perkembangan inflasi aceh - bi.go.id · perkembangan inflasi menurut kelompok barang dan jasa...

14
PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

Upload: volien

Post on 08-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERKEMBANGAN INFLASI ACEH

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH | TRIWULAN 4-2012 31

BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh

Inflasi Aceh masih berada pada tren penurunan yang

terjadi sejak pertengahan tahun lalu. Pada periode

laporan, laju inflasi Aceh adalah 0,22% (yoy) jauh lebih

rendah dibandingkan inflasi nasional yang sebesar 4,3%.

Faktor utama penyebab menurunnya laju inflasi Aceh

berasal dari cukup terkendalinya inflasi kelompok harga

pangan yang bergejolak (volatile foods), yakni komoditas

ikan segar, beras, cabe merah dan bawang merah.

Secara tahunan, perlambatan inflasi komoditas tersebut

disebabkan oleh lebih rendahnya kenaikan harga

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (base-

effect). Sementara itu, tekanan dari sisi inflasi inti dan

administered price relatif minimal.

Seluruh kota penyumbang inflasi di Aceh memiliki angka

inflasi yang jauh lebih rendah dari nasional, yaitu kota Banda

Aceh dengan inflasi tahunan sebesar 0,06% dan kota

Lhokseumawe sebesar 0,39% (yoy).

32 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH | TRIWULAN 4-2012

BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh

2.1. PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA

2.1.1. PERKEMBANGAN INFLASI BULANAN ACEH

Pasca Idul Fitri, inflasi bulanan Aceh terus mengalami deflasi, namun kemudian melonjak naik di

akhir tahun. Inflasi bulanan Aceh dalam tiga bulan terakhir adalah berturut-turut sebesar minus

0,51% (mtm), minus 0,85%, dan 0,50%. Meski mengalami lonjakan inflasi di akhir tahun, namun

bila dibandingkan dengan nasional, rata-rata laju inflasi bulanan Aceh dalam tiga bulan terakhir

jauh lebih rendah. Meningkatnya laju inflasi bulanan di Desember 2012adalah akibat kenaikan

harga beberapa bahan pangan seperti ikan segar (cumi-cumi, kembung, rambe, dencis, tongkol

dan udang basah), daging ayam ras dan daging ayam kampung, beras, bawang merah dan cabe

merah akibat keterbatasan pasokan. Realisasi inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan dengan

pola musimannya dalam empat tahun terakhir dimana pada triwulan IV secara rata-rata sebesar

0,7% (mtm).

Gambar 2.1. Inflasi Bulanan Aceh dan Nasional (mtm)

Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah

Meningkatnya laju inflasi Aceh secara bulanan terutama disumbangkan oleh kelompok bahan

makanan mengingat kelompok tersebut memiliki bobot IHK yang terbesar. Meski mengalami

deflasi dari bulan September hingga November 2012, namun inflasi bahan makanan meningkat di

akhir tahun. Selain disumbang oleh kelompok bahan makanan, dari sisi kelompok non bahan

makanan, kenaikan harga sub kelompok perlengkapan rumah tangga, perlengkapan pendidikan

dan rekreasi turut menyumbang terjadinya inflasi di Aceh. Bila ditelaah lebih lanjut, komoditas

yang turut menyumbang inflasi dari kelompok tersebut adalah kursi, magic com, mesin cuci,

setrika, buku pelajaran SD, sepeda anak, dan televisi.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2012

Aceh 0,50 -0,31 0,48 0,03 -0,74 1,27 0,16 0,59 -0,87 -0,51 -0,85 0,50

Nasional 0,76 0,05 0,07 0,21 0,07 0,62 0,70 0,95 0,01 0,16 0,07 0,54

-1,00

-0,50

0,00

0,50

1,00

1,50 mtm,% Aceh Nasional

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH | TRIWULAN 4-2012 33

BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh

Tabel 2.1. Inflasi Bulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (mtm,%)

