perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

28
PERENCANAAN PEMILIHAN TRASE DI PENGUSAHAAN HUTAN ALAM DI PT. LATIHAN LESTARI Irwan Budiarto E14110056 Laboran: Hassanudin, S.Hut Dosen Pembimbing: Prof. Dr. Elias Dr. Ir Ahmad Budiaman, M.Sc F.Trop. Ujang Suwarna, M.Sc. LABORATORIUM PEMANENAN HUTAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Upload: irwan-budiarto

Post on 02-Feb-2016

39 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

pembukaan wilayah hutan, perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam, pemanenan hutan

TRANSCRIPT

Page 1: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

PERENCANAAN PEMILIHAN TRASE DI PENGUSAHAAN

HUTAN ALAM DI PT. LATIHAN LESTARI

Irwan Budiarto

E14110056

Laboran:

Hassanudin, S.Hut

Dosen Pembimbing:

Prof. Dr. Elias

Dr. Ir Ahmad Budiaman, M.Sc F.Trop.

Ujang Suwarna, M.Sc.

LABORATORIUM PEMANENAN HUTAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2014

Page 2: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemanfaatan hutan akan menghasilkan produk berupa hasil hutan kayu,

hasil hutan bukan kayu dan jasa lingkungan. Hasil hutan kayu dan hasil hutan

bukan kayu akan lebih bermanfaat jika dapat dikeluarkan dari hutan dengan

lancar dan cepat, sehingga dapat dimaanfaatkan oleh masyarakat atau

dijadikan sebagai bahan baku untuk industri pengelolaannya. Agar

pengelolaan hutan lestari dan pemanfaatan hasil hutan yang maksimal dapat

dicapai, maka prasarana akses keluar-masuk hutan harus tersedia dengan

baik, sehingga kegiatan penanaman, pembinaaan hutan, perlindungan hutan,

pemanenan hasil hutan, monitoring, evaluasi dan pengawasan dapat

dilakukan dengan lancar dan mudah.

Pengelolaan lestari menuntut penyediaan infrastruktur / prasarana yang

bersifat permanen, karena harus dapat melayani kegiatan pengelolaan hutan

masa kini dan masa yang akan datang sehingga dalam perencanaannya harus

didesain dan dibuat dengan baik dan dapat dipakai dalam jangka waktu yang

lama.

Pembangunan prasarana PWH tentunya akan dapat menyebabkan

perubahan terhadap bentang alam dan kerusakan lingkungan seperti erosi,

sedimentasi, kerusakan hutan, penurunan kualitas air, penurunan

produktivitas hutan dan lain-lain. Sehingga pada setiap kegiatan pengelolaan

hutan akan dapat menyebabkan kerugian apabila tidak direncanakan dengan

baik.

Pemahaman mengenai PWH yang baik dan benar sangat perlu dikuasai

oleh para calon-calon rimbawan. Maka dari itu, pada mata kuliah ini

diajarkan mengenai pembuatan desain perencanaan yang baik untuk

mencapai pengeloaan lestari yang tidak hanya memperhatikan faktor ekonomi

namun juga memperhatikan faktor lingkungan.

1.2 Tujuan

Tujuan yang dicapai pada mata kuliah Pembukaan Wilayah Hutan ini adalah:

Mampu merencanakan trase jalan hutan

Mampu membuat trase jalan

Page 3: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

Maampu menilai rencana trase jalan

BAB II. PROSEDUR PENGUMPULAN DATA

2.1. Data Dasar

a. Data yang digunakan yaitu peta Rencana Karya Tahunan (RKT) IUPHHK

PT. Latihan Lestari dengan skala 1:5000 yang berisi informasi sebaran

pohon, serta informasi keadaan kontur lapangan. Selain itu terdapat juga

peta kelas tanah pada wilayah RKT IUPHHK PT. Latihan Lestari.

b. Langkah pertama yaitu membuat persegi dengan dimensi sebesar 4 x 4 cm

yaitu 4 ha secara keseluruhan dalam peta, metode ini disebut juga metode

dot grid.

c. Selanjutnya, menghitung garis kontur disetiap persegi tersebut sebanyak

10 buah. Langkah ini merupakan sampling yang dilakukan untuk

mengetahui kemiringan di wilayah kerja PT. Latihan yang kemudian

dirata-ratakan dengan hasil penghitungan mahasiswa dalam satu kelas

untuk dijadikan sample dasar penentuan deliniasi kelas lereng.

d. Mewarnai persegi sesuai dengan jumlah garis kontur yang berada dalam

setiap persegi tersebut.

