perjalanan ke jepang
DESCRIPTION
Nama saya Giri Prahasta Putra. Saya berasal dari SMAN-1 Sampit, Kalimantan Tengah, Indonesia. Pengalaman saya ke Jepang adalah pengalaman pertama saya menuju ke luar negeri. Merupakan sesuatu yang sangat menghebohkan, menggemparkan, seru dan lucu untuk diceritakan.Cerita ini saya mulai dari ketika saya dipanggil maju ke depan oleh bapak Kepala Sekolah dan dikejutkan bahwa saya mendapat kesempatan bertandang ke Jepang.TRANSCRIPT
PERJALANAN KE JEPANG
Maret 2008 – 24 April 2008
Giri Prahasta Putra
1
Chapter I
Pergi ke Jepang Tidak mudah!
Nama saya Giri Prahasta Putra. Saya berasal dari SMAN-1 Sampit, Kalimantan Tengah,
Indonesia. Pengalaman saya ke Jepang adalah pengalaman pertama saya menuju ke luar negeri.
Merupakan sesuatu yang sangat menghebohkan, menggemparkan, seru dan lucu untuk diceritakan.
Cerita ini saya mulai dari ketika saya dipanggil maju ke depan oleh bapak Kepala Sekolah dan
dikejutkan bahwa saya mendapat kesempatan bertandang ke Jepang.
Jadi ceritanya waktu itu sedang kumpul-kumpul di lapangan.
"Giri, kamu maju," kata pak Syaifudi. Saya pun maju, heran ada apa, saya kira hanya sekedar
pemberitahuan biasa karena saat itu saya menjabat ketua OSIS. Kata-kata berikutnya saya tidak
menangkap apa tapi saya terkejut ketika "ke Jepang."
Ha? Apakah ini mimpi? Karena memang beberapa minggu yang lalu saya mengetik di shoutout
friendster "Pokoknya harus ke Jepang!"
Saya cubit-cubit tangan sendiri. Masih sakit. Oh, bukan ternyata, bukan mimpi
Setelah itu saya mendapatkan surat dari pak Syaifudi. Surat tersebut merupakan undangan yang
menyatakan saya berhak untuk pergi ke Jepang. Jelas saya menjadi takjub dengan surat itu, apalagi
ternyata surat tersebut bertajuk JENESYS di pojok kiri atasnya, sebuah kata yang belum pernah
saya dengar, membuat saya semakin bingung.
Isi surat itu juga bermacam-macam, dari blangko tentang nama, alamat, umur, dan hal standar
lainnya, hingga hal-hal aneh seperti bahasa yang dipakai, makanan yang tidak boleh dimakan, dan
semacamnya yang cukup membuat saya heran, terlebih lagi semua itu harus diisi dengan
menggunakan bahasa Inggris! Baru kali itu saya mengisi blangko yang berbahasakan bahasa
internasional tersebut.
2
Oh iya, di surat tersebut juga disarankan untuk menghubungi Pak Cecep bila ada hal-hal yang
masih dirasa membingungkan. Saya sempat menghubungi Pak Cecep lebih dari 7 kali sebelum
keberangkatan, karena memang administrasi sebelum keberangkatan itu sangat membingungkan!
Haha! Maklumlah orang kampung mau jalan-jalan, hehe.
Saya harus membuat paspor dan berbagai hal surat-menyurat yang cukup membuat saya
bingung, maklum, ini kali pertama saya keluar negeri. Untung kedua orang tua saya pernah naik
haji, jadi kurang lebih hal-hal dan prosedur yang dilakukan mirip, dan orang tua saya membantu
saya.
Setelah semua selesai, saya punya waktu sekitar satu bulan sebelum berangkat. Kesempatan ini
segera saya manfaatkan untuk membeli tiket pesawat open-date (tiket pesawat pulang-pergi), selain
itu saya juga sedikit-sedikit belajar bahasa Jepang, saya juga menggunakan waktu luang tersebut
untuk mencari tentang budaya-budaya yang dapat saya kenalkan di Jepang.
Selama sebulan teman-teman saya selalu bertanya "Kapan berangkat?", atau terkejut "Hloh?
Belum berangkat?" Yang paling banyak adalah yang minta oleh-oleh. Hua... mereka pikir saya bawa
uang berapa milyar???
11 April 2008.
Waktu keberangkatan akhirnya tiba. Saya akan pergi ke Jakarta terlebih dahulu. Saya pun pergi
ke bandara H.Asan. Bandara tersebut merupakan bandara kecil yang terletak di kota saya. Ibu dan
bibi saya ikut mengantar. Saat itu saya juga ditemani beberapa tetangga saya yang memang
kebetulan ingin ke Jakarta. Semua terlihat begitu lancar. Saya juga sudah siap dengan sebuah koper
biru tua yang diletakkan di samping saya dan sebuah tas punggung berwarna hitam yang saya
tenteng sedari tadi.
15 menit dari waktu seharusnya pesawat datang telah berlalu. Ibu saya mulai gelisah, saya
bingung (karena tidak tahu apa-apa).
3
30 menit telah berlalu. Tiba-tiba terdengar sebuah pengumuman, “Dikarenakan ada masalah
kerusakan di Denpasar, maka pesawat akan didelay hingga besok,”
Kontan semua calon penumpang seketika menjadi panik dan bingung. Ya, saya pun bingung,
padahal seharusnya semua peserta sudah melaporkan kedatangannya hari ini. Akhirnya Ibu saya
yang paling spontan mengambil aksi. Beliau segera ke counter maskapai penerbangan yang akan
saya pakai, yaitu Merpati. Akhirnya saya membatalkan penerbangan dengan maskapai penerbangan
tersebut dan menggunakan penerbangan lainnya yang ada pada besok hari, namun dikarenakan di
Sampit tidak ada penerbangan pada esok hari, maka saya harus pergi ke Palangkaraya.
Palangkaraya adalah sebuah kota yang harus ditempuh selama 4 jam dari Sampit. Hanya disana
terdapat bandara yang cukup dekat dan cukup besar serta memiliki jadwal yang banyak. Wah..
padahal hari itu teman-teman saya sudah berkumpul dan melaksanakan kegiatan pra keberangkatan
untuk persiapan disana. Saya berhubungan dengan mereka melalui facebook dan SMS kalau-kalau
ketinggalan berita.
12 April 2008.
Jam 5 pagi keesokan harinya, akhirnya saya pun berangakat. Saya beserta paman, bibi, dan
kedua orang tua saya menggunakan mobil paman saya, dan bergegas menuju Palangkaraya.
Sesampainya di Palangkaraya, saya segera menuju counter maskapai yang saya tuju, yaitu
Sriwijaya, dan akhirnya saya sampai di pesawat. Setelah naik ke pesawat, duduk dengan nyaman,
dan menyandarkan kepala, tampaknya semuanya lancar-lancar saja. Namun, tetap saya masih
merasa gugup, entah kenapa, rasanya seperti ada firasat yang tidak nyaman. Apa karena saya terlalu
banyak menonton Air Crash Investigation? Atau karena teringat dengan film Final Destination?
Haha, entahlah
Memang firasat tersebut tidak beralasan, namun terbukti tepat! Salah seorang pramugari segera
mengumumkan, “Dikarenakan ada masalah teknis, maka kami minta para penumpang untuk
kembali ke ruang tunggu.”
4
Kembali, delay terjadi. Saya pun harus menunggu selama 2 jam. Selama 2 jam tersebut pikiran-
pikiran takut untuk tidak jadi pergi ke Jepang berkelebat. Mana mungkin semua jerih payah yang
sudah dilakukan selama ini harus dibuang begitu saja, hiy… ngeri membayangkannya. Kalau
mengejar pesawat, pesawat yang mana? Bagaimana dengan technical meeting dan administrasi
lainnya? Tampaknya paman saya paham akan perasaan yang menyeramkan ini, beliau pun
mengajak saya untuk sholat Duhur. Ya, mungkin karena saya kurang berdoa!
Akhirnya kerusakan pada pesawat telah diperbaiki. Saya segera mengucap Alhamdulillah…
mudah-mudahan perjalanan saya lancar, dan kembali saya gugup, teringat film-film dokumenter
tentang kecelakaan pesawat yang menyebabkan berbagai bencana tragis, hiy…
Tidak berapa lama kemudian saya sudah berada di dalam pesawat dan lepas landas.
Hm… kata ibu saya, ketika pesawat yang saya tumpangi lepas landas, mesin di sebelah kiri
mengeluarkan asap hitam! Suatu hal yang tidak lazim, dan menyeramkan!
5
Chapter II
Japan! I'm Coming!
Alhamdulillah, sekitar 1 jam kemudian saya sampai di Jakarta. Disana saya segera dijemput
oleh bibi saya. Tiba-tiba telepon genggam saya berbunyi, ternyata Pak Cecep segera menyarankan
agar saya bergegas ke hotel the Sultan, yaitu hotel dimana seharusnya semua peserta berkumpul
sebelum pergi.
