perencanaan teknologi effisiensi energi …b2tke.bppt.go.id/images/documents/ppid/setiapsaat/r -...

82
1.1.1

Upload: vuthuy

Post on 07-Feb-2018

240 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

1.1.1

Page 2: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 2

BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGIBALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI

Kawasan PUSPIPTEK, Setu 15314Tangerang Selatan – BANTEN

Telp. +62-21-7560550Faks. +62-21-7560904

Page 3: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 3

PENANGGUNG JAWAB

Dr. Ir. Soni Solistia Wirawan, M.Eng

PENYUSUN

Ir. Hari Yurismono MEng.Sc

Ir. Joko Santosa, M.Sc

Dr. Edi Hilmawan

Dr. Ir. Hariyanto

Euis Djubaedah, MT

Ir. Toorsilo Hartadi MSc.EE

Ir. Sudirman Palaloi MSc

Ir. Nur Rachman Iskandar

Ir. Yasmin

EDITOR

Ir. Toorsilo Hartadi MSc.EE

Page 4: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 4

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT, telah dapat disusun dan

diterbitkan Buku “Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2013” yang

memuat roadmap teknologi serta peluang untuk melakukan upaya peningkatan

efisiensi energi dan peluang penghematan energi terutama pada sektor industri

besi dan baja di Indonesia hingga tahun 2030. Buku ini sebagai tindak lanjut dari

buku sebelumnya yang berjudul “Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi

2012” mengenai peluang efisiensi energi dan penghemantan energi di Indonesia

dengan menitikberatkan pada sektor rumah tangga dan sektor industri

khususnya industri tekstil.

Pada tahun ini Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) kembali

melakukan suatu kajian perencanaan teknologi efisiensi energi yang lebih fokus

untuk industri besi dan baja. Tujuan kajian ini adalah untuk mengembangkan

suatu roadmap penerapan teknologi hemat energi pada sektor Industri besi dan

baja dengan memperhitungkan kondisi penggunaan energi saat ini, tingkat

penetrasi teknologi, tingkat kesiapan komersialisasi atau ketersediaan teknologi,

ketersediaan sumberdaya energi, biaya implementasi, serta kebijakan energi

yang ada.

Dengan mengembangkan suatu roadmap teknologi efisiensi energi, yang juga

merupakan suatu rencana aksi penerapan teknologi hemat energi, besaran

peluang penghematan energi pada industri khususnya besi dan baja dalam

jangka panjang hingga tahun 2030 bisa diketahui. Menggunakan model energi

Page 5: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 5

yang dikembangkan oleh BPPT dan keluaran Outlook Energi Indonesia 2013

sebagai referensi untuk skenario BaU (Business as Usual), estimasi peluang

peningkatan efisiensi energi pada sektor industri baja bisa diproyeksikan hingga

tahun 2030.

Hasil dari simulasi tersebut kemudian dibandingkan dengan target-target jangka

panjang yang sudah ditetapkan oleh pemerintah seperti misalnya penurunan

elastisitas energi kurang dari 1 hingga tahun 2030 dan sebagainya. Hasil kajian ini

diwujudkan dalam suatu buku yang berjudul “Perencanaan Efisiensi dan

Elastisitas Energi 2013”.

Ucapan terima kasih serta penghargaan yang tinggi kepada Tim Penyusun dan

kepada semua pihak yang telah berpartisipasi memberikan data dan informasi

dalam pembuatan buku ini. Dengan segala keterbatasan, kami menyadari bahwa

buku ini masih belum sempurna. Kami mengharapkan sumbang saran yang dapat

memberikan masukan bagi perbaikan dan penyempurnaan pada penerbitan

buku selanjutnya.

Jakarta, 4 Desember 2013

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Kepala

Dr. Ir. Marzan A. Iskandar

Page 6: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 6

RINGKASAN

Buku ini memuat antara lain informasi mengenai kondisi saat ini dari penerapan

teknologi hemat energi yang dapat digunakan pada sektor industri baja.

Teknologi hemat energi yang baru yang terkait dengan sistem tersebut juga akan

dikaji secara lebih dalam. Kajian mencakup prinsip teknologi, potensi dan

dampak penghematan energi, status, keekonomian serta tingkat penetrasi baik

untuk kondisi saat ini maupun rencana penerapannya kedepan (roadmap) dari

teknologi hemat energi yang sudah maupun yang belum diterapkan. Hasil dari

kajian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pembuat kebijakan mengenai

konservasi dan efisiensi energi khususnya tentang rencana aksi penerapan

teknologi hemat energi pada industri besi dan baja di Indonesia dalam jangka

panjang hingga tahun 2030.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah menyusun model

menggunakan piranti lunak LEAP. Dalam model LEAP, aliran energi industri besi

dan baja Indonesia digambarkan dalam suatu Sistem Energi Referensi atau

Reference Energi System (RES). Model disusun dengan berbagai skenario

instrumen pengendalian penggunaan energi, yang difokuskan pada penerapan

teknologi hemat energi di sektor industri besi dan baja. Untuk menggambarkan

besar potensi penghematan energi di industri besi dan baja, dua skenario dibuat,

skenario Base Case dan Konservasi.

Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan baja saat

ini tanpa melihat adanya kemungkinan perubahan kebijakan energi yang

mendasar pada sektor tersebut. Skenario Base Case ini merupakan dasar untuk

skenario Konservasi dalam melakukan analisis kebutuhan energi dan emisi CO2

yang terkait penggunaan energi terhadap penerapan beberapa teknologi hemat

energi di industri besi dan baja Indonesia. Skenario Konservasi merupakan

skenario dimana teknologi hemat energi yang sudah teridentifikasi dan

mempunyai peluang besar untuk diterapkan di industri besi dan baja Indonesia

Page 7: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 7

dimasukkan pada model. Hasil dari simulasi tersebut kemudian dibandingkan

dengan target-target jangka panjang yang sudah ditetapkan oleh pemerintah

seperti misalnya penurunan intensitas energi 1% per tahun hingga tahun 2025

atau penurunan elastisitas energi kurang dari 1 hingga tahun 2030.

Dari hasil kajian tersebut, diperoleh proyeksi penghematan energi dan hasil

potensi penghematan energi pada industri besi dan baja hingga tahun 2030 yang

bisa mencapai 31% atau sebesar 47,15 juta SBM. Peluang penghematan cukup

besar dibandingkan dengan jenis industri lainnya karena kondisi peralatan dan

mesin-mesin peleburan pada industri besi dan baja di Indonesia relatif sudah tua

baik dari sisi teknologinya maupun umur ekonomisnya. Total penghematan

energi non listrik (BBM, batubara dan gas bumi) di industri besi dan baja dari

tahun 2014 hingga 2030 adalah sebesar 151,4 juta SBM. Nilai ini setara dengan 2

(dua) bulan lifting minyak Indonesia yang berkisar 0,9 juta SBM per

hari.Sedangkan penghematan listrik selama periode dari tahun 2014 sampai

2030 adalah sebesar 198,4 ribu GWh. Nilai ini setara dengan 28 GW PLTU

Batubara dengan faktor kesiapan 80%.

Berdasarkan hasil smulasi dengan Skenario Konservasi, maka diperoleh potensi

reduksi CO2 dari penerapan teknologi hemat energi di sektor industri besi dan

baja pada tahun 2030 bisa mencapai 13 juta ton CO2, atau setara dengan 24,2%

dari Skenario Base Case.

Page 8: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 8

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. 4

RINGKASAN ........................................................................................................... 6

DAFTAR ISI ............................................................................................................. 8

DAFTAR TABEL..................................................................................................... 11

DAFTAR GAMBAR................................................................................................ 11

BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................... 13

1.1 Latar Belakang................................................................................................... 13

1.2 Kondisi Makro Ekonomi .................................................................................... 16

1.3 Penyediaan dan Konsumsi Energi ..................................................................... 17

1.4 Intensitas dan Elastisitas Energi Proyeksi ......................................................... 18

1.5 Proyeksi Kebutuhan Energi ............................................................................... 20

BAB 2 OVERVIEW INDUSTRI BESI DAN BAJA................................................... 24

2.1 Produksi Besi dan baja ..................................................................................... 24

2.2 Konsumsi Produk Besi dan baja Nasional ......................................................... 27

2.3 Ekspor dan Impor Produk Besi dan baja Nasional ............................................ 29

2.4 Pohon industri Besi dan Baja Nasional ............................................................. 30

2.4.1 Industri Hulu.............................................................................................. 30

2.4.2 Industri Antara .......................................................................................... 31

2.4.3 Industri Hillir.............................................................................................. 32

2.5 Pelaku Usaha Industri Besi dan Baja di Indonesia ............................................ 34

BAB 3 PERKEMBANGAN INDUSTRI DAN TEKNOLOGI BAJA DUNIA ................ 36

3.1 Permintaan Baja Dunia ..................................................................................... 36

3.2 Produksi Baja Dunia .......................................................................................... 37

3.3 Pelaku Usaha Industri Baja di Dunia ................................................................. 38

3.4 Teknologi Proses Produksi yang Berkembang di dunia .................................... 41

BAB 4 POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN TINGKAT EFFISIENSI ENERGI DIINDUSTRI BAJA ..................................................................................... 43

4.1 Proses Produksi Besi dan Baja........................................................................... 44

4.1.1 Proses Agglomerasi sintering.................................................................... 44

Page 9: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 9

4.1.2 Proses Peleburan ...................................................................................... 45

4.1.3 Proses Ladle Refining and Casting ........................................................... 46

4.1.4 Rolling dan Finishing ................................................................................. 47

4.1.5 Pembentukan Baja (Forming) ................................................................... 47

4.1.6 Finishing .................................................................................................... 47

4.2 Neraca Energi .................................................................................................... 48

4.3 Intensitas Energi................................................................................................ 50

BAB 5 PELUANG PENINGKATAN EFFISIENSI ENERGI DAN ROADMAPTEKNOLOGI DI INDUSTRI BESI DAN BAJA............................................. 52

5.1 Status Teknologi Industri Baja di indonesia ...................................................... 52

5.1.1 HYL Direct Reduced Plant .......................................................................... 53

5.1.2 SL/RN Direct Reduced Plant ...................................................................... 55

5.1.3 Electric Arc Furnace................................................................................... 56

5.1.4 Induction Furnace...................................................................................... 56

5.1.5 Ladle Refining Furnace .............................................................................. 57

5.1.6 Continuous Casting Machine .................................................................... 58

5.1.7 Rolling and Finishing ................................................................................. 60

5.2 Potensi Penerapan Teknologi hemat energi di Industri Besi dan Baja ............. 63

5.2.1 Zero reformer ............................................................................................ 63

5.2.2 Coal Based HYL Process............................................................................. 65

5.2.3 Blast Furnace (Tanur Baja) ........................................................................ 66

5.2.4 Blast Furnace Gas Recovery ...................................................................... 68

5.2.5 Hot DRI dan/atau HBI Charging untuk EAF ............................................... 69

5.2.6 Oxy-fuel Burners/Lancing.......................................................................... 70

5.2.7 Scrap Preheating ....................................................................................... 71

5.2.8 Regenerative Burner untuk Preheating Furnace....................................... 72

5.3 Model Simulasi Penggunaan Energi di Industri Baja tahun 2010 – 2030 ......... 74

5.4 Skenario Konservasi .......................................................................................... 77

Page 10: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 10

5.5 Proyeksi Penghematan Energi .......................................................................... 78

BAB 6 POTENSI PENGHEMATAN ENERGI HINGGA TAHUN 2030.................... 81

Page 11: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 11

DAFTAR TABELTabel 2.1 Produksi Baja Dunia tahun 2011 - 2012........................................................ 24Tabel 2.2Perbandingan Konsumsi Baja Mentah dan Produksi ......................................... 26Tabel 2.3 Perbandingan konsumsi Baja per kapita Indonesia dengan negara lain........... 27Tabel 2.4Pengelompokan Industri Baja Nasional ............................................................. 30Tabel 3.1Proyeksi Penggunaan Baja Dunia 2011 – 2012 (dalam juta metrik ton)............ 36Tabel 3.2 Produksi Baja Dunia........................................................................................... 37Tabel 3.3 Negara Produsen Baja di Dunia......................................................................... 38Tabel 3.4 perusahaan terbesar yang memproduksi baja di dunia.................................... 39Tabel 3.5 Produk/ Komoditi 5 Industri Baja Dunia............................................................ 40Tabel 4.1 Perbandingan Intensitas energi di beberapa negara ........................................ 50Tabel 4.2World Best Practice Intensitas Energi di Industri Baja ....................................... 51Tabel 5.1Roadmap teknologi penghematan energi di industri besi dan baja .................. 78

DAFTAR GAMBARGambar 1.1 Perkembangan Nilai dan Pertumbuhan PDB Indonesia............................ 16Gambar 1.2 Konsumsi Energi Primer Indonesia Menurut Jenis ................................... 17Gambar 1.3 Pangsa Konsumsi Energi Final Menurut Sektor (Dengan Biomasa) .......... 18Gambar 1.4 Intensitas Energi di Indonesia ................................................................... 19Gambar 1.5 Elastisitas Energi Indonesia....................................................................... 20Gambar 1.6 Proyeksi Kebutuhan Energi Final Menurut Sektor.................................... 21Gambar 2.1 Konsumsi, Produksi dan Impor Baja Nasional (Pefindo, 2011)................. 25Gambar 2.2 Konsumsi Baja Nasional berdasarkan sektor ............................................ 28Gambar 2.3 Proyeksi Konsumsi Baja Nasional (BKPM, 2011)....................................... 29Gambar 2.4 Pohon Industri Baja Nasional (Kemenperin, 2010)................................... 33Gambar 2.5 Peta Sebaran Pelaku Usaha Industri Besi dan Baja (BKPM, 2011)............ 35Gambar 3.1 Produksi dan Cadangan Bijih Besi Dunia................................................... 38Gambar 4.1 Distribusi pemakaian energi di industri baja (Kemenperin 2010). ........... 43Gambar 4.2 Proses Produksi Besi dan Baja................................................................... 44Gambar 4.3 Proses Sintering Bijih Besi ......................................................................... 45Gambar 4.4 Lay out proses peleburan bijih besi di blast furnace ................................ 46Gambar 4.5 Neraca Energi pada proses industri baja .................................................. 49Gambar 5.1 Proses HYL III ............................................................................................. 54Gambar 5.2 Proses SL/RN Rotary Kiln DRI .................................................................... 55Gambar 5.3 EAF dan Ladle Refining Furnace................................................................ 56Gambar 5.4 Induction Furnace...................................................................................... 57Gambar 5.5 Ladle Furnace dan Vacuum Degassing...................................................... 58Gambar 5.6 Continuous Casting Billet .......................................................................... 59Gambar 5.7 Hot Rolling Mill.......................................................................................... 62Gambar 5.8 Cold Rolling dan Finishing ......................................................................... 63Gambar 5.9 Blok Diagram Proses DRI (a) HYL3 dan (b) Proses Zero Reformer ............ 64Gambar 5.10 Blok diagram Coal Based HYL Process................................................... 66

Page 12: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 12

Gambar 5.11 Teknologi Blast Furnace ........................................................................ 67Gambar 5.12 Blok Diagram Hot Conveyor Transport dari Hot DRI/HBI...................... 70Gambar 5.13 Teknologi Scrap Preheating .................................................................. 72Gambar 5.14 Prinsip Kerja Regenerative Burner ........................................................ 73Gambar 5.15 Contoh aplikasi Regenerative Burner di reheating furnace .................. 74Gambar 5.16 Distribusi Pemanfaatan Energi Industri Besi dan Baja .......................... 76Gambar 5.17 Proyeksi Output Industri Besi dan Baja................................................. 77Gambar 5.18 Proyeksi Penghematan Energi Industri Besi dan baja........................... 79Gambar 5.19 Proyeksi Reduksi Emisi CO2 Industri Besi dan baja ............................... 80

Page 13: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 13

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Intensitas energi yang masih tinggi merupakan salah satu permasalahan di sektor

energi nasional yang dihadapi oleh pemerintah dewasa ini. Untuk itu pemerintah

telah mencanangkan target pengurangan intensitas energi sebesar 1% per tahun.

Namun pada praktiknya strategi penurunan intensitas energi belum dilakukan

secara sistematis dan terarah. Khususnya terkait dengan teknologi yang harus

dikembangkan dan diterapkan agar tercapai target penurunan intensitas energi

tersebut.

