perbedaan kepuasan hidup pensiunan pns pada golongan iii...
TRANSCRIPT
1
PENDAHULUAN
Bekerja merupakan bagian fundamental kehidupan bagi hampir semua orang dewasa,
baik pria maupun wanita yang dapat memberikan kebahagiaan dan kepuasan (Suardiman,
2011). Namun manusia tidak dapat bekerja terus menerus sepanjang hidupnya akan tiba suatu
masa pensiun, yakni masa kerja formal seseorang dengan dimulainya suatu peran baru dalam
hidupnya, harapan-harapan baru, serta pendefinisian kembali tentang diri (Turner & Helms,
2001). Di Indonesia pensiun diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai batas usia pensiun
bagi pegawai negeri sipil (PNS). Pada PP RI No.19 batas usia pensiun PNS secara umumnya
pada usia 56 tahun. Batas usia tentunya tidaklah sama hal ini tergantung pada tingkat jabatan
diduduki oleh seseorang dalam pekerjaannya. Namun baru-baru ini pemerintah mengeluarkan
Peraturan Pemerintahan yang berlaku mulai 2014 yang mana batas usia pensiun diperpanjang
menjadi usia 58 tahun (PP RI No 21). Pada penelitian ini penulis masih menggunakan bata
usia pensiun 56 tahun pada PNS golongan III di kota Palangkaraya.
Pada saat memasuki masa pensiun individu diharapkan dapat menikmati waktu luang
dengan melakukan aktivitas yang atau berkumpul dengan anggota keluarga, mengembangkan
minat dan melakukan pekerja sosial lainnya (Kim & Moen, 2001). Terdapat tiga hal yang
akan hilang pada masa pensiun yaitu, hilangnya kegiatan rutin yang dulu dilakukan,
hilangnya interaksi dengan rekan-rekan kerja dan hilangnya status yang disandang selama
bekerja ditambah pula dengan berkurang penghasilan (Kuntjoro, 2004). Menurut Kuntjoro
ketika memasuki masa pensiun seseorang sudah tidak memiliki kondisi yang sama seperti
waktu bekerja dulu. Timbulnya perasaan negatif seperti kecemasan, takut, stres dan
kekhawatiran pada masa pensiun akan memengaruhi kepuasan hidup seseorang yang pensiun
(Smith & Moen, 2004).
Kim dan Moen (2002) berpendapat bahwa masa pensiun dapat meningkatkan sense of
well-being yang pada akhirnya akan memengaruhi kepuasan hidup individu apabila individu
2
mempersepsikan sebagai suatu keadaan yang keluar dari tekanan pekerjaannya. Kemudian
Karp (dalam Davis, 2007) melakukan survey pada pekerja di London mengenai kepuasan
hidup bahwa mereka yang memiliki kesehatan yang prima atau mereka yang sangat
menyukai pekerjaannya, akan berusaha mencapai tujuan karir sedangkan yang lain
mengalami ketidakpuasan pada masa pensiun dalam hal masalah keuangan. Di samping itu
Herve, Bailly, Michele dan Daniel (2012) menyatakan pensiunan yang pensiun sesuai masa
kerja akan mempunyai kepuasan hidup yang tinggi dibandingkan individu yang pensiun
sebelum waktunya. Hal serupa turut terjadi pada pensiunan PNS di Kota Palangkaraya yang
tak sedikit dari mereka mempunyai masalah pada masa pensiunnya. Berdasarkan pengamatan
penulis beberapa PNS mengalami gangguan kesehatan dan sebagian lain menikmati masa
pensiunnya. Hal ini karena kurangnya persiapan dalam mendekati masa pensiun yang
mengakibatkan beberapa individu merasakan masa pensiun merupakan masa yang tidak
mengenakan dalam hidupnya dan gagalnya menyesuaikan diri dengan status dan kondisi
yang ada. Sehingga hal tersebut akan memengaruhi kepuasan hidup pada individu dalam
menjalani masa pensiun.
