peraturan daerah kabupaten lampung utara...

28
PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 11 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMPUNG UTARA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah yang akuntabel dan transparan sebagaimana dimaksud dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemetintah Pusat dan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung jawaban Keuangan Daerah, maka perlu disusun pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah; b. Bahwa untuk maksud sebagai mana dimaksud huruf a, maka perlu diatur dan ditetapkan kedalam Peaturan Daerah. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 4 Drt Tahun 1955 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 963) Jo Undang-undang Nomor 28 Tahun 1959 (Lembaran Negara republik. Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembara Negara Republik, Indonesia Nomor 1821); 2. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41; tambahan Lembaran Negar Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048) 3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839) 4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 5. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotistne (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851); 6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286) 7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan www.djpp.depkumham.go.id www.djpp.depkumham.go.id

Upload: nguyenminh

Post on 07-May-2019

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA NOMOR 11 TAHUN 2003

TENTANG

POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI LAMPUNG UTARA,

Menimbang : a. bahwa dalam rangka pelaksanaan kebijakan Pengelolaan Keuangan

Daerah yang akuntabel dan transparan sebagaimana dimaksud dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemetintah Pusat dan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung jawaban Keuangan Daerah, maka perlu disusun pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;

b. Bahwa untuk maksud sebagai mana dimaksud huruf a, maka perlu diatur dan ditetapkan kedalam Peaturan Daerah.

Mengingat

: 1. Undang-undang Nomor 4 Drt Tahun 1955 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 55, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 963) Jo Undang-undang Nomor 28 Tahun 1959 (Lembaran Negara republik. Indonesia Tahun 1959 Nomor 73, Tambahan Lembara Negara Republik, Indonesia Nomor 1821);

2. Undang-undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41; tambahan Lembaran Negar Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048)

3. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839)

4. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);

5. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotistne (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);

6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286)

7. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4310);

8. Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4021) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Permerintah Nomor 84 Tahun 2001 (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara No.4165);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan dalam Pelaksanaan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 203, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4023)

11. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 204, Tambalian Lembaran Negara Nomor 4024)

12. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara. Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 209, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4027)

13. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4028);

14. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4138) ;

15. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139)

16. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Tehnik Penyusuan Peraturan Perundang-undangan. dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 70)

17. Keputusan. Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 15);

18. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik, Indonesia Tahun 2002; Nomor Tambahan Lembaran Negara Nomor 4212);

19. Keputusan Menteri Dalam Negeii Nomor 5 Tahun 1997 tentang Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi

20. Keputusan Mentri Dalam Negeti Nomor 11 Tahun 2001 tentang

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pedoman Pengelolaan Barang Daerah; 21. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang

Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran dan Belanja Daerah;

22. Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Utara Nomor 24 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemetintah Kabupaten Lampung Utara ( Lembaran Daerah Kabupaten Lampung Utara Tahun 2001 Nomor 01, Tambahan Lembaran Derah Nomor 01 ).

Dengan Persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DERAH

KABUPATEN LAMPUNG UTARA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA TENTANG POKOK - POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Lampung Utara. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Lampung Utara. 3. Kepala Daerah adalah Bupati Kabupaten Lampung Utara. 4. Wakil Kepala Daerah adalah Wakil Bupati Kabupaten Lampung Utara. 5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disebut Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Kabupaten Lampung Utara 6. Sekertaris Daerah yang selanjutnya disebut Sekda adalah Sekretaris Daerah Kabupaten

Lampung Utara 7. Satuan Kerja perangkat Daerah adalah Badan/Lembaga Tehnis pada Pemerintah Daerah

yang bertanggungjawab kepada Bupati dan membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri atas Sekretariat DPRD, Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, Badan, Kantor, Lembaga Teknis Daerah dan Unit Kerja.

8. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah Kepada Daerah Otonomdalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

9. Kewenangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka Penyelengaraan Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang temasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban da.erah, dalam rangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD, adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan Daerah merupakan dasar Pengelolaan Keuangan Daerah dalam tahun anggaran tertelentu.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

11. Pemegang Kekuasaan Umum Umum Pengelolaan Keuangan Daerah adalah Bupati yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan Keuangan Daerah dan mempunyai kewajiban menyampaikan, pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewenangan tersebut kepada DPRD.

12. Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah adalah pejabat, dan atau pegawai pada satuan kerja perangkat daerah yang berdasarkan peraturan perundang-undangan diberi kewenangan dalam Pengelolaan Keuangan Daerah.

13. Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah untuk mengelola. penerimaan dan pengeluarKas Daerah serta segala bentuk kekayaan daerah lainnya.

14. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang dan surat berharga milik daerah yang ditentukan oleh Bendahara Umum Daerah.

15. Penguna Angaran Daerah adalah pejabat pemegang kekuasaan pengelola Anggaran Belanja Daerah pada satuan kerja perangkat daerah

16. Pimpinan Kegiatan adalh pejabat atau pegawai pada satuan kerja perangkat daerah yang bertugas melaksanakan kegiatan sebagaimana yang terdapat dalam Dokumen Anggaran Satuan Kerja.

17. Pemegang Kas adalah orang yang ditunjuk dan diserahi tugas melaksanakan kegiatan kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBD disetiap unit kerja Pengguna Anggaran Daerah.

18. Pembantu Pemegang Kas adalah setiap orang yang ditunjuk dan diserahi melaksanakan fungsi keuangan tertentu untuk melaksanakan kegiatan pada satuan pemegang kas pengelola keuangm daerah dalam rangka pelaksanaan APBD di setiap unit kerja pengguna Anggaran

19. Penerimaan Daerah adalah semua penerimaan Kas Daerah dalam periode tahun Anggaran tertentu.

20. Pengeluaran daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode tahun Anggaran tertentu.

21. Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak Daerah.

22. Belanja Daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban Daerah.

23. Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada Daerah untuk membiayai kebutuhan Daeiah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

24. Anggaran berbasis kinerja adalah anggaran dimana setiap alokasi biaya yang direncanakan harus dikaitkan dengan tingkat pelayanan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai

25. Bagian Belanja Aparatur Daerah adalah belanja yang dialokasikan pada atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat.

26. Bagian Belanja Pelayanan Publik adalah belanja yang dialokasikan pada atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil, manfaat, dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat.

27. Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) merupakan dokumen yang memuat rancangan anggaran pada satuan kerja perangkat daerah sebagai dasar penyusunan rancangan APBD.

28. Dokumen anggaran Satuan Kerja (RASK) merupakan dokumen yang memuat anggaran pada satuan kerja perangkat daerah sebagai dasar pelaksanaan APBD.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

29. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran.

30. Dana Depresiasi adalah dana yang disisihkan untuk pengantian asset pada akhir masa umur ekonomisnya.

31. Barang Daerah adalah semua barang milik Daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

32. Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang, barang, dan atau jasa. sehingga Daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam dunia perdagangan.

