implementasi program pemagangan ke jepang oleh direktorat

22
Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia Moch Nur Fajar, dan Kusnar Budi Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia Email: [email protected] / [email protected] Abstrak Program pemagangan ke Jepang merupakan program yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan yang bertujuan untuk memberikan pembekalan kemampuan dan keahlian kepada sumber daya manusia di Indonesia. Program ini telah dilaksanakan sejak tahun 1993, namun masih terdapat berbagai persoalan terkait dengan implementasinya, seperti rendahnya pengetahuan dan partisipasi masyarakat terhadap program ini, serta kasus peserta pemagangan yang melarikan diri setiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi program pemagangan ke Jepang yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan. Pendekatan penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif, dengan metode wawancara, observasi lapangan dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, implementasi program pemagangan ke Jepang yang terbagi dalam tiga tahapan yaitu pra magang, masa magang dan pasca magang masih memiliki berbagai permasalahan, yaitu terkait dengan sosialisasi, permasalahan pada pihak pelaksana mencakup keterbatasan jumlah pihak pelaksana dan komitmen pihak pelaksana dalam melaksanakan program, kesiapan mental dan tindakan indisipliner peserta pemagangan, serta keterbatasan fasilitas penunjang program. Kata Kunci: Implementasi Program; Pelatihan Kerja; Pemagangan; Pengembangan; Sumber Daya Manusia. Implementation of the apprenticeship program to Japan by the Directorate General of Training and Productivity Ministry of Labour of the Republic of Indonesia Abstract Apprenticeship program to Japan is a program implemented by the Directorate General of Training and Productivity Ministry of Labor that aims to provide training skills and abilities of human resources in Indonesia. This program has been implemented since 1993, but this program still has many problems related to implementation, such as lack of knowledge and civil participation to this program, and the trainee who escaped while in Japan. The aim of this study is to analyze the implementation of the apprenticeship program to Japan by the Directorate General of Training and Productivity Ministry of Labor. The approach used in this study is a qualitative approach, with in-depth interviews, field observation, and literature study. These results indicate that the implementation of apprenticeship program to Japan is dividen into three stages, namely pre-apprenticeship, apprenticeship, and post-apprenticeship still has various problems, which is related with socialization, problems of implementers includes a limited number of implementers and implementing the commitments to implement this program, mental readiness and undisciplined trainee, as well as the limitations of the program supporting facilities. Keywords: Implementation of Program; Job Training; Apprenticeship; Development; Human Resource. Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Upload: others

Post on 31-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian

Ketenagakerjaan Republik Indonesia

Moch Nur Fajar, dan Kusnar Budi

Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia

Email: [email protected] / [email protected]

Abstrak Program pemagangan ke Jepang merupakan program yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan yang bertujuan untuk memberikan pembekalan kemampuan dan keahlian kepada sumber daya manusia di Indonesia. Program ini telah dilaksanakan sejak tahun 1993, namun masih terdapat berbagai persoalan terkait dengan implementasinya, seperti rendahnya pengetahuan dan partisipasi masyarakat terhadap program ini, serta kasus peserta pemagangan yang melarikan diri setiap tahunnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis implementasi program pemagangan ke Jepang yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan. Pendekatan penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif, dengan metode wawancara, observasi lapangan dan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa, implementasi program pemagangan ke Jepang yang terbagi dalam tiga tahapan yaitu pra magang, masa magang dan pasca magang masih memiliki berbagai permasalahan, yaitu terkait dengan sosialisasi, permasalahan pada pihak pelaksana mencakup keterbatasan jumlah pihak pelaksana dan komitmen pihak pelaksana dalam melaksanakan program, kesiapan mental dan tindakan indisipliner peserta pemagangan, serta keterbatasan fasilitas penunjang program. Kata Kunci: Implementasi Program; Pelatihan Kerja; Pemagangan; Pengembangan; Sumber Daya Manusia. Implementation of the apprenticeship program to Japan by the Directorate General of

Training and Productivity Ministry of Labour of the Republic of Indonesia

Abstract

Apprenticeship program to Japan is a program implemented by the Directorate General of Training and Productivity Ministry of Labor that aims to provide training skills and abilities of human resources in Indonesia. This program has been implemented since 1993, but this program still has many problems related to implementation, such as lack of knowledge and civil participation to this program, and the trainee who escaped while in Japan. The aim of this study is to analyze the implementation of the apprenticeship program to Japan by the Directorate General of Training and Productivity Ministry of Labor. The approach used in this study is a qualitative approach, with in-depth interviews, field observation, and literature study. These results indicate that the implementation of apprenticeship program to Japan is dividen into three stages, namely pre-apprenticeship, apprenticeship, and post-apprenticeship still has various problems, which is related with socialization, problems of implementers includes a limited number of implementers and implementing the commitments to implement this program, mental readiness and undisciplined trainee, as well as the limitations of the program supporting facilities. Keywords: Implementation of Program; Job Training; Apprenticeship; Development; Human Resource.

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 2: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

A. Pendahuluan Kehidupan manusia pada abad 21 mengalami perubahan secara dinamis pada berbagai

bidang, seperti bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan lain sebagainya. Proses

transformasi tersebut dikenal dengan istilah globalisasi (Tilaar, 1997:12). Seiring

perkembangan peradaban manusia, proses globalisasi lebih banyak berpengaruh pada

pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja, distribusi pendapatan, serta dampak sosial lain seperti

kesempatan untuk pengentasan kemiskinan, hak asasi manusia, tenaga kerja, percepatan arus

informasi, dan lain sebagainya. Nikitin dan Elliot dalam Al-Rodhan (2006:3) bahwa

globalisasi melibatkan berbagai aspek seperti integrasi ekonomi, transfer kebijakan lintas

batas, transmisi pengetahuan, stabilitas budaya, reproduksi, hubungan dan wacana kekuasaan,

serta sebuah pendirian pasar bebas atas kontrol sosial dan politik yang terjadi. Hal tersebut

menciptakan berbagai dampak yang ditimbulkan dari proses globalisasi, salah satunya yaitu

peningkatan kompetisi antar negara-negara di dunia.

Negara yang unggul dalam penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan memiliki

sumber daya manusia yang berdaya saing dapat dipastikan akan memenangkan kompetisi

antar negara pada era globalisasi tersebut. Begitupun sebaliknya, bagi negara

miskin/berkembang yang tidak mampu berkompetisi akan semakin terpuruk dan berdampak

pada terhambatnya pembangunan negara. Hal tersebut mengakibatkan jurang kesenjangan

yang semakin melebar antara negara-negara maju dan negara-negara berkembang (Ali,

2009:46-47). Suparno (2009:189) menyebutkan bahwa, hal yang paling mendasar untuk

mengatasi dampak globalisasi yaitu dengan mempersiapkan sumber daya manusia yang

berkompeten dan memiliki daya saing global sehingga dapat sanggup memenangkan

kompetisi, baik pada tingkat nasional maupun internasional.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang turut terkena dampak dari

globalisasi pada dasarnya memiliki keuntungan terkait dengan ketersediaan sumber daya

manusia yang dapat dikatakan sangat melimpah. Hal tersebut dibuktikan oleh data yang

menunjukan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah populasi penduduk

terbesar di dunia. Tercatat bahwa hingga tahun 2015 jumlah populasi penduduk mencapai

255.405.071 jiwa dan berada di posisi keempat dunia (worldometers.info, 2015). Data dari

International Labour Organization (ILO) (2015:17) menyebutkan bahwa 50 persen penduduk

Indonesia berusia dibawah 29 tahun. Artinya bahwa Indonesia memiliki peluang untuk

memanfaatkan potensi penduduk usia muda untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan

menghadapi era globalisasi yang sedang berlangsung. Disisi lain, sumber daya manusia dapat

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 3: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

menjadi beban bagi negara apabila keberadaannya tidak dapat dikelola dan dioptimalkan

dengan baik.

