peratauran daerah kabupaten way kanan nomor 1...
TRANSCRIPT
PERATAURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR 1 TAHUN 2003
TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI WAY KANAN,
Menimbang
:
a. bahwa dalam rangka pelaksanaan kebijakan pengelolaan Keuangan Daerah yang akuntabel dan transparan sebagaimana dimaksud dengan Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, maka perlu disusun Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah;
b. bahwa, untuk maksud sebagaimana tersebut pada huruf a, maka perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Mengingat : 1. Undang Undang Nomor 12 Tahun 1999 tentang Pembentukan
Kabupaten Daerah Tingkat II Way Kanan, Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Timur dan Kotamadya Daerah Tingkat II Metro (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3825);
2. Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839);
3. Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 206);
6. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4022);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negra Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 204,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4024);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Tahun 2000 Nomor 209, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4027);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4028);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4029);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4106 );
14. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4165);
17. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WAY KANAN
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TENTANG
POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Way Kanan 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Way Kanan 3. Bupati adalah Bupati Way Kanan 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Way Kanan 5. Perangkat Daerah adalah lembaga/organisasi di lingkungan Pemerintah Daerah yang
diatur dalam Peraturan Daerah, bertanggungjawab kepada Bupati dan membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri dari : a. Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD; b. Dinas - dinas Daerah; c. Lembaga Teknis Daerah; d. Kecamatan; e. Kelurahan;
6. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan uang, seperti kas, setara kas dan barang yang dapat dijadikan milik Daerah berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban daerah dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah suatu rencana Keuangan Daerah dalam satu tahun anggaran yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
8. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah Pejabat dan atau Pegawai Daerah yang berdasarkan Peraturan Perundangan yang berlaku diberi kewenangan tertentu dalam mengelola Keuangan Daerah;
9. Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah adalah Bupati yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan Keuangan Daerah dan mempunyai kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewenangan tersebut kepada DPRD;
10. Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran Kas Daerah serta segala bentuk Kekayaan Daerah lainnya;
11. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah dan melakukan pembayaran; 12. Pemegang Kas Daerah adalah pejabat yang ditunjuk berdasarkan ketentuan
perundangan dan diserahi tugas melaksanakan kegiatan kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBD;
13. Pemegang Kas adalah setiap orang yang ditunjuk dan diserahi tugas oleh Pimpinan Unit Pengguna Anggaran dan ditetapkan oleh Bupati, untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBD;
14. Pembantu Pemegang Kas adalah setiap orang yang ditunjuk dan diserahi melaksanakan kegiatan pada Satuan Pemegang Kas dalam rangka pelaksanaan APBD disetiap Unit Pengguna Anggaran;
15. Satuan Pemegang Kas adalah unit yang dipimpin oleh Pemegang Kas yang terdiri dari beberapa Pembantu Pemegang Kas yang melaksanakan masing-masing fungsi pengelolaan keuangan daerah;
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
16. Satuan Pemegang Kas Pembantu adalah unit pembantu satuan pemegang kas yang melaksanakan tugas sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing;
17. Pengguna Anggaran Daerah adalah pejabat pemegang kekuasaan penggunaan anggaran belanja daerah;
18. Pendapatan daerah adalah semua penerimaan Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah;
19. Pengeluaran daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu;
20. Penerimaan Daerah adalah semua penerimaan kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu;
21. Belanja Daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban Daerah;
22. Pembiayaan adalah transaksi Keuangan Daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah;
23. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu adalah selisih lebih realisasi pendapatan terhadap realisasi belanja daerah dan merupakan komponen pembiayaan;
24. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatip cukup besar yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran;
25. Dana Depresiasi adalah dana yang disisihkan untuk penggantian aset pada akhir masa umur ekonomisnya;
26. Aset Daerah adalah semua harta kekayaan milik Pemerintah Daerah baik barang berwujud maupun barang tidak berwujud yang perolehannya baik berasal dari APBD maupun hibah dari pihak tertentu yang menjadi milik daerah baik seluruhnya maupun sebahagian;
27. Barang Daerah adalah semua barang milik daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan atau berasal dari perolehan lainnya yang sah;
28. Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Daerah sebagai akibat penyerahan uang, barang dan atau jasa kepada daerah atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang yang berlaku;
29. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang menjadi hak daerah atau kewajiban pihak lain kepada daerah sebagai akibat penyerahan uang, barang dan atau jasa oleh daerah atau sebagai akibat lainnnya berdasatkan peraturan perundangan yang berlaku;
30. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaatnya bernilai uang sehingga daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi pada perdagangan;
31. Obligasi daerah adalah Surat Pengakuan Hutang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah yang mempunyai masa jatuh tempo dan memberikan imbalan berupa bunga atau bagi hasil;
32. Pemerintahan Kampung adalah kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kampung dan Badan Perwakilan Kampung.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
BAB II AZAS UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama Pedoman Pokok
Pasal 2
(1) Keuangan Daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangan, efisien,
ekonomis, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
(2) Tahun fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sama dengan Tahun Fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
(3) Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah merupakan dasar Pengelolaan Keuangan Daerah dalam tahun anggaran tertentu.
(4) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah disusun berdasarkan kewenangan Perangkat Daerah, Tugas pokok dan Fungsi Perangkat Daerah serta Program dan Kegiatan dari Rencana Strategis yang telah ditetapkan
(5) Semua jenis penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan dicatat dan dikelola dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
(6) Jumlah – jumlah yang dimuat dalam Anggaran Belanja Daerah merupakan batas tertinggi untuk masing-masing pengeluaran.
(7) Dilarang melakukan tindakan yang mengakibatkan beban atas Anggaran Belanja Daerah jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam dalam Anggaran Belanja Daerah.
(8) Tiap pengeluaran atas beban Anggaran Belanja Daerah harus berdasarkan bukti atas hak yang sah untuk memperoleh pembayaran.
(9) Untuk tiap pengeluaran atas beban Anggaran Belanja Daerah diterbitkan Surat Keputusan Otorisasi atau dokumen lain yang dipersamakan.
(10) Atas dasar Otorisasi, Pengguna Anggaran mengajukan Permintaan untuk diterbitkan Surat Perintah Membayar Uang.
Pasal 3
Untuk melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ( APBD ), Bupati menetapkan Pedoman Pelaksanaan APBD dengan Keputusan Bupati dan diberitahukan kepada DPRD
Pasal 4 (1) Setiap orang atau badan yang melakukan pemungutan atas penerimaan uang daerah
wajib menyetorkan seluruh uang penerimaan daerah selambat-lambatnya 1 hari kerja setelah penerimaannya kepada Kas Daerah.
(2) Untuk daerah yang sulit transportasi dan komunikasinya sehingga menyimpang dari ketentuan pada ayat (1) pasal ini, akan ditentukan pelaksanaannya oleh Bupati.
(3) Penyetoran dimaksud dalam pada ayat (1) dan ayat (2) pasal ini, dapat dilaksanakan dengan uang tunai, cek atau giro. Cek atau Giro dianggap sah setelah Kas Daerah menerima nota kredit.
(4) Dilarang menyimpan uang dalam penguasaannya sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) atas nama pribadi.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
(5) Barang siapa lalai dalam memenuhi ketentuan yang dimaksud dalam ayat (1) ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) pasal ini, dapat dikenai tindakan administratif dan atau tindakan hukum yang berlaku.
(6) Semua pendapatan daerah harus dibukukan menurut ketentuan peraturan perundangan yang berlaku mengenai Keuangan Daerah.