e. Setelah semua persegi tersebut telah diwarnai, deliniasi kelas-kelas lereng,

dimulai dari kelas lereng tinggi dengan warna merah atau merah muda

mendeliniasi kelas lereng dibawahnya yaitu, biru, kuning, dan hijau.

f. Selanjutnya, deliniasi daerah penyangga sungai sesuai dengan ordonya,

ordo satu adalah 10 meter, ordo dua adalah 15 meter, ordo 3 adalah 20

meter. Maka dengan demikian pada ordo satu di peta deliniasi sebesar 0,2

cm, ordo dua sebesar 0,3 cm dan ordo tiga sebesar 0,4 cm.

g. Menentukan titik kardinal positif dan negatif. Titik kardinal terbagi

menjadi titik kardinal positif pertama yaitu wilayah yang karena letaknya

dan penting harus dipertahankan, titik kardinal positif kedua wilayah yang

sebisanya jika dimanfaatkan sangat bagus, tetapi jika tidak, dimanfaatkan

tidak menjadi masalah. Kemudian titik kardinal negatif pertama, yaitu

wilayah yang harus dihindari, sedangkan titik kardinal negatif kedua yaitu

wilayah yang sebisa mungkin harus dihindari, jika tidak sangat terpaksa

Page 4: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

perlu dilewati, tetapi jika terpaksa harus dilewati perlu tindakan

pengelolaan lebih lanjut.

Titik kardinal positif ditentukan dengan mempertimbangkan kemiringan

tempat tersebut dan rencanan sarana dan prasarana yang akan dibangun

seperti tempat pengumpulan sementara (TPn), tempat pengumpulan akhir

(TPk), base camp, menara pengawas, menara kebakaran hutan dan

jaringan jalan. Begitupun dengan titik kardinal negatif memperhatikan

daerah yang memiliki kemiringan diatas 25%, daerah yang memiliki tanah

mudah tererosi.

h. Menentukan dan membuat arah rencana koridor jalan yang akan dibuat

setelah mempertimbangkan titik – titik kardinal negatif dan positif yang

telah di tentukan sebelumnya. Luasan rencana koridor jalan sebesar 100

meter atau 2 cm pada peta.

2.2. Perencanaan Trase

a. Perencanaa trase dibuat dengan cara membuat titik – titik profil atau titik

bantu dengan menggunakan peta kontur berskala 1:2000.

b. Jarak antar titik profil tidak boleh lebih dari 100 meter (< 100 m), jika

dalam peta berarti tidak boleh lebih dari 5 cm. Sudut antara trase lurus

harus 180 derajat terhadap titik profil berikutnya.

c. Setelah menentukan titik – titik profil, kemudian menghitung persen

tanjakan jalannya. Untuk jalan lurus kemiringan lapang tidak boleh lebih

dari 10%, sedangkan untuk belokan tidak boleh lebih dari 8%.

d. Jika terdapat trace jalan lurus lebih dari 10% pada jalan tanjakan

(mendaki), maka harus membuat belokan. Cara menghitung persen

tanjakan jalan adalah:

Beda Tinggi(meter)Jarak Datar di peta (cm ) x 20

x 100 %

e. Untuk menghitung persen tanjakan belokan juga dengan menggunakan

rumus yang sama seperti diatas, tetapi untuk menghitung lengkungan atau

panjang tali busur belokan, menggunakan rumus:

12

α

360˚ x 2πR

Page 5: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

f. Setelah membuat belokan harus dibuat garis lurus terlebih dahulu, semakin

panjang radius belokan (R), maka semakin landai dan semakin bagus.

Radius belokan yang dibuat minimal berukuran 50 meter atau 2,5 cm di

peta. Radius belokan dengan trase jalan lurus harus membentuk sudut siku

– siku (90˚).

g. Kemudian membuat penampang memanjang jalan pada kertas milimeter

blok dari data titik profil jalan lurus, belokan, dan persen tanjakannya,

dengan skala pada sumbu X adalah 1:2000 sama seperti panjang jalan

yang di peta trase jalan sebelumnya. Sedangkan sumbu Y berisi infromasi

ketinggian dengan skala 1:200 yaitu 1 cm di peta, 2 meter dilapangan.

h. Membuat pelandaian jalan pada penampang memanjang dengan memilih

jalan tertentu yang akan dibuat rata, untuk mempermudah akses

pemanenan hutan.

i. Setelah membuat pelandaian jalan, kemudian menghitung tinggi jalan

setelah perataan, dan menghitung persen tanjakan jalan perataan kembali.

j. Membuat penampang melintang jalan, yang dapat membedakan ketinggian

antar titik profil untuk menghitung besar galian dan timbunan. Dengan

ketentuan lebar jalan 6 meter, panjang bahu jalan masing – masing 1 meter

(kanan kiri), lebar parit 2 meter, dengan sudut kedalaman 45˚.

