perbandingan kebijakan adam malik, mochtar …jurnal.upi.edu/file/fiky_arista.pdf · peminjaman...

23
FACTUM Volume 6, Nomor 1, April 2017 70 PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR KUSUMAATMADJA DAN ALI ALATAS TERHADAP POLITIK LUAR NEGERI BEBAS AKTIF INDONESIA PADA MASA ORDE BARU Oleh Fiky Arista, Suwirta dan Farida Sarimaya 1 ABSTRAK Artikel ini berjudul “Perbandingan Kebijakan Adam Malik, Mochtar Kusumaatmadja dan Ali Alatas Terhadap Politik Luar Negeri Bebas Aktif Indonesia Pada Masa Orde Baru”. Penulisan ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulis untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah Orde Baru dalam mempertahankan politik luar negeri bebas aktif yang diambil oleh Adam Malik, Mochtar Kusumaatmadja dan Ali Alatas. Masalah utama yang diangkat dalam penelitian ini adalah Bagaimana Perbandingan Kebijakan Adam Malik, Mochtar Kusumaatmadja Dan Ali Alatas Terhadap Politik Luar Negeri Bebas Aktif Indonesia Pada Masa Orde Baru? Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode historis yang terdiri dari empat tahap yaitu, heuristik, kritik, interpretasi dan historiografi. Dalam mengkaji pertanyaan penelitian, penulis menggunakan pendekatan interdisipliner dengan menggunakan beberapa konsep dari ilmu politik. Hasil penelitian yang telah penulis dapatkan adalah Adam Malik, Mochtar Kusumaatmadja dan Ali Alatas memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda sehingga dalam mengemban jabatannya sebagai Menteri Luar Negeri pun berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari perbedaan fokus mereka dalam mengambil suatu kebijakan luar negeri. Adam Malik yang masih mengalami masa transisi dari Orde Lama ke Orde Baru lebih berfokus kepada penyelesaian masalah-masalah yang terjadi dalam pemerintahan sebelumnya. Mochtar Kusumaatmadja fokus kebijakannya terletak kepada Wawasan Nusantara dan hukum internasional. Sedangkan Ali Alatas lebih terfokus kepada masalah HAM dan menjadikan Indonesia sebagai Ketua GNB. Selain itu, ketiga Menteri Luar Negeri lewat kebijakannya juga menjadikan Indonesia aktif dalam menyelesaikan masalah- masalah regional dan internasional, serta organisasi-organisasi non blok. Kata Kunci : kebijakan politik luar negeri, politik luar negeri bebas aktif, non blok. ABSTRACT This article entitled "The Comparison of Adam Malik, Mochtar Kusumaatmadja and Ali Alatas Policies Against Independent-Active Foreign Policy In Indonesia During The New Order". The writing is motivated by the author interest to determine the policies taken by the New Order government in maintaining a free 1 Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Sejarah, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Pendidikan Indonesia, Drs. Suwirta, M.Hum sebagai Pembimbing I dan Farida Sarimaya, S.Pd, M.Si sebagai Pembimbing II. Penulis dapat dihubungi melalui nomor 081802172462 atau email [email protected]

Upload: trankhue

Post on 03-Mar-2019

227 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

70

PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR

KUSUMAATMADJA DAN ALI ALATAS TERHADAP POLITIK LUAR

NEGERI BEBAS AKTIF INDONESIA PADA MASA ORDE BARU

Oleh

Fiky Arista, Suwirta dan Farida Sarimaya1

ABSTRAK

Artikel ini berjudul “Perbandingan Kebijakan Adam Malik, Mochtar

Kusumaatmadja dan Ali Alatas Terhadap Politik Luar Negeri Bebas Aktif

Indonesia Pada Masa Orde Baru”. Penulisan ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan

penulis untuk mengetahui kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah Orde Baru

dalam mempertahankan politik luar negeri bebas aktif yang diambil oleh Adam

Malik, Mochtar Kusumaatmadja dan Ali Alatas. Masalah utama yang diangkat

dalam penelitian ini adalah Bagaimana Perbandingan Kebijakan Adam Malik,

Mochtar Kusumaatmadja Dan Ali Alatas Terhadap Politik Luar Negeri Bebas Aktif

Indonesia Pada Masa Orde Baru? Metode yang digunakan dalam penelitian adalah

metode historis yang terdiri dari empat tahap yaitu, heuristik, kritik, interpretasi dan

historiografi. Dalam mengkaji pertanyaan penelitian, penulis menggunakan

pendekatan interdisipliner dengan menggunakan beberapa konsep dari ilmu politik.

Hasil penelitian yang telah penulis dapatkan adalah Adam Malik, Mochtar

Kusumaatmadja dan Ali Alatas memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda

sehingga dalam mengemban jabatannya sebagai Menteri Luar Negeri pun berbeda.

Perbedaan tersebut dapat dilihat dari perbedaan fokus mereka dalam mengambil

suatu kebijakan luar negeri. Adam Malik yang masih mengalami masa transisi dari

Orde Lama ke Orde Baru lebih berfokus kepada penyelesaian masalah-masalah

yang terjadi dalam pemerintahan sebelumnya. Mochtar Kusumaatmadja fokus

kebijakannya terletak kepada Wawasan Nusantara dan hukum internasional.

Sedangkan Ali Alatas lebih terfokus kepada masalah HAM dan menjadikan

Indonesia sebagai Ketua GNB. Selain itu, ketiga Menteri Luar Negeri lewat

kebijakannya juga menjadikan Indonesia aktif dalam menyelesaikan masalah-

masalah regional dan internasional, serta organisasi-organisasi non blok.

Kata Kunci : kebijakan politik luar negeri, politik luar negeri bebas aktif, non blok.

ABSTRACT

This article entitled "The Comparison of Adam Malik, Mochtar Kusumaatmadja

and Ali Alatas Policies Against Independent-Active Foreign Policy In Indonesia

During The New Order". The writing is motivated by the author interest to

determine the policies taken by the New Order government in maintaining a free

1 Penulis adalah Mahasiswa Pendidikan Sejarah, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,

Universitas Pendidikan Indonesia, Drs. Suwirta, M.Hum sebagai Pembimbing I dan Farida

Sarimaya, S.Pd, M.Si sebagai Pembimbing II. Penulis dapat dihubungi melalui nomor

081802172462 atau email [email protected]

Page 2: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

71

and active foreign policy taken by Adam Malik, Mochtar Kusumaatmadja, and Ali

Alatas. The main issues in this research is how is the Comparison of Adam Malik,

Mochtar Kusumaatmadja And Ali Alatas Policies Against Independent-Active

Foreign Policy In Indonesia During The New Order? The method used in the study

is the historical method consists of four phases, which are; heuristic, criticism,

interpretation and historiography. In reviewing the research question, the author

uses an interdisciplinary approach by using some of the concepts from political

science. Based on the research, authors knew that Adam Malik, Mochtar

Kusumaatmadja, and Ali Alatas had different educational backgrounds so when

they are assuming his post as Foreign Minister also can be different. The difference

can be seen from their focus in taking a foreign policy. Adam Malik, who is still in

transition from the Old Order to the New Order, his focus was to solve the problems

that occurred in the previous government. Mochtar Kusumaatmadja focuses on

Archipelago and international law. Ali Alatas focuses on human rights issues and

to make Indonesia as Chairman of NAM. In addition, The Three Minister of Foreign

Affairs through his policy also makes Indonesia active in solving regional and

international issues, as well as the Non-Aligned Organizations.

Keywords: foreign policy, independent and active foreign policy, non-aligned.

PENDAHULUAN

Perkembangan politik luar

negeri Indonesia sangat menarik untuk

diamati. Terutama politik luar negeri

pada masa Orde Baru yang sangat

bertolak belakang dengan Orde Lama.

