peraturan daerah kabupaten nabire nomor 7 tahun...
TRANSCRIPT
-1-
PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE
NOMOR 7 TAHUN 2010
TENTANG
RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI NABIRE,
Menimbang : a. bahwa sesuai Pasal 141 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, terdapat 5 (lima) jenis
Retribusi Perizinan Tertentu yang dapat dipungut oleh Pemerintah
Daerah;
b. bahwa untuk Kabupaten Nabire, 5 (lima) jenis Retribussi Perizinan
Tertentu, ditetapkan dalam 1 (satu) Peraturan Daerah;
c. bahwa sesuai Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Retribusi Daerah
ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf
a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten
Nabire tentang Retribusi Perizinan Tertentu.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi
Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi
Irian Barat (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2907);
2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Papua (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4151), sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua menjadi Undang-Undang
(Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4844);
3. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor
53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389);
4. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4433);
-2-
5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan
kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);
6. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran
Negara Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4438);
7. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Darat (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5025);
8. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2010 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5049);
9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor
140, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5059);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1973 tentang Perubahan Nama
Propinsi Irian Barat Menjadi Irian Jaya (Lembaran Negara Tahun 1973
Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2997);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1996 tentang Pembentukan
Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Paniai, Perubahan Nama dan
Pemindahan Ibukota Kabupaten Dati II Paniai di Wilayah Propinsi Dati
I Irian Jaya (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 76);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun
2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
13. Peraturan Daerah Kabupaten Nabire Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan Wajib dan Pilihan Pemerintah Daerah Kabupaten
Nabire;
14. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 Pelaksana Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Pubilk;
15. Peraturan Pemerintah Nomor 91 Tahun 2010 tentang Pajak Daerah
yang dipungut berdasarkan Penetapan Kepala Daerah atau Dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak;
16. Peraturan Daerah Kabupaten Nabire Nomor 3 Tahun 2008 tentang
Urusan Pemerintahan Wajib dan Pilihan Pemerintah Daerah Kabupaten
Nabire (Lembaran Daerah Tahun 2008 Nomor 3).
-3-
17. Peraturan Daerah Kabupaten Nabire Nomor 5 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah.
18. Peraturan Daerah Kabupaten Nabire Nomor 6 Tahun 2008 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN NABIRE
dan
BUPATI NABIRE
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE TENTANG
RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Nabire.
2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Nabire.
3. Bupati adalah Bupati Nabire.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nabire.
5. Dinas adalah Dinas Kabupaten Nabire.
6. Lembaga Teknis adalah Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Nabire.
7. Pejabat adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di Bidang Retribusi Daerah sesuai
dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
8. Peraturan Daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD
dengan persetujuan bersama Bupati Nabire.
9. Peraturan Bupati ádalah Peraturan Bupati Nabire.
10. Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau
diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.
11. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan
barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau
Badan.
12. Perizinan Tertentu adalah kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian
izin kepada orang pribadi atau Badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan,
pengendalian dan pengawasan atas kegiatan, pemanfaatan ruang, serta penggunaan
-4-
sumber daya alam, barang, prasarana, sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi
kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.
13. Subjek Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh
izin tertentu dari Pemerintah Daerah.
14. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau Badan yang menurut peraturan perundang-
undangan retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk
pemungut atau pemotong retribusi tertentu.
15. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi
Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perizinan tertentu dari Pemerintah Daerah
yang bersangkutan.
16. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SSRD, adalah bukti
pembayaran atau penyetoran retribusi yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir
atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas daerah melalui tempat pembayaran yang
ditunjuk oleh Kepala Daerah.
17. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat
ketetapan retribusi yang menentukan besarnya jumlah pokok retribusi yang terutang.
18. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB,
adalah surat ketetapan retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi
karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau seharusnya
tidak terutang.
19. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk
melakukan tagihan retribusi dan/atau sanksi administratif berupa bunga dan/atau denda.
20. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan,
dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu
standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah
dan retribusi dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan daerah dan retribusi daerah.
21. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh Penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi
yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II
RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
Pasal 2
(1) Jenis Retribusi Perizinan Tertetu terdiri dari :
a. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
b. Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol;
c. Retribusi Izin Gangguan;
d. Retribusi Izin Trayek;
e. Retribusi Izin Usaha Perikanan;
(2) Jenis Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digolongkan sebagai Retribusi
Perizinan Tertentu.