Kegiatan konservasi energi sebenarnya telah dimulai sejak terjadinya krisis

ekonomi beberapa tahun yang lalu terutama pada sektor industri. Kegiatan

konservasi energi menjadi sebuah pilar manajemen energi nasional yang

dituangkan dalam kebijakan pemerintah melalui Peraturan Pemerintah No. 70

Tahun 2009 tentang Konservasi Energi yang mewajibkan setiap pengguna energi

diatas 6000 ToE (Ton Oil Equivalent) per tahun untuk menerapkan manajemen

energi.Kebijakan konservasi energi tersebut bertujuan untuk meningkatkan

penggunaan energi secara efisien dan rasional tanpa mengurangi kuantitas

energi serta kenyamanan yang memang benar-benar diperlukan. Upaya

konservasi energi dapat diterapkan pada seluruh tahap pemanfaatan, mulai dari

pemanfaatan sumber daya energi sampai pada pemanfaatan akhir, dengan

menggunakan teknologi yang efisien dan membudayakan pola hidup hemat

energi.Selain hal tersebut, pada tatanan global mengenai isu perubahan iklim

yang mendesak peningkatan peran negara-negara berkembang, termasuk

Indonesia dalam penurunan emisi gas rumah kaca telah mendorong arah

pembangunan nasional yang ramah lingkungan dan menghasilkan emisi gas

rumah kaca yang lebih rendah. Upaya penerapan teknologi hemat energi dinilai

sebagai upaya penurunan emisi gas rumah kaca yang tepat dan ekonomis serta

membawa dampak langsung pada pelaku energi.Namun belum adanya standar

Page 14: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 14

teknologi hemat energi untuk bangunan dan industri yang menjadi target dari

Peraturan Pemerintah No 70 Tahun 2009 tersebut menjadi kendala terhadap

pelaksanaan regulasi tersebut. Penerapan teknologi hemat energi di bangunan

juga terkendala oleh kemampuan industri manufaktur dan industri jasa energi

(Energi Service Company) dalam menyediakan teknologi yang dimaksud serta

kesadaran pengguna energi terhadap pentingnya manajemen energi.

Penerapan teknologi efisiensi energi di Indonesia hingga saat ini masih belum

seperti yang diharapkan. Meskipun demikian beberapa jenis usaha komersial dan

industri telah melakukan usaha-usaha penghematan energi dan revitalisasi.

Secara nasional hasilnya masih belum cukup untuk meredam laju konsumsi

energi yang cukup tinggi. Dalam buku Outlook Energi Indonesia 2012 disebutkan

bahwa total konsumsi energi final Indonesia pada tahun2010 adalah sebesar

1.012 juta SBM dengan laju pertumbuhan antar tahun 2000 – 2010 sebesar

3,09% per tahun. Serta konsumsi bahan bakar di industri pada tahun 2010

mencapai 355,76 juta SBM atau 37% dari total konsumsi energi final.

Berdasarkan data tahun 2010 diatas, dengan skenario dasar laju pertumbuhan

PDB rata-rata 7,7% per tahun, maka diperkirakan kebutuhan energi pada tahun

2015 akan mencapai1270 juta SBM dan pada tahun 2030 akan terjadi

peningkatan hingga 4,3 kali lipat kebutuhan energi tahun 2010 atau sekitar 2901

juta SBM. Adapun pangsa konsumsi energi sektor industri juga terus meningkat

dari 37% pada tahun 2010 diperkirakan akan meningkat menjadi 41% pada tahun

2015 dan 43% di tahun 2030.

Berdasarkan angka-angka perkiraan diatas, maka kegiatan efisiensi dan

konservasi energi di sektor industri tidak dapat ditunda lagi. Penghematan energi

di sisi kebutuhan (penghematan pada sisi hilir) akan menjamin ketersediaan

suplai energi sekaligus menghindarkan Indonesia menjadi negara importir energi

di masa mendatang atau meningkatkan ketahanan energi nasional.

Meskipun konsumsi energi primer per kapita masih rendah, intensitas energi

primer Indonesia tergolong masih cukup tinggi apabila dibandingkan dengan

Page 15: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 15

negara-negara maju. Pada tahun 2009, intensitas energi Indonesia berkisar 0,24

KTOE/USD Konstan 2005. Sedangkan Jepang, Jerman, Thailand, dan Malaysia

pada tahun yang sama berturut-turut adalah 0,12; 0,12; 0,23; dan 0,22

KTOE/USD Konstan 2005 (IEA, 2010). Tingkat intensitas energi, yang dihitung

dengan membagi volume penggunaan energi nasional (Ton Oil Equivalent)

dengan nilai Produk Domestik Bruto (dalam USD), merupakan salah satu indeks

makro yang menyatakan seberapa efisien pemanfaatan energi di suatu negara

untuk menghasilkan nilai tambah ekonominya. Artinya, pemanfaatan energi di

Indonesia tidak produktif atau masih boros.

Berpijak pada permasalahan tersebut dan sebagai tindak lanjut dari buku

sebelumnya yang berjudul “Perencanaan Efisiensi dan Elastisitas Energi 2012”,

maka pada tahun ini Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) kembali

melakukan suatu kajian perencanaan teknologi efisiensi energi yang lebih fokus

untuk industri baja.Kajian ini bertujuan untuk mengembangkan suatu roadmap

penerapan teknologi hemat energi pada sektor Industri besi dan baja dengan

memperhitungkan kondisi penggunaan energi saat ini, tingkat penetrasi

teknologi, tingkat kesiapan komersialisasi atau ketersediaan teknologi,

ketersediaan sumberdaya energi, biaya implementasi, serta kebijakan energi

yang ada. Dengan mengembangkan roadmap teknologi efisiensi energi, yang

juga merupakan suatu rencana aksi penerapan teknologi hemat energi, potensi

peluang penghematan energi pada industri khususnya besi dan baja dalam

jangka panjang hingga tahun 2030 bisa diprediksi. Hasil dari simulasi tersebut

kemudian dibandingkan dengan target-target jangka panjang yang sudah

ditetapkan olehpemerintah seperti misalnya penurunan intensitas energi 1% per

tahun hingga tahun 2025 atau penurunan elastisitas energi kurang dari 1 hingga

tahun 2030.

Hasil kajian ini diwujudkan dalam suatu buku yang berjudul“Perencanaan

Efisiensi dan Elastisitas Energi 2013”. Buku ini memuat antara lain informasi

mengenai kondisi saat ini dari penerapan teknologi hemat energiyang dapat

Page 16: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 16

digunakan pada sektor industri baja. Teknologi hemat energi yang baru yang

terkait dengan sistem tersebut juga akan dikaji secara lebih dalam. Kajian

mencakup prinsip teknologi, potensi dan dampak penghematan energi, status,

keekonomian serta tingkat penetrasi baik untuk kondisi saat ini maupun rencana

penerapannya kedepan (roadmap) dari teknologi hemat energi yang sudah

maupun yang belum diterapkan. Hasil dari kajian ini diharapkan bisa menjadi

masukan bagi pembuat kebijakan mengenai konservasi dan efisiensi energi

khususnya tentang rencana aksi penerapan teknologi hemat energi pada

industribaja di Indonesia.

1.2 Kondisi Makro Ekonomi

Berdasarkan data BPS, pada tahun 2012 kondisi perekonomian indonesia

mengalami peningkatan jika dibandingkan dengantahun 2011, hal ini ditunjukkan

dengan peningkatan pertumbuhan PDB sekitar 6,23%. Besaran PDB Indonesia

tahun 2012 atas dasar harga konstan mencapai Rp. 2.618,1 triliun.Perkembangan

nilai PDB Indonesia dari tahun 2000 hingga 2010 dapat diilustrasikan oleh

Gambar 1.1 berikut ini:

Sumber: BPS, 2011Gambar 1.1 Perkembangan Nilai dan Pertumbuhan PDB Indonesia

(Konstan 2000)

Page 17: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 17

1.3 Penyediaan dan Konsumsi Energi

Konsumsi energi primer Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat, dari

940,04 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 1440,22 juta SBM pada 2010 (dengan

biomasa), atau meningkat rata-rata 5,6% per tahun (lihatGambar 1.2).

Sumber: Pusdatin ESDM, 2011Gambar 1.2 Konsumsi Energi Primer Indonesia Menurut Jenis

Minyak masih mendominasi bauran energi primer Indonesia, meskipun telah

terjadi penurunan. Pangsa minyak pada tahun 2010 masih berkisar 34% dengan

biomasa atau 43,12% tanpa biomasa.

Konsumsi energi final Indonesia lainnya juga terus mengalami kenaikan seiring

dengan semakin meningkatnya kegiatan ekonomi di semua sektor baik industri,

transportasi, rumah tangga dan komersial. Dengan kenaikan rata-rata per tahun

3,3% (4,5% tanpa biomasa), konsumsi energi final Indonesia pada tahun 2010

mencapai 1.081,4 juta SBM. Bahan bakar minyak masih mendominasi konsumsi

energi final Indonesia hingga tahun 2010 dengan pangsa 33,6% (45,8%, tanpa

biomasa), diikuti oleh biomasa 26,7%, batubara 12,6, gas bumi 10,7%, listrik

8,4%, dan sisanya disumbang oleh LPG, produk BBM lainnya, dan briket.

Page 18: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 18

Bila dilihat menurut sektor pengguna, telah terjadi pergeseran pangsa konsumsi

energi final pada beberapa sektor seperti sektor rumah tangga, industri dan

transportasi. Pangsa sektor rumah tangga yang pada tahun 2000 mencapai 38%,

turun menjadi 30% pada tahun 2010 (dengan biomasa). Sebaliknya sektor

industri dan transportasi naik menjadi 33% dan 23% pada tahun yang sama dari

32% dan 18% pada tahun 2000. Peningkatan konsumsi energi pada sektor

transportasi yang cukup signifikan disebabkan oleh kegiatan ekonomi yang

semakin meningkat khususnya industri manufaktur dan jasa yang berimbas pada

mobilitas barang, jasa dan individu. Sektor seperti komersial dan lainnya juga

mengalami peningkatan konsumsi meskipun dari segi pangsa relatif konstan.

Penggunaan energi bukan sebagai bahan bakar tetapi sebagai bahan baku seperti

pada industri pupuk dan petrokimia atau kilang minyak juga mengalami kenaikan

baik dari besar konsumsi maupun pangsa (lihatGambar 1.3).

Sumber: Pusdatin ESDM, 2011Gambar 1.3 Pangsa Konsumsi Energi Final Menurut Sektor (Dengan Biomasa)

1.4 Intensitas dan Elastisitas Energi Proyeksi

Hingga saat ini, konsumsi energi primer per kapita di Indonesia sebenarnya

masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya

khususnya negara maju dan negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia

Page 19: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 19

dan Thailand. Meskipun demikian, pertumbuhannya menunjukkan tren

meningkat, dari 3,25 SBM/kapita pada tahun 2000 menjadi 4,73 pada tahun 2010

(tanpa biomasa).

Intensitas energi (primer) merupakan salah satu indikator untuk melihat apakah

pemanfaatan energi di suatu negara sudah cukup produktif atau belum (boros).

Dari Gambar 1.4terlihat bahwa intensitas energi Indonesia menunjukkan adanya

peningkatan dan penurunan nilai intensitas dari tahun 2000 hingga 2004 dan

kemudian terus terjadi penurunan dan kembali naik pada tahun 2010. Hal

tersebut mengindikasikan pemanfaatan energi di Indonesia belum produktif.

Sumber: ESDM, 2011Gambar 1.4 Intensitas Energi di Indonesia

Indikator lain untuk mengetahui peranan energi dalam pembangunan adalah

elastisitas energi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan

tahap industrialisasi suatu negara. Umumnya, semakin tinggi elastisitas energi

menunjukkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan PDB semakin

besar, sebalikya, semakin rendah elastisitas energi menunjukkan jumlah energi

yang dibutuhkan untuk meningkatkan PDB semakin kecil. Dengan perkataan lain,

semakin besar elastisitas energi menunjukkan bahwa negara tersebut boros

dalam penggunaan energi, dan semakin kecil elastisitas energi berarti negara

tersebut semakin efisien memanfaatkan energinya. Elastisitas energi merupakan

rasio antara laju pertumbuhan konsumsi energi (final atau primer, tanpa

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 19

dan Thailand. Meskipun demikian, pertumbuhannya menunjukkan tren

meningkat, dari 3,25 SBM/kapita pada tahun 2000 menjadi 4,73 pada tahun 2010

(tanpa biomasa).

Intensitas energi (primer) merupakan salah satu indikator untuk melihat apakah

pemanfaatan energi di suatu negara sudah cukup produktif atau belum (boros).

Dari Gambar 1.4terlihat bahwa intensitas energi Indonesia menunjukkan adanya

peningkatan dan penurunan nilai intensitas dari tahun 2000 hingga 2004 dan

kemudian terus terjadi penurunan dan kembali naik pada tahun 2010. Hal

tersebut mengindikasikan pemanfaatan energi di Indonesia belum produktif.

Sumber: ESDM, 2011Gambar 1.4 Intensitas Energi di Indonesia

Indikator lain untuk mengetahui peranan energi dalam pembangunan adalah

elastisitas energi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan

tahap industrialisasi suatu negara. Umumnya, semakin tinggi elastisitas energi

menunjukkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan PDB semakin

besar, sebalikya, semakin rendah elastisitas energi menunjukkan jumlah energi

yang dibutuhkan untuk meningkatkan PDB semakin kecil. Dengan perkataan lain,

semakin besar elastisitas energi menunjukkan bahwa negara tersebut boros

dalam penggunaan energi, dan semakin kecil elastisitas energi berarti negara

tersebut semakin efisien memanfaatkan energinya. Elastisitas energi merupakan

rasio antara laju pertumbuhan konsumsi energi (final atau primer, tanpa

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 19

dan Thailand. Meskipun demikian, pertumbuhannya menunjukkan tren

meningkat, dari 3,25 SBM/kapita pada tahun 2000 menjadi 4,73 pada tahun 2010

(tanpa biomasa).

Intensitas energi (primer) merupakan salah satu indikator untuk melihat apakah

pemanfaatan energi di suatu negara sudah cukup produktif atau belum (boros).

Dari Gambar 1.4terlihat bahwa intensitas energi Indonesia menunjukkan adanya

peningkatan dan penurunan nilai intensitas dari tahun 2000 hingga 2004 dan

kemudian terus terjadi penurunan dan kembali naik pada tahun 2010. Hal

tersebut mengindikasikan pemanfaatan energi di Indonesia belum produktif.

Sumber: ESDM, 2011Gambar 1.4 Intensitas Energi di Indonesia

Indikator lain untuk mengetahui peranan energi dalam pembangunan adalah

elastisitas energi yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi dan

tahap industrialisasi suatu negara. Umumnya, semakin tinggi elastisitas energi

menunjukkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk meningkatkan PDB semakin

besar, sebalikya, semakin rendah elastisitas energi menunjukkan jumlah energi

yang dibutuhkan untuk meningkatkan PDB semakin kecil. Dengan perkataan lain,

semakin besar elastisitas energi menunjukkan bahwa negara tersebut boros

dalam penggunaan energi, dan semakin kecil elastisitas energi berarti negara

tersebut semakin efisien memanfaatkan energinya. Elastisitas energi merupakan

rasio antara laju pertumbuhan konsumsi energi (final atau primer, tanpa

Page 20: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 20

biomasa) dan laju pertumbuhan ekonomi (PDB). Seperti terlihat padaGambar

1.5, elastisitas energi primer Indonesia berfluktuasi dari kurang dari satu (kadang

minus) hingga lebih dari satu. Tentu saja, nilai lebih dari satu berarti laju

pertumbuhan energi lebih cepat daripada laju pertumbuhan PDB. Pada tahun

2009 dan 2010, nilai elastisitas energi Indonesia jauh diatas angka satu dengan

tren meningkat.

Sumber: diolah dari Handbook Statistik Energi & Ekonomi Indonesia 2011.

Gambar 1.5 Elastisitas Energi Indonesia

Dari indikator-indikator di atas, peluang untuk melakukan penghematan energi di

Indonesia masih cukup besar dan tanpa harus mengorbankan peningkatan

konsumsi energi yang wajar.

1.5 Proyeksi Kebutuhan Energi

Jika tanpa melakukan upaya penghematan energi dan penerapan kebijakan

energi yang terkait dengan konservasi dan efisiensi energi atau dengan kata lain

tetap menerapkan business as usual (BaU), kebutuhan energi Indonesia

diperkirakan akan meningkat terus dengan laju pertumbuhan 5% per tahun

hingga tahun 2030. Pada periode 2010-2030 permintan energi final secara

keseluruhan (termasuk biomasa rumah tangga) diperkirakan meningkat dari

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 20

biomasa) dan laju pertumbuhan ekonomi (PDB). Seperti terlihat padaGambar

1.5, elastisitas energi primer Indonesia berfluktuasi dari kurang dari satu (kadang

minus) hingga lebih dari satu. Tentu saja, nilai lebih dari satu berarti laju

pertumbuhan energi lebih cepat daripada laju pertumbuhan PDB. Pada tahun

2009 dan 2010, nilai elastisitas energi Indonesia jauh diatas angka satu dengan

tren meningkat.

Sumber: diolah dari Handbook Statistik Energi & Ekonomi Indonesia 2011.

