perbedaan loyalitas fungsionaris pada pimpinan senat...
TRANSCRIPT
PERBEDAAN LOYALITAS FUNGSIONARIS PADA PIMPINAN
SENAT MAHASISWA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA
WACANA DITINJAU DARI JENIS KELAMIN
Oleh:
YESICA CHRISTOPHERY
802010103
TUGAS AKHIR Diajukan kepada Fakultas Psikologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai
gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014
ii
iii
iv
v
PERBEDAAN LOYALITAS FUNGSIONARIS PADA PIMPINAN
SENAT MAHASISWA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA
WACANA DITINJAU DARI JENIS KELAMIN
Oleh:
YESICA CHRISTOPHERY
SUTARTO WIJONO
JUSUF TJAHJO P.
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2014
vi
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi perbedaan antara loyalitas
fungsionaris pada pimpinan senat mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana yang ditinjau
dari jenis kelamin. Sebanyak 86 orang diambil sebagai sampel yang dilakukan dengan
menggunakan teknik sampel purposive sampling. Metode penelitian yang dipakai dalam
pengumpulan data yakni dengan metode skala, yaitu skala loyalitas to supervisor. Teknik analisa
data yang dipakai adalah dengan formula uji-t. Dari hasil analisa data diperoleh nilai signifikansi
sebesar 0.338 (p>0.05), yang berarti tidak ada perbedaan loyalitas antara laki-laki dan
perempuan.
Kata Kunci : loyalitas, jenis kelamin
vii
ABSTRACT
This study aims to determine the significance of the difference between loyalty
functionaries on the chairman of Senate of Satya Wacana Christian University viewed from the
gender. 86 people taken as samples conducted using technique samples purposive sampling.
Research methods used in the data collection was scale, the scale of loyalty to supervisors. Data
analysis technique used is the test-t with a formula. From the analysis result of data obtained the
value of significance of 0.338 ( p> 0.05 ), which means there is no difference loyality between
men and women.
Keywords: loyalty, gender
1
PENDAHULUAN
Perkembangan global yang terjadi saat ini memiliki dampak multidimensional pada
berbagai bidang di Indonesia. UNESCO pada tahun 2012 melaporkan bahwa Indonesia berada di
peringkat ke-64 dari 120 berdasarkan penilaian Education Development Index (EDI) atau Indeks
Pembangunan Pendidikan. Sementara itu, The United Nations Development Programme (UNDP)
tahun 2011 juga telah melaporkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human
Development Index (HDI) Indonesia mengalami penurunan dari peringkat 108 pada 2010
menjadi peringkat 124 pada tahun 2012 dari 180 negara. Pada 14 Maret 2013 dilaporkan naik
tiga peringkat menjadi urutan ke-121 dari 185 negara berdasarkan hasil dari data statistik Human
Development Report 2013 (hdr.undp.org/en/data, diakses 8 Januari 2014). Data ini meliputi
aspek tenaga kerja, kesehatan, dan pendidikan. Dilihat dari kasaran peringkatnya, memang
menunjukkan kenaikan. Tetapi, jika dilihat dari jumlah negara partisipan, hasilnya tetap saja
Indonesia tidak naik peringkat. Hal ini menandakan bahwa masih kurangnya kualitas SDM di
Indonesia.
Sementara itu di Indonesia, hasil tersebut selaras dengan survei yang dilakukan Towers
Watson dalam harian tribunnews.com tanggal 12 September 2012 yang merupakan seorang
konsultan perusahaan di bidang tenaga kerja dan merilis penelitian terbarunya mengenai Global
Workforce Study 2012 yang mengikutkan 29 negara termasuk Indonesia dengan total responden
sebanyak 32.000 karyawan. Khusus untuk Indonesia, hasilnya ditemukan bahwa sekitar dua
pertiga karyawan di Indonesia tidak memiliki loyalitas yang tinggi terhadap perusahaannya dan
berencana pindah ke organisasi lain jika tawaran jabatan, bidang pekerjaan, serta kompensasi
lebih tinggi dari perusahaan tempat individu tersebut bekerja sekarang. Namun bukan berarti
pembenahan di Indonesia tidak dilakukan oleh masing-masing institusi. Perkembangan global
2
yang juga berdampak khususnya pada bidang pendidikan secara tidak langsung mendorong
institusi pendidikan tinggi melakukan perubahan yang lebih baik dalam bidang pengembangan
pembelajaran dan hal ini menyebabkan sebuah persaingan antar Perguruan Tinggi (PT).