-5-
(3) Tatacara pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Bupati.
Bagian Kesatu
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan
Paragraf 1
Nama dan Objek Retribusi
Pasal 3
Dengan nama Retribusi Izin Mendirikan Bangunan, dipungut Retribusi atas pemberian izin
mendirikan bangunan.
Pasal 4
(1) Objek Retribusi adalah pemberian izin untuk mendirikan suatu bangunan.
(2) Pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan peninjauan
desain dan pemantauan pelaksanaan pembangunan agar tetap sesuai dengan rencana
teknis bangunan dan rencana tata ruang, dengan tetap memperhatikan koefisien dasar
bangunan (KDB), koefisien luas bangunan (KLB), koefisien ketinggian bangunan
(KTB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang meliputi pemeriksaan dalam
rangka memenuhi syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan.
(3) Dikecualikan dari objek Retribusi adalah :
a. Tempat peribadatan, sarana kepentingan sosial yang bersifat nirlaba, dan rumah
sangat sederhana;
b. Bangun bangunan berupa : tiang bendera, pergola tanaman hias; bak sampah; shelter
bis; sumur resapan dan instalasi pengolahan air limbah (IPAL);
c. Bangunan Milik Pemerintah atau Pemerintah Daerah;
Paragraf 2
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 5
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jenis bangunan, klasifikasi dan volume.
Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 6
(1) Struktur dan besarnya tarif retribusi diukur berdasarkan fungsi bangunan, jenis
konstruksi bangunan, dan pelaksanaan pembangunan dengan luas bangunan, harga dasar
bangunan atau Rencana Anggaran Biaya (RAB) dan koefisien/faktor lantai bangunan.
(2) Besarnya tarif retribusi izin mendirikan bangunan dimaksud pada ayat (1) sebagai
berikut:
a. Untuk bangunan yang hanya memiliki satu lantai adalah luas bangunan x tarif harga
dasar bangunan x 6 %o (enam permil);
-6-
b. Untuk bangunan yang memiliki lantai lebih dari satu adalah luas bangunan x tarif
harga dasar bangunan x koefesien lantai x 6 %o (enam permil);
c. Untuk perbaikan/renovasi bangunan yang mengubah bentuk, luasan dan ketinggian
bangunan. adalah luas bangunan x tarif harga dasar bangunan x 3 %o (tiga permil);
(3) Penetapan besarnya tarif retribusi prasarana bangunan adalah rencana anggaran biaya
(RAB) x 6 %o (enam permil).
Bagian Kedua
Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol
Paragraf 1
Nama dan Objek Retribusi
Pasal 7
Dengan nama Retribusi Izin Tempat Penjualan Minuman Beralkohol, dipungut Retribusi atas
pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol.
Pasal 8
Objek Retribusi adalah pemberian izin untuk melakukan penjualan minuman beralkohol di
suatu tempat tertentu.
Paragraf 2
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 9
Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan klasifikasi dan/atau lokasi tempat Penjualan
minuman beralkohol.
Paragraf 3
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 10
(1) Struktur dan besarnya retribusi ditetapkan sebagai berikut :
a. Hotel Rp.120.000.000,-/izin
b. Restoran Rp.90.000.000,-/izin
c. Bar, Klab Malam, Diskotik Rp.60.000.000,-/izin
d. Dan tempat lainnya guna kepentingan Pariwisata, yang ditetapkan dengan Peraturan
Bupati.
(2) Jangka waktu berlakunya izin tempat penjualan minuman beralkohol adalah 5 (lima)
tahun, dengan dilakukannya pendaftaran ulang Pertahun.
-7-
Bagian Ketiga
Retribusi Izin Gangguan
Paragraf 1
Nama dan Objek Retribusi
Pasal 11
Dengan nama Retribusi Izin Gangguan dipungut retribusi atas pemberian izin tempat
usaha/kegiatan.