Sejak Orde Lama, Indonesia

berpegang teguh pada prinsip politik

luar negeri bebas aktif yang pertama

kali dicetuskan oleh Moh. Hatta pada

tanggal 2 September 1948 di depan

kelompok kerja KNIP. Dalam

pidatonya Hatta mengemukakan

bahwa Indonesia tidak perlu memilih

pro-Amerika atau pro-Soviet,

sehingga Indonesia tidak menjadi

objek dalam perjuangan politik

internasional. Indonesia harus menjadi

subjek yang memiliki hak untuk

menentukan pilihannya sendiri.

Selanjutnya pada tanggal 16

September 1948, Hatta

mengemukakan bahwa politik luar

negeri Indonesia harus ditentukan oleh

kepentingan negara yang dijalankan

sesuai dengan situasi dan kenyataan

yang sedang dihadapi (Suryadinata,

1998, hlm. 32-33).

Pada era Orde Baru, terjadi

perubahan politik luar negeri yang

diperkenalkan Orde Baru di bawah

kepemimpinan Soeharto namun pada

dasarnya tidak menampilkan unsur-

unsur yang baru. Angkatan Darat

Page 3: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

72

mengemban puncak politik republik

dan menjadi faktor utama sejak

revolusi nasional. Seperti halnya

Soekarno, Soeharto pun menggunakan

struktur konstitusi yang sama dengan

Soekarno. Kekuasaan yang dijalankan

Soeharto berdasarkan konstitusi yang

ditegaskan sebagai sumber keabsahan

politik. Hal ini dikarenakan UUD 1945

sejalan dengan tujuan politik Soeharto

dan juga karena persepsinya mengenai

kebutuhan utama negara Indonesia

(Leifer, 1989, hlm. 161-162).

Kepentingan Indonesia pada

masa Orde Baru adalah pembangunan

ekonomi negara yang di masa Orde

Lama kurang diperhatikan. Maka

politik luar negeri Indonesia kala itu

ditujukan untuk kepentingan bangsa

melalui pembangunan. Indonesia

menjalankan politik luar negeri

bertetangga baik yang ditandai dengan

penyelesaian konfrontasi Indonesia-

Malaysia, turut serta dalam

mendirikan organisasi regional

ASEAN dan kembali menjadi anggota

PBB. Hal tersebut membuat Indonesia

mendapatkan beberapa keuntungan, di

antaranya dalah mendapatkan

pinjaman dari negara-negara yang

tergabung dalam IGGI (Inter-

governmental Group on Indonesia)

yang terdiri dari Amerika Serikat,

Australia, Belanda, Denmark, Belgia,

Inggris, Italia, Jepang, Jerman Barat,

Kanada, Perancis, Selandia Baru dan

Swiss (Malik, 1979c, hlm. 53).

Pemerintah Orde Baru

menjalankan politik luar negeri yang

low profile, yaitu suatu politik luar

negeri yang berorientasi pada

pembangunan dan kesejahteraan

rakyat. Dalam melakukan upaya-

upaya stabilisasi ekonomi yang akan

berimbas pada kesejahteraan rakyat,

Indonesia membutuhkan kerjasama

dengan negara lain, terutama untuk

peminjaman modal dan penangguhan

hutang. Maka ketika Adam Malik

menjabat sebagai Menteri Luar

Negeri, ia menyatakan akan membuka

hubungan seluas mungkin dengan

dunia internasional (Bandoro, 1994,

hlm. 1-2). Namun konotasi membuka

hubungan seluas mungkin dengan

dunia internasional sering disalah

artikan sebagai Indonesia yang mulai

condong ke Blok Barat.

Politik luar negeri bebas aktif

Indonesia pada masa Orde Baru

menarik untuk dikaji. Ada banyak

orang yang menganggap bahwa pada

Page 4: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

73

masa Orde Baru politik luar negeri

Indonesia cenderung ke Blok Barat.

Anggapan ini salah satunya dapat

dilihat ketika Indonesia pernah gagal

ketika mencalonkan diri menjadi ketua

GNB karena dianggap terlalu dekat

dengan Blok Barat, serta Indonesia

yang menerima bantuan dari IGGI. Di

balik semua itu, penulis ingin

menyampaikan bahwa selain

Indonesia menjalin kerjasama dan

hubungan yang baik dengan negara-

negara pendonor dana, Indonesia juga

melakukan banyak hal yang

mencerminkan politik luar negeri

bebas aktif.

Penelitian ini diharapkan dapat

menambah khasanah penulisan

mengenai sejarah politik luar negeri

bebas aktif Indonesia dan sejarah

nasional, terutama pada masa Orde

Baru. Penelitian ini menggunakan

beberapa konsep yang diambil dari

sister discipline yaitu ilmu politik di

antaranya konsep politik luar negeri

dan hubungan internasional. konsep-

konsep tersebut digunakan agar lebih

memahami artikel ini.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

metode sejarah, yakni seperangkat

sarana atau sistem yang berisi asas-

asas atau norma, aturan-aturan,

prosedur, metode dan teknik yang

harus diikuti untuk mengumpulkan

segala kemungkinan saksi mata

(witness) tentang suatu masa atau

peristiwa, untuk mengevaluasi

kesaksian (testimony) tentang saksi-

saksi tersebut, untuk menyusun fakta-

fakta yang telah diuji dalam

hubungan-hubungan kausalnya dan

akhirnya menyajikan pengetahuan

yang tersusun mengenai peristiwa-

peristiwa tersebut (Ismaun, 2005, hlm.

28).

Menurut Ismaun (2005, hlm. 50)

ada empat langkah dalam

mengembangkan metode historis,

yaitu heuristik, kritik sumber,

interpretasi dan historiografi. Tahap

pertama yaitu heuristik adalah

mengumpulkan sumber yang relevan

dengan tema kajian. Sumber yang

penulis gunakan berupa sumber

tertulis berupa buku, jurnal, makalah

dan skripsi. Tahap kedua yaitu kritik

terhadap sumber-sumber yang telah

penulis peroleh pada tahap heuristik.

Page 5: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

74

Melalui kritik sumber setiap data-data

sejarah yang telah didapatkan diuji

dulu validitas dan reliabilitasnya,

sehingga semua data itu sesuai dengan

fakta-fakta sejarah yang sesungguhnya

(Daliman, 2012, 64-66). Dalam

metode sejarah dikenal dengan dua

cara melakukan kritik, yakni kritik

eksternal dan kritik internal. Kritik

eksternal adalah suatu penelitian atas

asal usul dari sumber, suatu

pemeriksaan atas catatan atau

peninggalan itu sendiri untuk

mendapatkan semua informasi yang

mungkin, dan untuk mengetahui

apakah pada suatu waktu sejak awal

mulanya sumber itu telah diubah oleh

orang-orang tertentu atau tidak

(Sjamsuddin, 2007, hlm. 133-134).

Sedangkan kritik internal dilakukan

untuk menguji isi dokumen. Sehingga

dapat dikatakan bahwa kritik internal

menekankan pada aspek isi dari

sumber tersebut (Sjamsuddin, 2007,

hlm. 143). Dalam melakukan kritik

internal penulis melakukan uji

kredibilitas. Peneliti akan menentukan

sejauh mana suatu sumber dapat

dipercaya (credible) kebenarannya

dari isi informasi yang disampaikan

oleh suatu sumber atau dokumen

sejarah.

Tahap ketiga adalah interpretasi,

yaitu penulis memberikan penafsiran

terhadap fakta-fakta sejarah yang telah

didapatkan dan sudah melalui kritik

eksternal maupun internal. Pada tahap

ini penulis melakukan pemberian

makna terhadap data-data yang telah

di dapatkan dari proses heuristik dan

kritik sumber. Penulis menyusun

fakta-fakta yang telah ada kemudian

menafsirkannya. Historiografi

merupakan tahap akhir dalam

penelitian sejarah. Dalam historiografi

ini dapat dilakukan melalui penyajian

analitis-kritis sehingga pemaparan

sejarah tidak hanya berupa narasi yang

menyajikan kumpulan fakta, tetapi di

dalamnya terdapat teori-teori serta

penafsiran menggunakan ilmu bantu

yang dapat menunjang sebuah

penulisan sejarah.

HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Dalam melihat suatu kebijakan

yang diambil oleh seorang pemimpin,

ada berbagai faktor yang

mempengaruhinya, salah satunya

adalah latar belakang kehidupan tokoh

Page 6: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

75

tersebut. Adam Malik lahir di hari

Minggu Pon, 22 Juli 1917 di Pematang

Siantar, Sumatera Utara. Beliau anak

ketiga dari sepuluh bersaudara

(Santosa, 2009, hlm. 225). Beliau

berasal dari keluarga yang

berkecukupan, kalangan yang sangat

jarang dijumpai pada masa penjajahan

Belanda (Malik, 1978a, hlm. 9).

Agar menjadi seorang ulama

yang sesuai dengan keinginan

ayahnya, Adam Malik mendapatkan

pendidikan dasar di Bukit Tinggi

yakni Sekolah Agama Parabek.

Setelah satu tahun bersekolah di sana

beliau pindah ke sekolah agama di

Tanjung Pura yang bernama Al-

Masrullah. Akan tetapi, beliau tidak

betah bersekolah di sana dan

membujuk ayahnya agar diizinkan

keluar dari sekolah tersebut. Beliau

membujuk ayahnya selama dua tahun

dan mengatakan lebih tertarik untuk

belajar berdagang agar dapat menjadi

seorang pedagang yang sukses seperti

ayahnya (Malik, 1978a, hlm. 13-16).

Sejak tahun 1930-an, Adam

Malik telah ikut serta dalam dunia

politik Indonesia. Pada tahun 1931,

Adam Malik menjadi anggota

kepanduan Hisbul Wathan, suatu

organisasi yang bernaung di bawah

Muhammadiyah. Lalu beliau juga

mendirikan organisasi badminton

yang bernama Indonesia Muda cabang

Pematang Siantar. Organisasi tersebut

merupakan sebuah batu loncatan

dalam menambah berbagai

pengalaman menjalankan sebuah

organisasi. Kemudian beliau

mendirikan PARTINDO (Partai

Indonesia) cabang Siantar dan

dipercaya sebagai ketua cabang.

Setelah bergabung dengan Partindo,

Adam Malik mulai mengenal dunia

pers. Beliau aktif dalam pers dengan

cara menerbitkan beberapa karangan

dalam harian Pelita Andalas dan

Majalah Partindo (Malik, 1978a, hlm.

17-19).

Ketika menjadi Menteri Luar

Negeri di tahun 1966-1978, Adam

Malik mengalami masa transisi dari

Orde Lama ke Orde Baru. Sabir (1987,

hlm. 197) mengemukakan bahwa pada

upacara memperkenalkan diri di depan

karyawan Departemen Luar Negeri

tanggal 23 Maret 1966, Adam Malik

menyampaikan pidatonya yang berisi

tugas Departemen Luar Negeri dalam

alam Orde Baru, antara lain bahwa

Departemen Luar Negeri harus :

Page 7: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

76

“Mengembalikan kewibawaan

pemerintah di mata rakyat, dan

mengembalikan kewibawaan

Republik Indonesia di mata

dunia internasional setelah

mengalami kerusakan-

kerusakan sebagai akibat

kebijaksanaan politik luar negeri

di masa lalu. Selanjutnya

dinyatakan bahwa dalam

melaksanakan politik luar negeri

Indonesia, Departemen Luar

Negeri berpangkal pada realitas

kepentingan nasional, baik

jangka pendek, maupun jangka

panjang dan berusaha

menghindarkan diri dari

pemikiran yang penuh angan-

angan (wishful thinking) dan

politik mercusuar yang dapat

merugikan negara”.

Dapat dikatakan bahwa

kebijakan luar negeri yang diambil

oleh Adam Malik di masa awal

kepemimpinannya adalah upaya-

upaya untuk menyelesaikan masalah-

masalah yang terjadi pada

pemerintahan sebelumnya. Contohnya

adalah menyelesaikan konfrontasi

Indonesia-Malaysia, kembali menjadi

anggota PBB dan mendirikan

organisasi regional yang bernama

ASEAN.

Menteri Luar Negeri kedua pada

masa Orde Baru adalah Mochtar

Kusumaatmadja. Beliau lahir di

Jakarta pada tanggal 17 Februari 1929

dan merupakan putera tertua dari R.

Taslim dan Sulmini (Sumardjo, 1999,

hlm. 3). Mochtar Kusumaatmadja

menempuh pendidikan dasar dan SMP

di Kota Jakarta. Mochtar

Kusumaatmadja bersekolah di taman

kanak-kanak Freubel School dan

Europeesche Lagere School (ELS),

sekolah yang diperuntukkan bagi

keturunan Eropa, Timur Asing, dan

bumiputera dari tokoh terkemuka

(Pane, 2015, hlm. 6). Ketika perang

kemerdekaan pada tahun 1944 terjadi,

keluarga R. Taslim pindah ke Cirebon,

sehingga Mochtar menyelesaikan

pendidikan SMP di kota Cirebon dan

masuk Tentara Pelajar cabang Cirebon

(Sumardjo, 1999, hlm. 4). Ia

meneruskan pendidikan SMA di

sekolah yang dikelola oleh Sutan

Takdir Alisyahbana. Setamat dari

SMA ia memasuki Perguruan Tinggi

Hukum Indonesia (PTHI) jurusan

Hukum Internasional, tetapi baru

sekitar satu tahun PTHI bergabung

dengan Universitas Indonesia. Pada

tahun 1962, beliau memperoleh gelar

doktornya di Fakultas Hukum

Universitas Padjajaran.

Latar belakang pendidikannya

dalam bidang hukum menjadikan

Page 8: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

77

Mochtar Kusumaatmadja sangat

memperhatikan kepentingan-

kepentingan hukum Indonesia di dunia

internasional. Maka Mochtar

Kusumaatmadja tetap

memperjuangkan konsepsi Wawasan

Nusantara yang sudah dirintisnya

sejak Deklarasi Djuanda. Selain itu,

Mochtar Kusumaatmadja juga turut

aktif dalam perumusan hukum

internasional di PBB.

Menteri Luar Negeri ketiga

sekaligus sebagai pengganti Mochtar

Kusumaatmadja adalah Ali Alatas

atau lebih dikenal dengan Alex Alatas.

Ali Alatas lahir di Jakarta pada tanggal

4 November 1932. Di tahun 1975-

1976, Ali Alatas menjadi Staf Ahli dan

Kepala Sekretaris Pribadi Menteri

Luar Negeri Adam Malik pada masa

Kabinet Pembangunan II dari tahun

1975-1976. Selanjutnya beliau aktif

menjadi Wakil Tetap RI di PBB dari

tahun 1976-1978. Lalu beliau

ditugaskan untuk menjadi Sekretaris

Wakil Presiden sampai tahun 1982

(Nasoetion, 2009, hlm. 173-174). Ada

beberapa hal yang dilakukan Ali

Alatas selama kepemimpinannya

sebagai Menteri Luar Negeri, di

antaranya adalah menyelesaikan

masalah Timor Timur, memperbaiki

hubungan Indonesia-Australia dan

mendukung kemerdekaan Palestina.

Kementerian Luar Negeri yang

secara khusus mengurusi masalah-

masalah internasional, menjadi ujung

tombak dalam dunia diplomasi

Indonesia. Prinsip politik luar negeri

Indonesia yang bebas aktif

menjadikan Adam Malik, Mochtar

Kusumaatmadja dan Ali Alatas selalu

melakukan diplomasi dalam

menghadapi berbagai persoalan di

dunia internasional. Ketiganya

memiliki penafsiran yang hampir

sama mengenai politik luar negeri

bebas aktif. Pada intinya, mereka

memahami bahwa politik luar negeri

bebas aktif berbeda dengan netralitas.