Persaingan antara (PT) itu memang ada, baik Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan
Perguruan Tinggi Swasta (PTS).Pada saat ini PTS mendapatkan perhatian khusus dari
Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) wilayah V DIY yang mendorong perguruan
tinggi di wilayah ini meningkatkan kualitasnya, karena PTS yang bagus pasti diserbu calon
mahasiswa (Harianjogja.com, 24 Agustus 2013). Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)
Salatiga sebagai salah satu PTS swasta terakreditasi B terkenal di Jawa Tengah masih tetap eksis
sampai saat ini. UKSW telah berpengalaman memberikan pelayanan pada bidang pendidikan
hingga menginjak usia 58 tahun. Hal tersebut tidak hanya dalam bidang pendidikan, namun
keunggulan UKSW adalah juga memberikan bekal hidup dalam bidang soft skills yang
didapatkan dari kegiatan-kegiatan kemahasiswaan seperti kepanitian termasuk, Kelompok Bakat
Minat (KBM) ataupun Lembaga Kemahasiswaan (LK). Universitas Kristen Satya Wacana
sebagai penyelenggara pendidikan, memfasilitasi para mahasiswanya untuk berkembang tidak
hanya dalam bidang akademik, namun juga membina mahasiswa untuk memiliki soft skills yang
dituangkan pada organisasi kemahasiswaan di UKSW yang biasa disebut sebagai Lembaga
Kemahasiswaan (LK) UKSW yang memiliki berbagai program kerja yang dilaksanakan setiap
periode. LK UKSW terdiri atas Badan Perwakilan Mahasiswa Universitas (BPMU), Senat
Mahasiswa Universitas (SMU), Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF) dan Senat
Mahasiswa Fakultas (SMF). BPMU dan BPMF adalah lembaga perwakilan, sedangkan SMU
dan SMF adalah lembaga eksekutif. LK adalah wahana satu-satunya bagi mahasiswa dalam
berperan serta mewujudkan visi dan misi Universitas demi mewujudkan Tri Darma Perguruan
3
Tinggi dan juga berguna bagi mahasiswa yang ingin mencari pengalaman pada bidang
kepemimpinan.
Tri Darma Perguruan Tinggi adalah kegiatan Universitas yang meliputi kegiatan
pendidikan dan pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (diakses dari
http://www.uksw.edu/id.php/kemahasiswaan). UKSW juga merupakan satu-satunya PT yang
memiliki kebijakan Lembaga Kemahasiswaan ini merupakan suatu organisasi non profit, yaitu
ketika anggota yang berperan serta dalam keorganisasian ini merupakan orang-orang yang peduli
terhadap suatu jenis aktifitas tertentu dan lebih condong bergerak pada bidang jasa serta tidak
mencari ataupun mendapatkan upah kerja berupa materi. Anggota tidak selalu ingin meraih
kompensasi finansial saja, namun juga nonfinansial seperti penghargaan nonfinansial dan karir
(Mangkuprawira, 2004).
Dalam perwujudan visi dan misi suatu organisasi dibutuhkan Sumber Daya Manusia
(SDM). Dalam hal ini mahasiswa yang memiliki loyalitas agar dapat mendukung perwujudan
visi dan misinya karena SDM menjadi penentu maju atau mundurnya suatu organisasi. Semakin
tinggi keterikatan anggota dengan organisasinya akan semakin baik kinerjanya dan akan berefek
pada meningkatnya keberhasilan sebuah organisasi tersebut (Mangkuprawira, 2004). Ada
berbagai fenomena terkait loyalitas yang akan muncul dari berbagai perilaku yang ada seperti
dedikasi kepada atasan,upaya ekstra untuk atasan, kelekatan pada atasan, identifikasi pada
atasan, dan internalisasi nilai-nilai atasan. Selanjutnya dapat muncullah sebuah perilaku, yakni
perilaku untuk bertahan menghadapi setiap tantangan demi tantangan atau menyerah pada
keadaan. Anggota yang memiliki dedikasi kepada atasan, upaya ekstra untuk atasan, kelekatan
pada atasan, identifikasi pada atasan dan internalisasi nilai-nilai atasan akan bertahan dan terus
mendukung atasannya, bahkan jika atasannya memilih untuk keluar dari organisasi anggota
4
tersebut pun memiliki upaya untuk mengikuti atasannya karena kelekatan yang terjalin (Chen,
2002). Namun anggota yang tidak memiliki loyalitas pada atasannya akan memilih untuk
menyerah pada keadaan. Pada saat inilah, masalah mulai muncul terkait loyalitas, padahal
loyalitas memiliki peranan yang penting untuk organisasi (Arifin, 2009). Loyalitas anggota
menjadi suatu hal yang penting bagi suatu organisasi.
Loyalitas mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan suatu organisasi.
Selain sebagai mesin pendorong produktivitas, loyalitas juga dapat meningkatkan semangat dan
komitmen anggota untuk selalu memberikan yang terbaik bagi organisasinya (Arifin, 2009).
