perda no.7 tahun 2014 tentang tata nilai …

87
PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG RELIGIUS DI KOTA TASIKMALAYA PERSPEKTIF MAQASHID AL-SYARIAH Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : TASYA AURELLIA N NIM : 11170453000037 PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2021 M/1443 H

Upload: others

Post on 11-Nov-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI KEHIDUPAN

MASYARAKAT YANG RELIGIUS DI KOTA TASIKMALAYA

PERSPEKTIF MAQASHID AL-SYARIAH

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar

Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

TASYA AURELLIA N

NIM : 11170453000037

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M/1443 H

Page 2: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

ii

PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI KEHIDUPAN

MASYARAKAT YANG RELIGIUS DI KOTA TASIKMALAYA

PERSPEKTIF MAQASHID AL-SYARIAH

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Mencapai Gelar

Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :

TASYA AURELLIA N

NIM : 11170453000037

Pembimbing :

Dr. Hj. Masyrofah, S.Ag, M.Si

NIP.197812302001122002

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA (SIYASAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2021 M/1443 H

Page 3: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul "PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI

KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG RELIGIUS DI KOTA

TASIKMALAYA PERSPEKTIF MAQASHID AL-SYARIAH" telah diujikan

dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Selasa, tanggal 31 Agustus 2021 M/

22 Muharam 1443 H. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Program Studi Hukum Tata Negara

(Siyasah).

Page 4: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

iv

Page 5: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

v

ABSTRAK

Tasya Aurellia N, NIM. 11170453000037, “PERDA NO.7 TAHUN 2014

TENTANG TATA NILAI KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG RELIGIUS

DI KOTA TASIKMALAYA PERSPEKTIF MAQASHID AL-SYARIAH”,

Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah), Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2021/1442 H.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui perspektif Maqashid Al - Syariah dalam

Perda No.7 Tahun 2014 tentang tata nilai kehidupan masyarakat yang religius di

Kota Tasikmalaya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode kualitatif, dengan

pendekatan penelitian hukum normatif serta menggunakan metode library

research (penelitian kepustakaan) dengan bahan hukum primer yang berasal dari

Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945, Undang-Undang No.12 Tahun 2005

Tentang Pengesahan Kovenan Internasional Tentang Hak - Hak Sipil dan Politik,

Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang –

Undangan, Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Daerah No.7 Tahun 2014 tentang Tata Nilai Kehidupan yang Religius

di Kota Tasikmalaya, Selain itu data-data sekunder yang berasal dari buku, jurnal,

wawancara, serta literatur – literatur yang berkaitan dengan tema pembahasan

yang kemudian di analisis menjadi satu kesimpulan pada penelitian ini.

Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa, Pasal 1 Ayat (3), 2 ayat (2), dan

pasal 7 Dalam Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya No. 7 Tahun 2014

mengandung maqashid al-syariah. Meskipun penelitian ini menggunakan

pendekatan hukum normatif penulis juga akan menyajikan potret implementasi

dari Perda No.7 Tahun 2014 yang dinilai belum maksimal, masih terdapat

kekurangan dalam penerapan nya dan belum dapat di rasakan secara menyeluruh

oleh masyarakat kota Tasikmalaya. Demi meraih kemaslahatan Khususnya bagi

masyarakat Kota Tasikmalaya, Pemerintah Kota Tasikmalaya juga DPRD Kota

Tasikmalaya agar selalu membuat peraturan yang memang sangat di butuhkan

juga bermanfaat serta mampu menerapkan dengan sebaik – baiknya agar dapat di

rasakan oleh seluruh masyarakat Kota Tasikmalaya.

Kata Kunci : Maqashid Al-Syariah, Maslahat, Perda No.7 tahun 2014.

Pembimbing : Dr. Hj. Masyrofah, S.Ag, M.Si

Daftar Pustaka : 1995 – 2021

Page 6: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur di panjatkan ke hadirat Allah swt. Berkat nikmat, anugerah

dan ridha-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “PERDA NO.7

TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI KEHIDUPAN MASYARAKAT

YANG RELIGIUS DI KOTA TASIKMALAYA PERSPEKTIF MAQASHID AL-

SYARIAH”. Shalawat serta salam penulis limpahkan kepada Nabi Muhammad

SAW yang telah memimpin umat Islam menuju jalan yang di ridhai Allah SWT.

Dalam penyelesaian skripsi ini, tak luput peran pihak-pihak yang senantiasa sabar

dan setia membantu, membimbing serta mendoakan. Sehingga dengan rasa

hormat, penulis ingin mengucapakan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Amany Burhanuddin Umar Lubis., Lc, MA, Rektor

UniversitasIslam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;

2. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.A., M.H., Dekan Fakultas Syariah

dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. Sri Hidayati, M.Ag., Ketua Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah);

4. Dr. Hj. Masyrofah, S.Ag., M.Si., Sekretaris Program Studi Hukum Tata

Negara (Siyasah), Dosen Penasihat Akademik penulis, serta Dosen

Pembimbing dalam penulisan skripsi ini yang telah bersedia meluangkan

waktu, tenaga, pikiran serta kesabaran yang luar biasa dalam membimbing

penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini;

5. Seluruh dosen dan civitas akademika Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN

Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Rasa terima kasih

dan hormat atas segala ilmu, pengalaman, bimbingan, dan arahan yang di

berikan kepada penulis selama menempuh pendidikan Strata Satu (S1);

6. Pimpinan dan seluruh pengurus Perpustakaan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta yang banyak memberi kontribusi berupa

literasi dan pustaka sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik;

7. DPRD Kota Tasikmalaya, khususnya H. Agus Wahyudin, S.H., M.H.,

selaku Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya Tahun 2019 – 2024 yang

Page 7: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

vii

telah berkenan di wawancarai, Ibu Yusi Yusanti selaku mentor selama

masa magang di DPRD Kota Tasikmalaya yang telah banyak memberikan

motivasi, masukan, serta bimbingan yang sangat bermanfaat;

8. Penulis pribadi, yang telah berusaha menyelesaikan skripsi dengan tepat

waktu serta melawan rasa malas.

9. Keluarga Penulis, terutama kedua orang tua penulis. Bpk. Nasrullah

A.Md., Ibu Titie Tsania, S.Pd., Ibu Herni Heryani, S.K.M., Hj. Yoyoh dan

Alm. Nyai Hj.Yumenah Mereka yang selalu memberikan doa, motivasi,

dan kasih sayang penuh kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan

pendidikan strata satu (S1);

10. Rekan – rekan penulis, Dian Hardiyanti, Nurul Khariroh, Nur Alfi, Utari

diyarza , Sulpandi, Chacha Khoirunnisa, Fikrya Asrinovit, Nusratul

Himetris, Karin, dan semua anggota TPF yang tidak dapat saya sebutkan

semua yang telah banyak memotivasi, membantu serta menghibur penulis

dalam menyelesaikan studi ini;

11. Para pihak-pihak lain yang turut terlibat dalam penulisan skripsi ini

Semoga Allah SWT membalas kebaikan rekan-rekan semua.

Page 8: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING -------------------------------------- ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ----------------------------------------------- iii

LEMBAR PERNYATAAN ------------------------------------------------------------- iv

ABSTRAK --------------------------------------------------------------------------------- v

KATA PENGANTAR ------------------------------------------------------------------- vi

DAFTAR ISI ------------------------------------------------------------------------------ viii

BAB I PENDAHULUAN --------------------------------------------------------------- 1

A. Latar Belakang Masalah --------------------------------------------------------------- 1

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, dan Perumusan Masalah --------- 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ------------------------------------------------------ 8

D. Review Kajian Terdahulu ------------------------------------------------------------- 9

E. Metode Penelitian ---------------------------------------------------------------------- 11

F. Sistematika Penelitian ------------------------------------------------------------------ 13

BAB II PERATURAN DAERAH BERNUANSA SYARIAH DAN

MAQASHID AL-SYARIAH

A. Pengertian Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Bernuansa Syariah ------- 15

B. Sejarah Munculnya Peraturan Bernuansa Syariah --------------------------------- 21

C. Pengertian Maqashid Al-Syariah ---------------------------------------------------- 24

D. Syarat dan Tujuan Maqashid Al-Syariah ------------------------------------------ 26

E. Tingkat Kemaslahatan Maqashid Al-Syariah -------------------------------------- 28

BAB III PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NO.7 TAHUN

2014

A. Profil kota Tasikmalaya --------------------------------------------------------------- 32

B. Peraturan Daerah kota Tasikmalaya No. 7 Tahun 2014 -------------------------- 36

C. Pasal 1 ayat (3) Dalam Peraturan Daerah kota Tasikmalaya No. 7 Tahun

2014 ------------------------------------------------------------------------------------------ 40

D. Pasal 2 ayat (2) Dalam Peraturan Daerah kota Tasikmalaya No. 7 Tahun

2014 ------------------------------------------------------------------------------------------ 40

Page 9: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

ix

E. Pasal 7 Dalam Peraturan Daerah kota Tasikmalaya No. 7 Tahun 2014 -------- 41

BAB IV ANALISIS MAQASHID AL-SYARIAH TERHADAP PERDA KOTA

TASIKMALAYA NO. 7 TAHUN 2014

A. Analisis Maqashid Al-Syariah pasal 1 ayat (3), 2 ayat (2), dan pasal 7 Dalam

Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya No. 7 Tahun 2014 Tentang Tata Nilai

Kehidupan Masyarakat Yang Religius Di Kota Tasikmalaya ----------------------- 43

B. Implementasi Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya No. 7 Tahun 2014 -------- 67

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan------------------------------------------------------------------------------ 72

B. Saran ------------------------------------------------------------------------------------- 73

DAFTAR PUSTAKA -------------------------------------------------------------------- 74

Page 10: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Globalisasi atau yang kita kenal dengan 4.0 memicu terjadinya

perkembangan dalam berbagai aspek baik itu budaya, bahasa, juga

teknologi. globalisasi adalah kata yang digunakan untuk mengacu kepada

bersatunya berbagai negara dalam globe menjadi satu entitas. Globalisasi

secara istilah berarti perubahan-perubahan struktural dalam seluruh

kehidupan negara bangsa yang mempengaruhi fundamen – fundamen

dasar pengaturan hubungan antara manusia, organisasi-organisasi sosial,

dan pandangan – pandangan dunia.1

Pada era globalisasi kemajuan teknologi memiliki peran penting,

kemajuan teknologi tentunya diiringi dengan dampak positif maupun

negatif. Seperti yang kita ketahui dampak positif dari globalisasi ialah

mempermudah akses baik itu informasi, komunikasi maupun transportasi.

Dewasa ini orang dapat dengan mudah mengakses berbagai informasi dari

seluruh negara juga dapat berkomunikasi dengan orang di berbagai negara

hingga penjuru dunia, hal ini apabila dipergunakan dengan baik akan

memperluas wawasan juga memperbanyak relasi karena memperpendek

jarak yang jauh.

Di sisi lain globalisasi juga memiliki dampak negatif yaitu

terjadinya persaingan baik pada bidang ekonomi, sosial juga budaya.

globalisasi yang berlangsung dan melanda masyarakat Indonesia

khususnya masyarakat muslim sekarang ini menampilkan sumber dan

watak yang berbeda. Proses globalisasi dewasa ini, tidak lagi bersumber

dari timur tengah, melainkan dari barat yang terus mensupremasi dan

hegemoni dalam berbagai lapangan kehidupan masyarakat dunia

umumnya. Globalisasi yang bersumber dari barat, tampil dengan watak

1 Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Di Era Globalisasi Peluang Dan Tantangan, Dalam

Marwan Saridjo, Mereka Bicara Pendidikan Islam, Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2009), cet. I, hal. 14.

Page 11: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

2

ekonomi politik, dan sains teknologi. Dominasi dan hegemoni barat dalam

segi-segi tertentu mungkin saja telah merosot, khususnya sejak berakhir

perang Dunia II, dan Perang Dingin, tetapi hegemoni ekonomi dan sains

barat tetap belum tergoyahkan. Hegemoni ini bukan masalah sederhana,

melainkan masalah yang serius. Hegemoni dalam bidang-bidang ini bukan

hanya menghasilkan globalisasi ekonomi, dan sains teknologi, tetapi juga

dalam bidang lain: intelektual, sosial, nilai-nilai, gaya hidup dan

seterusnya.2

Sebagai bangsa Indonesia yang majemuk tentunya kita telah

terbiasa dengan kemajemukan seperti semboyan negara kita “Bhineka

Tunggal Ika” yang artinya berbeda – beda tetapi tetap satu, tetapi dengan

masuknya era globalisasi maka akan lebih banyak lagi budaya yang masuk

ke Indonesia. Indonesia dikenal dunia sebagai negara yang ramah juga

berbudi pekerti luhur yang mana termasuk Kota Tasikmalaya, selain itu

Kota Tasikmalaya sedari dulu telah dikenal sebagai Kota Santri.

Hal ini tidak terlepas dari mayoritas penduduknya yang beragama

Islam, yakni 516.739 orang atau 83,65% dari total penduduk. Di Kota

Tasikmalaya terdapat 706 Ulama, 467 Mubaligh, 1.956 Khotib, 4

Penyuluh Agama dan 200 Penyuluh Honorer. Selain itu untuk

meningkatkan pendidikan agama Islam di Kota Tasikmalaya terdapat 214

Pondok Pesantren dengan 367 Kyai. Pada Tahun 2009 tercatat 19.093

santri mukim dan 29.541 santri tidak mukim (santri kalong) tersebar di

berbagai pesantren yang ada di Kota Tasikmalaya.3

Karena mayoritas warga di Kota Tasikmalaya beragama islam,

pada akhirnya nilai – nilai keislaman diterapkan dalam kehidupan sehari –

hari baik itu disadari maupun tanpa disadari, meskipun tidak diterapkan

secara kaffah. Namun, meskipun mayoritas masyarakatnya memeluk

agama islam kerukunan dan toleransi beragama terjalin dengan baik di

2 Azyumardi Azra,. Pendidikan islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru.

(Jakarta: Kencana,2014).Cet.2.h.44. 3 Nurlatipah Nasir. Kyai dan Islam dalam Mempengaruhi Perilaku Memilih Masyarakat

Kota Tasikmalaya. Jurnal Politik Profetik, 6, 2(2015). H.3.

Page 12: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

3

kota ini hal ini dibuktikan dengan terdapat keinginan untuk melakukan

perubahan sosial dari perilaku negatif kearah kehidupan dan perilaku

masyarakat yang religius. Defini religius di sini dimaksudkan bagi

pemeluk agama apapun yang ada di Kota tasikmalaya tidak hanya bagi

pemeluk agama islam saja yang kemudian diwujudkan melalui sebuah

gerakan, pemuka agama bersama dengan masyarakat meminta pemerintah

Kota Tasikmalaya untuk mengeluarkan kebijakan mengenai hal tersebut.

Tentunya dengan pembuatan sebuah peraturah daerah, menurut

Bagir Manan makna dari Peraturan Daerah sendiri ialah peraturan

perundang-undangan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah atau salah satu

unsur Pemerintah Daerah yang berwenang membuat peraturan perundang-

undangan tingkat daerah.4 Terdapat istilah lain yaitu Perda syariah, Perda

berbasis syariah, atau perda bernuansa syariah, merupakan istilah yang

sulit dilacak dalam literatur hukum dan perundang-undangan. Istilah yang

muncul bersamaan dengan isu dan gerakan pemberlakuan Syariat Islam

tersebut biasanya digunakan untuk menyebut Rancangan Peraturan Daerah

atau Peraturan Daerah yang paling tidak dari sisi penamaan atau judulnya

berbau syariat, misalnya Perda tentang Zakat, Perda tentang Larangan

Pelacuran dan lain sebagainya.5

Dalam dinamika perkembangannya, Perda Syariah dapat

dikategorikan ke dalam 4 kategori, pertama yaitu Perda yang terkait isu

moralitas, yang juga diatur oleh agama lainnya, seperti Perda tentang

larangan berjudi, prostitusi, dan mengkonsumsi minuman alkohol, kedua

Perda yang terkait fashion dan mode pakaian, seperti keharusan memakai

jilbab dan baju muslimah, ketiga Perda terkait keterampilan beragama,

seperti keharusan pandai baca tulis Al-Qur'an, keempat Perda yang

4 Hayatun Na’imah, Perda Berbasis Syari’ah Dalam Tinjauan Hukum Tata Negara, Jurnal

Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 14, 1(Juni,2017). h.20. 5 M. Darmizal, Keadilan untuk Aceh, Pemikiran Religious untuk Pemberdayaan

Masyarakat Pasca Perdamaian RI-GAM dan Bencana Tsunami, (Bandung; IRIS Press, 2006) Cet.1. h.125. dikutip dari Hayatun Na’imah, Perda Berbasis Syari’ah Dalam Tinjauan Hukum Tata

Negara, Jurnal Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora, 14, 1(Juni,2017). h.20.

Page 13: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

4

menyangkut persoalan dana sosial dari masyarakat, seperti pengelolaan

zakat, infaq, dan sadaqah.6

Dan dewasa ini era globalisasi semakin menimbulkan keresahan

terutama untuk masyarakat Kota Tasikmalaya maka dari itu dibuatlah

Perda No.7 Tahun 2014 tentang Tata Nilai Kehidupan Masyarakat Yang

Religius di Kota Tasikmalaya yang mana untuk merevisi Perda Kota

Tasikmalaya No. 12 Tahun 2009 Tentang Pembangunan Tata Nilai

Kehidupan Kemasyarakatan Yang Berlandaskan Pada Ajaran Agama

Islam Dan Norma-Norma Sosial Masyarakat Kota Tasikmalaya, dan dapat

dikatakan perda ini termasuk kedalam Perda yang bernuansa syariah.

Perda No. 12 Tahun 2009 telah direvisi oleh Menteri Dalam Negeri

yang dianggap bahwa regulasi tersebut diskriminatif karena memihak

terhadap salah satu agama. Selain isinya, selama proses pembuatan perda

ini juga muncul banyak kontroversi, tidak saja dalam tingkat lokal tapi

juga nasional. Karena banyaknya kontroversi maka aturan tersebut direvisi

oleh Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Tata Nilai

Kehidupan Masyarakat yang Religius di Kota Tasikmalaya yang disahkan

oleh Walikota Tasikmalaya tanggal 1 Oktober 2014. Dengan aturan

pelaksanaannya yaitu Peraturan Walikota Tasikmalaya Nomor 18 Tahun

2015.

Namun, walaupun telah mengalami perubahan masih banyak

kalangan yang mengkritisi perda No. 7 Tahun 2014 baik itu media,

akademisi, maupun masyarakat khususnya masyarakat di luar Kota

Tasikmalaya, padahal Perda ini dibuat dengan tujuan untuk mewujudkan

kehidupan masyarakat yang harmonis, rukun, aman, damai dan tertib.

Selain itu maksud dari keberadaan peraturan daerah ini adalah untuk

mengatasi persoalan-persoalan dekadensi moral yang terjadi di masyarakat

saat ini.7

6 Warijo, Politik Belah Bambu Jokowi: Dari Mafia Politik Sampai Islamfobia,

(Medan:Puspantara,2015), h.13-14. 7 Lina Aryani, Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Tata Nilai Kehidupan

Masyarakat Yang Religius Di Kota Tasikmalaya, Jurnal Politikom Indonesiana, 4, 1(2019), h.2.

Page 14: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

5

Terdapat penentangan juga kritik terhadap Perda Tata Nilai ini,

wakil ketua DPRD Kota Tasikmalaya saat ini yaitu Bapak Agus Wahyudin

mengatakan pada rapat audiensi yang digelar pada hari Jum’at, 17 Juli

2020 “Perda Tata Nilai membuat Kota Tasikmalaya sampai saat ini dicap

sebagai daerah yang intoleran”. Terdapat pula akademisi yang mengkritisi

nya seperti, Amin Mudzakir dengan artikel yang berjudul “Konservatisme

Islam dan Intoleransi Keagamaan di Tasikmalaya” yang diterbitkan

P2SDR-LIPI, Jakarta. Ia mengatakan bahwa meski kata "islam" pada judul

Perda No.7 Tahun 2014 tetapi setelah diselidiki secara seksama

substansinya kurang lebih sama.8

Pendapat lain mengatakan yang menjadikan perda tata nilai

terdapat penolakan ialah karena menggantikan perda terdahulu yang sudah

dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri yang dianggap bahwa regulasi

tersebut diskriminatif karena memihak terhadap salah satu agama.

Apabila dibandingkan dengan perda No.12 Tahun 2009 menurut

penulis sudah sangat berbeda seperti pada nama perda "Pembangunan Tata

Nilai Kehidupan Kemasyarakatan Yang Berlandaskan Pada Ajaran Agama

Islam Dan Norma-Norma Sosial Masyarakat Kota Tasikmalaya"

sedangkan Perda No.7 Tahun 2014 "Tata Nilai Kehidupan Masyarakat

Yang Religius di Kota Tasikmalaya", selanjutnya pada Perda No.12 Tahun

2009 dapat dikatakan terlalu memihak kepada salah satu agama.

