perbandingan pola penataan ruang alun-alun kota malang dan alun-alun kota jember

48
Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Suatu kota tidak hanya tumbuh dalam bentuk fisik saja, tetapi akan tumbuh bersama dengan masyarakatnya. Ruang terbuka di pusat kota merupakan elemen perancangan kota yang mempunyai peran penting bagi pertumbuhan dan perkembangan suatu kota, karena merupakan bagian integral dari bangunan- bangunan di perkotaan. Kawasan pusat kota mempunyai karakter yang spesifik dan menonjol, karena dari inti kota inilah perkembangan suatu kota diawali. Pusat kota merupakan jantung kota yang memiliki irama tersendiri dalam menghidupkan kota. Kawasan pusat kota seringkali dianggap sebagai tempat publik/ruang publik, yaitu tempat berpusatnya segala aktivitas masyarakat kota, baik yang bersifat politik, sosial maupun ekonomi, dengan perkembangan fisik yang tinggi, dan dapat dimanfaatkan oleh semua orang yang berkepentingan secara bebas. Keberadaannya tepat di tengah kota, dan menjadi tempat berkumpulnya masyarakat untuk berbagai kepentingan, baik masyarakat dari dalam wilayah kota itu sendiri maupun masyarakat yang berasal dari luar wilayah kota tersebut (Sulistiyani, 2005). Ruang terbuka di pusat kota di Indonesia dewasa ini dihadapkan pada masalah-masalah yang terkait dengan kemajuan jaman. Dalam perkembangannya seringkali pusat kota menjadi kawasan pusat komersial dan perdagangan yang melayani kebutuhan masyarakat dalam skala besar. Pengaruh dari sistem perdagangan kini telah melanda pada pusat-pusat kota baik itu di jalan-jalan protokol maupun di ruang-ruang terbuka. Ruang terbuka kota yang memiliki nilai strategis dan menguntungkan diserbu oleh kekuatan aktivitas komersial. Ruang terbuka publik atau dikenal dengan istilah lapangan kota/alun-alun ini memiliki karakter yang spesifik dan berbeda dengan lapangan kota di negara lain. Masa kejayaan Islam memberikan konsep lapangan kota/square yang dikenal

Upload: syawqy-idraq

Post on 09-Apr-2016

81 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Metode Penelitian

TRANSCRIPT

Page 1: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Suatu kota tidak hanya tumbuh dalam bentuk fisik saja, tetapi akan tumbuh

bersama dengan masyarakatnya. Ruang terbuka di pusat kota merupakan elemen

perancangan kota yang mempunyai peran penting bagi pertumbuhan dan

perkembangan suatu kota, karena merupakan bagian integral dari bangunan-

bangunan di perkotaan. Kawasan pusat kota mempunyai karakter yang spesifik

dan menonjol, karena dari inti kota inilah perkembangan suatu kota diawali.

Pusat kota merupakan jantung kota yang memiliki irama tersendiri dalam

menghidupkan kota. Kawasan pusat kota seringkali dianggap sebagai tempat

publik/ruang publik, yaitu tempat berpusatnya segala aktivitas masyarakat kota,

baik yang bersifat politik, sosial maupun ekonomi, dengan perkembangan fisik

yang tinggi, dan dapat dimanfaatkan oleh semua orang yang berkepentingan

secara bebas. Keberadaannya tepat di tengah kota, dan menjadi tempat

berkumpulnya masyarakat untuk berbagai kepentingan, baik masyarakat dari

dalam wilayah kota itu sendiri maupun masyarakat yang berasal dari luar wilayah

kota tersebut (Sulistiyani, 2005).

Ruang terbuka di pusat kota di Indonesia dewasa ini dihadapkan pada

masalah-masalah yang terkait dengan kemajuan jaman. Dalam perkembangannya

seringkali pusat kota menjadi kawasan pusat komersial dan perdagangan yang

melayani kebutuhan masyarakat dalam skala besar. Pengaruh dari sistem

perdagangan kini telah melanda pada pusat-pusat kota baik itu di jalan-jalan

protokol maupun di ruang-ruang terbuka. Ruang terbuka kota yang memiliki nilai

strategis dan menguntungkan diserbu oleh kekuatan aktivitas komersial.

Ruang terbuka publik atau dikenal dengan istilah lapangan kota/alun-alun ini

memiliki karakter yang spesifik dan berbeda dengan lapangan kota di negara lain.

Masa kejayaan Islam memberikan konsep lapangan kota/square yang dikenal

Page 2: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 2

dengan istilah alun-alun. Tiap-tiap kota besar di Jawa memiliki sebuah alun-alun,

sebuah kawasan berbentuk bujursangkar yang luas, ditanami rerumputan, dan

dikitari dengan pohon beringin. Keberadaan alun-alun sebagai square ini

merupakan komposisi tata ruang pusat kota kerajaan Islam bersama kraton dan

masjid. Pada abad pertengahan fungsi alun-alun selain sebagai ruang terbuka juga

berfungsi sebagai ruang publik yang dipergunakan untuk pasar, lapangan, dan

tempat upacara (kegiatan pemerintahan).

Salah satu kebutuhan dalam perkembangan fisik pusat kota adalah

pemenuhan suatu ruang publik untuk melepaskan kepenatan dan menahan tekanan

kehidupan yaitu alun-alun. Di alun-alun masyarakat dapat melepaskan tekanan

melalui kegiatan sosialisasi yang bersifat rekreatif, seperti bertemu teman,

berolahraga, bermain, makan dan minum, bercakap-cakap, maupun hanya sekedar

duduk-duduk santai saja. Alun-alun sebagai ruang terbuka publik juga merupakan

suatu ruang milik bersama, tempat masyarakat melakukan aktivitas fungsional dan

ritualnya dalam suatu komunitas, baik pada kehidupan rutin sehari-hari maupun

dalam perayaan berkala (Sulistiyani, 2005).

Kota-kota di Jawa pada jaman pra-kolonial, baik pusat kerajaan Jawa di

pedalaman maupun di pesisir, dibangun suatu konsep tata ruang yang sama. Pada

umumnya struktur tata ruang kota tradisional di Jawa terdiri atas sebuah lapangan

luas yang di tengahnya ditanam sebuah atau dua buah pohon beringin. Lapangan

ini disebut alun-alun (Fathony, 2012).

Dalam kenyataan fisiknya, yang disebut kuta atau negara itu selalu

ada halun-halun-nya, yang kemudian disebut alun-alun yang berupa ruangan

terbuka. menurut Zoetmulder (1935) merupakan filosofi adanya macapat yang

sering dianut oleh orang Jawa sebagai pusat orientasi spasial. Ruang terbuka ini

berbentuk segi empat atau hampir bujur sangkar. Arah empat ini dipegang oleh

orang Jawa dalam hubungannya dengan empat unsur pembentuk

keberadaan bhuwana, yaitu air, bumi, udara, dan api. Dasar pembentuk kehidupan

Page 3: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 3

ini kemudian diturunkan sebagai dasar kategori untuk hal-hal lain, misalnya tata

ruang pada kawasan alun-alun (Fathony, 2012).

Alun-alun tidak bisa dilepaskan dari bangunan-bangunan yang ada di

sekitarnya. Seperti sebelah Selatan alun-alun terletak Keraton Raja atau Penguasa

setempat. Di sebelah Barat ada Masjid Agung, sedangkan sejumlah bangunan

resmi lainnya didirikan di sisi Barat atau Timur. Alun-alun biasanya merupakan

merupakan titik pertemuan dari jalan-jalan utama yang menghubungkan Keraton

dengan bagian Barat, Utara, dan Timur dari kota. Sedangkan daerah Selatan

Keraton merupakan daerah tempat tinggal keluarga Raja dan para pengikutnya

(Fathony, 2012).

Seiring dengan perkembangan suatu kota, khususnya Kota Malang dan

Jember yang sudah berdiri sejak lalu banyak mengalami perubahan pada penataan

ruang kawasan. Perubahan yang terjadi adalah dampak dari kemajuan jaman yang

menuntut pemenuhan kebutuhan, seperti lahan, fasilitas, dan elemen pendukung

lainnya. biasanya lapangan alun-alun menjadikan ciri khas atau keunikan dari

suatu kota/kabupaten, bahkan pada tempat inilah citra atau kualitas dari suatu

kawasan bisa dilihat. Alun-alun juga merupakan sebuah area umum yang menjadi

pusat keramaian suatu kota atau kabupaten.

Alun-alun adalah tanah lapang yang luas dimuka istana, biasanya dimuka

tempat kediaman resmi gubernur, Bupati atau walikota (kamus Tata Ruang,

1998).

warga biasanya melakukan aktifitas berolahraga, bermain, bahan kegiatan–

kegiatan yang bersifat formal bagi pemerintahan setempat. Untuk itu pemerintah

biasanya selalu memperhatikan keberadaan alun-alun sebagai perwujudan citra

kotanya. Sebagai tempat yang selalu digunakan oleh kalangan umum, alun-alun

perlu diperhatikan dari segi penataan dan pengelolaan sehingga tercipta suasana

visual yang nyaman dan menyenangkan pada saat pengunjung datang. Ditempat

ini selain berbagai kegiatan yang bersifat sosial dan budaya, juga sebagai tempat

untuk kegiatan perekonomian warga. Sehingga muncul banyak pedagang kaki

Page 4: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 4

lima di kawasan ruang luar ini. Jika keberadaan mereka tidak diperhatikan maka

kondisi alun-alun kurang terasa nyaman. Sebagai area yang selalu dikunjungi

masyarakat, alun-alun harus mempunyai fasilitas yang bersifat umum, seperti

sitting group, area bermain dan berolahraga, fasilitas service, fasilitas pendukung

lainnya seperti tempat sampah dan utilitas yang baik, serta tampilan visual yang

menarik dan berkualitas. Bergantinya fungsi-fungsi yang ada menjadi fungsi

tertentu yang baru (perdagangan dan jasa), dimana di satu pihak sangat

menguntungkan pihak swasta dan Pemerintah Kota dalam meningkatkan

perekonomian kota. Akan tetapi, di lain pihak akan merugikan kalangan tertentu

yang berusaha melestarikan bangunan-bangunan kuno bersejarah. (Handinoto,

2013).

