliknya, laju pertumbuhan

ekonomi berbagai daerah di Jawa secara agregat tumbuh melambat dari 6,1% menjadi 6,0% karena

melemahnya permintaan domestik. Melemahnya permintaan domestik ini bahkan menyebabkan

pertumbuhan ekonomi Jakarta melambat cukup signifikan hingga berada di bawah 6%, yakni sebesar

5,6%, terendah sejak tahun 2009.

Untuk keseluruhan tahun 2013, kinerja pertumbuhan ekonomi di sebagian besar daerah mencatat angka

yang lebih rendah dibandingkan dengan capaian pada tahun 2012. Melambatnya kinerja ekonomi ini

dipengaruhi oleh berbagai tantangan yang mengemuka di sepanjang 2013, baik yang bersumber dari

eksternal maupun domestik. Perkembangan dinamika global, yang diwarnai pelemahan ekonomi di

negara maju disertai berlanjutnya penurunan harga komoditas di pasar global, berdampak pada

tertahannya laju pertumbuhan ekonomi berbagai daerah, yang merupakan basis ekspor sumber daya

alam (SDA) seperti di Sumatera dan KTI. Sementara itu, berbagai tantangan domestik, seperti kenaikan

harga BBM, depresiasi nilai tukar rupiah, dan kenaikan suku bunga terlihat berpengaruh lebih besar pada

kinerja investasi dan konsumsi rumah tangga di daerah-daerah Jawa dan Jakarta.

Gambar I.1. Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan IV 2013, year-on-year (yoy)

Sumber: BPS, diolah

*) Laporan Nusantara ini disarikan dari hasil pertemuan Dewan Gubernur Bank Indonesia dengan para Kepala Perwakilan Bank Indonesia Wilayah di seluruh Indonesia pada 10 Februari 2014 di Jakarta. Pertemuan dilakukan secara periodik untuk membahas perkembangan terkini dan berbagai isu strategis yang menjadi perhatian di daerah sebagai bahan pertimbangan penting dalam perumusan kebijakan di Bank Indonesia. Laporan Nusantara lengkap tersedia di www.bi.go.id

Page 2: Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan · untuk membahas perkembangan terkini dan berbagai isu strategis yang menjadi ... dikaitkan dengan kecepatan pembangunan smelter

L a p o r a n N u s a n t a r a | 2

Sementara itu, tekanan inflasi cenderung mereda pada triwulan IV 2013 setelah sempat meningkat tinggi

dan mencapai puncaknya pada Agustus 2013 pasca kenaikan harga BBM bersubsidi pada akhir Juni 2013.

Inflasi pada Desember 2013 secara agregat tercatat mencapai 8,4% (yoy), relatif stabil dibanding periode

akhir triwulan sebelumnya. Meredanya tekanan inflasi terutama dipengaruhi oleh perkembangan harga-

harga yang relatif lebih stabil di Jakarta, serta sebagian besar daerah di Jawa dan KTI seiring terjaganya

pasokan pangan dan minimalnya gangguan distribusi.

Di sisi lain, kenaikan inflasi yang lebih tinggi masih dialami beberapa daerah di Sumatera akibat lonjakan

harga bahan pangan, biaya transportasi, serta dampak erupsi Gunung Sinabung. Beberapa daerah di

Sumatera seperti Sumatera Utara dan Sumatera Barat bahkan mencatat kenaikan inflasi hingga

mencapai lebih dari 10% (yoy) (Gambar I.2.). Demikian halnya dengan inflasi di sebagian wilayah KTI

seperti Kalimantan Timur, Maluku Utara, dan Nusa Tenggara Barat yang mencatat inflasi cukup signifikan

hingga mendekati 10% (yoy). Meskipun demikian, secara keseluruhan besaran realisasi inflasi pada tahun

2013 relatif terkendali dan lebih rendah dibandingkan dengan episode kenaikan harga BBM pada tahun

2005 dan 2008 yang memicu kenaikan inflasi hingga mencapai double digit yaitu masing-masing sebesar

17,11% dan 11,06% (yoy). Kondisi ini tidak terlepas dari keberhasilan berbagai langkah yang ditempuh

Bank Indonesia bersama-sama dengan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, dalam upaya

mengendalikan dampak lanjutan (second round effect) dari kenaikan harga BBM bersubsidi dan

penguatan pasokan pangan.

