perbandingan efektivitas amlodipine dan ramipril terhadap penurunan tekanan darah pasien hipertensi...
DESCRIPTION
bTRANSCRIPT
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2, Mei 2011 Nugraha, Perbandingan Efektivits Amlodipine dan Ramipril
309
PERBANDINGAN EFEKTIVITAS AMLODIPINE DAN RAMIPRIL TERHADAPPENURUNAN TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI DI RSUD PROF. DR.
MARGONO SOEKARJO
Rizki Hapsari Nugraha1, Wahyu Djatmiko1, Anton Budhi Darmawan1
1 Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan, Universitas Jenderal Soedirman, PurwokertoE-mail: [email protected]
ABSTRACT
Burden disease of hypertension globally was 4,5 % (64 million patients with life disability-adjusted / DALYS). Prevalence of Hypertension in Indonesia was about 31,7% with age 18 yearsabove. RSUD Margono Soekarjo as one of the biggest hospitals in Central Java specified therapystandard for hypertension by using drug of amlodipine or ramipril. The aim of this research was todetermine comparison of effectiveness between amlodipine and rampiril in order to know the bestapproach of therapy in curing hypertension. Amlodipine was new generation of antagonist calciumwith high selectivity and the bioavailibility 65-90 % so that it worked during 24 hours. Ramipril,Angiotensin Converting Enzym Inhibitor (ACEI), was effective as monotherapy. This research waskohort level to measure the reducing of blood pressure before and after given one of the drugsduring 20 days. Statistic Analysis was Chi-Square. The amount of found sampel in RSUD MargonoSoekarjo was 85 sample, only 70 sample (83.6 %) can be fulfilled inclusion and exclusion criterionso the sample was 70 sample with each amount 35 with medications of amlodipine and ramipril.The result, there was no difference between amlodipine and ramipril in reducing blood pressureduring 20 days (p=0.329, ARR 11,5 %).
Keywords : hypertension. Amlodipine. Rampiril
PENDAHULUAN
Hipertensi diderita oleh 1 miliar
penduduk dunia. Beban penyakit hipertensi
secara global adalah sebesar 4,5 % (64 juta
penderita mengalami disability-adjusted life
years/DALYs). Prevalensi hipertensi di
Indonesia mencapai 31,7% dari populasi
pada usia 18 tahun ke atas. Sekitar 80 %
penderita hipertensi tergolong hipertensi
essensial. Pada saat ini, RSUD Prof. Dr.
Margono Soekarjo sebagai salah satu rumah
sakit terbesar di Jawa Tengah menetapkan
standar terapi untuk hipertensi dengan
menggunakan obat amlodipine atau ramipril.
Amlodipine merupakan obat generasi baru
golongan antagonis kalsium yang memiliki
selektivitas tinggi dibandingkan obat-obat
sejenisnya. Dan hal ini menjadi keunggulan
amlodipine dibandingan obat golongan
antagonis kalsium lainnya. Selain itu juga,
amlodipine memiliki ketersediaan oral
sebesar 65-90 % sehingga obat ini bekerja
dalam waktu 24 jam penuh. Ramipril
merupakan obat golongan penghambat
Angiotensin Converting Enzym (ACE).
Sebagai monoterapi, ramipril sama efektifnya
dengan golongan antihipertensi lainnya.
Pasien yang diberikan amlodipine
menunjukkan penurunan tekanan darah dari
150/95,7 mmHg menjadi 134/83,1 mmHg
sedangkan ramipril menunjukkan penurunan
tekanan darah dari 151/96 mmHg menjadi
134,3/84. Hal ini menunjukkan selisih
penurunan tekanan darah yang tidak begitu
besar namun dari angka tersebut
menunjukkan amlodipine lebih unggul
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2, Mei 2011 Nugraha, Perbandingan Efektivits Amlodipine dan Ramipril
310
daripada ramipril1. Maka dari itu, perlu
diteliti lebih lanjut mengenai perbandingan
efektivitas amlodipine dan ramipril terhadap
penurunan tekanan darah pada pasien
hipertensi di RSUD Margono Soekarjo.
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang dilakukan
adalah observasional untuk mengetahui
perbandingan efektivitas amlodipine dan
ramipril dalam menurunkan tekanan darah.
Penelitian ini merupakan penelitian kohort
dengan mengukur tekanan darah sebelum dan
setelah diberi salah satu obat (amlodipine
atau ramipril) kemudian dinilai efeknya
berupa penurunan tekanan darah selama 10
dan 20 hari.