Kelompok 2012

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

UMUM 0,50 -0,31 0,48 0,03 -0,73 1,27 0,16 0,58 -0,87 -0,51 -0,85 0,50

Bahan Makanan 1,50 -1,56 1,29 -0,12 -2,33 3,38 -0,15 1,20 -3,55 -2,06 -2,95 1,60

Makanan jadi 0,23 0,17 0,26 0,29 0,29 0,43 0,49 0,08 0,41 -0,06 0,12 0,11

Perumahan -0,22 0,27 0,17 0,16 -0,07 0,01 0,09 0,16 0,02 0,23 0,40 0,14

Sandang -0,08 0,67 -0,13 -0,46 -0,46 0,77 0,19 1,20 1,65 0,52 -0,63 -0,19

Kesehatan 0,08 0,04 -0,01 0,05 0,08 0,51 -0,03 -0,04 0,31 0,41 0,11 0,08

Pendidikan 0,28 0,10 0,00 -0,02 0,26 0,03 1,90 0,09 0,02 0,21 -0,02 0,12

Transportasi 0,11 0,18 0,03 0,02 0,01 0,05 0,04 0,43 0,17 0,18 0,00 0,01

Sumber : BPS Provinsi Aceh, diolah

2.1.2. PERKEMBANGAN INFLASI TRIWULANAN (QTQ)

Gambar 2.2. Inflasi Triwulanan Aceh dan Nasional (qtq)

Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah

Sama dengan pola musimannya, laju inflasi Aceh secara triwulanan tercatat menurun, yaitu dari

minus 0,13% (qtq) pada triwulan III-2012 menjadi minus 0,86%. Dalam tiga tahun pantauan

terakhir, memang tercatat bahwa di akhir tahun, laju inflasi triwulanan seluruh kelompok barang

dan jasa cenderung mengalami penurunan. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan seluruh

kelompok barang dan jasa, kecuali kelompok perumahan dan kesehatan yang tercatat meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya.

3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12

2010 2011 2012

Aceh 0,19 0,39 0,79 4,43 0,44 -0,30 2,31 0,96 0,67 0,56 -0,13 -0,86

Nasional 0,99 1,41 2,79 1,59 0,70 0,36 1,89 0,79 0,88 0,90 1,68 0,77

-2,00

-1,00

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00 qtq,%

Aceh Nasional

34 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH | TRIWULAN 4-2012

BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh

Pada triwulan laporan, penyebab utama turunnya laju inflasi tersebut terutama berasal dari

penurunan laju inflasi kelompok bahan makanan, yakni dari minus 2,54% pada periode triwulan

III-2012 menjadi minus 3,43%. Penurunan laju inflasi triwulanan terjadi di hampir seluruh barang

dan jasa, kecuali perumahan dan kesehatan yang justru meningkat berturut-turut menjadi 0,77%

dan 0,6%.

Tabel 2.2. Inflasi Triwulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (qtq,%)

Kelompok 2010 2011 2012

3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12

UMUM 0,19 0,39 0,79 4,43 0,44 -0,30 2,31 0,96 0,67 0,56 -0,14 -0,86

Bahan Makanan -0,18 0,38 -0,37 12,55 -0,37 -2,85 4,17 2,30 1,21 0,85 -2,54 -3,43

Makanan Jadi 1,48 -0,56 1,91 0,76 0,38 0,85 1,12 0,64 0,66 1,00 0,99 0,17

Perumahan 0,22 0,19 1,25 1,07 0,34 1,38 0,21 0,94 0,22 0,10 0,27 0,77

Sandang -1,46 3,35 1,46 3,13 0,81 1,33 6,99 -1,02 0,46 -0,15 3,06 -0,29

Kesehatan 0,88 -0,40 0,51 0,06 6,88 0,48 0,40 0,39 0,11 0,64 0,24 0,60

Pendidikan 0,12 0,28 3,66 -0,06 0,11 -0,40 2,95 0,25 0,38 0,26 2,01 0,32

Transportasi 0,17 -0,12 0,17 0,13 0,31 0,08 0,32 -0,02 0,32 0,08 0,64 0,20

Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah

2.1.3. PERKEMBANGAN INFLASI TAHUNAN (YOY)

Gambar 2.3. Inflasi Tahunan Provinsi Aceh dan Nasional (yoy)

Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah

Meski secara bulanan, tekanan inflasi Aceh cukup tinggi, namun secara tahunan laju inflasi Aceh

berada pada tren yang menurun. Hingga akhir tahun 2012, laju inflasi tahunan Aceh hanya

sebesar 0,22% (yoy) atau jauh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

sebesar 2,06%. Faktor utama penyebab turunnya laju inflasi terutama berasal dari penurunan

kelompok bahan makanan, yakni dari 1,75% pada periode triwulan III-2012 menjadi minus 3,94%

