praktikum geomorfologi 2011_analisis peta rupa bumi dan peta geologi nabire

Upload: syifa-amirah

Post on 14-Jul-2015

1.463 views

Category:

Documents


43 download

TRANSCRIPT

Makalah Kelompok Analisis Peta Rupa Bumi Nabire dan Peta Geologi Unit Enarotali

PRAKTIKUM GEOMORFOLOGI

Arif Tunggal Heru Purwanto Nugroho Ari Saputro Syifa Amirah Vivi Nurul Shovia

1006678652 1006678904 1006679106 1006679333 1006679365

Depok, 6 Mei 2011 DEPARTEMEN GEOGRAFI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas selesainya revisi tugas Praktikum Geomorfologi ini. Rasa terima kasih yang sangat besar kami sampaikan kepada dosen kami, Pak Eko Kusratmoko dan instruktur kami Kak Roland Sinulingga atas petunjuk mereka dalam penyelesaian tugas ini. Begitu pula teman-teman kami satu angkatan Departemen Geografi 2010 atas semangat yang telah diberikan, kita semua bahu-membahu untuk menyelesaikan tugas ini. Ada banyak kendala yang kami hadapi dalam penyelesaian tugas ini. Di luar kendala yang bersifat pribadi, ada kendala-kendala teknis, seperti ketidaksesuaian informasi antara peta RBI Nabire yang dikeluarkan pada tahun 2004 dengan peta geologinya yang keluar lebih awal yaitu pada tahun 90-an. Dalam usaha untuk melakukan analisa dan interpretasi seakurat mungkin, kami menyesuaikan situasi yang ada peda kedua peta tersebut, dan untuk nama-nama wilayah, merujuk lebih kepada peta rupa bumi. Kami sangat menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan-kekurangan dalam tugas ini yang harus diperbaiki, baik dalam waktu dekat maupun pada jauhjauh hari. Oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak selalu kami terima dengan lapang dada. Demikianlah, kami sangat berharap bahwa tugas ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi kami yang menyusun dan menyelesaikannya dan bagi siapa pun yang menggunakannya.

Penyusun

i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Analisis Masalah C. Pembagian Tugas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Bentang Alam B. Kerja Eksternal yang Mengubah Bentuk-Bentuk Alam C. Formasi Batuan dan Stratigrafi D. Informasi Lain dalam Peta Geologi BAB III PEMBAHASAN A. Bentang Alam Nabire Secara Umum B. Kemiringan Lereng Nabire C. Sifat-Sifat Sungai dan Daerah Aliran Sungai Nabire D. Formasi Geologi dan Stratigrafi Nabire E. Deskripsi Penampang Melintang Nabire BAB IV PENUTUP DAFTAR PUSTAKA

i ii 1 1 1 4 5 5 11 17 18 20 20 21 24 28 31 43 44

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nabire adalah salah satu kabupaten di provinsi Papua yang terletak di antara 134,35 BT 136,37 dan 2,25 LS 4,15 LS. Luas wilayah kabupaten ini adalah 15.357,55 km2. Nabire berbatasan di sebelah utara dengan Kabupaten Yapen dan Kabupaten Waropen, di sebelah timur dengan Kabupaten Paniai dan Kabupaten Waropen, di sebelah selatan dengan Kabupaten Kaimana dan Kabupaten Mimika, dan di sebelah barat dengan Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Kaimana. Suhu udara di Kabupaten Nabire bervariasi akibat topografinya yang bervariasi. Ini karena, setiap ketinggian 100 m, suhu udara mengalami penurunan sebesar 0.6 C. Suhu udara di Kabupaten Nabire berkisar antara 20 C 32 C, dengan suhu maksimun 34 C.. Wilayah ini beriklim tropis basah dengan curah hujan hampir merata sepanjang tahun. Nabire terletak pada posisi yang sangat strategis bagi lalu lintas perdagangan dan transportasi, baik melalui laut maupun udara, juga untuk antar pulau dan antar kabupaten. Posisinya yang strategis ini mengakibatkan pembangunan dan pengembangan wilayah Nabire di masa mendatang tidak dapat dihindarkan. Dalam perencanaan pembangunannya nanti, pihak manapun yang melaksanakannya harus memperhatikan hubungan antara pembangunan dengan lingkungan untuk menghindari bencana-bencana yang diakibatkan oleh kesalahan infrastruktur. Oleh karena itu, sebagai bagian dari proses belajar, analisa mengenai rupa bumi Nabire serta unsur geologis daerah Nabire yang diwakili oleh unit Enarotali, sangatlah penting. B. Analisis Masalah Analisa yang dilakukan mencakup hal-hal berikut ini: 1. Penampang melintang Nabire

1

Penampang melintang adalah penampang permukaan bumi yang dipotong secara tegak lurus. Dengan penampang melintang maka dapat diketahui/dilihat secara jelas bentuk dan ketinggian suatu tempat yang ada di muka bumi. Untuk wilayah Nabire, kami membuat lima penampang melintang yang dianggap dapat mewakili keseluruhan topografi Kabupaten Nabire. 2. Kemiringan lereng Nabire Kemiringan lereng didapatkan dengan menghitung perbedaan ketinggian suatu lereng. Kemiringan lereng merupakan parameter penting untuk melakukan perencanaan manajemen lingkungan. Kemiringan lereng direpresentasikan dalam bentuk persen: 0-2%, 2-8%, dst. Perlunya mengetahui kemiringan lereng adalah untuk memprediksi biaya pembangunan, mengurangi resiko bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, serta meminimalisir dampak pembangunan terhadap sumber daya alam. 3. Daerah aliran sungai Nabire Daerah aliran sungai (DAS) adalah kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis (punggung pegunungan atau sejenisnya) yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atasnya ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau ke laut. Penting sekali mengetahui DAS agar dapat direncanakan usaha-usaha pengelolaan DAS untuk menangani masalah-masalah seperti banjir, menurunnya produktivitas tanah, pengendapan lumpur, saluran irigasi, proyek tenaga air, dan penggunaan tanah yang tidak tepat. DAS dipengaruhi oleh iklim, jenis batuan yang dilalui, curah hujan, kemiringan lereng, dan topografi daerah sekitar DAS. 4. Formasi geologi dan statigrafi Nabire Formasi geologi mendeskripsikan formasi batuan dasar yang menyusun suatu daerah. Mengetahui formasi geologi penting untuk memprediksi2

biaya pembangunan, selain itu juga untuk menentukan lokasi-lokasi pembangunan saluran bawah tanah seperti gorong-gorong, sumur, dan lain sebagainya. Pengetahuan mengenai formasi geologi juga dapat membantu dalam memprediksi pembentukan rupa bumi suatu wilayah, seperti kemungkinan terjadinya pembentukan rawa, delta, atau endapan aluvium lainnya. Untuk Statigrafi sendiri merupakan studi mengenai sejarah, komposisi dan umur relatif serta distribusi perlapisan batuan dan interpretasi lapisan-lapisan batuan untuk menjelaskan sejarah bumi. Dari hasil perbandingan atau korelasi antar lapisan yang berbeda dapat dikembangkan lebih lanjut studi mengenai litologi (litostratigrafi), kandungan fosil (biostratigrafi), dan umur relatif maupun absolutnya (kronostratigrafi 5. Penggunaan lahan Tutupan Lahan merupakan tutupan atau penggunaan dari suatu lahan atau area baik secara alami ataupun buatan yang dipergunakan untuk kepentingan bersama. Tutupan ini seperti hutan, pemukiman, ladang, sawah dan jalan-jalan yang akhirnya dipergunakan oleh masyarakat setempat. 6. Struktur geologi Struktur geologi merupakan struktur perubahan lapisan batuan sedimen akibat kerja kekuatan tektonik sehingga tidak lagi memenuhi hukum superposisi, disamping itu struktur geologi juga merupakan struktur kerak bumi produk deformasi tektonik. Struktur Geologi mencakup bentukbentuk permukaan yang juga dibahas pada studi geomorfologi. Secara lebih formal dinyatakan sebagai cabang geolgi yang berhubungan dengan proses geologi dimana suatu gaya telah menyebabkan transformasi bentuk, susunan, atau sruktur internal batuan kedalam bentuk, susunan, atau susunan intenal yang lain. Struktur geologi ini dapat dianalisis menggunakan peta geologi unit enarotali, dimana didalam legenda dan beberapa informasi didalamnya menggambarkan dan menjelaskan satuan struktur geologi.3

