pergerakan lempeng

9
Tsunami Istilah Jepang yang berarti gelombang (“nami”) di pelabuhan (“tsu”). Serangkaian gelombang yang berjalan sangat jauh dengan periode waktu yang panjang, biasanya ditimbulkan oleh guncangan-guncangan yang berhubungan dengan gempa bumi yang terjadi di bawah atau dekat dasar laut akibat lempeng-lempeng pada kerak bumi yang memisahkan beberapa daerah di dunia yang terdiri dari subduksi, collision, back-arc thrusting dan opening faults. Interaksi antar lempeng-lempeng tersebut menyebabkan terjadi gempa di berbagai belahan dunia atau disebut juga gelombang laut seismik, dan secara keliru sering disebut gelombang pasang surut. Letusan - letusan gunung berapi, tanah longsor bawah laut, dan terbanan karang pantai seperti halnya meteor besar yang menimpa lautan dan dapat pula memicu tsunami. Tsunami bergerak keluar dari daerah pembangkitannya dalam bentuk serangkaian gelombang. Kecepatannya bergantung pada kedalaman perairan, akibatnya gelombang tersebut mengalami percepatan atau perlambatan sesuai dengan bertambah atau berkurangnya kedalaman dasar laut. Dengan proses ini arah pergerakan gelombang juga berubah dan energi gelombang bisa menjadi terfokus atau juga menyebar. Pada laut dalam, gelombang tsunami mampu bergerak pada kecepatan 500 sampai 1,000 kilometer per jam. Sedangkan dekat pantai, kecepatannya melambat menjadi beberapa puluh kilometer per jam. Ketinggian tsunami juga bergantung pada kedalaman air. Sebuah gelombang tsunami yang hanya memiliki ketinggian satu meter di laut dalam bisa meninggi hingga puluhan meter pada garis pantai. Berbeda dengan gelombang laut yang terjadi karena terpaan angin yang hanya mengganggu permukaan laut, maka energi gelombang tsunami meluas sampai ke dalam lautan. Di dekat pantai, energi gelombang ini terkonsentrasi pada arah vertikal karena berkurangnya kedalaman air dan berubah arah menjadi horizontal ketika memendeknya panjang gelombang yang diakibatkan perlambatan gerak gelombang.

Upload: fikrul-islamy

Post on 03-Jul-2015

1.590 views

Category:

Education


9 download

TRANSCRIPT

Tsunami Istilah Jepang yang berarti gelombang (“nami”) di pelabuhan

(“tsu”). Serangkaian gelombang yang berjalan sangat jauh dengan periode waktu

yang panjang, biasanya ditimbulkan oleh guncangan-guncangan yang

berhubungan dengan gempa bumi yang terjadi di bawah atau dekat dasar laut

akibat lempeng-lempeng pada kerak bumi yang memisahkan beberapa daerah di

dunia yang terdiri dari subduksi, collision, back-arc thrusting dan opening faults.

Interaksi antar lempeng-lempeng tersebut menyebabkan terjadi gempa di

berbagai belahan dunia atau disebut juga gelombang laut seismik, dan secara

keliru sering disebut gelombang pasang surut. Letusan - letusan gunung berapi,

tanah longsor bawah laut, dan terbanan karang pantai seperti halnya meteor

besar yang menimpa lautan dan dapat pula memicu tsunami.

Tsunami bergerak keluar dari daerah pembangkitannya dalam bentuk

serangkaian gelombang. Kecepatannya bergantung pada kedalaman perairan,

akibatnya gelombang tersebut mengalami percepatan atau perlambatan sesuai

dengan bertambah atau berkurangnya kedalaman dasar laut. Dengan proses ini

arah pergerakan gelombang juga berubah dan energi gelombang bisa menjadi

terfokus atau juga menyebar. Pada laut dalam, gelombang tsunami mampu

bergerak pada kecepatan 500 sampai 1,000 kilometer per jam. Sedangkan dekat

pantai, kecepatannya melambat menjadi beberapa puluh kilometer per jam.

Ketinggian tsunami juga bergantung pada kedalaman air. Sebuah gelombang

tsunami yang hanya memiliki ketinggian satu meter di laut dalam bisa meninggi

hingga puluhan meter pada garis pantai. Berbeda dengan gelombang laut yang

terjadi karena terpaan angin yang hanya mengganggu permukaan laut, maka

energi gelombang tsunami meluas sampai ke dalam lautan. Di dekat pantai,

energi gelombang ini terkonsentrasi pada arah vertikal karena berkurangnya

kedalaman air dan berubah arah menjadi horizontal ketika memendeknya

panjang gelombang yang diakibatkan perlambatan gerak gelombang.

