perencanaan pencahayaan buatan pada bangunan gedung (studi kasus rusunawa politeknik negeri...

22
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Keperluan pencahayaan ruangan menempati urutan terbesar kedua setelah sistem tata udara. Sebagaimana diketahui bahwa sumber daya alam untuk membangkitkan listrik adalah terbatas dan suatu saat akan habis. Hal ini menyebabkan harga listrik akan semakin mahal. Oleh karena itu sistem tata cahaya suatu bangunan harus direncanakan dengan baik. Melihat begitu pentingnya cahaya bagi manusia untuk beraktivitas, maka tidaklah mengherankan jika perencanaan cahaya pada bangunan juga memegang peranan penting bagi keberhasilan fungsi dari bangunan tersebut. Seorang Perencana dalam merencanakan bangunan, selalu mempertimbangkan pencahayaan bagi bangunan yang dirancangnya baik itu pencahayaan alamiah siang hari (sun lighting) maupun perencanaan pencahayaan buatan (artificial lighting). Pada pencahayaan alamiah siang hari (PASH), sumber cahaya didapat dari sinar matahari sehingga keberadaannya sangat tergantung dari keadaan alam serta posisi suatu daerah di bumi. Sehingga pengendalian pencahayaan alamiah tidak sama antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Sementara itu pencahayaan buatan tidak terpengaruh oleh perbedaan waktu, tempat, maupun musim. Hal mana tidak didapat pada pencahayaan alamiah. Pada umumnya pencahayaan buatan ini dipergunakan pada saat penerangan alamiah siang hari berada pada kekuatan minimum atau kurang memenuhi syarat. 1.2 Perumusan masalah 1. Bagaimana rancangan pencahayaan buatan pada ruangan yang sesuai memenuhi persyaratan. 2. Bagaimana merencanakan fasad tampilan luar pada bangunan. 1.3 Tujuan Merencanakan bentuk bangunan gedung dan pencahayaan buatan dalam ruangan pada bangunan gedung. 1.4 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari tugas akhir ini adalah :

Upload: reza-heldyan-ii

Post on 18-Jan-2016

286 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Keperluan pencahayaan ruangan menempati urutan terbesar kedua setelah

sistem tata udara. Sebagaimana diketahui bahwa sumber daya alam untuk

membangkitkan listrik adalah terbatas dan suatu saat akan habis. Hal ini

menyebabkan harga listrik akan semakin mahal. Oleh karena itu sistem tata

cahaya suatu bangunan harus direncanakan dengan baik.

Melihat begitu pentingnya cahaya bagi manusia untuk beraktivitas, maka

tidaklah mengherankan jika perencanaan cahaya pada bangunan juga memegang

peranan penting bagi keberhasilan fungsi dari bangunan tersebut. Seorang

Perencana dalam merencanakan bangunan, selalu mempertimbangkan

pencahayaan bagi bangunan yang dirancangnya baik itu pencahayaan alamiah

siang hari (sun lighting) maupun perencanaan pencahayaan buatan (artificial

lighting). Pada pencahayaan alamiah siang hari (PASH), sumber cahaya didapat

dari sinar matahari sehingga keberadaannya sangat tergantung dari keadaan alam

serta posisi suatu daerah di bumi. Sehingga pengendalian pencahayaan alamiah

tidak sama antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Sementara itu

pencahayaan buatan tidak terpengaruh oleh perbedaan waktu, tempat, maupun

musim. Hal mana tidak didapat pada pencahayaan alamiah. Pada umumnya

pencahayaan buatan ini dipergunakan pada saat penerangan alamiah siang hari

berada pada kekuatan minimum atau kurang memenuhi syarat.

1.2 Perumusan masalah

1. Bagaimana rancangan pencahayaan buatan pada ruangan yang sesuai

memenuhi persyaratan.

2. Bagaimana merencanakan fasad tampilan luar pada bangunan.

1.3 Tujuan

Merencanakan bentuk bangunan gedung dan pencahayaan buatan dalam

ruangan pada bangunan gedung.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari tugas akhir ini adalah :

Page 2: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

2

a. Dapat dijadikan sebagai referensi tugas akhir untuk mahasiswa/i yang

akan mengambil tugas akhir 3D desain interior untuk pencahayaan.

b. Memperkenalkan bentuk bangunan gedung dan desain interior

tersebut.

c. Bisa menjadi salah satu bahan untuk memperlengkap dari tampilan

sistem informasi grafis bagian pendidikan seperti yang telah dilakukan

oleh Negara-Negara maju pada masa sekarang ini.