7. Geomorfologi Struktur geomorfologi dapat diketahui melalui interpretasi peta topografi yaitu dari penampakan gejala penelusuran sungai, penelusuran morfologi dan garis kontur serta pola garis konturnya. C. Pembagian Tugas Untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik, maka kami melakukan pembagian tugas sebagai berikut: BAB I BAB II BAB III : Vivi Nurul : Syifa Amirah : Arif Tunggal, Heru Purwanto, Nugroho Ari, Vivi Nurul 1. Deskripsi Penampang Melintang dan Penampang Melintang A-B oleh Nugroho Ari 2. Deskripsi Penampang Melintang dan Penampang Melintang B-C oleh Heru Purwanto 3. Deskripsi Penampang Melintang dan Penampang Melintang D-E oleh Syifa Amirah 4. Deskripsi Penampang Melintang dan Penampang Melintang F-G oleh Vivi Nurul 5. Deskripsi Penampang Melintang dan Penampang Melintang G-H oleh Arif Tunggal 6. Deskripsi Penampang Melintang dan Penampang Melintang H-I oleh Syifa Amirah BAB IV : Arif Tunggal Peta Kelerengan : Vivi Nurul dan Syifa Amirah Tabel Kelerengan : Nugroho Ari Saputro, Heru Purwanto dan Arif Tunggal DAS : Heru Purwanto dan Nugroho Ari

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Bentang Alam Pada dasarnya, bentuk-bentuk muka bumi itu terbagi menjadi tiga berdasarkan proses pembentukannya: 1. Diastrofisme Adalah proses pergerakan lempeng muka bumi yang satu terhadap yang lainnya, mengakibatkan adanya berbagai bentuk di permukaan bumi. Bentukbentuk tersebut adalah: Sesar Biasanya terjadi pada batuan beku atau batuan lainnya seperti batuan metamorfosa. Bagian patahan yang rendah disebut palung (graben). Bagian yang terangkat istilahnya horst.

Gambar 1 Sumber: http://geoce-ria.netau.net/GMBR/Gambar%202.jpg. Sesar

-

Kekar Kekar adalah retakan pada batuan yang dibentuk oleh tekanan yang dihasilkan oleh kejadian-kejadian tektonik, pendinginan, atau pantulan isostasi. Panjangnya bervariasi mulai dari milimeter hingga kilometer. Pada singkapan batuan kekar dapat berupa retakan kecil seukuran rambut yang panjangnya hanya beberapa millimeter atau rekahan terbuka sepanjang satu meter atau lebih. Kekar dapat terisi atau bisa juga tidak terisi, bila terisi biasanya diisi oleh tanah atau tanah liat. Mereka dibedakan dari sesar melalui sedikitnya pergerakan antara dua sisi kekar.

-

Lipatan Lipatan adalah struktur yang tadinya datar namun telah dibengkokkan oleh gaya-gaya horizontal dan vertikal pada kerak bumi. Lipatan dapat5

dihasilkan dari berbagai proses: kompresi kerak bumi, pengangkatan balok di bawah selimut yang terdiri dari batuan sedimen sehingga selimut tersebut tersampir di atas balok yang terangkat, dan luncuran gravitasional serta pelipatan di mana batuan berlapis meluncur ke bawah sisi-sisi balok yang terangkat lalu remuk. Bentang alam lipatan adalah: Antiklin Sinklin Monoklin Asymmetric fold Recumbent fold

Gambar 2 Sumber: Encyclopedia of Geomorphology. Penampang melintang bentang alam lipatan

-

Cembungan (Dome) Proses terjadinya seperti lipatan namun bentuk yang dihasilkan bukan memanjang melainkan seperti mangkuk terbalik.

-

Cekungan (Basin) Proses terjadinya sama dengan cembungan, hanya saja berlawanan dengan cembungan kulit bumi melentur ke bawah seperti sinklinal. Bentuknya seperti mangkuk yang badannya terkubur.

-

Plateau Permukaan bumi yang datar dan cukup luas dengan tepiannya terjal. Garis tinggi di permukaan plateau berjarak jauh, tetapi rapat di tepinya yang terjal.

-

Volkanisme Volkanisme adalah bentuk-bentuk di alam yang dihasilkan oleh aktivitas magma dan gunung api. Bentang alam vulkanisme digolongkan menjadi dua golongan besar yaitu intrusif dan ekstrusif.

-

Antesedensi6

Lipatan memiliki dampak yang besar terhadap sistem sungai. Apabila terjadi pengangkatan muka bumi secara bertahap dan pelan-pelan di tempat kikisan sungai berjalan lebih cepat dari proses pengangkatan sehingga kenampakan yang terjadi seakan-akan sungai tersebut mengalir ke arah muka bumi yang lebih tinggi, maka pengangkatan akan membentuk teras atau undak-undak dengan tebing sungai yang terjal. Atol Atol umumnya adalah cincin setengah lingkaran tersusun dari batu karang mengelilingi sebuah laguna tanpa ada daratan kering kecuali beberapa pulau (disebut motu) yang terbuat dari pasir dan detritus berukuran kerikil terlempar ke atas karang selama badai. 2. Denudasi Denudasi adalah semua kegiatan yang terjadi di atas muka bumi yang mengakibatkan terkikisnya lapisan batuan di muka bumi baik secara mekanik ataupun kimia, baik berupa pengikisan ataupun pelapukan. Peneplain adalah suatu istilah yang diberikan oleh W.M. Davis untuk menyatakan suatu permukaan dengan relief rendah yang terkikis hingga mencapai permukaan laut dan terbentuk melalui erosi pada jangka waktu yang lama. Degradasi Secara keseluruhan, muka bumi yang dapat dilihat saat ini merupakan hasil degradasi atau perusakan yang diakibatkan oleh tenaga destruktif. Tenaga destruktif utama adalah air yang menyebabkan kerusakan karena mengalir dan karena larutnya berbagai zat di air yang juga mengakibatkan terjadinya peristiwa kimia merusak batuan tertentu. Di wilayah Nabire yang memiliki vegetasi padat (dengan hampir seluruh wilayahnya didominasi oleh hutan) dan aliran sungai yang banyak dan bercabang-cabang, pengikisan yang terjadi dapat dipastikan dilakukan oleh agen destruktif air. Oleh karena itu, pengikisan mekanik disini adalah pengikisan oleh aliran air dan pengikisan kimia adalah pengikisan yang diakibatkan oleh zat-zat yang terlarut dalam air. Meskipun demikian, perlu diingat bahwa pengikisan dapat dilakukan pula oleh angin atau gletser. Pengikisan mekanik pada patahan7

Pola pengairan yang dihasilkan bentuknya bersudut siku-siku dinamakan rectangular. Namun, apabila topografinya tua (berarti mengalami pengikisan lebih lanjut) pola pengairannya dendritik yaitu menyerupai tulang daun. Jenis sungainya subsekuen atau insekuen. Pengikisan mekanik pada lipatan Pola pengairan yang dihasilkan lazimnya trelis. Jenis sungainya konsekuen pada topografi muda, resekuen pada topografi dewasa, serta obsekuen dan subsekuen pada topografi tua. Pengikisan mekanik pada cembungan (dome) Pola pengairannya anular atau melingkar untuk kemudian berlanjut menjadi radial sementara anak-anak sungainya berpola trelis. Jenis sungai pada awalnya subekuen. Apabila sungai pada cembungan yang kikisannya sudah lanjut, sungai yang mengalir ke arah pusat cembungan adalah sungai obsekuen. Sedangkan sungai-sungai yang mengalir ke arah menjauhi pusat cembungan adalah sungai-sungai resekuen. Pengikisan mekanik pada cekungan Poa pengairannya seperti pada lipatan karena dia menyerupai sinklinal. Jenis sungainya awalnya sungai konsekuen pada dasar cekungan. Apabila pengikisannya telah lanjut, sungai menjadi obsekuen, atau resekuen dan subsekuen. Pengikisan mekanik pada plateau Mengingat bahwa plateau terjadi sebagai akibat proses pengangkatan bagian dari muka bumi yang cukup luas, dapat dipastikan bahwa plateau itu sendiri terdiri dari lapisan yang agak keras di permukaannya sedangkan lapisan-lapisan yang di bawah permukaannya itu memiliki batuan yang sifatnya kurang keras. Pola pengairannya beragam yaitu: a. Plateau terangkat tinggi, tata airnya berupa sungai-sungai yang dalam dan bertebing terjal. b. Plateau yang tidak terangkat tinggi, pengikisan dasar sungai terhambat oleh ambang erosi.