Jika dilakukan perubahan pada unsur-unsur pembentuk struktur tersebut,

maka akan terjadi pergeseran konsep tata ruang bahkan akan muncul

penyimpangan dari konsep semula. Meskipun perkembangan jaman menuntut

adanya perubahan, namun hendaknya tidak sampai menghilangkan konsep

dasarnya. Kiranya akan lebih baik jika dipadukan antara dua kepentingan yang

berbeda tersebut. (Danisworo, 2003).

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, meskipun pada

awalnya struktur tata ruang kota tradisional di Jawa terdiri atas sebuah lapangan

luas yang di tengahnya ditanam sebuah atau dua buah pohon beringin, namun jika

dibandingkan yang terjadi pada saat ini tidaklah sama antara tata ruang alun-alun

kota satu dengan kota yang lainnya. Maka dengan ini penelitian kami mengambil

judul “perbedaan pola Penataan ruang alun-alun Kota Malang dan alun-alun

Kota Jember”.

Page 5: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 5

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan yang telah dikemukakan dalam latar belakang permasalahan di atas,

maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut

1. Bagaimana pola penataan ruang alun-alun kota malang dan alun-alun

KotaJember ?

2. Menganut unsur apakah yang membentuk pola penataan ruang alun-alun

di kota Malang dan alun-alun Kota Jember ?

3. Bagaimana perkembangan atau perubahan pola penataan ruang yang

terjadi pada alun-alun Kota Malang dan alun-alun Kota Jember ?

1.3 Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Menganalisis pola penataan ruang alun-alun Kota malang dan alun-alun

Kota Jember.

2. Menganalisa unsur-unsur yang mempengaruhi pola penataan ruang pada

alun-alun Kota malang dan alun-alun Kota Jember.

3. Mengkaji perbedaan dan kemiripan serta segala sesuatu yang

menyebabkan terjadinya perkembangan dan perubahan pada alun-alun

Kota Malang dan alun-alun Kota Jember.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :

a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai pengembangan khasanah

pengetahuan tentang pola tata ruang alun-alun.

b. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan menjadi wahana bagi peneliti dalam mengaplikasikan

ilmu dalam merancang suatu rancangan dan memperkaya wawasan yang

bermanfaat untuk pengembangan profesionalisme karir peneliti

Page 6: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 6

c. Bagi Pemerintah

Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada pemerintah tentang

pola penataan ruang alun-alun yang baik serta dampak perubahan fungsinya

sehingga nantinya alun-alun yang ada terbentuk berjalan senyaman mungkin

dan sebagaimana mestinya.

1.5 Ruang Lingkup pembahasan

a. Ruang Lingkup Substansial

Mengamati pola tata ruang alun-alun Kota Malang dan Kota Jember yang

memberikan informasi tentang penataan ruang serta atribut atribut yang

mendukung pola tatanan ruangnya.

b. Ruang Lingkup Spasial

b.1. Letak kawasan

Letak kawasan alun-alun Kota Malang berada di Malang Kota dan

Kabupaten Batu Jawa Timur, dan alun-alun Kota Jember berada di Kabupaten

Jember Jawa Timur.

Page 7: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 7

Gambar 1.1

Peta Jawa Timur

Gambar 1.2 Gambar 1.3

Peta Kabupaten Malang Peta Kabupaten Jember

Page 8: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 8

1.7 Metode Pembahasan

Tahap Pengumpulan data

Pada tahapan ini merupakan tahapan awal, yaitu pengumpulan data dengan

menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan data sebanyak-banyaknya, yaitu

dengan pengamatan, foto-foto lapangan, sketsa tangan, wawancara dengan pihak

terkait mengenai data, potensi dan permasalahan kawasan. Serta dengan

menggunakan study literatur.

1. Analisa

Tahapan ini terdiri dari menganalisa data, menggali potensi dan permasalahan

yang ada, mencari keterkaitan antar masalah sehingga diperoleh gambaran

sebab timbulnya masalah, analisa didasari landasan teoritis dan tinjauan

kawasan utamanya.

2. Sintesa

Merupakan tindak lanjut dari analisa dimana upaya pemecahan masalah

dilakukan secara menyeluruh dengan mempertimbangkan berbagai aspek.

Peraturan-peraturan pemerintah yang berlaku, potensi yang ada, serta faktor

lain yang mempengaruhinya. Kemudian diolah secara terpadu hingga diperoleh

suatu output berupa alternatif pemecahan masalah, hal ini berupa Landasan

Program Perencanaan dan Perancangan Arsitektur.

Page 9: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sejalan dengan rumusan masalah, penelitian ini dimaksudkan untuk

mengidentifikasi perbedaan suatu pola penataan ruang alun-alun, khususnya yang

berada di jawa yaitu Kota Malang dan Kota jember. Karena penelitian ini

dimaksudkan untuk mengidentifikasi perbedaan suatu pola penataan ruang, pada

bagian ini disajikan kajian teori tentang penataan ruang. Mengingat penataan

ruang yang akan dibandingkan adalah penataan ruang alun-alun, pada bagian ini

disajikan kajian teori tentang alun-alun. Sehubungan dengan pola penataan ruang

alun-alun didasarkan pada literatur, pada bagian ini disajikan kajian tentang

literatur.

2.1 Pengertian Penataan Ruang

2.1.1 Definisi Penataan

Penataan adalah kegiatan mengatur dan menata dalam suatu susunan yang

sistematis dengan memperhatikan kegunaan, bentuk dan sifat (Irman, 2009).

Penataan merupakan suatu proses perencanaan dalam upaya meningkatkan

keteraturan, ketertiban, dan keamanan. Penataan menjadi bagian dari suatu proses

penyelenggaraan pemerintah dimana dalam proses penataan tersebut dapat

menjamin terwujudnya tujuan pembangunan nasional. Penataan dapat dirumuskan

sebagai hal, cara, hasil atau proses menata. Penataan ini membutuhkan suatu

proses yang panjang dimana dalam proses penataan ini perlu ada perencanaan dan

pelaksanaan yang lebih teratur demi pencapaian tujuan. Dalam kamus Tata Ruang

dikemukakan bahwa: Penataan merupakan suatu proses perencanaan,

pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan untuk semua kepentingan

secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan

berkelanjutan serta keterbukaan , persamaan keadilan dan perlindungan hukum

(Kamus Tata Ruang, 1997)

Page 10: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 10

Proses penataan ini juga mencakup penataan ruang dimana penduduk

menempati daerah tertentu. Wilayah penempatatan penduduk juga perlu ditata dan

diatur agar dapat mencipatakan suatu lingkungan masyarakat yang tertib dan

teratur dalam rangka mewujudkan pembangunan. Dalam UU RI No. 24 tentang

penataan ruang dikatakan bahwa penataan ruang adalah wujud struktural dari pola

pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Penataan ruang adalah

proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan

ruang. Sujarto dalam bukunya Pengantar Planologi mengemukakan bahwa

penataan sebagai proses perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian

pemanfaatan merupakan satu kesatuan sisem yang tidak terpisahkan satu dengan

yang lainnya. Kebutuhan suatu penataan pada berbagai tingkat wilayah pada

dasarnya tidak dapat dilepaskan dari semakin banyaknya permasalahan

pembangunan (Doli, 2013)

Permasalahan pembangunan ini tidak terlepas dari peran penataan ruang.

Penataan ruang menjadi sangat penting karena dengan penataan ruang tersebut

dapat menjamin terciptanya keadaan masyarakat yang tertib dan teratur. Keadaan

masyarakat yang tertib dan teratur akan mampu mendukung terselenggaranya

pembangunan.

Pembangunan akan berjalan dengan lancar bila didukung oleh kondisi

lingkungan yang aman dan teratur. Di samping itu juga peran partisipatif dari

masyarakat akan dapat memberikan dukungan dalam menciptakan keadaan yang

lebih terarah pada pencapaian tujuan pembangunan. Penataan ruang penduduk

pada suatu wilayah merupakan bagian dari peran pemerintah dalam rangka

menjamin keamanan, kenyamanan, keserasian dan ketertiban dan juga dalam

rangka mewujudkan tujuan negara.

Berdasarkan uraian beberapa variable di atas maka dapat dijelaskan bahwa

sistem informasi administrasi kependudukan adalah sistem nasional yang

memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk memfasilitasi

pengolahan informasi data kependudukan di setiap tingkatan wilayah administrasi

Page 11: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 11

pemerintahan. Penerapan sistem ini bertolak dari adanya kebijakan yang

dikeluarkan berkaitan dengan pengolahan administrasi kependudukan.

Pengolahan admnistrasi kependudukan ini menggunakan teknologi informasi

dimana dalam proses pengolahannya lebih cepat dan keamanan datanya lebih

terjamin.

2.1.2 Definisi Ruang

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan

makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan

hidupnya. Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk

ruang di dalam bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan

kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya, pada dasarnya ketersediaannya

tidak tak terbatas. Berkaitan dengan hal tersebut, dan untuk mewujudkan ruang

wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan

Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, Undang-Undang ini

mengamanatkan perlunya dilakukan penataan ruang yang dapat

mengharmoniskan lingkungan alam dan lingkungan buatan, yang mampu

mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya

buatan, serta yang dapat memberikan pelindungan terhadap fungsi ruang dan

pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang.