3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12

2010 2011 2012

Aceh 4,00 4,51 1,05 5,86 6,12 5,40 6,99 3,43 3,67 4,56 2,06 0,22

Nasional 3,43 5,05 5,80 6,96 6,65 5,54 4,61 3,79 3,97 4,53 4,31 4,30

0,00

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

8,00 yoy,%

Aceh Nasional

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH | TRIWULAN 4-2012 35

BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh

pada periode laporan serta kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau dari 3,33%

menjadi 2,84%. Hal ini disebabkan oleh lebih rendahnya kenaikan laju inflasi pada periode laporan

dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Di lain pihak, penurunan laju inflasi

tertahan terutama oleh meningkatnya inflasi kelompok sandang, kesehatan, pendidikan dan

kelompok transportasi.

Tabel 2.3. Inflasi Tahunan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (yoy,%)

Kelompok 2010 2011 2012

3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12

UMUM 4,00 4,51 1,05 5,86 6,12 5,40 6,99 3,43 3,67 4,56 2,06 0,22

Bahan Makanan 6,08 7,75 -3,12 12,37 12,16 8,54 13,48 3,14 4,77 8,76 1,75 -3,94

Makanan Jadi 5,60 4,33 3,21 3,63 2,51 3,96 3,15 3,03 3,31 3,47 3,33 2,84

Perumahan 2,22 1,99 2,54 2,76 2,88 4,10 3,03 2,90 2,78 1,47 1,53 1,36

Sandang 1,84 5,85 5,54 6,56 9,02 6,89 12,72 8,19 7,81 6,23 2,32 3,07

Kesehatan 3,94 2,14 1,89 1,05 7,06 8,01 7,90 8,25 1,40 1,55 1,38 1,59

Pendidikan 5,83 5,97 4,57 4,02 4,01 3,31 2,60 2,92 3,19 3,87 2,92 2,99

Transportasi 0,63 0,49 0,24 0,35 0,49 0,70 0,85 0,69 0,71 0,71 1,03 1,24

Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah

36 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH | TRIWULAN 4-2012

BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh

INBOX 1

KAJIAN STUDI KELAYAKAN

PUSAT INFORMASI HARGA PANGAN STRATEGIS (PIHPS)

PROVINSI ACEH1

Untuk mendukung implementasi Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) secara nasional,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh (KPw BI Aceh) perlu menyusun suatu Studi Kelayakan

(Feasibility Study). Studi Kelayakan akan difokuskan pada aspek survey dan kajian. Survey yang dimaksud

merupakan survey proses manajemen pendataan dan efektivitas diseminasi informasi. Sedangkan kajian

diharapkan dapat menjawab efektivitas dari pengembangan PIHPS disamping rekomendasi terkait strategi

serta proses (pentahapan) dalam mengimplementasikan PIHPS. Hal lain yang juga terkait adalah melakukan

telaah komoditas bahan pangan strategis yang berperan penting dalam pembentukan inflasi di wilayah Aceh.

Ketersediaan informasi yang up-to date dan mudah di akses oleh masyarakat merupakan suatu

keharusan dalam kebijakan yang berkaitan dengan laju tingkat harga umum (inflasi) dan ketahanan pangan.

Ketersediaan data yang mencerminkan kondisi ketahanan pangan, volatilitas harga dengan demikian

merupakan suatu keharusan yang akan menunjang stabilitas harga dan ketahanan pangan, terlebih lagi

pada saat krisis bahan pangan melanda ekonomi, seperti pengalaman yang terjadi pada tahun 2008 yang lalu.

Kajian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yang digunakan adalah penilaian

narasumber mengenai manfaat dan biaya media diseminasi PIHPS. Data ini diperoleh dari wawancara

mendalam (indepth interview) dan pengisian kuesioner. Nara sumber tersebut terdiri dari para pengambil

keputusan di bidang moneter, pertanian, perdagangan, perbankan dan pemerintahan pada umumnya terkait

dengan penerapan PIHPS.