8

c. Plateau di daerah kering, pengikisan membentuk sudut-sudut tajam. d. Plateau di daerah basah, sudut-sudut kikisan tumpul diakibatkan lebatnya vegetasi atau tumupukan tanah akibat pelapukan. Plateau yang banyak terkikis meninggalkan bentuk mesa dan bila pengikisan berlanjut, bentuk mesa menyempit menjadi butte. Pengikisan mekanik pada volkanisme Pola pengairannya radial dengan sungai yang jarang bercabang pada kerucut volkanik yang masih muda. Jenis sungainya konsekuen. Pengikisan mekanik pada antesedensi Jenis sungainya konsekuen dengan pola pengairan yang tidak menentu. Pengikisan mekanik pada atol Mengakibatkan celah-celah di antara daratan yang berbentuk cincin, akibatnya air laut di luar atol berhubungan langung dengan air yang ada di dalam lingkaran daratan atol tersebut. Celah-celah itu terbentuk akibat pengikisan oleh arus laut terhadap atol. Pengikisan mekanik oleh glasier Di Indonesia ada glasier yaitu di daerah-daerah pegunungan tinggi. Tetapi, tidak semua hasil pengikisan bisa nampak pada peta topografi. Jelas hasil pengikisan seperti ini tidak nampak pada Peta Rupa Bumi Nabire. Pengikisan kimia pada batuan

3. Agradasi Agradasi, atau pengendapan yang dilakukan oleh agen-agen pengerosi seperti angin, air, dan es. Oleh karena di wilayah Indonesia agradasi aktif dilakukan oleh air dan khususnya di wilayah Nabire, tidak terjadi agradasi selain yang dilakukan air, maka hanya akan dipaparkan mengenai agradasi yang dilakukan oleh air. Agradasi oleh air terjadi apabila daya angkutnya menurun. Penurunan daya angkut air diakibatkan oleh menurunnya volume air atau menurunnya gradien lereng. Endapan pada belokan dalam sungai9

Sungai selalu mengikis tepi luar belokannya sedangkan tepi dalam belokan mengalami pengendapan. Karenanya, tepi dalam belokan makin lama makin dangkal dan tanahnya meluas sementara tepi luar belokan sungai tergusur oleh air. Tanah yang mengendap itu bukan berasal dari pengikisan yang terjadi di seberang. Beting dan gosong Kedua bentukan ini terjadi apabila daya angkut air tiba-tiba surut. Beting adalah endapan yang selalu nampak di permukaan air, sedangkan gosong bersifat temporal, hilang timbul. Tanggul Sungai Tanggul sungai terbentuk ketika air bah terjadi karena meluapnya air sungai melampaui tepinya. Muatan air sungai yang pada waktu itu diangkut diendapkan di sekitar tepi sungai dan lambat laun membentuk tanggul dengan ketinggian lebih bila dibandingkan dengan muka bumi yang letaknya lebih jauh dari batang sungai. Letaknya sejajar dengan sungai, tetapi tegak lurus terhadap arah pantai dan tidak mempunyai struktur lapisan khusus. Sungai Mati (Oxbow Lake) Bila sebuah sungai mengalir di muka bumi yang bergradien 0 atau tidak jauh dari 0, sungai akan berkelok-kelok menghasilkan meander. Sungai itu akan membuat terobosan baru dan meninggalkan kelokannya yang lama di suatu saat nanti. Hal ini mengakibatkan air sungai pada kelokan yang lama tidak lagi mengalir menjadikan sebuah danau berbentuk melengkung. Lambat laun danau itu mengering dan oleh penduduk digarap menjadi sawah. Delta Delta terjadi pada muara sungai yang alirannya tenang. Pembentukan delta hanya sampai permukaan air. Karena itu, permukaan delta selalu datar. Pembentukan delta melalui proses yang lama, berjalan dalam puluhan musim atau lebih. Tiap musim membawa sumbangan untuk lapisan delta itu. Pada musim hujan, lapisan delta tebal karena air mampu mengangkut lebih banyak bahan. Pada musim kemarau, lapisan delta tipis, sesuai volume bahan yang diangkut oleh sungai. Pada pengendapan delta yang10

prosesnya berjalan beberapa tahun, terbentuklah delta dengan struktur yang berlapis-lapis. Tanggul pantai Tanggul pantai terdapat di pantai yang landai akibat banyak sungai yang mengendapkan bahan. Tanggul pantai diendapkan oleh laut, letaknya sejajar dengan pantai namun tegak lurus dengan arah letak tanggul sungai. Endapan pasir atau lumpur Meskipun pantai adalah dataran yang landai dan banyak sungai yang bermuara di pantai tersebut lengkap dengan endapannya. Tetapai, apabila arus laut di depan pantai deras, tidak akan ada pembentukan delta di tempat itu. Arus laut yang cukup deras, di atas dasar pantai yang landai, bisa menyebabkan timbulnya endapan pasir atau lumpur, yang merupakan awal dari kemungkinan terjadinya tanggul pantai. Wilayah endapan biasanya adalah bagian yang terendah dari muka bumi. Akibatnya, selain berisi berbagai bentuk endapan seperti disebutkan sebelumnya, wilayah endapan juga banyak terdiri dari rawa, baik rawa berair payau ataupun rawa yang berair tawar.

B. Kerja Eksternal yang Mengubah Bentuk-Bentuk Alam Di luar itu, ada faktor-faktor eksternal yang kerjanya dapat merubah bentang alam, yaitu: 1. Sungai Sungai merupakan bagian terendah dari sesuatu bagian muka bumi, hal ini diakibatkan bagian muka bumi terendah merupakan bagian yang menampung air yang jatuh ke atas muka bumi. Sungai terbagi menjadi induk dan anak. Anak sungai juga memiliki anak. Dalam usaha untuk lebih memahami keberadaan sungai, dibuatlah sebuah aturan sistematik yaitu memberikan tingkatan pada sungai dimulai dari tingkat 1, tingkat 2, dan seterusnya. Seluruh muka bumi yang airnya mengalir ke dalam sebuah sungai beserta seluruh cabang-cabangnya dinamakan Daerah Aliran Sungai (DAS). Dengan demikian, DAS bukan hanya batang sungai yang berisi air saja melainkan11

keseluruhan daratan yang menumpahkan air hujan yang jatuh di atasnya ke sungai serta anak-anak sungai yang bersangkutan. Akibatnya, sebuah pulau, terlepas dari ukurannya, pasti habis terbagi oleh Daerah Aliran Sungai. Sungai, pada umumnya sering dibagi menjadi hulu sungai dan hilir sungai. Yang disebut hulu sungai adalah mata air dan bagian dari batang sungai yang dekat dengan mata air. Hilir sungai, sementara itu, adalah bagian dari batang sungai yang dekat dengan muara sungai. Muara sungai sementara itu ada yang memiliki lebar normal dan ada yang lebarnya melebihi normal. Muara sungai yang lebarnya melebihi normal disebut estuarium, terjadi bila perbedaan air pasang dan air surut laut di muara sungai besar. a. Genetika sungai Sungai dapat berawal langsung dari hujan. Biasanya, lembah-lembah yang terdapat dekat puncak gunung terisi air bila hujan turun. Lembah-lembah tersebut kering bila tidak ada hujan. Ada juga sungai yang berawal dari mata air atau sumber air. Umumnya, sumber air yang ada di lereng gunung letaknya di tempat-tempat yang agak jauh ke bawah dari puncak gunung. Beberapa sungai di Indonesia ada yang berawal dari cairan es (gletser) seperti Kema Bu di Irian Jaya yang memperolah airnya dari cairan es Puncak Jaya. b. Pola sungai Sungai-sungai secara bersamaan dapat membentuk sebuah pola tertentu. Pola-pola tersebut adalah: Rectangular Sungai-sungai membuat sudut tegak lurus satu sama lain Anular Sungai utama melingkar Dendritic Sungai-sungai tersusun seperti tulang-tulang daun Radial Sungai-sungai tersusun seperti jari-jari lingkaran Trelis12

Sungai-sungai tersusun seperti plesteran batu bata

Gambar 3 Sumber: Encyclopedia of Geomorphology. Pola Pengairan

c. Jenis sungai Oleh para pakar geomorfologi, sungai dikelompokkan atas dasar lembah dan lapisan batuan tempat sungai itu mengalir. Maka, jenis-jenis sungai terbagi menjadi: Konsekuen Lembah tempat sungai mengalir merupakan bagian muka bumi terendah sejak sungai terbentuk. Misalnya sungai yang mengalir pada sinklinal. Resekuen Sungai mengalir di atas lembah yang baru terbentuk sebagai hasil pengikisan. Proses terjadinya sama dengan sungai konsekuen. Insekuen Bila ada perbedaan sangat kecil dalam sifat batuan-batuan yang dilaluinya yang mengakibatkan terbentuknya pola sungai dendritik tanpa arah yang jelas dengan sungai induk konsekuen. Inkonsekuen Sungai yang arahnya tegak lurus dengan arah sungai-sungai yang konsekuen sebagai akibat dari perubahan tinggi rendah muka bumi karena pengikisan. Bagian muka bumi yang tinggi tidak lagi terdiri dari antiklinal melainkan sinklinal (dengan sifat batuan yang keras)