Gambar 1.5 Elastisitas Energi Indonesia

Dari indikator-indikator di atas, peluang untuk melakukan penghematan energi di

Indonesia masih cukup besar dan tanpa harus mengorbankan peningkatan

konsumsi energi yang wajar.

1.5 Proyeksi Kebutuhan Energi

Jika tanpa melakukan upaya penghematan energi dan penerapan kebijakan

energi yang terkait dengan konservasi dan efisiensi energi atau dengan kata lain

tetap menerapkan business as usual (BaU), kebutuhan energi Indonesia

diperkirakan akan meningkat terus dengan laju pertumbuhan 5% per tahun

hingga tahun 2030. Pada periode 2010-2030 permintan energi final secara

keseluruhan (termasuk biomasa rumah tangga) diperkirakan meningkat dari

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 20

biomasa) dan laju pertumbuhan ekonomi (PDB). Seperti terlihat padaGambar

1.5, elastisitas energi primer Indonesia berfluktuasi dari kurang dari satu (kadang

minus) hingga lebih dari satu. Tentu saja, nilai lebih dari satu berarti laju

pertumbuhan energi lebih cepat daripada laju pertumbuhan PDB. Pada tahun

2009 dan 2010, nilai elastisitas energi Indonesia jauh diatas angka satu dengan

tren meningkat.

Sumber: diolah dari Handbook Statistik Energi & Ekonomi Indonesia 2011.

Gambar 1.5 Elastisitas Energi Indonesia

Dari indikator-indikator di atas, peluang untuk melakukan penghematan energi di

Indonesia masih cukup besar dan tanpa harus mengorbankan peningkatan

konsumsi energi yang wajar.

1.5 Proyeksi Kebutuhan Energi

Jika tanpa melakukan upaya penghematan energi dan penerapan kebijakan

energi yang terkait dengan konservasi dan efisiensi energi atau dengan kata lain

tetap menerapkan business as usual (BaU), kebutuhan energi Indonesia

diperkirakan akan meningkat terus dengan laju pertumbuhan 5% per tahun

hingga tahun 2030. Pada periode 2010-2030 permintan energi final secara

keseluruhan (termasuk biomasa rumah tangga) diperkirakan meningkat dari

Page 21: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 21

1.080 juta SBM pada tahun 2010 menjadi 2.973 juta SBM pada tahun 2030 atau

tumbuh rata-rata 5,2% per tahun. Pada periode tersebut pertumbuhan

permintaan energi rata-rata tahunan menurut sektor adalah sebagai berikut:

industri 7,5%, transportasi 6,5%, rumah tangga 0,3%, komersial 8,1%, lainnya

4,6%, dan untuk penggunaan non-energi (feedstock, pupuk dan EOR Duri,

Chevron) 1,3%. Dengan pertumbuhan tersebut, pada 2030 pangsa permintaan

energi final akan didominasi oleh sektor industri (45,8%), diikuti oleh transportasi

(30,5%), rumah tangga (11,2%), komersial (5,2%), lainnya (2,2%), dan non-energi

(5,1%) (Gambar 1.6).

Sumber: BPPT, 2012

Gambar 1.6 Proyeksi Kebutuhan Energi Final Menurut Sektor

Dari gambar diatas, dengan adanya program akselerasi industri di Indonesia

seperti yang diamanahkan dalam Peraturan Presiden (PerPres) Nomor 28 Tahun

2008 tentang Kebijakan Industri Nasional akan berdampak pada peningkatan

kebutuhan energi yang akan mendatang. Berdasarkan data kementerian ESDM

tahun 2012, saat ini yang mendominasi konsumsi energi terbesar di Indonesia

adalah sektor industri yang mencapai 49,4% dari total konsumsi energi nasional.

Tercatat ada 7 jenis industri yang mengkonsumsi energi besar baik untuk

digunakan sebagai bahan bakar atau digunakan sebagai bahan baku. Ketujuh

industri tersebut adalah Industri baja, industri semen, industri pupuk, industri

Page 22: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 22

keramik , industri pulp dan kertas, industri tekstil serta industri pengolahan

kelapa sawit. Jika dibandingkan dengan faktor input yang lain, biaya energi pada

tujuh (7) industri tersebut bahkan lebih besar dari biaya tenaga kerja, serta

menempati peringkat kedua setelah biaya bahan baku. Oleh karena itu, program

konservasi energi merupakan langkah yang lebih praktis dan menguntungkan bila

dilaksanakan disektor industri. Program konservasi ini juga dapat dijadikan

sebagai bagian dari implementasi pelaksanaan perpres 61 tahun 2011 tentang

Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca yang ditargetkan untuk

menurunkan emisi sebesar 1 juta TCO2e (26%) sampai dengan 5 juta TCO2e (41%)

pada tahun 2020.

Salah satu yang termasuk kedalam program akselerasi industri nasional adalah

pengembangan industri logam dasar yaitu industri besi dan baja, dimana industri

ini menjadi pilar penting dalam rangka mewujudkan visi pembangunan industri

nasional yaitu menjadi negara industri maju pada tahun 2020 dan negara industri

tangguh pada tahun 2025. Pengembangan industri logam dasar ini dapat

memberikan rangsangan positif bagi pertumbuhan sektor-sektor industri lainnya,

karena baja merupakan bahan dasar yang penting dalam pengembangan industri

dan infrastruktur bahkan sebagai peralatan penunjang dalam kehidupan sehari-

hari.

Persoalan yang dihadapi industri baja saat ini adalah masih lemah dan belum

terintegrasinya struktur industri baja di indoneisa seperti misalnya masih

tingginya impor bahan baku sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan industri

hilir dan sulitnya pasokan gas yang disertai dengan kenaikan harga energi yang

terus meningkat.Padahal, jika di sektor hulu tumbuh, maka industri hilir baja

nasional akan tumbuh dengan sendirinya seiring dengan potensi meningkatnya

pasar baja.

Energi menjadi kebutuhan yang sangat mendasar dalam pembangunan industri,

oleh karena itu penyediaan energi untuk mencapai target pertumbuhan industri

menjadi sangat penting. Saat ini di indonesia sumber energi yang masih

Page 23: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 23

banyakdigunakan adalah minyak bumi, batu bara, gas alam yang ketersediaanya

sudah semakin berkurang, sementara disisi lain pengembangan dan

pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan seperti biomassa, tenaga air,

tenaga surya dan tenaga angin masih dalam persentase yang kecil yaitu sekitar

5%. Dengan adanya program akselerasi industri nasional, maka pada tahun 2025

konsumsi energi untuk sektor industri diperkirakan akan meningkat hingga 55%

atau dengan kata lain pada tahun tersebut, sektor industri akan membutuhkan

gas alam sebanyak 1.553 juta mmbtu dan batubara sebanyak 53,71 juta ton.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah melalui PP Nomor 70 Tahun 2009

telah mengeluarkan perintah tentang konservasi energi yang mengharuskan

perusahaan pengguna energi yang mengkonsumsi lebih dari atau sama dengan

6000 TOE (Ton Oil Equivalent) per tahun wajib melakukan audit energi secara

berkala. Jika pada skenario akselerasi industri nasional tersebut sertai dengan

program effisiensi dan konservasi energi maka pada tahun 2025 kebutuhan

energi rata-rata akan menurun hingga 8,6 %, atau dengan kata lain kebutuhan

gas alam oleh sektor industri pada tahun tersebut diperkirakan sebanyak 1,491

juta mmbtu dan batubara sebanyak 33,89 juta ton.

Ketidakefisienan pemakaian energi sangat merugikan sektor industri karena

terkait dengan jumlah output yang dihasilkan serta keuntungan agregat industri.

Dampak yang lebih besar lagi adalah inefisiensi energi dalam skala massif dan

berkepanjangan dapat menyebabkan inefisiensi ekonomi melalui alokasi sumber

daya yang tidak optimal. Jika tidak segera ditangani, akan berdampak pada

sulitnya mencapai target pertumbuhan ekonomi rata-rata 7-9persen per tahun

sesuai dengan target Masterplan Percepatan danPerluasan Pembangunan

Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025.

Page 24: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 24

BAB 2 OVERVIEWINDUSTRIBESI DAN BAJA

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi nasional yang mendorong pada

peningkatan konsumsi baja, maka negara indonesia berpotensi untuk menjadi

negara dengan produksi besi dan baja terbesar di kawasan regional, dimana saat

ini Indonesia menduduki peringkat kedua sebagai negara yang mengkonsumsi

besi dan baja terbesar di ASEAN. Permintaan terhadap besi dan baja ini akan

terus meningkat seiring dengan program konektivitas infrastruktur tahun 2025

yang meliputi pembangunan jalan, pelabuhan laut dan bandara, jalan kereta api

serta pembangkit energi yang akan disinkronkan dengan koridor ekonomi

nasional.

2.1 Produksi Besi dan baja

Asosiasi Baja Dunia (World Steel Association) mencatat bahwa produksi baja

kasar (crude steel) dunia pada tahun 2012 naik sekitar 1,3 % dibanding tahun

2011 seperti terlihat dalam Tabel 2.1dibawah ini:

Tabel 2.1 Produksi Baja Dunia tahun 2011 - 2012

Wilayah Tahun 2011 Tahun 2012European Union 177.468 169.430Other Europe 37.176 37.860CIS 112.434 111.177North America 118.916 121.863South America 48.394 46.931Africa/Middle East 34.288 34.447Asia 955.208 982.711Oceania 7.248 5.805

Total 1.491.132 1.510.224Sumber: World Steel Association (2012)

Sepanjang tahun 2005 – 2010, produksi baja indonesia mencapai antar 3,5 – 5,23

juta ton per tahun dan saat ini Indonesia menempati urutan ke 36 ranking dunia

sebagai negara produsen baja. Namun demikian sampai saat ini pasar baja

Page 25: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 25

domestik masih mengalami defisit pasokan dikarenakan terjadinya over demand

baik disisi hulu maupun disisi hilir. Adanya kekurangan pasokan ini membuka

peluang masuknya baja impor dari berbagai negara seperti terlihat dalam

gambar grafik berikut ini.

Gambar 2.1 Konsumsi, Produksi dan Impor Baja Nasional (Pefindo, 2011)

Pada Tahun 2011, konsumsi baja dalam negeri diperkirakan mencapai 7,48 juta

ton, sementara kemampuan produksi bajanasional hanya 6,01 juta ton dengan

demikian untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu mengimpor baja dari

luar negeri sebanyak 2,59 juta ton.Data lain menyebutkan bahwa pada tahun

2012, permintaan baja nasional mencapai 9 – 10 juta ton, sementara kapasitas

produksi nasional hanya 6,3 juta ton, kekurangannya ini juga dipenuhi dengan

cara mengimpor baja, termasuk baja dari china.

Produsen baja terbesar di indonesia saat ini adalah PT Krakatau Steel Tbk,

dengan kapasitas produksi sebanyak 3 jutaton, ditambah lagi dengan rencana

pengoperasian PT. Krakatau Posco pada tahun 2014 yang memiliki kapasitas

produksi sebanyak 3 juta ton, serta kontribusi dari beberapa perusahaan swasta

lainnya. Maka pada tahun 2014 kebutuhan baja domestik dimungkinkan dapat

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

Konsumsi (Juta Ton)

Produksi (Ton)

Impor (Ton)

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 25

domestik masih mengalami defisit pasokan dikarenakan terjadinya over demand

baik disisi hulu maupun disisi hilir. Adanya kekurangan pasokan ini membuka

peluang masuknya baja impor dari berbagai negara seperti terlihat dalam

gambar grafik berikut ini.

Gambar 2.1 Konsumsi, Produksi dan Impor Baja Nasional (Pefindo, 2011)

Pada Tahun 2011, konsumsi baja dalam negeri diperkirakan mencapai 7,48 juta

ton, sementara kemampuan produksi bajanasional hanya 6,01 juta ton dengan

demikian untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu mengimpor baja dari

luar negeri sebanyak 2,59 juta ton.Data lain menyebutkan bahwa pada tahun

2012, permintaan baja nasional mencapai 9 – 10 juta ton, sementara kapasitas

produksi nasional hanya 6,3 juta ton, kekurangannya ini juga dipenuhi dengan

cara mengimpor baja, termasuk baja dari china.

Produsen baja terbesar di indonesia saat ini adalah PT Krakatau Steel Tbk,

dengan kapasitas produksi sebanyak 3 jutaton, ditambah lagi dengan rencana

pengoperasian PT. Krakatau Posco pada tahun 2014 yang memiliki kapasitas

produksi sebanyak 3 juta ton, serta kontribusi dari beberapa perusahaan swasta

lainnya. Maka pada tahun 2014 kebutuhan baja domestik dimungkinkan dapat

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

2007 2008 2009 2010Konsumsi (Juta Ton) 6.9 7.79 5.65 7.48

4.48 5.29 3.71 5.23

2.42 2.5 1.94 2.25

6.97.79

5.65

7.48

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 25

domestik masih mengalami defisit pasokan dikarenakan terjadinya over demand

baik disisi hulu maupun disisi hilir. Adanya kekurangan pasokan ini membuka

peluang masuknya baja impor dari berbagai negara seperti terlihat dalam

gambar grafik berikut ini.

Gambar 2.1 Konsumsi, Produksi dan Impor Baja Nasional (Pefindo, 2011)

Pada Tahun 2011, konsumsi baja dalam negeri diperkirakan mencapai 7,48 juta

ton, sementara kemampuan produksi bajanasional hanya 6,01 juta ton dengan

demikian untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka perlu mengimpor baja dari

luar negeri sebanyak 2,59 juta ton.Data lain menyebutkan bahwa pada tahun

2012, permintaan baja nasional mencapai 9 – 10 juta ton, sementara kapasitas

produksi nasional hanya 6,3 juta ton, kekurangannya ini juga dipenuhi dengan

cara mengimpor baja, termasuk baja dari china.

Produsen baja terbesar di indonesia saat ini adalah PT Krakatau Steel Tbk,

dengan kapasitas produksi sebanyak 3 jutaton, ditambah lagi dengan rencana

pengoperasian PT. Krakatau Posco pada tahun 2014 yang memiliki kapasitas

produksi sebanyak 3 juta ton, serta kontribusi dari beberapa perusahaan swasta

lainnya. Maka pada tahun 2014 kebutuhan baja domestik dimungkinkan dapat

20118.6

6.01

2.59

8.6

Page 26: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 26

dipenuhi oleh perusahaan industri baja nasional.Namun demikian permintaan

baja setiap tahunnya terus bergerak naik.

Bahan baku berupa baja mentah sangat diperlukan untuk membuat produk

akhir, kebutuhan baja mentah ini dapat dipenuhi oleh industri dalam negeri

sebanyak 70%, Sisanya 30% masih tetap diimpordari luar negeri. Pada tahun

2009, kebutuhan baja mentah dalam negeri adalah 5,5 juta ton,sedangkan

produksi baja mentah hanya 3,5 juta ton. Untuk kebutuhan baja mentah

tersebutharus mengimpor 2,5 juta ton baja mentah untuk memenuhi kebutuhan

konsumsi baja dalamnegeri dan untuk kebutuhan produk baja setengah jadi dan

produk jadi untuk diekspor kembali.

Sementara disisi lain Produksi bijih besidi dalam negerisebagai bahan baku yang

diperlukan oleh industri hulu masih sangat rendah. BKPM menyebutkan bahwa

pada tahun 2008 dari total produksi baja mentah sebesar 3,915 juta tonbaja

metah, produksi bijih besi dalam negeri hanya mampu memenuhi 100 ribu ton

pertahun.Begitu juga dengan bahan baku dari besi bekas, Indonesia masih

mengimpor dari luar negerisehingga harganya sangat dipengaruhi oleh pasar.