1.5 Batasan masalah

Dalam penulisan tugas akhir ini agar tidak terjadi penyimpangan, maka

penulis membatasi masalah yang akan direncanakan sebagai berikut :

a. Penulis hanya mendesain bentuk gedung dan pencahayaan buatan

ruangan dalam gedung.

b. Perencanaan pencahayaan buatan hanya ditentukan didalam ruangan

tertentu.

c. Penulis tidak melakukan perencanaan anggaran biaya (RAB) pada

banguan tersebut.

1.6 Keaslian Penelitian

Terdapat penelitian yang membahas disain interior ruang batik secara

umum, seperti penelitian yang pernah dilakukan oleh Desi (2007) dari Universitas

Petra Surabaya dengan judul Konsep Perancangan Interior Batik Gajah Oleng.

Dalam penelitian ini, terdapat penjelasan tentang pencahayaan pada galeri batik

Gajah Oleng. Pencahayaan yang digunakan pada batik Gajah Oleng menggunakan

kombinasi pencahayaan alami dan buatan. Pencahayaan alami masuk melalui

jendela dan bukaan pintu dengan prosentase cahaya 20%. Jendela menggunakan

lembaran UV Filtering Polyester Film agar cahaya dengan lembut ke dalam galeri.

Pada ruang demo membatik menggunakan pencahayaan buatan lokal (intensitas

besar untuk area kecil). Namun penelitian ini belum menggali lebih dalam

mengenai pencahayaan buatan ruang membatik.

Penulis di sini akan mencoba melakukan perencanaan pencahayaan buatan pada

bangunan gedung dengan Berbagai kondisi. Dimana nantinya akan didapatkan

hasil perencanaan tersebut

Page 3: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencahayaan buatan

Pencahayaan buatan adalah pencahayaan yang berasal dari sumber cahaya

buatan manusia yang dikenal dengan lampu atau luminer. Pada cuaca yang kurang

baik dan malam hari, pencahayaan buatan sangat dibutuhkan. Perkembangan

teknologi sumber cahaya buatan memberikan kualitas pencahayaan buatan yang

memenuhi kebutuhan manusia. (Sumber : SNI 03-6575-2001 ‘’tata cara

pencahayaan buatan pada bangunan gedung’’)

2.2 Istilah dan definisi

1. Armature

Rumah lampu yang digunakan untuk mengendalikan dan

mendistribusikan cahaya yang dipancarkan oleh lampu yang dipasang

didalamnya, dilengkapi dengan peralatan untuk melindungi lampu dan

peralatan pengendali listrik.

2. Ballast

Alat yang dipasang pada lampu TL dan lampu pelepasan gas untuk

membatasi arus listrik dalam pengoperasian lampu-lampu tersebut.

3. Koefisien depresiasi

Perbandingan antara tingkat pencahayaan setelah jangka waktu

tertentu dari instalasi pencahayaan digunakan terhadap tingkat

pencahayaan pada waktu instalasi baru.

4. Koefisien penggunaan

Perbandingan antara fluks luminous yang sampai dibidang kerja

terhadap fluks luminusyang dipancarkan oleh semua lampu

5. Renderasi warna

Efek psikofisik suatu sumber cahaya atau lampu terhadap warna

obyek-obyek yang diterangi, dinyatakan dalam suatu angka indeks

yang diperoleh berdasarkan perbandingan dengan efek warna sumber

cahaya referensi pada kondisi yang sama.

Page 4: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

4

6. Rentang efikasi

Rentang angka perbandingan antarafluks luminus dengan daya listrik

masukan (lumen/watt)

7. Rugi-rugi ballast

Rendemen atau kehilangan daya listrik (dalam watt) akibat

pemasangan ballast.

8. Tingkat pencahayaan

Tingkat pencahayaan pada bidang kerja

9. Umur individual teknik

Sejumlah jam menyala setelah satu lampu mengalami kegagalan.