13

yang memiliki ketinggian lebih dibanding sungai. Sungai inkonsekuen adalah sungai-sungai yang menjadi anak dari sungai konsekuen. Obsekuen Arahnya berlawanan dengan arah awal sungai konsekuen dan mengalir ke dalam sungai yang subsekuen. Subsekuen Mengalir di atas lapisan batuan terlembek pada sinklinal atau graben. d. Alur sungai yang dialihkan Alur sungai yang dialihkan arahnya, misalnya dengan pembuatan saluran, menunjukkan bahwa kandungan endapan yang terdapat pada alur sungai yang baru akan lebih besar bila dibandingkan dengan kandungan endapan yang terdapat dalam air sungai asli. e. Sungai Anastomosing dan Sungai Anabranching Sungai alluvial anabranching adalah sebuah sistem multisaluran dikarakterisasi oleh pulau alluvial yang stabil ataupun bervegetasi yang membagi aliran sungai. Pulau tersebut mungkin dikembangkan dari pengendapan di dalam saluran, di bawa oleh aliran air dari dataran banjir yang ada di jalur yang dilaluinya. Sungai anastomosing adalah sistem anabranching yang jelas terlihat beraliran pelan dengan sedimentasi butiran yang sangat halus atau sedimentasi organik. Klasifikasi sungai anabranching telah diperkenalkan oleh Nanson dan Knighton (1996) dengan berdasarkan pada energi sungai, ukuran sedimen, karakteristik morfologi: o Tipe 1 Terdiri dari sungai sedimen kohesif (sungai anastomosing) dengan rasio saluran rendah yang memperlihatkan sedikit atau tidak sama sekali migrasi lateral. o Tipe 2 Terdiri dari sungai yang membentuk pulau-pulau yang didominasi oleh pasir.

14

o Tipe 3 Terdiri dari sungai meandering yang aktif secara lateral dengan bawaan campuran. Tipe 1-3 adalah sistem dengan energi yang lebih rendah. o Tipe 4 Terdiri dari sungai yang membentuk punggungan didominasi pasir memiliki karakteristik punggungan panjang parallel dan memisahkan saluran. o Tipe 5 Terdiri dari sungai-sungai yang aktif secara lateral dan didominasi oleh kerikil yang merupakan perantara antara meandering dan braiding di wilayah pegunungan. o Tipe 6 Terdiri dari sungai-sungai stabil yang didominasi oleh kerikil muncul sebagai saluran-saluran yang tidak bermigrasi pada cekungan kecil dan relatif curam.

Gambar 4 Sumber: Encyclopedia of Geomorphology. Klasifikasi pola saluran sungai termasuk saluran tunggal dan anabranching. Saluran yang inaktif secara lateral-->straight dan sinuous sementara saluran yang aktif secara lateral-->meandering dan braided

f. Dataran banjir (floodplain)

15

Floodplain umumnya dianggap sebagai suatu wilayah yang relatif datar terbentang dari sisi sungai induk hingga dasar dinding lembah dan merupakan wilayah di mana air dari sungai induk yang meluap akan terbuang. Floodplain terbentuk akibat proses-proses yang aktif terjadi baik di dalam saluran sungai induk dan selama aliran melampaui tepi sungai. Ada tiga kelas besar floodplain yang diketahui (menurut Nanson dan Croke 1992), yaitu: Floodplain non-kohesif berenergi tinggi Bentuk alam yang tidak seimbang tererosi sebagian atau seluruhnya akibat kejadian-kejadian ekstrim. Floodplain non-kohesif berenergi sedang Keseimbangan dinamis dengan rezim aliran anual atau decadal dari salurah dan biasanya tidak terpengaruh oleh kejadian-kejadian ekstrim. Floodplain kohesif berenergi rendah Biasanya diasosiasikan dengan saluran anastomosing. Dibentuk terutama oleh penambahan vertikal oleh endapan halus.

Gambar 5 Sumber: Encyclopedia of Geomorphology. Topografi floodplain.

2. Bentuk medan hasil kegiatan manusia (penggunaan lahan) Kegiatan manusia seperti pertanian, pertambangan, pelayaran, lalu lintas darat, industry, dan pembangunan perkotaan mempunyai pengaruh sangat besar16

terhadap perkembangan bentuk muka bumi. Namun, tidak semua akibat pengaruh itu dapat terlihat dalam sebuah peta topografi. Beberapa contoh bentuk muka bumi yang merupakan akibat kegiatan manusia: Pemukiman dengan memanfaatkan bentuk endapan di atas tanggul pantai Pemukiman dengan memanfaatkan bentuk endapan di atas tanggul sungai Pemukiman dengan memanfaatkan bentuk endapan di daerah perkebunan besar Pemukiman dengan memanfaatkan bentuk endapan di sebuah pulau kecil volkanik Pemukiman dengan memanfaatkan bentuk endapan di daerah rawa Telaga buatan Pertambangan

C. Formasi Batuan dan Stratigrafi Pada gambar di samping, diperlihatkan klafisikasi umur batuan mulai dari era, periode, satu dan jaman untuk (epoch), beserta waktu terbentuknya. Skema seperti ini merupakan salah komponen mengetahui stratigrafi batuan. Pada Peta Geologi Lemba Enarotali, informasi ini terletak pada sisi kiri peta, dan dilengkapi dengan korelasi dengan jenis batuan. Informasi sepert ini membantu pembaca peta untuk memperkirakan kapan terbentuknya suatu dataran. Bersama informasi ini adalah informasi mengenai jenis batuan. Jenis batuan pada peta geologi dilambangkan dengan simbol warna. Jenis batuan secara garis besar terbagi menjadi tiga golongan utama, yaitu batuan beku, batuan sedimen, dan batuan metamorf. Batuan beku adalah batuan hasil pembekuan magma. Batuan beku terbagi menjadi dua, batuan beku intrusif dan batuan beku ekstrusif. Batuan beku intrusif membeku di bawah kerak bumi,17

sementara batuan beku ekstrusif membeku ketika telah berada di luar kerak bumi. Batuan beku misalnya adalah batu granit dan basal. Dalam peta geologi, batuan beku adalah batuan-batuan vulkanis. Seiring berlalunya waktu, batuan akan mengalami pelapukan, sehingga hancur menjadi kepingan-kepingan yang berukuran lebih kecil yang dinamakan sedimen. Kepingan-kepingan sedimen tersebut kemudian berkumpul menghasilkan lapisan sedimen. Apabila lapisan tersebut terus bertambah, maka lapisan paling bawah akan mendapatkan tekanan dari lapisan yang di atas menghasilkan batuan baru. Batuan baru yang dihasilkan dari sedimen batuan lama ini dinamakan batuan sedimen. Batugamping dan batupasir merupakan batuan sedimen. Selain membentuk pasir, sedimen juga seringkali mengendap seperti alluvium yang mengendap di sisi-sisi sungai dan di muara sungai. Sementara itu, batuan metamorf adalah batuan yang berubah jenis dari satu tipe batuan menjadi tipe batuan yang lain, diakibatkan oleh panas dan tekanan. Sebagai contoh, dalam waktu ribuan tahun, apabila dihadapkan pada temperatur dan tekanan tinggi, batugamping dapat berubah menjadi marbel dan batubara dapat berubah menjadi intan. Batuan metamorf dapat terbentuk dari batuan beku, batuan sedimen, bahkan dari batuan metamorf sendiri. Dalam peta geologi, batuan metamorf dinamakan batuan metamorf atau batuan termalihkan (batuan malihan), dengan lambang (~ ~ ~) sebagai motif pada simbol area berwarna yang diberikan Jenis-jenis batuan tersebut menyusun suatu formasi geologis yang biasanya diklasifikasikan berdasarkan jenis batuan yang termasuk di dalamnya. Formasiformasi geologis diberi nama berdasarkan tempat keberadaannya. Formasi-formasi ini membentuk sistem yang membentuk erathem, yaitu korelasi antara waktu geologis dengan batuan yang terbentuk pada masing-masing jaman atau periode, atau era. Semua itu membentuk unit stratigrafi yang unik dan berbeda-beda di setiap daerah penelitian. Seperti yang disebutkan pada awal bagian ini, unit stratigrafi informasinya diberikan di setiap peta geologi yang baik. D. Informasi Lain dalam Peta Geologi Selain memberikan informasi mengenai unit stratigrafi, sebuah peta geologi juga memberikan informasi mengenai keberadaan kelurusan (lineament). Kelurusan adalah kenampakan yang paling jelas diperlihatkan dan memiliki manfaat yang paling nyata dari keseluruhan peta. Kelurusan memperlihatkan zona18