Tabel 2.2Perbandingan Konsumsi Baja Mentah dan Produksi

TahunKonsumsi

BajaMentah

ProduksiBaja

Mentah

ImportBaja

Mentah

ProduksiBijihBesi

ExportBijihBesi

ImportBijihBesi

ImporBesi

Bekas

2005 5,47 3,67 3,73 0,02 0,71 1,55 1,202006 5,70 3,76 3,81 0,02 0,71 1,76 1,062007 6,19 4,16 4,16 0,02 0,71 1,74 1,262008 7,09 3,92 3,92 0,10 6,51 2,30 1,902009 5,50 3,50 3,5 - 0,05 1,49 1,482010 - 3,66 - - - - 1,64

Sumber: World Steel Association

Page 27: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 27

2.2 Konsumsi Produk Besi dan baja Nasional

Jika dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara, tingkat konsumsi baja

per kapita per tahunnya , Indonesia masih ada pada kategori rendah. Pada tahun

2011, konsumsi baja per kapita per tahun negara Singapura mencapai 570,1

kg/kapita/tahun, jepang sebanyak 500,9 kg/kapita/tahun dan Korea 1077,2

Kg/kapita/tahun. Perbandingan konsumsi Baja per kapita Indonesia dengan

negara lainnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.3Perbandingan konsumsi Baja per kapita Indonesia dengan negara lainNegara Kg/Kapita/Tahun

Indonesia 37,3Malaysia 315,8Thailand 211,0Vietnam 139,8Singapura 570,1Jepang 500,9Korea 1077,2China 427,4India 54,9Amerika Serikat 267,3

Sumber: World Steel Association, 2011

Tingginya pertumbuhan sektor manufaktur dan konstruksi pada tahun 2012

mendorong kenaikan permintaan produk baja selama tahun 2012. Konsumsi baja

di indonesia pada tahun 2012 diperkirakan mencapai 11,7 juta ton dengan

tingkat pertumbuhan 7,3%. Konstribusi sektor konstruksi sebesar 80% terhadap

konsumsi baja nasional.Pembangunan jaringan pipa memiliki kontribusi sebesar

8%, sektor manufaktur, industri alat- alatmesin dan industri otomotif memiliki

kontribusi masing-masing sebesar 3%, 2% dan 1%,sedangkan 6% sisanya

merupakan kebutuhan industri lain.

Page 28: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 28

Gambar 2.2 Konsumsi Baja Nasional berdasarkan sektor

(Bank UOB Buana,2011)

Pada tahun 2020, konsumsi baja nasional diperkirakan lebih dari 17,5 juta ton.

Proyeksi tersebutdilakukan berdasarkan asumsi tingkat pertumbuhan ekonomi

rata-rata 5,8 persen per tahun danpertumbuhan kebutuhan baja rata-rata

pertahun sebesar 8,2%. Dengan jumlah total konsumsibaja nasional pada tahun

2010 sebesar 7,48 juta ton, dan pertumbuhan rata-rata konsumsi bajapertahun

sebesar 8,2%, maka dapat diproyeksikan kebutuhan baja pada tahun 2015 adalah

11,8juta ton dan 17,5 juta ton pada tahun 2020. Proyeksi itu juga dengan

mempertimbangkan productdomestic bruto (PDB) Indonesia naik menjadi

US$11.232 pada tahun 2020.

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 28

Gambar 2.2 Konsumsi Baja Nasional berdasarkan sektor

(Bank UOB Buana,2011)

Pada tahun 2020, konsumsi baja nasional diperkirakan lebih dari 17,5 juta ton.

Proyeksi tersebutdilakukan berdasarkan asumsi tingkat pertumbuhan ekonomi

rata-rata 5,8 persen per tahun danpertumbuhan kebutuhan baja rata-rata

pertahun sebesar 8,2%. Dengan jumlah total konsumsibaja nasional pada tahun

2010 sebesar 7,48 juta ton, dan pertumbuhan rata-rata konsumsi bajapertahun

sebesar 8,2%, maka dapat diproyeksikan kebutuhan baja pada tahun 2015 adalah

11,8juta ton dan 17,5 juta ton pada tahun 2020. Proyeksi itu juga dengan

mempertimbangkan productdomestic bruto (PDB) Indonesia naik menjadi

US$11.232 pada tahun 2020.

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 28

Gambar 2.2 Konsumsi Baja Nasional berdasarkan sektor

(Bank UOB Buana,2011)

Pada tahun 2020, konsumsi baja nasional diperkirakan lebih dari 17,5 juta ton.

Proyeksi tersebutdilakukan berdasarkan asumsi tingkat pertumbuhan ekonomi

rata-rata 5,8 persen per tahun danpertumbuhan kebutuhan baja rata-rata

pertahun sebesar 8,2%. Dengan jumlah total konsumsibaja nasional pada tahun

2010 sebesar 7,48 juta ton, dan pertumbuhan rata-rata konsumsi bajapertahun

sebesar 8,2%, maka dapat diproyeksikan kebutuhan baja pada tahun 2015 adalah

11,8juta ton dan 17,5 juta ton pada tahun 2020. Proyeksi itu juga dengan

mempertimbangkan productdomestic bruto (PDB) Indonesia naik menjadi

US$11.232 pada tahun 2020.

Page 29: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 29

Gambar 2.3 Proyeksi Konsumsi Baja Nasional (BKPM, 2011)

2.3 Ekspor dan Impor Produk Besi dan baja Nasional

Kondisi saat ini, hasil produksi domestik belum mampu melayani

seluruhkebutuhankonsumsi baja nasional.Jika dibandingkan dengan tahun 2009,

pada tahun 2010 telah terjadi peningkatan jumlah impor produk baja jadi dan

setengah jadi yaitu meningkat menjadi 7,05 juta ton dari jumlah tahun

sebelumnya sebanyak 5,71 juta ton. Walaupun permintaan dalam negeri untuk

semua jenis produk jadi dan produk setengah jadiini tinggi namun produsen

dalam negeri masih melakukan ekspor disebabkan tingginya harga baja dunia.

Pada umumnya pasar dalam negeri lebih banyak mengkonsumsi baja kasar, hot

rolles coils (HRC), plates, besi beton profil ringan, dan wired rod.Produk-produk

tersebut banyak digunakan untuk kebutuhan industri properti dan konstruksi.

Berdasarkan data World Steel Associationtahun 2009, produk yang diimpor oleh

Indonesia dari negara lain adalah ingot dan produk baja setengah jadi; produk

batangansebesar 765 ribu ton, produk lempengansebesar 2,28 juta tondan

produk pipasebesar 569 ribu ton.

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 29

Gambar 2.3 Proyeksi Konsumsi Baja Nasional (BKPM, 2011)

2.3 Ekspor dan Impor Produk Besi dan baja Nasional

Kondisi saat ini, hasil produksi domestik belum mampu melayani

seluruhkebutuhankonsumsi baja nasional.Jika dibandingkan dengan tahun 2009,

pada tahun 2010 telah terjadi peningkatan jumlah impor produk baja jadi dan

setengah jadi yaitu meningkat menjadi 7,05 juta ton dari jumlah tahun

sebelumnya sebanyak 5,71 juta ton. Walaupun permintaan dalam negeri untuk

semua jenis produk jadi dan produk setengah jadiini tinggi namun produsen

dalam negeri masih melakukan ekspor disebabkan tingginya harga baja dunia.

Pada umumnya pasar dalam negeri lebih banyak mengkonsumsi baja kasar, hot

rolles coils (HRC), plates, besi beton profil ringan, dan wired rod.Produk-produk

tersebut banyak digunakan untuk kebutuhan industri properti dan konstruksi.

Berdasarkan data World Steel Associationtahun 2009, produk yang diimpor oleh

Indonesia dari negara lain adalah ingot dan produk baja setengah jadi; produk

batangansebesar 765 ribu ton, produk lempengansebesar 2,28 juta tondan

produk pipasebesar 569 ribu ton.

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 29

Gambar 2.3 Proyeksi Konsumsi Baja Nasional (BKPM, 2011)

2.3 Ekspor dan Impor Produk Besi dan baja Nasional

Kondisi saat ini, hasil produksi domestik belum mampu melayani

seluruhkebutuhankonsumsi baja nasional.Jika dibandingkan dengan tahun 2009,

pada tahun 2010 telah terjadi peningkatan jumlah impor produk baja jadi dan

setengah jadi yaitu meningkat menjadi 7,05 juta ton dari jumlah tahun

sebelumnya sebanyak 5,71 juta ton. Walaupun permintaan dalam negeri untuk

semua jenis produk jadi dan produk setengah jadiini tinggi namun produsen

dalam negeri masih melakukan ekspor disebabkan tingginya harga baja dunia.

Pada umumnya pasar dalam negeri lebih banyak mengkonsumsi baja kasar, hot

rolles coils (HRC), plates, besi beton profil ringan, dan wired rod.Produk-produk

tersebut banyak digunakan untuk kebutuhan industri properti dan konstruksi.

Berdasarkan data World Steel Associationtahun 2009, produk yang diimpor oleh

Indonesia dari negara lain adalah ingot dan produk baja setengah jadi; produk

batangansebesar 765 ribu ton, produk lempengansebesar 2,28 juta tondan

produk pipasebesar 569 ribu ton.

Page 30: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 30

Indonesia tidak pernah mengekspor crude steel, dikarenakan

permintaandomestik yang masih tinggi sehingga tidak ada sisa barang bahkan

hingga defisit.

2.4 Pohon industri Besi dan Baja Nasional

Berdasarkan aliran proses dan hubungan antara bahan baku dan produk, maka

Kementerian Perindustrian menyusun strukturindustri baja yang dibagi kedalam

beberapa kelompok seperti ditunjukkan pada Tabel 2.4dan dijelaskan sebagai

berikut:

Tabel 2.4Pengelompokan Industri Baja Nasional

Sumber: Kemenperin, 2010

2.4.1 Industri Hulu

a. Pertambangan

Ketersediaan industri tambang bijih besi, pasir besi, ferro nikel, batu bara baik

untuk bahan energi maupun untuk bahan baku kokas, gas alam, mineral

penunjang seperti batu kapur dan solomit merupakan industri yang diperlukan

dalam menentukan daya saing industri baja suatu negara sebagai industri

pemasok dalam supply chain industri baja.

Pig Iron Scrap Ingot Slab Billet BloomHRC/P/

SCRCP/S

PelatBaja

BjLS

TinPlate

Galvanizing

ProfilLas

PipaBaja

Shearing/Slitting

BajaBatangan

BesiKanal

Profil Paku WireMesh

BesiBeton

KawatBeton

KawatBaja

KawatLas

Mur &Baut

PCWire

Pembuatan Finished Flat Product Pembuatan Finished Long ProductIndustri Hilir

Pembuatan Baja Kasar

Fero Nikel

Industri Antara 2

Bijih Besi

Pertambangan

Besi Spons

Penyediaan Bahan Baku

Wire Rod

Pembuatan Baja KasarIndustri Antara 1Industri Hulu

Page 31: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 31

b. Penyedia Bahan Baku

Penyedia iron making dan scrap juga merupakan kelompok yang sangat strategis

dalam menentukan daya saing industri baja suatu Negara.Scrap merupakan

material besi bekas. Secara umumterdapat dua jalur utama dalam industri

pembuatan besi dan baja.

1) Jalur pertama adalah melalui teknologi blast furnace. Jalur ini mendominasi

70% dari produksidunia. Melalui proses ini bijih besi direduksi dengan kokas

batu bara dalam sebuah tanur tiupyang tinggi. Produk dari proses ini adalah

besi cair yang kemudian dapat diproses lebih lanjutdalam tahap steel making

atau dapat dicetak yang dikenal sebagai pig iron.

2) Jalur kedua, yang merupakan alternatif industri pembuatan besi adalah jalur

pembuatan besispons. Melalui jalur ini bijih besi dalam bentuk bulk atau

pellet direduksi dengan gas pereduksi(yang berasal dari gas alam atau batu

bara). Produk dari proses ini dapat berupa besi spons atauhot briquette iron

(HBI). HBI menjadi bahan baku proses steel making selanjutnya. Jalur

inimenguasai sekitar 25% dari produksi besi dunia.

Disamping dua jalur utama di atas terdapat pula beberapa teknologi penyedia

bahan bakuindustri baja yang jumlahnya relatif kecil seperti teknologi direct

smelting, rotary kiln, dan openheart.

2.4.2 Industri Antara

a. Kelompok Industri Antara 1 : Pembuatan Baja Kasar (Crude Steel)

Kelompok ini sering dijadikan ukuran produksi industri baja di suatu negara.

Melalui prosesyang tahap akhirnya mengubah baja cair menjadi baja padat ini

dihasilkan bloom dan billetsebagai bahan baku industri baja pengolahan long

product, slab sebagai bahan baku industri pengolahan flat product dan ingot

sebagai bahan baku industri pembentukan baja lainnya.

Page 32: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 32

b. Kelompok Industri Antara 2 :Pembuatan Baja Semi Finished Product

Kelompok ini adalah tahap proses baja kasar menjadi baja produk semi finished.

Billet danbloom merupakan bahan baku untuk pembuatan produk semi finished

wire rod dan green pipe.Selanjutnya wire rod akan menjadi bahan baku berbagai

industri pengolahan long finishedproduct seperti paku, baut, mur, kawat las, PC

wire. Sedangkan green pipe akan menjadi bahanbaku industri seamless pipe

(OCTG dan Line Pipe) bagi industri migas.Sementara semi finished product di jalur

flat product adalah hot rolled coll (HRC), hot rolledplate (HRP) dan cold roll coll

(CRC). HRC merupakan bahan baku terbesar dari industripengolahan flat product

seperti konstruksi, pipa las spiral dan otomotif. Sementara CRCdigunakan sebagai

bahan baku industri peralatan rumah tangga, otomotif, dan pelapisan seng.Pelat

baja merupakan semi finished product yang digunakan sebagai bahan baku

industri pipalas longitudinal, profil dan perkapalan.

2.4.3 Industri Hillir

Produk akhir dari industri baja adalah industri pembuatan baja finished flat

product dan bajafinished long product. Jika dilihat rantai nilainya (Gambar 1.2)

menunjukkan bahwa bajamerupakan material yang diaplikasikan untuk seluruh

bentuk kebutuhan manusia. Sehingga dinegara maju, baja merupakan komponen

vital dalam perkembangan industri dan sektor yanglainnya. Untuk mengukur

tingkat kesejahteraan di sebuah negara juga dapat diukur dari tingkatkonsumsi

baja per kapita. Umumnya negara yang telah pada tataran negara maju dan

modernmemiliki tingkat konsumsi baja per kapita yang tinggi.

a. Pembuatan baja finished flat product

Kelompok ini merupakan konsumen terbesar baja dunia. Berbagai industri

pemakai diantaranyaindustri konstruksi, otomotif, pipa, profil dan pelapisan.

Sebagai media antara bahan baku HRCdan CRC dengan kebutuhan industri

Page 33: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 33

pembuatan finished product, maka dimasukkan pula dalamkelompok ini industri

jasa pemotongan dan pembentukan baja lembaran (shearing/slitting lines).

b. Pembuatan baja finished long product

Kelompok ini merupakan konsumen paling bervariasi dari industri baja. Berbagai

industripemakai diantaranya industri pembuatan baja batangan, profil, baja

konstruksi, kawat, paku, danmur/baut. Berikut merupakan kebutuhan bahan

baku (HRC dan CRC) yang berpotensi untukdijadikan komoditas unggulan:

- Rerolling memproduksi CRC untuk kebutuhan komoditas body and structure

Otomotif,Home Office Appliances, Pipe and Tube.

- General construction: profil berat dan HRC

- Otomotif: HRC dan CRC

- Home and Office Appliances

Berdasarkan pengelompokan diatas, maka Kemenperin membuat peta pohon

Industri Baja Nasional yang terdiri dari 41 jenis produksi perusahaan besi dan

baja seperti terlihat dalam gambar berikut ini:

Gambar 2.4 Pohon Industri Baja Nasional (Kemenperin, 2010)

Page 34: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 34

2.5 Pelaku Usaha Industri Besi dan Baja di Indonesia

Perusahaan industri baja dalam negeri saat ini tersebar di beberapa provinsi di

indonesia, yaitu di Banten, Jakarta, JawaBarat dan Surabaya,Sumatera Utara,

Sumatera Barat dan Kalimantan Selatan.

BKPM dalam kajiannya menuliskan bahwa penyebaran industri pendukung

berdasar wilayah dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Penyediaan Pellet Bijih Besi sampai saat ini masih seluruhnya diimpor.

Kemungkinanindustripensuplai bijih besi potensinya diperkirakan akan

berada di daerah Sumatera Barat,Bangka Belitung, Kalimantan Selatan,

Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat dan JawaBarat.

b. Penyedia Baja Slab, Billet dan Bloom sebagian besar berada di wilayah Jawa

dan sebagiankecil di Sumatra Utara seperti:

- PT. Krakatau Steel

- PT Gunung Garuda Gorup

- PT Ispat Indo

- PT Jakarta Prima Kyoe Steel

c. Penyedia baja HRC, CRC dan baja batangan juga masih banyak berada di

wilayah Jawa.

Untuk masa mendatang (future), dengan melihat potensi kebutuhan baja untuk

luar Jawa sangatbesar maka dimungkinkan pendirian Industri sejenis di luar Jawa

sangat potensial. Industripendukung untuk menyediakan baja jenis ini seperti:

- PT. Krakatau Steel

- PT Gunung Garuda Group

- PT Raja Besi

- PT Gunawan Dian Jaya

- PT Baja Marga

- PT Rajin Steel

Page 35: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 35

Gambar 2.5 Peta Sebaran Pelaku Usaha Industri Besi dan Baja (BKPM, 2011)

Page 36: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 36

BAB 3 PERKEMBANGAN INDUSTRI DAN

TEKNOLOGI BAJA DUNIA

3.1 Permintaan Baja Dunia

World Steel Associationmenjelaskan dalam laporannya ”World Steel Short Range

Outlookfor 2011 and 2012” bahwa pada tahun 2011 dan 2012 industri baja dunia

akanmengalami peningkatan permintaan sebesar 5,9% menjadi 1.359 juta metrik

ton dimana tahun sebelumnya sebesar 1.197 juta metrik ton

(13,2%).Peningkatan permintaan baja ini diperkirakan akan tumbuh lebih lanjut

sebesar 6,0%untuk mencapai rekor baru 1.441 juta metrik tonpada 2012.