Setelah dengan gugup, tergesa-gesa, dan berputar sekali, untuk mencari hotel the Sultan
tersebut, akhirnya saya sampai. Saya diberi arahan singkat dari Pak Cecep tentang program yang
akan dijalani ini. Saya juga mencari semua informasi yang belum saya dapatkan dari teman sekamar
saya di hotel. Usut punya usut, Ternyata JENESYS kali ini berlangsung dengan mengundang
negara-negara ASEAN + Timor Leste. Saya juga terkejut ternyata tim dari Indonesia harus dibagi
lagi menjadi 10 kelompok, sehingga setiap kelompok terdiri dari 2 orang. Saya satu kelompok
dengan Era, dia berasal dari Bali. Kemudian dilaksanakan lagi technical meeting, jadi saya tidak
terlalu ketinggalan berita. Fiuh...
13 April 2008.
Esoknya kami berangkat ke bandara. Oh
iya, sebelum keberangkatan, kami
menyempatkan diri bertandang ke toko
elektronik yang ada di dalam bandara. Tujuan
kami ke sana adalah mencari adapter untuk
colokan listrik di Jepang. Ya, colokan yang ada
di Indonesia berbeda dengan standar yang ada
di Jepang. Untuk di Jepang, disana
menggunakan colokan dengan bentuk tipis pipih, sedangkan Indonesia adalah bulat seperti silinder.
6
Nah, kami pun segera menyerbu toko elektronik tersebut dan memborong semua persediaan yang
ada. Wah, bahkan sampai kakak kasir toko tersebut sampai kewalahan!
Oh ya, itu adalah kali pertama saya masuk ke deretan toko keberangkatan luar negeri. Biasanya
saya hanya ke daerah domestik. Ternyata Bandara Soekarno-Hatta begitu luasnya. Saya jadi
bertanya-tanya, laku tidak ya barang-barang yang dijual disini? hm..
Setelah selesai berbelanja kami pun mulai mempersiapkan diri berangkat ke Jepang. Kami
berangkat kesana dengan menggunakan maskapai JAL. Tentu saja saya menjadi sangat
bersemangat. Selain ini pertama kali saya berpergian ke luar negeri, saya akan menggunakan
maskapai penerbangan dari negara lain! Wow!
14 April 2008.
Akhirnya saya tiba di dalam pesawat. Seketika saya terkagum-kagum dengan fasilitas yang ada
di dalamnya. Setiap barisnya terdapat 9 kursi. Di depan setiap kursi terdapat sebuah layar mini. Di
setiap kursi disediakan sebuah selimut, sebuah bantal, dan sebuah headset. Sebagai orang yang
berasal dari kampung nan jauh di tengah-tengah Kalimantan, ini merupakan hal yang sangat luar
biasa bagi saya. Haha!
Segera saja saya duduk dan mengutak-atik segala layanan yang ada diberikan. Ternyata layar
tersebut berisi fasilitas musik, film, peta perjalanan, pengetahuan wisata, permainan, penjualan
barang-barang, hingga penampilan gambar dari kamera yang diletakkan di dekat hidung pesawat.
Wow!
Ada momen yang aneh saat saya naik pesawat. Ketika tekanan di dalam pesawat menjadi
tinggi, tiba-tiba bagian gigi geraham saya serasa bolong dan menekan sakit, menjalar sampai ke
kepala saya. kemudian.. tuk! Serasa ada yang putus dan sakit itu hilang. Hm.. aneh..
Setelah duduk, berpuas-puas diri bermain game, makan, menonton film, dan tertidur, akhirnya
8 jam terlewati dan saya sampai di bandara Narita, kami sudah siap menjejakkan kaki di tanah
Jepang. Wah, sampai sekarang rasanya itu semua hanya mimpi!
7
Chapter III
Orang Udik di Jepang
Setelah kami masuk ke dalam bandara, tiba-tiba diberitahukan agar bagi yang ingin ke kamar
kecil agar dilakukan sekarang karena perjalanan menuju Tokyo akan memakan waktu sekitar 1 jam.
Wah,kesempatan yang sudah saya tunggu dari tadi! Saya segera mengikuti teman-teman lainnya
yang menuju toilet.
Ups! Ketika kami masuk ke dalam toilet, semuanya serba canggih! Ketika saya menggunakan
urinoir, tempat buang air kecil untuk laki-laki, saya bingung dimana letak tuas penyiramnya, oh,
ternyata urinoir tersebut cukup ditinggalkan begitu saja, dan secara otomatis air akan menyiram.
Hal udik lainnya ketika saya mencuci tangan. Sangat mengherankan melihat keran yang tidak
memiliki tuas. Beberapa saat saya mencoba merogoh-rogoh benda-benda yang tampak seperti tuas
di dekat keran tersebut, oh, ternyata keran tersebut otomatis! Kita cukup menyodorkan tangan kita,
dan air pun segera keluar, begitu pula untuk sabun cuci tangan. Wah… belum masuk ke dalam kota
saja saya sudah terkagum-kagum seperti ini….
Kemudian kami diajak ke tempat kereta. Ya, semacam kereta kecil sebagai penghubung
bandara. Yang menakjubkan adalah letak “stasiun” dari kereta tersebut yang berada di bandara,
walaupun bukan kereta yang sebenarnya dan lebih mirip shuttle-car, tapi ini sudah sangat keren!
Setelah sampai di area berikutnya yang tidak saya kenal, paspor kami di cek. Beberapa dari
kami dengan kepercayaan diri yang amat sangat berfoto selagi mengantri.Ups! Ternyata di tempat
itu tidak diperbolehkan untuk berfoto,wah! Baru sekali saya melihat larangan untuk mengambil
foto.
Petugas mengecek paspor kami. Selain dengan cara manual, dia juga meminta kami untuk
menaruh jari kami di sebuah alat untuk mengambil sidik jari, serta berfoto untuk tanda pengenalan
di alat tersebut. Aduh… canggih sekali….
8
Setelah itu kami keluar untuk mengambil bagasi. Oh, lagi-lagi kami ditegur karena berfoto di
dalam bandara, padahal disana sudah ada pemberitahuan agar tidak diperbolehkan menggunakan
kamera. Hahaha!
Setelah mengambil bagasi, ternyata sudah ada koordinator dari JICE (Japan International
Cooperation Center) yang menyambut kami. Beliau terlihat masih muda dan enerjik, suaranya juga
begitu lantang! Pakaiannya juga terlihat sangat remaja. Dengan rok sebatas lutut dan kemeja yang
fresh, penampilannya meyakinkan semua yang melihatnya bahwa orang tersebut siap dipanggil
kapan saja.
Kami kemudian diajak masuk ke dalam bis.
Sepanjang perjalanan saya dapat menikmati
pemandangan musim semi. Walaupun musim semi
hampir habis, namun masih ada pohon-pohon
sakura yang berkembang di sepanjang jalan menuju
Tokyo. Itu adalah pertama kalinya dalam hidup saya
memandang
pohon sakura secara langsung.
Ketika kami memasuki pintu tol, saya terkejut!
Ternyata pintu tol yang dilalui sangat cepat! Setahu saya
ketika kami di Jakarta, ketika bis ingin memasuki pintu tol
harus berhenti sejenak untuk membayar. Namun ketika
kami berada di Jepang, tidak sampai 3 detik kami segera
melaju kembali! Wow!
Selama perjalanan menuju hotel, kami disuguhi berbagai pemandangan. Kami melewati
Rainbow bridge, memandang Disneyland dari jauh, melihat pantai yang langsung mengarah ke
Samudera Pasifik, dan beberapa pohon sakura yang masih berbunga.
9
Akhirnya kami sampai di sebuah hotel bernama Prince Hotel. Ketika saya menjajakkan kaki
saya, saya seketika terkejut dengan udara Jepang yang sangat segar. Karena masih musim semi, jadi
udara di Jepang sangat nyaman. Walaupun di tengah kota Tokyo, namun rasanya seperti berada di
pegunungan!
Kami kemudian menuju kamar masing-masing. Saya satu kamar dengan perwakilan dari
Malaysia dan Brunei Darussalam. Untunglah, jadi saya masih bisa menggunakan bahasa Indonesia
saya jika ada kosakata Bahasa Inggris yang saya tidak ingat, hehehe…
Hari itu rombongan Indonesia keluar lagi untuk makan siang beserta peserta dari negara lain.
Kami makan siang di restoran outdoor cafe. Hm.. tidak tepat juga dikatakan outdoor, karena
letaknya di dalam semacam rumah kaca. Nama cafe-nya Garden Cafe. Kami makan, hm...
sepertinya chicken katsu. Setelah itu kami kembali ke hotel sebentar dan jalan-jalan ke sekitar hotel.
Beruntung di dekat hotel tersebut ada kuil yang bisa kami kunjungi.
Malam harinya kami mengadakan
semacam pertemuan. Kami dibagi-bagi
berdasarkan prefektur yang akan kami
kunjungi. Saya berada di grup Aichi.