Menggunakan skala sumbu X dan sumbu Y 1:200, yang berarti lebar jalan

dipeta 3cm, lebar bahu jalan dipeta 0,5cm, lebar parit 1cm, 1 mm di peta

trase jalan, sama dengan 1 cm di milimeter blok.

k. Menghitung luas galian dan timbunan setelah perataan jalan, dengan

metode dot grid, yaitu menghitung seluruh kotak – kotak yang akan digali

dan ditimbun kemudian dikalikan dengan 0,04m², maka akan dapat

luasnya.

l. Merata – ratakan luas galian dan timbunan antara dua titik profil yang

berdekatan

L. galian A+ L. galian12

m. Menghitung volume galian dan timbunan antara dua titik profil

[ Luas Rata−Rata galian atautimbunan x Jarak Lapang ]

Page 6: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

n. Tahap akhir yaitu melakukan analisis pertimbangan – pertimbangan

volume galian.

2.3. Pemilihan Rencana Alternatif PWH dengan Menggunakan Analisis

Utilitas

a. Langkah pertama menghitung panjang jalan / arah trace jalan yang dibuat

dengan menggunakan curvimeter, menghitung luas total dengan

planimetri, luas daerah kanan kiri sungai, luas kawasan konservasi, dan

menghitung luas daerah efektif.

b. Setelah data – data tersebut didapat, menghitung aspek teknis untuk

penilaian PWH, yang terdiri atas kerapatan jalan (WD), spasi jalan (WA),

faktor jarak jalan sarad (Tcorr), koreksi jaringan jalan (Vcorr), ReM yaitu

jarak sarad rata – rata terpendek/teoritis (ReO), dan Persen PWH (E).

WD = L(PanjangJalan Angkutan)F (Luas Daerah Produktif )

WA = WD

10.000/ha

Tcorr = ReT ( jarak sarad rata−rata sebenarnya)

ReM

Vcorr = ReMReO

E = LuasWilayahTerbuka

Luas Wilayah Produktif

c. Kemudian menghitung aspek ekonomi dari expenditure dan revenue.

Expenditure terdiri dari biaya pembuatan jalan dan biaya pembuatan

jembatan.

Biaya pembuatan jalan = Panjang Jalan x Biaya Pembuatan Jalan/limit

(Rp. 140.000/m untuk jalan utama dan Rp. 120.000 untuk jalan cabang)

Biaya Pembuatan Jembatan = ¼ x Biaya Pembuatan Jembatan (Rp.

120.000) x 22 meter (ordo sungai satu)

Page 7: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

Revenue/Pendapatan = ∑Pohon yang Ditebang x Volume Batang (1/4 x

22/7 x π x D² x Fe (0,7) x Fe (0,8)) x Harga Jual Kayu/m³ (Rp.

1.800.000,00-)

d. Setelah itu menghitung aspek ekologi, yaitu menghitung jumlah pohon

yang rusak akibat pembuatan jalan yang terdiri atas pohon inti dan pohon

yang dilindungi pada sekitar daerah kanan dan kiri rencana trase jalan

yang masing – masing seluas 10 m atau 0,5 cm di peta, dan menghitung

luas areal yang terbuka, yaitu

Panjang Jalan x 25 atau 20 (25 pada jalan utama, 20 pada jalan cabnag)

e. Mengumpulkan dua rencana alternatif dari perencana lainnya dan

selanjutnya membuat keputusan alternatif yang terbaik dengan

menggunakan software Ms. Excel

Page 8: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil Data Dasar

Tabel 1 Klasifikasi pengambilan sample persegi kelas lereng

No. Perhitungan Kelas

Lereng (%)