Menurut Utian (dalam Britiller et al., 2013), kepuasan hidup adalah perasaan individu
terhadap kehidupannya sendiri yang tercermin dari perasaannya tentang masa lalu, sekarang
maupun masa depan. Kepuasan hidup pada dewasa lanjut mencakup pada aspek-aspek dalam
kehidupan seperti kondisi emosi (emotional), kesehatan (health), seksualitas (sexual) dan
pekerjaan atau aktivitas (occupational). Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan
terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan hidup pada masa pensiun, yaitu
Solinge dan Henkens (2008) menyatakan bahwa penyesuaian diri masa pensiun dan
berbedanya jenis kelamin juga merupakan faktor kepuasan hidup pada pensiun. Selain itu,
Herve et al. (2012) menyatakan bahwa status pekerjaan setiap individu yang pensiun menjadi
salah satu faktor kepuasan hidup. Kemudian adanya pendapatan/penghasilan pada masa
3
pensiun berkaitan dengan kepuasan hidup (Eddington & Shuman, 2005). Selajutnya
Thompson (dalam Lobeck, 2005), menyatakan bahwa penurunan kondisi kesehatan secara
fisik dan psikis akan memengaruhi individu dalam mencapai atau merasakan kepuasan hidup
pada masa pensiun.
Berdasarkan beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan hidup masa pensiun penulis
memilih jenis kelamin. Hal tersebut karena menurut penelitian para ahli jenis kelamin
berpengaruh terhadap kepuasan hidup pada masa pensiun. Menurut Dangu (1992), jenis
kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak
seseorang lahir. Mein et al. (2003) dalam penelitiannya mengenai perbedaan jenis kelamin
dalam merasakan kepuasan hidup masa pensiun menyatakan bahwa pada umumnya pria
mengalami penurunan kesehatan secara fisik dan psikis dibandingkan wanita. Kemudian
Eddington dan Shuman (2005) mengenai gender dan kebahagiaan pada masa tua mengatakan
bahwa wanita memiliki afek negatif yang lebih tinggi dan tingkat depresi yang lebih tinggi
dibandingkan pria. Hal tersebut menyebabkan laki-laki lebih mempunyai kepuasan hidup
yang baik dibandingkan perempuan. Namun tidak demikian yang ditemukan pada penelitian
yang dilakukan oleh Solinge dan Henkens (2008) bahwa perempuan lebih mempunyai
kepuasan hidup lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki pada masa pensiun. Hal ini karena
perempuan lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan dan keadaan yang baru dalam
hidupnya sedangkan pria lebih memerlukan penyesuaian diri yang agak lama dibandingkan
perempuan. Pada penelitian ini penulis terfokus pada pensiunan PNS golongan III ini karena
saat memasuki masa pensiun golongan terakhir yang dipegang oleh seorang PNS umumnya
adalah golongan III atau golongan IV dan perbedaan jumlah penghasilan yang diterima setiap
bulannya. Pada penelitian (Diener & Lucas, 2005 ; Eddington & Shuman, 2005) menyatakan
bahwa pendapatan atau penghasilan seseorang akan memengaruhi tinggi rendah kepuasan
hidup seseorang. Jadi, individu yang mempunyai pendapatan yang lebih baik cenderung
4
mempunyai kepuasan hidup yang tinggi karena mereka mampu memenuhi kebutuhan-
kebutuhan mereka.
Masih adanya perbedaan dari hasil beberapa penelitian mengenai kepuasan hidup laki-
laki dan perempuan pada masa pensiun, yakni ada yang menyatakan bahwa pria yang
mempunyai kepuasan hidup yang tinggi dan ada juga yang menyatakan bahwa wanita yang
mempunyai kepuasan hidup yang tinggi pada masa pensiun. Disamping itu penulis juga
masih belum bisa menentukan yang antara perempuan dan laki-laki yang mempunyai
kepuasan hidup yang lebih tinggi dalam masa pensiun. Hal inilah yang mendasari penulis
melakukan penelitian mengenai perbedaan kepuasan hidup pensiunan PNS pada golongan III
di kota Palangkaraya ditinjau dari jenis kelamin. Di samping itu juga penulis mengajukan
hipotesis dalam penelitian ini adalah ada perbedaan signifikan kepuasan hidup pensiunan
PNS pada golongan III di kota Palangkaraya ditinjau dari jenis kelamin.
