peraturan anggota dewan gubernur tentang · penyelenggaraan sistem pembayaran; d. permohonan...

175
PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 20/4/PADG/2018 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAUSAHAAN SURAT BERHARGA MELALUI BANK INDONESIA-SCRIPLESS SECURITIES SETTLEMENT SYSTEM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan penyelenggaraan sistem pembayaran yang lancar, aman, efisien, dan andal, perlu menyempurnakan ketentuan mengenai penatausahaan surat berharga untuk fasilitas likuiditas intrahari; b. bahwa untuk meningkatkan aspek pelayanan, tata kelola, dan efektivitas kepesertaan maka perlu menyempurnakan ketentuan mengenai pihak yang dapat menjadi peserta dan sub-registry dalam penyelenggaraan Bank Indonesia- Scripless Securities Settlement System; c. bahwa untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank Indonesia dalam pelayanan perizinan terpadu dalam hubungan operasional bagi bank umum maka perlu menyempurnakan ketentuan mengenai kepesertaan dalam penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur tentang Penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga Melalui Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System;

Upload: ledat

Post on 23-Aug-2019

256 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

1

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR

NOMOR 20/4/PADG/2018

TENTANG

PENYELENGGARAAN PENATAUSAHAAN SURAT BERHARGA MELALUI BANK

INDONESIA-SCRIPLESS SECURITIES SETTLEMENT SYSTEM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan penyelenggaraan sistem

pembayaran yang lancar, aman, efisien, dan andal, perlu

menyempurnakan ketentuan mengenai penatausahaan

surat berharga untuk fasilitas likuiditas intrahari;

b. bahwa untuk meningkatkan aspek pelayanan, tata kelola,

dan efektivitas kepesertaan maka perlu menyempurnakan

ketentuan mengenai pihak yang dapat menjadi peserta

dan sub-registry dalam penyelenggaraan Bank Indonesia-

Scripless Securities Settlement System;

c. bahwa untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank

Indonesia dalam pelayanan perizinan terpadu dalam

hubungan operasional bagi bank umum maka perlu

menyempurnakan ketentuan mengenai kepesertaan dalam

penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui

Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan

Peraturan Anggota Dewan Gubernur tentang

Penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga Melalui

Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System;

2

Mengingat : Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015 tentang

Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga,

dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 5762) sebagaimana telah

beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Bank

Indonesia Nomor 19/14/PBI/2017 (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 2017 Nomor 301, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 6169);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR TENTANG

PENYELENGGARAAN PENATAUSAHAAN SURAT BERHARGA

MELALUI BANK INDONESIA-SCRIPLESS SECURITIES

SETTLEMENT SYSTEM.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini yang dimaksud

dengan:

1. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System

yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah infrastruktur

yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi

dan penatausahaan surat berharga yang dilakukan secara

elektronik.

2. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang

selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur

yang digunakan sebagai sarana transaksi yang dilakukan

secara elektronik.

3. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang

selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur

yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik

yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara

individual.

3

4. Sistem Informasi BI-SSSS yang selanjutnya disingkat SI

BI-SSSS adalah sistem yang disediakan oleh Bank

Indonesia bagi sub-registry sebagai sarana pelaporan dan

rekonsiliasi data BI-SSSS terkait penatausahaan

individual nasabah.

5. Penatausahaan adalah kegiatan yang mencakup

pencatatan kepemilikan, kliring, dan setelmen, serta

pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan

pokok/nominal atas hasil transaksi surat berharga dan

hasil transaksi tanpa surat berharga.

6. Transaksi adalah transaksi dengan Bank Indonesia dan

transaksi pasar keuangan.

7. Transaksi Dengan Bank Indonesia adalah transaksi yang

dilakukan oleh peserta dengan Bank Indonesia untuk

kegiatan operasi moneter, operasi moneter syariah,

dan/atau transaksi surat berharga negara untuk dan atas

nama Pemerintah, serta transaksi lainnya yang dilakukan

dengan Bank Indonesia.

8. Transaksi Pasar Keuangan adalah transaksi surat

berharga dan transaksi pinjam meminjam antarpeserta

secara konvensional atau yang dipersamakan berdasarkan

prinsip syariah dalam transaksi pasar uang dan/atau

transaksi surat berharga di pasar sekunder.

9. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter

oleh Bank Indonesia dalam rangka pengelolaan moneter

melalui operasi pasar terbuka dan koridor suku bunga

(standing facilities).

10. Operasi Moneter Syariah adalah pelaksanaan kebijakan

moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian

moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan

penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah.

11. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disingkat

FLI adalah fasilitas pendanaan yang diberikan oleh Bank

Indonesia kepada bank peserta Sistem BI-RTGS baik

secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah

untuk mengatasi kesulitan pendanaan yang terjadi selama

jam operasional Sistem BI-RTGS.

4

12. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan

oleh Bank Indonesia, Pemerintah, dan/atau lembaga lain,

yang ditatausahakan pada BI-SSSS.

13. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN

adalah surat utang negara dan surat berharga syariah

negara.

14. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN

adalah surat utang negara sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang yang mengatur mengenai surat utang

negara.

15. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat

SBSN adalah surat berharga syariah negara sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur

mengenai surat berharga syariah negara.

16. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI

adalah Surat Berharga dalam mata uang rupiah yang

diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang

berjangka waktu pendek.

17. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya

disingkat SDBI adalah Surat Berharga dalam mata uang

rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai

pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat

diperdagangkan hanya antarbank.

18. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya

disingkat SBIS adalah Surat Berharga berdasarkan

prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang

rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.

19. Penyelenggara BI-SSSS yang selanjutnya disebut

Penyelenggara adalah Bank Indonesia dalam kedudukan

sebagai pihak yang menyelenggarakan BI-SSSS.

20. Peserta BI-SSSS yang selanjutnya disebut Peserta adalah

pihak yang memenuhi persyaratan dan telah memperoleh

persetujuan dari Penyelenggara sebagai peserta dalam

penyelenggaraan BI-SSSS.

21. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan

fungsi Penatausahaan bagi kepentingan Peserta.

5

22. Sub-Registry adalah Bank Indonesia dan pihak yang

memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Penyelenggara

sebagai Peserta BI-SSSS, untuk melakukan fungsi

Penatausahaan bagi kepentingan nasabah.

23. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam

Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan

termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di

luar negeri dan bank umum syariah termasuk unit usaha

syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

yang mengatur mengenai perbankan syariah.

24. Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan

efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa

lainnya, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak

lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili

pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.

25. Dealer Utama adalah Bank dan/atau perusahaan efek yang

ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai dealer utama.

26. Setelmen adalah proses penyelesaian akhir transaksi

keuangan melalui pendebitan dan pengkreditan rekening

setelmen dana, rekening surat berharga, dan/atau

rekening lainnya di Bank Indonesia.

27. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebitan dan

pengkreditan rekening surat berharga dalam rangka

Penatausahaan.

28. Setelmen Dana adalah proses penyelesaian akhir

transaksi keuangan melalui pendebitan dan pengkreditan

rekening Setelmen Dana.

29. Rekening Surat Berharga adalah rekening Peserta dalam

mata uang rupiah dan/atau valuta asing yang

ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka

pencatatan kepemilikan dan Setelmen atas transaksi

Surat Berharga, Transaksi Dengan Bank Indonesia,

dan/atau Transaksi Pasar Keuangan.

30. Rekening Setelmen Dana adalah rekening Peserta pada

Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah dan/atau valuta

asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia untuk

pelaksanaan Setelmen Dana.

6

31. Bank Pembayar adalah peserta Sistem BI-RTGS yang

ditunjuk sebagai pihak untuk melakukan pembayaran

dan penerimaan dana oleh Peserta lain.

32. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang

terjadi sebagai akibat adanya gangguan atau kerusakan

pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan

komunikasi, aplikasi maupun sarana pendukung BI-SSSS

yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan BI-

SSSS.

33. Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang terjadi di

luar kekuasaan Penyelenggara dan/atau Peserta yang

menyebabkan kegiatan operasional BI-SSSS tidak dapat

diselenggarakan yang diakibatkan oleh kebakaran,

kerusuhan massa, sabotase, serta bencana alam seperti

gempa bumi dan banjir, dan/atau sebab lain, yang

dinyatakan oleh pihak penguasa atau pejabat yang

berwenang setempat, termasuk Bank Indonesia.

34. Fasilitas Guest Bank adalah fasilitas BI-SSSS di lokasi

Penyelenggara dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Dalam Negeri (KPwDN) yang disediakan oleh

Penyelenggara untuk Peserta sebagai cadangan dalam hal

terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat

yang menyebabkan Peserta tidak dapat menggunakan BI-

SSSS di lokasi Peserta.

35. BI-SSSS Central Node yang selanjutnya disebut SCN

adalah sistem di Penyelenggara yang menyediakan fungsi

untuk pelaksanaan kegiatan Penatausahaan dan fungsi

pendukung lain dalam rangka penyelenggaraan BI-SSSS.

36. BI-SSSS Participant Platform yang selanjutnya disebut SPP

adalah BI-SSSS di Peserta yang terhubung dengan SCN,

yang digunakan Peserta untuk melakukan kegiatan terkait

Penatausahaan dan fungsi pendukung lainnya.

37. Digital Certificate adalah suatu sertifikat dalam bentuk file

terproteksi yang memuat identitas pemilik sertifikat, kunci

enkripsi untuk melakukan verifikasi tanda tangan digital

pemilik, dan periode validitas sertifikat, yang dihasilkan

oleh infrastruktur kunci publik Bank Indonesia.

7

BAB II

PENYELENGGARA

Pasal 2

(1) Ruang lingkup penyelenggaraan BI-SSSS meliputi:

a. kepesertaan;

b. operasional; dan

c. kepatuhan Peserta.

(2) Penyelenggaraan BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai

berikut:

a. permohonan untuk menjadi Peserta yang diajukan

oleh Bank yang baru didirikan sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang

mengatur mengenai pelayanan perizinan terpadu

terkait hubungan operasional bank umum dengan

Bank Indonesia, disampaikan kepada satuan kerja

yang melaksanakan fungsi pengawasan

makroprudensial, moneter, dan sistem pembayaran;

b. permohonan untuk menjadi Peserta, perubahan

status kepesertaan menjadi ditutup, dan perubahan

data kepesertaan BI-SSSS, sebagai dampak dari

adanya langkah strategis dan mendasar, serta

penyampaian informasi yang memengaruhi data

Peserta di Bank Indonesia yang diajukan oleh Bank,

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai pelayanan

perizinan terpadu terkait hubungan operasional bank

umum dengan Bank Indonesia, disampaikan kepada

satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengawasan

makroprudensial, moneter, dan sistem pembayaran;

c. permohonan untuk menjadi Peserta yang diajukan

oleh Bank selain sebagaimana dimaksud dalam huruf

a dan huruf b serta pihak selain Bank, disampaikan

kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi

penyelenggaraan sistem pembayaran;

d. permohonan perubahan data kepesertaan BI-SSSS

selain yang terkait dengan langkah strategis dan

mendasar sebagaimana dimaksud dalam huruf b

8

yang diajukan oleh Bank disampaikan kepada satuan

kerja yang melaksanakan fungsi penyelenggaraan

sistem pembayaran; dan

e. permohonan perubahan status kepesertaan menjadi

ditutup dan perubahan data kepesertaan BI-SSSS

yang diajukan oleh pihak selain Bank, disampaikan

kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi

penyelenggaraan sistem pembayaran.

(3) Penyelenggaraan BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf b dan huruf c dilakukan oleh satuan kerja yang

melaksanakan fungsi penyelenggaraan sistem pembayaran.

Pasal 3

Dalam penyelenggaraan BI-SSSS, Penyelenggara memiliki

tugas dan wewenang sebagai berikut:

a. menetapkan ketentuan dan prosedur penyelenggaraan BI-

SSSS;

b. menyediakan sarana dan prasarana penyelenggaraan BI-

SSSS;

c. melaksanakan kegiatan operasional BI-SSSS;

d. melakukan upaya untuk menjamin keandalan,

ketersediaan, dan keamanan penyelenggaraan BI-SSSS;

e. melakukan pemantauan kepatuhan Peserta terhadap

ketentuan dan prosedur yang ditetapkan oleh

Penyelenggara; dan

f. melakukan kegiatan Penatausahaan sebagai Central Registry.

Pasal 4

Sarana dan prasarana penyelenggaraan BI-SSSS sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 3 huruf b paling sedikit mencakup:

a. perangkat keras (hardware) di Penyelenggara dan aplikasi

SCN (software);

b. satu jaringan komunikasi data (JKD) yang menghubungkan

SPP utama di Peserta dengan SCN di Penyelenggara;

c. aplikasi SPP dan perubahannya serta pedoman

pengoperasian BI-SSSS;

d. Fasilitas Guest Bank; dan

e. sarana dan prasarana pendukung lainnya, termasuk SI

BI-SSSS.

9

Pasal 5

(1) Untuk menjamin keandalan, ketersediaan, dan keamanan

penyelenggaraan BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 huruf d, Penyelenggara melakukan kegiatan paling

sedikit:

a. melakukan pengelolaan dan pengoperasian SCN;

b. melakukan pengelolaan dan pengoperasian SI BI-

SSSS;

c. menyediakan layanan help desk;

d. memberikan layanan yang berkaitan dengan

kepesertaan dalam BI-SSSS;

e. menetapkan waktu operasional penyelenggaraan BI-

SSSS;

f. menerapkan standar layanan minimum dalam

penyelenggaraan BI-SSSS;

g. menetapkan dan memberlakukan ketentuan dan

prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal

dan/atau Keadaan Darurat;

h. memberikan pelatihan kepada calon Peserta dan

pelatihan secara berkala kepada Peserta; dan

i. menetapkan status kepesertaan.

(2) Layanan help desk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf c ditujukan untuk menangani permasalahan:

a. operasional BI-SSSS; dan/atau

b. JKD BI-SSSS,

yang dihadapi Peserta.

Pasal 6

(1) Kegiatan Penatausahaan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 huruf f mencakup:

a. melakukan pencatatan penerbitan dan kepemilikan

Surat Berharga atas hasil Setelmen;

b. menyediakan data dan informasi terkait pencatatan

penerbitan dan kepemilikan Surat Berharga;

c. melakukan Setelmen atas transaksi Surat Berharga,

Transaksi Dengan Bank Indonesia, dan Transaksi Pasar

Keuangan di pasar perdana maupun di pasar sekunder;

10

d. melakukan Setelmen atas pengenaan sanksi

administratif berupa kewajiban membayar kepada

peserta Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah;

e. melakukan pembatalan Setelmen second leg atas

transaksi antar-Peserta di pasar sekunder yang

belum jatuh waktu;

f. melakukan pembatalan Setelmen second leg atas

perpanjangan (roll over) otomatis oleh sistem;

g. melakukan pemblokiran Surat Berharga atas

permintaan lembaga pengawas;

h. melakukan pembayaran kupon/bunga atau imbalan

dan pelunasan pokok/nominal atas Surat Berharga

dan instrumen yang ditatausahakan di BI-SSSS

kepada Peserta pemilik Surat Berharga dan Sub-

Registry; dan

i. mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta yang

memiliki fungsi sebagai penerbit dalam rangka

melakukan pembayaran kupon/bunga atau imbalan

dan pelunasan pokok/nominal sebagaimana

dimaksud dalam huruf h.

(2) Setelmen atas transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf c dilakukan dengan cara:

a. mendebit atau mengkredit Rekening Setelmen Dana

Peserta atau Bank Pembayar; dan/atau

b. mendebit atau mengkredit Rekening Surat Berharga

Peserta.

(3) Pembatalan Setelmen second leg sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf e dilakukan berdasarkan:

a. permintaan salah satu Peserta yang bertransaksi atas

dasar kuasa pembatalan dari Peserta lawan

transaksi;

b. keputusan lembaga pengawas yang berwenang yang

mengakibatkan Setelmen second leg harus

dibatalkan; dan/atau

c. keputusan lembaga arbitrase dan/atau pengadilan

yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, yang

mengakibatkan Setelmen second leg harus dibatalkan.

11

(4) Pembatalan Setelmen second leg sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf f dilakukan dalam hal:

a. Surat Berharga yang ditransaksikan memasuki batas

waktu Surat Berharga dapat ditransaksikan; dan

b. Peserta tidak melakukan pembatalan Setelmen

second leg.

BAB III

KEPESERTAAN

Bagian Kesatu

Ketentuan Umum Kepesertaan

Pasal 7

(1) Pihak yang dapat menjadi Peserta yaitu:

a. Bank Indonesia;

b. Kementerian Keuangan;

c. Bank;

d. lembaga penyimpanan dan penyelesaian;

e. perusahaan efek; dan

f. lembaga lain yang disetujui oleh Penyelenggara.

(2) Berdasarkan fungsi Peserta di BI-SSSS, pihak

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibedakan

menjadi:

a. penerbit Surat Berharga;

b. pemilik Surat Berharga di Central Registry;

c. Penatausahaan bagi kepentingan nasabah; dan/atau

d. fungsi lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara.

(3) Berdasarkan penggunaan rekening untuk Setelmen Dana,

pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat

dibedakan menjadi:

a. Peserta yang memiliki Rekening Setelmen Dana

dalam mata uang rupiah, yang digunakan untuk

pelaksanaan Setelmen Dana dan/atau pembayaran

kewajiban lainnya terkait dengan kegiatan

Penatausahaan dalam mata uang rupiah;

12

b. Peserta yang memiliki Rekening Setelmen Dana

dalam valuta asing, yang digunakan untuk

pelaksanaan Setelmen Dana dan/atau pembayaran

kewajiban lainnya terkait dengan kegiatan

Penatausahaan dalam valuta asing; dan/atau

c. Peserta yang tidak memiliki Rekening Setelmen Dana

dalam mata uang rupiah dan/atau dalam valuta

asing, yang pelaksanaan Setelmen Dana dan/atau

pembayaran kewajiban lainnya melalui Bank

Pembayar.

Bagian Kedua

Persyaratan Menjadi Peserta

Pasal 8

(1) Calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai

berikut:

a. memiliki izin usaha yang masih berlaku dari lembaga

yang berwenang;

b. tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan;

c. memenuhi persyaratan permodalan sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan;

d. telah menjadi peserta dalam Sistem BI-RTGS, untuk

calon Peserta berupa Bank;

e. direksi calon Peserta telah memperoleh persetujuan

atau dinyatakan lulus dalam penilaian kemampuan

dan kepatutan dari lembaga pengawas yang

berwenang;

f. memiliki laporan hasil security audit atas sistem

internal calon Peserta dalam 1 (satu) tahun terakhir,

dalam hal calon Peserta akan menghubungkan sistem

internal calon Peserta ke BI-SSSS;

g. menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar untuk kebutuhan

pendebitan dan/atau pengkreditan dana dalam mata

uang rupiah, untuk calon Peserta yang bukan peserta

Sistem BI-RTGS;

13

h. menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar untuk kebutuhan

pendebitan dan/atau pengkreditan dana dalam

valuta asing, untuk calon Peserta yang akan

melakukan transaksi Surat Berharga dalam valuta

asing; dan

i. menggunakan infrastruktur BI-SSSS sesuai dengan

spesifikasi yang telah ditetapkan Penyelenggara

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Anggota Dewan Gubernur ini.

(2) Penunjukan Bank Pembayar untuk kebutuhan pendebitan

dan/atau pengkreditan dana dalam mata uang rupiah

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, ditujukan

untuk:

a. pembebanan biaya BI-SSSS;

b. pembebanan sanksi administratif kewajiban

membayar atas pelanggaran ketentuan Bank

Indonesia;

c. Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga,

Transaksi Dengan Bank Indonesia, dan Transaksi

Pasar Keuangan; dan

d. penerimaan pembayaran kupon/bunga atau imbalan

dan pelunasan pokok/nominal Surat Berharga pada

saat jatuh waktu.

(3) Penunjukan Bank Pembayar untuk kebutuhan pendebitan

dan/atau pengkreditan dana dalam valuta asing

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, ditujukan

untuk:

a. pembebanan sanksi administratif kewajiban

membayar atas pelanggaran ketentuan Bank

Indonesia;

b. Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga dalam

valuta asing; dan

c. penerimaan pembayaran kupon/bunga atau imbalan

dan pelunasan pokok/nominal Surat Berharga dalam

valuta asing pada saat jatuh waktu.

14

Pasal 9

(1) Calon Peserta yang menggunakan infrastruktur

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf i yang

berada dalam kewenangan pengelolaan pihak lain, harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. memiliki perjanjian kerja sama penggunaan

infrastruktur dengan pihak lain yang mengelola

infrastruktur BI-SSSS; dan

b. memiliki surat pernyataan dari pihak lain atas

penggunaan infrastrukturnya oleh calon Peserta yang

bersangkutan.

(2) Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a paling sedikit memuat:

a. pengaturan hak dan kewajiban Peserta dan pihak

lain;

b. tanggung jawab atas kerahasiaan dan/atau

penyalahgunaan data dan informasi;

c. mekanisme pelaksanaan pengiriman instruksi baik

dalam keadaan normal maupun pada saat terjadi

Keadaan Tidak Normal atau Keadaan Darurat di

Peserta atau pihak lain;

d. pengaturan penyelesaian perselisihan antara Peserta

dengan pihak lain;

e. biaya penggunaan infrastruktur yang dikenakan

kepada calon Peserta;

f. pemberian akses kepada Penyelenggara untuk

melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap:

1. sarana fisik;

2. aplikasi pendukung pihak lain yang terkait BI-

SSSS; dan/atau

3. kegiatan operasional pihak lain yang terkait

dengan calon Peserta; dan

g. pernyataan bahwa perjanjian tersebut tidak

bertentangan dengan ketentuan Bank Indonesia.

15

(3) Dalam hal calon Peserta merupakan unit usaha syariah

(UUS) dan/atau unit atau divisi pada Bank yang

melaksanakan fungsi Kustodian dan menggunakan

infrastruktur milik Bank induknya yang menjadi Peserta

maka muatan perjanjian sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dituangkan dalam bentuk kebijakan dan prosedur

tertulis internal Bank.

Pasal 10

Calon Peserta yang mengajukan permohonan sebagai Sub-

Registry, selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 ayat (1) juga harus memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

a. memiliki persetujuan atau izin melakukan kegiatan

Kustodian yang masih berlaku dari lembaga pengawas

yang berwenang;

b. berkedudukan di wilayah hukum Indonesia;

c. memiliki pengalaman dalam kegiatan penatausahaan

Surat Berharga dan/atau dalam kegiatan penyimpanan

Surat Berharga, paling singkat 3 (tiga) tahun sejak

memperoleh izin dari lembaga pengawas yang berwenang;

d. memiliki pengelola dengan pengalaman paling singkat 1

(satu) tahun dalam kegiatan penatausahaan Surat Berharga

dan/atau dalam kegiatan penyimpanan Surat Berharga;

e. memiliki sistem penatausahaan Surat Berharga yang

terintegrasi dengan dan antarkantor cabang yang dimiliki

di dalam negeri;

f. memiliki sistem penatausahaan Surat Berharga tanpa

warkat (scripless) secara book-entry yang aman, akurat,

dan terpercaya;

g. memiliki sistem penatausahaan Surat Berharga yang

paling sedikit dapat menatausahakan transaksi outright,

repo, dan pengagunan;

h. memiliki pengurus yang tidak termasuk dalam daftar

kredit macet dan daftar hitam nasional pada saat

mengajukan permohonan, bagi pengurus calon Sub-

Registry selain Bank;

16

i. memiliki unit kerja terpisah yang khusus menangani

kegiatan Kustodian;

j. mencatat dan/atau menyimpan Surat Berharga dengan

nilai nominal rata-rata bulanan paling sedikit telah

mencapai Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah)

dalam 6 (enam) bulan terakhir; dan

k. memiliki fasilitas jaringan usaha pencatatan dan/atau

penyimpanan Surat Berharga yang terintegrasi dengan

dan antarkantor cabang yang dimiliki di dalam negeri.