Didalamnya dapat ditemukan pengertian juga aturan mengenai Maksiat,

Akhlaqul karimah, Aqidah, Muamalah, Da’wah Islamiyah, Syiar Islam,

Syariat Islam, Prinsip Ekonomi Syariah yang mana biasanya istilah -

istilah ini digunakan didalam agama islam.

Sedangkan pada Perda No.7 Tahun 2014, pengganti Perda No. 12

Tahun 2009 yaitu Perda No.7 Tahun 2014 sangatlah berbeda dan lebih

bersifat universal juga telah ditegaskan di dalam perda tersebut yaitu pasal

1 ayat 3 “Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam

8 Amin Mudzakir, Konservatisme Islam dan Intoleransi Keagamaan di Tasikmalaya,

Jurnal Multikultural & Multireligius Vol. 16,

Page 15: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

6

melaksanakan ajaran agama yang dianutnya”. Kata “agama yang

dianutnya” membuktikan bahwa menjadi pribadi religius sesuai dengan

agama yang dianut bukan berdasarkan kepada agama tertentu saja.

Apabila dilihat dari definisi Intoleransi, intoleransi adalah pola

pandang, tindakan, tutur kata, serta sikap dalam kehidupan sosial yang

berdasarkan perbedaan baik yang terbentuk melalui suasana politis, sosial,

negara, maupun budaya. Intoleransi didasari dengan sikap tidak lapang

dada dan tidak dapat menghargai orang lain dengan tidak memperhatikan

prinsip yang dipegang orang lain. Intoleransi terjadi karena adanya

perbedaan prinsip serta tidak dapat menghormati perbedaan. Sedangkan

wacana intoleransi yaitu adanya isu-isu yang berkaitan dengan suku,

agama, ras dan antar golongan atau SARA sehingga dapat menyebabkan

masyarakat yang intoleran.9

Ciri-ciri semakin berkembangnya sikap intoleransi yaitu: Lahirnya

radikalisme dalam lintas kehidupan antara agama sebagai akibat doktrin

ketuhanan, dorongan pada dialog lintas agama, adanya pemaksaan

terhadap kelompok tertentu dalam menjalankan norma-norma keagamaan,

penghargaan kepada golongan minoritas yang dalam proses perputaran

zaman semakin berbeda dengan kondisi pada zaman sebelumnya serta

tumbuhnya budaya sosial masyarakat maupun agama.10

Tentunya apabila dilihat dari penjelasan di atas maka Perda Tata

Nilai Kota Tasikmalaya bukanlah perda yang intoleran karena telah

menegaskan pada pasal 1 ayat (3) yaitu sesuai dengan agama yang

dianutnya. Hal ini menjadi rancu karena menjadi sebuah pertanyaan

mengapa ketika penganut agama islam ingin memasukan ajaran agama

kedalam regulasi selalu diiringi dengan isu intoleran, padahal pemeluk

agama lain dapat pula melakukan hal serupa.

9 Nur Wahyu Etikasari, Persepsi Mahasiswa Program Studi S1 Ppkn Universitas Negeri

Surabaya Terhadap Wacana Intoleransi Di Media Sosial, Kajian Moral dan Kewarganegaraan,

6,1(2018). h.63. 10

Nur Wahyu Etikasari, Persepsi Mahasiswa Program Studi S1 Ppkn Universitas Negeri

Surabaya Terhadap Wacana Intoleransi Di Media Sosial, Kajian Moral dan Kewarganegaraan,

6,1(2018). h.63.

Page 16: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

7

Namun, dalam penerapan perda Tata nilai yang kurang lebih telah

berjalan selama 7 tahun dinilai belum maksimal oleh berbagai kalagan

terutama masyarakat Kota Tasikmalaya. Kerap kali terlihat para pendemo

didepan gedung DPRD Kota Tasikmalaya, sering juga Perda Tata nilai ini

disinggung di dalam berbagai audiensi yang berlangsung di DPRD Kota

Tasikmalaya.

Di dalam islam tujuan dari peraturan/kebijakan dikenal dengan

Maqashid Al – Syariah. Ada 5 (lima) unsur pokok yang harus dipelihara

dalam maqashid syariah, kelima unsur pokok tersebut adalah agama, jiwa,

akal, keturunan, dan harta. Kemaslahatan akan diperoleh apabila kelima

unsur pokok tersebut dapat dipelihara dengan baik. Sebaliknya, apabila

kelima unsur pokok tersebut tidak dipelihara dengan baik, maka yang akan

diperoleh adalah mafsadat.11

Kelima unsur ini biasa dikenal dengan

Hifdzul al-Mal Memelihara harta (Memelihara harta), Hifdzul al-Nasl

(Memelihara keturunan), Hifdzul al-„Aql (Memelihara akal), Hifdzul al-

Nafs (Memelihara jiwa), Hifdzul al-Din (Memelihara Agama).

Maka dari itu berdasarkan dari latar belakang ini penulis tertarik

untuk melakukan kajian dan analisis Perda No. 7 Tahun 2014 Tentang

Tata Nilai Kehidupan Masyarakat yang Religius di Kota Tasikmalaya

ditinjau dari perspektif Maqashid Al – Syariah dengan judul “PERDA

NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI KEHIDUPAN

MASYARAKAT YANG RELIGIUS DI KOTA TASIKMALAYA

PERSPEKTIF MAQASHID AL-SYARIAH”.

B. Identifikasi Masalah, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa

permasalahan sebagai berikut :

a. Perda No.7 Tahun 2014 menuai pro dan kontra, mereka yang pro

11

Suyatno, Dasar-Dasar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011),

h.159.

Page 17: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

8

berasal dari masyarakat muslim khususnya yang mengusulkan

perda ini seperti tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi

masyarakat karena dianggap perlunya mengakomodir ajaran agama

islam yang dapat diterapkan secara universal, dan juga para tokoh

agama lain yang ikut menyetujui. Sedangkan mereka yang kontra

ialah yang tidak menyetujui juga menganggap ajaran agama

berupa etika cukup diterapkan dalam keseharian saja dan tidak

perlu diakomodir kedalam sebuah peraturan.

b. Perda No.7 Tahun 2014 dinilai sebagian masyarakat dari kalangan

aktivis kesetaran dan HAM, juga beberapa akademisi sebagai

perda yang intoleran, hal ini dikarenakan masih banyak yang

mengkaitkan dengan Perda sebelumnya yaitu Perda No. 12 Tahun

2009. Padahal sudah banyak perubahan substansi di dalam Perda

Tata Nilai.

c. Dalam penerapannya Perda No.7 Tahun 2014 belumlah maksimal,

meskipun sudah dianggarkan untuk sosialisasi mengenai Perda

tetapi tetap saja masih terdapat pelanggaran – pelanggaran.

2. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah penelitian ini, penulis membatasi masalah yang

akan di bahas, yaitu perda No.7 Tahun 2014 yang ditinjau dari

persfektif Maqashid Al - Syariah.

3. Perumusan Masalah

Rumusan masalah penulis rinci dengan bentuk pertanyaan penelitian

sebagai berikut :

a. Bagaimana Pandangan Maqashid Al-Syariah pasal 1 ayat (3), 2

ayat (2), dan pasal 7 dalam Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya

No. 7 Tahun 2014 tentang Tata Nilai Kehidupan Masyarakat yang

Religius di Kota Tasikmalaya?

b. Bagaimana Implementasi Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya No.

7 Tahun 2014 tentang Tata Nilai Kehidupan Masyarakat yang

Religius di Kota Tasikmalaya?

Page 18: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini penulis memiliki tujuan diantaranya:

a. Untuk mengetahui bahwa Perda No.7 Tahun 2014 adalah perda

yang toleran.

b. Untuk mengetahui tinjauan Maqashid Al – Syariah terhadap Perda

No.7 Tahun 2014.

c. Untuk mengetahui implementasi Perda No.7 Tahun 2014

Selain tujuan diharapkan penelitian ini memberikan manfaat bagi

pembaca khususnya penulis pribadi yaitu manfaat teoritis dan manfaat

praktis, diantaranya:

a. Manfaat Teoritis

1. Dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan pemikiran

yang bermanfaat bagi perkembangan Hukum Tata Negara pada

umumnya dan Maqashid Al - Syari'ah pada khususnya.

2. Memberikan wawasan terbaru mengenai Peraturan Daerah

yang ditinjau dari konsep Maqashid Al – Syari'ah.

b. Manfaat Praktis

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan juga

mengembangkan pola fikir peneliti khususnya mengenai

Maqashid Al – Syariah.

2. Memberikan masukan atau sumbangan kepada Pemerintah

Kota Tasikmalaya, DPRD Kota Tasikmalaya, dan Masyarakat

Kota Tasikmalaya, juga untuk memberikan pemikiran alternatif

yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi

dalam kaitannya dengan Maqashid Al – Syariah.

D. Review Kajian Terdahulu

Beberapa penelitian terkait dengan topik ini sudah dilakukan secara umum

dengan spesifikasi yang berbeda-beda untuk dijadikan pertimbangan dan

Page 19: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

10

pembandingan penulis. Berikut adalah kajian-kajian terdahulu yang

terkait:

1. Skripsi Rini Nurwanti yang berjudul “Komparasi Subjek Hukum

dalam Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur dan Peraturan Daerah

Kota Tasikmalaya Tentang Akhlak” Skripsi ini diterbitkan oleh

Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati pada

tahun 2019, yang meneliti tentang komparasi subjek hukum dalam

Perda Kabupaten Cianjur dan Kota Tasikmalaya mengenai akhlak.

Perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan ialah Rini

Nurwanti memfokuskan kajiannya kepada perbandingan subjek hukum

dalam peraturan daerah Kabupaten Cianjur dan Kota tasikmalaya

tentang akhlah, sedangkan penulis memfokuskan kajian hanya Kota

Tasikmalaya saja juga apakah Perda Kota Tasikmalaya, yaitu Perda

Tata Nilai terdapat muatan Maqashid Al – Syariah di dalamnya.

2. Skripsi Randi Hamdani yang berjudul “Kebijakan Publik Dan Perda

Syari‟ah (Studi Tentang Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7

Tahun 2014 Tentang Tata Nilai Kehidupan Masyarakat Yang Religius

Di Kota Tasikmalaya)” Skripsi ini diterbitkan oleh Fakultas Ilmu

Sosial dan Politik Universitas Islam Negri Syarief Hidayatullah Jakarta

Tahun 2017, penelitian ini menganalisa implementasi kebijakan publik

di Kota Tasikmalaya-Jawa Barat.

Perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan ialah penulis

lebih memfokuskan kepada tinjauan Maqashid Al – Syariah pada

Perda Kota Tasikmalaya, sedangkan skripsi Randi Hamdani

memfokuskan pada studi implementasi dari perda tersebut tanpa

membahas mengenai tinjauan Maqashid Al – Syariah terhadap perda

tersebut.

3. Jurnal Hukum ditulis oleh Lina Aryani pada tahun 2019 yang berjudul

“Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Tata Nilai

Page 20: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

11

Kehidupan Masyarakat Yang Religius Di Kota Tasikmalaya” yang

meneliti tentang pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Tata Nilai

Kehidupan Masyarakat Yang Religius Di Kota Tasikmalaya dan di

evaluasi.

Perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan ialah penulis

melakukan kajian mengenai Perda menggunakan persfektif Maqashid

Al – Syariah, sedangkan Lina Aryani memfokuskan penelitiannya

kepada evaluasi dari pelaksanaan Perda No.7 Tahun 2014 tanpa

membahas mengenai pespektif Maqashid Al – syariah nya.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian

kualitatif yaitu menggunakan metode library research (penelitian

kepustakaan) yang artinya ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan

dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat

serta mengolah bahan penelitiannya. Ia merupakan suatu penelitian

yang memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh data

penelitiannya.12

Selanjutnya akan dianalisis secara komprehensif

terkait dengan data kualitatif yang berasal dari buku, dokumen,

Undang – Undang, jurnal, majalah, arsip, dokumentasi dan hal – hal

lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian hukum

normatif atau disebut juga penelitiaan doktrinal yang berdasar pada

konsep dan perundang-undangan. Penelitian hukum normatif adalah

suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip

hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum

12

Mustika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Nasional, 2004),

h.2-3.

Page 21: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

12

yang dihadapi.13

Karena penulis menganalisis Peraturan Daerah, maka

penulis merasa pendekatan penelitian hukum normatif yang paling

sesuai karena Penelitian hukum jenis ini seringkali hukum

dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang -

undangan atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang

merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.14

3. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah berdasarkan studi pustaka, yaitu pengumpulan data yang

diperoleh dengan cara membaca, mengutip buku-buku, peraturan

perundang-undangan yang berlaku serta literatur yang berhubungan

atau berkaitan dengan penulisan.

4. Bahan Hukum

a. Bahan hukum primer adalah bahan yang bersumber dari

peraturan perundang-undangan dan dokumen hukum yang

mempunyai kekuatan hukum yang mengikat karena dibuat dan

diumumkan secara resmi oleh pembentuk hukum negara. Yaitu

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,

Undang-Undang No.12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan

Kovenan Internasional Tentang Hak - Hak Sipil dan Politik,

Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang – Undangan, Undang-Undang No 23

Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Daerah

No.7 Tahun 2014 tentang Tata Nilai Kehidupan yang Religius

di Kota Tasikmalaya, serta buku dan literatur mengenai kajian

Maqashid Al-Syariah.

b. Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang erat

kaitannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu

menganalisis dan memahami bahan hukum primer, yang terdiri

13

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta,:Kencana Prenada, 2010), h.35. 14

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2006), h.118.

Page 22: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

13

dari buku-buku, jurnal, hasil penelitian terdahulu serta literatur

lain yang berkaitan dengan pembahasan penetian penulis.

c. Bahan hukum tersier, yang akan menjelaskan mengenai bahan

sumber data premier dan sekunder, yang didapatkan dari

ensiklopedia, Kamus Besar Bahasa Indonesia serta Kamus

Bahasa Inggris dan penunjang lain yang berkaitan dengan

pembahasan penelitian.

5. Teknik Analisis Data

Metode teknik analisis isi dalam penelitian ini adalah metode

kualitatif normatif. Data-data yang sudah diklasifikasikan dari sumber

data primer dan sekunder kemudian akan dilakukan analisis dengan

cara menguraikan isi dalam bentuk kesimpulan dari apa yang sudah di

analisis dan uraian dari perspektif dari sudut pandang lain. Juga dalam

menyusun dan mengalisis data penulis menggunakan penalaran

deduktif, yaitu dengan cara menganalisis pernyataan yang bersifat

umum kemudian ditarik pada kesimpulan khusus, dari bahan-bahan

hukum yang sudah dikumpulkan menjadi pokok pembahasan

kemudian dilakukan analisis menjadi satu kesimpulan.

6. Teknik Penulisan Data

Adapun teknik penulisan data dalam skripsi ini menggunakan

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum 2017”.

F. Sistematika Penulisan

Dalam skripsi ini, penulis membagi menjadi 5 pembahasan, dengan

sistematika sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan. Terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi,

pembatasan masalah dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,

review kajian terdahulu, metode penelitian dan rancangan sistematika

penulisan.

BAB II Peraturan Daerah Bernuansa Syariah dan Maqashid Al-Syariah,

pada bab ini dibahas teori peraturan daerah bernuansa syariah, yang

Page 23: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

14

meliputi pengertian peraturan daerah, pengertian peraturan daerah

bernuansa syariah, serta sejarah munculnya peraturan bernuansa syariah

juga dijelaskan mengenai pengertian maqashid al-syariah, tujuan

maqashid al-syariah, juga tingkat kemaslahatan maqashid al-syariah.

BAB III Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya No.7 Tahun 2014,

merupakan obyek pembahasan yang di dalamnya dibahas mengenai Profil

kota Tasikmalaya, Peraturan Daerah kota Tasikmalaya No.7 Tahun 2014

itu sendiri, juga membahas pasal khususnya pada pasal 1 ayat (3), 2 ayat

(2), dan pasal 7.

BAB IV Analisis Maqashid Al-Syariah Terhadap Perda Kota Tasikmalaya

No.7 Tahun 2014, pada bab ini membahas analisis Maqashid Al-Syariah

pasal 1 ayat (3), 2 ayat (2), dan pasal 7 dalam Peraturan daerah Kota

Tasikmalaya No.7 tahun 2014, dan implementasi peraturan daerah kota

Tasikmalaya No.7 Tahun 2014.

BAB V Penutup yang meliputi kesimpulan dari penelitian dan saran.

Page 24: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

15

BAB II

PERATURAN DAERAH BERNUANSA SYARIAH DAN MAQASHID AL -

SYARIAH

A. Pengertian Peraturan Daerah dan Peraturan Daerah Bernuansa Syariah

Peraturan daerah menurut Undang – Undang No.12 Tahun 2011 terbagi

menjadi dua yaitu provinsi dan kabupaten/kota. Peraturan Daerah Provinsi adalah

Peraturan Perundang - undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur. Sedangkan Peraturan

Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk

oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan

bersama Bupati/Walikota.1

Selain itu definisi peraturan daerah juga dapat berarti peraturan yang

dibuat oleh kepala daerah provinsi maupun Kabupaten/Kota bersama-sama

dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi maupun

Kabupaten/Kota, dalam ranah pelaksanaan penyelenggaraan otonomi daerah yang

menjadi legalitas perjalanan eksekusi pemerintah daerah.2 Peraturan Daerah

sendiri merupakan jabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undanagan yang

lebih tinggi serta merupakan peraturan yang dibuat untuk melaksanakan peraturan

perundang-undangan yang ada diatasnya dengan memperhatikan ciri khas masing-

masing daerah. Peraturan Daerah dilarang bertentangan dengan kepentingan

umum, juga peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta perda daerah

lainnya.3

Sedangkan menurut Bagir Manan, Peraturan Perundang-undangan tingkat

daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari kesatuan sistem Perundang-

1 Undang – Undang No.12 Tahun 2011 (pasal 7-8)

2 Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan, (Yogyakarta: Kanisius 2007), Cet. 7.

h.202. 3 Mahendra Kurniawan dkk, Pedoman Naskah Akademik PERDA Partisipatif, (Yogyakarta:

Kreasi Total Media, 2007), Cet. 1. h.19.

Page 25: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

16

undangan secara nasional. Maka dari itu tidak boleh ada Peraturan Perundang-

undangan tingkat daerah yang bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi tingkatnya atau kepentingan umum.4

Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi

daerah dan tugas pembantuan serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau

penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi.5

Peraturan daerah juga berisi hal – hal yang berkaitan dengan rumah tangga

daerah dan hal - hal yang berkaitan dengan organisasi pemerintah daerah serta

hal-hal yang berkaitan dengan tugas dan pembantuan. Maka dapat disimpulkan

perda merupakan produk hukum dari pemerintah daerah dalam rangka

melaksanakan otonomi daerah, yaitu melaksanakan hak dan kewenangan untuk

mengatur dan mengurus urusan rumah tangga daerah selain itu perda juga

merupakan legalitas untuk mendukung Pemerintah Provinsi sebagai daerah

otonom.6

Dalam menyusun materi muatan peraturan perundang-undangan ada

beberapa asas yang harus dipenuhi yaitu:7

a) Pengayoman

Asas pengayoman adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundangundangan harus berfungsi memberikan pelindungan

untuk menciptakan ketentraman masyarakat.8

b) Kemanusiaan

Asas kemanusiaan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundangundangan harus mencerminkan pelindungan dan

4 Bagir Manan, Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan Perundang-undangan Tingkat

Daerah, (Bandung: Pusat Penerbitan LPPM Universitas Bandung,1995), h.8. Dikutip dari A.

Zarkasi, Pembentukan Peraturan Daerah Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan, Inovatif

Jurnal Ilmu Hukum, 2, 4(2010). h.105. 5 Undang – Undang No.12 Tahun 2011 (pasal 14).

6 Rosjidi Ranggawidjaja, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia, (Bandung:

Mandar Maju, 1998), h.23. 7 Undang – Undang No.12 Tahun 2011 (pasal 6).

8 Penjelasan UU No.12 Tahun 2011.

Page 26: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

17

penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap

warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.9

c) Kebangsaan

Asas kebangsaan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundangundangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa

Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia.10

d) Kekeluargaan

Asas kekeluargaan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundangundangan harus mencerminkan musyawarah untuk

mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.11

e) Kenusantaraan

Asas kenusantaraan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundangundangan senantiasa memperhatikan kepentingan

seluruh wilayah Indonesia dan Materi Muatan Peraturan

Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari

sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.12

f) Bhinneka tunggal ika

Asas bhinneka tunggal ika adalah bahwa Materi Muatan Peraturan

Perundangundangan harus memperhatikan keragaman penduduk,

agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya

dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.13

g) Keadilan

Asas keadilan adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan

Perundangundangan harus mencerminkan keadilan secara

proporsional bagi setiap warga negara.14

9 Penjelasan UU No.12 Tahun 2011.

10 Penjelasan UU No.12 Tahun 2011.

11 Penjelasan UU No.12 Tahun 2011.

12 Penjelasan UU No.12 Tahun 2011.

13 Penjelasan UU No.12 Tahun 2011.

14 Penjelasan UU No.12 Tahun 2011.

Page 27: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

18

h) Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan

Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan adalah

bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak

boleh memuat hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar

belakang, antara lain, agama, suku, ras,golongan, gender, atau

status sosial.15

i) Ketertiban dan kepastian hukum

Asas ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa setiap Materi

Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat mewujudkan

ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.16

j) keseimbangan, keserasian, dan keselarasan

Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan” adalah bahwa

setiap Materi

Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan

keseimbangan,

keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu,

masyarakat dan

kepentingan bangsa dan negara.17

Hal penting lainnya ialah terdapat hieraki peraturan perundang – undangan

yang mana menentukan kekuatan hukum dalam artian, Peraturan Perundang-

undangan dibawah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-

undangan yang lebih tinggi. Peraturan daerah sendiri dalam hierarki peraturan

perundang- undangan menempati posisi sebagai berikut :

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

b) Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

c) Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

d) Peraturan Pemerintah

e) Peraturan Presiden

15

Penjelasan UU No.12 Tahun 2011. 16

Penjelasan UU No.12 Tahun 2011. 17

Penjelasan UU No.12 Tahun 2011.