Indonesia harus menempatkan dirinya

dalam posisi tidak memihak Blok

Barat dan Blok Timur. Posisi

Indonesia dalam politik bebas aktif

adalah selalu memiliki pendirian

sendiri dalam menyelesaikan masalah

internasional. Salah satunya adalah

dengan cara memelihara perdamaian

di dunia. Ketiganya pun tentunya

memiliki tujuan yang sama tentang

arah kebijakan politik luar negeri

bebas aktif, yaitu menjaga perdamaian

Page 9: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

78

kawasan dan dunia yang pada

akhirnya berimbas pada pertumbuhan

ekonomi Indonesia. Maka, ketiga

Menteri Luar Negeri di masa Orde

Baru tersebut menjalin hubungan baik

dengan negara-negara maju, salah

satunya dengan negara-negara yang

tergabung dalam IGGI.

Landasan Indonesia dalam

menerapkan politik luar negeri

Indonesia adalah alinea keempat dari

Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi

“...ikut melaksanakan ketertiban

dunia yang berdasarkan perdamaian

abadi dan keadilan sosial...”. Dari

kalimat tersebut dapat diketahui dalam

politik luar negeri Indonesia, yaitu

menjaga ketertiban dan perdamaian

dunia. Maka pada masa Orde Baru,

Indonesia telah melakukan hal berikut,

berusaha menjalin kembali hubungan

dengan Republik Rakyat Cina (RRC),

turut sertanya Indonesia dalam

menangani masalah HAM dan

kolonialisme serta peran Indonesia

dalam organisasi non-blok.

Pertama, Indonesia berusaha

menjalin kembali hubungan dengan

RRC. Hubungan diplomatik dengan

RRC resmi dibekukan oleh Jakarta

pada 31 Oktober 1967 (Ricklefs, 2010,

hlm. 599). Para pemimpin Indonesia

pada masa Orde Baru memiliki dua

pandangan mengenai hubungan

Indonesia-RRC, kedua pandangan

tersebut yakni kelompok pro-

normalisasi dan kelompok anti-

normalisasi. Kelompok pro-

normalisasi khususnya Adam Malik,

Mochtar Kusumaatmadja dan Ali

Alatas sebagai bagian dari

Departemen Luar Negeri berpendapat

bahwa jika normalisasi dilakukan akan

meningkatkan citra Indonesia sebagai

negara non blok. Sedangkan kelompok

anti-normalisasi terdiri dari Presiden

Soeharto, militer di HANKAM, dan

kelompok Islam (Suryadinata, 1998,

hlm. 133).

Adam Malik dalam sebuah

pertemuan dengan Menteri Luar

Negeri RRC memberikan keterangan

sebagai berikut :

“RRC memerlukan waktu untuk

memulihkan hubungan

diplomatiknya dengan

Indonesia” (Malik, 1979c, hlm.

180).

Memasuki periode kedua masa

jabatan Mochtar Kusumaatmadja,

terutama sejak tahun 1984, Soeharto

membuat kebijakan yang lebih liberal

terhadap RRC karena tatanan ekonomi

Page 10: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

79

dan juga keinginannya untuk

memainkan peran utama dalam

masalah-masalah luar negeri (Putri,

2009, hlm. 3). Pada bulan November

1984, Mochtar Kusumaatmadja

mengumumkan keinginan Indonesia

untuk membuka kembali perdagangan

langsung dengan RRC, meskipun

keinginan tersebut tidak termasuk

melakukan normalisasi (Suryadinata,

1998, hlm. 136).

Pemulihan hubungan diplomatik

Indonesia-RRC tersebut pada masa

Mochtar Kusumaatmadja menjadi

Menteri Luar Negeri dilakukan secara

tidak resmi. Pada bulan April 1985,

Wu Xueqian selaku Menteri Luar

Negeri RRC menunjukkan niat dengan

cara menghadiri HUT 30 Tahun KAA.

Ketika menghadiri acara tersebut,

Mochtar Kusumaatmadja dan Wu

Xueqian menyetujui bahwa pada

tahun 1985 Indonesia-RRC akan

melakukan hubungan perdagangan

langsung secara bertahap (Widjaja,

1986, hlm. 55-56). Upaya dalam

memperbaiki hubungan dagang

Indonesia-RRC mendapatkan

tanggapan yang baik dari pemerintah

Indonesia. Terbukti dengan

dikeluarkannya Instruksi Presiden No.

9/1985 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Hubungan Dagang

Langsung Antara Indonesia dan Cina

pada tanggal 23 Juli 1985 (Sukma,

1994, hlm. 70).

Hubungan Indonesia-RRC

semakin membaik pada masa Ali

Alatas menjabat sebagai Menteri Luar

Negeri. Pada saat itu, Indonesia tidak

menganggap RRC sebagai ancaman

lagi dan mulai membina hubungan

yang lebih praktis dan pragmatis.

Namun menurut Ali Alatas, Indonesia

tidak perlu terlalu terburu-buru dalam

memperbaiki hubungan dengan RRC,

meskipun pada saat itu negara-negara

anggota ASEAN telah terlebih dahulu

melakukan normalisasi hubungan

dengan RRC. Ali Alatas

mempersilahkan dan menyatakan

Indonesia tidak ingin membuat negara

lain tergesa-gesa memperbaiki

hubungan mereka hanya karena

Indonesia (Dewabrata, 2015, hlm. 64).

Secara mengejutkan pada

tanggal 23 Februari 1989 Indonesia

mengumumkan bahwa ada

kemungkinan bagi Jakarta dan RRC

untuk membuka kembali hubungan

diplomatik. (Liji, 2012, hlm. 523)

Pada bulan Juli 1989, atas undangan

Page 11: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

80

Menteri Luar Negeri Qian Qichen, Ali

Alatas melakukan kunjungan resmi ke

RRC (Putri, 2009, hlm. 4). Pada

tanggal 1-3 Juli 1990, Menteri Luar

Negeri Ali Alatas berkunjung ke

Beijing untuk bertemu dengan Menteri

Luar Negeri guna membahas kapan

dan bagaimana hubungan diplomatik

Indonesia-RRC akan dicairkan

kembali (Santi, 2010, Th). Pada

tanggal 6 Agustus 1990, atas undangan

Presiden Soeharto, Li Peng dengan

didampingi Qian Qichen secara resmi

berkunjung ke Indonesia dan

mendapatkan sambutan yang meriah

(Liji, 2012, hlm. 523). Pada tanggal 8

Agustus 1990, Ali Alatas dan Qian

Qichen menandatangani kesepakatan

bernama Memorandum of

Understanding Between the

Goverment of the Republic of

Indonesia and the Goverment of the

People Republic of China on the

Resumption of Diplomatic Relations”

di Istana Negara (Sukma, 1994, hlm.

80).

Kedua, turut sertanya Indonesia

dalam menangani masalah HAM dan

kolonialisasi. Perubahan mendasar

dalam politik internasional pasca

berakhirnya Perang Dingin tahun

1990-an memunculkan isu-isu baru

dan aktor-aktor baru dalam dunia

diplomasi. Upaya dalam diplomasi

HAM bertujuan untuk menciptakan

lingkungan internasional yang

kondusif bagi tercapainya tujuan-

tujuan nasional dalam pembangunan

(Djelantik, 2006, hlm. 410-412).

Era Orde Baru banyak diwarnai

oleh isu-isu pelanggaran HAM.

Pelanggaran seringkali terjadi

kemudian dijadikan kepala berita di

media massa internasional, terutama

insiden Dili Timor Timur. Hal tersebut

menjadi hambatan yang sangat besar

dalam upaya diplomasi yang

dilakukan Indonesia untuk

mempertahankan Timor Timur

(Djelantik, 2006, hlm. 416). Insiden

Dili bermula pada tanggal 28 Oktober

1991 bertepatan dengan Perayaan Hari

Sumpah Pemuda muncul demonstrasi

di Dili yang menyulut bentrokan fisik.

