perencanaan pmbangunan
TRANSCRIPT
1
2
PENDEKATAN DAN MODEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH
MODEL RULE OF THUMBMODEL RULE OF THUMB
MODEL AGREGAT ATAU MODEL MAKROEKONOMETRIK
MODEL AGREGAT ATAU MODEL MAKROEKONOMETRIK
MODEL OPTIMASIMODEL OPTIMASI
MODEL MULTISEKTOR ATAU MODEL INPUT-OUTPUT
MODEL MULTISEKTOR ATAU MODEL INPUT-OUTPUT
MODEL ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT
MODEL ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT
TEKNIK-TEKNIK PERENCANAAN PEMBANGUNAN
PENDEKATAN BAWAH-ATAS
(BOTTOM-UP) ATAU ATAS BAWAH
(TOP- DOWN)
PENDEKATAN BAWAH-ATAS
(BOTTOM-UP) ATAU ATAS BAWAH
(TOP- DOWN)
pendekatan obyek, sektoral
atau bidang
pendekatan obyek, sektoral
atau bidang
pendekatan gabungan atau
campuran
pendekatan gabungan atau
campuran
pendekatan komprehensif
pendekatan komprehensif
pendekatan terpadu
pendekatan terpadu
PENDEKATAN PENGKERUTAN
(REDUCED)
PENDEKATAN PENGKERUTAN
(REDUCED)
PENDEKATAN PARSIAL
PENDEKATAN PARSIAL
pendekatan proyek demi proyek
pendekatan proyek demi proyek
PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN
3
Metode Model-Model Aplikasi Tujuan Analisis
I. Matematik
Location Quetient Sektor Basis
Koefisien Spesialisasi Pemusatan Industri
Shift Share Analysis Sumber-sumber Pertumbuhan
COR dan ICOR Efisiensi dan Inefisiensi Penanaman Modal
Angka-angka pengganda Dampak sektoral
Programasi Linier Optimalisasi linear tujuan berdasarkan faktor-faktor kendala
Goal Programming Optimalisasi berdasarkan target-target tertentu
Masalah Tranportasi Keseimbangan transportasi asal dan tujuan
Gravitasi Daya Tarik Lokasi
II. Ekonometrik
Regresi Sederhana/Berganda Kausalitas antara dependent dengan independent variable
Probit dan Logit Kausalitas antara dependent kategori dengan independent variable
Simultan Pengaruh variabel eksogen terhadap endogen secara simultan
Dinamik Hubungan-hubungan jangka panjang
Multivariat Penentuan kategori atau Kelompok variabel dependent
Persamaan Struktural Analisis jalur pada variabel-variabel observed dan unobserved
III. Keseimb Umum
Analisis Input-Output Leading sector, proyeksi, kebijakan
Social Accounting Matix Multiplier, distribusi pendapatan, kemiskinan, kebijakan
Computable General Equilibrium Dampak kebijakan pembangunan secara makro dan mikro
METODE KUANTITATIF DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH
4
TARGET PERTUMBUHAN
EKONOMI
INVESTASI
EKSPOR
KEMISKINAN
KETIMPANGAN
IMPOR
SAVING
PAJAK
PENDAPATAN PERKAPITA
Persamaan Dasar : Y = C + ( I – S ) + (T – G ) + (X – M)
PENERAPAN METODE KUANTITATIF DALAM PERENCANAAN PERTUMBUHAN EKONOMI
SEKTORAL
EXPENDITURE
KONSUMSI
5
1. Investasi Regional a. Capital Output Ratio : CORit = Iit /PDRBit b. Perhitungan ICOR : PDRBit = a0 + a1 Iit + e ; dimana (1/a1) adalah ICOR . Jika ICOR dianggap
searah dengan pertumbuhan ekonomi, maka ICOR diperoleh dari persamaan nonlinier : Ln PDRBit = Ln a0 + a1 Ln Iit + eit ; dimana ICOR = (1/ a1) (I/PDRB)
c. Proyeksi Perubahan Investasi Regional : Iit = ICORit . PDRBit d. Data yang dibutuhkan : PMDN, PMA, Investasi, Perubahan Kapital Stok, PDRB
2. Kesempatan Kerja a. Produktifitas Tenaga Kerja : Nit = PDRBit / L b. Model Kesempatan Kerja KSi = a0 PDRBi
a1 , atau Log KSi = Log a0 + a1 Log PDRBi + e Elastisitas Kesempatan Kerja EKS = a1
c. Proyeksi Pertumbuhan Kesempatan Kerja : Eit = EKS . PDRBit d. Data yang dibutuhkan : Jumlah Tenaga Kerja dan PDRB per sektor
3. Penduduk dan Jumlah Tenaga Kerja a. Proyeksi Penduduk dan Jumlah Tenaga Kerja ( > 10 thn) : Yt = Y0 (1 + r)t eut atau
Ln Yt = Ln Y0 + t Ln (1 + r) + ut -> Ln Yt = 0 + 1 t + ut dimana r = (e 1 – 1 ) b. Depedency Ratio : DR = (PDBUK/PUK) x 100% c. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja : TPAK = (AK/PUK) x 100%, jika diketahui TPAK dan
Tenaga Kerja di masa mendatang maka proyeksi Angkatan Kerja : AKt = TPAKt . PUK d. Data yang dibutuhkan : Penduduk, Penduduk 10 tahun ke atas, Penduduk laki-laki dan
wanita
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH PERIODE 1990-2006 DAN PROYEKSI INDIKATOR-INDIKATOR
MAKRO EKONOMI REGIONAL TAHUN 2007-2020 UNTUK PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH
6
4. PDRB Menurut Sektoral dan Pengeluaran, serta Laju Pertumbuhan Ekonomi Wilayah a. Leading Sector menggunakan LQ. Proyeksi LQ dilakukan setelah diketahui perkiraan PDRB b. Sumber-Sumber Pertumbuhan menggunakan Shift Share Analysis (SSA). Proyeksi SSA
dilakukan setelah diketahui perkiraan PDRB c. Proyeksi Laju Pertumbuhan Ekonomi Menggunakan Pendekatan Elastisitas Kesempatan Kerja
dan ICOR d. Data yang dibutuhkan : PDRB (Kabupaten dan Provinsi) dan jumlah tenaga kerja per
sektor (Kabupaten dan Provinsi) 5. Potensi PAD
a. Tax Bouyancy (Kesulitan Pemungutan Pajak) dan Elastisitas Pajak : Ln Rt = Ln a0 + a1 Ln Yt + a2 Ln Rt-1 + e
b. Proyeksi PAD : ∆TAX = Ep . PDRB c. Data yang dibutuhkan : Pendapatan Asli Daerah dan Komponen-komponennya, PDRB per
sektor.
6. Pengeluaran dan Penerimaan Pembangunan a. Efektifitas Pengeluaran dan Penerimaan Pembangunan. FP = (RP/TP) x 100%. b. Persamaan Pengeluaran dan Penerimaan Pembangunan. Ln P = a0 + a1 Ln PDRB + e
Elastisitas Pengeluaran dan Penerimaan Pembangunan : EPG = a1 c. Proyeksi Pertumbuhan Pengeluaran dan Penerimaan Pembangunan : ∆P = a1 . PDRB d. Data yang dibutuhkan : APBD, PDRB per sektor
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH PERIODE 1990-2004 DAN PROYEKSI INDIKATOR-INDIKATOR
MAKRO EKONOMI REGIONAL TAHUN 2006-2030 UNTUK PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH
7
7. Harga a. Inflasi : INF = [(IHKt – IHKt-1)/IHKt] x 100% b. Proyeksi Perubahan Harga : MV = PY , jika V konstan maka P = v (M/Y) dimana Y (PDRB),
M (jumlah uang beredar) dan v (velocity). Sedangkan M/Y rasio jumlah uang beredar terhadap PDRB.
c. Data yang dibutuhkan : Indeks Harga Konsumen, PDRB, Jumlah uang beredar
8. Pembagian Pendapatan dan Ketimpangan Pendapatan (Rumahtangga dan Sektoral) a. Ketimpangan Sektoral menggunakan pendekatan L-Index :
YY
nn
n
nL
ij
ij
i j
ij ln
dimana nij jumlah tenaga kerja dan Yij adalah PDRB. Proyeksi Ketimpangan Pendapatan ditentukan berdasarkan hasil proyeksi tenaga kerja dan PDRB secara sektoral.
b. Ketimpangan Rumahtangga menggunakan pendekatan Gini Ratio. GC = 1- [ (Xi+1 – Xi) (Yi + Yi+1)
c. Proyeksi Gini Ratio dan L-Index dilakukan setelah diketahui proyeksi pendapatan perkapita, tenaga kerja, dan rumahtangga di ketahui.
d. Data yang dibutuhkan : Tenaga Kerja dan PDRB per sektor, pendapatan per kapita, proporsi jumlah rumahtangga kumulatif dalam kelas i.
PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN WILAYAH PERIODE 1990-2004 DAN PROYEKSI INDIKATOR-INDIKATOR
MAKRO EKONOMI REGIONAL TAHUN 2006-2030 UNTUK PENYUSUNAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH
8
INDEKS – INDEKS PEMUSATAN REGIONAL
9
KOMODITI UNGGULAN
NO. KOMODITI PRODUKSI KONSUMSI EKSPOR IMPOR
1. PADI 2500 2000 500 -
2. JAGUNG 750 900 - 150
3. AYAM PEDAGING 1250 1000 250 -
4. SAPI 150 650 - 500
5. IKAN 4000 2500 1500 -
Komoditi apa saja yang tepat dijadikan komoditi unggulan dalam rangka mengejar pertumbuhan ekonomi ?