Pasal 11

(1) Calon Peserta yang mengajukan permohonan sebagai Sub-

Registry dan akan menerima pengalihan aset dan

kewajiban dari Peserta lain yang telah mendapatkan

persetujuan sebagai Sub-Registry, selain memenuhi

persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)

juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. memiliki persetujuan atau izin melakukan kegiatan

Kustodian yang masih berlaku dari lembaga

pengawas yang berwenang;

b. berkedudukan di wilayah hukum Indonesia;

c. memiliki pengelola dengan pengalaman paling singkat

1 (satu) tahun dalam kegiatan penatausahaan Surat

Berharga dan/atau dalam kegiatan penyimpanan

Surat Berharga;

d. memiliki sistem penatausahaan Surat Berharga yang

terintegrasi dengan dan antarkantor cabang yang

dimiliki di dalam negeri;

e. memiliki sistem penatausahaan Surat Berharga

tanpa warkat (scripless) secara book-entry yang aman,

akurat, dan terpercaya;

f. memiliki sistem penatausahaan Surat Berharga yang

paling sedikit dapat menatausahakan transaksi

outright, repo, dan pengagunan (pledge);

g. memiliki pengurus yang tidak termasuk dalam daftar

kredit macet dan daftar hitam nasional pada saat

mengajukan permohonan, bagi pengurus calon Sub-

Registry selain Bank;

17

h. memiliki unit kerja terpisah yang khusus menangani

kegiatan Kustodian;

i. menerima pengalihan pencatatan dan/atau

penyimpanan Surat Berharga yang ditatausahakan di

BI-SSSS dari Peserta lain yang telah mendapatkan

persetujuan sebagai Sub-Registry, paling sedikit

Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah); dan

j. memiliki fasilitas jaringan usaha pencatatan

dan/atau penyimpanan Surat Berharga yang

terintegrasi dengan dan antarkantor cabang yang

dimiliki di dalam negeri.

(2) Dalam hal terjadi pengalihan aset dan kewajiban

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka status

kepesertaan Sub-Registry dari Peserta yang mengalihkan

aset dan kewajiban menjadi ditutup.

Pasal 12

(1) Kepesertaan sebagai Sub-Registry harus terpisah dari

kepesertaan dengan fungsi yang lain.

(2) Dalam hal calon Peserta merupakan Bank yang

melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional

sekaligus melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan

prinsip syariah dalam bentuk UUS maka kepesertaan

dalam penyelenggaraan BI-SSSS untuk kegiatan usaha

secara konvensional harus terpisah dari kepesertaan

untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Bagian Ketiga

Prosedur Menjadi Peserta

Pasal 13

(1) Penyelenggara memberikan persetujuan kepesertaan

dalam penyelenggaraan BI-SSSS.

(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan melalui 2 (dua) tahapan sebagai berikut:

a. persetujuan prinsip; dan

b. persetujuan operasional.

18

Pasal 14

(1) Calon Peserta mengajukan permohonan tertulis untuk

menjadi Peserta kepada Penyelenggara.

(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. menggunakan format sebagaimana tercantum dalam

Lampiran II.A yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur

ini;

b. ditandatangani oleh pimpinan calon Peserta atau

pihak yang berwenang bertindak mewakili untuk dan

atas nama Bank atau lembaga/instansi calon Peserta

tersebut;

c. ditembuskan kepada KPwDN yang mewilayahi, dalam

hal kantor pusat calon Peserta berkedudukan di

wilayah kerja KPwDN; dan

d. dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan

oleh Penyelenggara.

(3) Dalam hal calon Peserta merupakan UUS dan/atau unit

atau divisi pada Bank yang melaksanakan fungsi

Kustodian maka dalam surat permohonan dijelaskan

bahwa permohonan tersebut diajukan oleh Bank dengan

menggunakan format sebagaimana tercantum dalam

Lampiran II.A.

(4) Dalam hal calon Peserta merupakan peserta Sistem BI-

RTGS, dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf d yang telah disampaikan kepada penyelenggara

Sistem BI-RTGS, tidak perlu disampaikan kembali kepada

Penyelenggara sepanjang tidak terdapat perubahan.

(5) Dalam hal diperlukan, calon Peserta harus

memperlihatkan dokumen asli atas dokumen yang

dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

huruf d kepada Penyelenggara.

Pasal 15

Persyaratan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14

ayat (2) huruf d terdiri atas:

19

a. data kepesertaan dari calon Peserta dengan format

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.B yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Anggota Dewan Gubernur ini;

b. fotokopi persetujuan, izin usaha, atau izin kegiatan usaha

yang masih berlaku dari lembaga berwenang yang telah

dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau telah

dinyatakan sesuai aslinya oleh pimpinan calon Peserta;

c. fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahan

terakhir apabila ada, yang mencantumkan mengenai

nama dan struktur pengurus dari calon Peserta;

d. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta yang

menyatakan bahwa calon Peserta tidak sedang dalam

proses likuidasi atau kepailitan;

e. fotokopi surat dari lembaga pengawas yang berwenang

mengenai:

1. keputusan hasil penilaian kemampuan dan

kepatutan pimpinan calon Peserta, untuk calon

Peserta berupa Bank; atau

2. susunan pimpinan calon Peserta yang tercatat pada

tata usaha lembaga yang berwenang, untuk calon

Peserta selain Bank;

f. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta bahwa calon

Peserta telah memenuhi permodalan sesuai dengan

ketentuan yang mengatur mengenai pemenuhan

permodalan;

g. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta yang

memuat mengenai kesiapan infrastruktur dan informasi

spesifikasi infrastruktur dengan menggunakan format

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.C yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Anggota Dewan Gubernur ini;

h. surat permohonan dari pimpinan calon Peserta untuk

mendapatkan connected user dan Digital Certificate dengan

menggunakan format sebagaimana tercantum dalam

Lampiran II.D yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; dan

20

i. laporan hasil security audit atas sistem internal calon

Peserta yang dilakukan oleh auditor internal atau auditor

independen, dalam hal sistem internal calon Peserta akan

terhubung dengan BI-SSSS.

Pasal 16

Apabila dalam penyelenggaraan BI-SSSS calon Peserta

menggunakan infrastruktur yang pengelolaannya berada

dalam kewenangan pihak lain maka selain dilengkapi dengan

dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf

d, permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14

ayat (1) harus dilengkapi dokumen tambahan berupa:

a. surat pernyataan dari pihak lain yang mengelola

infrastruktur untuk calon Peserta sebagaimana tercantum

dalam Lampiran II.E yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini;

dan

b. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta bahwa calon

Peserta telah memiliki perjanjian kerja sama penggunaan

infrastruktur BI-SSSS yang dikelola oleh pihak lain

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.F yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Anggota Dewan Gubernur ini.

Pasal 17

(1) Calon Peserta yang mengajukan permohonan sebagai Sub-

Registry sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, selain

melengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal

15, juga harus melengkapi dokumen sebagai berikut:

a. fotokopi surat persetujuan atau izin usaha sebagai

Kustodian yang masih berlaku dari lembaga yang

berwenang;

b. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta Sub-

Registry yang menyatakan bahwa pengelola calon

Peserta Sub-Registry memiliki pengalaman paling

singkat 1 (satu) tahun dalam kegiatan penatausahaan

Surat Berharga dan/atau dalam kegiatan

penyimpanan Surat Berharga;

21

c. surat keterangan dari pimpinan calon Peserta Sub-

Registry mengenai sistem penatausahaan Surat

Berharga dan fasilitas jaringan usaha pencatatan

dan/atau penyimpanan Surat Berharga yang

terintegrasi antarkantor yang dimiliki di dalam negeri;

d. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta Sub-

Registry yang menyatakan bahwa calon Peserta Sub-

Registry memiliki sistem penatausahaan Surat

Berharga tanpa warkat (scripless) yang aman dan

akurat;

e. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta Sub-

Registry yang menyatakan bahwa calon Peserta Sub-

Registry memiliki sistem penatausahaan Surat

Berharga yang paling sedikit dapat menatausahakan

transaksi outright, repo, dan pengagunan (pledge);

f. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta Sub-

Registry bahwa calon pengurus Sub-Registry tidak

termasuk dalam daftar kredit macet dan tidak

tercantum dalam daftar hitam nasional; dan

g. data mengenai jumlah dan nilai nominal pencatatan

dan/atau penyimpanan Surat Berharga dalam 6

(enam) bulan terakhir.

(2) Calon Peserta yang mengajukan permohonan sebagai Sub-

Registry yang menerima pengalihan aset dan kewajiban

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), selain

melengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal

15, juga harus melengkapi dokumen sebagai berikut:

a. fotokopi surat persetujuan atau izin melakukan

kegiatan Kustodian yang masih berlaku dari lembaga

yang berwenang;

b. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta Sub-

Registry yang menyatakan bahwa pengelola calon

Peserta Sub-Registry memiliki pengalaman paling

singkat 1 (satu) tahun dalam kegiatan penatausahaan

Surat Berharga dan/atau dalam kegiatan

penyimpanan Surat Berharga;

22

c. surat keterangan dari pimpinan calon Peserta Sub-

Registry mengenai sistem penatausahaan Surat

Berharga yang terintegrasi dengan dan antarkantor

cabang yang dimiliki di dalam negeri;

d. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta Sub-

Registry yang menyatakan bahwa calon Peserta Sub-

Registry memiliki sistem penatausahaan Surat

Berharga tanpa warkat (scripless) yang aman dan

akurat;

e. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta Sub-

Registry yang menyatakan bahwa calon Peserta Sub-

Registry memiliki sistem penatausahaan Surat

Berharga yang paling sedikit dapat menatausahakan

transaksi outright, repo, dan pengagunan (pledge);

f. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta Sub-

Registry bahwa calon pengurus Sub-Registry tidak

termasuk dalam daftar kredit macet dan tidak

tercantum dalam daftar hitam nasional;

g. surat pernyataan mengenai jumlah dan nilai nominal

pencatatan dan/atau penyimpanan Surat Berharga

dari Peserta lain yang sebelumnya telah

mendapatkan persetujuan sebagai Sub-Registry, yang

dilengkapi dengan bukti pencatatan posisi terakhir di

BI-SSSS; dan

h. surat keterangan mengenai fasilitas jaringan usaha

pencatatan dan/atau penyimpanan Surat Berharga

yang terintegrasi dengan dan antarkantor cabang

yang dimiliki di dalam negeri.

Pasal 18

(1) Penyelenggara melakukan penelitian administratif

mengenai pemenuhan persyaratan yang disampaikan oleh

calon Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat

(2), Pasal 16, dan Pasal 17.

23

(2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administratif

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukan bahwa

dokumen yang disampaikan tidak lengkap dan/atau tidak

sesuai, Penyelenggara meminta calon Peserta untuk

melengkapi dan/atau memperbaiki dokumen dalam

jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak

tanggal surat permintaan dari Penyelenggara.

(3) Dalam hal sampai dengan jangka waktu sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) calon Peserta belum

menyampaikan dokumen yang telah dilengkapi, calon

Peserta dianggap membatalkan permohonan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).

(4) Penyelenggara berwenang melakukan pemeriksaan ke

lokasi calon Peserta untuk memastikan kesiapan

operasional BI-SSSS dari calon Peserta.

Pasal 19

(1) Penyelenggara memberikan persetujuan prinsip atau

penolakan atas permohonan tertulis yang diajukan oleh

calon Peserta sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat

(1).

(2) Persetujuan prinsip atau penolakan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama 21 (dua

puluh satu) hari kerja terhitung sejak permohonan dan

dokumen pendukung diterima secara lengkap oleh

Penyelenggara.

Pasal 20

(1) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal

19 ayat (1) memuat paling sedikit hal sebagai berikut:

a. persetujuan menjadi Peserta;

b. nama dan participant code;

c. kegiatan yang harus dilakukan oleh calon Peserta

paling sedikit berupa:

1. pelatihan;

2. instalasi; dan

24

3. penandatanganan perjanjian penggunaan BI-

SSSS; dan

d. kelengkapan dokumen administrasi oleh calon

Peserta untuk pelaksanaan kegiatan operasional.

(2) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

bagi calon Peserta Sub-Registry juga memuat informasi

mengenai pengambilan administrator user dan password

SI BI-SSSS serta pelatihan penggunaan SI BI-SSSS.

Pasal 21

(1) Berdasarkan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 19 ayat (1), calon Peserta menyampaikan

kelengkapan dokumen administrasi untuk pelaksanaan

kegiatan operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal

20 ayat (1) huruf d kepada Penyelenggara.

(2) Kelengkapan dokumen administrasi untuk pelaksanaan

kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

terdiri atas:

a. surat pemberitahuan mengenai nama dan jabatan

pimpinan yang akan melakukan penandatanganan

perjanjian penggunaan BI-SSSS dengan

menggunakan format sebagaimana tercantum dalam

Lampiran II.G yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur

ini;

b. surat kuasa dari pimpinan dalam hal

penandatanganan perjanjian akan dilakukan oleh

pejabat selain pimpinan, dengan menggunakan

format sebagaimana tercantum pada dalam Lampiran

II.H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini;

c. surat pemberitahuan kewenangan pimpinan terkait

dengan kepesertaan dan operasional BI-SSSS,

dengan menggunakan format sebagaimana

tercantum dalam Lampiran II.I yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota

Dewan Gubernur ini;

25

d. surat kuasa terkait dengan kepesertaan dan

operasional BI-SSSS;

e. surat permohonan dari pimpinan atau pejabat

penerima kuasa untuk membuat spesimen tanda

tangan bagi:

1. pimpinan atau pejabat yang berwenang; atau

2. pejabat yang diberi kuasa untuk melakukan

kegiatan terkait kepesertaan dan operasional BI-

SSSS,

dengan menggunakan format sebagaimana

tercantum dalam Lampiran II.J yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota

Dewan Gubernur ini;

f. surat mengenai penambahan kewenangan pemilik

spesimen tanda tangan di Sistem BI-RTGS dengan

kewenangan dalam operasional BI-SSSS kepada

Penyelenggara sebagaimana tercantum dalam

Lampiran II.K yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur

ini, dalam hal kewenangan operasional BI-SSSS juga

akan diberikan kepada pemilik spesimen tanda

tangan di sistem BI-RTGS;

g. surat penunjukan Bank Pembayar yang ditandatangani

oleh pimpinan atau pejabat yang berwenang dari calon

Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di

Penyelenggara sebagaimana tercantum dalam Lampiran

II.L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini yang dilengkapi

dengan surat konfirmasi dari Bank Pembayar

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.M yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Anggota Dewan Gubernur ini; dan

h. surat permintaan akses ke SI BI-SSSS yang

ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang

berwenang dari calon Peserta yang memiliki spesimen

tanda tangan di Penyelenggara, dalam hal calon

Peserta merupakan Sub-Registry.

26

Pasal 22

Surat kuasa terkait dengan kepesertaan dan operasional BI-

SSSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf d

diatur dengan ketentuan sebagai berikut:

a. pimpinan dapat memberi surat kuasa tanpa hak

substitusi atau dengan 1 (satu) kali hak substitusi dengan

menggunakan format surat kuasa sebagaimana tercantum

dalam Lampiran II.N yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini;

b. surat kuasa berlaku untuk 1 (satu) kantor Bank Indonesia;

c. surat kuasa dibuat untuk melakukan kegiatan sebagai

berikut:

1. penandatanganan surat menyurat, laporan,

dan/atau dokumen lain, baik dokumen tertulis

maupun dokumen elektronik, yang terkait dengan

kepesertaan dan operasional dalam BI-SSSS;

2. pengelolaan connected user, digital certificate hard

token, dan/atau digital certificate soft token;

3. penyerahan dan/atau pengambilan surat, laporan,

dan dokumen lain, baik dokumen tertulis maupun

dokumen elektronik, yang terkait dengan kepesertaan

dan operasional dalam BI-SSSS; dan/atau

4. penyerahan dan/atau pengambilan connected user,

digital certificate hard token, dan/atau digital

certificate soft token;

d. pimpinan atau pejabat penerima kuasa dengan 1 (satu)

kali hak substitusi dapat memberikan kuasa tanpa hak

substitusi kepada petugas di kantor pusat atau kantor

cabang calon Peserta hanya untuk melakukan kegiatan

sebagaimana dimaksud dalam huruf c angka 3;

e. jumlah pejabat penerima kuasa untuk melakukan

kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf d paling

banyak 10 (sepuluh) orang;

f. kegiatan yang dikuasakan dalam surat kuasa

sebagaimana dimaksud dalam huruf c dapat dituangkan

dalam 1 (satu) atau lebih surat kuasa sesuai dengan

kebutuhan calon Peserta; dan

27

g. surat kuasa harus disertai dengan fotokopi identitas diri

yang masih berlaku dari penerima kuasa.

Pasal 23

(1) Berdasarkan dokumen administrasi yang disampaikan

calon Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat

(1) huruf d, Penyelenggara menyampaikan surat yang

menginformasikan mengenai hal terkait dengan:

a. penandatanganan perjanjian penggunaan BI-SSSS;

b. pembuatan spesimen tanda tangan pimpinan dan

pejabat atau petugas penerima kuasa dari pimpinan;

c. pengambilan Digital Certificate;

d. waktu pelatihan penggunaan BI-SSSS; dan

e. waktu pemasangan JKD.

(2) Berdasarkan pemberitahuan dari Penyelenggara

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon Peserta harus

melakukan hal sebagai berikut:

a. menandatangani perjanjian penggunaan BI-SSSS

sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Anggota Dewan Gubernur ini;

b. mengambil dokumen connected user, digital certificate

hard token, dan/atau digital certificate soft token yang

pelaksanaannya dilakukan oleh pimpinan atau

pejabat berwenang mewakili calon Peserta yang

memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara;

c. mengikutsertakan petugas yang akan menangani

teknis operasional pada calon Peserta dalam pelatihan

teknis dan operasional penggunaan BI-SSSS; dan

d. melakukan uji koneksi BI-SSSS calon Peserta

bersama dengan Penyelenggara atas SPP yang telah

diinstalasi oleh Penyelenggara.

(3) Pemenuhan kelengkapan dokumen administrasi

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf d

dan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dilakukan calon Peserta paling lama 60 (enam

puluh) hari kerja sejak tanggal surat persetujuan prinsip

dari Penyelenggara.

28

(4) Dalam hal calon Peserta tidak memenuhi kelengkapan

dokumen administrasi atau tidak melaksanakan kegiatan

dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

maka:

a. persetujuan prinsip yang telah diterbitkan menjadi

tidak berlaku dan calon Peserta dinyatakan telah

membatalkan permohonan; dan

b. calon Peserta wajib mengembalikan aplikasi SPP,

buku pedoman pengoperasian BI-SSSS, administrator

user, connected user, dan Digital Certificate kepada

Penyelenggara paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak

persetujuan tidak berlaku.

Pasal 24

(1) Penyelenggara memberitahukan secara tertulis mengenai

persetujuan operasional keikutsertaan sebagai Peserta

dan tanggal efektif operasional, paling lama 14 (empat

belas) hari kerja setelah calon Peserta melaksanakan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2).

(2) Persetujuan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) disampaikan kepada:

a. calon Peserta yang bersangkutan melalui surat; dan

b. seluruh Peserta melalui administrative message atau

sarana lainnya.

Bagian Keempat

Perubahan Data Kepesertaan

Paragraf 1

Prinsip Umum

Pasal 25

(1) Peserta harus menyampaikan permohonan secara tertulis

kepada Penyelenggara terkait dengan perubahan data

kepesertaan meliputi perubahan:

a. participant code;

b. nama peserta;

29

c. kegiatan usaha;

d. lokasi SPP dan/atau pemindahan JKD;

e. Bank Pembayar;

f. perubahan spesimen tanda tangan pimpinan;

g. perubahan kuasa; dan/atau

h. penggunaan infrastruktur.

(2) Peserta harus menyampaikan informasi secara tertulis

kepada Penyelenggara terkait dengan perubahan data

kepesertaan meliputi perubahan:

a. data pimpinan; dan/atau

b. alamat kantor.

(3) Permohonan secara tertulis mengenai perubahan data

kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

penyampaian informasi secara tertulis sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang

telah memiliki spesimen tanda tangan di

Penyelenggara; dan

b. disampaikan ke Penyelenggara dengan tembusan

kepada KPwDN yang mewilayahi, dalam hal kantor

pusat Peserta berkedudukan di wilayah kerja KPwDN.

Paragraf 2

Perubahan Participant Code

Pasal 26

Perubahan participant code dapat disebabkan oleh:

a. Peserta yang bukan merupakan anggota Society for

Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT)

berubah menjadi anggota SWIFT; atau

b. adanya perubahan SWIFT Bank Identifier Code (BIC) dari

Peserta.

Pasal 27

(1) Perubahan participant code sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 25 ayat (1) huruf a dilakukan dengan ketentuan dan

prosedur sebagai berikut:

30

a. Peserta mengajukan permohonan perubahan

participant code secara tertulis, yang dilengkapi

dengan dokumen berupa:

1. data kepesertaan sebagaimana tercantum dalam

Lampiran II.B; dan

2. dokumen yang menunjukkan sebagai anggota

SWIFT atau adanya perubahan SWIFT BIC dari

Peserta; dan

b. pengajuan permohonan tertulis sebagaimana dimaksud

dalam huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3).

(2) Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau

penolakan perubahan participant code melalui surat yang

penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile

kepada Peserta yang bersangkutan, paling lama 14 (empat

belas) hari kerja sejak permohonan tertulis sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Penyelenggara

secara lengkap.

Pasal 28

(1) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27

ayat (2) memuat paling sedikit:

a. nama Peserta;

b. participant code yang baru; dan

c. permintaan agar Peserta memenuhi kelengkapan

dokumen untuk permintaan connected user dan

Digital Certificate untuk participant code baru.

(2) Peserta harus memenuhi kelengkapan dokumen

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan

menyampaikan surat kepada Penyelenggara yang memuat

informasi:

a. nama Peserta;

b. participant code baru; dan

c. certificate signing request (CSR) yang dihasilkan dan

disimpan di media compact disc (CD) yang bersifat

read-only, dalam hal Peserta menggunakan aplikasi

BI-SSSS straight-through processing gateway (SSTPG).

31

(3) Berdasarkan kelengkapan dokumen sebagaimana

dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara memberitahukan:

a. tanggal efektif perubahan participant code, nama

connected user, dan Digital Certificate baru kepada

Peserta yang bersangkutan melalui surat; dan

b. tanggal efektif perubahan participant code kepada

seluruh Peserta melalui administrative message atau

sarana lain.

(4) Peserta harus mengembalikan digital certificate hard token

lama, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak Peserta

menerima surat sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Paragraf 3

Perubahan Nama Peserta

Pasal 29

(1) Perubahan nama Peserta sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 25 ayat (1) huruf b dilakukan dengan ketentuan dan

prosedur sebagai berikut:

a. Peserta mengajukan permohonan perubahan nama

Peserta dalam BI-SSSS secara tertulis yang

dilengkapi dokumen pendukung sebagai berikut:

1. data kepesertaan sebagaimana tercantum dalam

Lampiran II.B dengan menggunakan nama yang

tercantum dalam perubahan anggaran dasar

yang telah disetujui oleh lembaga yang

berwenang;

2. fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh

pejabat yang berwenang atau telah dinyatakan

sesuai asli oleh pimpinan yang telah memiliki

spesimen tanda tangan di Penyelenggara;

3. fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud pada

angka 2 terdiri atas:

a) akta perubahan anggaran dasar untuk

badan hukum Indonesia;

b) surat persetujuan perubahan anggaran

dasar dari lembaga yang berwenang; dan

32

c) surat keputusan dari lembaga yang

berwenang tentang perubahan nama, dalam

hal Peserta adalah Bank; dan

4. dalam hal Peserta merupakan Bank yang

berkantor pusat berkedudukan di luar negeri,

menyampaikan fotokopi dokumen sebagaimana

dimaksud pada angka 3 huruf c); dan

b. pengajuan permohonan tertulis sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dilakukan sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25

ayat (3).