Kepuasan Hidup
Kepuasan hidup adalah perasaan individu terhadap kehidupannya sendiri yang tercermin
dari perasaannya tentang masa lalu, sekarang maupun masa depan. Kepuasan hidup pada
dewasa lanjut mencakup pada kondisi emosi, kesehatan, seksulitas dan pekerjaan atau
aktivitas yang mereka lakukan (Utian dalam Britiller et al., 2013). Utian mengemukakan
terdapat empat aspek kepuasan hidup pada dewasa lanjut antara lain:
a. Emosional (Emotional)
Kepuasan hidup secara emosional tergambar dari individu menyadari perasaan
yang terjadi dalam kehidupannya. Selain itu kepuasan hidup secara emosional
tergambar dari kemampuan individu mengendalikan berbagai emosi dalam hidupnya.
b. Aktivitas (Occupation)
Adanya aktivitas yang dilakukan setelah pensiun menjadi kepuasan hidup pada
dewasa lanjut seperti membuat mencapai tujuan hidup yang baru akan prestasi yang
5
mereka kembangkan sebagai bukti kepuasan dan integritas karena mereka percaya hal
itu akan membawa kebahagian.
c. Seksual (Sexual)
Kepuasan seksual pada dewasa lanjut menjadi salah satu hal yang penting dikarena
pada saat ini sebagian besar individu merasakan puas atau ketidakpuasan terhadap
hubungan romantis pernikahan. Selain itu juga individu mampu menerima kondisi
pasangannya masing-masing dalam kehidupan seksualnya.
d. Kesehatan (Health)
Menyadari bahwa kondisi fisik menjadi lemah dan mengendalikan kondisi
kesehatan merupakan hal sulit yang bagi mereka. Oleh karena itu menjaga kebugaran
tubuh dengan disertai makanan yang di konsumsi harus di jaga untuk tetap menjaga
kondisi kesehatan.
Jenis Kelamin
Menurut Dangu (1992) jenis kelamin (seks) adalah perbedaan antara perempuan dengan
laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Jenis kelamin juga sebagai hal yang
membedakan identitas fisik individu dalam keberadaannya ditengah masyarakat. Pada masa
kini pun sebenarnya masih ada kecenderungan bahwa jenis kelamin memengaruhi berbagai
kegiatan yang individu lakukan. Perbedaan pria dan wanita dibagi menjadi dua hal, yaitu
pertama perbedaan secara biologis meliputi perbedaan fisik. Kedua perbedaan secara
psikologis meliputi karakter dan kepribadian antar keduanya yang mana bersifat bawaan atau
karena pengaruh dari lingkungan atau budaya setiap individu.
METODE
Partisipan
Populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 67 pensiunan PNS golongan III di Kota
Palangkaraya yang terdiri dari 35 pensiunan PNS laki-laki dan 32 pensiunan PNS perempuan.
6
Subjek sebanyak 67 pensiunan merupakan pensiunan staf dari berbagai instansi pemerintahan
kota Palangkaya seperti dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Palangkaraya terutama bidang
perencanaan dan keuangan, Dinas Pendidikan Kota Palangkaraya, Dinas Tata Kota
Palangkaraya dan pensiunan staf kantor Kotamadya Palangkaraya.
Alat Ukur Penelitian
Alat ukur kepuasan hidup terhadap masa pensiun menggunakan skala Utian Quality of
Life Scale (UQOL). Kepuasan hidup dewasa lanjut mencakup empat aspek antara lain seperti
emosional, pekerjaan/aktivitas, seksual dan kesehatan. Skala Utian Quality of Life Scale
(UQOL) yang tersusun dalam 37 aitem pernyataan dalam bentuk skala Likert. Berdasarkan
seleksi aitem skala kepuasan hidup yang semulanya tersusun 37 aitem sesudah pengujian
daya diskriminasi menjadi 27 aitem (10 aitem gugur). Dari uji reliabilitas dengan Alpha
Cronbach diperoleh hasil r = 0,872.
Prosedur Pengumpulan Data
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan pengumpulan data dimulai pada hari
Selasa 13 Mei 2014 s/d 22 Mei 2014 dengan cara penulis langsung mencari subjek yang
pensiun. Jumlah subjek pensiun sebanyak 67 orang terdiri dari pensiunan PNS laki-laki
sebanyak 35 pensiunan dan 32 pensiunan perempuan pada golongan III di kota Palangkaraya.