Y = C + G + I + (X – M) = DD + X – Mdimana DD = C + G + I adalah permintaan domestikIni berarti jika DD konstan pertumbuhan Y tergantung pada perubahan X dan M, disini ada 2 keadaan :1. Jika X > 0 dan M = 0, atau X > M maka Y akan tumbuh, karena ada surplus ekonomi2. Jika X = 0 dan M > 0, atau X < M maka Y akan turun, karena terjadi leakage atau defisit ekonomi
Suatu komoditi yang memenuhi kondisi pertama dapat dijadikan sebagai komoditi unggulan, sedangkan untuk kondisi kedua bukan merupakan komoditi unggulan.
Padi, ayam dan ikan merupakan komoditi unggulan
Sapi dan jagung bukan komoditi unggulan
YANG MANA MERUPAKAN SEKTOR BASIS ?
10
DASAR TEORI BASIS
Inti teori : Arah dan pertumbuhan suatu wilayah sangat ditentukan oleh perkembangan ekspor wilayah. Ekspor tersebut bukan hanya berupa barang, jasa, dan tenaga kerja saja, tetapi juga termasuk pengeluaran oleh orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap barang dan jasa domestik, seperti wisatawan nusantara dan mancanegara.Suatu sektor ekonomi atau industri yang memiliki ciri semacam ini di sebut SEKTOR BASIS
Tenaga kerja dan pendapatan pada sektor basis merupakan fungsi permintaan dari luar (eksogen), yaitu permintaan dari luar yang menyebabkan terjadinya ekspor dari wilayah tersebut.
Disamping kegiatan SEKTOR BASIS ada juga kegiatan-kegiatan SEKTOR NONBASIS yang dicirikan dengan :1. Sebagai pendukung kegiatan sektor basis (perdagangan, angkutan, komunikasi, dan lain-lain)2. Tidak mampu memenuhi permintaan domestik, sehingga harus diimpor dari luar.
11
HUBUNGAN DAN METODE PENGUKURAN
SEKTOR BASISSEKTOR NONBASIS
PERMINTAAN LUAR
CARA MENENTUKAN
METODE LANGSUNG : METODE TIDAK LANGSUNG :
1. ASUMSI
2. LOCATION QUOTIENT
3. KOMBINASI [1] DAN [2]
4. KEBUTUHAN MINIMUM
SURVEY LAPANGAN
12
Menurut McCann (2001), Location Quotient merupakan suatu usaha mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan ekonomi/ industri dalam suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya dalam perekonomian daerah itu dengan peranan kegiatan sejenis dalam perekonomian nasional
Metode LQ merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan/tenaga kerja wilayah dengan pangsa relatif pendapatan/tenaga kerja sektor i pada tingkat nasional.
Atau secara umum merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan/ tenaga kerja pada wilayah j yang lebih rendah, dengan pangsa relatif pendapatan/tenaga kerja sektor i pada wilayah j yang lebih di atas.
KONSEP LOCATION QUOTIENT
13
METODE LOCATION QUOTIENT
t
i
t
i
i
t
i
t
i
i
LL
ll
LQ atau
VV
vv
LQ
dimana vi ( li ) adalah jumlah PDRB (tenaga kerja) sektor i pada wilayah j, vt ( lt ) adalah total PDRB (tenaga kerja) pada wilayah j, Vi ( Li ) adalah jumlah PDRB (tenaga kerja) sektor i pada tingkat nasional (wilayah yang lebih atas), Vt ( Lt ) adalah total PDRB (tenaga kerja) pada tingkat nasional (wilayah yang lebih atas)
Ketentuan yang digunakan :1. LQ 1, sektor tersebut merupakan sektor basis bagi wilayahnya. Sektor tersebut selain
memenuhi permintaan dari wilayah juga memenuhi permintaan dari luar wilayah (mengekspor).
2. LQ < 1, sektor tersebut merupakan sektor nonbasis bagi wilayahnya. Sektor tersebut hanya dapat melayani permintaan dari dalam wilayah saja.
Perhitungan LQ menggunakan tenaga kerja kurang berfluktuatif dan tidak peka terhadap kemajuan ekonomi karena tenaga kerja biasanya berubah dalam waktu yang cukup lama (diskontinu). Berbeda bila menggunakan pendapatan (PDRB), lebih dinamis dan menggambarakan kondisi perekonomian yang riil. Selain itu kita dapat mengukur LQ yang menyertakan tingkat inflasi (harga berlaku) atau tidak (harga Konstan)
14
TEKNIK PENGUKURAN LOCATION QUOTIENT
1998 2003 1998 2003Tanaman Bahan Makanan 10,176.54 32,498.78 8,356,178.94 11,569,565.68 Tanaman Perkebunan 846.53 6,897.69 132,058.06 752,013.26 Peternakan dan Hasil-hasilnya 2,238.75 17,905.12 125,369.78 535,368.80 Kehutanan 12,813.09 61,357.23 1,627,262.05 2,608,296.52 Perikanan 2,558.55 4,592.70 483,961.32 810,224.80 Sektor Lainnya 353,631.91 1,737,846.43 57,377,841.23 155,430,729.52 Total 382,265.36 1,861,097.95 68,102,671.36 171,706,198.58
Sektor PertanianJawa Barat Indonesia
CONTOH PDRB DAN PDB (DATA FIKTIF)
CONTOH PERHITUNGAN LQ JAWA BARAT (DATA FIKTIF)
1998 2003 1998 2003Tanaman Bahan Makanan 0.0266 0.0175 0.1227 0.0674 0.2170 nonbasis 0.2592 nonbasisTanaman Perkebunan 0.0022 0.0037 0.0019 0.0044 1.1420 basis 0.8462 nonbasisPeternakan dan Hasil-hasilnya 0.0059 0.0096 0.0018 0.0031 3.1813 basis 3.0856 basisKehutanan 0.0335 0.0330 0.0239 0.0152 1.4028 basis 2.1703 basisPerikanan 0.0067 0.0025 0.0071 0.0047 0.9419 nonbasis 0.5230 nonbasisPertanian 0.0749 0.0662 0.1575 0.0948 0.4756 nonbasis 0.6987 nonbasis
LQ Jawa BaratSektor Pertanian
Share Jawa Barat Share Indonesia1998 2003
Mudahnya, LQi itu sama dengan share sektor i di Jawa Barat (suatu wilayah) dibagi dengan share sektor i di Indonesia (wilayah di atasnya)
Si = Yi / Yt dimana Si adalah share sektor i, Yi adalah PDB atau PDRB sektor i , dan Yt adalah PDB atau PDRB total suatu wilayah
15
INDEKS SPESIALISASI KONSEP DASAR
1. Hitung persentase jumlah tenaga kerja atau PDRB dari suatu sektor terhadap totalnya untuk suatu wilayah.
2. Hitung juga persentase jumlah tenaga kerja atau PDRB dari suatu sektor terhadap totalnya untuk wilayah yang lebih atas atau wilayah refersensi.
3. Hitung selisih antara persentase yang diperoleh pada tahap ke-1 dengan ke-2, kemudian jumlahkan nilai-nilai selisih yang bertanda positip saja, yang selanjutnya total nilai tersebut dan dibagi dengan 100 untuk mendapatkan nilai IS.
Analisis Indeks Spesialisasi (IS) ini merupakan salah satu cara untuk mengukur perilaku kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Misalnya bagaimana tenaga kerja atau pendapatan regional (PDRB) di suatu wilayah tersebut tersebar.
16
Sektor Z % Indonesia % Selisih
(a) (b) (c) (d) (e) (f) = (c) – (e)
Tanaman Bahan Makanan 2675.69 0.26 47622100 9.15 -8.89
Tanaman Perkebunan 7.22 0.00 14147800 2.72 -2.72
Peternakan dan Hasil-hasilnya 1405.89 0.13 9347100 1.80 -1.66
Kehutanan 0.00 0.00 7883000 1.51 -1.51
Perikanan 1208.78 0.12 9040800 1.74 -1.62
Pertambangan dan Penggalian 0.00 0.00 45915700 8.82 -8.82
Industri Pengolahan 225657.44 21.59 149775200 28.77 -7.19
Listrik, Gas dan Air Bersih 45789.30 4.38 6593700 1.27 3.11
Bangunan 132838.56 12.71 42024800 8.07 4.63
Perdagangan Besar dan Eceran 174779.25 16.72 70786800 13.60 3.12
Hotel dan Restoran 69672.94 6.67 18091000 3.48 3.19
Pengangkutan dan Komunikasi 123987.20 11.86 34926300 6.71 5.15
Bank, Non Bank, Sewa 190969.76 18.27 18091000 3.48 14.79
Jasa-Jasa Lainnya 76337.38 7.30 46299400 8.89 -1.59
Total 1045329.41 100.00 520544700 100.00 34.00
TEKNIK PENGUKURAN INDEKS SPESIALISASI
17
34.0100
34
100
)(selisihIS
Analisis : IS sebesar 0.34 menandakan tingkat spesialisasi sektoral di Kabupaten Z sangat rendah, ini berarti konsentrasi sektor ekonomi tersebar cukup merata dalam perekonomian wilayah, dimana ada 6 sektor produksi yang menjadi konsentrasi pertumbuhan yakni (1) listrik, gas dan air bersih, (2) bangunan, (3) perdagangan besar dan eceran, (4) hotel dan restoran, (5) pengangkutan dan komunikasi, dan (6) bank, non bank, sewa. Sedangkan sektor ekonomi lain merupakan sektor-sektor under konsentrasi seperti pertanian dan industri.