Page 28: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

19

f) Peraturan Daerah Provinsi

g) Peraturan Daerah Kabupaten/Kota

Dalam pembentukan peraturan daerah terdapat hal – hal yang harus dipenuhi

agar perda sebagai produk hukum di daerah mampu membuat masyarakat ke arah

yang lebih baik dan mampu mengayomi masyarakat. Perda yang baik hendaknya

mencerminkan aspek filosofis yang berkaitan dengan prinsip bahwa perda akan

menjamin keadilan, sosiologis berkaitan dengan harapan bahwa perda yang

dibentuk merupakan keinginan masyarakat daerah, dan yuridis berkaitan dengan

harapan bahwa perda memenuhi dan menjamin kepastian hukum seperti halnya

pembentukan Undang-undang.18

Selanjutnya ialah peraturan daerah bernuansa syariah, tidak ada definisi pasti

mengenai definisi perda bernuansa syariah menurut undang – undang, namun

terdapat akademisi yang telah mendefinisikannya melalui tulisan seperti jurnal

dan karya ilmiah lainnya. Penggunaan frase perda yang bernuansa syariat Islam

dimaksudkan untuk membedakan dengan istilah perda syariat Islam, masyarakat

umum cenderung mengaitkan perda syariat Islam dengan usaha komunitas

tertentu mendirikan negara Islam sebagaimana yang di impikan oleh sebagian

kalangan, boleh jadi mereka menyamakan perda syariat Islam dan sistem hukum

Islam, Contohnya : jinayat, qishas, ghonimah dan lain - laim. Berbeda halnya

dengan frase perda yang bernuansa syariat Islam yang pada dasarnya merujuk

pada ajaran syariat Islam tetapi tetap sejalan dengan aturan yang ada di

Indonesia.19

Secara umum dapat dikatakan bahwa Perda syariat atau Perda bernuansa

syariat sering dimaknai sebagai Perda yang diambil dari ketentuan-ketentuan legal

Syariat Islam baik yang bersifat tekstual maupun substansi ajarannya. Perda

bernuansa syariat merupakan bagian dari aspirasi masyarakat daerah, sehingga

setiap daerah memiliki hak membuat peraturan perundang – undangan khas

18

Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang-undangan di Indonesia, (Yogyakarta: Gajah

Mada University Press, 1991), h.14. 19

Abd. Rais Asmar, Pengaturan Peraturan Daerah (Perda) Syariah Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah, El-Iqtishady, 1, 1(Juni, 2019), h.64.

Page 29: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

20

berdasarkan daerahnya. Selain itu peraturan hukum yang ada dinilai belum

mampu menjamin penegakan keadilan di tengah masyarakat, sehingga tidak ada

salahnya mencoba memberlakuan hukum Islam sebagai alternatif peraturan

daerah yang selama ini dinilai memiliki banyak kekurangan.20

Peraturan daerah bernuansa syariah juga dapat diartikan peraturan yang

bermuatan nilai - nilai dan atau norma-norma Islam yang bersumber pada Al-

Qur’an dan Hadits yang mana peraturan ini berlaku di suatu daerah.21

Sedangkan

dalam kajian hukum Islam istilah syariah dibedakan antara syariah arti sempit dan

syariah arti luas. Syariat dalam arti sempit berarti teks – teks wahyu atau hadits

yang berkaitan dengan masalah hukum normatif. Sedang dalam arti luas berarti

teks – teks wahyu atau hadits yang menyangkut aqidah (keyakinan), hukum, dan

akhlak.22

Dilihat dari konstruksi hukum, memang tidak terdapat pengertian tegas

tentang definisi Perda Syariah. Namun, jika melihat pada sumber hukum,

tampaknya Perda Syariah merupakan jenis Perda khusus, yang bersumber pada

kebiasaan lokal atau hukum yang hidup yang terdapat di dalam wilayah tersebut.

Kebiasaan lokal tersebut lebih disandarkan kepada komposisi jumlah masyarakat

pada suatu daerah atau kekuatan hegemoni para elit politik di daerah tersebut yang

tersebar (diaspora) baik di partai, lembaga legislatif maupun eksekutif.23

Keberadaan Perda Syariah apabila ditinjau dari segi hukum tata negara dalam

arti formil, berarti hanya berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang

tertulis.24

Pengertian lain dari Peraturan Daerah bernuansa Syariah adalah

20

Hayatun Na’imah, Perda Berbasis Syariah Dan Hubungan Negara-Agama Dalam

Perspektif Pancasila, Mazahib, XV, 2(2016), h.154. 21

Cholida Hanum, Perda Syariah Perspektif Ketatanegaraan dan Siyasah Dusturiyyah, Al –

Ahkam, 4, 2(2019), h.120. 22

Muntoha, Otonomi Daerah dan Perkembangan Peraturan Daerah Bernuansa Syariah,

(Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2010), h.15. Dikutip dari Erfina Fuadatul Khilmi, Pembentukan

Peraturan Daerah Syari’ah dalam Perspektif Hukum Tata Negara Pascareformasi, Lentera Hukum,

5, 1(2018). h.50. 23

Munawar Ahmad, Fenomena Perda syariah: Institusional identitas pada tingkat local

state, Jurnal Sosiologi agama, 1, 1(2007). h.4. 24

Erfina Fuadatul Khilmi, Pembentukan Peraturan Daerah Syari’ah dalam Perspektif Hukum Tata Negara Pascareformasi, Lentera Hukum, 5, 1(2018). h.50.

Page 30: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

21

peraturan yang bermuatan nilai dan/atau norma Islam yang bersumber dari

AlQur’an dan Sunnah yang beraku di suatu daerah.25

B. Sejarah Munculnya Peraturan Daerah Bernuansa Syariah

Nampaknya Kegagalan dalam upaya memasukkan tujuh kata dalam

amandemen Undang – Undang Dasar 1945 yang mana tujuh kata tersebut ialah

"dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya"

tidaklah menyurutkan semangat umat islam untuk memasukkan ajaran agama

Islam sebagai bagian dari peraturan perundang-undangan. Beberapa daerah telah

berhasil menyusun peraturan daerah yang oleh berbagai kalangan dianggap

bernuansa syariat Islam. tentunya hal ini tidak terlepas dari sejarah yang panjang

selain kegagalan umat islam dalam upaya memasukkan tujuh kata dalam

amandemen Undang – Undang Dasar 1945 juga terdapat faktor – faktor lainnya.

Secara historis, dihapuskannya tujuh kata dalam Piagam Jakarta, berarti

pengorbanan umat Islam dalam konteks pluralism. Ini bukan kekalahan melainkan

kemenangan secara moral, yang menunjukan bahwa umat Islam memiliki

kontribusi besar dan tujuan yang baik bagi terbentuknya sebuah bangsa yang pada

hakikatnya amat plural, walaupun mayoritas penduduknya beagama Islam. 26

Akan tetapi bagi kalangan yang kecewa terhadap perjalanan sejarah

beranggapan bahwa para pendiri bangsa dari kelompok Muslim telah menghianati

aspirasi umat Islam, dengan menerima penghapusan tujuh kata dalam Piagam

Jakarta, yang ditandai dengan “Pemberontakan Kartosuwiryo” (DI/TII) yang

terjadi di daerah Jawa, di Aceh dengan tokoh utamanya Daud Beueureuh, di

Sulawesi Selatan melalui gerakan Kahar Muzakkir dan di Kalimantan Selatan

dengan tokoh Letda Ibnu Hajar. 27

25

Ija Suntana, Poitik Hukum Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), h.389 dikutip dari

Cholida Hanum, Perda Syariah Perspektif Ketatanegaraan dan Siyasah Dusturiyyah, Al – Ahkam,

4, 2(2019), h.44. 26

Hayatun Na’imah, Perda Berbasis Syariah Dan Hubungan Negara-Agama Dalam

Perspektif Pancasila, Mazahib, XV, 2(2016), h.154. 27

Hayatun Na’imah, Perda Berbasis Syariah Dan Hubungan Negara-Agama Dalam

Perspektif Pancasila, Mazahib, XV, 2(2016), h.154-155.

Page 31: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

22

Marginalisasi peran kalangan Muslim di dunia ketentaraan, dirambah dengan

kebijakan militer yang sulit dipahami kelompok Islam yang ada di sayap tentara,

akhirnya cukup fatal, aksi-aksi militer yang dilakukan kelompok Islam yang

kecewa, memiliki konsep negara hukum Islam merupakan catatan yang setiap saat

mampu dijadikan alat untuk memukul balik setiap ide yang berbau “kanan”. Cap

“ekstrem kanan” merupakan penerapan Syariat Islam dalam konteks non politik.

Tahun 1970-an dan Tahun 1980-an merupakan masa-masa dimana rezim Orde

Baru mengumbar cap “ekstrem kanan” dan menyandingkan cap “ekstrem kiri”

yang sama-sama dianggap berbahaya.28

Sejak reformasi pada tahun 1998, secara subtansial dan signifikan terjadi

perubahan tatanan kehidupan di bidang politik pasca perubahan Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Salah satu perubahannya ialah

mengenai hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah yang

mengalami pergeseran kewenangan pemerintah pusat dari sentralistik-otoritarian

menjadi kewenangan desentralistik otonom. Hal tersebut terlihat pada pasal 18

ayat (2) yang lebih menempatkan keleluasaan pemerintah daerah untuk mengelola

urusan rumah tangganya sendiri setelah pemerintah pusat melimpahkan

kewenangannya kepada daerah.29

Dalam artian bahwa pemerintah pusat

memberikan hak kepada daerah yang berdasarkan pada peraturan yang ada di

dalam undang – undang serta konstitusi.30

Otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip kewenangan yang seluas-

luasnya. Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah dimaksudkan

untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan

pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat. Selain itu melalui otonomi

luas, dalam lingkungan strategis globalisasi, daerah diharapkan mampu

meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan,

28

Hayatun Na’imah, Perda Berbasis Syariah Dan Hubungan Negara-Agama Dalam

Perspektif Pancasila, Mazahib, XV, 2(2016), h.155. 29

Erfina Fuadatul Khilmi, Pembentukan Peraturan Daerah Syari’ah dalam Perspektif

Hukum Tata Negara Pascareformasi, Lentera Hukum, 5, 1(2018). h.48. 30

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika,

2010), h.52.

Page 32: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

23

keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi dan keanekaragaman daerah

dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.31

Dengan dianutnya sistem desentralisasi maka terjadi pembagian urusan antara

pusat dan daerah, dan salah satu akibat dari diberlakukannya desentralisasi di

Indonesia adalah munculnya perda – perda bernuansa syariah. Perda bernuansa

syariah setidaknya dapat diklasifikasikan dalam tiga hal, yaitu ketertiban

masyarakat seperti pelarangan aktivitas pelacuran dan pembatasan distribusi

konsumsi minuman beralkohol, kewajiban dan keterampilan keagamaan seperti

pembayaran zakat dan kemampuan baca tulis Al-Qur’an, dan simbolisme

keagamaan berupa pakaian busana Muslim.32

Perda bernuansa syariah dapat kita temukan khususnya di Provinsi Aceh yang

mana melalui Undang-undang No.44 Tahun 1999 tentang Keistimewaan Daerah

Istimewa Aceh, karena UU tersebut maka daerah provinsi Aceh diberi

kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

dan kepentingan masyarakat setempat, yang selanjutnya pada tahun 2001 UU

No.18 Tahun 2001 dibentuk yaitu tentang otonomi khusus provinsi Aceh yang

kemudian dicabut dengan UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Dengan adanya peraturan perundang-undangan tersebut maka, syariat Islam

diizinkan serta diakui keberadaannya dalam hukum nasional namun, lingkup

pelaksanaanya hanya di Provinsi Aceh Darussalam.

Berawal mula dari situlah pada akhirnya daerah lain mencontoh perda Aceh

yang terdapat ajaran agama islam di dalamnya. Namun, tetap dengan

menyesuaikan dengan keadaan di daerah masing – masing karena setiap daerah

memiliki karakteristik nya tersendiri.

Pada tahun 1999, jumlah Perda bernuansa syariah di seluruh Indonesia hanya

ada empat, yang tersebar di empat kabupaten dan kota. Jumlah ini meningkat

tajam dalam kurun waktu satu dekade terakhir. Pada tahun 2013, jumlah Perda

31 Penjelasan Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

32 Arskal Salim, Perda Berbasis Agama dan Perlindungan Konstitusional Penegakan HAM,

Yayasan Jurnal Perempuan, 60, I,(2008), h.111. Dikutip dari Hayatun Na’imah, Perda Berbasis

Syariah Dan Hubungan Negara-Agama Dalam Perspektif Pancasila, Mazahib, XV, 2(2016), h.155.

Page 33: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

24

bernuansa syariah di seluruh Indonesia mencapai lebih dari 400 buah.33

Hampir di

semua provinsi di Indonesia yang jumlahnya 34 provinsi terdapat perda syariah di

level provinsi/kabupaten/kota.34

C. Pengertian Maqashid Al-Syariah

Secara lughawi, Maqashid Al-syari'ah terdiri dari dua kata, yaitu maqashid

dan syari‟ah. Maqashid adalah bentuk jama' dari maqashid yang berarti

kesengajaan atau tujuan. Syari'ah berasal dari kata syara'a yang bermakna

memperkenalkan, menetapkan atau mengedepankan.35

secara bahasa الى الماء

yang berarti jalan menuju sumber air. Jalan menuju sumber air ini dapat pula

dikatakan sebagai jalan ke arah sumber pokok kehidupan.36

Al - Syariah secara etimologi berasal dari kata Syara'a Yasyra'u Syar'an yang

berarti membuat syariat atau undang-undang.37

Selanjutnya Makna syari'ah secara

bahasa yang berarti jalan menuju sumber air, dapat dikatakan bahwa terdapat

keterkaitan kandungan makna antara syari'ah dan air dalam arti keterkaitan antara

cara dan tujuan, sesuatu yang hendak dituju tentu merupakan sesuatu yang amat

penting.

Dalam konteks ini Syari'ah merupakan cara atau jalan dan air ialah sesuatu

yang hendak dituju. Pengaitan syari'ah dengan air dalam arti bahasa ini tampaknya

dimaksudkan untuk memberikan penekanan pentingnya syari'ah dalam

memperoleh sesuatu yang penting yang diibaratkan dengan air, yang mana hal ini

cukup tepat karena air merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam

kehidupan.38

33

Cholida Hanum, Perda Syariah Perspektif Ketatanegaraan dan Siyasah Dusturiyyah, Al –

Ahkam, 4, 2(2019), h.44. 34

Abd. Rais Asmar, Pengaturan Peraturan Daerah (Perda) Syariah Dalam Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah, El-Iqtishady, 1, 1(Juni,2019), h.63. 35

Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fiqh (Jakarta: Amzah, 2005),

Cet.1. h.307. 36

Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fiqh (Jakarta: Amzah, 2005),

Cet.1. h.196. 37

Hasbi Umar, Nalar Fiqih Kontemporer, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2007), h.36. 38

Asafri jaya bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi (jakarta: Raja Grafindo

Persada,1996), cet.1. h.63.

Page 34: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

25

Sedangkan makna syari'ah sendiri merupakan al–nusus al–muqaddasah

(nash-nash hukum atau norma-norma hukum yang tertulis) dari Al-Quran dan Al-

Sunnah yang mutawatir yang sama sekali belum dicampuri oleh pemikiran

manusia. Muatan syari'ah dalam arti ini mencakup aqidah, amaliyyah, dan

khuluqiyyah. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah SWT antara lain ialah

surat Al – Jasiyah ayat 18 yang berbunyi: Kemudian Kami jadikan kamu berada

di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu)39

مر فاتتػىا )الجاثيثان ال ى شريػث م

نك عل

(81:54\ ثم جػل

Artinya: "Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan)

dari urusan (agama itu)".

Menurut Mahmoud Syaltout syari'ah adalah aturan-aturan yang diciptakan

oleh Allah untuk dipedomani manusia dalam mengatur hubungan dengan Tuhan,

dengan manusia baik sesama muslim atau non muslim, alam dan seluruh

kehidupan. Sedangkan menurut Ali al-Sayis mengatakan bahwa syari'ah adalah

hukum-hukum yang diberikan oleh Allah untuk hamba hambaNya agar mereka

percaya dan mengamalkan nya demi kepentingan mereka di dunia dan di

akhirat.40

Maka dari pengertian syariah dari Mahmoud Syaltout dan Ali al-Sayis diatas

dapat disimpulkan bahwa pada intinya syariah adalah seperangkat hukum-hukum

Tuhan yang diberikan kepada umat manusia untuk mendapat kebahagiaan hidup

baik di dunia maupun di akhirat. Kandungan pengertian syari'ah yang demikian

itu, secara tidak langsung memuat kandungan maqashid al-syari'ah.41

Pengertian lain maqashid al-syari'ah ialah maqashid al-syari'ah mengandung

pengertian umum dan pengertian khusus. pengertian yang bersifat umum mengacu

39

Asafri jaya bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi (jakarta: Raja Grafindo

Persada,1996), cet.1. h.61. 40

Asafri jaya bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi (jakarta: Raja Grafindo

Persada,1996), cet.1. h.62. 41

Asafri jaya bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi (jakarta: Raja Grafindo

Persada,1996), cet.1. h.63.

Page 35: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

26

pada apa yang dimaksud oleh ayat-ayat hukum atau hadits-hadits hukum, baik

yang ditunjukkan oleh pengertian kebahasaannya atau tujuan yang terkandung di

dalamnya. pengertian yang bersifat umum itu identik dengan pengertian istilah

maqashid al-syari' (maksud allah dalam menurunkan ayat hukum, atau maksud

rasulullah dalam mengeluarkan hadits hukum). sedangkan pengertian yang

bersifat khusus adalah substansi atau tujuan yang hendak dicapai oleh suatu

rumusan hukum.42

Sementara itu Wahbah al-Zuhaili mendefinisikan maqashid syari'ah dengan

makna-makna dan tujuan-tujuan yang dipelihara oleh syara' dalam seluruh

hukumnya atau sebagian besar hukumnya, atau tujuan akhir dari syari'at dan

rahasia-rahasia yang diletakkan oleh syara' pada setiap hukumnya.43

Selanjutnya Al – Syatibi menggunakan kata – kata yang berbeda mengenai

Maqashid al-syari'ah seperti al- maqashid al-syar'iyyah, dan maqashid min syar'i

al-hukm yang mana memiliki pengertian yang sama yaitu tujuan hukum yang

diturunkan oleh Allah SWT.44

Pada intinya maqashid al-syari'ah ialah tujuan

daripada syariat itu sendiri.

D. Syarat dan Tujuan Maqashid Al-Syariah

Sebelum membahas tujuan nampaknya maqashid al-syariah memiliki syarat,

Wahbah al-Zuhaili dalam bukunya menetapkan syarat - syarat maqashid al-

syari'ah. Menurutnya bahwa sesuatu baru dapat dikatakan sebagai maqashid al-

syari'ah apabila memenuhi empat syarat berikut, yaitu:45

1) Harus bersifat tetap, maksudnya makna-makna yang dimaksudkan itu

harus bersifat pasti atau diduga kuat mendekati kepastian.

42

Ghofar Shidiq, Teori Maqashid Al-Syari'ah Dalam Hukum Islam, Sultan Agung, XLIV,

118, (Juni – Agustus, 2009). h.119. 43

Ghofar Shidiq, Teori Maqashid Al-Syari'ah Dalam Hukum Islam, Sultan Agung, XLIV,

118, (Juni – Agustus, 2009). h.119. 44

Asafri jaya bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi (jakarta: Raja Grafindo

Persada,1996), cet.1. h.63-64. 45

Ghofar Shidiq, Teori Maqashid Al-Syari'ah Dalam Hukum Islam, Sultan Agung, XLIV,

118, (Juni – Agustus, 2009). h.122-123

Page 36: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

27

2) Harus jelas, sehingga para fuqaha tidak akan berbeda dalam penetapan

makna tersebut. Sebagai contoh, memelihara keturunan yang merupakan

tujuan disyariatkannya perkawinan.

3) Harus terukur, maksudnya makna itu harus mempunyai ukuran atau

batasan yang jelas yang tidak diragukan lagi. Seperti menjaga akal yang

merupakan tujuan pengharaman khamr dan ukuran yang ditetapkan adalah

kemabukan.