(2) Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau

penolakan perubahan nama melalui surat yang dapat

didahului dengan faksimile, kepada Peserta yang

bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak

surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.

(3) Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan

perubahan nama Peserta dalam BI-SSSS, Penyelenggara

memberitahukan kepada:

a. Peserta yang bersangkutan mengenai persetujuan

dan tanggal efektif perubahan nama Peserta; dan

b. seluruh Peserta mengenai perubahan nama Peserta

melalui administrative message atau sarana lain.

Paragraf 4

Perubahan Kegiatan Usaha

Pasal 30

(1) Perubahan kegiatan usaha Peserta sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c meliputi

perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional

menjadi bank umum syariah (BUS).

(2) Dalam hal Peserta melakukan perubahan kegiatan usaha

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peserta harus

melakukan perubahan data kepesertaan, berupa:

a. kegiatan usaha Peserta;

33

b. nama Peserta; dan/atau

c. participant code.

Pasal 31

(1) Perubahan kegiatan usaha Peserta sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 30 dilakukan dengan ketentuan

dan prosedur sebagai berikut:

a. Peserta mengajukan permohonan perubahan

kegiatan usaha Peserta dalam BI-SSSS secara tertulis

yang dilengkapi dengan fotokopi dokumen

pendukung yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang

berwenang atau telah dinyatakan sesuai asli oleh

pimpinan yang telah memiliki spesimen tanda tangan

di Penyelenggara;

b. dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam

huruf a berupa:

1. akta perubahan anggaran dasar;

2. surat persetujuan perubahan anggaran dasar

dari lembaga yang berwenang; dan

3. surat keputusan dari lembaga yang berwenang

mengenai izin perubahan kegiatan usaha Peserta

dari bank umum konvensional menjadi bank

umum syariah; dan

c. pengajuan permohonan tertulis sebagaimana

dimaksud dalam huruf a harus memenuhi ketentuan

sebagai berikut:

1. menggunakan format sebagaimana tercantum

dalam Lampiran II.O yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan

Gubernur ini; dan

2. dilakukan sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3).

(2) Dalam hal perubahan kegiatan usaha berdampak pada

perubahan participant code maka Peserta harus

mengajukan permohonan perubahan participant code

dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28.

34

(3) Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau

penolakan perubahan kegiatan usaha Peserta dalam BI-

SSSS melalui surat, yang dapat didahului dengan

faksimile, kepada Peserta yang bersangkutan paling lama

14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan dan

dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.

(4) Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan

perubahan kegiatan usaha Peserta dalam BI-SSSS,

Penyelenggara memberitahukan kepada:

a. Peserta yang bersangkutan mengenai persetujuan

dan tanggal efektif perubahan kegiatan usaha

Peserta; dan

b. seluruh Peserta mengenai perubahan kegiatan usaha

Peserta melalui administrative message atau sarana

lain.

Paragraf 5

Perubahan Lokasi SPP dan/atau JKD Peserta

Pasal 32

(1) Perubahan lokasi SPP dan/atau pemindahan JKD Peserta

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf d

dilakukan dengan ketentuan dan prosedur sebagai

berikut:

a. Peserta mengajukan permohonan secara tertulis

kepada Penyelenggara mengenai perubahan lokasi

SPP utama, SPP cadangan, dan/atau pemindahan

JKD yang dilengkapi dengan formulir data

kepesertaan dengan format sebagaimana tercantum

dalam Lampiran II.B; dan

b. penyampaian permohonan tertulis sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dilakukan sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25

ayat (3).

35

(2) Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau

penolakan perubahan lokasi SPP utama, SPP cadangan,

dan/atau pemindahan JKD melalui surat, yang dapat

didahului dengan faksimile, kepada Peserta yang

bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak

surat permohonan dan dokumen sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.

(3) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

memuat hal sebagai berikut:

a. perubahan lokasi SPP utama dan/atau SPP cadangan

Peserta telah dicatat dalam tata usaha Penyelenggara;

b. pelaksanaan pemindahan JKD; dan

c. kegiatan yang harus dilakukan oleh Peserta terkait

dengan perubahan lokasi SPP utama, SPP cadangan,

dan/atau JKD.

Paragraf 6

Perubahan Bank Pembayar

Pasal 33

(1) Perubahan Bank Pembayar sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 25 ayat (1) huruf e dilakukan dengan ketentuan dan

prosedur sebagai berikut:

a. Peserta mengajukan permohonan perubahan Bank

Pembayar secara tertulis yang dilengkapi dengan

dokumen pendukung sebagai berikut:

1. surat penunjukan Bank Pembayar sebagaimana

tercantum dalam Lampiran II.L; dan

2. surat konfirmasi Bank Pembayar sebagaimana

tercantum dalam Lampiran II.M; dan

b. pengajuan permohonan tertulis sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dilakukan sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25

ayat (3).

36

(2) Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau

penolakan perubahan Bank Pembayar melalui surat, yang

dapat didahului dengan faksimile, kepada Peserta paling

lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan

dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.

(3) Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan

perubahan Bank Pembayar, Penyelenggara

menyampaikan surat persetujuan kepada Peserta yang

memuat informasi tanggal efektif perubahan Bank

Pembayar.

Paragraf 7

Perubahan Spesimen Tanda Tangan Pimpinan

Pasal 34

(1) Perubahan spesimen tanda tangan pimpinan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf f dilakukan

dengan ketentuan dan prosedur sebagai berikut:

a. Peserta menyampaikan permohonan kepada

Penyelenggara secara tertulis mengenai perubahan

spesimen tanda tangan pimpinan sehubungan

dengan adanya perubahan nama, kewenangan,

dan/atau jabatan pimpinan yang dilengkapi dengan

dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh

pejabat yang berwenang atau telah dinyatakan sesuai

asli oleh pimpinan yang telah memiliki spesimen

tanda tangan di Penyelenggara;

b. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. menggunakan format sebagaimana tercantum

dalam Lampiran II.P yang merupakan bagian

tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan

Gubernur ini;

2. dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3); dan

37

3. dalam hal seluruh pimpinan dan pejabat yang

berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen

tanda tangan di Penyelenggara mengalami

perubahan dan/atau penggantian maka

permohonan tertulis mengenai perubahan

spesimen tanda tangan diajukan oleh pimpinan

yang baru;

c. dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam

huruf a terdiri atas:

1. fotokopi perubahan anggaran dasar mengenai

pengangkatan pimpinan, bagi Peserta yang

berbadan hukum Indonesia;

2. fotokopi bukti identitas diri pimpinan, berupa:

a) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat

Izin Mengemudi (SIM) atau paspor, bagi

Warga Negara Indonesia (WNI); atau

b) paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara

(KITAS), dan surat izin kerja dari lembaga

berwenang, bagi Warga Negara Asing (WNA),

yang masih berlaku; dan

d. pembuatan spesimen tanda tangan dilakukan setelah

permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam

huruf a dan dokumen pendukung sebagaimana

dimaksud dalam huruf c telah diterima secara

lengkap oleh Penyelenggara.

(2) Dalam hal perubahan spesimen tanda tangan pimpinan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh

penggantian dan/atau penambahan pimpinan baru, selain

dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf c, Peserta juga harus melengkapi dokumen

tambahan berupa:

a. fotokopi surat dari lembaga yang berwenang

mengenai:

1. susunan pimpinan Peserta yang tercatat pada

tata usaha lembaga yang berwenang; atau

2. persetujuan penilaian kemampuan dan kepatutan

dari lembaga pengawas yang berwenang;

38

b. fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor

pusat Bank yang berkedudukan di luar negeri kepada

pimpinan kantor cabang berikut terjemahannya

dalam bahasa Indonesia yang dibuat oleh penerjemah

tersumpah, bagi kantor cabang Bank yang kantor

pusatnya berkedudukan di luar negeri; dan

c. fotokopi struktur organisasi yang masih berlaku, bagi

kantor cabang Bank yang kantor pusatnya

berkedudukan di luar negeri.

(3) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat

(2) harus membuat spesimen tanda tangan di hadapan

pejabat Penyelenggara atau pejabat KPwDN.

(4) Dalam hal pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

telah memiliki spesimen tanda tangan di Sistem BI-RTGS,

Peserta dapat meminta penambahan kewenangan

pimpinan pemilik spesimen tanda tangan di Sistem BI-

RTGS dengan kewenangan dalam operasional BI-SSSS

dengan menggunakan format sebagaimana tercantum

dalam Lampiran II.K.

(5) Dalam hal perubahan spesimen tanda tangan pimpinan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh

perubahan nama, kewenangan, dan/atau jabatan

pimpinan dari pimpinan yang telah memiliki spesimen

tanda tangan, selain dokumen pendukung sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) Peserta juga dapat menyampaikan

surat pernyataan tetap diberlakukannya spesimen tanda

tangan pimpinan, dengan menggunakan format

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.R yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Anggota Dewan Gubernur ini.

Pasal 35

(1) Penyelenggara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis

mengenai perubahan spesimen tanda tangan pimpinan

kepada Peserta paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak

permohonan tertulis dan dokumen sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 34 diterima secara lengkap oleh Penyelenggara.

39

(2) Pemberitahuan perubahan spesimen tanda tangan

pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat

informasi sebagai berikut:

a. pembuatan spesimen tanda tangan bagi pimpinan

baru; dan

b. tanggal efektif pencabutan kewenangan pimpinan

dalam hal terdapat perubahan kewenangan

pimpinan.

(3) Spesimen tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) berlaku efektif sejak pemberitahuan dari Penyelenggara

mengenai tanggal efektif berlakunya spesimen tanda

tangan atau paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal

pembuatan spesimen tanda tangan.

(4) Dalam hal Peserta tidak mengajukan permohonan

perubahan spesimen tanda tangan pimpinan kepada

Penyelenggara, spesimen tanda tangan pimpinan yang

telah ditatausahakan di Penyelenggara dianggap masih

berlaku dan segala tindakan hukum yang dilakukan oleh

pimpinan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab

Peserta.

(5) Dalam hal pencabutan kewenangan pimpinan

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b belum

berlaku efektif, spesimen tanda tangan pimpinan yang

telah ditatausahakan di Penyelenggara dianggap masih

berlaku dan segala tindakan hukum yang dilakukan oleh

pimpinan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Peserta.

Paragraf 8

Perubahan Kuasa

Pasal 36

(1) Perubahan kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25

ayat (1) huruf g dilakukan untuk penambahan,

pergantian, dan/atau pencabutan kuasa pejabat

dan/atau petugas.

40

(2) Perubahan kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan pemberian

kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.

(3) Perubahan kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan ketentuan dan prosedur sebagai berikut:

a. Peserta mengajukan permohonan perubahan kuasa

secara tertulis sesuai dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3);

b. selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf

a, permohonan tertulis juga harus dilakukan sesuai

dengan ketentuan sebagai berikut:

1. dalam hal terdapat penambahan dan/atau

pergantian kuasa pejabat dan/atau petugas

serta permintaan pembuatan spesimen tanda

tangan, permohonan menggunakan format

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.S

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini;

2. dalam hal terdapat pencabutan seluruh atau

sebagian kuasa kepada pejabat penerima kuasa

dan/atau petugas penerima kuasa, permohonan

juga dilampiri dengan surat pernyataan

pencabutan kuasa dengan menggunakan format

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.T

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; dan

3. dalam hal terdapat perubahan kewenangan

dalam surat kuasa yang diberikan kepada

pejabat penerima kuasa dan/atau petugas

penerima kuasa, Peserta harus menyampaikan

surat permohonan yang dilampiri dengan surat

kuasa yang baru dengan menggunakan format

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.N.

(4) Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau

penolakan perubahan kuasa melalui surat, kepada Peserta

paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan

dan dokumen diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.

41

(5) Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan

perubahan kuasa, Penyelenggara menyampaikan surat

persetujuan kepada Peserta yang memuat informasi

tanggal efektif perubahan kuasa pejabat dan/atau

petugas.

(6) Peserta yang tidak mengajukan permohonan perubahan

kuasa pejabat dan/atau petugas kepada Penyelenggara

maka data yang telah ditatausahakan di Penyelenggara

dianggap masih berlaku dan segala tindakan hukum yang

dilakukan Pejabat penerima kuasa dan/atau petugas

penerima kuasa tersebut sepenuhnya menjadi tanggung

jawab Peserta.

Paragraf 9

Perubahan Penggunaan Infrastruktur

Pasal 37

Perubahaan penggunaan infrastruktur sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 25 ayat (1) huruf h meliputi:

a. perubahan penggunaan infrastruktur yang dikelola sendiri

menjadi penggunaan infrastruktur yang dikelola pihak

lain;

b. perubahan penggunaan infrastruktur yang dikelola oleh

pihak lain menjadi penggunaan infrastruktur yang

dikelola sendiri; atau

c. perubahan penggunaan infrastruktur yang dikelola oleh

pihak lain yang berbeda.

Pasal 38

(1) Perubahan penggunaan infrastruktur sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 37 dilakukan dengan ketentuan

dan prosedur sebagai berikut:

a. Peserta mengajukan permohonan perubahan

penggunaan infrastruktur secara tertulis yang

dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai

berikut:

42

1. data kepesertaan sebagaimana tercantum dalam

Lampiran II.B;

2. surat pernyataan dari pimpinan yang

menyatakan kesiapan infrastruktur dan memuat

informasi spesifikasi infrastruktur sesuai

dengan yang telah ditetapkan oleh

Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 15 huruf g; dan

3. dalam hal Peserta menggunakan infrastruktur

yang dikelola pihak lain maka selain

melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud

pada angka 1 dan angka 2, Peserta juga harus

memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 16; dan

b. pengajuan permohonan tertulis sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dilakukan sesuai dengan

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25

ayat (3).

(2) Dalam hal diperlukan, Penyelenggara dapat melakukan

pemeriksaan ke lokasi infrastruktur yang akan digunakan

Peserta.

(3) Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau

penolakan perubahan penggunaan infrastruktur melalui

surat, yang dapat didahului dengan faksimile, kepada

Peserta paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak

surat permohonan dan dokumen pendukung diterima oleh

Penyelenggara secara lengkap.

(4) Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan

perubahan penggunaan infrastruktur, Penyelenggara

menyampaikan surat persetujuan kepada Peserta yang

memuat informasi tanggal efektif perubahan penggunaan

infrastruktur Peserta.

43

Paragraf 10

Perubahan Data Pimpinan

Pasal 39

Perubahan data pimpinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

25 ayat (2) huruf a dilakukan dengan ketentuan dan prosedur

sebagai berikut:

a. Peserta menyampaikan informasi kepada Penyelenggara

secara tertulis mengenai perubahan nama, kewenangan,

dan/atau jabatan pimpinan yang dilengkapi dengan

dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh pejabat

yang berwenang atau telah dinyatakan sesuai asli oleh

pimpinan yang telah memiliki spesimen tanda tangan di

Penyelenggara;

b. penyampaian informasi sebagaimana dimaksud dalam

huruf a harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1. menggunakan format sebagaimana tercantum dalam

Lampiran II.Q yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur

ini; dan

2. dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3);

c. dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf

a terdiri atas:

1. fotokopi perubahan anggaran dasar mengenai

pengangkatan pimpinan, bagi Peserta yang berbadan

hukum Indonesia;

2. fotokopi bukti identitas diri pimpinan, berupa:

a) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin

Mengemudi (SIM) atau paspor, bagi Warga

Negara Indonesia (WNI); atau

b) paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara

(KITAS), dan surat izin kerja dari lembaga yang

berwenang, bagi Warga Negara Asing (WNA),

yang masih berlaku;

44

d. dalam hal perubahan data pimpinan disebabkan oleh

penggantian dan/atau penambahan pimpinan baru, selain

dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf c,

Peserta juga harus melengkapi dokumen tambahan berupa:

1. fotokopi surat dari lembaga yang berwenang mengenai:

a) susunan pimpinan Peserta yang tercatat pada

tata usaha lembaga yang berwenang; atau

b) persetujuan penilaian kemampuan dan kepatutan

dari lembaga pengawas yang berwenang;

2. fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor

pusat Bank yang berkedudukan di luar negeri kepada

pimpinan kantor cabang berikut terjemahannya

dalam bahasa Indonesia yang dibuat oleh penerjemah

tersumpah, bagi kantor cabang Bank yang kantor

pusatnya berkedudukan di luar negeri; dan

3. fotokopi struktur organisasi yang masih berlaku, bagi

kantor cabang Bank yang kantor pusatnya

berkedudukan di luar negeri; dan

e. dalam hal perubahan data pimpinan mengakibatkan

perubahan spesimen tanda tangan pimpinan, dokumen

sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan huruf d

disampaikan pada saat pengajuan permohonan

perubahan spesimen tanda tangan pimpinan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 34.

Paragraf 11

Perubahan Alamat Kantor Peserta

Pasal 40

(1) Perubahan alamat kantor Peserta sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b dilakukan dengan

ketentuan dan prosedur sebagai berikut:

a. Peserta menyampaikan informasi kepada

Penyelenggara secara tertulis mengenai perubahan

alamat kantor pusat Peserta dan alamat kantor

cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri

yang dilengkapi dengan dokumen pendukung;

45

b. penyampaian informasi sebagaimana dimaksud

dalam huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3);

c. dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam

huruf a terdiri atas:

1. data kepesertaan sebagaimana tercantum dalam

Lampiran II.B; dan

2. fotokopi surat persetujuan atau penerimaan

pemberitahuan perubahan alamat kantor dari

lembaga yang berwenang yang telah dilegalisasi

oleh pimpinan yang telah memiliki spesimen

tanda tangan di Penyelenggara.

(2) Penyelenggara menyampaikan pemberitahuan perubahan

alamat kantor kepada Peserta melalui surat, yang dapat

didahului dengan faksimile, kepada Peserta paling lama 14

(empat belas) hari kerja sejak informasi tertulis dan

dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a diterima secara lengkap oleh Penyelenggara.

(3) Pemberitahuan perubahan alamat kantor sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) memuat informasi mengenai

tanggal efektif perubahan alamat kantor Peserta.

Paragraf 12

Penyampaian Dokumen Perubahan Data Kepesertaan

Pasal 41

Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS

dan/atau peserta Sistem BI-ETP serta dokumen pendukung

yang telah disampaikan kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS

dan/atau penyelenggara Sistem BI-ETP sama dengan dokumen

pendukung di BI-SSSS, dokumen untuk perubahan data

kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai

dengan Pasal 40 yang telah disampaikan kepada penyelenggara

Sistem BI-RTGS dan/atau penyelenggara Sistem BI-ETP, tidak

perlu disampaikan kembali kepada Penyelenggara sepanjang

tidak terdapat perubahan.

46

Paragraf 13

Perbedaan Tanda Tangan

Pasal 42

Dalam hal terdapat perbedaan tanda tangan antara yang

tercantum pada identitas diri dengan yang tercantum pada

spesimen tanda tangan pejabat atau petugas penerima kuasa

yang ditatausahakan di Penyelenggara maka Peserta harus

menyampaikan surat pernyataan perbedaan tanda tangan

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.U yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan

Gubernur ini.

Bagian Kelima

Status Kepesertaan dan Perubahannya

Paragraf 1

Status Kepesertaan

Pasal 43

(1) Status kepesertaan dalam BI-SSSS dibedakan menjadi:

a. aktif;

b. ditangguhkan;

c. dibekukan; atau

d. ditutup.

(2) Status ditangguhkan dan dibekukan tidak berlaku bagi

Peserta dengan fungsi sebagai penerbit Surat Berharga

dan Sub-Registry.

(3) Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS,

perubahan status kepesertaan di Sistem BI-RTGS menjadi

ditangguhkan, dibekukan, atau ditutup berdampak pada

perubahan status kepesertaan yang sama di BI-SSSS.

47

Paragraf 2

Perubahan Status Kepesertaan

Pasal 44

(1) Perubahan status kepesertaan dapat dilakukan dari:

a. status aktif menjadi ditangguhkan atau sebaliknya;

b. status aktif menjadi dibekukan;

c. status aktif menjadi ditutup;

d. status ditangguhkan menjadi dibekukan; atau

e. status dibekukan menjadi ditutup.

(2) Perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara berdasarkan

hal sebagai berikut:

a. pengenaan sanksi administratif oleh Penyelenggara;

b. permintaan tertulis dari lembaga yang berwenang

melakukan pengawasan terhadap kegiatan Peserta;

atau

c. permintaan tertulis dari Peserta untuk mengubah

status dari status aktif menjadi ditutup.

(3) Permintaan tertulis dari Peserta sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) huruf c didasarkan pada alasan self-

liquidation, penggabungan, peleburan, pemisahan,

pengunduran diri, atau alasan lain dan telah memperoleh

persetujuan dari Penyelenggara atau lembaga pengawas

yang berwenang.

(4) Dalam hal terjadi perubahan status Peserta,

Penyelenggara menginformasikan perubahan status

Peserta kepada:

a. Peserta yang bersangkutan melalui surat yang

penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile;

b. seluruh Peserta melalui administrative message atau

sarana lainnya yang ditetapkan oleh Penyelenggara;

dan/atau

c. lembaga yang berwenang dalam melakukan

pengawasan terhadap kegiatan Peserta melalui surat

yang penyampaiannya dapat didahului dengan

faksimile.

48

Pasal 45

(1) Dalam hal akan dilakukan perubahan status kepesertaan

menjadi ditutup, berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. Peserta harus menyelesaikan seluruh kewajiban

dalam penyelenggaraan BI-SSSS;

b. Peserta melakukan pemindahan saldo Rekening

Surat Berharga ke rekening yang ditetapkan oleh

Peserta untuk penihilan saldo;

c. Penyelenggara dapat memindahkan saldo Rekening

Surat Berharga atas nama Peserta ke rekening yang

ditetapkan oleh Penyelenggara berdasarkan surat

kuasa, apabila Peserta tidak melakukan pemindahan

saldo Rekening Surat Berharga sebagaimana

dimaksud dalam huruf b;

d. Penyelenggara mengubah status kepesertaan menjadi

ditutup setelah Rekening Surat Berharga bersaldo

nihil; dan

e. Peserta harus mengembalikan digital certificate hard

token, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal

efektif perubahan status kepesertaan menjadi

ditutup.

(2) Penyelesaian kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a yang disebabkan oleh penggabungan,

peleburan, atau pemisahan, dilakukan dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. hak dan kewajiban Peserta yang akan ditutup beralih

kepada Peserta hasil penggabungan, peleburan, atau

pemisahan; dan

b. peralihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

dilengkapi dengan surat pernyataan pengambilalihan

hak dan kewajiban dari Peserta hasil penggabungan,

peleburan, atau pemisahan.

(3) Penyelesaian kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a yang disebabkan oleh adanya pengalihan aset

dan kewajiban yang bukan merupakan penggabungan,

peleburan, atau pemisahan, dilakukan dengan ketentuan

sebagai berikut:

49

a. hak dan kewajiban Peserta yang ditutup beralih

kepada Peserta yang menerima pengalihan aset dan

kewajiban; dan

b. peralihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

dilakukan berdasarkan pada surat pernyataan

pengambilalihan hak dan kewajiban dari Peserta yang

menerima pengalihan.