Permintaan ini diperkirakan lebih banyak berasal dari negara berkembang seperti

terlihat pada Tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1Proyeksi Penggunaan Baja Dunia 2011 – 2012 (dalam juta metrik ton)

WilayahPenggunaan Tingkat

Pertumbuhan (%)2010 2011(P) 2012

(P)2010 2011

(P)2012(P)

Uni Eropa (27) 144,80 151,80 157,50 21,2 4,9 3,7Eropa Lainnya 29,60 32,80 35,20 23,8 11 7,3CIS 48,50 52,10 56,70 34,3 7,5 8,9NAFTA 110,30 122,30 130 33 10,9 6,3Amerika Selatan dan Tengah 45,80 48,80 52,8 36,4 6,60 8,3Afrika 25,90 25,10 27,4 -3,6 -3,1 9,1Timur Tengah 45,30 46,50 49,9 7,2 2,60 7,3Asia dan Oseania 833,60 879,90 931,10 8,4 5,5 5,8Dunia 1283,60 1359,20 1440,60 13,2 5,9 6Negara Ekonomi Berkembang 373,10 392 406,8 24,7 5,1 3,8Negara Kekuatan EkonomiBaru

910,50 967,20 1033,80 9,10 6,2 6,9

China 576 604,8 635 5,10 5 5AS 82,92 90,15 96,7 13 10,9 6,3BRIC 698,90 738,80 784,7 8 5,7 6,2

Page 37: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 37

WilayahPenggunaan Tingkat

Pertumbuhan (%)2010 2011(P) 2012

(P)2010 2011

(P)2012(P)

MENA 60,60 60,50 65,3 2,4 -0,1 7,9Dunia (Kecuali China) 707,60 754,50 805,6 20,70 6,6 6,8Sumber: World Steel Association, BKPM-2011

3.2 Produksi Baja Dunia

Pada tahun 2010, produksi baja dunia mengalami peningkatan sebesar 15 % dari

tahun sebelumnya yaitu mencapai 1.283 juta metrik ton, dan pada tahun 2011

produksi baja dunia diperkirakan mencapai 1.359 juta metrik ton.

Tabel 3.2 Produksi Baja Dunia

No Negara Jumlah Produksi Baja(juta metrik ton)

1 ASIA 897,92 China 626,73 Jepang 109,64 Korea Selatan 58,55 Amerika Serikat 80,66 India 68,37 Rusia 66,98 Uni Eropa 172,99 Amerika Utara 111,8

Sumber: World Steel Association, 2011

Dalam proses pembuatan baja, diperlukan bahan baku Iron ore dan coking coal.

Pada tahun 2009, tercatat ada 4 negara yang memproduksi hampir 80% dari

total 1,7 milyar ton bijih besi yang diproduksi, diantaranya adalah Australia,

China, Brazil danIndia. Keempat negara ini memiliki cadangan bijih besi yang

terbesar di dunia.

Berikut merupakan Negara-negara yang memproduksi bijih besi terbesar di dunia

danmemiliki cadangan bijih besi terbesar di dunia.

Page 38: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 38

Sumber: World Steel Association, 2011Gambar 3.1 Produksi dan Cadangan Bijih Besi Dunia

3.3 Pelaku Usaha Industri Baja di Dunia

World Steel Associationmencatat bahwa saat ini ada 50 negara lebih yang

memproduksi baja, dan saat ini negara China merupakan negara yang

memproduksi baja terbanyak dengan urutan rangking pertama yang

memproduksi 44% dari total produksi baja dunia, selanjutnya diikuti oleh jepang

dengan produksi 8% dari produksi baja dunia dan USA dengan produksi 6% dari

produksi baja dunia. Tabel berikut adalah urutan rangking negara-negara yang

penghasil baja:

Tabel 3.3 Negara Produsen Baja di Dunia

No Negara Rangking Poduksi Negara Rangking Poduksi1 China 1 626,7 Cechnia 26 5,22 Japan 2 109,6 Argentina 27 5,13 USA 3 80,5 Arab Saudi 28 54 India 4 68,3 Swedia 29 4,85 Rusia 5 66,9 Slovakia 30 4,66 Korea Selatan 6 58,4 Kazakstan 31 4,27 Jerman 7 43,8 Malaysia 32 4,18 Ukraina 8 33,4 Finlandia 33 49 Brazil 9 32,9 Rumania 34 3,7

10 Turki 10 29,1 Thailand 35 3,711 Italia 11 25,8 Indonesia 36 3,612 Taiwan 12 19,8 Vietnam 37 2,713 Meksiko 13 16,7 Luxemburg 38 2,514 Spanyol 14 16,3 Belarusia 39 2,5

Page 39: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 39

No Negara Rangking Poduksi Negara Rangking Poduksi15 Perancis 15 15,4 Venezuela 40 2,216 Kanada 16 13 Qatar 41 217 Iran 17 12 Hungaria 42 1,818 Inggris 18 9,7 Portugal 43 1,419 Polandia 19 8 Swiss 44 1,320 Belgia 20 8 Serbia 45 1,321 Afrika Selatan 21 7,6 Kolumbia 46 1,222 Australia 22 7,3 Cili 47 123 Austria 23 7,2 Peru 48 0,924 Mesir 24 6,7 Selandia Baru 49 0,925 Belanda 25 6,7 Lainnya 50 12,3

Sumber: World Steel Association, 2011

Dari negara-negara produsen baja dunia tersebut, tercatat ada 5 (lima)

perusahaan yang produksi bajanyaterbesar yaitu Arcelor Mittal, Nippon Steel, JFE

Steel Corp., Pohang Iron and Steel Company(POSCO) dan Bao Steel Co. Ltd.,

dengan urutan peringkat produksi pada tahun 2010 sebagai berikut:

Tabel 3.4 perusahaan terbesar yang memproduksi baja di dunia

No Perusahaan Jumlah Produksi

(juta ton)

1 Arcelor Mittal 98,2

2 Bao Steel Co.Ltd 37

3 POSCO 35,4

4 Nippon Steel 35

5 JFE Steel Corp 31,1

Sumber: World Steel Association, 2011

BKPM telah menginventarisir bahwa Industri besar penghasil baja tersebut pada

umumnya melakukankegiatan produksi yang terintegrasi dari hulu ke hilir

dimulai dari proses iron makingyang menghasilkan pig iron, pengolahan menjadi

baja setengah jadi (slab, billet dan bloom), prosesrolling hingga menghasilkan

baja berbentuk flat product, long product dan produk-produk bajakhusus. Kecuali

Bao Steel yang lebih memfokuskan pada pembuatan baja-baja khusus

Page 40: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 40

sepertistainless steel dan specialty alloyed-steel, dapat dilihat dalam tabel

berikut.

Tabel 3.5 Produk/ Komoditi 5 Industri Baja Dunia

No Perusahaan Produk

1 Arcelor Mittal Terintegrasi mulai dari hulu hingga ke hilir

berupa flat products, longproducts, tubular

products, stainless, automotive, dan

construction.Sebagai contoh pabrik

ArcelorMittal di Gent memproduksi

berbagai jenisbaja yang digunakan untuk

aneka keperluan, mulai dari bodi mobil,

radiator,elemen konstruksi, furnitur,

perkakas rumah tangga, peralatan di jalur

keretaapi, hingga rambu lalu lintas

2 Bao Steel Co.Ltd Industri bajanya meliputi 3 kelompok besar

yaitu : carbon steel, stainlesssteel dan

specially-alloyed steel, dengan fokus pada

high-tech dan highvalue-added steels

termasuk automotive steel, shipbuilding

steel, appliancesteel, oil pipeline steel, drill

pipe, oil well tube, high pressure boiler

steel,cold rolled silicon steel,pressure vessel

steel, food and beverage packagingsteel,

metal product processing steel, stainless

steel, high alloy steel dan jugaliving steel.

3 POSCO Terintegrasi dari hulu ke hilir dengan produk

yang dihasilkan bervariasiantara lain Hot

Page 41: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 41

No Perusahaan Produk

Rolled Steel, Steel Plate, Wire Rod, Cold

Rolled Steel,

Electrical Steel, Stainless Steel

4 Nippon Steel Terintegrasi dari hulu ke hilir mulai dari iron

making, steel making hingga kesteel product

berupa sections, flat product, tubulars,

specialty steel dansecondary steel termasuk

ke steel fabrication. Disamping itu

jugamempunyai proyek engineering and

construction, urban development,

newmaterials dan system solution.

5 JFE Steel Corp Terintegrasi dari hulu ke hilir dengan produk

yang dihasilkan bervariasiantara lain sheet,

plate, shapes, pipes, electrical sheet,

stainless steel.

Sumber: World Steel Association, 2011

3.4 Teknologi Proses Produksi yang Berkembang di dunia

Perkembangan teknologi pengolahan baja dari tahun ke tahun telah mengalami

peningkatan yang cukup pesat. Seperti teknologi EAF (electric arc furnace),

dimana dengan teknologi ini dapat meningkatkan kecepatan produksi hingga dua

kali lipat yang disertai dengan konsumsi listrik dan elektroda yang efisien.

Teknologi lainnya adalah teknologi direct smelting yang merupakan

perkembangan dari teknologi blast furnace.

Perusahaan POSCO korea telah mengembangkan teknologi Blast Furnace yang

dilengkapi dengan furnace top charging equipment, cast house, hot stove, gas

Page 42: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 42

cleaningequipment, material transportation system, pulverized coal injection

system, serta materialbalance yang dapat mengukur kebutuhan bahan baku yang

diperlukan untuk proses peleburan,seperti untuk menghasilkan 1 ton pig iron

diperlukan bahan baku sintered ore 1.403 kg, sizedore (5-50 mm) 247 kg, coke

(ukuran 25-75 mm) 432 kg, coal 53 kg, dan bahan penunjanglainnya 20 kg.

Hylsamex dari Mexico telah mengembangkan teknologi direct reduction

processyaituteknologi proses peleburan baja dengan memakai electric arc

furnace sebagai dapurpeleburannya. Teknologi peleburan baja lainnya juga telah

dikembangkan oleh FerroStaal dimana perusahaan ini mengembangkan direct

reduction plant dengan Hyl process technology sebagaimana dibangun untuk

PT.Krakatau Steel.

Jepang juga mengembangkan teknologi peleburan baja dengan proses smelting

dan reducing nickel ore (2.5% Ni, 13.2% Fe) danchromium ore (30.9% Cr, 19.3%

Fe) atau dengan sebutan teknologi Direct Iron OreSmelting (DIOS). Dios

merupakan kombinasi dariteknologi proses SRF (Smelting Reduction Furnace)

dengan RHF (Rotary Hearth Furnace).

Teknologi lainnya yang sedang dikembangkan adalah SAF(Submerged Arc

Furnace), Smelting Reduction Furnacedimana teknologi-teknologi ini dianggap

akan lebih produktif, efisien dan ekonomis jikadibandingkan dengan proses

peleburan dapur listrik EAF (Electric Arc Furnace).

Sementara itu FINMET Austria mengembangkan Direct Reduced Iron (DRI) dan

Hot Briquetted Iron (HBI) dimana teknologi memakai iron ore dengan ukuran

dibawah 12 mm(Sintered ore atau sized ore).

Page 43: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 43

BAB 4 POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN TINGKAT

EFFISIENSI ENERGI DI INDUSTRI BAJA

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pola konsumsi energi di sektor industri

telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal ini terjadi karena

transformasi struktural yang cepat dari sektor pertanian ke sektorindustri. Selain

itu pemborosan energi juga terjadi yang disebabkan oleh penggunaan mesin-

mesin tua yang relatif boros energi. Penggunaan mesin-mesin tua ini sebagai

akibat dari tingginya tingkatketergantungan industri terhadap mesin-mesin

produksi impor sehingga membuatpelaku industri tidak mampu memperbarui

mesin-mesinproduksinya. Masalah-masalah keenergian yang dihadapi oleh

industri saat ini adalah sulitnya untuk mendapatkan energi yang murah, efisien

atau ramahlingkungan.

Industri besi dan baja merupakan salah satu industri pendukung sektor

konstruksiyang padat energi dimana industri ini masuk dalam kategori industri

pengguna energi di atas 6000 TOE (setara ton minyak). Industri baja

menggunakan energi untuk proses peleburan scrap,heat treatment dan metal

forming serta proses finishing. persentase pemakaian energi terbesar adalah

untukproses peleburan sebesar 61,5%, reheating 24,2%, metal forming

(rolling)14,1%, dan untuk office 0,2%. Distribusi pemakaian energi seperti yang

telah dijelaskan diatas dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Gambar 4.1 Distribusi pemakaian energi di industri baja(Kemenperin 2010).

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 43

BAB 4 POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN TINGKAT

EFFISIENSI ENERGI DI INDUSTRI BAJA

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pola konsumsi energi di sektor industri

telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal ini terjadi karena

transformasi struktural yang cepat dari sektor pertanian ke sektorindustri. Selain

itu pemborosan energi juga terjadi yang disebabkan oleh penggunaan mesin-

mesin tua yang relatif boros energi. Penggunaan mesin-mesin tua ini sebagai

akibat dari tingginya tingkatketergantungan industri terhadap mesin-mesin

produksi impor sehingga membuatpelaku industri tidak mampu memperbarui

mesin-mesinproduksinya. Masalah-masalah keenergian yang dihadapi oleh

industri saat ini adalah sulitnya untuk mendapatkan energi yang murah, efisien

atau ramahlingkungan.

Industri besi dan baja merupakan salah satu industri pendukung sektor

konstruksiyang padat energi dimana industri ini masuk dalam kategori industri

pengguna energi di atas 6000 TOE (setara ton minyak). Industri baja

menggunakan energi untuk proses peleburan scrap,heat treatment dan metal

forming serta proses finishing. persentase pemakaian energi terbesar adalah

untukproses peleburan sebesar 61,5%, reheating 24,2%, metal forming

(rolling)14,1%, dan untuk office 0,2%. Distribusi pemakaian energi seperti yang

telah dijelaskan diatas dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Gambar 4.1 Distribusi pemakaian energi di industri baja(Kemenperin 2010).

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 43

BAB 4 POLA PENGGUNAAN ENERGI DAN TINGKAT

EFFISIENSI ENERGI DI INDUSTRI BAJA

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, pola konsumsi energi di sektor industri

telah mengalami peningkatan yang cukup signifikan, hal ini terjadi karena

transformasi struktural yang cepat dari sektor pertanian ke sektorindustri. Selain

itu pemborosan energi juga terjadi yang disebabkan oleh penggunaan mesin-

mesin tua yang relatif boros energi. Penggunaan mesin-mesin tua ini sebagai

akibat dari tingginya tingkatketergantungan industri terhadap mesin-mesin

produksi impor sehingga membuatpelaku industri tidak mampu memperbarui

mesin-mesinproduksinya. Masalah-masalah keenergian yang dihadapi oleh

industri saat ini adalah sulitnya untuk mendapatkan energi yang murah, efisien

atau ramahlingkungan.

Industri besi dan baja merupakan salah satu industri pendukung sektor

konstruksiyang padat energi dimana industri ini masuk dalam kategori industri

pengguna energi di atas 6000 TOE (setara ton minyak). Industri baja

menggunakan energi untuk proses peleburan scrap,heat treatment dan metal

forming serta proses finishing. persentase pemakaian energi terbesar adalah

untukproses peleburan sebesar 61,5%, reheating 24,2%, metal forming

(rolling)14,1%, dan untuk office 0,2%. Distribusi pemakaian energi seperti yang

telah dijelaskan diatas dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Gambar 4.1 Distribusi pemakaian energi di industri baja(Kemenperin 2010).