Kelas

1. 17,46 III

2. 14,3 II

3. 25,89 IV

4. 6,4 I

5. 21,8 III

6. 17,4 III

7. 32,6 IV

8. 23,7 III

9. 8,1 II

10. 18,2 III

Tabel 2 Klasifikasi kelas lereng berdasarkan jumlah garis kontur

Kelas LerengJumlah Garis

KonturWarna

I ≤ 3 garis Hijau

II 4 – 5 garis Kuning

III 6 – 8 garis Biru

IV 9 – 10 garis Pink

V ≥ 10 garis Merah Tua

Tabel 3 Klasifikasi persentase kemiringan kelas lereng

Kelas Warna Persentase

Datar Hijau 0 – 8 %

Landai Kuning 8 – 15 %

Agak Curam Biru 15 – 25 %

Curam Merah muda 25 – 40 %

Page 9: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

Sangat Curam Merah Tua ≥ 40 %

Data dasar yang digunakan dalam perencanaan Pembukaan Wilayah

Hutan (PWH) pada IUPHHK PT. Latihan Lestari yaitu teridiri atas peta

wilayah RKT dan peta kelas tanah. Peta curah hujan tidak digunakan dalam

membuat rencana ini, sehingga di seluruh wilayahnya dianggap memiliki

curah hujan yang sama. Peta RKT mengunakan skala 1 : 5000. Pada tahap

pertama peta-peta tersebut digabungkan (overlay) dan selanjutnya dilakukan

pengukuran kelas lereng. Kelas lereng dihitung dengan cara membuat grid

berbentuk persegi empat dengan ukuran 4 cm x 4 cm yang didasarkan pada

skala peta RKT. Kelas kemiringan lapang merupakan hasil dari perbandingan

ketinggian di pusat persegi dengan jarak antara titik pusat persegi dengan

garis kontur terdekat diantara garis kontur terluar dalam persegi tersebut.

Penghitungan kelas kemiringan tidak dilakukan pada seluruh persegi di dalam

wilayah RKT namun dilakukan penghitungan dengan pengambilan contoh.

Ukuran contoh yang digunakan sebesar 10 persegi seperti yang tertera pada

Tabel 1.

Hasil akhir dari kelas kemiringan merupakan hasil penggabungan

seluruh ukuran contoh setiap mahasiswa sehingga didapatkan hasil seperti

pada Tabel 2. Hasil pengumpulan data kemudian disimpulkan bahwa pada

setiap jumlah lereng yang ada di tengah persegi hingga ujung persegi dalam

persegi tersebut diurutkan, contohnya jika terdapat kurang dari sama dengan 3

kontur maka termasuk ke dalam kelas kemiringan dan diberi warna hijau

sebagai penanda kelas datar. Pengambilan contoh bertujuan untuk

memudahkan dalam menghitung kelas kemiringan seluruh wilayah kerja agar

tidak dihitung dengan cara sensus sehingga lebih efisien dari aspek waktu.

Seluruh wilayah yang telah diberi tanda dengan cara diwarnai sesuai

kelas kemiringannya kemudian di deliniasi dari mulai kelas kemiringan

tertinggi kemudian deliniasi ke kelas kemiringan dibawahnya sampai seluruh

wilayah kerja terwarnai sesuai kelasnya.

Berasarkan hasil deliniasi wilayah tersebut dapat diketahui wilayah

yang dapat menguntungkan dan harus dihindari dalam membangun sarana

Page 10: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

dan prasarana yang mendukung kegiatan pengelolaan hutan, disebut pula

dengan penempatan titik-titik kardinal. Prasarana dan sarana yang dimaksud

seperti tempat pengumpulan sementara (TPn), tempat pengumpulan akhir

(TPk), jembatan, jaringan jalan, base camp, menara pengawas kebakaran

hutan dan pencurian kayu dan sebagainya. Deliniasi juga dilakukan pada

daerah penyangga aliran sungai yang berbeda sesuai ordo sungainya. Sungai

berordo 1 di deliniasi sebesar 20 meter, sungai berordo 2 di deliniasi sebesar

25 meter, dan untuk sungai berordo 3 dideliniasi sebesar 30 meter. Tujuan

deliniasi daerah penyangga aliran sungai yaitu sebagai daerah yang tidak

boleh diganggu dan tidak boleh di manfaatkan untuk kegiatan produksi kayu.

Hasil penempatan titik kardinal selanjutnya digunakan dalam

pembuatan rencana jalan koridor PWH. Lebar koridor berukuran 100 meter

diseluruh wilayah rencana kerja.