33. Penghapusan adalah kegiatan atau tindakan untuk melepaskan pemilikan atau penguasaan barang daerah dengan menghapus pencatatannya dari daftar inventaris barang daerah.

34. Kegiatan multi tahunan adalah suatu kegiatan yang secara tehnis di ukur dengan skala waktu pelaksanaan dan biaya, dilaksanakan lebih dari 1 (satu) tahun anggaran.

35. Penggeseran aggaran adalah kegiatan pengalihan anggaran yang terdapat dalam dokumen anggaran satuan kerja tanpa melakukan perubahan APBD.

36. Debt Service Converrage Ratio (DSCR) adalah perbandingan antara penjumlahan Pendapatan Asli Daerah, Bagian Daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, penerimaan sumber daya alam, danbagian daerah lainnya seperti Pajak Penghaasilan perseorangan serta Dana Alokasi Umum setelah dikurangi Belanja Wajib, dengan penjumlahan angsuran pokok,bunga, dan biaya pinjaman lainnya yang jatuh tempo.

BAB II

ASPEK DAN AZAS UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Bagian Pertama A s p e k

Pasal 2

Pengelolan. Keuangan Daerah Meliputi keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, dan pertanggungjawabam temasuk fungsi pengawasan keuangan daerah yang berkaitan dengan APBD.

Bagian Kedua Azas Umum

Pasal 3

Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan, dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas Keadilan dan kepatutan.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pasal 4 (1) Pengelolaan Keuangan Daerah bersifat aspiratif terhadap kepentingan publik. (2) APBD merupakan dasar penglolaan keuangan daerah untuk tahun anggaran tertentu

yang disusun dengan pendekatan kinerja.

Pasal 5 (1) Semua Penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban dalam

tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukan dalam APBD. (2) Tahun Anggaran APBD sama dengan tahun fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara (APBN)

Pasal 6 (1) APBD, Perubahan APBD, dan perhitungan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah

dan merupakan dokumen daerah. (2) Semua Penerimaan dan Pengeluaran Daerah dalam rangka desentralisasi dicatat dan

dikelola dalam APBN. (3) Satuan uang dalam penyusunan, penetapan dan pertanggangjawaban APBD adalah mata

uang rupiah.

Pasal 7 (1) Semua Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan dianggarkan secara bruto dalam APBD. (2) Da1am penyusunan APBD, penyusunan anggaran belanja harus didukung dengan adanya

kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup.

Pasal 8 (1) Jumlah pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang

terukur secara rasional yarig dapat dicapai untuk setiap jenis pendapatan daerah. (2) Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap

jenis belanja (3) Pengguna anggaran dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk

tujuan lain yang ditetapkan dalam APBD.

Pasal 9 Semua tranksaksi Keuangan Daerah baik Penerimaan Daerah maupun Pengeluaran Daerah dilaksanakan melalui Kas Daerah, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Ketiga Pengelolaan Keuangan Daerah

Pasal 10

(1) Bupati memegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(2) Bupati melaksanakan Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Selaku Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati dapat mendelegasikan sebagian atau seluruh kewenangannya kepada Sekda dan atau Perangkat Pengelola Keuangan Daerah yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

BAB III

ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

Bagian Pertama Struktur APBD

Pasal 11

(1) Struktur APBD merupakan kesatuan yang terdiri dari

a. Pendapatan Daerah. b. Belanja Daerah. c . Pembiayaan.

(2) Struktur APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan berdasarkan bidang Pemerintahan Daerah atau fungsi.

(3) Setiap bidang Pemerintahan Daerah atau fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh Perangkat-perangkat Daerah yang bertindak sebagai pusat pertanggungjawaban sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.

Bagian Kedua

Pendapatan Daerah

Pasal 12

(1) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf a dirinci menurut Kelompok Pendapatan yang meliputi Pendapatan asli daerah , Dana Perimbangan , dan lain-lain Pendapatan yang sah.

(2) Setiap kelompok pendapatan dirinci menurut jenis pendapatan, setiap jeis pendaopatan dirinci menurut obyek pendapatan.

(3) Klasifikasi pendapatan diatur dengan Keputusan Bupati.

Bagian Ketiga Belanja Daerah

Pasal 13

(1) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf b terdiri dari

Bagian Belanja Aparatur Daerah dan Bagian Belanja Pelayanan Publik. (2) Pengklasifikasian Belanja Pelayanan Publik, sebagaimana dimaksud pada. ayat (1) di

dasarkan pada fungsi dari masing-masing satuan kerja perangkat daerah. (3) Bagian Belanja Aparatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci dalam, Belanja

Administrasi Umum, Belanja Operasional dan Pemeliharaan, Belanja Modal, Belanja Bagi hasil dan Bantuan Keuangan serta Belanja Tidak Tersangka.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(4) Setiap kelompok belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dirinci dalam jenis belanja, setiap jenis belanja dirinci menurut obyek belanja.

(5) Klasifikasi pendapatan diatur dengan Keputusan Bupati.

Bagian Keempat Belanja Bagi Hasil, Bantuan Keuangan dan Belanja Tidak Tersangka

Pasal 14

Belanja Bagi hasil dan Bantuan Keuangan sebagaimana dimaksud Pasal 13 ayat (3), pengeluaran dengan kriteria : a. Tidak menerima secara langsung imbal barang dan jasa seperti lazimnya yang terjadi

dalam transaksi pembelian dan penjualan; b. Tidak akan diterima kembali dimasa yang akan datang seperti lazimnya suatu piutang; c. Tidak mengharapkan adanya hasil seperti lazinya suatu penyertaan modal atau

investasi.

Pasal 15

(1) Belanja bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 adalah bagi hasil pajak kepada Pemerintah Kabupaten/Kota/Desa/Kelurahan dan Dinas/Instansi Vertikal lainnya.

(2) Belanja bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 adalah bantuan keuangan yang diberikan kepada : a. Dinas Instansi Vertikal dan Instansi Lainya b. Pemrintah Kabupaten / Koya c. Pemerintah Desa / Kelurahan d. Organisasi sosial Kemasyarakatan, Lembaga Keagamaan, Lembaga Pendidikan,

Mahasiswa, Pelajar dan Organisasi Profesi dan Partai Politik yang jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan keuangan Daerah.

(3) Belanja Bagi Hasil dan Bantun Keuangan kepada Desa/Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) akan diatur dengan Perda tersendiri.

Pasal 16

Pengeluaran untuk penanganan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran yang tidak terduga lainnya sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan Pemerintah yang anggaranya tidak tersedia dalam tahun anggaran yang bersangkutan dapat dibebankan pada Anggaran Belanja Tidak Tersangka.