Peristiwa tersebut dilatarbelakangi

oleh rencana kunjungan anggota

parlemen Portugis ke Timor Timur

yang menyulut semangat kalangan

muda di sana untuk berdemonstrasi

kepada Jakarta. Dari bentrokan fisik

tersebut, dua orang pengunjuk rasa

terbunuh. Pada tanggal 12 November

Page 12: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

81

1991, sekelompok besar masyarakat

Timor Timur mengunjungi

pemakaman kedua korban. Aparat

keamanan terperanjat. Dilaporkan

dalam hal ini militer menggunakan

kekerasan, sehingga mengakibatkan

banyak korban berjatuhan

(Suryadinata, 1998, hlm. 77).

Kejadian demonstrasi anti-

Jakarta di Dili pada 12 November

1991 mengakibatkan kematian lebih

dari 100 orang. Hal tersebut seakan

membuyarkan upaya-upaya Ali Alatas

untuk membuat dunia menerima

Timor Timur sebagai wilayah

Indonesia. Berkat kejadian itu,

Indonesia mendapatkan kecaman yang

keras dari masyarakat internasional.

Konsekuensinya adalah Kanada,

Belanda dan Denmark memutuskan

bantuan ekonomi terhadap Indonesia

(Suryadinata, 1998, hlm. 74).

Setelah kejadian itu, Jenderal

Try Sutrisno mengeluarkan

pernyataan bahwa militer telah

diserang oleh kerumunan dan ketika

mereka bereaksi, 19 orang tertembak

mati. Masyarakat Timor Timur

memprotes bahwa militer menembak

mereka tanpa peringatan terlebih

dahulu. Mereka mengatakan bahwa

lebih dari 200 orang terbunuh, dan

sejumlah besar orang terluka

(Suryadinata, 1998, hlm. 77).

Ketika peristiwa Dili terjadi,

Presiden Soeharto sedang dalam

perjalanan keluar negeri. Tekanan dari

dunia internasional membuatnya

memenuhi tuntutan dari luar untuk

membentuk Komisi Penyelidik

Nasional (KPN) dalam rangka

menyelidiki peristiwa tersebut.

Komisi dikepalai oleh Hakim

Pengadilan Tinggi, M. Djaelani

dengan anggota dari kalangan sipil dan

independen. Ketika hasil penemuan

awal diungkapkan, ternyata hasilnya

berbeda dengan versi militer. Laporan

versi KPN menyatakan bahwa 50

orang terbunuh dan 90 orang hilang.

Ali Alatas dikirim ke luar negeri untuk

menjelaskan peristiwa tersebut kepada

para pemimpin negara-negara asing

dan misinya berhasil (Suryadinata,

1998, hlm. 78-79). Serta dalam rangka

antisipasi kritik lebih jauh dari dunia

internaional, khususnya Amerika

Serikat, Soeharto memerintahkan

pembentukan Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia (Komnasham) pada

bulan Juli 1993 (Suryadinata, 1998,

hlm. 182).

Page 13: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

82

Di samping penyelesaian atas

masalah Timor Timur, buruh

Indonesia juga menjadi perhatian

pemerintah Amerika yang mengancam

untuk mengakhiri kemudahan-

kemudahan perdagangan jika catatan

HAM di Indonesia tidak membaik.

Indonesia diberi waktu sampai tanggal

15 Februari 1994 untuk memperbaiki

reputasi HAM-nya jika Indonesia

tetap ingin menikmati tarif rendah

untuk ekspor Indonesia ke Amerika di

bawah Generalized System of

Preference (GSP). Ali Alatas

menyatakan secara terbuka bahwa

Jakarta tidak dapat menerima kaitan

antara GSP dengan hak asasi dan hak

buruh. Tahun 1995, Human Rights

Watch/Asia Grup yang berbasis di

New York menuduh Indonesia tidak

mengambil tindakan untuk menjamin

hak-hak buruh yang diakui secara

internasional (Suryadinata, 1998, hlm.

183).

Indonesia sebagai negara yang

menjunjung tinggi politik luar negeri

bebas aktif juga ikut berperan salam

menyelesaikan masalah-masalah

kolonialisasi dan dekolonialisasi,

salah satunya di Namibia. Namibia

sebelumnya disebut sebagai Afrika

Barat Daya, bekas jajahan Jerman,

setelah Perang Dunia I oleh Liga

Bangsa-Bangsa diserahkan sebagai

daerah mandat kepada Afrika Selatan.

Setelah Perang Dunia II, Afrika

Selatan menolak untuk menyerahkan

Namibia di bawah Perwakilan PBB.

Pada tahun 1966 PBB memutuskan

berakhirnya mandat Afrika Selatan

atas Namibia dan diperkuat oleh

keputusan Mahkamah Internasional

tahun 1971 (Widjaja, 1986, hlm. 69).

Indonesia bersikap tegas dan

mendukung sepenuhnya rakyat

Namibia dalam menentang politik

apartheid, suatu sistem perbudakan

yang kejam dan tidak

berperikemanusiaan yang

bertentangan dengan HAM, Dasasila

Bandung dan Piagam PBB. Rencana

rezim Afrika Selatan (Pretoria) untuk

membentuk Pemerintah Lokal

Namibia mendapat kecaman dari

berbagai negara. Rencana Afrika

Selatan ditentang karena bertentangan

dengan Piagam PBB dan resolusi PBB

tentang Namibia. Pembentukan

pemerintahan ini tidak akan

membantu dalam pemecahan masalah

Namibia, bahkan akan menambah

kekacauan dan tidak akan berdampak

Page 14: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

83

pada kemerdekaan Namibia sendiri.

Afrika Selatan jelas menolak resolusi

PBB untuk kemerdekaan Namibia.

Masalah Namibia pun sebenarnya

cukup sensitif karena selain

berhubungan dengan Afrika Selatan

juga erat kaitannya dengan tentara

Kuba di Angola (Widjaja, 1986, hlm.

70-71).

Seluruh negara di dunia

mendesak agar Afrika Selatan

melaksanakan resolusi PBB untuk

kemerdekaan Namibia. Banyak pula

yang menginginkan pemberian sanksi

terhadap Afrika Selatan jika terus

menghalang-halangi rencana PBB.

Dalam sidang istimewa Dewan

Keamaanan PBB mengenai Namibia,

Mochtar Kusumaatmadja mengatakan

bahwa situasi benar-benar

mencerminkan ciri kolonialisme

klasik yang menjijikan dan ini

merupakan tantangan yang unik

terhadap rasa keadilan moralitas

(Widjaja, 1986, hlm. 72).

Indonesia menginginkan Dewan

Keamanan PBB mengambil keputusan

yang menetapkan pelaksanaan segera

serta tak bersyarat resolusi PBB No.

435 tahun 1978, sebagai satu-satunya

jalan penyelesaian masalah Namibia.

Indonesia ingin agar Dewan

Keamanan PBB mengutuk dan

menyatakan bahwa pembentukan

pemerintahan lokal Namibia tidak sah,

agar resolusi yang dihasilkan

mengenai masalah Namibia

mengambil sikap yang tegas kepada

pembangkangan Afrika Selatan

terhadap resolusi tersebut. Sikap

Indonesia yang terbukti konsisten

dalam mengecam Afrika Selatan atas

pendudukan di Namibia dibuktikan

dalam resolusi Majelis Umum PBB

No. 2248, telah dibentuk Dewan PBB

untuk Namibia dan Indonesia menjadi

anggota ke-31. Tugas dari dewan

tersebut adalah mengelola wilayah

Afrika Barat Daya sampai

kemerdekaannya dengan partisipasi

semaksimal mungkin dari rakyat-

rakyat di wilayah tersebut (Widjaja,

1986, hlm. 72-73).

Dalam pidato pada Konverensi

Internasional mengenai Sanksi

terhadap Republik Afrika Selatan di

Paris pada 22 Mei 1981, Mochtar

Kusumaatmadja menyatakan hal

berikut :

“Konferensi Sanksi terhadap

Afrika Selatan adalah wujud

kepedulian bahwa kami serius

mengenai situasi yang

Page 15: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

84

memburuk di Afrika Selatan dan

wilayah yang berada di sekitar

Afrika Selatan sebagai akibat

dari kebijakan dan tindakan

rezim Pretoria dalam

mengkonsolidasikan sistem

apartheid mereka secara terus

menerus dan pendudukan

terhadap Namibia. Represi

brutal terhadap lawan apartheid,

itu merupakan langkah baru dari

agresi terhadap negara-negara

tetangga dan salah satu tindakan

pencaplokan terhadap Namibia.