Gambar I.2. Peta Inflasi Daerah, Desember 2013 (yoy)

Prospek ekonomi daerah pada triwulan I 2014 diperkirakan akan didukung oleh menguatnya tanda-tanda

pemulihan ekonomi global yang dimotori oleh negara maju. Kondisi ini akan berdampak positif bagi

perkembangan kinerja ekspor daerah, baik untuk komoditas manufaktur yang didominasi oleh daerah-

daerah di Jawa maupun komoditas berbasis SDA di Sumatera dan KTI. Implementasi kebijakan di bidang

manufaktur, antara lain kebijakan low cost green car (LCGC), dan berlanjutnya upaya mendorong

diversifikasi pasar ekspor akan mendorong perbaikan kinerja ekspor manufaktur lebih lanjut, terutama

dari Jawa dan Jakarta. Namun, laju pertumbuhan ekonomi di sebagian wilayah Kalimantan dan Sulampua

diperkirakan akan sedikit tertahan oleh implementasi kebijakan pengaturan ekspor mineral yang mulai

berlaku pada Januari 2014. Pelaku usaha di sektor mineral akan melakukan penyesuaian terhadap

Inf ≤ 7,7%8,4% < inf ≤ 9,0%Inf > 9,0% 7,7% < inf ≤ 8,4%

Sumber: BPS, diolah

Page 3: Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan · untuk membahas perkembangan terkini dan berbagai isu strategis yang menjadi ... dikaitkan dengan kecepatan pembangunan smelter

L a p o r a n N u s a n t a r a | 3

aktivitas ekspor mereka sehubungan dengan pemberlakuan bea keluar ekspor secara progresif yang

dikaitkan dengan kecepatan pembangunan smelter. Penyesuaian yang harus dilakukan oleh pelaku usaha

di sektor pertambangan tersebut berdampak pada aktivitas di sektor pertambangan terutama di daerah-

daerah yang merupakan basis produksi tambang, seperti Papua, Nusa Tenggara Barat, dan sebagian

daerah di Sulawesi.

Selain ditopang oleh perbaikan kinerja ekspor di luar komoditas mineral, pertumbuhan ekonomi di

berbagai daerah pada triwulan I 2014 juga didukung oleh meningkatnya permintaan domestik khususnya

konsumsi. Indikasi menguatnya permintaan konsumsi mulai terlihat terutama di sebagian besar daerah di

Jawa dan Jakarta, serta Sumatera. Hal ini didorong antara lain oleh meningkatnya intensitas kegiatan

terkait persiapan Pemilu 2014, perbaikan pendapatan terkait UMP, pemulihan kinerja ekspor

manufaktur, serta membaiknya harga komoditas ekspor di pasar global. Intensitas kegiatan terkait

Pemilu diperkirakan berdampak pada kenaikan belanja barang dan jasa. Dampak dari belanja jasa,

terutama untuk belanja iklan terkait Pemilu 2014, diperkirakan terkonsentrasi di Jakarta dan sebagian

daerah di Jawa mengingat cakupan media komunikasi yang digunakan peserta Pemilu akan lebih berskala

nasional. Di sisi lain, perbaikan investasi di berbagai daerah diperkirakan masih relatif terbatas. Sikap

pelaku usaha yang terindikasi lebih bersikap hati-hati dalam melakukan realisasi investasi di tahun politik

menyebabkan akselerasi kegiatan investasi diperkirakan baru akan terjadi setelah ada kejelasan hasil

Pemilu 2014. Kinerja investasi di berbagai daerah diperkirakan bertumpu pada belanja infrastruktur

pemerintah, terutama terkait MP3EI, dan percepatan pembangunan smelter sebagai respons terhadap

implementasi kebijakan pengaturan ekspor mineral.

Tabel I.1. Tendensi Arah Perekonomian Daerah Triwulan I 2014

Bag. UtaraBag.

Tengah

Bag.

SelatanAsesmen Tendensi Asesmen

Bag.

Barat

Bag.

Tengah

Bag.