Tsunami memiliki beberapa periode (waktu untuk siklus satu gelombang)

yang bisa berkisar dari beberapa menit hingga satu jam, atau untuk beberapa

kasus bisa lebih. Di tepi pantai, tsunami dapat memiliki ekspresi yang berbeda-

beda bergantung pada ukuran dan periode gelombanggelombangnya, batimetri

dekat pantai dan bentuk garis pantai, keadaan pasang surut serta faktorfaktor

lainnya. Dalam beberapa kasus, tsunami hanya menghasilkan banjir yang tidak

berbahaya pada wilayah pantai rendah lalu menuju ke daratan seperti air pasang

yang cepat. Sementara dalam kasus lainnya tsunami dapat masuk ke daratan

menyerupai sebuah dinding air vertikal yang bergolak dan membawa puing-puing

yang bisa menghancurkan. Dalam banyak kasus, terjadi pula muka air laut surut

secara tak lazim (dapat mencapai satu kilometer atau lebih). Ini terjadi sebelum

terbentuknya puncak gelombang tsunami. Arus laut yang kuat dan tidak seperti

biasanya dapat pula menyertai tsunami yang kecil sekalipun. Kerusakan dan

kehancuran karena tsunami merupakan hasil langsung dari tiga faktor: banjir

bandang, dampak gelombang terhadap struktur, dan erosi. Sementara korban

jiwa muncul karena tenggelamnya orang-orang dan dampak fisik atau trauma

disebabkan terjebaknya korban dalam golakan gelombang tsunami yang

membawa puingpuing. Arus kuat yang disebabkan oleh tsunami menyebabkan

terjadinya erosi pada pondasi dan rubuhnya jembatan atau dinding air laut.

Pengambangan dan tekanan arus menyeret rumah dan membalikkan

kendaraan. Tekanan gelombang tsunami juga meruntuhkan kerangka bangunan

dan struktur lainnya. Sementara, kerusakan yang lumayan parah juga

disebabkan oleh puing-puing yang mengapung termasuk kapal, mobil dan

pepohonan yang dapat menjadi benda-benda berbahaya ketika menghantam

gedung, dermaga dan kendaraan. Tekanan kencang yang tiba-tiba dari tsunami

juga menghancurkan kapal-kapal dan fasilitas pelabuhan, bahkan oleh tsunami

kecil sekalipun. Api yang berasal dari tumpahan minyak atau ledakan dari kapal

yang hancur di pelabuhan, dan pecahnya tempat penyimpanan minyak serta

fasilitas kilang minyak di pantai dapat menyebabkan kerusakan yang terkadang

lebih parah daripada dampak langsung gelombang tsunami. Kerusakan lain yang

biasanya menyusul juga bisa disebabkan oleh polusi kotoran dan bahan kimia.

Kerusakan dari fasilitas tempat pemasokan, pelepasan dan penyimpanan dapat

pula mengakibatkan masalah yang berbahaya. Kekhawatiran lain yang juga

mulai menjadi perhatian dari dampak potensial dari surutnya tsunami adalah

ketika air surut akan mempengaruhi suplay air pendingin pada pembangkit listrik

tenaga nuklir.

Indonesia merupakan salah satu daerah yang aktif di dunia dari sudut

geofisik karena terletak di ujung selatan lempeng Eurasia yang berbatasan

dengan Lempeng IndiaAustralia memanjang dari Andaman sampai Selatan

Sumba dan menerus ke Laut Banda. Di sepanjang sisi sebelah Barat Daya

Maluku, Lempeng Australia berbatasan dengan Lempeng Caroline. Interaksi

lempeng-lempeng ini menyebabkan terjadinya gempa yang menyebabkan

deformasi bawah laut yang kemudian diasumsikan sama dengan deformasi

muka laut. Sekitaran 106 kejadian tsunami, 90% disebabkan oleh gempa

tektonik, 9% disebabkan oleh letusan gunung merapi dan 1% disebabkan oleh

tanah longsor.

Beberapa dokumentasi elektronika tentang Tsunami di Indonesia seperti

lintasberita.com (2004) melangsir tentang bencana gempa dan tsunami Aceh, 26

desember 2004 merupakan kisah kelam di ujung tahun. Gempa bumi tektonik

berkekuatan 8,5 SR berpusat di Samudra India (2,9 LU dan 95,6 BT di

kedalaman 20 km (di laut berjarak sekitar 149 km selatan kota Meulaboh,

Nanggroe Aceh Darussalam). Gempa itu disertai gelombang pasang (Tsunami)

yang menyapu beberapa wilayah lepas pantai di Indonesia (Aceh dan Sumatera

Utara), Sri Langka, India, Bangladesh, Malaysia, Maladewa dan Thailand.