Kaidah penataan ruang ini harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap

proses perencanaan tata ruang wilayah.

Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah.

Namun, untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman,

produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan

Nasional, serta sejalan dengan kebijakan otonomi daerah yang nyata, luas, dan

bertanggung jawab, penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses

perencanaannya demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan

Page 12: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 12

keterpaduan antar daerah, antara pusat dan daerah, antarsektor, dan

antarpemangku kepentingan. Dalam Undang-Undang ini, penataan ruang

didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif,

kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan. (Irman, 2009).

Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang (Irman, 2009).

2.1.3 Definisi Penataan Ruang

Menurut Rumata (2010), Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola

pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Struktur ruang adalah

susunan pusat-pusat permukiman system jaringan prasarana dan sarana yang

berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara

hirarkis memiliki hubungan fungsional.

Pola pemanfaatan ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu

wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan

ruang untuk fungsi budidaya.

Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,

dan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilaksanakan secara sekuensial

(berkesinambungan dari masa ke masa). Penataan ruang dikelompokan

berdasarkan sistem, fungsi kawasan, administrasi, kegiatan kawasan, dan nilai

strategis kawasan.

Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan sistem

internal perkotaan.

Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan meliputi kawasan lindung dan

kawasan budidaya.

Penataan ruang berdasarkan administrasi meliputi penataan ruang wilayah

nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah

kabupaten/kota.

Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas kawasan

perkotaan dan kawasan perdesaan.

Page 13: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 13

Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas kawasan

strategis nasional, kawasan strategis provinsi, kawasan strategis kabupaten, dan

kawasan strategis kota. Sebaiknya kita melihat isi dari Undang - Undang No. 24

Tahun 1992 tentang penataan Ruang, untuk mengetahui lebih pasti definisi dari

tata ruang seperti yang terjabarkan dalam uraian dibawah ini :

Ruang adalah wadah kehidupan yang meliputi ruang daratan, ruang lautan

dan ruang udara termasuk di dalamnya tanah, air, udara dan benda lainnya serta

daya dan keadaan sebagai suatu kesatuan wilayah tempat manusia dan mahluk

lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik yang

direncanakan maupun yang menunjukkan adanya hirarki dan keterkaitan

pemanfaatan ruang.

Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang berupa rencana –

rencana kebijaksanaan pemanfaatan ruang secara terpadu untuk berbagai kegiatan.

Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya

melindungi kelestarian hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya

buatan.

Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama

untuk dibudidayakan atas dasar kondisi potensi sumberdaya alam, sumberdaya

manusia dan sumberdaya buatan. Termasuk didalamnya kawasan budidaya antara

lain : kawasan permukiman perkotaan, kawasan permukiman perdesaan, kawasan

produksi, sistem prasarana wilayah meliputi : prasarana transportasi,

telekomunikasi dan pengairan dan prasarana lainnya.

Kawasan Permukiman adalah bagian kawasan budidaya baik perkotaan

maupun perdesaan dengan dominasi fungsinya kegiatan permukiman.

Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama

adalah pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi

kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan,

pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.

Page 14: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 14

Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang emepunyai kegiatan utama bukan

pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan,

pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan

kegiatan ekonomi.

Kawasan Tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional

mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.

Kawasan Prioritas adalah yang mendapat prioritas paling utama di dalam

pengembangan dan penanganannya dengan memperhatikan kawasan strategis

dalam wilayah provinsi dan aspek lain yang bersifat kabupaten untuk

mewujudkan sasaran pembangunan sesuai dengan potensi dan kondisi geografis.

Kawasan Strategis adalah kawasan yang mempunyai peranan penting untuk

pengembangan ekonomi, sosial budaya, lingkungan maupun pertahanan

keamanan dilihat secara nasional dan provinsi.

Penatagunaan Tanah adalah pengaturan penggunaan 5tanah mencakup

penguasaan, pemanfaatan, pengaturan hak – hak atas tanah untuk meningkatkan

pemanfaatan, produktivitas dan kelestarian tanah yang meliputi perencanaan,

pelaksanaan dan pengendalian sebagai satu kesatuan dengan penataan ruang.

Pengertian Penataan Ruang secara umum adalah merupakan proses yang

terpadu tercakup tiga kegiatan utama yaitu perencanaan, pelaksanaan rencana dan

pengendalian rencana tata ruang.

Perencanaan tata ruang adalah proses penyusunan rencana tata ruang untuk

meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kualitas manusianya dengan

pemanfaatan ruang yang secara struktur menggambarkan ikatan fungsi lokasi

yang terpadu bagi berbagai kegiatan. Perencanaan tata ruang pada dasarnya

mencakup kegiatan penyusunan dan peninjauan kembali rencana tata ruang.

Pelaksanaan atau pemanfaatan rencana tata ruang adalah Suatu proses usaha

agar rencana tata ruang yang telah ditetapkan dapat terwujud sesuai dengan

rencana. Dalam hal ini pelaksanaan atau pemanfaatan rencana tata ruang terutama

Page 15: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 15

dalam bentuk Penyusunan program pembangunan kota dan Pemanfaatan ruang

kota yang sesuai dengan rencana.

Pengendalian pelaksanaan/pemanfaatan rencana tata ruang yang harus

terkait satu sama lainnya. Pengendalian pelaksanaan adalah merupakan suatu

proses usaha agar pelaksanaan rencana pemanfaatan ruang oleh instansi sektoral,

pemerintah daerah, swasta ataupun masyarakat sesuai dengan rencana tata ruang

yang telah ditetapkan.

2.1.4 Konsep Penataan ruang

Penataan ruang dengan pendekatan kegiatan utama kawasan terdiri atas

penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan perdesaan.

Kawasan perkotaan, menurut besarannya, dapat berbentuk kawasan perkotaan

kecil, kawasan perkotaan sedang, kawasan perkotaan besar, kawasan

metropolitan, dan kawasan megapolitan. Penataan ruang kawasan metropolitan

dan kawasan megapolitan, khususnya kawasan metropolitan yang berupa kawasan

perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki

keterkaitan fungsional dan dihubungkan dengan jaringan prasarana wilayah yang

terintegrasi, merupakan pedoman untuk keterpaduan perencanaan tata ruang

wilayah administrasi di dalam kawasan, dan merupakan alat untuk

mengoordinasikan pelaksanaan pembangunan lintas wilayah administratif yang

bersangkutan. Penataan ruang kawasan perdesaan diselenggarakan pada kawasan

perdesaan yang merupakan bagian wilayah kabupaten atau pada kawasan yang

secara fungsional berciri perdesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah

kabupaten pada 1 (satu) atau lebih wilayah provinsi. Kawasan perdesaan yang

merupakan bagian wilayah kabupaten dapat berupa kawasan agropolitan.

Penataan ruang dengan pendekatan nilai strategis kawasan dimaksudkan

untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi dan/atau mengoordinasikan

keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan yang bersangkutan demi

terwujudnya pemanfaatan yang berhasil guna, berdaya guna, dan berkelanjutan.

Page 16: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 16

Penetapan kawasan strategis pada setiap jenjang wilayah administratif didasarkan

pada pengaruh yang sangat penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan,

keamanan, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk kawasan yang

ditetapkan sebagai warisan dunia. Pengaruh aspek kedaulatan negara, pertahanan,

dan keamanan lebih ditujukan bagi penetapan kawasan strategis nasional,

sedangkan yang berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan,

yang dapat berlaku untuk penetapan kawasan strategis nasional, provinsi, dan

kabupaten/kota, diukur berdasarkan pendekatan ekternalitas, akuntabilitas, dan

efisiensi penanganan kawasan yang bersangkutan.

Penataan ruang sebagai suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan

ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan yang tidak

terpisahkan antara yang satu dan yang lain dan harus dilakukan sesuai dengan

kaidah penataan ruang sehingga diharapkan

dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan berdaya guna

serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan tidak

terjadi pemborosan pemanfaatan ruang dan tidak menyebabkan terjadinya

penurunan kualitas ruang.

Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik, daya dukung dan daya

tampung lingkungan, serta didukung oleh teknologi yang sesuai akan

meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem. Hal itu

berarti akan dapat meningkatkan kualitas ruang yang ada. Karena pengelolaan

subsistem yang satu berpengaruh pada subsistem yang lain dan pada akhirnya

dapat mempengaruhi sistem wilayah ruang nasional secara keseluruhan,

pengaturan penataan ruang menuntut dikembangkannya suatu sistem keterpaduan

sebagai ciri utama. Hal itu berarti perlu adanya suatu kebijakan nasional tentang

penataan ruang yang dapat memadukan berbagai kebijakan pemanfaatan ruang.

Seiring dengan maksud tersebut, pelaksanaan pembangunan yang dilaksanakan,

baik oleh Pemerintah, pemerintah daerah, maupun masyarakat, baik pada tingkat

pusat maupun pada tingkat daerah, harus dilakukan sesuai dengan rencana tata

Page 17: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 17

ruang yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pemanfaatan ruang oleh siapa pun

tidak boleh bertentangan dengan rencana tata ruang.

Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum tata

ruang dan rencana rinci tata ruang. Rencana umum tata ruang disusun berdasarkan

pendekatan wilayah administratif dengan muatan substansi mencakup rencana

struktur ruang dan rencana pola ruang. Rencana rinci tata ruang disusun

berdasarkan pendekatan nilai strategis kawasan dan/atau kegiatan kawasan dengan

muatan substansi yang dapat mencakup hingga penetapan blok dan subblok

peruntukan. Penyusunan rencana rinci tersebut dimaksudkan sebagai

operasionalisasi rencana umum tata ruang dan sebagai dasar penetapan peraturan

zonasi. Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur tentang persyaratan

pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap

blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.