Bagian Kedua
Dana Depresiasi
Pasal 5 (1) Barang Daerah berupa Aktiva tetap yang digunakan untuk operasional Pemerintah
Daerah yang dikecualikan aktiva tetap berupa tanah dapat dilakukan depresiasi. (2) Depresiasi atas aktiva tetap dapat digunakan untuk pembentukan dana atau disebut
dengan Dana Depresiasi, yang digunakan untuk mengganti aktiva tetap yang telah habis masa umur eknomisnya.
(3) Pembentukan Dana depresiasi harus disesuaikan dengan kemampuan Keuangan daerah setiap tahun anggaran dan dicatat serta dikelola dengan transparan.
(4) Pengaturan pelaksanaan depresiasi ditindaklanjuti dengan Keputusan Bupati atas persetujuan DPRD melalui rapat paripurna.
Bagian Ketiga
Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
Pasal 6 (1) Bupati adalah Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah. (2) Bupati sebagai Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dapat mendelegasikan sebagian atau seluruh kewenangannya kepada Sekretaris Daerah dan atau Pejabat Pengelola Keuangan Daerah.
(3) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah beserta Tugas Pokok dan Fungsinya ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 7
Semua transaksi Keuangan Daerah baik penerimaan daerah maupun pengeluaran daerah dilaksanakan melalui Kas daerah.
Pasal 8 (1) Pada setiap Perangkat Daerah atau Unit Pengguna Anggaran ditunjuk 1 (satu)
Pemegang Kas yang melaksanakan Tata Usaha keuangan dan 1 (satu) Pemegang Barang yang melaksanakan Tata Usaha Barang Daerah.
(2) Pemegang Kas sebagaimana dimaksud dalam dalam ayat (1) pasal ini adalah jabatan fungsional dan tidak dapat merangkap sebagai Pejabat Pengelola Keuangan Daerah lainnya.
(3) Dalam melaksanakan Tata Usaha Keuangan, Pemegang Kas dibantu Pemegang Kas Pembantu yang meliputi Kasir, Pencatat Pembukuan, Pembuat Dokumen Penerimaan dan Pengeluaran uang, Pembuat Daftar dan SPP Gaji.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
(4) Pemegang Kas dan Pembantu Pemegang Kas selanjutnya disebut Satuan Pemegang Kas.
(5) Pimpinan Unit Kerja sebagai Pimpinan Unit Penanggungjawab Pengguna Anggaran Unit sebagai Atasan Langsung Pemegang Kas dan Pemegang Barang.
Bagian Keempat Dana Cadangan
Pasal 9
(1) Pemerintah Daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan dana
yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran. (2) Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini ditetapkan
dengan Peraturan Daerah. (3) Dana Cadangan yang dibentuk sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini bersumber dari
kontribusi tahunan penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, kecuali dari Dana Alokasi Khusus, Pinjaman Daerah dan Dana Darurat.
Bagian Kelima
Pinjaman Daerah
Pasal 10
(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan Pinjaman kepada lembaga resmi Keuangan
pemerintah. (2) Pinjaman Daerah dapat berupa Pinjaman Jangka Pendek atau Jangka Panjang. (3) Pengaturan tentang pinjaman daerah diatur tersendiri dalam Peraturan Daerah. (4) Setiap pinjaman daerah dilakukan dengan persetujuan DPRD. (5) Penggunaan Dana Pinjaman Daerah harus digunakan untuk keperluan yang sangat
bermanfaat dan mendesak atau menutupi Defisit Anggaran.
Pasal 11
(1) Semua kewajiban dalam rangka pinjaman daerah dicantumkan dalam APBD dan bukukan sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan.
(2) Penerimaan Pinjaman daerah dalam APBD dianggarkan pada Kelompok Pembiayaan, Jenis Penerimaan Daerah, Obyek Pinjaman sesuai dengan jumlah yang akan diterima dalam tahun anggaran berkenaan.
Bagian Keenam Obligasi Daerah
Pasal 12
(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan penjualan Obligasi Daerah. (2) Penggunaan Dana Obligasi Daerah diperuntukan untuk kepentingan penyelenggaraan
Pemerintahan yang bersifat memenuhi kebutuhan pelayanan kepada masyarakat. (3) Obligasi yang diterbitkan atau dijual kepada masyarakat diberikan bunga yang
kompetitif.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
(4) Prosedur dan tata cara Pembentukan Dana melalui Obligasi Daerah mengikuti ketentuan Peraturan Perundangan yang berlaku dan ditetapkan melalui Peraturan Daerah.
Pasal 13
Penerimaan penjualan Obligasi Daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dianggarkan pada Kelompok Pembiayaan, Jenis Penerimaan Daerah, Obyek Penjualan Obligasi Daerah, sesuai dengan jumlah yang akan diterima dalam Tahun Anggaran berkenaan.
Bagian Ketujuh Investasi Keuangan Daerah
Pasal 14
(1) Bupati dapat melakukan peningkatan penerimaan daerah melalui investasi keuangan
daerah dalam jangka pendek ataupun jangka panjang yang beresiko rendah dengan persetujuan DPRD.
(2) Bentuk investasi dapat dilakukan melalui penyertaan modal atau deposito. (3) Pendapatan dari penyertaan modal atau deposito berupa dividen atau bunga deposito
dimasukkan ke Kas Daerah sebagai Pendapatan Asli Daerah.
BAB III ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH
Bagian Pertama Struktur APBD
Pasal 15
(1) Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan satu kesatuan yang
meliputi Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan. (2) Struktur Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
diklasifikasikan berdasrkan bidang kewenangan Pemerintahan Daerah berdasarkan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(3) Dalam rangka penyusunan statistik keuangan pemerintah klasifikasi struktur APBD sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini beserta kode rekeningnya disesuaikan dengan macam dan jenis kewenangan yang dimiliki Pemerintah Daerah.
(4) Setiap bidang pemerintahan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dilaksanakan oleh perangkat-perangkat daerah yang bertindak sebagai pusat-pusat pertanggungjawaban sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.
(5) Susunan bidang kewenangan pemerintahan dan perangkat daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 16
Semua pendapatan, belanja dan pembiayaan dianggarkan secara bruto dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
Bagian Kedua Pendapatan
Pasal 17
(1) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat (1) dirinci menurut Kelompok
Pendapatan yang meliputi Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Yang Sah.
(2) Setiap kelompok Pendapatan dirinci menurut Jenis Pendapatan, Setiap Jenis Pendapatan dirinci menurut Obyek Pendapatan dan Setiap Obyek Pendapatan dirinci menurut Rincian Obyek Pendapatan.
(3) Format susunan Pendapatan beserta kode rekeningnya ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Bagian Ketiga
Belanja
Pasal 18 (1) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) terdiri dari Bagian
Belanja Aparatur Daerah dan Bagian Belanja Pelayanan Publik. (2) Masing-masing bagian belanja sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dirinci menurut
kelompok Belanja yang meliputi Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan serta Belanja Modal.
(3) Kelompok Belanja dirinci menurut jenis belanja. Setiap Jenis belanja dirinci menurut Obyek Belanja. Setiap Obyek Belanja dirinci menurut rincian obyek belanja.
(4) Format dan susunan Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 19
Selain belanja sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat (1) adalah Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan serta Belanja Tidak Tersangka.
Pasal 20 Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan dianggarkan untuk pengeluaran dengan kriteria sebagai berikut : a. Tidak menerima secara langsung imbal barang dan jasa; b. Tidak mengharapkan akan diterima kembali dimasa yang akan datang; c. Tidak mengharapkan adanya hasil.
