perencanaan hub logistik sederhana berbasis tabulasi silang dan gis
TRANSCRIPT
TUGAS MATA KULIAH
SISTEM PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH
(PPW604)
Dosen Pengampu Dr. Maryono, M.Eng.
PENENTUAN PUSAT LOGISTIK BARANG SECARA SPASIAL
DI PROVINSI JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Disusun oleh:
BRAMANTIYO MARJUKI
21040116410036
MAGISTER PEMBANGUNAN WILAYAH DAN KOTA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016
--1--
I. PENDAHULUAN
Dalam perencanaan penyimpanan logistik hasil produksi, faktor aksesbilitas dan sebaran
permintaan logistik merupakan salah satu pertimbangan yang penting dalam menentukan lokasi
sentra penyimpanan dan distribusi logistik. Dalam hal ini, lokasi sentra penyimpanan dan
distribusi logistik yang optimal akan dapat meminimalisir biaya distribusi dan sekaligus
mempertahankan mutu produksi agar tetap baik ketika sampai di tangan konsumen. Oleh karena
itu penentuan sentra distribusi dan penyimpanan logistik merupakan tahapan yang penting
karena merupakan salah satu aspek yang akan mensukseskan aktivitas ekonomi industri. Tugas
yang diberikan adalah menentukan lokasi sentra distribusi dan penyimpanan logistik seefektif
dan seefisien mungkin secara spasial. Dalam hal ini, lokasi kajian yang ditentukan adalah Provinsi
Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
II. DATA DAN ASUMSI
Untuk menentukan lokasi sentra penyimpanan dan distribusi logistik, data yang
diperlukan adalah: (1) data jumlah penduduk per kabupaten/kota; dan (2) jarak antar
kabupaten/kota. Data jumlah penduduk merepresentasikan besarnya kebutuhan akan barang,
sedangkan jarak antar kabupaten/kota merupakan representasi dari urgensi pembangunan
sentra distribusi dan penyimpanan logistik. Data jumlah penduduk dan data jarak antar
kabupaten/kota diperoleh dari publikasi Jawa Tengah Dalam Angka 2016 dan Daerah Istimewa
Yogyakarta Dalam Angka 2016 yang diterbikan oleh Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Tengah
dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Asumsi yang digunakan dalam kajian ini meliputi:
1. Semua barang datang dari Pelabuhan Tanjung Emas Kota Semarang, oleh karena itu, jarak
antar kabupaten/kota dihitung dari Kota Semarang.
2. Jumlah penduduk merupakan representasi dari kebuhan wilayah akan barang. Makin
besar jumlah penduduk, maka makin besar pula kebutuhan dan permintaan akan barang.
III. HASIL PERHITUNGAN KEBUTUHAN BARANG DAN PENILAIAN AKSESBILITAS
Berdasarkan asumsi di bab sebelumnya, maka hasil analisis penentuan kebutuhan logistik
per kabupaten/kota dan perhitungan jarak setiap kabupaten/kota dari Kota Semarang disajikan
dalam Gambar 1.
Gambar 1. Analisis Jumlah Penduduk dan Aksesbilitas (Sumber: Analisis, 2016)
--2--
IV. HASIL PENENTUAN LOKASI SENTRA DISTRIBUSI DAN PENYIMPANAN BARANG
Dari hasil klasifikasi jarak dan jumlah penduduk, kemudian analisis dilakukan dengan
cara mentumpang susunkan (overlay) peta – peta hasil analisis. Selanjutnya dari peta hasil
overlay dilakukan identifikasi 10 titik lokasi sentra distribusi dan penyimpanan logistik. Hasil
overlay peta disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Peta Prioritas Lokasi Penempatan Sentra Distribusi dan Penyimpanan Barang (Sumber: Analisis, 2016)
Adapun uraian mengenai lokasi penempatan sentra distribusi dan penyimpanan logistik terpilih
beserta prioritasnya disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Prioritas Lokasi Penempatan Sentra Distribusi dan Penyimpanan Logistik
NO Prioritas Kabupaten/Kota Terpilih Keterangan
1. PRIORITAS 1 Cilacap, Banyumas, Brebes, Tegal,
Pemalang
Prioritas 1 merupakan lokasi dengan jumlah
permintaan barang yang tinggi namun lokasinya
cukup jauh dari pelabuhan utama, sehingga lokasi ini
menjadi pilihan pertama untuk menempatkan sentra
distribusi dan penyimpanan logistik
2. PRIORITAS 2 Purbalingga, Magelang, Grobogan,
Pati, Kota Semarang
Prioritas 2 merupakan lokasi dengan jumlah
permintaan barang yang tinggi namun lokasinya
tidak jauh atau dekat dari pelabuhan utama,
sehingga lokasi ini menjadi pilihan kedua untuk
menempatkan sentra distribusi dan penyimpanan
logistik
(Sumber: Analisis, 2016)
--3--
V. PEMBAHASAN PENUTUP
Hasil peta prioritas lokasi penempatan sentra distribusi dan penyimpanan logistik di
Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada Gambar 2 menghasilkan 5
(lima)kabupaten yang menjadi prioritas pertama dan 4 kabupaten serta 1 kotamadya sebagai
prioritas kedua. Asumsi pertama yang digunakan dalam menentukan prioritas sentra distribusi
dan penyimpanan logistik adalah jumlah penduduk. Jumlah penduduk merupakan representasi
dari besarnya permintaan akan barang dan jasa, oleh karena itu, stok untuk wilayah-wilayah
dengan jumlah penduduk yang tinggi harus dipastikan selalu tersedia. Hal ini penting untuk
menghindari terjadinya kelangkaan barang yang dapat menyebabkan inflasi dan ketidakstabilan
ekonomi.