TimurAsesmen

Kaliman-

tanBali-Nustra

Sulam-

puaAsesmen

PDB/PDRB

Konsumsi RT

Dampak persiapan

Pemilu, perbaikan

pendapatan, dan

keyakinan konsumen

Dampak persiapan

Pemilu dan

membaiknya

keyakinan konsumen

Dampak banjir

menghambat

transaksi dagang

kenaikan inflasi dan

menurunnya

keyakinan konsumen

Konsumsi

Pemerintah

Realisasi pengeluaran

untuk proyek terkait

MP3EI dan persiapan

Pemilu

Pengesahan APBD

terlambat

Siklus awal tahun yg

cenderung terbatas

Siklus awal tahun

anggaran yang

cenderung terbatas

Investasi

(PMTB)

Ekspansi usaha pd

industri sawit dan

realisasi proyek

pemerintah

Industri cenderung

menahan investasi

krn UMP dan nilai

tukar, serta Pemilu

Industri cenderung

menahan investasi

krn UMP dan nilai

tukar, serta Pemilu

Investasi smelter dan

proyek infrastruktur

terkait MP3EI

Ekspor LNPerbaikan ekspor

perkebunan

Perbaikan ekspor

barang manufaktur

Perbaikan ekspor

barang manufaktur

Pemberlakuan UU

Minerba dan bea

keluar ekspor

komoditas

Impor LN

Peningkatan

kebutuhan bahan

baku dan barang

modal

Peningkatan impor

bahan baku industri

Peningkatan impor

bahan baku untuk

kebutuhan industri

depresiasi nilai tukar

dan terbatasnya

perbaikan kinerja

tambang

JakartaSumatera Jawa KTI

*) Prakiraan arah kondisi ekonomi secara tahunan (year-on-year)

Dari sisi perkembangan harga, tekanan kenaikan inflasi pada triwulan I 2014 diperkirakan mereda di

sebagian besar daerah. Inflasi triwulan I 2014 secara agregat diperkirakan lebih rendah daripada triwulan

IV 2013. Prakiraan realisasi inflasi yang lebih rendah terjadi di sebagian besar daerah dan terutama

dikontribusi oleh beberapa daerah di KTI. Hal ini didukung oleh prospek capaian produksi pangan yang

cenderung membaik di daerah sentra produksi di KTI seperti Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat,

didukung kondisi cuaca yang lebih kondusif pada Februari-Maret 2014. Meski demikian, beberapa daerah

di Sumatera dan Sulampua diperkirakan masih menghadapi risiko kenaikan inflasi yang cukup tinggi pada

akhir triwulan I 2014.

Page 4: Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan · untuk membahas perkembangan terkini dan berbagai isu strategis yang menjadi ... dikaitkan dengan kecepatan pembangunan smelter

L a p o r a n N u s a n t a r a | 4

Dampak banjir yang melanda sejumlah daerah di Jawa dan bencana erupsi Gunung Sinabung di Sumatera

Utara terhadap inflasi diperkirakan relatif terkendali. Kenaikan inflasi yang cukup signifikan di Jakarta,

sebagian daerah di Sumatera dan Jawa pada Januari 2014 akibat distribusi barang yang terganggu oleh

dampak banjir dan bencana alam lainnya diperkirakan berangsur kembali pulih pada pertengahan

triwulan I 2014 seiring membaiknya kondisi cuaca. Langkah-langkah yang ditempuh oleh pemerintah

untuk melakukan perbaikan darurat terhadap infrastruktur jalan, khususnya di jalur distribusi utama,

diperkirakan dapat memitigasi kendala distribusi pangan yang terjadi di beberapa daerah terdampak.

Meski demikian, beberapa daerah sentra produksi yang terdampak banjir di Jawa mengindikasikan

terjadinya pergeseran masa panen.

Beberapa faktor risiko yang mengemuka seperti kenaikan biaya produksi barang akibat berlanjutnya

pelemahan rupiah dan kenaikan administered price diperkirakan turut memengaruhi inflasi berbagai

daerah pada triwulan I 2014. Survei Bank Indonesia terakhir menunjukkan tendensi pelaku usaha untuk

mulai mentransmisikan kenaikan biaya produksi pada harga jual pada awal tahun. Kenaikan harga jual

barang diperkirakan terutama pada harga pada komoditas dengan kandungan impor tinggi seperti

otomotif, elektronik dan obat-obatan.