Pasal 21 Pengelolaan Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan pengelolaanya dilaksanakan oleh Bendahara Umum Daerah yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 22 (1) Belanja Tidak Tersangka dianggarkan untuk pengeluaran penanganan bencana alam,
bencana sosial atau pengeluaran-pengeluaran lainnya yang sangat dibutuhkan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintahan daerah.
(2) Pengeluaran lainnya sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah pengeluaran yang sangat dibutuhkan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan Pemerintahan Daerah, yaitu : a. Pengeluaran yang dibutuhkan penyediaan sarana dan prasarana langsung yang
berhubungan dengan kepentingan masyarakat, yang anggarannya tidak tersedia pada tahun anggaran yang bersangkutan; dan
b. Pengembalian atas kelebihan penerimaan yang terjadi dalam tahun anggaran yang telah ditutup dengan didukung bukti-bukti yang sah.
(3) Penggunaan Anggaran Belanja Tidak Tersangka ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah dan diberitahukan kepada DPRD paling lambat satu bulan terhitung sejak Keputusan ditetapkan.
Bagian Keempat
Pembiayaan
Pasal 23 (1) Pembiayaan sebagaimana dimaksud Pasal 15 ayat (1) dirinci menurut sumber
pembiayaan yang merupakan Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah. (2) Format dan susunan serta kode rekeningnya ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Bagian Kelima Surplus dan Defisit Anggaran
Pasal 24
(1) Selisih antara Anggaran Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah dapat mengakibatkan
terjadinya Surplus dan Defisit anggaran. (2) Surplus Anggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dimanfaatkan untuk
transfer ke Dana Cadangan, Pembayaran Pokok Hutang, Penyertaan Modal, dan atau Sisa Perhitungan Anggaran Tahun Berkenaan yang dianggarkan pada Kelompok Pembiayaan, Jenis Pengeluaran Daerah.
(3) Defisit Anggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dibiayai antara lain dari Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun yang Lalu, Pinjaman Daerah, Penjualan Obligasi Daerah, Hasil Penjualan Barang Milik Daerah yang dipisahkan, Transfer dari Dana Cadangan yang dianggarkan pada Kelompok Pembiayaan, Jenis Penerimaan daerah.
(4) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Berkenaan merupakan selisih lebih dari Surplus/Defisit ditambah dengan pos Penerimaan Pembiayaan dikurangi dengan Pos Pengeluaran Pembiayaan Daerah.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
BAB IV PENYUSUNAN APBD
Bagian Pertama Arah, Kebijakan Umum, Strategi dan Prioritas APBD
Pasal 25
(1) Dalam rangka menyiapkan Rancangan APBD, Bupati bersama-sama DPRD menyusun
Arah dan Kebijakan Umum APBD. (2) Dalam menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD, diawali dengan Penjaringan
aspirasi masyarakat, berpedoman pada Rencana Strategis Daerah dan/atau Dokumen Perencanaan Daerah lainnya yang ditetapkan serta Pokok-pokok Kebijakan Nasional di Bidang Keuangan Daerah.
(3) Berdasarkan Arah dan Kebijakan Umum APBD, Bupati menyusun Strategi dan Prioritas APBD.
(4) Arah dan kebijakan umum APBD serta strategi dan prioritas APBD ditetapkan oleh Bupati berdasarkan hasil kesepakatan dengan DPRD sebagai pedoman bagi perangkat daerah dalam menyusun usulan program, kegiatan dan anggaran.
Bagian Kedua
Dokumen Rancangan Peraturan Daerah APBD
Pasal 26 (1) Dokumen Rancangan Peraturan Daerah APBD terdiri dari Rancangan Peraturan Daerah
beserta lampiran. (2) Lampiran Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari: a. Ringkasan APBD; b. Rincian APBD; c. Daftar Rekapitulasi APBD Berdasarkan bidang Pemerintahan dan Perangkat
Daerah; d. Daftar Jumlah Pegawai per Golongan Perjabatan; e. Daftar Piutang daerah; f. Daftar Pinjaman Daerah; g. Daftar Investasi (Penyertaan Modal) Daerah; h. Daftar ringkasan Nilai Aktiva Tetap Daerah; i. Daftar Dana Cadangan.
(3) Rincian Anggaran Pendapatan memuat uraian, terdiri : a. Pendapatan memuat uraian Bagian, Kelompok, Jenis Pendapatan, Obyek
Pendapatan; b. Rincian Anggaran Belanja memuat uraian Belanja, Kelompok Belanja, Jenis
Belanja, dan Obyek Belanja; c. Rincian Anggaran Pembiayaan memuat uraian Kelompok Pembiayaan, Jenis
penerimaan/ pengeluaran daerah dan Rincian penerimaan/ pengeluaran Daerah.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
Bagian Ketiga Penetapan APBD
Pasal 27
(1) Rancangan Peraturan Daerah APBD beserta lampirannya disampaikan oleh Bupati
kepada DPRD untuk dimintakan persetujuan. (2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini
disertai dengan Nota Keuangan. (3) Sebelum Rancangan Peraturan Daerah dibahas, DPRD mensosialisasikan kepada
masyarakat untuk mendapatkan masukan. (4) Masukan dari masyarakat atas Rancangan Peraturan Daerah APBD didokumentasikan
dan dilampirkan pada Peraturan Daerah tentang APBD. (5) DPRD menetapkan agenda Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana
dimaksud ayat (1) pasal ini.
Pasal 28 Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetujui oleh DPRD, disahkan oleh Bupati menjadi Peraturan Daerah tentang APBD paling lambat 1 (satu) bulan setelah APBN ditetapkan.
Pasal 29 (1) Peraturan Daerah tentang APBD ditindaklanjuti dengan Keputusan Bupati tentang
Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. (2) Keputusan Bupati disusun menurut Kelompok, Jenis, Obyek, Rincian Obyek
Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan.
Pasal 30 (1) Berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD, Bupati menetapkan Rencana Anggaran
Satuan Kerja (RASK) menjadi Dokumen Anggaran Satuan Kerja (DASK). (2) Dokumen Anggaran Satuan Kerja memuat Pendapatan dan Belanja setiap Perangkat
Daerah yang digunakan sebagai dasar Pelaksanaan oleh Pengguna Anggaran. (3) Penetapan Dokumen Satuan Kerja paling lambat satu bulan setelah Peraturan Daerah
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan.
BAB V PENYUSUNAN PERUBAHAN APBD
Bagian Pertama Proses Penyusunan Rancangan Perubahan APBD
Pasal 31
(1) Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dilakukan sehubungan dengan:
a. Kebijakan Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah yang bersifat strategis; b. Penyesuaian akibat tidak tercapainya target penerimaan daerah yang ditetapkan; c. Terjadi kebutuhan yang mendesak.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
(2) Hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya Perubahan APBD, dibahas bersama dengan DPRD dan selanjutnya dituangkan dalam Perubahan Arah dan Kebijakan Umum APBD serta Perubahan Strategi dan Prioritas APBD.
(3) Perubahan Arah dan Kebijakan Umum APBD serta Perubahan Strategi dan Prioritas APBD sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini ditetapkan oleh Bupati sebagai pedoman Perangkat Daerah dalam menyusun usulan program, kegiatan dan anggaran.
(4) Usulan perubahan program, kegiatan dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dituangkan dalam Perubahan Rencana Anggaran Satuan Kerja dan disampaikan oleh setiap Perangkat Daerah kepada satuan kerja yang bertanggung jawab menyusun anggaran untuk dibahas
(5) Hasil pembahasan Perubahan Rencana Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan ke dalam Rancangan Perubahan APBD.
