perikatan tugas kelompok (2)

70
PEMBATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK PADA PERJANJIAN BAKU (STUDI PADA PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PT. ADIRA FINANCE) DISUSUN OLEH : PRIMANITA REZU BUNAWIZA 11010214410022 RINALDI DWI ADIPUTRA 11010214410023 AZIMAH KIBRITUL CHAMRO’ 11010214410028 RANI KARSILIA SANI 11010214410032 ARYANI LUTHFIA HARDINI 11010214410033 KELAS : A1 DOSEN PENGAMPU : Dr. H. ACHMAD BUSRO, SH., MHum. FAKULTAS HUKUM MAGISTER KENOTARIATAN 1

Upload: ufi-uphie-ufi

Post on 06-Nov-2015

26 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Makalah atau paper mengenai pembatasan asas kebebasan berkontrak pada perjanjian baku

TRANSCRIPT

PEMBATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK PADA PERJANJIAN BAKU(STUDI PADA PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PT. ADIRA FINANCE)DISUSUN OLEH :PRIMANITA REZU BUNAWIZA 11010214410022RINALDI DWI ADIPUTRA 11010214410023AZIMAH KIBRITUL CHAMRO 11010214410028RANI KARSILIA SANI 11010214410032ARYANI LUTHFIA HARDINI 11010214410033KELAS : A1

DOSEN PENGAMPU : Dr. H. ACHMAD BUSRO, SH., MHum.

FAKULTAS HUKUMMAGISTER KENOTARIATANUNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG 2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat serta karunia-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan tepat waktu dan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam makalah ini kami membahas tentang Pembatasan Asas Kebebasan Berkontrak Pada Perjanjian Baku (Studi Pada Perjanjian Pembiayaan Konsumen Pt. Adira Finance).Dalam proses pendalaman materi makalah ini, tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih sebanyak-banyaknya kami sampaikan kepada Bapak Dr. H. Achmad Busro, S.H., M.Hum. selaku Dosen Mata Kuliah Hukum Perikatan. Demikian makalah ini kami buat. Kritik dan saran sangat kami harapkan apabila kami sebagai penulis masih memiliki kekurangan dalam pengerjaan makalah ini. Semoga dapat bermanfaat.

Semarang, 23 April 2015 Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL 1KATA PENGANTAR 2DAFTAR ISI 3BAB I PENDAHULUAN 5A. Latar Belakang 5B. Perumusan Masalah 8C. Tujuan Penelitian 8BAB II PEMBAHASAN 9A. Pembatasan Asas Kebebasan Berkontrak 91. Pembatasan Asas Kebebasan Berkontrak 92. Pembatasan Asas Kebebasan Berkontrak pada Perjanjian Baku 16B. Akibat Hukum Perjanjian Baku Terhadap Asas Kebebasan Berkontrak 231. Kekuatan Mengikat dan Keabsahan Perjanjian Baku 232. Akibat Hukum Perjanjian Baku 27BAB III PENUTUP 46A. Kesimpulan 30B. Saran 32DAFTAR PUSTAKA 33LAMPIRAN 34

BAB IPENDAHULUAN

1. Latar Belakang Perkembangan masyarakat dewasa ini berpengaruh pula pada berkembangnnya Hukum Perjanjian yang ada di Indonesia ini. Semakin berkembangnnya dunia bisnis, menjadikan para pelaku bisnis untuk semakin meningkatkan keuntungan bisnisnya tersebut. Dari perkembangan bisnis dan kebutuhan akan sarana hukum yang mengakomodir kepentingan dan perlindungan hukum pelaku ekonomi berakibat adanya perjanjian dalam bentuk-bentuk baru yang menghendaki efektif, sederhana, praktis, dan tidak membutuhkan proses dan waktu yang lama.[footnoteRef:2] Salah satunya dengan membuat perjanjian baik yang dilakukan antara pelaku usaha dengan pelaku usaha lain, maupun dengan para konsumennya kedalam bentuk perjanjian baku. Bentuk perjanjian seperti ini dimungkinkan dalam asas kebebasan berkontrak.[footnoteRef:3] [2: Achmad Busro, Kapita Selekta Hukum Perjanjian, (Semarang : Pohon Cahaya, 2013), hlm.1] [3: ibid]

Perjanjian baku merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir, yang mana isi dan bentuknya telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak terutama pihak ekonomi kuat (kreditur).[footnoteRef:4] Dalam hal ini pelaku usaha yang merupakan pihak ekonomi kuat yang menentukan isi dari perjanjian tersebut, sehingga pihak konsumen (debitur) hanya dapat menerima ketentuan tersebut, tanpa memiliki kewenangan untuk merubah isi dari perjanjian. [4: Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata Buku I, (Jakarta : Sinar Grafika, 2006), hlm. 145]

Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) ini tertuang asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat perjanjian (pacta sunt servanda).Atas dasar tersebut maka dapat diketahui bahwa hukum Perjanjian Indonesia menganut sistem terbuka, artinya hukum kontrak memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan kontrak yang berisi apa saja, sejauh tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan serta peraturan perundang-undang.[footnoteRef:5] [5: Achmad Busro, Ibid, hlm. 11]

Asas kebebasan berkontrak melekat pada pembuatan perjanjian, maksud dari asas ini adalah adanya kebebasan seluas-luasnya, yang oleh undang-undang diberikan kepada masyarakat dalam hal ini para pihak untuk mengadakan perjanjian tentang apa saja, adanya kebebasan dalam menentukan cakupan syarat, kebebasan dalam menentukan ketentuan dalam perjanjian, dan bebas membuat dengan siapa saja, asalkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan ketertiban umum.[footnoteRef:6] Selain itu asas kebebasan berkontrak sebagai salah satu asas hukum perjanjian di Indonesia dibatasi pula oleh asas-asas hukum lainnya.[footnoteRef:7] [6: H.R.Daeng Naja, 2006, Contract Drafting Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisinis, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti), hlm.8] [7: Achmad Busro, Ibid, hlm. 14]

Apabila kita berpedoman pada Ketentuan Pasal 1338 KUHPer yang terkandung didalamnya asas kebebasan berkontrak, maka dapatlah dikatakan bahwa asas kebebasan berkontrak ini tidak berlaku secara multak terlebih lagi dalam perjanjian baku, bukan hanya terbatas pada peraturan perundang-undangan, kepatutan dan ketertiban umum tetapi juga ada beberapa hak dari salah satu pihak (debitur) yang dibatasi . Hal ini karena pada perjanjian baku ini, konsumen hanya dihadapkan pada dua pilihan, atau yang dikenal dengan istilaH take it or leave it, yang berarti bahwa apabila debitur mengingikan pembiayaan tersebut maka debitur haruslah menyetujui perjanjian yang sudah ditentukan tersbeut, dan apabila debitur tidak sepakat dengan isis perjanjian maka debitur dapat mencari lembaga pembiayaan lainnya. [footnoteRef:8] [8: Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti), hlm. 1]

Perjanjian baku ini membatasi beberapa hak yang seharusnya mendasari adanya asas kebebasan berkontrak. Sehingga dari pembahasan uraian diatas maka kami akan menguraikan tentang PEMBATASAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK PADA PERJANJIAN BAKU (STUDI PADA PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN PT. ADIRA FINANCE).

1. Perumusan MasalahBerdasarkan pada latar belakang diatas dapat didefinisikan beberapa pokok permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan hukum ini, yakni sebagai berikut : 1. Apa saja yang membatasi asas kebebasan berkontrak pada perjanjian baku?1. Bagaimanakah kekuatan mengikat dan keabsahan dari perjanjian baku?

1. Tujuan Penelitian Perumusan tujuan penulisan merupakan pencerminan arah agar penulisan hukum ini tidak menyimpang dari tujuan semula. Adapun tujuan penulisan dalam penyusunan karya tulis ini adalah sebagai berikut :1. Mengetahui batasan-batasan apa saja dalam asas Kebebasan berkontrak dalam Perjanjian Baku secara normative.1. Mengidentifikasi dan menetahui secara normative bahwa perjanjian baku telah melanggar atau tidak melanggar asas kebebasan berkontrak yang trekandung dalam Pasal 1338 ayat (1).

