perbedaan perilaku menolong pada siswa kelas vi sd di...

37
PERBEDAAN PERILAKU MENOLONG PADA SISWA KELAS VI SD DI SEKOLAH BERBASIS AGAMA DENGAN SISWA KELAS VI SD DI SEKOLAH TIDAK BERBASIS AGAMA (UMUM) DI SALATIGA Oleh: KERENHAPUKH REBECCA WAAS 80 2008 131 TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Upload: vukhanh

Post on 08-Mar-2019

235 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

PERBEDAAN PERILAKU MENOLONG PADA SISWA KELAS VI SD

DI SEKOLAH BERBASIS AGAMA DENGAN SISWA KELAS VI SD DI

SEKOLAH TIDAK BERBASIS AGAMA (UMUM) DI SALATIGA

Oleh:

KERENHAPUKH REBECCA WAAS

80 2008 131

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi

Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar

Sarjana Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya
Page 3: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya
Page 4: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya
Page 5: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya
Page 6: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya
Page 7: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

i

ABSTRAK

Jenis penelitian ini adalah penelitian perbedaan yang bertujuan untuk

mengetahui perbedaan perilaku menolong pada siswa kelas VI SD di sekolah

berbasis agama dengan siswa kelas VI SD di sekolah tidak berbasis agama

(Umum) di Salatiga. Sebanyak 80 siswa yang terdiri dari 40 siswa yang

bersekolah di sekolah berbasis agama, dan 40 siswa yang bersekolah di

sekolah tidak berbasis agama, diambil sebagai sampel. Metode penelitian yang

dipakai dalam pengumpulan data dengan metode skala, yaitu skala perilaku

menolong. Teknik analisa data yang dipakai adalah teknik uji-t. Dari hasil uji

beda diperoleh nilai t sebesar 5,562 dengan signifikansi = 0,000 (p< 0,05) yang

berarti ada perbedaan antara perilaku menolong pada siswa kelas VI SD di

sekolah berbasis agama dengan siswa kelas VI SD di sekolah yang tidak

berbasis agama (umum).

Kata Kunci : Perilaku Menolong, Siswa Kelas VI SD, Status Sekolah

Page 8: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

ii

ABSTRACT

This research is research that aims to determine the differences in

helping behavior differences in sixth grade students in religious schools with

sixth grade students in the school is not based on religion (General) in

Salatiga. A total of 80 students, which consisted of 40 students who attend

religious schools, and 40 students who attend the school are not based on

religion, taken as a sample. The research method used in data collection

methods scale, the scale of helping behavior. Data analysis technique used

is a t-test techniques. Of different test results obtained t value of 5.562 with

a significance = 0.000 (p <0.05), which means there is a difference between

the behavior of helping behavior in sixth grade students in religious schools

with sixth grade students in schools that are not based on religion (general).

Keywords: Helping Behavior, Grade VI Elementary School, School Status

Page 9: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

1

PENDAHULUAN

Siswa bisa diartikan sebagai seseorang yang datang ke suatu lembaga untuk

memperoleh atau mempelajari beberapa tipe pendidikan. Seorang siswa adalah

individu yang mempelajari ilmu pengetahuan berapa pun usianya, dari mana pun

asalnya, siapa pun, dan dalam bentuk apa pun, dengan biaya apa pun untuk

meningkatkan intelek dan moralnya dalam rangka mengembangkan dan

membersihkan jiwanya dan mengikuti jalan kebaikan (Ali, 2005). Siswa sekolah

dasar (SD) kelas V atau VI dapat dikatakan sebagai masa kanak-kanak akhir yang

berlangsung pada usia 11 atau 12 tahun. Pada masa ini, siswa SD tersebut

memiliki karakteristik utama yaitu menampilkan perbedaan-perbedaan individual

dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya perbedaan dalam

intelegensi, kemampuan kognitif dan bahasa, serta perkembangan kepribadian dan

perkembangan fisik. Perkembangan masa kanak-kanak akhir merupakan

kelanjutan dalam masa awal anak-anak. Periode ini berlangsung dari usia 6 tahun

hingga tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Permulaan masa

kanak-kanak akhir ini ditandai dengan masuknya anak ke kelas satu sekolah dasar.

Bagi sebagian besar anak, hal ini merupakan perubahan besar dalam pola

kehidupannya. Sebab, masuk kelas satu merupakan peristiwa penting bagi anak

yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan dalam sikap, nilai, dan perilaku

(Gunarsa, 2003).

Seperti yang dikemukakan oleh Norman (dalam Wildaniah, 2013), manusia

sejak lahir dikaruniai potensi sosialitas, artinya setiap individu memiliki

kemampuan untuk mencapai tujuan hidupnya, tetapi juga merupakan sarana untuk

pertumbuhan dan perkembangan kepribadiannya. Karena manusia pada

Page 10: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

2

hakikatnya adalah makhluk sosial yang membutuhkan kerjasama, empati, simpati,

saling berbagi dan saling menolong dengan sesamanya. Salah satu aspek

perkembangan anak adalah perkembangan sosial yaitu kemampuan berperilaku

yang sesuai dengan lingkungan sosial. Salah satu aspek penting yang

membedakan manusia dengan makhluk lain adalah derajat saling tolong

menolong, kerja sama, dan memiliki kepedulian antar sesama manusia

Santrock (2002) mendefinisikan perilaku menolong adalah mengutamakan

memberi pertolongan kepada individu lain dengan mengabaikan hak-hak pribadi

atau kepentingan sebagai individu. Sedangkan Damon (dalam Santrock, 2002)

memaparkan urutan dalam perkembangan perilaku menolong, yaitu: Pertama,

pada usia 3 tahun, anak disibukkan dengan tugas perkembangan di lingkungan

teman sebaya dimana anak sudah mampu menerapkan perilaku menolong atau

berbagi kepada teman-temannya namun tanpa dilandasi dengan alasan yang jelas

mengapa perilaku menolong tersebut terjadi. Kedua, pada usia 4 tahun, terjadi

proses perkembangan dimana anak mulai mengerti bagaimana dan mengapa

seharusnya individu menolong orang lain, proses ini terjadi dengan adanya

dorongan motivasi dari orang terdekat anak. Ketiga, memasuki masa sekolah,

anak sudah mampu memunculkan ide atau gagasan-gagasan mengenai cara

menetapkan keadilan dikaitkan dengan perilaku menolong orang lain. Keempat,

pertengahan hingga akhir sekolah dasar, mulai terbentuk konsep-konsep penting

mengenai keberhasilan atau kepuasan prestasi anak dan nilai-nilai serta norma

perilaku menolong mulai diterapkan.

Pada hakikatnya, perilaku menolong sangat penting dalam kehidupan

bermasyarakat. Terutama saat kita dihadapkan pada posisi yang sulit pasti kita

Page 11: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

3

akan meminta tolong kepada orang lain. Sama halnya dengan saat kita

membutuhkan bantuan, orang lain pun juga membutuhkan bantuan kita

(Rochmawati, 2013).

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak lepas dari tolong menolong.

