perda no. 15 thn 2012 ttg penyelenggaraan koordinasi … · pedoman pembinaan dan pengawasan...

25
- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa penyuluhan merupakan kegiatan yang sangat penting dalam rangka mewujudkan pembangunan manusia yang berkualitas, mandiri dan sejahtera serta merupakan bagian dari proses mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa kelembagaan penyuluhan dan penyelenggaraan penyuluhan belum tertata dan terkoordinasi dengan baik yang menyebabkan terganggunya produktivitas pertanian, perikanan dan kehutanan sehingga berdampak pada rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang bergerak disektor pertanian, perikanan dan kehutanan di Provinsi Jawa Timur; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Koordinasi Penyuluhan; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1950 tentang Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950); 3. Undang

Upload: lydieu

Post on 09-Apr-2018

221 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

- 1 -

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

NOMOR 15 TAHUN 2012

TENTANG

PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR JAWA TIMUR,

Menimbang : a. bahwa penyuluhan merupakan kegiatan yang sangat

penting dalam rangka mewujudkan pembangunan manusia

yang berkualitas, mandiri dan sejahtera serta merupakan

bagian dari proses mencerdaskan kehidupan bangsa

sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa kelembagaan penyuluhan dan penyelenggaraan

penyuluhan belum tertata dan terkoordinasi dengan baik

yang menyebabkan terganggunya produktivitas pertanian,

perikanan dan kehutanan sehingga berdampak pada

rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat yang

bergerak disektor pertanian, perikanan dan kehutanan di

Provinsi Jawa Timur;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

pada huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan

Daerah tentang Penyelenggaraan Koordinasi Penyuluhan;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1950 tentang

Pembentukan Propinsi Djawa Timur (Himpunan

Peraturan-Peraturan Negara Tahun 1950) sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun

1950 tentang Perubahan dalam Undang-Undang Nomor 2

Tahun 1950 (Himpunan Peraturan-Peraturan Negara

Tahun 1950);

3. Undang

- 2 -

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor

99, Tambahan Lembaga Negara Republik Indonesia Nomor

3656);

4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang

Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2004 tentang

Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999

tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4412);

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana

telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

7. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang

Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 4411);

8. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem

Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor

92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 4666);

9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 Tentang

Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

10. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

2009 Nomor 144. Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5063);

11. Undang

- 3 -

11. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Nomor 5068);

12. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

5234);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang

Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3373);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang

Ketahanan Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2002 Nomor 142, Tambahan Lembaran Republik

Indonesia Nomor 4254);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang

Keamanan Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4924);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2005 Tentang

Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 44,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

4498);

18. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang

Pembagian urusan Pemerintahan antara Pemerintah,

Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Republik

Indonesia Nomor 4737);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang

Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2007 Nomor 89, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 4741);

20. Peraturan

- 4 -

20. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2009 tentang

Pembiayaan, Pembinaan, Pengawasan Penyuluhan

Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 87, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5018);

21. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2006 tentang Dewan

Ketahanan Pangan;

22. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2011 tentang Badan

Koordinasi Nasional Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan;

23. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57 Tahun 2007

tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat

Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2010 tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 57

Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi

Perangkat Daerah;

24. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 7 Tahun

2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa

Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur Tahun

2008 Nomor 4 Seri E);

25. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 2 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi

Jawa Timur (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur

Tahun 2011 Nomor 2 Seri D, Tambahan Lembaran Daerah

Provinsi Jawa Timur Nomor 2);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

dan

GUBERNUR JAWA TIMUR

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENYELENGGARAAN

KOORDINASI PENYULUHAN.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

1. Provinsi adalah Provinsi Jawa Timur.

2. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah

Provinsi Jawa Timur.

3. Gubernur adalah Gubernur Jawa Timur.

4. Kabupaten

- 5 -

4. Kabupaten/Kota adalah Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

Timur.

5. Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

yang selanjutnya disebut sistem penyuluhan adalah

seluruh rangkaian pengembangan kemampuan,

pengetahuan, keterampilan, serta sikap pelaku utama dan

pelaku usaha melalui penyuluhan.

6. Penyelenggaraan Koordinasi Penyuluhan Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan yang selanjutnya disebut

penyelenggaraan koordinasi penyuluhan adalah seluruh

rangkaian tindakan dalam rangka koordinasi kelembagaan

dan penyelenggaraan penyuluhan sehingga terbentuknya

sumber daya manusia penyuluh yang handal dalam

rangka menyelenggarakan sistem penyuluhan.