TEKNIK PENGUKURAN INDEKS SPESIALISASI
18
Pada prinsipnya SSA itu berusaha untuk memecah atau mendekomposisi besaran deviasi (selisih) antara nilai tambah (menggunakan pendekatan nilai tambah) pada tahun ke-t dengan nilai tambah pada tahun dasar, dan biasanya dinotasikan Yi. Terdapat tiga variabel dekomposisi yang menjadi komponen dari deviasi Yi, yaitu komponen pertumbuhan regional (PR), komponen pertumbuhan proporsional (PP), dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).
Yi = PRij + PPij + PPWij .......................................................................... [3]
atau secara rinci dapat dinyatakan:
Y’ij – Yij = Yij = Yij (Ra – 1) + Yij (Ri – Ra) + Yij (ri – Ri) ...................... [4]
dimana:
Yij = perubahan dalam pendapatan subsektor pertanian ke-i pada wilayah ke-j
Yij = PDRB subsektor pertanian ke-i pada propinsi ke-j pada tahun dasar
analisis
Y’ij = PDRB subsektor pertanian ke-i pada propinsi ke-j pada tahun akhir
analisis
Yi. = PDRB subsektor pertanian ke-i di seluruh wilayah penelitian pada tahun
dasar analisis
Y’i. = PDRB subsektor pertanian ke-i di seluruh wilayah penelitian pada tahun
akhir analisis.
Y.. = PDRB seluruh subsektor pertanian pada tahun dasar analisis
Y’.. = PDRB seluruh subsektor pertanian pada tahun akhir analisis
Ra = Y’.. / Y..
Ri = Y’i. / Yi. ri = Y’ij / Yij
SHIFT SHARE ANALYSISKONSEP DASAR
19
1. Pertumbuhan Regional (PRij) yang bernilai positip mengandung makna bahwa bahwa wilayah tersebut tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan nasional rata-rata. Sedangkan yang bertanda negatif memberi suatu indikasi bahwa pertumbuhan regional suatu wilayah lebih lambat dibandingkan pertumbuhan nasional rata-rata.
2. Pertumbuhan Proporsional (PP) yang bernilai positif memberi suatu indikasi bahwa sektor ke-i (regional) merupakan sektor yang maju, sektor tersebut tumbuh lebih cepat daripada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. PP bernilai negatif mengindikasikan bahwa sektor tersebut merupakan sektor yang lamban.
3. Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) menunjukkan daya saing yang dimiliki suatu sektor ke-i di suatu wilayah dibandingkan dengan sektor yang sama pada wilayah pembanding (wilayah satu atau dua tingkat di atas, bisa juga menggunakan cakupan nasional).
Yi = PRij + PPij + PPWij
SHIFT SHARE ANALYSISKONSEP DASAR
20
Sektor Ekonomi PRij PPij PPWij
Tanaman Bahan Makanan 3239.41 -2744.52 4324.20
Tanaman Perkebunan 10.01 -7.78 6.71
Peternakan dan Hasil-hasilnya 1452.30 -313.77 1035.71
Kehutanan 0.00 0.00 0.00
Perikanan 1457.09 -639.36 -15.15
Pertambangan dan Penggalian 0.00 0.00 0.00
Industri Pengolahan 394545.00 40909.77 223450.64
Listrik, Gas dan Air Bersih 68329.71 -88611.34 76676.65
Bangunan 133107.48 -43495.43 70739.07
Perdagangan Besar dan Eceran 360150.09 -29932.73 231615.70
Hotel dan Restoran 88900.83 19096.35 39242.91
Pengangkutan dan Komunikasi 165157.17 13976.54 25749.11
Bank, Non Bank, Sewa 167395.29 510541.40 -355654.31
Jasa-Jasa Lainnya 142688.05 -8582.65 19884.57
Total 1526432.42 0.00 747252.28
HASIL PERHITUNGAN SHIFT SHARE ANALYSIS
21
Komponen Pertumbuhan Regional (PR) : berdasarkan komponen PR ternyata sektor yang memiliki pertumbuhan paling cepat di Kabupaten Z bila dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata nasional adalah sektor industri pengolahan yang memiliki angka komponen PR paling tinggi dari seluruh sektor yakni sebesar 394.545.00, menyusul kemudian sektor perdagangan sebesar 360.150.09, sektor pengangkutan sebesar 165.157.17, dan sektor perbankan sebesar 167.395.29. Sementara sektor yang pertumbuhan regionalnya paling lambat namun masih lebih cepat dibandingkan pertumbuhan rata-rata nasional adalah sektor perkebunan yang memiliki angka PR hanya sebesar 10.01.
Pertumbuhan Proporsional (PP) : meskipun ada kesan sementara ini sektor tanaman bahan makanan merupakan sektor yang tumbuh dengan cepat, namun berdasarkan hasil SSA mengindikasikan bahwa sektor tersebut di Kabupaten Z selama ini bukan merupakan sektor yang maju. Keadaan ini tercermin dari nilai komponen PP yang bertanda negatif sebesar -2.744.52, dan sepertinya untuk seluruh sektor pertanian di Kabupaten Z masih merupakan sektor-sektor yang belum maju, karena semuanya memiliki nilai PP yang negatif.
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) : hampir semua sektor ekonomi di Kabupaten Z memiliki daya saing yang tinggi dalam wilayahnya sendiri. Situasi ini tercermin dari nilai komponen PPW untuk sebagian sektor yang bertanda positip, kecuali untuk sektor perikanan dan perbankan saja yang tidak memiliki daya saing, oleh karena mempunyai nilai komponen PPW yang negatif yaitu sebesar -15.15 untuk sektor perikanan dan -355.654.31 untuk sektor perbankan. Kedua sektor ini dianggap kalah bersaing dengan produk-produk yang dihasilkan dari luar yang masuk ke Kabupaten Z. Tidak sepenuhnya pangsa pasar wilayah dapat dikuasai oleh kedua sektor domestik tersebut. Untuk sektor-sektor ekonomi yang memiliki daya saing, kelihatan jelas bahwa yang paling tinggi daya saingnya dalam pangsa pasar wilayah adalah sektor industri dan perdagangan, masing-masing dengan nilai komponen PPW sebesar 223.450.64 dan 231.615.70. Sementara dalam kelompok sektor pertanian yang memiliki daya saing tinggi adalah sektor tanaman bahan makanan yang memiliki nilai komponen PPW sebesar 4.324.20, menyusul kemudian sektor peternakan sebesar 1.035.71, dan terakhir sektor perkebunan sebesar 6.71.
PEMBAHASAN SHIFT SHARE ANALYSIS
22
1. ICOR merupakan konsep paling penting dan sangat berguna bagi perencanaan pembangunan ekonomi di suatu wilayah. Terutama dirasakan pada waktu memeriksa konsistensi antara sasaran pertumbuhan pendapatan regional dengan modal tambahan yang mungkin akan terkumpul dari tabungan domestik yang sedang berjalan.
2. Besar kecilnya perkiraan investasi di masa mendatang sangat ditentukan oleh nilai ICOR, karena itu ketepatan dalam mengukur ICOR menjadi salah satu syarat utama yang harus dipenuhi sewaktu perencana pembangunan ingin memperkirakan kebutuhan investasi.
3. Kesalahan dalam menghitung ICOR akan menyebabkan perencanaan investasi menjadi tidak benar, yang akhirnya mengurangi ketepatan dalam memprediksi pertumbuhan ekonomi wilayah.
4. Untuk itu diperlukan suatu analisis ICOR yang lebih mendalam dan dapat memenuhi kriteria-kriteria CAP (comprehensive, accurate dan predictbale) yang mengandung makna : (1) komprehensif atau terinci secara sektoral, wilayah dan bidang pembangunan, (2) akurat dan teliti sesuai dengan masing-masing karakteristik waktu pengembalian investasi, dan (3) predictable yang bisa meramalkan investasi dan pertumbuhan ekonomi wilayah dengan tingkat akurasi tinggi.
COR DAN ICOR : KONSEP DASAR
23
Subtansi ICOR adalah nisbah inefisiensi pembangunan. Domar sendiri tidak menggunakan istilah Capital Output Ratio (COR), melainkan Capital Coefficient dalam kode huruf k. Baru ketika Harrord dan Domar bergabung menjadi satu model teori Harrord–Domar, istilah Capital Coefficient berubah menjadi Capital Output Ratio (COR). Dengan demikian, COR merujuk parameter efisiensi, sedangkan Incremental (penaikan) COR parameter inefisiensi.
Angka ICOR awal 1997 versi Prof. Sumitro Djojohadikusumo sebesar 3.0, terutama akibat distorsi ekonomi berupa: inefisiensi struktur oligopoli pasar, rent seeking, dan korupsi
Dari propernas ICOR memproyeksikan 4,4 inefisiensi pembangunan tahun 2000. Artinya, perencana memproyeksikan distorsi ekonomis atau loses 44 persen dari jumlah modal investasi pembangunan tahun 2000. Dibandingkan sebelum krismon (1997) lebih besar 1.4, tapi pemerintah yakin angka itu akan turun hingga 2.0 pada akhir tahun 2004. Sebaliknya, karena angka ICOR tadi menurun hingga 2.0, maka tingkat produktivitas ekonomi nasional (TFP – total factor productivity) otomatis menaik 1,6 persen per tahun.