Data primer lainnya, berupa preferensi pedagang dan konsumen diperoleh melalui survei lapangan

yang melibatkan 106 pedagang dan 104 konsumen di tiga pasar utama di Banda Aceh. Adapun pedagang

yang diwawancarai adalah pedagang ikan dan hasil laut lainnya, sembako (beras, minyak goreng, gula,

telur dll), daging sapi dan ayam potong. Serupa dengan pedagang, konsumen yang diwawancarai pun adalah

konsumen yang membeli komoditas-komoditas tersebut.

Sementara itu data sekunder diperoleh dari periodical ilmiah dan publikasi yang disediakan

oleh Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, Dinas Pertanian Provinsi Aceh, Dinas Perdagangan

Provinsi Aceh serta publikasi lembaga internasional seperti Bank Dunia (the World Bank). Data dan

informasi sekunder didapatkan melalui desk study dan kajian pustaka berbagai penelitian yang terkait.

Metode Analitic Hierarchy Process (AHP) digunakan sebagai alat analisis utama dalam

menentukan keputusan media apakah yang paling efektif bagi penyebarluasan informasi di PIHPS Aceh. Alat

tersebut tidak hanya sekedar untuk pengambilan keputusan seperti yang kita ketahui secara umum,

namun dalam prosesnya dimodifikasi dengan analisis biaya-manfaat (cost-benefit analysis). Alat analisis

kualitatif juga digunakan sebagai pelengkap kajian. Untuk mengetahui lebih lanjut dampak perubahan yang

terjadi pada sektor komoditas pangan tertentu, terhadap ekonomi Aceh akan dilakukan simulasi dengan

menggunakan Analisis Input-Output.

Dari hasil analisis tersebut diatas terdapat dua pilihan alat diseminasi yang tergolong layak, yaitu

koran dan website. Namun, pilihan koran masih lebih layak atau efisien dibandingkan dengan website,

meskipun hanya mempunyai sedikit selisih perbedaan angka rasio. Kondisi tersebut didukung hasil wawancara

terhadap berbagai responden, baik responden AHP maupun responden konsumen dan pedagang.

Dukungan tersebut sebagian besar responden mengatakan memang meski website bisa lebih cepat

dalam penyediaan informasi, namun untuk sebagian wilayah masih banyak yang belum tersentuh

1 Penelitian KPw BI Aceh bersama PPPM STEKPI, 2012

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH | TRIWULAN 4-2012 37

BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh

jaringan internet, ataupun belum sempurnanya jaringan internet tersebut. Oleh karena itu, pilihan Koran

ini menjadi alternatif pilihan utama alat diseminasi harga pangan.

Berdasarkan analisis Input-Output, diperoleh perbandingan pengaruh perubahan harga dalam

sektor-sektor yang mengandung komoditas pangan utama di Aceh terhadap pembentukan inflasi. Sektor

Padi Sawah dll, yang di dalamnya termasuk beras, memiliki tingkat pengaruh yang paling tinggi

dibandingkan tiga sektor lainnya.

Sebagai contoh, apabila harga komoditas dalam sektor Padi Sawah dll meningkat 10 persen,

maka hal ini akan meningkatkan inflasi sebesar 0,339 persen. Kemudian, dengan peningkatan harga yang

sama, masing-masing sektor akan menghasilkan inflasi tambahan sebesar 0,022, 0,021 dan 0,003 persen.

Dengan demikian, perubahan harga komoditas pada sektor Padi Sawah memberikan kontribusi yang relatif

besar dalam pembentukan inflasi di Aceh.

Tabel. Simulasi Perubahan harga komoditas dan Inflasi Aceh

Untuk menterjemahkan kebijakan tersebut diperlukan bisnis proses yaitu suatu sistem

manajemen data yang menggunakan teknologi informasi dari tahapan pengumpulan, pelaporan, kompilasi

data hingga diseminasi. Gambar berikut menunjukkan alur proses bisnis PIHPS.

Terdapat tiga blok dalam alur proses bisnis, yaitu blok input, proses dan output. Blok input

menunjukkan tahapan awal dalam melakukan proses bisnis untuk memperoleh data mentah (raw data).

Blok proses menunjukkan bagaimana data diolah. Sedangkan Blok Output menunjukkan diseminasi pada

media informasi.