7. Pelaku utama kegiatan pertanian, perikanan, dan

kehutanan yang selanjutnya disebut pelaku utama adalah

masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan,

petani, pekebun, peternak, nelayan, pembudi daya ikan,

pengolah ikan, beserta keluarga intinya.

8. Pelaku usaha adalah perorangan warganegara Indonesia

atau korporasi yang dibentuk menurut hukum Indonesia

yang mengelola usaha pertanian, perikanan dan

kehutanan.

9. Kelembagaan petani, pekebun, peternak nelayan, pembudi

daya ikan, pengolah ikan, dan masyarakat di dalam dan di

sekitar kawasan hutan adalah lembaga yang ditumbuh

kembangkan dari, oleh dan untuk pelaku utama.

10. Penyuluh pertanian, penyuluh perikanan, atau penyuluh

kehutanan, baik penyuluh PNS, swasta, maupun swadaya,

yang selanjutnya disebut penyuluh adalah perorangan

Warga Negara Indonesia yang melakukan kegiatan

penyuluhan.

11. Penyuluh Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut

Penyuluh PNS adalah pegawai negeri sipil yang diberi

tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh

oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi

lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk

melakukan kegiatan penyuluhan.

12. Penyuluh swasta adalah penyuluh yang berasal dari dunia

usaha dan/atau lembaga yang mempunyai kompetensi

dalam bidang penyuluhan.

13. Penyuluh

- 6 -

13. Penyuluh swadaya adalah pelaku utama yang berhasil

dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang

dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi

penyuluh.

14. Badan Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan

Kehutanan Provinsi Jawa Timur yang selanjutnya Badan

Koordinasi Penyuluhan adalah kelembagaan penyuluhan

pemerintah di tingkat Provinsi Jawa Timur.

15. Badan Ketahanan Pangan yang selanjutnya disebut BKP

adalah Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Timur.

16. Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan

bagi rumah tangga yang tercermin dan tersedianya pangan

yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata

dan terjangkau.

BAB II

ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP

Pasal 2

Penyelenggaraan koordinasi penyuluhan dilakukan

berdasarkan asas:

a. kerjasama;

b. koordinatif;

c. pemerataan;

d. pemberdayaan; dan

e. berkelanjutan.

Pasal 3

Penyelenggaraan koordinasi penyuluhan bertujuan untuk:

a. menguatkan penyelenggaraan koordinasi penyuluhan:

1. antar kelembagaan penyuluhan pemerintah; dan

2. antara kelembagaan penyuluhan pemerintah dengan

kelembagaan penyuluhan swasta dan/atau swadaya;

b. menguatkan kelembagaan penyuluhan pemerintah,

kelembagaan penyuluhan swasta dan kelembagaan

penyuluhan swadaya;

c. terwujudnya sinergisitas programa penyuluhan pada semua

jenis kelembagaan penyuluhan khususnya pada

kelembagaan penyuluhan pemerintah;

d. mengembangkan

- 7 -

d. mengembangkan dan meningkatkan kemampuan sumber

daya manusia penyuluh;

e. mendorong koordinasi antar penyuluh PNS, penyuluh

swasta dan penyuluh swadaya; dan

f. terlaksananya sistem penyuluhan yang berkualitas,

berkeadilan, merata, terpadu dan berkelanjutan.

Pasal 4

Ruang lingkup penyelenggaraan koordinasi penyuluhan

meliputi penyuluhan pertanian, perkebunan, peternakan,

kelautan dan perikanan serta kehutanan.

BAB III

SASARAN PENYULUHAN

Pasal 5

(1) Sasaran penyuluhan meliputi:

a. sasaran utama; dan

b. sasaran antara.

(2) Sasaran utama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

a terdiri atas pelaku utama dan pelaku usaha.

(3) Sasaran antara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf

b yaitu pemangku kepentingan lainnya yang meliputi:

a. kelompok atau lembaga pemerhati pertanian,

perkebunan, peternakan, kelautan dan perikanan serta

kehutanan;

b. generasi muda; dan

c. tokoh masyarakat.