Loyalitas bawahan memiliki peran yang sangat penting yang dapat dilihat dari bagaimana
loyalitasnya kepada atasan. Loyalitas merupakan aset dan kunci sukses sebuah organisasi
(Aityan, 2011). Chen (2002) mengatakan bahwa sesungguhnya loyalitas kepada perseorangan
merupakan hal yang lebih penting dibandingkan dengan komitmen organisasi karena hubungan
perseorangan lebih nyata terjadi dibandingkan hubungannya dengan organisasi, sehingga
hubungan antar perseorangan lebih dekat karena saling berinteraksi dan bawahan memiliki
kepercayaan bahwa atasan mereka mengamati dan memberikan penghargaan atas hasil kerja
mereka, sedangkan organisasi tidak. Dalam Steers (1980) variasi sifat manusia ini sering
menyebabkan perilaku orang berbeda satu sama lain, walaupun mereka ditempatkan di satu
lingkungan yang sama. Perbedaan – perbedaan individual tersebut dapat mempunyai pengaruh
yang langsung terhadap dua proses organisasi yang penting, yang dapat berpengaruh nyata
terhadap efektivitas. Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang memengaruhi loyalitas dan
menjadi sebuah variabel yang penting diteliti karena di dalam organisasi LK terdiri dari pria dan
wanita dimana terdapat perbedaan baik secara fisik maupun psikologis dan terdapat perbedaan
dalam perilaku mereka terhadap loyalitas. Hal ini juga didukung dengan stereotype –stereotipe di
5
Indonesia mengenai maskulinitas dan feminitas (Kusumawati, 2007).
Terdapat beberapa penelitian yang pro dan kontra mengenai perbedaan loyalitas ditinjau
dari jenis kelamin. Sebuah survey yang dilakukan Zabarauskaite (2007) pada pekerja di
Lithuania dalam European Working Condition Observatory (EWCO), dimana diketahui bahwa
pekerja wanita disana lebih memiliki loyalitas dibandingkan pekerja pria, presentasenya adalah
wanita dengan 7% dan laki-laki sebanyak 5%. Selain survey tersebut, penelitian oleh Erickson &
Pierce (2005) menyimpulkan mengenai adanya perbedaan loyalitas ditinjau dari jenis kelamin,
yang menemukan bahwa perempuan ditemukan lebih tidak loyal dibandingkan dengan laki-laki
dikarenakan peran ganda yang diemban sebagai istri dalam suatu keluarga. Hal yang sama juga
terdapat dalam Monaghan (2002) yang mengatakan bahwa pria lebih memiliki rasa
menghormati/menghargai pada sesama sehingga lebih sedikit konflik yang terjadi dan hal itu
menimbulkan rasa solidaritas serta loyalitas yang lebih tinggi pada organisasi.
Hasil berbeda ditunjukkan dari penelitian yang dilakukan Borzaga & Tortia (2006)
bahwa tidak ada perbedaan jenis kelamin dengan loyalitas anggota, karena loyalitas muncul
ketika seseorang merasa puas dengan pekerjaan mereka. Burke & Collison (2004) mendapati
bahwa tidak ada perbedaan loyalitas berdasarkan jenis kelamin karena loyalitas terbentuk dari
kenyamanan lingkungan kerja. Hal yang sama diteliti pula oleh Wiebiesono (2009) bahwa tidak
ada perbedaan berdasarkan jenis kelamin, dalam kesimpulannya dikatakan bahwa tingkat
loyalitas karyawan tidak memiliki hubungan dengan karakteristik berdasarkan jenis kelamin,
sehingga mungkin ada faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi loyalitas karyawan selain jenis
kelamin.
Hasil yang pro kontra tersebut memperkuat alasan penulis untuk melakukan penelitian
mengenai perbedaan loyalitas terhadap jenis kelamin karena loyalitas menjadi suatu variabel
6
yang penting dan memiliki dampak terhadap kesuksesan LK UKSW khusunya Senat Mahasiswa
UKSW. Hasil survei mengenai kurangnya loyalitas SDM di Indonesia juga memperkuat
keingintahuan penulis apakah hal tersebut juga terjadi pada fungsionaris Senat Mahasiswa
UKSW dikarenakan para anggota Senat Mahasiswa UKSW juga merupakan bangsa Indonesia
dan penelitian mengenai variabel ini adalah untuk membuktikan apakah hasil dari penelitian
tersebut selaras dengan dinamika yang terjadi di Senat Mahasiswa UKSW karena setiap kondisi
memungkinkan untuk mendapatkan hasil yang berbeda dengan berbagai dinamika yang terjadi.
Karakterisitik subjek, tempat penelitian, dan organisasi yang berbeda memungkinkan hasil
penelitian yang berbeda pula.Untuk itu maka, penulis tertarik untuk mengetahui apakah ada
perbedaan loyalitas fungsionaris Lembaga Kemahasiswaan Universitas Kristen Satya Wacana
ditinjau dari jenis kelamin.