KODE

SEKTORSEKTOR/KOMODITAS

PERUBAHAN HARGA

(SHOCK ; %)

PERKIRAAN

INFLASI

(%)

1 Padi Sawah, Padigogo/ladang 10 0.339

13 Ternak dan hasilnya 10 0.022

14 Unggas dan hasilnya, peternakan 10 0.021

15 PerikananLaut 10 0.003

38 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH | TRIWULAN 4-2012

BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh

Instansi yang diusulkan dalam membantu proses diseminasi ini berjalan ialah D i n a s

P e r i n d u s t r i a n , P e r d a g a n g a n , K o p e r a s i d a n Usaha Kecil Mikro (Disperindagkop dan UKM) serta

Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika (Dishubkominfo). Lebih spesifiknya dinas tersebut

disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) dinas tersebut. Disperindagkop dan UKM hanya

fokus pada Bidang Perdagangan-Seksi Perlindungan Konsumen khusus untuk blok input, sedangkan

Dishubkominfo fokus pada Bidang Komunikasi dan Telekomunikasi-Seksi Sarana Komunikasi dan

Diseminasi Informasi untuk blok proses dan blok output yang fokus pada diseminasi melalui website.

2.2. PERKEMBANGAN INFLASI MENURUT KOTA (YOY)

Grafik 2.4. Inflasi Tahunan Provinsi Aceh Menurut Kota

Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah

Tabel 2.4. Inflasi Perkota Menurut Kelompok Barang dan Jasa (yoy,%)

Kelompok Lhokseumawe Banda Aceh Aceh

UMUM 0,39 0,06 0,22

Bahan Makanan -3,64 -4,24 -3,94

Makanan Jadi 3,26 2,46 2,84

Perumahan 2,49 0,26 1,36

Sandang 2,79 3,28 3,07

Kesehatan 1,21 1,88 1,59

Pendidikan 3,25 2,73 2,99

Transportasi 0,35 2,06 1,24

Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah

3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12

2010 2011 2012

Aceh 4,00 4,51 1,05 5,86 6,12 5,40 6,99 3,43 3,67 4,56 2,06 0,22

Nasional 3,43 5,05 5,80 6,96 6,65 5,54 4,61 3,79 3,97 4,53 4,31 4,30

Banda Aceh 3,60 3,11 0,49 4,64 4,45 4,64 5,22 3,32 3,22 3,28 1,67 0,06

Lhokseumawe 4,44 6,05 1,66 7,19 7,95 6,21 8,93 3,55 4,15 5,92 2,47 0,39

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 yoy,% Aceh Nasional Banda Aceh Lhokseumawe

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH | TRIWULAN 4-2012 39

BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh

Kedua kota penyumbang inflasi di Aceh mengalami penurunan laju inflasi secara tahunan, bahkan

merupakan realisasi inflasi akhir tahun yang terendah dalam sepuluh tahun pantauan terakhir dan

jauh lebih rendah dari titik tengah sasaran nasional 2012 yang sebesar 4,5%. Jika dibandingkan,

inflasi kota Lhokseumawe tercatat lebih tinggi dari inflasi kota Banda Aceh. Lebih tingginya inflasi

Kota Lhokseumawe terutama disebabkan oleh level inflasi kelompok bahan makanan dan makanan

jadi di kota tersebut yang lebih tinggi dibandingkan kota Lhokseumawe.

2.2.1. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA BANDA ACEH (YOY)

Laju inflasi kota Banda Aceh yang hanya 0,06% (yoy) merupakan realisasi inflasi yang terendah

secara nasional pada periode laporan. Penurunan laju inflasi kota Banda Aceh terutama berasal

dari inflasi volatile foods sebagaimana tercermin dari inflasi kelompok bahan makanan yang

menurun tajam dari 0,34% menjadi minus 4,24% pada triwulan IV-2012. Penurunan juga terjadi

pada inflasi administered price yang bersumber dari penurunan bahan bakar rumah tangga.

Sementara inflasi inti cenderung tercatat stabil.

Grafik 2.5. Disagregasi Inflasi Kota Banda Aceh

Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah

Tajamnya penurunan inflasi tahunan kelompok bahan makanan terutama akibat koreksi harga

berbagai ikan segar (bandeng, kembung, tongkol, rambe, udang basah dan mujair), cabe merah

dan cabe rawit serta sayur-sayuran seperti tomat sayur, kacang panjang dan cabe hijau

dibandingkan periode yang sama tahun lalu (base-effect).