Sesuai dengan rancangan penelitiaan dalam menentukan subjek menggunakan teknik
sampling jenuh yaitu dimana semua anggota populasi digunakan sebagai subjek (Sugiyono,
2010). Pada penelitian ini, penulis menggunakan try out terpakai yaitu subjek yang digunakan
untuk try out digunakan sekaligus untuk penelitian. Data yang diperoleh dalam penelitian
kemudian diolah menggunakan bantuan program komputer SPSS 16.0 for windows.
7
Teknik Analisa Data
Metode analisis menggunakan uji-t untuk melihat perbedaan signifikan kepuasan hidup
pada pensiunan PNS golongan III ditinjau dari jenis kelamin. Analisis data dilakukan dengan
bantuan program bantu komputer SPSS 16.0 for windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Uji Normalitas
Berdasarkan hasil dari uji normalitas Kolmogrov-Smirnov, didapatkan nilai signifikansi
kepuasan hidup laki-laki sebesar p = 0,148 (p > 0,05).Kepuasaan hidup perempuan
menghasilkan nilai signifikansi sebesar p = 0,197 (p > 0,05). Hal ini menunjukan bahwa
sebaran data kepuasan hidup pada laki-laki dan perempuan merupakan sebaran data
berdistribusi normal.
Uji Homogenitas
Uji homogenitas menggunakan Levene Test Statistic. Uji homogenitas guna mengetahui
apakah data mempunyai varians yang sama atau tidak. Sampel dinyatakan homogen bila nilai
probabilitas (p) lebih besar dari 0,05 (p > 0,05). Pada uji homogenitas untuk variabel
kepuasan hidup, diperoleh nilai p sebesar 0.000 (p < 0,05). Jadi dapat dinyatakan pada
penelitian ini tidak bersifat homogen atau tidak mempunyai varians yang sama, sehingga
untuk membaca hasil analisis pada table uji t menggunakan kolom equal variances not
assued.
Analisis Deskriptif
Tabel 1.
Kriteria Kepuasan Hidup Laki-laki No Interval Kategori Frekuensi % Mean SD
1 113,4 ≤ x ≤ 135 Sangat Tinggi 1 2,857%
2 91,8 ≤ x < 113,4 Tinggi 10 28,571%
3 70,2 ≤ x < 91,8 Cukup 21 60% 85.80 13,038
4 48,6 ≤ x < 70,2 Rendah 3 8,571%
5 27 ≤ x < 48,6 Sangat Rendah - -
8
Kepuasan hidup pada laki-laki dengan skor minumum sebesar 64 dan skor maksimun
sebesar 116. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kategori sangat rendah sebesar (0%),
rendah (8,571%), cukup (60%), tinggi (28,57%), dan sangat tinggi sebesar (2,857%). Mean
(rata-rata) sebesar 85,80 dengan standar deviasi (SD) sebesar 13, 038.
Tabel 2.
Kriteria Kepuasan Hidup Perempuan No Interval Kategori Frekuensi % Mean SD
1 113,4 ≤ x ≤ 135 Sangat Tinggi 11 34,375%
2 91,8 ≤ x < 113,4 Tinggi 21 65,625%
3 70,2 ≤ x < 91,8 Cukup - - 112,06 7,927
4 48,6 ≤ x < 70,2 Rendah - -
5 27 ≤ x < 48,6 Sangat Rendah - -
kepuasan hidup pada laki-laki menghasilkan skor minumum sebesar 98 dan skor
maksimun sebesar 131. Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa kategori sangat rendah
sebesar (0%), rendah (0%), sedang (0%), tinggi (65,62%), dan sangat tinggi sebesar
(34,37%). Mean (rata-rata) sebesar 112,06 dengan standar deviasi (SD) sebesar 7,927.
Uji T
Tabel 3.
Gambaran Nilai Kepuasan Hidup Berdasarkan Jenis Kelamin
Kepuasan Hidup
Laki-laki Perempuan
N 35 32
Mean 85,80 112,06
Standar Deviasi 13,038 7,927
Standard Error Mean 2,204 1,401
Berdasarkan keterangan tabel diatas menunjukan bahwa mean kepuasan hidup
perempuan dengan jumlah subjek sebanyak 32 pensiunan sebesar 112,06 yang mana
lebih tinggi daripada mean kepuasan hidup laki-laki yang subjeknya berjumlah 35
pensiunan sebesar 85,80. Hal ini menunjukan bahwa pensiunan perempuan memiliki
kepuasan hidup yang lebih tinggi daripada pensiunan laki-laki di kota Palangkaraya.