Page 44: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 44

4.1 Proses Produksi Besi dan Baja

Uraian proses produksi besi dan baja, mulai dari bijih besi sampai menjadibaja

profil atau baja pelat secara ringkas dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 4.2 Proses Produksi Besi dan Baja

4.1.1 Proses Agglomerasi sintering

Pada tahapan ini, bijih besi (Iron Ore) dan kokas (Coke) dipersiapkan untuk

dijadikan pelet yang siap dilebur.Proses aglomerasi ini juga dikenal dengan

proses pelletizing dimana konsentrat bijih besi atau mineral lainnya yang

berukuran halus dibentuk menjadi partikel yang berukuran antara 8 mm sampai

dengan 25 mm. Peletisasi dibuat dengan tujuan agar partikel yang berukuran

tertentu dapat memudahkan pada proses handling serta dapat diperoleh partikel

yang memiliki sifat- sifat metalurgis yang dibutuhkan. Proses pelletizing terdiri

dari 2 tahapan yaitu mixing konsentrat dan campuran binder kemudian disc

Page 45: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 45

pelletizer untuk dibuat bola-bola dengan ukuran kecil seperti terilhat pada

Gambar 4.3

Gambar 4.3 Proses Sintering Bijih Besi

4.1.2 Proses PeleburanProses peleburan dapat dilakukan dengan 2 metode teknologi yaitu dengan blast

furnace atau Electric Arc Furnace.

a. Blast Furnace (Tanur Tinggi)

Peleburan bijih besi dengan teknologi blast furnace dilakukan dengan cara

mencampur pelet (pig iron) dengan kokas (coke) dan material karbon lainnya

sebagai reagent kimia kemudian diproses dalam reaktor tanur tinggi sehingga

menjadi cairan logam. Produk yang dihasilkan pada proses ini adalah besi kasar

cair (belum ada penambahan alloy). Selanjutnya besi cair ini dimasukkan

kedalam Basic Oxygen Furnace (BOF) yang disertai dengan penambahan material

alloy. Gambar berikut ini menunjukkan layout proses peleburan di blast furnace.

Page 46: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 46

Gambar 4.4 Lay out proses peleburan bijih besi di blast furnace

b.Electric Arc Furnace (EAF)

Proses peleburan dengan menggunakan teknologi Electric Arc furnace biasanya

pelet terlebih dahulu direduksi melalui Direct Reduction Iron (DRI)Plant sehingga

menghasilkan besi spons (Fe). Panas yang diperoleh dalam arc furnace berasal

dari arus listrik AC yang dilewatkan melalui elektroda (carbon ataugraphite).

Produk yang dihasilkan dari EAF ini adalah slab.

4.1.3 Proses Ladle Refining and Casting

Setelah baja cair diproduksi di BOF atau EAF dan ditaping ke ladle, sesudah

dilakukan pemurnian (refining) maka besi cair masuk ke proses continuous

casting dimana pada tahap ini besi cair dipadatkan menjadi bentuk setengah jadi:

bloom, billet atau lembaran slab.

Page 47: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 47

4.1.4 Rolling dan Finishing

Rolling dan finishing adalah proses mengubah bentuk setengah jadi menjadi

produk baja jadi, yang akan digunakan oleh end use secara langsung atau untuk

membuat produk lanjut lainnya. Sedangkan proses finishing dapat memberikan

karakteristik produk yang penting yang meliputi: bentuk akhir, permukaan akhir,

kekuatan, kekerasan dan fleksibilitas, dan ketahanan korosi. Penelitian terkait

teknologi finishing yang saat ini berfokus pada peningkatan kualitas produk,

mengurangi biaya produksi dan mengurangi polusi.

4.1.5 Pembentukan Baja (Forming)

Pada tahapan proses ini biasanya menggunakan bahan baku bilet, bloom atau

slab.Proses rolling dan forming dapat mencakup rolling panas, rolling dingin,

forming atau forging. Dalam rolling panas baja strip, misalnya, lempeng baja

dipanaskan sampai lebih dari 1.000 oC kemudian melewati beberapa set roller.

Tekanan tinggi akan mengurangi ketebalan pelat baja sambil meningkatkan lebar

dan panjangnya. Setelah rolling panas, baja mungkin perlu dilakukan rolling

dingin pada suhu ambien untuk mengurangi ketebalan, meningkatkan kekuatan

(melalui pengerjaan dingin), dan memperbaiki permukaan. Dalam membentuk

batang, tabung, balok dan H beam dapat diproduksi dengan melewatkan baja

panas melalui rol berbentuk khusus untuk menghasilkan bentuk akhir yang

diinginkan. Dalam penempaan, baja cor dipukul dengan palu atau dye-pressed.

4.1.6 Finishing

Finishing baja dilakukan untuk memenuhi spesifikasi fisik dan visual. Proses

kerjanya meliputi heat treatment, quenching, pickling dan coating. Heat

treatment bertujuan untuk dapat memberikan berbagai kualitas atas baja

dengan mengubah struktur kristalnya. Perlakuan panas ini sering dilakukan

Page 48: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 48

setelah proses rolling dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan pada

material akibat proses pengerolan. Quenching bertujuan meningkatkan

kekerasan baja dan biasanya sering dikombinasikan dengan tempering untuk

mengurangi kerapuhan. Pickling merupakan chemical treatment, di mana baja

gulungan dibersihkan dalam penangas asam untuk menghilangkan kotoran, noda

atau kerak sebelum dilapis (coating). Dalam coating, gulungan baja lembaran

dingin dilapisi anti korosi dan untuk menghasilkan permukaan dekoratif.

4.2 Neraca Energi

Energi di industri besi dan baja digunakan untuk proses peleburan scrap baja

dengan menggunakan tungku peleburan, perlakuan panas (heat treatment)

dengan menggunakan reheating furnace, pembentukan logam (metal forming)

sepertirolling, wire drawing, ekstrusi,forging, piercing dan finishing seperti

grinding dan permesinan. Gambar berikut ini menunjukan flow proses di industri

besi dan baja beserta jenis sumber energi yang dipakai.

Page 49: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 49

Gambar 4.5 Neraca Energi pada proses industri baja

Page 50: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 50

4.3 Intensitas Energi

Dari data historis tahun 2011 pada beberapa industri yang berhasil dikumpulkan

oleh Kementerian ESDM, diperoleh informasi bahwa saat ini intensitas energi

industri baja di Indonesia sebesar 900kWh per Ton. Artinya, untuk menghasilkan

1 (satu) Ton baja diIndonesia membutuhkan energi sebesar 900 kWh. Jika

dibandingkan dengan India dan Jepang, maka angkaintensitas ini lebih tinggi

(lihat tabel). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan energi

untuk pembuatanbaja di Indonesia belum seefisien kedua negara tersebut.

Perbedaan angka intensitas ini disebabkan oleh penggunaan teknologi yang

berbeda dimana pada proses produksinya Indonesia menggunakan sponge iron,

India menggunakan blast furnace dan Jepang menggunakan scrap.

Tabel 4.1 Perbandingan Intensitas energi di beberapa negara

Negara Intensitas Energi(kWh/ton)

Jepang 350India 600Indonesia 900

Indonesia pernah melakukan audit energi di industri baja yang diprakarsai oleh

Kementerian Perindustrian di informasi bahwa kosumsi energi spesifik untuk

proses peleburan bijih besi di EAF rata-rata sebesar 902 kWh/ton. Jika angka ini

dibandingkan dengan data world best practise yang diterbitkan oleh Barkeley,

2008, untuk proses yang sama yaitu sebesar 637,3 kWh/ton, maka tergolong

boros dalam konsumsi energinya.

Tabel 4.2berikut ini adalah menunjukkan hasil best practice intensitas energi

untuk industri baja di dunia:

Page 51: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 51

Tabel 4.2World Best Practice Intensitas Energi di Industri Baja

Productionstep Process

Blast furnace-basic oxygenfurnace

Smelt reduction- basic oxygenfurnace

Direct reducediron - electric arcfurnace

Scrap-electricarc furnace

Final Primary2 Final Primary2 Final Primary2 Final Primary2

Materialpreperation

Sintering 1.9 2.2 1.9 2.2

Pelletizing 0.6 0.8 0.6 0.8

Coking 0.8 1.1

Iron making Blastfurnace 12.2 12.4

Smeltreduction 17.3 17.9

Directreducediron

11.7 9.2

Steelmaking Basicoxygenfurnace

-0.4 -0.3 -0.4 -0.3

Electric arcfurnace 2.5 5.9 2.4 5.5

Refining 0.1 0.4 0.1 0.4

Casting &rolling

Continuouscasting 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1 0.1

Hot rolling3 1.8 2.4 1.8 2.4 1.8 2.4 1.8 2.4

Sub-total 16.5 18.2 19.5 21.2 18.6 20.6 4.3 8.0

Cold rolling& finishing

Cold rolling 0.4 0.9 0.4 0.9

Finishing 1.1 1.4 1.1 1.4

Total 18.0 20.6 21.0 23.6 18.6 20.6 4.3 8.0

Alternative:Casting &rolling

0.2 0.5 0.2 0.5 0.2 0.5 0.2 0.5

Alternative total: 14.8 16.3 17.8 19.2 16.9 18.6 2.6 6.0

(dalam satuan GJ/metric ton baja)

Page 52: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 52

BAB 5 PELUANG PENINGKATAN EFFISIENSI

ENERGI DAN ROADMAP TEKNOLOGI DI INDUSTRI

BESI DAN BAJA

5.1 Status Teknologi Industri Baja di indonesia

Industri besi dan baja Indonesia menghasilkan berbagai jenis produk seperti baja

slab, baja billet, baja lembaran seperti coil, strip, dan plat, batang kawat, besi

beton dan masih banyak lagi. Secara umum hanya terdapat dua metode dalam

memproduksi baja kasar:

Proses primer: blast furnace (BF) dan basic oxygen furnace (BOF) yang

menggunakan biji besi (sinter atau pelet) sebagai bahan baku. Proses ini

sedang diimplementasikan di Indonesia khususnya di Krakatau Steel.

Proses sekunder: electric arc furnace (EAF) yang menggunakan besi bekas

(scrap), sponge, pig iron atau direct reduced iron (DRI) sebagai bahan

baku alternatif. Selain EAF, teknologi Induction Furnace juga masih

banyak digunakan di Indonesia.

Proses produksi baja di Indonesia secara umum dimulai dari pabrik besi spons.

Pabrik ini mengolah bijih besi pellet menjadi besi dengan menggunakan air dan

gas alam.

Besi yang dihasilkan kemudian diproses lebih lanjut pada Electric Arc Furnace

(EAF) di pabrik slab baja dan pabrik billet baja. Di dalam EAF besi dicampur

dengan scrap, hot bricket iron dan material tambahan lainnya untuk

menghasilkan dua jenis baja yang disebut baja slab dan baja billet.

Baja slab selanjutnya menjalani proses pemanasan ulang dan pengerolan di

pabrik baja lembaran panas menjadi produk akhir yang dikenal dengan nama

baja lembaran panas. Produk ini banyak digunakan untuk aplikasi konstruksi

kapal, pipa, bangunan, konstruksi umum, dan lain-lain. Baja lembaran panas

Page 53: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 53

dapat diolah lebih lanjut melalui proses pengerolan ulang dan proses kimiawi di

pabrik baja lembaran dingin menjadi produk akhir yang disebut baja lembaran

dingin. Produk ini umumnya digunakan untuk aplikasi bagian dalam dan luar

kendaraan bermotor, kaleng, peralatan rumah tangga, dan sebagainya.

Sementara itu, baja billet mengalami proses pengerolan di Pabrik Batang Kawat

untuk menghasilkan batang kawat baja yang banyak digunakan untuk aplikasi

senar piano, mur dan baut, kawat baja, pegas, dan lain-lain.

Berikut ini adalah beberapa teknologi yang sudah ada dan sedang dikembangkan

di Indonesia:

5.1.1 HYL Direct Reduced Plant

PT. Krakatau Steel sebagai satu-satunya pabrik baja terintegrasi di Indonesia

sejak tahun 1989 memproduksi besi spon (pig iron) sebagai bahan baku

pembuatan baja kasar (crude steel). Teknologi yang digunakan bersifat

konvensional yaitu yang menggunakan bahan baku besi pelet dan bahan reduksi

gas alam. Kapasitas produksi besi spon saat ini adalah 2,3 juta ton/tahun.

Pabrik besi spons (Direct Reduced Plant) menerapkan teknologi berbasis gas alam

dengan proses reduksi langsung menggunakan teknologi Hyl dari Meksiko. Pabrik

ini menghasilkan besi spons (Fe) dari bahan mentahnya berupa pellet bijih besi

(Fe2O3 and Fe3O4), dengan menggunakan gas alam (CH4) dan air (H2O).

DR Plant memiliki 2 (dua) buah unit produksi dan menghasilkan 2,3 juta ton besi

spons per tahun. Unit produksi yang pertama yaitu Hyl Unit I mulai beroperasi

tahun 1979. Unit ini beroperasi dengan menggunakan 4 modul batch process

dimana setiap modulnya mempunyai 2 (dua) buah reaktor. Unit ini memiliki

kapasitas produksi sebesar 1.000.000 ton besi spons per tahun.

Unit produksi yang kedua yaitu Hyl Unit III memulai operasinya pada tahun 1994

dengan menggunakan 2-shafts continuous process. Unit ini memiliki kapasitas

produksi sebesar 1.300.000 ton besi spons per tahun. Gambar V.1 menunjukkan

Page 54: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 54

proses pebuatan besi dari teknologi HYL Unit III dimana hasil produknya berupa

besi spons diumpan ke EAF untuk dilebur.

Intensitas energi untuk proses pembuatan besi spons pada teknologi direct

reduced iron adalah berkisar 11,7 GJ/ton besi spons.

Sumber: nova-gas.blogspot.com

Gambar 5.1 Proses HYL III

Besi spons yang dihasilkan oleh pabrik ini memiliki keunggulan dibanding sumber

lain terutama disebabkan karena rendahnya kandungan residual. Sementara itu

tingginya kandungan karbon menyebabkan proses di dalam Electric Arc Furnace

(EAF) menjadi lebih efisien dan proses pembuatan baja menjadi lebih akurat.

Lebih lanjut hal tersebut menjamin konsistensi kualitas produk baja yang

dihasilkan.

Page 55: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 55

5.1.2 SL/RN Direct Reduced Plant

PT Krakatau Steel dan PT Aneka Tambang bekerjasama mendirikan pabrik

pengolahan bijih besi menjadi besi spons di Batulicin, Kalimantan Selatan yang

berkapasitas 315.000 ton besi spons dengan menggunakan teknologi SL/RN

direct reduction. Teknologi proses reduksi ini berbasis rotary kiln. Umpan bijih

besi dipanaskan awal hingga 1800 oF dengan aliran gas yang berlawanan yang

mengandung batubara, char daur ulang dan flux seandainya ada unsur sulfur

pada batubara. Zona pemanasan awal harus 40 – 50% dari panjang total kiln.

Proses reduksi dimulai ketika suhu mencapai 1650 oF. Padatan dikeluarkan dari

pendingin rotary dengan suhu 200 oF. Material yang telah dingin dipisahkan oleh

separator screen dan magnetic.

Konsumsi energi untuk proses pembuatan besi spons pada teknologi direct

reduced ironini adalah berkisar 800 kg batubara/ton besi spons

Gambar 5.2 Proses SL/RN Rotary Kiln DRI

Page 56: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 56

5.1.3 Electric Arc Furnace

Electric Arc Furnace menghasilkan baja cair dari bahan baku berupa besi spons

(sponge iron), iron scrap dan kapur (lime) untuk mengontrol kandungan fosfor

dan sulfur.Dalam tanur listrik (EAF) campuran tersebut dilebur melalui busur

listrik antara katoda dan satu (untuk DC) atau tiga (untuk AC) anoda. Anoda

dapat ditempatkan tepat di atas tanur atau menjadi terendam di dalamnya.

Elektroda terbuat dari karbon dan terkonsumsi selama operasi. Dalam proses

EAF, kombinasi DRI dan pig iron diproses untuk menghasilkan baja dengan

kandungan karbon antara 0,02 persen sampai 2 persen berat. EAF memerlukan

energi sebesar 2,5 GJ/ton baja.

Sumber: www.hindawi.com

Gambar 5.3 EAF dan Ladle Refining Furnace

5.1.4 Induction Furnace

Selain Electric Arc Furnace, masih banyak industribesi dan baja di Indonesia yang

menggunakan Induction Furnace khususnya yang kapasitas produksinya kecil.

Induction furnace adalah tungku listrik dimana panas diterapkan dengan

pemanasan induksi logam. Keuntungan dari tungku induksi adalah proses

Page 57: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 57

peleburan hemat energi, bersih dan mudah dikendalikan dibandingkan dengan

cara peleburan logam yang lain. Karena tidak ada busur atau pembakaran

digunakan, suhu material tidak lebih tinggi dari yang dibutuhkan untuk

mencairkan besi. Ini dapat mencegah hilangnya elemen paduan berharga. Salah

satu kelemahan utama dari tungku induksi dalam pengecoran adalah kurangnya

kapasitas penyulingan, bahan muatan harus bersih dari produk oksidasi dan

beberapa komposisi dan elemen paduan yang dikenal mungkin hilang akibat

oksidasi (dan harus kembali ditambahkan ke lelehan). Konsumsi energi spesifik

dari induction furnace berkisar 625 –650 kWh/Mt

Gambar 5.4 Induction Furnace

5.1.5 Ladle Refining Furnace

Setelah baja cair diproduksi di EAF kemudian ditaping ke ladle untuk dilakukan

pemurnian (refining). Aktivitas utama di dalam ladle furnace adalah:

menurunkan kandungan oksigen dalam baja dengan menggunakan

aluminium;

homogenisasi temperatur dan komposisi kimia dengan bubbling Argon;

dan

Page 58: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 58

menambahkan alloy untuk mendapatkan spesifikasi yang diinginkan.