Setinggi apapun kemandirian seseorang, pada saat-saat tertentu individu itu akan

membutuhkan orang lain. Perilaku menolong merupakan pemberian pertolongan

pada orang lain tanpa mengharap adanya keuntungan pada diri orang yang

menolong. Secara teoritis kondisi yang demikian sulit didapatkan, terutama pada

jaman sekarang. Seandainya ada, frekuensinya akan sangat kecil (Muhari &

Pratiwi, 2014). Perilaku menolong ini lebih banyak digunakan dengan istilah

perilaku prososial. Perilaku prososial didefinisikan sebagai perilaku yang

memiliki konsekuensi positif pada orang lain. Bentuk yang paling jelas dari

perilaku prososial ini adalah perilaku menolong. Individu yang mempunyai latar

belakang kepribadian yang baik, cenderung mempunyai orientasi sosial yang

tinggi sehingga lebih mudah memberikan pertolongan. Perilaku prososial tidak

lepas dari kehidupan manusia dalam interaksinya di masyarakat. Interaksi

manusia ini tidak terlepas dari perbuatan tolong-menolong, karena dalam

kenyataan kehidupannya meskipun manusia dikatakan mandiri, pada saat tertentu

masih membutuhkan pertolongan orang lain (Muhari & Pratiwi, 2014).

Di sekolah sering dijumpai istilah anak bermasalah, berperilaku sulit, nakal,

dan sebagainya. Agar anak lebih mudah diterima di lingkungannya, anak-anak

juga dapat melakukan tindakan-tindakan yang sesuai dengan norma-norma sosial.

Individu dalam suatu masyarakat biasanya melakukan hal-hal yang dapat diterima

dalam budaya masyarakat tertentu. Sebagai contoh anak yang masuk dalam

Page 12: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

4

lingkungan yang baru akan lebih mudah diterima dalam lingkungan tersebut jika

anak tersebut baik terhadap anak lain, suka menolong, dan lain sebagainya

(Twenge, Ciarocco, & Baumeister, 2007). Kenyataan di lapangan saat ini pada

siswa SD dari hasil pengamatan peneliti masih banyak siswa yang menunjukkan

perilaku sosial yang rendah baik di luar kelas maupun di dalam kelas seperti:

kurang mau menolong satu sama lain saat ada temannya yang dalam kesusahan

baik itu dalam pelajaran dan pergaulan, saat guru meminta tolong untuk

membantu menghapus papan tulis, siswa tersebut malah mengabaikan permintaan

guru dan menganggu temannya yang lain. Saat ada temannya yang jatuh siswa

tersebut bukan membantunya untuk berdiri malah menertawakannya.

Perilaku menolong adalah setiap tindakan yang memberikan keuntungan bagi

orang lain daripada terhadap diri sendiri (Wrightsman & Deaux, 1981). Kegiatan

menolong dapat dilihat pada anak kecil. Strayer, Wareing, dan Ruston (dalam

Sears, Jonathan, & Anne, 1991) mengamati anak-anak yang berusia 3 sampai 5

tahun bermain di taman bermain universitas. Rata-rata, setiap anak melakukan 15

tindakan menolong per jam, yang berkisar dari tindakan memberikan mainan pada

anak lain, menghibur teman yang sedih, atau menolong guru yang membutuhkan

bantuan.

Menurut Havighurtz (dalam Hurlock, 1997), kesadaran sosial pada usia SD

berkembang dengan pesat. Menjadi pribadi sosial merupakan salah satu tugas

perkembangan yang utama dalam periode ini. Perilaku sosial merupakan suatu

perilaku yang dapat terjadi pada siapa saja, mulai dari anak-anak hingga dewasa

sebagai makhluk sosial dan sebagai bagian dari suatu masyarakat. Setiap orang

punya kecenderungan untuk melakukan tindakan prososial atau tidak, sehingga

Page 13: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

5

setiap individu mempunyai kesempatan yang sama untuk melakukan tindakan

prososial atau tidak. Begitu pula pada anak-anak sangat memungkinkan untuk

melakukan tindakan prososial (Muhari & Pratiwi, 2014).

Fenomena-fenomena yang terjadi di Indonesia sekarang ini baik orang

dewasa maupun anak-anak hanya sedikit saja yang melakukan perilaku menolong

terhadap sesamanya, orang dewasa melakukan tindakan menolongnya pada orang-

orang yang dikenalnya. Fenomena ini sering terlihat ketika ada orang mengalami

kesulitan, sering tidak mendapat bantuan dari orang lain. Sebagian orang, ketika

menyaksikan orang lain dalam kesulitan, langsung membantunya sedang yang

lain barangkali diam saja meskipun mampu melakukannya. Ada juga yang

menimbang-nimbang lebih dahulu sebelum bertindak, serta ada pula yang ingin

membantu, tetapi motifnya bermacam-macam (Mahmud, 2003). Fenomena-

fenomena tersebut diperkuat oleh beberapa hasil penelitian, seperti yang

dilakukan oleh Sears (dalam Mahmud, 2003) menemukan bahwa beberapa orang

tetap memberikan bantuan kepada orang lain meskipun kondisi situasional

menghambat usaha pemberian bantuan tersebut, sedangkan yang lain tidak

memberikan bantuan meskipun berada dalam kondisi yang sangat baik.

Selanjutnya Staub (dalam Mahmud, 2003) menemukan bahwa orang sering tidak

turun tangan membantu orang lain yang benar-benar memerlukan. Seterusnya,

Foa & Foa (dalam Mahmud, 2003) menemukan bahwa setiap bertindak

membantu orang lain, orang mempertimbangkan untung-ruginya.

Faktor yang juga dianggap mempengaruhi perilaku prososial anak adalah

sekolah. Di mana sekolah sebagai salah satu lingkungan pendidikan yang terdiri

dari berbagai macam individu dengan segala perbedaan, masing-masing sangat

Page 14: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

6

memungkinkan anak untuk dapat mengembangkan perilaku prososialnya karena

di sekolah mereka berinteraksi dengan orang yang berbeda dan belajar menerima

perbedaan tersebut (Sears et al , 1991). Lingkungan sekolah juga merupakan

faktor perkembangan perilaku anak, sekolah merupakan lembaga pendidikan

formal yang memiliki peran sangat penting pada perkembangan kepribadian

seorang individu. Lembaga Pendidikan menjadi salah satu kekuatan besar dalam

membentuk sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas hidup dan martabat

bangsa. Keberadaan sekolah sangat penting karena kemajuan zaman menuntut

setiap generasi muda untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih yang mungkin

saja tidak didapatkan dirumah. Lembaga ini merupakan tempat di tanam dan

dikembangkannya nilai-nilai etik, moral dan spiritual. Di samping belajar, seorang

siswa juga dapat mengembangkan bakat, minat dan kemampuannya melalui

berbagai kegiatan yang telah diselenggarakan oleh pihak sekolah salah satunya

yaitu ekstrakurikuler. Di sekolah, anak diajarkan berbagai macam hal positif

untuk membentuk kepribadiannya (Rochmawati, 2013).