BAB IIPEMBAHASAN

1. Pembatasan Asas Kebebasan Berkontrak1. Pembatasan Asas Kebebasan BerkontrakKetentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Dalam ketentuan Pasal 1338 ayat (1) ini tertuang asas kebebasan berkontrak dan asas kekuatan mengikat perjanjian (pacta sunt servanda).Menurut R.Subekti, dengan menekankan pada perkataan semua, maka Pasal tersebut seolah-olah berisikan suatu pernyataan kepada masyarakat bahwa kita diperbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan beisi apa saja (atau tentang apa saja), dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti Undang-Undang. Atas dasar hal tersebut diketahui bahwa hukum perjanjian di Indonesia menganut sistem terbuka, artinya hukum kontrak memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyaraka untuk mengadakan kontrak berisi apa saja, sejuah tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan serta peraturan perundang-undangan. [footnoteRef:9] [9: Achmad Busro, Ibid, hlm. 11]

Pada keadaan dimana para pihak menutup suatu perjanjian, maka adanya kehendak bebeas dari pihak-pihak tersebut. Dalam konteks kebebasan berkontrak ini terimplikasikan adanya kesetaraan minimal. Pada kenyataannya, kesetaraan kekuatan ekonomi dari para pihak sering klai tidak ada. Sebaliknya, bila kesetaraan antara para pihak tidak dimungkinkan, tidak dapat dimungkinkan adanya kebebasan berkontrak.[footnoteRef:10] [10: Herlien Budiono, Asas Keseimbangan Bagi Hukum Perjanjian Indonesia, hlm. 105]

Adanya kepentingan umum dari masyarakat mensyaratkan dan sekaligus menetapkan batasan-batasan kebebasan untuk membuat dan menutup kontrak.[footnoteRef:11] Selain itu sepanjang ketentuan perundang-undangan tidak menentukan bahwa suatu perjanjian harus dibuat dalam bentuk tertentu, mka para pihak bebas memilih bentuk perjanjian yang dikehendakinya.[footnoteRef:12] Sehingga dari hal ini kebebasan berkontrak dibatasi oleh kepentingan umum, dan peraturan perundang-undangan. [11: ibid] [12: Achmad Busro, Ibid, hlm. 12]

Sutan Remy Sjahdeini[footnoteRef:13], merumuskan asas kebebasan berkontrak meliputi: [13: Agus Yudha Hernoko, 2011, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta : Kencana), hlm. 111]

a. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian.b. Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian.c. Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan dibuatnya.d. Kebebasan untuk menentukan obyek perjanjian.e. Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.f. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend. Optional)

Asas kebebasan berkontrak sebgai salah satu asas hukum perjanjian di Indonesia dibatasi pula oleh asas hukum lainnya. Sehingga, asas kebebasan berkontrak harus selaras dengan Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah hidup bangsa.[footnoteRef:14] Dilain pihak pada negara yang menganut sistem common lwa, kebebasan berkontrak dibatasi oleh peraturan perundang-undangan dan public policy. Bila suatu kontrak melanggar peraturan perundang-undangan, maka kontrak tersebut menjadi batal demi hukum.[footnoteRef:15] [14: Achmad Busro, Ibid, hlm. 14] [15: Ibid, hlm. 14]

Asas kebebasan berkontrak yang merupakan suatu asas yang memberikan kebebasan seluas-luasnya kepada masyarakat bukanlah berarti masyarakat benar-benar bebas menetukan kehendak sesuka hati, tetap ada aturannya agara tercipta suatu tatanan yang memang benar-benar adil bagi semua pihak. Sehingga adanya pembatasan-pemabatasan bagi asas kebebasan berkontrak itu sendiri.Secara umum, asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh:a. Pembatasan dalam KUHPerdatab. Pembatasan oleh Negarac. Pembatasan oleh Persaingan Usaha.[footnoteRef:16] [16: Ibid, hlm. 15-19]

Asas kebebasan berkontrak memberikan kebebasan baik para pihak dalam membuat suatu perjanjian, baik itu mengenai bentuk, maupun isi dari perjanjian, serta kebebasan lainnya yang telah diuraikan diatas. Sebagai salah satu ketentuan dan dasar dalam tindakan yang bebas dari membuat suatu perjanjian, maka terdapat suatu pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak tersebut agar tetap terjaga suatu keadilan bagi setiap pihak yang terikat pada suatu perjanjian.Terhadap pembatasan-pembatasan tersebut, dapat diuraikan menjadi :a. Pembatasan dalam KUHPerdataPasal 1338 ayat (1) KUH Perdata mengandung suatu pembatasan bahwa hanya perjnajian yang dibuat secara sah saja yang dapat mengikat para pihak sebagai Undang-Undang.[footnoteRef:17] Sehingga dalam hal ini tidak semua perjanjian itu dapat mengikat dan berlaku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak didalamnya, hanya perjanjian yang dibuat secara sah sajalah yang berlaku selayaknya Undang-Undang. [17: Ibid,. hlm. 15]

Mengenai sahnya suatu perjanjian itu, termuat dalam Pasal 1320 KUHPerdata, yakni bahwa suatu perjanjian sah, apabila memenuhi syarat, sepakat mereka yang mengikatkan dirinya, kecakapan untuk membuat suatu perikatan, suatu hal tertentu, dan suatu sebab yang halal. Sehingga apabila perjanjian itu tidak dibuat dengan memenuhi syarat ini maka perjanjian itu tidaklah dapat berlaku selayaknya Undang-Undang bagi para pihak.Selanjutnya apabila menelaah lebih dalam, maka Penerapan asas kebebasan berkontrak harus dikaitkan dengen kerangka pemahaman pasal-pasal atau ketentuan lain, yaitu:1) Pasal 1320 KUH Perdata, mengenai syarat sahnya perjanjian. Dapat disimpulkan bahwa para pihak hanya dapat membuat perjanjian yang menyangkut causa halal saja.[footnoteRef:18] [18: Achmad Busro, Ibid, hlm. 15]

2) Pasal 1335 KUH Perdata, yang melarang dibuatnya perjanjian tnpa causa, atau dibuat berdasarkan suatu kausa yang palsu atau yang terlarang, dengan konsekuesnsi tidaklah mempunyai kekuatan.3) Pasal 1337 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan baik atau ketertiban umum.4) Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata, yang menetapkan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, [footnoteRef:19] dalam melaksanakan kehiduan pribadi tidak boleh mengakibatkan hilangnya lapangan hidup sosial.[footnoteRef:20] [19: Agus Yudho Hendoko, Ibid, hlm. 117-118] [20: Achmad Busro, Ibid]

5) Pasal 1339 KUH Perdata, menunjuk terikatnya perjanjian kepada sifat, kepatutan, kebiasaan dan undang-undang. Kebiasaan yang dimaksaud dalam Pasal 1339 KUH Perdata bukanlah kebiasaan setempat, akan tetapi ketentuan-ketentuan dalam kalangan tertentu diperhatikan.6) Pasal 1347 KUH Perdaa, mengatur mengenai hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya disetujui untuk secra diam-diam dimasukkan dalam perjanjian (bestandig debruiklijk beding).[footnoteRef:21] [21: Agus Yudho Hendoko, Ibid, hlm. 117-118]

Berdasarkan pandangan hidup Pancasila yang terdapat dalam lima sila yang ada didalamnya, maka asas kebebasan berkontrak dapat diartikan bahwa setiap orang boleh membuat perjanjian apa saja dengan isi dan bentuk apapun, sejauh tidak melanggar/menggangu upaya perwujudan lapangan kehidupan sosial. Sebaliknya, perjanjian yang berisi perlindungan terhadap langana hidup sosial boleh dibuat sejauh tidak meniadakan upaya perwujudan lapangan hidup pribadi.[footnoteRef:22] [22: Achmad Busro]

b. Pembatasan Oleh NegaraAsas kebebasan berkontrak ini dibatasi pula oleh negara. Hal ini tertuang dalam Alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yang menyatakan bahwa dibentuknya pemerintahan negara Republik Indonesia adalah untuk melindungi dan mencerdaskan kehidupan segenap bangsa. Hal ini berarti negara mempunyai kewajiban untuk melindungi rakyat dari perlakukan yang tidak adil, termasuk terhadap perjanjian yang merugikan salah satu pihak.[footnoteRef:23] [23: Achmad Busro, hlm. 15]