Gambar I.3. Peta Prakiraan Inflasi Daerah Triwulan I 2014

Proses penyesuaian ekonomi selama tahun 2013 yang berjalan dengan baik ditopang oleh stabilitas

sistem keuangan yang terjaga, khususnya ketahanan perbankan yang tetap kuat. Kondisi ini tercermin

dari risiko kredit yang masih relatif rendah. Meskipun aktivitas ekonomi melambat, rasio nonperforming

loan (NPL) di berbagai daerah selama triwulan IV 2013 masih berada dalam level aman. NPL perbankan di

Jakarta dan Jawa masing-masing tercatat sebesar 1,4% dan 2,0%. Sementara di Sumatera dan Kawasan

Timur Indonesia masing-masing tercatat 2,4% dan 2,1%. Ketahanan sektor rumah tangga juga terlihat

masih cukup kuat sebagaiman tercermin pada NPL dari sisi kredit kepada sektor bukan lapangan usaha

(kredit konsumsi) yang masih terjaga pada level yang aman. NPL kredit konsumsi di seluruh kawasan

secara agregat berada dibawah kisaran 2%. Kebijakan penyempurnaan ketentuan loan to value (LTV)

atau pun financing to value (FTV) untuk kredit pemilikan properti dan kredit konsumsi beragun properti

telah memperlambat laju kredit pada sektor ini. Dampak perlambatan penyaluran kredit konsumsi juga

terjadi pada kredit kendaraan bermotor, terutama sepeda motor terkait dengan kebijakan yang

Sumber: BPS, diolah

Page 5: Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan · untuk membahas perkembangan terkini dan berbagai isu strategis yang menjadi ... dikaitkan dengan kecepatan pembangunan smelter

L a p o r a n N u s a n t a r a | 5

mengatur pembayaran uang muka minimum (down payment/DP). Implementasi kebijakan tersebut

diharapkan memperkuat ketahanan sistem keuangan dengan lebih mengedepankan kehati-hatian

sehingga berdampak positif bagi terjaganya stabilitas sistem keuangan.

Perkembangan aktivitas perekonomian yang melambat juga tercermin pada kinerja sistem pembayaran

nontunai dan pengelolaan uang. Secara keseluruhan tahun 2013, nominal dan volume transaksi yang

dilakukan melalui sistem BI-RTGS cenderung menurun dibandingkan dengan transaksi yang terjadi pada

tahun 2012. Sementara itu, pengelolaan uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia menunjukkan

perbedaan karakteristik pola aliran uang di masing-masing wilayah. Pulau Jawa (di luar Jakarta) selama

2013 memiliki karakteristik net inflow. Sementara di tiga kawasan lainnya yakni Sumatera, Jakarta, dan

KTI menunjukkan pola net outflow.

Bank Indonesia secara konsisten selalu berupaya memastikan seluruh masyarakat memperoleh uang

layak edar sesuai kebutuhan. Selama tahun 2013, Bank Indonesia memprioritaskan distribusi uang layak

edar – melalui kegiatan kas keliling – ke daerah perbatasan seperti di Atambua (NTT), Nunukan

(Kaltara), dan di Papua. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan transaksi, Bank Indonesia pada awal

tahun 2014 menandatangani nota kesepahaman dengan Bank Papua New Guinea (PNG) dalam

memberdayakan kegiatan ekonomi di daerah perbatasan. Melalui nota kesepahaman ini, kedua Bank

Sentral bersepakat untuk meningkatkan peran lembaga keuangan Bank dan Pedagang Valuta Asing

(PVA) di masing-masing negara dalam meningkatkan aktivitas ekonomi di wilayah perbatasan dengan

mendorong terciptanya kelancaran dan keandalan sistem pembayaran.

PROSPEK EKONOMI DAERAH DAN TANTANGAN KE DEPAN

Prospek Ekonomi Daerah

Prospek perekonomian daerah secara agregat mengindikasikan perekonomian nasional pada tahun 2014

diperkirakan akan tumbuh mendekati batas bawah kisaran 5,8 – 6,2%. Perbaikan ekonomi di berbagai

daerah diperkirakan terus berlanjut seiring dengan menguatnya pemulihan ekonomi global disertai harga

komoditas ekspor yang terus membaik. Ekonomi Jawa dan Jakarta diperkirakan tumbuh lebih tinggi

dibandingkan dengan daerah lainnya di Sumatera dan KTI. Prakiraan ini didukung oleh terus berlanjutnya

perbaikan ekspor manufaktur terutama untuk tekstil, elektronik dan kendaraan bermotor.