Lingkungan sekolah memberi pengaruh yang tidak kecil dalam

perkembangan kepribadian anak karena anak mulai belajar mengenal peraturan

sekolah, otoritas guru, kedisiplinan, kebiasaan bergaul, cara belajar, dan berbagai

tuntutan sekolah yang akan memperkaya kepribadian anak dalam proses

sosialisasi (Samuel,1981).

Melalui sekolah, anak belajar untuk mengetahui dan membangun keahlian serta

membangun karakteristik mereka sebagai bekal menuju kedewasaan. “For most

children, entering the first grade signal a change a from being a “homechild” to

being a “schoolchild” a situation in which new roles and obligations are

Page 15: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

7

experiences (Santrock, 2004) yang artinya bagi kebanyakan anak, memasuki kelas

satu sinyal perubahan dari menjadi "homechild" untuk menjadi "anak sekolah"

suatu situasi dimana peran dan kewajiban baru merupakan pengalamannya.

Jenis lingkungan sekolah sangat beragam tergantung dari sistem yang dianut

di sekolah dalam mendidik siswa-siswanya dan perbedaan sistem pendidikan bisa

disebabkan karena titik berat materi yang disusun dalam kurikulum yang

diberlakukan di sekolah. Salah satu sistem pendidikan yang ada di Indonesia

adalah sekolah berbasis agama dan sekolah umum atau sekolah berbasis non

agama. Sekolah berbasis agama memberikan materi pendidikan agama yang lebih

besar porsinya dibandingkan dengan Sekolah Umum. Sekolah berbasis agama

juga mengedepankan agar para siswa-siswinya berkarakter sesuai dengan agama

yang dianutnya yang memiliki dasar agama yang benar sejak masa kanak-kanak

dan membantu individu tersebut agar bersikap sesuai dengan etika agama masing-

masing pada lingkungan dan orang sekitar (Purnamasari, Ekowani, & Fadhila,

2004). Pendidikan sekolah dasar yang berbasis keagamaan adalah suatu

pendidikan sekolah dasar yang menggunakan kurikulum sekolah dasar namun

berbasis pada keagamaan yang meliputi: pendidikan keimanan (IMTAQ),

pendidikan akhlak (budi pekerti), dan pendidikan akal dan teknologi (IPTEK)

(Khasanah, 2012). Sedangkan sekolah umum atau sekolah berbasis non agama

hanya menjadikan agama sebagai salah satu mata pelajaran dan hanya diberikan

selama dua jam selama satu minggu (Putri, 2012).

Berdasarkan observasi dan hasil wawancara penulis di SD Fransiscus

Xaverius (Marsudirini 78) Salatiga pada bulan Agustus 2013 pada salah satu guru

menjelaskan bahwa sekolah berbasis agama menekankan agar para siswa dan

Page 16: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

8

siswi mereka dapat menjadi anak yang takut akan Tuhan, mengasihi sesama

manusia dan mempraktekkan nilai-nilai keagaaman pada sesama di lingkungan

sekolah ataupun luar sekolah baik itu hal kecil atau besar. Dan juga salah satu

guru SD Kanisius Cungkup Salatiga mengatakan bahwa setiap 1 bulan sekali

murid-murid diajarkan untuk mengisi acara dalam Gereja pada hari minggu baik

itu bernyanyi ataupun melakukan tindakan amal dengan menolong orang-orang

yang sedang terkena musibah seperti mengumpulkan sumbangan berupa uang,

pakaian, dan lain sebagainya. Guru-guru juga mengajarkan siswa mereka agar

turut membantu dan menolong sesama mereka lewat tindakan-tindakan mulia

tanpa imbalan tanpa melihat suku, budaya atau agama orang yang ditolong.

Sedangkan pada sekolah umum lebih menitikberatkan hasil atau nilai prestasi

belajar siswa mereka dan hasil proses pembelajaran di sekolah mereka.

Penelitian tentang perilaku menolong ini hanya diteliti di lingkungan sekolah

menengah saja padahal menurut Strayer, Wareing & Ruston (dalam Sears et al ,

1991), yang dibuktikan melalui penelitian psikologis menyatakan bahwa perilaku

prososial ini juga dapat dilihat dari penelitian yang sudah ada pada anak kecil

yang berusia 3 sampai 5 tahun dan juga penelitian lainnya seperti penelitian

Cristiana (2009) pada Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata

menunjukkan ada perbedaan perilaku menolong pada anak TK sebelum dan

sesudah diberikan pembelajaran bercerita dengan panggung boneka dimana lebih

tinggi perilaku menolong mereka sesudah diberikan pembelajaran tersebut.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Arsyad (2013) pada Fakultas Ilmu Sosial dan

Humaniora Universitas Islam Sunan Kalijaga terdapat perbedaan tingkat prososial

antara siswa pondok pesantren dengan siswa sekolah umum dimana perilaku

Page 17: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

9

siswa pondok pesantren lebih tinggi dibandingkan siswa sekolah umum.

Sedangkan penelitian lain yang dilakukan oleh Purnamasari, Ekowarni, & Fadhila

(2004) yang meneliti tentang perbedaan intensi prososial siswa SMUN dan MAN

di Yogyakarta menemukan bahwa tidak ada perbedaan intensi prososial siswa

SMUN dan MAN di Yogyakarta. Dari hal tersebut peneliti tertarik melakukan

suatu penelitian apakah terdapat perbedaan perilaku menolong pada siswa kelas

VI SD di sekolah berbasis agama dengan siswa kelas VI SD di sekolah berbasis

non agama di Salatiga.

Dari uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

terhadap perbedaan perilaku menolong pada siswa kelas VI SD di sekolah

berbasis agama dan siswa kelas VI SD di sekolah tidak berbasis agama (umum) di

Salatiga.

Tinjauan Pustaka

Perilaku Menolong

Perilaku menolong adalah setiap tindakan yang memberikan keuntungan bagi

orang lain daripada terhadap diri sendiri (Wrightsman & Deaux, 1981).

Sedangkan Deaux, Dane, & Wrightsman (dalam Sarwono, Meinarno, & Tim

Penulis Psikologi UI, 2009) mengatakan bahwa yang lebih diutamakan adalah

kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan diri sendiri, terutama dalam

situasi darurat. Sedangkan Patmonodewo (dalam Cristiana, 2009), menegaskan

bahwa perilaku menolong adalah sesuatu yang dipelajari bukan sekedar hasil dari

kematangan, karena kemampuan sosialisasi merupakan hasil belajar. Sekolah

sebagai lingkungan kedua bagi anak setelah lingkungan keluarga mempunyai

peranan besar dalam mengoptimalkan proses belajar sosial bagi anak.