Dilangsir pula oleh Kompas.com (2010) tentang sedikitnya 200 rumah di dua

desa di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, tersapu gelombang

tsunami sesaat setelah gempa 7,2 skala Richter menguncang wilayah tersebut,

Senin (25/10/2010) sekitar pukul 21.42. Ratusan rumah warga di dua desa

tersebut hanyut tersapu tsunami yang datang tak lama setelah gempa terjadi.

Informasi di lapangan menunjukkan bahwa rumah warga yang hanyut tersebut

disapu gelombang tsunami yang ketinggiannya diperkirakan mencapai dua meter

lebih. Seperti apa perkembangan yang terjadi di Mentawai saat ini, hal itu belum

dapat digambarkan secara detail karena telepon seluler sejumlah pihak dan

warga tidak dapat tersambung ketika coba dihubungi. Jaringan telepon diduga

terputus akibat gempa yang diduga memorak-porandakan infrastruktur di wilayah

tersebut.

Sejauh ini studi mengenai tsunami di Indonesia sendiri sebelumnya telah

dilakukan oleh Hamzah latief dkk (2004) mengenai pendugaan parameter

kerentanan kerusakan akibat tsunami dengan Identifikasi teknologi dalam kajian

kapasitas dan karakteristik suatu daerah sekitaran Laut Flores & Selatan

Sumatra. Untuk Fitria (2009) membahas kajian bahaya tsunami pada variasi

ketinggian run-up dan arah tsunami dengan pendekatan koefsien lahan tanpa

melakukan model tsunami daerah Bantul. LAPAN (2007) membahas peta rute

evakuasi bencana tsunami Makasar Sulawesi Selatan menggunakan data satelit

inderaja.

Sementara itu melihat dari besarnya potensi tsunami di Indonesia

amatlah tinggi tidak sebanding dengan jumlah riset yang berkembang terutama

untuk wilayah selatan Indonesia khususnya daerah Jawa Timur yang merupakan

tingkat aktivitas di pesisirnya tinggi serta ciri khas laut pantai Selatan merupakan

lautan bebas, keadaan gelombang dan arus sangat besar. Arus yang besar di

pantai Selatan dikenal dengan nama arus katulistiwa Selatan (Shout eauatorial

current) yang sepanjang tahun menuju ke Barat. Tetapi pada musim Barat

terdapat jalur sempit yang menyusur pantai Selatan Jawa dengan arus menuju

ke Timur, berlawanan dengan arus katulistiwa Selatan. Arus tersebut dikenal

dengan arus pantai Jawa (java coastal Current). Pada musim Timur di atas

perairan lautan ini berhembus kuat angin Tenggara yang membuat arus

katulistiwa Selatan ini makin melebar ke Utara, menggeser sepanjang pantai

Selatan Jawa hingga Sumbawa, kemudian memaksanya membelok ke arah

Barat Daya. Jadi saat itu arus permukaan di daerah ini menunjukkan pola

sirkulasi anti siklonik atau berputar ke kiri. Karena arus ini membawa serta air

permukaan ke luar menjahui pantai, maka akan terjadi kekosongan yang

berakibat naiknya air dari bawah (upwelling). Air naik di sini terjadi kira-kira dari

Selatan Jawa hingga ke sebelah Selatan Sumbawa, diawali sekitar bulan Mei

dan berakhir sekitar bulan September. Kecepatan air naik ini sekitar 0,0005

Cm/detik. Jenis upwelling di Selatan Jawa yaitu jenis berkala (periodic tipe) yang

terjadi pada musim Timur. Kedalaman laut Selatan Jawa sejauh 1.575- 2.625 km

mempunyai kedalam hingga mencapai 200 m. Kemudian sejauh 2.625 -4.375

km, mempunyai kedalamam mencapai 3000 m.

Wilayah Malang Selatan daerah Sendang Biru termasuk didalamnya.