TINJAUAN PUSTAKA
Loyalitas
Loyalitas berasal dari kata “loyal” yang dapat berarti setia/taat, loyalitas dapat diartikan
sebagai mengikuti dengan setia atau taat pada suatu peraturan/ sistem atau seseorang. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), loyalitas adalah kepatuhan atau kesetiaan
(http://kbbi.web.id/, diakses tanggal 15 Mei 2013).
Ada pernyataan yang menjelaskan bahwa loyalitas tercermin dalam perilaku yang dapat
terikat janji, yang secara sukarela dibuat oleh individu dalam komunitas yang saling tergantung
dengan orang lain, untuk mematuhi prinsip-prinsip moral dalam mengejar tujuan individual dan
bersama. Pernyataan tersebut dijelaskan oleh Coughlan (2005), “loyalty is reflected in behavior
that can be tied to an implicit promise, voluntarily made by an individual operating in a
community of interdependent others, to adhere to universalizable moral principles in pursuit of
7
individual and collective goal”. Kemudian ada juga yang mengungkapkan bahwa loyalitas
adalah suatu bentuk rasa terima kasih sebagai bentuk dari kewajiban peran pribadi untuk atasan
dan terhadap dukungan dari atasan. Hal tersebut dikatakan secara jelas oleh Chen (2002),
“loyalty is a gratitude toward individuatized support by the supervisor and personal role
obligations for the supervisor”. Selanjutnya, ada yang menggambarkan bahwa loyalitas adalah
sebagai sebuah proses, dimana sebuah sikap muncul dalam sebuah perilaku. Pernyataan tersebut
dijelaskan oleh Mehta (2010),“loyalty described in term of process, where certain attitudes give
rose to certain behavior.”
Ada berbagai macam teori loyalitas yang diungkapkan oleh berbagai tokoh yang
mencakup berbagai dimensi. Salah satu dimensi loyalitas dikemukakan oleh Chen (2002),
dimensi tersebut antara lain :
a. Dedikasi kepada atasan
Dimensi ini mengacu kerelaan bawahan untuk mendedikasikan dirinya atau untuk melindungi
kesejahteraan atasan bahkan dengan mengorbankan kepentingan pribadinya. Contohnya ketika
atasannya diperlakukan tidak adil, maka anggotanya akan membela atasannya tersebut
b. Upaya ekstra untuk atasan
Dimensi ini menunjukkan kerelaan bawahan untuk mengerahkan usaha yang cukup besar untuk
atasan. Contohnya anggota akan mencoba yang terbaik untuk menyelesaikan pekerjaan yang
ditugaskan oleh atasannya
c. Kelekatan pada atasan.
Dimensi ini mengacu pada keinginan untuk menjadi bawahan melekat dan mengikuti atasan.
Contohnya anggota ingin bekerja di bawah atasannya untuk waktu yang lama.
8
d. Identifikasi pada atasan
Dimensi ini mengacu pada bawahan yang mengagumi atasannya baik dari segi kepribadian
atasannya, kepribadiannya, dan perilaku. Dimensi ini juga mencakup rasa hormat bawahan pada
pencapaian atasan dan perasaan bangga menjadi bawahan dari atasannya tersebut. Contohnya
keberhasilan atasannya dianggap sebagai keberhasilan pribadi
e. Internalisasi nilai-nilai atasan
Dimensi ini mengacu pada bawahan yang mengadopsi sikap dan perilaku dari atasannya karena
bawahan menganggap bahwa ia memiliki nilai kongruensi antara bawahan dan atasan.
Contohnya keterikatan anggota kepada atasannya didasarkan pada kesamaan nilai-nilai.
Loyalitas kerja akan tercipta apabila karyawan merasa tercukupi dalam memenuhi
kebutuhan hidup dari pekerjaannya, sehingga mereka betah bekerja dalam suatu perusahaan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Coughlan (2005) menyatakan bahwa faktor yang
memengaruhi loyalitas adalah :
a. Karakteristik pribadi individu
Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa karakteristik pribadi individu membentuk sikap kerja
mereka dan perilaku. Kecenderungan ini terkait dengan self-efficacy, kepercayaan diri,
perkembangan kognitif dan jenis kelamin
b. Kelompok dan upaya organisasi untuk mempengaruhi individu
Keputusan untuk menunjukkan kesetiaan dapat dibentuk oleh sosialisasi dan praktek pelatihan,
khususnya dalam kelompok kerja. Sebagai contoh paparan nilai-nilai suatu perusahaan melalui
pelatihan tentang etika kode memungkinkan karyawan untuk mengenali standar yang akan
digunakan dalam menyelesaikan dilema yang sulit. Sosialisasi dalam kelompok kecil pekerja
mungkin bahkan lebih penting, karena komunitas ini sering membentuk interpretasi anggota
9
dariInformasi diturunkan dari lainnya bagian organisasi
c. Karakteristik anggota masyarakat lainnya
Loyalitas lebih mungkin untuk dikembangkan dalam masyarakat yang anggotanya memiliki
tingkat integritas relatif tinggi karena berhubungan dengan kepatuhan individu dengan standar
moral.