Jika kita mampu meperjuangkan ICOR masuk menjadi parameter kinerja eksekutif yang sah secara legal formal, akan ditemukan instrumen kontrol terukur untuk menajamkan fokus kinerja parlemen yang diamanatkan konstitusi dalam mengawasi kinerja penguasa. Sederet pertanyaan muncul, pertama: apa mungkin? Pertanyaan kedua, kongkritnya apa? Pertanyaan ketiga: instrumen apa ?
WACANA ICOR
24
it
it
it
it
itt g
xY
I
Y
Ik
1001
it
it
it
it
itt g
xY
I
Y
Ik
1001
1
1
it
it
it
it
itt g
xY
I
Y
Ik
1001
2
2
it
it
it
it
itt g
xY
I
Y
Ik
1001
3
3
it
nt
tnit
t Y
Ik
0
ICOR TANPA TENGGANG WAKTU
ICOR TENGGANG WAKTU SATU TAHUN
ICOR TENGGANG WAKTU DUA TAHUN
ICOR TENGGANG WAKTU TIGA TAHUN
RATA-RATA ICOR
COR DAN ICOR : TEKNIK PERHITUNGAN
25
Sektor
INVESTASI PDRB
COR gICOR
(t)ICOR(t-1)
ICOR(t-2)2000 2001 2002 2000 2001 2002
Tanaman Bahan Makanan 350 850 1250 2308.44 3239.41 3803.33 0.329 17.41 2.217
Tanaman Perkebunan 670 750 1030 1003 1054.43 1617 0.637 53.35 1.33
Peternakan dan Hasil-hasilnya 850 1200 2130 1034.93 1452.3 2373.09 0.898 63.4 2.313
Kehutanan 1200 1320 1400 1038.34 1457.09 1856.07 0.754 27.38 3.509
Perikanan 350 460 750 146187.53 149889 181157.54 0.004 20.86 0.024
Pertambangan dan Penggalian 8080 9750 10850 48692.58 394545 400612.3 0.027 1.54 1.33
Industri Pengolahan 22000 50000 46000 94854 68329.71 88010.95 0.523 28.8 2.54
Listrik, Gas dan Air Bersih 4560 5000 6250 133107.48 184466.05 256647.31 0.024 39.13 0.07
Bangunan 1230 2100 3050 603351.81 360150.09 586864.67 0.005 62.95 0.013
Perdagangan Besar dan Eceran 5550 7120 8420 117693 88900.83 95348.99 0.088 7.25 1.306
Hotel dan Restoran 1020 1300 2000 119287.91 165157.17 296826.71 0.007 79.72 0.01
Pengangkutan dan Komunikasi 3500 4560 7400 101681.23 167395.29 197224.6 0.038 17.82 0.15
Jasa-Jasa Lainnya 230 400 640 3566 4572 6204 0.103 35.7 0.392
Total 49690 85110 91720 2461560.46 1733296.42 2354333.18 0.039 35.83 0.148 0.14 0.08
ICOR(t) tanpa tenggang waktu : ICORTBM = 217.241.17
%100x)41.32391250(
g
100xYI
t
1t
t
ICOR(t-1) tenggang waktu 1 tahun : ICORKBN = 330.135.53
%100x)43.1054750(
g
100xYI
t
1t
1t
33.154.1
%100x)3945458080(
g
100xYI
t
1t
2t
ICOR(t-1) tenggang waktu 2 tahun : ICORTAM =
MENGHITUNG ICOR
26
Sektor I2002 ICOR g^2007 I^2007 I^2007
(a) (b) (c) (d) (e) = (c)x(d) (f) = (e)x(b)+(b)
Tanaman Bahan Makanan 1250 2.2166 1.5 3.3249 5406.18
Tanaman Perkebunan 1030 1.3332 2.8 3.7329 4874.88
Peternakan dan Hasil-hasilnya 2130 2.3133 1.2 2.7759 8042.67
Kehutanan 1400 3.5090 1.8 6.3162 10242.65
Perikanan 750 0.0240 3.5 0.0840 812.96
Pertambangan dan Penggalian 10850 1.3317 1.2 1.5981 28189.09
Industri Pengolahan 46000 2.5405 1.7 4.3188 244666.32
Listrik, Gas dan Air Bersih 6250 0.0693 2.5 0.1732 7332.34
Bangunan 3050 0.0135 4.1 0.0552 3218.23
Perdagangan Besar dan Eceran 8420 1.3058 1.5 1.9587 24912.25
Hotel dan Restoran 2000 0.0099 5.5 0.0543 2108.61
Pengangkutan dan Komunikasi 7400 0.1529 4.3 0.6573 12264.32
Bank, Non Bank, Sewa 550 0.0059 5.6 0.0331 568.20
Jasa-Jasa Lainnya 640 0.3922 2.2 0.8627 1192.16
Total 91720 0.1477 3.2 0.4726 135067.17
MEMPERKIRAKAN INVESTASI
Perkiraan investasi untuk sektor tanaman bahan makanan :I^2007 = ( ICOR x g^2007 + 1) x I2002
= (2.2166 x 1.5 + 1 ) x 1250= 5406.18
Artinya jika diperkirakan pertumbuhan pendapatan sektor tanaman bahan makanan pada tahun 2007 adalah sebesar 1.5% dan ICOR sebesar 2.2166 maka untuk mencapai pertumbuhan pendapatan tersebut dibutuhkan pertambahan investasi sebesar 3.3249% atau dalam nilai rupiah dibutuhkan investasi sebanyak 5406.18 rupiah. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa untuk mengejar pertumbuhan ekonomi wilayah pada tahun 2007 sebesar 3.2% (lihat baris total) maka dibutuhkan pertumbuhan investasi dari tahun 2002 ke tahun 2007 sebesar 0.4726% atau dinyatakan dalam rupiah dibutuhkan pertambahan investasi regional sebanyak 135067.17 rupiah.
27
APLIKASI REGRESI DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN WILAYAH
....
..........
..
.... .
. . .. ..... ..
....
......
..
.
Y
X
Y
X0 0
Y
X
Y
X0 0
Y
X0
...
.
..
... .
.. .
. .....
... .
.. .
......
... .
.. .
... ...
... .
.. .... ...
... .
.. .
Pengaruh X positip terhadap Y
Pengaruh X negatif terhadap Y
Tidak ada pengaruh X terhadap Y
1. Fenomena2. Teori3. Studi empirik
28
Perencanaan Kesempatan Kerja
Rumus Proyeksi Kesempatan Kerja : Ein = EKS . PDRBin
Elastisitas Rata-rata : Ln Eit = Ln a + b Ln Yit
LnY
LnE
Y
E
YY
EE
E
Y
Y
E
Y1
E1
KS
bLnY
LnEKS
Seandainya dapat ditentukan nilai PDRB sektor i pada tahun proyeksi ke-n, dan diasumsikan elastisitas kesempatan kerja konstan maka perubahan jumlah kesempatan kerja pada tahun proyeksi ke-n adalah :
Ein = b . PDRBin
29
Pengukuran ICOR dan Proyeksi Investasi
Perkiraan ICOR rata-rata sebagaimana yang disajikan pada persamaan sebelumnya dikategorikan sebagai perkiraan ICOR discrete yang menganggap bahwa perubahan hasil yang diperoleh diukur dengan unit perubahan yang cukup besar. Akibatnya ICOR yang diperoleh banyak melompat-lompat setiap waktu tertentu. Guna mengatasi kondisi ini telah disediakan perhitungan ICOR yang bersifat continous yang bisa mengukur perubahan secara berkesinambungan dan stabil. Dalam pengertian continous ini ICOR biasa disebut dengan istilah MCOR (marginal capital output ratio) yang dibangun melalui persamaan
Yit = a + b Iit-n + eit
b
1k it MCOR :
Angka k = 0.9204 menandakan bahwa untuk meningkatkan output regional atau mendorong pertumbuhan ekonomi regional setiap 1% maka dibutuhkan investasi sebesar 0.9204 rupiah. Dengan diketemukan ICOR atau MCOR maka analisis-analisis berikutnya dapat dilakukan seperti memperkirakan jumlah investasi dan menghitung pertumbuhan ekonomi. Misalkan kita ingin menaikkan pertumbuhan ekonomi wilayah pada tahun 2007 sebesar 5% maka tambahan investasi baru yang dibutuhkan adalah sebesar 0.9204 x 0.05 = 0.04602 atau 4.6020%
Misalkan k = 0.9204
30
Perilaku Konsumsi Masyarakat dan Tingkat Kemiskinan
Salah satu teori konsumsi yang paling dikenal dalam ilmu ekonomi makro adalah fungsi konsumsi Keynes, dalam persamaan regresi linier menjadi
C = C0 + c Yd
dimana C adalah konsumsi, C0 adalah konsumsi autonomus, c adalah marginal propensity to consume (MPC) atau hasrat untuk mengkonsumsi, Yd adalah disposable income yaitu pendapatan (Y) di kurangi pajak (Tx)
c1
CTP 0
Garis kemiskinan menggunakan metode BEP atau Titik Padan
31
Pertumbuhan Eksponensial yang dibangun melalui
persamaan :
Yt = Y0 (1 + r)t eut
atau dalam bentuk linier menjadi :
Ln Yt = Ln Y0 + t Ln (1 + r) + ut
Ln Yt = 0 + 1t + ut
laju pertumbuhan r sama dengan :
r = ( e1 – 1 )
Proyeksi Pertumbuhan
32
RESPEK
PENDAPATAN
KONSUMSI KEMISKINAN
Analisis Jalur Dampak RESPEK Terhadap Pengentasan Kemiskinan
R
Y
C
P
P = a0 + a1 R + a2 C + a3 Y + e
33
RESPEK
KONSUMSI KEMISKINAN
R
Y
C P
P = a0 + a1 R + a2 C + a3 Y + e1
Y = b0 + b1 R + e2
C = c0 + c1 R + c2 Y + e3
PENDAPATAN
Analisis Jalur Dampak RESPEK Terhadap Pengentasan Kemiskinan
34
No. VariabelPengaruh Langsung
Pengaruh Tidak Langsung Melalui
TotalRESPEK Pendapatan Konsumsi
1. RESPEK 0.0861 - 0.0639 0.0392 0.1892
2. Pendapatan 0.1272 - - 0.0836 0.2108
3. Konsumsi 0.1427 - - - 0.1427
4. Pengaruh serentak RESPEK, pendapatan dan konsumsi 0.5427
Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Dana RESPEK, Pendapatan, dan Konsumsi Terhadap Tingkat Kemiskinan
Analisis Jalur Dampak RESPEK Terhadap Pengentasan Kemiskinan
35
LINEAR PROGRAMMING
36
MODELMODELINPUT-OUTPUTINPUT-OUTPUT
37
PROSES PRODUKSI
INPUT OUTPUT
Input primer(primary input)
Input antara(intermediate input)
Pemakai akhir(final demand user)
Pemakai antara(intermediate user)
PABRIK
38
CONTOH : INDUSTRI TAHU TEMPE
INPUT OUTPUT
Input primer : tenaga kerja
Input antara : kedelai
Pemakai akhir : Rumahtangga
Pemakai antara : industri keripik
INDUSTRI TAHU TEMPE
39
KETERKAITAN DALAM TABEL INPUT-OUTPUT
FOKUS ANALISIS TABEL INPUT-OUTPUT
FOKUS ANALISIS TABEL SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI
INPUT OUTPUT
Input primer : tenaga kerja
Input antara : kedelai
Pemakai akhir : Rumahtangga
Pemakai antara : industri keripik
Dalam analisis SNSE semua keterkaitan ekonomi dianalisis dalam neraca endogen yang meliputi keterkaitan antarfaktor produksi, antarinstitusi, dan antarsektor produksi, atau antara institusi dengan faktor produksi, antara institusi dengan sektor
produksi, antara faktor produksi dengan sektor produksi
INDUSTRI TAHU TEMPE
40
KETERKAITAN INPUT-OUTPUT ANTARA CONTOH SEDERHANA
KETERKAITAN LEBIH KOMPLEKS DISAMPAIKAN DALAM TABEL INPUT-OUTPUT
Ikan Industri Dagang
Ikan zii zin zid
Industri zni znn znd
Dagang zdi zdn zdd
outputinput
Input : pembelian tepung ikan
industri tepung ikan
Input : ikan Output : tepungikan
Ikan tambak perdagangan
Output: penjualan tepung ikan
Input : makananikan
Output : ikan
Untuk setiap aktifitas sektor produksi dapat dibaca secara vertikal dan horisontal.