zona kelemahan kerak bumi, biasanya diakibatkan oleh faulting. Kenampakan struktural seperti lipatan, patahan, dip dan strike dari formasi batuan begitu pula dengan kelurusan, bentuk-bentuk alam, pola pengairan, dan anomali-anomali lain memberikan begitu banyak petunjuk mengenai apa yang tersimpan di balik kerak bumi, termasuk sumber daya-sumber daya alam seperti minyak bumi. Meskipun demikian, dalam pembahasan hanya akan membahas mengenai keberadaan berbagai kenampakan alam yang ada dan sedikit mengenai sumber daya alam yang dapat langsung terlihat. Bab tinjauan pustaka ini dan berbagai informasi yang diberikan di dalamnya akan menjadi dasar-dasar analisa dan interpretasi yang kami lakukan terhadap peta rupa bumi, peta geologi, dan penampang melintang Nabire. Dalam bab ini, hanya digambarkan secara umum atau garis besar saja. Deskripsi yang lebih mendetail dan bersifat unik dari wilayah Nabire akan dipaparkan lebih jauh dalam bab pembahasan.

19

BAB III PEMBAHASAN A. Bentang Alam Nabire Secara Umum Bentang alam merupakan suatu kenampakan medan yang terbentuk oleh proses alami, memiliki komposisi tertentu dan karakteristik fisikal dan visual dengan julat tertentu yang terjadi dimanapun bentang alam tersebut terdapat. (Sukmantalya, 1995). Berdasarkan bentuk tata alam dan penyebaran geografis yang kami analisis, bentang alam wilayah ini dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: a. Bagian Tenggara merupakan daerah pegunungan dengan relief bergelombang dan curam b. Bagian Tengah merupakan daerah yang relative datar, merupakan lembah sungai Wanggar dan Ojalan c. Bagian Selatan sebagian merupakan daerah pegunungan yang berrelif curam, dan sebagian daerah datar yang terdapat rawa Topografi wilayah ini sebagian besar (75% lebih) berada di ketinggian antara 500 s/d 2000 meter dari permukaan laut, 15% dibawah ketinggian 500 mdpl dan 10 % d bawah 100 mdpl. Bentang alam Nabire didominasi oleh pegunungan kompleks (complex mountain), yaitu pegunungan yang tersusun dari bentuk-bentuk patahan dan lipatan. Hal ini dapat dilihat dari penampang melintang Nabire yang memperlihatkan kenampakan lipatan pada beberapa transek dan sesar atau kekar pada transek lainnya. Kontur daerah lipatan dan sesar atau kekar memperlihatkan ketinggian mencapai lebih dari 1000 mdpl diikuti medan yang memperlihatkan adanya jurang-jurang, lembah-lembah, serta lereng-lereng. Pola sungai di wilayah Nabire yang berbentuk perpaduan dendritik dan rectangular juga menunjukkan bahwa wilayah tersebut merupakan wilayah yang banyak terbangun dari bentukbentuk sesar, kekar, dan lipatan. Pola sungai demikian merupakan salah satu karakteristik pegunungan kompleks. Ada dua pegunungan di wilayah Nabire yaitu Pegunungan Undundiwandadi dan Pegunungan Amera. Selain pegunungan, Nabire juga memiliki dataran pantai yang terdiri dari batuan yang termasuk dalam provinsi geologi Kerak Samudera (oceanic crust). Dataran pantai Nabire menghadap ke Teluk Cenderawasih, merupakan wilayah20

pemukiman utama di Nabire. Selain pemukiman, di daerah pantai, warga Nabire juga mengembangkan perkebunan. Terdapat areal rawa yang luas di wilayah Nabire, baik di dataran rendah, maupun di dataran tinggi. Rawa ini terbentuk pada daerah yang berada di dekat perairan. Di dataran rendah, rawa terbentuk di pinggir pantai, berbatasan langsung dengan Teluk Cenderawasih. Jenis batuan yang banyak ditemukan di rawa tersebut adalah sedimen, tepatnya alluvium. Di daerah dataran tinggi Nabire yang terletak di bagian tenggara, juga terbentuk rawa. Rawa ini adalah hasil endapan danau yang terdiri dari lumpur dan pasir. Hampir seluruh lahan Nabire ditutupi oleh hutan. Selain di Kecamatan Nabire sendiri, sedikit sekali terdapat pemukiman di sana. Kalaupun ada, pemukimannya tersebar saling berjauhan satu sama lain, dan dihubungkan oleh jalan-jalan yang, berdasarkan peta, tidak selalu berhubungan satu dengan yang lain, seakan-akan jalan buntu. Namun, kondisi demikian tampaknya diakibatkan oleh informasi yang kurang akurat, atau pengambilan data yang tertutupi oleh vegetasi hutan, sehingga tidak aktual. Warga Nabire yang tinggal di dekat pantai, membuka lahan untuk berkebun. Sementara itu, warga Nabire yang tinggal di dataran tinggi, membuka lahan untuk berladang. Hanya ada satu bandar udara yang menghubungkan Nabire dengan daerah-daerah sekitarnya, yaitu Bandara Enarotali yang sebenarnya terdapat di Kabupaten Paniai, tepatnya di Kecamatan Paniai Barat. B. Kemiringan Lereng Nabire Wilayah Nabire memiliki kemiringan lereng rata-rata berada pada klasifikasi 25-40% dan 15-25% yang berarti keadaan medannya cukup terjal dan curam, sedangkan daerah dengan kelerengan 0-2%, 2-8%, dan 8-15% terdapat pada wilayah yang mendekati garis pantai. Untuk daerah Nabire sendiri berada pada kemiringan lereng 2-8% hingga 0-2%. Kemiringan lereng ini kami simpulkan berdasarkan kenampakan kontur Nabire. Wilayah kecamatan Nabire misalnya, dalam peta memiliki garis kontur yang jarang bahkan tidak memiliki garis kontur. Keadaaan garis kontur yang demikian terlihat di seluruh daerah yang berada di pinggir pantai. Sementara itu, selain daerah rawa yang berada pada timur laut Nabire, seluruh wilayah Nabire memiliki kontur cenderung rapat hingga sangat rapat yang artinya lereng-lereng terjal dengan tingkat kemiringan lereng yang tinggi.21

22

23

Untuk memperlihatkan kemiringan lereng wilayah Nabire dengan lebih jelas, kami melakukan penghitungan nilai kemiringan lereng (dalam %) untuk suatu area di Kabupaten Nabire yang melintasi pegunungan dan dataran rendah. Ada dua metode yang kami gunakan untuk memperlihatkan kemiringan lereng yaitu membuat peta kemiringan lereng dan tabel kemiringan lereng. Peta Kemiringan Lereng dibuat oleh Vivi Nurul dan dilengkapi oleh Syifa Amirah. Tabel Kemiringan Lereng dihitung nilainya oleh Arif Tunggal dan Heru Purwanto, kemudian dibuat dan dilengkapi oleh Nugroho Ari. Klasifikasi kemiringan lereng yang kami gunakan adalah: 1. 0-2% 2. 2-8% 3. 8-15% 4. 15-25% 5. 25-40% 6. >40% : datar : landai : agak landai : agak curam : curam : sangat curam

Hasil analisa Tabel Kemiringan Lereng dan Peta Kemiringan Lereng yang telah dibuat memperlihatkan bahwa, oleh karena wilayah sampel didominasi oleh lereng yang tergolong curam hingga sangat curam dapat dipastikan bahwa daerah sampel memiliki lereng yang tidak stabil dan rawan longsor. Terlebih lagi tutupan lahannya adalah vegetasi hutan. C. Sifat-Sifat Sungai dan Daerah Aliran Sungai Nabire Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, sungai-sungai yang ada di wilayah Nabire membentuk perpaduan pola dendritik dan rectangular. Ini menandakan bahwa dataran Nabire sendiri merupakan susunan lipatan dan patahan, dan pegunungan yang tersebar di hampir seluruh bagian wilayah Nabire adalah pegunungan kompleks. Sebagian besar anak sungai yang ada di Nabire adalah sungai-sungai muda. Bentuk alirannya lurus dan dikelilingi oleh lembah-lembah yang dalam dengan penampang sungai yang berbentuk V tetapi ada pula yang berbentuk U. Namun, beberapa anak sungai yang induknya mengalir di daerah dengan kemiringan lereng datar, memiliki penampang sungai yang datar, tampaknya memperlihatkan bahwa