Hal tersebut merupakan

ancaman bagi perdamaian dan

keamanan, tidak hanya ke

Afrika Selatan tetapi untuk

seluruh dunia”

(Kusumaatmadja, 1982, hlm.

76).

Pada tanggal 21 Maret 1990

Namibia merdeka dan Indonesia

membuka kantor perwakilannya di

Windhoek pada tahun 1994. Pada

masa Ali Alatas sebagai Menteri Luar

Negeri, Indonesia dan Namibia

memiliki hubungan yang solid yang

ditandai dengan kerjasama yang

dilakukan demi kepentingan bersama.

Indonesia bersimpati terhadap

perjuangan rakyat Namibia untuk

memperjuangkan kemerdekaannya

dari rezim apartheid. Dalam rangka

membantu Namibia dalam

memperjuangkan kemerdekaannya,

Indonesia bersama dengan negara-

negara di Asia dan Pasifik, Eropa,

Kanada dan Amerika Latin melalui

jaringan diplomatik mengupayakan

kemerdekaan Namibia. Hubungan

Indonesia-Namibia yang baik dapat

dilihat dari kunjungan Jaksa Agung

Namibia yang berkunjung pada

Februari 1997. Selanjutnya Presiden

Namibia Dr. Sam Nujoma pada

tanggal 31 Juli-4 Agustus 1997

(http://www.kemlu.go.id/windhoek/id

/Pages/Namibia1.aspx).

Ketiga, peran Indonesia dalam

organisasi non blok. Sepanjang

eksistensi Indonesia semenjak

kemerdekaannya di tahun 1945,

Indonesia telah aktif dalam beberapa

organisasi non blok, yaitu ASEAN,

PBB, dan GNB. Organisasi regional

ASEAN (Association of South East

Asian Nations) menjadi landasan

regional Indonesia dalam mengambil

kebijakan politik luar negeri (Ricklefs,

2010, hlm. 612).

Menurut Adam Malik, latar

belakang berdirinya ASEAN tidak

terlepas dari kondisi pada Perang

Dunia II. Semenjak akhir Perang

Dunia II, perkembangan politik

mengalami pengkotak-kotakan, dan

perkembangan ekonomi dunia

Page 16: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

85

mengalami kecenderungan ke arah

pemusatan. Di Afrika masyarakat

yang hidup di daerah-daerah terjajah

berupaya membebaskan wilayahnya

dari penjajahan. Di sisi lain, pasca

Perang Dunia II memberikan dampak

bagi perkembangan teknologi yang

telah dicapai oleh negara-negara Barat

dan memaksa negara-negara bekas

jajahan yang masih berada di luar arus

perekonomian dunia untuk

mempercepat proses industrialisasi,

dan masuk ke dalam jaringan ekonomi

internasional. Alasan itu mendorong

pemikiran untuk membentuk suatu

badan regional bagi negara-negara di

Asia Tenggara yang dapat

menampung dan menyerap kedua

perkembangan tersebut. Maka lahirlah

ASEAN di Bangkok pada tanggal 8

Agustus 1967. Pendiri ASEAN adalah

perwakilan dari lima negara di Asia

Tenggara, yaitu Indonesia diwakili

oleh Adam Malik, Narciso Ramos dari

Filipina, Tun Abdul Razak dari

Malaysia, Thanat Khoman dari

Thailand dan Rajaratnan dari

Singapura (Malik, 1979c, hlm. 80).

Adam Malik berharap bahwa

kerjasama regional ini bisa berfungsi

sebagai penyeimbang terhadap

pengaruh besar Jepang dan Amerika

terhadap Indonesia (Ricklefs, 2010,

hlm. 612).

Menurut Ali Alatas, selama dua

periode kiprah Mochtar

Kusumaatmadja menjadi Menteri Luar

Negeri menorehkan catatan tersendiri

bagi Indonesia. Semasa jabatannya

beliau menjabarkan kepentingan

nasional Indonesia dalam pelaksanaan

politik luar negeri melalui

“pendekatan lingkaran konsentris”.

Dalam hal ini, ASEAN ditetapkan

sebagai sokoguru politik luar negeri

Indonesia (Pane, 2015, hlm. 346).

Pada masa Mochtar

Kusumaatmadja menjadi Menteri Luar

Negeri, dilakukan suatu Pertemuan

Tingkat Tinggi ASEAN III yang

diselenggarakan pada 14-15 Desember

1987 di Manila. Pada kesempatan

tersebut dilakukan penilaian terhadap

keseluruhan kinerja ASEAN selama

20 tahun, dan tanggapan ASEAN

terhadap perubahan situasi

internasional, terutama situasi

ekonomi internasional dan

menghasilkan Manila Declaration of

1987 (Declaration of ASEAN Resolve)

(Kansil, 1989, hlm. 366-367).

Page 17: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

86

Pada masa Ali Alatas menjadi

Menteri Luar Negeri, ada hal yang

penting yang telah terbentuk dalam

organisasi ASEAN, yakni

menyepakati pembentukan AFTA

(ASEAN Free Trade Area). Suatu

kawasan perdagangan bebas, idealnya

didasarkan pada pertumbuhan

ekonomi kawasan yang kokoh

(Syahperi, 1999, hlm. 78). Di masa Ali

Alatas menjadi Menteri Luar Negeri,

ASEAN tidak lagi menjadi organisasi

utama yang diikuti Indonesia. Hal

tersebut tidak terlepas dari keinginan

Soeharto untuk menjadi Ketua GNB,

sehingga peran Indonesia di ASEAN

mengalami penurunan.

Indonesia juga aktif dalam

organnisasi PBB (Perserikatan

Bangsa-Bangsa). Adam Malik

memiliki pandangan tersendiri

terhadap PBB, karena beliau pernah

mendapat kepercayaan sebagai Ketua

Sidang Umum PBB ke-26 untuk masa

jabatan 1971-1972. Beliau telah

banyak mempelajari masalah-masalah

dalam tubuh PBB dan menyatakan

kesannya di masa awal menduduki

jabatan Sidang Umum PBB :

“Kesan yang pertama saya

peroleh pada waktu itu ialah

adanya kecenderungan yang

semakin tampak di sementara

kalangan untuk menganggap

PBB sebagai lembaga yang

sudah tidak relevan lagi. Pada

bidang-bidang tertentu

anggapan seperti itu memang

ada dasarnya. Saya melihat

bahwa dalam menghadapi

persoalan yang eksplosif antara

dua negara yang bersengketa,

PBB memang tidak mempunyai

kekuasaan penuh atau tidak

diberi gerak bebas untuk

langsung menentukan

kebijaksanaannya demi

penyelesaian persoalan yang

cepat. Lagi pula, negara-negara

biasanya cenderung untuk

mencari penyelesaian di luar

pagar PBB” (Malik, 1979c, hlm.

168).

Adam Malik menganggap PBB

seringkali tidak mampu

menyelesaikan pertikaian-pertikaian,

terutama perselisihan politik,

termasuk soal keanggotaan PBB. Cara

pengambilan keputusan oleh Dewan

Keamanan dengan hak veto oleh

anggota tetap sering kali berbeda

dengan keputusan mayoritas dalam

Sidang Umum. Keefektifan dan

wibawa PBB terganggu oleh hak veto

Dewan Keamanan, dan akan lebih baik

jika badan tersebut mengambil

keputusan-keputusan sesuai dengan

kesepakatan dari mayoritas di General

Assembly (Malik, 1976, hlm. 34).