Populasi target adalah penderita
hipertensi dengan tekanan darah > 140
mmHg dan diastolik >90 mmHg di RSUD
Prof.Dr.Margono Soekarjo dengan kriteria
inklusi yaitu pasien hipertensi yang baru
pertama kali diperiksa atau pernah berobat
namun tidak kontrol dalam jangka waktu
lebih dari 2 minggu (berkaitan dengan
biovaibilitas obat amlodipine dan ramipril),
bersedia untuk menjadi subyek penelitian,
umur pasien hipertensi 20-77 tahun dan
pasien yang tidak mengalami hipertensi
sekunder. Sedangkan kriteria ekslusi yaitu
pasien tidak dapat datang lagi ke RSUD
Prof.Dr.Margono Soekarjo/sulit ditemukan
tempat tinggalnya pada saat dilakukan
pengecekan tekanan darah 10 dan 20 hari
setelah diberi terapi. Kriteria drop out yaitu
pasien mengkonsumsi garam lebih dari 1500
mg/hari (lebih dari 2 sendok teh), kopi lebih
dari 300 mg/hari (lebih dari 3 cangkir/hari),
pasien tidak teratur minum obat, dan pasien
meninggal.
Variabel bebas adalah amlodipine dan
ramipril sedangkan variabel tergantung
adalah penurunan tekanan darah sistolik dan
diastolik. Pada penelitian ini dosis ramipril
sebesar 1 x 5 mg/hari sedangkan amlodipine
sebesar 1x 5 mg/hari. Alat yang digunakan
antara lain Stetoskop Littmann Classic II SE
28 inchi/71 cm, Tensimeter Riester Reg. No.
KL 0502190139, dan data hasil anamnesis
serta pemeriksaan fisik
Analisis yang digunakan adalah
bivariat dengan menggunakan dua variabel.
Analisis statistik berupa Chi Square untuk
mengetahui signifikansi data nominal.
Analisis Independent T Test digunakan untuk
perbedaan rerata tekanan darah. Analisis lain
yang digunakan untuk menilai kemaknaan
secara klinis dengan menghitung proporsi
tekanan darah yang tidak turun atau
dinyatakan dengan Experimental Event Rate
(EER) pada kelompok amlodipine dan
Control Event Rate (CER) pada kelompok
ramipril. Dari nilai EER dan CER, maka
dapat diketahui Relative Risk Reduction
(RRR) yang menunjukkan berapa persen
terapi dengan amlodipine menurunkan angka
kegagalan. RRR lebih informatif
dibandingkan dengan nilai p. Perbedaan
kegagalan faktual antara terapi amlodipine
dengan ramipril dapat dinyatakan dengan
Absolute Risk Reduction (ARR).
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2, Mei 2011 Nugraha, Perbandingan Efektivits Amlodipine dan Ramipril
311
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian yang dilakukan selama
periode September-Desember 2009 di RSUD
Prof.Dr.Margono Soekarjo ditemukan 85
sampel, hanya 70 sampel (83.6 %) yang
memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dengan
jumlah masing-masing 35 dengan
pengobatan amlodipine dan ramipril. Adapun
dalam penelitian ini terdiri dari 32 (45.7 %)
laki-laki dan 38 (54.3 %) perempuan. Pasien
yang mengalami hipertensi stage I pada
penelitian ini sebanyak 34 (48.6 %) pasien
dan hipertensi stage II sebanyak 36 (51.4 %)
pasien. Kriteria umur sampel dibagi menjadi
4 yaitu 20-40 tahun, 41-55 (45.7 %) tahun,
56-77 (54.3 %) tahun, dan > 77 tahun.
Pendidikan terakhir yang ditempuh sampel
adalah sarjana 25 sampel (35.7 %), SMA
24(34.3%) sampel, SMP 5(7.1 %) sampel,
dan SD 16 sampel (22.9 %). Adapun jenis
pekerjaan sampel paling banyak adalah tidak
bekerja sebanyak 39(55.7 %) sampel, diikuti
dengan wiraswasta sebanyak 16 (22.9 %)
sampel, Pegawai Negeri Sipil (PNS)
sebanyak 5 (7.1 %) sampel, karyawan
sebanyak 5(7.1 %) sampel, dan guru
sebanyak 5(7.1 %) sampel.