Pada penelitian ini taraf signifikasi yang digunakan adalah 0,05 sehingga H0 ditolak
dan H1 diterima bila nilai signifikasi < 0,05. Sebaliknya, H0 diterima dan H1 ditolak bila
9
nilai signifikasi > 0,05. Signifikansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pengetesan 2 ekor (2 tailed). Pengujian dua arah (2 tailed) adalah pengujian terhadap
suatu hipotesis yang belum diketahui arahnya
Tabel 4.
Hasil Perhitungan Uji T Equal variances not assumed
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
95% Confidence
Interval of the
Difference
F Sig. t df Sig.
(2-tailed)
Mean
Difference
Std. Error
Difference
Lower Upper
-95.363 8.639E3 .000 -19.813 .208 -20.221 -19.406
Dari hasil analisis uji t diperoleh nilai signifikasi sebesar 0,000 (p < 0,05). Jadi dapat
diambil kesimpulan bahwa terdapat perbedaan signifikan kepuasan hidup pensiunan PNS
pada golongan III di kota Palangkaraya ditinjau dari jenis kelamin. Hal ini juga
menunjukan kepuasan hidup pensiunan perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan
kepuasan hidup pensiunan laki-laki pada PNS golongan III di kota Palangkaraya.
Pembahasan
Dari hasil penelitian uji t diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,000 (p < 0,05)
menunjukan terdapat perbedaan yang signifikan pada pensiunan PNS golongan III di kota
Palangkaraya ditinjau dari jenis kelamin. Kemudian didapatkan hasil bahwa mean kepuasan
hidup pensiunan perempuan sebesar 112,06 sedangkan pada pensiunan laki-laki didapatkan
mean kepuasan hidup sebesar 85,80. Hal ini menunjukan bahwa pensiunan PNS perempuan
memiliki kepuasan hidup lebih tinggi daripada pensiun PNS laki-laki.
Kepuasan hidup tinggi dapat ditinjau pada perbedaan karakteristik perempuan dan laki-
laki. Perempuan yang lebih mengutamakan hubungan interpersonal dan mempunyai
kemampuannya dalam membujuk orang lain untuk membuka diri. Kemudian perempuan
dalam hubungan sosialnya mereka lebih dekat dan terbuka satu dengan lainnya. Selain itu
laki-laki mempunyai karakteristik berbeda dengan perempuan yang mana laki-laki lebih
10
mandiri dan tidak terlalu mempunyai hubungan yang dekat pada lingkungan sosialnya
sehingga laki-laki mempunyai sikap tertutup dan sulit untuk terbuka dalam hal
mengekspresikan perasaaannya (Dagun, 1992). Kepuasan hidup yang tinggi dapat terlihat
dari hubungan sosial individu dengan lingkungan sekitar. Selain itu dari penjelasan diatas
individu yang mempunyai hubungan sosial yang baik dapat membawa dampak bagi individu
yang pensiun dalam menjalani masa-masa pensiun sehingga tidak adanya perasaan dan
pikiran negatif ketika pensiun karena individu merasa adanya dukungan dari lingkungannya.
Hal ini didukung Gunadi (2010), perempuan dan laki-laki mempunyai pandangan yang
berbeda tentang kepuasan hidup. Perempuan cenderung memandang makna hidupnya dan
melihat bahwa hidupnya itu berharga kalau dia memang memiliki suatu hubungan yang baik
dengan orang yang dikasihinya dan dekat dengannya. Menurut Gunadi (2010), pensiunan
perempuan tidak begitu stres asalkan tidak kehilangan kontak atau putusnya hubungan
dengan orang-orang dikasihinya atau orang terdekat. Sedangkan pria cenderung melihat
harga dirinya berdasarkan kemampuannya, apa yang telah dihasilkan dalam hidup ini. Jadi
kalau pria tidak bisa melihat hasil karyanya, tidak ada yang dia banggakan dari kerjanya dia
juga tidak akan bisa memiliki rasa bermakna atau rasa berharga yang baik. Malah
kecenderungannya adalah dia akan memandang rendah dirinya, sebab pria itu mengukur
tinggi rendahnya atau besar atau kecil dirinya itu dari pekerjaan yang selama ini dilakukan.