-5

0

5

10

15

20

25

30

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2011 2012

%,yoy

Inflasi IHK Core

Volatile Adm Price

40 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH | TRIWULAN 4-2012

BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh

Tabel 2.5. Inflasi Tahunan Kota Banda Aceh Menurut Kelompok Barang dan Jasa (yoy,%)

Kelompok 2010 2011 2012

3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12

UMUM 3,60 3,11 0,49 4,64 4,45 4,64 5,21 3,32 3,22 3,28 1,67 0,06

Bahan Makanan 4,53 3,17 -3,77 11,20 8,54 8,43 9,60 2,58 4,21 5,98 0,34 -4,24

Makanan Jadi 5,55 4,55 1,79 2,11 1,22 2,20 2,41 3,37 3,72 3,24 3,45 2,46

Perumahan 3,01 2,21 2,10 2,13 2,17 2,96 1,95 2,91 2,33 1,37 1,57 0,26

Sandang 2,47 6,93 6,19 6,25 8,88 6,49 13,08 8,99 8,58 6,93 2,44 3,28

Kesehatan 5,14 2,56 1,59 0,37 10,11 11,36 11,19 11,86 0,83 0,88 1,31 1,88

Pendidikan 3,18 3,42 3,39 2,93 2,77 1,87 0,85 0,68 0,81 1,80 2,58 2,73

Transportasi 0,78 0,47 -0,11 0,25 0,64 1,02 0,28 -0,08 -0,19 -0,10 1,63 2,06

Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah

2.2.2. PERKEMBANGAN INFLASI KOTA LHOKSEUMAWE (YOY)

Grafik 2.6. Disagregasi Inflasi Kota Lhokseumawe

Inflasi Kota Lhokseumawe menurun dari 2,47% pada triwulan III-2012 menjadi 0,39% pada

triwulan IV-2012 didorong oleh penurunan inflasi volatile food, sementara inflasi inti dan

administered price tercatat moderat. Berdasarkan kelompok barang dan jasa, empat kelompok

mengalami penurunan. Penurunan inflasi terbesar berasal dari kelompok bahan makanan setelah

pada triwulan sebelumnya sebesar 3,23% terkoreksi menjadi minus 3,64% pada periode laporan.

Sementara itu kelompok perumahan tercatat mengalami peningkatan paling besar yaitu dari

1,49% menjadi 2,49% yang bersumber dari kenaikan harga biaya tempat tinggal (besi beton,

kayu balok, kontrak rumah, semen dan tukang bukan mandor), kenaikan bahan bakar rumah

-5

0

5

10

15

20

25

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2011 2012

%,yoy

Inflasi IHK (yoy) Core Adm Price Volatile Foods

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH | TRIWULAN 4-2012 41

BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh

tangga, serta kenaikan upah pembantu rumah tangga. Selain kelompok perumahan, kelompok

sandang juga mengalami peningkatan inflasi yang bersumber dari kenaikan harga emas perhiasan.

Tabel 2.6. Inflasi Tahunan Kota Lhokseumawe Menurut Kelompok Barang dan Jasa (yoy,%)

Kelompok 2010 2011 2012

3 6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12

UMUM 4,44 6,05 1,66 7,19 7,95 6,21 8,93 3,55 4,15 5,92 2,47 0,39

Bahan Makanan 7,85 13,03 -2,39 13,63 16,14 8,66 17,84 3,74 5,35 11,67 3,23 -3,64

Makanan Jadi 5,65 4,09 4,80 5,32 3,94 5,92 3,97 2,66 2,88 3,71 3,21 3,26

Perumahan 1,42 1,77 3,00 3,41 3,62 5,28 4,14 2,88 3,24 1,58 1,49 2,49

Sandang 1,05 4,50 4,70 6,97 9,20 7,41 12,25 7,18 6,81 5,33 2,17 2,79

Kesehatan 2,43 1,61 2,28 1,91 3,11 3,70 3,70 3,66 2,18 2,48 1,48 1,21

Pendidikan 8,82 8,82 5,84 5,18 5,33 4,85 4,44 5,27 5,67 6,01 3,27 3,25

Transportasi 0,46 0,52 0,63 0,47 0,32 0,34 1,47 1,55 1,70 1,60 0,37 0,35

Sumber: BPS Prov. Aceh, diolah

INBOX 2

KAJIAN KETAHANAN PANGAN STRATEGIS

ANALISA KETERSEDIAAN, PERDAGANGAN ANTAR DAERAH,

DISPARITAS HARGA DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN2

Ketahanan pangan merupakan salah satu isu paling strategis dalam pembangunan nasional karena