Permasalahan umum yang terjadi di Indonesia dan diberbagai negara berkembang

lainnya adalah laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat dan mengakibatkan besarnya

pertambahan tenaga kerja (Barthos, 2004:31). Peningkatan jumlah tenaga kerja di Indonesia

dalam beberapa tahun terakhir juga didukung dengan peningkatan partisipasi pendidikan

masyarakat. Tercatat bahwa lebih dari 3,3 juta tenaga kerja meninggalkan sistem pendidikan

formal untuk memasuki pasar kerja (labor market) setiap tahunnya, namun pasar kerja yang

secara konstan mengalami peningkatan sejak tahun 1990-an belum dapat diimbangi dengan

peningkatan kualitas pendidikan (World Bank, 2010:1). Kondisi tersebut pada akhirnya

mengakibatkan masalah pengangguran di Indonesia. Pengangguran merupakan masalah yang

cenderung dihadapi oleh tenaga kerja usia muda di Indonesia. ILO (2013:1) memaparkan

bahwa tingkat pengangguran di Indonesia pada tenaga kerja usia 15 hingga 24 tahun

diperkirakan sebesar 17,1 persen pada Februari 2014 dan sebagian besar kaum muda yang

menganggur belum pernah bekerja sebelumnya.

Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk meminimalisir pengangguran yaitu

dengan melakukan pengembangan sumber daya manusia melalui pelatihan kerja. Hal tersebut

dinilai penting untuk mendukung transisi sumber daya manusia dari sekolah ke pekerjaan agar

dapat memfasilitasi hasil yang dicapai tenaga kerja muda dan menghindari munculnya

persoalan pengangguran (ILO, 2015:3). Kementerian Ketenagakerjaan melalui Direktorat

Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Ditjen Binalattas) merupakan instansi

pemerintah yang memiliki kewenangan dalam penyelenggaraan pelatihan kerja bagi tenaga

kerja di Indonesia.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 Pasal 21

menyebutkan bahwa pelatihan kerja dapat diselenggarakan dengan sistem pemagangan.

Secara umum, pemagangan oleh ILO (2012:2) didefinisikan sebagai sebuah kontrak dari

praktek kerja dengan mempekerjakan seorang individu yang bertujuan untuk melatih secara

sistematis untuk melakukan suatu pekerjaan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan

melalui sebuah kontrak kerja. Pemagangan juga berkontribusi dalam peningkatan kualitas dan

kompetensi tenaga kerja suatu negara sehingga memudahkan tenaga kerja tersebut terserap di

dunia kerja.

Salah satu program pemagangan yang dilaksanakan oleh Ditjen Binalattas yaitu

program pemagangan ke Jepang. Program tersebut telah dilaksanakan sejak tahun 1993

berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) antaran Ditjen Binalattas dengan The

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 4: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

Association for International Manpower Development of Medium and Small Enterprises

Japan (IM Japan). Program ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi (Permenakertrans) Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tata Cara Perizinan dan

Penyelenggaraan Pemagangan di Luar Negeri. Tujuan program ini yaitu untuk melakukan

pembinaan sumber daya manusia serta pertukaran tenaga teknik, terampil dalam menghadapi

internasionalisasi perusahaan kecil dan menengah Jepang serta ikut berperan dalam

masyarakat internasional (pemagangan.com, 2014).

Lebih lanjut, Program pemagangan ke Jepang merupakan bentuk pelaksanaan konsep

link and match, yaitu memastikan dunia pendidikan dan pelatihan selaras dengan kebutuhan

dunia kerja serta memastikan lulusan pendidikan dan pelatihan terserap dunia kerja (pikiran-

rakyat.com, 2014). Oleh karena itu, Program ini memiliki potensi untuk mengurangi dampak

pengangguran khususnya tenaga kerja muda melalui pengembangan sumber daya manusia,

serta berpotensi untuk memunculkan berbagai lapangan pekerjaan baru untuk menyerap

tenaga kerja di Indonesia. Pada dasarnya, program pemagangan ke Jepang tidak hanya

dilakukan oleh Ditjen Binalattas bekerja sama dengan IM Japan, akan tetapi terdapat program

pemagangan ke Jepang yang dikelola atau dilaksanakan oleh pihak diluar Ditjen Binalattas

dan IM Japan tersebut yang dikenal dengan Non-IM Japan (pihak swasta). Terdapat berbagai

perbedaan antara program pemagangan ke Jepang yang dilaksanakan oleh Ditjen Binalattas

dan IM Japan dengan Non-IM Japan yaitu sebagai berikut:

Tabel A.1 Perbedaan Program Pemagangan ke Jepang yang Dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas dan IM Japan dengan Non-IM Japan

IM Japan Lembaga Swasta/Non IM Japan

Tidak dipungut biaya Dipungut biaya oleh pihak pengirim

Kontrak kerja 3 tahun Kontrak kerja antara 1 sampai 3 tahun

Khusus pria Terbuka untuk pria dan wanita

Gaji dihitung per bulan Gaji dapat dihitung per jam atau per bulan

Mendapatkan modal usaha Tidak mendapatkan modal usaha

Diperbolehkan cuti pulang ke Indonesia Ada yang tidak mengizinkan cuti pulang

Wajib menguasai level N5 Bahasa Jepang Tidak diwajibkan menguasai Bahasa Jepang

Sumber: Data Olahan Peneliti, 2015

Tabel A.1 memperlihatkan bahwa terdapat berbagai perbedaan antara pelaksanaan

program pemagangan ke Jepang yang dilaksanakan oleh Ditjen Binalattas dan IM Japan

dengan Non-IM Japan. Perbedaan yang ditunjukan tersebut memperlihatkan bahwa program

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 5: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

pemagangan ke Jepang yang dilaksanakan oleh Ditjen Binalattas memiliki berbagai kelebihan

daripada program pemagangan ke Jepang yang dilaksanakan oleh Non-IM Japan.

Pelaksanaan program pemagangan ke Jepang oleh Ditjen Binalattas dan bekerja sama

dengan IM Japan merupakan salah satu program unggulan dengan tujuan mengurangi

pengangguran dan perluasan kesempatan kerja di Indonesia. Program pemagangan ke Jepang

memiliki berbagai tahapan besar dalam pelaksanaannya, yaitu masa pra pemberangkatan,

masa magang, dan pasca magang. Ketiga tahapan tersebutlah yang harus dilalui oleh peserta

pemagangan selama tiga tahun. Meskipun terdapat berbagai program lain yang dilaksanakan

oleh Kementerian Ketenagakerjaan untuk mengatasi pengangguran seperti proram Three in

One (pelatihan, sertifikasi, penempatan), program pemagangan dalam negeri, pengiriman

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri, program kerjasama antar Pemerintah Indonesia

dan Korea Selatan, serta program lainnya. Akan tetapi, program pemagangan ke Jepang

memiliki berbagai kelebihan diantara program pengembangan sumber daya lainnya. Hal

tersebut dibuktikan dengan pelaksanaan program yang telah dilaksanakan sejak tahun 1993

hingga saat ini, kelebihan lainnya yaitu peserta pemagangan dapat melakukan praktek kerja

langsung di salah satu negara yang memiliki bidang industri terbaik di dunia (UNIDO, 2013).

Kelebihan lainnya yaitu berbagai hak-hak yang ditawarkan dari program yaitu upah peserta,

beragam fasilitas yang disediakan, tunjangan modal usaha, sertifikat, dan kesempatan untuk

bekerja pada perusahaan Jepang yang ada di Indonesia.

Berdasarkan uraian sebelumnya, terlihat bahwa terdapat berbagai keunggulan dan

kelebihan yang didapatkan dari program pemagangan ke Jepang, akan tetapi pada

kenyataannya pelaksanaan program pemagangan ke Jepang masih memiliki berbagai

permasalahan. Salah satunya terkait program pemagangan ke Jepang yang belum terlaksana

pada seluruh daerah di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh minimnya sosialisasi dari

pihak pelaksana program pemagangan yang mencakup Ditjen Binalattas, Direktorat Bina

Pemagangan, Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja Luar Negeri (BBPLKLN) Cevest

Bekasi, IM Japan, dan Dinas Ketenagakerjaan Propinsi maupun Kabupaten/Kota.

Permasalahan lain dalam pelaksanaan program pemagangan ke Jepang yaitu peserta

pemagangan yang melarikan diri saat berada di Jepang. Tercatat bahwa setiap tahunnya

terdapat kasus peserta melarikan diri saat magang di Jepang, dalam lima tahun terakhir

terdapat 83 peserta pemagangan melarikan diri dengan rincian, tahun 2010 mencapai 6

peserta, 2011 mencapai 31 peserta, tahun 2012 mencapai 9 peserta, tahun 2013 mencapai 25

peserta, dan tahun 2014 mencapai 12 peserta. Tentunya hal tersebut menjadi salah satu

masalah dalam pelaksanaan program pemagangan di Jepang yang belum dapat dihentikan

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 6: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

dalam setiap tahunnya. Oleh karena itu, penelitian ini ditujukan untuk menganalisis

pelaksanaan program pemagangan ke Jepang serta kendala-kendala yang terjadi selama

pelaksanaan program pemagangan ke Jepang.