Sehingga ketika menjalani masa pensiun tidak jarang dari mereka yang takut sekali untuk
merasa tidak mampu, tidak bisa menguasai keadaan lagi. Pria dikondisikan untuk selalu
mampu memenuhi tuntutan yang diembankan padanya, sebab ketidakmampuannya
memenuhi tuntutan disamakan dengan kelemahan dan pria takut sekali lemah (Gunadi,
2010).
Solinge dan Henkens (2008) mengenai penyesuaian dan kepuasan hidup pensiun
menyatakan bahwa faktor jenis kelamin memengaruhi individu dalam mencapai kepuasan
11
hidupnya. Pada penelitian Solinge dan Henkens (2008) melaporkan bahwa perempuan lebih
mempunyai kepuasan hidup lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Kepuasan hidup
terutama pada masa pensiun seharusnya individu dapat menikmati waktu yang luang untuk
berkumpul dengan keluarga, melakukan hobi yang dulu terbatas untuk dilakukan, atau
bahkan ikut terlibat kegiatan sosial (Kim & Moen, 2001). Namun pada kenyataannya pada
sebagian mereka yang pensiun merupakan masa hilangnya kegiatan rutin yang dilakukan,
hilangnya rekan-rekan kerja dan yang paling terasa adalah berkurangnya penghasilan yang
diterima (Kuntjoro, 2004). Timbulnya perasaan negatif seperti kecemasan, takut, stres dan
kekhawatiran pada masa pensiun akan memengaruhi kepuasan hidup seseorang yang pensiun
(Smith & Moen, 2004).
Kepuasan hidup dapat mendorong individu untuk menikmati kehidupannya dimana dia
berada (Solinge & Henkens, 2008). Individu yang mempunyai tingkat kepuasan hidup yang
tinggi termasuk manusia yang dapat mengontrol kehidupan, menentukan tujuan hidup,
menjalani kehidupannya dengan menikmati setiap proses yang terjadi dalam kehidupannya
(Eddingtong, 2005). Mencapai kepuasan hidup pada masa tua tentu dipengaruhi berbagai
pengalaman kehidupan seperti pengalaman dari kehidupan sosial, pekerjaaan, dan kehidupan
rumah tangga yang akan memberikan kepuasan hidup tersendiri pada setiap individu (Kim &
Moen, 2001). Berdasarkan penjelasan di atas, dapat simpulkan bahwa pensiunan laki-laki
yang memiliki kepuasan hidup pada masa pensiun yang rendah. Sebaliknya pensiunan
perempuan mempunyai kepuasan hidup yang tinggi dibandingkan pensiunan laki-laki.
Perempuan dalam penelitian ini memiliki kepuasan hidup masa pensiun yang tinggi dan
cenderung memiliki kemampuan mengontrolan emosi dengan baik, dapat menentukan tujuan
baru dalam melakukan aktivitas yang baru, adanya kepuasan seksual dalam kehidupan
pernikahannya dan menjaga kesehatan di masa tuanya.
12
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan signifikan kepuasan hidup pensiunan PNS pada golongan III di kota
Palangkaraya. Kepuasan hidup yang lebih tinggi dimiliki pensiunan PNS perempuan
golongan III dengan nilai rerata (mean) sebesar 112,06 lebih tinggi daripada pensiunan
golongan III PNS laki-laki dengan nilai rerata (mean) sebesar 85,80.
2. Ditemukan juga dari analisis deskriptif bahwa pada pensiunan PNS perempuan sebagian
besar (65,62%) pada kategori kepuasan hidup yang tinggi. Kemudian pada pensiunan
PNS laki-laki sebagian besar (60%) pada kategori kepuasan hidup yang cukup.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyampaikan beberapa saran antara lain:
1. Bagi pensiunan PNS perempuan supaya dapat mempertahankan kepuasan hidup yang
dimiliki agar dapat menikmati masa tua dengan kebahagiaan.