Pasal 6

(1) Pelaku utama berhak mendapatkan penyuluhan dan/atau

pelatihan untuk:

a. meningkatkan sumber daya manusia pelaku utama;

b. menciptakan kemandirian;

c. mengembangkan teknologi dan/atau metode untuk

mendukung keberlangsungan pelaksanaan kegiatan

atau aktivitas pelaku utama; dan

d. mendapatkan informasi usaha.

(2) Pelaku

- 8 -

(2) Pelaku usaha berhak mendapatkan penyuluhan dan/atau

pelatihan untuk:

a. mengembangkan usaha dan informasi ketersediaan

bahan baku usahanya;

b. mengembangkan teknologi pengelolaan atau pengolahan

usaha; dan

c. mengembangkan strategi pemasaran usahanya.

Pasal 7

Sasaran antara berhak mendapatkan penyuluhan dan/atau

pelatihan untuk:

a. mengembangkan pengetahuan sasaran antara dalam

bidang pertanian, perikanan dan kehutanan sebagai upaya

untuk mendukung sasaran utama dalam mengembangkan

aktivitasnya;

b. mendapatkan informasi mengenai program kerja dan

kebijakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam

bidang pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan dan

perikanan serta kehutanan; dan

c. mendapatkan penyuluhan lainnya sebagai upaya untuk

meningkatkan partisipasi dan/atau dukungan sasaran

antara terhadap pengembangan aktivitas sasaran utama.

BAB IV

KELEMBAGAAN DAN KOORDINASI

Pasal 8

(1) Untuk menyelenggarakan koordinasi penyuluhan, di tingkat

Provinsi dibentuk Badan Koordinasi Penyuluhan yang

diketuai oleh Gubernur.

(2) Badan Koordinasi Penyuluhan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) merupakan lembaga non-struktural.

Pasal 9

Badan Koordinasi Penyuluhan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8 mempunyai tugas pokok:

a. melakukan koordinasi, integrasi, sinkronisasi lintas sektor,

optimalisasi partisipasi, advokasi masyarakat dengan

melibatkan unsur pakar, dunia usaha, institusi terkait,

perguruan tinggi dan sasaran penyuluhan;

b. menyusun

- 9 -

b. menyusun kebijakan dan programa penyuluhan Provinsi

yang sejalan dengan kebijakan dan programa penyuluhan

nasional;

c. memfasilitasi pengembangan kelembagaan dan forum

masyarakat bagi pelaku utama dan pelaku usaha untuk

mengembangkan usahanya dan memberikan umpan balik

kepada pemerintah daerah; dan

d. melaksanakan peningkatan kapasitas penyuluh PNS,

swadaya, dan swasta.

Pasal 10

(1) Untuk menunjang kegiatan Badan Koordinasi Penyuluhan,

dibentuk Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan.

(2) Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan dipimpin oleh

Kepala Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan.

(3) Kepala Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan dijabat

oleh Kepala BKP.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan dan

penjabaran tugas dan fungsi Sekretariat Badan Koordinasi

Penyuluhan diatur dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 11

Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 10 memiliki tugas:

a. melaksanakan Satuan Administrasi Pangkal penyuluh PNS

dibidang pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan dan

perikanan serta kehutanan yang bertugas pada tingkat

Provinsi;

b. melaksanakan penyuluhan;

c. mengelola pembiayaan penyuluhan;

d. memantau dan mengevaluasi penyuluhan;

e. mengembangkan kelembagaan pelaku utama dan pelaku

usaha untuk mengembangkan usaha tani, nelayan,

pekebun serta masyarakat di dalam dan sekitar hutan;

f. mengembangkan forum masyarakat untuk

mengembangkan usaha tani, nelayan, pekebun serta

masyarakat di dalam dan sekitar hutan dan memberikan

umpan balik kepada pemerintah daerah;

g. meningkatkan kapasitas Penyuluh PNS, swadaya dan

swasta;

h. melaksanakan

- 10 -

h. melaksanakan tata usaha kesekretariatan; dan

i. penguatan kelembagaan pelaku utama.

Pasal 12

(1) Masyarakat dan/atau pelaku usaha dapat membentuk

kelembagaan penyuluhan swasta atau kelembagaan

penyuluhan swadaya.

(2) Kelembagaan penyuluhan swasta atau swadaya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan

oleh:

a. perkumpulan yang berbadan hukum atau tidak

berbadan hukum; atau

b. bentuk perikatan lainnya yang berbadan hukum.