Bagian Kelima Pembiayaan

Pasal 17

(1) Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c meliputi transaksi

keuangan untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus. (2) Pembiaayaan terdiri atas sumber pembiayaan yang merupakan Penerimaan Daerah dan

sumber pembiayaan yang merupakan Pengeluaran Daerah. (3) Jumlah Anggaran Pembiayaan sama dengan Jumlah surplus/defisit anggaran .

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Bagian Keenam Surplus dan Defisit Anggaran

Pasal 18

(1) Selisih antara Anggaran Pendapatan Daerah dan Anggaran. Belanja Daerah dapat

mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit anggaran. (2) Surplus anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi apabila. Anggaran

Pendapatan Daerah lebih besar dari Anggaran Belanja Daerah. (3) Defisit anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi apabila Anggaran

Pendapatan Daerah lebih kecil dari Anggaran Belanja Daerah.

Pasal 19 (1) Surplus Anggaran sebagaimana. dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2) dimanfaatkan antara

lain untuk Transfer ke Dana Cadangan, Pembayaran Pokok Utang, Penyertaan Modal (investasi), dan atau Sisa Perhitungan Anggaran Tahun berkenaan.

(2) Defisit Anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) dibiayai antara lain dan Sisa Anggaran Tahun Yang Lalu, Pinjaman Daerah, Penjualan Obligasi Daerah, Hasil Penjualan Barang Milik Daerah yang dipisahkan, Transfer dari Dana Cadangan.

(3) Sisa Perhitungan Anggaran Tahun Berkenaan merupakan selisih lebih dari Surplus/Defisit ditambah dengan Pos Penerimaan Pembiayaan dikurangi dengan Pos Pengeluaran Pembiayaan. Daerah.

Bagian Ketujuh

Dana Cadangan dan Dana Depresiasi

Pasal 20 (1) Pemerintah Daerah dapat membentuk Dana Cadangan. (2) Pembeentukan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk

membiayai kebutuhan dana yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran (3) Tujuan pembentukan, jumlah, sumber dana serta program kegiatan yang dibiayai dari

cadangan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 21 (1) Pemerintah Daerah dapat membentuk Dana Depresiasi. (2) Pembentukan Dana Depresiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung

berdasarkan Metode garis lurus berdasarkan umur ekonomis. (3) Pembentukan Dana Depresiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan

kemampuan keuangan daerah. (4) Pembentukan jumlah sumber dana serta jenis penggantian aktiva tetap yang di biayai dari

dana Depresiasi ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 22 (1) Pembentukan dana cadangan dan dana depresiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20

dan Pasal 21 dibentuk dari konstribusi tahunan dari penerimaan APBD.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(2) Pembentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperkenankan menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK), Pinjaman Daerah dan Dana Darurat.

Bagian Kedelapan

Anggaran Multi Tahunan

Pasal 23

(1) Pemerintah Daerah dengan persetujuan DPRD dapat menyelenggarakan kegiatan dengan anggaran multi tahunan (multi years).

(2) Alokasi anggaran untuk kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perioritas yang harus ditetapkan pada setiap tahun anggaran selama pelaksanaannya.

(3) Mekanisnie alokasi anggaran dan pelaksanaan kegiatan multi tahunan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Kesembilan

Pinjaman Daerah dan Kerjasama Daerah

Pasal 24 (1) Pemerintah Daerah dengan persetujuan DPRD dapat mengadakan:

a. Pinjaman, baik yang bersumber dari dalam negeri maupun luar negeri dengan prinsip ke hati-hatian ; b. Kerjasama, baik dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi lain, Pomerintah

Kabupaten / Kota, Badan / Lembaga di dalam negeri dan atau dengan Badan / Lembaga diluar negeri maupun dengan pihak ketiga lainnya dengan prinsip saling menguntungkan.

(3) Jenis pinjaman sebagaimana pada ayat (1) huruf a penggunaanya diatur sebagai berikut : a. Pinjaman jangka panjanghanya digunakan untuk membiayai pembangunan sarana dan

prasarana yang merupakan aset Daerah dan dapat menghasilkan penerimaan untuk pembayaran kembali serta memberi manfaat bagi pelayanan masyarakat ;

b. Pinjaman jangka panjang tidak boleh digunakan untuk Belanja Administrasi Umum dan Belanja Operasional dan Pemeliharaan ;

c. Pinjaman jangka pendek digunakan hanya untuk pengaturan arus kas dalam rangka pengelolaan keuangan daerah.

Pasal 25

(1) Kewajiban yang timbul akibat jatuh tempo atas pinjaman Daerah merupakan prioritas

untuk dianggarkan dalam APBD. (2) Penerimaan pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) dan pembayaran

sebagaimana diatur pada ayat (1) dicantumkan pada Anggaran Pembiayaan.

Pasal 26 Pemerintah Daerah dilarang melakukan perjanjian yang bersifat penjaminan yang Mengakibatkan beban atas keuangan Daerah

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pasal 27 (1) Batas maksimum jumlah pinjaman jangka panjang wajib memenuhi 2 (dua) ketentuan

sebagai berikut: a. jumlah kumulatif pokok pinjaman daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 75 %

(tujuh puluh lima persen) dari penerimaan umum APBD tahun sebelumnya ; b. Berdasarkan proyeksi penerimaan serta pengeluaran daerah tahunan selama jangka

waktu pinjaman, Debt Service Coverage Ratio (DSCR) paling sedikit 2,5 (dua setengah).

(2) Batas maksimum pinjaman jangka pendek adalah 1/6 (satu per enam) jumlah APBD tahun anggaran berjalan, dengan mempertimbangkan kecukupan penerimaan daerah untuk membayar kembali pinjaman tersebut pada waktunya.

(3) Tata cara pengelolaan pinjaman daerah diitetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 28

Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayal (1) huruf b dilaksanakan sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kesepuluh Investasi

Pasal 29

Dengan persetujuan DPRD Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi dalam bentuk penyertaan modal pembelian saham atau bentuk investasi lainnya sepanjang hal tersebut menguntungkan bagi daerah dan memberikan manfaat bagi peningkatan pelayanan masyarakat.

BAB IV PENYUSUNAN APBD

Bagian pertama

Proses Penyusunan APBD

Pasal 30 (1) Pemerintah Daerah bersama-sama dengan DPRD menyusun Arah dan kebijakan Umum

APBD paling lambat 5 (lima) bulan sebelum tahun anggaran dimulai, yang dituangkan dalam suatu Nota Kesepakatan.

(2) Penyusunan Arah dan Kebijakan Umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Rencana Strategis Daerah, atau dokumen perencanaan lainnya, hasil Penyaringan Aspirasi Masyarakat, Pokok-pokok Pikiran DPRD, dan kebijakan Keuangan Daerah.