Asumsi kedua yang digunakan adalah jarak antar kota sebagai representasi dari
efektivitas dan efisiensi lalu lintas barang dari pusat produksi atau pusat distribusi utama ke
wilayah-wilayah konsumen. Secara lebih spesifik, jarak antar kota yang digunakan dalam kajian
ini adalah jarak dari pelabuhan utama (Pelabuhan Tanjung Emas Kota Semarang) sebagai pusat
kedatangan barang dari pusat produksi yang berada di tempat lain. Terkait dengan jarak dari
pelabuhan utama ini, wilayah-wilayah yang jaraknya jauh dari pelabuhan utama mendapat
prioritas untuk ditempatkan sentra distribusi dan penyimpanan logistik. Hal ini dikarenakan
pada wilayah yang jauh memerlukan waktu yang siginifikan untuk melakukan lalu lintas barang
dan jasa, sementara stok untuk menjaga perubahan permintaan harus selalu tersedia. Sementara,
wilayah yang berjarak tidak terlalu jauh dari pelabuhan masih memungkinkan untuk dilakukan
distribusi langsung dari pelabuhan utama begitu barang turun dari kapal.
Kombinasi dari dua asumsi ini akan menghasilkan rekomendasi lokasi sentra distribusi
dan penyimpanan logistik yang dianggap efektif dan efisien. Wilayah yang jauh dengan
permintaan yang tinggi menjadi prioritas utama karena wilayah ini sangat rentan dengan
kelangkaan barang mengingat barang memerlukan waktu yang signifikan untuk sampai ke
wilayah. Dengan adanya sentra distribusi dan penyimpanan, maka jumlah barang dapat diatur
untuk disediakan dalam jumlah yang cukup guna mengantisipasi kenaikan permintaan barang
yang dapat terjadi sewaktu-waktu. Selain itu, dengan adanya pasokan barang secara berkala,
adanya kejadian-kejadian yang menyebabkan keadaan kahar tidak berimbas pada kelangkaan
barang karena stok di sentra penyimpanan logistik selalu dapat dikontrol untuk tetap dalam
keadaan cukup. Selain wilayah prioritas 1, terdapat wilayah prioritas 2 yang dicirikan dengan
lokasi yang lebih dekat ke pelabuhan utama daripada wilayah prioritas 1 namun permintaannya
akan barang tinggi, atau lokasinya jauh dan permintaannya berada dalam tingkat menengah.
Wilayah ini dipandang cukup relevan untuk dibangun sentra distribusi dan penyimpanan barang
mengingat aspek jarak atau permintaan akan barang di wilayah ini cukup rentan terhadap
kelangkaan, sehingga tetap terdapat urgensi untuk menempatkan sentra penyimpanan barang.
Terkait dengan jenis sentra distribusi dan penyimpanan logistik, untuk wilayah prioritas
1 dapat dibangun dry port atau pergudangan skala besar guna menjamin tersedianya stok yang
cukup, terlebih apabila lalu lintas barang ke gudang tidak selalu dapat dilakukan sewaktu-waktu
atau dalam waktu yang singkat (terkait pertimbangan biaya transportasi dan jarak tempuh).
Sementara, di wilayah prioritas 2 dapat dibangun pergudangan dalam skala yang lebih kecil,
mengingat andaikata terjadi lonjakan permintaan, pemenuhan stok barang masih dimungkinkan
untuk dilakukan dari pelabuhan (atau sentra kedatangan barang) utama dalam waktu yang lebih
singkat dengan biaya yang lebih murah.