(3) Dalam melaksanakan penyuluhan, kelembagaan

penyuluhan swasta dan swadaya harus berpedoman pada

kebijakan penyuluhan Pemerintah dan Pemerintah Daerah

Provinsi.

Pasal 13

(1) Badan Koordinasi Penyuluhan dapat memfasilitasi

pembentukan dan penguatan kelembagaan penyuluhan

swasta dan/atau swadaya.

(2) Penguatan kelembagaan penyuluhan swasta dan/atau

swadaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan memfasilitasi pelaksanaan pendidikan dan

pelatihan bagi penyuluh swasta dan/atau swadaya yang

berada pada kelembagaan penyuluhan swasta dan/atau

swadaya.

(3) Badan Koordinasi Penyuluhan melakukan koordinasi

dengan kelembagaan penyuluhan swasta dan/atau

swadaya dalam rangka:

a. penyusunan perencanaan penyuluhan yang terintegrasi

dengan programa penyuluhan; dan

b. pemantauan pelaksanaan penyuluhan yang dilakukan

oleh kelembagaan penyuluhan swasta dan/atau

swadaya.

Pasal 14

Badan Koordinasi Penyuluhan melaksanakan kegiatan

koordinasi penyuluhan dengan Badan Pelaksana Penyuluhan

tingkat Kabupaten/Kota yang meliputi koordinasi:

a. penyusunan

- 11 -

a. penyusunan programa penyuluhan;

b. penyusunan kebijakan dan strategi penyuluhan;

c. pelaksanaan penyuluhan;

d. pengembangan metode dan materi penyuluhan;

e. pengembangan teknologi informasi atau media penyuluhan;

f. pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan;

g. peningkatan kualitas sumber daya manusia atau

peningkatan kapasitas tenaga penyuluh PNS, penyuluh

swasta dan/atau penyuluh swadaya; dan

h. penguatan kelembagaan pelaku utama.

BAB V

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN

Pasal 15

Pemerintah Daerah Provinsi menetapkan kebijakan penyuluhan

secara:

a. sektoral; dan

b. lintas sektoral.

Pasal 16

Kebijakan penyuluhan sektoral sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 15 huruf a hurus disusun oleh dinas yang

bertanggungjawab di bidang pertanian, di bidang perkebunan,

di bidang peternakan, di bidang kelautan dan perikanan serta

di bidang kehutanan yang terintegrasi dan saling berkoordinasi

dalam menyusun kebijakan penyuluhan yang disesuaikan

dengan program kerja masing-masing dinas dan/atau

memperhatikan subsistem pembangunan masing-masing

bidang.

Pasal 17

(1) Kebijakan penyuluhan lintas sektoral sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 15 huruf b disusun oleh Badan

Koordinasi Penyuluhan atas usulan dinas sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 16.

(2) Kebijakan penyuluhan lintas sektoral disusun untuk

menunjang kebijakan penyuluhan sektoral dengan

memperhatikan subsistem pembangunan pada bidang

pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan dan

perikanan serta kehutanan.

Pasal 18

- 12 -

Pasal 18

(1) Kebijakan penyuluhan disusun untuk jangka waktu 5 (lima)

tahun.

(2) Untuk melaksanakan kebijakan penyuluhan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) masing-masing dinas menyusun

Rencana Pelaksanaan Penyuluhan untuk jangka waktu 1

(satu) tahun.

Pasal 19

Dalam menyusun kebijakan penyuluhan, Badan Koordinasi

Penyuluhan dan masing-masing dinas harus memperhatikan:

a. terintegrasinya kebijakan penyuluhan daerah dengan

kebijakan penyuluhan nasional;

b. pengembangan sumber daya manusia penyuluh PNS,

penyuluh swasta dan penyuluh swadaya;

c. pengembangan metode dan materi penyuluhan;

d. pengembangan teknologi penyuluhan;

e. pengembangan dan/atau pengadaan sarana dan prasarana

penyuluhan;

f. pengembangan kemampuan kelembagaan penyuluh swasta

dan/atau kelembagaan penyuluh swadaya dalam

melakukan penyuluhan;

g. pengembangan kemampuan pelaku utama dan pelaku

usaha dalam mewujudkan kemandirian dan keberlanjutan

aktivitasnya; dan

h. pengembangan koordinasi penyuluhan antar lembaga

penyuluhan pemerintah daerah, lembaga penyuluhan

swasta dan lembaga penyuluhan swadaya.