(6) Rancangan Perubahan APBD memuat anggaran daerah yang tidak mengalami perubahan dan yang mengalami perubahan.
Bagian Kedua
Dokumen Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD
Pasal 32 (1) Dokumen Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD terdiri dari
Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD dan Lampiran-lampirannya. (2) Lampiran Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari : a. Ringkasan Perubahan APBD; b. Rincian Perubahan APBD; c. Daftar Rekapitulasi Perubahan APBD berdasarkan Bidang Pemerintahan dan
Organisasi; d. Daftar Piutang Daerah; e. Daftar Pinjaman Daerah; f. Daftar Investasi ( Penyertaan Modal ) Daerah; g. Daftar Dana Cadangan; h. Neraca Daerah Tahun Anggaran Yang Lalu.
Bagian Ketiga
Penetapan Perubahan APBD
Pasal 33 (1) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD beserta
lampirannya disampaikan oleh Kepala Daerah kepada DPRD untuk dimintakan persetujuan.
(2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan Nota Perubahan APBD.
(3) DPRD menetapkan agenda Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 34 Peraturan Daerah tentang perubahan APBD ditindaklanjuti dengan Keputusan Kepala Daerah tentang Penjabaran Perubahan APBD.
Pasal 35 (1) Berdasarkan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD, Bupati menetapkan
Perubahan Rencana Anggaran Satuan Kerja menjadi Perubahan Dokumen Anggaran Satuan Kerja.
(2) Perubahan Dokumen Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat Pendapatan dan Belanja setiap Perangkat Daerah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh Pengguna Daerah.
(3) Penetapan Perubahan Dokumen Anggaran Satuan Kerja paling lambat satu bulan setelah Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD ditetapkan.
Pasal 36
(1) Rancangan Peraturan Daerah tentang perubahan APBD beserta lampiran perubahan
yang disertai Nota Keuangan perubahan APBD disampaikan kepada Bupati kepada DPRD untuk mendapat persetujuan.
(2) Rancangan perubahan APBD memuat anggaran daerah yang mengalami perubahan dan yang tidak mengalami perubahan.
(3) Rancangan Peraturan Daerah tentang peruubahan APBD yang telah disetujui DPRD disahkan oleh Bupati menjadi Peraturan Daerah tentang perubahan APBD paling lambat 3 bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.
(4) Peraturan Daerah tentang perubahan APBD yang telah ditetapkan ditindaklanjuti dengan Keputusan Bupati tentang Penjabaran Perubahan APBD.
Pasal 37
Rancangan Peraturan Daerah tentang perubahan APBD yang telah disetujui DPRD disahkan oleh Bupati menjadi Peraturan Daerah tentang perubahan APBD paling lambat 3 ( tiga ) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran.
Bagian Keempat Pergeseran Anggaran
Pasal 38
(1) Bupati dapat melakukan pergeseran Anggaran. (2) Pergeseran sebagaimana dimaksud Ayat (1) pasal ini hanya diperkenankan untuk
rincian obyek dari obyek yang sama dan tidak merubah jumlah anggaran dalam obyek yang bersangkutan.
(3) Pergeseran Anggaran ditetapkan dengan Keputusan Bupati dan diberitahukan kepada DPRD.
(4) Mekanisme pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Bupati setelah mendapat persetujuan DPRD.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
BAB VI KEWENANGAN KEUANGAN DPRD
Bagian Pertama Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD
Pasal 39
(1) Penghasilan Tetap Pimpinan dan Anggota DPRD terdiri dari :
a. Uang Representasi; b. Uang Paket; c. Tunjangan Jabatan; d. Tunjangan Komisi; e. Tunjangan Khusus; f. Tunjangan Perbaikan Penghasilan.
(2) Anggota DPRD dalam kedudukannya sebagai Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Anggota Panitia diberikan Tunjangan Panitia.
(3) Pimpinan dan Anggota DPRD diberikan Tunjangan Kesehatan. (4) Apabila Pimpinan atau Anggota DPRD meninggal dunia, kepada ahli warisnya
diberikan uang duka. (5) Besarnya Uang Duka sebagaimana dimaksud ayat (4) pasal ini adalah sebagai berikut:
a. Diberikan Uang Duka sebesar 3 ( tiga ) Kali Uang Representasi, adalah apabila meninggal dunia tidak dalam menjalankan tugas;
b. Diberikan Uang Duka sebesar 6 ( enam ) kali Uang Representasi, apabila meninggal dunia dalam menjalankan tugas;
(6) Selain uang duka, kepada ahli warisnya diberikan biaya pemakaman dan biaya pengangkutan jenazah.
(7) Kedudukan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
Bagian Kedua
Sarana dan Prasarana
Pasal 40 (1) Ketua DPRD disediakan Rumah Jabatan beserta perlengkapannya dan sebuah
kendaraan dinas. (2) Selain kendaraan dinas, Ketua DPRD dapat disediakan kendaraan operasional yang
disesuaikan dengan kemampuan Keuangan Daerah. (3) Wakil-wakil Ketua DPRD disediakan kendaraan dinas dan dapat disediakan sebuah
rumah Jabatan. (4) Pimpinan dan Anggota DPRD disediakan Pakaian Dinas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. (5) Masing-masing Komisi dapat disediakan sebuah kendaraan operasional yang
disesuaikan dengan kemampuan Keuangan Daerah. (6) Masing-masing Fraksi dapat disediakan Kendaraan Dinas Opersional yang disesuaikan
dengan kemampuan Keuangan Daerah. (7) Apabila Ketua DPRD atau Wakil Ketua DPRD atau Anggota DPRD berhenti atau
berakhirnya masa bhaktinya, rumah jabatan beserta perlengkapannya dan atau kendaraan dinas atau kendaraan operasional diserahkan kembali kepada Pemerintah Daerah.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
Bagian Ketiga
Belanja Kegiatan DPRD
Pasal 41
(1) Untuk menunjang kelancaran tugas DPRD diberikan Belanja Penunjang Kegiatan yang besarnya disesuaikan dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
(2) Pada Sekretariat DPRD disediakan Anggaran Belanja guna menunjang kelancaran pelaksanaan tugas, meliputi : a. Belanja Administrasi Umum; b. Belanja Operasional dan Pemeliharaan; c. Belanja Modal;
Bagian Keempat
Pengelolaan Keuangan DPRD
Pasal 42 (1) Pimpinan DPRD dan Sekretaris DPRD menyusun Rencana Anggaran Belanja DPRD
dan Sekretariat DPRD. (2) Anggaran Belanja DPRD dan Sekretariat DPRD merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari APBD. (3) Pengelolaan Keuangan DPRD dilaksanakan oleh Sekretaris DPRD dan
pertanggungjawaban Keuangan DPRD berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB VII
KEWENANGAN KEUANGAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI Bagian Pertama
Gaji dan Tunjangan
Pasal 43 (1) Bupati dan Wakil Bupati diberikan Gaji yang terdiri dari Gaji Pokok, Tunjangan
Jabatan dan Tunjangan lainnya. (2) Besarnya Gaji Pokok Bupati dan Wakil Bupati sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangan yang berlaku. (3) Tunjangan Jabatan dan Tunjangan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal
ini sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku bagi Pejabat Negara, kecuali ditentukan lain dengan peraturan perundang-undangan.
(4) Apabila Bupati atau Wakil Bupati meninggal dunia, kepada ahli warisnya diberikan uang duka.