Dalam menyikapi hal ini Negara akan ikut campur tangan dalam perjanjian yang dibuat para pihak untuk melindungi pihak yang relative lebih lemah. Sebagai contoh adalah perjanjian yang berkaitan dengan hubungan antara buruh dan majikan/pengusaha. Negara ikut campur melalui pengaturan dalam bentuk peraturan perundang-undangan tentang upah minimum yang harus diterima oleh buruh, hak cuti, jam kerja dan lain-lain. Nampak disini asas kebebasan berkontrak dalam satu contoh bentuk perjanjian yakni perjanjian kerja dibatasi oleh campur tangan pemerintah/negara.[footnoteRef:24] [24: ibid]

c. Pembatasan oleh Persaingan UsahaKebebasan dalam berkontrak berangsur-angsur berubah menjadi kebebasan berlaku sewenang-wenang. Pihak yang lebih kuat cenderung untuk menentukan isi atau persyaratan-persyaratan dalam kontrak yang lebih menguntungkan mereka, tanpa mempertimbangan kepentingan konsumen.Dalam situasi persaingan yang sehat dan ketat, pengusahaa tidak dapat bebas dan sewenang-wenang menetapkan hak dan kewajiban serta syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh konsumen. Pada umunya konsumen akan memilih pengusaha yang menetapkan syarat yang paling ringan dan menarik. Pembatasan oleh persaingan usaha tidak terjadi, jika persaingan di antara pengusaha berlangsung secara sehat, misalnya dengan adanya monopoli.[footnoteRef:25] [25: Ibid, hlm. 16]

Hal ini berarti kebebasan berkontrak, yang dalam hal ini diterapkan bagi pelaku usaha yang apabila menggunakan asas kebebasan berkontrak secara mutlak ia dapat berlaku sewenang-wenang. Tindakan sewenang-wenang ini terlihat dari penetapan syarat, hak serta kewajiban dan isi dari perjanjian yang dibuatnya bagi konsumen.Dengan adanya persaingan usaha antar para pelaku usaha ini, maka para pelaku usaha membatasi tindak kesewenangannya dalam menentukan isi, hak serta kewajiban bagi konsumen yang biasanya memberatkan konsumen. Hal ini disebabkan kebutuhan konsumen yang lebih memilih untuk bertransaski dengan pelaku usaha yang memberikan syarat serta ketentuan yang lebih ringan dan tidak terlalu memberatkan.Sehingga pelaku usaha tidaklah dapat berlaku sebebas-bebasnya dalam menentukan perjanjian tersebut.

2. Pembatasan Asas Kebebasan Berkontrak pada Perjanjian BakuSalah satu faktor yang memepengaruhi perkembangan hukum Perjanjian di Indonesia adalah perkembangan di bidang perdagangan. Beraneka ragam transaski dalam perdagangan menimbulkan beraneka ragam pula perjanjian yang dibuat oleh masyarakat.Perjanjian tersebut muncul sebagai wujud dari adanya transaski di antara para produsen dan para konsumen. Bila melihat secara keseluruhan khususnya pada transaksi antara produsen dengan konsumen, ternyata bentuk dan isi perjanjian telah dibuat terlebih dahulu oleh pihak produsen. Perjanjian ini dikenal sebagai perjanjian baku.[footnoteRef:26] [26: Achmad Busro, hlm. 23]

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, secara tradisional suatu perjanjian terjadi berlandaskan atas asas kebebasan berkontrak di antara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang seimbang dan kedua pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi terjadinya perjanjian itu melalui proses negosiasi. Pada umumnya asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh Negara berupa peraturan perundang-undangan dan dari pengadilan, namun semenjak diberlakukannya perjanjian baku asas kebebasan berkontrak yang menjadi dasar terbentuknya suatu perjanjian semakin terbatasi.[footnoteRef:27] [27: Sutan Remy Sjahdeini, 1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir), hlm. 65]

Perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi tolak ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan pengusahan.[footnoteRef:28] [28: Ibid]

Pendapat lain menyatakan bahwa Perjanjian baku adalah satu wujud dari kebebasan individu pengusaha menyatakan kehendak dalam menjalankan perusahaannya. Setiap individu bebas berjuang untuk mencapai tujuan ekonominya walaupun mungkin akan merugikan pihak lain. Dalam membuat perjanjian, pihak pengusaha selalu dalam posisi tawar yang kuat yang pada umumnya berhadapan dengan konsumen yang berada pada posisi lemah. [footnoteRef:29] [29: Ibid ]

Pada perjanjian baku, kebebasan konsumen hanya ada pada keadaan dimana konsumen hanya dihadapkan pada dua pilihan yaitu :a. Jika konsumen membutuhkan produksi atau jasa yang ditawarkan kepadanya, setujuilah perjanjian dengan syarat-syarat baku yang disodorkan oleh pengusaha. Yang dapat dikatakan dengan sebutan take it , ataub. Jika konsumen tidak setuju dengan syarat-syarat baku yang ditawarkan itu, janganlah membuat perjanjian dengan pengusaha yang bersangkutan, yang dapat dikatakan dengan ungkapan leave it.[footnoteRef:30] [30: Ibid, hlm. 3]

Berdasarkan uraian diatas diteliti asas kebebasan berkontrak pada perjanjian pembiayaan konsumen PT. Adira Finanace, sebagai salah satu bentuk dari perjanjian baku, yang akan dijelaskan selanjutnya.Rurumuskan asas kebebasan berkontrak dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen meliputi:

1) Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian. Dari hal ini, pada perjanjian pembiayaan konsumen. Konsumen sebagai salah satu pihak masih dapat menjalankan kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian. Dimana konsumen dapat memilih apakah ini akan tetap menyetujui dan membuat perjanjian dengan PT. Adira Finance atau tidak. Karena apabila konsumen tidak menginginkan untuk membuat perjanjian maka PT. Adira Finance tidak memaksakan kehendak untuk Konsumen mau mengikatkan diri pada perjanjian pembiayaan konsumen tersebut.2) Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian. Pada unsur kebebasan ini, konsumen dapat menggunakannya. Konsumen tidak dipaksakan juga untuk memilih dengan siapa ia akan membuat perjanjian pembiayaan konsumen tersebut. Jika ia tidak menyetujui isi dari perjanjian pembiayaan konsumen dari PT. Adira Finance, maka ia dapat memilih pelaku usaha lainnya. Dan ketika ia memilih PT. Adira Finance maka ia telah melaksanakan kebebasan dalam memilih dengan siapai ia akan membuat perjanjian tersebut.3) Kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang akan dibuatnya. Pada perjanjian pembiayaan konsumen ini, piahk konsumen sebagai pihak yang memiliki posisi tawar yang tidak kuat karena perjanjiannya telah dibuat dan ditentukan oleh pihak pelaku usaha yang dalam hal ini PT. Adira Finance dalam bentuk perjanjian baku. Maka dalam hal ini kebebasan untuk menentukan atau memilij kausua dari perjanjian yang akan dibuatnya tidaklah terpenuhi oleh karena bentuknya yang sudah ditentukan tersebut. Konsumen tidak memiliki kewenangan untuk menetukan, maupun untuk merubah isi dari perjanjian tersebut.4) Kebebasan untuk menentukan obyek perjanjian. Obyek dari perjanjian, pada perjanjian pembiayaan kosnumen ini dapatlah terpenuhi. Karena antara kedua pihak baik pihak debitur (konsumen) maupun pihak kreditur (PT.Adira Finance) menyepakati dan menetukan secara bersama mengenai obyek perjanjian tersebut. PT.Adira menentukan obyek perjanjian dengan melihat keadaan dan kesanggupan dari pihak konsumen.5) Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian. Mengenai menentukan bentuk dari suatau perjanjian pada perjanjian pembiayaan konsumen ini, debitur tidak memiliki kebebasan untuk menetukan bentuk dari perjanjian. Perjanjian pembiayaan konsumen ini telah ditentukan oleh kreditur beik mengenia bentuknya maupun isinya. Karena perjanjiannya telah berbentuk baku atau standar, yang mana telah dituangkan dalam bentuk formulir oleh pihak kreditur.6) Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend. Optional) Kebebasan ini, jika melihat pada bentuknya sebagai perjanjian baku, maka pihak debitur tidaklah memiliki kewenangan dan kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional tersebut, oleh karena bentuknya yang seudah baku.Dari hal tersebut, dengan mengambil pendapat dari Johannes Gunawan menyimpulkan bahwa penggunaan perjanjian baku yang semakin lazim digunakan dapat menyebabkan asas kebebasan berkontrakan kurang atau bahkan tidak dapat diwujudkan. Menurutnya, kebebasan yang kurang atau tidak dapat diwujudkan adalah :1. Kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian, karena perjanjian baku selalu berbentuk tertulis;2. Kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian, karena dalam perjanjian baku umumnya isi perjanjian telah ditetapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak, organisasi atau para ahli;3. Kebebasan para pihak untuk menentukan cara pembuatan perjanjian, karena semua bentuk perjanjian baku cara pembuatannya telah ditentukan oleh salah satu pihak, organisasi atau para ahli;Sedangkan kebebasan berkontrak yang masih dapat diwujudkan sekalipun perjanjian yang digunakan berbentuk perjanjian baku adalah : 1. Kebebasan tiap orang untuk memutuskan apakah ia akan membuat perjanjian atau tidak membuat perjanjian;2. Kebebasan tiap orang untuk memilih dengan siapa ia akan membuat suatu perjanjian. Berdasar pada hal tersebut Nampak bahwa kebebasan yang kurang atau tidak dapat diwujudkan adalah justru kebebasan yang penting dalam pembuatan perjanjian. Seperti untuk menetapkan isi, bentuk dan cara suatu perjanjian adalah bagian yang utama dari proses terbentuknya suatu perjanjian. Jika kebebasan yang dapat ditegakan hanya tinggal 2 (dua) unsur saja dari 5 (lima) unsure kebebasan berkontrak, yaitu kebebasan untuk menutup perjanjian dan kebebasan untuk memilih dengan siapa akan membuat perjanjian. Dengan tidak terpenuhinya kebebasan berkontrak, menurut penulis keabsahan dan kekuatan mengikat dari perjanjian baku patut untuk dikaji kembali.Mengingat perjanjian yang digunakan di masyarakat, terutama yang digunakan di masyarakat dalam bidang perdagangan, secara garis besar terdiri dari 2 (dua) macam perjanjian, yaitu perjanjian yang masih bisa ditawar dan perjanjian yang tidak dapat ditawar lagi (seperti perjanjian baku), maka dari uraian tersebut, asas kebebasan berkontrak hanya dapat diwujudkan seutuhnya pada perjanjian yang masih ditawar saja.Kebebasan berkontrak hanya dapat diwujudkan secara utuh apabila posisi menawar pada pihak dalam perjanjian adalah relative seimbang. Para pihak mempunyai kebebasan untuk menentukan isi, bentuk dan cara pembuatan perjanjian, bebas memilih dengan siapa akan membuat perjanjian serta bebas untuk memutuskan apakah isi akan membuat atau tidak membuat perjanjian tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Kebebasan berkontrak dapat diwujudkan bila seluruh unsure kebebasan dipenuhi oleh para pihak dalam perjanjian.Pembatasan kebebasan berkontrak sebagaimana tersebut tidak berarti pembatasan tersebut menghilangkan keberadaan kebebasan berkontrak.. Selama pembatasan tersebut tidak menghilangkan salah satu unsure dari kebebasan berkontrak, maka asas kebebasan berkontrak masih dapat diwujudkan secara utuh. Dalam perjanjian baku, yang terjadi bukan pembatasan terhadap kebebesan berkontrak, tetapi dengan tidak dipenuhinya sebagian unsure kebebasan berkontrak maka dapat dinyatakan bahwa dalam perjanjian baku tidak ada kebebasan berkontrak.[footnoteRef:31] [31: Achmad Busro, Ibid, hlm. 17-19]

1. Akibat Hukum Perjanjian Baku Terhadap Asas Kebebasan Berkontrak1. Kekuatan Mengikat dan Keabsahan Perjanjian BakuDalam perjanjian baku telah ditentukan klausula-klausulanya oleh salah satu pihak, seperti misalnya dalam perjanjain kredit bank, polis asuransi, leasing, pembiayaan konsumen, dan lain-laim. Persoalannya kini, apakah dengan adanya berbagai klausula baku tersebut, perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat.[footnoteRef:32] [32: H.Salim HS,2006, Perkembangan Hukum Kontrak diluar KUHPerdata, Jakarta : Rajawali Pers, hlm. 172 ]

Menurut Sutan Remy Sjahdeini, secara tradisional suatu perjanjian terjadi berlandaskan atas asas kebebasan berkontrak di antara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang seimbang dan kedua pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi terjadinya perjanjian itu melalui proses negosiasi. Pada umumnya asas kebebasan berkontrak dibatasi oleh Negara berupa peraturan perundang-undangan dan dari pengadilan, namun semenjak diberlakukannya perjanjian baku asas kebebasan berkontrak yang menjadi dasar terbentuknya suatu perjanjian semakin terbatasi.[footnoteRef:33] [33: Sutan Remy Sjahdeini, 1993, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta : Institut Bankir), hlm. 65]

Perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausulnya sudah dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan.[footnoteRef:34] [34: Ibid, hlm. 66]

Masalah-masalah yang dihadapi dalam penggunaan perjanjian baku, yang terutama adalah mengenai keabsahan dari perjanjian baku, dan pemuatan klausul-klasul atau ketentuan-ketentuan yang secara tidak wajar sangat memberatkan bagi pihak lainnya.Mengenai keabsahan dari perjanjian baku, para sarjana hukum terbelah pendiriannya. Terdapat beberapa sarjana yang mendukung dan tidak mendukung mengenai perjanjian baku.[footnoteRef:35] Sarjana hukum yang mendukung perjanjian baku adalah Stein yang berpendapat bahwa perjanjian baku dapat diterima sebagai perjanjian berdasarkan fiksi adanya kemauan dan kepercayaan (fictie van wil en vertrouwen) yang membangkitkan kepercayaan bahwa para pihak mengikatkan diri pada perjanjian itu. Jika debitur menerima dokumen perjanjian itu, berarti secara sukarela setuju pada isi perjanjian itu.[footnoteRef:36] [35: Ibid] [36: Ibid, hlm. 69]

Hondius[footnoteRef:37] mempertahankan bahwa perjanjian baku mempunyai kekuatan mengikat berdasarkan kebiasaan (gebruik) yang berlaku di lingkungan masyarakat dan lalu lintas perdagangan.[footnoteRef:38] Selain itu Hondius menyatakan bahwa penandatangan atau penerima perjanjian tidak hanya terikat karena ia mau, melainkan juga karena ia percaya pada pihak lain itu berdasarkan perhitungannya. [37: Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm. 27] [38: Ibid, hlm. 69]

Mariam Darus Badrulzaman dikutip Sutan Remy Sjahdeini[footnoteRef:39], menyatakan bertentangan dengan pendapat tersebut, Sluijter mengatakan perjanjian baku bukan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha (yang berhadapan dengan konsumen) adalah seperti pembentuk undang-undang swasta (leglo particuliere wetgever). Sedangkan Pitlo menyatakan bahwa perjanjian baku sebagai perjanjian paksa. [39: Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit., hlm. 69]