Pasal 20

(1) Masing-masing dinas menyusun strategi penyuluhan yang

didasarkan pada kebijakan penyuluhan.

(2) Penyusunan strategi penyuluhan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dikoordinasikan oleh Badan Koordinasi

Penyuluhan.

Pasal 21

Strategi penyuluhan yang disusun oleh masing-masing dinas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 meliputi:

a. metode

- 13 -

a. metode pendidikan orang dewasa;

b. penyuluhan sebagai gerakan masyarakat;

c. penumbuhkembangan dinamika organisasi dan kepemimpinan;

d. keadilan dan kesetaraan gender;

e. peningkatan kapasitas pelaku utama yang profesional;

f. peningkatan kapasitas pelaku usaha; dan

g. peningkatan kapasitas sasaran antara.

BAB VI

KOMISI PENYULUHAN

Pasal 22

(1) Untuk menetapkan kebijakan dan strategi penyuluhan

Provinsi, Gubernur dibantu oleh Komisi Penyuluhan

Provinsi.

(2) Komisi Penyuluhan bertugas memberikan masukan kepada

Gubernur sebagai bahan penyusunan kebijakan dan

strategi penyuluhan Provinsi.

(3) Susunan organisasi Komisi Penyuluhan terdiri dari ketua

dan anggota.

(4) Ketua dan Anggota Komisi Penyuluhan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) terdiri atas pakar dan/atau praktisi

yang mempunyai keahlian di bidang penyuluhan atau

pembangunan perdesaan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan dan

keanggotaan Komisi Penyuluhan ditetapkan dengan

Keputusan Gubernur.

BAB VII

TENAGA PENYULUH

Pasal 23

(1) Penyuluhan dilakukan oleh penyuluh PNS, penyuluh

swasta dan/atau penyuluh swadaya.

(2) Penyuluh PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan pejabat fungsional yang mengacu pada

peraturan perundang-undangan.

Pasal 24

- 14 -

Pasal 24

(1) Badan Koordinasi Penyuluhan merupakan Satuan

Administrasi Pangkal penyuluh PNS di lingkungan

Pemerintah Daerah Provinsi.

(2) Penyuluh PNS melaksanakan penyuluhan sesuai dengan

masing-masing bidang.

Pasal 25

Ketentuan mengenai Satuan Administrasi Pangkal dan

koordinasi penyuluh PNS diatur dalam Peraturan Gubernur.

Pasal 26

(1) Penyuluh PNS, penyuluh swasta dan penyuluh swadaya

dapat membentuk wadah atau forum komunikasi penyuluh

yang bersifat koordinatif.

(2) Wadah atau forum komunikasi penyuluh bertujuan untuk

bertukar informasi rencana kerja tahunan.

(3) Wadah atau forum komunikasi penyuluh dapat

memberikan masukan atau usulan dalam penyusunan

kebijakan dan strategi serta programa penyuluhan kepada

Badan Koordinasi Penyuluhan dan dinas sektoral.

(4) Badan Koordinasi Penyuluhan dan/atau Badan Pelaksana

Penyuluhan Kabupaten/Kota dapat memfasilitasi wadah

atau forum komunikasi penyuluh dalam melakukan

kegiatan pertemuan koordinasi atau komunikasi.

BAB VIII

SARANA DAN PRASARANA

Pasal 27

(1) Pemerintah Daerah Provinsi, kelembagaan penyuluhan

swasta, kelembagaan penyuluhan swadaya menyediakan

sarana dan prasarana penyuluhan untuk meningkatkan

kapasitas kelembagaan penyuluhan dan kinerja tenaga

penyuluh.

(2) Pemerintah Daerah Provinsi dapat memberikan bantuan

sarana dan prasarana penyuluhan kepada kelembagaan

penyuluhan swasta dan kelembagaan penyuluhan swadaya.

BAB IX

- 15 -

BAB IX

PEMBIAYAAN

Pasal 28

(1) Pembiayaan penyelenggaraan penyuluhan di tingkat

Provinsi bersumber dari APBD Provinsi.