METODE
Partisipan
Teknik pengambilan sampel menggunakan metode Nonprobability sampling yaitu teknik
pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel sehingga teknik yang digunakan adalah purposive
sampling.
Populasi dalam penelitian ini adalah 622 mahasiswa Lembaga Kemahasiswaan dari
berbagai fakultas di Universitas Kristen Satya Wacana. Sedangkan sampel dari penelitian ini
adalah 86 mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang tergabung di Lembaga
Kemahasiswaan UKSW. Berikut adalah karakteristik dari subjek penelitian:
1. Untuk populasinya adalah mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW)
2. Untuk sampelnya adalah mahasiswa laki-laki dan perempuan Universitas Kristen Satya
Wacana (UKSW) yang tergabung di Lembaga Kemahasiswaan UKSW khususnya Senat
Mahasiswa minimal 1 periode
Alat Ukur Penelitian
Teknik Pengumpulan data adalah dengan menggunakan angket yang akan diisi oleh
mahasiswa yang tergabung di Lembaga Kemahasiswaan UKSW khususnya Senat Mahasiswa.
Angket yang akan diberikan berupa skala yaitu skala loyalitas berdasarkan jenis kelamin.
10
Loyalitas akan diukur dengan menggunakan skala loyalitas yang sudah ada milik Chen yang
terdiri dari 17 item. Adapun item-itemnya dibuat berdasarkan dimensi-dimensi berikut: a)
Dedikasi kepada atasan, b) Upaya ekstra untuk atasan, c) Kelekatan pada atasan, d) Identifikasi
pada atasan, e) Internalisasi nilai-nilai atasan. Kemudian angket loyalitas ini, dimodifikasi
dengan menambahkan 8 item yang penulis susun sendiri dengan mengacu pada dimensi loyalitas
Chen (2002). Pada akhirnya masing-masing dimensi memiliki 5 item.Modifikasi ini dilakukan
penulis atas pertimbangan agar jika ada item yang gugur, maka tetap ada item yang mewakili
masing-masing dimensi.
Tabel 1.
Reliabilitas Dan Validitas Skala Loyalitas
Reliability Statistics
Cronbach's Alpha
Cronbach's Alpha
Based on
Standardized Items N of Items
.907 .911 22
Skala dikatakan valid dengan mengacu kriteria dari Azwar (2010) dengan koefisien nilai
r ≥ 0,25. Dari hasil analisis pada skala loyalitas, terdapat 3 item gugur yang diuji, sehingga
tersisa 22 item yang dapat digunakan dalam penelitian ini dengan korelasi item total yang
bergerak antara 0,374 – 0,661. Hasil perhitungan reliabilitas menunjukkan pada koefisien alfa
0.907 yang jika mengacu pada kriteria Azwar (2010), berarti bahwa alat pengukuran yang
digunakan sangat baik.
Scale Statistics
Mean Variance Std. Deviation N of Items
68.0952 73.991 8.60179 22
11
Teknik Analisis Data
Penelitian ini merupakan bentuk studi komparatif dengan pendekatan Independent Sample
t-test digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok
sampel yang tidak berhubungan. Namun sebelum melakukan uji beda (Uji-t), penulis harus
melakukan uji asumsi. Uji asumsi ini digunakan untuk menentukan jenis statistik parametrik atau
statistik non-parametrik yang akan digunakan untuk uji beda.
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukandengan tujuan untuk mengukur data yang dihasilkan apakah
memiliki distribusi normal atau tidak, sehingga dapat ditentukan penggunaan statistik
parametrik atau statistik non-parametrik. Uji normalitas menggunalan uji Kolmogorov
Smirnov dengan kriteria pengambilan keputusan yaitu, jika signifikansi p>0,05 maka data
berdistribusi normal dan jika signifikansi p<0,05 maka data tidak berdistribusi normal.
Berdasarkan hasil uji normalitas diperoleh nilai Kolmogorov Smirnov untuk sampel
pria sebesar 0,475 hal ini berarti untuk signifikansi pria >0.05 sehingga sampel pria
berdistribusi normal. Sedangkan nilai Kolmogorov Smirnov untuk sampel wanita sebesar
0,423 hal ini berarti untuk signifikansi wanita >0.05 sehingga sampel wanita berdistribusi
normal. Melihat hasil nilai Kolmogorov Smirnov untuk pria dan wanita bersignifikansi
>0.05, maka dapat disimpulkan bahwa kedua jenis sampel sebaran datanya berdistribusi
normal. Hasil uji normalitas dapat dilihat dalam tabel berikut:
12
Tabel 2.