4) Berlaku umum, artinya makna itu tidak akan berbeda karena perbedaan

waktu dan tempat. Seperti sifat Islam dan kemampuan untuk memberikan

nafkah sebagai persyaratan kafa'ah dalam perkawinan menurut mazhab

Maliki.

Selanjutnya berikut ini merupakan beberapa ungkapan dari Al – Syatibi,

"Sesungguhnya syariat itu bertujuan mewujudkan kemaslahatan manusia didunia

dan di akhirat", "Hukum – hukum disyariatkan untuk kemaslahatan hamba".

Maka apabila ditelaah ungkapan dari Al – Syatibi, dapat dikatakan bahwa

kandungan maqashid al-syari'ah atau tujuan hukum ialah kemaslahatan manusia.46

Dalam karya Al-Muwafaqat Al-Syatibi menyebutkan bahwa tidak ada satu

pun hukum Allah SWT dalam pandangan Al-Syatibi yang tidak mempunyai

tujuan, karena hukum yang tidak mempunyai tujuan sama dengan membebankan

sesuatu yang tidak dapat dilaksanakan. Hal seperti itu ialah sesuatu yang tidak

mungkin terjadi pada hukum-hukum Allah SWT.47

Muhammad Abu Zahrah

dalam kaitan ini menegaskan bahwa tujuan hakiki huku islam ialah kemaslahatan,

karena tidak ada satupun hukum yang disyariatkan baik di dalam Al-Qur'an

maupun di dalam Hadits yang di dalamnya tidak terdapat kemaslahatan.48

Penekanan maqashid al-syari'ah yang dilakukan oleh Al-Syatibi secara

umum berasal dari kandungan ayat–ayat Al-Qur'an yang menunjukkan bahwa

46

Asafri jaya bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi (jakarta: Raja Grafindo

Persada,1996), cet.1. h.64. 47

Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fiqh (Jakarta: Amzah, 2005),

Cet.1. h.196 48

Asafri jaya bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi (jakarta: Raja Grafindo

Persada,1996), cet.1. h.65.

Page 37: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

28

hukum-hukum Tuhan mengandung kemaslahatan.49 Al-Syatibi mengatakan bahwa

maqashid al-syari'ah dalam arti kemaslahatan terdapat dalam aspek-aspek hukum

secara keseluruhan yang artinya, apabila terdapat permasalahan-permasalahan

hukum yang tidak ditemukan secara jelas dimensi kemaslahatannya, dapat

dianalisis melalui maqashid al-syari'ah yang dilihat dari ruh syariat dan tujuan

umum dari agama Islam yang hanif.50

E. Tingkat Kemaslahatan Maqashid Al-Syariah

Maqashid al-syari'ah dari segi substansi ialah kemaslahatan, kemaslahatan

dalam taklif Tuhan dapat berwujud dalam dua bentuk yaitu dalam bentuk hakiki,

artinya manfaat langsung dalam arti kausalitas (sebab – akibat), dan dalam bentuk

majazi yaitu bentuk yang merupakan sebab yang membawa kepada

kemaslahatan.51

Kemaslahatan itu oleh Al-Syatibi dilihat pula dari dua sudut

pandang, yaitu Maqashid Al-Syariah (Tujuan Tuhan) dan Maqashid Al-Mukalaf

(Tujuan Mukalaf) mukalaf di sini berarti orang yang dibebani hukum.52

Maqashid

al-syari'ah dalam arti Maqashid al-Syari', mengandung empat aspek. Keempat

aspek itu adalah :

a) Tujuan awal dari syariat yakni kemaslahatan manusia di dunia dan di

akhirat.

b) Syariat sebagai sesuatu yang harus dipahami.

c) Syariat sebagai suatu hukum taklif yang harus dilakukan.

d) Tujuan syariat adalah membawa manusia ke bawah naungan hukum.

Hakikat atau tujuan awal pemberlakuan syariat adalah untuk mewujudkan

kemaslahatan manusia, kemaslahatan itu dapat terwujud apabila lima unsur pokok

dapat diwujudkan dan dipelihara yaitu Agama (Hifdzh al-Din), Jiwa (Hifdzh al-

49

Asafri jaya bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi (jakarta: Raja Grafindo

Persada,1996), cet.1. h.66. 50

Asafri jaya bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi (jakarta: Raja Grafindo

Persada,1996), cet.1. h.68. 51

Asafri jaya bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi (jakarta: Raja Grafindo

Persada,1996), cet.1. h.69-70. 52

Totok Jumantoro, Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fiqh (Jakarta: Amzah, 2005),

Cet.1. h.224.

Page 38: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

29

Nafs), Keturunan (Hifdzh al-Nasl), Akal (Hifdzh al-„Aql), dan Harta (Hifdzh al-

Mal). Dalam usaha mewujudkan dan memelihara unsur pokok tersebut Al-Syatibi

membagi kepada tiga tingkat Maqashid Al-Syariah, yaitu:

1) Maqashid Al-Daruriyat

Maqashid al-daruriyat dimaksudkan untuk memelihara lima unsur pokok

dalam kehidupan manusia di atas.53

Dharuriyat, yaitu maslahat yang

bersifat primer, di mana kehidupan manusia sangat tergantung padanya,

baik aspek agama maupun aspek duniawi. Maqashid al-daruriyat

merupakan sesuatu yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan

manusia. Jika itu tidak ada, kehidupan manusia di dunia menjadi hancur

dan kehidupan akhirat menjadi rusak (mendapat siksa). Ini merupakan

tingkatan maslahat yang paling tinggi. Di dalam Islam, maslahat

dharuriyat ini dijaga dari dua sisi: pertama, realisasi dan perwujudannya,

dan kedua, memelihara kelestariannya. Contohnya, yang pertama menjaga

agama dengan merealisasikan dan melaksanakan segala kewajiban agama,

serta yang kedua menjaga kelestarian agama dengan berjuang dan berjihad

terhadap musuh-musuh Islam.54

2) Maqashid Al-Hajiyat

Maqashid al-hajiyat dimaksudkan untuk menghilangkan kesulitan atau

menjadikan pemeliharaan terhadap lima unsur pokok menjadi lebih baik

lagi.55

Makna hajiyat sendiri yaitu, maslahat yang bersifat sekunder yang

diperlukan oleh manusia untuk mempermudah dalam kehidupan dan

menghilangkan kesulitan maupun kesempitan. Jika ia tidak ada, akan

53

Asafri jaya bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi (jakarta: Raja Grafindo

Persada,1996), cet.1. h.72. 54

Ghofar Shidiq, Teori Maqashid Al-Syari'ah Dalam Hukum Islam, Sultan Agung, XLIV,

118, (Juni – Agustus, 2009). h.124. 55

Asafri jaya bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi (jakarta: Raja Grafindo

Persada,1996), cet.1. h.72

Page 39: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

30

terjadi kesulitan dan kesempitan yang implikasinya tidak sampai merusak

kehidupan.56

3) Maqashid Al-Tahsiniyat

Sedangkan maqasid al-tahsiniyat dimaksudkan agar manusia dapat

melakukan yang terbaik untuk penyempurnaan pemeliharaan lima unsur

pokok.57

Tahsiniyat, yaitu maslahat yang merupakan tuntutan moral, dan

itu dimaksudkan untuk kebaikan dan kemuliaan. Jika ia tidak ada, maka

tidak sampai merusak ataupun menyulitkan kehidupan manusia. Maslahat

tahsiniyat ini diperlukan sebagai kebutuhan tersier untuk meningkatkan

kualitas kehidupan manusia.58

Tidak terwujudnya aspek daruriyat dapat merusak kehidupan manusia dunia

dan akhirat secara keseluruhan. Pengabaian terhadap aspek hajiyat, tidak sampai

merusak keberadaan lima unsur pokok, akan tetapi hanya membawa kepada

kesulitan bagi manusia sebagai mukallaf dalam merealisasikannya. Sedangkan

pengabaian aspek tahsiniyat, membawa upaya pemeliharaan lima unsur pokok

tidak sempurna. Sebagai contoh, dalam memelihara unsur agama, aspek

daruriyatnya antara lain mendirikan salat. Salat merupakan aspek daruriyat,

keharusan menghadap ke kiblat merupakan aspek hajiyat, dan menutup aurat

merupakan aspek tahsiniyat.59

Apabila dianalisis lebih jauh, dalam usaha mencapai pemeliharaan lima unsur

pokok secara sempurna, maka ketiga tingkat maqashid di atas, tidak dapat

dipisahkan. Tampaknya bagi al-Syatibi, tingkat hajiyat adalah penyempurna

56

Ghofar Shidiq, Teori Maqashid Al-Syari'ah Dalam Hukum Islam, Sultan Agung, XLIV,

118, (Juni – Agustus, 2009). h.124. 57

Asafri jaya bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi (jakarta: Raja Grafindo

Persada,1996), cet.1. h.72. 58

Ghofar Shidiq, Teori Maqashid Al-Syari'ah Dalam Hukum Islam, Sultan Agung, XLIV,

118, (Juni – Agustus, 2009). h.124. 59

Asafri jaya bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi (jakarta: Raja Grafindo

Persada,1996), cet.1. h.72.

Page 40: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

31

tingkat daruriyat. Tingkat tahsiniyat merupakan penyempurna bagi tingkat hajiyat.

Sedangkan daruriyat menjadi pokok hajiyat dan tahsiniyat.60

60

Asafri jaya bakri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi (jakarta: Raja Grafindo

Persada,1996), cet.1. h.72.

Page 41: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

32

BAB III

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NO.7 TAHUN 2014

A. Profil kota Tasikmalaya

Kota Tasikmalaya merupakan kota yang terletak di jalur utama selatan

Pulau Jawa di wilayah provinsi Jawa Barat. Secara geografis Kota Tasikmalaya

terletak di bagian tenggara wilayah Provinsi Jawa Barat, yaitu pada 108 08’83”

– 108 24’02” Bujur Timur dan 7 10’ – 7 26’32” Lintang Selatan di Bagian

Tenggara Wilayah Provinsi Jawa Barat. Kedudukan atau jarak Kota

Tasikmalaya dari ibukota propinsi Jawa Barat yaitu ± 105 Km dan dari ibukota

negara ± 225 Km. Kota Tasikmalaya berdasarkan bentang alamnya berada

pada ketinggian antara 201 sampai dengan 503 meter di atas permukaan laut

(mdpl).1

Berdasarkan Undang Undang Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan

Kota Tasikmalaya luas wilayah Kota Tasikmalaya adalah 17.156 Ha (171,56

Km2). Kota Tasikmalaya terdiri dari 10 Kecamatan dengan 69 Kelurahan.

Kota Tasikmalaya merupakan daerah otonom yang dipimpin oleh seorang wali

kota. Dibentuk pada 21 Juni 2001 berdasarkan Undang-Undang Nomor 10

Tahun 2001 serta diresmikan pada 17 Oktober 2001 oleh Menteri Dalam

Negeri dan Otonomi Daerah di Jakarta.

Sebelum menjadi daerah otonom, Kota Tasikmalaya berkedudukan

sebagai ibu kota Kabupaten Tasikmalaya. Lalu, tepatnya Pada 3 November

1976, Kota Tasikmalaya dijadikan sebagai kota administratif berdasarkan

Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1976 yang dijabarkan dengan Peraturan

1 Diakses pada 5 Juni 2021dari https://dprd-tasikmalayakota.go.id/selayang-pandang-kota-

tasikmalaya/.

Page 42: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

33

Menteri Dalam Negeri No. 6 Tahun 1976 dan Instruksi Menteri Dalam Negeri

No. 21 Tahun 1976.2

Secara etimologis, terdapat dua pendapat mengenai asal – usul dari nama

Tasikmalaya. Pertama, Tasikmalaya merupakan nama yang berasal dari kata

"tasik" dan "laya". "Tasik" diartikan sebagai keusik yang berarti pasir dan

"laya" diambil dari kata "ngalayah" yang berarti hamparan. Maka dapat

disimpulkan, makna dari keusik ngalayah adalah hamparan pasir yang seolah-

olah menutupi hampir seluruh wilayah yang sekarang bernama Kota

Tasikmalaya. Hamparan pasir tersebut berasal Gunung Galunggung yang

meletus pada tanggal 8 dan 12 Oktober 1822. Selanjutnya Pendapat Kedua

menyebutkan bahwa nama Tasikmalaya merupakan gabungan dari kata "tasik"

dan "malaya". Tasik berarti telaga, laut, atau air yang menggenangi, sedangkan

"malaya" mengandung arti jajaran gunung-gunung. Maka, “tasikmalaya”

bermakna gunung-gunung yang berjejer dalam jumlah yang banyak seperti

peribahasa yang berkembang di tengah –tengah kehidupan masyarakat yaitu,

“Jajaran Gunung-Gunung Teh Lobana Lir Ibarat Cai Laut” yang maknanya

ialah "Jajaran Gunung – Gunung Banyak Nya Seperti Air Laut".3

Pepatah tersebut bukan hanya sebuah pepatah belaka, melainkan dapat

dibuktikan dengan peta geografis. Pepatah tersebut juga mengandung makna

bahwa ribuan bukit kecil yang terdapat di wilayah Tasikmalaya merupaan ciri

khas geografis daerah Kota Tasikmalaya. Bukit – bukit kecil itu sudah ada

sebelum tahun 1822 sehingga letusan Gunung Galunggung pada tahun tersebut

menguatkan identitas wilayah tersebut sebagai "wilayah sepuluh ribu bukit"

yang maknanya melekat pada nama Tasikmalaya.4

Menurut Miftahul Falah Apabila mengacu pada kedua pendapat tentang

asal-usul nama Tasikmalaya yang memiliki kaitan erat dengan letusan Gunung

2 Miftahul Falah, Pertumbuhan Kota Tasikmalaya (1820-1942); Dari Kota Distrik menjadi

Kota Kabupaten, Metahumaniora, 1, 2(Agustus, 2012), h.1-2. 3 Miftahul Falah, Pertumbuhan Kota Tasikmalaya (1820-1942); Dari Kota Distrik menjadi

Kota Kabupaten, Metahumaniora, 1, 2(Agustus, 2012), h.3. 4 Miftahul Falah, Pertumbuhan Kota Tasikmalaya (1820-1942); Dari Kota Distrik menjadi

Kota Kabupaten, Metahumaniora, 1, 2(Agustus, 2012), h.4

Page 43: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

34

Galunggung tahun 1822 seharusnya nama tersebut baru dikenal setelah tahun

1822. Namun, nama Tasikmalaya telah digunakan oleh Pemerintah Hindia

Belanda, setidak-tidaknya sejak taun 1820. Artinya, wilayah tersebut sudah

bernama Tasikmalaya sebelum Gunung Galunggung meletus sehingga

hamparan bukit yang melatar belakangi penggunaan nama Tasikmalaya bukan

berasal dari aktivitas Gunung Galunggung Melainkan, nama Tasikmalaya

menunjukkan hubungan yang erat dengan aktivitas Gunung Guntur pada tahun

1822 yang mana memperkuat identitas atau ciri khas geografis wilayah Kota

Tasikmalaya.5

Kota Tasikmalaya dikenal sebagai Kota Santri, khususnya di era sebelum

1980-an karena hampir di seluruh di wilayah tersebar pondok pesantren yang

mengajarkan agama Islam, baik pondok besar maupun kecil, bahkan

melahirkan tokoh perjuangan nasional di antaranya adalah Zainal Mustafa.6

Eksistensi pesantren bagi masyarakat Tasikmalaya ibarat darah dan nadinya

tubuh manusia yang tidak dapat dilepaskan atau dipisahkan satu sama lainnya,

Oleh karena itu Kota Tasikmalaya dikenal sebagai sebagai kota santri dengan

wilayah nya memiliki pesantren terbesar di dunia yang mana hal ini dapat

dilihat dari banyaknya pesantren yaitu sekitar 634 jumlah pondok pesantren

dengan kehidupan masyarakatnya yang agamis dan religius.7 Pada tahun 2020

tercatat terdapat 40.021 santri di Kota Tasikmalaya, hal ini tentu bukanlah

angka yang sedikit.8

Pesantren dan kyainya bagi masyarakat Kota Tasikmalaya adalah panutan

yang memiliki hubungan akidah atau keyakinan agama yang kuat. Karenanya,

5 Miftahul Falah, Pertumbuhan Kota Tasikmalaya (1820-1942); Dari Kota Distrik menjadi

Kota Kabupaten, Metahumaniora, 1, 2(Agustus, 2012), h.4-5 6 Diakses pada 6 juni 2021 dari https://dprd-tasikmalayakota.go.id/selayang-pandang-kota-

tasikmalaya/. 7 Andrias dan Nurohman, Partai Politik Dan Pemilukada (Analisis Marketing Politik dan

Strategi Positioning Partai Politik Pada Pilkada Kabupaten Tasikmalaya), Jurnal Ilmu Politik dan

Pemerintahan, 1, 3(Juli,2013). h.359. 8 Diakses pada 9 Juni 2021 dari https://data.tasikmalayakota.go.id/agama/jumlah-pondok-

pesantren-santri-dan-ustadz-menurut-kecamatan-di-kota-tasikmalaya/.

Page 44: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

35

pesantren dapat pula dipandang sebagai pusat perubahan. 9 Sosok kyai di Kota

Tasikmalaya seringkali dikenal atau disebut dengan "ajengan" masyarakat

sangat menghormati ajengan dan juga cenderung menjadi tokoh masyarakat di

lingkungan masyarakat. Dapat dikatakan ajengan merupakan lambang

kewahyuan bagi masyarakat setempat karena kemampuannya dalam

menjelaskan masalah teologi yang sulit kepada para petani muslim sesuai

dengan pandangan atau suara hati mereka.10

Mayoritas penduduk Kota Tasikmalaya merupakan beragama islam,

penganut kedua terbanyak ialah Kristen, lalu Khatolik, Hindu, Budha,

Konghucu.11

Meskipun terdapat perbedaan agama dikalangan masyarakat

tetapi perdamaian dan toleransi beragama terbangun dengan baik, para

pemeluk agama saling membantu satu sama lain, dengan begitu kedamaian dan

toleransi tetap tercipta di kota ini.

Berikut merupakan wawancara penulis dengan salah satu pemeluk agama

kristen di kota Tasikmalaya yaitu Bu Elly ia menyebutkan bahwa toleransi

beragama dilingkungannya selama ini sudah baik, meskipun tidak dapat di

pungkiri terdapat sebagian kecil penganut agama yang amat fanatik namun

semua baik – baik saja, ia juga mengatakan semua kembali lagi kepada diri

sendiri yang menjaga dan tahu batasan jangan sampai membuat masalah agar

terciptanya perdamaian dan toleransi beragama.12

Hal ini dapat terlihat dari visi dan misi Kota Tasikmalaya yang toleran, visi

dari kota ini ialah “Kota Tasikmalaya Yang Religius, Maju Dan Madani” kata

religius di sini diperuntukan bagi pemeluk agama apapun yang berada di Kota

Tasikmalaya, begitu juga dengan misi nya yaitu "Mewujudkan tata nilai

9 Andrias dan Nurohman, Partai Politik Dan Pemilukada (Analisis Marketing Politik dan

Strategi Positioning Partai Politik Pada Pilkada Kabupaten Tasikmalaya), Jurnal Ilmu Politik dan

Pemerintahan, 1, 3(Juli,2013). h.359. 10

Faisal Fadilla Noorikhsan, Nasionalisme Ajengan Ruhiat (Gagasan dan Praksis

Nasionalisme Seorang Ulama), Politika, 7, 2(Oktober,2016) 11

Diakses pada 8 Juni 2021 dari https://data.tasikmalayakota.go.id/dinas-kependudukan-dan-pencatatan-sipil/data-persebaran-penduduk-berdasarkan-agama-tahun-2019/.

12 Interview pribadi dengan Bu Elly, Masyarakat Kota Tasikmalaya, Tasikmalaya 30 maret

2021.

Page 45: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

36

kehidupan masyarakat yang religius dan berkearifan lokal Mengurangi tingkat

kemiskinan dan meningkatkan daya beli masyarakat Memantapkan

infrastruktur dasar perkotaan guna mendorong pertumbuhan dan pemerataan

pembangunan yang berwawasan lingkungan Memenuhi kebutuhan pelayanan

dasar masyarakat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia

Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih".

B. Peraturan Daerah kota Tasikmalaya No. 7 Tahun 2014

Latar belakang terbentuknya Perda No. 7 Tahun 2014 ialah para pemuka

agama Kota Tasikmalaya pada saat itu mempunyai cita-cita dan keinginan

yang luhur yaitu bagaimana untuk menghidupkan masyarakat menjadi

masyarakat yang harmonis, dinamis, agamis serta religius. Para pemuka

agama pada saat itu sudah memprediksi bahwasanya memang tantangan ke

depan Kota Tasikmalaya ini akan semakin berat. Perkembangan zaman

memang merupakan hal yang baik bagi masyarakat. Namun, tetap terdapat

dampak buruk yang mana kemajuan zaman ini cepat atau lambat akan

merubah pola pikir, karakter serta kehidupan keagamaan di Kota

Tasikmalaya.13

Benar saja, Kota Tasikmalaya merupakan salah satu kota yang cukup

pesat perkembangannya di daerah Priangan Timur. Priangan Timur

merupakan wilayah geografis paling timur dari sebuah wilayah yang bernama

Priangan, Priangan hanya meliputi lima kabupaten yaitu Bandung, Sumedang,

Garut, Tasikmalaya, dan Ciamis. Kota Tasikmalaya telah menjadi salah satu

kota besar di wilayah Priangan Timur yang mana masalah yang dihadapi

semakin kompleks dan beragam layaknya permasalahan di kota – kota besar

seperti Jakarta.