(2) Pembiayaan penyelenggaraan penyuluhan meliputi:

a. biaya operasional kelembagaan penyuluhan;

b. biaya operasional penyuluh PNS;

c. biaya pengadaan dan pemeliharaan sarana dan

prasarana; dan

d. biaya tunjangan profesi bagi penyuluh yang telah

memenuhi syarat kompetensi dan melakukan

penyuluhan.

(3) Pemerintah Daerah Provinsi dapat memberikan bantuan

biaya penyuluhan kepada kelembagaan penyuluhan swasta

dan/atau kelembagaan penyuluhan swadaya sepanjang

sesuai dengan programa penyuluhan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan

penyelenggaraan penyuluhan diatur dalam Peraturan

Gubernur.

BAB X

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 29

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Badan

Koordinasi Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

Provinsi Jawa Timur yang telah ada tetap diakui

keberadaannya dan menjalankan fungsinya sampai dengan

terbentuknya Badan Koordinasi Penyuluhan berdasarkan

Peraturan Daerah ini.

Pasal 30

Kantor Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan sudah harus

dibentuk dan melaksanakan tugas dan fungsinya paling lama 1

(satu) bulan setelah Peraturan Daerah ini diundangkan.

BAB XI

- 16 -

BAB XI

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 31

Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini ditetapkan

paling lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan Daerah ini

diundangkan.

Pasal 32

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan

pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya

dalam Lembaran Daerah Provinsi Jawa Timur.

Ditetapkan di Surabaya

pada tanggal 29 Desember 2012

GUBERNUR JAWA TIMUR

ttd

Dr. H. SOEKARWO

PENJELASAN

- 17 -

Diundangkan di Surabaya

Pada tanggal 6 Pebruari 2013

SEKRETARIS DAERAH

PROVINSI JAWA TIMUR

ttd

Dr. H. RASIYO, MSi

LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

TAHUN 2013 NOMOR 2 SERI D

Sesuai dengan aslinya

an. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI

JAWA TIMUR

Kepala Biro Hukum

ttd

SUPRIANTO, SH.,MH

Pembina Utama Muda

NIP. 19590501 198003 1 010

- 1 -

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

NOMOR 15 TAHUN 2012

TENTANG

PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

I. UMUM

1. Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sebagai bagian

integral pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan merupakan

salah satu upaya pemberdayaan petani, pembudidaya ikan,nelayan dan

pelaku usaha pertanian lain untuk meningkatkan produktivitas,

pendapatan dan kesejahteraannya. Untuk itu kegiatan penyuluhan

pertanian,perikanan dan kehutanan harus dapat mengakomodasikan

aspirasi dan peran aktif petani pembudidaya ikan, nelayan dan pelaku

usaha pertanian, perikanan dan kehutanan lainnya melalui pendekatan

partisipatif. Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan

Kehutanan di masa lalu masih menggunakan pendekatan dari atas ke

bawah (top down) sehingga belum dapat mengakomodasikan aspirasi

dan peran serta aktif yang sebenarnya dari petani pembudidaya ikan,

nelayan dan pelaku usaha pertanian perikanan dan kehutanan lainnya.

Sedangkan paradigma baru manajemen pembangunan adalah

mendorong dan memberikan kesempatan seluas-seluasnya bagi

partisipasi masyarakat, jadi tidak lagi menggunakan pendekatan “top-

down”.

Pengembangan pembangunan pertanian perikanan dan kehutanan di

masa mendatang perlu memberikan perhatian yang khusus terhadap

penyuluhan pertanian, perikanan dan kehutanan, karena penyuluhan

merupakan salah satu kegiatan yang strategis dalam upaya pencapaian

tujuan pembangunan pertanian perikanan dan kehutanan.

Melalui kegiatan penyuluhan, petani pembudidaya ikan, nelayan

ditingkatkan kemampuannya agar dapat mengelola usahanya dengan

produktif, efisien dan menguntungkan, sehingga petani pembudidaya

ikan, nelayan dan keluarganya dapat meningkatkan kesejahteraanya.

Meningkatnya kesejahteraannya adalah tujuan utama dari

pembangunan pertanian perikanan dan kehutanan.

2. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah

(RPJMD) Provinsi Jawa Timur 2009-2014 disebutkan bahwa Strategi

Pembangunan di Provinsi Jawa Timur sudah sesuai dengan kondisi

alam yang ada yaitu bertumpu di sektor pertanian, dimana visi provinsi

Jawa

- 2 -

Jawa Timur yaitu: sebagai pusat agrobisnis terkemuka, berdaya saing

global dan berkelanjutan menuju Jawa Timur makmur dan berakhlak.Visi

ini sangat strategis dan sangat jelas dalam membangun Provinsi Jawa

Timur karena pembangunan pertanian menjadi strategi utama

pembangunan di Jawa Timur dan akan dicapai pada tahun 2025. Oleh

sebab itu, peningkatan produksi pertanian, perikanan dan kehutanan di

Jawa Timur merupakan salah satu kebijakan utama dalam membangun

perekonomian.

Secara umum, alasan utama bagi pembangunan ekonomi yang

bertumpu di sektor pertanian karena adanya anggapan bahwa semakin

maju perekonomian suatu negara maka sektor pertaniannya (termasuk

perikanan dan kehutanan) akan semakin mampu dalam memenuhi

kebutuhan domestiknya. Bahkan di berbagai negara maju, sektor

pertanian dipertahankan sedemikian rupa dengan memberikan subsidi

yang relatif besar ke sektor pertanian, seperti Amerika dan berbagai

Negara Eropa karena mereka berkeyakinan bahwa salah satu indikator

kemajuan suatu negara perlu didukung kecukupan dalam memenuhi

kebutuhan pertanian, khususnya pangan. Suatu paradoks apabila

kemajuan suatu negara tidak diimbangi dengan kemajuan di sektor

pertanian karena tidak ada kontradiksi antara kebutuhan mempercepat

pembangunan pertanian dan penurunan peranan sektor pertanian

terhadap produk domestik bruto (PDB). Di samping itu, ada indikasi

bahwa semakin maju suatu negara maka kesejahteraannya dapat

diukur dengan semakin mampunya suatu negara dalam memenuhi

kebutuhan pangan masyarakat.

Pembangunan pertanian di Indonesia, khususnya di Jawa Timur tidak

terlepas dari peranan penyuluhan pertanian. Dengan kata lain,

Penyuluhan Pertanian adalah salah satu mata rantai penting dalam

pembangunan pertanian di Jawa Timur khususnya dan di Indonesia

pada umumnya.

Sejak Pelita I, peranan penyuluhan pertanian melalui Bimbingan

Masyarakat (BIMAS) dan berbagai program pertanian sangatlah

menonjol terutama dengan dicapainya swasembada beras tahun 1986

melalui revolusi hijau. Dalam pengalaman itu, penyuluhan diakui

mempunyai peranan besar dalam mendorong petani untuk menerapkan

panca usaha tani. Kebijakan penyuluhan merupakan salahsatu

kebijakan pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan yang

tidak boleh ditinggalkan karena sebagai ujung tombak dari seluruh

kebijakan pertanian yang bermuara pada peningkatan produksi,

peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan peningkatan

pendapatan petani.

3. Tantangan

- 3 -

3. Tantangan pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan di Jawa

Timur dalam menghadapi era globalisasi adalah kenyataan bahwa

pertanian perikanan dan kehutanan didominasi oleh usaha kecil yang

dilaksanakan, berlahan sempit, bermodal kecil dan memiliki

produktivitas yang rendah. Kondisi ini memberi dampak yang kurang

menguntungkan terhadap persaingan di pasar global. Oleh karena itu,

diperlukan usaha khusus pemberdayaan melalui pembangunan sistem

penyuluhan pertanian perikanan dan kehutanan yang mampu

membantu petani pembudidaya ikan, nelayan dan pelaku usaha

pertanian perikanan dan kehutanan lain untuk memperbaiki kehidupan

dan penghidupannya serta meningkatkan kesejahteraannya. Salah satu

tonggak untuk pelaksanaan revitalisasi penyuluhan di Indonesia adalah

Diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang

Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan. Undang-

Undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan

merupakan payung hukum di dalam melakukan revitalisasi

penyuluhan yaitu dalam upaya mendudukkan, memerankan,

memfungsikan, dan menata kembali penyuluhan agar terwujud satu

kesatuan pengertian, satu kesatuan korps, dan satu kesatuan arah

serta kebijakan dalam rangka upaya peningkatan kesejahteraan pelaku

utama dan pelaku usaha. Di dalam Undang-Undang Sistem Penyuluhan

Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan tersebut dijelaskan pula perlu

dibentuknya lembaga penyuluhan tingkat Nasional, Provinsi,

Kabupaten/Kota, bahkan sampai di tingkat desa.