3.2. Hasil Perencanaan Trase

Tabel 4 Tally sheet trase jalan

Titik

Profil

Jarak

Datar (m)

Beda

Tinggi (m)

Kemiringan

(%)

Keterangan

A – 1 70 3 4,28 Lurus

1 – 2 94 6 6,38 Lurus

2 – 3 68 2 2,9 Lurus

3 – 4 50 3 6 Lurus

4 – 5 33,01 0,4 1,21 Belokan

5 – 6 33,01 1,6 4,85 Belokan

6 – 7 14 1,3 9,28 Lurus

7 – 8 20 0,8 4 Lurus

8 – 9 39,56 3,1 7,83 Belokan

9 – 10 39,56 3 7,58 Belokan

10 – B 72 6 8,33 Lurus

Tabel 5 Luas dan volume galian timbunan

Page 11: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

Titik Profil

Jarak (m)

Luas Galian

(m²)

Luas Timbunan (m²)

Luas Rata – Rata (m²) Volume

Galian (m³)

Volume Timbunan (m³)Galian

Timbunan

A   2,4 4,28          70     2,12 4,56 319,2 148,41   1,84 4,84          94     0,92 5,6 526,4 86,482   0 6,36          68     0,16 9,44 641,92 10,883   0,32 3,08          50     0,4 6,92 346 204   0,48 3,84          33,01     0,24 3,92 129,4 7,925   0 4          33,01     0 10,38 342,6 06   0 16,76          14     0 25,3 354,2 07   0 33,84          20     0 29 580 08   0 24,16          39,56     0,28 15,22 602,1 11,19   0,56 6,28          39,56     0,42 8,28 327,6 16,62

10   0,28 10,28          72     0,14 8,22 591,84 10,08B   0 6,16        

Total533,1

4        4761,26 311,5

Rencana trase jaringan jalan pada IUPHHK PT. Latihan Lestari dibuat

dengan mengambil contoh sepanjang 533,14 meter. Contoh tersebut dibuat

dengan menggunakan titik bantu atau titik profil yang tidak boleh melebihi

kemiringan 10 % pada jalan lurus dan 8 % pada jalan belokan untuk

memenuhi persyaratan keamanan. Jumlah titik profil tersebut yaitu 10 titik

dan 2 titik ikat pasti yaitu titik A dan B. Jarak dari setiap titik memiliki

perbedaan, karena kemiringan dai wilayah yang akan direncanakan dalam

pembangungan trase jalan berbeda. Jarak titik terpendek yang dibuat pada

Page 12: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

contoh ini sebesar 14 meter dengan orientasi jalan yang lurus kemudian titik

selanjutnya sebesar 20 meter.

Kedua titik ini merupakan titik profil yang berorientasi jalan lurus yang

titik sebelumnya merupakan jalan yang berorientasi belokan. Dalam

merencanakan jarak jalan setelah belokan sebaiknya diberikan terlebih dahulu

jalan lurus minimal sepanjang angkutan pengangkut kayu khususnya yang

menggunakan angkutan log truck. Hal ini bertujuan untuk memberikan

ancang-angcang kepada angkutan log truck tersebut. Karakteristik jalan

transportasi umum sangatlah berbeda dengan jalan transportasi hutan dalam

pengelolaan sumberdaya hutan sehingga tidak dapat dibuat jalan setelah

berbelok dilanjutkan kembali jalan belokan selanjutnya, maka dari itu

haruslah diberikan ancang-ancang agar hasil hutan dan pengendara kendaraan

pengangkut tersebut aman sampai tempat pengumpulan kayu.

Kemiringan lapang pada titik profil 6 menuju titik 7 hampir tidak

memenuhi persyaratan jalan lurus yaitu sebesar 9,28 %. Dilihat dari

kemiringan lapang antara titik tersebut, dapat dibayangkan bahwa dari titik

profil 6 mendaki menuju titik profil 7. Hal yang sama dapat dilihat antar titik

profil 8 hingga titik profil 10 namun orientasinya merupakan jalan belokan

sehingga dapat dibayangkan bahwa rencana trase jalan ini mendaki sekaligus

berbelok. Secara keseluruhan, semua titik profil antara titik ikat A dan B

memenuhi prasyarat sehingga rencana trase titik A dan B dapat dibangun

karena telah memenuhi persyaratan keamanan.

Rencana trase yang sudah sesuai dengan prasyarat kemudian dibuat

dari segi penampang memanjang dan penampang melintang. Jalan yang ada

di tengah hutan tidak mungkin selamanya nyaman dan cenderung datar.

Sehingga dibuatlah tampilan dari kedua sisi tersebut untuk membuat jalan

yang nyaman dan juga aman. Jalan yang dibuat pada tahap sebelumnya telah

aman maka selanjutnya jalan tersebut dibuat nyaman dengan cara membuat

galian atau timbunan pada jalan yang dirasa kurang nyaman.