Di samping itu, berlanjutnya aktivitas kegiatan Pemilu dengan intensitas yang lebih kuat menjelang

Pilpres diperkirakan memperbaiki kinerja permintaan domestik di berbagai daerah di Jawa dan Jakarta.

Faktor lain yang diperkirakan turut mendorong perbaikan ekonomi Jawa terkait dengan mulai masuknya

masa panen raya pada triwulan II 2014 hingga mencapai puncaknya pada awal triwulan III 2014. Namun,

dampak banjir yang melanda sejumlah daerah sentra produksi di Jawa pada awal tahun 2014

diperkirakan akan membayangi capaian produksi pangan pada masa panen raya tersebut. Selain itu,

beberapa daerah di Jawa mengindikasikan perkembangan investasi yang masih cenderung melambat.

Membaiknya harga komoditas di pasar global diperkirakan turut mendorong peningkatan kinerja

perekonomian berbagai daerah di Sumatera dan KTI. Di Sumatera, tanda-tanda perbaikan kinerja ekspor

komoditas berbasis SDA, terutama hasil-hasil perkebunan yang mulai terlihat pada awal tahun 2014,

diperkirakan terus berlanjut disertai harga jual ekspor yang lebih baik. Hal ini diperkirakan berimbas pada

membaiknya pendapatan masyarakat sehingga mendorong kembali konsumsi rumah tangga. Beberapa

daerah di Sumatera juga mengindikasikan adanya peningkatan ekspansi pengolahan sawit yang akan

Page 6: Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan · untuk membahas perkembangan terkini dan berbagai isu strategis yang menjadi ... dikaitkan dengan kecepatan pembangunan smelter

L a p o r a n N u s a n t a r a | 6

dilakukan oleh pelaku usaha pada 2014, merespons prakiraan membaiknya permintaan CPO di pasar

internasional.

Sementara itu, prospek perekonomian berbagai daerah di KTI juga membaik seiring dengan berbagai

penyesuaian yang ditempuh oleh pelaku usaha dalam merespons pelaksanaan kebijakan pengaturan

ekspor mineral disertai upaya untuk mempercepat pembangunan smelter. Laju perbaikan ekonomi KTI

diperkirakan akan sangat tergantung pada seberapa cepat penyesuaian dapat dilakukan oleh para pelaku

usaha di sektor pertambangan dan kemajuan pembangunan smelter dapat dilakukan, termasuk orientasi

lokasi dan kendala yang dihadapi dalam pembangunan smelter.

Di sisi inflasi, perkembangan harga-harga di berbagai daerah diperkirakan terkendali dengan tingkat

inflasi yang cenderung menurun. Inflasi di sebagian besar daerah di KTI secara agregat diperkirakan

dapat kembali berada di bawah nasional, seiring dengan meningkatnya pasokan pada masa panen raya

mendatang disertai terjaganya kelancaran distribusi. Di samping itu, prakiraan prospek capaian produksi

pangan pada masa panen raya mendatang, di beberapa daerah sentra produksi KTI, diperkirakan lebih

tinggi dibandingkan dengan panen raya tahun sebelumnya. Hal serupa juga diperkirakan terjadi di

berbagai daerah sentra produksi di Jawa, walaupun banjir yang melanda sejumlah daerah di Jawa

membayangi capaian produksi. Pada beberapa daerah di Jawa, dampak banjir terhadap keseluruhan

produksi pangan diperkirakan terbatas, dengan besaran luas lahan puso yang relatif kecil. Di samping itu,

respons pemerintah dalam menjaga ketersediaan pasokan pangan berkontribusi positif pada stabilitas

harga pangan di daerah. Meski demikian, beberapa risiko yang perlu diwaspadai dampaknya terhadap

inflasi di daerah antara lain terkait kenaikan harga tarif tenaga listrik (TTL) yang akan diberlakukan

kepada industri mulai triwulan II 2014, dampak pass-through dari depresiasi nilai tukar terhadap harga

jual produk, serta rencana kenaikan LPG 12 kg dalam waktu dekat.