Secara horisontal : aii banyaknya nilai output antara yang didistribusikan oleh usaha
tambak ikan untuk memenuhi kebutuhan input antara pada usaha tambak ikan itu sendiri, contoh benih ikan
ain banyaknya nilai output antara yang didistribusikan oleh usaha tambak ikan untuk memenuhi kebutuhan input antara industri, contoh tepung ikan
aid banyaknya nilai output antara yang didistribusikan oleh usaha tambak ikan untuk memenuhi kebutuhan input antara jasa dagang, contoh pasar ikan
Secara vertikal : aii banyaknya nilai input antara yang digunakan oleh usaha tambak
ikan yang berasal dari output antara tambak ikan itu sendiri, contoh benih ikan
ain banyaknya nilai input antara yang digunakan oleh industri yang berasal dari output antara tambak ikan, contoh tepung ikan
aid banyaknya nilai input antara yang digunakan oleh jasa dagang yangberasal dari output antara tambak ikan, contoh pasar ikan
Hasil produksi tambak ikan didistribusikan sebagian ke industri untuk di jadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung ikan, yang kemudian output dari industri tepung ikan didistribusikan ke sektor perdagangan untuk dijual ke tambak ikan sebagai makanan ikan
41
SEKTOR 2SEKTOR 1 SEKTOR 3
Keterkaitan LangsungKedepan
Keterkaitan LangsungKedepan
Keterkaitan TidakLangsung Kedepan
Keterkaitan LangsungKebelakang
Keterkaitan LangsungKebelakang
Keterkaitan TidakLangsung Kebelakang
menjual ke menjual ke
membeli dari membeli dari
KETERKAITAN KE BELAKANG DAN KE DEPAN ANTARSEKTOR
42
TABEL INPUT-OUTPUT SEDERHANADalam prakteknya : 1. Notasi sub-skrip menggunakan angka 1, 2, 3,…,n2. Output yang dihasilkan dari kegiatan produksi didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan input antara dan permintaan
akhir yang terdiri atas konsumsi rumahtangga (C), pengeluaran pemerintah (G), investasi (I), perubahan stok modal (K), dan export atau rest of world (R). Pemberlakukan impor akan menghasilkan bentuk-bentuk tabel I-O.
3. Input yang digunakan dalam proses produksi terdiri atas input antara dan input primer dimana dalam bentuk nilai terdiri atas upah dan gaji (W), surplus usaha (S), penyusutan (D), pajak tidak langsung (T)
PERT INDS JASATotal
output antara
C G I K ROWTotal Final
Demand
Total Output
PERT z11 z12 z13 OA1 C1 G1 I1 K1 R1 Y1 X1
INDS z21 z22 z23 OA1 C2 G2 I2 K2 R2 Y2 X2
JASA z31 z32 z33 OA1 C3 G3 I3 K3 R3 Y3 X3
Total input antara
IA1 IA2 IA3
W W1 W2 W3
S S1 S2 S3
D D1 D2 D3
T T1 T2 T3
Total input primer
Y’1 Y’2 Y’3
Total Input X’1 X’2 X’3
TABEL INPUT-OUTPUT SEDERHANA TIGA SEKTOR
NILAI TAMBAH
PERMINTAAN AKHIR
43
180 Jumlah Permintaan Antara 305 Ekspor Barang Dagangan dan Jasa301 Konsumsi Rumahtangga 309 Jumlah Permintaan Akhir302 Konsumsi Pemerintah 310 Jumlah Permintaan303 Pembentukan Modal Tetap 409 Jumlah Impor
303G : Pemerintah 509 Jumlah Margin Perdagangan dan Biaya Angkutan303S : Swasta 600 Jumlah Output
304 Perubahan Stok 700 Jumlah Penyediaan
STRUKTUR LENGKAP TABEL INPUT-OUTPUT TUNGGAL
303G 303S Juml1 ………………………….: ………………………….
15 Listrik, Air dan Gas16 Bangunan Perumahan 17 Bangunan Hasil PU: ………………………….
20 Angk Jalan Raya21 Angk Laut22 Angk Sungai dan Danau23 Angk Udara: ………………………….
25 Komunikasi: ………………………….
30 Sektor-sektor lainnya190 Jumlah Input Antara200 Impor201 Upah dan Gaji202 Surplus Usaha203 Penyusutan204 Pajak Tak Langsung209 NTB/Input Primer210 Total Input
700SEKTOR EKONOMI303
310 409 509 600302 304 305 30925 ….. 180 3013021 22 23 …..….. 20151 ….. 16 17
44
A B 1 2 3 1 2 3
Permintaan akhir
Total output
1 AA11z AA
12z AA13z AB
11z AB12z AB
13z AA1F AB
1F A1X
2 AA21z AA
22z AA23z AB
21z AB22z AB
23z AA2F AB
2F A2X A
3 AA31z AA
32z AA33z AB
31z AB32z AB
33z AA3F AB
3F A3X
1 BA11z BA
12z BA13z BB
11z BB12z BB
13z BB1F BA
1F B1X
2 BA21z BA
22z BA23z BB
21z BB22z BB
23z BB2F BA
2F B2X B
3 BA31z BA
32z BA33z BB
31z BB32z BB
33z BB3F BA
3F B3X
input primer
A1V A
2V A3V B
1V B2V B
3V
Total input
A1X A
2X A3X B
1X B2X B
3X
INPUT-OUTPUT 3 SEKTOR INTERREGION
45
ANATOMI INPUT-OUTPUT INTERCOUNTRY INDONESIA - JEPANG
INDONESIA PRODUCT
JAPANESEPRODUCT
FNL DMD INDONESIA
FNL DMD JAPAN
R.O.W PRODUCT
TOT OUTPUT
INDONESIA PRODUCT AII AIJ FII FIJ LWI XI
JAPANESE PRODUCT AJI AJJ FJI FJJ LWJ XJ
CIF CAI CAJ CFI CFJ
R.O.W PRODUCT AWI AWJ FWI FWJ
TARIFF TAI TAJ TFI TFJ
VAL ADDED VI VJ
TOT INPUT XI XJ INTRA COUNTRY : II dan JJINTER COUNTRY : IJ dan JI
46
LAYOUT OF THE ASIAN INTERNATIONAL INPUT-OUTPUT TABLE
47
OUTPUT
INPUT
SEKTOR PRODUKSIPERMINT.