Hal inilah yang memicu semangat para pemuka agama juga masyarakat

kota tasikmalaya untuk membuat peraturan yang bernuansa syariat. pada

13

Interview pribadi dengan Adam Nugraha S, pendamping Tim Khusus Bapemperda Tahun

2014, Tasikmalaya 30 maret 2021.

Page 46: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

37

awalnya para pemuka agama Kota Tasikmalaya menginginkan bahwa Kota

Tasikmalaya identik dengan kota syariah yang hampir sama dengan Nanggroe

Aceh Darussalam pada saat itu maka dibuatlah muatan-muatan Perda di

dalamnya itu adalah muatan-muatan yang memang sangat kental dengan

ajaran agama Islam. Misalnya bahwa masyarakat kota Tasikmalaya

menjunjung tinggi kitab suci Al-Qur'an dan As-Sunnah, serta melakukan

perbuatan akhlakul karimah dan meninggalkan perbuatan akhlakul

mazmumah.14

Hal ini tertuang pada perda No. 12 Tahun 2009 tentang Tata Nilai

Kehidupan Kemasyarakatan Yang Berlandaskan Pada Ajaran Agama Islam

Dan Norma-Norma Sosial Masyarakat Kota Tasikmalaya, yang mana

merupakan perda awal dari perda Perda No.7 Tahun 2014 tentang Tata Nilai

Kehidupan Masyarakat Yang Religius di Kota Tasikmalaya. Pada akhirnya

Perda No. 12 Tahun 2009 mendapat klarifikasi dari Kementrian Dalam Negri,

dan juga mendapatkan evaluasi dari Provinsi karena dianggap tidak sesuai

dengan kaidah peraturan perundang – undangan. Selanjutnya apabila hasil

klarifikasi dari Kementrian Dalam Negri dan evaluasi dari Provinsi tidak

dilaksanakan oleh kota Tasikmalaya, maka perda ini bisa saja dicabut oleh

presiden karena tidak sesuai dengan kaidah peraturan perundang –

undangan.15

Rentang waktu kota Tasikmalaya merevisi perda dari perda No. 12 Tahun

2009 ke perda No.7 Tahun 2014 cukup lama yaitu 5 tahun. Hal ini

dikarenakan pemerintah Kota Tasikmalaya bersama DPRD Kota Tasikmalaya

tidak ingin gegabah dalam merevisi perda tersebut, dalam artian pemerintah

melihat kondisi masyarakat terlebih dahulu. Kota Tasikmalaya terkenal

dengan kota santri, yang mana hal ini bukanlah hanya branding dan jargon

semata tetapi sudah masuk kedalam lini kehidupan sehari – hari masyarakat.

14

Interview pribadi dengan Adam Nugraha S, pendamping Tim Khusus Bapemperda

Tahun 2014, Tasikmalaya 30 maret 2021. 15

Interview pribadi dengan Adam Nugraha S, pendamping Tim Khusus Bapemperda

Tahun 2014, Tasikmalaya 30 maret 2021.

Page 47: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

38

masyarakat cenderung menjunjung tinggi kaidah-kaidah syariat Islam hal ini

tentu akan mendapatkan reaksi keras dari masyarakat terutama para pemuka

agama.

Pemerintah kota Tasikmalaya membutuhkan waktu yang lama dalam

revisi perda ini hal ini dikarenakan kota Tasikmalaya mempunyai cita-cita

serta keinginan yang luhur, yaitu menghidupkan masyarakat kota

Tasikmalaya menjadi masyarakat yang harmonis, dinamis, agamis juga

religius. Pada akhirnya dibuatlah panitia khusus dan dikumpulkanah para

pemuka agama baik itu dari agama Islam, Kristen, Khatolik, Hindu, Budha,

Konghucu. Dari Agama Islam sendiri pada saat itu salah satu pemrakarsanya

ialah KH. Endang Lukman.16

ketika perda ini dikeluarkan memang terdapat kontroversi baik dari dalam

maupun luar daerah, tidak sedikit juga yang datang untung mewawancarai

serta mengkaji mengenai perda ini. Maka, apabila dikatakan kota tasikmalaya

merupakan kota yang intoleran hal ini tidaklah benar. Apabila dibaca dengan

seksama perda ini adalah perda yang bersifat lebih kepada anjuran, yang di

dalamnya terdapat penegakan peraturan mengenai bagaimana masyarakat

berakhlak, maksud tujuan dari perda ini ialah membangun kerukunan, serta

kedamaian masyarakat Kota Tasikmalaya baik antar agama maupun internal

agama.17

Ketika para pemuka agama dikumpulkan tidak terdapat indikasi bahwa

agama tertentu keberatan, semua sudah bersepakat dan dapat dikatakan

berjalan dengan cukup baik dan tidak terdapat gesekan, justru biasanya

gesekan yang terjadi di kota Tasikmalaya lebih kepada isu nasional.18

16

Interview pribadi dengan Adam Nugraha S, pendamping Tim Khusus Bapemperda

Tahun 2014, Tasikmalaya 30 maret 2021. 17

Interview pribadi dengan H. Agus Wahyudin, S.H., M.H. , Wakil Ketua DPRD Kota

Tasikmalaya Tahun 2019 - 2024, Tasikmalaya, 30 maret 2021. 18

Interview pribadi dengan H. Agus Wahyudin, S.H., M.H. , Wakil Ketua DPRD Kota

Tasikmalaya Tahun 2019 - 2024, Tasikmalaya, 30 maret 2021.

Page 48: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

39

Dari pertemuan tersebut, selanjutnya para pemuka agama bersepakat dan

menyetujui perda revisi No. 12 Tahun 2009 yaitu perda No.7 Tahun 2014.

Tidak hanya para pemuka agama, banyak para ahli yang terlibat, juga

himpunan masiswa serta Lembaga Swadaya Masyarakat, setelah semua berkas

dilengkapi dengan proses yang panjang maka disahkanlah pada tanggal 1

Oktober 2014 oleh Walikota Tasikmalaya yaritu H. Budi Budiman. Berikut

ini merupakan dasar hukum Perda No.7 Tahun 2014 :

1) Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota

Tasikmalaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001

Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4117).

3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437),

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844).

4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5234).

5) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman

Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593).

6) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian

Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah

Page 49: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

40

Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737).

7) Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 3 Tahun 2008 tentang

Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah Kota

Tasikmalaya (Lembaran Daerah Kota Tasikmalaya Tahun 2008 Nomor

83).

8) Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 9 Tahun 2008 tentang

Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Tasikmalaya

Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Daerah Kota Tasikmalaya Tahun 2008

Nomor 89).

9) Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya Nomor 11 Tahun 2009 tentang

Ketertiban Umum (Lembaran Daerah Kota Tasikmalaya Tahun 2009

Nomor 109).

C. Pasal 1 ayat 3 Dalam Peraturan Daerah kota Tasikmalaya No. 7 Tahun

2014.

Pasal 1 ayat (3) berbunyi "Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh

dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya". Pasal ini memberikan

definisi atau makna dari religius itu sendiri menurut pandangan Peraturan

Daerah no.7 Tahun 2014 Kota Tasikmalaya. Sehingga, kedepannya pembaca

dari perda ini khusus nya masyarakat Kota tasikmalaya yang membaca,

memahami, juga melaksanakannya dapat memahami juga menyamakan

persepsi dari makna religius itu sendiri yang tidak lain ialah sikap dan perilaku

yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya.

D. Pasal 2 ayat 2 Dalam Peraturan Daerah kota Tasikmalaya No. 7 Tahun

2014.

Tujuan dibentuknya Peraturan Daerah ini adalah untuk :

Page 50: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

41

a. mewujudkan peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan

Yang Maha Esa;

b. membangun akhlak mulia;

c. menciptakan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap

pentingnya norma agama, norma hukum, norma kesusilaan dan

norma kesopanan sebagai pedoman dalam kehidupan pribadi,

bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

d. memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap akibat dari

perilaku dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang

berlaku di masyarakat;

e. membangun kesadaran masyarakat untuk saling menghormati dan

menghargai antar pemeluk agama,etnis, budaya dan elemen

masyarakat lainnya; dan

f. menciptakan kehidupan masyarakat yang rukun, tertib dan aman.

Pada pasal 2 ayat 2 disebutkan bahwa tujuan dari pembuatan peraturan

daerah ini ialah peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang

Maha Esa, membangun akhlak mulia, menciptakan pemahaman dan kesadaran

masyarakat terhadap pentingnya norma baik itu norma agama, norma hukum,

norma kesusilaan dan norma kesopanan. Selain memberian pemahaman,

tujuan dibuatnya perda no.7 tahun 2014 ini ialah agar masyarakat paham

akibat dari perilaku yang bertentangan dengan norma yang ada di masyarakat.

selain itu, tujuan perda ii ialah untuk membangun kesadaran masyarakat untuk

saling menghormati dan menghargai antar pemeluk agama,etnis, budaya dan

elemen masyarakat lainnya sehingga terciptanya kehidupan masyarakat yang

rukun, tertib dan aman.

E. Pasal 7 Dalam Peraturan Daerah kota Tasikmalaya No. 7 Tahun 2014.

(1) Setiap orang berhak untuk beribadah menurut keyakinan berdasarkan

ajaran agamanya masing-masing.

Page 51: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

42

(2) Ibadah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tetap

menghormati dan menjaga toleransi dan kerukunan antarumat beragama.

Pasal 7 menekankan bahwa Setiap orang berhak untuk beribadah

menurut keyakinan berdasarkan ajaran agamanya masing-masing, dan dalam

pelaksanaannya tetap menghormati dan menjaga toleransi dan kerukunan antar

umat beragama, dengan begitu dapat terciptanya kota Tasikmalaya yang rukun

dan aman bagi masyarakat.

Page 52: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

43

BAB IV

ANALISIS MAQASHID AL-SYARIAH TERHADAP PERDA KOTA

TASIKMALAYA NO. 7 TAHUN 2014

A. Analisis Maqashid Al-Syariah Pasal 1 ayat (3), 2 ayat (2), dan 7 Dalam

Peraturan Daerah kota Tasikmalaya No. 7 Tahun 2014.

Dalam pasal 1 ayat (3) disebutkan bahwa "Religius adalah sikap dan

perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya".

Sebelum kepada definisi religius secara umum, religius berasal dari kata religi

yaitu agama. Religi berasal dari bahasa Latin asalnya ialah relegere yang

mengandung arti mengumpulkan, membaca. Mengumpulkan dan membaca

dapat diartikan bahwa Agama merupakan sebuah kumpulan cara – cara

mengabdi kepada Tuhan.

Hal ini biasanya terkumpul dalam kitab suci yang harus dibaca. Selain

kata relegere, terdapat pendapat lain menyebutkan bahwa kata itu berasal dari

kata religare yang berarti mengikat. Maksud dari mengikat di sini ialah ajaran

agama mempunyai sifat mengikat bagi manusia.

Apabila religi berasal dari bahasa latin, Agama sendiri berasal dari kata

Sanskrit, yaitu terdiri dari dua suku kata, "a" yang berarti tidak dan "gam"

yang berarti pergi, jadi arti dari agama ialah tidak pergi, tetap di tempat,

diwarisi turun-temurun. Agama memang mempunyai sifat yang demikian

yaitu tidak pergi, tetap di tempat, dan diwarisi secara turun-temurun.1

Selain itu terdapat pendapat lain yang mengatakan bahwa agama berarti

teks atau kitab suci. Hal ini juga dapat dibenarkan karena setiap agama

memang memiliki kitab suci. Selanjutnya dikatakan bahwa agama berarti

1 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta:UI PRESS,2016)cet.1,

h.1.

Page 53: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

44

tuntunan, hal ini dapat dibenarkan karena memang agama mengandung ajaran

– ajaran yang menjadi tuntunan hidup bagi penganutnya.2

Selain kata agama, masyarakat Indonesia juga sering menyebutnya "din".

Din berasal dari bahasa arab yang mana dalam bahasa Semit berarti undang-

undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini bermakna menguasai,

menundukkan, patuh, hutang, balasan, kebiasaan. Hal ini dapat dibenarkan

karena agama memang membawa peraturan-peraturan yang merupakan

hukum, yang harus dipatuhi orang. Agama selanjutnya memang menguasai

diri seseorang dan membuat ia tunduk dan patuh kepada Tuhan dengan

menjalankan ajaran – ajaran agama. Agama lebih lanjut lagi membawa

kewajiban kewajiban yang jika tidak dijalankan oleh seseorang menjadi

hutang baginya. Oleh karena itu agama diberi definisi-definisi sebagai berikut:

3

1. Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib

yang harus dipatuhi.

2. Pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia.

3. Mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung

pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia dan

yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia.

4. Kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup

tertentu.

5. Suatu sistem tingkah-laku (code of conduct) yang berasal dari suatu

kekuatan gaib.

6. Pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban yang diyakini

bersumber pada suatu kekuatan gaib.

7. Pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasan lemah dan

perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam

sekitar manusia.

2 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta:UI PRESS,2016)cet.1,

h.1. 3 Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta:UI PRESS,2016)cet.1,

h.2-3.

Page 54: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

45

8. Ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui

seorang Rasul.

Religius sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah bersifat

religi, bersifat keagamaan, dan yang bersangkut-paut dengan religi.4 Religius

berasal dari bahasa latin yaitu religare yang berarti menambatkan atau

mengikat, dan dalam bahasa Inggris ialah religi yang dalam bahasa Indonesia

merupakan agama.5 Religius juga dapat diartikan yang berkenaan dengan religi

atau sifat religi yang melekat pada diri seseorang.6 Selanjutnya terdapat

didalam Al-Qur'an surat Al-Bayyinah ayat 5:

ية ويؤتيا الل ين ە حنفاء ويليميا الص ه الد

لصين ل مخ ا ليػتدوا الله

ا ال مرو

مث وما ا لي

ية وذلك دين ال

زك

نث/ (4: 81) البي

Artinya : "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah

dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang

lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang

demikian itulah agama yang lurus".

Pada Al-Qur'an surat Al-Bayyinah, pada intinya ialah Allah

memerintahkan untuk menyembah dan taat kepada Nya yang mana dapat

dikatakan sebagai sikap religius. Hal ini sesuai dengan pasal 1 ayat (3), Maka

apabila dilihat dari definisi religius baik secara umum maupun menurut Pasal 1

ayat (3) maka dapat disimpulkan bahwa definisi religius dalam Perda No.7

Tahun 2014 ini diartikan secara universal atau bagi semua pemeluk agama baik

itu hindu, budha, Kristen, konghucu, khatolik, maupun kepercayaan lainnya

karena disebutkan bahwa "ajaran agama yang dianutnya".

Dapat disimpulkan pula bahwa pasal ini mengandung Maqashid Al-

Syariah karena mengedepankan kepentingan atau maslahat untuk umum bukan

4 Diaksespada 5 juli 2021 dari https://kbbi.web.id/religius.

5 Yusran Asmuni, Dirasah Islamiah 1, (Jakarta: Raja Grafindo persada, 1997), h. 2.

6 Diakses pada 5 juli 2021 dari

https://sumsel.kemenag.go.id/files/sumsel/file/dokumen/hakekatreligiusitas.pdf

Page 55: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

46

hanya sekelompok kecil saja. Pasal ini juga termasuk kedalam Maqashid al-

daruriyat, Maqashid al-daruriyat merupakan sesuatu yang tidak dapat

ditinggalkan dalam kehidupan manusia. Jika itu tidak ada, kehidupan manusia

di dunia menjadi hancur dan kehidupan akhirat menjadi rusak (mendapat

siksa). Sangatlah penting bagi tiap pemeluk agama untuk bersikap religius

berdasarkan agama yang dianutnya, pada pasal ini tidak hanya religius

terhadap salah satu agama saja melainkan agama yang dianutnya.

Pada pasal 2 ayat (2) disebutkan tujuan dibentuknya Peraturan Daerah ini

adalah untuk :

a. Mewujudkan peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan

Yang Maha Esa;

Pada pasal ini disebutkan tujuan dibentuknya peraturan daerah yang mana

pada poin "A" ialah Mewujudkan peningkatan keimanan dan ketakwaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa. Secara bahasa definisi keimanan ialah

membenarkan, sedangkan menurut syara’ ialah membenarkan dengan hati Dan

ada yang menyatakan lebih tegas lagi bahwa, di samping membenarkan dalam

hati juga menuturkan dengan lisan dan mengerjakan dengan anggota badan.

Kata iman sendiri berasal dari Bahasa Arab dari kata dasar amana

yu‟minu-imanan yang artinya ialah beriman atau percaya. Percaya dalam

Bahasa Indonesia artinya ialah meyakini atau yakin bahwa sesuatu (yang

dipercaya) itu memang benar atau nyata adanya. Kata iman menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia memiliki arti kepercayaan (yang berkenaan dengan

agama) sedangkan keimanan sendiri memiliki makna keyakinan, ketetapan

hati, keteguhan hati.

Keimanan sebagai dasar ajaran agama ialah suatu yang diyakini secara

bulat, tidak diliputi keragu-raguan sedikitpun. Ia menimbulkan sikap jiwa,

dilahirkan dalam perkataan dan perbuatan. Hal ini tertumpu pada kepercayaan

untuk disembah. Beriman bukanlah semata-mata pernyataan seseorang dengan

Page 56: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

47

lisannya bahwa dia orang yang beriman, karena banyak pula orang-orang

munafik yang mengaku beriman dengan lisannya sedangkan hatinya tidak

percaya.

keimanan yang sebenar-benarnya ialah suatu kepercayaan yang memenuhi

seluruh isi hati nurani, yang memiliki bekas juga kesan tersendiri. Sedangkan

makna dari kata ketakwaan yang mana asal katanya ialah takwa menurut KBBI

ialah terpeliharanya diri untuk tetap taat melaksanakan perintah Allah dan

menjauhi segala larangan-Nya. Akar kata takwa yaitu dari kata waqa yang

berarti takut, berjaga-jaga dan melindungi dari sesuatu.

Menurut Fazlur Rahman memilih makna takwa yang kedua yaitu berjaga-

jaga dan melindungi diri dari sesuatu. Dari arti tersebut dapat dipahami bahwa

takwa merupakan tindakan perlindungan diri dari segala perbuatan buruk dan

jahat dengan berpegang pada keseimbangan dan kekokohan moral dalam batas-

batas yang Tuhan tetapkan.

Kata takwa sering diartikan dengan rasa takut kepada Allah Swt yang

diikuti dengan melaksanakan segala perintah-perintahnya dan menjauhi segala

larangannya. Di dalam Al-Qur'an kata takwa ditemukan sebanyak 232 kata

dengan berbagai macam bentuknya dalam 68 surah, adapun perinciannya

bahwa yang berbentuk Fi'il Mudlari Sebanyak 58 kali dalam berbagai surah,

Fi’il Madli dengan berbagai macam bentuknya sebanyak 32 kali dalam

berbagai surah, Fi’il Amr sebanyak 87 kali disebutkan yang juga dalam

berbagai surah. Untuk bentuk – bentuk lain dari kata takwa yaitu ism tafdil,

mashdar, ism fa’il, ism mafuul. Diantara surah yang paling banyak

menyebutkan sacara berulang adalah surah al-Baqarah yaitu sebanyak 52 kali

dan di surah al-imran sebanyak 22 kali.7

Makna takwa diartikan beberapa arti ada yang berarti takwa itu sendiri

dan ada yang berarti memelihara dan waspada, yang mana pembahasan

ayatnya ada yang terkait dengan perintah bertakwa, usaha-usaha untuk

7 Abdul Halim Kuning, "Takwa Dalam Islam", ISTIQRA,Volume VI Nomor 1 September

2018, h. 104.

Page 57: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

48

mencapai takwa orang yang paling mulia disisi Allah, buah dari takwa, ciri-

ciri orang yang bertakwa, balasan bagi orang yang bertakwa dan pembahasan-

pembahasan yang lain. Dalam hal ini di dalam Al-Qur'an surat yang paling

banyak menyebutkan kata takwa secara berulang ialah surah Al-Baqarah

yaitu sebanyak 52 kali dan di dalam surat Al-Imran sebanyak 22 kali.8

Takwa pada dasarnya sangat penting keberadaanya dalam jiwa seseorang

karena dengan adanya ketakwaan maka akan senantiasa menjaga dan

memelihara dirinya dan masyarakat lainnya dari segala hal yang dapat

merusak juga membinasakan. Apabila dilihat dari beberapa definisi takwa

diatas maka pada intinya definisi takwa ialah mengikuti segala perintah Nya

dan menjauhi segala larangan Nya. Di perkuat di dalam Al-Qur'an Surat Al-

Imran ayat 102:

ل غمراسلمين ) ا نتم م

ا وا

ا تميتن ال

حق تلىته ول منيا اتليا الله

ذين ا

يىا ال

(801: 3ن/يا

Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-

benar takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam

keadaan beragama Islam".