Hasil Uji Normalitas
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan tujuan untuk menentukan asumsi yang berlaku
dalam penggunaan uji beda (uji-t), yaitu apakah data yang digunakan memiliki varians
yang sama atau tidak. Uji homogenitas dengan menggunakan teknik Levene’s Test,
dengan kriteria pengambilan keputusan jika signifikansi p>0,05 maka data bersifat
homogen.
Berdasarkan uji homogenitas diketahui bahwa nilai signifikansi sampel
fungsionaris pria dan wanita sebesar 0.457 , yang berarti signifikansinya >0.05, maka
sampel penelitian bersifat homogen atau memiliki varians yang sama.
Tabel 3.
Hasil Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
LOYALITAS
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.559 1 82 .457
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
WANITA PRIA
N 42 42
Normal Parametersa Mean 69.00 67.19
Std. Deviation 8.993 8.199
Most Extreme Differences Absolute .136 .130
Positive .087 .119
Negative -.136 -.130
Kolmogorov-Smirnov Z .879 .844
Asymp. Sig. (2-tailed) .423 .475
a. Test distribution is Normal.
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Data Deskriptif
Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur loyalitas memiliki item valid
sejumlah 22 item, dengan masing-masing item yang diberikan jenjang nilai dari angka 1 sampai
angka 4 menurut jenis itemnya yakni favourable dan unfavourable.
Hasil pengukuran tingkat loyalitas pria dan wanita dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.
Hasil Analisis deskriptif
Jenis
kelamin Range Kategori F
Persen
(%)
Rata-
rata SD
Mi
n
Mak
s
Pria
22 ≤ x ≤ 35.2 Sangat Rendah
-
66.35 8.355 54 81
35.2≤ x ≤48.4 Rendah -
48.4≤ x ≤61.6 Sedang 15 34.88
61.6 ≤ x ≤ 74.8 Tinggi 17 39.53
74.8≤ x ≤ 88 Sangat tinggi 11 25.58
Wanita
22 ≤ x ≤ 35.2 Sangat Rendah
-
69.19 8.91 51 82
35.2≤ x ≤48.4 Rendah
-
48.4≤ x ≤61.6 Sedang 10 23.26
61.6 ≤ x ≤ 74.8 Tinggi 17 39.53
74.8≤ x ≤ 88 Sangat tinggi 16 37.21
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa rata-rata fungsionaris pria maupun wanita memiliki
loyalitas berkisar dari kategori sedang ke sangat tinggi. Loyalitas fungsionaris pria berada pada
kategori tinggi yaitu sebanyak 17 orang atau 39.53% dengan mean sebesar 66.35. Seperti juga
halnya dengan fungsionaris wanita yang sebagian besar juga berada pada loyalitas kategori tinggi
14
yaitu sebanyak 17 orang atau 39.53% dengan mean sebesar 69.19, sehingga dapat ditarik
kesimpulan bahwa rata-rata tingkat loyalitas kepada pimpinannya sama-sama berada pada
kategori tinggi.
Uji Beda
Selanjutnya melalui pendekatan Independent Sample t-test yang digunakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-rata antara dua kelompok sampel yang tidak
berhubungan.
Hasil perhitungan Uji Beda dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 5.
Hasil Uji-t antara loyalitasditinjau dari jenis kelamin
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
LOYALITAS Equal variances
assumed .559 .457 -.964 82 .338 -1.810 1.878 -5.545 1.926
Equal variances not
assumed
-.964 81.310 .338 -1.810 1.878 -5.546 1.927
Hasil perhitungan Uji-t dapat diketahui nilai signifikansinya adalah sebesar 0.338
(p>0.05), Maka H0 diterima, dan H1 ditolak, yang artinya tidak ada perbedaan loyalitas antara
laki-laki dan perempuan.
15
Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan Uji-t, diketahui nilai signifikansinya adalah sebesar 0.338
(p>0.05), maka H0 diterima, dan H1 ditolak, yang artinya tidak ada perbedaan loyalitas antara
laki-laki dan perempuan. Hasil dari perhitungan data diperoleh rata-rata fungsionaris pria dan
wanita loyalitasnya berada pada kategori tinggi. Pertama, hal ini disebabkan oleh kelekatan yang
tercipta dari lingkungan tempat mereka bekerja yang sama, dan juga kegiatan wajib yang harus
dilakukan para fungsionaris yaitu dengan shift jaga kantor LK, sehingga pertemuan antara
pimpinan dengan fungsionaris berjalan konsisten setiap minggunya. Pertemuan yang sering
tersebut menciptakan sebuah proses muncullnya kelekatan yang selanjutnya akan mucul hal-hal
seperti dedikasi kepada atasan, upaya ekstra untuk atasan, identifikasi kepada atasan dan juga
internalisasi nilai-nilai atasan. Ada kemungkinan, hasil yang tidak signifikan ini didukung oleh
hasil research yang mengatakan bahwa loyalitas anggota bergantung pada proses yang terkait
pada pekerjaan mereka (Borzaga & Tortia, 2006). Kedua, pimpinan tertinggi LK tidak
menetapkan sebuah rapat dilakukan secara formal, jadi rapat bidang dapat dilakukan dengan
topik yang telah ditentukan namun berjalan santai dan terkadang dilakukan di sebuah tempat
makan atau rumah salah satu dari fungsionaris. Kegiatan – kegiatan seperti ini dapat
menimbulkan kenyamanan pada anggota, sehingga muncullah kelekatan yang disusul oleh
dedikasi kepada atasan, upaya ekstra untuk atasan, identifikasi kepada atasan dan juga
internalisasi nilai-nilai atasan. Hal ini didukung dalam Burke & Colllison (2004) bahwa loyalitas
terbentuk dari kenyamanan lingkungan kerja.