AKHIRTOTAL
OUTPUTPENCE MARAN
1 2 3 F X P
SEKTOR PRODUKSI
1 Z11 Z12 Z13 F1 X1 P1
2 Z21 Z22 Z23 F2 X2 P2
3 Z31 Z32 Z33 F3 X3 P3
INPUT PRIMER
V V1 V2 V3
TOTAL INPUT
X X1 X2 X3
AIR BERSIH W W1 W2 W3
TENAGA KERJA
L L1 L2 L3
TABEL INPUT – OUTPUT DAN LINGKUNGAN HIDUP
48
MATRIX DASAR INPUT-OUTPUT 3 SEKTOR
z11 z12 z13 C1 G1 I1 K1 R1
z21 z22 z23 C2 G2 I2 K2 R2
z31 z32 z33 C3 G3 I3 K3 R3
W1 W2 W3
S1 S2 S3
D1 D2 D3
T1 T2 T3
MA
TR
IKS
NIL
AI
TA
MB
AH
MATRIKS TRANSAKSI MATRIKS FINAL DEMAND
Karena Y = C + G + I + K + R, dan O = X maka dalamtransaksi output persamaan matriks menjadi :
X1 = z11 + z12 + z13 + Y1
X2 = z21 + z22 + z23 + Y2
X3 = z31 + z32 + z33 + Y3
atau dalam persamaan matriks umum :
X1
X2
X3
X1 X2 X3
MODEL IO DEMAND DRIVEN
MO
DE
L IO
SU
PP
LY
DR
IVE
N
49
MATRIKS TEKNOLOGI ATAU KOEFISIEN INPUT
ijij
j
za
X
Jika matriks transaksi Z kita bagi dengan X :
Koefisien input langsung (direct input coefficient)
Jika ada n sektor, maka akan ada nxn banyaknya koefisien input-output aij.
ijij ij ij j
j
za z a X
X
Matriks ini disebut pula matriks teknologi atau matriks Koefisien input
Salah satu konsekuensi dari perhitungan koefisien input-output ialah sebagai berikut:
50
Oleh karena zij = aij Xj maka :
1 11 1 12 2 1 1
2 21 1 22 2 2 2
1 1 2 2
n n
n n
n n n nn n n
X a X a X a X Y
X a X a X a X Y
X a X a X a X Y
11 1 12 2 1 1
21 1 22 2 2 2
1 1 2 2
(1 )
(1 )
(1 ) .
n n
n n
n n nn n n
a X a X a X Y
a X a X a X Y
a X a X a X Y
11 12 1 1 1
21 22 2 2 2
1 2
1
1
1
n
n
n n nn n n
a a a X Y
a a a X Y
a a a X Y
(I- A)X=Ydalam notasi matriks
MANIPULASI ALJABAR MATRIKS
N
2
1
N
2
1
nn2n1n
n22221
n11211
Y
Y
Y
X
X
X
aaa
aaa
aaa
1000
000
0010
0001
51
(I – A) X = Y sehingga X = (I – A)-1 Y
nY
2Y
1Y
a...aa
a...aa
a...aa
1...00
0...10
0...011
nn2n1n
n22221
n11211
X
dimana I adalah matriks identitas, A adalah matriks koefisien input, X adalah matriks vektor output, dan Y adalah matriks vektor Final Demand
nY
2Y
1Y
nnm...2nm1nm
n2m...22m21mn1m...12m11m
X
Jika m = (I – A)-1 maka X = m Y , dimana m adalah matriks invers Leontief yang juga merupakan multiplier. Dalam bentuk matriks :
PENENTUAN MULTIPLIER DAN OUTPUT
Ini berarti jika multiplier (m)diasumsikan konstan, dan Final Demand dapatdiperkirakan maka output(X) dapat ditentukan.
X = m Y
52
INVERS LEONTIEF DAN PENGGANDA KEYNES
10 0 0(1 ) ( )cY C I G
-1X=(I-A) Y
nnm...2nm1nm
n2m...22m21mn1m...12m11m
M1)AI(
sama dengan aggregate expenditureatau permintaan akhir
Pendapatan Nasional Aggregate expenditure untuk perekonomian tertutup
1(1 – A)
E
53
Sebagai suatu model yang bersifat kuantitatif, I-O bisa juga memberikan gambaran menyeluruh mengenai:1. Struktur perekonomian nasional atau regional yang mencakup struktur output dan nilai tambah
masing-masing sektor. Khususnya sektor pertanian.2. Struktur input antara, yaitu penggunaan berbagai barang dan jasa oleh sektor-sektor produksi.3. Struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa produksi dalam negeri maupun barang-barang yang
berskala impor.4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan antara oleh sektor-sektor produksi maupun
permintaan akhir untuk konsumsi investasi dan ekspor.
Ini berarti pemakaian model I-O mendatangkan keuntungan bagi perencanaan pembangunan pertanian :1. Dapat memberikan deskripsi yang detail mengenai perekonomian nasional ataupun perekonomian
regional dengan mengkuantifikasikan ketergantungan antar sektor dan asal (sumber) dari ekspor dan impor.
2. Untuk suatu perangkat permintaan akhir dapat ditentukan besaran output dari setiap sektor pertanian dan kebutuhannya akan faktor produksi dan sumberdaya.
3. Dampak perubahan permintaan terhadap perekonomian baik yang disebabkan oleh swasta ataupun pemerintah dapat ditelusuri dan diramalkan secara terperinci.
4. Perubahan‑perubahan teknologi dan harga relatif dapat diintegrasikan ke dalam model melalui perubahan koefisien teknik.
MANFAAT DAN KEGUNAAN INPUT-OUTPUT
54
INPUT-OUTPUT DALAM MODEL-MODEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN
PENDEKATAN BAWAH-ATAS (BOTTOM-UP) ATAU ATAS BAWAH
(TOP- DOWN)
pendekatan gabungan atau
campuran
PENDEKATAN PENGKERUTAN
(REDUCED)
PENDEKATAN PARSIAL
pendekatan proyek demi proyek
MODEL RULE OF THUMB
MODEL AGREGAT ATAU MODEL MAKROEKONOMETRIK
MODEL OPTIMASI
MODEL MULTISEKTOR
ATAU MODEL I-O
MODEL ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT
MODEL-MODEL PERENCANAAN PEMBANGUNAN
PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN
pendekatan obyek, sektoral atau bidang
pendekatan komprehensif
pendekatan terpadu
55
KOMODITI UNGGULAN DAN APLIKASI MODEL INPUT-OUTPUT
LIMA KRITERIA KOMODITI UNGGULAN PERTANIAN
Sumber : Simatupang et al (2000 )APLIKASI MODEL INPUT-OUTPUT
1. KONTRIBUTIF. Komoditi unggulan haruslah memiliki kontribusi yang cukup besar dalam pencapaian tujuan utama pembangunan atau dalam keragaan ekonomi makro daerah seperti dalam pengentasan kemiskinan, penciptaan nilai tambah, lapangan kerja, pengendalian inflasi dan devisa.
PENGGANDA NILAI TAMBAH, PENGGANDA PENDAPATAN, DAMPAK PERUBAHAN, ELASTISITAS, PERKIRAAN TENAGA KERJA DAN EKSPOR, PANGSA
2. ARTIKULATIF. Komoditi unggulan haruslah memiliki kemampuan besar sebagai dinamisator bagi pertumbuhan sektor-sektor lain dalam spektrum yang luas.
KOEFISIEN PENGGANDA, DAYA SEBAR, DERAJAD KEPEKAAN, FIELD OF INFLUENCE, PULL AND PUSH ANALYSIS, KEY SECTOR
3. PROGRESIF. Komoditi unggulan harus dapat tumbuh secara berkelanjutan dengan laju yang cukup pesat.
DEKOMPOSISI STRUKTURAL, I-O DYNAMIC, RAS, MULTIPLIER PRODUCT MATRIX
4. TANGGUH. Komoditi unggulan harus memiliki daya saing dan ketahanan menghadapai gejolak ekonomi, politik, globalisasi maupun alam.
INTERNATIONAL MARKET SHARE (IMS), REVEALED COMPARATIVE ADVANTAGE (RCA), NET EXPORT EFFECT INDICATORS (NEEI), EFFECTIVE RATE OF PROTECTION (ERP), INDEX OF INTERNATIONAL COMPETITIVENESS (IIC), DEPEDENCY RATIO
5. PROMOTIF. Komoditi unggulan harus mampu menciptakan tatanan lingkungan yang baik bagi kegiatan perekonomian daerah maupun nasional.
INPUT-OUTPUT ANTARWILAYAH
56
ARTI MULTIPLIER DAN PENERAPANNYA
Persamaan X = m Y bila dinyatakan dalam perubahan :
Y
Xm
X = m Y maka
dengan demikian nilai m mempunyai makna jika terjadi perubahan permintaan akhir (final demand) sebesar satu-satuan moneter maka nilai output akan berubah sebesar nilai multiplier
Analisis angka pengganda mencoba melihat apa yang terjadi terhadap variabel-variabel endogen, yaitu output sektoral, apabila terjadi perubahan variabel-variabel eksogen, seperti permintaan akhir, di perekonomian
Perubahan variabel eksogen--- konsumsi, investasi,
pengeluaran pemerintah ---
Perubahan variabel endogen--- output/produksi ---
Angka pengganda(multiplier)
Output multiplier
Income multiplier
employment multiplier
57
OUTPUT MULTIPLIER
Jika ada tambahan final demand sebesar Rp 1 di satu sektor tertentu (katakan sektor i), berapa besar tambahan output di sektor tersebut?
Rp 1 tambahan final demanddi sektor i --- konsumsi, investasi,
pengeluaran pemerintah ---
Tambahan outputdi sektor i
Angka pengganda output(output multiplier)
1,228 0,351
0,526 1,579
1(I A)
1X (I A) Y1,228 0,351 1 1,228
0,526 1,579 0 0,526
X
Katakan terdapat tambahan final demand sebesar Rp 1 untuk sektor 1 sementara final demand sektor 2 tidak berubah, berarti :
Sektor 1 Sektor 2
1
0
Y
Xtotal = 1,754+
58
• Jika ada tambahan final demand sebesar Rp 1 di satu sektor tertentu (katakan sektor i), berapa besar tambahan pendapatan rumah tangga di sektor tersebut?