24

sungai-sungai tersebut merupakan sungai-sungai yang baru terbentuk di kekar pada batuan. Sungai-sungai induk utama di Nabire memperlihatkan pola sungai yang sudah mencapai masa tuanya. Pada gambar di samping yang memperlihatkan aliran sungai utama dari Sungai Siriwo, dapat terlihat bahwa pada daerah hilir, telah terbentuk oxbow lake. Oxbow lake adalah bentukan alam yang terjadi ketika sebuah sungai tidak lagi mampu untuk terus mengalirkan airnya, sehingga sungai mencari jalur baru, dan meninggalkan danau berbentuk oxbow. Selain pembentukan oxbow lake, juga terlihat pola aliran sungai yang berkelokkelok (meandering). Hal ini jelas sekali menunjukkan bahwa sungai telah memasuki masa tua. Apalagi didukung dengan adanya bentuk anabranching alluvial. Anabranching (braiding/berjalinan) adalah pola suatu sungai yang membentuk cabang sebelum bertemu kembali sehingga menghasilkan semacam pulau di antara cabang-cabangnya tersebut. Pulau ini merupakan pulau alluvial yang bervegetasi. Mengenai pulau yang terbentuk merupakan pulau alluvial adalah hasil kesimpulan dari pembacaan petaGambar 6 Sumber: Peta RBI Nabire. Sungai Siriwo Utama.

geologi. Tipe sungai seperti terlihat pada bagian

bawah gambar di samping adalah sungai anabranching tipe 3. Menandakan bahwa sungai ini bersifat aktif secara lateral, atau aktif membawa bebannya, dengan beban atau sedimen yang dibawa adalah beban campuran.

25

Bentuk-bentuk semacam ini juga banyak terlihat pada sungai-sungai induk utama lainnya.

Gambar 7. Sumber: Peta RBI Nabire. Sungai Poronai yang meandering beserta oxbow lake yang terbentuk.

Gambar 8 Sumber: Peta RBI Nabire. Sungai Wanggar yang membentuk pola braiding/anabranching.

Sementara itu, istilah Daerah Aliran Sungai (DAS) digunakan untuk mendefinisikan suatu region yang diairi oleh, atau menambahkan air ke, sebuah sungai, danau atau badan air lainnya dan seringkali digunakan secara sinonim dengan istilah drainage basin atau drainage catchment (Bates and Jackson, 1980). Region ini dibatasi oleh punggung bukit, bubungan, atau puncak dari dataran yang lebih tinggi yang memisahkan aliran air ke dua arah yang berbeda. DAS dapat dibagi lagi menjadi beberapa Sub-DAS yang mengarahkan air dari kedua sisi lereng-lereng gunung sekitar ke sebuah saluran sungai atau mengalirkan

26

air dari saluran-saluran anak ke saluran yang lebih besar pada orde yang lebih tinggi. Untuk tugas ini, kami melakukan analisa terhadap sebuah DAS yang tersusun dari tiga sub-DAS yang mengairi daerah Kecamatan Napan, Siriwo, Aradide, dan Paniai Barat. Dalam menentukan orde sungai kami mengikuti sistem Horton-Strahler. 1. Sub-DAS Siriwo, mengairi wilayah Siriwo dan Napan

Berdasarkan bentuk sungai, dapat disimpulkan bahwa Sungai Siriwo merupakan sungai dewasa yang mengalir di wilayah dengan kemiringan lereng hampir datar hingga datar. Hal ini terlihat dari bentuk sungai yang berkelok-kelok (meandering). Sementara itu, anak-anak sungai Siriwo pada DAS bagian ini terdiri dari Sungai Aigihe dan Sungai Kurare. Keduanya memperlihatkan pola sungai dendritik yang menandakan bahwa sungai ini mengalir ke daerah dengan cekungan yang bundar atau oval dan lapisan batuan dasarnya homogen. Sungai Siriwo utama yang merupakan sungai orde keenam berasal dari pertemuan dua buah sungai, yaitu anak Sungai Siriwo yang merupakan sungai orde kelima dan Sungai Otawa. 2. Sub-DAS Siriwo 2, mengairi wilayah kecamatan Aradide dan Paniai Barat Dari bentuk sungai, diperkirakan bahwa Sungai Siriwo yang mengairi subDAS ini adalah sungai dewasa yang meandernya belum berkembang dengan baik. Dengan demikian, dapat dibayangkan lembah sungai yang lebar dan lantai lembah yang ditutupi oleh alluvium dan dinding lembah yang landai, sesuai karakteristik

27

sungai

dewasa.

Pola

sungai

memperlihatkan

pola

rectangular

yang

mengindikasikan pola rekahan batuan (kekar/sesar) pada daerah yang dialirinya.

3. DAS Otawa, dengan sungai-sungai yang merupakan anak sungai Siriwo

Sungai-sungai yang mengairi DAS Otawa memperlihatkan pola sungai campuran dendritik dan rectangular. Hal ini menandakan lapisan batuan yang homogen dengan kekar atau sesar pada batuan. D. Formasi Geologi dan Stratigrafi Nabire Secara geologis, wilayah Nabire terbagi menjadi tiga provinsi, yaitu: 1. Kerak samudera Provinsi geologis kerak samudera yang menyusun dataran pantai di wilayah Nabire yang terbentuk sekitar 114 97,5 juta tahun yang lalu pada era kapur (cretaceous). Formasi batuan yang termasuk di dalam provinsi28

ini tergolong homogen yaitu didominasi oleh batuan beku pada lapisan dasarnya. Namun, erosi dan pengendapan akibat kerja banyak sungai yang tersebar di seluruh dataran Nabire mengakibatkan adanya lapisan alluvium, batulumpur dan batugamping menutupi lapisan dasar kerak samudera tersebut. Alluvium, batulumpur dan batugamping yang dimaksud di sini semuanya merupakan hasil sedimentasi dan tergolong batuan sedimen.

Gambar 9 Sumber: Peta Geologi Enarotali. Provinsi Geologi di Irian Jaya

2. Jalur peralihan Seperti namanya jalur peralihan, batuan pada provinsi ini didominasi oleh batuan malihan atau secara universal dikenal sebagai batuan metamorf. Ini adalah provinsi geologi yang terbentuk paling terakhir sekitar 36,6 juta tahun yan lalu pada periode oligosen. Pembentukan provinsi peralihan yang tergolong baru ini, adalah karena batuan dasar yang menyusun provinsi ini adalah batuan metamorf yang dihasilkan dari metamorfosis batuan sedimen ke batuan beku, batuan beku ke batuan sedimen, atau dari satu jenis batuan metamorfosis ke jenis batuan metamorfosis lainnya. 3. Anjungan Irian Jaya Provinsi geologi anjungan irian jaya terbentuk 438 juta tahun yang lalu pada periode silur era paleozoikum. Batuan yang menyusun provinsi geologi ini terdiri beragam. Formasi batuan yang terdapat di daerah ini adalah formasi tipuna, formasi kopai, formasi waripi, dan formasi aiduna yang terdiri dari batuan sedimen dan metamorf, khusus untuk formasi29

aiduna terdapat batubara. Selain formasi-formasi tersebut, ada juga kelompok kembelengan dan kelompok paniai yang terdiri dari batuan sedimen. Batuan tertua pada provinsi ini adalah batuan paleozoikum (Pzu) sejensi batu kuarsa yang sesuai namanya terbentuk pada era paleozoikum, yaitu era paling awal dari perkembangan bumi. 4. Batuan di luar provinsi geologis Di luar provinsi geologis yang telah disebutkan pada poin-poin sebelumnya, terdapat banyak sedimen di wilayah Nabire, mulai dari sedimentasi alluvium dari wilayah dataran tinggi, hancuran tanah longsor, endapan danau, batulumpur dan batugamping. Jenis batuan demikian mudah tererosi sehingga endapan-endapan danau dan sedimen alluvium inilah yang merupakan penyusun utama dari rawa-rawa yang terbentuk di wilayah Nabire. Apabila dilihat dari peta geologi Nabire, terlihat bahwa wilayah Nabire terutama tersusun dari batu granit, batugamping, dan batupasir, serta sejumlah daerah yang mengandung batubara, semuanya merupakan sumber daya alam yang dapat dijadikan aset wilayah Nabire. Informasi lain yang penting diungkapkan dalam bagian ini adalah mengenai struktur geologi Nabire. Pada peta geologi, diperlihatkan banyak kekar dan sesar/patahan, serta lipatan baik sinklin ataupun antiklin pada titik-titik yang tersebar luas di Nabire. Ada tiga jalur patahan utama yang terdapat di Nabire, akan dapat langsung terlihat pada peta geologi, yaitu Sesar Derewo, Sesar Siriwo, dan Sesar Sungkup Weyland. Keberadaan tiga jalur patahan pada satu wilayah ini menunjukkan bahwa wilayah Nabire termasuk wilayah rawan gempa. Informasi tersebut sangat penting untuk dipahami oleh para pembuat rencana tata ruang wilayah (RTRW) dan pemerintah daerah Nabire. Informasi ini dapat memberikan gambaran mengenai potensi sumberdaya mineral di Nabire serta potensi bencana alam gempa bumi dan tsunami di Nabire. Dengan mengetahui mengenai semua itu, maka pemerintah daerah dapat lebih efektif lagi melakukan pengelolaan wilayah. Terutama, melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan yang dapat meminimalisir korban harta benda dan jiwa, serta bahaya gempa bumi di Nabire.