10. Umur minimum

Umur lampu yang digariskan oleh pabrik, sebagai contoh lampu

projector bioskop.

11. Umur pelayanan

Umur lampu setelah fluks luminus turun pada suatu tingkat dimana

lampu masih mengkomsumsi daya listrik secara penuh.

12. Umur rata-rata

Umur teknis rata-rata dari suatu kelompok lampu.

13. Umur rata-rata pengenal

Umur lampu setelah 50% dari suatu kelompok lampu mengalami

kegagalan yang diuji pada laboratorium yang dikontrol kondisi kerja

nya.

2.3 Kriteria perencangan

2.3.1 Tingkat Pencahayaan

1. Tingkat pencahayaan pada suatu ruangan pada umumnya

didefinisikan sebagai tingkat pencahayaan rata-rata pada bidang kerja.

2. Koefisien Penggunaan (kp).

Sebagian dari cahaya yang dipancarkan oleh lampu diserap oleh

armature, sebagian dipancarkan ke kearah atas dan sebagian lagi

dipancarkan ke arah bawah. Faktor penggunaan didefinisikan sebagai

perbandingan antara fluks luminus yang sampai di bidang kerja

terhadap keluaran cahaya yang dipancarkan oleh semua lampu.

Page 5: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

5

Besarnya koefisien penggunaan dipengaruhi oleh faktor :

1). Distribusi intensitas cahaya dari armatur.

2). Perbandingan antara keluaran cahaya dari armatur dengan

keluaran cahaya dari lampu di dalam armatur.

3). Reflektansi cahaya dari langit-langit, dinding dan lantai.

4). Pemasangan armatur apakah menempel atau digantung pada

langit-langit,

5). Dimensi ruangan.

Besarnya koefisien penggunaan untuk sebuah armature diberikan

0,95.

3. Koefisien Depresiasi (penyusutan) (kd).

Koefisien depresiasi atau sering disebut juga koefisien rugi-rugi

cahaya atau koefisien pemeliharaan, didefinisikan sebagai

perbandingan antara tingakat pencahayaan setelah jangka waktu

tertentu dari instalasi pencahayaan digunakan terhadap tingkat

pencahayaan pada waktu instalasi baru.

Besarnya koefisien depresiasi dipengaruhi oleh :

1). Kebersihan dari lampu dan armatur.

2). Kebersihan dari permukaan-permukaan ruangan.

3). Penurunan keluaran cahaya lampu selama waktu penggunaan.

4). Penurunan keluaran cahaya lampu penurunan tegangan listrik.

Besarnya koefisien depresiasi biasanya ditentukan berdasarkan

estimasi. Untuk ruangan dan armatur dengan pemeliharaan yang baik

pada umumnya koefisien depresiasi diambil sebesar 0,8.

4. Jumlah armatur yang diperlukan untuk mendapatkan tingkat

pencahayaan tertentu. Untuk menghitung jumlah armatur, terlebih

dahulu dihitung fluks luminus total yang diperlukan untuk

mendapatkan tingkat pencahayaan yang direncanakan, dengan

menggunakan persamaan :

Page 6: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

6

.................................................... 2.1

Kemudian jumlah armatur dihitung dengan persamaan :

.................................................................. 2.2

dimana :

Eratarata = tingkat pencahayaan rata-rata (lux)

Ftotal = Fluks luminous total dari semua lampu yang menerangi

(lumen)

A = luas m2

Kp = koefisien penggunaan

Kd = koefisien depresiasi (penyusutan)

Ntotal = jumlah armature (titik lampu)

F1 = fluks luminous satubuah lampu (pada kotak lampu)

N = jumlah lampu dalam satu armatur

5. Tingkat pencahayaan minimum yang direkomendasikan

Tingkat pencahayaan minimum dan renderasi warna yang

direkomendasikan untuk berbagai fungsi ruangan ditunjukan pada

tabel 2.1

Tabel 2.1 : Tingkat pencahayaan minimum dan renderasi warna yang

direkomendasikan (E)

Tingkat Kelompok

Fungsi ruangan Pencahayaan renderasi

(lux) warna

Rumah Tinggal :