Pasal 12
(1) Objek Retribusi Izin Gangguan adalah pemberian izin tempat usaha/kegiatan yang dapat
menimbulkan ancaman bahaya, kerugian dan/atau gangguan, termasuk pengawasan dan
pengendalian kegiatan usaha secara terus menerus untuk mencegah terjadinya gangguan
ketertiban, keselamatan, atau kesehatan umum, memelihara ketertiban lingkungan, dan
memenuhi norma keselamatan dan kesehatan kerja.
(2) Tidak termasuk objek Retribusi adalah tempat usaha/kegiatan yang telah ditentukan oleh
Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Paragraf 2
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 13
(1) Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan perkalian antara luas tempat usaha dengan
rata–rata indeks gangguan, indeks lokasi, indeks modal, dan indeks luas tempat usaha,
sebagai berikut :
a. Indeks Gangguan (IG)
1. Gangguan besar : 10
2. Gangguan sedang : 5
3. Gangguan kecil : 2
4. Gangguan sangat kecil : 1
b. Indeks Lokasi (IL)
1. Dekat jalan Negara : 2
2. Dekat jalan Propinsi : 3
3. Dekat jalan Kabupaten : 4
4. Dekat jalan Desa : 5
c. Indeks Modal (IM)
1. Modal 0,1 – 5 juta : 2
2. Modal 5,1 – 15 juta : 4
3. Modal 15,1 – 25 juta : 6
4. Modal 25,1 – 50 juta : 8
5. Modal 50,1 – 100 juta : 10
-8-
6. Modal 100,1 – 200 juta : 12
7. Modal 200,1 – 500 juta : 14
8. Modal 500,1 Juta – 1 Milyar : 16
d. Indeks Luas Tempat Usaha (ILTU)
1. Luas 1 – 10 m2 : 2
2. Luas 11 – 25 m2 : 4
3. Luas 26 – 50 m2 : 6
4. Luas 51 – 100 m2 : 8
5. Luas 101 – 200 m2 : 10
6. Luas 200 – 500 m2 : 12
7. Luas 501 – 1000 m2 : 14
8. Luas lebih dari 1000 m2 : 16
(2) Penghitungan Tingkat Penggunaan Jasa (TPJ) sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dengan cara :
a. Ruang Tertutup (LBTt) x {( IG + IL + IM + ILTU ) : 4} = TPJTt
b. Ruang Terbuka (LBTb) x {( IG + IL + IM + ILTU ) : 4} = TPJTb
(3) Penetapan Tarif Retribusi adalah
a. Ruang Tertutup : Luas Tempat Usaha x TPJTt = Tarif RTt
b. Ruang Terbuka : Luas Tempat Usaha x TPJTb = Tarif RTb
Paragraf 3
Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 14
(1) Retribusi dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi dengan tingkat penggunaan
jasa.
a. Ruang tertutup sebesar Rp. 6.000,- (enam ribu rupiah) pertahun
b. Ruang terbuka sebesar Rp. 4.000,- (empat ribu rupiah) pertahun
(2) Besarnya tarif retribusi perubahan sarana usaha, penambahan kapasitas usaha, perluasan
lahan dan bangunan usaha dan/atau perubahan waktu atau durasi operasi usaha
ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari tarif retribusi yang berlaku.
Bagian Keempat
Retribusi Izin Trayek
Paragraf 1
Nama, dan Objek Retribusi
Pasal 15 Dengan nama Retribusi Izin Trayek, dipungut Retribusi atas pemberian izin trayek.
Pasal 16
Objek Retribusi Izin Trayek adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau Badan untuk
menyediakan pelayanan angkutan penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek
tertentu.
-9-
Paragraf 2
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 17
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan jumlah izin yang diberikan dan jenis angkutan
penumpang umum pada suatu atau beberapa trayek tertentu
Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 18 Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Izin Trayek adalah sebagai berikut :
Jenis Angkutan Kapasitas Tempat Duduk Tarif
Mobil Penumpang Umum s/d 8 orang Rp.300.000,-/Tahun
Mobil Bus 9 s/d 26 orang Rp.450.000,- /Tahun
Lebih dari 26 orang Rp.500.000,-/Tahun
Bagian Kelima
Retribusi Izin Usaha Perikanan
Paragraf 1
Nama, dan Objek Retribusi
Pasal 19
(1) Dengan nama Retribusi Izin Usaha Perikanan, dipungut Retribusi atas pemberian Izin
Usaha Perikanan.