(3) Berdasarkan Arah dan Kebijakan Umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat 1 Pemerintah Daerah menyusun strategi dan Priorias APBD paling lambat 4 (empat) bulan sebelum tahun anggaran dimulai.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pasal 31

(1) APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) memuat :

a. Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja; b. Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen

kegiatan yang bersangkutan; c. Bagian pendapatan APBD yang membiayai administrasi umum, belanja operasi,

pemeliharaan sarana dan prasarana publik,serla belanja modal. (2) Untuk mengukur kinerja keuangan dalam penyusunan APBD, Pemerintah Daerah mengembangkan standar analisa belanja, tolak ukur kinerja, standar biaya dan standar

pelayanan mininimal yang ditentukan lebih lanjut dengan surat Keputusan Bupati.

Pasal 32 (1) Berdasarkan strategis dan prioritas APBD, sebagaimana dimaksud dalam pasal 30 ayat

(3) Satuan Kerja Perangkat Daerah menyusun anggaran yang dituangkan dalam Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK).

(2) Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK) sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bertanggungjawab atas perencanaan untuk dievaluasi dan dibahas oleh Tim Anggaran Eksekutip.

(3) Rencana Anggaran Satuan Kerja yang telah dievaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.

(4) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan pada Satuan Kerja Perangkat Pengalola Keuangan Daerah sebagai bahan Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.

Pasal 33

Mekanisme, tahapan penyusunan APBD serta tata cara pembahasan RASK ditetapkan dengan Keputusan Bupati .

Bagian Kedua Proses Penetapan APBD

Pasal 34

(1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD pada

minggu pertama bulan Desember. (2) Penyampaian Rancangan Peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai

Nota Keuangan/Penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya. (3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari:

a. Ringkasan APBD ; b. Rincian APBD ; c. Daftar Rekapitulasi APBD berdasarkan Bidang Pemerintahan dan Perangkat Daerah ; d. Diftar Jumlah Pegawai per Golongan dan per Jabatan ; e. Daftar Piutang Daerah ; f. Daftar Pinjaman Daerah; g. Daftar Investasi (Penyertaan Modal Daerah) ; h. Daftar Ringkasan Nilai AktivaTetapDaerah ;

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

i. Daftar Dana Cadangan ;

Pasal 35 Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan sesuai dengan tata tertib DPRD.

Pasal 36 (1) Apabila rancangan, APBD tidak disetujui DPRD, Pemerintah Daerah berkewajiban

menyempurnakan APBD tersebut yang harus disampaikan kembali kepada DPRD dalam waktu selambat - lambatnya 1 (satu) bulan;

(2) Apabila penyempurnaan rancangan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak disetujui DPRD, Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran setinggi tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.

Pasal 37

(1) Penetapan APBD dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah

APBN ditetapkan dan merupakan dokumen Daerah. (2) Peraturan Daerah tentang Penetapan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditindak lanjuti dengan Keputusan Bupati tentang Penjabaran APBD.

Pasal 38 (1) Berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD sebagaimana dimaksud pada pasal 37 ayat

(1), Bupati menetapkan Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK) paling lambat 1 (satu) bulan setelah ditetapkan Perda APBD.

(2) Dokumen Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan setiap perangkat daerah sebagai dasar pelaksanaan Anggaran.

(3) Klasifikasi Pendapatan dan Belanja pada Dokumen Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) sampai dengan rincian obyek.

BAB V

PERUBAHAN APBD

Bagian Pertama Penyusunan Perubahan APBD

Pasal 39

(1) Perubahan APBD dilakukan sehubungan dengan:

a. Kebijakan Pemerintah Pusat dan atau Pemetintah Daerah yang bersifat strategis; b. Penyesuaian akibat tidak tercapainya atau terlampauinya target penerimaan daerah

yang ditetapkan; c. Terjadinya kebutuhan mendesak.

(2) Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dilakukan berdasarkan Laporan Realisasi Semester Pertama APBD dan Proyeksi untuk 6 (enam) bulan berikutnya.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(3) Pemerintah bersama DPRD membahas prakiraan perubahan atas APBD anggaran tahun yang bersangkutan.

(4) Berdasarkan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati menetapkan Keputusan tentang perubahan sebagai pedoman bagi satuan kerja perangkat Daerah dalam penyusunan usulan perubahan program, kegiatan dan anggaran.

Pasal 40

(1) Berdasarkan pedoman perubahan yang telah ditetapkan oleh Bupati sebagaimana

dimaksud dalam pasal 39 ayat (4) Satuan Kerja menyusun usulan perubahan melalui Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK).

(2) Rencana Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada satuan kerja perangkat daerah yang bertanggungjawab menyusun anggaran untuk dibahas dalam rangka penyusunan Rancangan Perubahan APBD.

(3) Hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan kedalam Rancangan Perubahan APBD.

Bagian Kedua

Penetapan Perubahan APBD

Pasal 41

(1) Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD kepada DPRD untuk dimintakan persetujuan paling lambat 4 (empat) bulan sebelum tahun anggaran berakhir.

(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di sertai Nota Keuangan/Penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya.

(3) Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari : a. Ringkasan Perubahan APBD; b. Rincian Perubahan APBD; c. Daftar Rekapitulasi APBD berdasarkan Bidang Pemerintahan dan Perangkat Daerah ; d. Daftar Jumlah Pegawai per Golongan dan per Jabatan ; e. Daftar Piutang Daerah ; f. Daftar Pinjaman Daerah ; g. Daftar Investasi (Penyertaan Modal Daerah) ; h. Daftar Dana Cadangan ; i. Neraca Daerah Tahun Anggaran yang lalu.

Pasal 42 Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD oleh DPRD dilaksanakan sesuai tata tertib DPRD.

Pasal 43 (1) Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD yang telah disetujui oleh DPRD, untuk

ditetapkan menjadi Perda selanjutnya, disahkan oleh Bupati paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran berakhir.

(2) Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditindak lanjuti dengan Keputusan Bupati tentang Penjabaran Perubahan APBD.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pasal 44

(1) Berdasarkan Peraturan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2), Bupati

menetapkan Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK) paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran berakhir.

(2) Dokumen Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat Pendapatan Belanja dan biaya setiap perangkat Daerah sebagai dasar pelaksanaan perubahan anggaran.

(3) Klasifikasi Pendapatan Belanja dan biaya pada Dokumen Anggaran Satuan Kerja sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dan (2) sampai dengan rincian obyek.