Teras 60 1 atau 2

Ruang tamu 120 ~ 250 1 atau 2

Ruang makan 120 ~ 250 1 atau 2

Ruang kerja 120 ~ 250 1

Kamar tidur 120 ~ 250 1 atau 2

Kamar mandi 250 1 atau 2

Dapur 250 1 atau 2

)(lumenkdkp

AEFtotal

nF

FN total

total

1

Page 7: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

7

Tabel lanjutan 2.1

Garasi 60 3 atau 4

Perkantoran

Ruang Direktur 350 1 atau 2

Ruang kerja 350 1 atau 2

Ruang komputer 350 1 atau 2

Ruang rapat 300 1 atau 2

Ruang gambar 750 1 atau 2

Gudang arsip 150 3 atau 4

Ruang arsip aktif 300 1 atau 2

Lembaga Pendidikan

Ruang kelas 250 1 atau 2

Perpustakaan 300 1 atau 2

Laboratorium 500 1

Ruang gambar 750 1

Kantin 200 1

Hotel dan

Restauran

Lobby, koridor 100 1

Ballroom/ruang

sidang. 200 1

Ruang makan 250 1

Cafetaria 250 1

Kamar tidur 150 1 atau 2

Dapur 300

Rumah Sakit/Balai

pengobatan

Ruang rawat inap 250 1

Sumber : SNI 03-6575-2001

2.4 Penurunan kinerja armature

Kinerja armature berangsur-angsur menurun dengan bertambahnya waktu.

Hal ini disebabkan oleh :

1. Akumulasi debu atau kotoran lain pada permukaan refraktor maupun

reflector

2. Perubahan warna kedua permukaan tersebut akibat bertambahnya

umur, karena radiasi cahaya lampu atau korosi.

Tidak ada aturan yang pasti untuk menentukan jadwal pemeliharaa/pembersihan

armature. Pada umumnya untuk menentukan jadwal ini, faktor biaya, kesesuaian

waktu pelaksanaan dan efesiensi system pencahayaan menjadi faktor-faktor yang

Page 8: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

8

harus di perhitungkan. Sebagai petunjuk, pada umumnya pembersihan dilakukan

minimal setahun sekali (meskipun untuk tempat-tempat tertentu hal ini tidak

cukup). Akan lebih baik apabila pembersihan ini dilakukan bersamaan waktunya

dengan waktu penggantian lampu.

2.5 Pemeliharaan permukaan-permukaan ruangan.

Lapisan debu dan kotoran yang menempel pada seluruh permukaan ruangan (dan

kaca) akan mengurangi faktor refleksi (dan transmisi) cahaya yang berarti akan

menurunkan tingkat pencahyaan di dalam ruangan tersebut.

Kecepatan penurunan faktor refleksi ( dan faktor transmisi) bervariasi bergantung

pada :

1. Tekstur permukaan

2. Kemiringan permukaan

3. Lokasi bangunan dan kegiatan yang dilakukan di dalam ruangan

4. Pengaruh kondisi lingkungan (misalnya hujan)

5. Jadwal pembersihan dan renovasi.

Pencahayaan pada bidang kerja di peroleh dari pencahayaan langsung armature

dan pencahayaan difus pantulan pada langit-langit dan dinding. Oleh karena itu,

pengaruh akumulasi debu pada permukaan terhadap tingkat pencahayaan pada

bidang kerja akan lebih besar pada ruangan yang tidak menggunakan armature

dengan distribusi cahaya langsung.

2.6 Penurunan fluks luminus.

Ada dua faktor yang harus diperhitungkan dalam menentukan waktu

penggantian lampu yaitu : penurunan fluks luminus lampu dan probabilitas

“putus”nya lampu. Penilaian terhadap dua faktor ini sangat tergantung pada jenis

lampu yang dipakai. Untuk lampu yang menggunakan filamen tungsten (lampu

pijar, lampu halogen dan lampu pelepasan tekanan tinggi jenis merkuri tungsten)

umumnya akan putus sebelum fluks luminusnya turun secara drastis. Oleh karena

itu waktu penggantian lampu-lampu jenis ini lebih ditentukan oleh probabilitas

“putus”nya lampu itu sendiri. Sedangkan untuk jenis lampu pelepasan lainnya

pada umumnya sebelum “putus“ akan mengalami penurunan fluks luminus secara

drastis. Dengan demikian waktu penggantian ditentukan oleh penurunan fluks

Page 9: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

9

luminus dan probabilitas “putus” nya lampu. Namun, meskipun lampu masih

dapat menyala, sebaiknya diganti apabila penurunan fluks luminus secara

ekonomis sudah tidak menguntungkan (± 60%).