• Pendapatan rumah tangga berasal dari penerimaan gaji/upah tenaga kerja yang pada gilirannya merupakan proporsi tertentu dari output yang diproduksi
Rp 1 tambahan final demanddi sektor i --- konsumsi, investasi,
pengeluaran pemerintah ---
Tambahan outputdi sektor i
Angka pengganda output(output multiplier)
Tambahan pendapatan
rumah tanggadi sektor i
Angka pengganda pendapatan rumah tangga
(household income multiplier)
INCOME MULTIPLIER
59
• Jika ada tambahan final demand sebesar Rp 1 di satu sektor tertentu (katakan sektor i), berapa besar tambahan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut?
• Terdapat hubungan yang proporsional antara output yang diproduksi dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Jika kita ketahui besar tambahan output yang akan diproduksi, maka dapat dihitung pula jumlah tenaga kerja yang diperlukan
Rp 1 tambahan final demanddi sektor i
--- konsumsi, investasi,pengeluaran pemerintah ---
Tambahan outputdi sektor i
Angka pengganda output(output multiplier)
Tambahan serapan
tenaga kerjadi sektor i
Angka pengganda tenaga kerja
(employment multiplier)
EMPLOYMENT MULTIPLIER
60
BEBERAPA INDIKATOR KETERKAITANKETERKAITAN DENGAN METODE CHENERY-WATANABE :
BLCJ menunjukkan keterkaitan kebelakang dari sektor j, a ij adalah koefisien input dari
sektor j ke sektor i.
FLCI merupakan keterkaitan kedepan dari sektor i, sedangkan bij menunjukkan koefisien
output dari sektor i ke sektor j.
KETERKAITAN DENGAN METODE RASMUSSEN :
BLRj dan FLR
i masing-masing menunjukkan ukuran keterkaitan kebelakang dan keterkaitan kedepan untuk metode Rasmussen, sedangkan g ij adalah elemen pada matriks invers Leontif, G = (I – A)-1. Oleh karena model Rasmussen menggunakan matriks invers Leontif, maka ukuran keterkaitan antarsektor yang diperoleh bisa dikatakan merupakan ukuran keterkaitan total, yang menghitung dampak langsung dan tidak langsung dari suatu sektor dalam perekonomian.
n
iij
n
i j
ijcj a
x
xBL
11
n
jij
n
j j
ijci b
x
xFL
11
n
1iij
Rj mBL
n
1jij
Ri mFL
i jijn
1
n
1iij
j m
mα
i jijn
1
n
1jij
i m
m
β
RASMUSSEN DUAL INDEX :j kemampuan penyebaran (power of dispersion), dan i kepekaan penyebaran (sensitivity of dispersion). Dengan dua indeks ini kita bisa melakukan perbandingan besarnya derajad keterkaitan antarsektor, yang nantinya bisa ditentukan sektor-sektor mana saja yang dapat dijadikan sebagai sektor unggulan, sektor kunci atau sektor pemimpin dalam perencanaan pembangunan ekonomi
ANGKA PENGGANDA TYPE I DAN TYPE II
Yj adalah angka pengganda pendapatan tipe I pada sektor j, adalah angka pengganda pendapatan tipe II, Pi adalah koefisien input upah/gaji rumah tangga pada sektor i, gi adalah unsur matriks invers Leontif untuk model I-O terbuka, dan terakhir adalah unsur matriks invers Leontif untuk model I-O tertutup
i
n
1iiji
j P
mPY
i
n
1iiji
j P
mPY
61
TIPE MULTIPLIER
OUTPUT PENDAPATAN ANALISIS
Dampak awal 1 pijDampak initial mengacu kepada asumsi bila permintaan akhir naik, tanpa melihat komponen mana yang meningkat, tetapi pada umumnya mengarah kepada kenaikan pengeluaran pemerintah daerah atau penerimaan ekspor. Ini merupakan perangsang atau penyebab terjadinya dampak
Pengaruh langsung aij aij pjInformasi yang disampaikan melalui koefisien keterkaitan langsung, sekadar menunjukkan seberapa jauh output dari suatu sektor mencukupi kebutuhan input produksinya atau memenuhi permintaan domestik dari sektor produksi lain
Pengaruh tidak langsung
bij – 1 - a ij bij pj – pj - aij pjDampak tidak langsung yang bisa dikatakan juga pengaruh dukungan industri beranjak dari pengaruh putaran kedua dan seterusnya sebagai gelombang beruntun peningkatan output dalam perekonomian wilayah untuk penyediaan dukungan produksi sebagai suatu respon meningkatnya permintaan akhir di suatu sektor
Dampak imbasan konsumsi
(b*ij – bij) (b*ij pj – bij pj)besarnya dampak imbasan konsumsi yang didefinisikan sebagai imbasan karena meningkatnya pendapatan rumahtangga akibat naiknya permintaan akhir output suatu sektor industri
Dampak total b*ij b*ij pjDampak total merupakan penjumlahan dari semua dampak yaitu, dampak awal, pengaruh langsung (pembelian putaran pertama), pengaruh tidak langsung (pengaruh dukungan industri) dan dampak imbasan konsumsi
Dampak luberan b*ij - 1 b*ij pj - pjDampak ini dianggap lebih mencerminkan ukuran pengaruh karena bisa mengukur dampak bersih (net impact) yang dihitung sebagai selisih antara dampak total dengan dampak awal. Dalam hal ini dampak awal dikatakan sebagai faktor penyebab, sedangkan dampak-dampak lainnya mencerminkan faktor-faktor akibat
Analisis Efek Multiplier Menurut Tipenya
dimana pj adalah koefisien pendapatan rumah tangga (upah/gaji), a ij adalah koefisien input langsung; bij adalah koefisien input matrik kebalikan terbuka; dan b* ij adalah koefisien input matrik kebalikan tertutup.
62
METODE ANALISIS DIGUNAKAN UNTUK
Analisis Penyerapan Tenaga KerjaElastisitas Kesempatan Kerja :
Perluasan Kesempatan Kerja
Li = E [ (b12 Y1 + b12 Y2 + b13 Y3 + …. + b12 Y1 )]
Proyeksi Kesempatan KerjaLi = L [I – (I – M*) A]-1 Y
Mengukur elastisitas kesempatan kerja
Menghitung perluasan kesempatan kerja
Menghitung proyeksi kesempatan kerja
Analisis Simulasi KebijakanXi = [I – A]-1 Fd
Li = l’ [I – A]-1 Fd
Yi = y’ [I – A]-1 Fd
Ti = t’ [I – A]-1 Fd
Mengukur dampak kebijakan pengeluaran pembangunan terhadap peningkatan output (X), tenaga kerja (L), pendapatan masyarakat (Y), dan pendapatan daerah (T)
Analisis Sumber-Sumber Pertumbuhan Struktural
X = Btft + B0f0
= (B0 + B)(f0 + f) – B0f0
= B0f + Bf0 + Bf
= Xf + XB + XBf
Menentukan sumber-sumber pertumbuhan dari sektor infrastruktur baik itu internal maupun eksternal
xyxLbxLE j
n
ijjijiixyj / // /
1
63
PENGUKURAN ELASTISITAS
Diketahui bahwa elastisitas variabel Y terhadap X adalah :
X
Y
Y
XXY
X
YmXY
karena
dimana m adalah multiplier input-output, sedangkan (Y/X) menunjukkan share atau kontribusi dari permintaan akhir dalam menciptakan output. Dalam hal ini elastisitas untuk masing-masing komponen permintaan akhir dapat ditentukan.
Y
Xm
maka
64
MENAKSIR KOEFISIEN INPUT
Akibat keterbatasan dana dan waktu pada suatu wilayah, menyebabkan penyusunan Tabel IO dengan metode survey menjadi sulit dilakukan. Untuk mengatasi ini telah ada metode penyusunan IO yang bersifat tidak langsung (nonsurvey)
Untuk mengingat kembali, yang dimaksud koefisien input adalah :
ijij
j
za
X
Dalam bentuk matriks
Pertanyaannya bagaimana menaksir koefisien input aij pada suatu wilayah dengan cara yang lebih mudah dibandingkan metode survey ?