Page 18: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

10

Perilaku menolong menurut Wrightsman dan Deaux (1981) dibedakan

berdasarkan tiga bentuk aspek, yaitu:

a. Favor dapat diartikan sebagai tindakan menolong orang lain, dimana usaha

membantu tersebut tidak banyak membutuhkan pengorbanan (pengorbanan

yang kecil). Pengorbanan yang dimaksudkan disini berupa pengorbanan

tenaga/usaha dan waktu.Walaupun pengorbanan yang diberikan pelaku kecil,

namun dampak dari tindakan ini menguntungkan bagi orang lain. Jadi, cost

yang harus diberikan oleh mereka yang melakukan perilaku ini tidaklah begitu

besar, dalam arti tidak melibatkan pengorbanan yang memberatkan pelakunya.

b. Donation. Perilaku ini disebut juga dengan perilaku menyumbang terhadap

seseorang atau organisasi yang memerlukan. Tindakan ini membutuhkan

pengorbanan materi berupa uang atau barang.

c. Intervention in Emergency merupakan perilaku memberikan pertolongan

kepada orang lain yang dilakukan dalam kondisi stressful atau pada situasi

gawat darurat, dengan kemungkinan keuntungan yang sangat kecil bagi yang

melakukan. Dalam melakukan tindakan ini dapat mengundang ancaman

keselamatan diri dari penolong. Oleh karena itu, penolong berkorban besar

dan kemungkinan mendapatkan keuntungan yang sangat kecil dari tindakan

ini. Contoh: membantu menyelamatkan orang yang hanyut di sungai.

Tipe-tipe Perilaku Menolong

Menurut Rushton, Chrisjohn, & Fekken (dalam Bekkers & Wilhelm, 2007),

ada sepuluh tipe-tipe perilaku menolong, yaitu :

1. Mengembalikan uang yang berlebih kepada kasir.

2. Mendahulukan orang lain dalam antrian.

Page 19: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

11

3. Menawarkan tempat duduk kepada orang lain yang sedang berdiri dalam

sebuah bus, atau di sebuah tempat umum.

4. Membawakan barang/milik orang lain, seperti tas belanja.

5. Memberikan makanan atau uang kepada pengemis.

6. Menjaga milik orang lain ketika orang tersebut sedang pergi.

7. Meminjamkan sesuatu yang bernilai kepada orang lain.

8. Memberikan uang untuk amal (charity).

9. Melakukan pekerjaan sukarela untuk amal (charity).

10. Mendonorkan darah.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menolong

Faktor situasional yang meningkatkan atau menghambat perilaku menolong:

1. Kehadiran orang lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Darley dan Latane kemudian Latane dan

Robin (1969) menunjukkan hasil bahwa orang yang melihat kejadian darurat

akan lebih suka memberi pertolongan apabila mereka sendirian daripada

bersama orang lain. Sebab dalam situasi kebersamaan, seseorang akan

mengalami kekaburan tanggung jawab (dalam Purba, 2008).

Staub (1978) justru menemukan kontradiksi dengan fenomena di atas,

karena dalam penelitiannya terbukti bahwa individu yang berpasangan atau

bersama orang lain lebih suka bertindak prososial dibandingkan bila individu

seorang diri. Sebab dengan kehadiran orang lain akan mendorong individu

untuk lebih mematuhi norma-norma sosial yang dimotivasi oleh harapan

mendapat pujian (dalam Purba, 2008).

Page 20: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

12

2. Menolong orang yang disukai (Helping Those You Like).

Kebanyakan penelitian lebih tertarik meneliti pertolongan yang diberikan

seseorang kepada orang asing, karena sudah jelas orang tersebut akan sangat

cenderung menolong anggota keluarga dan teman. Seseorang akan cenderung

menolong orang asing yang menjadi korban, jika si korban tersebut memiliki

persamaan (usia, ras) dengan si penolong tersebut (Baron, Byrne, &

Branscombe, 2006).

3. Menolong orang yang meniru kita (Helping Those Mimic Us).

Salah satu yang mempengaruhi perilaku prososial adalah mimicry, yaitu

kecenderungan otomatis untuk meniru perilaku orang lain yang berinteraksi

dengan kita. Penelitian menunjukkan bahwa mimicry meningkatkan

kecenderungan terlibat dalam perilaku menolong ini. Efek ini ini terjadi

karena imitasi adalah sebuah aspek penting dari belajar dan akulturasi (Baron

et al, 2006). Ini sesuai dengan pendapat Bandura (dalam Schultz & Schultz,

1994) yang menyatakan bahwa seseorang belajar menolong melalui proses

imitasi. Imitasi dapat mendorong individu atau kelompok untuk melaksanakan

perbuatan-perbuatan yang baik, karena dengan mengikuti suatu contoh yang

baik akan merangsang seseorang untuk melakukan perilaku yang baik pula

(Purba, 2008).

4. Menolong orang yang tidak bertanggung-jawab terhadap masalahnya (Helping

Those Who Are Not Responsible for Their Problem).

Kita akan cenderung menolong orang lain yang masalah yang dialaminya

terjadi bukan karena kesalahannya. Misalnya, ketika orang menemukan

seorang pria yang tergeletak, tidak sadarkan diri di jalan,dengan botol

Page 21: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

13

minuman keras yang kosong di sampingnya akan cenderung kurang

menunjukkan perilaku menolong di bandingkan jika pria yang tergeletak di

jalan itu adalah seorang pria berpakaian mahal dengan luka di kepalanya

karena hal ini mengindikasikan bahwa pria tersebut adalah korban kekerasan

saat sedang di jalan (Baron et al, 2006).

5. Adanya model ( Exposure to Prosocial Models).

Kehadiran orang lain yang berperilaku menolong menimbulkan social

model, dan hasilnya adalah sebuah peningkatan dalam perilaku menolong

pada orang lain yang melihatnya. Selanjutnya, model prososial dalam media

massa juga memberi kontribusi dalam menciptakan norma sosial dalam

perilaku prososial. Dengan menonton perilaku prososial pada televisi

meningkatkan kejadian dari perilaku prososial dalam kehidupan nyata (Baron

et al, 2006).

Jenis Sekolah Dasar

Jenis lingkungan sekolah sangat beragam tergantung dari sistem yang dianut

di sekolah dalam mendidik siswa-siswanya dan perbedaan sistem pendidikan bisa

disebabkan karena titik berat materi yang disusun dalam kurikulum yang

diberlakukan di sekolah.

1. Sekolah Dasar Berbasis Agama

Sekolah dasar berbasis agama adalah salah satu jenjang pendidikan

formal yang bernaung di bawah institusi agama, yang mengajarkan mata

pelajaran umum, dan agama, mempraktikkan aktivitas keagamaan dan budaya

bernafaskan agama. Sekolah berbasis agama memberikan mata pelajaran

agama lebih dominan diajarkan dan juga siswa di tuntut untuk selalu

Page 22: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

14

mempraktikan atau mengaplikasikan ajaran agama kedalam aktivitas atau

kegiatan sehari-hari. Dalam pelaksanaannya sekolah berbasis agama

memasukan unsur keagamaan dalam proses pembelajaran ataupun dalam

materi pelajaran yang disampaikan dalam porsi yang lebih daripada sekolah

tidak berbasis agama (umum) (Ali, 2009).