2.7 Lampu

1. Spektrum cahaya

Dalam pemilihan lampu, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu

tampak warna yang dinyatakan dalam temperatur warna dan efek warna

yang dinyatakan dalam indeks renderasi warna. Temperatur warna yang

lebih besar dari 5300 Kelvin tampak warnanya dingin, 3300 ~ 5300 Kelvin

tampak warnanya sedang dan lebih kecil dari 3300 Kelvin tampak

warnanya hangat. Untuk perkantoran di Indonesia disarankan memakai

temperatur warna lebih besar dari 5300 Kelvin atau antara 3300 ~ 5300

Kelvin.

2. Umur lampu dan depresiasi

Ada beberapa cara untuk menentukan umur lampu, antara lain :

a. Umur individual teknik

b. Umur rata-rata

c. Umur minimum

d. Umur rata-rata pengenal

Juga perlu dipertimbangkan keekonomisan lampu berdasarkan fluks

luminus dan umur teknik, yaitu banyaknya jam menyala pada kombinasi

antara depresiasi/pengurangan fluks luminus lampu dan kegagalan lampu.

2.8 Jenis lampu

1. Lampu pijar

Lampu pijar menghasilkan cahaya dengan pemanasan listrik dari

kawat filamennya pada tempratur yang tinggi. Temperatur ini

memberi radiasi dalam daerah tampak dari spektrum radiasi yang

dihasilkan. Komponen utama lampu pijar terdiri dari fileman, bola

lampu, gas pengisi dan kaki lampu (fitting).

Page 10: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

10

Gambar 2.1 : Lampu pijar dan Diagram Alir Energi Lampu Pijar

(Sumber : SNI 03-6575-2001)

2. Lampu Tungsten—Halogen

Lampu halogen adalah sejenis lampu pijar. Lampu ini memiliki kawat

pijar tungsten seperti lampu pijar biasa yang digunakan di rumah,

tetapi bola lampunya diisi dengan gas halogen. Atom tungsten

menguap dari kawat pijar panas dan bergerak naik ke dinding

pendingin bola lampu. Atom tungsten, oksigen dan halogen bergabung

pada dinding bola lampu membentuk molekul oksihalida tungsten.

Suhu dinding bola lampu menjaga molekul oksihalida tungsten dalam

keadaan uap. Molekul bergerak kearah kawat pijar panas dimana suhu

tinggi memecahnya menjadi terpisah-pisah. Atom tungsten disimpan

kembali pada daerah pendinginan dari kawat pijar – bukan ditempat

yang sama dimana atom diuapkan. Pemecahan biasanya terjadi dekat

sambungan antara kawat pijar tungsten dan kawat timah molibdenum

dimana suhu turun secara tajam.

Gambar 2.2 : lampu hologen tungsten

(Sumber : SNI 03-6575-2001)