2. Bagi pensiunan PNS laki-laki supaya dapat meningkatan kepuasan hidupnya dengan tetap
aktif dalam aktivitas yang disukai, dapat mempersiapkan diri sebelum memasuki masa
pensiun, dan tetap menjaga hubungan dalam kehidupan sosial.
3. Peneliti selanjutnya disarankan untuk lebih bervariasi dalam menentukan subjek penelitian
misalnya dilihat dari perbedaan status pekerjaan (swasta atau PNS), karena status
pekerjaan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kepuasan hidup.
13
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2010). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Britiller, M. C., et al. (2013). Life satisfaction of adults in retirement age. Journal of
International Scientific Research Lyceum of the Philippines University, 5(3), 122-137
Dagun, S. M. (1992). Maskulin dan feminin perbedaan pria-wanita dalam fisiologi,
psikologi, seksual, karier dan masa depan. Jakarta: Rineka Cipta.
Davis, G. D. (2007). Looking toward the future: predicting retirement satisfaction. The New
School Psyhology Bulletin Bowling Green State University, 5(1), 107-127.
Diener, E., Lucas, R. E., & Oishi, S. (2005). Subjective well-being: the science of happiness
and life staticfaction. New York: Oxford University.
Diener, E., Emmons. R. A., Larsen. R. J., Sharon. G. (1985). The satisfaction with life scale.
Journal of International University Illinois at Urbana Champaign, 49(1), 71-75.
Eddington, N. & Shuman, R. (2005). Subjective well being (happiness). Continuing
psychology education: 6 continuing education hours. Diunduh pada 17 Maret 2014 dari
http://www.texcpe.com/cpe/PDF/ca-happiness.pdf.
Gunadi, P. (2010). Pria dalam karier dan wanita dalam relasi. Diunduh pada 15 Juli 2014 dari
http://www.telaga.org/audio/pria_dalam_karier_dan_wanita_dalam_relasi.
Herve, C., Bailly, N., Michele. J., & Daniel. A. (2012). Comparative study of the quality od
adaptation and staticfaction with life of retirees according to retiring age. Scientific
Research Psyhologie des Ages de la Vie Universite F. Rabelais Tour France, 4, 322-
327.
Kim, J.E & Moen, P. (2001). Is retirement good or bad for subjective well-being. Journal Of
Family Center and Clinical and Social Sciences In Psychology University Of Rochester
New York, 10(2), 83-86.
Kim, J. E., & Moen, P. (2002). Retirement transitions, gender, and psychological well-being:
A life-course, ecological model. Journal of Gerontology: Psychological Sciences, 57(3),
212-222.
Kuntjoro, Z. S. (2004). Dukungan sosial pada lansia. Diunduh 14 Febuari 2014,
dari:http//www.epsikologi.com/lanjutusia. html.
Lobeck, M. (2005). The experience of stroke for men in retirement transition. Published by
SAGE.
Mein, G., et al. (2003). Is retiment good or bad for mental and physical health functioning?
whitehall II longitudinal study of civil servant. Journal Department of Epidemiology
and Public Health, Royal Free and University College Medical. London, 57(2), 46 - 49.
Republik Indonesia. (2013). Peraturan pemerintah Repbulik Indonesia tentang terubahan
keempat atas peraturan pemerintah no 32 tahun 1979 pemberhentian pegawai Negeri
sipil. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
14
Republik Indonesia. (2014). Peraturan pemerintah Repbulik Indonesia tentang perubahan
keempat atas peraturan pemerintah no 32 tahun 1979 pemberhentian pegawai Negeri
sipil. Sekretariat Kabinet RI. Jakarta.
Smith, D. B., & Moen. P. (2004). Retirement staticfaction for retirees and their spouses.
Journal of Family Issues Sage Publications, 25(2), 262- 285.
Solinge, H. V & Kene. H. (2008). Adjustment to and staticfaction with retirement: two of a
kind. Journal Interdisciplinary Demograhic Institute, 22(2), 422-434.
Suardiman, P. S. (2011). Psikologi Usia Lanjut. Yogyakarta: PT Gadjah Mada University Press.
Sugiyono. (2010). Metode penelitian kuantitatif kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Turner, J. S., & Helms, D. B. (2001). Lifespan development, (3rd
ed). United State: Holt,
Rinehart & Winston.