Page 18: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

87

Majelis Umum PBB hanya berfungsi

sebagai Penasehat Dewan Keamanan

yang hanya bisa memberi

recommendations with respect to the

maintenance of international peace

and security (memberi anjuran yang

bertalian dengan usaha menjamin

perdamaian dan keamanan

internasional) (Malik, 1979c, hlm.

172).

Di masa awal jabatan Mochtar

Kusumaatmadja menjadi Menteri Luar

Negeri menggantikan Adam Malik,

pada tahun 1979 beliau ke New York

untuk mengikuti Sidang Majelis

Umum PBB. Dalam sidang-sidang

Majelis Umum PBB, Indonesia tidak

pernah absen dan selalu aktif dalam

mengikuti pembahasan-pembahasan

aktual yang terjadi di dunia (Pane,

2015, hlm. 371-372). Mochtar

Kusumaatmadja memiliki pandangan

sendiri mengenai PBB. Menurutnya,

PBB masih relevan dan sangat penting

dalam membantu penyelesaian

masalah di dunia. Dalam wawancara

terhadap stastiun TVRI tanggal 12

Oktober 1985, Mochtar

Kusumaatmadja mengatakan :

“PBB sebagai tempat

pelaksanaan dari

multirateralisme dengan

kekurangan dan kelemahan-

kelemahannya, menurut kita

masih merupakan wahana

terbaik dalam menangani

masalah-masalah umat manusia

dan mendesak” (Sabir, 1987,

hlm. 98).

Dalam pidatonya di depan

Majelis Umum PBB, Mochtar

Kusumaatmadja menyerukan pula :

“Agar dalam melihat peran PBB

untuk masa depan, negara-

negara hendaknya tidak

menangisi nasib ataupun

menepuk dada, melainkan

berusaha menarik pelajaran

yang positif dari pengalaman.

Mereka harus mengakui, bahwa

tantangan yang dihadapi dan

kemajuan yang dicapai PBB

selama ini mengharuskan

mereka untuk memperkuat

kerjasama multilateral.

Indonesia sendiri tetap yakin,

bahwa multilateralisme

merupakan satu-satunya

pendekatan untuk menghadapi

realitas dunia dewasa ini, dan

PBB sebagai perwujudan dari

kerajasama multilateral ini perlu

didukung dan diperkuat,

bukannya dicemoohkan dan

dikesampingkan” (Sabir, 1987,

hlm. 98).

Berakhirnya Perang Dingin

membuat peran PBB semakin penting

dan menonjol di dunia internasional.

PBB dihadapkan pada tantangan tugas

yang kian banyak. Kurangnya

pengalaman dalam menyelesaikan

Page 19: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

88

berbagai krisis yang terjadi di dunia

internasional, serta keuangan PBB

yang mengalami krisis membuat

beban-beban tugas PBB semakin sulit.

Hal tersebut mengakibatkan

kedudukan dan peran PBB, termasuk

peranan dan tata cara operasional

Dewan Keamanan dipertanyakan.

Ali Alatas memiliki pemikiran

yang sama dengan Adam Malik dalam

menyikapi berbagai tantangan yang

ada dalam PBB. Indonesia tetap

berpendirian perlu diadakannya

restrukturisasi, revitalisasi dan

demokratisasi dalam kelembagaan

PBB. Beliau mengatakan bahwa hal

itu sebenarnya telah disadari oleh

masyarakat internasional. Setiap

sistem pengelolaan global (global

governance) dan setiap usaha menuju

suatu ketertiban dunia baru, hanya bisa

efektif dan diterima oleh semua pihak,

jika berakar pada PBB sebagai satu-

satunya lembaga universal yang dapat

dijadikan mekanisme utama dan

sumber keabsahan (Sejarah Diplomasi

Indonesia dari Masa ke Masa Jilid IV

B, 2005, hlm. 800).

Salah satu alasan pentingnya

revitalisasi PBB adalah untuk

menciptakan hubungan dan interaksi

yang lebih serasi dan berimbang antara

badan-badan utamanya yakni Majelis

Umum, Dewan Keamanan, Dewan

Ekonomi dan Sosial (ECOSOC/

Economic and Sosial Council) dan

Sekretariat Jenderal. Hubungan yang

berimbang diharapkan akan

menciptakan prinsip demokrasi,

semangat kebersamaan dan

partisipasti semua anggota, maupun

efektifitas badan-badan tersebut agar

lebih terjamin. Indonesia

berkeyakinan bahwa sudah tiba

waktunya melakukan reformasi

terhadap Dewan Keamanan karena

konstelasi dunia sudah berubah secara

fundamental. Reformasi itu meliputi

perluasan keanggotaan anggota tetap,

fungsi, lingkup agenda dan tata cara

prosedurnya (Sejarah Diplomasi

Indonesia dari Masa ke Masa Jilid IV

B, 2005, hlm. 801).

Ali Alatas dalam Pidato

Penerimaan Gelar Dr. HC dalam Ilmu

Hukum dari Universitas Diponegoro

pada tahun 1976 menyatakan :

“Indonesia telah menyatakan

pendiriannya bahwa calon-calon

pilihan anggota tetap baru

Dewan Keamanan seyogyanya

tidak hanya didasarkan atas

prinsip-prinsip perimbangan

geografis (equitable geographic

Page 20: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

89

representation) semata-mata,

tapi lebih didasarkan pada

serangkaian kriteria objektif.

Kriteria-kriteria itu secara tepat

mencerminkan bobot politik,

ekonomi dan kependudukan

negara calon, kemampuan serta

jasa-jasa nyata negara tersebut

dalam rangka menyumbang

pada perdamaian, keamanan dan

kesejahteraan, baik di tingkat

regional maupun global, dan

keterikatannya untuk memikul

tanggung jawab yang mengalir

dari kedudukan sebagai anggota

tetap Dewan Keamanan”

(Sejarah Diplomasi Indonesia

dari Masa ke Masa Jilid IV B,

2005, hlm. 801).

SIMPULAN

Adam Malik merupakan

Menteri Luar Negeri pertama pada

masa Orde Baru dalam periode 1966-

1978. Beliau merubah politik Orde

Lama yang cenderung konfrontatif

menjadi politik bertetangga baik.

Upaya Adam Malik tampaknya

berhasil dan dapat dilihat dari tugas

pertama yang diembannya dalam

menyelesaikan Konfrontasi Indonesia-

Malaysia yang dimulai pada masa

Orde Lama. Mochtar Kusumaatmadja

menggantikan Adam Malik menjadi

Menteri Luar Negeri Indonesia pada

periode 1978-1988. Produk nyata pada

masa Mochtar Kusumaatmadja

menjabat sebagai Menteri Luar Negeri

adalah ditandatanganinya Konvensi

Hukum Laut Internasional yang

berakar dari Deklarasi Djuanda (13

Desember 1957). Ali Alatas

menggantikan Mochtar

Kusumaatmadja menjadi Menteri Luar

Negeri pada periode 1988-1998.

Selama masa kepemimpinannya,

Indonesia sangat aktif dalam

melakukan misi-misi kemanusiaan

dan HAM. Misalnya pada upaya-

upaya yang dilakukan oleh pemerintah

Indonesia dalam membantu Namibia.

Usaha Indonesia dalam

memperbaiki hubungan dengan RRC

menjadi bukti tersendiri bahwa

Indonesia telah menerapkan politik

luar negeri bebas aktif. RRC yang

identik dengan Blok Timur memiliki

peran tersendiri dalam dunia ekonomi

di Asia. Berlandaskan kepentingan

ekonomi dan sosial, Indonesia

berusaha memperbaiki hubungan

Indonesia-RRC yang telah dirintis

semenjak Adam Malik dan baru

terealisasi ketika Ali Alatas menjadi

Menteri Luar Negeri. Pada masa

Adam Malik, Indonesia masih sangat

sensitif terhadap isu-isu komunisme,

terutama setelah tuduhan bahwa RRC

ada di balik peristiwa G30S.