B. Tinjauan Teoritis

Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori manajemen sumber daya

manusia dan juga pengembangan sumber daya manusia. Griffin (2008:208) mendefinisikan

manajemen sumber daya manusia sebagai sebuah upaya yang dilakukan organisasi untuk

menarik, mengembangkan, dan mempertahankan kerja yang efektif. Flippo (1984:4-6)

memaparkan bahwa untuk menjalankan sumber daya manusia, maka bagian kepegawaian

diharuskan menjalankan fungsi-fungsi manajemen (fungsi perencanaan, pengorganisasian,

pengarahan, pengontrolan/pengawasan) dan fungsi-fungsi operasional (fungsi pengadaan

tenaga kerja, pengembangan, pemberian kompensasi, integrase, dan pemeliharaan).

Fungsi pengawasan (controlling) pada yang merupakan salah satu dari fungsi

manajemen memainkan peran penting terhadap manajemen sumber daya manusia. Handoko

(2013:359) juga memaparkan bahwa terdapat berbagai tipe pengawasan, salah satunya yaitu

pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan (concurrent control).

Pengawasan tersebut merupakan proses penyetujuan terkait dengan aspek tertentu dari suatu

prosedur, syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan dapat dilanjutkan,

atau menjadi semacam peralatan “double check” yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan

suatu kegiatan.

Selanjutnya, pada fungsi operasional terdapat pengembangan (meliputi pendidikan

dan pelatihan, pengembangan, dan penilaian prestasi kerja). Nadler dalam Hardjana (2001:11)

memaparkan bahwa pengembangan sumber daya manusia merupakan kegiatan-kegiatan

belajar yang diadakan dalam jangka waktu tertentu guna memperbesar kemungkinan untuk

meningkatkan kinerja. Tukiran et al. (2007:85) memaparkan bahwa terdapat berbagai kendala

dalam pengembangan sumber daya manusia, yaitu kendala pengembangan yang berkaitan

dengan peserta, pelatih atau instruktur, fasilitas pengembang, kurikulum dan dana

pengembangan. Lebih lanjut, Tukiran et al. (2007:77) juga menyebutkan bahwa terdapat dua

metode pengembangan sumber daya manusia, yaitu metode pendidikan (education) dan

latihan (training). Menurut DeSimone & Werner (2012:537) memaparkan bahwa pelatihan

dan pendidikan erat kaitannya dengan lintas budaya (cross-cultural) yang dihadapi oleh

peserta pelatihan dan pendidikan tersebut.

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 7: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

Pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia pada dasarnya terdiri dari dua

kelompok, yaitu on the job training (latihan pengembangan yang dikaitkan langsung dengan

pekerjaannya) dan off the job training (latihan dan pengembangan yang tidak langsung

dikaitkan dengan pekerjaan dan biasa dilakukan di ruangan lain (Sirait, 2006:207). On the job

training dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu Instruksi Pelatihan Kerja (Job

Instruction Training), Rotasi Pekerjaan (Job Rotation), Pembinaan (Coaching), dan Magang

(Apprenticeships). Khusus untuk magang dapat dilakukan dengan kedua kelompok pelatihan

tersebut, yaitu on dan off the job training.

Menurut Sikula (1976:246) metode pelatihan dan pengembangan dengan magang

merupakan cara untuk mengembangkan sumber daya manusia pemula yang terikat dalam

suatu perjanjian kerja untuk melakukan berbagai pekerjaan pada posisi dan kapasitas tertentu

dalam jangka waktu yang telah ditetapkan. Smith et al. (2013:314) memaparkan beberapa

komponen penting dari program magang, yakni (a) sistem magang yang dibentuk oleh

persetujuan pemerintah; (b) kombinasi dari on dan off the job training; (c) melatih peserta

magang untuk terlibat langsung dalam situasi kerja yang nyata serta bertanggung jawab

terhadap pekerjaan kepada atasan; (d) penghargaan atau sertifikasi yang diterima oleh peserta

magang apabila berhasil menyelesaikan program magang sesuai dengan ketentuan. Smith et

al. dalam ILO (2013:22) menyebutkan bahwa terdapat beberapa tahapan yang dilalui oleh

peserta pemagangan dalam mengikuti program magang, yaitu (a) rekrutmen, seleksi, dan

penetapan (recruitment, selection, and induction); (b) pelatihan dan penilaian (training and

assessment: on and off the job); (c) dukungan selama magang (support during the

apprenticeship); (d) pasca magang (completion and beyond).

C. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang ditujukan

untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, seperti perilaku,

tindakan dan lain-lain secara holistic dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan

bahasa pada suatu konteks khusus dan alamiah (Moleong, 2010:6). Pendekatan kualitatif

digunakan pada penelitian ini untuk dapat menggambarkan dan menjelaskan fenomena yang

terjadi secara lebih mendalam terkait dengan pelaksanaan program pemagangan ke Jepang

yang dilaksanakan oleh Ditjen Binalattas.

Lebih lanjut, jenis penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi empat klasifikasi,

yaitu penelitian berdasarkan tujuan penelitian, dimensi waktu, manfaat penelitian, dan teknik

pengumpulan data (Prasetyo dan Jannah, 2012:37). Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 8: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

ini adalah penelitian deskriptif. Artinya bahwa penelitian ini dilakukan untuk memberikan

gambaran yang lebih mendalam terkait dengan pelaksanaan program pemagangan ke Jepang

oleh Ditjen Binalattas. Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini merupakan cross-sectional

research, yaitu sekumpulan data dari suatu fenomena yang didapat dalam satu kurun waktu

saja (Umar, 2004:65). Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu antara Bulan Oktober 2014

hingga Mei 2015.

Berdasarkan manfaat, penelitian ini merupakan penelitian murni. Artinya bahwa

penelitian ini memiliki manfaat yang dapat dirasakan untuk jangka waktu yang lama, hal

tersebut karena penelitian ini dilakukan berdasarkan kebutuhan peneliti sendiri. Selanjutnya,

berdasarkan teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik

pengumpulan data kualitatif. Secara umum, teknik pengumpulan data tersebut menggunakan

pengamatan dari tradisi kualitatif, seperti wawancara mendalam, observasi partisipan, dan

dokumentasi. Data yang diperlukan oleh penelitian ini yaitu data primer dan data sekunder.

Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara mendalam terhadap beberapa

narasumber yang memiliki keterkaitan langsung dengan pelaksanaan program pemagangan ke

Jepang, diantaranya yaitu pihak Ditjen Binalattas, pihak perwakilan IM Japan di Indonesia,

pihak BBPLKLN Cevest Bekasi, pihak Dinas Propinsi penyelenggara program pemagangan

ke Jepang, dan peserta pra pemberangkatan serta alumni program pemagangan ke Jepang.

Berikut merupakan pihak-pihak yang menjadi narasumber dalam penelitian ini, yaitu:

(1) Edi Tugiono, selaku Kepala Seksi Pemagangan Luar Negeri pada Direktorat Bina

Pemagangan, Ditjen Binalattas; (2) Rusman, selaku Kepala Seksi Penyelenggara pada

BBPLKLN Cevest Bekasi; (3) Agus Pramuji, selaku Perwakilan IM Japan di Indonesia; (4)

Januar Arifin, selaku Kepala Seksi Bagian Pemagangan Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta; (5)

Anton Dwiawan dan Fatkhur Zaman, selaku Alumni Program Pemagangan ke Jepang

Angkatan 225 tahun 2012; (6) Agus Sulaeman dan Arif Aprilalowriyanto, selaku Peserta

Pelatihan Pra Pemberangkatan Magang ke Jepang Angkatan 259 dan 260 tahun 2015.

D. Hasil dan Pembahasan Penelitian

Pelaksanaan program pemagangan ke Jepang oleh Ditjen Binalattas terbagi dalam tiga

tahap, yaitu pra pemberangkatan, masa magang, dan pasca magang. Pada masing-masing

tahap terdapat berbagai tahapan lain didalamnya yang harus diikuti oleh peserta pemagangan

selama jangka waktu yang telah ditetapkan oleh pihak pelaksana program. Berikut merupakan

pemaparan tahap-tahap tersebut.