Berdasarkan data anamnesis mengenai
riwayat penyakit keluarga, sebanyak 38
sampel (54,29 %) mengaku bahwa orang
tuanya mengalami hipertensi, 18 sampel
(25.71 %) tidak memiliki orang tua yang
mengalami hipertensi, dan sisanya sebanyak
14 (20 %) tidak mengetahui mengenai
riwayat penyakit orang tuanya. Pada
penelitian ini, obat lain yang diberikan paling
banyak adalah vitamin B complex pada
37(52.9 %) sampel diikuti dengan ranitidine
sebanyak 11 sampel (15.7 %).
Pada penelitian ini rata-rata tekanan
darah pada 70 sampel adalah 162.86/96.86
mmHg. Rata-rata tekanan darah sampel yang
akan menerima amlodipine pada pengukuran
pertama adalah 163.14/95.71 mmHg.
Sedangkan rata-rata tekanan darah sampel
yang akan menerima ramipril pada
pengukuran pertama adalah 162.57/98
mmHg. Pada pengukuran berikutnya yang
dilakukan pada hari ke-10 setelah
pengukuran pertama, rata-rata tekanan darah
pada sampel yang menerima amlodipine
adalah 160.71/93.42 mmHg sedangkan
sampel yang menerima ramipril adalah
161.71/96.7 mmHg (p=0.225). Pada
pengukuran ketiga yang dilakukan pada hari
ke-20 setelah pengukuran pertama, rata-rata
tekanan darah sampel yang menerima
amlodipine adalah 158.71/93.42 sedangkan
sampel yang menerima ramipril adalah
159.57/95.65 mmHg (p=0.329).
Penghitungan dengan Independent T Test
untuk mengetahui beda rerata tekanan darah
didapatkan hasil p= 0.798 dengan interval
kepercayaan 95 % antara -4.97704 sampai
4.11704.
Dari kelompok sampel yang menerima
terapi amlodipine terdapat 12 sampel tidak
mengalami penurunan tekanan darah. Maka
proporsi tidak turun atau dinyatakan dengan
Experimental Event Rate (EER) sebesar 34.2
% atau 0.342. Pada kelompok sampel yang
menerima ramipril terjadi 16/35 sampel yang
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2, Mei 2011 Nugraha, Perbandingan Efektivits Amlodipine dan Ramipril
312
tidak mengalami penurunan tekanan darah
atau dapat dinyatakan dengan control even
rate (CER) sebesar 45.7 % atau 0.457. RRR
yang diperoleh sebesar 25 % atau 0.25. Beda
keberhasilan antara terapi amlodipine dan
ramipril (ARR) adalah sebesar 0,115 atau
11,5 %.
Penelitian ini melakukan perbandingan
efektivitas amlodipine dan ramipril terhadap
penurunan tekanan darah pasien hipertensi
RSUD Margono Soekarjo. Faktor pemicu
hipertensi dapat dibedakan atas yang tidak
dapat terkontrol (seperti keturunan, jenis
kelamin, dan umur) dan yang dapat dikontrol
(seperti stress, kebiasaan olahraga, merokok,
serta konsumsi alkohol dan garam). Pada
penelitian ini, dalam hal faktor pemicu yang
dapat dikontrol, semua sampel sebesar 70
orang mengkonsumsi garam, kopi, alkohol
sesuai dengan yang tertera pada kriteria
ekslusi serta menghindari faktor pencetus
stress selama menjalankan pengobatan
amlodipine maupun ramipril. Pasien
terutama dibatasi mengkonsumsi makanan
yang asin karena garam dapat meningkatkan
ekspresi transforming growth factor β (TGF-
β) sehingga akan menimbulkan kerusakan
pada pembuluh darah5. Sedangkan kopi dapat
meningkatkan aktivitas simpatik sehingga
akan memacu jantung lebih cepat2.
Berdasarkan penelitian ini, perempuan
lebih banyak mengalami hipertensi yaitu
sebanyak 38 (54.3 %) sampel. Hal ini
berkaitan dengan faktor resiko hipertensi
yang terjadi pada perempuan. Hal ini dapat
dikarenakan pada wanita konsentrasi
adiponectin lebih rendah sehingga menjadi
faktor resiko terjadinya hipertensi3.