Malam itu juga kami saling berkenalan,
mengadakan pengarahan, dan diberi sebuah
kartu SOS. Kartu SOS adalah sebuah kartu
yang isinya kurang lebih memohon agar
orang yang ditunjukkan kartu SOS untuk menelepon nomor yang tertera jika pemegang kartu
tersebut tersesat. Hm, kartu ini membuat saya merasa sangat aman!
10
15 April 2008.
Hari berikutnya saya bangun jam 5 pagi. Walaupun jam 5 pagi, itu sama saja dengan jam 3 pagi
di Indonesia, jadi tetap saja saya merasa mengantuk. Namun saya merasa beruntung karena dapat
menyaksikan matahari terbit dari Tokyo. Tokyo terlihat
begitu cerah!
Hari ini kami diharuskan belajar bahasa Jepang. Ini
merupakan kegiatan yang sangat mengasyikkan! Setelah
kami belajar di dalam kelas, kami kemudian diajak jalan-
jalan ke Sunshine City. Sunshine City itu merupakan salah
satu menara yang berada di Tokyo,
hm… boleh dikatakan seperti mall. Tujuan kami dibawa kesana adalah
untuk mempraktekkan secara langsung pelajaran yang telah kami
dapatkan. Disana kami diberikan 12 pertanyaan yang harus ditanyakan ke
orang-orang “Jepang asli” yang berada di sana. Pertanyaan-pertanyaan
tersebut nantinya akan mengarahkan kepada tujuan akhir dimana kami bisa makan malam bersama.
Kami ditemani oleh seorang pengawas. Walaupun agak membingungkan, namun kami berhasil
sampai di tempat yang dituju. Di tengah perjalanan kami berhenti sebentar di Daiso. Itu adalah toko
serba ada yang menyediakan barang-barang khas Jepang yang unik dan murah. Saya beli baterai
untuk kamera dan pegangan unik untuk membawa kantong plastik agar tidak sakit. Hm.. teman saya
ada yang membeli sumpit, ada juga yang mug.
Saat di Daiso, saya juga sempat menanyakan charger untuk baterai. Aduh.. karena pegawainya
tidak bisa berbahasa Inggris, jadi saya bertanya dengan terbata-bata, hahaha! Namun asyik sekali
berinteraksi dengan orang Jepang langsung. Wow! Sangat menyenangkan!
16 April 2008.
11
Hari berikutnya, kami meninggalkan
Tokyo dan berangkat menuju Nagoya yang
terletak di prefektur Aichi. Kami berangkat
dengan menggunakan shinkanshen! Wow!
Shinkanshen, kereta cepat yang sekedar
menjadi desas-desus di Indonesia, kini berada
di hadapan saya! Kesempatan ini tidak saya
sia-siakan, saya segera mengambil gambar bersama dengan Shinkanshen.
Kami pun masuk ke dalam kereta tersebut. Wow! (Berapa kali ya saya menyebutkan kata
"wow"?) Di dalamnya luar biasa! Rasanya seperti berada di dalam pesawat terbang. Di setiap
barisnya terdapat 6 buah kursi, tidak lupa dengan meja yang dapat dilipat di bagian depannya. Ya!
Sangat luar biasa!
Ketika kereta bergerak, rasanya juga seperti berada
di dalam pesawat! Tidak ada suara “gujrug-gujrug” yang
pada umumnya dikeluarkan oleh kereta. Telinga saya
juga rasanya seperti ketika menyelam di dalam air,
seperti di sumbat sesuatu yang bertekanan, persis seperti
ketika naik pesawat terbang. Yang mengejutkan ketika
sesama kereta cepat ini berselisihan. Rasanya seperti ada
yang mendorong dari samping kereta, dan BWUSH!
Jendela di kereta yang berselisihan tidak terlihat sama
sekali karena saking cepatnya, bahkan yang terlihat
hanya pemandangan yang ada di seberang jendela,
seolah kereta tersebut terbelah di bagian tengahnya. Oh
12
iya, dalam perjalanan menuju Aichi kami juga sempat melihat gunung Fuji lo! Pembimbing kami,
Yuri-san dan Akira-san ternyata baru kali ini juga melihat gunung Fuji.
13
Chapter IV
Aichi Ai Shiteru
2 jam kemudian akhirnya kami sampai di Aichi. Di sana kami disambut oleh pemerintah daerah
dan yang mengatur serta berwenang dalam masalah pendidikan di Aichi. Kala itu kami diharuskan
memperkenalkan diri kami masing-masing dengan bahasa Jepang. Memang kami sudah belajar, tapi
rasanya masih agak canggung-canggung, hihihi. Setelah itu kami diberi oleh-oleh berupa buklet
,peta Nagoya, notebook kecil, serta
sebuah kipas.
Setelah itu kami segera
berangkat menuju Toyota
Comemorative Museum. Disana
kami bisa melihat perkembangan
perusahaan Toyota. Saya sangat
terkejut mengapa lambang dari
museum tersebut adalah mesin
tenun, yang notabene bahwa Toyota adalah perusahaan mobil. Ternyata, Toyoda, pendiri perusahaan
tersebut, dulu menciptakan mesin tenun kain. Namun
lambat laun perusahaan tersebut beralih ke industri
mobil. Nama perusahaan itu dulunya juga Toyoda, sesuai
dengan nama pendirinya, entah kenapa lambat laun
ejaannya diubah dan berubah menjadi Toyota.
Setelah itu kami kembali ke hotel untuk istirahat.
14
17 April 2008.
Keesokan harinya kami dipecah menjadi 3 grup. Pembagian tersebut dimaksudkan untuk
pembagian menuju sekolah-sekolah di Jepang. Saya mendapat kesempatan ke sekolah Shigakukan.
Sekolah Shigakukan sangat besar! Hanya untuk luas halaman depannya saja, sekolah saya
bahkan bisa masuk kedalamnya. Selain besarnya yang membuat saya takjub, saya juga terpana
dengan transportasi yang digunakan oleh siswa-siswanya. Rata-rata dari mereka hanya
menggunakan sepeda dan berjalan kaki! Padahal kalau saya menggunakan sepeda motor di Sampit,
sst… bahkan mereka terkejut ketika saya memberitahukan hal tersebut! Mereka mengatakan siswa
SMA di Sampit kaya-kaya. Hahaha!
Usut punya usut ternyata memang peraturan di Jepang ketat. Siswa SMA tidak diperkenankan
menggunakan sepeda motor, kalau tidak bisa dipenjara. Hm.. tapi itu malah keren, polusi jadi
berkurang dan orang-orang jadi berolahraga, kemacetan juga teratasi.
Kami pun segera masuk ke dalam gedung sekolah. Ada sebuah peraturan yang sangat aneh,
kami diwajibkan melepas sepatu yang kami digunakan di luar dan harus menggantinya dengan
sendal dalam ruangan. Ya, sebuah peraturan yang sangat bagus menurut saya, karena membuat
ruangan tetap bersih. Selain itu ada juga peraturan untuk mengganti sendal dalam ruangan dengan
sendal dalam toilet ketika masuk ke dalam toilet. Peraturan yang lagi-lagi membuat saya
menyunggingkan senyum!
Kelompok kami pergi ke Aula dan disambut oleh siswa-siswi disana. Kemudian kami pergi ke
kelas-kelas. Hari itu kami mengikuti pelajaran Kaligrafi, Geografi, dan Memasak Puding. Dalam
perjalanan menuju kelas-kelas kami bertemu dengan siswa-siswi Jepang. Mereka ramah-ramah dan
selalu tersenyum.
Hm.. ngomong-ngomong siswa-siswi Jepang, saya heran mengapa untuk perempuannya rok
mereka begitu pendek dan untuk laki-lakinya rambutnya bisa segondrong itu. Kalau di Indonesia
15
bisa disemprot habis-habisan. Era sempat bertanya itu ke kakak keluarga angkat Jepangnya, itu
ternyata karena gaya saja. Oh.. ada-ada saja..
Setelah kelas berakhir, kami diajak
berkeliling untuk melihat kegiatan ekstrakulikuler
sekolah. Banyak sekali! Ada baseball, sepak bola,
bola tangan, cheerleader, volley, dan sebagainya.
Saya juga sempat mencoba Kendo. Saya disuruh
untuk memukul bagian tangan dan kepala lawan
dengan pedang bambu yang disediakan. Rasanya
tidak tega, tapi katanya tidak apa-apa, hahaha! Rasanya puas!
Tidak terasa hari pun harus berakhir. Kami pergi ke ruangan untuk berkumpul dengan siswa-
siswi Shigakukan terakhir kalinya. Mereka memberikan kami origami yang lucu-lucu. Setelah itu
kami pun masing-masing dijemput oleh anggota keluarga angkat dan menuju rumah keluarga
angkat masing-masing. Saya dijemput oleh Saito Chinami-san, beliau menjadi ibu angkat saya.
Saya ternyata bersama-sama dengan seorang delegasi dari Malaysia!