1) Pra Pemberangkatan Magang ke Jepang

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 9: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

Pada tahap pra pemberangkatan, berdasarkan Permenakertrans Nomor 8 tahun 2008

tentang Tata Cara Perizinan dan Penyelenggaraan Pemagangan Luar Negeri pasal 6

menyebutkan bahwa instansi pemerintah yang menyelenggarakan pemagangan di luar negeri

harus terdaftar sebagai penyelenggara pemagangan pada Ditjen Binalattas. Artinya bahwa

para calon peserta pemagangan ke Jepang hanya dapat mendaftarkan diri ke Dinas

Ketenagakerjaan Propinsi dan Kabupaten/Kota yang memiliki izin pelaksanaan program

pemagangan ke Jepang dan telah disetujui oleh Ditjen Binalattas. Dinas Ketenagakerjaan

Propinsi dan Kabupaten/Kota yang ingin melaksanakan rekrutmen dan seleksi program

pemagangan ke Jepang harus mengajukan permohonan kepada Ditjen Binalattas untuk

kemudian dijadwalkan waktu rekrutmen dan seleksi pada daerah tersebut.

Kondisi tersebut mencerminkan pelaksanaan rekrutmen dan seleksi program

pemagangan ke Jepang di daerah hanya berdasarkan insiatif dari Dinas Ketenagakerjaan

Propinsi dan Kabupaten/Kota pada daerah tersebut, sehingga yang akibat yang ditimbulkan

adalah tidak seluruh Dinas Ketenagakerjaan di daerah melaksanakan rekrutmen dan seleksi

program pemagangan ke Jepang. Hal tersebut menimbulkan pelaksanaan program

pemagangan ke Jepang yang belum dapat terlaksana pada seluruh daerah di Indonesia. Lebih

lanjut, faktor lain yang menyebabkan program pemagangan ke Jepang belum dilaksanakan

pada seluruh wilayah di Indonesia yaitu terkait dengan sosialisasi program pemagangan ke

Jepang yang minim karena pemerintah pusat hanya melakukan sosialisasi hingga pemerintah

daerah dan tidak memastikan bahwa target sasaran dalam hal ini yaitu masyarakat

mendapatkan informasi program pemagangan ke Jepang tersebut. Faktor lainnya yaitu cara

pandang dari IM Japan terhadap suatu daerah yang dilihat dari rekam jejak (track record)

peserta pemagangan sebelumnya. Apabila terdapat peserta yang bermasalah dalam program

pemagangan ke Jepang dari suatu daerah, maka secara keseluruhan sumber daya manusia

yang ada pada daerah tersebut memiliki penilaian yang tidak baik dari sudut pandang pihak

IM Japan. Hal tersebut merupakan salah satu hal yang menyebabkan program pemagangan ke

Jepang belum dapat dilaksanakan di seluruh wilayah Indonesia

• Rekrutmen dan Seleksi Program Pemagangan ke Jepang

Pada tahapan rekrutmen dan seleksi, para peserta harus melalui berbagai tahapan tes,

baik tes secara administratif maupun tes seleksi lainnya. Berbagai tahapan tes yang

diselenggarakan oleh Dinas Ketenagakerjaan Propinsi maupun Kabupaten/Kota dilaksanakan

langsung oleh pihak perwakilan dari Ditjen Binalattas dan IM Japan. Tes seleksi yang harus

dilalui oleh peserta pemagangan yaitu tes kesemaptaan tubuh (cek fisik), tes matematika, tes

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 10: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

ketahanan fisik, tes kesehatan, wawancara dan tes Bahasa Jepang. Keseluruhan tes memiliki

komponen penilaian masing-masing yang merupakan standar yang harus dipenuhi oleh calon

peserta pemagangan ke Jepang. Pada tes kesemaptaan hingga wawancara diberlakukan sistem

gugur, sedangkan untuk tes Bahasa Jepang para calon peserta diberikan kesempatan maksimal

tiga kali apabila calon peserta pemagangan gagal pada tes tersebut.

Khusus untuk tes kesehatan, Ditjen Binalattas dan IM Japan menunjuk langsung

rumah sakit atau klinik yang menjadi tempat dilaksanakannya tes tersebut pada masing-

masing daerah. Penunjukan tempat tes kesehatan secara langsung dimaksudkan untuk

memilih tempat tes kesehatan yang memenuhi standar-standar seperti pemeriksaan darah,

urine, mata, feses, paru-paru, narkoba, asam urat, ginjal, HIV/AIDS dan lainnya. Tujuan lain

dari penunjukan tempat tes kesehatan tersebut yaitu untuk mencegah kecurangan yang dapat

dilakukan oleh pihak calon peserta pemagangan dalam menjalani tes kesehatan apabila tempat

tes kesehatan tersebut dapat dilakukan diberbagai tempat, seperti segala bentuk intervensi

terhadap pihak kesehatan untuk mempengaruhi hasil tes kesehatan dan lain sebagainya.

Rekrutmen dan seleksi program pemagangan ke Jepang tidak terlepas dari berbagai

kendala, salah satunya yaitu kegagalan para calon peserta pemagangan yang dapat dikatakan

cenderung tinggi dalam setiap rekrutmen dan seleksi di daerah. Kegagalan calon peserta

pemagangan banyak terjadi pada saat tes matematika. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari

Agus selaku Perwakilan IM Japan di Indonesia yang mengatakan bahwa pada tes matematika

tingkat kegagalannya dapat mencapai 30-40 persen dari jumlah calon peserta pemagangan,

padahal soal yang diujikan hanya mencakup soal-soal standar sekolah dasar (SD). Tingkat

kegagalan juga banyak terjadi pada tes ketahanan fisik yang mencakup lari, push up dan sit

up. Salah satu penyebab dari kegagalan tersebut adalah kurangnya pembinaan di daerah

terhadap para calon peserta pemagangan. Pembinaan yang dilakukan daerah untuk

mempersiapkan para calon peserta pemagangan menghadapi seleksi dan rekrutmen memiliki

berbagai kendala, salah satunya terkait dengan biaya atau dana, sesuai dengan yang

diungkapkan oleh Arifin selaku Kepala Seksi Bidang Pemagangan Dinas Tenaga Kerja DKI

Jakarta.

• Pelatihan Pra Pemberangkatan Tahap I

Para peserta yang lulus dari rekrutmen dan seleksi diwajibkan mengikuti pelatihan pra

pemberangkatan tahap I di daerah masing-masing selama dua bulan. Pada pelatihan tersebut

para peserta diberikan pemahaman lebih mendalam terkait dengan bahasa, budaya, disiplin

kerja, etos kerja, dan berbagai hal lain terkait dengan kehidupan di Jepang. Peserta

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 11: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

pemagangan juga diberikan gambaran terhadap jenis-jenis pekerjaan yang disediakan oleh

Ditjen Binalattas serta IM Japan. Tercatat bahwa ada 61 jenis pekerjaan yang tersedia dan

pernah dimagangkan oleh para peserta program pemagangan sebelumnya sejak program ini

dijalankan dari tahun 1993. Pada kenyataannya dilapangan tidak seluruh jenis pekerjaan

tersebut tersedia untuk para peserta pemagangan yang belum diberangkatkan, hal ini karena

jenis pekerjaan yang tersedia tergantung dari perusahaan-perusahaan yang mendaftar kepada

IM Japan dan disetujui oleh Ditjen Binalattas. Pada pelatihan ini pula, para peserta

pemagangan menandatangani perjanjian pemagangan dengan perusahaan masing-masing.

Pada pelatihan pra pemberangkatan tahap I, selain dilakukan pembelajaran, pelatihan

dan pembekalan kepada peserta pemagangan, para peserta juga dipantau ataupun diawasi

segala prilaku, sikap dan lain sebagainya. Pihak pelaksana yang turun langsung dalam

pelaksanaan pelatihan tersebut mencakup perwakilan dari Ditjen Binalattas, IM Japan dan

juga Panitia Penyelenggara Pelatihan di daerah. Bagi para peserta yang melanggar atau

bermasalah selama pelatihan, maka akan dicatat dalam catatan penilaian untuk selanjutnya

dilakukan evaluasi terhadap peserta tersebut. Evaluasi yang dilakukan pada saat pelatihan pra

pemberangkatan tahap I dilakukan secara terjadwal. Terdapat tiga evaluasi yang dilakukan

oleh pihak pelaksana program tersebut diantaranya yaitu evaluasi pendalam, evaluasi I dan

evaluasi II, hal ini sesuai dengan pernyataan dari Edi sebagai Kepala Seksi Pemagangan Luar

Negeri. Berbagai bentuk evaluasi pada pelatihan pra pemberangkatan tahap I yang dilakukan

oleh Ditjen Binalattas dan pihak-pihak lainnya, menunjukan bahwa penilaian terhadap peserta

pemagangan dilakukan secara rutin guna memantau dan memastikan sejauh mana

perkembangan dari para peserta pemagangan selama pelatihan tersebut.