(2) Tata cara pemberian Izin ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 20
Objek Retribusi Izin Usaha Perikanan adalah pemberian izin kepada orang pribadi atau badan
untuk melakukan kegiatan usaha penangkapan dan pembudidayaan ikan, yang terdiri dari :
(1) Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) untuk usaha penangkapan;
(2) Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) untuk usaha pembudidayaan;
(3) Surat Izin Kapal Penangkapan Ikan (SIPI) untuk kapal penangkap ikan;
(4) Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) untuk Kapal pengangkut ikan;
Paragraaf 2
Cara Mengukur Tingkat Penggunaan Jasa
Pasal 21
Tingkat penggunaan jasa diukur berdasarkan izin yang diberikan, jenis alat tangkap, Gross
Tonnage (GT) kapal yang digunakan, dan luas areal yang digunakan untuk pembudidayaan.
-10-
Paragraf 3
Struktur Dan Besarnya Tarif Retribusi
Pasal 23
(1) SIUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1), untuk usaha penangkapan dan
pengumpulan hasil ikan dikenakan pungutan sebesar Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah).
(2) SIPI dengan menggunakan jenis alat tangkap sebagaimana tersebut dibawah ini
dikenakan pungutan sebagai berikut :
a. Pancing tangan (Hand Line) sebesar Rp.200.000,- /tahun
b. Pancing Rawa (Long Line) sebesar Rp.480.000,- /tahun
c. Jaring Insan sebesar Rp.200.000,- /tahun
d. Jaring Udang (Tramel Net) sebesar Rp.480.000,- /tahun
e. Jaring Lingkar (Purse Seine) sebesar Rp.500.000,- /tahun
f. Bagan Apung/Bagan Tancap Sebesar Rp.780.000,- /tahun
g. Sero Tancap/sero Apung/Sejenisnya Sebesar Rp.400.000,- /tahun
h. Bubu/ sejenisnya sebesar Rp.250.000,-/tahun
(3) SIKPI dikenakan retribusi dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Kapal dengan tonage 6 – 10 GT sebesar Rp.300.000,-/tahun.
Pasal 24
SIUP seperti dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2), untuk usaha budidaya dikenakan Pungutan
sebagai berikut :
a. Budidaya ikan air tawar dengan luas areal :
1. 1–2 ha sebesar Rp.100.000,-/tahun
2. 2,1–5 ha sebesar Rp.200.000,-/tahun.
3. Di atas 5 ha sebesar Rp.500.000,-/tahun.
b. Budidaya ikan Air Payau (Ikan, Udang atau kepiting) dengan luas areal:
1. 2,1–4,9 ha sebesar Rp.250.000,-/tahun.
2. 5–10 ha sebesar Rp.500.000,-/tahun.
3. 10,1–20 ha sebesar Rp.1.000.000.-/tahun.
c. Usaha pembudidaya Keramba Jaring Apung (KJA) ikan kerapu dengan jumlah :
1. 2–5 unit dengan ketentuan 1 unit sama dengan 4 kantong dengan ukuran 3x3x3 m3/
kantong, kepadatan antara 300–500 ekor/kantong; sebesar Rp.200.000,-/tahun.
2. 5,1–10 unit dengan ketentuan 1 unit sama dengan 4 kantong dengan ukuran 3x3x3
m3/ kantong, kepadatan antara 300–500 ekor/kantong; sebesar Rp.500.000,-/tahun.
3. Diatas 10 unit, sebesar Rp.1.000.000,-/tahun.
d. Usaha pembudidaya teripang dengan menggunakan kurungan :
1. 5–10 unit teknologi kurungan pagar (pen culture) dengan luas 400 m2/unit, sebesar
Rp.500.000,-/tahun.
2. 10,1–20 unit teknologi kurungan pagar (pen culture) dengan luas 400 m2/unit,
sebesar Rp.1.000.000,-/tahun.
e. Budidaya Rumput Laut dengan luas areal :
-11-
1. 1,1–5 ha sebesar Rp.200.000,-/tahun.
2. Di atas 5 ha sebesar Rp.400.000,-/tahun.
f. Budidaya Kerang Mutiara dengan luas areal :
1. 0,11–0,50 ha sebesar Rp.2.000.000,/tahun.