3. Lampu Neon

Page 11: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

11

Lampu neon, 3 hingga 5 kali lebih efisien daripada lampu pijar standar

dan dapat bertahan 10 hingga 20 kali lebih awet. Dengan melewatkan

listrik melalui uap gas atau logam akan menyebabkan radiasi

elektromagnetik pada panjang gelombang tertentu sesuai dengan

komposisi kimia dan tekanan gasnya. Tabung neon memiliki uap

merkuri bertekanan rendah, dan akan memancarkan sejumlah kecil

radiasi biru/ hijau, namun kebanyakan akan berupa UV pada 253,7nm

dan 185nm. Bagian dalam dinding kaca memiliki pelapis tipis fospor,

hal ini dipilih untuk menyerap radiasi UV dan meneruskannya ke

daerah nampak. Proses ini memiliki efisiensi sekitar 50%. Tabung

neon merupakan lampu ‘katode panas’, sebab katode dipanaskan

sebagai bagian dari proses awal. Katodenya berupa kawat pijar

tungsten dengan sebuah lapisan barium karbonat. Jika dipanaskan,

lapisan ini akan mengeluarkan elektron tambahan untuk membantu

pelepasan. Lapisan ini tidak boleh diberi pemanasan berlebih sebab

umur lampu akan berkurang. Lampu menggunakan kaca soda kapur

yang merupakan pemancar UV yang buruk. Jumlah merkurinya sangat

kecil, biasanya 12 mg. Lampu yang terbaru menggunakan amalgam

merkuri, yang kandungannya sekitar 5 mg. Hal ini memungkinkan

tekanan merkuri optimum berada pada kisaran suhu yang lebih luas.

Lampu ini sangat berguna bagi pencahayaan luar ruangan karena

memiliki fitting yang kompak.

Gambar 2.3 : Lampu Neon

(Sumber : SNI 03-6575-2001)

Page 12: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

12

4. Lampu Neon Kompak

Lampu neon kompak yang tersedia saat ini membuka seluruh pasar

bagi lampu neon. Lampu - lampu ini dirancang dengan bentuk yang

lebih kecil yang dapat bersaing dengan lampu pijar dan uap merkuri di

pasaran lampu dan memiliki bentuk bulat atau segi empat. Produk di

pasaran tersedia dengan gir pengontrol yang sudah terpasang (GFG)

atau terpisah (CFN).

Gambar 2.4 : lampu neon kompak

(Sumber : SNI 03-6575-2001)

5. Lampu LED

Lampu LED merupakan lampu terbaru yang merupakan sumber

cahaya yang efisien energinya. Ketika lampu LED memancarkan

cahaya nampak pada gelombang spektrum yang sangat sempit,

mereka dapat memproduksi “cahaya putih”. Hal ini sesuai dengan

kesatuan susunan merah-biru - hijau atau lampu LED biru berlapis

fospor. Lampu LED bertahan dari 40.000 hingga 100.000 jam

tergantung pada warna. Lampu LED digunakan untuk banyak

penerapan pencahayaan seperti tanda keluar, sinyal lalu lintas, cahaya

dibawah lemari, dan berbagai penerapan dekoratif. Walaupun masih

dalam masa perkembangan, teknologi lampu LED sangat cepat

mengalami kemajuan dan menjanjikan untuk masa depan. Pada

cahaya sinyal lalu lintas, pasar yang kuat untuk LED, sinyal lalu lintas

warna merah menggunakan lampu 10W yang setara dengan 196

LEDs, menggantikan lampu pijar yang menggunakan 150W. Berbagai

perkiraan potensi penghematan energi berkisar dari 82% hingga 93%.

Produk pengganti LED, diproduksi dalam berbagai bentuk termasuk

Page 13: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

13

batang ringan, panel dan sekrup dalam lampu LED, biasanya memiliki

kekuatan 2-5W masing-masing, memberikan penghematan yang

cukup berarti dibanding lampu pijar dengan bonus keuntungan masa

pakai yang lebih lama, yang pada gilirannya mengurangi perawatan.

Page 14: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

14

BAB 3

METODELOGI ERENCANAAN

3.1 Flowchart perencanaan

Gambar 3.1 : flowchart perencanaan

Mulai

Pengumpulan data

Metode desain

1. Pembuatan desain pada bangunan

2. Pembuatan desain interior pada

bangunan

Perencanaan

1. Perhitungan titik lampu setiap

ruangan

2. Rendring berupa format JPG

Selesai

Hasil Dan Pembahasan

Kesimpulan dan saran

Page 15: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

15

3.2 Studi pengumpulan data

Adapun studi pengumpulan data yang akan direncanakan yaitu :

1. Menggambarkan bentuk bangunan dan ruangan pada bangunan

gedung tersebut

2. Merencanakan letak beberapa komponen pada setiap ruangan

3.3 Metode desain

Adapun metode desain yang akan direncanakan adalah :

Pembuatan desain interior menggunakan aplikasi google sketchup

3.4 Perencanaan

Adapun rencana yang akan dikerjakan dalam penyelesaian tugas akhir ini

adalah memperhitungkan jumlah titik lampu yang akan digunakan pada setiap

ruangan pada ruangan.