BAB VI

PENATA USAHAAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Bagian Pertama Penetapan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah

Pasal 45

(1) Bupati sebagai Pemegang Kekuasaan Umum Keuangan Daerah menetapkan para pejabat

pengelola keuangan daerah paling lambat 1 (satu) bulan setelah penetapan APBD. (2) Pejabat yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

pasal ini adalah sebagai berikut : a. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Keputusan Otorisasi (SKO); b. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Permintaan Pembayaran (SPP); c. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM); d. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Cek; e. Pejabat yang diberi wewenang mengesahkan Surat Pertanggungjawaban (SPJ); f. Pejabat yang diberi wewenang mengelola penerimaan dan pengeluaran Kas Daerah

serta segala bentuk kekayaan daerah lainnya, yang selanjutnya disebut Bendaharawan Umum Daerah;

g. Pejabat yang diserahi tugas melaksanakan kegiatan kebendaharawanan dalam rangka pelaksanaan APBD di setiap Unit Kerja Pengguna Anggaran Daerah yang selanjutnya disebut Pemegang Kas;

h. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani surat bukti dasar pemungutan pendapatan daerah ;

i. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Bukti Penerimaan Kas dan Bukti Pendapatan Lainnya yang sah;

j. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani dan atau mengesahkan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran kas; dan

k. Pejabat yang diberi wewenang menandatangani ikatan atau perjanjian dengan Pihak Ketiga yang mengakibatkan pendapatan dan pengeluaran APBD.

Pasal 46

Pemerintah dalam keadaan darurat dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya di usulkan dalam rancangan perubahan APBD dan atau disampaikan dalam Laporan Realisasi Anggaran.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Bagian Kedua Prinsip - prinsip Pengelolaan Kas

Pasal 47

(1) Bendahara Umum Daerah menyimpan uang milik Daerah pada Bank yang sehat dengan

cara membuka Rekening Kas Daerah yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (2) Bendahara Umum Daerah menatausahakan kas dan melaporkan pertanggungjawaban

kepada Bupati.

Pasal 48 (1) Bendaharawan Umum dengan persetujuan Bupati dapat mendepositokan uang milik

daerah yang sementara belum digunakan pada Bank Pemerintah yang sehat sepanjang tidak mengganggu likuditas keuangan daerah.

(2) Bunga Deposito, bunga atas penempatan uang di Bank, dan jasa giro merupakan pendapatan daerah.

Bagian Ketiga

Penerimaan APBD

Pasal 49 (1) Setiap perangkat Daerah yang mempuyai tugas memungut atau menerima pendapatan

wajib melaksanakan intensikasi pemungutan pendapatan. (2) Pemungutan Pajak dan Retrebusi sesuai dengan ketentuan. (3) Semua manfaat yang bernilai uang berupa komisi, rabat, potongan, bunga atau nama lain

sebagai akibat pengadaan barang dan jasa, penyimpanan dan atau penempatan uang daerah merupakan pendapatan daerah.

(4) Semua Penerimaan Daerah disetor sepenuhnya dan tepat waktu ke Kas Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 50

(1) Semua Penerimaan Daerah dalam rangka desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD. (2) Semua transaksi Keuangan Daerah baik Penerimaan Daerah dilaksanakan melalui Kas

Daerah.

Pasal 51 Penerimaan Daerah dalam suatu Tahun Anggaran adalah seluruh jumlah uang yang merupakan penerimaan daerah yang selama tahun itu dimasukkan dalam Kas Daerah.

Pasal 52 (1) Penerimaan Kas yang berkaitan dengan koreksi dari pengeluaran yang telah diselesaikan

melalui Surat Perintah Membayar (SPM ) dibukukan sebagai pengurangan atas Pos Belanja yang berhubungan.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(2) Penerinman-penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tejadi setelah Tahun Anggaran ditutup, dimasukkan pada Tahun Anggaran berikutnya dan dibukukan pada Kelompok Pendapatan Asli Daerah, Jenis lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Pasal 53

Penerimaan Kas yang berasal dari pungutan atau potongan yang akan disetor kepada fihak ketiga dibukukan pada Pos Hutang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK).

Bagian Keempat Pengeluaran APBD

Pasal 54

(1) Tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD tidak dapat dilakukan

sebelum Peraturan Daerah tentang APBD diselujui oleh DPRD dalam tahun yang berkenaan.

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap biaya-biaya tetap, dan belanja lainnya yang sifatnya menunjang pelaksanaan operasional Pemerintah Daerah.

Pasal 55

Pengeluaran Daerah dalam suatu Tahun Anggaran adalah seluruh jumlah uang yang merupakan pengeluaran daerah yang selama tahun itu dikeluarkan dari Kas Daerah.

Pasal 56 Setiap orang yang diberi kewenangan menandatangani dan atau mengesahkan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran kas, bertanggungjawab atas kebenaran dan akibat dari penggunaan bukti tersebut.

Pasal 57 (1) Setiap pembebanan APBD harus didukung oleh bukti-bukti yang lengkap dan sah

mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. (2) Setiap pengeluaran atas beban APBD diterbitkan Surat Keputusan Otorisasi (SKO) atau

surat keputusan lainnya yang disahakan dengan itu oleh pejabat yang benwenang. (3) Pengguna Anggaran mengajukan Surat Permintaan. Pembayaran (SPP) untuk

melaksanakan pegeluaran. (4) Pembayaran yang membebani APBD dilakukan dengan Surat Perintah Membayar (SPM). (5) Bendahara Umum Daerah membayar berdasarkan Surat Perintah Membayar.

Pasal 58 (1) Pengeluaran Kas dilakukan dengan sistem beban tetap dan pengisian kas. (2) Pengeluaran Kas dengan Sistim Beban Tetap sebagaimana (dimaksud pada ayat (1) dapat

dilakukan antara lain untuk keperluan : a. Belaja Pegawai ; b. Belanja Perjalanan Dinas sepanjang mcngenai pesangon;

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

c. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan; d. Pembayaran Pokok Pinjaman, Biaya Bunga dan Biaya Administrasi; e. Pelaksanaan Pekerjaan oleh fihak Ketiga; f. Pembelian Barang an Jasa; dan g. Pembelian Barang dan bahan untuk pekerjaan yang dilaksanakan sendiri yang jenis

dan nilainya ditetapkan oleh Bupati. (3) Pengeluaran Kas dengan cara Pengisian Kas dapat dilakukan untuk pengeluaran yang

berjumlah kecil dan atau pengeluaran yang direncanakan. (4) Setelah berakhir tahun anggaran Saldo Uang Untuk Dipertanggung Jawabkan (UUDP)

disetor ke Kas Daerah paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Pasal 59 (1) Penggunaan anggaran tidak tersangka dilakukan dengan persetujuan Bupati dan

diberitahukan kepada DPRD paling lambat 1 (satu) bulan terhitung sejak tanggal penggunaanya

(2) Pengeluaran tentang pengembalian Pajak dan penerimaan yang bukan menjadi hak dikurangkan dari penerimaan yang sejenis pada tahun anggaran terjadinya pengeluaran tersebut.

(3) Pengeluaran tentang pengembalian pajak dan penerimaan yang bukan menjadi hak setelah tahun anggaran dibebankan pada belanja tidak tersangka.