Seperti yang telah dijelaskan dari definisi keimanan juga ketakwaan,

apabila dilihat dari tujuan perda yang pertama ialah Mewujudkan peningkatan

keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa hal ini sangat lah

baik karena setiap dari manusia yang memiliki kepercayaan akan sangat baik

apabila dapat terwujudnya peningkatan keimanan dan ketakwaan karena

sejatinya manusialah yang membutuhkan tuhan bukan tuhan yang

membutuhkan manusia. Dengan adanya peningkatan keimanan juga ketakwaan

bisa jadi manusia menjadi lebih dekat kepada tuhan dan terhindar dari

perbuatan – perbuatan yang tercela.

Maka dapat disimpulkan bahwa poin pertama dari pasal 2 ayat (2) terdapat

maqashid al-syariah di dalamnya karena mementingkan kepentingan umum

8 Abdul Halim Kuning, "Takwa Dalam Islam", ISTIQRA,Volume VI Nomor 1 September

2018, h. 104.

Page 58: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

49

dibandingkan kepentingan sekelompok kecil hal ini juga dapat terlihat dari

pengguanaan kata "Tuhan Yang Maha Esa" dengan begitu maka dapat

dikatakan bersifat umum dan terdapat maslahah di dalamanya yang mana

merupakan tujuan dari maqashid al-syariah dan juga peingkatan keimanan dan

ketakwaan termasuk kedalam menjaga agama (Hifdzh al-Din) yang mana

termasuk kedalam Maqashid al-daruriyat.

b. Membangun akhlak mulia;

Poin "b" dari pasal 2 ayat (2) menyebutkan "Membangun akhlak mulia",

kata akhlak secara bahasa berasal dari bahasa Arab yang sudah di-Indonesiakan

yaitu jama' dari kata khuluqun yang berarti perangai, tabiat, adat, dan

sebagainya.9 Sedangkan akhlak menurut istilah ialah tabiat atau sifat seseorang,

yaitu keadaan jiwa yang telah terlatih, sehingga dalam jiwa tersebut benar-

benar telah melekat sifat-sifat yang melahirkan perbuatan – perbuatan dengan

mudah dan spontan tanpa dipikirkan dan diangan – angan lagi.10

Mahmud Syaltut mendefinisikan akhlak sebagai karakter, moral,

kesusilaan dan budi baik yang ada dalam jiwa dan memberikan pengaruh

langsung kepada perbuatan.11

Sedangkan menurut imam al – ghazali Akhlak

adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan –

perbuatan dengan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan

apabila sifat itu melahirkan perbuatan yang baik menurut akal dan syariat

maka disebut akhlak yang baik, dan apabila lahir darinya perbuatan yang buruk

maka disebut akhlak yang buruk.12

Berikut merupakan ciri dari akhlak:13

9 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta

: Balai Pustaka, 2005), h.19. 10

Ahmad Mustofa, Akhlak Tasawuf, (Bandung: CV.Pustaka Setia, 1997), h.15. 11

Devidora Pasaribu, "Akhlak Siswa Dalam Berinteraksi Dengan Lingkungan Sekolah Di

Sma Yayasan Perguruan Indonesia Membangun Taruna (Yapim) Sei Gelugur Kabupaten Deli

Serdang". (Sumatera Utara: Skripsi thesis, UIN Sumatera Utara,2018). h.309 12

Devidora Pasaribu, "Akhlak Siswa Dalam Berinteraksi Dengan Lingkungan Sekolah Di

Sma Yayasan Perguruan Indonesia Membangun Taruna (Yapim) Sei Gelugur Kabupaten Deli

Serdang". (Sumatera Utara: Skripsi thesis, UIN Sumatera Utara,2018). h.307. 13

Beni Ahmad Saebani, Ilmu Akhlak (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), h.14-15.

Page 59: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

50

1. Akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa

seseorang sehingga menjadi kepribadian.

2. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa

pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan suatu perbuatan,

yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur,

atau gila.

3. Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang

mengerjakannya, tanpa adanya paksaan atau tekanan dari luar.

Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar

kemauan, pilihan, dan keputusan yang bersangkutan.

4. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya,

bukan main-main atau karena bersandiwara.

5. Akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang

dilakukan dengan ikhlas semata-mata karena Allah SWT, bukan

karena ingin mendapatkan pujian.

Akhlak Terdapat di dalam Al-Qur'an seperti pada Qs. Al-Qalam ayat 4

ق غظيم ) الللم/ى خل

ػل

(5: 81وانك ل

Artinya : “Sesungguhnya Engkau (Muhammad) mempunyai budi pekerti yang

luhur".

Selanjutnya terdapat pula hadits nabi Muhammad SAW

Artinya : "Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia".

Dari ayat Al-Qur'an dan hadits dapat di katakan bahwa akhlak merupakan suatu

hal yang penting di dalam agama islam, Rasulullah sendiri mengatakan bahwa

ia diutus untuk menyempurnakan akhlak. Selain itu dari beberapa penjelasan

mengenai akhlak maka dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah sifat yang

tertanam dalam diri manusia sehingga sifat tersebut akan muncul dengan

sendirinya atau secara alami tanpa adanya pemikiran atau pertimbangan terlebih

Page 60: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

51

dulu, serta atas kemauan sendiri tanpa adanya paksaan dari orang lain.

Sedangkan kata mulia menurut KBBI bermakna inggi (tentang kedudukan,

pangkat, martabat), tertinggi, terhormat dan dapat juga bermakna luhur (budi

dan sebagainya); baik budi (hati dan sebagainya). Maka singkatnya bahwa

akhlak mulia ialah sifat yang baik atau berbudi luhur.

Seseorang dengan kepribadian yang baik cenderung akan membawa

kebaikan baik untuk diri sendiri maupun untuk lingkungan masyarakat. Maka

poin "b" pasal 2 ayat (2) dapat dikatakan mengandung Maqashid al-syariah

yang termasuk ke dalam Maqashid Al-Tahsiniyat.

Hal ini seperti yang diungkapkan menurut Anis Matta "…akhlak

merupakan nilai dan pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang mengakar

dalam jiwa, kemudian tampak dalam bentuk tindakan dan perilaku yang

bersifat tetap, natural atau alamiah tanpa dibuat-buat, serta refleks…".14

Seperti

yang telah diungkapkan bahwa akhlak merupakan sikap mental yang mengakar

di dalam jiwa maka dari itu, termasuk kedalam Maqashid al-Tahsiniyat yaitu

maslahat yang merupakan tuntunan moral.

c. Menciptakan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap

pentingnya norma agama, norma hukum, norma kesusilaan dan norma

kesopanan sebagai pedoman dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara;

Selanjutnya pada poin "c" disebutkan bahwa tujuan dari pembuatan

perda ialah Menciptakan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap

pentingnya norma agama, norma hukum, norma kesusilaan dan norma

kesopanan sebagai pedoman dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

Norma berasal dari bahasa latin yang berarti ukuran - ukuran, selain itu

dapat pula disebut tata. Tata di sini berwujud aturan – aturan yang menjadi

14

Anis Matta, Membentuk Karakter Cara Islam, (Jakarta: Al-I'tishom, 2006, cet. III), h.14.

Page 61: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

52

pedoman bagi segala tingkah laku manusia dalam pergaulan hidup sehingga

kepentingan masing – masing dapat terpelihara dan terjamin.15

Norma merupakan perwujudan nilai, ukuran baik buruk nya perbuatan

yang dipakai sebagai pengarah, pedoman, pendorong perbuatan manusia di

dalam lingkungan masyarakat, norma juga merupakan wujud nilai ukuran baik

buruk nya perbuatan itu serta mengatur bagaimana seharusnya seseorang dalam

melakukan perbuatan. Dikatakan wujud nilai karena antara norma dan nilai itu

berhubungan erat bahkan merupakan satu kesatuan terutama nilai kebaikan.16

Singkatnya norma adalah suatu standar, aturan atau ukuran yang dengan

nya kita dapat mengukur baik buruk nya suatu perbuatan. Seperti yang

disebutkan pada pasal 2 ayat (2) norma terbagi beberapa macam seperti norma

agama, norma hukum, norma kesusilaan dan norma kesopanan.

Norma agama adalah norma yang lahir berdasarkan kepercayaan kepada

Tuhan Yang Maha Esa dan ditentukan oleh-Nya. Norma agama juga dapat

diartikan sebagai aturan – aturan hidup yang berupa perintah – perintah serta

larangan – larangan, yang oleh pemeluknya diyakini bersumber dari Tuhan

Yang Maha Esa dan aturan – aturan itu tidak saja mengatur hubungan vertikal,

antara manusia dengan Tuhan (ibadah), tetapi juga hubungan horisontal antara

manusia dengan sesama manusia.17

Norma agama ialah peraturan hidup yang diterima sebagai perintah,

larangan, dan anjuran yang berasal dari Tuhan. Para pemeluk agama mengakui

dan berkeyakinan, bahwa peraturan peraturan hidup itu berasal dari Tuhan dan

merupakan tuntunan hidup ke arah jalan yang benar.18

Selanjutnya Norma kesusilaan adalah norma yang berdasarkan pada hati

nurani manusia yang mendorong manusia untuk melakukan perbuatan baik dan

15

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta,

2014), h.49. 16

P Parmono, Nilai dan Norma Masyarakat, Jurnal Filsafat No23 November 1995, h.23. 17

Nailir Risyda, "Penerapan Sistem Norma-Norma Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak

Dalam Membentuk Moral Siswa Kelas IX Di Mts Miftahul Ulum Kudus Tahun Pelajaran

2018/2019", (Kudus: Skripsi IAIN Kudus, 2018), h.8. 18

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta,

2014), h.52.

Page 62: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

53

menjauhi perbuatan yang buruk. Pada intinya norma kesusilaan merupakan

peraturan hidup yang dianggap sebagai suara hati sanubari manusia (insan

kamil).

Norma kesusilaan adalah aturan-aturan hidup tentang tingkah laku yang

baik dan buruk, yang berupa suara batin atau bisikan – bisikan yang berasal

dari hati nurani manusia yang mana berdasar kodrat kemanusiaannya, pada

dasarnya hati nurani setiap manusia menyimpan potensi nilai-nilai kesusilaan.19

Karena potensi nilai-nilai kesusilaan itu tersimpan pada hati nurani setiap

manusia, maka hati nurani manusia dapat disebut sebagai sumber norma

kesusilaan dan hal ini dapat dianalogikan dengan hak – hak asasi manusia yang

dimiliki oleh setiap pribadi manusia karena kodrat kemanusiaannya sebagai

anugerah dari Tuhan.

Selanjutnya ialah norma kesopanan, yakni norma yang lahir dan hidup di

dalam kehidupan masyarakat, norma yang mengatur sopan santun dan perilaku

dalam pergaulan hidup antara sesama anggota masyarakat.20

Norma ini pada

umumnya berdasarkan pada adat kebiasaan dan kepantasan.

Peraturan - peraturan tersebut diikuti dan ditaati sebagai pedoman yang

mengatur tingkah-laku manusia dalam kehidupan bermasyarakat dan biasanya

Satu golongan masyarakat tertentu dapat menetapkan peraturan-peraturan

tertentu mengenai kesopanan, yaitu apa yang boleh dan apa yang tidak boleh

dilakukan oleh seseorang dalam masyarakat.21

Norma kesopanan juga dapat diartikan aturan hidup bermasyarakat tentang

tingkah laku yang baik dan tidak baik, patut dan tidak patut dilakukan yang

berlaku dalam suatu lingkungan masyarakat atau komunitas tertentu yang mana

norma ini biasanya bersumber dari adat istiadat, budaya, atau nilai-nilai

masyarakat.

19

Nailir Risyda, "Penerapan Sistem Norma-Norma Pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak

Dalam Membentuk Moral Siswa Kelas IX Di Mts Miftahul Ulum Kudus Tahun Pelajaran

2018/2019", (Kudus: Skripsi IAIN Kudus, 2018), h.9. 20

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta,

2014), h.53. 21

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta,

2014), h.53.

Page 63: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

54

Terakhir ialah norma hukum, yaitu norma yang berfungsi menjaga dan

memaksakan keberlakuan ketiga norma tersebut jika dilanggar. Oleh sebab itu,

norma hukum merupakan norma yang mengatur dan mengatur keberlakukan

tiga norma sebelumnya.

Norma hukum bersifat mengikat dan memaksa yang ditegakan oleh

lembaga berwenang yang juga memiliki sanksi tersendiri apabila melanggarnya

baik itu denda, kurungan maupun penjara.22

Apabila melanggar norma hukum

lembaga berwenang lah yang menegakan hukumannya namun, untuk norma

lain seperti agama, kesusilaan juga kesopanan biasanya hanya terdapat sanksi

sosial saja seperti dikucilkan di lingkungan masyarakat dan untuk norma

agama para pemeluk agama meyakini apabila melanggarnya maka akan

mendapatkan balasan di kehidupan selanjutnya kelak, agama islam

menyebutnya dengan akhirat.

Tentu saja apabila tujuan dari pasal 2 ayat (2) adalah menciptakan

pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya norma agama,

norma hukum, norma kesusilaan dan norma kesopanan sebagai pedoman dalam

kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka, hal ini

merupakan hal yang baik karena dengan adanya pemahaman juga keasadaran

masyarakat maka peraturan akan dengan mudahnya ditegakan walaupun

ekspektasi tidak selalu berbanding lurus dengan realita tetap saja harus

melakukan sesuatu yang berdampak baik.

Apabila masyarakat telah paham dan sadar maka akan terciptanya kualitas

masyarakat yang lebih baik dan dapat diterapkan dengan baik pula hal ini akan

membawa banyak maslahat yang mana maslahat merupakan tujuan dari

maqashid al-syariah itu sendiri, maka dapat disimpulkan bahwa pasal 2 ayat (2)

mengandung maqashid al-syariah karena terdapat maslahat di dalamnya dan

juga termasuk kedalam Maqashid Al-Tahsiniyat.

22

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta,

2014), h.55.

Page 64: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

55

d. Memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap akibat dari

perilaku dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang

berlaku di masyarakat;

Pada poin "d" pasal Memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap

akibat dari perilaku dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma

yang berlaku di masyarakat. pada dasarnya akibat dari perbuatan yang

bertentangan dengan norma – yang ada berbeda – beda seperti hal nya pada

pelanggaran norma agama.

Pelanggaran norma agama biasanya diancam dengan hukuman dari

Tuhan dan hukuman itu baru berlaku di akhirat kelak. Namun, hal ini tidaklah

berlaku bagi orang yang tidak beragama karena percaya tuhan saja tidak

bagaimana ia akan takut dengan hukuman dari Tuhan.23

Sedangkan pelangaran norma kesusilaan mengakibatkan orang yang

melanggar memiliki perasaan yang cemas, tidak tenang juga kesal hati tetapi

hal ini hanya berlaku kepada orang yang yang insyaf, apabila orang yang tidak

berkesusilaan yang melanggar maka ia tidak akan merasa cemas atau kesal hati

atas perbuatannya yang salah.24

Untuk Pelanggaran norma kesopanan hal ini mengakibatkan celaan atau

dikucilkan dari lingkungan masyarakat hal ini karena orang yang bertentangan

tersebut dianggap tidak memiliki sopan santun juga tidak mengormati norma

kesopanan yang beralu di masyarakat. Namun, orang yang memang tidak

memiliki sopan santun biasanya tidak peduli fakta bahwa ia akan dikucilkan

maupun mendapatkan dari masyarakat.25

Selanjutnya akibat dari sikap yang bertentangan dari norma hukum ialah

akan mendapatkan hukuman baik itu denda maupun kurungan, hal ini

disebabkan norma hukum bersifat mengikat dan memaksa juga memiliki sanksi

yang tegas, selain itu Peraturan - peraturan yang timbul dari norma hukum

23

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta,

2014), h.54-55. 24

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta,

2014), h.55. 25

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta,

2014), h.55.

Page 65: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

56

dibuat oleh penguasa negara yang mana isinya mengikat setiap orang dan

pelaksanaannya dapat dipertahankan dengan segala paksaan oleh alat – alat

negara, misalnya di Indonesia berdasarkan Pasal 338 KUHP orang yang

dengan sengaja mengambil jiwa orang lain, dihukum karena membunuh,

dengan hukuman setinggi tingginya 15 tahun.26

Contoh lainnya ialah pada Pasal 1239 KUHPer berbunyi tiap perikatan

untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan

dengan memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak

memenuhi kewajibannya.27

Memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap akibat dari perilaku

dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di

masyarakat merupakan sesuatu hal yang baik karena apabila masyarakat telah

faham juga mengetahui akibat dari melakukan perbuatan yang bertentangan

dengan norma yang ada maka hal ini akan memudahkan pemerintah untuk

menegakan peraturan dan terciptanya ketertiban hukum. Maka dari itu dapat

dikatakan bahwa poin D pada pasal 2 ayat (2) terdapat Maqashid Al-syariah

yaitu Maqashid Al-Tahsiniyat.

e. Membangun kesadaran masyarakat untuk saling menghormati dan

menghargai antar pemeluk agama,etnis, budaya dan elemen

masyarakat lainnya.

Pada poin "E" dikatakan bahwa tujuan dari perda ialah membangun

kesadaran masyarakat untuk saling menghormati dan menghargai antar

pemeluk agama,etnis, budaya dan elemen masyarakat lainnya. Makna dari kata

menghormati ialah menaruh hormat kepada. Menghormati berasal dari kata

hormat yang bermakna menghargai (takzim, khidmat, sopan).

26

KUHP Buku Kedua, https://id.wikisource.org/wiki/Kitab_Undang-

Undang_Hukum_Pidana/Buku_Kedua/Pasal_338 27

KUH PerdataBuku Ketiga, https://id.wikisource.org/wiki/Kitab_Undang

Undang_Hukum_Perdata/Buku_Ketiga

Page 66: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

57

Sedangkan menghargai menurut KBBI bermakna menghormati,

mengindahkan, memandang penting.28

Sikap menghormati dan menghargai

merupakan sikap yang harus ada pada masyarakat yang multikulturalisme,

istilah multikulturalisme merupakan sebuah konsep pengakuan suatu entitas

budaya dominan terhadap kebudayaan lain yang minoritas, multikulturalisme

juga menjujung perbedaan budaya bahkan menjaganya agar tetap hidup dan

berkembang secara dinamis dan karakter masyarakat multikultural ialah

masyarakat yang toleran. Setiap entitas sosial masih membawa jati dirinya,

tidak terlebur kemudian hilang namun, juga tidak diperlihatkan sebagai

kebanggan melebihi penghargaan terhadap entitas lain.

Toleransi berasal dari bahasa latin, yaitu tolerantia, berarti kelonggaran,

kelembutan hati, keringanan dan kesabaran” Secara umum istilah ini mengacu

pada sikap terbuka, lapang dada, suka rela, dan kelembutan.29

United Nations

Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) mengartikan

toleransi sebagai sikap “saling menghormati, saling menerima, dan saling

menghargai di tengah keragaman budaya, kebebasan berekspresi, dan karakter

manusia”.30

Di dalam Al-Qur'an terdapat didala surat Al-An'am 108 :

ا ل ذلك زينم ك

عدوا ةغيد عل يا الله فيست ذين يدغين من دون الله

يا ال ا تست

هم ول

ى رب ىم ثم ال

ث غمل م

ا

كل

ين ) انيا يػمل

ئىم ةما ك رجػىم فينت (801: 8الانػام/م

Artinya : " Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka

sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan

melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat

menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah

kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu

mereka kerjakan".

28

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/menghargai. 29

Rosalina Ginting, Kiki Aryaningrum , Toleransi dalam Masyarakat Plural, Majalah Ilmiah Lontar, 23,4 (2009), h.3.

30 Rosalina Ginting, Kiki Aryaningrum , Toleransi dalam Masyarakat Plural, Majalah Ilmiah

Lontar, 23,4 (2009), h.3.

Page 67: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

58

Ayat ini menerangkan bahwa dalam konteks pergaulan antarumat

beragama, agama Islam memandang bahwa sikap tidak menghargai, tidak

menghormati, melecehkan, dan penghinaan terhadap simbol-simbol agama

lain dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap Allah SWT. Pada dasar nya

Saling menghormati dan menghargai antar pemeluk agama,etnis, budaya dan

elemen masyarakat lainnya merupakan tujuan yang baik karena apabila

masyarakat dapat saling menghormati juga menghargai satu sama lain maka

akan terciptanya masyarakat yang lebih baik lagi.