Selama pelatihan pra pemberangkatan tahap I, segala biaya terkait dengan kebutuhan

pribadi menjadi tanggungan dari masing-masing peserta pemagangan. Terlebih bahwa Dinas

Ketenegakerjaan di daerah tidak menyediakan fasilitas penginapan atau asrama, sehingga para

peserta pemagangan yang memiliki tempat tinggal jauh dari tempat pelatihan harus

mengeluarkan biaya lebih untuk mengatasi hal tersebut. Terkait biaya pribadi, hal ini menjadi

hambatan tersendiri bagi sebagian peserta pemagangan dan tidak terlepas dari dampak

pelaksanaan program yang belum dapat dilaksanakan pada seluruh wilayah di Indonesia,

karena permasalahan terkait biaya pribadi peserta tentu dapat diminimalisir apabila

pelaksanaan program telah dilaksanakan secara menyeluruh, sehingga jangkauan peserta akan

semakin dekat ke tempat-tempat pelatihan.

• Pelatihan Pra Pemberangkatan Tahap II

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 12: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

Pelatihan pra pemberangkatan tahap II dilakukan selama dua bulan pada BBPLKLN

Cevest Bekasi. Seluruh peserta yang berhasil lulus pada pelatihan sebelumnya dari masing-

masing daerah akan digabungkan pada pelatihan ini dan dijadikan menjadi satu angkatan.

Lebih lanjut, terdapat perbedaan antara pelatihan tahap II dengan pelatihan sebelumnya yang

dilaksanakan di daerah. Pertama, keseluruhan biaya pada pelatihan tahap II ditanggung oleh

pihak pelaksana, hal tersebut tentunya sangat menguntungkan bagi para peserta pemagangan

jika dibandingkan dengan pelatihan pra pemberangkatan tahap I yang harus menanggung

biaya pribadi sendiri. Dana yang diberikan kepada para peserta pemagangan dipergunakan

untuk makan tiga kali sehari, tiket pesawat Jakarta-Tokyo dan sebaliknya, dan berbagai

fasilitas yang disediakan seperti asrama, kelas, kantin, dan seluruh fasilitas yang ada di

BBPLKLN Cevest Bekasi.

Perbedaan selanjutnya yaitu terkait dengan pengawasan antara pelatihan pra

pemberangkatan tahap I dan tahap II. Apabila pada pelatihan tahap I pengawasan hanya bisa

dilakukan ketika waktu pelatihan saja, maka pada pelatihan tahap II pengawasan lebih ketat

mengingat bahwa para peserta pemagangan terpantau selama 24 jam penuh karena tempat

pelatihan dan asrama berada pada satu lokasi, yaitu di BBPLKLN Cevest Bekasi. Ketatnya

pengawasan yang dilakukan menimbulkan tekanan tersendiri bagi sebagian peserta

pemagangan. Salah satu langkah yang diambil oleh Ditjen Binalattas beserta BBPLKLN

Cevest Bekasi dan IM Japan untuk mengatasi berbagai permasalahan dan tekanan mental para

peserta pemagangan yaitu dengan membentuk wali kelas. Masing-masing kelas memiliki dua

orang wali kelas, hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Rusman selaku Kepala Seksi

Penyelenggara di BBPLKLN. Kedua wali kelas tersebut memiliki tugas masing-masing yaitu

ada wali kelas dalam kelas dan juga wali kelas diluar kelas. Peran wali kelas tersebut yaitu

menjadi orang tua sementara dari para peserta, sehingga selama pelatihan para peserta dapat

menerima masukan, penyelesaian masalah (problem solving), dan juga motivasi dari setiap

wali kelasnya.

Perbedaan terakhir, yaitu pada penerapan evaluasi antara pelatihan tahap I dan tahap

II. Apabila pada tahap I evaluasi yang dilakukan terjadwal dan meliputi tiga evaluasi dalam

dua bulan pelatihan, namun pada pelatihan tahap II hanya ada satu penerapan evaluasi, yaitu

evaluasi khusus. Evaluasi khusus bersifat tidak terjadwal dan dapat dilakukan kapan saja

tergantung kebutuhan apabila terdapat peserta pemagangan yang bermasalah saat pelatihan

tahap II. Sebelum dilakukan evaluasi khusus, peserta yang bermasalah akan dimonitoring

selama satu minggu untuk dilihat perkembangannya. Pada pelaksanaannya dilapangan,

peserta pemagangan yang bermasalah akan diberikan pilihan sebelum diselenggarakannya

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 13: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

evaluasi khusus yaitu tetap mengikuti prosedur evaluasi khusus atau memutuskan untuk

mengundurkan diri. Pengunduran diri para peserta pemagangan akan menghadapi evaluasi

khusus karena memiliki berbagai permasalahan dianggap tepat bagi pihak pelaksana

BBPLKLN Cevest Bekasi dan IM Japan. Hal ini karena dengan mundurnya peserta

pemagangan maka terbuka kembali kesempatan peserta pemagangan tersebut untuk dapat

mengikuti program pemagangan ke Jepang dilain waktu.

2) Masa Magang di Jepang

Pelaksanaan pemagangan di Jepang yang dilaksanakan selama tiga tahun melalui dua

tahapan, yaitu masa training atau pelatihan (masa kenshusei), dan masa praktek kerja (masa

jisshusei). Pelaksanaan masa kenshusei mencakup dua bulan pertama ketika para peserta tiba

di Jepang dan dilakukan pada pusat pelatihan (training center) IM Japan). Masa kenshusei

ditujukan untuk memberikan pelatihan sekaligus penyesuaian diri atau adaptasi bagi para

peserta pemagangan sebelum ditempatkan pada perusahaan masing-masing sesuai dengan

perjanjian pemagangan yang telah dilakukan di Indonesia.

Pada akhir masa kenshusei, peserta diwajibkan mengikuti tes kesehatan dan ketahanan

fisik sebelum ditempatkan ke perusahaan masing-masing. Pada kenyataannya, terdapat

berbagai permasalahan terkait dengan kesehatan dan ketahanan fisik peserta, dan terdapat

berbagai peserta yang dinyatakan gagal karena memiliki penyakit atau kondisi yang tidak

prima. Hal tersebut memperlihatkan bahwa pelaksanaan tes kesehatan yang dilakukan dua

minggu sebelum keberangkatan ke Jepang oleh pihak pelaksana di Indonesia belum menjamin

bahwa peserta pemagangan yang diberangkatkan di Jepang memiliki kondisi fisik yang sesuai

ketentuan. Salah satu penyebab kegagalan peserta saat tes kesehatan dan ketahanan fisik di

Jepang yaitu keputusan pihak IM Japan di Indonesia untuk tetap memberangkatkan peserta

pemagangan yang kurang prima, hal ini sesuai dengan pernyataan Rusman selaku Kepala

Seksi Penyelenggara di BBPLKLN. Hal tersebut dilakukan mengingat bahwa IM Japan tidak

ingin kehilangan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan di Jepang apabila gagal

memberangkatkan peserta pemagangan yang telah menandatangani kontrak perjanjian.

Pada pelaksanaan masa jisshusei, hal terpenting yang dilakukan dalam program

pemagangan ke Jepang yaitu pengawasan terhadap para peserta pemagangan selama berada di

Jepang. Pihak pelaksana program yang bertugas mengawasi peserta yaitu IM Japan dan

dibantu oleh perusahaan masing-masing peserta tersebut. Salah satu upaya untuk melakukan

pengawasan yaitu dengan membentuk sembilan kantor cabang yang tersebar pada beberapa

wilayah di Jepang. Pada kenyataannya, meskipun telah dilakukan berbagai pengawasan

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 14: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

namun masih terdapat beberapa kasus yang dialami oleh peserta pemagangan. Salah satunya

yaitu berbagai bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan tempat peserta

dimagangkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anton selaku salah satu alumni pemagangan

ke Jepan yang mengatakan bahwa permasalahan yang dialami yaitu terkait pembayaran uang

lembur dan jam kerja. Tindakan yang dapat dilakukan oleh peserta pemagangan apabila

mengalami permasalahan yang dilakukan oleh perusahaan yaitu melaporkan pada pihak IM

Japan atau pendamping para peserta pemagangan selama berada di Jepang. Namun pada

pelaksanaannya, keberadaan jumlah pihak IM Japan tidak sebanding dengan jumlah peserta

yang berada di Jepang, sehingga hal tersebut menjadi kendala tersendiri bagi IM Japan untuk

menindaklanjuti laporan permasalahan yang dialami oleh peserta pemagangan.