2. Di atas 0,50 ha sebesar Rp.5.000.000,/tahun.
BAB III
SUBJEK, DAN WAJIB RETRIBUSI
Pasal 25
(1) Subjek Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau Badan yang memperoleh
izin tertentu dari Pemerintah Daerah.
(2) Wajib Retribusi Perizinan Tertentu adalah orang pribadi atau Badan yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan
pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi Perizinan Tertentu.
BAB IV
PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN
TARIF RETRIBUSI
Pasal 26
(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif Retribusi Perizinan Tertentu didasarkan pada
tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang
bersangkutan.
(2) Biaya penyelenggaraan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
penerbitan dokumen izin, pengawasan di lapangan, penegakan hukum, penatausahaan,
dan biaya dampak negatif dari pemberian izin tersebut.
BAB V
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 27
Retribusi Perizinan Tertentu yang terutang dipungut di wilayah Daerah Kabupaten Nabire.
BAB VI
MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG
Pasal 28
Masa Retribusi adalah jangka waktu berlakunya izin.
Pasal 29
Saat terutangnya Retribusi adalah saat diterbitkannya izin atau saat diterbitkannya SKRD
dan/atau dokumen lain yang dipersamakan.
-12-
BAB VII
PEMUNGUTAN RETRIBUSI
Pasal 30
(1) Retribusi terutang dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan yang diterbitkan oleh Bupati.
(2) Dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
karcis, kupon, dan kartu langganan.
(3) Bentuk, isi, tata cara pengisian dan penyampaian SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB VIII
TATACARA PEMBAYARAN
Pasal 31
(1) Pembayaran Retribusi yang terutang dilunasi sekaligus;
(2) Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak
diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan yang merupakan tanggal
jatuh tempo pembayaran Retribusi.
(3) Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang
membayar, dikenakan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap
bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan
menggunakan STRD.
(4) Bupati atas permohonan Wajib Retribusi setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan
dapat memberikan persetujuan kepada Wajib Retribusi untuk mengangsur atau menunda
pembayaran Retribusi, dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
(5) Tatacara pembayaran, pembayaran dengan angsuran dan penundaan pembayaran
Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
Pasal 32
(1) Pembayaran Retribusi yang terutang dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang
ditetapkan oleh Bupati.
(2) Pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
menggunakan SSRD.
(3) Bentuk, jenis, ukuran dan tatacara pengisian SSRD, ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB IX
TATACARA PENAGIHAN
Pasal 33
(1) Untuk melakukan penagihan Retribusi, Bupati dapat menerbitkan STRD jika Wajib
Retribusi tidak membayar Retribusi Terutang tepat pada waktunya atau kurang
membayar.
(2) Penagihan Retribusi terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didahului dengan
Surat Teguran.
(3) Jumlah kekurangan Retribusi yang terutang dalam STRD sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditambah dengan sanksi administratif berupa bunga sebesar 2% (dua persen)
setiap bulan dari Retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar.
-13-
(4) Tata cara penagihan Retribusi ditetapkan dengan Peraturan Bupati.
BAB X
KEBERATAN
Pasal 34
(1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk
atas SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan.
(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan
yang jelas.
(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal
SKRD diterbitkan, kecuali jika Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa
jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
(4) Keadaan di luar kekuasaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah suatu
keadaan yang terjadi di luar kehendak atau kekuasaan Wajib Retribusi.
(5) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar Retribusi dan pelaksanaan
penagihan Retribusi.
Pasal 35
(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Keberatan
diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan dengan menerbitkan
Surat Keputusan Keberatan.
(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak, atau menambah besarnya Retribusi yang terutang.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak
memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.
Pasal 36
(1) Jika pengajuan keberatan dikabulkan sebagian atau seluruhnya, Bupati menerbitkan
SKRDLB untuk mengembalikan kelebihan pembayaran Retribusi dengan ditambah
imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 12 (dua belas) bulan.
(2) Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sejak bulan pelunasan
sampai dengan diterbitkannya SKRDLB.
BAB XI
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 37
(1) Atas kelebihan pembayaran Retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan
pengembalian kepada Bupati.
(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan, sejak diterimanya permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
harus memberikan keputusan.