Contoh trase jalan yang dibuat memliki volume timbunan yang rendah

dibandingkan dengagan volume galian. Hal ini disebabkan karena struktur

tanah pada wilayah kerja IUPHHK PT. Latihan Lestari memiliki struktur

Page 13: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

tanah yang kurang baik sehingga perencana PWH membuat galian yang lebih

besar. Selain itu juga dengan karakteristik tanah yang memiliki struktur tanah

yang kurang baik tidak cocok untuk dibuat timbunan yang besar karena akan

mengakibatkan pembuatan jalan yang mahal dan juga pemeliharaan yang

mahal juga. Untuk itu, perencana membuat rencana trase jalan yang lebih

banyak membuat galian yang diharapkan dapat meninimalkan biaya

pemeliharaan jalan.

Volume galian terbesar terbesar yaitu terdapat diantara titik profil 2

dengan titik profil 3 yaitu sebesar 641,92 m3. Volume galian tanah yang besar

ini disebabkan karena pada penampang melintang galian yang akan dibuat

cukup besar yang kemudian dikalikan dengan jarak diantara kedua titik profil

tersebut. Jumlah total volume galian diantara titik ikat A dan B mencapai

4761,26 m3.Sedangkan pada volume timbunan diantara titik ikat A dan B

hanya sebesar 331,5 m3.

Volume galian dan timbunan yang besar diakibatkan karena jarak

antara setiap titik profil yang direncanakan terlalu sedikit sehingga

menyebabkan hasil volume yang besar. Semakin banyak titik profil diantara

titik ikat A dan B akan memberikan hasil yang baik karena setiap perbedaan

ketinggian dihitung kemiringannya. Dengan demikian, semakin banyak titik

profil yang dibuat maka hasil pengukuran volume galian dan timbunan akan

semakin teliti dan menghasilkan volume galian dan timbunan yang cenderung

lebih kecil.

Contoh rencana trase jalan titik ikat A dan B yang sebesar 533,34 meter

kemudian digunakan sebagai asumsi dalam membuat seluruh rencana trase

jalan di wilayah kerja PT. Latihan Lestari. Hal ini merupakan langkah yang

kurang tepat karena seluruh wilayah kerja memiliki kemiringan lapang dan

karakteristik lahan yang berbeda. Langkah ini bertujuan untuk memudahkan

perencana dalam membuat rencana trase jalan di wilayah kerja PT. Latihan

Lesatari.

Page 14: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

3.3. Hasil Pemilihan Rencana Alternatif PWH dengan Menggunakan

Analisis Utilitas

Tabel 6 Hasil perhitungan luas total, luas kawasan konservasi, luas daerah

kanan kiri sungai, luas kelas tanah, luas wilayah aliran, dan luas daerah

efektif

Luas

Total

(ha)

Luas Kanan Kiri

Sungai (ha)

Luas

Kawasan

Konseras

i (ha)

Luas

Daerah

Efektif

(ha)

Panjan

g Jalan

(km)Ord

o 1

Ord

o 2

Ord

o 3

1121,54

5

12,9 3,9 4 41,1 1059,64

5

10,5

Total 20,8

Tabel 7 Hasil perhitungan indikator-indikator pada kriteria teknis

WD

(m/ha)WA (m)

ReO

(m)

ReM

(m)

Vcorr

(m)

Tcorr

(m)E (%)

9,91 1009,08 252,27 300,39 1,19 1,0684,03

(Luar biasa)

Tabel 8 Hasil perhitungan indikator-indikator pada kriteria ekonomi

Expenditure

Revenue /

PendapatanC ≥ 0Biaya Pembuatan

Jalan

Biaya

Pembuatan

Jembatan

Rp.

1.389.000.000,-

Rp.

1.540.000,-

Rp. 1.575.129.600,- Rp.185.589.600,-

Tabel 9 Hasil perhitungan indikator-indikator pada kriteria ekologi

Luas Daerah

TerbukaPohon Inti Pohon Dilindungi

24,225 ha 51 pohon 8 pohon

Page 15: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

Tabel 10 Hasil perhitungan kriteria teknis pada ketiga alternatif

Kriteria / Indikator

AlternatifMax Min

Arah referens

iInterval

Alt 1 Alt 2 Alt 3

Teknis              

Kerapatan Jalan (m/ha) (WD)

8,59 8,5 9,91 9,91 8,5 -10,1566

7

Nilai Skala 9 9 1        

Spasi Jalan (m) (WA)

1161,4

1176,47

1009,08

1176,47

1009,08

118,598

9

Nilai Skala 9 9 1        

Jarak Sarad (m) (Tcorr)

1,09 0,84 1,06 1,09 0,84 -10,0277

8

Nilai Skala 1 9 2        

Faktor koreksi (Vcorr)