Page 21: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

90

Memasuki masa Mochtar

Kusumaatmadja menjadi Menteri Luar

Negeri, telah ada kemajuan yang

signifikan mengenai hubungan kedua

negara yang tampak pada terjalinnya

hubungan perdagangan langsung.

Ketika Ali Alatas menjadi Menteri

Luar Negeri, Indonesia-RRC berhasil

menandatangani MOU tentang

pencairan hubungan diplomatik kedua

negara. peristiwa itu terjadi pada

tanggal 8 Agustus 1990.

Prinsip kedua adalah senantiasa

mendukung gerakan kemerdekaan.

Dalam hal ini Indonesia berjuang

untuk kemerdekaan Namibia.

Kemerdekaan Namibia menjadi salah

satu isu HAM yang paling santer

terdengar di tahun 1970-an.

Pendudukan yang dilakukan oleh

Afrika Selatan serta isu apartheid

menjadi fokus utama dalam kebijakan

ini. secara umum dapat dikatakan

bahwa Indonesia mendukung resolusi

PBB untuk mencanangkan opsi

kemerdekaan bagi Namibia. Indonesia

sebagai negara yang menentang

kolonialisme menjadi salah satu

anggota dalam Dewan PBB untuk

Namibia yang bertugas mengelola

wilayah Afrika Barat Daya sampai

kemerdekaannya dengan partisipasi

semaksimal mungkin dari rakyat-

rakyat di wilayah tersebut.

Peran Indonesia dalam

organisasi regional dan internasional

juga meningkat dari waktu ke waktu.

Ketika Adam Malik menjabat sebagai

Menteri Luar Negeri, beliau terlibat

dalam pembentukan ASEAN. Maka

tak heran jika Indonesia selama Orde

Baru sangat aktif dalam organisasi

tersebut. Memasuki Mochtar

Kusumaatmadja dalam jabatannya

sebagai Menteri Luar Negeri

menggantikan Adam Malik, beliau

menjadikan ASEAN sebagai sokoguru

politik luar negeri Indonesia. Namun

dalam kepemimpinan Ali Alatas,

ASEAN tidak menjadi fokus utama

dalam kebijakan luar negeri. Selain

ASEAN, Indonesia juga aktif dalam

PBB. Adam Malik dan Ali Alatas

menghendaki adanya revitalisasi dan

restrukturisasi dalam PBB. Sedangkan

Mochtar Kusumaatmadja berpendapat

bahwa mencemooh PBB bukanlah hal

yang patut dilakukan dan alangkah

lebih baiknya jika dunia menjalin

kerjasama multilateral.

Page 22: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

91

DAFTAR PUSTAKA

Bandoro, B. (1994). Hubungan Luar

Negeri Indonesia Selama Orde

Baru. Jakarta : CSIS.

Daliman. (2012). Metode Penelitian

Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Djelantik, S. (2006). Diplomasi

Antara Teori dan Praktik.

Yogyakarta : Graha Ilmu.

Ismaun. (2005). Pengantar Ilmu

Sejarah. Bandung: FPIPS IKIP

Bandung.

Kansil, C.S.T. (1989). Hubungan

Diplomatik Republik Indonesia.

Jakarta : Balai Pustaka.

Kusumaatmadja, M. (1982b). Politik

Luar Negeri Indonesia dan

Pelaksanaannya Dewasa Ini :

Kumpulan Karangan dan

Pidato. Jakarta : Alumni.

Liji, L. (2012). Dari Relasi Upeti ke

Mitra Strategis : 2.000 Tahun

Perjalanan Hubungan Cina-

Indonesia. Jakarta : Kompas.

Leifer, M. (1989). Politik Luar Negeri

Indonesia. jakarta : PT.

Gramedia.

Malik, A. (1978a). Mengabdi Republik

Jilid 1 : Adam dari Andalas.

Jakarta : PT. Gunung Agung.

Malik, A. (1979c). Mengabdi Republik

Jilid III : Angkatan

Pembangunan. Jakarta : PT.

Gunung Agung.

Pane, N. (2015). Rekam Jejak

Kebangsaan Mochtar Kusuma-

Atmadja. Jakarta : Kompas.

Panitia Penulisan Buku Sejarah

Diplomasi Republik Indonesia.

(2005b). Sejarah Diplomasi

Republik Indonesia Dari Masa

ke Masa (Periode 1966-1995).

Jakarta : Departemen Luar

Negeri Republik

Indonesia.Poesponegoro, M.D

dan Notosusanto, N. (1993).

Sejarah Nasional Indonesia

Jilid VI. Jakarta : Balai Pustaka.

Ricklefs, M.C. (2010). Sejarah

Indonesia Modern. Jakarta : PT.

Serambi Ilmu Semesta.

Sabir, M. (1987). Politik Bebas Aktif.

Jakarta : CV. Haji Mas Agung.

Santosa, K.O. (2009). Perjalanan

Sang Kenderal Soeharto (1921-

2008). Bandung : Sega Arsy.

Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi

Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Sumardjo, J. (1999). Biografi Prof. Dr.

Mochtar Kusumaatmadja, S.H.,

LL. M. Dalam Komar, Mieke,

Ety R. Agoes dan Eddy Damian

(Penyunting), Mochtar

Kusumaatmadja: Pendidik &

Negarawan : Kumpulan Karya

Tulis Menghormati 70 Tahun

Prof. Dr. Mochtar

Kusumaatmadja, S.H., LL.M.

(hlm. 3-28). Bandung : Alumni.

Sukma, R. (1994). Hubungan-

Indonesia-Republik Rakyat

Cina: Jalan Panjang Menuju

Normalisasi. Dalam Bandoro, B

(Penyunting), Hubungan Luar

Negeri Indonesia Selama Orde

Baru (hlm. 51-92). Jakarta :

CSIS.

Page 23: PERBANDINGAN KEBIJAKAN ADAM MALIK, MOCHTAR …jurnal.upi.edu/file/FIKY_ARISTA.pdf · peminjaman modal dan penangguhan hutang. Maka ketika Adam Malik menjabat sebagai Menteri Luar

FACTUM

Volume 6, Nomor 1, April 2017

92

Suryadinata, L. (1998). Politik Luar

Negeri Indonesia di Bawah

Soeharto. Jakarta : LP3ES.

Syahperi, J. (1999). Dinamika

Hubungan Internasional Pasca

Perang Dingin dan Relevansi

Pendekatan Lingkaran

Konsentris Kebijakan Luar

Negeri Indonesia. Dalam

Komar, Mieke, Ety R. Agoes

dan Eddy Damian (Penyunting),

Mochtar Kusumaatmadja:

Pendidik & Negarawan :

Kumpulan Karya Tulis

Menghormati 70 Tahun Prof.

Dr. Mochtar Kusumaatmadja,

S.H., LL.M. (hlm. 776-797).

Bandung : Alumni.

Widjaja, A.W. (1986). Indonesia Asia

Afrika Non Blok : Politik Bebas

Aktif. Jakarta : Bina Aksara.

Dewabrata, W. (2015). Pencairan

Kembali Hubungan,

Kemenangan Diplomasi

Indonesia. [Online]. Diakses

dari

http://print.kompas.com/baca/2

015/06/26/Pencairan-Kembali-

Hubungan%2c-Kemenangan-

Diplomasi-I.

Kedutaan Besar Republik Indonesia

Di Windhoek Republik Namibia

Merangkap

Republik Angola. (Tanpa Tahun).

[Online]. Diakses dari :

http://www.kemlu.go.id/windho

ek/id/Pages/Namibia1.aspx.

Nasoetion, I.A. (2009). Ali Alatas :

Pengabdian Tiada Henti. Jurnal

Diplomasi,No. 1. Vol. 1, hlm.

173-177.

Putri, F.T. (2009). Kebijakan Ekonomi

Indonesia-RRC Masa Soeharto.

[Online]. Diakses dari

https://www.academia.edu/5859

314/Jurnal_Fany_Triana_Putri_

0911240054.

Santi, J. T. (2010, 22 April). 60 Tahun

Hubungan RI-RRC. Kompas.

Tanpa Halaman.