(5) Besarnya Uang Duka sebagaimana dimaksud ayat (4) pasal ini adalah sebagai berikut: a. Diberikan Uang Duka sebesar 3 ( tiga ) kali penghasilan tetap, Apabila meninggal
dunia tidak dalam menjalankan tugas; b. Diberikan Uang Duka sebesar 6 ( enam ) kali penghasilan tetap, apabila
meninggal dunia dalam menjalankan tugas; (6) Selain uang duka, kepada ahli warisnya diberikan biaya pemakaman dan biaya
pengangkutan jenazah.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 44
Bupati dan Wakil Bupati tidak dibenarkan menerima penghasilan dan atau fasilitas rangkap dari Negara.
Bagian Kedua Sarana dan Prasarana
Pasal 45
Bupati dan Wakil Bupati masing-masing disediakan sebuah Rumah Jabatan beserta perlengkapannya.
Pasal 46 (1) Bupati dan Wakil Bupati disediakan kendaraan dinas jabatan. (2) Bupati dan Wakil Bupati dapat disediakan kendaraan operasional, sesuai dengan
kemampuan keuangan Daerah.
Pasal 47 Bupati dan Wakil Bupati yang berhenti dari Jabatannya, rumah Jabatan dan barang-barang perlengkapannya serta kendaraan dinas jabatan dan operasional diserahkan kembali kepada Pemerintah Daerah.
Bagian Ketiga Biaya Operasional
Pasal 48
(1) Bupati dan Wakil Bupati karena jabatannya, dalam melaksanakan tugas disediakan
anggaran. (2) Anggaran belanja sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini terdiri dari Biaya Rumah
Tangga, Biaya Pembelian Barang Inventaris, Biaya Pemeliharaan Inventaris Rumah Jabatan, Biaya Pemeliharaan Rumah Jabatan dan Barang-barang Inventaris, Biaya Pemeliharaan Kendaraan Dinas, Biaya Pemeliharaan Kesehatan, Biaya Perjalanan Dinas, Biaya Pakaian Dinas dan Biaya Operasional.
(3) Besarnya Anggaran Belanja sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku dan disesuaikan dengan kemampuan Keuangan Daerah.
BAB VIII
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH DAERAH DENGAN PEMERINTAH KAMPUNG
Pasal 49
(1) Pemerintah Daerah mengalokasikan Anggaran dalam rangka menunjang
penyelenggaraan pemerintahan kampung.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
(2) Alokasi Anggaran sebagaimana dimaksud Ayat (1) pasal ini berupa Bagi Hasil Pajak dan Retribusi Daerah serta Bantuan Keuangan.
(3) Alokasi Anggaran bagi hasil sebagaimana dimaksud Ayat (2) pasal ini berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(4) Alokasi Anggaran bantuan keuangan sebagaimana dimaksud Ayat(2) pasal ini ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 50
(1) Anggaran Pemerintah Kampung terdiri dari Pendapatan dan Belanja Kampung. (2) Anggaran Pemerintah Kampung disusun sesuai dengan kebutuhan pembangunan,
penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan kampung. (3) Anggaran Pendapatan dan Belanja Kampung, Perubahan APBK dan Perhitungan
APBK ditetapkan dengan Peraturan Kampung setelah mendapat persetujuan Badan Perwakilan Kampung.
(4) Pemerintah Daerah menetapkan peraturan Daerah tentang Pedoman Anggaran dan Belanja Kampung, Perubahan APBK dan Perhitungan APBK.
(5) Pedoman penyusunan, pertanggung jawaban dan Pengawasan Keuangan Kampung serta tata cara penyusunan APBK, pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Kampung dan penyusunan perhitungan APBK ditetapkan dengan Peraturan Kampung atas persetujuan BPK.
BAB IX
PENATAUSAHAAN KEUANGAN DAERAH DAN PELAKSANAAN APBD
Bagian Pertama Bendahara Umum Daerah
Pasal 51
(1) Bendahara Umum Daerah menatausahakan Kas dan Kekayaan Daerah lainnya. (2) Bendahara Umum Daerah bertanggungjawab kepada Bupati.
Pasal 52 (1) Bendahara Umum Daerah menyimpan uang milik Daerah pada Bank yang sehat dengan
cara membuka Rekening Kas Daerah atas persetujuan Bupati. (2) Pembukaan Rekening Kas Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dapat lebih
dari satu Bank Milik Pemerintah. (3) Pembukaan rekening di Bank ditetapkan dengan Keputusan Bupati dan diberitahukan
kepada DPRD.
Pasal 53 Bendahara Umum Daerah setiap bulan menyusun Rekonsiliasi Bank yang mencocokan Saldo menurut pembukuan Bendahara Umum Daerah dengan saldo menurut Laporan Bank.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 54 Bendahara Umum Daerah menyimpan seluruh bukti sah kepemilikan atau sertifikat atas kekayaan Daerah lainnya dengan tertib.
Pasal 55 Bendahara Umum Daerah menyerahkan bukti transaksi yang asli atas penerimaan dan pengeluaran uang secara harian kepada unit yang melaksanakan akuntansi keuangan Daerah untuk dasar pencatatan transaksi penerimaan dan pengeluaran kas.
Pasal 56 Sistim dan prosedur serta format penatausahaan Bendahara Umum Daerah diatur melalui Keputusan Bupati.
Bagian Kedua Pengguna Anggaran
Pasal 57
(1) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah/Lembaga Teknis Daerah bertindak sebagai
Pengguna Anggaran. (2) Pengguna Anggaran bertanggungjawab atas tertib penatausahaan anggaran yang
dialokasikan pada unit kerja yang dipimpinnya dan menyampaikan laporan akhir bulan kepada Bupati.
(3) Kepala Satuan Kerja selaku Pengguna Anggaran wajib melakukan pemeriksaan kas minimal 3 bulan sekali.
(4) Pada akhir Tahun Anggaran Pengguna Anggaran wajib melaporkan secara tertulis kondisi keuangan dan barang yang dikelolanya dan menyusun Neraca Unit Kerja kepada Bupati.
Bagian Ketiga
Satuan Pemegang Kas
Pasal 58 (1) Satuan Pemegang Kas yang terdiri Pemegang Kas dan Pembantu Pemegang Kas
melaksanakan ketatausahaan penerimaan dan pengeluaran uang yang dialokasikan pada setiap Pengguna Anggaran, bertanggungjawab kepada Pimpinan Satuan Kerja sebagai Penanggungjawab Pengguna Anggaran Satuan Kerja.
(2) Dalam fungsinya sebagai penerima pendapatan daerah, Satuan Pemegang Kas dilarang menggunakan uang yang diterimanya secara langsung untuk membiayai pengeluaran Perangkat Daerah.
(3) Satuan Pemegang Kas wajib menyetorkan seluruh uang yang diterimanya ke Kas Daerah.
(4) Sistim dan prosedur serta format penatausahaan diatur tersendiri dengan Keputusan Bupati.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
Bagian Keempat Pemegang Barang
Pasal 59
(1) Disetiap Perangkat Daerah ditunjuk 1 ( satu ) orang Pemegang Barang yang
melaksanakan tata usaha barang/aset. (2) Pemegang Barang adalah jabatan non struktural/fungsional dan bertanggungjawab
kepada Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah. (3) Dalam melaksanakan tata usahanya Pemegang Barang dapat dibantu beberapa
Pembantu Pemegang Barang yang disesuaikan dengan kebutuhan. (4) Pemegang Barang akhir bulan wajib menyampaikan laporan pengelolaan barang
Daerah kepada Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk diteruskan laporannya Kepada Bupati.