(4) Pemindahan saldo Rekening Surat Berharga ke rekening

yang ditetapkan untuk penihilan saldo sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk Peserta dengan

fungsi Sub-Registry, dilakukan dengan ketentuan sebagai

berikut:

a. Sub-Registry harus memindahkan kepemilikan Surat

Berharga individual nasabahnya kepada Sub-Registry

lain yang ditunjuk oleh nasabah; dan

b. pemindahan kepemilikan Surat Berharga

sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan

paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal

penutupan kepesertaan Sub-Registry.

Pasal 46

(1) Perubahan status kepesertaan atas permintaan tertulis

dari lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 44 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan

mengajukan permohonan perubahan status kepesertaan

kepada Gubernur Bank Indonesia dengan tembusan

kepada Penyelenggara.

(2) Permohonan perubahan status kepesertaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat informasi

sebagai berikut:

a. nama Peserta dan perubahan status kepesertaan

yang diminta;

b. alasan perubahan status kepesertaan; dan

c. tanggal efektif perubahan status kepesertaan.

(3) Permohonan perubahan status kepesertaan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), disertai dengan dokumen

pendukung sebagai berikut:

50

a. fotokopi surat dari lembaga yang berwenang yang

mendasari alasan perubahan status kepesertaan;

atau

b. fotokopi surat keputusan pencabutan izin kegiatan

usaha dari lembaga yang berwenang, putusan

kepailitan, dan/atau likuidasi.

(4) Dalam hal perubahan status kepesertaan yang diminta

merupakan perubahan status menjadi ditangguhkan,

permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memuat pula batasan penangguhan yang mencakup

penangguhan terhadap kegiatan tertentu di BI-SSSS.

(5) Penyelenggara menyetujui dan mengubah status

kepesertaan apabila:

a. dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah

diterima Penyelenggara dengan lengkap; dan

b. Peserta telah memenuhi ketentuan dan persyaratan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) atau

Pasal 45 ayat (4), dalam hal status kepesertaan

berubah menjadi ditutup.

(6) Penyelenggara menginformasikan perubahan status

Peserta kepada pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

44 ayat (4).

Pasal 47

(1) Perubahan status kepesertaan atas permintaan tertulis

dari Peserta yang bersangkutan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 44 ayat (2) huruf c, dilakukan oleh Peserta

dengan mengajukan permohonan penutupan kepesertaan

kepada Penyelenggara dengan menggunakan format

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.V yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Anggota Dewan Gubernur ini.

(2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut:

a. fotokopi keputusan pencabutan izin usaha, dalam hal

Peserta melakukan self-liquidation; atau

51

b. dokumen terkait lainnya untuk alasan perubahan

status kepesertaan yang dilakukan berdasarkan

alasan lain yang telah memperoleh persetujuan dari

Penyelenggara atau lembaga pengawas yang

berwenang.

(3) Surat permohonan perubahan status kepesertaan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi

ketentuan sebagai berikut:

a. ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang

telah memiliki spesimen tanda tangan di

Penyelenggara; dan

b. disampaikan kepada Penyelenggara dengan

tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi, dalam

hal kantor pusat Peserta berkedudukan di wilayah

kerja KPwDN.

(4) Penyelenggara menyetujui dan mengubah status

kepesertaan apabila:

a. dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah

diterima Penyelenggara dengan lengkap; dan

b. Peserta telah memenuhi ketentuan dan persyaratan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) atau

Pasal 45 ayat (4).

(5) Penyelenggara menginformasikan perubahan status

Peserta kepada pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

44 ayat (4).

Paragraf 3

Perubahan Status Kepesertaan Karena Penggabungan

Pasal 48

(1) Setiap Peserta yang menggabungkan diri harus

mengajukan permohonan penutupan kepesertaan secara

tertulis kepada Penyelenggara dengan format sebagaimana

tercantum dalam Lampiran II.V.

(2) Dalam hal calon Peserta yang menerima penggabungan

akan menerima pengalihan aset dan kewajiban dari Peserta

Sub-Registry yang akan menggabungkan diri maka:

52

a. calon Peserta harus memenuhi ketentuan umum

kepesertaan BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada

Pasal 8; dan

b. calon Peserta harus memenuhi persyaratan menjadi

Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

(3) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

disertai dengan fotokopi surat keputusan dari lembaga

yang berwenang menyetujui penggabungan yang telah

dilegalisasi oleh pejabat berwenang atau telah dinyatakan

sesuai asli oleh pimpinan.

(4) Peserta yang menerima penggabungan menyampaikan

pemberitahuan penggabungan yang paling sedikit memuat:

a. persetujuan penggabungan dari lembaga yang

berwenang;

b. informasi mengenai Peserta yang menerima

penggabungan dan Peserta yang menggabungkan diri;

c. waktu pelaksanaan:

1. peralihan operasional dalam BI-SSSS dari

Peserta yang menggabungkan diri kepada

Peserta yang menerima penggabungan;

2. pemindahan saldo Rekening Surat Berharga

Peserta yang menggabungkan diri ke Rekening

Surat Berharga Peserta yang menerima

penggabungan; dan

3. penutupan kepesertaan dalam BI-SSSS dari

Peserta yang menggabungkan diri;

d. pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta yang

menggabungkan diri oleh Peserta yang menerima

penggabungan terhitung sejak tanggal penggabungan

secara hukum; dan

e. informasi pengumuman penggabungan yang dimuat

dalam surat kabar harian berskala nasional,

dengan menggunakan format sebagaimana tercantum

dalam Lampiran II.W yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.

53

(5) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut:

a. surat pernyataan dengan menggunakan format

sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.X yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Anggota Dewan Gubernur ini; dan

b. fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh pejabat

yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh

pimpinan berupa:

1. akta penggabungan;

2. akta perubahan anggaran dasar Peserta yang

menerima penggabungan;

3. izin penggabungan dari lembaga yang berwenang

memberikan persetujuan tentang

penggabungan;

4. surat persetujuan perubahan anggaran dasar

dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi

Manusia atau dokumen pendaftaran akta

penggabungan dan akta perubahan anggaran

dasar dalam daftar perusahaan; dan

5. pengumuman penggabungan yang dimuat dalam

surat kabar harian berskala nasional.

(6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)

harus:

a. ditandatangani oleh pimpinan yang telah memiliki

spesimen tanda tangan di Penyelenggara; dan

b. disampaikan kepada Penyelenggara dengan

tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi, dalam

hal kantor pusat Peserta berkedudukan di wilayah

kerja KPwDN.

Pasal 49

(1) Penyelenggara memberitahukan persetujuan tertulis

kepada Peserta yang menerima penggabungan, setelah

dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3)

dan ayat (5) diterima secara lengkap.

54

(2) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memuat hal sebagai berikut:

a. waktu pelaksanaan penggabungan secara

operasional dalam BI-SSSS; dan

b. hal yang harus dilakukan oleh Peserta yang

bersangkutan.

(3) Saldo Rekening Surat Berharga dari Peserta yang

menggabungkan diri dipindahkan melalui SPP yang

bersangkutan ke Rekening Surat Berharga Peserta yang

menerima penggabungan.

(4) Pelaksanaan pemindahan saldo Rekening Surat Berharga

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai

dengan kewenangan dan jadwal pelaksanaan

penggabungan secara operasional dalam BI-SSSS yang

disetujui oleh Penyelenggara.

(5) Status kepesertaan dalam BI-SSSS dari Peserta yang

menggabungkan diri efektif berubah menjadi ditutup pada

tanggal pelaksanaan penggabungan secara operasional

dalam BI-SSSS, setelah Rekening Surat Berharga Peserta

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersaldo nihil.

(6) Penyelenggara menginformasikan perubahan status

Peserta kepada pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal

44 ayat (4).

Paragraf 4

Perubahan Status Kepesertaan Karena Peleburan

Pasal 50

(1) Calon Peserta yang merupakan hasil peleburan harus

mengajukan permohonan menjadi Peserta BI-SSSS

dengan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 dan Pasal 14.

(2) Dalam hal calon Peserta hasil peleburan akan menerima

pengalihan aset dan kewajiban dari Peserta Sub-Registry

yang akan meleburkan diri maka:

55

a. Calon Peserta harus memenuhi persyaratan umum

kepesertaan BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8; dan

b. Calon Peserta harus memenuhi persyaratan menjadi

Peserta Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 11.

(3) Calon Peserta yang merupakan hasil peleburan

menyampaikan pemberitahuan peleburan secara tertulis

kepada Penyelenggara dengan format sebagaimana

tercantum dalam Lampiran II.W.

(4) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud

pada ayat (3) dilengkapi dengan dokumen pendukung

sebagai berikut:

a. surat pernyataan dengan format sebagaimana

tercantum dalam Lampiran II.X; dan

b. fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh pejabat

yang berwenang atau telah dinyatakan sesuai asli

oleh pimpinan calon Peserta, berupa:

1. akta peleburan;

2. akta pendirian Peserta yang merupakan hasil

peleburan;

3. izin peleburan dari lembaga yang berwenang

memberikan persetujuan tentang peleburan; dan

4. surat pengesahan badan hukum perseroan dari

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

atas akta pendirian Peserta yang merupakan

hasil peleburan.

Pasal 51

(1) Setiap Peserta yang meleburkan diri harus mengajukan

permohonan penutupan kepesertaan secara tertulis

kepada Penyelenggara dengan format sebagaimana

tercantum dalam Lampiran II.V.

(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilengkapi dengan dokumen yang telah dilegalisasi oleh

pejabat yang berwenang atau telah dinyatakan sesuai asli

oleh pimpinan calon Peserta, sebagai berikut:

56

a. fotokopi surat keputusan dari lembaga yang

berwenang menyetujui peleburan; dan

b. fotokopi anggaran dasar terakhir Peserta yang

meleburkan diri.

(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50

ayat (3), pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

50 ayat (4) huruf a, dan permohonan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan

sebagai berikut:

a. ditandatangani oleh pimpinan calon Peserta; dan

b. disampaikan kepada Penyelenggara dengan

tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi, dalam

hal kantor pusat calon Peserta berkedudukan di

wilayah kerja KPwDN.

Pasal 52

(1) Penyelenggara memberitahukan persetujuan tertulis

kepada Peserta yang merupakan hasil peleburan setelah

dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3)

dan ayat (4) serta Pasal 51 ayat (2) diterima secara lengkap.

(2) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

memuat persetujuan waktu pelaksanaan peleburan secara

operasional dalam BI-SSSS beserta hal yang harus

dilakukan oleh Peserta yang bersangkutan.

(3) Saldo Rekening Surat Berharga dari Peserta yang

meleburkan diri dipindahkan melalui SPP yang

bersangkutan ke Rekening Surat Berharga Peserta yang

merupakan hasil peleburan.

(4) Pelaksanaan pemindahan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3) dilakukan sesuai kewenangan dan jadwal

pelaksanaan peleburan secara operasional dalam BI-SSSS

yang disetujui oleh Penyelenggara.

(5) Status kepesertaan dalam BI-SSSS dari Peserta yang

meleburkan diri efektif berubah menjadi ditutup pada

tanggal pelaksanaan peleburan secara operasional dalam

BI-SSSS, setelah Rekening Surat Berharga Peserta

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersaldo nihil.

57

(6) Penyelenggara menginformasikan perubahan status

Peserta kepada pihak sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 44 ayat (4).

Paragraf 5

Perubahan Status Kepesertaan Karena Pemisahan

Pasal 53

(1) Perubahan status kepesertaan karena pemisahan

dilakukan dalam hal terdapat Peserta berupa UUS yang

melakukan pemisahan dari Peserta berupa bank

konvensional sebagai induknya yang dilakukan dengan

cara mendirikan BUS baru atau mengalihkan hak dan

kewajiban UUS kepada BUS yang telah ada.

(2) Dalam hal calon Peserta akan menerima pengalihan aset

dan kewajiban dari Peserta Sub-Registry yang melakukan

pemisahan maka:

a. calon Peserta harus memenuhi persyaratan umum

kepesertaan BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 8; dan

b. calon Peserta harus memenuhi persyaratan menjadi

Peserta Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 11.

(3) Prosedur perubahan kepesertaan karena pemisahan

dengan cara mendirikan BUS baru, mengikuti prosedur

perubahan status kepesertaan karena peleburan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan

Pasal 52.

(4) Prosedur perubahan kepesertaan karena pemisahan

dengan cara mengalihkan hak dan kewajiban UUS

kepada BUS yang telah ada dilakukan dengan tata cara

penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48

dan Pasal 49.

58

Paragraf 6

Perubahan Status Kepesertaan Karena Pengalihan Aset dan

Kewajiban yang Bukan Merupakan Penggabungan,

Peleburan, atau Pemisahan

Pasal 54

Prosedur perubahan status kepesertaan karena adanya

pengalihan aset dan kewajiban berdasarkan persetujuan

lembaga yang berwenang mengikuti prosedur perubahan

status kepesertaan yang berlaku dalam penggabungan,

peleburan, atau pemisahan.

Paragraf 7

Penyampaian Dokumen Bagi Peserta Sistem BI-RTGS

dan/atau Sistem BI-ETP

Pasal 55

Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS

dan/atau Sistem BI-ETP serta dokumen pendukung yang

telah disampaikan kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS

dan/atau penyelenggara Sistem BI-ETP sama dengan

dokumen pendukung di BI-SSSS, dokumen pendukung

untuk perubahan status kepesertaan karena penggabungan,

peleburan, pemisahan, atau pengalihan aset dan kewajiban

yang terjadi berdasarkan persetujuan dari lembaga yang

berwenang sebagaimana dimaksud pada Pasal 48, Pasal 50,

Pasal 51, Pasal 53, dan Pasal 54 yang telah disampaikan

kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS dan/atau

penyelenggara Sistem BI-ETP, tidak perlu disampaikan

kembali kepada Penyelenggara sepanjang tidak terdapat

perubahan.

59

Bagian Keenam

Kewajiban Peserta

Paragraf 1

Kewajiban Umum Peserta

Pasal 56

Dalam penggunaan BI-SSSS, Peserta wajib:

a. menjaga kelancaran dan keamanan dalam penggunaan

BI-SSSS;

b. bertanggung jawab atas kebenaran instruksi Setelmen,

serta seluruh informasi yang dikirim Peserta kepada

Penyelenggara melalui BI-SSSS;

c. melaksanakan kegiatan operasional BI-SSSS sesuai

dengan perjanjian penggunaan sistem antara

Penyelenggara dan Peserta dan ketentuan yang mengatur

mengenai penyelenggaraan BI-SSSS, serta ketentuan

terkait lainnya;

d. memberikan data, dokumen, dan/atau informasi kepada

Penyelenggara termasuk dokumen asli dan/atau salinan

dokumen yang berupa warkat dan/atau data elektronik

terkait dengan pelaksanaan operasional BI-SSSS; dan

e. mematuhi ketentuan yang dikeluarkan oleh asosiasi

sistem pembayaran terkait penyelenggaraan BI-SSSS.

Pasal 57

Kewajiban Peserta untuk menjaga kelancaran dan keamanan

dalam penggunaan BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 56 huruf a, meliputi kegiatan sebagai berikut:

a. menyusun kebijakan dan prosedur tertulis (KPT) yang

mendukung sistem kontrol internal yang baik dalam

pelaksanaan operasional BI-SSSS;

b. melakukan pemeriksaan internal untuk menjamin

keamanan operasional BI-SSSS;

c. melakukan security audit;

d. menyusun kebijakan teknologi informasi terkait dengan

BI-SSSS yang di-review dan di-update secara reguler;

60

e. memiliki pedoman disaster recovery plan (DRP) dan

business continuity plan (BCP);

f. melakukan pengelolaan batas Setelmen Dana (settlement

limit) dan mengatur pelaksanaannya dalam prosedur

internal Peserta, dalam hal Peserta juga ditunjuk sebagai

Bank Pembayar;

g. menggunakan aplikasi SPP sesuai dengan buku pedoman

pengoperasian BI-SSSS;

h. melakukan pengkinian data atau informasi kepesertaan;

i. melakukan pemeliharaan data; dan

j. menjamin SPP utama dan SPP cadangan berfungsi dengan

baik untuk melakukan berbagai aktivitas BI-SSSS

sepanjang jam operasional BI-SSSS.

Pasal 58

Penyusunan KPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf

a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. KPT wajib dibuat dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan

sejak tanggal efektif kepesertaan di BI-SSSS;

b. KPT wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia;

c. KPT wajib dibuat dengan mengacu pada ketentuan terkait

dengan BI-SSSS yang ditetapkan oleh Penyelenggara dan

ketentuan yang dikeluarkan oleh asosiasi sistem

pembayaran terkait penyelenggaraan BI-SSSS;

d. KPT wajib memuat materi paling sedikit sebagai berikut:

1. pendahuluan;

2. organisasi pengoperasian BI-SSSS;

3. ketentuan dan prosedur operasional BI-SSSS;

4. pengawasan operasional BI-SSSS; dan

5. penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau

Keadaan Darurat;

e. penyusunan rincian cakupan minimum materi KPT

sebagaimana dimaksud dalam huruf d dilakukan sesuai

dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran

IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini;

61

f. dalam hal terdapat perubahan terhadap materi KPT

sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan/atau

perubahan ketentuan yang dikeluarkan oleh

Penyelenggara dan/atau asosiasi sistem pembayaran,

yang berdampak pada materi KPT, Peserta harus

melakukan pengkinian terhadap KPT dimaksud; dan

g. pengkinian terhadap KPT sebagaimana dimaksud dalam

huruf f wajib dilakukan dalam waktu paling lama 6 (enam)

bulan sejak terjadinya perubahan materi dan ketentuan

tersebut.

Pasal 59

Pemeriksaan internal untuk menjamin keamanan operasional

BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf b

dilakukan oleh Peserta dengan ruang lingkup pemeriksaan

paling sedikit mencakup materi penilaian kepatuhan yang

disampaikan oleh Penyelenggara.

Pasal 60

(1) Security audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57

huruf c bertujuan untuk memastikan keamanan dan

keandalan teknologi informasi internal Peserta,

keterhubungan (interface) antara SPP dengan sistem

internal Peserta, serta kondisi lingkungan tempat Peserta

melakukan kegiatan operasional.

(2) Security audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan paling sedikit setiap 3 (tiga) tahun sekali

terhitung sejak menjadi Peserta atau dalam hal

terjadi perubahan dalam sistem teknologi informasi

internal Peserta yang terkait dengan BI-SSSS,

security audit dilakukan paling lama 6 (enam) bulan

sejak terjadi perubahan;

b. dilakukan oleh auditor internal Peserta dan/atau

auditor eksternal; dan

c. cakupan security audit paling sedikit mencakup ruang

lingkup sebagaimana tercantum dalam Lampiran V

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.

62

Pasal 61

Pedoman DRP dan BCP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57

huruf e harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. memuat prosedur yang dilakukan oleh Peserta dalam hal

terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat

untuk memastikan bahwa operasional BI-SSSS di Peserta

tetap dapat dilakukan atau upaya lainnya yang perlu

dilakukan dalam hal sistem cadangan tidak dapat

digunakan;

b. pedoman DRP paling sedikit memuat hal sebagai berikut:

1. unit kerja sebagai penanggung jawab;

2. mekanisme koordinasi apabila penanggung jawab

terdiri atas beberapa unit;

3. prosedur terkait penyiapan infrastruktur cadangan

untuk menjamin kegiatan operasional BI-SSSS tetap

berjalan;

4. mekanisme pelaporan dan monitoring; dan

5. petugas operasional, termasuk data nomor telepon

yang dapat dihubungi setiap saat oleh Penyelenggara;

dan

c. pedoman BCP paling sedikit memuat hal sebagai berikut:

1. unit kerja sebagai penanggung jawab;

2. mekanisme koordinasi apabila penanggung jawab

terdiri atas beberapa unit;

3. langkah bisnis yang dilakukan untuk menjamin

kegiatan operasional BI-SSSS tetap berjalan;

4. mekanisme pengujian prosedur BCP;

5. mekanisme pelaporan dan monitoring; dan

6. petugas operasional, termasuk data nomor telepon

yang dapat dihubungi setiap saat oleh Penyelenggara.

Pasal 62

Pemeliharaan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57

huruf i dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. pemeliharaan data dilakukan terhadap data yang

tersimpan dalam media elektronik dan/atau dalam bentuk

hasil olahan komputer BI-SSSS;

63

b. data sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus

mendapat pengamanan yang memadai serta terjaga

kerahasiaannya;

c. melakukan pencadangan atas data sebagaimana

dimaksud dalam huruf a dengan penyimpanan dalam

media elektronik yang berbeda dengan media elektronik

sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

d. memastikan data sebagaimana dimaksud dalam huruf a

dan cadangannya sebagaimana dimaksud dalam huruf c

tidak rusak; dan

e. menyimpan seluruh data sebagaimana dimaksud dalam

huruf a dan cadangannya sebagaimana dimaksud dalam

huruf c, sesuai dengan ketentuan pengarsipan yang

berlaku di internal Peserta dan masa retensi sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan yang

mengatur mengenai dokumen perusahaan.

Pasal 63

Untuk menjamin SPP utama dan SPP cadangan berfungsi

dengan baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf j,

Peserta melakukan kegiatan sebagai berikut:

a. memastikan petugas yang menangani BI-SSSS memahami

sistem dan prosedur operasional BI-SSSS yang telah

ditetapkan oleh Penyelenggara dan internal Peserta;

b. mengatur dan menetapkan user dan kewenangan user

yang melakukan operasional BI-SSSS;

c. menyediakan dan mengelola sistem cadangan untuk BI-

SSSS di Peserta;

d. menjamin sistem cadangan berfungsi dengan baik;

e. menjamin keamanan dan keandalan JKD yang digunakan

untuk menghubungkan SPP utama dan/atau SPP

cadangan ke SCN;

f. melaporkan pengembangan aplikasi internal Peserta yang

terkait BI-SSSS kepada Penyelenggara paling lama 1 (satu)

bulan setelah implementasi;

64

g. melakukan langkah preventif yang diperlukan agar

perangkat keras (hardware) berfungsi dengan baik dan

perangkat lunak (software) yang digunakan dalam BI-

SSSS dan/atau yang terkait dengan BI-SSSS bebas dari

segala jenis malicious software (malware);

h. menjamin integritas database BI-SSSS yang ada pada SPP

utama dan SPP cadangan serta data cadangan (back-up);

i. melakukan instalasi setiap terjadi perubahan aplikasi SPP

utama dan/atau SPP cadangan sesuai dengan buku

pedoman pengoperasian BI-SSSS;

j. menyimpan dengan baik aplikasi SPP, termasuk setiap

terdapat perubahan aplikasi SPP yang telah diberikan oleh

Penyelenggara; dan

k. melakukan perpanjangan masa aktif Digital Certificate

sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh

Penyelenggara.

Pasal 64

Pengaturan dan penetapan user sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 63 huruf b dilakukan dengan memperhatikan paling

sedikit hal sebagai berikut:

a. pengaturan kewenangan user memperhatikan rentang

kendali (span of control) untuk meminimalisasi kesalahan

manusia (human error) dan penyalahgunaan (fraud);

b. pengiriman transaksi dilakukan secara berjenjang sesuai

dengan tingkat kewenangan petugas;

c. pengaturan petugas pengganti untuk user sesuai dengan

perannya masing-masing;

d. penetapan dan penatausahaan user penanggung jawab

digital certificate hard token dan digital certificate soft

token, termasuk serial number token;

e. memastikan keamanan penggunaan digital certificate hard

token oleh user yang telah ditetapkan; dan

f. menyimpan dokumen keamanan yang terkait dengan

connected user, digital certificate hard token, dan digital

certificate soft token.