terkait erat dengan ketahanan sosial, stabilitas politik, ketahanan nasional, serta stabilitas ekonomi. Aspek

fundamental dalam membangun ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

yang memadai khususnya melalui perbaikan manajemen cadangan pangan. Kondisi tersebut merupakan salah

satu faktor penting bagi pemerintah guna melakukan kebijakan stabilisasi suplai/stok bahan pangan dan

selanjutnya, stabilitas perekonomian dalam negeri. Bagi Bank Indonesia, tercapainya ketahanan pangan juga

berperan sangat penting khususnya dalam rangka pencapaian targetnya, yaitu pengendalian inflasi (harga)

secara umum.

Dalam konteks ketahanan pangan tersebut, cadangan pangan berfungsi utama sebagai sumber

pasokan untuk mengisi kesenjangan antara produksi dan kebutuhan masyarakat, khususnya untuk

mengantisipasi masalah rawan pangan, seperti kekurangan pangan dan keadaan darurat. Pengelolaan

cadangan pangan yang baik menjadi sangat penting dalam upaya mewujudkan ketersediaan pangan yang

cukup bagi seluruh penduduk dan mengupayakan agar setiap rumah tangga mampu mengakses pangan

sesuai kebutuhannya3.

Cadangan pangan harus dapat terukur secara baik, sehingga dapat memudahkan untuk melakukan

perencanaan dan pelaksanaan program ketahanan pangan. Namun, realitasnya, data/ informasi mengenai

cadangan pangan nasional dan/daerah secara umum belum tersedia dengan baik, dan bahkan cenderung

mengalami bias/polemik karena ketidaktersediaan data stok yang relative akurat. Ketidakpastian

data/informasi ini dapat menimbulkan ekses yang negatif, seperti: penimbunan, atau tindakan spekulasi

lainnya, yang pada gilirannya berdampak pada kenaikan harga yang cenderung berlebihan (eksesif).

2 Kantor Pewakilan Bank Indonesia Provinsi Aceh, 2012

3 Sumber: Departemen Pertanian (2005)

42 KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH | TRIWULAN 4-2012

BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh

Terdapat tiga metode pendekatan yang digunakan dalam studi ini, yaitu:

a. Analisa Ketahanan Pangan Daerah (Surplus – Defisit)

Analisa ini digunakan untuk mengetahui peta status/kondisi pangan di wilayah Provinsi Aceh

untuk tiap-tiap komoditas yang menjadi objek penelitian ini.

b. Pola Perdagangan antar Daerah

Untuk menganalisa pola perdagangan antar daerah di daerah obyek penelitian, metode utama

yang digunakan adalah menggunakan survei lapangan.

c. Disparitas Harga Antar Daerah

Menggunakan pendekatan model ekonometrik yang berdasarkan pada konsep/teori law of one

price (LOP) yang meyatakan bahwa pada pasar yang efisien dan sempurna, barang yang sama

harus memiliki kesamaan harga di seluruh area, sedangkan perbedaan harga hanya disebabkan

oleh biaya transportasi.

Dari hasil temuan empiris dan kajian menggunakan metodologi tersebut diatas, terdapat beberapa hal

yang dapat ditarik menjadi kesimpulan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Secara umum, provinsi Aceh mengalami kondisi surplus untuk komoditas beras. Berdasarkan analisis

surplus-defisit menggunakan pendekatan neraca pangan sederhana, terlihat bahwa daerah perkotaan

dan pesisir cenderung mengalami defisit. Hal ini berbeda dengan hasil analisa surplus-defisit

menggunakan pendekatan harga, dimana ketersediaan ditentukan oleh harga sebagai magnet untuk

menarik pasokan. Seperti kota Banda Aceh dan Lhokseumawe yang terlihat selalu mengalami surplus

beras meskipun bukan daerah penghasil. Selain harga, jarak dengan daerah penghasil diperkirakan

juga mempengaruhi. Banda Aceh dekat dengan Aceh Besar dan Pidie yang merupakan sentra

penghasil beras, sementara Lhokseumawe dekat dengan Aceh Utara dan Bireuen yang juga

merupakan sentra penghasil beras.