(5) Pada akhir Tahun Anggaran Pemegang Barang wajib melakukan stock opname barang dan melaporkan secara tertulis kepada Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang akan dijadikan bahan penyusunan Neraca Unit Kerja.
(6) Sistim dan prosedur penatausahaan barang/aset daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati dan diberitahukan kepada DPRD.
Bagian Kelima
Tunjangan Pengelola
Pasal 60
(1) Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah, penanggungjawab program dan penanggung jawab kegiatan serta pelaksana kegiatan diberikan tunjangan.
(2) Besarnya tunjangan kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah dan ditetapkan dengan keputusan Bupati.
Bagian Keenam Penerimaan Kas
Pasal 61
(1) Setiap penerimaan kas disetor sepenuhnya ke Rekening Kas Daerah. (2) Kas Daerah mengeluarkan Surat Tanda Setoran ( STS ) atau Bukti penerimaan kas yang
sah. (3) STS atau bukti penerimaan kas lainnya yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
merupakan dokumen atau bukti transaksi yang menjadi dasar pencatatan akuntansi. (4) Format Surat Tanda Setoran diatur dengan Keputusan Bupati.
Pasal 62
(1) Untuk kelancaran penyetoran kas, Pemerintah Daerah menunjuk badan, lembaga
keuangan atau kantor pos yang bertugas melaksanakan sebagian fungsi Satuan Pemegang Kas Daerah.
(2) Badan, Lembaga Keuangan atau Kantor Pos sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini menyetor seluruh uang kas yang diterima secara berkala ke Rekening Kas Daerah di Bank.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
(3) Badan, Lembaga Keuangan atau Kantor Pos sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini mempertanggungjawabkan seluruh uang kas yang diterimanya kepada Bupati melalui Bendahara Umum Daerah.
(4) Tata cara pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Bupati.
Pasal 63
(1) Semua kas yang diterima kembali dari pengeluaran yang telah diselesaikan dengan
SPMU dibukukan sebagai pengurangan atas pos Belanja Daerah. (2) Penerimaan-penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini yang terjadi
setelah Tahun Anggaran ditutup, dimasukkan pada Tahun Anggaran berikutnya dan dibukukan pada Kelompok Pendapatan Asli Daerah, Jenis lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah.
Pasal 64
(1) Penerimaan kas yang berasal dari hasil penjualan dan atau ganti rugi pelepasan hak aset
daerah dibukukan pada kelompok pendapatan asli daerah, jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.
(2) Penerimaan Kas yang berasal dari hasil penjualan dan atau ganti rugi pelepasan hak aset daerah yang dipisahkan dibukukan pada kelompok pembiayaan, jenis penerimaan daerah, obyek hasil penjualan asset daerah yang dipisahkan.
Bagian Ketujuh Pengeluaran Kas
Pasal 65
(1) Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBD, tidak dapat dilakukan sebelum
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD disyahkan dan ditempatkan dalam Lembaran Daerah.
(2) Pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk belanja pegawai yang formasinya telah ditetapkan.
Pasal 66
Setiap orang yang diberi kewenangan menandatangani dan atau mengesahkan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran Kas bertanggung jawab atas kebenaran dan akibat dari pengguna bukti tersebut.
Pasal 67 (1) Untuk melaksanakan pengeluaran kas, Pengguna Anggaran mengajukan permintaan
kepada Pejabat yang melaksanakan fungsi perbendaharaan. (2) Permintaan sebagaimana tersebut pada ayat (1) diajukan setelah Surat Keputusan
Otorisasi diterbitkan disertai dengan pengantar permintaan dan daftar rincian penggunaan.
(3) Pengajuan pengeluaran kas untuk pembayaran yang sifatnya beban tetap dilakukan dengan SPP-Beban Tetap.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
(4) Pengajuan pengeluaran kas untuk pengisian kas pada oleh Satuan Pemegang Kas dilakukan dengan SPP Pengisian Kas.
(5) Format dan teknis pengisian ditetapkan Bupati.
Pasal 68 (1) Pembayaran untuk Pengisian Kas dapat dilakukan apabila SPP-PK, SKO, Daftar
Rincian Penggunaan Anggaran Belanja dan SPJ berikut bukti pendukung lainnya atas realisasi pencairan SPP bulan sebelumnya dinyatakan lengkap dan syah oleh Pejabat yang menetapkan Pertanggungjawaban.
(2) Setiap Permintaan yang telah memenuhi persyaratan diterbitkan Surat Perintah Membayar Uang.
(3) Setiap SPM-BT/SPM-PK yang telah diterbitkan diserahkan Bendahara Umum Daerah melalui Kas Daerah untuk diterbitkan Cek yang akan dicairkan di Bank atau Rekening Kas daerah.
Pasal 69
(1) Pembayaran Beban Tetap dapat dilakukan setelah pejabat sebagaimana dimaksud ayat
(1) pasal ini menyatakan lengkap dan sah terhadap dokumen yang dilampirkan. (2) Pembayaran dengan cara Beban Tetap dapat dilakukan antara lain untuk keperluan :
a. Belanja Pegawai; b. Belanja Perjalanan Dinas Sepanjang mengenai uang pesangon; c. Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan; d. Pembayaran pokok pinjaman yang jatuh tempo, biaya bunga dan biaya
administrasi pinjaman; e. Pelaksanaan pekerjaan oleh pihak ketiga; f. Pembelian barang dan jasa; dan g. Pembelian barang dan bahan untuk pekerjaan yang dilaksanakan sendiri yang
jenis dan nilainya ditetapkan oleh Kepala Daerah. (3) Pembayaran atas SPP-BT dapat dilakukan setelah pejabat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 51 ayat (1) menyatakan lengkap dan sah terhadap dokumen yang dilampirkan, antara lain: a. SPP-BT; b. Nomor Pokok Wajib Pajak; c. SKO; d. Daftar rincian penggunaan anggaran belanja; e. Penunjukan rekanan, disertai risalah pelelangan; f. SPK bagi penunjukan rekanan yang tidak melalui pelelangan; g. Kontrak pelaksanaan pengadaan barang/jasa; h. Tanda terima pembayaran, kwitansi, nota dan atau faktur yang disetujui Kepala
Unit Kerja Pengguna Anggaran; i. Berita acara tingkat penyelesaian pekerjaan; j. Berita acara penerimaan barang/pekerjaan; k. Faktur pajak; l. Berita acara pembebasan tanah yang dibuat oleh panitia pembebasan tanah; m. Akte Notaris untuk pembelian barang tidak bergerak; n. Foto-foto yang menunjukan tingkat kemajuan pekerjaan; o. Surat angkutan; p. Konosemen;
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
q. Surat jaminan uang muka; r. Berita acara pembayaran; dan s. Surat bukti pendukung lainnya.
Bagian Kedelapan
Kebijakan Pengelolaan Utang dan Piutang Daerah
Pasal 70 (1) Utang Daerah yang akibat dari penyerahan uang, barang dan jasa yang belum
diselesaikan pada akhir Tahun Anggaran bersangkutan dapat diselesaikan dan tidak dianggarkan pada tahun berikutnya.
(2) Utang sebagimana pada ayat (1) pasal ini adalah sebagai berikut : a. Hak Tagih telah menyelesaikan pekerjaan, ketersediaan dana untuk pembayaran
tersebut tidak tersedia di Kas Daerah; b. Hak tagih telah menyelesaikan pekerjaan, tetapi persyaratan administratip belum
terpenuhi sebagai syarat pembayaran; c. Hak tagih telah menyelesaikan pekerjaan dan persyaratan administratip dipenuhi,
tetapi dana tidak dicairkan.