65

Pasal 65

Penyediaan dan pengelolaan sistem cadangan untuk BI-SSSS

di Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf c,

dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Peserta menyediakan SPP cadangan dan JKD cadangan

dari lokasi SPP cadangan Peserta ke Penyelenggara sesuai

dengan standar yang ditetapkan oleh Penyelenggara;

b. biaya penyediaan dan penggunaan infrastruktur

sebagaimana dimaksud dalam huruf a menjadi beban

Peserta; dan

c. pemilihan jenis dan lokasi SPP cadangan serta JKD

cadangan Peserta diserahkan kepada setiap Peserta.

Pasal 66

Untuk menjamin sistem cadangan berfungsi dengan baik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf d, Peserta:

a. mengikuti kegiatan uji coba sistem cadangan sesuai

dengan pemberitahuan dari Penyelenggara;

b. melakukan uji coba koneksi sistem cadangan secara

berkala; dan

c. mengoperasikan sistem cadangan secara berkala untuk

kegiatan operasional dalam kondisi normal.

Pasal 67

(1) Uji coba koneksi sistem cadangan secara berkala

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf b dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

a. uji coba dilakukan terhadap SPP cadangan, JKD

cadangan, dan data cadangan, paling sedikit 1 (satu)

kali dalam setahun;

b. uji coba dapat dilakukan dengan menggunakan:

1. environment testing Penyelenggara selama jam

operasional BI-SSSS; atau

2. environment production Penyelenggara yang

dapat dilakukan setiap bulan pada hari Jumat

minggu pertama atau minggu ketiga setelah

proses akhir hari BI-SSSS di Penyelenggara

berakhir; dan

66

c. penggunaan environment production Penyelenggara

dilakukan paling lama 1 (satu) jam.

(2) Uji coba koneksi sistem cadangan secara berkala

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf b dilakukan

dengan prosedur sebagai berikut:

a. Peserta menyampaikan permohonan uji coba koneksi

sistem cadangan melalui administrative message

kepada Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari

kerja sebelum pelaksanaan uji coba koneksi sistem

cadangan;

b. Penyelenggara memberitahukan persetujuan uji coba

koneksi sistem cadangan kepada Peserta melalui

administrative message; dan

c. Peserta menyampaikan laporan tertulis hasil

pelaksanaan uji coba koneksi sistem cadangan

kepada Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari

kerja setelah pelaksanaan uji coba selesai dilakukan.

Pasal 68

(1) Pengoperasian sistem cadangan untuk kegiatan

operasional dalam kondisi normal sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 66 huruf c dilakukan dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. penggunaan sistem cadangan dilakukan secara

berkala, paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun;

dan

b. pengoperasian sistem cadangan dapat mencakup

pengoperasian SPP cadangan dan/atau JKD

cadangan.

(2) Pengoperasian sistem cadangan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 66 huruf c dilakukan dengan prosedur

sebagai berikut:

a. Peserta menyampaikan permohonan melalui

administrative message kepada Penyelenggara paling

lambat 1 (satu) hari kerja sebelum menggunakan

sistem cadangan;

67

b. Penyelenggara memberitahukan persetujuan

penggunaan SPP cadangan dan/atau JKD cadangan

kepada Peserta melalui administrative message; dan

c. Peserta menyampaikan laporan tertulis hasil

pengoperasian sistem cadangan kepada

Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari kerja

setelah pelaksanaan pengoperasian sistem cadangan

selesai dilakukan.

Pasal 69

(1) Kewajiban menjamin keamanan dan keandalan JKD

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf e dilakukan

terhadap JKD yang menghubungkan SPP utama dan/atau

SPP cadangan dengan perangkat komputer Peserta yang

digunakan untuk operasional BI-SSSS.

(2) Dalam hal Peserta menghubungkan SPP utama dan/atau

SPP cadangan dengan sistem internal Peserta, kegiatan

menjamin keamanan dan keandalan JKD dilakukan

terhadap JKD yang menghubungkan SPP utama dan/atau

SPP cadangan dengan sistem internal Peserta.

Paragraf 2

Kewajiban Sub-Registry

Pasal 70

Dalam penggunaan BI-SSSS untuk melakukan fungsi

Penatausahaan bagi kepentingan nasabah, Peserta Sub-

Registry wajib:

a. meneruskan hasil Setelmen atas transaksi Surat Berharga

kepada nasabah pada tanggal yang sama dengan tanggal

pelaksanaan Setelmen;

b. meneruskan pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan

pelunasan pokok/nominal Surat Berharga kepada

nasabah pemilik Surat Berharga pada tanggal yang sama

dengan tanggal Sub-Registry menerima pembayaran

kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan pokok/

nominal Surat Berharga dari penerbit Surat Berharga;

68

c. menjamin kebenaran penatausahaan dan laporan

kepemilikan Surat Berharga atas nama seluruh nasabah;

d. menyelesaikan masalah perbedaan pencatatan kepemilikan

Surat Berharga antara Sub-Registry dengan nasabah, dalam

hal terdapat perbedaan pencatatan kepemilikan Surat

Berharga antara Sub-Registry dengan nasabah;

e. memenuhi jumlah minimum pencatatan kepemilikan

Surat Berharga rata-rata bulanan paling sedikit sebesar

Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dalam 12

(dua belas) bulan terakhir, bagi Sub-Registry yang telah

melakukan kegiatan pencatatan kepemilikan Surat

Berharga di BI-SSSS lebih dari 12 (dua belas) bulan;

f. menjaga agar posisi kewajiban pemenuhan modal

minimum (KPMM) bagi Bank Kustodian atau modal disetor

bagi lembaga Kustodian bukan Bank tidak kurang dari

posisi KPMM atau modal disetor sesuai ketentuan yang

berlaku;

g. mengelola dan melaporkan data nasabah secara lengkap

dan benar melalui SI BI-SSSS, dengan informasi dan tata

cara pengisian sebagaimana tercantum dalam Lampiran

VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini;

h. menjaga keamanan SI BI-SSSS dan kerahasiaan data

termasuk administrator user lokal yang disampaikan oleh

Penyelenggara;

i. menyediakan KPT yang paling sedikit berupa

penatausahaan Surat Berharga dan penggunaan SI BI-

SSSS di internal Sub-Registry;

j. menyampaikan laporan kepada Penyelenggara dengan

benar dan tepat waktu melalui SI BI-SSSS dan/atau

sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara;

k. melakukan rekonsiliasi secara harian antara data

Setelmen pada SI BI-SSSS dengan data Setelmen atas

transaksi yang terjadi di Sub-Registry;

69

l. melakukan koreksi data pelaporan melalui SI BI-SSSS,

dalam hal terdapat kesalahan dan menginformasikan

kepada Penyelenggara melalui surat;

m. menginformasikan biaya yang akan dibebankan Peserta

kepada nasabah terkait Setelmen melalui BI-SSSS secara

transparan dan pada tempat yang mudah terlihat oleh

nasabah; dan

n. melengkapi data nasabah sebagaimana dimaksud dalam

huruf g dengan nomor tunggal identitas investor, sesuai

single investor identification yang digunakan di pasar

modal, dan menginformasikan nomor tunggal identitas

investor tersebut kepada nasabah yang bersangkutan.

BAB IV

OPERASIONAL PENYELENGGARAAN BI-SSSS

Bagian Kesatu

Waktu Operasional Penyelenggaraan BI-SSSS

Pasal 71

(1) Penyelenggara menetapkan waktu operasional

penyelenggaraan BI-SSSS yang mencakup hari

operasional, jam operasional, dan periode waktu kegiatan.

(2) Hari operasional, jam operasional, dan periode waktu

kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

diubah sewaktu-waktu oleh Penyelenggara.

(3) Perubahan jam operasional dan/atau periode waktu

kegiatan dapat dilakukan oleh Penyelenggara

berdasarkan:

a. kebijakan Penyelenggara; dan/atau

b. permintaan Peserta yang disetujui oleh

Penyelenggara.

(4) Dalam hal terdapat perubahan hari operasional, jam

operasional, dan/atau periode waktu kegiatan,

Penyelenggara memberitahukan hal tersebut kepada

seluruh Peserta melalui administrative message dan/atau

sarana lainnya.

70

Pasal 72

(1) Hari operasional BI-SSSS dilaksanakan setiap hari kerja

sesuai yang ditetapkan oleh Penyelenggara.

(2) Peserta wajib melakukan kegiatan operasional BI-SSSS

sesuai dengan hari kerja yang ditetapkan oleh

Penyelenggara.

(3) Dalam kondisi tertentu, Keadaan Tidak Normal, dan/atau

Keadaan Darurat, Peserta dapat tidak melakukan kegiatan

operasional BI-SSSS pada hari operasional berdasarkan

persetujuan Penyelenggara.

(4) Pada hari Penyelenggara tidak melakukan kegiatan

operasional, instruksi Setelmen dengan tanggal Setelmen

(tanggal valuta) yang jatuh pada hari dimaksud tidak

dapat dijalankan dan akan di-roll over ke hari kerja

berikutnya.

Pasal 73

(1) Jam operasional penyelenggaraan Penatausahaan Surat

Berharga melalui BI-SSSS mulai pukul 06.30 waktu

Indonesia barat (WIB) sampai dengan pukul 18.30 WIB.

(2) Penyelenggara menetapkan periode waktu kegiatan untuk

melakukan kegiatan Setelmen atas transaksi Surat

Berharga yang dilakukan melalui BI-SSSS.

(3) Dalam hal terdapat perubahan periode waktu kegiatan cut-

off warning dan periode waktu kegiatan pre cut-off pada

Sistem BI-RTGS, periode waktu kegiatan cut-off warning

dan periode waktu kegiatan pre cut-off pada BI-SSSS

mengikuti cut-off warning dan pre cut-off pada Sistem BI-

RTGS.

(4) Penetapan jam operasional sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan periode waktu kegiatan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran VII

yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Anggota Dewan Gubernur ini.

71

Pasal 74

(1) Peserta dapat mengajukan permohonan untuk tidak

melakukan kegiatan operasional BI-SSSS dalam kondisi

tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (3)

yang disebabkan hal sebagai berikut:

a. kantor Bank Indonesia di wilayah tertentu dan/atau

daerah tertentu ditetapkan libur fakultatif;

b. kantor pusat Peserta berada pada kantor wilayah

Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf

a; dan/atau

c. kondisi tertentu yang disetujui oleh Penyelenggara.

(2) Prosedur untuk tidak melakukan kegiatan operasional BI-

SSSS dalam kondisi tertentu diatur sebagai berikut:

a. Peserta mengajukan surat permohonan tidak

melakukan kegiatan operasional BI-SSSS dalam

kondisi tertentu yang penyampaiannya dapat

didahului dengan administrative message, faksimile,

dan/atau sarana lain.

b. surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a harus ditandatangani oleh pejabat yang

berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen

tanda tangan di Penyelenggara;

c. Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau

penolakan atas permohonan Peserta sebagaimana

dimaksud dalam huruf a melalui surat yang dapat

didahului dengan administrative message, faksimile,

atau sarana lainnya; dan

d. dalam hal permohonan disetujui, Penyelenggara

mengumumkan kepada seluruh Peserta melalui

administrative message untuk menginformasikan

Peserta yang tidak melakukan kegiatan operasional

BI-SSSS.

Pasal 75

Perubahan jam operasional dan/atau periode waktu kegiatan

berdasarkan kebijakan Penyelenggara sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 71 ayat (3) huruf a dapat dilakukan berdasarkan

pertimbangan sebagai berikut:

72

a. adanya Keadaan Tidak Normal pada BI-SSSS dan/atau

Keadaan Darurat yang mengakibatkan adanya kebutuhan

perubahan jam operasional dan/atau perpanjangan

periode waktu kegiatan untuk melaksanakan Setelmen

melalui BI-SSSS;

b. adanya perubahan jam operasional pada Sistem BI-RTGS

dan/atau Sistem BI-ETP;

c. adanya kepentingan Bank Indonesia dalam rangka

pelaksanaan kebijakan moneter, menjaga kelancaran

sistem pembayaran, dan/atau kepentingan penyelesaian

transaksi pemerintah; dan/atau

d. adanya permintaan perpanjangan periode waktu kegiatan

dari Peserta yang berdampak pada perubahan periode

waktu kegiatan dan jam operasional.

Pasal 76

Perubahan periode waktu kegiatan berdasarkan permintaan

Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) huruf

b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Peserta dapat mengajukan permohonan perpanjangan

periode waktu kegiatan dalam hal Peserta mengalami

Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat yang

mengakibatkan adanya kebutuhan perpanjangan periode

waktu kegiatan untuk melaksanakan Setelmen melalui BI-

SSSS;

b. dalam hal permohonan perpanjangan periode waktu

kegiatan disetujui oleh Penyelenggara maka:

1. perpanjangan periode waktu kegiatan dilakukan

sesuai dengan permintaan Peserta untuk periode

waktu kegiatan yang masih terbuka pada saat

permohonan perpanjangan diterima oleh

Penyelenggara; dan

2. perpanjangan periode waktu kegiatan dilakukan

secara proporsional, dalam hal permohonan

perpanjangan periode waktu kegiatan melebihi pukul

17.00 WIB;

73

c. perpanjangan periode waktu kegiatan yang dapat diberikan

yaitu selama 30 (tiga puluh) menit atau paling lama 60 (enam

puluh) menit, kecuali dalam kondisi tertentu;

d. perpanjangan periode waktu kegiatan sebagaimana

dimaksud dalam huruf b menyebabkan perubahan periode

waktu kegiatan berikutnya dan/atau jam operasional;

e. permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan yang

telah disetujui oleh Penyelenggara melalui administrative

message, bersifat final dan tidak dapat dibatalkan oleh

Peserta; dan

f. perpanjangan periode waktu kegiatan atas permintaan

Peserta dikenakan biaya.

Pasal 77

Prosedur pengajuan perpanjangan periode waktu kegiatan oleh

Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 huruf a

ditetapkan sebagai berikut:

a. Peserta mengajukan permohonan perpanjangan periode

waktu kegiatan secara tertulis yang disertai alasan kepada

Penyelenggara melalui surat yang dapat didahului dengan

administrative message, faksimile, dan/atau sarana lain;

b. Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf

a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta

yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara;

c. permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan harus

diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) menit sebelum

berakhirnya periode waktu kegiatan yang dimintakan

perpanjangan;

d. Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau

penolakan atas permohonan perpanjangan periode waktu

kegiatan kepada Peserta melalui administrative message

dan/atau sarana lainnya;

e. dalam hal telah terdapat Peserta yang mengajukan

perpanjangan periode waktu kegiatan selama 60 (enam

puluh) menit dan telah disetujui oleh Penyelenggara maka

Peserta yang lain tidak dapat mengajukan perpanjangan

periode waktu kegiatan; dan

74

f. dalam hal permohonan perpanjangan periode waktu

kegiatan disetujui, Penyelenggara menyampaikan

informasi perpanjangan periode waktu kegiatan kepada

seluruh Peserta melalui administrative message dan/atau

sarana lainnya.

Bagian Kedua

Pengelolaan Pengguna (User)

Pasal 78

(1) Pengguna (user) BI-SSSS terdiri atas:

a. connected user; dan

b. unconnected user.

(2) Connected user sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a terdiri atas:

a. administrator user; dan

b. regular user.

(3) Berdasarkan penggunaannya, connected user

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

a. connected user untuk BI-SSSS depository gateway

(SDG); dan

b. connected user untuk BI-SSSS straight through

processing gateway (SSTPG).

Pasal 79

(1) Penyelenggara melakukan pengelolaan connected user

paling sedikit berupa kegiatan pendaftaran, penyesuaian,

reset password, penghentian, reaktivasi, dan penetapan

security level.

(2) Peserta melakukan pengelolaan user dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. pengelolaan mencakup connected user dan

unconnected user;

b. pengelolaan dilakukan dengan menggunakan

administrator user yang meliputi:

1. akses connected user; dan

2. pendaftaran dan akses unconnected user.

75

(3) Pengelolaan dan penggunaan connected user yang telah

diserahkan oleh Penyelenggara kepada Peserta,

dilakukan berdasarkan ketentuan internal Peserta dan

menjadi tanggung jawab sepenuhnya Peserta yang

bersangkutan.

Bagian Ketiga

Connected User dan Digital Certificate

Pasal 80

(1) Penyelenggara memberikan connected user kepada

Peserta yang dilengkapi dengan:

a. password dan digital certificate hard token untuk

setiap Peserta yang menggunakan aplikasi SDG; dan

b. password dan digital certificate soft token untuk

setiap Peserta yang menggunakan aplikasi SSTPG.

(2) Penyelenggara menyediakan connected user sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf a paling banyak 10

(sepuluh) connected user yang terdiri atas:

a. dua administrator user; dan

b. paling banyak 8 (delapan) regular user.

(3) Penyelenggara menyediakan connected user sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) huruf b paling banyak 1 (satu)

connected user.

(4) Masa aktif digital certificate hard token dan digital

certificate soft token sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal efektif.

(5) Pengambilan dokumen connected user, password,

dan/atau Digital Certificate dilakukan oleh pejabat yang

berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda

tangan di Penyelenggara.

76

Paragraf 1

Penambahan Connected User serta Penggantian dan/atau

Perpanjangan Masa Aktif Digital Certificate

Pasal 81

(1) Peserta dapat mengajukan permohonan penambahan

connected user yang dilengkapi dengan password dan Digital

Certificate sepanjang tidak melebihi jumlah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) dan ayat (3).

(2) Penambahan connected user yang melebihi jumlah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) dapat

diberikan kepada Peserta berdasarkan persetujuan

Penyelenggara.

(3) Peserta dapat mengajukan permohonan penggantian

digital certificate hard token dan digital certificate soft token

yang hilang/rusak atau tidak dapat digunakan karena

sebab apapun.

(4) Penambahan connected user sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) dan/atau penggantian digital certificate hard token

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan biaya.

(5) Penyelenggara membebankan biaya sebagaimana

dimaksud pada ayat (4) ke Rekening Setelmen Dana

rupiah Peserta atau Bank Pembayar.

(6) Peserta harus mengajukan permohonan perpanjangan

masa aktif digital certificate hard token dan digital

certificate soft token yang akan berakhir masa aktifnya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (4).

Pasal 82

Permohonan penambahan connected user serta penggantian

dan/atau perpanjangan masa aktif Digital Certificate

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dilakukan dengan

ketentuan dan prosedur sebagai berikut:

a. Peserta mengajukan permohonan penambahan connected

user serta penggantian dan/atau perpanjangan masa aktif

Digital Certificate secara tertulis kepada Penyelenggara;

77

b. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta

yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara

dengan menggunakan format sebagaimana tercantum

dalam Lampiran II.D;

c. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

memuat informasi paling sedikit:

1. untuk penambahan connected user yang dilengkapi

dengan password dan Digital Certificate:

a) nama dan participant code Peserta;

b) jumlah penambahan connected user; dan

c) alasan permintaan tambahan connected user,

dalam hal permintaan melebihi jumlah yang

ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

80 ayat (2);

2. untuk penggantian digital certificate hard token:

a) nama dan participant code Peserta;

b) nama connected user untuk digital certificate

hard token yang akan diganti;

c) nomor seri digital certificate hard token; dan

d) alasan permintaan penggantian digital certificate

hard token;

3. untuk perpanjangan masa aktif digital certificate hard

token:

a) nama dan participant code Peserta;

b) nama connected user untuk digital certificate

hard token yang akan diperpanjang masa

aktifnya; dan

c) nomor seri digital certificate hard token; atau

4. untuk perpanjangan masa aktif digital certificate soft

token:

a) nama dan participant code Peserta; dan

b) nama connected user dari server yang digital

certificate soft token yang akan diperpanjang

masa aktifnya;

d. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

disertai dokumen pendukung sebagai berikut:

78

1. file CSR dalam media CD dari server yang digital

certificate soft token yang akan diperpanjang masa

aktifnya, dalam hal Peserta mengajukan

perpanjangan masa aktif digital certificate soft token;

2. digital certificate hard token, dalam hal Peserta

mengajukan perpanjangan masa aktif atau

penggantian digital certificate hard token; atau

3. surat keterangan kehilangan digital certificate hard

token dari pihak kepolisian, dalam hal Peserta

mengajukan penggantian digital certificate hard token

yang hilang; dan

e. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. ditembuskan kepada KPwDN yang mewilayahi, dalam

hal kantor pusat calon Peserta berkedudukan di

wilayah kerja KPwDN; dan

2. bagi Peserta yang mengajukan permohonan

perpanjangan masa aktif karena masa aktif Digital

Certificate akan berakhir, permohonan disampaikan

paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sebelum masa

aktif Digital Certificate berakhir.

Pasal 83

(1) Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada

Peserta melalui administrative message atau sarana lain

untuk pengambilan dokumen connected user, password,

dan/atau Digital Certificate paling lama 14 (empat belas)

hari kerja sejak permohonan yang disertai dokumen

pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf

d diterima secara lengkap oleh Penyelenggara.

(2) Peserta melakukan pengambilan dokumen connected user,

password, dan/atau Digital Certificate dengan prosedur

sebagai berikut:

a. bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja

Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) pengambilan

dokumen dilakukan di lokasi kantor Penyelenggara;

79

b. bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja

KPwDN pengambilan dokumen dilakukan di lokasi

kantor KPwDN; dan

c. pengambilan dokumen dilakukan oleh pejabat yang

berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen

tanda tangan di Penyelenggara.

(3) Dalam hal terdapat perpanjangan masa aktif digital

certificate soft token, Peserta harus menginformasikan

tanggal efektif penggunaan digital certificate soft token

yang baru kepada Penyelenggara melalui administrative

message atau surat yang dapat didahului dengan

pengiriman melalui faksimile.

(4) Dalam hal Peserta tidak menginformasikan tanggal efektif

sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka segala risiko

dan akibat yang timbul sepenuhnya menjadi tanggung

jawab Peserta.

(5) Dalam hal penambahan connected user melebihi jumlah

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2),

Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau

penolakan atas permohonan penambahan connected user

kepada Peserta paling lama 14 (empat belas) hari kerja

sejak permohonan diterima lengkap oleh Penyelenggara.

Paragraf 2

Penghapusan Connected User SDG dan/atau SSTPG

Pasal 84

(1) Penghapusan connected user SDG dan/atau SSTPG dapat

dilakukan atas dasar inisiatif Penyelenggara atau

permintaan Peserta.

(2) Penghapusan connected user SDG dan/atau SSTPG oleh

Penyelenggara dilakukan dalam hal Peserta telah

dihentikan kepesertaannya dalam penyelenggaraan BI-

SSSS atau berdasarkan pertimbangan lain.

(3) Penghapusan connected user SDG dan/atau SSTPG atas

permintaan Peserta dilakukan dengan ketentuan dan

prosedur sebagai berikut:

80

a. Peserta mengajukan permohonan penghapusan

connected user SDG dan/atau SSTPG secara tertulis

kepada Penyelenggara yang dapat disampaikan

terlebih dahulu melalui faksimile dengan

menggunakan format sebagaimana tercantum dalam

Lampiran II.D;

b. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

disertai dengan digital certificate hard token yang

connected user yang dimohonkan untuk dihapus; dan

c. Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan

kepada Peserta mengenai penghapusan connected

user SDG dan/atau SSTPG.

Paragraf 3

Reset Password Connected User untuk SDG, Unlock Connected

User untuk SDG, dan/atau Reset Password Digital Certificate

Hard Token

Pasal 85

Peserta dapat mengajukan permohonan reset password

connected user untuk SDG, unlock connected user untuk SDG,

dan/atau reset password digital certificate hard token kepada

Penyelenggara.