Rencana rinci tata ruang wilayah kabupaten/kota dan peraturan zonasi yang

melengkapi rencana rinci tersebut menjadi salah satu dasar dalam pengendalian

pemanfaatan ruang sehingga pemanfaatan ruang dapat dilakukan sesuai dengan

rencana umum tata ruang dan rencana rinci tata ruang.

Pengendalian pemanfaatan ruang tersebut dilakukan pula melalui perizinan

pemanfaatan ruang, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.

Perizinan pemanfaatan ruang dimaksudkan sebagai upaya penertiban pemanfaatan

ruang sehingga setiap pemanfaatan ruang harus dilakukan sesuai dengan rencana

tata ruang. Izin pemanfaatan ruang diatur dan diterbitkan oleh Pemerintah dan

pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Pemanfaatan

ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, baik yang dilengkapi dengan

izin maupun yang tidak memiliki izin, dikenai sanksi adminstratif, sanksi pidana

penjara, dan/atau sanksi pidana denda.

Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan

terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, baik yang

dilakukan oleh masyarakat maupun oleh pemerintah daerah. Bentuk insentif

Page 18: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 18

tersebut, antara lain, dapat berupa keringanan pajak, pembangunan prasarana dan

sarana (infrastruktur), pemberian kompensasi, kemudahan prosedur perizinan, dan

pemberian penghargaan.

Disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi

pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana

tata ruang, yang antara lain dapat berupa pengenaan pajak yang tinggi,

pembatasan penyediaan prasarana dan sarana, serta pengenaan kompensasi dan

penalti.

Pengenaan sanksi, yang merupakan salah satu upaya pengendalian

pemanfaatan ruang, dimaksudkan sebagai perangkat tindakan penertiban atas

pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan

zonasi. Dalam Undang-Undang ini pengenaan sanksi tidak hanya diberikan

kepada pemanfaat ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan perizinan

pemanfaatan ruang, tetapi dikenakan pula kepada pejabat pemerintah yang

berwenang yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan

rencana tata ruang.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, sebagai

dasar pengaturan penataan ruang selama ini, pada dasarnya telah memberikan

andil yang cukup besar dalam mewujudkan tertib tata ruang sehingga hampir

semua pemerintah daerah telah memiliki rencana tata ruang wilayah. Sejalan

dengan perkembangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, beberapa

pertimbangan yang telah diuraikan sebelumnya, dan dirasakan adanya penurunan

kualitas ruang pada sebagian besar wilayah menuntut perubahan pengaturan

dalam Undang-Undang tersebut.

Beberapa perkembangan tersebut antara lain:

Situasi nasional dan internasional yang menuntut penegakan prinsip

keterpaduan, keberlanjutan, demokrasi, dan keadilan dalam rangka

penyelenggaraan penataan ruang yang baik;

Page 19: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 19

Pelaksanaan kebijakan otonomi daerah yang memberikan wewenang yang

semakin besar kepada pemerintah daerah dalam penyelenggaraan penataan

ruang sehingga pelaksanaan kewenangan tersebut perlu diatur demi

menjaga keserasian dan keterpaduan antardaerah, serta tidak menimbulkan

kesenjangan antardaerah; dan;

Kesadaran dan pemahaman masyarakat yang semakin tinggi terhadap

penataan ruang yang memerlukan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan,

dan pengawasan penataan ruang agar sesuai dengan perkembangan yang

terjadi di masyarakat.

Untuk menyesuaikan perkembangan tersebut dan untuk mengantisipasi

kompleksitas perkembangan permasalahan dalam penataan ruang, perlu dibentuk

Undang-Undang tentang Penataan Ruang yang baru sebagai pengganti Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.

Dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan penataan ruang tersebut,

Undang-Undang ini, antara lain, memuat ketentuan pokok sebagai berikut:

- Pembagian wewenang antara Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan

pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penataan ruang

untuk memberikan kejelasan tugas dan tanggung jawab masingmasing

tingkat pemerintahan dalam mewujudkan ruang wilayah nasional yang

aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan;

- Pengaturan penataan ruang yang dilakukan melalui penetapan peraturan

perundang-undangan termasuk pedoman bidang penataan ruang sebagai

acuan penyelenggaraan penataan ruang;

- Pembinaan penataan ruang melalui berbagai kegiatan untuk meningkatkan

kinerja penyelenggaraan penataan ruang;

- Pelaksanaan penataan ruang yang mencakup perencanaan tata ruang,

pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang pada semua

tingkat pemerintahan;

Page 20: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 20

- Pengawasan penataan ruang yang mencakup pengawasan terhadap kinerja

pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang, termasuk

pengawasan terhadap kinerja pemenuhan standar pelayanan minimal

bidang penataan ruang melalui kegiatan pemantauan, evaluasi, dan

pelaporan;

- Hak, kewajiban, dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan

ruang untuk menjamin keterlibatan masyarakat, termasuk masyarakat adat

dalam setiap proses penyelenggaraan penataan ruang;

- Penyelesaian sengketa, baik sengketa antardaerah maupun antarpemangku

kepentingan lain secara bermartabat;

- Penyidikan, yang mengatur tentang penyidik pegawai negeri sipil beserta

wewenang dan mekanisme tindakan yang dilakukan;

- Ketentuan sanksi administratif dan sanksi pidana sebagai dasar untuk

penegakan hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang; dan

- Ketentuan peralihan yang mengatur keharusan penyesuaian pemanfaatan

ruang dengan rencana tata ruang yang baru, dengan masa transisi selama 3

(tiga) tahun untuk penyesuaian. (Irman, 2009).

2.2 Pengertian Alun-alun

(Handinoto, 1992 ) menyatakan, Alun-alun berasal dari bahasa Jawa kuno

(Kawi) yaitu “Halun-halun” yang mana pada zaman dulu ditulis aloen-aloen atau

aloon-aloon merupakan suatu lapangan terbuka yang luas dan berumput yang

dikelilingi oleh jalan dan dapat digunakan kegiatan masyarakat yang beragam

yang dibuat oleh fatahillah. Dapat dikatakan bahwa alun-alun merupakan

lapangan terbuka orisinil Jawa. Lapangan terbuka yang berfungsi sebagai tempat

pertemuan masyarakat selain dalam upacara besar, ialah alun-alun yang biasanya

terdapat dalam keraton. Bentuk fisik alun-alun antara lain berupa keberadaan

pohon beringin, jaringan jalan, yaitu keberadaan alun-alun selalu dekat dengan

adanya dua beringin kurung pada sumbu yang ditarik dari kabupaten atau

Page 21: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 21

kadipatennya dan biasanya merupakan titik pertemuan dari jalan-jalan utama yang

menghubungkan keraton dengan bagian barat, utara dan timur dari kota.

Di dalam buku “Encyclopedie van Nederlandsch Indie” (Paulus, 1917:31),

terdapat penjelasan tentang „alun-alun‟ sebagai berikut : “ Di hampir setiap tempat

kediaman Bupati, seorang kepala distrik di Jawa, orang selalu menjumpai adanya

sebuah lapangan rumput yang luas, yang dikelilngi oleh pohon beringin di

tengahnya. Lapangan inilah yang dinamakan „alun-alun‟. Di kota-kota bekas

kerajaan kuno (seperti Surakarta dan Yogyakarta), mempunyai dua buah ‟alun-

alun‟, sebuah terletak di Utara Kraton dan sebuah lagi terletak disebelah Selatan

Kraton. Di permukaan alun-alun tersebut tidak boleh ada rumput tumbuh dan

diatasnya ditutup dengan pasir halus. Di bagian Selatan dari alun-alun tersebut

terdapat pintu masuk yang menuju ketempat kediaman Raja atau Bupati, dimana

disana berdiri sebuah pendopo. Pegawai negeri atau orang-orang lain yang ingin

bertemu dengan raja atau Bupati menunggu waktunya disana untuk dipanggil, jika

Raja merestui untuk menerima kedatangan mereka. Oleh sebab itu pendopo

tersebut kadang-kadang dinamakan juga Paseban (asal kata seba). Pada masa

lampau di alun-alun tiap hari Sabtu atau Senin (Seton atau Senenan) diadakan

permainan Sodoran (pertandingan diatas kuda dengan menggunakan tombak yang

ujungnya tumpul), atau pertandingan macan secara beramai-ramai yang

dinamakan „rampog macan‟. Pada waktu pertunjukan ini raja duduk di Siti Inggil,

tempat yang paling tinggi dimuka pintu Kraton. Pada tempat-tempat Bupati

terdapat panggung untuk melihat tontonan tersebut. Di Jawa Barat juga terdapat

alun-alun kecil di depan rumah kepala desa, tapi alun-alun tersebut tidak

dikelilingi oleh pohon beringin. Mesjid seringkali terdapat disebelah Barat dari

alun-alun”

Van Romondt (Haryoto, 1986) menjelaskan pada dasarnya alun-alun itu

merupakan halaman depan rumah, namun dalam ukuran yang lebih besar.

Penguasa bisa berarti raja, bupati, wedana, dan camat bahkan kepala desa yang

memiliki halaman paling luas di depan Istana atau pendopo tempat kediamannya,

Page 22: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 22

yang dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat sehari-hari dalam ikwal

pemerintahan militer, perdagangan, kerajinan dan pendidikan (Wikipedia,

Ensiklopedia bebas berbahsa Indonesia).

Thomas Nix (1949) menjelaskan bahwa alun-alun merupakan lahan

terbuka dan terbentuk dengan membuat jarak antara bangunan-bangunan gedung.