Berawal dari menghormati dan menghargai maka akan akan timbul rasa

ingin saling membantu satu sama lain. Keberagama suku, budaya juga agama

apabila dapat bersatu dengan damai tanpa adanya permusuhan maka akan

menjadikan tempat yang di tinggali menjadi tempat yang damai tanpa adanya

rasa ketakutan satu sama lain juga dapat menghindari aksi – aksi teror yang

tidak bertanggung jawab, tentulah hal ini akan membawa kemaslahatan juga

kebaikan untuk semua golongan masyarakat. Dapat disimpulkan bahwa poin

"e" mengandung Maqashid Al-Syariah dan termasuk kedalam Maqashid al-

daruriyat yaitu menjaga agama, jiwa dan keturunan.

f. Menciptakan kehidupan masyarakat yang rukun, tertib dan aman.

Pada poin "f" Menciptakan kehidupan masyarakat yang rukun, tertib,

dan aman.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya apabila masyarakat telah sadar

akan saling menghargai juga menghormati satu sama lain maka dengan begitu

akan terciptanya masyarakat yang rukun, tertib juga aman. Kata rukun

menuyrut KBBI memiliki makna baik dan damai, tidak bertengkar. Hal ini

apabila diterapkan secara keseluruhan akan membawa maslah karena dengan

terciptanya masyarakat yang rukun maka tidak akan adanya pertengkaran

khususnya mengenai isu suku, agama, ras dan antar golongan atau yang kita

kenal dengan SARA. Di dalam Al-Qur'an surat Al-Hujurat ayat 11 terdapat

makna tersirat hidup rukun, berikut ayat nya:

Page 68: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

59

نىم و .… ينيا خيدا م ن يك

ى ا ن كيم غس ا يسخر كيم م

(88: 58) الحجرت/.…ل

Artinya : " Janganlah satu kaum menghina kaum lain, karena mungkin yang

dihina itu lebih baik dari pada yang menghina".

Di katakan bahwa satu kaum tidak dibenarkan menghina kaum yang lain,

menghina dapat menimbulkan perselisihan juga jauh dari kehidupan yang

rukun. Maka dari itu, makana tersiratnya ialah hidup rukun dengan tidak

menghina antar kaum. Selanjutnya tertib secara makna ialah teratur, menurut

aturan, rapi. Apabila masyarakatnya tertib maka tatanan kehidupan akan lebih

baik lagi karena dengan begitu segala sesuatunya akan berjalan dengan tertib

juga rukun tidak akan terlihat lagi pelanggaran – pelanggaran yang ada

dikarenakan melanggarnya peraturan ketertiban yang ada dan apabila keteriban

telah diterapkan dengan baik maka, akan menimbulkan lingkungan masyarakat

yang aman. Aman sendiri berarti bebas dari bahaya.

Apabila masyarakat bebas dari bahaya, rukun, dan tertib maka tentu saja

ini merupakan suatu kemaslahatan bersama maka dapat dikatakan bahwa pada

poin "f" karena terdapat kemasalahatan maka dapat dikatakan bahwa poin "f"

mengandung Maqashid Al-Syariah yaitu maqashid al-daruriyat menjaga Jiwa

(Hifdzh al-Nafs).

Selanjutnya ialah analisis pasal 7 yang terdiri dari 2 ayat, yakni:

(1) Setiap orang berhak untuk beribadah menurut keyakinan berdasarkan

ajaran agamanya masing-masing.

Hal ini tentunya sudah terdapat di dalam pasal 29 A Undang – Undang

Dasar Negara Repulik Indonesia yang berbunyi " Negara menjamin

kemerdekaan tiap –tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing

dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu".

Hal ini juga terdapat pada UU No.12 Tahun 2005 pasal 18 ayat (1) yang

berbunyi "setiap orang berhak atas kebebasan berpikir, berkeyakinan dan

beragama. Hak ini mencakup kebebasan untuk menganut atau menerima suatu

Page 69: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

60

agama atau kepercayaan atas pilihannya sendiri, dan kebebasan baik secara

individu maupun bersama-sama dengan orang lain, dan baik di tempat umum

atau tertutup, untuk menjalankan agama atau kepercayaannya dalam kegiatan

ibadah, ketaatan, pengamalan dan pengajaran".31

Tentu saja Perda No.7 Tahun 2014 dalam hal ini tidaklah bertentangan

dengan peraturan yang lebih tinggi hierakinya. Kebebasan dalam beragama

juga beribadah menurut keyakinan berdasarkan ajaran agama masing-masing

merupakan sesuatu yang seharusnya ada, terlepas dari semua peraturan yang

telah mengatur mengenai kebebasan beragama pada dasarnya setiap manusia

telah memiliki hak asasi manusia sejak ia dilahirkan kedunia.

Menurut Teaching Human Right yang diterbitkan oleh Perserikatan

Bangsa – Bangsa (PBB) Hak Asasi Manusia (HAM) ialah hak – hak yang

melekat pada setiap manusia yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup

sebagai manusia. Pendapat lain mengatakan yaitu menurut john locke bahwa

hak asasi manusia ialah hak – hak yang diberikan langsung oleh Tuhan sebagai

sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demkian maka tidak ada

kekuasaan apapun yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia.32

Namun demikian di dalam negara hukum (rechstaat) yang dapat merampas

Hak asasi hanyalah Peraturan Perundang-undangan. Hal ini berdasarkan asas

legalitas dalam negara hukum dimana kebebasan asasi dapat dijalankan

dengan tanpa melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Implementasi kebebasan dalam negara hukum tidak dapat dijalankan sebebas-

bebasnya, tetapi tetap berdasarkan atas hukum yang berlaku, termasuk

kebebasan memeluk agama dan beribadah menurut agamanya. Dengan

demikian di dalam memeluk agama dan menjalankan ibadatnya sesuai yang

31

Diakses pada 8 juli 2021 dari https://www.dpr.go.id/doksetjen/dokumen/-Regulasi-UU-

No.-12-Tahun-2005-Tentang-Pengesahan-Kovenan-Internasional-Tentang-Hak-Hak-Sipil-dan-

Politik-1552380410.pdf. 32

A. UBAEDILLAH H.42

Page 70: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

61

diatur dan ditetapkan dalam agama yang dianut dan diakui keberadaannya oleh

negara sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.33

Negara menjamin kemerdekaan memeluk agama, sedangkan pemerintah

berkewajiban melindungi penduduk dalam melaksanakan ajaran agama dan

ibadat, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,

tidak menyalahgunakan atau menodai agama, serta tidak mengganggu

ketentraman dan ketertiban umum. Tugas pemerintah harus memberikan

bimbingan dan pelayanan agar setiap penduduk dalam melaksanakan ajaran

agamanya dapat berlangsung dengan rukun.34

Selanjutnya menurut UU NO.39 Tahun 1999 HAM ialah seperangkat hak

yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan

Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung

tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.35

Selain itu

terdapat pula di dalam Al-Qur'an surat Al-Kafirun.

نتم غتدون ما ا ا

غتد ما تػتدون ول

ا ا

فرون ل

كيىا ال

يا

نتم غتدون ما كل

ا ا

م ول ا غتدت عاةد م

ناا ا

غتد ول

ا

م ولي دين م دينك

كغتد ل

فرون/ ا

(8-8: 808)الك

Artinya : "Katakanlah: "Hai orang-orang kafir, Aku tidak akan menyembah apa

yang kamu sembah, Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah.

Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah, dan kamu

tidak pernah menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmu

agamamu, dan untukkulah, agamaku".

Qs. Al-Kafirun telah menegaskan bahwa "Aku tidak akan menyembah apa

yang kamu sembah" hal ini dapat pula bermakna, Dan kamu bukan penyembah

33

Febri Handayani, Konsep Kebebasan Beragama Menurut UUD Tahun 1945 Serta

Kaitannya Dengan Ham, Toleransi, 1, 2,(2009), h.14-15. 34

Febri Handayani, Konsep Kebebasan Beragama Menurut UUD Tahun 1945 Serta

Kaitannya Dengan Ham, Toleransi, 1, 2,(2009), h.10-11. 35

https://www.komnasham.go.id/files/1475231474-uu-nomor-39-tahun-1999-tentang-%24H9FVDS.pdf

Page 71: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

62

Tuhan yang aku sembah", hal ini bermakna bahwa setiap orang berhak untuk

beribadah menurut keyakinan berdasarkan ajaran agamanya masing-masing.

Selain Al-Qur'an, Legalisasi dalam konstitusi itu kiranya cukup untuk

menunjukkan bahwa agama menduduki posisi yang penting dalam kehidupan

bernegara di Indonesia, dan pada pasal 7 ayat (1) dinyatakan bahwa Setiap

orang berhak untuk beribadah menurut keyakinan berdasarkan ajaran

agamanya masing-masing, maka dari itu dengan adanya hak untuk beribadah

menurut keyakinan berdasarkan ajaran agama masing – masing hal ini tentu

terdapat Maqashid Al-Syariah. Dengan begitu orang berhak menjalankan

kewajibannya dalam menjalankan perintahnya sebagi umat yang beragama

sebagai manusia yang percaya kepada tuhan hal ini termasuk kedalam

maqashid al-daruriyat menjaga agama (hifdzh al-din).

(2) Ibadah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tetap

menghormati dan menjaga toleransi dan kerukunan antar umat

beragama.

Ibadah merupakan suatu kewajiban bagi manusia yang percaya kepada

tuhan, dengan begitu manusia akan lebih dekat dengan Tuhan nya. Namun,

dalam menjalankan ibadahnya akan lebih baik lagi jika dapat menghormati

juga menjaga toleransi antar umat beragama. Hal ini terdapat didalam Qs. Al-

Maidah ayat 48:

م يه فاحك

كتب ومىيمنا عل

ما ةين يديه من ال

كا ل مصد

حق كتب ةال

يك ال

نا ال

نزل

وا

ول الله

نزل

ا ةينىم ةما ا

ي شاء اللهمنىاجا ول م شرغث و

نا منك

جػل

لكل

حق وياءوم غما جاءك من ال

تع ا احدة تت ث و م

م ا

كجػ

ل

مرج ى اللهيدت ال خ

م فاستتليا ال

تىك

م في ما ا

يك

يتل

كن ل

ل ختلفين و

نتم فيه ت

م ةما ك

ئك م جميػا فينت

ػك

(51: 4) المائدة/

Artinya : "Dan sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya

satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya

kepadamu, maka berlomba – lombalah dalam berbuat kebajikan. Hanya kepada

Page 72: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

63

Allah-lah kamu kembali semuanya, lalu diberitakan-Nya kepadamu apa yang

telah kamu perselisihkan itu".

Ayat ini menegaskan bahwa kemajemukan agama di antara umat manusia

merupakan atas kehendak Allah SWT, dengan begitu manusia di haruskan

berlomba – lomba dalam kebaikan salah satunya ialah menghormati dan

menjaga toleransi dan kerukunan antar umat beragama. Seperti yang telah di

ketahui bahwa agama di Indonesia tidak hanya satu, khususnya di kota

Tasikmalaya. Apabila masyarakat mampu menghormati serta menghargai juga

saling toleransi antar umat beragama maka akan terciptanya kota yang damai.

Tanpa adanya kerusuhan maka semua golongan masyarakat akan merasa aman

untuk tinggal di kota tersebut. Toleransi mampu mencegah konflik dan

kekerasan serta mampu melindungi masyarakat yang multikulturalisme.

Toleransi berasal dari bahasa Inggris yaitu “ Tolerance” yang berarti sikap

membiarkan, mengakui, dan menghormati keyakinan orang lain tanpa

memerlukan persertujuan. Dengan kata lain toleransi dapat diartikan sebagai

sikap menenggang, membiarkan, membolehkan, baik berupa pendirian,

kepercayaan dan kelakuan yang dimiliki seseorang atas yang lainya, dalam hal

ini toleransi tidak berarti seseorang harus mengorbankan kepercayaan dan

keyakinan yang ia anut, tetapi toleransi tercermin pada sikap yang kuat

terhadap kepercayaannya sendiri.36

kata toleransi dalam bahasa Arab disamakan dengan “Tasamuh” yang

artinya saling mengizinkan dan saling memudahkan. Selanjutnya dalam bahasa

Belanda, toleransi diistilahkan dengan “ Tolerer” yang artinya membolehkan,

membiarkan, dengan pengertian membolehkan atau membiarkan yang pada

prinsipnya tidak perlu terjadi perselihan antar agama.37

United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization

(UNESCO) mengartikan toleransi sebagai sikap saling menghormati, saling

menerima, dan saling menghargai ditengah keragaman budaya, kebebasan

36

Artis, Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama , Toleransi, 3, 1 (2011), h.3. 37

Artis, Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama , TOLERANSl, 3, 1 (2011), h.3.

Page 73: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

64

berekspresi, dan karakter manusia. Oleh karenanya toleransi harus disertai

dengan pengetahuan yang luas, sikap yang terbuka, kebebasan berfikir dan

beragama. Dapat dikatakan bahwa toleransi setara dengan sikap positif dan

menghargai orang lain dalam rangka menggunakan kebebasan asasi sebagai

manusia. 38

Terdapat dua model toleransi, yaitu toleransi pasif, yakni sikap menerima

perbedaan sebagai sesuatu yang bersifat faktual. Kedua, toleransi aktif yaitu

melibatkan diri dengan yang lain di tengah perbedaan dan keragaman.

Toleransi aktif merupakan ajaran semua agama. Hakikat toleransi adalah hidup

berdampingan secara damai dan saling menghargai di antara keberagaman.

Pada intinya toleransi merupakan sikap atau refleksi dari kerukunan.

Terdapat dua cara pandang tentang toleransi yaitu konsep yang dilandasi pada

otoritas negara (permission conception) dan konsepsi yang dilandasi pada

kultur dan kehendak untuk membangun pengertian dan penghormatan terhadap

yang lain (respect conception). Dalam hal ini konsep kedua, yaitu toleransi

dalam konteks demokrasi harus mampu membangun saling pengertian dan

saling menghargai di tengah keragaman suku, agama, ras, dan bahasa.39

Untuk membangun toleransi sebagai nilai kebijakan setidak ada dua hal

yang dibutuhkan yaitu, toleransi membutuhkan interaksi sosial melalui

percakapan dan pergaulan yang intensif. Kedua, membangun kepercayaan di

antara berbagai kelompok dan aliran. Prinsip dasar semua agama adalah

toleransi, karena semua agama pada dasarnya mencintai perdamaian dan anti

kekerasan.40

Karena hal inilah seharusnya orang yang percaya kepada tuhan

mampu menghargai juga toleran terhadap sesama.

38

Rosalina Ginting, Kiki Aryaningrum , Toleransi dalam Masyarakat Plural, Majalah

Ilmiah Lontar, 23,4 (2009), h.3-4. 39

Rosalina Ginting, Kiki Aryaningrum , Toleransi dalam Masyarakat Plural, Majalah

Ilmiah Lontar, 23,4 (2009), h.5. 40

Rosalina Ginting, Kiki Aryaningrum , Toleransi dalam Masyarakat Plural, 23,4 (2009),

h.5.

Page 74: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

65

Toleransi dalam pergaulan antar umat beragama ialah di mana setiap

agama yang disahkan dan dilindungi oleh negara menjadi tanggung jawab

penganut agama masing-masing dan mempunyai system serta cara tersendiri

dalam pelaksanaan ibadahnya sehingga masing-masing dapat mempertanggung

jawabkan ibadah yang mereka lakukan.41

Toleransi dalam kehidupan antar umat beragama bertitik tolak dari

penghayatan agama dari masing-masing umat beragama dan tidak dipengaruhi

oleh rasa curiga mencurigai antar sesama manusia yang pluralitas.

Intoleransi muncul akibat hilangnya komitmen untuk menjadikan toleransi

sebagai jalan keluar untuk mengatasi berbagai persoalan yang membuat bangsa

terpuruk, dalam perspektif keagamaan semua kelompok agama belum yakin

bahwa nilai dasar dari setiap agama adalah toleransi. Akibatnya, yang muncul

adalah intoleransi dan konflik padahal agama dapat menjadi energi positif

untuk membangun nilai toleransi guna mewujudkan negara yang adil dan

sejahtera.42

Menurut Benyamin F Intan, pluralisme agama yang berpondasikan

solidaritas individual akan membuahkan beberapa implikasi positif seperti

yang pertama ialah pemahaman kemajemukan agama bukan lagi sekedar

“kenyataan”, melainkan menjadi “keharusan” yang tidak dapat dihilangkan.43

Pada saat tersebutlah muncul usaha saling memperhatikan yang mana hal ini

lahir dari kesadaran saling ketergantugan juga membutuhkan. Pada kondisi ini

pula, agama didorong memberi kontribusi karena interdependensi agama

mensyaratkan ketidakaktifan satu agama akan berpengaruh kepada hasil-hasil

yang akan dicapai. Jika kesadaran interdependensi agama terus bertumbuh,

partisipasi agama – agama dapat dimaksimalkan.

41

Artis, Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama , TOLERANSl, 3, 1 (2011), h.4. 42

Rosalina Ginting, Kiki Aryaningrum , Toleransi dalam Masyarakat Plural, Majalah

Ilmiah Lontar ,23,4 (2009),h.2. 43

Rosalina Ginting, Kiki Aryaningrum , Toleransi dalam Masyarakat Plural, Majalah

Ilmiah Lontar ,23,4 (2009), h.4.

Page 75: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

66

Selanjutnya yang kedua ialah agama berbasis solidaritas intelektual

menjunjung prinsip memberi dan menerima. Dialog yang baik akan

menghasilkan perubahan kedua belah pihak. Ketiga, berdasarkan solidaritas

intelektual, pluralisme agama mengharuskan kebebasan beragama bukan

sebatas sesuatu yang diperdebatkan, bahwa agama harus bebas dari

cengkraman sosial-politik termasuk negara.

Keempat, Pluralisme agama dengan solidaritas intelektual berpotensi

menghasilkan nilai-nilai yang mengandung common good. Yang dimaksudkan

dengan masyarakat plural dalam tulisan ini, adalah masyarakat majemuk yang

ditandai adanya beragam suku bangsa, agama, budaya atau adat istiadat.

Kondisi masyarakat yang demikian diperlukan kerjasama dengan sikap

toleransi dalam menghadapi berbagai tantangan untuk memperkuat ketahanan

sosial suatu komunitas. Pada masyarakat majemuk atau plural, secara

horizontal ditandai dengan adanya kesatuan-kesatuan sosial berdasarkan

perbedaan suku bangsa, perbedaan agama, adat, dan perbedaan kedaerahan,

dan sebagainya. Sedangkan ditinjau secara vertical ternyata adanya perbedaan

yang mencolok antara lapisan atas dengan lapisan bawah. Kondisi masyarakat

yang demikian akan mudah munculnya berbagai kerusuhan berupa konflik

antar etnis, konflik atas nama agama, dan adanya kecemburuan sosial yang

disebabkan adanya kesenjangan yang cukup tajam antara golongan kaya dan

miskin.44

Apabila masyarakat mampu tolerasi dalam kehidupan sehari – hari maka

seharusnya mampu pula toleransi dalam beribadah, ibadah dilaksanakan

dengan tetap menghormati dan menjaga toleransi dan kerukunan antarumat

beragama hal ini tentunya terdapat kemaslahatan di dalamnya yang mana

merupakan Maqashid Al-Syariah itu sendiri. Selain itu di dalam Maqashid Al-

Syariah salah satunya ialah Hifdz Al-din yaitu perlindungan terhadap agama

yang mana termasuk kedalam maqashid al-daruriyat.

44

Rosalina Ginting, Kiki Aryaningrum , Toleransi dalam Masyarakat Plural, Majalah

Ilmiah Lontar, 23,4 (2009), h.4-5.

Page 76: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

67

B. Implementasi Peraturan Daerah Kota Tasikmalaya No.7 Tahun 2014

Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti

mengimplementasikan. Sedangkan, Implementasi menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia berarti pelaksanaan atau penerapan.45

Dalam kamus besar

webster implementasi berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan

sesuatu untuk menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu.

Singkatnya, implementasi berarti penyediaan sarana untuk melaksanakan

sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu, dampak atau

akibat itu dalam konteks ini dapat berupa undang-undang, peraturan

pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-

lembaga pemerintah.46

Implementasi menurut Mazmanian dan Sabatier merupakan pelaksanaan

kebijakan dasar berbentuk Undang-Undang juga berbentuk perintah atau

keputusan-keputusan yang penting atau seperti keputusan badan peradilan.

Proses implementasi ini berlangsung setelah melalui sejumlah tahapan tertentu

seperti tahapan pengesahan Undang-Undang, kemudian output kebijakan

dalam bentuk pelaksanaan keputusan dan seterusnya sampai perbaikan

kebijakan yang bersangkutan.47

implementasi juga dapat diartikan tindakan – tindakan yang dilakukan

oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu

keputusan kebijakan, dalam hal ini Pemerintah dalam membuat kebijakan juga

harus mengkaji juga mempertimbangkan terlebih dahulu apakah kebijakan

tersebut dapat memberikan dampak yang baik atau dampak yang buruk bagi

masyarakat. selain itu, agar suatu kebijakan tidak bertentangan juga

merugikan masyarakat.48

45

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/implementasi 46

Marizka Isanya, Implementasi Kebijakan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara Terhadap Penyandang Disabilitas, (Medan: Thesis Universitas Medan Area, 2015), h.12.