Pasal 71 (1) Piutang Daerah yang akibat dari penyerahan uang, barang dan jasa oleh Pemerintah
Daerah atau akibat lainnya yang belum diselesaikan pada Tahun Anggaran yang Sebelumnya, diselesaikan pada tahun anggaran berikutnya.
(2) Piutang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini sebagi berikut : a. Penerimaan daerah yang belum di setorkan ke kas daerah sampai dengan
berakhirnya tahun anggaran; b. Piutang daerah yang ada pada wajib Pajak; c. Piutang daerah yang berkaitan dengan denda keterlambatan pelaksanaan
pekerjaan; d. Hal lain yang berkaitan dengan piutang daerah.
Pasal 72
Ketentuan lebih lanjut Pasal 71 Dan Pasal 72 diatur tersendiri dengan Keputusan Bupati
Bagian Kesembilan Belanja Pegawai Negeri Sipil
Pasal 73
(1) Gaji Pegawai negeri Sipil Daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah. (2) Pendapatan Gaji Pegawai Negeri Sipil terdiri dari Gaji Pokok dan Tunjangan Lainnya
sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan yang berlaku. (3) Pegawai Negeri Sipil Daerah dapat diberikan tambahan penghasilan berdasarkan
pertimbangan obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
(4) Tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud ayat (3) pasal ini dapat berupa Tunjangan Kesejahteraan Pegawai.
(5) Pegawai Negeri Sipil yang menduduki Jabatan diberikan Tunjangan Jabatan sesuai dengan Peraturan Perundangan yang berlaku.
Bagian Kesepuluh Barang dan Jasa
Pasal 74
(1) Prinsip pengadaan barang dan jasa dalam rangka pelaksanaan Anggaran belanja Daerah
adalah hemat, tidak mewah, efisien dan sesuai dengan kebutuhan teknis yang disyaratkan, terarah dan terkendali sesuai dengan kebutuhan dalam melaksanakan Tugas Pokok dan Fungsi Perangkat Daerah, menggunakan produksi Dalam Negeri.
(2) Dalam pelaksanaan pengadaan Barang dan Jasa diberikan kesempatan yang luas bagi Koperasi, Pengusaha Golongan Ekonomi Kecil, Menengah.
(3) Seluruh barang yang pengadaannya atas beban APBD wajib dibukukan ke Dalam Rekening Aset Daerah.
(4) Tata cara pengadaan barang dan jasa diatur tersendiri dalam Peraturan Daerah.
Pasal 75 (1) Bupati mengatur pengelolaan Barang Daerah. (2) Sekretaris Daerah, Sekretaris DPRD, Kepala Dinas dan Kepala Lembaga Teknis adalah
Pengguna dan Pengelola Barang bagi Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah yang dipimpinnya.
(3) Pengguna barang dan Pengelola Barang wajib mengelola Barang Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perudangan yang berlaku.
Pasal 76
(1) Dalam hal pengelolaan aset daerah yang dicuri atau hilang, rusak atau musnah, dapat
dihapuskan dari pembukuan aset dan daftar inventarisasi aset daerah. (2) Dalam hal pengelolaan barang daerah menghasilkan penerimaan, maka penerimaan
tersebut disetor langsung ke Kas Daerah. (3) Dalam hal penghapusan barang daerah menghasilkan penerimaan, maka penerimaan
tersebut langsung disetor ke Kas Daerah.
Pasal 77 (1) Aset yang berasal dari pihak ketiga berupa donasi, hibah, bantuan, sumbangan,
kewajiban dan tukar guling yang menjadi milik Pemerintah Daerah dituangkan kedalam Berita Acara.
(2) Aset sebagaimana ayat (1) pasal ini diukur berdasarkan nilai wajar dari harga pasar atau nilai pengganti.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
Bagian Kesebelas Akuntansi Keuangan Daerah
Pasal 78
(1) Sistem Akuntansi yang meliputi proses pencatatan, penggolongan, penafsiran,
peringkasan transaksi atau kejadian keuangan serta pelaporan keuangannya dalam rangka pelaksanaan APBD, dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip Akuntansi yang diterima secara umum.
(2) Dalam menerapkan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah digunakan Kebijakan Akuntansi yang mengatur perlakuan akuntansi untuk menjamin konsistensi pelaporan Keuangan Daerah.
(3) Penatatausahaan, pertanggungjawaban dan Kebijakan Akuntansi Keuangan Daerah berpedoman pada Standard Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah yang berlaku.
(4) Sistim dan prosedur Akuntansi Keuangan Daerah yang meliputi dokumen, uang, asset, catatan akuntansi dan laporan keuangan yang terkait dan prosedur penatausahaan Keuangan Daerah diatur dengan Keputusan Bupati.
BAB X
LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama Laporan Keuangan Pengguna Anggaran
Pasal 79
(1) Setiap akhir bulan Kepala Unit Kerja Pengguna Anggaran wajib menyampaikan
Laporan Keuangan Penggunaan Anggaran kepada Bupati. (2) Laporan Keuangan Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini
menggambarkan tentang pencapaian kinerja program dan kegiatan, kemajuan realisasi pencapaian target pendapatan, realisasi pencapaian target fisik, dan penyerapan belanja dan realisasi pembiayaan.
(3) Mekanisme dan prosedur pelaporan dan pertangggungjawaban ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Bagian Kedua
Laporan Triwulanan
Pasal 80 (1) Bupati berkewajiban menyampaikan laporan triwulanan kepada DPRD sebagai
pemberitahuan pelaksanaan APBD. (2) Penyampaian laporan triwulanan disampaikan paling lambat satu bulan setelah
berakhirnya triwulan yang bersangkutan. (3) Bentuk Laporan Triwulanan ditetapkan oleh Bupati.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
Bagian Ketiga Laporan Akhir Tahun Anggaran
Pasal 81
(1) Setelah Tahun Anggaran berakhir, Unit Kerja Pengguna Anggaran wajib menyusun
Laporan Pertanggungjawaban Keuangan yang dikelolanya kepada Bupati. (2) Laporan pertanggungjawaban, meliputi :
a. Laporan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja; b. Laporan Aliran Kas; c. Nota Perhitungan; d. Neraca. e. Laporan lainnya.
(3) Atas dasar hal Laporan Pertanggungjawaban Unit Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, Bupati menghimpun laporan dimaksud dan disampaikan Kepada DPRD dalam Sidang Paripurna.
(4) Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah harus mengungkapkan: a. secara wajar dan menyeluruh dari kegiatan pemerintah daerah, pencapaian kinerja
keuangan daerah dan pemanfaatan sumber daya ekonomis serta ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan;
b. perbandingan antara realisasi dan anggaran serta penyebab terjadinya selisih antara realisasi dengan anggarannya;
c. konsistensi penyusunan laporan keuangan antara satu periode akuntansi dengan periode akuntansi sebelumnya;
d. perubahan kebijakan akuntansi yang diterapkan; e. transaksi atau kejadian penting yang terjadi setelah tanggal tutup buku yang
mempengaruhi kondisi keuangan; dan f. catatan-catatan terhadap isi laporan keuangan dan informasi tambahan lainnya
yang diperlukan yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaporan keuangan.