Pasal 86

Permohonan reset password connected user untuk SDG

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 dilakukan dengan

ketentuan dan prosedur sebagai berikut:

a. permohonan secara tertulis mengenai reset password

connected user untuk SDG dapat disampaikan terlebih

dahulu melalui faksimile kepada Penyelenggara;

b. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

ditandatangani oleh pejabat berwenang yang memiliki

spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan paling

sedikit memuat informasi:

1. nama dan participant code Peserta;

81

2. nama connected user untuk password yang

dimohonkan untuk dilakukan reset; dan

3. nama dan nomor telepon pihak yang berwenang di

Peserta bersangkutan yang dapat dihubungi;

c. berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, Penyelenggara menyampaikan password

connected user kepada Peserta melalui surat; dan

d. surat sebagaimana dimaksud dalam huruf c diambil oleh

pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki

spesimen tanda tangan di Penyelenggara.

Pasal 87

Permohonan unlock connected user untuk SDG sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 85 dilakukan dengan ketentuan dan

prosedur sebagai berikut:

a. permohonan secara tertulis mengenai unlock connected

user untuk SDG kepada Penyelenggara dapat disampaikan

melalui administrative message atau surat yang

ditandatangani oleh pejabat berwenang yang memiliki

spesimen tanda tangan di Penyelenggara yang dapat

didahului dengan faksimile;

b. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a paling

sedikit memuat informasi:

1. nama dan participant code Peserta;

2. nama connected user yang dimohonkan untuk di-

unlock; dan

3. nama dan nomor telepon pihak yang berwenang di

Peserta bersangkutan yang dapat dihubungi; dan

c. berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, Penyelenggara memberitahukan penyelesaian

proses unlock connected user untuk SDG kepada Peserta

yang bersangkutan melalui administrative message atau

sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara.

Pasal 88

Permohonan reset password digital certificate hard token

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 dilakukan dengan

ketentuan dan prosedur sebagai berikut:

82

a. permohonan secara tertulis mengenai reset password

digital certificate hard token dapat disampaikan terlebih

dahulu melalui faksimile kepada Penyelenggara;

b. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

ditandatangani oleh pejabat berwenang yang memiliki

spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan paling

sedikit memuat informasi:

1. nama dan participant code Peserta;

2. nama connected user untuk digital certificate hard

token yang dimohonkan untuk di-reset;

3. nomor seri digital certificate hard token; dan

4. nama dan nomor telepon pihak yang berwenang di

Peserta bersangkutan yang dapat dihubungi; dan

c. berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, Penyelenggara memberitahukan melalui telepon

kepada pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud

dalam huruf b angka 4 untuk melakukan tahapan proses

reset password digital certificate hard token di SPP.

Bagian Keempat

Penatausahaan Rekening Surat Berharga di BI-SSSS

Paragraf 1

Prinsip Penatausahaan

Pasal 89

(1) Penyelenggara menggunakan BI-SSSS untuk melakukan

kegiatan Penatausahaan yang meliputi Penatausahaan

Surat Berharga dan Penatausahaan hasil Transaksi.

(2) Surat Berharga yang ditatausahakan pada BI-SSSS yakni

Surat Berharga dalam mata uang rupiah dan/atau valuta

asing.

(3) Penyelenggara melakukan Penatausahaan Transaksi di

pasar perdana dan di pasar sekunder.

(4) Central Registry menatausahakan Rekening Surat

Berharga di BI-SSSS untuk kepentingan Peserta dan pihak

yang disetujui oleh Penyelenggara untuk memiliki

Rekening Surat Berharga.

83

(5) Sub-Registry menatausahakan Rekening Surat Berharga

untuk kepentingan nasabah.

(6) Peserta dan nasabah di Sub-Registry dibedakan atas

status:

a. residen; dan

b. nonresiden.

Paragraf 2

Jenis Rekening

Pasal 90

(1) Penyelenggara menetapkan rekening yang dimiliki Peserta

sesuai dengan kegiatan dan fungsi dalam kepesertaan.

(2) Jenis rekening pada BI-SSSS terdiri atas:

a. rekening untuk mencatat kepemilikan Surat

Berharga dan instrumen keuangan; dan

b. rekening administratif,

sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Anggota Dewan Gubernur ini.

Paragraf 3

Setelmen

Pasal 91

(1) Setelmen pada BI-SSSS dilakukan pada tanggal Setelmen.

(2) Setelmen terdiri atas Setelmen Surat Berharga dan/atau

Setelmen Dana.

(3) Setelmen hanya dapat dilakukan apabila:

a. Surat Berharga pada Rekening Surat Berharga

mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen Surat

Berharga; atau

b. Surat Berharga pada Rekening Surat Berharga

mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen Surat

Berharga dan saldo pada Rekening Setelmen Dana

Peserta atau Rekening Setelmen Dana Bank

Pembayar mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen

Dana.

84

(4) Dalam hal saldo Rekening Surat Berharga sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b tidak

mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen maka instruksi

Setelmen atas transaksi Surat Berharga Peserta akan

masuk dalam mekanisme antrian.

(5) Dalam hal saldo Rekening Setelmen Dana sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) huruf b tidak mencukupi untuk

pelaksanaan Setelmen maka instruksi Setelmen akan

masuk dalam mekanisme antrian atau dibatalkan.

(6) Ketentuan mengenai instruksi Setelmen yang masuk

dalam mekanisme antrian atau dibatalkan sebagaimana

dimaksud pada ayat (5) mengacu pada jenis transaksi

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia

yang mengatur mengenai penyelenggaraan setelmen dana

seketika melalui Sistem BI-RTGS.

(7) Instruksi Setelmen yang berada dalam mekanisme antrian

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5)

dibatalkan apabila saldo Rekening Surat Berharga

dan/atau Rekening Setelmen Dana tidak mencukupi

sesuai dengan batas waktu Setelmen atas transaksi yang

ditetapkan atau pada awal periode cut-off warning BI-

SSSS.

(8) Setelmen di BI-SSSS bersifat final dan tidak dapat

dibatalkan.

Pasal 92

(1) Setelmen pada BI-SSSS dilakukan dengan cara:

a. delivery versus payment (DvP);

b. free of payment (FoP); atau

c. delivery versus delivery (DvD).

(2) Setelmen dilakukan berdasarkan data transaksi per

transaksi (gross to gross) sesuai dengan urutan transaksi

yang diterima BI-SSSS.

(3) Peserta dan/atau Bank Pembayar harus berstatus aktif

sebagai peserta Sistem BI-RTGS untuk melakukan

Setelmen dengan mekanisme DvP.

85

(4) Surat Berharga yang telah dicatat dalam rekening agunan

dalam BI-SSSS tidak dapat digunakan untuk tujuan lain.

Pasal 93

(1) Pelaksanaan Setelmen pada BI-SSSS meliputi Setelmen

atas:

a. penerbitan Surat Berharga di pasar perdana;

b. transaksi Surat Berharga di pasar sekunder;

c. pinjam meminjam dalam rangka transaksi pasar

uang antarbank (PUAB) dan pasar uang antarbank

berdasarkan prinsip syariah (PUAS); dan

d. pemindahbukuan Surat Berharga antar-Rekening

Surat Berharga Peserta.

(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,

meliputi:

a. jual beli secara putus (outright);

b. repurchase agreement (repo);

c. transfer;

d. pengagunan (pledge); dan

e. pinjam meminjam Surat Berharga (securities lending

and borrowing).

Pasal 94

Setelmen atas transaksi jual beli secara putus (outright)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf a

dilakukan secara DvP.

Pasal 95

(1) Setelmen atas transaksi repo sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 93 ayat (2) huruf b dilakukan secara DvP.

(2) Jenis transaksi repo di BI-SSSS terdiri atas:

a. repo sell and buyback (repo SBB); dan

b. repo collateralized borrowing (repo CB).

(3) Dalam transaksi repo SBB sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:

86

a. kepemilikan Surat Berharga berpindah dari Peserta

peminjam dana kepada Peserta yang meminjamkan

dana; dan

b. Peserta yang meminjamkan dana dapat

mentransaksikan Surat Berharga hasil Setelmen

atas transaksi repo SBB.

(4) Repo SBB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,

terdiri atas:

a. repo SBB tipe 1 yaitu Setelmen repo SBB dengan re-

routing kupon/bunga atau imbalan pada saat

Setelmen second leg kepada Peserta peminjam dana;

dan

b. repo SBB tipe 2 yaitu Setelmen repo SBB dengan re-

routing kupon/bunga atau imbalan pada saat

pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh

waktu kepada Peserta peminjam dana.

(5) Dalam transaksi repo CB sebagaimana dimaksud pada

ayat (2) huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. kepemilikan Surat Berharga tetap berada pada

Peserta peminjam dana; dan

b. Peserta peminjam dana tidak dapat

mentransaksikan Surat Berharga hasil Setelmen

atas transaksi repo CB.

(6) Repo CB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,

terdiri atas:

a. repo CB tipe 1 yaitu Setelmen repo CB dengan

pencatatan Surat Berharga tetap pada Rekening

Surat Berharga Peserta peminjam dana; dan

b. repo CB tipe 2 yaitu Setelmen repo CB dengan

pencatatan Surat Berharga pada Rekening Surat

Berharga Peserta yang meminjamkan dana dengan

re-routing kupon/bunga atau imbalan pada saat

pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh

waktu kepada Peserta peminjam dana.

(7) Pada tanggal transaksi repo jatuh waktu (second leg), BI-

SSSS secara otomatis melakukan Setelmen second leg.

87

(8) Dalam hal transaksi repo jatuh waktu (second leg)

merupakan transaksi pasar sekunder antar-Peserta maka

Setelmen second leg dilakukan berdasarkan persetujuan

dari Peserta peminjam dana dengan melakukan otorisasi

atas instruksi Setelmen yang diterimanya.

(9) Dalam hal tanggal transaksi repo jatuh waktu (second leg)

merupakan hari libur maka pelaksanaan Setelmen second

leg dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Pasal 96

(1) Setelmen atas transaksi transfer sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 93 ayat (2) huruf c dilakukan secara FoP.

(2) Peserta harus menginformasikan tujuan Setelmen atas

transaksi transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

pada instruksi Setelmen di BI-SSSS.

(3) Dalam hal Peserta melakukan transaksi transfer untuk

penyelesaian transaksi jual beli Surat Berharga dan

transaksi pinjam meminjam, maka Peserta harus mengisi

informasi nilai setelmen dana dan harga pada instruksi

Setelmen BI-SSSS.

Pasal 97

(1) Setelmen atas transaksi pengagunan (pledge)

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf d

dilakukan secara FoP.

(2) Setelmen atas transaksi pengagunan (pledge) terdiri atas:

a. pengagunan (pledge) tipe 1, yaitu Setelmen atas

transaksi pledge dengan pencatatan Surat Berharga

tetap pada Rekening Surat Berharga Peserta pemberi

agunan; dan

b. pengagunan (pledge) tipe 2, yaitu Setelmen atas

transaksi pledge dengan pencatatan Surat Berharga

pada Rekening Surat Berharga Peserta penerima

agunan dengan re-routing kupon/bunga atau imbalan

pada saat pembayaran kupon/bunga atau imbalan

jatuh waktu kepada Peserta pemberi agunan.

88

(3) Pada tanggal transaksi pengagunan (pledge) jatuh waktu

(second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan

Setelmen second leg.

(4) Dalam hal tanggal transaksi pengagunan (pledge) jatuh

waktu (second leg) merupakan hari libur maka

pelaksanaan Setelmen second leg dilakukan pada hari

kerja berikutnya.

Pasal 98

(1) Setelmen atas transaksi securities lending and borrowing

(SLB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2)

huruf e dilakukan secara DvD atau DvP.

(2) Setelmen atas transaksi SLB dapat dilakukan dengan

menggunakan jaminan berupa:

a. Surat Berharga; atau

b. dana.

(3) Setelmen atas transaksi SLB dengan jaminan berupa

Surat Berharga dilakukan secara DvD yang terdiri atas:

a. SLB tipe 1, yaitu Setelmen atas transaksi SLB tanpa

re-routing kupon/bunga atau imbalan pada saat

pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu

baik untuk Surat Berharga yang dipinjamkan

maupun Surat Berharga yang diserahkan sebagai

jaminan;

b. SLB tipe 2, yaitu Setelmen atas transaksi SLB dengan

re-routing kupon/bunga atau imbalan kepada Peserta

penerima pinjaman Surat Berharga pada saat

pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu

untuk Surat Berharga yang diserahkan sebagai

jaminan;

c. SLB tipe 3, yaitu Setelmen atas transaksi SLB dengan

re-routing kupon/bunga atau imbalan kepada Peserta

pemberi pinjaman Surat Berharga pada saat

pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu

untuk Surat Berharga yang dipinjamkan; dan

89

d. SLB tipe 4, yaitu Setelmen atas transaksi SLB dengan

re-routing kupon/bunga atau imbalan kepada Peserta

pemberi dan penerima pinjaman Surat Berharga pada

saat pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh

waktu baik untuk Surat Berharga yang dipinjamkan

maupun Surat Berharga yang diserahkan sebagai

jaminan.

(4) Setelmen atas transaksi SLB dengan jaminan berupa dana

dilakukan secara DvP yaitu SLB tipe 5 dengan re-routing

kupon/bunga atau imbalan kepada Peserta pemberi

pinjaman Surat Berharga pada saat pembayaran

kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu untuk Surat

Berharga yang dipinjamkan.

(5) Pencatatan Surat Berharga yang dipinjamkan berpindah

dari Rekening Surat Berharga Peserta pemberi pinjaman

ke Rekening Surat Berharga Peserta penerima pinjaman.

(6) Pencatatan Surat Berharga yang diserahkan sebagai

jaminan berpindah dari Rekening Surat Berharga Peserta

penerima pinjaman ke Rekening Surat Berharga Peserta

pemberi pinjaman.

(7) Pada tanggal transaksi SLB jatuh waktu (second leg), BI-

SSSS secara otomatis melakukan Setelmen second leg.

(8) Dalam hal transaksi SLB jatuh waktu (second leg)

merupakan transaksi pasar sekunder antar-Peserta maka

Setelmen second leg:

a. untuk SLB tipe 1, SLB tipe 2, SLB tipe 3, dan SLB tipe

4, dilakukan berdasarkan persetujuan dari Peserta

penerima pinjaman Surat Berharga dengan

melakukan otorisasi atas instruksi Setelmen yang

diterimanya; atau

b. untuk SLB tipe 5, dilakukan berdasarkan

persetujuan dari Peserta pemberi pinjaman Surat

Berharga dengan melakukan otorisasi atas instruksi

Setelmen yang diterimanya.

(9) Dalam hal tanggal transaksi SLB jatuh waktu (second leg)

merupakan hari libur maka pelaksanaan Setelmen second

leg dilakukan pada hari kerja berikutnya.

90

Paragraf 4

Pengiriman dan Pemrosesan Instruksi Setelmen

Pasal 99

(1) Setelmen pada BI-SSSS dilakukan berdasarkan instruksi

Setelmen.

(2) Pengiriman instruksi Setelmen sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:

a. Peserta; dan

b. Sistem BI-ETP.

(3) Instruksi Setelmen dapat dilakukan dengan prinsip

matching atau tanpa matching.

(4) Instruksi Setelmen atas transaksi titipan (future date

transaction) dapat dilakukan dengan tanggal valuta

Setelmen paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal

pengiriman instruksi Setelmen.

Pasal 100

(1) Setiap instruksi Setelmen memiliki communication

reference yang merupakan kode unik dalam pengiriman

instruksi Setelmen.

(2) Communication reference diisi dengan nomor referensi

pelaporan transaksi yang diperoleh dari penerima laporan

transaksi efek (PLTE).

(3) Dalam hal transaksi yang dilakukan Peserta tidak harus

dilaporkan melalui PLTE, pengisian communication

reference dilakukan dengan mengacu pada format

sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Anggota Dewan Gubernur ini.

(4) Communication reference yang telah digunakan tidak dapat

digunakan kembali selama:

a. Setelmen belum berhasil dilakukan;

b. instruksi Setelmen masuk dalam antrian atau belum

dibatalkan; atau

c. Setelmen atas transaksi second leg belum jatuh

waktu.

91

Pasal 101

(1) Pemrosesan instruksi Setelmen pada BI-SSSS dilakukan

dengan mempertimbangkan paling sedikit:

a. kecukupan saldo di Rekening Surat Berharga atau

subrekening Surat Berharga milik Peserta atau pihak

pemilik Rekening Surat Berharga;

b. kecukupan saldo di Rekening Setelmen Dana milik

Peserta atau Bank Pembayar;

c. tingkat prioritas transaksi di BI-SSSS dan Sistem BI-

RTGS;

d. urutan transaksi yang dikirimkan ke BI-SSSS;

e. batas Setelmen Dana (settlement limit);

f. periode waktu kegiatan yang telah ditetapkan oleh

Penyelenggara;

g. status kepesertaan Peserta di BI-SSSS;

h. status kepesertaan Peserta dan/atau Bank Pembayar

di Sistem BI-RTGS; dan

i. batas waktu terakhir Surat Berharga atau instrumen

keuangan lain, yang setelmennya dapat dilakukan

melalui BI-SSSS.

(2) Penyelenggara menetapkan prioritas Setelmen Surat

Berharga pada BI-SSSS sebagai berikut:

a. high priority;

b. normal priority; dan

c. low priority.

(3) Peserta dapat menentukan waktu pelaksanaan Setelmen

dilakukan sebagai berikut:

a. waktu paling awal Setelmen dilakukan; dan/atau

b. waktu paling akhir Setelmen dilakukan.

Pasal 102

(1) Penyelesaian instruksi Setelmen yang masuk dalam

mekanisme antrian sebagaimana dimaksud dalam Pasal

91 ayat (4) dilakukan dengan prinsip:

a. first in first out (FIFO) untuk Setelmen Surat Berharga

atas transaksi outright, transfer, dan Surat Berharga

yang dipinjamkan dalam transaksi SLB; dan

92

b. first available first out (FAFO) untuk Setelmen Surat

Berharga atas transaksi repo, pledge, dan Surat

Berharga yang dijaminkan dalam transaksi SLB.

(2) Penyelesaian instruksi Setelmen yang berada dalam

mekanisme antrian sebagaimana dimaksud dalam Pasal

91 ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan

setelmen dana seketika melalui Sistem BI-RTGS.

(3) Pelaksanaan Setelmen dalam mekanisme antrian dengan

prinsip FIFO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a

dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Setelmen grup low priority dilakukan setelah

Setelmen pada grup high priority dan normal priority

berhasil dilakukan;

b. Setelmen grup normal priority dilakukan setelah

Setelmen pada grup high priority berhasil dilakukan;

c. instruksi Setelmen yang berada dalam mekanisme

antrian akan dibatalkan secara otomatis oleh sistem

pada awal periode cut-off warning BI-SSSS atau

waktu yang telah ditetapkan; dan

d. Peserta dapat melakukan pengelolaan prioritas untuk

grup normal priority dan low priority.

(4) Pengelolaan prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

huruf d dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:

a. reordering;

b. reprioritization; dan

c. cancellation.

Pasal 103

(1) Peserta dapat melakukan pembatalan instruksi Setelmen

atas transaksi Surat Berharga sepanjang belum dilakukan

Setelmen atas transaksi Surat Berharga.

(2) Pembatalan instruksi Setelmen sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), dilakukan dengan mekanisme sebagai

berikut:

93

a. pembatalan instruksi Setelmen dilakukan oleh

Peserta secara sepihak dalam hal lawan transaksi

belum melakukan pengiriman instruksi Setelmen

atau data instruksi Setelmen yang dikirim oleh kedua

belah pihak belum matching; atau

b. pembatalan instruksi Setelmen dilakukan oleh

Peserta berdasarkan kesepakatan dari kedua belah

pihak dalam hal status Setelmen sudah matching

namun masih dalam mekanisme antrian.

Paragraf 5

Penunjukan Bank Pembayar

Pasal 104

Peserta yang tidak memiliki Rekening Setelmen Dana dan Sub-

Registry harus menunjuk Bank Pembayar untuk melakukan

Setelmen Dana.

Pasal 105

(1) Peserta dan Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 104 dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) Bank

Pembayar untuk keperluan Setelmen Dana dalam mata

uang rupiah atas Transaksi Pasar Keuangan.

(2) Penunjukan Bank Pembayar sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan surat

penunjukan Bank Pembayar kepada Penyelenggara yang

dilengkapi dengan surat konfirmasi dari Bank Pembayar.

Pasal 106

(1) Bank Pembayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105

melakukan pengelolaan batas dana yang dapat digunakan

untuk Setelmen Dana (settlement limit) bagi Peserta

dan/atau Sub-Registry yang menunjuk Bank Pembayar

tersebut.

94

(2) Pengelolaan batas dana yang dapat digunakan untuk

Setelmen Dana (settlement limit) sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. penetapan batas dana yang dapat digunakan untuk

Setelmen Dana (settlement limit) dilakukan

berdasarkan kesepakatan Bank Pembayar dengan

Peserta atau Sub-Registry yang menunjuk;

b. batas dana yang dapat digunakan untuk Setelmen

Dana (settlement limit) dapat bertambah atau

berkurang sesuai dengan Setelmen Dana atas

transaksi Peserta atau Sub-Registry yang menunjuk;

dan

c. Bank Pembayar harus memantau batas dana yang

digunakan untuk Setelmen Dana (settlement limit).

Paragraf 6

Pengelolaan Surat Berharga Yang Dijadikan Sebagai Jaminan

(Collateral Management) oleh Penyelenggara

Pasal 107

Penyelenggara menetapkan parameter pengelolaan Surat

Berharga yang dijadikan sebagai jaminan (collateral

management) untuk pelaksanaan Setelmen atas transaksi yang

dilakukan dengan Bank Indonesia.

Paragraf 7

Pembayaran Kupon/Bunga atau Imbalan Surat Berharga atau

Instrumen Keuangan Lain

Pasal 108

(1) Penyelenggara melakukan pembayaran kupon/bunga

atau imbalan pada tanggal pembayaran kupon/bunga

atau imbalan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana

penerbit dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta

atau Bank Pembayar, sebesar nilai kupon/bunga atau

imbalan.

95

(2) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dilakukan berdasarkan:

a. perhitungan dan tingkat kupon/bunga atau imbalan;

dan

b. posisi pencatatan kepemilikan Surat Berharga atau

instrumen keuangan lain di BI-SSSS pada akhir hari

tanggal batas waktu penetapan penerima

kupon/bunga atau imbalan,

sesuai dengan ketentuan dan persyaratan masing-masing

seri Surat Berharga atau instrumen keuangan lain.

(3) Dalam hal terdapat re-routing kupon/bunga atau imbalan,

re-routing kupon/bunga atau imbalan kepada Peserta

dilakukan sesuai dengan jenis dan tipe transaksi Surat

Berharga yang dilakukan Peserta.

(4) Dalam hal tanggal pembayaran kupon/bunga atau

imbalan Surat Berharga dan instrumen keuangan lain

merupakan hari libur maka pelaksanaan pembayaran

kupon/bunga atau imbalan dilakukan pada hari kerja

berikutnya.

Pasal 109

(1) Sub-Registry wajib meneruskan pembayaran

kupon/bunga atau imbalan kepada nasabah pemilik Surat

Berharga atau instrumen keuangan lain pada tanggal yang

sama dengan tanggal pembayaran kupon/bunga atau

imbalan oleh Penyelenggara.

(2) Dalam hal Sub-Registry tidak meneruskan pembayaran

kupon/bunga atau imbalan pada tanggal yang sama

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sub-Registry harus

membayar kompensasi kepada nasabah pemilik Surat

Berharga atau instrumen keuangan lain sesuai

kesepakatan Sub-Registry dan nasabah.