2. Sekolah Dasar Tidak Berbasis Agama (Umum)

Sekolah dasar tidak berbasis agama (swasta ataupun negeri) adalah sekolah

yang menciptakan individu yang bermutu dengan keseimbangan pendidikan

kecerdasan intelektual, kecerdasan spiritual dan untuk menciptakan kualitas

pendidikan yang lebih baik dan bermutu, agar individu tersebut mampu bersaing

di Dunia luar dimana sekolah dasar tidak berbasis agama lebih memperhatikan

perkembangan dan kemajuan prestasi siswa. Sekolah dasar tidak berbasis agama

lebih mengedepankan agar kualitas nilai akademik siswa yang dihasilkan sesuai

dengan kompetensi pendidikan sekolah (Imron, 2011). Sekolah dasar tidak

berbasis agama menjadikan agama sebagai salah satu mata pelajaran dan hanya

diberikan selama dua jam selama satu minggu (Putri, 2012).

Masa Kanak-kanak Akhir

Menurut Hurlock (1997), masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari 6

tahun sampai anak mencapai kematangan seksual, yaitu sekitar 13 tahun bagi anak

perempuan dan 14 tahun bagi anak laki-laki. Oleh orang tua disebut sebagai usia

yang menyulitkan, tidak rapih, atau usia bertengkar, sedangkan para pendidik

disebut usia sekolah dasar, dan oleh ahli psikologi disebut sebagai usia

berkelompok, usia penyesuaian atau usia kreatif. Keterampilan pada masa kanak-

Page 23: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

15

kanak akhir dapat digolongkan dalam empat kelompok besar yakni: keterampilan

menolong diri, keterampilan menolong sosial, keterampilan sosial, dan

keterampilan bermain. Pada masa kanak-kanak akhir, sebagian besar anak

mengembangkan kode moral yang dipengaruhi oleh standar moral kelompoknya

dan hati nurani yang membimbing perilaku sebagai pengganti pengawasan dari

luar yang diperlukan pada waktu anak masih kecil.

Kerangka Berpikir

Jenis lingkungan sekolah sangat beragam tergantung dari sistem yang dianut

di sekolah dalam mendidik siswa-siswanya dan perbedaan sistem pendidikan bisa

disebabkan karena titik berat materi yang disusun dalam kurikulum yang

diberlakukan di sekolah. Salah satu sistem pendidikan yang ada di Indonesia

adalah sekolah berbasis agama dan sekolah umum atau sekolah berbasis non

agama. Sekolah berbasis agama memberikan materi pendidikan agama yang lebih

besar porsinya dibandingkan dengan Sekolah Umum. Sekolah berbasis agama

juga mengedepankan agar para siswa-siswinya berkarakter sesuai dengan agama

yang dianutnya yang memiliki dasar agama yang benar sejak masa kanak-kanak

dan membantu individu tersebut agar bersikap sesuai dengan etika agama masing-

masing pada lingkungan dan orang sekitar (Purnamasari dkk, 2004). Pendidikan

sekolah dasar yang berbasis keagamaan adalah suatu pendidikan sekolah dasar

yang menggunakan kurikulum sekolah dasar namun berbasis pada keagamaan

yang meliputi: pendidikan keimanan (IMTAQ), pendidikan akhlak (budi pekerti),

dan pendidikan akal dan teknologi (IPTEK) (Khasanah, 2013). Sedangkan

sekolah umum atau sekolah berbasis non agama hanya menjadikan agama sebagai

Page 24: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

16

salah satu mata pelajaran dan hanya diberikan selama dua jam selama satu minggu

(Putri, 2012).

Dari pengertian sekolah berbasis agama dan sekolah berbasis non agama di

atas, salah satu aspek perkembangan anak adalah perkembangan sosial yaitu

kemampuan berperilaku yang sesuai dengan lingkungan sosial. Salah satu aspek

penting yang membedakan manusia dengan makhluk lain adalah derajat saling

tolong menolong, kerja sama, dan memiliki kepedulian antar sesama manusia

(Wildaniah, 2013).

Staub (dalam Purnamasari dkk, 2004) menyatakan bahwa perilaku yang

mampunyai konsekuensi positif terhadap orang lain pada umumnya diarahkan

oleh tatanan dan nilai-nilai moral nyang diajarkan oleh ajaran agamanya. Semakin

banyak materi pelajaran agama yang dipahami dengan baik maka akan semakin

banyak nilai-nilai moral dalam agama yang diinternalisasikan, jika nilai-nilai

moral telah diinternalisasi maka setiap prilaku akan mencerminkan nilai-nilai

moral yang dianut. Seseorang yang memiliki banyak pengetahuan tentang nilai-

niali moral diharapkan akan menginternalisasikan nilai-nilai moral kedalam

dirinya sehingga mendorong untuk berperilaku yang dapat menyumbangkan

kesejahteraan orang lain.

Arsyad (2013) menyatakan terdapat perbedaan tingkat prososial antara siswa

pondok pesantren dengan siswa sekolah umum dimana perilaku siswa pondok

pesantren lebih tinggi dibandingkan siswa sekolah umum. Hal ini terjadi karena

Sekolah berbasis agama mengedepankan agar para siswa-siswinya berkarakter

sesuai dengan agama yang dianutnya yang memiliki dasar agama yang benar

sejak masa kanak-kanak dan membantu individu tersebut agar bersikap sesuai

Page 25: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

17

dengan etika agama masing-masing pada lingkungan dan orang sekitar

(Purnamasari dkk, 2004). Dan selanjutnya Al-Ghazali (dalam Khasanah, 2012)

juga menegaskan bahwa hasil dari berpikir merenung (tafakkur) adalah ilmu

pengetahuan, keadaan hati dan amal perbuatan. Ilmu merupakan buah yang

utama, bila ilmu sudah masuk dalam hati maka berubahlah keadaan hati. Bila

keadaan hati sudah berubah maka berubah pula amal perbuatan anggota badan,

jadi amal itu bergantung pada keadaan dan keadaan bergantung pula kepada ilmu.

Hipotesis

Berdasarkan tinjauan teoritis di atas maka ditarik suatu kesimpulan sementara

yang dinyatakan dalam hipotesis bahwa ada perbedaan perilaku menolong yang

signifikan pada siswa kelas VI SD di sekolah berbasis agama dengan siswa kelas

VI SD di sekolah tidak berbasis agama (umum) di Salatiga. Siswa kelas VI SD di

sekolah berbasis agama memiliki perilaku menolong yang lebih tinggi dari siswa

kelas VI SD di sekolah tidak berbasis agama (umum).

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian komparatif. Jenis penelitian

komparatif adalah jenis penelitian yang berbentuk perbandingan dua sampel atau

lebih. Penelitian ini disebut penelitian komparatif karena penelitian ini dilakukan

untuk melihat perbedaan tingkat perilaku menolong antara dua kelompok subyek,

yaitu siswa VI SD di sekolah berbasis agama dan siswa VI SD di sekolah tidak

berbasis agama (umum).

Page 26: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

18

Hadi (1991) mengemukakan bahwa metode penelitian merupakan syarat

yang sangat penting dalam suatu penelitian karena menentukan benar salahnya

pengambilan data dan kesimpulan yang diambil pada penelitian tersebut.