Permasalahan lain yang terjadi pada masa magang di Jepang yaitu peserta

pemagangan yang melarikan diri. Kasus peserta pemagangan yang melarikan diri selama

magang di Jepang hampir terjadi pada setiap tahunnya. Hal tersebut disebabkan oleh beberapa

faktor, faktor pertama yaitu ketidakpuasan peserta pemagangan. Hal ini didukung oleh

pernyataan Kepala Seksi Pemagangan Luar Negeri sebagai berikut:

“Biasanya karena tidak puas yaa, tidak puas dengan perusahaan. Kemudian komunikasi, ketidaksabaran peserta sendiri. Kalo sedikit sabar, kita kan pihak IM Japan juga terbatas personilnya, harus menangani ribuan orang dengan beberapa personil. Kadang-kadang peserta tidak sabar dengan penanganan kita disana dan mereka akhirnya melarikan diri.” (Hasil wawancara dengan Edi Tugiono sebagai Kepala Seksi Pemagangan Luar Negeri pada 2 Maret 2015).

Peserta pemagangan merasa tidak puas terhadap perusahaan tempat magang dan juga

penanganan masalah yang dihadapi oleh peserta tersebut. Ketidakpuasan peserta dapat

dikarenakan ketidaksesuaian dengan minat bekerja, situasi, kondisi, peraturan-peraturan,

maupun pelanggaran-pelanggaran hak peserta yang dilakukan oleh perusahaan. Selanjutnya,

penanganan yang lambat terhadap permasalahan yang dialami oleh peserta juga menjadi

alasan peserta pemagangan melarikan diri. Hal tersebut menjadi salah satu penyebab peserta

pemagangan melarikan diri saat berada di Jepang. Faktor kedua, penyebab peserta melarikan

diri yaitu adanya ajakan atau bujukan dari pihak penyalur tenaga kerja (broker) yang tidak

bertanggung jawab. Para broker tersebut membujuk peserta dengan menjanjikan berbagai

keuntungan seperti gaji yang lebih besar, suasana perusahaan yang lebih baik, dan lain

sebagainya. Broker tersebut juga memanfaatkan media-media sosial untuk menjaring para

peserta pemagangan agar tertarik ikut dan melarikan diri dari perusahaan tempat magang.

Berbagai langkah yang diambil untuk meminimalisir terjadinya kasus peserta

pemagangan melarikan diri yaitu dengan memberikan pembinaan terhadap sanksi dari peserta

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 15: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

yang melarikan diri. Sanksi yang diberikan diantaranya yaitu dicabut seluruh hak-hak

program pemagangan kepada peserta, peserta juga dinyatakan sebagai buronan oleh

pemerintah Jepang, dan pemberhentian rekrutmen dan seleksi di daerah asal tempat peserta

yang melarikan diri sehingga tidak hanya sanksi pidana yang akan didapat, tetapi juga sanksi

sosial dari masyarakat didaerahnya.

3) Pasca Magang

Para peserta yang telah menjalani pemagangan selama tiga tahun dan berhasil

mengikuti program hingga dipulangkan kembali di Indonesia akan mendapatkan berbagai

hak-hak pasca magang. Hak-hak yang diberikan kepada alumni peserta pemagangan yaitu

sertifikat dari IM Japan, modal usaha mandiri sebesar ¥ 600.000, dan juga berhak melakukan

wawancara dengan perusahaan-perusahaan Jepang di Indonesia yang bekerjasama dengan

Ditjen Binalattas. Seluruh hak yang diterima alumni pemagangan merupakan hal penting yang

didapatkan bagi alumni tersebut, seperti sertifikat yang bertaraf internasional akan sangat

membantu para alumni pemagangan untuk mendapatkan pekerja setelah magang dari Jepang,

modal usaha yang diberikan pasca magang juga sangat membantu apabila alumni

pemagangan ingin berbisnis dan berwirausaha, dan juga wawancara yang dilaksanakan setiap

pemulangan peserta akan sangat membantu alumni pemagangan untuk mendapatkan

pekerjaan dan akan mudah beradaptasi dengan perusahaan-perusahaan Jepang di Indonesia

mengingat alumni pemagangan telah melaksanakan praktek kerja langsung dengan budaya

perusahaan-perusahaan di Jepang.

4) Kendala-Kendala dalam Pelaksanaan Program Pemagangan ke Jepang

Pelaksanaan program pemagangan ke Jepang yang dilaksanakan oleh Ditjen Binalattas

bekerjasama dengan IM Japan tidak terlepas dari berbagai kendala yang terdapat pada

program tersebut. Kendala-kendala dalam program tersebut diantaranya yaitu, sosialisasi

program pemagangan ke Jepang, pelaksana program pemagangan, peserta pemagangan ke

Jepang, dan ketersediaan sarana dan prasaranan penunjang program.

• Sosialisasi Program Pemagangan ke Jepang

Salah satu kendala dari program pemagangan ke Jepang yaitu sosialisasi program

tersebut yang tidak terlepas dari peran seluruh pihak pelaksana dalam menjalankan program,

seperti Ditjen Binalattas, Perwakilan IM Japan di Indonesia, serta Dinas Ketenagakerjaan

Propinsi maupun Kabupaten/Kota. Salah satu penyebab sosialisasi menjadi kendala yaitu

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 16: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

ketidakmerataan informasi yang diterima daerah. Hal tersebut diungkapkan oleh Agus sebagai

perwakilan IM Japan di Indonesia sebagai berikut:

“Yaa sosialisasi artinya arahnya ke daerah-daerah baru, kalo daerah-daerah yang sudah tiap tahun menyelenggarakan yaa sudah tidak perlu sosialisasi lagi karena itu sudah menjadi urusan daerah. Sosialisasi kan pengenalan program terhadap daerah-daerah baru itu biasanya daerah tersebut berkirim surat ke kementerian…”(Hasil wawancara dengan Agus Pramuji sebagai Perwakilan IM Japan di Indonesia pada 13 Maret 2015)

Ditjen Binalattas hanya melakukan sosialisasi pada daerah baru apabila daerah tersebut

mengajukan permohonan dalam bentuk surat. Hal tersebut memperlihatkan bahwa sosialisasi

yang dilakukan oleh pihak pelaksana program hanya berdasarkan surat permohonan yang

diajukan oleh daerah, dengan kata lain sosialisasi hanya dilakukan berdasarkan insiatif daerah

untuk melaksanakan program. Lebih lanjut, Ditjen Binalattas tidak mengawasi lebih lanjut

terkait dengan sosialisasi yang dilakukan di daerah, dan memastikan bahwa masyarakat

mendapatkan informasi terkait program tersebut karena Ditjen Binalattas hanya melaksanakan

sosialisasi hingga ke tingkat Propinsi dan Kabupate/Kota tidak secara langsung pada

masyarakat.

Kurangnya informasi mengenai program tersebut mempengaruhi minat masyarakat

yang menjadi target sasarannya untuk mengikuti program pemagangan ke Jepang. Hal

tersebut mengakibatkan berbagai dampak, diantaranya yaitu (1) ketiadaan calon peserta

pemagangan di suatu daerah; dan (2) tidak tercapainya batas minimal jumlah pendaftar yang

mencapai 300 orang dalam setiap pelaksanaan rekrutmen dan seleksi. Padahal sosialisasi

memiliki peran penting dalam meningkatkan partisipasi dan minat masyarakat terhadap

program pemagangan ke Jepang yang memiliki banyak keuntungan bagi peserta yang

mengikutinya.

• Pelaksana Program Pemagangan ke Jepang

Pelaksana program menjadi faktor penting dalam pelaksanaan program pemagangan

ke Jepang. Pada kenyataanya, pelaksana program pemagangan ke Jepang masih memiliki

berbagai kekurangan yang menjadi kendala dalam menjalankan program, diantaranya yaitu

keterbatasan jumlah pihak pelaksana dan komitmen dari pelaksana program.