Bagian Kelima

Penggeseran Anggaran

Pasal 60 (1) Penggeseran Anggaran pada satuan kerja perangkat daerah dapat dilakukan dengan

ketentuan sebagaimana diatur pada ayat (2). (2) Penggeseran Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagai berikut :

a. Untuk Kelompok Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasional dan Pemeliharaan; 1. Penggeseran jenis belanja dapat dilakukan setelah ada persetujuan DPRD. 2. Penggeseran obyek belanja dalarn satu jenis belanja dapat dilakukan setelah ada

persetujuan dari Bupati. 3. Penggeseran rincian obyek, belanja dalam satu jenis belanja dapat dilakukan

o1eh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah dan dilaporkan kepada Bupati b. Untuk Belanja Modal ;

1. Penggeseran rincian pengeluaran satu kegiatan dengan kegiatan lain dapat dilakukan setelah ada persetujuan DPRD.

2. Penggeseran rincian pengeluaran dalam satu kegiatan dengan kegiatan lain dapat dilakukan setelah ada persetujuan DPRD.

3. Penggeseran sebagaimana dimaksud pada point (b) hanya dapat dilakukan di dalam satu program.

(3) Hal-hal yang berkenaan dengan prosedur dan tata cara pelaksanaan penggeseran Anggaran dilakukan dengan Keputusan Bupati dengan berpedoman kepada Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Bagian Keenam P e m b i a y a a n

Pasal 61

Jumlah Sisa Perhitungan Anggaran tahun berkenaan di Tahun Anggaran yang lalu dipindahbukukan pada kelompok Pembiayaan, Jenis Penerimaan Daerah, Obyek Sisa Lebih Anggaran tahun lalu.

Pasal 62

(1) Dana Cadangan dan dana Depresiasi dibukukan. dalarn rekening tersendiri atas nama Pemerintah Daerah dikelola oleh Bendahara Umum Daerah.

(2) Dana Cadangan dan dana Depresiasi tidak dapat digunakan untuk membiayai program atau kegiatan lain diluar yang telah ditetapkan.

(3) Pelaksanaan program atau kegiatan yang di biayai dari Dana Cadangan dan dana Depresiasi dilakukan apabila Dana Cadangan yang disisihkan telah niencukupi atau kegiatan penggantian aset akan dilaksanakan pada tahun anggaran yang bersangkutan.

(4) Untuk melaksanakan program atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dana Cadangan dan dana Depresiasi dimaksud terlebih dahulu dipindah bukukan ke Rekening Daerah.

(5) Penatausahaan pelaksanaan program atau kegiatan yang dibiayai dari dana Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperlukan sama dengan penatausahaan pelaksanaan program atau kegiatan lainnya.

Pasal 63

(1) Pinjaman Daerah jangka pendek dan jangka panjang disalurkan melalui rekening Kas

Daerah. (2) Penatausahaan pelaksanaan program atau kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman Daerah

diperlakukan sama dengan piñata usahaan pelaksanaan program/kegiatan lainya. (3) Semua penerimaan dan kewajiban dalam rangka Pinjaman daerah dicantumkan dan

dilaporkan dalam Daftar Pinjaman Daerah.

Bagian Ketujuh Pengelolaan pada Pengguna Anggaran

Pasal 64

(1) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah beitanggungiawab atas teitib penatausahaan

anggaran yang dialokasikan pada unit kerja yang di pimpinya. (2) Dasar pelaksanaan anggaran pada Satuan Kerja Perangkat Daerah adalah Dokumen

Anggaran Satuan Kerja.

Pasal 65 (1) Paling lambat I (satu) bulan setelah penetapan APBD Kepala Satuan Kerja perangkat

daerah lembaga teknis daerah menetapkan a. Pimpinan Kegiatan ; b. Pembantu Pemegang Kas.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(2) Pimpinan Kegiatan bertanggung jawab atas kebenaran laporan dan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan.

Pasal 66

(1) Kepala Satuan Kerja perangkat daerah/lembaga teknis berwenang menandatangani dan

mengesahkan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran kas. (2) Wewenang menandatangani atau mengesahkan surat bukti yang menjadi dasar

pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk belanja administrasi umum dan pengeluaran dengan cara pengisian kas untuk belanja operasional dan pemeliharaan dapat dilimpahkan kepada pejabat lain.

Bagian Kedelapan

Pemegang Kas

Pasal 67 (1) Di setiap Perangkat Daerah ditunjuk I (satu) Pemegang Kas yang melaksanakan tata

usaha kegiatan kebendaharaan. (2) Pemegang Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jabatan non struktural

fungsional dan tidak boleh merangkap sebagai pejabat pengelola keuangan daerah lainnya.

(3) Dalam melaksanakan tata usaha keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang Kas dibantu oleh beberapa Pembantu Pemegang Kas.

Pasal 68

(1) Pemegang Kas dilarang menggunakan uang yang diterimanya secara langsung untuk

membiavai pengeluaran satuan kerja perangkat daerah terkecuah yang diatur dengan peraturan Daerah.

(2) Pemegang Kas wajib menyetorkan seluruh uang yang diterimanya ke Bank atas nama Rekening Kas Daerah tepat waktu sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Bagian Kesembilan

Pengadaan Barang dan Jasa

Pasal 69

(1) Prinsip-prinsip pengadaan barang dan jasa atas beban APBD adalah mendapatkan barang dari jasa yang efisiensi, efektivitas, kompetitif, transparan, tidak diskriminatif, serta akuntabel.

(2) Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan sebagaimana berikut : a. Pengadaan barang/jasa pemborongan dan jasa lainya dilaksanakan melalui ;

1. Pelelangan ; atau 2. Pemilihan Langsung ; atau 3. Penunjukan Langsung ; atau 4. Swakelola

b. Pelaksanaan pengadaan jasa konsultasi dapat dilakukan melalui : 1. Seleksi umum ; atau

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

2. Seleksi langsung ; atau 3. Penunjukan langsung.

(3) Prosedur dan mekanisme pengadaan barang dan jasa di atur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati dengan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kesepuluh

Pengelolaan Aset Daerah

Pasal 70 (1) Aset berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari

APBD, maupun yang berasal dari hibah, bantuan, sumbangan, penguasaan (beher), dan kewajiban Pihak Ketiga dan tukar guling dicatat datam Daftar Aset Daerah sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(2) Satuan Kerja Perangkat Daerah wajib mengelola dan bertanggungjawab atas pengamanan aset daerah yang berada dalam kewenangannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Dalam hal pengelolaan aset daerah menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut menjadi Pendapatan Asli Daerah dan disetor ke Kas Daerah.

(4) Satuan Kerja Perangkat Daerah pengguna aset setiap triwulan melaporkan mutasi aset kepada Bendaharawan Umum Daerah.

Pasal 71

Penatausahaan aset daerah dan penyimpanan seluruh bukti sah kepemilikan atau sertifikat atas kekayaan daerah dilakukan oleh Bendahara Umum Daerah.