Gambar 5.5 Ladle Furnace dan Vacuum Degassing

RH-degasser diperlukan untuk memenuhi permintaan produk baja high-grade

dari konsumen.

5.1.6 Continuous Casting Machine

Besi cair masuk ke proses continuous casting dimana pada tahap ini besi cair

dipadatkan menjadi bentuk setengah jadi: bloom, billet atau lembaran slab.Baja

slab diperoleh dari proses pencetakan kontinyu tersebut dimana perlindungan

dengan menggunakan gas argon diperlukan antara ladle dan tundish. Ukuran

slab yang dihasilkan mempunyai ketebalan 200mm, lebar 800 – 2.080mm dan

panjang maksimum 12.000mm.

Baja billet diperoleh dari proses pencetakan kontinyu (continuous casting)

dimana perlindungan dengan menggunakan gas argon diperlukan antara ladle

dan tundish. Ukuran billet yang dihasilkan adalah 110x110mm 120x120mm;

Page 59: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 59

130x130mm dan panjang maksimum mencapai 12.000 mm. Konsumsi energi

untuk proses continuous casting adalah berkisar 0,1 GJ/ton.

Gambar 5.6 Continuous Casting Billet

Instalasi Slab Baja (Slab Steel Plant) yang dimiliki Krakaktau Steel memiliki

kapasitas produksi sebesar 1.800.000 ton per tahun yang terbagi menjadi dua

unit pabrik:

SSP I : 1.000.000 ton

SSP II : 800.000 ton

Sedangkan untuk billet Baja (Billet Steel Plant), kapasitas produksi yang dimiliki

Krakatau Steel sebesar 675.000 ton per tahun.

Page 60: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 60

5.1.7 Rolling and Finishing

Rolling dan finishing adalah proses mengubah bentuk setengah jadi menjadi

produk baja jadi, yang akan digunakan oleh end user secara langsung atau untuk

membuat produk lanjut lainnya. Sedangkan proses finishing dapat memberikan

karakteristik produk yang penting yang meliputi: bentuk akhir, permukaan akhir,

kekuatan, kekerasan dan fleksibilitas, dan ketahanan korosi. Penelitian terkait

teknologi finishing yang saat ini berfokus pada peningkatan kualitas produk,

mengurangi biaya produksi dan mengurangi polusi.

5.1.7.1 Rolling and Forming

Rolling dan forming baja setengah jadi (slab, billet atau mekar) adalah

membentuk mekanik baja untuk mencapai bentuk dan sifat mekanik yang

diinginkan.

Proses rolling dan forming dapat mencakup rolling panas, rolling dingin, forming

atau forging. Dalam rolling panas baja strip, misalnya, lempeng baja dipanaskan

sampai lebih dari 1.000 oC kemudian melewati beberapa set roller. Tekanan

tinggi akan mengurangi ketebalan pelat baja sambil meningkatkan lebar dan

panjangnya. Setelah rolling panas, baja mungkin perlu dilakukan rolling dingin

pada suhu ambien untuk mengurangi ketebalan, meningkatkan kekuatan

(melalui pengerjaan dingin), dan memperbaiki permukaan. Dalam membentuk

batang, tabung, balok dan H beam dapat diproduksi dengan melewatkan baja

panas melalui rol berbentuk khusus untuk menghasilkan bentuk akhir yang

diinginkan. Dalam penempaan, baja cor dipukul dengan palu atau dye-pressed.

Pabrik Baja Lembaran Panas (Hot Strip Mill) yang ada di Krakatau Steel

mempunyai kapasitas produksi sebesar 2.000.000 ton per tahun.Energi yang

dikonsumsi pada fasilitas ini umumnya berkisar 1,8 GJ/ton. Konfigurasi fasilitas

produksi pada pabrik ini terdiri dari:

Reheating Furnace

Sizing Press

Page 61: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 61

Roughing Mill

Finishing Mill

Laminar Cooling

Down Coiler

Shearing Line

Hot Skin Pass Mill

Pabrik Baja Lembaran Dingin terdiri dari unit-unit produksi (Line) sebagai berikut:

Continuous Pickling Line

Tandem Cold Mill

Electrolytic Cleaning Line

Batch Annealing Furnace

Continuous Annealing Line

Temper Mill

Finishing Line

Pabrik Baja Lembaran Dingin (Cold Rolling Mill) di Krakatau Steel memiliki

kapasitas produksi sebesar 650.000 ton per tahun. Intensitas energi instalasi ini

umumnya berkisar 0,4 GJ/ton.

Selain hot rolling dan cold rolling, Krakatau Steel mempunyai fasilitas pabrik baja

batang kawat (Wire Rod Mill). Saat ini fasilitas produksi yang dimiliki oleh pabrik

Batang Kawat adalah:

Reheating Furnace

Pre-roughing Mill

Roughing Mill

Finishing Mill

Cooling Zone

Down Coiler

Page 62: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 62

Pabrik Batang Kawat (Wire Rod Mill) memiliki kapasitas produksi sebesar 450.000

ton per tahun.

Sumber: www.ssab.com

Gambar 5.7 Hot Rolling Mill

5.1.7.2 Finishing

Finishing baja dilakukan untuk memenuhi spesifikasi fisik dan visual. Proses

kerjanya meliputi heat treatment, quenching, pickling dan coating. Heat

treatment bertujuan untuk dapat memberikan berbagai kualitas atas baja

dengan mengubah struktur kristalnya. Perlakuan panas ini sering dilakukan

setelah proses rolling dengan tujuan untuk mengurangi ketegangan pada

material akibat proses pengerolan. Quenching bertujuan meningkatkan

kekerasan baja dan biasanya sering dikombinasikan dengan tempering untuk

mengurangi kerapuhan. Pickling merupakan chemical treatment, di mana baja

gulungan dibersihkan dalam penangas asam untuk menghilangkan kotoran, noda

atau kerak sebelum dilapis (coating). Dalam coating, gulungan baja lembaran

dingin dilapisi anti korosi dan untuk menghasilkan permukaan dekoratif.

Konsumsi energi untuk finishing berkisar 1,1 GJ/ton.

Page 63: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 63

Sumber: www.ssab.com

Gambar 5.8 Cold Rolling dan Finishing

5.2 Potensi Penerapan Teknologi hemat energi di Industri Besi dan Baja

Beberapa teknologi hemat energi yang layak diterapkan di Industri Besi dan Baja

antara lain:

5.2.1 Zero reformer

Bahan baku besi yang digunakan di proses peleburan baja adalah besi spons yang

diperoleh salah satunya melalui proses reduksi pelet-pelet biji besi (Fe2O3)

menjadi Direct Reduction Iron (DRI). Selama ini teknologi yang digunakan untuk

proses reduksi biji besi tersebut berbasis gas alam dengan menggunakan proses

HYL, di mana proses reduksi dilakukan di dalam tungku HYL Furnace yang berupa

moving bed shaft reaktor yang beroperasi pada tekanan yang relatif tinggi di

atas12 bar. Di dalam tungku tersebut besi oksida (Fe2O3) direduksimenggunakan

gas H2 yang dialirkan secara counter flow.Gas H2sendiri dihasilkan dari proses

steam reforming gas alam (CH4) di dalam reaktor reformer. Di sini energi yang

dibutuhkan sangat besar, karena proses steam reformer adalah proses

Page 64: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 64

endotherm yang membutuhkan pemanasan dari hasil pembakaran gas alam,

selain itu setelah proses reformer dilakukan quenching untuk membersihkan

kotoran dan impurities yang dihasilkan setelah proses. Sehingga secara

keseluruhan kebutuhan gas alam mencapai 3,3 Gkal/ton-DRI

(a) Proses HYL 3

(b) Proses Zero Reformer

Gambar 5.9 Blok Diagram Proses DRI (a) HYL3 dan (b) Proses Zero Reformer

Page 65: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 65

Teknologi zero reformer menghilangkan proses steam reformer dan memasukkan

langsung natural gas yang sudah melewati proses humidifikasi (penambahan

H2O) ke dalam Gas Heater sebelum masuk ke dalam reaktor HYL (Gambar 5.1).

Dengan demikian tidak diperlukan proses quenching, karena produk proses

reform yang panas dapat langsung diumpan ke dalam reaktor HYL untuk

mereduksi biji besi dan menghasilkan DRI. Dengan proses demikian, konsumsi

gas alam dapat ditekan hingga menjadi 2,45 Gkal/ton-DRI.

5.2.2 Coal Based HYL Process

Teknologi ini menggunakan Reaktor HYL berikut sistem pendukung dan prinsip-

prinsip operasi yang sama seperti proses HYL berbasis gas,akan tetapi biji besi

diumpankan dari atas dan direduksi menggunakan gas H2 dan CO hasil gasifikasi

batu bara. Gas reduktor yang diproduksi dalam gasifier batubara sarat debu dan

mengandung CO2, H2O dan zat-zat pengotor lainnya. Gas tersebut kemudian

dibersihkan dan didinginkan dalam serangkaian cyclone untuk memisahkan H2O,

CO2 dan Sulfur. Dengantidak menggunakan gas alam untuk karburisasi dari DRI,

produk besi cair memiliki kandungan karbon yang lebih rendah sekitar 0,4%.

Reaktor HYL dirancang untuk bekerja dengan gas reduktor dengan kandungan H2

tinggi, sedangkan gas dari gasifier mengandung sejumlah besar CO,

sehinggadiperlukan reaktor tambahan(shift reactor) untuk mengubah CO

menjadi H2 dengan reaksi CO + H2O ---> CO2 + H2. Reaktor inidipasang sebelum

sistem CO2removal. Suhu dan tekanan gas ini kemudian diatur sebelum injeksi ke

dalam reaktor.

Mirip dengan proses HYL berbasis gas, tungku gas atas didinginkan dan

dibersihkan dan CO2 yang akan dihapus dan kemudian didaur ulang ke dalam

mengurangi sirkuit gas.

Energi, Biaya, Lingkungan dan keuntungan lain:

• Tidak perlu untuk batubara kokas dan coke

• Tidak perlu untuk gas alam

• Penggunaan batubara kualitas rendah

Page 66: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 66

• Produksi panas DRI yang dapat dibebankan pada EAF dengan

penghematan energi yang signifikan

• Manfaat lingkungan dibandingkan dengan Ledakan Furnace rute

Gambar 5.10 Blok diagram Coal Based HYL Process

5.2.3 Blast Furnace (Tanur Baja)

Teknologi Blast Furnace (Tanur Baja), sebenarnya bukan teknologi baru. Berbeda

dengan rute peleburan baja berbasis Gas Alam sebagaimana digunakan di

Krakatau Steel selama ini, teknologi ini menggunakan bahan bakar batubara

dalam bentuk kokas di mana di dalam tungku blast furnace, kokas tersebut

sekaligus digunakan sebagai reduktor untuk bijih besi menjadi besi cair yang

untuk selanjutnya diolah di Balance Oxygen Furnace (BOF) untuk dimurnikan

menjadi baja cair yang siap untuk dicetak melalui Continous Casting Machine

(CCM).

Page 67: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 67

1: Iron ore + Calcareous sinter2: coke3: conveyor belt4: feeding opening, with a valve thatprevents direct contact with the internalparts of the furnace5: Layer of coke6: Layers of sinter, iron oxide pellets, ore,7: Hot air (around 1200°C)8: Slag9: Liquid pig iron

10: Mixers11: Tap for pig iron12: Dust cyclon for removing dust fromexhaust gasses before burning them in 1313: air heater14: Smoke outlet (can be redirected tocarbon capture & storage (CCS) tank)15: feed air for Cowper air heaters16: Powdered coal17: cokes oven18: cokes bin19: pipes for blast furnace gas

(sumber: Wikipedia)

Gambar 5.11 Teknologi Blast Furnace

Secara keseluruhan proses didalam tanur baja adalah adalah untuk

mengkonversi oksida besi menjadi besi cair yang disebut "logam panas" (hot

metal). Blast furnace memiliki ukuran yang sangat besar, terbuat dari plat baja

yang dilapisi dengan bata tahan api, di mana bijih besi, kokas dan batu kapur

diumpan dari atas tungku, dan dipanaskan melalui udara panas yang ditiupkan

melalui bagian bawah tanur. Bahan baku tanur tersebut membutuhkan 6 sampai

8 jam untuk turun ke bagian bawah tungku sembari melewati serangkaian reaksi

di dalamnya, sampai akhirnya mereka menjadi produk akhir berupa terak (slag)

cair dan besi cair. Produk-produk cair tersebut dikeluarkan dari bawah tungku

Page 68: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 68

secara periodik. Panas udara yang ditiup ke bagian bawah tungku naik ke atas

dalam 6 sampai 8 detik setelah melalui berbagai reaksi kimia. Begitu tanur

dinyalakan, tungku ini akan terus beroperasi hingga 4-10 tahun dengan waktu

berhenti yang sangat singkat untuk melakukan pemeliharaan rutin.

Tanur-tanur baja modern dilengkapi dengan berbagai modifikasi untuk

meningkatkan efisiensi proses dan menghemat penggunaan energinya. Di

antaranya dengan menggunakan expert system untuk sistem kendalinya,

memanfaatkan pulverized coal untuk pengganti kokas, pemanfaatan top gas

recovery turbin dan sebagainya.

Proses peleburan menggunakan tanur baja memiliki banyak kelebihan

dibandingkan dengan teknologi berbasis gas alam, khususnya untuk pabrik baja

terintegrasi dengan skala besar. Dilihat dari konsumsi energinya, untuk proses

produksi baja terintegrasi mulai dari material preparation, iron making dan steel

making, proses menggunakan blast furnace dan basic oxygen furnace

mengkonsumsi energi sekitar 16,5 GJ/ton-steel (LBNL, 2010). Angka tersebut

lebih hemat energi dibandingkan dengan proses menggunakan Direct Reduction

dan ElectricArc Furnace yang mengkonsumsi energisekitar 18,6 GJ/ton-steel.

Beberapa kelebihan lain menggunakan hot metal produk dari blast furnace

diantaranya adalah sebagai berikut (Ketut, 2013):

a. Menurunkan konsumsi listrik sebesar 170 kWh/t-baja cair

b. Menurunkan konsumsi elektroda sebesar 1.3 kg/t-baja cair

c. Meningkatkan produksi slab sebesar 475 rb ton per tahun

d. Memanfaatkan bahan baku lokal seperti biji besi dan batubara yang

memberikan jaminan ketersediaan dan harga yang lebih baik

e. Meningkatkan fleksibilitas pemakaian energi dan bahan baku yang akan

mengurangi ketergantungan terhadap gas alam dan pelet biji besi untuk

kualitas DR.

5.2.4 Blast Furnace Gas Recovery

Gas-gas produk samping keluaran dari Blast Furnace atau yang disebut dengan

Blast Furnace Gas (BFG) rata-rata masih memiliki nilai kalor sekitar 750kkal/NM3.

Page 69: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 69

Gas-gas tersebut dapat dimanfaatkan untuk proses pembakaran di dalam pabrik

untuk mengurangi penggunaan bahan bakar utama, misalnya sebagai bahan

bakar pembangkit listrik. Biasanya gas hasil daur ulang dari Blast Furnace ini

dicampur dengan gas-gas hasil daur ulang proses lainnya, seperti Coke Oven Gas

(COG), Basic Oxygen Furnace Gas, untuk ditingkatkan nilaik kalornya sebelum

digunakan untuk proses pembakaran. Sebagai ilustrasi, pemanfaatan BFG dan

COG sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik di pabrik KS saja dapat

menurunkan emisi CO2 sampai dengan 132 ribu t-CO2/thn.

5.2.5 Hot DRI dan/atau HBI Charging untuk EAF

Penggunaan Direct Reduction Iron (DRI) dan/atau Hot Bricquetting Iron (HBI)

sebagai bahan baku untuk proses peleburan baja di Electric Arc Furnace (EAF)

beberapa tahun terakhir meningkat secara substansial, dengan produksi global

sekarang lebih dari 65 juta ton per tahun. Produksi DRI dunia,mayoritas diproses

menggunakan unit reduksi berbasis gas alam, dan hanya sebagian kecil

diproduksi menggunakan proses berbasis batu bara.Dalam beberapa tahun

terakhir sebagian besar unit produksi DRI yang digunakan untuk proses

sendiri,dimodifikasi menjadi pengisian Hot DRI/HBI ke EAF pada suhu di kisaran

600°C. Dengan demikian dapat menghemat proses pemanasan pada proses

selanjutnya di EAF. DRI yang panas dapat diumpankan langsung ke EAF dengan

menggunakan salah satu dari 4 metode, yaitu: (1) transportasi Pneumatic, (2)

transportasi dengan conveyor elektro-mekanik, (3) memanfaatkan gravitasi dari

posisi reaktor dan (4) tansportasi dalam botol terisolasi.

