perawatan luka modern
TRANSCRIPT
Perawatan Luka Modern Posted on 7 January, 2009 by Hana
by : Hana Rizmadewi Agustina, SKp. MNI. Pendahuluan
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami perkembangan yang sangat pesat
terutama dalam dua dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan juga
memberikan kontribusi yang sangat untuk menunjang praktek perawatan luka ini. Disamping
itu pula, isu terkini yang berkait dengan manajemen perawatan luka ini berkaitan dengan
perubahan profil pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit degeneratif dan kelainan
metabolic semakin banyak ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai
kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat diperlukan agar proses
penyembuhan bisa tercapai dengan optimal.
Dengan demikian, perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan
keterampilan yang adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari
pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat, implementasi tindakan,
evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta dokumentasi hasil yang sistematis.
Isu yang lain yang harus dipahami oleh perawat adalah berkaitan dengan cost
effectiveness. Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan isu tersebut. Hal
ini ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-
produk yang bisa dipakai dalam merawat luka. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk
memahami produk-produk tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses pengambilan
keputusan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada dasarnya, pemilihan produk yang
tepat harus berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), keamanan
(safety). Secara umum, perawatan luka yang berkembang pada saat ini lebih ditekankan
pada intervensi yang melihat sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik, psikis,
ekonomi, dan sosial.
II. Definisi Luka, Klasifikasi dan Proses Penyembuhan LukaSecara definisi suatu luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena
adanya cedera atau pembedahan. Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur
anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun berdasarkan sifat
yaitu : abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis, dll. Sedangkan
klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan lapisan
epidermis; partial thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full
thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan bahkan sampai ke
tulang. Berdasarkan proses penyembuhan, dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
A. Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu insisi,
tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian internal ke
ekseternal.
B. Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai
dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.
C. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi,
diperlukan penutupan luka secara manual.
Berdasarkan klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi dua yaitu:
akut dan kronis. Luka dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam jangka waktu 2-
3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk
sembuh dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika
proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal tetapi bisa
juga dikatakan luka kronis jika mengalami keterlambatan penyembuhan (delayed healing)
atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi.
III. Proses Penyembuhan LukaA. Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang spesifik dimana bisa terjadi tumpang
tindih (overlap)
B. Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan yang rusak serta penyebab
luka tersebut
C. Fase penyembuhan luka :
1. Fase inflamasi :
Hari ke 0-5
Respon segera setelah terjadi injuri pembekuan darah untuk mencegah
kehilangan darah
Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio laesa
Fase awal terjadi haemostasis
Fase akhir terjadi fagositosis
Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi infeksi
2. Fase proliferasi or epitelisasi
Hari 3 – 14
Disebut juga dengan fase granulasi o.k adanya pembentukan jaringan
granulasi pada luka luka nampak merah segar, mengkilat
Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel inflamasi, pembuluh
darah yang baru, fibronectin and hyularonic acid
Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai dengan penebalan lapisan
epidermis pada tepian luka
Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi
3. Fase maturasi atau remodelling
Berlangsung dari beberapa minggu s.d 2 tahun
Terbentuknya kolagen yang baru yang mengubah bentuk luka serta
peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya dengan
jaringan sebelumnya
Terdapat pengurangan secara bertahap pada aktivitas selular and
vaskularisasi jaringan yang mengalami perbaikan
IV. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka Status Imunologi
Kadar gula darah (impaired white cell function)
Hidrasi (slows metabolism)
Nutritisi
Kadar albumin darah (‘building blocks’ for repair, colloid osmotic pressure – oedema)
Suplai oksigen dan vaskularisasi
Nyeri (causes vasoconstriction)
Corticosteroids (depress immune function)
V. Pengkajian LukaA. Kondisi luka
1. Warna dasar luka
Slough (yellow)
Necrotic tissue (black)
Infected tissue (green)
Granulating tissue (red)
Epithelialising (pink)
2. Lokasi ukuran dan kedalaman luka
3. Eksudat dan bau
4. Tanda-tanda infeksi
5. Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban
6. Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
B. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin
C. Status vascular : Hb, TcO2
D. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan yang lain
E. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya
VI. PerencanaanA. Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan
yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini
dimulai dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada
tahun 1962 yang dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang
optimal untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori
perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
1. Mempercepat fibrinolisis
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan
sel endotel dalam suasana lembab.
2. Mempercepat angiogenesis
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih
pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat.
3. Menurunkan resiko infeksi
Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan
kering.
4. Mempercepat pembentukan Growth factor
Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum
corneum dan angiogenesis, dimana produksi komponen tersebut lebih cepat
terbentuk dalam lingkungan yang lembab.
5. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif.
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan
limfosit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut luka
harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
1. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka
(absorbing)
2. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan mengurangi resiko
terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue removal)
3. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
4. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
5. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian
antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington, 1999)
Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada :
Apakah suplai telah tersedia?
Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?
Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih?
Bagaimana dengan pertimbangan biaya?
Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?
Bagaimana cara mengevaluasi?
B. Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya
1. Film Dressing
Semi-permeable primary atau secondary dressings
Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive
Conformable, anti robek atau tergores
Tidak menyerap eksudat
Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak
Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm
2. Hydrocolloid
Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers
Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough
Occlusive –> hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis
Waterproof
Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV
Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel
3. Alginate
Terbuat dari rumput laut
Membentuk gel diatas permukaan luka
Mudah diangkat dan dibersihkan
Bisa menyebabkan nyeri
Membantu untuk mengangkat jaringan mati
Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat
Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering
Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan
4. Foam Dressings
Polyurethane
Non-adherent wound contact layer
Highly absorptive
Semi-permeable
Jenis bervariasi
Adhesive dan non-adhesive
Indikasi : eksudat sedang s.d berat
Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam
Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva
5. Terapi alternatif
Zinc Oxide (ZnO cream)
Madu (Honey)
Sugar paste (gula)
Larvae therapy/Maggot Therapy
Vacuum Assisted Closure
Hyperbaric Oxygen
VII. ImplementasiA. Luka dengan eksudat & jaringan nekrotik (sloughy wound)
Bertujuan untuk melunakkan dan mengangkat jaringan mati (slough tissue)
Sel-sel mati terakumulasi dalam eksudat
Untuk merangsang granulasi
Mengkaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Balutan yang dipakai antara lain: hydrogels, hydrocolloids, alginates dan
hydrofibre dressings
B. Luka Nekrotik
Bertujuan untuk melunakan dan mengangkat jaringan nekrotik (eschar)
Berikan lingkungan yg kondusif u/autolisis
Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Hydrogels, hydrocolloid dressings
C. Luka terinfeksi
Bertujuan untuk mengurangi eksudat, bau dan mempercepat penyembuhan luka
Identifikasi tanda-tanda klinis dari infeksi pada luka
Wound culture – systemic antibiotics
Kontrol eksudat dan bau
Ganti balutan tiap hari
Hydrogel, hydrofibre, alginate, metronidazole gel (0,75%), carbon dressings, silver
dressings
D. Luka Granulasi
Bertujuan untuk meningkatkan proses granulasi, melindungi jaringan yang baru,
jaga kelembaban luka
Kaji kedalaman luka dan jumlah eksudat
Moist wound surface – non-adherent dressing
Treatment overgranulasi
Hydrocolloids, foams, alginates
E. Luka epitelisasi
Bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk “re-surfacing”
Transparent films, hydrocolloids
Balutan tidak terlalu sering diganti
F. Balutan kombinasi
Tujuan Tindakan
Rehidrasi Hydrogel + film
atau hanya hydrocolloid
Debridement (deslough) Hydrogel + film/foam
Atau hanya hydrocolloid
Atau alginate + film/foam
Atau hydrofibre + film/foam
Manage eksudat sedang
s.d berat
Extra absorbent foam
Atau extra absorbent alginate + foam
Atau hydrofibre + foam
Atau cavity filler plus foam
VIII. Evaluasi dan Monitoring Luka Dimensi luka : size, depth, length, width
Photography
Wound assessment charts
Frekuensi pengkajian
Plan of care
IX. Dokumentasi Perawatan Luka- Potential masalah
- Komunikasi yang adekuat
- Continuity of care
- Mengkaji perkembangan terapi atau masalah lain yang timbul
- Harus bersifat faktual, tidak subjektif
- Wound assessment charts
X. Kesimpulan
1. Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan
nilai optimal jika digunakan secara tepat
2. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah pengkajian luka yang
komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan kebutuhan
pasien
3. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis diperlukan untuk menunjang
perawatan luka yang berkualitas
Referensi1. http://www.podiatrytoday.com/article/1894
2. Georgina Casey, Modern Wound Dressings. Nursing Standard, Oct 18-Oct 24, 2000:15,5:
Proquest Nursing & Allied Health Search
3. Kathleen Osborn, Nursing Burn Injuries. Nursing Management; May 2003; 34,5: Proquest
Nursing & Allied Health Search
4. Madelaine Flanagan, Managing Chronic Wound Pain in Primary Care. Practice Nursing;
Jun 23, 2006; 31, 12; ABI/INFORM Trade & Industry
5. Maureen Benbow, Healing and Wound Classification. Journal of Community Nursing; Sep
2007; 21,9; Proquest Nursing & Allied Health Search
6. Ritin Fernandez, Rhonda Griffiths, Cheryl Ussia (2002). The Effectiveness of Solutions,
Techniques and Pressure in Wound Cleansing. The Joanna Briggs Institute for Evidence
Based Nursing & Midwifery. Australia. www.joannabriggs.org.au
7. Ruth Ropper. Principles of Wound Assessment and Management. Practice Nurse; Feb 24,
2006; 31,4; Proquest Nursing & Allied Health Search