30

E. Deskripsi Penampang Melintang Nabire 1. Transek A-B Transek penampang melintang Nabire dari titik A-B ini mencakup daerah Sukikai hingga Yaur. Titik A berada di sekitar Kecamatan Sukikai dan titik B berada di sekitar Kecamatan Yaur. Penampang melintang di tarik melalui daerah dengan topogafi yang didominasi oleh lipatan, sehingga menghasilkan pola antiklin dan sinklin pada penampang melintang. Terlihat dari penampang melintang yang dihasilkan, bahwa pegunungan yang terdapat di daerah ini adalah pegunungan yang terbentuk dari lipatan (dome mountain). Pegunungan dan dataran tinggi dimulai di Sukikai, dan sampai ke Yaur semakin melandai. Daerah Yaur berada di dataran pantai. Sungai-sungai yang berada di sepanjang penampang melintang ini, telah melakukan pengikisan lebih lanjut, sehingga lembah sungainya sudah berbentuk U, sementara semakin mendekati Yaur, pengikisan tidak lagi berlangsung dengan aktif, tetapi didominasi dengan pengendapan alluvium sehingga lembah sungainya datar. Batuan beku yang mendominasi bagian tengah penampang melintang memperlihatkan bahwa terdapat aktivitas vulkanisme di daerah tersebut. Keberadaan batuan beku ini, bisa berupa batuan beku ekstrusif maupun batuan beku intrusif yang tersingkap. Namun, oleh karena tidak ditemukan adanya tanda-tanda gunung berapi aktif, maka, diperkirakan, batuan beku yang ada di daerah ini adalah batuan beku intrusif yang lapisan terluarnya telah tersingkap memperlihatkan magma yang membeku di dalamnya. Ini didukung dengan bentuk pegunungan yang berupa dome mountain yang diketahui, selain terjadi karena ada lipatan, dapat juga terjadi karena ada dorongan dari bawah akibat intrusi magma. Batuan granit terdapat di daerah ini, merupakan batuan beku yang dilambangkan dengan huruf Tmu. Selain itu juga ada batuan malihan derewo yang merupakan batuan metamorf. Wilayah sampel penampang melintang yang diambil ini termasuk ke dalam provinsi geologis Jalur Peralihan, meskipun aktivitas magmatis yang terjadi di dalamnya mengakibatkan batuan penyusun provinsi geologis ini menjadi sangat beragam.

31

32

2. Transek B-C Penampang melintang B-C melalui garis yang dimulai dari titik B yang berada di Kecamatan Yaur dan berakhir di titik C yang berada di Kecamatan Ikrar, dimana Pegunungan Amera terbentang. Di Pegunungan Amera ini banyak terdapat puncak-puncak yaitu Gunung Yage, Gunung Baro, Gunung Simori, Gunung Wakai, Gunung Eraidini, Gunung Bobo, Gunung Kapual, dan paling dekat dengan titik C adalah Gunung Kita. Bentuk penampang melintang dari sebagian daerah Pegunungan Amera yang terambil dalam sampel, memperlihatkan pola pegunungan kompleks. Sungai-sungai yang memotong penampang melintang hampir seluruhnya merupakan sungai yang memiliki tingkat erosi rendah atau melakukan pengikisan lanjutan, terlihat dari lembah sungainya yang datar atau paling terjal berbentuk U. Pada daerah yang dekat ke Yaur, banyak tanda-tanda sedimen seperti adanya batuan sedimen pada daerah yang dilalui Sungai Waigi dan Sungai Ojolan. Sementara juga banyak tersebar batuan beku diorit dan batuan metamorf malihan derewo. Wilayah ini memiliki tutupan lahan vegetasi hutan, tidak melalui pemukiman sama sekali sepanjang 75 km yang dilaluinya. Banyaknya sebaran batuan beku memperlihatkan adanya aktivitas magmatis di bawah kerak bumi yang dilintasi oleh transek penampang melintang. Diperkirakan bahwa batuan beku yang terjadi adalah batuan beku intrusif, sekali lagi karena tidak ditemukan adanya tanda-tanda gunung api aktif yang umumnya mengeluarkan magma dalam jumlah besar untuk pembentukan batuan beku ekstrusif. Selain itu, usia batuan yang mencapai hingga 114 juta tahun (untuk batuan beku ultramafik dilambangkan dengan Mu), memperlihatkan bahwa batuan beku ini terbentuk pada lapisan bawah kerak bumi, sebelum tersingkap akibat proses pelapukan dan pengikisan lapisan atas kerak bumi. Kondisi kemiringan lereng di daerah ini tergolong landai, karena hampir 70% wilayahnya merupakan daerah dengan kemiringan lereng datar hingga agak landai, sisanya agak curam dan curam, tidak ada lereng yang termasuk sangat curam dilalui oleh penampang melintang ini.

33

34

3. Transek D-E Penampang melintang D-E ditarik dari titik D yang terletak di Kecamatan Mapia hingga ke titik E yang terletak di Kecamatan Nabire. Penampang melintang ini melintasi Gunung Simori yang merupakan gunung vulkanis, terlihat dari tipe batuan yang berada pada daerah puncak gunung merupakan batuan beku. Di jalur penampang melintang ini banyak terdapat sesar dan kekar. Antaranya melalui sesar yang dialiri oleh salah satu anak Sungai Memo dan sesar anjak (thrust fault). Sesar anjak adalah situasi dimana suatu lapisan batuan yang posisi stratigrafinya lebih rendah terdorong ke atas melampaui lapisan batuan pada strata yang lebih tinggi. Dalam hal ini, kasusnya diperlihatkan dengan batuan beku diorit (Tmu) yang terangkat melampaui batuan ultramafik (Mu). Selain itu ada juga kekar-kekar (kelurusan) yang terbentuk pada batuan sedimen berupa batulumpur (TQbm) dan antara batuan beku gunung api tobo (Tlt) dengan batulumpur (TQbm). Kekar ini terbentuk karena tekanan tinggi, menimbulkan rekahan-rekahan pada batuan, yang bila mengalami pengikisan seperti yang terjadi pada penampang melintang, akan memiliki bentuk dan ketinggian yang berbeda. Sungai-sungai yang melintas di penampang melintang D-E berturut-turut merupakan sungai muda dengan lembah sungai berbentuk V, sungai muda dengan aktivitas erosi lanjutan sehingga lembah sungainya berbentuk U, dan sungai-sungai dengan lembah sungai yang datar, diperkirakan karena banyaknya sungai yang melalui suatu wilayah yang sama mengakibatkan erosi yang terjadi merata, sehingga bentang alamnya menjadi datar. Sementara itu, kemiringan lereng wilayah transek ini tergolong sangat beragam, namun memiliki lereng-lereng yang hampir tegak lurus dengan penampang melintangnya. Wilayah sekitar daerah ini lerengnya tidak stabil, kepala-kepala lerengnya sangat terjal atau berbentuk kasar tidak rata, menandakan erosi lanjutan. Tutupan lahan di daerah ini adalah vegetasi hutan.