Beradasarkan ketentuan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 16 Tahun

2006 disebutkan bahwa di tingkat Provinsi dibentuk Badan Koordinasi

Penyuluhan dan Komisi Penyuluhan.

Oleh karena itu, lahirnya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur

tentang Penyelenggaraan Koordinasi Penyuluhan merupakan langkah

maju untuk menata kelembagaan penyuluhan pemerintah di Provinsi

Jawa Timur serta penyelenggaraan koordinasi penyuluhan di wilayah

Provinsi Jawa Timur.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas

Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas kerjasama” yaitu penyelenggaraan

penyuluhan harus diselenggarakan secara sinergis dalam

kegiatan pembangunan pertanian, perikanan, dan kehutanan

serta sektor lain yang merupakan tujuan bersama antara

pemerintah dan masyarakat.

Huruf b

- 4 -

Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas koordinatif” ialah penyelenggaraan

penyuluhan diselenggarakan oleh kelembagaan penyuluhan.

Dalam menyelenggarakan penyuluhan tersebut, kelembagaan

penyuluhan harus saling berkoordinasi baik dalam menyusun

kebijakan, programa, strategi, materi maupun metode

penyuluhan.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “asas pemerataan” yaitu penyelenggaraan

penyuluhan harus dapat dilaksanakan secara merata bagi

seluruh wilayah Jawa Timur dan segenap lapisan pelaku utama

dan pelaku usaha.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas pemberdayaan” yaitu

penyelenggarakan penyuluhan harus mampu memberdayakan

penyuluh secara optimal baik penyuluh PNS, penyuluh swasta

dan penyuluh swadaya.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas keberlanjutan” yaitu

penyelenggaraan penyuluhan dengan upaya secara terus menerus

dan berkesinambungan agar pengetahuan, keterampilan, serta

perilaku pelaku utama dan pelaku usaha semakin baik dan

sesuai dengan perkembangan sehingga dapat terwujud

kemandirian.

Pasal 3

Huruf a

Angka 1

Yang dimaksud dengan “antar kelembagaan penyuluhan

pemerintah” adalah kelembagaan penyuluhan pemerintah

di tingkat Provinsi yaitu Badan Koordinasi Penyuluhan,

kelembagaan penyuluhan pemerintah di tingkat

Kabupaten/Kota yaitu Badan Pelaksana Penyuluhan

sampai dengan kelembagaan penyuluhan pemerintah di

tingkat desa harus saling berkoordinasi dalam

menyelenggarakan penyuluhan.

Angka 2

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

- 5 -

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Cukup jelas.

Pasal 7

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “penyuluhan lainnya” misalnya

mendapatkan penyuluhan mengenai programa, meetode dan

materi penyuluhan serta rencana kerja tahunan penyuluh.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Cukup jelas.

Pasal 11

Huruf a

Yang dimaksud dengan “Satuan Administrasi Pangkal” adalah

tempat untuk segala urusan administrasi penyuluh PNS seperti

penetapan angka kredit.

Secara

- 6 -

Secara fungsional penyuluh PNS berada di dinas-dinas, namun

secara administratif penyuluh PNS berada di Badan Koordinasi

Penyuluhan.

Ketentuan ini adalah untuk menjadikan Badan Koordinasi

Penyuluhan sebagai induk bagi penyuluh PNS di wilayah Provinsi

Jawa Timur. Namun, penyuluh PNS tersebut tetap melaksanakan

penyuluhan sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

- 7 -

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Wadah atau forum komunikasi penyuluh berkedudukan sebagai

wadah komunikasi dan koordinasi antara penyuluh PNS, penyuluh

swasta dan swadaya. Penyuluh PNS dapat membentuk wadah atau

forum komunikasi penyuluh PNS, penyuluh swasta atau penyuluh

swadaya juga dapat membentuk wadah atau forum komunikasi

penyuluh swasta atau forum komunikasi penyuluh swadaya. Selain

itu, penyuluh PNS, penyuluh swasta dan penyuluh swadaya dapat

membentuk wadah atau forum komunikasi penyuluh secara bersama-

sama.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

- 8 -

Pasal 31

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR

NOMOR 22