2. Terdapat hubungan spasial antar wilayah yang mempengaruhi pembentukan harga lima komoditas di

masing-masing daerah yang ditunjukkan oleh koefisien spatial weight matrix yang bernilai positif. Hal

ini berarti bahwa interaksi antar wilayah turut mempengaruhi harga disuatu daerah tidak hanya

variabel di daerah tersebut saja. Interaksi ini juga menyebakan daerah surplus akan mendorong

surplus pada daerah sekitar, sehingga ketersediaan pangan suatu daerah akan mempengaruhi

ketersedian pangan daerah yang berdekatan.

3. Pola perdagangan lima komoditas di daerah penelitian mengikuti rantai distribusi pada umumnya

yaitu :

petani pengepul pedagang besar pedagang grosir pengecer konsumen

dengan berbagai variasi interaksi antar tingkatan pedagang. Pada komoditas bawang merah, semua

tingkatan pedagang mempunyai akses langsung terhadap produsen. Sementara untuk komoditas

yang lainnya, khususnya hasil industri seperti minyak goreng dan gula pasir mengikuti rantai

distribusi yang sudah baku.

4. Dari hasil survei, hampir semua komoditas diperoleh dan dipasarkan pada daerah setempat.

5. Mengenai sistem logistik, hanya sebagian kecil pedagang maupun petani yang memanfaatkan fasilitas

pergudangan, karena barang-barang hasil panen maupun dagangan langsung dijual. Kemudian

persepsi responden terhadap kualitas infrastruktur di daerah penelitian adalah cukup baik.

6. Jarak ekonomi (proksi biaya transportasi) dan kondisi infrastruktur (jalan) mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap disparitas harga antar daerah. Selain itu, variabel lain seperti pendapatan

perkapita, biaya input, stok (produksi) dan produktivitas secara signifikan juga mempengaruhi

disparitas harga antar daerah.

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROV. ACEH | TRIWULAN 4-2012 43

BAB 2 Perkembangan Inflasi Aceh

Beranjak dari kesimpulan studi ini terdapat beberapa hal yang kiranya dapat diambil sebagai

rekomendasi kebijakan terkait topik ini:

a) Terkait dengan kondisi surplus-defisit pangan di daerah penelitian, dari hasil studi ini kondisi

ketahanan pangan Aceh menunjukkan posisi yang aman. Namun demikian, untuk mendukung studi

lebih lanjut mengenai hal ini serta sebagai alat untuk menentukan kebijakan pangan di daerah

hendaknya pemerintah daerah dapat menyusun neraca pangan yang komprehensif sehingga kondisi

surplus defisit pangan dapat dimonitor setiap waktu.

b) Mengingat signifikannya pengaruh hubungan spasial antar wilayah dalam model, berimplikasi pada

perlunya koordinasi antar pemerintah daerah khususnya antara daerah perkotaan yang membutuhkan

pasokan dengan daerah kabupaten yang menjadi pemasok atau penyangga ketersediaan pangan

dalam rangka menjamin ketersedian stok pangan serta kestabilan harga komoditas. Peran ini juga

dapat dilakukan melalui penguatan koordinasi kelembagaan TPID Provinsi Aceh, TPID kota Banda

Aceh dan TPID Lhokseumawe dengan pemerintah daerah setempat.

c) Kondisi kualitas infrastruktur (jalan) dan biaya transportasi terbukti mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap kondisi surplus-defisit serta disparitas harga antar daerah. Untuk itu pemerintah

hendaknya melakukan percepatan pembenahan infrastruktur sehingga memperlancar konektivitas

antar daerah yang berujung pada penurunan biaya transportasi secara relatif dan disparitas harga

antar daerah.

d) Berdasarkan temuan hasil survei, hanya sedikit yang responden yang memanfaatkan fasilitas

pergudangan untuk menyimpan hasil panen maupun barang dagangan. Untuk itu perlunya digalakkan

pemanfaatan sistem resi gudang yang murah, transparan dan mudah diakses oleh petani atau

pedagang untuk menjamin ketersediaan pangan dan menjaga kestabilan harga.