Sutan Remy Sjahdeini berpendapat mengenai keabsahan berlakunya perjanjian baku tidak perlu lagi dipersoalkan karena perjanjian baku eksistensiny sudah merupakan kenyataan yaitu dengan telah dipakainya perjanjian baku secara meluas dalam dunia bisnis, yang memang lahir dari kebutuhan masyarakat sendiri.[footnoteRef:40] [40: Sutan Remy Sjahdeini, Op.cit., hlm. 71]

Adapun pendapat yang demikian, menurut Dr. Achmad Busro sekalipun keabsahan berlakunya memang tidak perlu dipersoalkam, tetap masih perlu dicermati agar perjanjian dengan klausula baku tidak bersifat berat sebelah. Dengan demikian keabsahan berlakunya perjanjian klausula baku tidak perlu dipersoalkan tetapi perlu diatur aturan-aturan dasarnya sebagai aturan-aturan agar klausula-klausula atau ketentuan-ketentuan dalam perjanjian baku itu, baik sebagaian maupun seluruhnya, mengikat pihak lainnya.[footnoteRef:41] [41: Achmad Busro, Op.cit., hlm. 48-49]

Berdasarkan uraian diatas, maka sekalipun perjanjian tersebut berbentuk klausula baku maka tetaplah memiliki kekuatan mengikat. Hal ini pun didasari pada nilai, bahwa perjanjian yang dibentuk dapat berlaku dan mengikat selayaknya undang-undang bagi para pihak. Sehingga pada perjanjian pembiayaan konsumen, yang merupakan salah satu perjanjian yang berbentuk perjanjian baku ini kedua pihak telah bersepakat dan akhirnya menandatangani perjanjian tersebut. Maka dianggaplah bahwa telah terjadi kesepakatan dan akhirnya mengikat kedua belah pihak.

2. Akibat Hukum Perjanjian BakuPerjanjian pembiayaan konsumen merupakan salah satu contoh dari perjanjian baku atau standard contract.[footnoteRef:42] Perjanjian baku merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan telah dituangkan dalam bentuk formulir, yang mana isi dan bentuknya telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu pihak terutama pihak ekonomi kuat (kreditur).[footnoteRef:43] [42: Salim HS, 2006, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata Buku I, (Jakarta : Sinar Grafika), hlm. 157] [43: Ibid, hlm. 145]

Dalam perkembangannya perjanjian baku terjadi karena adanya upaya dari pihak kreditur untuk menjaga keadaan yang tidak diduga yang dapat menghalangi pelaksanaan perjanjian.[footnoteRef:44] [44: Abdulkadir Muhammad, 1992, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti), hlm. 1]

Dewasa ini pembakuan syarat-syarat perjanjian merupakan model yang tidak dapat dihindari. Bagi pengusaha cara ini merupakan cara mencapai tujuan ekonomi yang efisien, praktis, dan cepat. Sedangkan bagi pihak konsumen adanya pembakuan syarat ini merupakan pilihan yang tidak menguntungkan karena hanya dihadapkan pada suatu pilihan, yakni menerima walaupun dengan berat hati [footnoteRef:45]atau menolaknya yang artinya tidak terjadi kesepakatan (perjanjian) diantara keduanya. [45: Ibid ]

Perjanjian baku adalah satu wujud dari kebebasan individu pengusaha menyatakan kehendak dalam menjalankan perusahaannya. Setiap individu bebas berjuang untuk mencapai tujuan ekonominya walaupun mungkin akan merugikan pihak lain. Dalam membuat perjanjian, pihak pengusaha selalu dalam posisi tawar yang kuat yang pada umumnya berhadapan dengan konsumen yang berada pada posisi lemah. [footnoteRef:46] Oleh karenanya diperlukannya suatu aturan yang dapat melindungi semua pihak yang berkepentingan dalam perjanjian tersbeut. [46: Ibid ]

Selanjutnya pengaturan tersebut agar dapat melindungi pihak konsumen sebagai pihak dengan ekonomi lemah, maka dibuatlah suatu atura. Pengaturan pencantuman mengenai klausula baku terdapat dalam Pasal 1 ayat (10) Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pengaturan mengenai pencantuman klausula baku tersebut dimaksudkan oleh undang-undang sebagai usaha untuk menempatkan konsumen secara setara dengan pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Dalam hal hubungan pelaku usaha dan konsumen, pencantuman klausula baku harus memperhatikan ketentuan Pasal 18 UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.[footnoteRef:47] [47: Achmad Busro, Ibid, hlm. 49]

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka setiap perjanjian dalam hal hubungan antara pelaku usaha dengan konsumen, yang mencantumkan klausula baku di dalamnya, wajib memperhatikan ketentuan Pasal 18 UU No 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Konsekuensi terhadap pelanggaran Pasal 18 adalah batal demi hukum terhadap perjanjiannya, kecuali apabila dicantumkan dalam klausula severability of provisions, maka batal demi hukum hanyalah kalusula yang bertentangan dengan Pasa; 18 saja. Sedangkan terhadap Perjanjian lain di luar hubungan pelaku usaha dan konsumen, pencantuman klausula baku adalah sah-sah saja.[footnoteRef:48] [48: Achmad Busro, Op.cit., hlm. 49]

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan2. Kebebasan berkontrak yang kurang atau tidak dapat diwujudkan dalam bentuknya sebagai perjanjian baku adalah :a. Kebebasan para pihak untuk menentukan bentuk perjanjian, karena perjanjian baku selalu berbentuk tertulis;b. Kebebasan para pihak untuk menentukan isi perjanjian, karena dalam perjanjian baku umumnya isi perjanjian telah ditetapkan terlebih dahulu oleh salah satu pihak, organisasi atau para ahli;c. Kebebasan para pihak untuk menentukan cara pembuatan perjanjian, karena semua bentuk perjanjian baku cara pembuatannya telah ditentukan oleh salah satu pihak, organisasi atau para ahli;Sehingga dari hal ini diketahuilah bahwa salah satu pihak tidak mendapatkan hak sepenuhnya untuk menjalankan asas kebebasan berkontrak yang telah ditentukan tersebut, mengenai bebas membetuk perjanjian, bebas menentukan dengan siapa ia membuat perjanjian, bebasa menetukan isi perjanjian, bebas menentukan bentuk perjanjian, dan cara pembuatan perjanjian. Adanya pembatasan terhadap unsure-unsur yang ternyata penting bagi salah satu pihak yakni konsumen.2. Perjanjian Pembiayaan Konsumen yang berbentuk sebagai perjanjian baku, meskipun diketahui bahwa terhadap asas kebebasan berkontrak yang tidak terpenuhi dan adanya pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak tersebut. Maka tetaplah perjanjian itu berlaku dan mengikat selayaknya undang-undang bagi para pihak.Berkaitan dengan hal di atas, amka apabila suatu perjanjian yang mencantumkan klausula baku di dalamnya telah dibuat dengan memenuhi syarat sahnya perjanjian dlaam Pasal 1320 KUH Perdata, dan memenuhi yang termuat dalam Pasal 1338 KUH Perdata, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu perjanjian yang mencantumkan klausula baku didalamnya adalah sah sepanjang terpenuhinya unsure formil dan materil dalam Pasal 1320 KUH Per tesebut.Hal inipun jika klausula baku tersebut sesuai dan tidaklah menympangi dari aturan hukum lain, yakni Pasal 18 UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlidnungan Konsumen. Dan apabila menyimpang dari ketentuan Pasal 18 UU tentang Perlindungan Konsumen tersebut maka dapatlah batal demi hukum, dan apabila diperjanjiakan itu hanya pada klausula baku yang menyimpanginya saja yang batal demi hukum. Sehingga perjanjiannya tetaplah berlaku dan mengikat para pihak.