Setelah kami sampai di rumah keluarga angkat, kami diberikan kamar dengan alas tatami, lantai
dengan alas terbuat dari bambu, dan tidur dengan futon, tempat tidur yang digelar di lantai.
Untuk makan malam, kami diajak pergi ke
restoran sushi. Baru kali itu saya merasakan
sushi yang sebenarnya di Jepang. Ayah angkat
saya memesan sake. Sake adalah minuman
keras yang terbuat dari gandum/beras. Itu kali
pertama saya melihat orang meminum sake
secara langsung. Tak lama kemudian kami
16
dipersilahkan untuk memakan sushi, ayah angkat saya yang mengambil piring-piring yang ada di
meja berjalan. Beberapa sushi terasa sangat pedas di hidung, beberapa sangat sulit dikunyah, namun
saya sangat menyukai semuanya. Saya sangat takjub dengan cara makan sushi. Kita harus
memasukkan sebuah sushi langsung ke dalam mulut, jadi tidak boleh memakan setengah-setengah.
Untuk merasakan yang terbaik, kita juga harus meletakkan bagian ikan di lidah dan nasi di atas. Uh!
Untuk mulut yang kecil rasanya sangat susah untuk mengunyah sushi yang ukurannya besar
tersebut!
Oh iya, di restoran sushi tersebut diberikan keran kecil untuk menuangkan air panas. Air panas
tersebut berguna untuk membuat teh hijau. Serbuk teh hijau sudah disediakan, kita tinggal
menuangkannya ke dalam gelas dan menuangkan air panas. Teh hijau tersebut gratis, bisa diminum
sebanyak yang kita mau.
18 April 2008.
Besoknya kami diajak ke setomo no matsuri, sejenis festival keramik. Kami kesana dengan
menaiki trem lo! Iya, sejenis kereta api yang menghubungkan antar tempat di Jepang. Saya diminta
oleh ibu angkat saya untuk mencoba membeli karcis di mesin khusus. Keren sekali!
Sesampainya di tempat tujuan kamii diajak melukis patung keramik, berbelanja keramik, dan
berkeliling melihat-lihat kerajinan warga setempat. Saat itu saya juga diajak untuk mengerjakan
kerajinan tangan berupa melukis patung keramik berukuran kecil.
Saat itu saya secara kebetulan bertemu dengan warga Indonesia di Jepang! Kala itu saya
menggunakan jaket delegasi Indonesia yang bertuliskan “INDONESIA” yang sangat mencolok di
bagian belakangnya. Lantas, warga Indonesia tersebut menghampiri saya dan menyapa, wah!
Rasanya seperti bertemu dengan sahabat sendiri!
Saya juga sempat merasakan es krim rasa teh hijau, baru kali itu saya merasakan es krim
dengan rasa tersebut, walaupun rasanya manis, tapi agak pahit di belakang. Namun saya rasa es
krim ini sangat enak karena aromanya yang sangat khas.
17
Kemudian setelah itu kami mencari
tempat dimana kami bisa makan siang.
Kami pun sampai di “Unagi Yaki” , yaitu
suatu warung yang menyediakan belut
bakar. Saya dan teman saya yang berasal
dari Malaysia ditanyai apakah kami boleh
memakan belut (karena kami berdua
beragama Islam). Kami katakan “boleh”,
dan kami pun berhenti sebentar disana untuk makan siang.
Setelah puas berkeliling, saya diajak ke toko buku. Saya memang meminta agar kami diberikan
kesempatan ke toko buku agar saya dapat membeli buku untuk belajar kanji. Ibu angkat saya
dengan senang hati memilihkan dua buah buku yang dia rasa cocok untuk saya. Wah,
menyenangkan sekali!
Malam harinya, saya diajak Anna, kakak angkat saya, ke arena bowling. Karena sebelumnya
saya tidak pernah bermain bowling, maka ini adalah pengalaman pertama saya ke arena bowling.
Kami berangkat menuju arena bowling bersama Ryu, teman Anna.
Menuju arena bowling, kami sebelumnya makan malam terlebih dahulu. Jadi kami pergi ke
sebuah restoran. Restoran tersebut cukup unik, kami diharuskan membuat makanan sendiri, jadi
hanya bahan makanan yang diberikan, kemudian kita dipersilahkan untuk memasaknya di atas meja
beralaskan besi, yang sebenarnya meja itu adalah kompor yang sangat besar.
Setelah makan malam, kami segera berangkat menuju arena bowling. Saat itu Ryu agak
kebingungan dimana letak arena bowling tersebut, tiba-tiba dia menekan-nekan beberapa tombol di
mobilnya, seketika layar GPS menyala. Hanya dengan memasukkan nama tempat yang dia
inginkan, dengan tepat terpeta tempat tujuan, letak mobil saat ini, hingga arah yang bisa diambil
untuk menuju ke sana, canggih sekali!
18
Sesampainya disana, kami harus mendaftar terlebih dahulu, setelah itu kami harus meminjam
sepatu bowling yang sesuai dengan nomor kaki kami. Yang menakjubkan, semua sepatu sudah
disusun dengan nomor masing-masing di mesin khusus, jadi kita hanya tinggal menekan tombol di
mesin yang menyediakan sepatu dengan ukuran yang kita inginkan tersebut, dan seketika sepatu
pun keluar, sangat praktis!
Setelah itu kami pun mulai bermain
bowling. Ternyata bowling tidak semudah
kelihatannya! Ayunan yang diberikan tidak
perlu terlalu kuat, namun seiring dengan itu,
hal itu malah membuat ketepatan arah bola
berkurang. Sungguh permainan yang sangat
rumit! Akhirnya saya mendapat nilai yang
paling rendah dan hanya berhasil melakukan
1 kali strike, hahaha!
Setelah itu kami pulang. Wah, pengalaman yang sangat menyenangkan!
Oh iya, pada malam harinya saya tidak tidur sampai jam 3 pagi, saya mengerjakan sebuah kartu
ucapan terima kasih dengan menggambar pohon sakura, sebuah kanji “SIAWASE” (kebahagiaan),
dan sepotong kalimat berterima kasih. Uh, sangat melelahkan, namun rasanya menyenangkan
membuat hadiah dengan tangan sendiri untuk orang yang sudah kita sayangi.
19 April 2008.
Keesokan harinya kami harus berpisah dengan keluarga angkat kami. Ya, kami hanya diberikan
kesempatan selama 1 hari, jadi kami harus kembali ke hotel. Sebelum berangkat ke hotel, saya
diberi sebotol Umeboshi dan sebuah gantungan kunci. Umeboshi itu adalah buah yang dijadikan
asinan. Rasanya sangat asam, namun kata nenek, umeboshi sangat baik untuk kesehatan
pencernaan.
19
Tidak lama kemudian saya diantar kembali ke hotel. Disana kami mengadakan sebuah pesta
perpisahan dengan host family. Entah kenapa suasana itu begitu mengharukan, walaupun kami
hanya bergabung selama 1 hari, namun rasanya seolah kedekatan itu sudah terjalin sangat kuat,
seolah mereka sudah menjadi keluarga yang sebenarnya. Walaupun hal tersebut sangat berat, namun
kami harus rela berpisah dengan mereka. Begitu beratnya dan sangat berartinya momen tersebut
bahkan sampai sekarang hal itu masih sulit untuk dilupakan.
Untuk mengurangi hal yang menyedihkan tersebut, kami diajak ke Shippo Yaki, yaitu sebuah
galeri keramik, dimana kami bisa membuat gantungan kunci, gantungan telepon genggam, atau
sebuah kalung. Disana saya menjadi tahu betapa rumit dan telitinya pengolahan keramik. Ya, sangat
rumit! Bahkan hanya untuk sekedar sebuah gantungan kunci dengan desain sederhana kami sudah
20
harus berkutat dengan berat, padahal para seniman membuat sebuah guci dengan gambar-gambar
yang amat rumit dan berbagai tekstur yang amat indah.
Kemudian kami dipersilahkan memilih sendiri apa bentuk tatakan dari ornamen yang ingin
kami buat. Kami juga diberi pilihan akan dibentuk sebagai apa ornamen yang telah dibuat tersebut,
saat itu saya memilihnya sebagai gantungan kunci.
Pertama-tama kami harus melukis dengan warna hitam terlebih dahulu. Warna hitam tersebut
merupakan subjek dari karya yang ingin dibuat, misalnya kita ingin menulis nama, garis luar dari
gambar, dan sebagainya. Kala itu saya menulis nama saya dengan karakter katakana. Setelah kami
selesai melukis dengan warna hitam, karya kami dibakar terlebih dahulu agar warna hitam tadi tidak
luntur.