Adiponectin yang disekresikan oleh jaringan
adiposa berfungsi sebagai anti-
atherosclerotic protein sehingga memiliki
efek protektif terhadap pembuluh darah3
Pada penelitian ini jumlah sampel yang
mengalami hipertensi terbanyak terjadi pada
56-77 tahun sebanyak 38 (54.3 %) sampel
dan 41-55 sebanyak 32 (45.7 %) sampel.
Dapat dilihat bahwa di antara kategori
kelompok umur, kelompok umur 56-77 tahun
memiliki distribusi terbanyak baik pada
penelitian ini maupun penelitian
sebelumnya4. Distribusi umur yang
mengalami hipertensi terjadi pada umur 56-
77 tahun berkaitan dengan fungsi fisiologis
yang menurun karena proses penuaan karena
ada genetic clock dan kemampuan sel yang
mulai menurun termasuk sel-sel otot
jantung,saraf, musculoskeletal, dan lain-lain4.
Selain itu, pada usia tersebut arteri besar
kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku
karena itu darah pada setiap denyut jantung
dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit
daripada biasanya dan menyebabkan naiknya
tekanan darah2.
Pada sampel penelitian ini ditemukan
39 (55,7 %) sampel tidak bekerja. Hal ini
berkaitan dengan usia pasien yang sudah tua
sehingga tidak bekerja atau pensiun. Dan
beberapa di antaranya merupakan ibu rumah
tangga (24 orang) sehingga stressor bisa
terjadi di rumah seperti terlalu lelah
mengurus pekerjaan rumah tangga, masalah
penghasilan sehingga menyebabkan
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2, Mei 2011 Nugraha, Perbandingan Efektivits Amlodipine dan Ramipril
313
teraktivasinya saraf simpatik sehingga
meningkatkan aliran darah dan kontraktilitas
jantung sehingga tekanan darah naik. Hal ini
apabila terus menerus maka akan terjadi
hipertensi yang menetap5.
Pada penelitian ini, terdapat 38 (54.3
%) sampel yang memiliki riwayat keluarga
yaitu orang tua mengalami hipertensi.
Hipertensi ini bisa bersifat genetik.
Angiotensin yang merupakan prekusor
hormon angiotensin II dijadikan sebagai
marker atau pertanda predisposisi genetik
pada hipertensi esensial. Adapun gen
angiotensin ini yaitu T2356.
Penelitian ini hanya melakukan
penelitian untuk menilai primary end point
seberapa besar penurunan tekanan darah
setelah diberi salah satu terapi yaitu
amlodipine atau ramipril yang dinilai efeknya
10 hari dan 20 hari setelah diberikan salah
satu terapi. Everett et al (2008) melakukan
initial therapy atau terapi awal dengan
memberikan terapi tunggal (monotherapy)
Hydrochlorotiazide dan Amlodipine dalam
mengobati hipertensi. Initial therapy ini
dilakukan pada 30 hari awal dengan
pemantauan tekanan darah 10 hari dan 20
hari, dan dievaluasi pada hari ke-30 untuk
diberi terapi kombinasi7. Namun HCT dan
Amlodipine tidak boleh dilakukan sebagai
terapi kombinasi. HCT bisa dikombinasikan
dengan ramipril sedangkan amlodipine
dikombinasikan dengan ramipril (ACEI).
Terapi kombinasi (amlodipine dan ramipril)
menurunkan tekanan darah lebih besar
dibandingkan dengan monoterapi (8.5 % vs
4.7 %, p=0.002)7. Monoterapi penghambat
ACE (ramipril) sama efektifnya dengan
golongan antihipertensi lainnya8.
Pada penelitian ini, rata-rata tekanan
darah sampel yang akan menerima
amlodipine adalah 163.14/95.71 mmHg.
Kemudian pada pengukuran ke-2 setelah 10
hari dan pengukuran ke-3 setelah 20 hari
setelah pemberian amlodipine berturut- turut
adalah 160.71/93.42 mmHg dan
158.71/93.42. Pada pengukuran pertama,
rata-rata tekanan darah sampel yang akan
menerima ramipril adalah 162.57/98 mmHg.
Kemudian pada pengukuran ke-2 setelah 10
hari dan pengukuran ke-3 setelah 20 hari
setelah pemberian ramipril berturut- turut
adalah 161.71/96.7 mmHg dan 159.57/95.65.
Selisihnya memang sedikit, namun ini
menunjukkan bahwa amlodipine memiliki
efek cepat dalam menurunkan tekanan darah
namun efek jangka panjangnya akan terjadi
efek inotropik dan kronotropik negatif.