Hasil penelitian penulis bertentangan dengan sebuah survei di Indonesia yang dilakukan
Towers Watson dalam harian tribunnews.com tanggal 12 September 2012 yang merupakan
seorang konsultan perusahaan di bidang tenaga kerja dan merilis penelitian terbarunya mengenai
16
Global Workforce Study 2012 yang mengikutkan 29 negara termasuk Indonesia dengan total
responden sebanyak 32.000 karyawan. Khusus untuk Indonesia, hasilnya ditemukan bahwa
sekitar dua pertiga karyawan di Indonesia tidak memiliki loyalitas yang tinggi. Lalu hasil
penelitian penulis bertentangan pula dengan hasil penelitian oleh Erickson & Pierce (2005)
menyimpulkan mengenai adanya perbedaan loyalitas ditinjau dari jenis kelamin. Hasil penelitian
tersebut berbeda dikarenakan Erickson & Pierce (2005) melakukan penelitian pada subjek yang
sudah menikah, sedangkan dalam penelitian ini para subjek masih mahasiswa dan belum
menikah, sehingga hasil yang berbeda dikarenakan oleh wanita yang sudah menikah mengemban
peran ganda dalam suatu keluarga. Begitu pula penelitian yang dilakukan oleh Monaghan (2002)
mendapati bahwa pria lebih memiliki rasa menghormati/menghargai pada sesama sehingga lebih
sedikit konflik yang terjadi dan hal itu menimbulkan rasa solidaritas serta loyalitas yang lebih
tinggi pada organisasi. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian dimungkinkan karena Monaghan
(2002) melakukan penelitian dengan subjek yang memiliki rentang usia yang bervariasi sehingga
menimbulkan rasa lebih menghormati satu sama lain kepada mereka yang memiliki umur lebih
dewasa, sedangkan dalam penelitian ini rentang umur cenderung sama sehingga perlakuan satu
dengan yang lainnya cenderung sama dan tidak ada jarak.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak terdapat perbedaan
loyalitas fungsionaris pada pimpinan Senat Mahasiswa, yang dimungkinkan karena mereka
memiliki kegiatan wajib yakni menjaga kantor yang mengharuskan mereka bertemu satu sama
lain dengan pembicaraan-pembicaraan yang santai sehingga loyalitas yang tinggi timbul kepada
pimpinannya. Terciptanya komunikasi intens dengan respon-respon positif dan perlakuan yang
sama dari pimpinan menimbulkan sebuah loyalitas pada pimpinan yang berdampak pula pada
organisasi.
17
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil penelitian sebagai berikut :
Dari hasil perhitungan Uji-t, dapat diketahui bahwa tidak ada perbedaan loyalitas antara
laki-laki dan perempuan. Rata-rata fungsionaris pria maupun wanita memiliki loyalitas berkisar
dari kategori sedang ke sangat tinggi. Loyalitas fungsionaris pria berada pada kategori tinggi
yaitu sebanyak 17 orang atau 39.53% dengan mean sebesar 66.35. Seperti juga halnya dengan
fungsionaris wanita yang sebagian besar juga berada pada loyalitas kategori tinggi yaitu
sebanyak 17 orang atau 39.53% dengan mean sebesar 69.19
SARAN
1. Bagi pimpinan Senat Mahasiswa
a. Para pimpinan hendaknya jika mengadakan pertemuan seperti rapat dapat
dilakukan dengan santai dan tidak terlalu formal agar dapat tercipta suasana
nyaman sehingga terciptalah kelekatan dengan para anggotanya, seperti
pertemuan yang diadakan di salah satu rumah anggota dengan beberapa snack dan
lain sebagainya.