Tantangan Ke Depan

Prospek perekonomian daerah menghadapi beberapa tantangan utama yang diperkirakan turut

menentukan kinerja ekonomi dan inflasi ke depan. Pertama, tantangan yang bersumber dari dinamika

global yang dapat menyebabkan rentannya pemulihan ekonomi global, terutama dengan adanya potensi

kembali melambatnya kinerja ekonomi China dan ketidakpastian normalisasi kebijakan moneter di

Amerika Serikat. Hal ini secara tidak langsung dapat berdampak pada tertahannya kinerja ekspor dari

berbagai daerah dan mengganggu kegiatan investasi daerah.

Kedua, tantangan dari penerapan kebijakan pengaturan ekspor mineral. Dalam jangka pendek, beberapa

penyesuaian yang harus dilakukan oleh pelaku usaha di sektor pertambangan berpotensi berdampak

pada kinerja ekspor di beberapa daerah di wilayah Sulampua. Namun, dalam jangka menengah panjang,

penyesuaian yang telah dilakukan pelaku usaha dan konsistensi dari penerapan kebijakan ini akan

berdampak positif bagi peningkatan nilai tambah dari ekspor tambang, sehingga mendorong kinerja

ekonomi secara keseluruhan, terutama bagi daerah-daerah yang didominasi oleh kegiatan

pertambangan.

Ketiga, kemungkinan penerapan kebijakan administered price terutama harga-harga energi (BBM

bersubsidi, tarif tenaga listrik, dan LPG) dan kebijakan tarif yang ditetapkan oleh daerah. Secara historis,

laju inflasi di daerah memiliki sensitivitas yang cukup tinggi terhadap adanya perubahan administered

prices. Kondisi ini memerlukan respons koordinasi yang lebih baik di daerah untuk meminimalkan

Page 7: Perkembangan Terkini, Prospek, dan Tantangan Ke Depan · untuk membahas perkembangan terkini dan berbagai isu strategis yang menjadi ... dikaitkan dengan kecepatan pembangunan smelter

L a p o r a n N u s a n t a r a | 7

dampak lanjutan dari kemungkinan diterapkannya kebijakan ini, terutama terkait dengan pengendalian

tarif angkutan dan jasa kemasyarakatan lainnya.

Keempat, dampak banjir dan bencana alam yang terjadi pada awal tahun 2014 terhadap prospek

produksi pangan dan inflasi daerah. Dalam kaitan ini maka langkah-langkah yang lebih intensif dan

terkoordinasi diperlukan untuk memastikan prioritas penanganan lahan terdampak banjir. Koordinasi di

tingkat pemerintah pusat dan daerah baik melalui TPI maupun TPID diperlukan untuk memastikan

ketersediaan dan akses petani – khususnya yang terdampak banjir dan bencana alam lainnya - terhadap

benih dan pupuk. Di samping itu, upaya untuk mengarahkan ekspektasi masyarakat perlu dilakukan

secara intensif dengan memberikan informasi yang lengkap kepada masyarakat tentang kondisi pasokan

pangan agar tidak terjadi panic buying di masyarakat.

Kelima, masih terkonsentrasinya daya saing daerah pada daerah-daerah di Jawa. Kemampuan daya saing

yang lebih baik di Jawa didukung oleh faktor stabilitas ekonomi makro, institusi pemerintah, tenaga kerja,

menjadi penunjang. Sementara itu, masih lebih rendahnya daya saing daerah-daerah di Sulampua,

Sumatera dan sebagian Kalimantan terutama disebabkan stabilitas ekonomi dan infrastruktur. Mengatasi

hal ini, upaya untuk mendorong kenaikan daya saing daerah perlu ditempuh bersama-sama oleh para

penentu kebijakan di daerah dan di tingkat pusat. Peningkatan kapasitas infrastruktur, khususnya terkait

konektivitas dan energi, dalam program MP3EI menjadi tumpuan bagi peningkatan kemampuan daya

saing berbagai daerah di luar Jawa. Selain itu, penerapan kebijakan pengupahan – khususnya UMP –

perlu dilakukan secara berimbang untuk mendorong perbaikan kesejahteraan tenaga kerja sekaligus

tidak merugikan daya saing ekonomi daerah.

Jakarta, 17 Februari 2014

Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter

Juda Agung

Direktur Eksekutif