• Keterbatasan Jumlah Pelaksana Program Pemagangan ke Jepang

Terdapat berbagai kendala yang cenderung disebabkan oleh keterbatasan jumlah

pelaksana dalam menjalankan program pemagangan ke Jepang, yaitu pada saat rekrutmen dan

seleksi program, serta saat peserta pemagangan berada di Jepang. Pada pelaksanaan

rekrutmen dan seleksi, pihak pelaksana yang dilibatkan hanya satu tim penyeleksi yang terdiri

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 17: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

dari empat orang (dua perwakilan Ditjen Binalattas, dan dua perwakilan IM Japan), serta

dibantu oleh panitia penyelenggara dan seleksi dari dinas terkait. Jumlah tersebut menjadi

keterbatasan pihak pelaksana untuk melaksanakan rekrutmen dan seleksi secara menyeluruh

di wilayah Indonesia. Dampaknya adalah pelaksanaan rekrutmen dan seleksi tidak dapat

dilaksanakan secara serentak, hal tersebut sesuai dengan pernyataan Edi selaku Kepala Seksi

Pemagangan Luar Negeri sebagai berikut:

“Tidak mungkin dilaksanakan secara serentak, kan petugasnya tidak ada. Tidak mungkin semua daerah berbarengan serentak, karena timnya hanya satu. Kalo satu bulan lebih dari tiga kali juga sudah repot.” (Hasil wawancara dengan Edi Tugiono sebagai Kepala Seksi Pemagangan Luar Negeri pada 2 Maret 2015).

Terlepas dari pelaksanaan rekrutmen dan seleksi yang tidak dapat dilaksanakan secara

serentak, dampak lainnya yaitu tim penyeleksi akan kerepotan apabila jadwal rekrutmen dan

seleksi yang dilakukan padat. Hal tersebut menunjukan bahwa ketersediaan pihak pelaksana,

khususnya tim penyeleksi rekrutmen dan seleksi program, sangat terbatas dan menjadi

kendala program.

Keterbatasan lain dari pihak pelaksana juga terdapat pada masa magang di Jepang,

yaitu keterbatasan petugas IM Japan sebagai pengawas, pendamping dan penerima laporan

dari peserta pemagangan dan perusahaan. Kendala yang dihadapi oleh pihak pelaksana

tersebut yaitu mencakup daerah yang luas dan juga peserta pemagangan yang jumlahnya tidak

sebanding dengan jumlah pihak IM Japan. Apabila jumlah laporan mengalami peningkatan

pada suatu waktu, maka pihak IM Japan perlu secara bergantian menangani laporan tersebut.

Hal tersebut juga menyebabkan peserta yang tidak sabar menunggu penanganan memutuskan

untuk melarikan diri dari perusahaan tempat magang. Oleh karena itu, jumlah pihak pengawas

menjadi hal penting bagi pelaksanaan program pemagangan ke Jepang, hal tersebut

dibuktikan dari beberapa kejadian yang terjadi selama pelaksanaan program terdapat beberapa

kendala yang disebabkan karena keterbatasan pihak pelaksana dalam pelaksanaan program.

• Komitmen dari Pelaksana Program Pemagangan ke Jepang

Pelaksanaan suatu program menuntut komitmen dari masing-masing pelaksananya

untuk memiliki komitmen dalam melaksanakan program. Pada pelaksanaan program

pemagangan ke Jepang, terdapat kendala yang justru disebabkan oleh pihak pelaksananya,

dalam hal ini yaitu pihak IM Japan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Rusman sebagai

berikut:

“Begitu di wawancara oke Pajar kamu di perusahaan sana, tapi Pajar ujian gak lulus, fisiknya masih memble, masih 16 menit, 15 koma sekian. Saya secara aturan tidak meluluskan, tapi IM Japan secara di organisasinya atau kesepakatan, ini kalo

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 18: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

anak ini ga berangkat saya kehilangan perusahaan, kehilangan penempatan nanti untuk generasi berikutnya, ini kan susah dapetnya, ya jadi kita yang mengalah.” (Hasil wawancara dengan Rusman sebagai Kepala Seksi Penyelenggara di BBPLKLN pada 9 Maret 2015)

Terdapat peserta yang tetap diberangkatkan ke Jepang meskipun tidak memiliki kondisi fisik

yang prima. Pemberangkatan tersebut berdasarkan rekomendasi yang diberikan oleh IM

Japan dengan alasan IM Japan akan kehilangan kerjasama dengan perusahaan yang telah

melakukan perjanjian pemagangan dengan peserta pemagangan tersebut. Hal tersebut juga

akan berdampak pada penempatan peserta pemagangan generasi selanjutnya. Kondisi ini

menunjukan komitmen yang menyimpang dari yang seharusnya dilakukan oleh pihak IM

Japan di Indonesia, dan pihak dari BBPLKLN Cevest Bekasi.

• Kesiapan Mental Peserta Program Pemagangan ke Jepang

Peserta atau target sasaran dari program pemagangan ke Jepang menjadi faktor

pendorong keberhasilan ataupun kegagaln program tersebut. Pada pelaksanaan program

pemagangan ke Jepang, salah satu kendala disebabkan oleh peserta pemagangan itu sendiri,

yaitu terkait dengan kesiapan mental peserta dalam menghadapi lingkungan baru. Mental

merupakan hal penting yang perlu dipersiapkan oleh setiap peserta selama mengikuti program

tersebut. Hal ini karena peserta pemagangan dihadapkan pada kondisi pelatihan yang

disimulasikan seperti di Jepang, dan sangat mengedepankan kedisiplinan, tepat waktu, dan

tidak ada toleransi atas semua kesalahan yang dilakukan. Pernyataan didukung didukung oleh

pernyataan dari Anton sebagai Alumni Program Pemagangan ke Jepang, yang

mengungkapkan bahwa persiapan mental yang kurang memang terlihat pada beberapa peserta

pemagangan selama mengikuti pelatihan pra pemberangkatan. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Anton sebagai berikut:

“Mungkin mental, jadi ada yang istilahnya mentalnya ngga kuat, anak itu jadi frustasi istilahnya kan. Sudah ga sanggup istilahnya melakukan pendidikan disini karna mungkin mentalnya gak kuat tadi itu, PR banyak sekali harus kita lakukan, kadang-kadang kita malah tertidur, ya mungkin seperti itu yang membuat istilahnya penggemblengan mental yang mengakibatkan anak itu menjadi frustasi.” (Hasil wawancara dengan Anton Dwiawan sebagai Alumni Pemagangan Jepang Angkatan 225 tahun 2012 pada 13 Maret 2015)

Tugas atau PR yang banyak menjadi salah satu bentuk pelatihan mental para peserta

pemagangan selama pelatihan pra pemberangkatan. Lebih lanjut, kegiatan yang padat pada

pelatihan pra pemberangkatan juga menjadi tekanan mental tersendiri bagi peserta

pemagangan. Dampak dari kurangnya kesiapan mental yang kurang dari peserta yaitu

semakin bermunculannya pelanggaran-pelanggaran lain yang dilakukan peserta tersebut, dan

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 19: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

pada akhirnya diputuskan untuk tidak lulus dalam pelatihan tersebut. Oleh karena itu,

kesiapan mental menjadi hal penting dari setiap peserta pemagangan agar dapat menjalankan

program pemagangan dengan baik selama tiga tahun dan mendapatkan manfaat dari program

tersebut.