65
METODE LOCATION QUOTIENT1. Metode SIMPLE LOCATION QUOTIENT
Jika LQ 1 maka diasumsikan bahwa sektor produksi i di wilayah dapat memenuhi permintaan wilayah, sehingga koefisien input wilayah sama dengan koefisien input nasional aij
WW = aij Jika LQ < 1 maka diasumsikan bahwa sektor produksi i wilayah tidak dapat memenuhi permintaan wilayah. Dalam keadaan ini koefisien input wilayah dapat diduga dengan menggandakan LQ dengan aij atau aij
ww = LQi aij
VV
vv
LQ
t
i
t
i
i
2. Metode PURCHASES ONLY LOCATION QUOTIENT
Dimana Xwm adalah output sektor-sektor yang membeli dari sektor i pada tingkat wilayah, Xm adalah output sektor-sektor yang membeli dari sektor i pada tingkat nasional.Perhitungan koefisien input wilayah sama dengan metode simple LQ
XX
XX
PLQ
mt
i
wm
iw
i
3. Metode CROSS-INDUSTRY QUOTIENT
Dimana subsskrip i menunjukkan sektor penjual, sedangkan j menunjukkan sektor pembeli, sedangkan X adalah output.Jika CIQij 1, maka untuk sel aij
ww = aij , karena output sektor i lebih besar dari sektor j pada wilayah tersebut dibandingkan dengan tingkat nasional. Dalam hal ini diasumsikan bahwa sektor i dapat memenuhi permintaan j. Jika CIQ < 1, maka untuk sel aij
ww = CIQij . aij
XX
XX
CIQ
j
wj
i
wi
ij
66
Pada dasarnya RAS itu adalah sebuah nama rumus matrik yang dikembangkan oleh Richard Stone, dimana R dan S adalah matrik diagonal berukuran n x n, dan A adalah matrik berukuran n x n yang menunjukkan banyaknya sektor industri. Andaikan kita ingin menaksir elemen matrik A pada periode t, atau At, serta diketahui elemen matrik A pada periode t = 0, atau A(0), maka A(t) dapat ditaksir dengan menggunakan rumus :
A(t) = R . A(0) . S
Elemen matrik A disebut sebagai koefisien teknologi (koefisien input). Tingkat perubahan koefisien teknologi pada dua periode yang berbeda diwakili oleh elemen matrik R dan S. Elemen matrik diagonal R mewakili efek subtitusi teknologi yang diukur melalui penambahan jumlah permintaan antara tiap output sektor-sektor industri. Kemudian elemen matrik diagonal S menunjukkan efek perubahan jumlah input pada tiap sektor industri
METODE RAS
67
j i, semuauntuk 0
i semuauntuk
j semuauntuk ..
min
ij
ij
jij
ji
jij
i jijij
q
uxq
vxqts
qaZ
j i, semuauntuk 0
i semuauntuk
j semuauntuk ..
min
ij
ij
jij
ji
jij
ijiji j
ij
q
uxq
vxqts
qaaZ
j i, semuauntuk 0
i semuauntuk
j semuauntuk ..
min
ij
ij
jij
ji
jij
i j ij
ijij
q
uxq
vxqts
a
qaZ
1. Absolute Differences
2. Weighted Absolute Differences
3. Normalized Absolute Differences
ji, semuauntuk 0
i semuauntuk
j semuauntuk .
min 2
ij
jiijij
iiijij
i jijij
q
uxq
vxqts
qaz
ji, semuauntuk 0
i semuauntuk
j semuauntuk .
min 2
ij
jiijij
iiijij
i jijijij
q
uxq
vxqts
qaaz
ji, semuauntuk 0
i semuauntuk
j semuauntuk .
min 2
ij
jiijij
iiijij
i j ij
ijij
q
uxq
vxqts
a
qaz
5. Weighted Squared Differences
6. Normalized Squared Differences
4. Squared Differences
ji, semuauntuk 0
i semuauntuk
j semuauntuk .
lnmin
ij
jiijij
iiijij
ij
ij
i jij
q
uxq
vxqts
a
qqz
ji, semuauntuk 0
i semuauntuk
j semuauntuk .
1min
ij
jiijijij
iiijijij
i jijij
i jijijij
y
uxay
vxayts
yaayaz
7. RAS
8. Sign Preserving Absolute Difference Formulation
METODE LAGRANGIAN MULTIPLIER
68
i j ij
ijij A
Aln A min
i j i jijijijij A ln AA ln A min
j
ijij YYA **
j
jiA 1
subject to
Metode ini telah digunakan oleh Golan et al (1994) dalam Robinson et al (2000) untuk mengestimasi matriks koefisien pada tabel input-output. Mereka menyampaikan ide bagaimana memperoleh matriks koefisien A dengan cara meminimumkan jarak entropy antara koefisien A pada matriks sebelumnya dan matriks koefisien yang baru hasil estimasi. Atau secara matematik hal tersebut dapat disampaikan sebagai berikut
METODE CROSS ENTROPHY
69
1 2 3 4 5 6 7 8 TOTAL FD OUTPUT1 154365.40 0.00 1593.94 0.00 0.00 0.00 13063.96 1791.70 170815.01 2116063.20 2286878.202 6313.19 16494.69 570.65 0.00 0.00 0.00 16008.00 1244.61 40631.14 283447.41 324078.553 63578.58 129.07 19318.77 0.00 0.00 0.00 23855.26 7828.99 114710.67 202982.42 317693.094 0.00 255.02 1210.72 128316.87 0.00 156.25 281065.28 852.15 411856.28 1154357.87 1566214.155 0.00 0.00 0.00 0.00 391935.00 0.00 136418.56 6749.46 535103.02 713443.24 1248546.266 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3069491.51 1266.28 1136164.34 4206922.13 7846946.05 12053868.197 42025.02 1543.37 5557.88 1300.68 6772.59 725.05 219446.39 19041.88 296412.85 1368139.09 1664551.958 260580.49 27373.82 119677.21 329544.62 59924.12 106035.20 113988.92 308689.43 1325813.81 5030653.93 6356467.74
TOTAL 526862.68 45795.96 147929.17 459162.17 458631.71 3176408.00 805112.67 1482362.56VA 1760015.52 278282.60 169763.92 1107051.98 789914.55 8877460.18 859439.28 4874105.17
TOTAL 2286878.20 324078.55 317693.09 1566214.15 1248546.26 12053868.19 1664551.95 6356467.74
SECTOR 1 2 3 4 5 6 7 8 TOTAL FD TOTAL 1 0.06750 0.00000 0.00502 0.00000 0.00000 0.00000 0.00785 0.00028 0.00662 0.11306 0.05135 2 0.00276 0.05090 0.00180 0.00000 0.00000 0.00000 0.00962 0.00020 0.00157 0.01514 0.00728 3 0.02780 0.00040 0.06081 0.00000 0.00000 0.00000 0.01433 0.00123 0.00444 0.01085 0.00713 4 0.00000 0.00079 0.00381 0.08193 0.00000 0.00001 0.16885 0.00013 0.01595 0.06168 0.03517 5 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.31391 0.00000 0.08196 0.00106 0.02073 0.03812 0.02804 6 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.25465 0.00076 0.17874 0.16294 0.41926 0.27066 7 0.01838 0.00476 0.01749 0.00083 0.00542 0.00006 0.13184 0.00300 0.01148 0.07310 0.03738 8 0.11395 0.08447 0.37671 0.21041 0.04800 0.00880 0.06848 0.04856 0.05135 0.26879 0.14273TOTAL 0.23039 0.14131 0.46564 0.29317 0.36733 0.26352 0.48368 0.23321 0.27509 1.00000 0.57974VA 0.76961 0.85869 0.53436 0.70683 0.63267 0.73648 0.51632 0.76679 0.72491 0.00000 0.42026TOTAL 1.00000 1.00000 1.00000 1.00000 1.00000 1.00000 1.00000 1.00000 1.00000 1.00000 1.00000
SECTOR 1 2 3 4 5 6 7 8 TOTAL 1 1.07281 0.00008 0.00606 0.00009 0.00010 0.00001 0.00985 0.00036 1.08936 2 0.00345 1.05371 0.00236 0.00007 0.00011 0.00000 0.01179 0.00026 1.07175 3 0.03231 0.00067 1.06584 0.00035 0.00024 0.00002 0.01810 0.00145 1.11898 4 0.00456 0.00205 0.00874 1.08963 0.00174 0.00005 0.21237 0.00085 1.31997 5 0.00308 0.00088 0.00343 0.00060 1.45878 0.00004 0.13808 0.00208 1.60696 6 0.03475 0.02278 0.10258 0.05799 0.01798 1.34464 0.03636 0.25290 1.86998 7 0.02390 0.00613 0.02313 0.00189 0.00938 0.00014 1.15407 0.00371 1.22236 8 0.14479 0.09497 0.42766 0.24183 0.07493 0.01246 0.14672 1.05458 2.19794TOTAL 1.31964 1.18127 1.63980 1.39245 1.56327 1.35735 1.72734 1.31618 11.49730
MATRIKS TRANSAKSI TOTAL ATAS DASAR HARGA PRODUSEN (8x8)
MATRIKS KOEFISIEN INPUT
MATRIKS INVERS LEONTIEF
BAGAIMANA CARA MEMBACA MATRIKS
70
Kode IndustriIndirect Effect Type I Indirect Effect Type II
Backward Forward Backward Forward
IMMK 2.0146 1.0083 2.7728 1.2236
IMMB 2.0066 1.1629 2.7643 1.4102
ITBK 1.9626 1.0642 2.7558 1.0672
ITBB 1.0322 1.1031 1.8353 1.1979
IPKK 2.3473 1.5348 3.2528 1.6034
IPKB 1.5256 1.3369 2.4488 1.5071
IKPK 1.3227 1.1073 2.2141 1.1311
IKPB 1.3432 1.1239 2.2228 1.1876
IPUK 1.7864 1.0628 2.7691 1.0712
IPUB 1.9618 1.0338 2.7670 1.0563
IMAK 1.4083 1.0480 2.3516 1.0709
IMAB 1.4150 1.0604 2.5257 1.0809
DAMPAK TIDAK LANGSUNG SEKTOR INDUSTRI
71
IMMK
ITBKIPUK
IPKK
IKPK
IMAK
0.6000
0.7000
0.8000
0.9000
1.0000
1.1000
1.2000
1.3000
1.4000
1.5000
1.6000
0.5000 0.7000 0.9000 1.1000 1.3000 1.5000 1.7000 1.9000 2.1000 2.3000 2.5000
POLA PEMBANGUNAN INDUSTRI KECIL BERDASARKAN KETERKAITAN TIDAK LANGSUNG ANTARSEKTOR PRODUKSI TIPE
I