(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dilampaui dan Bupati
tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Retribusi
dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) bulan.
-14-
(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang Retribusi lainnya, kelebihan pembayaran
Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi
terlebih dahulu utang Retribusi tersebut.
(5) Pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya
SKRDLB.
(6) Jika pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi dilakukan setelah lewat 2 (dua)
bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas
keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran Retribusi.
(7) Tata cara pengembalian kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati.
BAB XII
KEDALUWARSA
Pasal 38
(1) Hak untuk melakukan penagihan Retribusi menjadi kedaluwarsa setelah melampaui
waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya Retribusi, kecuali jika Wajib
Retribusi melakukan tindak pidana di bidang Retribusi.
(2) Kedaluwarsa penagihan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh jika:
a. diterbitkan Surat Teguran; atau
b. ada pengakuan utang Retribusi dari Wajib Retribusi, baik langsung maupun tidak
langsung.
(3) Dalam hal diterbitkan Surat Teguran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
kedaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal diterimanya Surat Teguran tersebut.
(4) Pengakuan utang Retribusi secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf
b adalah Wajib Retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang
Retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Daerah.
(5) Pengakuan utang Retribusi secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dapat diketahui dari pengajuan permohonan angsuran atau penundaan
pembayaran dan permohonan keberatan oleh Wajib Retribusi.
Pasal 39
(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan
penagihan sudah kedaluwarsa dapat dihapuskan.
(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Tata cara penghapusan piutang Retribusi yang sudah kedaluwarsa diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB XIII
PEMERIKSAAN
Pasal 40
(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban Retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan
Retribusi Daerah.
(2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib:
-15-
a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi
dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek Retribusi yang
terutang;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu
dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; dan/atau
c. memberikan keterangan yang diperlukan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan Retribusi diatur dengan
Peraturan Bupati.
BAB XIV
PEMANFAATAN
Pasal 41
(1) Hasil penerimaan Retribusi Perizinan Tertentu merupakan pendapatan daerah yang
harus disetorkan seluruhnya ke Kas Daerah.
(2) Sebagian hasil penerimaan Retribusi digunakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan
langsung dengan pelayanan perizinan tertentu.
(3) Pengalokasian sebagian penerimaan Retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
BAB XV
INSENTIF PEMUNGUTAN
Pasal 42
(1) Instansi yang melaksanakan pemungutan Retribusi dapat diberi insentif atas dasar
pencapaian kinerja tertentu.
(2) Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah.
(3) Pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB XVI
PENYIDIKAN
Pasal 43
(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi
wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara
Pidana.
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pejabat pegawai negeri sipil
tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diangkat oleh pejabat yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(3) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan
berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
-16-
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau
Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidana Retribusi Daerah;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan
dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di
bidang Retribusi Daerah;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan,
dan dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak
pidana di bidang Retribusi Daerah;
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang, benda,
dan/atau dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang Retribusi Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan
dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik
pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 44
(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan
Daerah diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling
banyak 3 (tiga) kali jumlah Retribusi terutang yang tidak atau kurang dibayar.
(2) Denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penerimaan negara.
BAB XVIII
INSTANSI PELAKSANA
Pasal 45
Instansi pelaksana Retribusi Perizinan Tertentu akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Bupati.
BAB XIX
PENINJAUAN TARIF
Pasal 46 (1) Tarif retribusi dapat ditinjau kembali paling lama 3 Tahun.
(2) Peninjauan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memperhatikan indeks harga dan perkembangan perekonomian.
-17-
(3) Penetapan tarif retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan
Peraturan Bupati.
BAB XX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 47
Pada saat Peraturan Daerah ini berlaku, Retribusi yang masih terutang berdasarkan Peraturan
Daerah tentang Retribusi mengenai jenis Retribusi perizinan tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1), sepanjang tidak diatur dalam Peraturan Daerah yang bersangkutan
masih dapat ditagih selama jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang.
BAB XXI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 48
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai peraturan
pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 49
Pada saat Peraturan Daerah ini ditetapkan:
(1) Peraturan Daerah Kabupaten Nabire Nomor 18 Tahun 2001 tentang Retribusi Ijin
Trayek;
(2) Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2006 tentang Bangunan Gedung, pasal-pasal yang
menyangkut retribusi.