Dalam hal ini tidak dilakukan pengamatan
selanjutnya mengenai efek tersebut atau
secondary end point.
Primary end point (penurunan tekanan
darah) dan secondary end point (dikaitkan
dengan kejadian kardiovaskular dan stroke)
didapatkan hasil bahwa pemberian
amlodipine dan ramipril tidak jauh berbeda
efeknya dalam menurunkan tekanan darah1.
Hal ini bisa dilihat bahwa penurunan tekanan
darah hanya memiliki selisih yang sedikit.
Pasien yang diberikan terapi ramipril
menunjukkan penurunan tekanan darah dari
151/96 mmHg menjadi 134,3/84 sedangkan
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2, Mei 2011 Nugraha, Perbandingan Efektivits Amlodipine dan Ramipril
314
amlodipine menunjukkan penurunan tekanan
darah dari 150/95,7 mmHg menjadi 134/83,1
mmHg (p > 0.10). Namun walaupun
selisihnya sedikit, amlodipine lebih unggul.
Pada hasil uji Chi Square didapatkan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan (p=0.329) antara pemberian
amlodipine dan ramipril dalam menurunkan
tekanan darah pada 20 hari. Hal ini bisa
disebabkan oleh kedua obat ini bekerja baik.
Walaupun ramipril lebih lambat dalam
menurunkan tekanan darah pada 10 hari awal
(p= 0.225) namun outcome yang dihasilkan
juga terdapat penurunan tekanan darah pada
hari ke-20. Hasil menunjukkan sama ketika
analisis yang digunakan adalah Independent
T Test menunjukkan p = 0.798. Interval
kepercayaan 95 % yang didapat adalah antara
-4.97704 sampai 4.11704. Interval ini terlalu
lebar sehingga menunjukkan bahwa tidak ada
perbedan signifikan antara amlodipine dan
rampiril. Interval kepercayaan yang baik
adalah interval yang sempit dan tingkat
kepercayaan tinggi.
Proporsi amlodipine yang tidak dapat
menurunkan tekanan darah atau yang
dinyatakan dengan EER adalah sebesar 34.2
%. Sedangkan proporsi ramipril yang tidak
dapat menurunkan tekanan darah atau yang
dinyatakan dengan CER adalah sebesar 45.7
%. Beda keberhasilan antara amlodipine dan
ramipril (ARR) sebesar 11.5 %. Hal ini
menunjukkan bahwa secara statistik dan
klinik menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan signifikan baik penggunaan
amlodipine dan ramipril. Hal ini menjadi
pertimbangan bahwa initial therapy perlu
dievaluasi dan diganti dengan pemberian
obat secara kombinasi (amlodipine-ramipril)
terutama pada pasien hipertensi stage II7.
Setiap sampel tidak hanya diberikan
obat tunggal, amlodipine atau ramipril.
Namun ada pemberian obat lain seperti
vitamin B complex, ranitidine, domperidone,
methampyrone, omeprazole. Hal ini
dikarenakan bahwa pasien saat datang ke
rumah sakit merasakan keluhan-keluhan
disepsia, nyeri otot, nyeri kepala, dan
kesemutan.
Pemberian vitamin B complex tidak
akan menganggu farmakokinetik dan
farmakodinamik amlodipine dan ramipril.
Hal ini dikarenakan vitamin B bekerja pada
reaksi enzimatik yang melibatkan kofaktor
untuk konversi metilmalonil Ko-A menjadi
suksinil Ko-A sedangkan amlodipine bekerja
pada otot jantung yang berkaitan dengan efek
inotropik dan kronotropik8.
Selain itu, pemberian obat-obat yang
berkaitan dengan fungsi lambung seperti
ranitidine, omeprazole, domperidone juga
tidak akan menghambat kerja dari
amlodipine maupun ramipril. Ranitidine yag
merupakan antagonis reseptor Histamin 2
(H2) bekerja secara selektif terhadap
pengurangan sekresi asam lambung.
Omeprazole menghambat secara ireversibel
pompa proton (H+/K+ ATPase) sel parietal
lambung. Domperidone digunakan untuk
gejala mual dan muntah akut. Domperidone
merupakan antagonis dopamin yang secara
periferal bekerja selektif pada reseptor D2.
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2, Mei 2011 Nugraha, Perbandingan Efektivits Amlodipine dan Ramipril
315
Pemberiannya tidak boleh dalam jangka
waktu lama.