1,01 1,3 1,19 1,3 1,01 -10,0322

2

Nilai Skala 9 1 4        

Persen PWH (E) 99 76,92 84,03 99 76,92 12,4533

3Nilai Skala 9 1 3        

Tabel 11 Hasil perhitungan kriteria ekonomi pada ketiga alternatif

Alt 1 Alt 2 Alt 3Ekonomi

Pendapatan 1575129600 1575129600 1575129600 1575129600 1575129600 1 0Nilai Skala 0 0 0Pengeluaran 1246850000 1262240000 1390540000 1390540000 1246850000 -1 15965555,6Nilai Skala 0 0 0

MinArah

referensiInterval

Kriteria / Indikator

AlternatifMax

Tabel 12 Hasil penghitungan kriteria ekologi pada ketiga alternatif

Kriteria / Indikator

AlternatifMax Min

Arah referensi

IntervalAlt 1 Alt 2 Alt 3

Ekologi              Jumlah

pohon inti & dilindungi yang rusak oleh jalan

32 31 59 59 31 -1 3,1111111

Nilai Skala 9 9 4        

Luas daerah terbuka (Ha)

22,75

22,513 24,225 24,22522,512

5-1 0,1902778

Page 16: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

Nilai Skala 8 9 1        Rencana alternatif 1 dibuat oleh Risma Prameswari.Rencana alternatif 2 dibuat oleh Inge Karmali.Rencana alternatif 3 dibuat oleh perencana sendiri.Tabel 13 Keputusan akhir pemilihan alternatif perencanaan PWH

Nilai tukar utilitas

72 65 26

Keputusan Alternatif 1

Penentuan rencana alternatif trase yang dibuat dilakukan dengan

membandingkan hasil rencana dari perencana lainnya sehingga total rencana

yang dibandingkan berjumlah 3 buah rencana. Dasar penentuan pemilihan

rencana alternatif trase jalan menggunakan metode analisis utilitas. Kriteria

yang digunakan dalam penentuan rencana alternatif ini terdiri atas kriteria

teknis, kriteria ekonomi dan juga kriteria ekologi, dari ketiga kriteria tersebut

terdapat 9 indikator penentu. Luasan total wilayah RKT sebesar 1121,545 Ha

yang kemudian dikurangi dengan luas kawasan konservasi dan luas daerah

kanan kiri sungai sehingga didapatkan luas daerah efektif sebesar 1059,645

Ha seperti yang disajikan pada Tabel 6.

Rencana alternatif yang dibuat perencana tersaji di dalam Tabel 7, 8

dan Tabel 9. Kerapatan jalan yang dibuat sebesar 9,91 m/ha dengan spasi

jalan sebesar 1009,08 meter dan jarak sarad rata-rata sebesar 1,06 meter.

Faktor koreksi yang besar menunjukan bahwa rencana trase yang dibuat

berada pada wilayah yang tidak datar atau cenderung berbukit. Nilai faktor

koreksi yang didapat yaitu sebesar 1,19. Persen PWH menunjukan kualitas

dari rencana yang dibuat. Persen PWH yang didapatkan oleh perencana dari

hasil perhitungan yaitu sebesar 84,03% yang berarti rencana yang dibuat

termasuk kedalam rencana PWH yang luar biasa. Keuntungan yang didapat

pada alternatif ini yaitu sebesar Rp. Rp.185.589.600,00.

Pemilihan rencana trase menggunakan metode analisis utilitas dengan

membandingkan 3 alternatif rencana trase jalan. Nilai total utilitas dari

alternatif tersebut didapatkan dengan menjumlahkan seluruh indikator yang

kemudian ditransformasikan dari nilai nominal ke nilai skala interval. Nilai

skala yang digunakan yaitu 1 – 9 (1 = sangat buruk, 9 = sangat baik). Jika

Page 17: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

arah referensi dari indikator bernilai minimum, nilai indikator tersebut akan

mendapatkan nilai tertinggi pada nilai skalanya dan nilai indikator tertinggi

akan mendapatkan nilai skala paling kecil. Sebaliknya, apabila arah referensi

dari indikator maksimum, nilai tertinggi dari indikator akan mendapatkan

nilai skala terbesar, dan nilai indikator terkecil memiliki nilai skala yang

paling kecil.