Pengisian DRI panas pada suhu sampai 600°C dapat mengurangi konsumsi energi

untuk peleburan baja sekitar 150 kWh/t baja mentah (>0,5 GJ/ton). Keuntungan

lain yang didapat melalui proses ini, di antaranya: peningkatan produktivitas,

peningkatan terak berbusa dan peningkatan kadar karbon dalam umpan

Page 70: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 70

Gambar 5.12 Blok Diagram Hot Conveyor Transport dari Hot DRI/HBI

5.2.6 Oxy-fuel Burners/Lancing

Oxy-fuel Burner/lancing dapat diinstal dalam EAFs untuk mengurangi konsumsi

listrik dengan menggantikan listrik dengan oksigen dan bahan bakar hidrokarbon.

Teknologi ini dapat mengurangi konsumsi energi karena:

• Mengurangi beban panas, yang menyimpan 2-3 kwh/ton/menit holding time

• Peningkatan perpindahan panas selama periode pemurnian

• meningkatkan efisiensi penggunaan oksigen dan karbon saat disuntikkan

Sekalipun demikian diperlukan perawatan yang benar-benar teliti untuk

menggunakan oxy-fuel burner secara benar. Jika tidak hati-hati, total konsumsi

energi dan gas rumah kaca sebaliknya justru akan meningkat.

Keuntungan yang diperoleh dari teknologi ini adalah:

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 70

Gambar 5.12 Blok Diagram Hot Conveyor Transport dari Hot DRI/HBI

5.2.6 Oxy-fuel Burners/Lancing

Oxy-fuel Burner/lancing dapat diinstal dalam EAFs untuk mengurangi konsumsi

listrik dengan menggantikan listrik dengan oksigen dan bahan bakar hidrokarbon.

Teknologi ini dapat mengurangi konsumsi energi karena:

• Mengurangi beban panas, yang menyimpan 2-3 kwh/ton/menit holding time

• Peningkatan perpindahan panas selama periode pemurnian

• meningkatkan efisiensi penggunaan oksigen dan karbon saat disuntikkan

Sekalipun demikian diperlukan perawatan yang benar-benar teliti untuk

menggunakan oxy-fuel burner secara benar. Jika tidak hati-hati, total konsumsi

energi dan gas rumah kaca sebaliknya justru akan meningkat.

Keuntungan yang diperoleh dari teknologi ini adalah:

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 70

Gambar 5.12 Blok Diagram Hot Conveyor Transport dari Hot DRI/HBI

5.2.6 Oxy-fuel Burners/Lancing

Oxy-fuel Burner/lancing dapat diinstal dalam EAFs untuk mengurangi konsumsi

listrik dengan menggantikan listrik dengan oksigen dan bahan bakar hidrokarbon.

Teknologi ini dapat mengurangi konsumsi energi karena:

• Mengurangi beban panas, yang menyimpan 2-3 kwh/ton/menit holding time

• Peningkatan perpindahan panas selama periode pemurnian

• meningkatkan efisiensi penggunaan oksigen dan karbon saat disuntikkan

Sekalipun demikian diperlukan perawatan yang benar-benar teliti untuk

menggunakan oxy-fuel burner secara benar. Jika tidak hati-hati, total konsumsi

energi dan gas rumah kaca sebaliknya justru akan meningkat.

Keuntungan yang diperoleh dari teknologi ini adalah:

Page 71: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 71

• Penghematan listrik sebesar 0,14 GJ/ton baja mentah, dengan penghematan

yang bervariasi antara 2,5-4,4 kWh/Nm3-injeksi-oksigen, dimana rata-rata

konsumsi oksigen sebesar 18 Nm3/ton

• Injeksi gas alam sebesar 10 scf/kWh (0.3m3/kWh) dengan tingkat injeksi

umum 18 Nm3/ton menghasilkan penghematan 20-40 kWh/t-baja cair.

• Biaya investasi (Capital Cost)untuk melakukan retrofit sekitar $4,80 per ton

baja mentah untuk EAF dengan kapasitas produk 110 ton.

• Peningkatan distribusi panas menyebabkan berkurangnya waktu tap-to-tap

sekitar 6%, yang menghasilkan penghematan biaya tahunan sebesar

$4.0/ton.

• Pengurangan kandungan nitrogen dalam baja, yang mengarah ke

peningkatan kualitas produk

5.2.7 Scrap Preheating

Scrap preheating adalah teknologi yang dapat mengurangi konsumsi daya EAF

melalui pemanfaatan panas buang dari tungku untuk memanaskan scrap yang

diumpan. Panas yang keluar dari EAF bersama gas buang akan diserap scrap

preheater untuk memanaskan scrap sehingga efisiensi energi akan meningkat.

Diagram sederhana dari proses Scrap Preheating dapat dilihat pada gambar

berikut. Dengan memanfaatkan teknologi ini dapat diheemat penggunaan

energi sekitar 0.016 to 0.2 GJ/t-steel. Keuntungan penggunaan scrap preheater

selain meningkatkan efisiensi energi antara lain adalah jumlah debu yang keluar

dari EAF berkurang

Page 72: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 72

Gambar 5.13 Teknologi Scrap Preheating

Sistem preheating yang lama memiliki berbagai masalah, misalnya, emisi, biaya

penanganan yang tinggi, dan heat recovery yang relatif rendah. Sistem modern

telah mengurangi masalah ini dan menjadikan proses sangat efisien. Berbagai

sistem telah dikembangkan dan digunakan di berbagai tempat di AS dan Eropa,

yaitu, Consteel tunnel-type preheater, Fuchs Finger Shaft, dan Fuchs Shaft Twin.

5.2.8 Regenerative Burner untuk Preheating Furnace

RBCS atau Regenerative Burners Combustion System adalah teknlogi pembakar

(burner) yang mampu mendaur ulang panas dari udara pembakaran untuk

memanaskan udara pembakaran hingga mendekati temperatur proses/tungku.

Teknologi ini merupakan pengembangan dari teknologi pemanfaatan panas

buang yang mengintegrasikan antara penukar kalor regenerasi dengan burner,

sehingga panas buang dari tungku dapat dimanfaatkan secara lebih efektif.

Page 73: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 73

Gambar 5.14 Prinsip Kerja Regenerative Burner

Setidaknya ada dua kelebihan dari teknologi ini dibandingkan teknologi

pembakaran konvensional, yaitu efektifitas daur ulang panas yang tinggi karena

udara panas dari gas buang langsung dilewatkan kepada media penukar kalor

yang berupa keramik dengan luas permukaan yang besar, sehingga udara

pembakaran dapat dipanaskan sampai temperatur yang relatif tinggi. Selain itu,

karena sistem pembakarnya terintegrasi dengan penukar kalor regenerasi maka

udara pembakaran yang tinggi dapat langsung digunakan untuk proses

pembakaran pada burner, tanpa melalui saluran terpisah. Di sisi lain, karena

panas buang lagsung dilewatkan melalui media penukar kalor, maka suhu di

dalam tungku dapat dijaga pada temperatur tinggi yang pada akhirnya dapat

menurunkan penggunaan bahan bakar untuk proses pembakaran di dalam

tungku.

Page 74: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 74

Gambar 5.15 Contoh aplikasi Regenerative Burner di reheating furnace

Teknologi ini mula-mula dikembangkan di Jepang dan saat ini sudah terpasang

pada lebih dari 540 tungku di dunia.

Penghematan energi yang dapat dicapai berkisar antara 0,18-0,21 GJ/t-baja,

dengan biaya retrofit mencapai 90 rb USD/tiga pasang burner untuk kapasitas

tungku 110 t/h. Selain itu keuntungan lain yang didapat dengan menggunakan

teknologi ini adalah pengurangan NOx hingga 50%, peningkatan kualitas

distribusi temperatur tungku sehingga meningkatkan produktifitas tungku dan

juga penurunan kandungan scale/kerak pada produk.

5.3 Model Simulasi Penggunaan Energi di Industri Baja tahun 2010 – 2030

Model disusun dengan berbagai skenario instrumen pengendalian penggunaan

energi, yang difokuskan pada penerapan teknologi hemat energi di sektorindustri

besi dan baja. Untuk menggambarkan besar potensi penghematan energi di

industri besi dan baja, dua skenario dibuat, skenario Base Case dan Konservasi.

Penjelasan umum dari kedua skenario adalah sebagai berikut:

Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

baja saat ini tanpa melihat adanya kemungkinan perubahan kebijakan

Page 75: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 75

energi yang mendasar pada sektor tersebut. Skenario ini merupakan

dasar untuk skenario Konservasi dalam melakukan analisis kebutuhan

energi dan emisi CO2 yang terkait penggunaan energi terhadap

penerapan beberapa teknologi hemat energi di industribesi dan baja

Indonesia.

Skenario Konservasi merupakan skenario dimana teknologi hemat energi

yang sudah teridentifikasi dan mempunyai peluang besar untuk

diterapkan di industribesi dan baja Indonesia dimasukkan pada model.

Semua asumsi makroekonomi pada skenario ini tidak berbeda dengan

skenario Base Case. Yang membedakan hanya adanya pemanfaatan

teknologi hemat energi yang memberikan intensitas energi lebih rendah.

Selain itu, tingkat penetrasi dari teknologi hemat energi tersebut

diasumsikan cukup konservatif, hanya sekitar 50% dari seluruh

industribesi dan baja di Indonesia.

Penyusunan model menggunakan piranti lunak LEAP. Dalam model LEAP, aliran

energi industri besi dan baja Indonesia saat ini dan dimasa mendatang yang

merupakan implementasi dari kebijakan nasional energi di sektorindustri yang

berjalan maupun yang sudah direncanakan digambarkan dalam suatu Sistem

Energi Referensi atau Reference Energi System (RES)

Secara umum penggunaan energi di industri besi dan baja di Indonesia bisa

dibagi menjadi tiga bagian,

Heating process, sebesar 91,8%

Cooling process, sebesar 0,6%

Motor penggerak, sebesar 7,6%

Terlihat bahwa sebagian besar energi yang dikonsumsi digunakan untuk proses

heating atau termal yang dalam hal ini adalah proses pembuatan atau peleburan

besi dan baja (lihatGambar 5.16)

Page 76: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 76

Gambar 5.16 Distribusi Pemanfaatan Energi Industri Besi dan Baja

Dengan menggunakan data total output dan konsumsi energi di sektorindustri

besi dan baja tahun 2010, diperoleh intensitas energi untuk masing-masing

proses heating, cooling dan motor penggerak pada sektorindustri besi dan baja

sebagai berikut,

Heating process, sebesar 4,07 ribu SBM per milyar rupiah

Cooling process, sebesar 2,95 ribu KWh per milyar rupiah

Motor penggerak, sebesar 89,26 ribu KWh per milyar rupiah

Besaran aktivitas energi yang digunakan pada model ini adalah nilai output dari

industri besi dan baja. Proyeksi nilai output industri besi dan baja hingga tahun

2030 ditampilkan pada Gambar ….

Page 77: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 77

Gambar 5.17 Proyeksi Output Industri Besi dan Baja

5.4 Skenario Konservasi

Di dalam skenario Konservasi, beberapa teknologi hemat energi yang

mempunyai peluang untuk diterapkan di industri besi dan baja Indonesia dicoba

untuk diidentifikasi. Dari hasil kajian dan penelaahan data-data seperti besar

potensi penghematan, biaya implementasi, tingkat komersialisasi, technology

readiness level dan potensi reduksi CO2, diperoleh beberapa teknologi yang

mempunyai potensi besar untuk diimplementasikan di Indonesia baik dalam

jangka pendek maupun jangka panjang. Teknologi tersebut adalah

Teknologi Pembuatan Besi

o Zero reformer

o COG & BFG Utilisation

Teknologi Pembuatan Baja

o Hot Metal Charging

o OXY Fuel burner

o Neuro Furnace Control

Page 78: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 78

o EAF Waste Boiler

o Scrap preheating

Teknologi Pengerolan (Rolling)

o Slab hot charging

o Billet hot charging

o regeneratif burner

o RF Waste heat utilisation

Berdasarkan biaya implementasi, tingkat komersialisasi dan technology readiness

level bisa dibuat roadmap penetrasi dari teknologi tersebut dari jangka pendek

hingga panjang.

Tabel 5.1Roadmap teknologi penghematan energi di industribesi dan baja

Tahun Teknologi

2014 – 2030 Scrap preheating, Slab hot charging,

Billet hot charging, regeneratif burner,

RF Waste heat utilization.

2019 – 2030 EAF Waste Boiler, OXY Fuel burner,

Neuro Furnace Control

2024 – 2030 Zero reformer, COG & BFG Utilisation,

Hot Metal Charging

5.5 Proyeksi Penghematan Energi

Dari hasil kajian yang menerapkan roadmap tersebut, diperoleh hasil potensi

penghematan energi pada industri besi dan baja hingga tahun 2030 yang

diberikan oleh Gambar 5.18. Besar potensi penghematan energi di industri besi

dan bajapada tahun 2030 bisa mencapai 31% atau sebesar 47,15 juta SBM.

Mesin-mesin peleburanpada industri besi dan bajadi Indonesia relatif sudah tua

Page 79: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 79

baik dari sisi teknologinya maupun umur ekonomisnya sehingga peluang

penghematannya relative cukup besar dibandingkan dengan jenis industri

lainnya.

Total penghematan energi non listrik (BBM, batubara dan gas bumi) di industri

besi dan baja dari tahun 2014 hingga 2030 adalah sebesar 151,4 juta SBM. Nilai

ini setara dengan 2 bulan lifting minyak Indonesia yang berkisar 0,9 juta SBM per

hari.

Sedangkan penghematan listrik selama periode yang sama adalah sebesar 198,4

ribu GWh. Nilai ini setara dengan 28 GW PLTU Batubara dengan factor kesiapan

80%.

Gambar 5.18 Proyeksi Penghematan Energi Industri Besi dan baja

Potensi reduksi CO2 dari penerapan teknologi hemat energi di sektorindustribesi

dan baja pada tahun 2030 bisa mencapai 13 juta ton CO2, atau setara dengan

24,2% dari skenario Base Case.

Page 80: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 80

Gambar 5.19 Proyeksi Reduksi Emisi CO2 Industri Besi dan baja

Page 81: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 81

BAB 6 POTENSI PENGHEMATAN ENERGI HINGGA

TAHUN 2030

Industri besi dan baja merupakan industri yang sangat strategis bagi Indonesia

yang sedang membangun. Kebutuhan besi dan baja Indonesia diperkirakan

melonjak terus seiring dengan semakin gencarnya pembangunan terutama di

sektor konstruksi maupun industri manufaktur lainnya.

Dari hasil kajian diperoleh bahwa penghematan energi yang bisa diperoleh dari

sektor industri besi dan baja dengan menerapkan teknologi hemat

energisepertiblast furnace, basic oxygen furnace, Zero reformer, COG dan BFG

Utilisation, Hot Metal Charging, Oxy fuel burner, Neuro Furnace Control, EAF

Waste Boiler, Scrap preheating, Slab hot charging, Billet hot charging, regeneratif

burner, RF Waste heat utilisationakan diperoleh penghematan energi pada tahun

2030 sebesar 31% atau setara dengan 47,5 juta Setara Barel Minyak (SBM).

Penghematan total dari tahun 2014 hingga 2030 yang bisa diperoleh adalah

sebesar 1.595 juta SBM.

Penggunaan batubara di industri besi dan baja akan semakin tinggi dengan

diterapkannya teknologi blast furnace dan basic oxygen furnace. Namun

penggunaan batubara juga akan berdampak pada lingkungan. Disisi lain

penggunaan gas bumi semakin berkurang akibat semakin mahalnya harga gas

bumi. Meskipun demikian, dengan semakin tingginya efisiensi pemanfaatan

energi di industri besi dan baja, maka emisi gas rumah kaca yang diakibatkan

pembakaran energi fosil akan mengalami penururunan. Potensi reduksi emisi

CO2 sebagai akibat dari penerapan teknologi hemat energi di industri besi dan

baja adalah sebesar 13 juta ton CO2 pada tahun 2030, atau sekitar 24% lebih

rendah dari emisi CO2 pada skenario base case.

Page 82: PERENCANAAN TEKNOLOGI EFFISIENSI ENERGI …b2tke.bppt.go.id/images/Documents/PPID/SetiapSaat/R - Publikasi... · Skenario Base Case hanya mempertimbangkan kondisi industri besi dan

Perencanaan Efisiensi dan Intensitas Energi 2013 - BPPT 82