B. Saran1. Dalam hal bentuknya sebagai perjanjian baku. Seharusnya dapatlah diberi suatu toleransi dan posisi yang sama bagi kedua pihak terutama pihak konsumen ini. Agar memperoleh suatu keadaan yang seimbang bagi kedua pihak sehingga perjanjian tersebut bagi kedua pihak berlaku adil. Meskipun berbentuk sebagai perjanjian baku, konsumen dapatlah diberi kewenangan untuk menentukan isi dari perjanjian, atau mendapat kewenangan untuk menawar pada klausula yang dirasakan memberatkan bagi pihak konsumen. Sehingga perjanjian tersebut dapat berjalan dan dijalankan dengan baik bagi kedua pihak terutama pihak debitur. Dan tidak ada permasalahan yang timbul dikemudian hari, karena para pihak benar-benar bersepakata dan menetukan sendiri sesuai denga kehendak dan kemampuan dirinya.2. Meskipun keabsahan dari perjanjian baku ini tetap dinayatakan sah dan tetap mengikat, namun untuk dapat berlaku adil bagi kedua pihak dan tidak terjadi posisi yang memeberatkan salah satu pihak. Dapatlah pengaturan mengenai klasusula baku ini lebih di perhatikan pelaksanaannya, selain dari pengaturan yang sudah ditentukan dan sudah ada mengenai pencantuman Pasal 18 UU No.8 tahun 1999 dapatlah dirasa perlu untuk dilakukan pengkajian lagi sehingga benar-benar diterapkan sesuai dengan ketentau Pasal 18 tersebut, karena dirasakan pada nyatanya masih terdapat timpang tindih dan ketidak seimbangan antara hak dan kewajiban bagi kedua pihak tersebut.DAFTAR PUSTAKA

Abdurrasyid, Prayatna, Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta: Fikahati Aneka, 2002).

Busro, Achmad, Kapita Selekta Hukum Perjanjian, (Semarang: Pohon Cahaya, 2013).Hemoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, (Jakarta: Kencana, 2011).HS, Salim, Perkembangan Hukum Kontrak di Luar KUH Perdata Buku I, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006).Muhammad, Abdulkadir, Perjanjian Baku dalam Praktek Perusahaan Perdagangan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1992).Naja, H.R.Daeng, Contract Drafting Seri Keterampilan Merancang Kontrak Bisinis, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2006).Sjahdeini, Sutan Remy, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir, 1993).

LAMPIRANPERJANJIAN PEMBIAYAANNO.

Perjanjian Pembiayaan (selanjutnya berikut setiap perubahan dan pembaharuannya disebut Perjanjian) dibuat pada hari ini Rabu tanggal 22 bulan Mei tahun 2013 oleh dan antara :1. PT. Adira Dinamika Multi Finance, Tbk, perseroan yang didirikan dan tunduk berdasarkan hukum Indonesia, berkedudukan di Jakarta Selatan, dan berkantor Cabang di Ambarawa dalam hal ini diwakili oleh Muhammad Mirza bertindak dalam kedudukannya selaku kuasa Perseroan itu sendiri dan PT. Bank Danamon Indonesia Tbk, berkedudukan di Jakarta (Selanjutnya secara bersama-sama disebut KREDITUR);2. Arianingsih, beralamat di Gedawang 05/01 Gedawang Banyumanik Kota Semarang dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri/ selaku . . . . . dari dan oleh karenanya bertindak untuk dan atas nama PT/Koperasi/Yayasan/Firma/CV. . . . . .*), berkedudukan di . . . . . (Selanjutnya disebut DEBITUR).3. . . . . . , beralamat di . . . . . dalam hal ini bertindak untuk diri sendiri/ selaku . . . . . . dari dan oleh karenanya bertindak untuk dan ats nama PT/Koperasi/Yayasan/Firma/CV . . . . . . *), berkedudukan di . . . . . (Selanjutnya disebut PENJAMIN).KREDITUR dan DEBITUR dan/atau PENJAMIN (selanjutnya secara bersama-sama disebut PARA PIHAK), telah saling setuju untuk membuat, menetapkan, melaksanakan dan mematuhi Perjanjian ini dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

PASAL 1- FASILITAS PEMBAIAYAANFasilitas Pembiayaan yang diberikan oleh KREDITUR kepada DEBITUR (selanjutnya disebut Fasilitas Pembiayaan) adalah sebagai berikut :1. Jumlah Fasilitas Pembiayaan: Rp. 10,658,740.002. Bunga: 25.54%3. Besarnya Angsuran per Bulan: Rp. 435,000.004. Jangka waktu angsuran: 35 kali angsuran, dimana angsuran pertama dimulai tanggal 22 Juni 2013 sedangkan angsuran selanjutnya dipayar pada tanggal yang sama dengan tanggal angsuran pertama.5. Tujuan Penggunaan: PRIBADI.Fasilitas Pembiayaan akan dicairkan apabila DEBITUR telah membayar biaya sebagai berikut:1. Biaya Proses Pembiayaan: Rp 505,000.002. Uang Muka 39.22%: Rp 6,000,000.003. Biaya Provisi: Rp. 0.00PASAL 2-JAMINAN1. Untuk menjamin pembayaran seluruh kewajiban DEBITUR kepada KREDITUR berikut bunga, denda, provisi serta biaya-biaya lain yang mungkin timbul berdasarkan Perjanjian, DEBIITUR dan/atau PENJAMIN menjaminkan barang jaminan berupa kendaraan bermotor (selanjutnya disebut Jaminan) dengan rincian sebagai berikut :Tipe: SCOOTERMATICMerek: Honda New Vario CWNomor Mesin: JI81E1747304Nomor Rangka: M111JT8111DK752965Nomor BPKB: Masih dalam prosesNomor Faktur: Masih dalam prosesNomor Polisi: Masih dalam prosesNilai Jaminan: 15,300,000.00Nilai Penjaminan (Nilai AR): 15,224,997.002. KREDITUR berhak bila dianggap perlu untuk meminta jaminan tambahan kepada DEBITUR, dengan tetap memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dokumen/Akta Jaminan Tambahan yang ditentukan lain oleh KREDITUR kepada DEBITUR akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian ini.PASAL 3 LAIN-LAIN1. DEBITUR dan/atau PENJAMIN tunduk pada Perjanjian ini berikut Syarat-Syarat Perjanjian yang tertera di halaman belakang perjanjian ini dan mulai berlaku sejak ditandatanganinya Perjanjian ini, yaitu tanggal 22 Mei 2013 dan berkahir sampai seluruh kewajiban DEBITUR kepada KREDITUR telah diselesaikan seluruhnya.2. Semua dan setiap kuasa yang diberikan oleh DEBITUR dan/atau PENJAMIN kepada KREDITUR berdasarkan Perjanjian ini merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari Perjanjian ini, dan dengan demikian kuasa-kuasa tersebut tidak dapat ditarik kembali maupun dibatalkan oleh sebab-sebab yang tercantum di dalam Pasal 1813, 1814, dan 1816 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Republik Indonesia.3. Sepanjang mengenai pengakhiran dari perjanjian, DEBITUR dengan ini melepaskan pasal 1266 dan pasal 1267 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.4. DEBITU dan/atau PENJAMIN wajib memberitahukan secara tertulis kepada KREDITUR mengenai alamat yang akan dipergunakan untuk surat menyurat sehubungan dengan Perjanjian ini, dan lamat baru setiap kali DEBITUR pindah alamat.5. Segala sesuatu yang belum diatur dalam Perjanjian, secara mutandis berlaku juga ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku di Negara Republik Indinesia.6. Segala perselisihan sebagai akibat dilaksanakannya Perjanjian ini PARA PIHAK setuju dan sepakat untuk menyeleisakannya secara musyawarah dan mufakat.7. Apabila jalan musyawarah dan mufakat tidak tercapai, maka PARA PIHAK sepakat untuk menyelesaikannya melalui Pengadilan Negeri di wilayah KREDITU berkantor.Demikian Perjanjian ini dibuat atas itikad baik PARA PIHAK dan dibuat dalam rangkap 2 (dua) yang masing-masing rangkap mempunyai kekuatan hukum yang sama.KREDITUR

Muhammad MirzaDEBITUR

ArianingsihPENJAMIN

Semarang

Menyetujui (Komisaris/Suami/Isteri)*

. . . . . . . .Menyetujui (Komisaris/Suami/Isteri)*

. . . . . . . .