Setelah pembakaran, langkah berikutnya adalah pewarnaan. Ternyata langkah pewarnaan tidak
sembarangan, kita harus menggunakan sebuah kuas khusus yang terbuat dari kayu, kita juga tidak
melukis seperti hal biasanya, namun dengan mendorong-dorong warna yang kita inginkan ke arah
yang kita inginkan. Hal itu dikarenakan pewarna untuk keramik bukanlah seperti cat pada
umumnya, namun seperti pasir-pasir kaca yang bercampur dengan air. Pemilihan warna pada
pewarna juga tidak sembarangan. Ada warna yang transparan, sehingga bila diletakkan menumpuk
dengan garis berwarna hitam tidak akan mengganggu garis tersebut karena akan transparan setelah
dibakar. Ada pula pewarna yang warnanya pekat sehingga warna hitam dapat tertutupi setelah
dibakar. Oh iya, pemilihan warna juga tidak bisa sesuai dengan pewarna yang belum dibakar.
Misalnya kita melihat pewarna yang masih mentah berwarna merah muda, namun sebenarnya
setelah dibakar akan menjadi merah tua, nah, maka dari itu kita harus memperhatikan warna
mengacu kepada lembaran yang telah diberikan.
Akhirnya saya berhasil membuat gantungan kunci sederhana. Gantungan kunci tersebut
bertuliskan nama saya dengan menggunakan karakter katakana tertera di atasnya. Kurang begitu
21
bagus sih, namun hasil dari karya sendiri, dan ingat seberapa susah pengolahannya, saya rasa ini
sangat memuaskan.
20 April 2008.
Keesokan harinya kami diajak ke Kastil Inuyama, letaknya cukup jauh dari Nagoya, dengan
menaiki bus kira-kira perlu sekitar 1 jam perjalanan.
Kastil Inuyama adalah salah satu dari
puluhan kastil yang tersebar di Jepang. Inuyama
bukan kastil yang besar, namun sudah sangat tua
dan orisinalitasnya masih dipertahankan.
Dulunya kastil ini dimiliki secara individu dan
hanya untuk kalangan sendiri, namun akhirnya
kastil tersebut diberikan kepada sebuah yayasan
untuk dirawat dan menjadi tempat wisata untuk umum.
Untuk menuju kastil Inuyama, kita harus berjalan menanjak cukup jauh. Namun dihibur dengan
suasana yang asri dan pepohonan yang menyejukkan, lelah rasanya tidak akan terasa.
Setelah kita membayar tiket, kita diijinkan untuk memasuki pekarangan kastil Inuyama. Untuk
memasuki kastil, sebelumnya kita harus melepas sepatu terlebih dahulu. Ada pengalaman yang agak
kecut, saya melihat Shedah, delegasi dari Malaysia, melepas sepatunya di atas alas kayu, jelas saya
ikuti, ups! Tiba-tiba saya tangan saya ditarik oleh seorang bapak pengawas kastil, dia menyuruh
agar kita melepas sepatu diluar dari alas kayu, hohoho
Setelah kita melepas sepatu, kita harus menaruh sepatu kita di sebuah kantong plastik putih.
Sepatu tersebut harus kita bawa sendiri selama kita berada di dalam kastil.
Untuk menuju ke tingkat berikutnya, kita harus menaiki tangga-tangga yang curam. Oh iya,
bila ingin menaiki tangga, kita harus menggunakan sisi yang sebelah kanan, sedangkan sisi yang
sebelah kiri hanya digunakan untuk turun.
22
Kami hanya sebentar saja berada di dalam kastil, setelah itu kami keluar dan berkunjung ke
toko oleh-oleh. Sayang sekali waktu yang diberikan sangat sedikit, jadi saya tidak bisa memilih-
milih lebih banyak untuk oleh-oleh. Di waktu yang sangat sedikit tersebut saya menyempatkan diri
untuk menyicipi es krim Sakura. Wow! Rasanya ternyata sangat enak! Ternyata seperti itu rasanya
bila kita memakan Sakura, hehehe..
Setelah kami berkeliling di kastil Inuyama, kami pergi ke museum karakuri. Karakuri adalah
sebuah boneka mekanis yang sangat presisi pergerakannya dan sangat cerdas. Boleh dikatakan
karakuri adalah robot yang terbuat dari kayu. Saat melihat karakuri saya menjadi berpikir betapa
sudah terlatihnya bangsa Jepang dengan robot, bahkan di dalam tradisi dan budaya mereka sudah
ada pengolahan boneka-boneka mekanis yang sangat mendekati robot!
Setelah kami puas berada di museum karakuri, kami segera pergi ke Uraku-En. Disana kami
diberi kesempatan untuk menyicipi sajian dari upacara teh.
Ternyata upacara teh itu memiliki langkah-
langkah yang cukup banyak. Pertama-tama kita
harus duduk dengan bersimpuh. Kemudian,
penyaji akan memberikan sebuah penganan.
Saat itu kami diberi kue yang berisi kacang
tanah dan tambahan bunga sakura. Kue itu
rasanya sangat manis, namun kami diberitahu
kue tersebut harus manis karena untuk
menyaingi rasa yang amat pahit dari teh hijau.
Setelah kami selesai memakan kue tersebut, kemudian teh hijau disuguhkan. Ketika teh datang,
kita harus membungkuk, kemudian memegang bagian bawah cangkir dengan tangan kiri dan sisi
cangkir dengan tangan kanan. Kita harus memutar bagian cangkir yang bergambar di arah luar dan
meminum dari bagian cangkir yang tidak bergambar. Setelah kita meminum teh tersebut, kita harus
23
memutar cangkir tersebut untuk menikmati keindahan desain pada cangkir, begitu berulang-ulang.
Sebenarnya langkah –langkah yang diberikan masih sangat sedikit, masih ada langkah-langkah
yang lebih banyak dan lebih rumit, misalnya kita harus menaruh cangkir di kiri,kemudian depan,
dan sebagainya.
Setelah ke Uraku-En, kami pergi menuju Aichi Disposal Site. Itu adalah tempat dimana sampah
dari prefektur Aichi dikirim. Sst.. tempat itu bukan sekedar tempat pembuangan sampah lho, tetapi
tempat pengolahan sampah!
Letak Aichi Disposal Site berada di
pegunungan. Letaknya sebenarnya tidak
tepat di dalam prefektur Aichi, namun
berada di prefektur lain, dulu hal ini
membuat warga membuat tidak senang,
apalagi dengan bau sampah yang tidak
mengenakkan. Dulu prefektur Aichi juga
hanya menaruh sampah-sampah mereka
tanpa pernah mengolahnya. Lama-kelamaan mereka sadar tidak ada lagi tempat yang dapat
digunakan untuk menumpuk sampah. Mereka kemudian berpindah ke area pantai. Namun tak
diduga, dahulu pantai sebagai biota yang amat subur, kemudian dikarenakan sampah yang
menumpuk, banyak kerang-kerang yang hilang, burung-burung yang tidak lagi datang, ikan-ikan
yang menjadi sedikit, dan berbagai kehidupan lainnya yang seolah direnggut akibat pencemaran
dari penumpukan sampah. Ini membuat prefektur Aichi berpikir, daripada menggunakan tempat
yang lainnya, lebih baik tetap menggunakan tempat yang lama, namun dengan pengelolaan yang
baik. Mulai saat itu mereka mengolah sampah yang ada, menanami sekelilingnya dengan
pepohonan, memberi desinfektan pada sampah yang telah diolah dan menjadikannya dinding
24
pembatas, bahkan yang menakjubkan, aspal sepanjang area pengolahan sampah berasal dari
sampah!
Namun tidak sampai disitu, mereka juga berpikir bagaimana dengan air hujan yang
menggenangi sampah yang pasti akan mengakibatkan pencemaran pada air sungai. Hal ini telah
dikelola secara matang oleh mereka, maka air yang berada di tempat pengumpulan sampah
dikumpulkan, kemudian disaring kembali, bahkan hingga lebih bersih dari air sungai, barulah
setelah itu air tersebut kemudian dikembalikan lagi ke sungai. Ada hal yang cukup mengejutkan,
kotoran dari hasil penyaringan air itu pada akhirnya ditumpuk dengan sebuah mesin tertentu.
Bentuknya seperti kue coklat, dan ternyata para pekerja disana memang menyebutnya sebagai
chocolate cake. Chocolate cake tersebut nantinya akan diolah sebagai batu-bata. Wow! Bahkan
pengolahan sampah sudah dipikirkan dari a sampai z , sangat hebat!
Akhirnya kami menyelesaikan perjalanan kami di Aichi Disposal Site, kami pun kembali ke
Nagoya. Ternyata ketika sampai di Nagoya, kami diturunkan di sebuah daerah pertokoan dan
dipersilahkan berkeliling dengan bebas. Namun ada syaratnya, kami harus dalam kelompok
minimal 3 orang, membawa kartu SOS, dan harus kembali ke tempat awal pada jam 5.30 untuk
makan malam di restoran Denny’s. Kemudian kami diberikan sebuah peta kecil sebagai pembantu
penunjuk jalan.