Berdasarkan hasil analisis dari ketiga alternatif tersebut dapat

diketahui bahwa alternatif 1 merupakan alternatif yang mempunyai

keunggulan lebih dibandingkan dua alternatif lainnya. Perhitungan dari

kriteria teknis menunjukan bahwa pada alternatif 1 memiliki keunggulan pada

indikator kerapatan jalan, spasi jalan, faktor koreksi dan persen PWH yang

secara berturut-turut bernilai 8,59 m/ha, 1161,4 meter, 1,01 dan 99%. Pada

alternatif 1, rencana trase jalan berada pada daerah yang cenderung datar

sehingga memiliki faktor koreksi yang rendah. Selain itu dari wilayah yang

cenderung datar, dapat dibuat jalan yang pendek sehingga mempengaruhi

kerapatan jalannya sehingga pada alternatif 1 memiliki kerapatan jalan yang

terbaik. Jumlah total indikator teknis pada alternatif 1 yaitu sebesar 36.

Kriteria teknis pada alternatif 2 hanya unggul dalam indikator kerapatan jalan,

spasi jalan dan jarak sarad rata-rata sehingga jumlah total skala pada alternatif

ini sebesar 29. Alternatif 3 memiliki nilai skor yang paling rendah

dibandingkan dengan alternatif lainnya yaitu sebesar 11. Alternatif ini tidak

unggul dalam setiap indikator dari kriteria ekonomi.

Hasil analisis berdasarkan kriteria ekonomi menunjukan bahwa

alternatif 1 dan 2 memiliki keunggulan yang sama pada setiap indikatornya.

Pada indikator pendapatan dan pengeluaran dari kedua alternatif ini, masing-

masing mendapatkan nilai skala sebesar 9 maka jumlahnya sebesar 18.

Sedangkan pada alternatif 3, indikator pendapatan memiliki nilai skala yang

sama dengan alternatif lainnya namun pada indikator pengeluaran didapatkan

skala sebesar 1. Hal ini menunjukan bahwa pengeluaran pada alternatif 3

memiliki jumlah nominal yang besar dibandingkan alternatif lainnya,

sehingga berdasarkan analisis termasuk kedalam skala 1 yang berarti sangat

buruk.

Page 18: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

Menurut kriteria ekologi, menunjukan bahwa pada alternatif 2

memiliki nilai skala yang paling besar yaitu sebesar 9 pada setiap

indikatornya. Hal ini menunjukan bahwa jumlah pohon yang dilindungi dan

pohon inti yang rusak akibat pembuatan jalan serta luas keterbukaan arealnya

paling kecil dibandingkan dengan alternatif lainnya. Alternatif 1 memiliki

nilai skala sempurna pada indikator jumlah pohon inti dan dilindungi yang

rusak karena pembuatan jalan, namun pada indikator luas keterbukaan hanya

mendapatkan nilai skala sebesar 8. Sedangkan pada alternatif 3, jumlah pohon

yang rusak dan luas keterbukan arealnya sangat besar sehingga pada akhirnya

alternatif 3 hanya mendapatkan nilai skala sebesar 5.

Keputusan akhir pemilihan rencana alternatif trase jalan didasarkan

pada jumlah total terbesar dari nilai skala berdasarkan analisis utilitas.

Berdasarkan hal tersebut, maka dengan demikian rencana alternatif trase yang

dipilih yaitu alternatif 1. Alternatif 1 memiliki nilai skala 72, diikuti alternatif

2 sebesar 65 dan alternatif 3 sebesar 26. Rencana alternatif 1 merupakan

rencana yang paling baik dibandingkan rencana alternatif lainnya. Alternatif 1

dapat memberikan keuntungan dari aspek teknis, aspek ekonomi, dan aspek

ekologi sehingga keuntungan (revenue) yang didapatkan dapat maksimal,

rencana trase yang dibangun efektif dan efisien serta memiliki kerusakan

lingkungan yang paling minimum.

Page 19: perencanaan pemilihan trase di perngusahaan hutan alam

BAB IV. KESIMPULAN

4.1. Kesimpulan

Perencanaan pembuatan trase jalan untuk kegiatan pengusahaan hutan di

PT. Latihan Lestari menggunakan 3 alternatif dengan pengambilan keputusan

berdasarkan analisis kegunaan berdasarkan kriteria teknis, ekonomi dan sosial

dengan jumlah 9 indikator. Berdasarkan hasil nilai skala pada analisis utilitas,

alternatif 1 merupakan alternatif terbaik pertama dengan nilai skala sebesar 72,

diikuti alternatif 2 dengan nilai skala sebesar 65 sebagai alternatif terbaik

kedua, dan alternatif peringkat terbawah yaitu alternatif 3 dengan nilai skala

26. Rencana alternatif terbaik mempunyai kerapatan jalan yang rendah, spasi

jalan yang tinggi, faktor koreksi yang kecil, persen pwh yang tinggi,

menguntungkan dari segi ekonomi, serta tidak menimbulkan kerusakan

lingkungan yang besar.