35

36

4. Transek F-G Penampang melintang F-G mengambil titik F di wilayah paling timur laut Kecamatan Homeyo, Kabupaten Paniai dan titik G di Kecamatan Siriwo, Kabupaten Nabire. Pengambilan titik ini dilakukan karena melalui daerah dengan jenis batuan yang beragam, dan melalui daerah rawa pada dataran rendah di Nabire. Tidak terdapat pemukiman, ladang, maupun perkebunan pada daerah sampel penampang melintang ini. Tutupan lahan adalah vegetasi hutan, sementara pada daerah yang tidak berhutan, maka melalui rawa-rawa. Rawa-rawa yang ada di sini merupakan hasil sedimentasi alluvium dari beban alluvial yang dibawah oleh Sungai Diewiewa (disebut juga Sungai Desawewa), dan Sungai Siewa. Sungai-sungai yang melintas di daerah sampel penampang melintang ini merupakan sungai-sungai yang lembah sungainya datar. Ini mengindikasikan terjadinya endapan alluvium, apabila terbentuk di daerah sedimen alluvium, atau sungainya baru terbentuk karena ada sedikit rekahan di batuan yang tidak terdeteksi di dalam peta apabila terbentuk pada batuan jenis lainnya. Jenis batuan yang tersebar di hampir sepanjang daerah sampel penampang melintang adalah batuan metamorf, dan sisanya batuan sedimen yang berada pada titik F di mana batuan sedimen membentuk rawa-rawa. Daerah ini sebagiannya termasuk pada provinsi geologi Kerak Samudera dan Jalur Peralihan yang didominasi oleh batuan malihan derewo (metamorf). Daerah penampang melintang ini juga melalui semacam wilayah perbukitan di bagian tengah, yang pada puncaknya terdapat rekahan batuan. Daerah ini dapat dikatakan landai, karena sekitar 80% -nya merupakan daerah dengan kategori datar. Ini juga merupakan pendukung terbentuknya endapan alluvium menjadi rawa-rawa. Daerah berkategori sangat curam hanya terdapat pada wilayah perbukitan yang dilintasi saja.

37

38

5. Transek G-H Penampang melintang ini ditarik dari titik G yang terdapat di Kecamatan Siriwo, Kabupaten Nabire, hingga titik H yang terdapat di Kecamatan Bogobaida, Kabupaten Paniai. Transek penampang melintang ini melalui Pegunungan Undundiwandadi, yang terbentang di Kabupaten Paniai. Pegunungan Undundiwandadi adalah contoh pegunungan lipatan yang terdapat di wilayah Nabire. Ini menandakan bahwa tipe-tipe pegunungan yang terdapat di daerah Nabire pun beragam. Daerah sampel yang diambil penampang melintangnya memiliki tutupan lahan berupa vegetasi hutan. Tidak ada pemukiman, ladang, maupun perkebunan yang terdapat di daerah ini, karena melintasi wilayah pegunungan yang medannya sulit dengan ketinggian mencapai lebih dari 3000 mdpl dan kemiringan lereng yang 70%-nya sangat curam dan 30%-nya curam, landai, hingga datar. Batuan daerah sini adalah batuan metamorf, jenisnya batuan malihan derewo yang merupakan bagian dari jalur peralihan batuan. Jenis batuan ini merata terdapat di daerah ini, sehingga batuan di sini adalah batuan homogen. Banyaknya sungai yang melintasi wilayah pegunungan ini, yaitu anak-anak Sungai Poronai yang memiliki banyak cabang, telah mengikis kenampakan rupa bumi di daerah ini sedemikian rupa, sehingga dari penampang melintang, terlihat bentuknya tidak lagi merata, tetapi berundak-undak dan banyak lembah-lembah sungai muda. Ini menandakan bahwa anak-anak sungai tersebut masih mengerosi secara aktif terhadap medan yang dilaluinya, kecuali pada satu bagian dimana lembah sungainya telah berbentuk U.

39

40

6. Transek H-I Penampang melintang Nabire H-I ditarik dari titik H yang terletak di Kecamatan Bogobaida, Kabupaten Paniai hingga titik I Kecamatan Paniai Barat, Kabupaten Paniai. Penampang melintang ini melalui jalur patahan Sesar Derewo yang diisi oleh Sungai Derewo, mengalir di dalam jurangjurang terbentuk dari pengangkatan lempeng yang menghasilkan sesar yang dimaksud. Daerah yang diambil sebagai bagian penampang melintang ini masuk ke dalam provinsi geologis Anjungan Irian Jaya. Terlihat bentukan pegunungan kompleks pada penampang melintang, karena selain ditemukan bentukan patahan pada dataran tinggi, juga ditemukan bentukan antiklin dan sinklin. Pada penampang melintang juga terdapat bentukan kekar. Kemiringan lereng dekat jalur patahan Sesar Derewo sangat curam dan terdiri dari batuan sedimen yang mudah tererosi serta memiliki tutupan lahan berupa vegetasi hutan. Lereng tersebut cenderung tidak stabil, terlebih karena jenis batuan penyusunnya adalah batuan sedimen yang mudah mengalami erosi. Selain itu, terdapat rawa. Rawa ini terbentuk pada daerah datar tempat sungai bermuara di Danau Paniai. Sungai yang bermuara di danau ini berasal dari wilayah pegunungan Undundiwandadi yang tersusun dari batuan sedimen juga batuan metamorf. Tampaknya, jangka waktu jutaan tahun telah mengakibatkan ada cukup banyak sedimen yang dihasilkan sungai sepanjang perjalanannya dari hulu hingga ke hilir. Rawa-rawa yang terbentuk di sini merupakan endapan dari beban sedimen yang dibawa sungai. Pengendapan ini hanya mungkin dapat terjadi karena daerah tersebut bersifat datar dan lebih rendah juga dari daerah sekitarnya. Kecamatan Paniai Timur sendiri merupakan kecamatan yang tergolong maju. Di sini, warga membangun pemukiman di dataran dengan ketinggian 2000 mdpl, yang artinya dataran tersebut tergolong dataran tinggi. Mata pencaharian mereka adalah berladang. Di sini terdapat satusatunya bandara di wilayah Kabupaten Nabire dan sekitarnya, yaitu Bandara Enarotali.

41

42

BAB IV PENUTUP Dari analisis yang kami lakukan terhadap enam sampel kontur wilayah Nabire telah diketahui bahwa topografinya tergolong rapat dengan kelerengan rata-rata berada pada klasifikasi 15-25% hingga > 40% yang berarti keadaan medannya terjal dan curam, sedangkan daerah dengan kelerengan 0-2%, 2-8%, dan 8-15% sangat jarang ditemu kecuali pada wilayah dataran pantai. Kemudian dari Sketsa Penampang melintang yang ditarik pada berbagai daerah yang dianggap memiliki kenampakan topografi signifikan begitu pula dengan analisis objek geologi didapat kesimpulan bahwa jenis batuan pada wilayah Nabire sangat beragam, mulai dari batuan beku ekstrusif maupun intrusif, batuan sedimen, maupun batuan metamorf, semuanya tersebar di berbagai titik di wilayah Nabire. Namun terlihat bahwa paling banyak terdapat di wilayah ini adalah batuan malihan derewo, sejenis batuan metamorf yang termasuk batuan yang banyak ditemukan di provinsi geologis jalur peralihan. Struktur geologi pada daerah ini adalah lipatan, kekar, dan sesar, atau kombinasi ketiganya. Ada tiga jalur patahan yang melalui wilayah Nabire, menandakan bahwa wilayah ini merupakan wilayah rawan gempa. Bentang alam yang terdapat di Nabire adalah pegunungan kompleks, pegunungan patahan, dan pegunungan lipatan. Dataran ini sendiri telah memasuki masa dewasanya, dengan begitu banyaknya kenampakankenampakan hasil erosi seperti lembah-lembah sungai yang terjal dan sungai-sungai tua sebagai sungai-sungai induk dengan lembah sungai mereka yang datar serta dilapisi oleh alluvium. Selain itu juga terdapat rawa baik di dataran rendah maupun dataran tinggi yang mengindikasikan bahwa daerah yang dilalui sungai batuuannya mudah tererosi. Tutupan lahan di daerah ini adalah hutan, dan hanya sebagian kecil saja yang dibuka untuk dimanfaatkan sebagai pemukiman. Masyarakat di sini melakukan usaha perkebunan dan berladang sebagai mata pencaharian mereka.

43

DAFTAR PUSTAKA Bakosurtanal. Peta Rupa Bumi Nabire. Bakosurtanal. Peta Geologi Lembar Enarotali Erickson, Jon. 2001. Rock Formations and Unusual Geological Structures. New York: Facts On File, Inc. Goudie, A.S. 2004. Encyclopedia of Geomorphology. London: Routledge. Lobeck, A. K. 1939. GEOMORPHOLOGY. New York: McGraw Hill. Sandy, I Made, dkk. 1985. Geomorfologi Terapan. Jakarta: Penerbit Jurusan Geografi MIPA Universitas Indonesia.

44