Populasi

Populasi didefinisikan sebagai kelompok subjek yang hendak dikenai

generalisasi hasil penelitian (Azwar, 1998). Menurut Hadi (1992) populasi adalah

sejumlah individu yang mempunyai ciri atau sifat yang sama. Adapun populasi

penelitian ini adalah para siswa kelas VI SD yang berusia 11-12 tahun yang

bersekolah di sekolah berbasis agama dan bersekolah di sekolah tidak berbasis

agama (umum) di Salatiga.

Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan penelitian

berupa angket. Angket adalah dasar pertanyaan yang harus dijawab atau daftar

isian yang harus diisi berdasarkan sejumlah subyek (Suryabrata, 1984). Angket

yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan angket pilihan dalam bentuk

checklist yang disusun berdasarkan skala model Likert. Penggunaan angket

semacam ini memudahkan subjek dalam mengerjakan karena subjek hanya perlu

memberikan tanda check () pada salah satu jawaban yang menurut subjek paling

benar dan tersedia di dalam angket.

Angket yang digunakan dalam penelitian adalah Skala Perilaku Menolong

yang disusun oleh penulis sendiri berdasarkan teori dan indikator untuk

memperoleh data mengenai perilaku menolong. Adapun aspek-aspeknya, yaitu:

favor, donation, dan intervention in emergency dari teori perilaku menolong oleh

Wrightsman & Deaux (1981). Dari aspek-aspek tersebut penulis menyusun 5 item

Page 27: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

19

favorable dan 5 item unfavorable untuk masing-masing aspek sehingga jumlah

keseluruhan 30 item. Peneliti menggunakan arah pemberian skor berdasarkan

favorable atau unfavorable item dalam angket. Untuk pernyataan favorable,

jawaban sangat setuju (SS) diberi skor 4, setuju (S) diberi skor 3, tidak setuju (TS)

diberi skor 2, dan jawaban sangat tidak setuju diberi skor 1. Sedangkan untuk

pernyataan unfavorable jawaban sangat tidak setuju (STS) diberi skor 1, setuju (S)

diberi skor 2, tidak setuju (TS) diberi skor 3, dan sangat tidak setuju (STS) diberi

skor 4.

Berdasarkan pada perhitungan uji seleksi item Skala Perilaku Menolong

Siswa Kelas VI SD yang terdiri dari 30 item, diperoleh item yang gugur sebanyak

2 item dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,320-0,674,

sehingga tersisa 28 item. Penentuan-penentuan uji lolos diskriminasi item

menggunakan ketentuan dari Azwar (2012) yang menyatakan bahwa item pada

skala pengukuran dapat dikatakan lolos apabila nilai item total korelasi ≥ 0,30.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan try out terpakai. Try out terpakai

yaitu subjek yang digunakan untuk try out sekaligus digunakan untuk penelitian.

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VI SD di sekolah berbasis agama

dan sekolah tidak berbasis agama.

Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah

menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien

Alpha pada Skala Perilaku Menolong Siswa Kelas VI SD sebesar 0,917. Hal ini

berarti Skala Perilaku Menolong Siswa Kelas VI SD reliabel.

Page 28: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

20

Hasil Analisis Deskriptif

Berikut adalah hasil perhitungan nilai rata-rata, minimal, maksimal, dan

standar deviasi sebagai hasil pengukuran Skala Perilaku Menolong pada siswa

kelas VI SD di sekolah berbasis agama dan yang tidak berbasis agama (umum)

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1: statistik deskriptif hasil pengukuran perilaku menolong pada

siswa kelas VI SD di sekolah berbasis agama dan yang tidak berbasis

agama (umum)

Jenis Interval Kategori f % Mean SD Max Min

Sekolah

berbasis

agama

112 ≤ x ≤ 91 Sangat Tinggi 33 82,5 98.48

9.468

112

72

91 ≤ x < 70 Tinggi 7 17,5

70 ≤ x < 49 Rendah 0 0

49 ≤ x < 28 Sangat Rendah 0 0

Jumlah 40 100

Sekolah

tidak

berbasis

agama

112 ≤ x ≤ 91 Sangat Tinggi 13 32,5

9.388

109

61

91 ≤ x < 70 Tinggi 25 62,5 86.75

70 ≤ x < 49 Rendah 2 5

49 ≤ x < 28 Sangat Rendah 0 0

Jumlah 40 100

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar siswa yang bersekolah

di sekolah berbasis agama memiliki tingkat perilaku menolong sangat tinggi yaitu

33 siswa atau 82,5% dimana skor paling rendah adalah 72 dan skor paling tinggi

adalah 112 rata-ratanya sebesar 98,48 dengan standar deviasi 9,468. Begitu juga

dengan siswa yang bersekolah di sekolah tidak berbasis agama (umum) memiliki

tingkat perilaku menolong tinggi yaitu 25 siswa atau 62,55% dimana skor paling

rendah adalah 61 dan skor paling tinggi adalah 109 rata-ratanya sebesar 86,75

dengan standar deviasi 9,388.

Page 29: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

21

Analisis Data

Untuk melihat perbedaan perilaku menolong pada siswa kelas VI SD di

sekolah berbasis agama dan siswa kelas VI SD di sekolah tidak berbasis agama

(umum) digunakan pengujian uji-t (T test). Pengujian ini dilakukan dengan

bantuan program komputer SPPS for Windows Versi 17.0.

HASIL PENELITIAN

Uji Asumsi

Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas. Uji

normalitas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2: Uji Normalitas

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Perilaku menolong

berbasis agama

Perilaku menolong tidak berbasis agama

N 40 40

Normal Parametersa Mean 98.48 86.75

Std. Deviation 9.468 9.388

Most Extreme Differences

Absolute .109 .112

Positive .077 .112

Negative -.109 -.100

Kolmogorov-Smirnov Z .687 .710

Asymp. Sig. (2-tailed) .732 .695

Pada Skala Perilaku Menolong pada siswa kelas VI di sekolah berbasis

agama diperoleh nilai K-S-Z sebesar 0,687 dengan probabilitas (p) atau

signifikansi sebesar 0,732 (p>0,05). Sedangkan pada skor Perilaku Menolong

pada siswa kelas VI di sekolah yang tidak berbasis agama (umum) memiliki nilai

K-S-Z sebesar 0,710 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,695.

Dengan demikian kedua jenis sanpel berdistribusi normal.

Page 30: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

22

Sementara dari hasil uji homogenitas dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3: Uji Homogenitas

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

.013 1 78 .909

Dari tabel di atas dapat dilihat nilai signifikansi dari uji homogenitas dari

sampel siswa yang bersekolah di sekolah berbasis agama dan siswa yang

bersekolah di sekolah tidak berbasis agama (umum) sebesar 0.909. Karena

signifikansi 0,909 > 0,05, sehingga dapat dikatakan bahwa sampel penelitian ini

bersifat homogen atau memiliki varians yang sama.