96

Paragraf 8

Pelunasan Pokok/Nilai Nominal Surat Berharga atau

Instrumen Keuangan Lain

Pasal 110

(1) Pelunasan pokok/nilai nominal Surat Berharga atau

instrumen keuangan lain dilakukan pada saat jatuh waktu

atau sebelum jatuh waktu (early redemption) sesuai

dengan ketentuan dan persyaratan masing-masing seri

Surat Berharga atau instrumen keuangan lain.

(2) Pelunasan pokok/nilai nominal Surat Berharga atau

instrumen keuangan lain pada saat jatuh waktu atau

sebelum jatuh waktu (early redemption) dilakukan dengan

mekanisme Setelmen sebagaimana tercantum dalam

Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan

dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.

(3) Dalam hal tanggal pelunasan pokok/nilai nominal Surat

Berharga atau instrumen keuangan lain merupakan hari

libur maka pelaksanaan pelunasan pokok/nilai nominal

Surat Berharga dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Pasal 111

(1) Dalam hal pelunasan pokok/nilai nominal Surat Berharga

atau instrumen keuangan lain dilakukan sebelum jatuh

waktu (early redemption), Peserta yang menjual Surat

Berharga atau instrumen keuangan lain harus memiliki

saldo pada Rekening Surat Berharga yang mencukupi

sejumlah pokok/nilai nominal seri Surat Berharga atau

instrumen keuangan lain yang akan dilunasi.

(2) Pembayaran pelunasan pokok/nilai nominal Surat

Berharga atau instrumen keuangan lain sebelum jatuh

waktu (early redemption) dilakukan sebesar nilai Setelmen

Dana yang disepakati oleh Peserta dan penerbit Surat

Berharga atau instrumen keuangan lain.

97

Pasal 112

(1) Sub-Registry wajib meneruskan pembayaran pelunasan

pokok/nilai nominal Surat Berharga atau instrumen

keuangan lain kepada nasabah pemilik Surat Berharga

pada tanggal yang sama dengan tanggal pelunasan

pokok/nilai nominal Surat Berharga atau instrumen

keuangan lain oleh Penyelenggara.

(2) Dalam hal Sub-Registry tidak meneruskan pembayaran

pelunasan pokok/nilai nominal Surat Berharga atau

instrumen keuangan lain pada tanggal yang sama

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sub-Registry harus

membayar kompensasi kepada nasabah pemilik Surat

Berharga atau instrumen keuangan lain sesuai

kesepakatan Sub-Registry dan nasabah.

Paragraf 9

Laporan Setelmen dan Laporan Posisi Rekening Surat

Berharga

Pasal 113

(1) Peserta memperoleh laporan Setelmen dan laporan posisi

harian Rekening Surat Berharga dari Penyelenggara setiap

akhir hari saat tutup sistem.

(2) Peserta dapat meminta kepada Penyelenggara laporan

Setelmen, laporan posisi Rekening Surat Berharga, dan

laporan lain yang tersedia pada BI-SSSS selama waktu

operasional BI-SSSS.

(3) Dalam hal terjadi perbedaan posisi harian Rekening Surat

Berharga yang tercatat di sistem Peserta dengan sistem

Penyelenggara maka yang digunakan dan berlaku adalah

posisi harian Rekening Surat Berharga yang tercatat di

sistem Penyelenggara.

98

Bagian Kelima

Penatausahaan Transaksi Pasar Keuangan

Paragraf 1

Setelmen atas Transaksi Pasar Sekunder Antar-Peserta

Pasal 114

Peserta pemilik Rekening Surat Berharga dapat mengirimkan

instruksi Setelmen atas transaksi Surat Berharga di pasar

sekunder melalui BI-SSSS untuk transaksi Surat Berharga

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2).

Pasal 115

(1) Instruksi Setelmen atas transaksi Surat Berharga antar-

Peserta dilakukan dengan prinsip matching sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3).

(2) Pengiriman instruksi Setelmen sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan oleh kedua Peserta dengan meng-

input dan mengirim instruksi Setelmen.

(3) Instruksi Setelmen sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

dilakukan oleh Peserta berdasarkan suatu perintah

pembukuan atau perintah penyelesaian transaksi Surat

Berharga sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh

masing-masing Peserta.

Pasal 116

Pelaksanaan Setelmen atas Transaksi Pasar Sekunder antar-

Peserta dilakukan dengan mekanisme Setelmen sebagaimana

tercantum dalam Lampiran X.

Pasal 117

(1) Dalam hal Setelmen atas transaksi pengagunan (pledge)

dilakukan untuk pinjaman likuiditas jangka pendek dari

Bank Indonesia maka Peserta sebagai pemberi agunan dan

Bank Indonesia sebagai penerima agunan mengirimkan

instruksi Setelmen atas transaksi pengagunan (pledge)

tipe 1.

99

(2) Dalam hal Peserta merupakan Bank Konvensional dan

akan menggunakan Surat Berharga milik UUS maka

pengiriman instruksi Setelmen atas transaksi pengagunan

(pledge) tipe 1 dilakukan oleh UUS sebagai pemberi

agunan dan Bank Indonesia sebagai penerima agunan.

(3) Setelmen second leg atas transaksi pengagunan (pledge)

tipe 1 dapat dilakukan apabila Peserta telah memenuhi

persyaratan penarikan (release) agunan sesuai dengan

ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai

pinjaman likuiditas jangka pendek.

(4) Dalam hal dilakukan eksekusi agunan pinjaman likuiditas

jangka pendek maka Peserta dan Bank Indonesia

melakukan pembatalan Setelmen second leg (cancel

second leg) atas transaksi pengagunan (pledge).

Paragraf 2

Setelmen atas Transaksi Pasar Keuangan yang dilakukan

melalui Sistem BI-ETP

Pasal 118

Sistem BI-ETP dapat mengirimkan instruksi Setelmen atas

Transaksi Pasar Keuangan yang dilakukan melalui Sistem BI-

ETP.

Pasal 119

(1) Instruksi Setelmen atas Transaksi Pasar Keuangan yang

dilakukan melalui Sistem BI-ETP dilakukan dengan

prinsip tanpa matching sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 99 ayat (3).

(2) Transaksi Pasar Keuangan yang dilakukan melalui Sistem

BI-ETP dapat dilakukan dengan underlying Surat

Berharga atau tanpa underlying Surat Berharga.

(3) Instruksi Setelmen atas Transaksi Pasar Keuangan yang

dilakukan melalui Sistem BI-ETP yaitu:

a. transaksi pinjam meminjam dalam rangka transaksi

PUAB dan PUAS; dan

100

b. transaksi pasar sekunder antar-Peserta.

(4) Pelaksanaan Setelmen atas Transaksi Pasar Keuangan

yang dilakukan melalui Sistem BI-ETP dilakukan dengan

mekanisme Setelmen sebagaimana tercantum dalam

Lampiran X.

(5) Pelaksanaan Setelmen atas transaksi PUAS sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. Peserta pengelola dana melakukan pencatatan term

and condition instrumen PUAS yang menjadi dasar

transaksi PUAS melalui BI-SSSS; dan

b. pelaksanaan Setelmen atas transaksi PUAS

dilakukan setelah pencatatan instrumen PUAS

sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilaksanakan.

(6) Pada tanggal transaksi PUAB atau PUAS jatuh waktu

(second leg) atas transaksi pasar sekunder antar-Peserta

maka Setelmen second leg dilakukan berdasarkan

persetujuan dari:

a. Peserta peminjam dana untuk PUAB; atau

b. Peserta pengelola dana untuk PUAS,

dengan melakukan otorisasi atas instruksi Setelmen yang

diterimanya.

(7) Dalam hal tanggal transaksi PUAB atau PUAS jatuh waktu

(second leg) merupakan hari libur maka pelaksanaan

Setelmen second leg dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Paragraf 3

Setelmen atas Transaksi Second Leg Sebelum Jatuh Waktu

(Early Termination) dan Setelmen Perpanjangan Jangka Waktu

Transaksi

Pasal 120

Peserta dapat melakukan Setelmen sebelum jatuh waktu (early

termination) atas transaksi second leg atau perpanjangan

jangka waktu transaksi dengan ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan berdasarkan kesepakatan antar-Peserta yang

bertransaksi; dan

101

b. dilakukan oleh Peserta yang bertransaksi melalui BI-SSSS

dengan mengubah tanggal Setelmen second leg paling

lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu

Setelmen second leg.

Paragraf 4

Penyelesaian Kegagalan Setelmen Second Leg atas Transaksi

Antar-Peserta

Pasal 121

(1) Setelmen second leg atas transaksi antar-Peserta

dinyatakan gagal dalam hal saldo pada Rekening Setelmen

Dana dan/atau Rekening Surat Berharga untuk

pelaksanaan transaksi second leg jatuh waktu tidak

mencukupi sampai dengan awal periode cut-off warning

BI-SSSS atau batas waktu Setelmen yang ditetapkan.

(2) Penyelesaian lebih lanjut atas kegagalan Setelmen second

leg sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

dengan ketentuan sebagai berikut:

a. BI-SSSS melakukan perpanjangan jangka waktu

transaksi secara otomatis dengan jangka waktu 1

(satu) hari kerja;

b. BI-SSSS melakukan pelaksanaan Setelmen second

leg pada hari kerja berikutnya; dan

c. perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

dilakukan sampai dengan Setelmen second leg

berhasil dilakukan atau dilakukan pembatalan

second leg (cancel second leg).

Paragraf 5

Pembatalan Second Leg (Cancel Second Leg) atas Transaksi

Antar-Peserta

Pasal 122

(1) Pembatalan second leg (cancel second leg) dilakukan

berdasarkan kesepakatan antar-Peserta.

102

(2) Pembatalan second leg (cancel second leg) oleh Peserta

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

prosedur sebagai berikut:

a. Peserta yang menyerahkan Surat Berharga sebagai

jaminan mengirimkan instruksi pembatalan second

leg melalui BI-SSSS; dan

b. Peserta lawan transaksi yang menerima Surat

Berharga sebagai jaminan memberikan persetujuan

pembatalan second leg (cancel second leg) dengan

melakukan otorisasi atas instruksi yang diterimanya.

Pasal 123

(1) Penyelenggara membatalkan second leg (cancel second leg)

apabila Surat Berharga yang ditransaksikan memasuki

batas waktu untuk dapat ditransaksikan namun Peserta

tidak melakukan pembatalan second leg (cancel second

leg).

(2) Penyelenggara dapat melakukan pembatalan second leg

(cancel second leg) berdasarkan:

a. permintaan salah satu Peserta yang bertransaksi atas

dasar kuasa pembatalan dari Peserta lawan

transaksi;

b. permintaan lembaga pengawas yang berwenang; atau

c. putusan pengadilan dan/atau lembaga arbitrase yang

telah memiliki kekuatan hukum tetap, yang

mengakibatkan second leg harus dibatalkan.

(3) Pembatalan berdasarkan permintaan salah satu Peserta

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan

berdasarkan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud

ayat (2) huruf c dilakukan dengan prosedur:

a. Peserta mengajukan permohonan pembatalan second

leg (cancel second leg) secara tertulis melalui surat

disertai dengan dokumen pendukung kepada

Penyelenggara yang dapat didahului dengan

administrative message dan/atau faksimile;

103

b. surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a

ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari

Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di

Penyelenggara dengan format sebagaimana

tercantum dalam Lampiran II.Y yang merupakan

bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota

Dewan Gubernur ini;

c. dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, berupa:

1. bukti transaksi;

2. surat kuasa dari Peserta lawan transaksi;

dan/atau

3. putusan pengadilan atau putusan arbitrase yang

mengakibatkan transaksi second leg harus

dibatalkan;

d. dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a disetujui, Penyelenggara melakukan

pembatalan second leg (cancel second leg) atas

transaksi Peserta yang bersangkutan; dan

e. Penyelenggara menyampaikan informasi pelaksanaan

pembatalan second leg (cancel second leg) kepada

kedua belah pihak Peserta yang bertransaksi melalui

surat, administrative message, dan/atau sarana lain.

Pasal 124

(1) Dalam hal dilakukan pembatalan second leg (cancel second

leg) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 dan Pasal

123, berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. Setelmen first leg dianggap sebagai Setelmen atas

transaksi outright; dan

b. dalam hal first leg berupa Setelmen repo CB dan

pengagunan (pledge), pembatalan second leg

dilakukan dengan pemindahan Surat Berharga yang

menjadi jaminan kepada penerima jaminan.

(2) Pelaksanaan pemindahan jaminan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan mekanisme

Setelmen sebagaimana tercantum dalam Lampiran X.

104

Paragraf 6

Pengelolaan Surat Berharga yang Dijadikan Sebagai Jaminan

(Collateral Management) oleh Peserta

Pasal 125

(1) Peserta dapat menetapkan kriteria Surat Berharga yang

dijadikan sebagai jaminan transaksi secara bilateral.

(2) Dalam pengelolaan Surat Berharga yang dijadikan sebagai

jaminan (collateral management), Peserta dapat

menetapkan potongan harga (haircut) Surat Berharga

dengan ketentuan sebagai berikut:

a. haircut yang ditetapkan oleh Peserta pemberi agunan

harus lebih tinggi atau sama dengan yang ditetapkan

oleh Peserta penerima agunan; dan

b. dalam hal terdapat perbedaan haircut antara Peserta

penerima agunan dengan Peserta pemberi agunan

maka haircut yang digunakan yaitu haircut yang

ditetapkan Peserta penerima agunan.

(3) Peserta dapat melakukan penggantian Surat Berharga

yang sedang digunakan sebagai jaminan (collateral

substitution) untuk transaksi antar-Peserta dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. dilakukan sebelum tanggal second leg;

b. dilakukan berdasarkan kesepakatan antar-Peserta;

dan

c. Surat Berharga pengganti memenuhi kriteria

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ketentuan

potongan harga (haircut) sebagaimana dimaksud

pada ayat (2).

105

Bagian Keenam

Penatausahaan Transaksi Operasi Moneter dan Operasi

Moneter Syariah

Paragraf 1

Penatausahaan Transaksi Operasi Moneter dan Operasi

Moneter Syariah untuk Absorpsi Likuiditas

Pasal 126

Setelmen atas transaksi operasi moneter dan operasi moneter

syariah untuk absorpsi likuiditas di pasar uang terdiri atas:

a. Setelmen atas transaksi penerbitan Surat Berharga oleh

Bank Indonesia;

b. Setelmen atas transaksi penempatan dana; dan

c. Setelmen atas transaksi pasar sekunder.

Pasal 127

(1) Pelaksanaan Setelmen atas transaksi operasi moneter dan

operasi moneter syariah untuk absorpsi likuiditas

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 dilakukan secara

DvP.

(2) Pelaksanaan Setelmen sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan sesuai dengan urutan instruksi Setelmen.

(3) Setelmen tidak dapat dilakukan selama saldo Rekening

Setelmen Dana dan/atau saldo Rekening Surat Berharga

tidak mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen

atas transaksi operasi moneter dan operasi moneter

syariah atau awal periode cut-off warning BI-SSSS.

Pasal 128

Pelaksanaan Setelmen jatuh waktu atas operasi moneter dan

operasi moneter syariah mulai dilakukan pada awal hari yang

meliputi:

a. Setelmen jatuh waktu untuk pelunasan Surat Berharga

dan penempatan dana sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 126 huruf a dan huruf b; dan

106

b. Setelmen second leg transaksi di pasar sekunder

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf c.

Pasal 129

Setelmen atas transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

126 dan Pasal 128, dilakukan dengan mekanisme Setelmen

sebagaimana tercantum dalam Lampiran X.

Paragraf 2

Penatausahaan Transaksi Operasi Moneter dan Operasi

Moneter Syariah untuk Injeksi Likuiditas

Pasal 130

(1) Pelaksanaan Setelmen atas transaksi operasi moneter dan

operasi moneter syariah untuk injeksi likuiditas di pasar

uang dilakukan secara DvP.

(2) Pelaksanaan Setelmen dimaksud pada ayat (1) dilakukan

sesuai dengan urutan instruksi Setelmen.

(3) Setelmen tidak dapat dilakukan selama saldo Rekening

Setelmen Dana dan/atau saldo Rekening Surat Berharga

tidak mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen

transaksi operasi moneter dan operasi moneter syariah

atau awal periode cut-off warning BI-SSSS.

Pasal 131

Pelaksanaan Setelmen jatuh waktu atas operasi moneter dan

operasi moneter syariah mulai dilakukan pada awal hari.

Pasal 132

Setelmen atas transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

130 dan Pasal 131, dilakukan dengan mekanisme Setelmen

sebagaimana tercantum dalam Lampiran X.

107

Paragraf 3

Pelaksanaan Pembebanan atas Pengenaan Sanksi

Administratif Kewajiban Membayar untuk Operasi Moneter

dan Operasi Moneter Syariah

Pasal 133

Penyelenggara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau

Bank Pembayar untuk pembebanan atas pengenaan sanksi

administratif berupa kewajiban membayar sesuai dengan

ketentuan yang mengatur mengenai operasi moneter dan

operasi moneter syariah.

Bagian Ketujuh

Penatausahaan Transaksi SBN Atas Nama Pemerintah

Paragraf 1

Setelmen atas Transaksi SBN Atas Nama Pemerintah

Pasal 134

Penyelenggara melakukan Setelmen atas transaksi SBN atas

nama Pemerintah yang meliputi:

a. transaksi penerbitan SBN yang dilakukan melalui lelang

oleh Bank Indonesia;

b. transaksi penerbitan SBN yang tidak dilakukan melalui

lelang oleh Bank Indonesia;

c. transaksi pembelian kembali (buyback) dengan cara tunai

atau penukaran (debt switching); dan

d. transaksi peminjaman SBN oleh Dealer Utama.

Paragraf 2

Setelmen atas Transaksi Penerbitan SBN

Pasal 135

(1) Pelaksanaan Setelmen atas transaksi penerbitan SBN

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 huruf a

dilakukan secara DvP.

108

(2) Pelaksanaan Setelmen atas transaksi penerbitan SBN

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 huruf b

dilakukan secara DvP atau melalui mekanisme lain yang

ditetapkan oleh Pemerintah.

(3) Pelaksanaan Setelmen sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dan ayat (2) dilakukan secara FIFO sesuai dengan

urutan instruksi Setelmen.

(4) Setelmen tidak dapat dilakukan selama saldo Rekening

Setelmen Dana Peserta atau Rekening Setelmen Dana

Bank Pembayar tidak mencukupi sampai dengan batas

waktu Setelmen transaksi penerbitan SBN atau awal

periode cut-off warning BI-SSSS.

Pasal 136

Setelmen atas transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal

135, dilakukan dengan mekanisme Setelmen sebagaimana

tercantum dalam Lampiran X.

Paragraf 3

Setelmen atas Transaksi Pembelian Kembali SBN oleh

Pemerintah (Buyback)

Pasal 137

Penyelenggara melakukan Setelmen atas transaksi pembelian

kembali SBN oleh Pemerintah (buyback) yang dilakukan

dengan cara tunai atau dengan cara penukaran (debt

switching).

Pasal 138

(1) Pelaksanaan Setelmen atas transaksi pembelian kembali

SBN oleh Pemerintah (buyback) sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 137 dilakukan secara DvP atau melalui

mekanisme lain yang ditetapkan oleh Pemerintah.

(2) Pelaksanaan Setelmen sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan secara FIFO sesuai dengan urutan instruksi

Setelmen.

109

(3) Setelmen tidak dapat dilakukan selama saldo Rekening

Surat Berharga Peserta dan/atau saldo Rekening Setelmen

Dana Peserta atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar

tidak mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen

transaksi pembelian kembali SBN oleh Pemerintah

(buyback) atau awal periode cut-off warning BI-SSSS.

Pasal 139

Setelmen atas transaksi pembelian kembali SBN oleh

Pemerintah (buyback) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137,

dilakukan dengan mekanisme Setelmen sebagaimana

tercantum dalam Lampiran X.

Paragraf 4

Setelmen Peminjaman SBN Oleh Dealer Utama

Pasal 140

(1) Setelmen peminjaman SBN oleh Dealer Utama dilakukan

dengan menggunakan mekanisme Setelmen atas transaksi

SLB tipe 1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3)

huruf a.

(2) Setelmen atas transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), dilakukan dengan mekanisme Setelmen sebagaimana

tercantum dalam Lampiran X.

Bagian Kedelapan

Penatausahaan Surat Berharga untuk FLI

Paragraf 1

Penatausahaan Surat Berharga untuk FLI Pada Sistem BI-

RTGS

Pasal 141

(1) Untuk penggunaan FLI pada Sistem BI-RTGS, Peserta

harus menyediakan Surat Berharga sesuai dengan

ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai

fasilitas likuiditas intrahari.

110

(2) Peserta dapat melakukan release Surat Berharga

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak

sebesar nilai nominal yang tidak digunakan untuk

menjamin penggunaan FLI.

(3) Penyediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

penarikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan

selama periode waktu kegiatan yang ditetapkan oleh

Penyelenggara.

(4) Penyediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan

penarikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan

sesuai dengan mekanisme Setelmen sebagaimana

tercantum dalam Lampiran X.

Pasal 142

(1) Penyelenggara menghitung dan menetapkan nilai tunai

(cash value) atas Surat Berharga yang tercatat pada

rekening FLI.

(2) Nilai tunai (cash value) sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) akan menjadi batas paling tinggi (limit) FLI yang dapat

digunakan oleh Peserta melalui Sistem BI-RTGS.

Pasal 143

(1) Peserta dapat melakukan pelunasan penggunaan FLI

melalui BI-SSSS selama periode waktu kegiatan Setelmen

pelunasan FLI yang ditetapkan oleh Penyelenggara.

(2) Pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan

sebesar nilai penggunaan FLI untuk setiap transaksi

penggunaan FLI di Sistem BI-RTGS.

(3) Dalam hal Peserta belum melunasi penggunaan FLI

sampai dengan berakhirnya periode waktu kegiatan

Setelmen pelunasan FLI, Penyelenggara akan melakukan

Setelmen pelunasan FLI sebesar penggunaan FLI yang

belum dilunasi dengan mendebit Rekening Setelmen Dana

Peserta di Sistem BI-RTGS.

111

Paragraf 2

Konversi Penggunaan FLI yang Belum Dilunasi Menjadi

Transaksi Lending Facility atau Financing Facility dengan

Bank Indonesia

Pasal 144

(1) Dalam hal Rekening Setelmen Dana Peserta di Sistem BI-

RTGS tidak mencukupi untuk melunasi penggunaan FLI

maka Penyelenggara melakukan konversi penggunaan

FLI yang belum dilunasi menjadi transaksi lending

facility atau financing facility dengan Bank Indonesia.

(2) Penyelenggara menetapkan Surat Berharga yang

menjadi agunan atas transaksi lending facility atau

financing facility dengan urutan prioritas sebagai

berikut:

a. tipe Surat Berharga yaitu:

1. Surat Berharga yang diterbitkan oleh Bank

Indonesia; dan/atau

2. SBN; dan

b. sisa jangka waktu Surat Berharga yang lebih

pendek untuk Surat Berharga yang sama.

(3) Pelunasan atas transaksi lending facility atau financing

facility sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan

sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur

mengenai:

a. koridor suku bunga (standing facilities);

b. tata cara transaksi repo sertifikat Bank Indonesia

syariah dengan Bank Indonesia; dan

c. tata cara transaksi repo surat berharga syariah

negara dengan Bank Indonesia.

(4) Mekanisme konversi atas transaksi lending facility atau

financing facility dilakukan sesuai dengan mekanisme

Setelmen sebagaimana tercantum dalam Lampiran X.