Jadi dalam hal ini, bangunan gedung merupakan titik awal dan merupakan hal

yang utama bagi terbentuknya alun-alun. Tetapi kalau adanya lahan terbuka yang

dibiarkan tersisa dan berupa alun-alun, hal demikian bukan merupakan alun-alun

yang sebenarnya. Jadi alun-alun bisa di desa, kecamatan, kota maupun pusat

kabupaten (Wikipedia, Ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia).

Handitono (1996) mengatakan adanya alun-alun tidak bisa dilepaskan dari

bangunan-bangunan yang ada di sekitarnya. Di sebelah selatan alun-alun terletak

keraton raja yang ada atau penguasa setempat. Di sebelah barat terdapat Masjid

Agung, sedangkan sejumlah bangunan resmi lainnya didirikan di sisi barat atau

timur. Daerah sebelah selatan Keraton merupakan daerah tempat tinggal keluarga

raja dan pengikutpengikutnya (Wikipedia, Ensiklopedia bebas berbahasa

Indonesia).

Menurut (Handinoto, 1992), Daerah utara alun-alun merupakan daerah

yang bersifat profan. Pada axis utara-selatan di kedua ujung alun-alun terletak

kediaman Asisten Residen dan Bupati, saling berhadapan. Di sisi sebelah timur

terdapat losmen. mendukung konsep yang dikemukakan oleh Handitono, di

sebelah barat dari alun-alun biasanya terdapat pula pusat peribadatan yakni

masjid, sedang pusat perekonomian, yaitu pasar biasanya juga tidak begitu jauh

dan berada di sebelah utara. Setiap wajah kawasan bersejarah kota tidak bisa lepas

dari pemahaman bangunan spasialnya. Bangunan di kawasan itu mempunyai satu

keterkaitan, yakni Alun-alun – Kraton - Masjid Agung - Pasar. Alun-alun terdapat

di sebelah utara Kraton, dan Masjid Agung berada di sebelah barat, sedangkan

pasar berada di sebelah utara alun-alun. Bangunan tersebut menyebabkan adanya

Page 23: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 23

fungsi kawasan sebagai kegiatan perdagangan, pusat pemerintahan dan

peribadatan, sehingga menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat kota.

2.2.1 Fungsi Alun-alun

Adrisijanti (2000) membagi fungsi alun-alun berdasarkan beberapa aspek,

yaitu antara lain:

Dalam tata ruang kota keberadaannya sebagai ruang terbuka di antara

kraton.

Dari aspek filosofi-religius, alun-alun berfungsi sebagai tempat untuk

menampung luapan jama‟ah dari Masjid Agung, selain itu alun-alun

digunakan sebagai tempat upacara.

Alun-alun juga mempunyai fungsi ekonomis karena pasar berada di

dekatnya atau dipinggirnya.

Alun-alun jika ditinjau dari aspek kultural, sebagai tempat pelaksanaan

acara rampog macan.

Jo Santoso dalam Arsitektur Kota Jawa: Kosmos, Kultur & Kuasa (2008),

menjelaskan betapa pentingnya alun-alun karena menyangkut beberapa aspek.

Pertama, alun-alun melambangkan ditegakkannya suatu sistem kekuasaan atas

suatu wilayah tertentu, sekaligus menggambarkan tujuan dari harmonisasi antara

dunia nyata (mikrokosmos) dan universum (makrokosmos). Kedua, berfungsi

sebagai tempat perayaan ritual atau keagamaan. Ketiga, tempat mempertunjukkan

kekuasaan militer yang bersifat profan dan merupakan instrumen kekuasaan

dalam mempraktekkan kekuasaan sakral dari sang penguasa (Priyatmoko, 2009).

Penjelasan di atas tentu saja masih harus ditambahkan bahwa keberadaan

alun-alun berfungsi pula sebagai ruang publik terbuka dimana rakyat saling

bertemu dan fungsi pengaduan rakyat pada raja.

Sebagai ruang publik, alun-alun adalah tempat pertemuan rakyat untuk

bercakap-cakap, berdiskusi, melakukan pesta rakyat dll. Bahkan istilah Plaza yang

Page 24: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 24

saat ini menjadi ikon modernitas di setiap kota, disinyalir oleh Romo Mudji

Sutrisno dalam bukunya, Ruang Publik: Melacak Partisipasi Demokratis dari Polis

sampai Cyberspace (2010) sebagai bentuk ruang publik yang telah mengalami

pergeseran makna yang dahulunya adalah alun-alun (Hutapea, 2013). B. Herry

Priyono dalam bukunya Republik Tanpa Ruang Publik (2005) memberi

peringatan akan dampak pergeseran makna Plaza yang semula adalah Alun-alun

sebagai aktivitas ruang publik yang dinamis sbb: “ketika ruang publik telah

menjelma menjadi komoditas komersial suatu masyarakat, maka pemaknaan

„kewarganegaraan‟ sebagai makhluk sosial, telah berganti menjadi pemaknaan

bahwa masyarakat itu adalah konsumen belaka”. (Hindarto, 2013)

Sebagai tempat pengaduan rakyat, alun-alun berfungsi sebagai tempat

curhat dan protesnya masyarakat terhadap sebuah kebijakan pemerintahan dalam

hal ini raja atau istana. Di alun-alun Yogyakarta pada zaman kolonial, tepat

dimana berdirinya wringin kurung (pohon beringin yang dibatasi pagar) jika

seseorang mengalami keberatan atau sebuah kebijakkan maka mereka akan duduk

bersila seharian di sana dengan menggunakan tutup kepala putih dan pakaian

putih. Tata cara ini disebut dengan pepe. Jika raja melihat keberadaan orang

tersebut maka raja akan memerintahkan untuk membawa orang tersebut

menghadap dan mengadukan persoalannya secara langsung.

Dalam buku Tahta Untuk Rakyat dikatakan, “Adanya cara ber-pepe ini

menunjukkan bahwa pada zaman dulu sudah ada forum untuk memperjuangkan

hak asasi manusia sehingga jelas itu bukan barang baru atau barang yang diimpor

dari negara lain (Atmakusumah, 2011).

2.2.2 Filosofi Alun-Alun

Sebagaimana dikatakan sebelumnya bahwa Alun-alun memiliki makna

sakral dan profan, maka keberadaannya tidak lepas dengan sejumlah filosofi dan

makna yang terkandung di dalamnya.

Page 25: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 25

(Suwardjoko, 1992) SAPPK-Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota

menuliskan, “Alun-alun merupakan salah satu bentuk ruang terbuka kota yang

keberadaannya menyandang filosofi dan tampil dengan ciri-ciri khas. Ciri-ciri

sebidang alun-alun yang sudah hilang barangkali sangat sulit dikembalikan, atau

setidak-tidaknya memerlukan waktu cukup lama. Metamorfosa alun-alun nyaris

tak bisa dicegah, walaupun fungsi sebagai ruang terbuka masih tampil kuat

bahkan kadang-kadang berlebihan. Banyak anggota masyarakat yang kebablasan

memaknai ruang terbuka umum dengan paham berhak melakukan apa saja”.

Khairudin H. Dalam bukunya Filsafat Kota Yogyakarta menjelaskan

filosofi alun-alun sbb: “Alun-alun utara ini menurut K.P.H. Brotodiningrat (1978)

merupakan gambaran suasana yang sangat nglangut, suasana tanpa tepi, suasana

hati kita dalam semedi.

Dalam melakukan semedi, sujud kepada Tuhan Yang Maha Kuasa biasanya

penuh dengan godaan-godaan, yang tercermin dari luasnya alun-alun. Alun-alun

juga penggambaran luasnya masyarakat dengan berbagai bentuk dan sifat yang

siap mempengaruhi iman seseorang untuk madep kepada Tuhan Yang Maha

Kuasa. Alun-alun menurut KRT. Puspodiningrat (1984:2) berasal dari kata alun

9gelombang). Gelombang yang mengayun-ayunkan hidup manusia di dalam

samudra masyarakat. Gelombang ini digerakkan oleh angin (beringin) dari segala

penjuru yang tumbuh disekeliling alun-alun. Agin ini ibarat berbagai aliran yang

membawa pengaruh kepada manusia, misalnya ideologi, agama, science,

kepercayaan dan sebagainya. Sedangkan beringin yang ada di tengah alun-alun

yang berjumlah dua buah menggambarkan kesatuan antara mikrokosmos dan

makrokosmos”.

Page 26: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 26

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.1 Metode Penelitian

Dalam pemecahan masalah yang ada suatu penelitian diperlukan

penyelidikan yang hati-hati, teratur dan terus-menerus, sedangkan untuk

mengetahui bagaimana seharusnya langkah penelitian harus dilakukan dengan

menggunakan metode penelitian. Metode penelitian adalah suatu teknik atau cara

mencari, memperoleh, mengumpulkan atau mencatat data, baik berupa data

primer maupun data sekunder yang digunakan untuk keperluan menyusun suatu

karya ilmiah dan kemudian menganalisa faktor-faktor yang berhubungan dengan

pokok-pokok permasalahan sehingga akan terdapat suatu kebenaran data-data

yang akan diperoleh.

Berdasarkan rumusan tujuan sebelumnya, penelitian ini menggunakan

metode penelitian deskriptif karena dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis

dan interpretasi tentang arti dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun

sebagai penelitian induktif yakni mencari dan mengumpulkan data yang ada di

lapangan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor, unsur-unsur bentuk, dan

suatu sifat dari fenomena di masyarakat.(Nazir, 1998)

Adapun pengertian dari metode deskriptif menurut Moh. Nazir (2005: 54)

adalah :

“Metode Deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia,

suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas

peristiwa pada masa sekarang.”

Dengan kata lain penelitian deskriptif yaitu penelitian yang memusatkan

perhatian kepada masalah-masalah sebagaimana adanya saat penelitian

dilaksanakan, Dikatakan deskriptif karena bertujuan memperoleh pemaparan yang

objektif khususnya mengenai analisis alun-alun Kota Malang dan alun-alun Kota

Jember.