Kami pun berangkat. Saya berkelompok dengan Era, Rose, dan Jo El. Kami tidak tahu ingin
pergi ke arah mana, dan hanya pergi kemana kaki melangkah, menuju tempat yang sekiranya
menarik. Beberapa kali kami masuk ke beberapa toko baju, bahkan kami sempat memasuki sebuah
butik yang memasang harga dengan batasan selangit! Ehm, baju-baju disana memang dapat
dikatakan relatif mahal, namun hal tersebut berkebalikan dengan toko komputer. Komputer-
komputer yang dijual disana setengah harga dengan yang dijual di Indonesia, bahkan yang
menakjubkan, ada komputer-komputer bekas yang ditumpuk di luar, seolah itu bagaikan baju yang
25
diobral. Ya ampun, sebegitukah harga komputer dipandang di Jepang? Saya hanya dapat tersenyum
melihat semua itu.
Setelah mengunjungi toko-toko tanpa tujuan yang jelas, kami memutuskan untuk pergi ke
“Hyaku-Yen Shoppu”, yaitu toko yang menjual dengan harga 100 yen untuk setiap barang yang
dijualnya. Tujuan kami ingin ke sana, jelas, untuk membeli oleh-oleh dengan harga yang murah.
Karena kami tidak tahu dimana toko tersebut, maka kami mencoba menanyakannya ke salah
seorang yang sedang duduk di depan sebuah toko.
Langsung saja kami bertanya dengan bahasa Jepang, “Sumimasen, Hyaku-En Shoppu wa doko
desuka?” yang artinya “Permisi, dimanakah toko dengan harga 100 yen?”. Ternyata orang yang
ditanya tersebut tidak tahu tepatnya dimana. Dia kemudian meminta kami untuk tunggu sebentar,
dia ingin bertanya ke pemilik toko yang ada di dalam toko yang ada di belakangnya, namun
ternyata pemilik toko tersebut sedang menelepon seseorang. Dirasa agak lama, maka orang tadi
mengeluarkan iPhonenya, kemudian memasukkan nama dari toko yang ingin dicari. Beberapa saat
kemudian, dia berkata “Ah, Toi desu….” Yang artinya ,”Ah, Jauh..”. Karena tampaknya memang
jauh, maka kami mengurungkan niat kami dan memutuskan untuk berkeliling daerah di dalam peta
saja. Saya kagum dengan orang Jepang. Dia begitu inginnya membantu kami mencari hingga turut
bertanya ke orang lain. Maka kami mengucapkan terima kasih dan mulai berkeliling.
Setelah puas berkeliling, kami berhenti di sebuah toko souvenir. Ketika saya memasuki toko
tersebut, tiba-tiba pemiliknya berkata “Selamat Datang..”. Kontan saya terkejut, wah! Bisa bahasa
Indonesia! Ya, walaupun hanya sedikit-sedikit, rasanya sangat bangga ada seseorang yang bisa
menggunakan bahasa tersebut di negeri orang. Begitu inginnya sang pemilik toko menampilkan
bahwa dia dapat berbahasa Indonesia, di salah satu sudut tokonya dipasang tulisan “oleh-oleh”.
Pemilik toko tersebut berkata banyak orang Indonesia yang datang ke tokonya untuk membeli
souvenir, jadi dia memberi perhatian yang khusus untuk Indonesia. Ketika dia melihat saya dan Era
26
yang menggunakan jaket bertuliskan Indonesia, seketika dia menunjukkan kemampuan bahasa
Indonesianya.
Setelah puas berbelanja oleh-oleh, kami pun kembali dan makan malam terakhir kalinya di
Aichi di restoran Denny’s. Makanan yang di Denny's sudah pernah kami pesan beberapa hari
sebelumnya. Itu karena koordinator kelompok kami ingin memastikan semua dapat pesanan dan
tepat. Misalnya, karena saya beragama Islam, maka ada menu khusus bagi kami. Wah.. perhatian
sekali.
Setelah kami puas dan kenyang kami kembali lagi ke hotel. Dalam perjalanan menuju bis,
teman saya yang pintar bermain sulap melihat toko sulap. Dia ingin sekali masuk, tapi Kato-san
mendorongnya untuk cepat pulang dan tidak mengizinkannya. Hahaha! Kami hanya bisa tertawa.
21 April 2008.
Keesokan harinya, kami mengadakan workshop tentang
pengalaman yang sudah dialami selama berada di Jepang. Kami
mengelompokkan berbagai penemuan kami ke suatu tema-tema
tertentu seperti agama, budaya, pendidikan, lalu lintas, dan
kebersihan. Yang paling konyol adalah di tema teknologi. Tema yang
diangkat untuk teknologi adalah begitu canggihnya toilet yang ada di
Jepang. Ya, toilet yang ada di Jepang rata-rata sudah menggunakan
super-toilet, yaitu toilet dengan fasilitas yang sudah sangat canggih!
Toilet tersebut memiliki dudukan dengan penghangat, kemudian untuk membersihkan sudah ada
tombol-tombol tertentu, bahkan pada beberapa, air yang disemprotkan dapat diatur temperaturnya.
Setelah berkutat dengan beragam perbincangan, kami mendiskusikan bagaimana cara penyajian
presentasi yang akan diberikan. Setelah beberapa kali mengadakan kroscek, akhirnya disepakati
bahwa kami akan mengadakan sebuah pentas drama tentang Jepang. Jadi, kami akan membuat
27
sebuah sketsa kecil tentang peserta Jenesys yang pergi ke Jepang dan dengan gaya yang terheran-
heran menemukan berbagai hal baru tentang Jepang.
Setelah itu kami istirahat. Saya dan beberapa orang yang beragama Islam segera keluar untuk
sholat. Kami diberikan sebuah area untuk sholat di koridor. Disana sudah dipasang sekat.
Tiba-tiba ada sebuah permintaan yang sangat menakjubkan, sekitar 6 orang dari grup kami
bertanya apakah mereka dapat melihat bagaimana kami sholat. Tentu saja boleh, namun rasanya
sangat aneh! Hahaha! Biasanya di Indonesia ritual sholat bukanlah hal yang luar biasa, namun bagi
beberapa negara ASEAN lainnya, sholat bukan suatu hal yang umum dilakukan di sana. Akhirnya
mereka berdesak-desakkan di sudut untuk melihat bagaimana ritual utama ibadah agama Islam
tersebut dijalankan. Mereka berdecak kagum dan terheran-heran, bahkan ada yang berkata “Ini
adalah kali pertama aku melihat bagaimana sholat itu,” hihihi… saya hanya dapat menyimpul
senyum. Setelah sholat, kami kembali ke dalam ruangan untuk berdiskusi.
Setelah mengembangkan sedikit ide awal, kemudian kami diajak ke kastil Nagoya. Kastil
Nagoya merupakan kastil terbesar di Aichi dan merupakan kastil yang dijadikan sebagai pusat
pertahanan dan perlindungan ketika perang terjadi. Begitu luas dan besarnya kastil tersebut, hingga
beberapa kali lipat rumah saya dapat masuk ke dalamnya! Oh iya, yang paling terkenal, di atas
kastil terdapat dua lumba-lumba yang terbuat dari kayu dan dilapisi emas murni. Yang di sebelah
kiri adalah jantan, sedangkan yang di sebelah kiri adalah betina. Lumba-lumba tersebut dipercaya
sebagai pengendali air dan apabila kastil terbakar, lumba-lumba tersebut dapata membantu
memadamkan api.
Kastil tersebut tidak lagi dalam keadaan yang sempurna seperti dulu karena saat perang dunia II
dibombardir oleh pasukan sekutu. Maka, kastil tersebut masih direnovasi hingga kini. Renovasi
kastil tersebut juga sudah sangat bagus, bahkan sebuah elevator dibangun di dalam kastil untuk
kemudahan bagi pengunjung untuk berkeliling.
28
Sayang, di dalam kastil tidak
diperbolehkan sembarangan mengambil
kamera, hanya ada tempat-tempat tertentu
yang diperbolehkan untuk mengambil
foto, lantas tempat untuk area berfoto
tersebut segera kami serbu dan dipakai
bersama, wah, pokoknya sangat ricuh!
Hahaha!
Setelah kami puas berkeliling dan menghabiskan waktu terakhir kali di Aichi, kami kembali ke
hotel untuk bersiap-siap berangkat kembali ke Tokyo. Ya, hari itu memang hari terakhir kami di
Aichi, dan sekitar 1 jam kemudian kami pun berangkat menuju stasiun untuk kembali menaiki
Shinkanshen. Rasanya kami tetap ingin berada di Aichi, sedih rasanya akan meninggalkan
kenangan-kenangan indah yang kami lakukan bersama disini, bahkan sepertinya langit turut sedih
ketika kami pergi, ya, hujan yang begitu lebat mengantar kepergian kami.
29
Chapter V
Meet to Farewell
Sekitar 2 jam kemudian kami pun sampai di Tokyo, kami segera mengarah ke Tokyo Tower.
Disana, seluruh delegasi yang telah mengadakan perjalanan ke prefektur-prefektur lain juga
berkumpul. Saya juga bertemu dengan delegasi Indonesia yang berkunjung ke prefektur lain. Ketika
kami bertemu, rasanya seperti sobat lama yang sudah sekian tahun tidak bertemu, yang pada
kenyataannya kurang dari 5 hari.