Metamphyrone-Diazepam diresepkan
pada 2 sampel pada penelitian ini. Pasien
diberikan metamphyrone karena pasien
mengeluhkan nyeri otot dan nyeri kepala. Hal
ini berkaitan dengan hipertensi yang
menyebabkan adanya nyeri pada otot dan
kepala yang berkaitan dengan gangguan
aliran darah ke perifer maupun otak. Maka
untuk meringankan gejala diberikan
metamphyrone. Methampyrone bekerja
sebagai analgesik, diabsorpsi dari saluran
pencernaan, mempunyai waktu paruh 1–4
jam. Metamphyrone dapat menimbulkan
agranulositosis yang berakibat fatal, maka
sebaiknya tidak digunakan dalam jangka
panjang terus-menerus. Interaksi dengan
Calcium blockers merupakan efek potensiasi
karena mempunyai struktur molekul yang
sama dengan papaverin. Papaverin
merupakan relaksan non spesifik yang
bekerja secara langsung pada otot polos8.
Kekurangan yang terdapat pada
penelitian ini adalah peneliti belum bisa
mengendalikan variabel perancu berupa jenis
kelamin. Peneliti hanya mengidentifikasi
apakah perempuan ada kaitannya sebagai
faktor risiko hipertensi sesuai dengan yang
dinyatakan Lee et al. (2007)3 sedangkan
apakah ada kaitannya dengan jumlah
populasi perempuan atau karakteristik jenis
kelamin di RSUD Margono Soekarjo perlu
diteliti lebih lanjut
KESIMPULAN
Tidak ada perbedaan signifikan antara
amlodipine dan ramipril terhadap penurunan
tekanan darah pasien hipertensi di RSUD
Margono Soekarjo selama 20 hari terapi
(p=0.329). Proporsi tekanan darah yang tidak
turun atau dinyatakan dengan EER pada
pasien yang menerima amlodipine adalah
sebesar 34.2 %. Proporsi tekanan darah yang
tidak turun atau dinyatakan dengan CER
pada pasien yang menerima ramipril sebesar
45.7%. Perbedaan efektivitas amlodipine dan
ramipril (ARR) dalam menurunkan tekanan
darah sebesar 11,5 %.
DAFTAR PUSTAKA1. Agodoa, L.Y., Appel, L., Bakris, G.L, Bock,
C., Bourgoignie, J., Briggs, J., et al. (2006).Effect of Ramipril vs Amlodipine on RenalOutcomes in Hypertensives Nephrosclerosis :A Randomized Controlled Trial. Journal OfAmerican Medical Association , 285 (21),2719-2728.
2. Yamasaki, S., Taguchi, S. (2003). Therelationship between age at onset ofhypertension, body shape, and lifestyle ofhypertensives in an urban population.Advanced Exercise Sport Physiology , 9 (4),197.
3. Lee, Hyun-Sook, Lee, Myoungsook, Hyojee,J. (2007). Adiponectin represents anindependent risk factor for hypertension inmiddle aged Korean women. Asian PacificJournal of Clinical Nutrition , 16 (1), 10.
4. Sigarlaki, H.J. (2006). Karakterisitik danFaktor Berhubungan dengan Hipertensi diDesa Bocor, Kecamatan Bulus Pesantren,Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah.Universitas Kristen Indonesia , 10 (2), 78-88
5. Sudoyo,A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I.Simadibarata, M., Setiati, S. (2006). BukuAjar Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta:Penerbit FKUI.
6. Hata,A. , Namikawa, C., Sasaki,M., Sato,K.,Nakamura,T., Tamura, K. , Lalouel, J.M.(2004). Angiotensinogen as a Risk Factor ofEssential Hypertension in Japan. The Journalof Clinical Investigation , 93 (3), 1285-1287.
Mandala of Health. Volume 5, Nomor 2, Mei 2011 Nugraha, Perbandingan Efektivits Amlodipine dan Ramipril
316
7. Everet,B.M., Glynn, R.J., Danielson, E.,Ridker, P.M. (2008). Combination therapyversus monotherapy as initial treatment forstage 2 hypertension: a prespecified subgroupanalysis of a community-based, randomized,open-label trial. PublicMedicine , 30 (4),661-672.
8. Goodman, Gilman. (2001). ThePharmacological Basic of Therapeutics.Edisi 10. New York : McGraw Hill, 755-789.