Page 16: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

16

BAB 4

DATA DAN HASIL

4.1 Data

Data yang di peroleh didapatkan dari hasil perhitungan tiap-tiap ruangan pada

bangunan berdasar kan SNI 03-6575-2001 tata cara pencahayaan buatan pada

bangunan gedung. Badan standart nasional BSN.jakarta.

1. Luas gedung : 243 M2

2. Jumlah lantai : 4 lantai

3. Jumlah ruangan tidur : 122

4. Jumlah ruangan makan bersama : 4

4.2 Hasil.

Gambar 4.1 : Permodelan Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis

Gambar 4.2 : Denah 2D Permodelan Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis

Page 17: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

17

Gambar 4.3 : Denah 3D Permodelan Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis

Gambar 4.4 : denah 2D kamar tidur

Page 18: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

18

Gambar 4.5 : denah 3D kamar tidur

4.3 perhitungan pencahayaan kamar tidur

Jenis lampu yang di gunakan Lampu Neon Kontak 20W 220-240V 1180

lumen

Dimana :

Erata rata = 250

A = 9 M2

Kp = 0,95

Kd = 0,8

F1 = 1180

N = 3

Fluks luminous total : Ftotal = 250 x 9

0,95 x 0,8

= 2250

0,76

= 2960,5263 Lumen.

Page 19: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

19

Jumlah armature dengan persamaan : Ntotal = 2960,53

1180 x 3

= 2961

3540

= 0,83

Jadi untuk kamar tidur dengan luas 9M2 menggunakan lampu 20W dan 1

armatur.

Gambar 4.6 : pencahayaan Buatan kamar tidur

Keterangan : untuk pencahayaan pada meja belajar digunakan lampu LED meja

belajar sebesar 5 Watt.

4.4 perhitungan pencahayaan kamar mandi

Jenis lampu yang di gunakan Lampu Neon Kontak 5W 150-250V 250

lumen.

Page 20: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

20

Gambar 4.7 : pencahayaan buatan kamar mandi

Dimana :

Erata rata = 250

A = 3 m2

Kp = 0,95

Kd = 0,8

F1 = 250

N = 2

Fluks luminous total : Ftotal = 250 x 3

0,95 x 0,8

= 750

0,76

= 986.84211 Lumen.

Jumlah armature dengan persamaan : Ntotal = 986.84211

250 x 2

= 986.84211

500

= 1,974

Jadi untuk kamar mandi dengan luas 3 M2 menggunakan lampu 5W dengan

jumlah 1 armatur.

Page 21: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

21

4.5 perhitungan pencahayaan ruang makan bersama luas 50 M2

Jenis lampu yang di gunakan Lampu Neon Kontak 20W 220-240V 1180

lumen

Dimana :

Eratarata = 250

A = 50

Kp = 0,95

Kd = 0,8

F1 = 1180

N = 3

Fluks luminous total : Ftotal = 250 x 50

0,95 x 0,8

= 12500

0,76

= 16447,368 Lumen.

Jumlah armature dengan persamaan : Ntotal = 16447,368

1180 x 3

= 16447

3540

= 4,646

Jadi untuk ruang makan bersama dengan luas 50 M2 menggunakan lampu 20W

dan 4 armatur.

Gambar 4.8 : pencahayaan Buatan ruang makan bersama

Page 22: Perencanaan Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik Negeri Bengkalis)

22

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah melaksanakan tugas akhir ini dengan judul “ Perencanaan

Pencahayaan Buatan Pada Bangunan Gedung (Studi Kasus Rusunawa Politeknik

Negeri Bengkalis). Didapat kesimpulan sebagai berikut :

1. kamar tidur : lampu neon kontak 20W dengan jumlah 1armature

2. kamar mandi : lampu neon kontak 5W dengan jumlah 1 armature

3. ruang makan : lampu neon kontak 20W dengan jumlah 4

armature

5.2 Saran

1. Dimensi ruangan yang sering diperhaikan sudut pandang tata letak

ruangan satu dengan ruangan lainnya sesuai jarak penglihatan mata

manusia.

2. Dalam perencanaan pencahayaan tugas akhir ini selanjutnya bisa

memperhitungkan pencahyaan alami, perhitungan pencahayaan

exterior.