Suasana restoran menjadi ribut dan sangat ramai. Semua meneriakkan yel-yel yang mereka
punya untuk menyatakan grup mereka eksis. Yang paling heboh adalah regu dari hyogo. Mereka
mengenakan kaos hijau-hijau, ikat kepala, dan dengan semangat yang rasanya terlalu berlebihan
mereka meneriakkan yel-yel mereka. Tim kami, tim aichi, tidak mau kalah, kami dengan sekeras-
kerasnya dan dengan suara lantang mengucapkan “ITADAKIMASU!!” yang artinya “Selamat
Makan.” Hahaha!
Setelah semua kenyang, setiap grup dipandu oleh koordinator masing-masing kembali ke
Prince Hotel. Karena letak Tokyo Tower dengan Prince Hotel sangat dekat, maka kami hanya
berjalan kaki. Saya dan Era sempat tertinggal karena saya meminta Era untuk mengambil foto saya
dengan latar belakang Tokyo Tower yang sangat indah malam itu. Era sangat khawatir tertinggal
rombongan, akhirnya kami harus berlari-lari kecil dan sedikit kebingungan mengejar rombongan,
hahaha…
Sekembalinya di hotel, kami diam-diam punya rencana rahasia, yaitu untuk mengadakan
latihan di sebuah ruangan yang rahasia! Yuri-san telah mengkonfirmasi dari salah seorang pegawai
hotel ada sebuah lantai yang dapat digunakan untuk kami latihan drama yang akan ditampilkan pada
presentasi. Namun kami harus diam-diam, disana tidak boleh ribut karena sebenarnya di lantai yang
kami gunakan sedang diadakan rapat.
30
Akhirnya kami berlatih disana, bahkan kami mengembangkan ide cerita dengan saling
menghubungkan setiap cerita yang dimiliki setiap orang menjadi satu kesatuan cerita. Sebenarnya
agak konyol, namun sudah dapat menghasilkan apa yang kami mau.
Ceritanya seperti ini, ada sekelompok turis yang bertandang ke Jepang.Pertama-tama mereka
berkunjung ke museum karakuri. Tiba-tiba mereka berpapasan dengan dua orang turis ,yang masih
satu grup dengan mereka, yang ingin pergi ke toilet. Kedua turis tersebut kagum dengan
kecanggihan toilet Jepang yang memiliki penghangat. Kemudian mereka mencoba wastafel, mereka
juga kagum dengan wastafel yang otomatis. Setelah itu kedua turis tadi naik taksi menuju Toyota
Comemorative Museum. Mereka juga takjub dengan Taksi yang mereka gunakan memiliki GPS
(Global Positioning System), yaitu alat yang dapat mencari arah tujuan yang dituju. Sesampainya di
museum, mereka berpapasan dengan pelajar dari Jepang. Kedua turis tadi menanyakan bagaimana
para pelajar di Jepang belajar dan bagaimana sistem pendidikan mereka. Setelah mereka bertanya,
mereka melanjutkan perjalanan menuju pameran robot. Pentas pun selesai dengan diakhiri
bernyanyi bersama.
Wah, jalannya cerita memang tidak ada yang terlihat cukup sinkron, namun begitulah adanya,
hahaha!
Setelah latihan yang melelahkan, kami diminta kembali ke kamar masing-masing. Oh iya, saat
itu teman dalam satu kamar sudah diacak. Saya tidak lagi bersama dengan orang Malaysia dan
Brunei, namun sekarang dengan salah seorang dari delegasi Singapura, namanya Chek Hui.
Nah! Saya memiliki cerita yang sangat memberi pengalaman yang luar biasa, sebenarnya agak
memalukan, namun sangat berkesan!
Jadi setelah latihan dan telah kembali ke kamar, Check Hui ingin ke kamar sebelah, kamar
yaitu temannya, jadi sembari menunggu Check Hui kembali, saya menunggu dalam kamar sambil
menonton TV dengan posisi berbaring. Saya merasa sangat mengantuk karena sudah melakukan
banyak kegiatan hari ini, maka saya berpikir untuk berbaring sebentar.
31
Beberapa saat kemudian, entah kenapa, tiba-tiba kamar digedor. Terdengar Yuri-san "Giri... are
you Okay??". Saya langsung terbangun dan membuka pintu. ketika terbuka, Saya melihat (seingat
saya) Era, Yuri-San, dan Kato-San "Ah... What are you doing?". Dengan heran, secara spontan saya
menjawab "I was sleeping, why?", dan mereka mengatakan "We thought something happened to
you....."
Jadi menurut mereka begini cerita sebenarnya.. Setelah Check Hui ke kamar temannya, dia
kembali ke kamarnya, yaitu kamar yang juga saya tempati. Eh! kamarnya terkunci! Ya, karena
kamar hotel tersebut hanya bisa dibuka jika memiliki kunci, atau dengan memutar gagangnya
dibuka dari dalam, ya... semacam automatic-lock... Kemudian Check Hui membunyikan bel,
menggedor-gedor. Tidak terbuka! Kemudian dia mencoba menelepon kamar dengan menggunakan
telepon yang ada di kamar sebelah. Eh! Tidak ada jawaban! Akhirnya dia meminta kunci cadangan
dari resepsionis, klek! pintu terbuka... Hei! ternyata kunci selotnya terpasang!! jadi pintu hanya bisa
terbuka sedikit, wah,..... beberapa orang datang, namun hanya dengan gaya yang santai saja, "pasti
bisa dibuka", pikir mereka,seperti di film-film.... tinggal congkel sedikit..
Ah! Ternyata tidak bisa! Suasana menjadi heboh, orang-orang berdatangan, Kemudian Era
berteriak-teriak "Giri! Bangun!! Bangun!!", jadi semua orang bersama-sama menggunakan bahasa
Indonesia dan berkoar-koar "Giri Bangun!! Bangun!!". Akhirnya Mereka mencoba mengetahui apa
sebenarnya yang terjadi di dalam kamar dengan mengambil foto melalui pintu yang hanya terbuka
sedikit. Seseorang kemudian mengambil gambar dengan kamera yang ada di handponenya. Wua!!!
mereka menjerit! Pemandangan yang ada di dalam foto (mereka anggap) adalah Darah yang
merembes ke kasur! whua!!!
Mereka pun semakin panik, sampai-sampai Boss , seorang delegasi dari Vietnam, dan Aiman
,adari Malaysia, menangis-nangis!
32
Kemudian ada yang ingin mengambil langkah gila dengn melewati jendela di sebelah kamar
unutuk memeriksa keadaan apa sebenarnya. Iya, seperti yang di film-film Jackie Chan, melewati
antara jendela ke Jendela, untung Pelayan hotelnya mencegah mereka.
Ada yang segera menghubungi ke pelayan hotelnya, "Cepat, hubungi pihak darurat!", tapi
pelayan hotel tersebut hanya menjawab, "Tenang, ini Jepang, kami bisa mengaturnya," dan
melangkah santai, pergi.
Semua berteriak-teriak. Sepanjang koridor heran dan menjulurkan kepalanya melalui pintu-
pintu kamar "Ada apa?" pasti seperti itu pikiran mereka. Sampai katanya seseorang yang tampaknya
adalah manager hotel datang!
Akhirnya Kato-San dan Yuri-San yang bisa membuatku terbangun...
Hm.. tentang foto yang seperti darah merembes itu sebenarnya adalah tali dari name-tag saya
yang berwarna merah. Karena saking capeknya, name tag tersebut saya taruh sembarangan di atas
kasur, ah!, ternyata hasilnya jadi fatal ya! hahaha!
Setelah kejadian itu, masih saja ada gosip-gosip membuncah ruah. Katanya kamar itu dihantui
oleh Onna, yaitu hantu yang mengambil jiwa remaja laki-laki saat tidur. Uwah.. ada-ada saja…
Besok adalah hari terakhir kami bisa berkumpul-kumpul bersama di Jepang. Maka pada
sarapan pagi kami sudah duduk berdasarkan negara masing-masing.
22 April 2008.
Hari itu kami mengadakan perjalanan wisata terakhir, yaitu berkunjung ke Miraikan. Miraikan
adalah salah satu tempat yang aku impi-impikan untuk didatangi. Tempat itu merupakan museum
teknologi nasional Jepang. Disana bersemayam ASIMO, robot pintar, dan beragam teknologi sains
yang ada di Jepang.
33
Ketika kami sampai disana, kami diberi
instruksi pertunjukkan apa yang ingin kami
tonton. Saat itu ada dua pertunjukkan yang
bertepatan waktunya, yaitu pertunjukkan
planetarium dan ASIMO. Pada awalnya saya
tertarik ingin menonton ASIMO, namun Era
ingin menonton planetarium. Dipikir-pikir saya
juga sudah sering melihat pertunjukkan ASIMO
di televisi, dan nampaknya ya… begitu-begitu
saja, hehehe. Lagipula, untuk menonton
pertunjukkan planetarium kita harus memesan
tempat duduk karena tempat yang diberikan
terbatas. Saya pun tertarik untuk memilih pertunjukkan planetarium yang terletak di studio GAIA.
