perdagangan perempuan dan anak di indonesia

4
PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA Liputan. Moedjoko “ Lentera “ Sudah tiga tahun ini “Bunga” belum pulang, kiriman uangnyapun tidak kunjung datang, padahal menurut “Mas Pras” yang membawa “bunga”yang baru berusia 15 tahun saat itu , bahwa bunga nanti tiap bulannya bisa kirim untuk kebutuhan rumah sebesar dua juta rupiah, karena Restoran tempat bunga bekerja, adalah salah satu Restoran terbesar di negara Taiwan….. Sudah tiga tahun ini “Bunga” belum pulang, kiriman uangnyapun tidak kunjung datang, padahal menurut “Mas Pras” yang membawa “bunga”yang baru berusia 15 tahun saat itu , bahwa bunga nanti tiap bulannya bisa kirim untuk kebutuhan rumah sebesar dua juta rupiah, karena Restoran tempat bunga bekerja, adalah salah satu Restoran terbesar di negara Taiwan, itulah sepenggal kasus yang sering menimpa pada Buruh Migran Indonesia (BMI) atau lebih dikenal dengan nama Tenaga Kerja Wanita di luar negeri, Perdagangan Perempuan dan Anak yang lebih dikenal dengan istilah TRAFFICKING banyak memakan korban , terutama bagi pekerja wanita diluar negeri yang mana janji calo , pencari tenaga kerja selalu menjanjikan tempat kerja dan gaji yang cukup menggiurkan, kenyataannya tidak jarang mereka ditempatkan ditempat pelacuran atau hiburan malam, sedang honor yang dijanjikan calo sebelum pemberangkatan , berbeda jauh dengan kenyataan, bahkan dalam beberapa kasus banyak BMI tidak dibayar oleh sang majikan, yang pada akhirnya , BMI melarikan diri dari sang majikan tanpa uang dan Pasportnya, yang pada akhirnya menjadi urusan dari pihak yang berwajib, atau menjalankan pekerjaan prostitusi mandiri ( freelance )dalam rangka mengumpulkan uang untuk biaya pulang. Daerah daerah asal korban Trafficing , rata – rata berasal dari : Medan, Bengkulu, Banten, Jakarta, Indramayu,

Upload: moedjoko-satyo-hanggrahono

Post on 16-Jun-2015

926 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perdagangan Perempuan Dan Anak Di Indonesia

PERDAGANGAN PEREMPUAN DAN ANAK DI INDONESIA

Liputan. Moedjoko “ Lentera “

Sudah tiga tahun ini “Bunga” belum pulang, kiriman uangnyapun tidak kunjung datang, padahal menurut “Mas Pras” yang membawa “bunga”yang baru berusia 15 tahun saat itu , bahwa bunga nanti tiap bulannya bisa kirim untuk kebutuhan rumah sebesar dua juta rupiah, karena Restoran tempat bunga bekerja, adalah salah satu Restoran terbesar di negara Taiwan…..

Sudah tiga tahun ini “Bunga” belum pulang, kiriman uangnyapun tidak kunjung datang, padahal menurut “Mas Pras” yang membawa “bunga”yang baru berusia 15 tahun saat itu , bahwa bunga nanti tiap bulannya bisa kirim untuk kebutuhan rumah sebesar dua juta rupiah, karena Restoran tempat bunga bekerja, adalah salah satu Restoran terbesar di negara Taiwan, itulah sepenggal kasus yang sering menimpa pada Buruh Migran Indonesia (BMI) atau lebih dikenal dengan nama Tenaga Kerja Wanita di luar negeri,

Perdagangan Perempuan dan Anak yang lebih dikenal dengan istilah TRAFFICKING banyak memakan korban , terutama bagi pekerja wanita diluar negeri yang mana janji calo , pencari tenaga kerja selalu menjanjikan tempat kerja dan gaji yang cukup menggiurkan, kenyataannya tidak jarang mereka ditempatkan ditempat pelacuran atau hiburan malam, sedang honor yang dijanjikan calo sebelum pemberangkatan , berbeda jauh dengan kenyataan, bahkan dalam beberapa kasus banyak BMI tidak dibayar oleh sang majikan, yang pada akhirnya , BMI melarikan diri dari sang majikan tanpa uang dan Pasportnya, yang pada akhirnya menjadi urusan dari pihak yang berwajib, atau menjalankan pekerjaan prostitusi mandiri ( freelance )dalam rangka mengumpulkan uang untuk biaya pulang.

Daerah daerah asal korban Trafficing , rata – rata berasal dari : Medan, Bengkulu, Banten, Jakarta, Indramayu, Jateng, Jatim, Kaltim, papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, kalimantan Barat dan Riau. Dari daerah tersebut, ditampung dulu di Batam dengan alasan untuk menunggu Job Order, penempatan pekerjaan dan dilatih ketrampilan sesuai pekerjaan yang dijanjikan,baru kemudian didistribusikan ke negara tujuan, antara Malaysia (Kuala Lumpur & Serawak ), Singapura, Brunei Darussalam, Jepang, Hongkong ,Taiwan dan Australia.