• Ketersediaan Fasilitas Penunjang Program

Kendala yang terakhir dari program pemagangan ke Jepang yaitu keterbatasan fasilitas

penunjang program. Hal tersebut terjadi pada pelatihan pra pemberangkatan tahap II. Pada

pelatihan tahap II, fasilitas yang memiliki keterbatasan yaitu fasilitas asrama. Hal tersebut

menjadi kendala program apabila jumlah peserta pemagangan yang datang dari daerah

melebihi kapasitas dari fasilitas-fasilitas tersebut. Hal serupa juga disampaikan oleh Rusman

sebagai berikut:

“...disatu sisi Jepang meminta, disisi lain kita juga harus memenuhi, tapi dilemanya ya tempat. Tempat baik kelas, kan sitting capacity-nya harus kita tahu, asrama juga jangan sampai tidur barrack, ini yang kita sampaikan ke IM Japan kalo bisa diundur, ditunda. Nah sementara IM Japan sendiri, tau sendiri kalo Jepang kan yang namanya mekanisme itu SOP tidak mau dia berubah. Kalo dia harus datang ke Jepang tanggal sekian, dihitung mundur, dihitung mundur, ini harus ada di Cevest tanggal sekian, ngga bisa di tawar.” (Hasil wawancara dengan Rusman sebagai Kepala Seksi Penyelenggara di BBPLKLN pada 9 Maret 2015)

BBPLKLN Cevest Bekasi sebagai tempat pelaksanaan pelatihan pra pemberangkatan tahap II

mengakui ada keterbatasan kapasitas dari asrama apabila terdapat lebih dari satu angkatan

peserta pemagangan selama pelatihan tersebut. Hal tersebut tidak terlepas dari ketegasan

pihak IM Japan yang mengharuskan pelaksanaan program pemagangan ke Jepang sesuai

dengan jadwal keberangkatan yang telah ditetapkan, tanpa memperhatikan kapasitas dari

asrama peserta pemagangan. Solusi yang dilakukan untuk mengatasi masalah ini yaitu dengan

menempatkan angkatan yang baru datang ke BBPLKLN Cevest Bekasi di sebuah Aula yang

menjadi tempat menginap peserta hingga angkatan yang lebih dulu berada di BBPLKLN

Cevest Bekasi diberangkatkan ke Jepang.

Oleh Karena itu, dapat dikatakan bahwa keterbatasan kamar asrama dan juga ruang

kelas untuk menampung para peserta pemagangan selama dua bulan di BBPLKLN Cevest

Bekasi memperlihatkan bahwa pihak pelaksana, khususnya BBPLKLN Cevest Bekasi belum

siap untuk menghadapi peningkatan peserta pemagangan akibat dari peningkatan permintaan

perusahaan Jepang. Hal tersebut tentu menjadi kendala dari program pemagangan ke Jepang,

mengingat bahwa disatu sisi peningkatan permintaan dari perusahaan di Jepang terhadap

peserta pemagangan memberikan peluang bagi masyarakat yang berminat untuk magang di

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 20: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

Jepang, namun disisi lain peningkatan jumlah peserta pemagangan yang masuk pada pelatihan

pra pemberangkatan tahap II tersebut belum dapat diimbangi dengan fasilitas kamar asrama

dan kelas yang disediakan oleh pihak pelaksana program apabila peserta pemagangan yang

berada pada pelatihan pra pemberangkatan tahap II lebih dari satu angkatan.

E. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian mengenai implementasi program pemagangan ke Jepang

oleh Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian

Ketenagakerjaan yaitu:

1. Pelaksanan program pemagangan ke Jepang terbagi dalam tiga tahapan, yaitu pra

pemberangkatan, masa magang, dan pasca magang. Pada pelaksanaan program

pemagangan ke Jepang yang terdiri dari tiga tahapan tersebut memiliki berbagai

permasalahan yaitu, pertama, pada pra pemberangkatan, kurangnya pembinaan yang

dilakukan oleh Dinas Ketenagakerjaan di daerah terhadap calon peserta pemagangan

yang akan mengikuti rekrutmen dan seleksi, serta pelaksanaan rekrutmen dan seleksi

program belum terlaksana pada seluruh daerah di Indonesia disebabkan oleh

sosialisasi, informasi program yang tidak merata dan cara pandang pihak pelaksana

terhadap suatu daerah. Pada masa pemagangan, terdapat berbagai kasus peserta

pemagangan yang melarikan diri saat berada di Jepang, pengawasan dari pihak

pelaksana program pada masa magang, serta perubahan budaya yang menjadi

permasalahan bagi sebagian peserta pemagangan saat berada di Jepang.

2. Pada pelaksanaan program pemagangan ke Jepang terdapat beberapa kendala, yaitu

kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh pihak pelaksana program pemagangan ke

Jepang, keterbatasan pihak pelaksana program pemagangan ke Jepang, komitmen

pelaksana program pemagangan ke Jepang, kesiapan mental peserta pemagangan ke

Jepang, dan ketersediaan fasilitas penunjang program.

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 21: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

Daftar Referensi Al-Rodhan, Nayef R. F. (2006). Definitions of Globalization: A Comprehensive Overview

and a Proposed Definition. Geneva Centre for Security Policy, p.3.

Ali, Mohammad. (2009). Pendidikan Untuk Pembangunan Nasional: Menuju Bangsa Indonesia yang Mandiri dan Berdaya Saing Tinggi. Bandung: PT Imperial Bhakti Utama.

Barthos, Basir. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia: Suatu Pendekatan Makro. Jakarta: PT Bumi Aksara.

DeSimone, Randy L. & Werner, Jon M. (2012). Human Resource Development (6th ed.). South-Western: Cengace Learning.

Flippo, Edwin B. (1984). Personnel Management (6th ed.). New York: McGraw- Hill Book Company.

Griffin, Ricky W. (2008). Fundamental of Management (4th ed.). South-Western: Cengage Learning International Offices.

Handoko, T. Hani. (2013). Manajemen (2nd ed.). Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Hardjana, Agus M. (2001). Training SDM yang Efektif. Yogyakarta: Kanisius Media.

International Labour Organization. (2012). Overview of Apprenticeship Systems And Issues. Februari 9, 2015. http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---ed_emp/---ifp_skills/documents/genericdocument/wcms_190188.pdf

International Labour Organization. (2013). Towards A Model Apprenticeship Framework: A Comparative Analysis of Nation Apprenticeship Systems. Februari 9, 2015. http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---sro-new_delhi/documents/publication/wcms_234728.pdf

____________________________. (2015). Jobs and Skills for Youth: Review of policies for Youth Employment of Indonesia. Februari 9, 2015. http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public---ed_emp/documents/publication/wcms_336130.pdf

Moleong, Lexi J. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Losda Karya.

Pemagangan.com. (2014). Program Pemagangan IM Jepang. Oktober 10, 2014. http://www.pemagangan.com/new/0menu_public/profil-programkerja.php

________________. (2015). Data Peserta Keluar Program (Melarikan Diri). Februari 9, 2015. http://pemagangan.binalattas.depnakertrans.go.id/

Pikiran-rakyat.com. (2014). Jepang Diminta Perluas Pemagangan. Desember 18, 2014. http://www.pikiran-rakyat.com/ekonomi/2014/12/08/307677/jepang-diminta-perluas-pemagangan

Prasetyo, Bambang & Jannah, Lina M. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015

Page 22: Implementasi Program Pemagangan Ke Jepang Oleh Direktorat

Sikula, Andrew F. (1976). Personnel Administration and Human Resources Management. New York: John Wiley & Sons, Inc.

Sirait, Justine T. (2006). Memahami Aspek-Aspek Pengelolaan Sumber Daya Manusia Dalam Organisasi. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Smith, Erica dan Kemmis, Ros B. (2013). Learning to Work in a Global Economy: How Countries Use Apprenticeship Systems to Assists School-Leavers. Australia: The Vocational Education and Training Network Australia (TVET Conference Proceedings: First published August 2013).

Suparno, Erman. (2009). National Manpower Strategy (Strategi Tenaga Kerja Nasional): Sebuah Upaya Meraih Keunggulan Kompetitif Global. Jakarta: PT Kompas Media Nusantara.

Tilaar, H. A. R. (1997). Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Era Globalisasi: Visi, Misi, dan Program Misi Pendidikan dan Pelatihan Menuju 2020. Jakarta: PT Grasindo.

Tukiran, et al., (2007). Sumber Daya Manusia: Tantangan Masa Depan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Umar, Husein. (2004). Metode Riset Ilmu Administrasi: Ilmu Administrasi Negara, Pembangunan, dan Niaga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

United Nations Industrial Development Organization. (2013). The Industrial Competitiveness of Nations: Looking back, forging ahead. Mei 17, 2015. https://www.unido.org/fileadmin/user_media/Services/PSD/Competitive_Industrial_Performance_Report_UNIDO_2012_2013.PDF

World Bank. (2010). Education, Training and Labour Market Outcomes for Youth in Indonesia. Mei 17, 2015. http://www-wds.worldbank.org/external/default/WDSContentServer/WDSP/IB/2010/10/24/000333037_20101024233222/Rendered/PDF/541700ESW0Whit1r0Youth0in0Indonesia.pdf

Worldometers.info. (2015). Top 20 Largest Countries By Population (Live). Mei 13, 2015. http://www.worldometers.info/world-population/

Implementasi program..., Muhamad Nur Fajar, FISIP UI, 2015