47 Marizka Isanya, Implementasi Kebijakan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera

Utara Terhadap Penyandang Disabilitas, (Medan: Thesis Universitas Medan Area, 2015), h.13. 48

Marizka Isanya, Implementasi Kebijakan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Utara Terhadap Penyandang Disabilitas, (Medan: Thesis Universitas Medan Area, 2015), h.15.

Page 77: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

68

Dalam pelaksanaan suatu Peraturan tidak selalu berjalan dengan baik,

banyak faktor yang menentukan keberhasilan juga kegagalan dalam

penerapannya, maka dari itu penulis akan menggunakan model – model

implementasi kebijakan publik George Edward III yang terdapat 4 faktor

yakni, komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.

Secara umum dalam implementasi Perda No.7 tahun 2014 telah terpenuhi

semua namun tidaklah maksimal seperti, dalam komunikasi pemerintah kota

Tasikmalaya bersama DPRD Kota Tasikmalaya telah menganggarkan uang

untuk sosialisasi mengenai perda ini senilai Rp. 500.000.000, namun, jika

diandingkan dengan anggaran Perda lain anggaran untuk perda tata nilai dapat

dikatakan lebih sedikit sehingga tidak dapat memaksimalkan sosialisasi

kepada masyarakat.49

dalam pelaksaan suatu kebijakan terbatasnya sumber

daya anggaran akan mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan kebijakan,

program tidak bisa dilaksanakan dengan optimal bahkan dapat menyebabkan

gagalnya pelaksanaan program.

Selanjutnya pada sumber daya menurut George Edward III terbagi mennjagi

manusia, anggaran, peralatan dan kewenangan.50

Sumber daya manusia di Kota Tasikmalaya pada dasarnya cukup

memumpuni selain pemerintah yang wajib mensosialisasikan masyarakat juga

bisa saling menjelaskan mengenai Perda Tata nilai ini, namun kendala lainnya

ialah tidak semua masyarakat peduli mengenai Peraturan daerah yang ada.

seperti contohnya pada pasal 1 ayat (3) dalam penerapannya tidak semua

masyarakat Kota Tasikmalaya tahu bahwa definisi religius menurut perda ini

ialah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan agama.

Begitu juga dengan tujuan dari dibuatnya Perda No.7 Taun 2014 dalam

penerapannya juga belumlah maksimal hal ini dalah satunya ialah dikarenakan

kurangnya sosialisasi kepada masyarakat sehingga terdapat jarak antara cita –

49

Randi Hamdani, Kebijakan Publik Dan Perda Syari’ah (Studi Tentang Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2014 tentang Tata Nilai Kehidupan Masyarakat Yang Religius di Kota Tasikmalaya), (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017), h.134.

50 Marizka Isanya, Implementasi Kebijakan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera

Utara Terhadap Penyandang Disabilitas, (Medan: Thesis Universitas Medan Area, 2015), h.8-23

Page 78: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

69

cita luhur dan senyatanya. Terlebih lagi perda ini bersifat anjuran, mengatur

bagaimana masyarakat berakhlak, bagaimana mereka berangkat dalam

hubungan antar agama dan dalam hal ini tentunya semua kembali lagi kepada

pribadi masing – masing karena meskipun ditegakan dengan baik tetapi tidak

terdapat kesadaran pada masyarakat maka tidak akan pernah berhasil.

Selanjutnya, mengenai anggaran seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya bahwa anggaran yang disiapkan oleh Pemerintah Kota

Tasikmalaya ialah Rp.500.000.000, ditambah lagi yang terjadi saat ini yaitu

pandemi COVID-19 sehingga anggaran yang ada di alokasikan kepada

penanganan COVID-19.

Mengenai peralatan juga kewenangan pada dasarnya pemerintah Kota

Tasikmalaya memiliki peralatan yang cukup walaupun belum sepenuhnya

memadai, pemerintah Kota Tasikmalaya tentu saja memiliki wewenang untuk

menegakan Perda No.7 Tahun 2014. Contoh nya DPRD Kota Tasikamalaya

memfasilitasi bagi siapapun yang ingin melakukan mediasi, maupun aksi

mengenai perda No.7 Tahun 2014. tidak jarang pula mahasiswa juga

organisasi masyarakat yang melakukan mediasi dan aksi di gedung DPRD

Kota Tasikmalaya.

Dalam hal ini pun masih belum maksimal seperti dalam penerapannya

masih terdapat kesenjangan seperti pada pasal 7 Perda No.7 Tahun 2014 ialah,

"setiap orang berhak untuk beribadah menurut keyakinan berdasarkan ajaran

agamanya masing – masing", dan dalam rangka pemeliharaan keyakinan

beragama pemerintah Kota Tasikmalaya mengeluarkan kebijakan turunan dari

peraturan daerah ini berupa pembangunan tempat beribadah di Perusahaan

swasta seperti Hotel, Mall, tempat Karaoke, juga penyediaan al-Qur’an baik di

perkantoran maupun perusahaan.

Tetapi pada realitanya pembangunan tempat peribadatan lebih

memfokuskan pada pembanguan masjid/musholla. Apabila perusahaan swasta

tidak menyediakan musholla, nantinya akan diberikan sanksi teguran sampai

Page 79: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

70

pencabutan izin.51

Tentunya hal ini sangatlah disayangkan, kebijakan ini

diterapkan pada awal dijalankannya perda ini, untuk sekarang pembangunan

tidak hanya untuk mushollah/masjid saja melainkan untuk rumah ibadah

agama lain.

Selanjutnya faktor disposisi, dan struktur birokrasi. Disposisi yang

dimaksud George Edward III ialah kemauan dan keinginan pelaksanaan.

kemauan, keinginan dan kecenderungan para perlaku kebijakan untuk

melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh sungguh sehingga apa yang

menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan, dan dalam struktur birokrasi yaitu

struktur Organisasi yang bertugas melaksanakan kebijakan serta memiliki

standard operating procedures (SOP).52

Dalam hal ini penulis melihat bahwa pemerintah Kota Tasikmalaya selaku

pembuat Perda memiliki kemauan juga keinginan untuk melaksanakan juga

pemerintah telah memiliki standard operating procedures (SOP) dalam

pelaksaan perda yang dapat dilihat dari adanya sosialisai mengenai perda

kepada masyarakat khususnya masyarakat Kota Tasikmalaya, begitu pula

dengan para pemuka agama yang berkumpu untuk merumuskan serta

menyetujui Perda Tata Nilai ini. selain itu, masyarakat pun ikut andil dalam

pelaksanaanya seperti banyaknya permintaan mediasi kepada DPRD Kota

Tasikmalaya mengenai Perda ini.

Pada intinya dalam pelaksanaan perda ini belumlah maksimal, hal ini pun

diakui oleh Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya saat ini yaitu H. Agus

Wahyudin, S.H., M.H. , menurut beliau penerapan perda No.7 Tahun 2014

belum maksimal, belum sepenuhnya dapat dirasakan langsung oleh

51

Randi Hamdani, Kebijakan Publik Dan Perda Syari’ah (Studi Tentang Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2014 tentang Tata Nilai Kehidupan Masyarakat Yang Religius di Kota Tasikmalaya), (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017), h.134.

52 Marizka Isanya, Implementasi Kebijakan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera

Utara Terhadap Penyandang Disabilitas, (Medan: Thesis Universitas Medan Area, 2015), h.19-21.

Page 80: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

71

masyarakat, selain itu penegakan di tingkat pemerintah pun masih belum

cukup dan dapat dikatakan masih lemah.53

53

Interview pribadi dengan H. Agus Wahyudin, S.H., M.H. , Wakil Ketua DPRD Kota Tasikmalaya Tahun 2019 - 2024, Tasikmalaya, 30 maret 2021.

Page 81: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

72

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dalam keseluruhan penelitian dan analisis dari pembahasan skripsi ini

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Tinjauan Maqashid Al-Syari‟ah pada Pasal 1 Ayat (3) Dalam Peraturan

Daerah Kota Tasikmalaya No. 7 Tahun 2014 telah sesuai atau relevan

dengan konsep Maqashid al-syari’ah karena definisi religius dalam Perda

No.7 Tahun 2014 ini diartikan secara universal, mengedepankan

kepentingan atau maslahat untuk umum bukan hanya sekelompok kecil

saja, pasal ini juga termasuk ke dalam Maqashid Al-Daruriyat, menjaga

agama (Hifdzh Al-din). Pasal 2 Ayat (2) pada poin a Peningkatan

keimanan dan ketakwaan termasuk ke dalam menjaga agama (Hifdzh Al-

Din), Maqashid Al-Daruriyat. pada poin b, Akhlak merupakan sikap

mental yang mengakar di dalam jiwa, termasuk ke dalam Maqashid Al-

Tahsiniyat. Pada poin c, apabila masyarakat telah paham dan sadar

pentingnya norma maka dengan begitu, peraturan akan dengan mudahnya

ditegakan dan dapat diterapkan dengan baik pula hal ini termasuk ke

dalam Maqashid Al-Tahsiniyat. Pada poin d apabila masyarakat telah

paham terhadap akibat dari perilaku yang bertentangan dengan norma,

maka akan memudahkan pemerintah untuk menegakan peraturan dan

terciptanya ketertiban hukum, hal ini mengandung maqashid Al-Syariah,

Maqashid Al-Tahsiniyat. Selanjutnya poin e, saling menghormati dan

menghargai antar pemeluk agama,etnis, budaya dan elemen masyarakat,

termasuk kedalam maqashid al-daruriyat yaitu menjaga agama, jiwa dan

keturunan. Poin f, Apabila masyarakatnya tertib, maka termasuk kedalam

maqashid al-daruriyat menjaga Jiwa (Hifdzh Al-Nafs). Pada Pasal 7

adanya hak untuk beribadah menurut keyakinan berdasarkan ajaran

agama masing – masing hal ini termasuk Maqashid Al-Daruriyat menjaga

Page 82: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

73

agama (Hifdzh Al-Din). Begitu juga ayat (2) termasuk Maqashid Al-

Daruriyat Hifdzh Al-Din.

2. Implementasi dari Perda No.7 Tahun 2014 dinilai belum maksimal masih

terdapat kekurangan dalam penerapan nya dan belum dapat di rasakan

secara menyeluruh oleh masyarakat kota Tasikmalaya, hal ini karena

belum efektif nya peraturan ditegakan meskipun pemerintah telah

berusaha, seperti melakukan sosialisasi kepada masyarakat. karena perda

ini mengenai Tata Nilai, pada akhirnya semua tergantung kepada pribadi

masing – masing dalam artian masyarakat Kota tasikmalaya itu sendiri.

Peraturan daerah dapat diterapkan dengan baik apabila pemerintah dan

masyarakat dapat bersinergi dengan baik.

B. SARAN

1. Bagi Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota

Tasikmalaya

Selaku Pemerintah juga wakil rakyat Khususnya bagi masyarakat

Kota Tasikmalaya agar selalu membuat peraturan yang memang

sangat dibutuhkan juga bermanfaat untuk masyarakat kota

tasikmalaya, senantiasa menjadi wakil rakyat yang benar – benar

mewakili rakyat juga mendengar aspirasi khususnya masyarakat

Kota Tasikmalaya serta berusaha semaksimal mungkin untuk

menerepakan peraturan yang telah dibuat.

2. Bagi Masyarakat Kota Tasikmalaya

Teruntuk masyarakat kota tasikmalaya, untuk selalu mengawasi

kinerja Pemerintah dan DPRD Kota Tasikmalaya baik itu dalam

pembuatan peraturan daerah maupun kebijakan. Tidak lupa juga

untuk berpartisipasi aktif dalam pembuatan peraturan maupun

kebijakan, juga menjadi masyarakat yang kritis juga solutif demi

kota Tasikmalaya yang lebih baik lagi.

Page 83: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

74

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur'an Al-Karim

Ahmad Saebani, Beni. Ilmu Akhlak. Bandung: CV Pustaka Setia, 2010.

Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum,

Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 2006.

Asmuni, Yusran, Dirasah Islamiah 1, Jakarta: Raja Grafindo persada, 1997.

Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta:

Sinar Grafika, 2010.

Azra, Azyumardi, pendidikan Islam di Era Globalisasi peluang dan

tantangan, dalam Marwan Saridjo, mereka bicara pendidikan

islam, sebuah bunga rampai, Cet.1, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2009.

Azra, Azyumardi, Pendidikan islam, Tradisi dan Modernisasi Menuju

Milenium Baru, Cet.2, Jakarta: Kencana, 2014.

Indrati S Farida , Maria. Ilmu Perundang-undangan, Cet.7, Yogyakarta:

Kanisius 2007.

Jaya bakri, Asafri, Konsep Maqashid Syariah Menurut Al-Syatibi, Cet.1,

jakarta: Raja Grafindo Persada,1996.

Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Ushul Fiqh, Cet.1,

Jakarta: Amzah, 2005.

C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta:

Rineka Cipta, 2014.

Kurniawan, Mahendra dkk, Pedoman Naskah Akademik PERDA

Partisipatif, Cet. 1, Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2007.

Manan, Bagir, Dasar-dasar Perundang-undangan di Indonesia,

Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991.

Manan, Bagir, Sistem dan Teknik Pembuatan Peraturan Perundang-

undangan Tingkat Daerah, Bandung: Pusat Penerbitan LPPM

Universitas Bandung,1995.

Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada,

2010.

Page 84: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

75

M. Darmizal, Keadilan untuk Aceh, Pemikiran Religious untuk

Pemberdayaan Masyarakat Pasca Perdamaian RI-GAM dan

Bencana Tsunami, Cet.1, Bandung; IRIS Press, 2006.

Matta, Anis, Membentuk Karakter Cara Islam, cet.III. Jakarta: Al-I'tishom,

2006.

Muntoha, Otonomi Daerah dan Perkembangan Peraturan Daerah

Bernuansa Syariah, Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2010.

Mustofa, Ahmad, Akhlak Tasawuf, Bandung: CV.Pustaka Setia, 1997.

Nasution, Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya. Cet.1, Jakarta:UI

PRESS,2016.

Rangga widjaja, Rosjidi, Pengantar Ilmu Perundang-undangan Indonesia,

Bandung: Mandar Maju, 1998.

Suntana, Ija Poitik Hukum Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2014.

Suyatno, Dasar-Dasar Ilmu Fiqh & Ushul Fiqh, Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media, 2011.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2005.

Umar, Hasbi. Nalar Fiqih Kontemporer, Jakarta: Gaung Persada Press,

2007.

Warijo, Politik Belah Bambu Jokowi: Dari Mafia Politik Sampai

Islamfobia, Jakarta: Medan: Puspantara, 2015.

Zed, Mustika, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan Obor

Nasional, 2004.

JURNAL

Abdul Halim Kuning, "Takwa Dalam Islam", ISTIQRA,Volume VI Nomor

1, September Tahun 2018.

Abd. Rais Asmar, "Pengaturan Peraturan Daerah (Perda) Syariah Dalam

Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah", El-Iqtishady, Vol.1, No.1,

Juni Tahun 2019.

Andrias dan Nurohman, "Partai Politik Dan Pemilukada (Analisis

Marketing Politik dan Strategi Positioning Partai Politik Pada

Page 85: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

76

Pilkada Kabupaten Tasikmalaya)", Jurnal Ilmu Politik dan

Pemerintahan, Vol.1, No.3 Juli Tahun 2013.

Arskal Salim, "Perda Berbasis Agama dan Perlindungan Konstitusional

Penegakan HAM", Yayasan Jurnal Perempuan, Vol.60, No.I,

Tahun 2008.

Artis, "Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama" , TOLERANSl,

Vol.3, No.1, Tahun 2011.

A.Zarkasi, "Pembentukan Peraturan Daerah Berdasarkan Peraturan

Perundang-Undangan", Inovatif Jurnal Ilmu Hukum, Vol.2, No.4

Tahun 2010.

Cholida Hanum, "Perda Syariah Perspektif Ketatanegaraan dan Siyasah

Dusturiyyah", Al – Ahkam, Vol.4, No.2, Tahun 2019.

Erfina Fuadatul Khilmi, " Pembentukan Peraturan Daerah Syari’ah dalam

Perspektif Hukum Tata Negara Pascareformasi", Lentera Hukum,

Vol.5, No.1 2018).

Etikasari, Nur Wahyu, “Persepsi Mahasiswa Program Studi S1 Ppkn

Universitas Negeri Surabaya Terhadap Wacana Intoleransi Di

Media Sosial”, Kajian Moral dan Kewarganegaraan:Vol.6 No.1

Jilid I Tahun 2018.

Faisal Fadilla Noorikhsan, "Nasionalisme Ajengan Ruhiat (Gagasan dan

Praksis Nasionalisme Seorang Ulama)", Politika, Vol.7, No.2,

Oktober Tahun 2016.

Febri Handayani, "Konsep Kebebasan Beragama Menurut UUD Tahun

1945 Serta Kaitannya Dengan HAM", Toleransi, Vol.1, NO.2,

Tahun 2009.

Ghofar Shidiq,"Teori Maqashid Al-Syari'ah Dalam Hukum Islam, Sultan

Agung", Vol.XLIV, No.118, Juni – Agustus, Tahun 2009.

Hayatun Na’imah, “Perda Berbasis Syari’ah Dalam Tinjauan Hukum Tata

Negara” Jurnal Khazanah: Jurnal Studi Islam dan Humaniora,

Vol.14, No.1, 2017.

Page 86: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

77

Lina Aryani, “Evaluasi Pelaksanaan Peraturan Daerah Tentang Tata Nilai

Kehidupan Masyarakat Yang Religius Di Kota Tasikmalaya”

Jurnal Politikom Indonesiana,Vol.4, No.1.2019.

Munawar Ahmad. "Fenomena Perda syariah: Institusional identitas pada

tingkat local state", Jurnal Sosiologi agama, Vol.1, No.1, Tahun

2007.

Nurlatipah Nasir, “Kyai dan Islam dalam Mempengaruhi Perilaku Memilih

Masyarakat Kota Tasikmalaya” Jurnal Politik Profetik, Vol.14,

No.1, 2017.

P Parmono, "Nilai dan Norma Masyarakat", Jurnal Filsafat No.23

November 1995.

Rosalina Ginting, Kiki Aryaningrum , "Toleransi dalam Masyarakat Plural",

Majalah Ilmiah Lontar, Vol.23, No.4, Tahun 2009.

Taufik Nurrohman, “Gerakan Penegakan Syariat Islam di Kota

Tasikmalaya” Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan, Vol.3, No.1,

2018.

PERATURAN

Undang-Undang No.12 Tahun 2005 Tentang Pengesahan Kovenan

Internasional Tentang Hak - Hak Sipil dan Politik.

Undang-Undang No.12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan

Perundang - Undangan.

Undang-Undang No 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.

Peraturan Daerah No.7 Tahun 2014 tentang Tata Nilai Kehidupan yang

Religius di Kota Tasikmalaya.

INTERVIEW

Interview pribadi dengan Adam Nugraha S, pendamping Tim Khusus

Bapemperda Tahun 2014, Tasikmalaya 30 maret 2021.

Interview pribadi dengan Bu Elly, Masyarakat Kota Tasikmalaya,

Tasikmalaya 30 maret 2021.

Page 87: PERDA NO.7 TAHUN 2014 TENTANG TATA NILAI …

78

Interview pribadi dengan H. Agus Wahyudin, S.H., M.H., Wakil Ketua

DPRD Kota Tasikmalaya Tahun 2019 - 2024, Tasikmalaya, 30

maret 2021.

THESIS

Isanya, Marizka. "Implementasi Kebijakan Komisi Pemilihan Umum

Provinsi Sumatera Utara Terhadap Penyandang Disabilitas." Thesis

S2 Pasca Sarjana, Universitas Medan Area, 2015.

Risyda, Nailir. "Penerapan Sistem Norma-Norma Pada Mata Pelajaran

Aqidah Akhlak Dalam Membentuk Moral Siswa Kelas IX Di Mts

Miftahul Ulum Kudus Tahun Pelajaran 2018/2019." Skripsi S1

Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Kudus, 2018)

SKRIPSI

Pasaribu, Devidora. "Akhlak Siswa Dalam Berinteraksi Dengan Lingkungan

Sekolah Di Sma Yayasan Perguruan Indonesia Membangun Taruna

(Yapim) Sei Gelugur Kabupaten Deli Serdang." Skripsi S1

Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, UIN Sumatera Utara, 2018.

WEBSITE

https://dprd-tasikmalayakota.go.id/selayang-pandang-kota-tasikmalaya/.

https://data.tasikmalayakota.go.id/agama/jumlah-pondok-pesantren-santri-

dan-ustadz-menurut-kecamatan-di-kota-tasikmalaya/.

https://kbbi.web.id/religius.

https://sumsel.kemenag.go.id/files/sumsel/file/dokumen/hakekatreligiusitas.

pdf.

https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/menghargai

https://id.wikisource.org/wiki/Kitab_UndangUndang_Hukum_Perdata/Buku

_Ketiga

https://id.wikisource.org/wiki/Kitab_UndangUndang_Hukum_Pidana/Buku

_Kedua/Pasal_338

https://www.komnasham.go.id/files/1475231474-uu-nomor-39-tahun-1999-

tentang-%24H9FVDS.pdf