Sebelum kami menuju GAIA, kami berkeliling terlebih dahulu di dalam Miraikan. Ternyata
untuk memasuki sebuah ruangan kita harus menempelkan tiket kita ke pagar masuk. Dengan men-
scan barcode yang ada di tiket, pagar akan terbuka.
Sekitar 45 menit kemudian kami mengantri menuju studio GAIA. Ternyata antriannya sudah
cukup panjang!
Sebelum memasuki studio lagi-lagi kami harus men-scan tiket kami agar dapat memasuki
studio, namun tiket kali ini berbeda, yaitu tiket khusus pertunjukkan yang sudah kami pesan di
sebuah mesin khusus sebelumnya. Oh iya, sebelum masuk masing-masing dari kami dipinjamkan
kacamata 3D.
Ruangan di dalam studio GAIA sebenarnya tidak terlalu istimewa, karena gelap. Namun yang
menarik perhatian adalah sekitar 7 proyektor yang diletakkan di tengah ruangan yang memancarkan
34
cahaya ke segala arah. Sayang kami tidak diperbolehkan menggunakan kamera maupun video
disana.
Oh iya, saya duduk satu deret dengan Era dan Afiq. Afiq adalah perwakilan dari delegasi
Brunei Darussalam.
Selama 20 menit pertama, Afiq begitu bersemangat. Dia mencoba mengambil benda-benda
imajiner dari hasil karya kacamata 3D, “Mengganggu saja,” kata Era. Namun kemudian tangan
Afiq yang melambai-lambai tidak lagi kelihatan. Saya tidak tahu kenapa, Era juga tidak tahu, dia
hanya mendengar suara orang mendengkur. Ketika lampu dinyalakan.. ah! Ternyata Afiq tertidur!
Saya segera membangunkannya, dia hanya berkata “Eh, sudah selesai ya?”, hahaha.. ada-ada saja si
Afiq..
Setelah menonton pertunjukkan di Gaia, kami pun segera turun dan berkumpul di gedung yang
berada di depan Miraikan. Disana kami akan makan siang dan sekaligus mengadakan presentasi
Workshop.
Ada pengalaman yang membingungkan saat disana. Ketika waktu sholat tiba, kami diajak ke
sebuah tempat yang letaknya ada di belakang panggung tempat presentasi akan diadakan. Disana
ada ruangan-ruangan yang dulunya dipakai sebagai tempat berganti pakaian. Nah, kami
dipersilahkan menggunakan tempat itu sebagai ruangan ibadah.
Dikarenakan kami tidak tahu dimana kiblatnya, maka saya kembali mengeluarkan kompas.
Namun ada yang aneh, kompas tersebut seolah ditarik oleh magnet-magnet yang diletakkan di
seluruh ruangan, jadi arah kiblat yang sebenarnya menjadi rancu! Yang sholat di ruangan pertama
ke arah kanan, sedangkan yang sholat di ruangan kedua ke arah kiri sedikit serong. Namun hal ini
akhirnya ditoleransi karena kami sebagai orang yang berpergian dan memang tidak tahu dimana
arah kiblat sebenarnya.
Setelah sholat, kami semua segera keluar ruangan dan menuju ke Aula tempat dimana
presentasi diadakan.
35
Akhirnya acara di mulai. Satu-persatu setiap regu maju untuk mempresentasikan hasil
workshop mereka. Setelah menunggu 3 grup, akhirnya giliran kami datang. Kami semua pun maju
dan mulai memainkan peran.
Hahaha, ternyata drama yang diperankan ternyata sedikit kacau! Ketika saat saling
meneriakkan yel-yel tentang ASEAN, salah seorang dari kami salah menyebutkan. Yang seharusnya
disebutkan oleh tim seberang, namun orang tersebut malah menyebutkannya. Namun kami cukup
puas dengan apa yang dapat kami tampilkan karena kami tampil dengan berbeda diantara yang
lainnya.
Setelah semua presentasi dari semua grup selesai, kami kembali menuju hotel. Disana kami
akan mengadakan pesta perpisahan dengan seluruh orang.
Sekitar jam 7 malam acara pun dimulai. Pada acara tersebut ada penampilan grup Taiko dari
salah satu universitas di Jepang. Taiko adalah jenis alat tetabuhan. Kini Taiko dimainkan secara
berkelompok, bahkan sekarang sudah banyak yang menambahkan koregrafi diantara permainan.
Setelah penampilan Taiko, kemudian dilanjutkan dengan sebuah tarian sederhana. Tarian
tersebut menggunakan sebuah kain yang disampirkan di leher. Ternyata seluruh peserta diberikan
kain untuk tarian tersebut dan kemudian tarian tersebut diajarkan ke seluruh peserta. Kami pun
menari bersama.
Acara berikutnya kami diajak untuk menyanyi bersama. Nyanyian tersebut sudah pernah
diajarkan kepada kami. Judulnya "Sekai Ni Hitotsu Dake No Hana." Suasana menjadi begitu heboh
dan meriah!
36
Namun akhirnya acara harus berakhir, kami pun saling mengucapkan rasa terimakasih ke
orang-orang. Yuri-san, Kato-san, bahkan Akira-san menitikkan air matanya.
Oh iya, kami diberikan sebuah sertifikat dan sebuah foto grup Aichi. Di foto tersebut kami
saling membubuhkan tanda-tangan kami dan memberikan komentar-komentar singkat.
23 April 2008.
Besok harinya kami mengadakan makan pagi dengan negara masing-masing. Makan pagi
tersebut merupakan makan pagi untuk terakhir kalinya di Jepang. Setelah makan pagi kemudian
kami diberi arahan untuk pulang ke negara masing-masing. Satu jam kemudian kami pun diantar
menaiki bis menuju bandara Narita. Kato-san, Yuri-san, dan Akira-san turut mengantarkan. Era
sempat menangis kembali. Beberapa saat kemudian bis pun bergerak dan kami pun berangkat
menuju bandara narita untuk kembali ke Indonesia.
Sesampainya di Narita kami dibolehkan untuk kelililing-keliling sebentar. Saya membeli onigiri
dan beberapa oleh-oleh. Saya sempat berhenti sebentar untuk takjub. Bukan karena toko tapi karena
37
bak sampah. Bak sampah di bandara tersebut di bagi-bagi menjadi 5. Ada botol plastik, kaleng,
koran, botol kaca, dan lain-lain. Sebegitu rumitnya ternyata membuang sampah di Jepang, hehe.
Setelah itu kami berkumpul lagi untuk persiapan berangkat. Saat kami memasuki pengawasan
dan protokol keberangkatan di bandara, teman kami ada yang mengurus hal-hal aneh dahulu. Hal-
hal aneh? Ya, saat melewati metal detector terdeteksi barang-barang, teman saya , Maulana, bahkan
sampai melepas jaket dan ikat pinggangnya.Namun yang sangat menghebohkan adalah teman saya
yang membawa boneka samurai, dia harus berurusan macam-macam tapi untunglah tidak apa-apa.
Kami kembali naik JAL dan pulang ke Indonesia. Sampailah kami di Bandara Soekarno-Hatta.
38
Chapter VI
Antiklimaks
Sesampainya di Indonesia keadaan berbalik 180 derajat. Yang biasanya merasakan keteraturan
dan sejuknya hawa Jepang, Indonesia panas!! Ketika sampai di Bandara pun petugasnya ternyata
terlihat judes. Terbiasa melihat bandara yang besar, melihat bandara di Indonesia malah serasa
melihat terminal bis. Hahaha!
Kami kemudian pulang dengan bis menuju the Sultan seraya diberi makan nasi Padang untuk
mengobati kerinduan. Hm... dilahap habis.
Malam harinya kami semua berkumpul di kamar tempat saya dan Maulana. Kami ada yang
bertukar oleh-oleh, juga ada yang ngobrol-ngobrol. Kami semua ternyata masih lapar. Kami ingin
memesan sesuatu untuk dimakan. Tapi ternyata, ya ampun! Makanan yang dijual mahal-mahal! ya..
sudahlah daripada lapar teman kami pun membelinya. Ketika ada petugas hotel yang membawa nasi
goreng pesanan teman kami, ada yang sedang minta dipijatkan di dalam kamar, dia tidak memakai
baju atasan dan hanya memakai selimut. Ng.. apa ya pikiran petugas hotel tersebut melihat
sekelompok orang sedang berkumpul di dalam kamar dengan perempuan yang sedang tidak
memakai baju atasan? Hyahaha!
Oh, nasi goreng itu kami lahap bareng-bareng.
24 April 2008.
Keesokan harinya kami berpisah dan dijemput oleh keluarga masing-masing. Hm... perjalanan
ini begitu menyenangkan!
39