percobaan 3 praktikum kimia fisika
DESCRIPTION
prakikum kimia fisika 2TRANSCRIPT
Kata saponifikasi atau saponify berarti membuat sabun berasal dari bahasa Latin sapon
yang berarti sabun dan –fy adalah akhiran yang berarti membuat. Bangsa Romawi kuno mulai
membuat sabun sejak 2300 tahun yang lalu dengan memanaskan campuran lemak hewan dengan
abu kayu. Pada abad 16 dan 17 di Eropa sabun hanya digunakan dalam bidang pengobatan.
Barulah menjelang abad 19 penggunaan sabun meluas. Reaksi saponifikasi adalah reaksi
hidrolisis antara basa-basa alkali dengan asam lemak yang akan menghasilkan gliserol dan garam
yang disebut sebagai sabun
Sabun dibuat dari proses saponifikasi lemak hewan dan dari minyak. Gugus induk lemak
yang terdiri dari rantai hidrokarbon panjang (C-12 sampai C18) yang berikatan membentuk
gugus karboksil. Asam lemak rantai pendek jarang digunakan karena menghasilkan sedikit busa.
Reaksi saponifikasi tidak lain adalah hidrolisis basa suatu ester dengan alkali (NaOH, KOH).
Sabun merupakan garam dari asam lemah, larutannya agak basa karena adanya hidrolisis parsial.
Saponification Value atau SAP merupakan suatu nilai yang menunjukan berapa banyak basa
yang dibutuhkan untuk mereaksikan lemak atau minyak secara sempurna
Sabun dapat dibuat melalui proses batch atau kontinu Pada proses batch, lemak atau
minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika
penyabunan telah selesai, garam garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air
yang mengaundung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi
dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol
kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan
direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan
membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa
pengolahan lebih lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi
ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan
diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun
wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di dalamnya).
Pada proses kontinu, yaitu yang biasa dilakukan sekarang, lemak atau minyak hidrolisis
dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti sabun seng. Lemak atau
minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol
yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asam-asam
ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun.
Pada umumnya, alkali yang digunakan dalam pembuatan sabun pada umumnya hanya
NaOH dan KOH, namun kadang juga menggunakan NH4OH. Sabun yang dibuat dengan NaOH
lebih lambat larut dalam air dibandingkan dengan sabun yang dibuat dengan KOH. Sabun yang
terbuat dari alkali kuat (NaOH, KOH) mempunyai nilai pH antara 9,0 sampai 10,8 sedangkan
sabun yang terbuat dari alkali lemah (NH4OH) akan mempunyai nilai pH yang lebih rendah yaitu
8,0 sampai 9,5. Alkali dapat mambahayakan beberapa jenis tekstil, sabun juga tidak dapat
berfungsi jika pH larutan terlalu rendah. Karena rantai karbon yang panjang akan mengendap
seperti buih. Misalnya sabun dari natrium stearat, akan berubah menjadi asam stearat dalam
suasana asam.
Selain itu sabun biasanya membentuk garam dengan ion-ion kalsium, magnesium, atau
besi dalam air sadah (hard water). Garam-garam tesebut tidak larut dalam air. Garam yang tidak
larut dalam air itu membuat warna coklat pada dinding kamar mandi, kerah baju, atau warna
kusam pada pakaian dan rambut. Masalah tersebut dipecahkan dengan beberapa cara. Misalnya
dengan mengurangi ion-ion kalsium dan magnesium dan menggantinya dengan ion-ion natrium,
atau yang dikenal dengan air lunak. (soft water). Selain itu bisa juga dengan menambahkan fosfat
pada sabun, karena fosfat membentuk kompleks dengan ion-ion logam, larut dalam air, sehingga
mencegah ion-ion tersebut membentuk garam taklarut dengan sabun. Namun penggunaan
fosfet harus dibatasi, karena jika ikut mengalir dalam danau atau sungai fosfat yang juga
berfungsi sebagai pupuk akan merangsang tumbuhnya tanaman sedemikian besar
sehingga tanaman menghabiskan oksigen terlarut dalam air dan menyebabkan ikan-ikan
mati. Cara lain misalnya dengan mengganti gugus ionik karboksilat pada sabun dengan gugus
sulfat atau sulfonat. Cara inilah yang mendasari terbentuknya detergen.
Meskipun meupakan bahan utama pembentuk sabun, namun ternyata alkali mempunyai
dampak negatif bagi kulit. Beberapa penyelidik mengetahui bahwa alkali lebih banyak merusak
kulit dibandingkan dengan kemampuannya menghilangkan bahan berminyak dari kulit .
Meskipun demikian dalam penggunaannya dengan air, sabun akan mengalami proses hidrolis.
Untuk mendapatkan sabun yang baik maka harus diukur sifat alkalisnya, yakni pH antara 5,8
sampai 10,5. Pada kulit yang normal kemungkinan pengaruh alkali lebih banyak. Beberapa
penyakit kulit sensitif terhadap reaksi alkalis, dalam hal ini pemakaian sabun merupakan kontra
indikasi. pH kulit normal antara 3-6, tetapi bila dicuci dengan sabun, pH kulit akan naik menjadi
9, meskipun kulit cepat menjadi normal kembali, tapi mungkin saja perubahan ini tidak
diinginkan pada penyakit kulit tertentu.
Henie. 2007. Definisi Saponifikasi dan sejarah singkat pembuatan sabun. Online:
http://soapmakersdiary.wordpress.com/2007/10/31/definisi-saponifikasi-dan-sejarah-
singkat-pembuatan-sabun/. Diakses tanggal 04 April. 2013.
Prawira. 2008. REAKSI SAPONIFIKASI PADA PROSES PEMBUATAN SABUN . Online:
http://yprawira.wordpress.com/reaksi-saponifikasi-pada-proses-pembuatan-sabun/.
Diakses tanggal 05 April 2013.
Theddy. 2010. Saponifikasi. Online: http://smart-fresh.blogspot.com/2010/12/saponifikasi.html.
Diakses tanggal 04 April 2013.
Anonim. 2012. Saponifikasi. Online: http://id.wikipedia.org/wiki/Saponifikasi. Diakses tanggal
04 April 2013.