Uji-t

Dari perhitungan uji-t, dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4: Hasil Uji-t perilaku menolong pada siswa kelas VI SD yang

bersekolah di sekolah berbasis agama dan yang bersekolah di sekolah

tidak berbasis agama (umum)

Independent Samples Test

Levene's

Test for

Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Differenc

e

Std. Error

Differenc

e

95%

Confidence

Interval of the

Difference

Lower Upper

Perilaku

menolong

Equal

variances

assumed

.013 .909 5.562 78 .000 11.725 2.108 7.528 15.922

Equal

variances not

assumed

5.562 78 .000 11.725 2.108 7.528 15.922

Hasil perhitungan uji beda (uji-t), diperoleh nilai t-hitung adalah sebesar

5,562 dengan signifikansi = 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada

Page 31: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

23

perbedaan antara perilaku perilaku menolong pada siswa kelas VI SD di sekolah

berbasis agama dengan siswa kelas VI SD di sekolah yang tidak berbasis agama

(umum).

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisa data penelitian mengenai perbedaan perilaku

menolong pada siswa kelas VI SD di Sekolah berbasis agama dengan siswa kelas

VI SD di Sekolah tidak berbasis agama (umum) di Salatiga dengan menggunakan

program Statistical Product and Service Solution (SPPS) versi 17.0, diperoleh t-

hitung sebesar 5,562 signifikansi = 0,000 (p < 0,05) yang artinya Ho ditolak dan

H1 diterima. Dimana siswa kelas VI SD di sekolah berbasis agama memiliki nilai

mean 98,48 yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa kelas VI SD di sekolah

tidak berbasis agama yang memiliki nilai mean 86,75.

Lembaga Pendidikan menjadi salah satu kekuatan besar dalam membentuk

sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas hidup dan martabat bangsa.

Keberadaan sekolah sangat penting karena kemajuan zaman menuntut setiap

generasi muda untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih yang mungkin saja

tidak didapatkan dirumah. Lembaga ini merupakan tempat di tanam dan

dikembangkannya nilai-nilai etik, moral dan spiritual. Lingkungan sekolah

memberi pengaruh yang tidak kecil dalam perkembangan kepribadian anak karena

anak mulai belajar mengenal peraturan sekolah, otoritas guru, kedisiplinan,

kebiasaan bergaul, cara belajar, dan berbagai tuntutan sekolah yang akan

memperkaya kepribadian anak dalam proses sosialisasi (Samuel,1981).

Staub (dalam Purnamasari dkk, 2004) menyatakan bahwa perilaku yang

mampunyai konsekuensi positif terhadap orang lain pada umumnya diarahkan

Page 32: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

24

oleh tatanan dan nilai-nilai moral nyang diajarkan oleh ajaran agamanya. Semakin

banyak materi pelajaran agama yang dipahami dengan baik maka akan semakin

banyak nilai-nilai moral dalam agama yang diinternalisasikan, jika nilai-nilai

moral telah diinternalisasi maka setiap prilaku akan mencerminkan nilai-nilai

moral yang dianut. Seseorang yang memiliki banyak pengetahuan tentang nilai-

niali moral diharapkan akan menginternalisasikan nilai-nilai moral kedalam

dirinya sehingga mendorong untuk berperilaku yang dapat menyumbangkan

kesejahteraan orang lain.

Dari uraian di atas, penulis dapat mengatakan bahwa siswa SD yang

bersekolah di sekolah berbasis agama memiliki tingkat perilaku menolong yang

lebih tinggi dibandingkan dengan siswa SD yang bersekolah di sekolah tidak

berbasis agama (umum). Hal tersebut dikarenakan sekolah berbasis agama

menitik beratkan materi yang disusun dalam kurikulum sekolah yang memberikan

materi pendidikan agama yang lebih besar porsinya, dan mengedepankan agar

para siswa-siswinya berkarakter sesuai dengan agama yang dianutnya yang

memiliki dasar agama yang benar sejak masa kanak-kanak dan membantu

individu tersebut agar bersikap sesuai dengan etika agama masing-masing pada

lingkungan dan orang sekitar (Purnamasari dkk, 2004).

Berdasarkan hasil analisis deskriptif dalam penelitian ini, diperoleh data

bahwa perilaku menolong pada siswa kelas VI SD di sekolah berbasis agama

memperoleh mean sebesar 98,48 yang berada pada kategori sangat tinggi

sedangkan pada siswa kelas VI SD di sekolah tidak berbasis agama (umum)

memperoleh mean sebesar 86,75 yang berada pada kategori tinggi. Hal tersebut

menunjukkan bahwa siswa kelas VI SD di sekolah berbasis agama memiliki

Page 33: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

25

tingkat perilaku menolong yang sangat tinggi dibandingkan siswa VI SD di

sekolah tidak berbasis agama (umum) di Salatiga.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Arsyad (2013)

yang juga mengatakan bahwa terdapat perbedaan tingkat prososial antara siswa

pondok pesantren dengan siswa sekolah umum dimana perilaku siswa pondok

pesantren lebih tinggi dibandingkan siswa sekolah umum.

Faktor yang dianggap mempengaruhi perilaku prososial anak adalah sekolah.

Di mana sekolah sebagai salah satu lingkungan pendidikan yang terdiri dari

berbagai macam individu dengan segala perbedaan, masing-masing sangat

memungkinkan anak untuk dapat mengembangkan perilaku prososialnya karena

di sekolah mereka berinteraksi dengan orang yang berbeda dan belajar menerima

perbedaan tersebut (Sears et al , 1991).

Patmonodewo (dalam Cristiana, 2009), menegaskan bahwa perilaku

menolong adalah sesuatu yang dipelajari bukan sekedar hasil dari kematangan,

karena kemampuan sosialisasi merupakan hasil belajar. Sekolah sebagai

lingkungan kedua bagi anak setelah lingkungan keluarga mempunyai peranan

besar dalam mengoptimalkan proses belajar sosial bagi anak. Pendidikan sekolah

dasar yang berbasis keagamaan adalah suatu pendidikan sekolah dasar yang

menggunakan kurikulum sekolah dasar namun berbasis pada keagamaan yang

meliputi: pendidikan keimanan (IMTAQ), pendidikan akhlak (budi pekerti), dan

pendidikan akal dan teknologi (IPTEK) (Khasanah, 2012).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sekolah berbasis

agama memberikan kontribusi besar pada pengembangan perilaku menolong anak

dalam proses pembelajaran, sehingga nampak jelas terdapat perbedaan perilaku

Page 34: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

26

menolong pada siswa kelas VI SD di sekolah berbasis agama memiliki kategori

sangat tinggi dibandingkan siswa kelas VI SD di sekolah tidak berbasis agama

(umum) di Salatiga.

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbedaan perilaku menolong pada

siswa kelas VI SD di sekolah berbasis agama dengan siswa kelas VI SD di sekolah

tidak berbasis agama (umum) di Salatiga, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan antara siswa kelas VI SD di sekolah berbasis agama

dengan siswa kelas VI SD di sekolah tidak berbasis agama (umum) di

Salatiga.