Page 27: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 27

Untuk lebih jelasnya ada beberapa pengertian metode penelitian menurut para ahli

yaitu :

menurut Sugiyono (2010) menjelaskan bahwa: “Metode Penelitian pada

dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan

kegunaan tertentu”.

Sedangkan pengertian Menurut I Made Wirartha (2006) metode penelitian

adalah sebagai berikut :

“Suatu cabang ilmu pengetahuan yang membicarakan atau mempersoalkan cara-

cara melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan-kegiatan mencari,

mencatat, merumuskan, menganalisis sampai menyusun laporannya) berdasarkan

fakta-fakta atau gejala-gejala secara ilmiah.”

3.1.2 Objek dan Subjek Penelitian

Objek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan suatu data. Sesuai

dengan pendapat Sugiyono (2010:13) mendefinisikan objek penelitian sebagai

berikut:

“Objek penelitian adalah sasaran ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan

dan kegunaan tertentu tentang sesuatu hal objektif, valid dan reliable tentang suatu

hal (variabel tertentu)."

Dari definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa objek penelitian

adalah suatu sasaran ilmiah dengan tujuan dan kegunaan tertentu untuk

mendapatkan data tertentu yang mempunyai nilai, skor atau ukuran yang berbeda.

Objek penelitian merupakan sasaran untuk mendapatkan tujuan tertentu mengenai

suatu hal yang akan dibuktikan secara objektif untuk mendapatkan data sesuai

tujuan dan kegunaan tertentu. Adapun objek penelitian yang penulis teliti adalah

analisis pola penataan ruang di alun-alun Kota Malang dan alun-alun kota Jember.

Adapun subjek dari penelitian ini adalah mahasiswa Arsitektur, Fakultas

Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional.

Page 28: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 28

3.1.3 Disain

Menurut Pendit (2003: 219) memakai istilah “disain” untuk menghindari

istilah “jenis penelitian” yang seringkali lebih merupakan upaya memberikan

nama kepada sebuah berbagai penelitian yang terkadang hanya sedikit berbeda,

tanpa menjelaskan mengapa nama yang digunakan perlu dibedakan. Adapun

penelitian ini dapat menggunakan beberapa disain penelitian seperti berikut:

1. Penelitian longitudinal yaitu penelitian yang menekankan pengamatan terhadap

perubahan dalam jangka waktu panjang, misalnya penelitian tentang perilaku

pencarian informasi, kajian terhadap kegiatan pendidikan pemakai dan

pemberian petunjuk cara memanfaatkan perpustakaan serta pengaruhnya

terhadap kepuasan para mahasiswa dalam jangka panjang.

2. Penelitian lintas-bagian dan survei yaitu penelitian yang menekankan kepada

penelitian di satu titik tertentu (a point in time) terhadap beberapa variabel,

melintasi berbagai persoalan yang berkaitan dengan satu fenomena tertentu,

sebagai contoh penelitian kebutuhan informasi dan perilaku penemuan

informasi. (Pendit, 2003: 237-243)

3. Penelitian kasus/ studi kasus (case study) penelitian yang dirancang khusus

untuk mempelajari secara rinci dan mendalam sebuah kasus khusus. Contoh

penelitian kasus/ studi kasus misalnya Ellen (2003) melakukan penelitian

dengan studi multi-kasus terhadap beberapa pusat informasi dengan tujuan

mengetahui kebiasaan mereka dalam menggunakan informasi untuk keperluan

sehari-hari (every day life information), selanjutnya menggunakan studi kasus

jamak (multi –case study) untuk mempelajari cara-cara 5 orang manajer

perpustakaan dalam mengelola perpustakaan perguruan tinggi. (Pendit, 2003:

256-258)

Page 29: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 29

3.3 Lokasi dan Waktu penelitian

Penelitian dilakukan di alun-alun Kota Malang, Jl. Basuki Rahmad atau Jl.

Merdeka Malang kota Jawa Timur dan Jl. Trunojoyo atau Jl. Jendral Ahmad Yani

Jember Jawa Timur.Penelitian ini dimulai dari bulan april 2014 sampai dengan

juni 2014.

3.4 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Menurut Warsito (1992: 49), populasi yaitu sekumpulan unsur atau elemen

yang menjadi objek penelitian dan elemen populasi itu merupakan satuan analisis.

Dengan demikian populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti baik

berupa benda, manusia, peristiwa ataupun gejala yang akan terjadi. Sedangkan

pengertian populasi menurut Kountur (2007: 145) adalah suatu kumpulan

menyeluruh dari suatu objek yang merupakan perhatian peneliti, objek penelitian

dapat berupa makhluk hidup, benda, sistem dan prosedur, fenomena, dan lain-lain.

Populasi yang akan dijadikan sumber dalam penelitian ini adalah semua alun-alun

yang berada di Kota Malang dan Kota jember sehingga populasi yang diambil

adalah fasilitas, jalan masuk, dan atribut-atribut yang terdapat pada alun-alun Kota

Malang dan alun-alun Kota Jember dan sekitarnya.

2. Sampel

Sampel menurut Sugiono (2004: 56) yaitu sebagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Sedangkan sampel menurut Hadi (1983:

63) adalah sebagian individu atau populasi yang diselidiki. Dapat disimpulkan

bahwa sampel adalah sebagian populasi yang diambil untuk diselidiki oleh

peneliti. Dalam kaitannya dengan penelitian ini, penulis mengambil dua sampel

yang nantinya akan dijadikan sebagai perbandingan dalam penelitian ini yaitu

alun-alun Kota Malang dan Kota Jember.

Page 30: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 30

Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik stratified random sampling

(cara stratifikasi) yaitu teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak

berstrata pada suatu populasi yang terbagi atas beberapa strata atau subkelompok

atau strata harus diketahui perbandingannya lebih dahulu (Azwar, 2009: 84).

3.5 Operasional variabel

Pengertian operasional variabel menurut Sugiyono (2010:58) adalah :

“Segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik

kesimpulannya.”

Sutrisno Hadi (1982:437) variabel adalah semua keadaan, faktor, kondisi,

perlakuan, atau tindakan yang dapat mempengaruhi hasil eksperimen.

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel

bebas(independent variable). Pengertian dari variabel bebas menurut Jonathan

Sarwono yaitu : “ Merupakan variabel yang dapat diukur, dimanipulasi atau

dipilih oleh peneliti untuk menentukan hubungannya dengan suatu gejala yang

diobservasi.”

Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel bebas (independent variable)

merupakan suatu variabel yang bebas dimana keberadaanya tidak dipengaruhi oeh

variable yang lain, bahkan variabel ini merupakan suatu variabel yang dapat

mempengaruhi variabel lain.

Untuk meneliti perbedaan pola penataan ruang alun-alun Kota Malang dan

Kota Jember penulis menentukan operasional variabel. Operasionalisasi variabel

diperlukan untuk menentukan jenis, indikator, serta skala dari variabel-variabel

yang terkait dalam penelitian, sehingga pengujian dapat dilakukan secara benar,

sesuai dengan judul penelitian.

Operasionalisasi variabel dalam penelitian tentang penataan ruang alun-

alun akan dijelaskan dalam tabel 3.1.

Page 31: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 31

VARIABEL SUMBER DEFINISI INDIKATOR

Penataan Ruang

wujud struktur ruang

dan pola

pemanfaatan ruang,

baik direncanakan

maupun tidak.

(Rumata ,2010)

Pemanfaatan dan

penggunaan ruang

alun-alun yang

berada di Kota

Malang dengan

alun-alun yang

berada di Kota

Jember.

1. Penempatan

ruang

2. Pengelompokan

ruang

3. Besaran

sirkulasi

4. Sirkulasi

pengunjung

5. Kerapian dalam

menata ruang

Alun-alun

menyatakan, Alun-

alun berasal dari

bahasa Jawa kuno

(Kawi) yaitu

“Halun-halun” yang

mana pada zaman

dulu ditulis aloen-

aloen atau aloon-

aloon merupakan

suatu lapangan

terbuka yang luas

dan berumput.

(Handinoto, 1992 )

suatu lapangan

terbuka yang luas

dan berumput

yang dikelilingi

oleh jalan dan

pohon beringin di

tengahnya serta

dapat digunakan

untuk kegiatan

masyarakat yang

beragam yang

biasanya berada

di muka keraton

atau di muka

tempat kediaman

resmi bupati, dsb.

1. Pepohonan yang

rindang

2. Fasilitas yang

menunjang

pengunjung

3. Area bermain

anak-anak

4. Area berteduh

5. Letak air mancur

6. Area berjualan

7. Suasana yang

nyaman

Tabel 3.1

Menurut Rumata (2010), Penataan ruang adalah wujud struktur ruang dan

pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. Dalam penelitian ini,

yang dimaksud dengan penataan ruang adalah Pemanfaatan dan penggunaan

ruang alun-alun yang berada di Kota Malang dengan alun-alun yang berada di

Kota Jember.

Secara operasional, variabel penataan ruang alun-alun didefinisikan

sebagai “proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian

pemanfaatan ruang yang dilaksanakan secara sekuensial (berkesinambungan dari

Page 32: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 32

masa ke masa). Penataan ruang dikelompokan berdasarkan sistem, fungsi

kawasan, administrasi, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.”.

Alun-alun, dalam penelitian ini adalah alun-alun Kota Malang dan alun-

alun Kota Jember, yang berarti lapangan rumput yang luas, yang dikelilingi oleh

pohon beringin di tengahnya.

(Handinoto, 1992 ) menyatakan, Alun-alun berasal dari bahasa Jawa kuno

(Kawi) yaitu “Halun-halun” yang mana pada zaman dulu ditulis aloen-aloen atau

aloon-aloon merupakan suatu lapangan terbuka yang luas dan berumput.