Pasal 72 Aset Daerah yang dicuri atau hilang, rusak atau musnah, dapat hapuskan dari pembukuan dan daftar inventaris aset daerah sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 73 (1) Penghapusan barang tidak bergerak dan kendaraan bermotor ditetapkan. Dengan

Keputusan Bupati setelah mendapatkan persetujuan DPRD. (2) Penghapusan bangunan yang akan dibangun kembali (rehabilitasi total) sesuai

peruntukan semula yang sifatnya mendesak atau membahayakan ditetapkan dengan Keputusan Bupati dan diberitahukan kepada DPRD.

(3) Penghapusan barang bergerak kecuali kendaraan bermotor ditetapkan dengan Keputusan Bupati dan diberitahukan kepada DPRD.

(4) Pelapasan hak atas tanah dan bangunan milik daerah dengan cara ganti rugi dan atau tukar menukar harus mendapat persetujuan DPRD.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Bagian Kesebelas Penatausahaan dan Akuntansi Keuangan Daerah

Pasal 74

(1) Penatausahaan dan akuntansi Keuangan Daerah berpedoman kepada standar akuntansi

keuangan pemerintah yang berlaku. (2) Penatausahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi; proses pencatatan,

penggolongan, penafisiran, peringkasan transaksi atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangan dalam rangka pelaksanaan APBD, dilaksanakan sesuai dengan standar akuntansi keuangan pemerintahan.

(3) Pedoman Sistem Akuntansi Keuangan Daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (4) Dalam Keputusan Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) termasuk juga

Kebijakan Akuntansi yang mengatur perlakuan akuntansi untuk menjamin konsistensi pelporan keuangan daerah.

BAB VII

KEDUDUDUKAN KEUANGAN BUPATI, WAKIL BUPATI DAN DPRD

Bagian Pertama Kedudukan Keuangan Bupati dan Wakil Bupati

Pasal 75

(1) Bupati dan Wakil Bupati diberikan gaji yang terdiri dari gaji pokok, tunjangan jabatan

dan tunjangan lainnya. (2) Untuk pelaksanaan tugas-tugas Bupati dan Wakil Bupati disediakan biaya operasional

dan biaya penunjang operasional. (3) Besarnya gaji dan penunjang operasional sebagimana dimaksud ada ayat (1) dan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku sedang biaya operasional sesai dengan rencana dan kebutuhan.

(4) Jumlah biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diusulkan dalam Rencana Anggaran Satuan Kerja sedang dasar pelaksanaan termuat dalam Dokumen Anggaran Satuan Kerja.

(5) Anggaran Belanja Bupati dan Wakil Bupati merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari APBD.

Bagian Kedua

Kedudukan Keuangan DPRD

Pasal 76 (1) Pimpinan dan anggota DPRD menerima penghasilan tetap. (2) Anggota DPRD dalam kedudukannya sebagai Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan

Anggota Panitia diberikan Tunjangan Panitia. (3) Pimpinan dan Anggota DPRD diberi Tunjangan Kesehatan. (4) Pimpinan dan Anggota DPRD yang meninggal dunia, kepada ahli waris diberikan Uang

duka. (5) Pimpinan dan Anggota DPRD dapat diseediakan pakaian dinas.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pasal 77 Jenis penghasilan tetap besarnya penghasilan tetap, tunjangan panitia, tunjangan kesehatan dan uang duka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) sampai ayat (4) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah.

Pasal 78 (1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas DPRD pada Belanja Sekretariat DPRD, disediakan

biaya kegiatan dan biaya penunjang kegiatan. (2) Basarnya biaya kegiatan sesuai dengan rencana dan kebutuhan sedang penunjang

kegiatan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 79 (1) Jumlah biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dan Pasal 78 diusulkan dalam

Rencana Anggaran Satuan Kerja sedang dasar pelaksanaannya termuat dalam Dokumen Anggaran Satuan Kerja.

(2) Rencana anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh pimpinan dewan dan Sekretaris DPRD.

(3) Pongelolaan, Penatausahaan anggaran DPRD dilakukan oleh Sekretariat DPRD dengan berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(4) Anggaran Belanja DPRD dan Sekretariat DPRD merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari APBD.

BAB VIII

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH

Bagian Pertama Laporan Penguna Anggaran

Pasal 80

(1) Setiap akhir bulan Kepala Satuan Kerja Pengguna Anggaran wajib menyampaikan

Laporan Keuangan Penggunaan Anggaran kepada Bupati. (2) Laporan Keuangan Peenggunaan Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

menggambarkan tentang pencapaian kinerja program dan kegiatan, kemajuan realisasi pencapaian target pendapatan, dan realisasi penyerapan belanja.

(3) Bentuk, Isi, Mekanisme dan prosedur pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 81

Paling lambat 1 (satu) bulan setelah berakhir tahun anggaran Kepada Satuan Kerja pengguna anggaran melaporkan kinerja satuan kerja yang bersagkutan berdasarkan Rencana Strategis Keputusan Bu pati.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Bagian Kedua Laporan Keuangan Semester

Pasal 82

(1) Pemerintah Daerah menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama APBD dan Prognosis

6 (enam) bulan berikutnya dan disampaikan kepada DPRD selambat-lambatnya pada akhir juli tahun anggaran yang bersangkutan.

(2) Untuk penyajian informasi pelaksanaan APBD Pemerintah Daerah dapat membuat laporan dengan kebutuhan selain dari laporan yang dimaksud pada ayat (1)

(3) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Bagian Ketiga

Laporan Keuangan Akhir Tahun

Pasal 83 (1) Setelah Tahun Anggaran berakhir, Bupati menyusun Laporan Pertanggungjawaban

Keuangan Daerah setidak-tidaknya meliputi: a. Laporan Perhitungan APBD; b. Nota Perhitungan APBD / Catatan atas Laporan Keuangan c. Laporan Aliran Kas; dan d. Neraca Daerah.

(2) Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengungkapkan ; a. Secara wajar dan menyeluruh dari Kegiatan Pemeritah Daerah, pencapaian kinerja

keuangan daerah dan pemanfaatan sumber daya ekonomis serta ketaatan terhadap Peraturan Perudang-undangan;

b. Perbandingan antara realisasi anggaran serta penyebab terjadinya selisih antara a. realisasi dengan anggarannya; c. Konsistensi penyusunan laporan keuangan antara satu periode dengan periode

akuntansi sebelumnya; d. Perubahan kebijakan akuntansi yang diterapkan; e. Transaksi atau kejadian penting yang terjadi setelah tanggal tutup buku yang

mempengaruhi kondisi keuangan; dan f. Catatan-catatan terhadap isi laporan keuangan dan informasi tambahan lainnya yang

diperlukan yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaporan keuangan.