2. Siswa kelas VI SD di sekolah berbasis agama memiliki tingkat perilaku

menolong dalam kategori sangat tinggi (98,48) dibandingkan dengan siswa

kelas VI SD di sekolah tidak berbasis agama (umum) yang memiliki tingkat

perilaku menolong dalam kategori tinggi (86,75).

Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan di atas, maka penulis

menyarankan hal-hal sebagai berikut:

1. Bagi siswa siswi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku menolong pada siswa di

sekolah berbasis agama memiliki kategori sangat tinggi dan siswa di sekolah

tidak berbasis agama memiliki kategori tinggi. Para siswa dari ke dua sekolah

dapat mempertahankan perilaku menolong dan bisa mengembangkan perilaku

Page 35: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

27

menolong bukan hanya di sekolah namun bisa di lingkungan sekitar maupun

di rumah.

2. Bagi sekolah dan guru.

Di sekolah, guru yang memegang peranan penting dalam mendidik para

siswa. Maka kepada pihak sekolah khususnya guru sebagai seorang fasilitator

di sekolah, disarankan lebih meningkatkan kualitas mendidik dan mengajar

siswa, sehingga siswa mampu meningkatkan perilaku menolong mereka

sehingga mereka dapat ikut terlibat aktif dalam proses pembelajaran di

sekolah maupun di lingkungan sekitar dalam mengembangkan dan

meningkatkan perilaku menolongnya.

3. Bagi peneliti selanjutnya.

Bagi penelitian selanjutnya yang tertarik melakukan dan mengembangkan

penelitian tentang perbedaan perilaku menolong pada siswa kelas VI SD di

sekolah berbasis agama dan sekolah tidak berbasis agama dapat melakukan

penelitian kepada kelompok usia yang berbeda dengan subjek, baik itu siswa

SMP ataupun SMA. Penelitian selanjutnya juga dapat melakukan penelitian

bukan hanya satu sekolah saja dari masing-masing sampel.

Page 36: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

DAFTAR PUSTAKA

Ali, K. S. (2005). Filsafat pendidikan al-ghazali. Bandung: Pustaka Setia.

Ali, I. (2009). Manajemen mutu sekolah dasar berbasis religi (studi multi kasus

pada SD Mintu, SD Iwaha, SD Kasayuga dan SD Kripe). Laporan

Penelitian. UM-Malang

Arsyad, A. (2013). Perbedaan perilaku prososial siswa pondok pesantren X

dengan siswa negeri Y Di Yogyakarta. Laporan Penelitian. FISHUM-

UINSK Yogyakarta.

Azwar, S. (1998). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta: Liberty.

_______. (2012). Penyusunan skala psikologi. Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Baron, R.A., Byrne, D., & Branscombe, R.N. (2006). Social psychology. 11th Ed. USA

Bekkers, Rene, & Wihelm, M. O. (2007). Helping, empathy, principle of care.

http://www.philantrphy.iupui.edu/Research/workingpapers/Helping-

Empathy-care%20wilhelm%20bekkers%20-2006.pdf. (diakses tanggal 29

Juni 2014).

Christiana, G. (2009). Pembelajaran perilaku menolong pada anak TK melalui

bercerita dengan panggung boneka. Laporan Penelitian. Fpsi-UKS

Semarang.

Gunarsa, S. D. (2003). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Jakarta: PT.

BPK Gunung Mulia.

Hadi, S. (1991). Metodologi penelitian. Yogyakarta: Yayasan Penerbit Fakultas

Psikologi UGM.

______. (1992). Statistik 2. Yogyakarta: Andi Offset.

______. (1997). Analisis butir-butir untuk instrumen. Yogyakarta: Andi Offset.

Hurlock, E. B. (1997). Perkembangan anak. Jakarta: Erlangga.

Imron, G. (2011). Belajar di Mana Ya? Sekolah Negeri atau Swasta?. Bandung: Angkasa.

Khasanah, N. (2012). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan

Orang Tua dalam Memilih Sekolah Dasar Swasta (SD Virgo Maria 2 dan

SDIP. H. Soebandi Kecamatan Bawen Kabupaten Semarang). Skripsi (Tidak

Diterbitkan). UKSW.

Mahmud. (2003). Hubungan antara gaya pengasuhan orang tua dengan tingkah

laku prososial anak. Jurnal Psikologi. Vol 11. No. 1, h. 1-10.

Page 37: Perbedaan Perilaku Menolong Pada Siswa Kelas VI SD di ...repository.uksw.edu/bitstream/123456789/8716/2/T1_802008131_Full... · dan personal dalam banyak segi dan bidang diantaranya

2

Muhari & Pratiwi, (2014). Studi tentang perilaku prososial dan penanganan

konselor terhadap perilaku prososial. Jurnal BK UNESA, Vol. 04 No. 1

2014:1-5.

Purnamasari, A., Ekowarni, E., & Fadhila, A. (2004). Perbedaan intensi prososial

siswa SMUN dan MAN di Yogyakarta. Humanitas : Indonesian

Psychologycal Journal, Vol.1 No. 1 Januari 2004:32-42.S

Purba, D. E. L., (2008). Pengaruh tayangan berita kriminal terhadap

kecenderungan Perilaku Menolong. Diakses pada tanggal 28 Agustus 2014

dari www.learningbenefit.net/publications/ResReps/ResRep33.pdf

Putri, F. A. (2012). Perbedaan tingkat teligiusitas dan sikap terhadap seks

pranikah antara pelajar yang bersekolah di SMA umum dan SMA berbasis

agama. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya, Vol. 1 No. 1.

Rochmawati, Eka. (2013). Palang merah remaja sebagai wadah pengembangan

perilaku menolong di kalangan siswa SMA Negeri 9 Semarang. Skripsi

(Tidak Diterbitkan). FIS-UNS.

Samuel, W. (1981). Personality. New York : John Willey and Sons, Inc.

Santrock, J. W. (2002). Life span development. International Edition. New York:

Mc Graw Hill Companies.

____________. (2004). Life span development (9th ed.). New York: The McGraw

Hill Company.

Sarwono, S. W., Meinarno, E. A., & Tim Penulis Fakultas Psikologi UI. (2009).

Psikologi sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Sears, D. O., Jonathan, L. F., & Anne, P.L, (1991), Psikologi sosial. Jilid 2. Alih

bahasa: Michael Adryanto. Jakarta : Erlangga.

Suryabrata, S. (1984). Metodologi penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Twenge, J. M., Ciarocco, N. J., Baumeister, R. F., DeWall, C. N., & Bartels, J. M.

(2007). Social exclusion decreases prosocial behavior. Journal of

Personality and Social Psychology, 92 (1), 56-66.

Wildaniah, F. (2013). Progam bimbingan untuk mengembangkan perilaku

prososial anak usia dini melalui bermain di TPA taman isola. Skripsi (Tidak

Diterbitkan). Universitas Pendidikan Indonesia-Bandung.

Wrightsman, L.S., & Deaux, D.F.K. (1981). Social psychology in the 80’s.

California: Brooks/Cole Publishing Company.