Secara operasional, yang dimaksud dengan alun-alun adalah suatu

lapangan terbuka yang luas dan berumput yang dikelilingi oleh jalan dan pohon

beringin di tengahnya serta dapat digunakan untuk kegiatan masyarakat yang

beragam yang biasanya berada di muka keraton atau di muka tempat kediaman

resmi bupati, dsb.

3.6 Teknik pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dilakukan dengan

beberapa cara, berikut uraianya :

1. Library Research (penelitian kepustakaan)

Yaitu pengumpulan data-data dari literatur, sumber-sumber lain yang

berhubungan dengan masalah, menbaca, dan mempelajari buku-buku untuk

memperoleh data-data yang berkaitan.

2. Field Research (penelitian lapangan)

Yaitu penulis melakukan pengamatan secara langsung ke alun-alun yang dituju

yaitu di alun-alun Kota Malang dan Jember

Adapun cara yang dilakukan dalam peneltian ini adalah :

1. Pengamatan (Observation), yaitu pengamatan atas pola penataan ruang alun-

alun Kota Malang dan alun-alun Kota Jember serta kondisi eksisting di

sekitarnya.

Page 33: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 33

2. Studi dokumentasi, mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen yang

relevan untuk mendukung data penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber.

3.7 Sumber Data

Menurut Suharsmi Arikunto (2006:129) mengemukakan bahwa:

“ Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh”.

sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data sekunder, di

mana data yang diperoleh penulis merupakan data yang diperoleh secara tidak

langsung, artinya data-data tersebut berupa data primer yang telah diolah lebih

lanjut dan data yang disajikan oleh pihak lain.

sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data

sekunder, di mana data yang diperoleh penulis merupakan data yang diperoleh

secara tidak langsung, artinya data-data tersebut berupa data primer yang telah

diolah lebih lanjut dan data yang disajikan oleh pihak lain.

1. Data Primer

Merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek yang diteliti baik

dari pribadi (responden) maupun dari suatu perusahaan yang mengolah data

untuk keperluan penelitian, seperti dengan cara melakukan wawancara secara

langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan penelitian yang

dilakukan.

2. Data Sekunder

Merupakan data yang berfungsi sebagai pelengkap data primer. Data sekunder

diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan memahami melalui media

lain.

Page 34: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 34

Menurut Sugiyono (2010:193) sumber sekunder adalah:

“Sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya

lewat orang lain atau dokumen”.

Data sekunder dapat diperoleh dengan cara membaca, mempelajari dan

memahami melalui media lain yang bersumber pada literatur dan buku-buku

perpustakaan atau data-data dari perusahaan yang berkaitan dengan masalah yang

diteliti.

3.6 Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang telah diperoleh dari hasil observasi lapangan, dan dokumentasi dengan cara

mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang lebih penting

dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami

oleh diri sendiri maupun orang lain.

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :

1. Melakukan tinjauan terhadap bentuk pola penataan ruang alun-alun Kota

Malang.

2. Melakukan tinjauan terhadap bentuk pola penataan ruang alun-alun Kota

Jember.

3. Melakukan tinjauan terhadap perbandingan keadaan dan perkembangan serta

unsur-unsur pola penataan ruang antara alun-alun Kota Malang dan alun-alun

Kota Jember.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif yang menurut I Made Winartha (2006:155) yaitu :

“Metode analisis deskriptif kualitatif yaitu menganalisis, menggambarkan, dan

meringkas berbagai kondisi, situasi ari berbagai data yang dikumpulkan berupa

hasil wawacara atau pengamatan mengnai masalah yang diteliti yang terjadi di

lapangan.”

Page 35: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 35

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

4.1 Bentuk Pola Penataan Ruang Alun-alun Kota Malang

Gambar 4.1 peta

Sumber : google maps, 2014

7

1

2

4

3

6

5

KETERANGAN :

1. Air mancur

2. Area parkir kendaraan roda

empat

3. Area parkir kendaraan roda

dua

4. Tempat duduk

5. Area berjualan

6. Gapura

7. Pedestrian

8. Rerumputan

8

Gambar 4.2 Air mancur

Sumber : kajian lapangan,

2014

Gambar 4.3 Area parkir kendaraan roda empat

Sumber: Kajian lapangan, 2014

Page 36: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 36

Gambar 4.5 Tempat duduk

Sumber : Kajian lapangan,

2014

Gambar 4.6 Area berjualan

Sumber : Kajian lapangan,

2014

Gambar 4.7 Gapura

Sumber : Kajian lapangan,

2014

Gambar 4.8 Rerumputan

Sumber : Kajian lapangan, 2014 Gambar 4.9 Pedestrian

Sumber : Kajian lapangan, 2014

Gambar 4.4 Tempat parkir

kendaraan roda dua

Sumber : Kajian lapangan, 2014

Page 37: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 37

4.1.1 Karakteristik

Dalam kawasan alun-alun Malang dapat ditelaah dua elemen zona

kawasan utama yang memiliki karakteristik khas, yaitu:

1. Elemen ruang terbuka:

Alun-alun Kota Malang sebagai ruang terbuka hijau kota semula hanya

berupa pelataran. Dalam perkembangan-nya, terdapat pola pertamanan, street

furniture, dan penempatan parkir kendaraan di luar alun-alun.

2. Elemen yang berkaitan dengan nilai estetis ruang:

Secara visual kendaraan yang menempati area hijau alun-alun mengurangi

nilai estetis ruang luar. Peranan ruang terbuka alun-alun dengan tekstur lansekap

yang berbaur dengan beragam bentuk elemen material memberi kesan kualitas

dan ramai/berdesak-desakan.

4.1.2 Area Pedestrian

Penyediaan pedestrian sebagai prasarana pejalan kaki harus mem-

perhatikan kualitasnya terhadap faktor material, faktor keamanan, dan

kenyamanan. Hal tersebut sangat penting, mengingat pedestrian meru-pakan

prasarana pejalan kaki yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat terutama bagi

mereka yang memerlukan jarak capai yang lebih dekat ke tempat tujuan.

Peneliti melihat bahwasannya pedestrian pada alun-alun Kota Malang

selalu ditanami rumput, terletak di bagian tepi alun-alun dan dan 15 meter dari

tempat parkir mengelilingi luas alun-alun menuju area tempat duduk bundar di

bawah pohon kiara payung yang kemudian nantinya akan memusat ke suatu titik

pusat yaitu air mancur.

Page 38: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 38

Gambar 4.10 Pedestrian alun-alun Kota Malang

Sumber : Kajian lapangan, 2014

4.1.3 Area Parkir

Pada kondisi eksisting, di kawasan alun-alun Malang perletakan tempat

parkir memakai sistem indoor parking yaitu memanfaatkan sebagian lahan

tanahnya untuk dijadikan area berparkir.

Gambar 4.11 Area parkir menggunakan sistem indoor parking

Sumber : Kajian lapangan, 2014

Page 39: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 39

Gambar 4.12 peta

Sumber : Google map, 2014

4.2 Bentuk pola penataan ruang alun-alun Kota Jember

KETERANGAN

Rerumputan/Lapangan bebas

Lapangan basket

Pedestrian

Tugu prestasi jember

Gazebo

Deretan pepohonan kelapa

Area berjualan

Gambar 4.13 Rerumputan/Lapangan bebas Gambar 4.14 Lapangan basket

Sumber : Kajian lapangan, 2014 Sumber : Kajian lapangan, 2014

Gambar 4.15 Pedestrian Gambar 4.16 Tugu prestasi jember Sumber : Kajian lapangan, 2014 Sumber : Kajian lapangan, 2014

Page 40: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 40

Gambar 4.17 Gazebo Gambar 4.18 Deretan pohon kelapa sejajar

Sumber : Kajian lapangan, 2014 Sumber : Kajian lapangan, 2014

Gambar 4.19 Area berjualan

Sumber : Kajian lapangan, 2014

4.2.1 Karakteristik

Dari dahulu alun-alun Jember memang merupakan pusat kegiatan

masyarakat Jember. Alun-alun dikelilingi oleh beberapa bangunan penting seperti

kantor bupati Jember, masjid agung, kantor pos besar, aula kota Jember, bank BNI

dan Bank Mandiri. Alun-alun Jember juga meruapakan arus pertemuan dari Jalan

Raya Jember yang merupakan pusat perniagaan, jalan dari utara yang

menghubungkan Jember dan Bondowoso, dan jalan dari selatan yang

menghubungkan Jember dan Banyuwangi. Letak yang strategis ini menjadikan

alun-alun Jember selalu menjadi keramaian. Lebih-lebih dengan kebijakan

pemerintah Jember yang menjadikan alun-alun menjadi taman bermain.

Page 41: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 41

Gambar 4.22 Area parkir alun-alun Kota

Jember Sumber : Kajian lapangan, 2014

4.2.2 Area pedestrian

Di beberapa negara maju pedestrian menjadi perhatian utama. Pusat-pusat

kota besar dunia, seperti Times Square di New York dan Champ Elysses di Paris

adalah contoh keberhasilan pemerintah kota menyediakan fasilitas bagi pejalan

kaki.

Di alun-alun jember ini kenyamanan berjalan kaki mendapatkan prioritas.

Fasilitas bagi pejalan kaki sudah dilengkapi dengan marka jalan dan rambu-rambu

lalu lintas yang memadai. Pedestrian di alun-alun Kota Jember ini difokuskan

pada tepi luar alun-alun dengan ukuran yang cukup lebar yaitu kurang lebih 12

meter, sedangkan lebar pedestrian yang berada di dalam alun-alun hanya 5 meter.