Modus operandi terjadinya trafficking sering menggunakan pola pola yang mudah ditebak, biasanya dimulai dengan recruiting BMI yang dilakukan Calo dengan dijanjikan kerja di Toko, Pabrik, Perkebunan, Baby Sitter, Rumah Tangga dan Restoran kemudian di tampung dulu di Batam, dengan alasan dilatih ketrampilan. Padahal yang terjadi di Batam inilah terjadi transaksi jual beli antara Calo Pengepul dengan Pengusaha Hiburan diluar Negeri, setelah terjadi transaksi ,baru para korban tersebut di kirim ke tempat negara tujuan, yang mana tempat kerja tersebut rata – rata adalah Lokalisasi, Industri Seks terselubung dengan berkedok panji pijat, bar , karaoke dan penjaja seks Freelance.

Page 2: Perdagangan Perempuan Dan Anak Di Indonesia

Ditempat kerja itulah para Korban trafficking diberlakukan kontrak kerja selama 6 bulan, kemudian baru diperpanjang, kalau kontraknya tidak diperpanjang, maka korban dipaksa keluar dari tempat pekerjaannya, yang pada akhirnya korban beralih profesi sebagai penjaja seks jalanan.

Kita bisa mengenali sebuah perbuatan bisa di kategorikan Trafficking atau tidak ,jika memenuhi unsur – unsur antara lain : Yang Pertama adalah Memindah tangankan seseorang dari satu pihak ke pihak lain, yang meliputi kegiatan Recruiting BMI, Pemindahan Transportasi, bergantinya penanggung jawab, bergantinya tempat penampungan dan penerimaan. Yang ke Dua adalah Penggunaan Ancaman yang meliputi : Pemaksaan, Penculikan, Penipuan, atau memberikan sesuatu agar korban setuju, atau memberikan sesuatu untuk menguasai korba. Yang ke Tiga adalah tujuannya tidak lebih hanya untuk pemanfaatan prostitusi, kerja paksa dan praktek perbudakan.

Mengapa bisa terjadi banyak korban Trafficking ?Mengapa hal ini bisa terjadi dan banyak memakan korban gadis – gadis remaja

kita ? ada beberapa factor utama yang harus dicermati, antara lain : Para BMI tidak mempunyai akses langsung terhadap PT atau Lembaga yang membutuhkan tenaganya, sehingga banyak calon BMI sangat mudah terkena tindak penipuan yang dilakukan oleh para Calo maupun PT penyalur tenaga kerja bahkan Calon BMI tidak tahu tentang pekerjaanya dan gaji yang sebenar – benarnya. Dan ini lebih diperparah lagi manakala Pihak PT, merubah identitas atau mengganti Identitas calon BMI dengan alasan untuk mempercepat keberangkatan calon korban.

Jika para BMI sesampai di negara tujuan , dan merasa dirinya menjadi korban Trafficking, para BMI tidak tahu tempat dan memang tidak ada tempat pengaduan bagi mereka korban Trafficking, seandainya mereka meminta perlindungan ke Kedutaan, atau Konsulat RI yang ada di negara tujuan tersebut, cenderung tidak dilayani dengan baik dengan alasan cukup klasik yaitu tidak adanya tenaga dan anggaran yang kusus tersedia untuk itu , sehingga banyak permasalahan korban trafficking dinegara tujuan tidak terselesaikan dengan tuntas.

Perlindungan Hukum terhadap Perempuan dan Anak Baru pada tanggal 25 Agustus 1990 dengan keputusan Presiden No.36 tahun

1990, Pemerintah Indonesia setelah didesak oleh berbagai kelompok aktifis yang concern terhadap perempuan dan anak serta para Akademisi, baru bersedia meratifikasi sebuah Konvensi Hak – hak Anak (KHA) yang diambil langsung dari Human Right ( PBB ).

Merujuk KHA yang sudah diratifikasikan dalam tata hukum di Indonesia, maka dalam Propenas tahun 2000 – 2004 , digariskan upaya untuk memenuhi hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh kembang, perlindungan dan partisipasi anak yang salah satunya dilaksanakan melalui kesejahteraan dan perlindungan anak.

“UU” No.39 Tahun 1999, Pasal 63 – 66 tentang Hak – Hak Manusia, secara khusus menyatakan bahwa anak – anak berhak dilindungi dari berbagai sebab, baik exploitasi ekonomi, exploitasi dan penyalah gunaan secara sex, penculikan, perdagangan,

Page 3: Perdagangan Perempuan Dan Anak Di Indonesia

obat – obatan dan penggunaan narkoba, dari hukum yang kejam dan tidak manusiawi serta dilindungi selama proses hukum.

Dalam Amandemen UUD 1945 mengenai hak anak untuk mendapat perlindungan tercantum dalam pasal 28B (2) , sehingga berdirilah KomNas Perlindungan Anak di tingkat Nasional dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) di 18 Propinsi. Dengan demikian ada konsekuensi logis terhadap orang tua , bisa terpidanakan dikarenakan kelalaiannya atau kesengajaannya sehingga anak terekploitasi salah satunya untuk ekonomi maupun tindakan seksual atau yang lainnya. ( mjk )