SYARAT-SYARAT PERJANJIAN

1. Pencairan Fasilitas Pembiayaan dilakukan oleh KREDITUR setelah Debitur memenuhi seluruh kewajiban yang ditentukan oleh KREDITUR.2. Biaya-biaya yang wajib dilunasi terlebih dahulu oleh DEBITUR sebelum KREDITUR mencairkan Fasilitas Pembiayaan adalah:a. Biaya Proses Pembiayaan adalah biaya-biaya yang timbul dalam rangka proses pemberian Fasilitas Pembiayaan, yang harus dibayar di muka oleh DEBITUR dan hanya dikenakan 1 (satu) kali per Fasilitas Pembiayaan.b. Uang Muka adalah harga yang harus dibayarkan melalui KREDITUR sebagai pelunasan atas uang muka pembelian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada paragraph 2 butir 2 Pasal 1 Perjanjian.c. Biaya Provisi adalah biaya jasa penyediaan Fasilitas Pembiayaan yang dibebankan kepada DEBITUR 1 (satu) kali per Fasilitas embiayaan dan harus dibayarkan di muka.3. DEBITUR dan/atau PENJAMIN memberi kuasa kepada KREDITUR untuk dan atas nama DEBITUR, membuat surat pesanan (Purchase Order) atas Jaminan kepada Penjual dan mempergunakan Fasilitas Pembiayaan untuk pembayaran Jaminan kepada Penjual serta menerima tanda terima pembayaran dari Penjual yang merupakan bukti penerimaan Fasilitas Pembiayaan oelh DEBITUR dari KREDITUR. Apabila untuk keperluan tersebut diperlukan surat kuasa khusus, maka DEBITUR dengan iini menyerahkan bersedia untuk membuat dan menandatangani suart kuasa yang diperlukan dan memberikannya kepada KREDITUR.4. DEBITUR wajib membayar angsuran, baiya-biaya ataupun denda yang wajib dibayar (jika ada) secara tepat waktu dan penuh sesuai dengan Perjanjian ini. Apabila pembayaran angsuran hanya sebagian, maka pembayaran dianggap belum dilakukan, sampai DEBITUR membayar penuh sesuai dengan nilai angsuran yang ditetapkan dalam perjanjian ini. Apabila tanggal pembayaran jatuh pada hari libur, maka DEBITUR wajib melakukan pembayaran angsuran pada hari kerja terakhi sebelum hari libur. 5. DEBITUR wajib memberitahukan secara tertulis kepada KREDITUR selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kalender sejak perubahan yang terjadi berkenaan dengan adanya perubahan data pokok dari DEBITUR (termasuk tapi tidak terbatas pada identitas, alamat, pengurus atau penanggung jawab atas pemilik khusus untuk DEBITUR berbetuk badan) maupun perubahan yang terkait dengan Jaminan khususnya penggantian nomor polisi. Apabila dengan lewatnya waktu pemberitahuan, ternyata tidak ada pemberitahuan kepada KREDIRTUR, maka DEBITUR dan/atau PENJAMIN dengan ini memberikan kuasa kepada KREDITUR untuk mengambil tindakan yang diperlukan, termasuk tetapi tidak terbatas tindakan dalam butir 14 huruf g di bawah ini.6. Untuk setiap hari keterlambatan pembayaran pembayaran yang wajib dibayarkan berdasrkan Perjanjian ini, maka DEBITUR dikenakan denda atas jumlah tertunggak sebesar 0,5% per hari keterlambatan untuk Fasilitas Pembiayaan kendaraan bermotor roda dua atau ruda tiga (sepseda motor) dan 0,2% per hari keterlambatan untuk Fasilitas Pembiayaan Kendaraan roda empat atau lebih (mobil). Denda harus dibayar secara seketika dan sekaligus tanpa diperlukan teguran untuk itu pada saat ditagih.7. DEBITUR diperkenankan melakukan pembayaran dipercepat baik sebagian atau seluruhnya, dengan pemberitahuan tertulis tersebut tidak dapat ditarik kembali dan mengikat DEBITUR. Untuk pembayaran dipercepat ini DEBITUR pembiayaan kendaraan roda dua atau roda tiga (sepeda motor) dikenakan biaya sebesar 7%, dan DEBITUR pembiayaan kendaraan roda empata atau lebih (mobil) dikenakan biaya sebesar 8% dari jumlah yang harus dibayar sebagaimana dimaksud. Biaya tersebut harus dibayar bersamaan pada saat dilakukan pembayaran yang dipercepat.8. Apabila terjadi gejolak moneter dan/atau peristiwa atau kondisi sejenis yang mengakibatkan kenaikan tingkat suku bunga pinjaman, maka KREDITUR berhak untuk menyesuikan tingkat suku bunga tersebut dan menyesuaikan jumlah kewajiban pembayaran angsuran DEBITUR dan memberitahukannya secara tertulis kepada DEBITUR 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum tanggal penyesuaian efektif berlaku. Atas perubahan tersebut DEBITUR dengan ini menyatakan setuju dan sepakat untuk mengikuti penyesuaian tersebut.9. Semua pembayaran angsuran dilakukan dalam mata uang Rupiah di kantor KREDITUR atau cabang/perwakilan KREDITUR berada atau di tempat lain yang akan ditentukan oleh KREDITUR.10. Pembayaran angsuran yang dilakukan dengan media Cheque atau Giro Bylyet, dianggap telah diterima oleh KREDITUR sebagai pembayaran angsuran. Apabia Cheque atau Giro Bylyet dibuat atas nama KREDITUR dan kata-kata pembawa agar dicoret.11. Apabila DEBITUR memiliki lebih dari 1 (satu) fasilitas Pembiayaan, maka DEBITUR sepakat untuk memberakukan ketentuan cross default dan pari passu atas semua Fasilitas Pembiayaan dan Jaminan yang diperoleh DEBITUR.12. DEBITUR dan KREDITUR setuju bahwa media-media penarikan dan/atau pembukuan dan/atau catatan serta surat dan dokumen lain yang dipegang dan diperlihara oleh KREDITUR merupakan bukti yang lengkap dari semua jumlah kewajiban DEBITUR kepada DEBITUR berdasarkan perjanjian ini dan mengikat terhadap DEBITUR, sehingga apabila terjadi perbedaan perhitungan antara catatan DEBITUR dengan catatan KREDITUR , maka pencatatan KREDITRU lah yang berlaku.13. Seluruh kewajiban DEBITUR kepada KREDITUR , dapat ditagih seketika dan sekaligus, tanpa pemberitahuan secara tertulis terlebih dahulu kepada DEBITUR , atau tanpa somasi lagi, sehingga suatu peringatan dengan surat juru sita atau surat lainnya tidak diperlukan lagi, apabila terjadi salah satu keadaan:a. DEBITUR dan/atau PENJAMIN mengajukan permohonan untuk dinyatakan pailit atau penundaan kewajiban pembayaran hutang-hutangnya (surseance van betalling) DEBITUR digugat pailit oleh pihak manapun juga;b. DEBITUR dan/atau PENJAMIN meninggal dunia, kecuali bila penemria hak/para ahli warisnya dapat memenuhi seluruh kewajiban DEBITUR dan dalam hal ini disetujui oleh KREDITUR (dalam hal DEBITUR adalah perusahaan/badan hukum/badan usaha/lembaga maka klausul ini tidak berlaku);c. DEBITUR dan/atau PENJAMIN ditaruh dibawah pengampuan (under curatele gesteld);d. DEBITUR lalai membayar angsuran secara penuh pada tanggal yang telah ditetapkan, atau DEBITUR dan/atau PENJAMIN lalai/tidak memenuhi syarat-syarat dalam Perjanjian ini atau perjanjian/pernyataan lain yang berhubungan dan merupakan satu kesatuan dengan Perjanjian ini dan/atau perjanjian lainnya yang terpisah dari perjanjian ini;e. Jaminan dipindahtangankan atau dijaminkan kepada pihak ketiga tanpa ijin tertulis