(3) Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin
Pemasukan, Pengedaran dan Penjualan Minuman Beralkohol.
(4) Peraturan Daerah Kabupaten Nabiare Nomor 8 Tahun 2008 tentang Usaha Jasa
Konstruksi
(5) Peraturan Daerah Kabupaten Nabire Nomor 12 Tahun 2008 tentang Usaha Perikanan
Dinyatakan dicabut khusus untuk pasal-pasal yang berkaitan dengan tarif Retribusi,
sedangkan yang berkaitan dengan pengaturan umum tetap berlaku, sambil menunggu
perubahan Peraturan Daerahnya.
Pasal 50
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Nabire.
Ditetapkan di Nabire
pada tanggal 1 Oktober 2010
BUPATI NABIRE,
CAP/TTD
ISAIAS DOUW
-18-
Diundangkan di Nabire
pada tanggal 7 Oktober 2010
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN NABIRE,
CAP/TTD
Drs. UMAR KATJILI
PEMBINA UTAMA MUDA
Nip. 195204211971061001
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN NABIRE TAHUN 2010 NOMOR 7
Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya;
a.n. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN NABIRE
KEPALA BAGIAN HUKUM,
CAP/TTD
DEREK KAMBUAYA, SH
PEMBINA
NIP. 19671222 199610 1001
-19-
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH KABUPATEN NABIRE
NOMOR 7 TAHUN 2010
TENTANG
RETRIBUSI PERIZINAN TERTENTU
a. UMUM.
Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008,
memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah/Kota untuk mengurus sendiri
Urusan Pemerinthannya untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan dan pelayanan publik kepada masyarakat.
Berkaitan dengan kewenangan tersebut, maka pemerintahan Kabupaten/Kota berhak
mengadakan pengaturan yang berupa perizinan tertentu kepada masyarakat, pengaturan
tersebut dituangkan kedalam peraturan perundang-undangan yang bersifat memaksa, hal
tersebut juga ditegaskan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk melakukan Pungutan
Retribusi yang terkait dengan Retribusi Perizinan Tertentu. Guna mendukung
pelaksanaan Otonomi Daerah.
b. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup Jelas
Pasal 2
Cukup Jelas
Pasal 3
Cukup Jelas
Pasal 4
Cukup Jelas
Pasal 5
Cukup Jelas
Pasal 6
Cukup Jelas
Pasal 7
Cukup Jelas
Pasal 8
-20-
Cukup Jelas
Pasal 9
Cukup Jelas
Pasal 10
Cukup Jelas
Pasal 11
Cukup Jelas
Pasal 12
Cukup Jelas
Pasal 13
Cukup Jelas
Pasal 14
Cukup Jelas
Pasal 15
Cukup Jelas
Pasal 16
Cukup Jelas
Pasal 17
Cukup Jelas
Pasal 18
Cukup Jelas
Pasal 19
Cukup Jelas
Pasal 20
Cukup Jelas
Pasal 21
Cukup Jelas
Pasal 22
Cukup Jelas
Pasal 23
Cukup Jelas
Pasal 24
Cukup Jelas
Pasal 25
Cukup Jelas
Pasal 26
Cukup Jelas
Pasal 27
Cukup Jelas
Pasal 28
Cukup Jelas
Pasal 29
Cukup Jelas
Pasal 30
Cukup Jelas
Pasal 31
Cukup Jelas
Pasal 32
-21-
Cukup Jelas
Pasal 33
Cukup Jelas
Pasal 34
Cukup Jelas
Pasal 35
Cukup Jelas
Pasal 36
Cukup Jelas
Pasal 37
Cukup Jelas
Pasal 38
Cukup Jelas
Pasal 39
Cukup Jelas
Pasal 40
Cukup Jelas
Pasal 41
Cukup Jelas
Pasal 42
Cukup Jelas
Pasal 43
Cukup Jelas
Pasal 44
Cukup Jelas
Pasal 45
Cukup Jelas
Pasal 46
Cukup Jelas
Pasal 47
Cukup Jelas
Pasal 48
Cukup Jelas
Pasal 49
Cukup Jelas
Pasal 50
Cukup Jelas