(5) Laporan Perhitungan berupa perhitungan atas pelaksanaan dari semua yang telah dianggarkan dalam tahun anggaran berkenaan, baik pada kelompok pendapatan maupun belanja.
(6) Nota Perhitungan disusun berdasarkan Laporan Perhitungan yang memuat ringkasan realisasi pendapatan, belanja daerah dan pembiayaan, serta kinerja keuangan daerah yang mencakup : a. Pencapaian kinerja Unit dalam rangka pelaksanaan program yang direncanakan
dalam APBD Tahun Anggaran berkenaan, berdasarkan Rencana Strategik; b. Pencapaian kinerja pelayanan yang dicapai; c. Bagian belanja APBD yang digunakan untuk membiayai administrasi umum,
kegiatan operasi dan pemeliharaan serta belanja modal untuk aparatur daerah dan pelayanan publik.
d. Bagian belanja APBD yang digunakan untuk anggaran DPRD termasuk Sekretariat DPRD; dan
e. Posisi Dana Cadangan. (7) Laporan Aliran Kas menyajikan sumber dan penggunaan kas dalam aktivitas operasi,
aktivitas investasi dan aktivitas pembiayaan. (8) Neraca menyajikan informasi mengenai posisi aktiva, utang dan ekuitas dana pada
akhir tahun anggaran.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
(9) Sistim, prosedur dan tata cara penyusunan laporan pertanggungjawaban diatur dengan Keputusan Bupati.
Bagian Keempat
Penyusunan Perhitungan APBD
Pasal 82 Setelah Tahun Anggaran berakhir, Pejabat yang bertanggungjawab atas perbendaharaan dilarang menerbitkan SPM yang akan membebani tahun anggaran berkenaan.
Pasal 83 Bendahara Umum Daerah menutup semua transaksi penerimaan kas dan pengeluaran kas setelah tahun anggaran berakhir, dan melakukan perhitungan kas yang dituangkan dalam Berita Acara.
Pasal 84 (1) Satuan Kerja yang bertanggungjawab menyusun perhitungan anggaran mempersiapkan
draft Rancangan Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD. (2) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD disampaikan oleh Bupati
kepada DPRD untuk dimintakan persetujuan. (3) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD dilampiri Nota
Perhitungan APBD, Laporan Perhitungan APBD, Laporan Aliran Kas dan Neraca Daerah.
(4) Sebelum Rancangan Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD dibahas, DPRD mensosialisasikan kepada masyarakat untuk mendapatkan masukan.
(5) Masukan dari masyarakat atas Rancangan Peraturan Daerah didokumentasikan dan dilampirkan pada Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD.
(6) Agenda Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD beserta lampirannya ditentukan oleh DPRD.
(7) Rancangan Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD yang telah disetujui oleh DPRD disahkan oleh Bupati.
(8) Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD ditindaklanjuti dengan Keputusan Bupati tentang Penjabaran Perhitungan APBD dan dilengkapi dengan lampiran- lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan.
BAB Xl
PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN KEUANGAN DAERAH
Bagian Pertama Pengawasan
Pasal 85
(1) Pengawasan atas kebijakan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini bukan bersifat pemeriksaan.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
(3) Pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (2) pasal ini dilakukan dengan memperhatikan : a. Aspirasi masyarakat; b. Arah dan kebijakan umum APBD; c. Prioritas dan strategi; d. Waktu, sasaran, tingkat pencapaian dan tahapan proses administrasi kegiatan.
Pasal 86
(1) Untuk menjamin efisiensi dan efektivitas dalam pengelolaan Keuangan Daerah, Bupati
menetapkan pengawasan yang dilaksanakan oleh Lembaga Intern Pengawasan. (2) Pengawasan internal mencakup seluruh aspek keuangan daerah termasuk pengawasan
terhadap tatalaksana penyelenggaraan program, kegiatan dan manajemen Pemerintah Daerah.
(3) Bupati wajib memberikan ijin kepada Aparat Pengawas ekternal selain Aparat pengawas Internal dalam melakukan fungsi pengawasan pengelolaan keuangan daerah.
(4) Laporan hasil pengawasan internal maupun ekternal wajib disampaikan kepada Bupati.
Bagian Kedua Pemeriksaan Keuangan Daerah
Pasal 87
Pemeriksaan atas pelaksanaan, pengelolaan, dan pertanggungjawaaban keuangan daerah dilakukan oleh Lembaga Pemeriksa sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
BAB XIl KERUGIAN DAERAH
Bagian Pertama Penggantian Kerugian Daerah
Pasal 88
(1) Apabila Pengguna Anggaran, Pemegang Kas dan Pembantu Pemegang Kas, Pemegang
Barang dan Pembantu Pemegang barang, Bendahara Umum Daerah atau Pegawai Negeri Sipil Daerah yang bukan Pengguna Anggaran, Pemegang Kas dan Pembantu Pemegang Kas, Pemegang Barang dan Pembantu Pemegang Barang, Bendahara Umum Daerah terbukti melakukan tindakan/kelalaian yang mengakibatkan kekurangan perbendaharaan/kerugian Daerah, baik langsung maupun tidak langsung menguntungkan diri sendiri atau orang lain, wajib mengganti kerugian tersebut.
(2) Terhadap Pengguna Anggaran, Bendahara Umum Daerah, Pemegang Kas dan Pembantu Pemegang Kas, Pemegang Barang dan Pembantu Pemegang Barang yang melakukan tindakan/kelalaian sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dapat dikenakan Tuntutan Perbendaharaan.
(3) Terhadap Pegawai Negeri Sipil Daerah yang bukan Pengguna Anggaran, Bendahara Umum Daerah, Pemegang Kas dan Pembantu Pemegang Kas, Pemegang Barang dan Pembantu Pemegang Barang yang melakukan tindakan/kelalaian sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dapat dikenakan Tuntutan Ganti Rugi.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
(4) Selain tuntutan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3) pasal ini Pengguna Anggaran, pemegang Kas dan Pembantu Pemegang Kas, Pemegang Barang dan Pembantu Pemegang Barang , Bendahara Umum Daerah atau Pegawai Negeri Sipil yang bukan Pengguna Anggaran Pemegang Kas dan Pembantu Pemegang Kas, Pemegang Barang dan Pembantu pemegang barang, atau Bendahara Umum Daerah dikenakan sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Penetapan Kerugian Daerah
Pasal 89 (1) Setiap Pimpinan Unit Kerja Perangkat Daerah wajib melakukan Tuntutan
Perbendaharaan/Ganti Rugi segera setelah terbukti secara sah dalam Perangkat Daerah yang bersangkutan kekurangan perbendaharaan/kerugian daerah akibat perbuatan dari pihak manapun.
(2) Penyelesaian kekurangan/kerugian daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan Perundangan yang berlaku.
(3) Sistim, prosedur dan tata cara penyelesaian Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi ditetapkan dengan keputusan Bupati.
BAB XIll
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 90 Standard Analisa Belanja, Tolok Ukur Kinerja, Standard Biaya dan Akuntansi Keuangan Daerah diatur melalui Keputusan Bupati.
Pasal 91
Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dalam ketentuan tersendiri maupun perubahan atas Peraturan Daerah tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah.
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id
Pasal 92
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar Setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Way Kanan
Di sahkan di : Blambangan Umpu Pada tanggal : 21 April 2003 BUPATI WAY KANAN,
Dto. Drs. Hi. TAMANURI,MM
Di Undangkan di : Blambangan Umpu Pada Tanggal : 21 April 2003
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2003 NOMOR 1
www.djpp.depkumham.go.id
www.djpp.depkumham.go.id