Gambar 4.20 Gambar 4.21

Gambar Kawasan pedestrian di tepi alun-alun Kota Jember Sumber : Kajian lapangan, 2014

4.2.3 Area Parkir

Pada kondisi eksisting, di

kawasan alun-alun Jember perletakan

tempat parkirberseberang dengan lahan

dari alun-alun itu sendiri, area parkir

cukup luas dan amankarena letaknya

yang khusus membuat alun-alun jember

ini terlihat rapi.

Page 42: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 42

B. PEMBAHASAN

4.3 perbandingan bentuk, keadaan dan perkembangan serta unsur-unsur

pola penataan ruang antara alun-alun Kota Malang dan alun-alun Kota

Jember.

Pada alun-alun Kota Malang, pola ruang membentuk linier dimana ruang-

ruang yang ada mengikuti garis sirkulasi yang melingkar hingga memusat pada

sebuah lingkaran yang berada di tengah alun-alun yaitu air mancur. Sedangkan

pada alun-alun Kota Jember, pola penataan ruangnya banyak menggunakan

banyak macam bentuk persegi yang akhirnya membentuk grid, sehingga peletakan

ruang-ruangya membentuk kotak-kotak yang tersusun searah dengan pola grid.

Kedua alun-alun tersebut memiliki bentuk pola ruang yang berbeda. Walau

demikian, kedua alun-alun ini memiliki kemiripan yaitu adanya pedestrian di

semua tepi alun-alun hanya saja pedestrian yang terdapat pada alun-alun Kota

Jember lebih lebar dibandingkan alun-alun Kota Malang.

Gambar 4.23 Peta Pola tata ruang

alun-alun Kota Malang

Sumber: google maps:, 2014

Gambar 4.24 Peta pola tata ruang

alun-alun Kota Jember

Sumber: Google maps, 2014

Page 43: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 43

Pada Alun-alun Kota Malang, pola ruang terdiri dari air mancur, area

duduk, area parkir, area berjualan, pedestrian, dan taman. Dari beberapa ruang

tersebut sebagian besar luas tanahnya digunakan untuk taman dan pepohonan.

Sedangkan, pada alun-alun Kota Jember ini, sebagian besar lahannya digunakan

untuk rerumputan atau lapangan bebas sebagai arena bermain masyarakat

pengunjung seperti main bola, bulu tangkis, duduk-duduk atau berkumpul-kumpul

Gambar 4.25 alun-alun Kota Malang

Sumber : Kajian lapangan, 2014

Gambar 4.26 alun-alun Kota Jember

Sumber : Kajian lapangan, 2014

Page 44: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 44

semua kegiatan bermain serta berkelompokan semuanya dituangkan di lapangan

bebas tersebut.

Jika dilihat dari fungsi dan kegunaannya, perbedaan antara alun-alun Kota

Malang dan Kota Jember terletak pada aktifitas yang sering dilakukan oleh

pengunjung alun-alun. Jika alun-alun Kota Malang, sebagian besar

pengunjungnya sering bersantai dengan berteduh, duduk duduk di bawah pohon

yang rindang sambil menikmati air mancur dan membeli makanan di area

berjualan yang ada. Berbeda dengan keadaan alun-alun Kota Jember, pengunjung

alun-alun Kota Jember sering mengisi kegiatannya ketika berada di alun-alun

dengan olahraga dan berwisata kuliner, perbedaan keadaan dari kedua alun-alun

ini juga disebabkan karena bentuk dan isi pola ruang yang memenuhi kedua alun-

alun tersebut. Tampak pengunjung sedang duduk-duduk dan menikmati makanan

di area berjualan di kawasan alun-alun Kota Malang pada gambar 4. 28 dan

pengunjung sedang berolahraga dan bermain pada gambar 4. 29.

Gambar 4.27 Kondisi alun-alun Kota Malang

Sumber : Kajian lapangan, 2014

Gambar 4.28 Kondisi alun-alun Kota Jember

Sumber : Kajian lapangan, 2014

Page 45: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 45

KESIMPULAN

1. Bentuk pola ruang alun-alun Kota malang linier, sedangkan alun-alun

Kota Jember pola ruangnya membentuk grid.

2. Tidak ada lahan yang cukup untuk berolahraga di alun-alun Kota Malang,

sedangkan di alun-alun Kota Jember sangat luas lahan untuk bermain dan

berolahraga bersama bahkan mampu untuk smenampung semua

pengunjung.

3. Area parkir yang ada di alun-alun kota Malang menggunakan sistem

sistem indoor parking, yaitu dimana menggunakan sebagian lahannya

untuk parkir. Namun, pada alun-alun kota Jember parking area terdapat

diluar lahan alun-alun.

4. Pedestrian yang terdapat di alun-alun Malang dan Jember terdapat di

bagian luar alun-alun.

5. Terdapat area berjualan didalam alun-alun Malang dan Jember.

6. Pada alun-alun Malang terdapat air terjun dibagian tengah yang menjadi

pusat alun-alun, sedangkan pada alun-alun Jember tidak terdapat air

mancur, karena alun-alun Jember lebih mengutamakan alun-alun sebagai

tempat berolahraga dari pada tempat rekreasi.

Page 46: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 46

DAFTAR PUSTAKA

Adrisijanti, I. (2000), Upaya Menelusuri Akar Budaya. Kudus : Makalah pada

Seminar membangun Kebudayaan dan Peradaban Masyarakat Kudus.

Arikunto, Suharsimi. (2006), Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta : Rineka Cipta.

Atmakusumah, (2011), Tahta Untuk Rakyat: Celah-celah Kehidupan Sultan

Hamengku Buwono IX, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011, hal

122

Azwar, S. (2009), Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Penerbit : Pustaka

Pelajar, Jakarta.

Bialystok, ellen (2003), Bilingualism in development. Cambridge CB2IRP

Cambridge University Press

Danisworo, 2003. Laboratorium Pusat Studi Urban Desain, Departemen

Arsitektur, Institut Teknologi Bandung.

Doli, O (2013), Apa Arti Konsep Penataan ?, From

http://artipengetahuan.blogspot.com/2013/06/apa-arti-konsep-

penataan.html. Diakses tanggal 10 maret 2014.

Fathony, Budi (2012), Penulusuran kawasan pusat kota alun-alun malang. From

http://iplbi.or.id/2012/03/penelusuran-kawasan-pusat-kota-alun-alun-

malang/ Diakses tanggal 17 maret 2014.

Hadi, Sutrisno (1983), Metodologi research. Andi offset

Handinoto, (2010), Alun-alun Sebagai Identitas Kota Jawa, Dulu dan Sekarang,

http://fportfolio.petra.ac.id/user_files/81-005/ALUN-ALUN.pdf/

Diakses tanggal 5 Maret 2014.

(2013). Memaksimalkan Fungsi Alun-Alun Sebagai Ruang Publik

Terbuka, From http://historyandlegacy

kebumen.blogspot.com/2013/04/memaksimalkan-fungsi-alun-alun-

sebagai_25.html/ Diakses tanggal 17 maret 2014.

Page 47: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 47

Hodlan JT Hutapea. (2009), Pergeseran Makna Ruang Publik

http://www.analisadaily.com/news/2013/9163/pergeseran-makna-

ruang-publik/ Diakses tanggal 17 maret 2014.

Irman, J. (2009), Istilah dan definisi Penataan Ruang, from

http://www.penataanruang.com/istilah-dan-definisi1.html/ Diakses

tanggal 17 Maret 2014.

Kountur, Ronny. (2007), Metode Penelitian untuk penulisan Skripsi dan Tesis,

edisi revisi. Jakarta penerbit PPM.

Nazir, M. (1998), Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta.

(2005). Metode Penelitian. Cetakan Pertama. Penerbit Ghalia

Indonesia. Jakarta.

Pendit, Putu Laxman. (2003), Penelitian Ilmu Perpustakaan dan Informasi: Suatu

pengantar Diskusi Epistimologi dan Metodologi, Jakarta: JIP-FSUI

Rumata, N.A (2010), Tata Ruang, From http://euforia

arisam.blogspot.com/2010/08/tata-ruang.html/ Diakses tanggal 24

maret 2014.

Sugiyono, (2004), Statistika untuk penelitian. Bandung: CV. Alfabeta

Sugiyono. (2009), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RSD. Bandung:

Alfabeta.

(2010). Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Penerbit

ALFABETA

Sutrisno Hadi, (1982), Metodelogi Reseach, Percetakan Universita Gajah Mada,

Yogyakarta

Warsito, Herman. (1992). Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama.

Wirartha, I Made. (2006), Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Andi

Offset.

Khairuddin H. (2000), Filsafat Kota Yogyakarta, Yogyakarta: Liberty 1995.

Page 48: Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember

Perbandingan Pola Penataan Ruang Alun-Alun Kota Malang Dan Alun-Alun Kota Jember 48

Kota Pati Berdasarkan Persepsi Dan Preferensi Pengunjun, Semarang: Fakultas

teknik Universitas Diponegoro.

Paulus, J. (1917). Encyclopedie van Nederland Indie, Twee Druk, Martinus

Nijhoff, S‟Gravenhage, NV v/h E.J. Brill , Leiden.

Priyatmoko, H. (2009), Makna dan Pergeseran Makna Alun-alun. From

http://kabutinstitut.blogspot.com/2009/08/makna-dan-pergeseran-

makna-alun-alun.html/ Diakses tanggal 17 maret 2014.

Sulistiyani, I.K (2005), Pola Pemanfaatan Dan Pelayanan Alun-Alun, From

eprints.undip.ac.id/6300/ .Diakses tanggal 5 maret 2014.

Wikipedia Indonesia (2012), Alun-alun, From http://id.wikipedia.org/wiki/Alun-

alun. Diakses tanggal 10 maret 2014.