Pasal 84

(1) Nota perhitungan APBD disusun berdasarkan laporan perhitungan APBD. (2) Nota perhitungan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat ringkasan

realisasi pendapatan Daerah, belanja daerah dan pembiayaan serta kinerja Keuangan daerah yang mencakup antara lain : a. Pencapaian kinerja daerah dalam rangka melaksanakan program yang direncanakan

dalam APBD tahun anggaran berkenaan, berdasarkan rencana strategi ; b. Pencapaian kinerja pelayanan yang dicapai ;

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

c. Bagian belanja APBD yang digunakan untuk membiayai administrasi umum, kegiatan operasional dan pemeliharaan serta belanja modal untuk aparatur daerah dan pelayanan public ;

d. Bagian belanja APBD yang digunakan untuk anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah termasuk Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ; dan

e. Posisi dana cadangan.

Pasal 85 (1) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD disampaikan oleh Bupati

kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk dimintakan persetujuan . (2) Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD sebagaimana dimaksud pasa ayat (1)

ditindaklanjuti dengan Keputusan Bupati tentang Penjabaran Perhitungan APBD . (3) Penjabaran Perhitungan APBD sebagaimana pada ayat (2) dilengkapi dengan Lampiran-

lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Keputusan Bupati tersebut.

BAB IX

PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH

Bagian Pertama Umum

Pasal 86

(1) Bupati mempertanggungjawaban pengelolaan keuangan daerah kepada DPRD. (2) Pertanggungjawaban sebagiamana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari atas :

a. Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran ; b. Pertanggungjawaban akhir masa jabatan ;

Pasal 87

(1) Pertanggungjawaban Bupati dinilai berdasarkan tolok ukur Rencana Strategik Daerah. (2) Rencana Stratejik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan

Peraturan Daerah.

Bagian Kedua Pertanggungjawaban Akhir Tahun Anggaran

Pasal 88

(1) Bupati menyusun laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran sebagaimana

dimaksud pada pasal 83 dalam satu dokumen. (2) Laporan Pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling

lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran atau 6 (enam) bulan setelah diperiksa oleh 13 Badan Pemeriksa Keuangan untuk dinilai sesuai dengan mekanisme dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) waktu penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

Pasal 89 (1) Penilaian oleh DPRD atas pertanggungjawaban Bupati paling lambat selesai 1 (satu)

bulan setelah tanggal dokumen pertanggungjawaban akhir tahun anggaran diserahkan. (2) Apabila dalam 1(satu) bulan sejak tanggal penyerahan dokumen penilaian oleh DPRD

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum selesai, pertanggungjawaban akhir tahun anggaran tersebut dianggap diterima.

Pasal 90

(1) Apabila pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada Pasal 89 ditolak, Bupati harus

melengkapi dan atau menyempurnakan pertanggungjawaban tersebut dalam waktu paling lambat 1 (satu) bulan sejak hari penolakan disampaikan oleh DPRD.

(2) DPRD melakukan penilaian atas laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran yang telah disempurnakan paling lambat selesai 1 (satu) bulan setelah laporan tersebut diserahkan dan apabila melewati batas waktu tersebut maka pertanggungjawaban akhir tahun anggaran tersebut dianggap diterima.

Bagian Ketiga

Pertanagungjawaban Akhir Masa Jabatan

Pasal 91 Pertanggungjawaban masa jabatan merupakan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas-tugas umum Pemerintah dan pembangunan yang merupakan kinerja Bupati berdasarkan tolok ukur Rencana Stratejik.

Pasal 92 (1) Pertanggungjawaban akhir masa jabatan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku. (2) Dokumen pertanggungjawaban akhir masa jabatan dinilai oleh DPRD sesuai dengan

mekanisme dan ketentuan yang berlaku. (3) Penilaian oleh DPRD paling lambat selesai 1 (satu) bulan setelah dokumen diserahkan,

dan apabila dalam 1 (satu) bulan sejak tanggal penyerahan penilaian oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah belum selesai, pertanggungjawaban akhir masa jabatan tersebut dianggap diterima.

BAB X

PENGAWASAN

Bagian Pertama Pengawasan

Pasal 93

(1) Untuk menjamin kinerja atas pencapaian sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dalam

Rencana Strategi Kabupaten, DPRD melakukan pengawasan atas Pelaksanaan APBD sesuai dengan.peraturan perundang-undangan yang berlaku.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan bersifat pemeriksaan tetapi pengawasan yang lebih ditujukan untuk menjamin kinerja atas pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam APBD.

(3) DPRD dalam melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menerima hasil yang dilakukan oleh Aparat Pengawasan melalui Bupati.

(4) Apabila dipandang perlu, dalam rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat meminta aparat pengawasan fungsional untuk melakukan pemeriksaan terhadap kasus-kasus tertentu.

Pasal 94

(1) Untuk meningkatkan efesiensi dan efektivitas dalam pengelolaan keuangan daerah, Bupati menugaskan Badan Pengawasan Daerah untuk pemeriksaan internal.

(2) Pemeriksaan Internal sebagaimana dimakstud pada ayat (1) mencakup seluruh aspek Keuangan Daerah termasuk pemeriksaan tata laksana penyelenggaraan program, kegiatan dan Manajemen Pemerintahan Daerah.

(3) Perencanaan dan pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah.

(4) Pejabat pengawasan internal tidak diperkenankan merangkap jabatan lain di Pemerintah Daerah.

(5) Jabatan lain sebagaimana dimaksud ayat (4) termasuk menjadi anggota tim atau panitia dalam rangka pelaksanaan APBD.

Pasal 95

Bupati wajib memberikan ijin kepada aparat pengawas selain pejabat pengawas internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan fungsi pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah.

BAB XI KERUGIAN KEUANGAN DAERAH

Pasal 96

(1) Setiap kegiatan keuangan daerah baik yang langsung maupun tidak langsung sebagai

akibat perbuatan melanggar hukum atau kelalaian harus diganti oleh yang bersalah dan atau yang lalai.

(2) Setiap Pimpinan Perangkat Daerah dan Sekretaris DPRD wajib segera melaporkan kepada Bupati kerugian keuangan daerah yang terjadi di lingkungannya.

(3) Bupati wajib melakukan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi atas setiap kerugian keuangan daerah yang diakibatkan oleh perbuatan melanggar hukum atau kelalaian pejabat pengelola keuangan daerah.

(4) Penyelesaian kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undngan yang berlaku.

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id

BAB XII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 97

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku semua kebijakan daerah yang sama dengan Peraturan Daerah ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan atau diganti dengan kebijakan baru berdasarkan Peraturan Daerah ini.

Pasal 98

Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 99 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahui, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Lampung Utara.

Disahkan di Kotabumi Pada tanggal 18 November 2003

BUPATI LAMPUNG UTARA,

HAIRI FASYAH

Diundangkan di Kotabumi pada tanggal 18-11 2003 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA Ir. H. MARAMIS SYU'KRI, M, MH PEMBINA UTAMA MUDA NIP.460013190 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LAMPUNG UTARA TAHUN 2003 NOMOR 23

www.djpp.depkumham.go.id

www.djpp.depkumham.go.id