b. Para pimpinan hendaknya memanfaatkan situasi kelekatan tersebut dengan
membuat kegiatan yang lebih bervariatif seperti memberi tugas yang menantang
agar para anggota merasa tertantang dalam memainkan peran yang jelas untuk
kemajuan masing-masing bidang yang berdampak pada Senat Mahasiswa itu
sendiri dan juga menambah pengalaman mereka
18
2. Bagi peneliti selanjutnya
a. Sampel dalam penelitian ini tergolong sedikit, sehingga diharapkan dalam
penelitian yang selanjutnya dapat menambah jumlah sampel agar hasil yang
diperoleh dapat mewakili populasinya
b. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan lebih jauh penelitian ini
dengan menambahkan variabel lain yang masih erat hubungannya dengan
loyalitas karena loyalitas memiliki peran penting dalam suatu organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, T. (2009). Model Peningkatan Loyalitas Dosen Melalui Kepuasan Kerja Dosen . Jurnal
Siasat Bisnis,13(2), 185 – 201.
Aityan, SK. (2011). Challenge of Employee Loyalty in Corporate America.Bussines and
Economic Journal, 2011 : 1-20.
Borzaga ,C. & Ermanno T. (2006).Worker Motivations, Job Satisfaction, and Loyalty in Public
and Nonprofit Social Services.35(2): 225-248. Retrieved from
www.sagepublications.com
Burke, M.E & Jessica C. (2004).Employee Trust and Organizational Loyalty Poll Findings.
Page.1-13.Retrieved from www.CareerJournal.com
Chen, Z.X. (2002). Loyalty to supervisor vs. organizational commitment: Relationships to
employee performance in China. Journal of Occupational and Organizational
Psychology, 75: 339-356
Coughlan, R. (2005). Employee Loyalty as Adherence to Shared Moral Values.Journal Of
19
Managerial Issues, 17: 43-57
David, K. (1989). Perilaku Dalam Organisasi Edisi ke 7. Jakarta: Erlangga
Erickson , K. & Pierce, J.L. (2005). Farewell to the organization man: The feminization of
loyalty in high-end and low-end service jobs. 6(3): 283–313, Retrieved from
www.sagepublications.com
Irham, F. (2012).Manajemen Kepemimpinan. Bandung: ALFABETA
Iskandar Dr. (2006). Metode Penelitian Pendidikan dan sosial.Jakarta : Gaung Persada Press
Federman, B. (2009). Employee Engagement: a roadmap for creating profits, optimizing
performance, and increasing loyalty.United States of America: Jossey-BassA Wiley
Imprint
Hirschman, A. O. (1970). Exit, voice, and loyalty: Responses to decline in firms, organizations,
and states.Cambridge,MA: Harvard University Press.
Hungu, FT. (2007).Sifon, Pedang bermata Dua Bagi Perempuan.Yogyakarta: Pusat Studi
Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada
Kadarwati, (2003). Manajemen Organisasi. Jakarta: Gramedia Asri Media
Kusumawati. (2007). Kepemimpinan dalam perspektif gender : Adakah perbedaan? . Jurnal
Administrasi Bisnis,1(1), 33-38.
Mehta,S. (2010). Employee Loyalty towards organization – A study of academician,
International Bussiness Management,1(1) : 98 – 108.
20
Mangkuprawira, S. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia Strategik. Jakarta: Ghalia
Indonesia
Monaghan, L. (2002). Embodying Gender, work, and organization: Solidarity, Cool loyalties and
contested hierarchy in a masculinist occupation, Black well publisher,9 (5): 504-536
Nashori, F. dkk. (2009). Psikologi Kepemimpinan, Yogyakarta: Pustaka Fahima
Reichheld, F.F. (2001). Lead for Loyalty, Amerika: Harvard Business Review
Robbins, S. P. (2006). Perilaku Organisasi. Jakarta: PT. INDEKS, Kelompok GRAMEDIA
Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2008).Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat
Santrock, J.W.(2003). Adolescene Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga.
Sashkin, M & Sashkin, M. (2011). Prinsip-prinsip Kepemimpinan. Jakarta: Erlangga
Saydam, G.(2000). Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management Jilid
2). Jakarta : PT Toko Gunung Agung.
Siswanto, B. (1989). Manajemen Tenaga Kerja. Bandung: Sinar Baru
Soegandhi, V.M. (2013). Pengaruh kepuasan kerja dan loyalitas kerja terhadap organizational
citizenship behavior pada karyawan PT.Surya Timur Sakti Jatim. AGORA, 1(1), 1-12
Sofyandi, H. (2007). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sudimin, T. (2003).Whistleblowing; Dilema Loyalitas dan Tanggung Jawab Publik.Jurnal
Manajemen dan Usahawan, Hal. 32-11
Sugiyono, (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta
21
Tan, M.T,dkk, (2012). Does gender contributemoderating effect in brand equity model,
International Journal of research in management, Page. 1-15
(2013, Mei). Retrieved from http://edukasi.kompasiana.com/2013/05/03/kualitas-pendidikan-
indonesia-refleksi-2-mei-552591.html