Riset untuk Sendang Biru ini sendiri amatlah minim. Kawasan pesisir pantai

Malang Selatan ditinjau dari kondisi fisik daratnya menunjukkan, bahwa

ketinggian wilayah perencanaan berada pada ketinggi 0-2000 meter di atas

permukaan laut, sebagian besar wilayahnya berada pada kelerangan 5 -15%

(39,42% dari luas wilayah pesisir Kabupaten Malang), kondisi lahannya

bervariasi yaitu terjal sampai pegunungan. Semakin mendekati daerah pantai

umumnya memiliki karateristik daerah pegunungan kapur dan kemiringannya

sebagian besar > 40%. Daerah yang memiliki kelerengan >40% adalah

Kecamatan Ampelgading dan Tirtoyudo.

Kondisi hidrologi di kawasan pesisir Malang Selatan meliputi kondisi air

permukaan dan kondisi air tanah. Pantai -pantai yang memiliki sumber air

permukaan atau aliran sungai dan bermuara sampai lautan adalah Pantai Licin,

Sipelot, LenggoksonfJ, Tamban, Wonogoro dan Kondang Merak. Kondisi muara

sungai pada musim kemarau pada umumnya tertutup pasir, sehingga aliran

sungai terhenti di mulut muara dan baru terbuka pada musim penghujan. Muara

sungai yang terletak di Pantai Licin dipenuhi oleh pasir yang berasal dari Gunung

Semeru. Pasir inilah yang mengakroatkan pasir di Pantai Licin yang semula putih

menjadi kehitaman. Selama Gunung Semeru masih aktif diperkirakan sungai dan

muaranya akan terus penuh dengan pasir. Adapun sungai-sungai yang melewati

wilayah perencanaan yaitu Kali Giok yang bermuara di Pantai Licin, Kali

Bambang (Kecamatan Sumbermanjing Wetan), Kali Duron, Bopakang, Bopak

dan Sumberbulus. Kali Sumberbulus bermuara di Pantai Wonogoro, Kali

Balekambang (Kecamatan Bantur) dan Kali Sumbermanjing (Kecamatan

Donomulyo).

Daya tarik Pantai Sendang Biru selain pemandangan pantainya, juga

berpotensi sebagai obyek wisata memancing. Ada beberapa lokasi pemancingan

di Pantai Sendang Biru, antara lain

1. Tepi Pantai Sendang

2. Di tepi-tepi dermaga Pantai Sendang Birth

3. Kegiatan lain dengan menggunakan perahu.

Berdasarkan kondisi topografinya Desa Tambak Rejo berada pada

ketinggian 15 meter dari permukaan laut. Secara umum iklim Desa Tambak Rejo

memiliki iklim tropis dan setiap tahun terjadi musim penghujan dan kemarau,

sedangkan curah hujan rata-rata 1.350 mm per tahun dengan suhu rata-rata

32oC. Wilayah Desa Tambak Rejo sebagian besar merupakan perpanjangan dari

lereng gunung dan jajaran pantai selatan yang berhutan serta terdapat sendang

(sumber mata air) yang merupakan sumber air tawar bagi masyarakat setempat.

Desa Tambak Rejo memilki luas wilayah keseluruhan sebesar 2.735,850 km2.

Sebagian besar dari luas desa tersebut digunakan sebagai areal hutan dan tegal,

sisanya berupa pekarangan, kebun, sawah, perumahan penduduk, tempat

ibadah, jalan desa, pemakaman maupun prasarana umum lainya. Kondisi

Perairan Sendang Biru sangat menunjang dalam aktivitas perikanan maupun

pariwisata. Hal tersebut ditunjang dengan adanya pulau kecil, yaitu Pulau sempu

yang terletak disebelah tenggara, memiliki fungsi sebagai cagar alam maupun

penahan serangan gelombang dan tiupan angin secara langsung dari arah laut

lepas. Lebar selat antara daratan Sendang Biru dengan Pulau Sempu berkisar

antara 600 – 1.500 meter, dengan panjang kira-kira 4 kilometer.Perairan

Sendang Biru rata-rata memiliki kedalaman lebih dari 1.000 meterpada jarak 50

meter dari pantai. Perairan ini berbatasan langsung dengan Samudera Hindia

dan umumnya memiliki gelombang yang relatif besar terutama pada daerah-

daerah yang masuk ke pantai – pantai yang curam dan terjal (DKP Kabupaten

Malang, 2008).

Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang

permodelan simulasi serta dampak terhadap perubahan zonasi di daerah malang

selatan khususnya Sendang Biru untuk meningkatkan kontribusi aktif dalam

penanggulan bahaya tsunami sejak dini.

DAFTAR PUSTAKA

http://lipsus.kompas.com/topikpilihanlist/1032/Tsunami.Mentawai