sebelumnya dari KREDITUR , atau disita oleh instansi yang berwenang, atau hilang, rusak, atau musnah karena sebab apapun juga;f. DEBITUR dan/atau PENJAMIN tersangkut dalam suatu perkara pidana;g. DEBITUR dan/atau PENJAMIN memberikan sautu data, pernyataan, surat keterangan atau dokumen yang ternyata tidak benar atau tidak sesuai dengan fakta sebenarnya dalam atau mengenai hal-hal yang oleh KREDITUR dianggap penting.14. Untuk menjamin pembayaran seluruh kewajiban DEBITUR kepada KREDITUR berdasarkan perjanjian ini, DEBITUR dan/atau PENJAMIN setuju untuk memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :a. KREDITUR akan menyimpan asli faktur dan Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor/BPKB Jaminan sampai seluruh kewajiban DEBITUR kepada KREDITUR dibayar lunas.b. DEBITUR dan/atau PENJAMIN dilarang meminjamkan, menyewakan, mengalihkan atu menyerahkan penguasaan jaminan kepada pihak ketiga dengan cara atau jalan apapun juga. Pelanggaran atas ketentuan ini dikenakan Pasal 372 dan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana jo, Pasal 23 (2) jo. Pasal 36 UU No. 42 tahun 1999.c. DEBITUR dan/atau PENJAMIN wajib memberikan Jaminan Fidusia terhadap barang Jaminan berdasarkan ketentuan Peraturan Perundangan yang berlaku. Pembebanan dan pendaftaran jaminan fidusia tersebut akan dilakukan melalui KREDITUR.d. DEBITUR dan/atau PENJAMIN wajib memelihara dan mengurus jaminan tersebut sebaik-baiknya dan melakukan pemeliharaan dan perbaikan atas biaya DEBITUR dan/atau PENJAMIN dan bila ada bagian dari Jaminan yang diganti atau ditambah maka bagian tersebut termasuk dalam penyerahan Jaminan dimaksud kepada KREDITUR.e. KREDITUR atau wakilnya berhak untuk setiap waktu, atas beban/biaya DEBITUR dan/atau PENJAMIN untuk:i. Memasuki tempat dimana Jaminan tersebut berada;ii. Memeriksa keadaan jaminan;iii. Melakukan atau menyuruh DEBITUR dan/atau PENJAMIN melakukan sesuai huruf d butir ini jika DEBITUR lalai daniv. Menempatkan/membuat tanda pada Jaminan yang menunjukkan hak dan kepentingan KREDITUR.f. Selama jangka waktu perjanjian ini, segala beban pajak dan/atau beban lainnya yang sekarang dan di kemudia hari akan dikenakan atas Jaminan (bila ada) akan menjadi beban DEBITUR dan/atau PENJAMIN. Selama jangka waktu Perjanjian, Jaminan akan diasruransikan oleh KREDITUR. Segala kerusakan, kehilangan atau resiko lain pada jaminan, DEBITUR dan/atau PENJAMIN harus segera melaporkannya pada KREDITUR dalam waktu 24 jam setelah kejadian tersebut berlangsung. Pelanggaran terhadap ketentuan ini tidak dapat dijadikan alsan untuk melaksanakan atau menunda kewajiban pembayaran angsuran DEBITUR kepada KREDITUR.g. Apabila DEBITUR tidak melunasi seluruh atau sebagian kewajibannya kepada KREDITUR, maka KREDITUR berhak dengan ini diberi kuasa dengan hak substitusi oleh DEBITUR dan/atau PENJAMIN untuk:i. Menerima kapanpun, dimanapun dan di tempat siapapun Jaminan tersebut berada;ii. Menjual Jaminan atas nama DEBITUR secara umum atau dibawah tangan atau dengan perantara pihak lain dengan harga pasar yang layak dan dengan syarat-syarat dan ketentuan yang dianggap baik oleh KREDITUR.Setelah Jaminan diterima oleh KREDITUR, KREDITUR berhak :i. Melaksanakan penjualan atas Jaminanii. Menghadap kepada siapapun dan dimanapun, memberikan dan meminta keterangan, membuat/menyuruh membuat akta/perjanjian, menandatangani tanda penerimaannya, menyerahkan Jaminan kepada yang berhak menerimanya.iii. Melakukan tindakan tanpa ada yang dikecualikan guna tercapainya penjualan Jaminan tersebut.Uang hasil penjualan akan diperuntukan untuk:i. Biaya yang timbul atas penjualan jaminan.ii. Melunasi pokok pinjaman DEBITURiv. Melunasi kewajiban lainnya termasuk bunga dan denda (jika ada). Apabila terdapat sisa uang, KRDITUR menyerahkan sisa tersebut kepada DEBITUR dan/atau PENJAMIN, sebaliknya apabila uang hasil penjualan itu tidak cukup untuk melunasi pokok pinjaman dan seluruh kewajiban lainnya, maka DEBITUR tetap berkewajiban membayar sisa kewajiban yang masih terhutang kepada KREDITUR selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu minggu setelah pemberitahuan KREDITUR kepada DEBITUR.h. Apabila DEBITUR tidak menulasi seluruh atau sebagian kewajibannya kepada KREDITUR sedangkan kuasa dan hak yang diperoleh KREDITRU dari DEBITUR sesuai ketentuan butir 14 huruf g di atas tidak terlaksana, maka KREDITUR dapat melaksanakan hak-hak KREDITUR berdasarkan Sertifikat Jaminan Fidusia.i. Berdasarkan catatan dan pembukuan KREDITUR, KREDITUR berhak menentukan seluruh jumlah kewajiban DEBITUR, baik berupa pokok pinjaman, sisa pokok pinjaman, bunga, denda, biaya pelelangan/penjualan, honorarium pengacara/kuasa untuk menagih, termasuk namun tidak terbatas pada biaya-biaya lainnya yang timbul sehubungan dengan perjanjian ini menjadi beban dan wajib dibayar oleh DEBITUR. DEBITUR dan/atau PENJAMIN dengan ini melepaskan semua haknya untuk mengajukan keberatan atau tuntutan atas :i. Penyerahan Jaminan.ii. Perhitungan yang diberikan KREDITUR atas hasil penjualan Jaminan dan potongannya;iii. Jumlah kewajiban atau sisa kewajiban bunga daniv. Biaya-biaya lain/denda-denda serta ongkos-ongkos yang bersangkutan dengan penerimaan dan penjualan Jaminan sebagaimana diuraikan diatas.15. DEBITUR dan/atau PENJAMIN dengan ini menyetujui memberikan kuasa kepada KREDITUR untuk membuat Akta Jaminan Fidusia atas Barang Jaminan serta mendaftarkannya di Kantor Pendaftaran Fidusia setempat.16. DEBITUR menyetujui bahwa tagihan/piutang DEBITUR kepada KREDITUR (bila ada) tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda atau tidak membayar atau menuntut kembali KREDITUR berdasarkan Perjanjian ini atau berdasarkan perjanjian-perjanjian lain yang disebut dalam Perjanjian ini dan DEBITUR tidak berhak untuk memperhitungkan (mengkompensir) dengan tagihan/piutang DEBITUR terhadap KREDITUR (bila ada) dan tanpa hak untuk menuntut terlebih dahulu suatu pembayaran lain (counter claim). DEBITUR dengan ini melepaskan semua haknya seperti tersebut dalam Pasal 1425 sampai dengan Pasal 1429 Kitab Undang-undang Hukum Perdata.17. KREDITUR berhak untuk mengalihkan hak sebagian atau seluruhnya hak-hak dan kewajiban-kewajiban KREDITUR yang timbul dari Perjanjian ini kepada pihak ketiga lainnya dan DEBITUR dengan ini memberikan persetujuan atas pengalihan tersebut , tanpa diperlukan surat pemberitahuan tertulis sebelumnya.Dengan menandatangani Perjanjian, DEBITUR dan/atau PENJAMIN dengan ini menyatakan telah mengerti dan memahami isi Perjanjian termasuk syarat-syarat Perjanjian.

46