112

Bagian Kesembilan

Penatausahaan Surat Berharga Nasabah

Paragraf 1

Penatausahaan Surat Berharga Nasabah oleh Sub-Registry

Pasal 145

(1) Setiap pihak yang tidak memiliki Rekening Surat Berharga di

Central Registry, harus menunjuk Sub-Registry untuk

melakukan penatausahaan Surat Berharga yang dimilikinya.

(2) Pencatatan kepemilikan Surat Berharga pada Rekening

Surat Berharga Sub-Registry di Central Registry bersifat

global (omnibus account).

(3) Pencatatan Surat Berharga yang dimiliki nasabah

dilakukan tersendiri pada sistem yang dimiliki oleh Sub-

Registry.

(4) Dalam hal Sub-Registry telah melakukan setelmen

antarnasabah (inhouse transfer) atas transaksi repo CB

atau pengagunan (pledge) pada sistem Sub-Registry maka

Sub-Registry harus melakukan pemindahbukuan Surat

Berharga yang ditransaksikan sesuai mekanisme

Setelmen sebagaimana tercantum dalam Lampiran X.

Pasal 146

(1) Dalam hal nasabah Sub-Registry berupa Dealer Utama non-

Bank atau peserta lelang SBSN non-Bank, Sub-Registry

dapat membuka Rekening Surat Berharga di BI-SSSS

untuk dan atas nama Dealer Utama non-Bank atau peserta

lelang SBSN non-Bank yang digunakan khusus untuk

pelaksanaan Setelmen hasil lelang SBN di pasar perdana.

(2) Sub-Registry harus memindahkan Surat Berharga hasil

lelang SBN dari Rekening Surat Berharga Dealer Utama

non-Bank atau peserta lelang SBSN non-Bank

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke Rekening Surat

Berharga Sub-Registry di BI-SSSS yang bersifat global

(omnibus account) sebagaimana dimaksud dalam Pasal

145 ayat (2), segera setelah Setelmen hasil lelang SBN

dilakukan.

113

Pasal 147

(1) Sub-Registry harus mengajukan permohonan tertulis

kepada Penyelenggara untuk pembukaan Rekening Surat

Berharga atas nama Dealer Utama non-Bank atau peserta

lelang SBSN non-Bank yang dilampiri dokumen sebagai

berikut:

a. informasi Dealer Utama non-Bank atau peserta lelang

SBSN non-Bank, yang paling sedikit memuat nama

dan nomor single investor identity yang digunakan di

pasar modal;

b. fotokopi surat penunjukan sebagai Dealer Utama

non-Bank atau peserta lelang SBSN non-Bank dari

Menteri Keuangan; dan

c. surat pernyataan dari Dealer Utama non-Bank atau

peserta lelang SBSN non-Bank yang menyatakan

bahwa Dealer Utama non-Bank atau peserta lelang

SBSN non-Bank merupakan nasabah dari Sub-

Registry.

(2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

harus ditandatangani pejabat yang memiliki spesimen

tanda tangan di Penyelenggara.

(3) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), Penyelenggara akan melakukan pembukaan

Rekening Surat Berharga atas nama Dealer Utama non-

Bank atau peserta lelang SBSN non-Bank paling lama 7

(tujuh) hari kerja terhitung sejak dokumen diterima secara

lengkap.

Paragraf 2

Sarana Pelaporan bagi Sub-Registry

Pasal 148

Penyelenggara menyediakan SI BI-SSSS bagi Sub-Registry

sebagai sarana pelaporan dan rekonsiliasi data BI-SSSS terkait

penatausahaan nasabah.

114

Pasal 149

Pengelolaan dan kewenangan penggunaan SI BI-SSSS diatur

dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Penyelenggara memberikan user-ID dan password

administrator kepada setiap Sub-Registry untuk akses

terhadap aplikasi SI BI-SSSS;

b. administrator sebagaimana dimaksud dalam huruf a

memiliki kewenangan sebagai berikut:

1. membuat user setingkat administrator; dan

2. melakukan kegiatan menambah, menghapus, reset

password untuk user dan user group; dan

c. Sub-Registry dapat mengajukan permohonan reset

password kepada Penyelenggara melalui administrative

message BI-SSSS atau dengan menyampaikan

permintaan tertulis yang ditandatangani oleh pengelola

Sub-Registry.

Paragraf 3

Pelaporan Sub-Registry

Pasal 150

(1) Sub-Registry wajib menyampaikan laporan

penatausahaan Surat Berharga nasabah kepada

Penyelenggara.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi

laporan berkala dan laporan sewaktu-waktu yang terdiri atas:

a. laporan harian;

b. laporan bulanan;

c. laporan Setelmen atas transaksi penerbitan Surat

Berharga;

d. laporan Setelmen atas transaksi buyback/debt

switching; dan

e. laporan data nasabah.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

disampaikan melalui SI BI-SSSS dengan mengacu pada

tata cara dan format laporan sebagaimana tercantum

dalam Lampiran VI.

115

Pasal 151

(1) Ketentuan penyampaian laporan harian sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 150 ayat (2) huruf a diatur sebagai

berikut:

a. Sub-Registry wajib menyampaikan laporan secara

harian pada hari yang sama dengan tanggal Setelmen;

b. laporan harian sebagaimana dimaksud dalam huruf

a terdiri atas:

1. laporan Setelmen atas transaksi antarnasabah

dalam Sub-Registry yang sama (inhouse transfer);

dan/atau

2. laporan informasi data nasabah atas Setelmen

atas transaksi Surat Berharga yang dilakukan

melalui BI-SSSS; dan

c. dalam hal informasi data nasabah sebagaimana

dimaksud dalam huruf b tidak terdaftar dalam

database nasabah di SI BI-SSSS maka Sub-Registry

dianggap tidak melengkapi data nasabah

sebagaimana dimaksud pada Pasal 70 huruf g.

(2) Ketentuan penyampaian laporan bulanan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 150 ayat (2) huruf b diatur sebagai

berikut:

a. Sub-Registry wajib menyampaikan laporan bulanan

paling lama 3 (tiga) hari kerja pada awal bulan

berikutnya; dan

b. laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam huruf

a memuat informasi posisi kepemilikan Surat

Berharga nasabah Sub-Registry pada akhir bulan

yang disampaikan melalui SI BI-SSSS.

(3) Ketentuan penyampaian laporan Setelmen atas transaksi

penerbitan Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 150 ayat (2) huruf c diatur sebagai berikut:

a. Sub-Registry wajib menyampaikan laporan Setelmen

atas transaksi penerbitan Surat Berharga pada hari

yang sama dengan tanggal Setelmen transaksi

penerbitan Surat Berharga atas nasabah yang

tercatat di Sub-Registry; dan

116

b. laporan Setelmen atas transaksi penerbitan Surat

Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf a

memuat informasi hasil Setelmen atas transaksi

penerbitan Surat Berharga atas nasabah yang

tercatat di Sub-Registry.

(4) Ketentuan penyampaian laporan Setelmen atas transaksi

buyback/debt switching sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 150 ayat (2) huruf d diatur sebagai berikut:

a. Sub-Registry wajib menyampaikan laporan Setelmen

atas transaksi buyback/debt switching atas nasabah

yang tercatat di Sub-Registry pada hari yang sama

dengan tanggal Setelmen transaksi buyback/debt

switching; dan

b. laporan Setelmen atas transaksi buyback/debt

switching memuat informasi hasil Setelmen atas

transaksi buyback/debt switching atas nasabah yang

tercatat di Sub-Registry.

(5) Laporan data nasabah sebagaimana dimaksud dalam 150

ayat (2) huruf e disampaikan oleh Sub-Registry untuk

pengisian database nasabah di SI BI-SSSS, yang berisi:

a. data nasabah baru; dan/atau

b. perubahan data nasabah.

Pasal 152

(1) Dalam hal terdapat kesalahan dalam pelaporan maka Sub-

Registry wajib melakukan koreksi atas laporan yang

disampaikan kepada Penyelenggara.

(2) Koreksi atas laporan yang disampaikan Sub-Registry

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. koreksi atas laporan harian Sub-Registry

disampaikan melalui SI BI-SSSS paling lambat 2

(dua) hari kerja setelah pemberitahuan dari

Penyelenggara;

117

b. koreksi atas laporan bulanan Sub-Registry

disampaikan melalui SI BI-SSSS paling lambat 5

(lima) hari kerja setelah pemberitahuan dari

Penyelenggara; dan

c. ketentuan dan tata cara penyampaian koreksi

laporan dilakukan melalui SI BI-SSSS dengan

mengacu kepada tata cara dan format laporan

sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI.

BAB V

BIAYA

Bagian Kesatu

Biaya dalam Penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga

Melalui BI-SSSS

Pasal 153

Penyelenggara menetapkan biaya terhadap Peserta dalam

penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-

SSSS.

Pasal 154

Jenis biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 terdiri

atas:

a. biaya instruksi Setelmen;

b. biaya pengiriman administrative message;

c. biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank;

d. biaya perpanjangan periode waktu kegiatan operasional;

e. biaya penggantian atau penambahan digital certificate

hard token; dan

f. biaya lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara.

118

Pasal 155

(1) Penetapan biaya instruksi Setelmen sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 154 huruf a dikenakan untuk

setiap pengiriman instruksi Setelmen.

(2) Penetapan biaya pengiriman administrative message

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 huruf b dikenakan

untuk setiap pengiriman administrative message.

(3) Penetapan biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 huruf c, diatur

dengan ketentuan sebagai berikut:

a. besarnya biaya ditetapkan oleh Penyelenggara

berdasarkan durasi waktu penggunaan setiap 1 (satu)

jam;

b. besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf

a berlaku untuk penggunaan sebagian atau seluruh

Fasilitas Guest Bank Sistem BI-ETP, BI-SSSS,

dan/atau Sistem BI-RTGS; dan

c. durasi waktu penggunaan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a dihitung berdasarkan waktu kehadiran

Peserta yang dibuktikan dalam daftar hadir Peserta.

(4) Penetapan besaran biaya perpanjangan periode waktu

kegiatan operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal

154 huruf d dikenakan berdasarkan durasi perpanjangan

periode waktu kegiatan setiap 30 (tiga puluh) menit.

(5) Biaya penggantian atau penambahan digital certificate

hard token sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 huruf

e dikenakan untuk setiap digital certificate hard token yang

diganti atau ditambahkan.

(6) Besarnya biaya dan contoh perhitungan biaya dalam

penggunaan BI-SSSS tercantum dalam Lampiran XI yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Anggota Dewan Gubernur ini.

(7) Besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak

termasuk pajak pertambahan nilai (PPN).

119

Bagian Kedua

Pembebasan Biaya

Pasal 156

(1) Penyelenggara dapat membebaskan biaya tertentu dalam

penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga melalui

BI-SSSS apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau

Keadaan Darurat.

(2) Pembebasan biaya tertentu sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) tidak termasuk PPN.

Bagian Ketiga

Perhitungan dan Pembebanan Biaya

Pasal 157

(1) Penyelenggara melakukan perhitungan jumlah biaya

untuk masing-masing Peserta pada setiap akhir hari.

(2) Penyelenggara membebankan biaya sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) pada hari kerja berikutnya dengan mendebit

Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar.

Bagian Keempat

Pembebanan Biaya oleh Peserta Kepada Nasabah

Pasal 158

(1) Peserta Sub-Registry dapat menetapkan dan mengenakan

biaya kepada nasabah dalam jumlah yang wajar.

(2) Peserta Sub-Registry wajib mengumumkan besarnya biaya

penggunaan BI-SSSS yang ditetapkan Penyelenggara dan

besarnya biaya penggunaan BI-SSSS yang ditetapkan dan

dikenakan oleh Peserta Sub-Registry kepada nasabah.

(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)

ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat dan dibaca

oleh nasabah.

120

BAB VI

PENANGANAN KEADAAN TIDAK NORMAL DAN/ATAU

KEADAAN DARURAT

Bagian Kesatu

Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di

Penyelenggara

Paragraf 1

Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara

Pasal 159

(1) Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara

yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan

Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-SSSS atau

mengakibatkan operasional BI-SSSS tidak dapat

diselenggarakan maka berlaku prosedur penanganan

Keadaan Tidak Normal.

(2) Prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu sebagai

berikut:

a. Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh

Peserta mengenai terjadinya Keadaan Tidak Normal

dan tahapan yang perlu dilakukan melalui

administrative message dan/atau sarana lain yang

ditetapkan oleh Penyelenggara;

b. dalam hal Keadaan Tidak Normal mengakibatkan

operasional BI-SSSS tidak dapat diselenggarakan,

Peserta harus menghentikan sementara kegiatan

pengiriman instruksi Setelmen dan kegiatan lain

melalui BI-SSSS; dan

c. dalam hal BI-SSSS dapat beroperasi kembali, Peserta

melakukan hal sebagai berikut:

1. melakukan koneksi ulang ke BI-SSSS;

121

2. melakukan rekonsiliasi antara data transaksi di

sistem Peserta dengan data transaksi BI-SSSS di

Penyelenggara dan mengecek Setelmen terakhir

yang dilakukan dan posisi kepemilikan Surat

Berharga melalui SPP; dan

3. menginformasikan kepada help desk apabila dari

hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam

angka 2 terdapat perbedaan data transaksi

Setelmen dan/atau posisi kepemilikan Surat

Berharga.

(3) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) huruf c dilakukan oleh Peserta berdasarkan

pemberitahuan dari Penyelenggara melalui administrative

message, help desk, dan/atau sarana lainnya.

(4) Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal yang

mengakibatkan BI-SSSS tidak dapat beroperasi sampai

dengan batas waktu yang ditentukan oleh Penyelenggara

maka Penyelenggara menetapkan kebijakan dan prosedur

penanganan Keadaan Tidak Normal dan memberitahukan

kepada Peserta.

Paragraf 2

Keadaan Darurat di Penyelenggara

Pasal 160

Dalam hal terjadi Keadaan Darurat di Penyelenggara yang

mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan Penatausahaan

Surat Berharga melalui BI-SSSS atau mengakibatkan

operasional BI-SSSS tidak dapat diselenggarakan sampai

dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara maka

berlaku prosedur sebagai berikut:

a. Penyelenggara menetapkan kebijakan dan prosedur

penanggulangan Keadaan Darurat; dan

b. Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh Peserta

mengenai terjadinya Keadaan Darurat serta hal yang

harus dilakukan oleh Peserta dalam penyelenggaraan

Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-SSSS.

122

Bagian Kedua

Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta

Pasal 161

(1) Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau

Keadaan Darurat di Peserta yang menyebabkan

terganggunya kelancaran penyelesaian Setelmen melalui

BI-SSSS maka Peserta harus memberitahukan kepada

Penyelenggara.

(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan

sebagai berikut:

a. pemberitahuan disampaikan kepada help desk BI-

SSSS melalui sarana telepon paling lama 30 (tiga

puluh) menit sejak terjadinya Keadaan Tidak Normal

dan/atau Keadaan Darurat yang ditindaklanjuti

dengan penyampaian pemberitahuan tertulis kepada

Penyelenggara mengenai hal tersebut dan

penyebabnya; dan/atau

b. pemberitahuan disampaikan kepada Penyelenggara

melalui surat yang didahului dengan faksimile dalam

hal Peserta memerlukan tindak lanjut perpanjangan

periode waktu kegiatan sesuai dengan prosedur

perpanjangan periode waktu kegiatan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 76.

Pasal 162

(1) Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau

Keadaan Darurat di Peserta yang mengakibatkan Peserta

tidak dapat melakukan kegiatan operasional BI-SSSS

dengan menggunakan SPP utama maka Peserta

menggunakan SPP cadangan.

(2) Dalam hal Peserta tidak dapat menggunakan SPP

cadangan dan/atau tidak dapat mengirimkan instruksi

Setelmen di lokasi Peserta maka Peserta dapat melakukan

kegiatan operasional BI-SSSS dengan menggunakan

Fasilitas Guest Bank.

123

(3) Dalam hal Peserta memutuskan untuk tidak melakukan

kegiatan operasional maka Peserta harus segera

memberitahukan kepada Penyelenggara melalui surat

yang dapat didahului dengan faksimile atau sarana lain

yang ditetapkan oleh Penyelenggara.

(4) Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau

Keadaan Darurat di Peserta Sub-Registry yang

menyebabkan Peserta Sub-Registry tidak dapat

mengirimkan laporan melalui SI BI-SSSS maka Peserta

Sub-Registry dapat mengirimkan laporan melalui surat

elektronik (e-mail) atau sarana lain yang ditetapkan oleh

Penyelenggara.

Pasal 163

Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan

Darurat di Peserta, Penyelenggara dapat menetapkan

kebijakan, prosedur, dan hal lain yang diperlukan untuk

pelaksanaan Setelmen melalui BI-SSSS.

Bagian Ketiga

Penggunaan Fasilitas Guest Bank

Pasal 164

(1) Fasilitas Guest Bank dapat digunakan oleh Peserta selama

jam operasional BI-SSSS untuk melakukan kegiatan

sesuai dengan periode waktu kegiatan yang masih

berlaku.

(2) Penyelenggara dapat menetapkan batas waktu maksimal

penggunaan Fasilitas Guest Bank dalam hal jumlah

Peserta yang mengajukan permohonan penggunaan

Fasilitas Guest Bank melebihi kapasitas yang tersedia.

(3) Peserta membebaskan Penyelenggara dari segala kerugian

yang timbul dan/atau yang akan timbul yang dialami

Peserta sehubungan dengan pelaksanaan Setelmen Surat

Berharga melalui Fasilitas Guest Bank.

124

(4) Penggunaan Fasilitas Guest Bank oleh Peserta di

Penyelenggara dapat dilakukan dengan menggunakan 4

(empat) metode yaitu:

a. shared SDG;

b. standalone SDG;

c. standalone SSTPG; atau

d. own SPP.

(5) Penggunaan Fasilitas Guest Bank oleh Peserta di KPwDN

hanya dapat dilakukan dengan menggunakan metode

shared SDG.

Pasal 165

(1) Peserta yang akan menggunakan Fasilitas Guest Bank

harus mengajukan permohonan penggunaan Fasilitas

Guest Bank secara tertulis kepada Penyelenggara, yang

dapat didahului dengan menyampaikan informasi melalui

sarana telepon, faksimile, dan/atau sarana lainnya.

(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta

yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara,

dengan menggunakan format sebagaimana tercantum

dalam Lampiran II.Z yang merupakan bagian tidak

terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.

(3) Untuk Peserta yang berada di wilayah kerja KPwDN,

permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan

kepada KPwDN yang menyediakan Fasilitas Guest Bank.

(4) Dalam hal Peserta menggunakan Fasilitas Guest Bank

untuk BI-SSSS, Sistem BI-RTGS, dan/atau Sistem BI-

ETP, permohonan tertulis penggunaan Fasilitas Guest

Bank cukup diajukan kepada salah satu penyelenggara,

sepanjang surat permohonan ditandatangani pejabat yang

memiliki kewenangan dalam operasional BI-SSSS, Sistem

BI-RTGS, dan/atau Sistem BI-ETP.

125

(5) Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau

penolakan atas permohonan penggunaan Fasilitas Guest

Bank kepada peserta melalui administrative message atau

sarana lainnya.

Pasal 166

Dalam penggunaan Fasilitas Guest Bank di lokasi

Penyelenggara atau KPwDN berlaku ketentuan sebagai berikut:

a. Peserta menyiapkan data transaksi dan hal lain yang

diperlukan untuk operasional di Penyelenggara sesuai

dengan pedoman penggunaan Fasilitas Guest Bank

sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang

merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan

Anggota Dewan Gubernur ini; dan

b. dalam hal jumlah Peserta yang mengajukan permohonan

melebihi kapasitas Fasilitas Guest Bank yang disediakan,

Penyelenggara dapat menetapkan urutan penggunaan

Fasilitas Guest Bank berdasarkan urutan kedatangan

Peserta.

BAB VII

PEMBEBASAN TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARA

Pasal 167

(1) Penyelenggara dibebaskan dari segala tuntutan atas

kerugian yang timbul dan/atau yang akan timbul yang

dialami Peserta atau pihak ketiga akibat:

a. terlambat atau tidak terlaksananya Setelmen dan

pencatatan, pembayaran kupon/bunga atau imbalan

dan/atau pelunasan pokok/nilai nominal Surat

Berharga; dan/atau

b. sebab lain.

(2) Keterlambatan atau tidak terlaksananya Setelmen dan

pencatatan, pembayaran kupon/bunga atau imbalan

dan/atau pelunasan pokok/nilai nominal Surat Berharga

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disebabkan

oleh:

126

a. pengiriman instruksi Setelmen atas transaksi oleh

Peserta kepada Penyelenggara dilakukan oleh pejabat

yang tidak berwenang;

b. kesalahan data dan/atau instruksi Setelmen yang

dikirimkan oleh Peserta kepada Penyelenggara;

c. gangguan jaringan komunikasi dan/atau sistem pada

Peserta yang mengakibatkan keterlambatan Setelmen;

d. ketidakmampuan atau keterlambatan pengisian dana

oleh Peserta sebagai penerbit Surat Berharga pada

Rekening Setelmen Dana yang mengakibatkan tidak

terbayar atau terlambatnya pembayaran

kupon/bunga atau imbalan dan/atau pelunasan

pokok/nilai nominal Surat Berharga pada saat jatuh

waktu kepada Peserta pemilik Surat Berharga;

e. ketidakmampuan atau keterlambatan Peserta

menyediakan dana pada Rekening Setelmen Dana

dan/atau Surat Berharga pada Rekening Surat

Berharga oleh Peserta;

f. pembatalan Setelmen atas transaksi second leg

(cancel second leg) oleh Penyelenggara yang dilakukan

melalui BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal

6 ayat (1) huruf e;

g. kelalaian Peserta; dan/atau

h. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat baik

yang dialami oleh Penyelenggara maupun Peserta.

BAB VIII

PEMANTAUAN KEPATUHAN PESERTA

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 168

(1) Penyelenggara melakukan pemantauan kepatuhan

Peserta untuk memastikan kepatuhan Peserta terhadap

ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.

127

(2) Pelaksanaan pemantauan kepatuhan Peserta

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek:

a. tata kelola;

b. operasional;

c. infrastruktur;

d. BCP; dan

e. perlindungan konsumen.

(3) Pemantauan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan secara tidak langsung dan/atau

secara langsung.

Bagian Kedua

Pemantauan Tidak Langsung

Pasal 169

(1) Pemantauan secara tidak langsung sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 168 ayat (3) dilakukan melalui

penelitian, analisis, dan evaluasi terhadap:

a. laporan berkala dan/atau laporan sewaktu-waktu

yang disampaikan oleh Peserta kepada

Penyelenggara; dan

b. informasi, data, dan/atau dokumen yang diperoleh

Penyelenggara.

(2) Peserta wajib menyampaikan laporan berkala dan/atau

laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) huruf a kepada Penyelenggara.

(3) Peserta wajib menyampaikan informasi, data, dan/atau

dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

dalam hal diminta oleh Penyelenggara.

(4) Berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara

dapat melakukan klarifikasi dan/atau konfirmasi kepada

Peserta atas laporan berkala dan/atau laporan sewaktu-

waktu, informasi, data, dan/atau dokumen sebagaimana

dimaksud pada ayat (1).

128

(5) Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan langsung

berdasarkan hasil klarifikasi dan/atau konfirmasi

sebagaimana dimaksud pada ayat (4).

Paragraf 1

Laporan Berkala

Pasal 170

(1) Laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169

ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a. laporan hasil penilaian kepatuhan (LHPK); dan

b. laporan penatausahaan Surat Berharga nasabah oleh

Sub-Registry.

(2) Penyampaian LHPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

huruf a, diatur sebagai berikut:

a. LHPK merupakan laporan tahunan yang memuat

hasil penilaian pemeriksaan internal untuk periode 1

Januari sampai dengan 31 Desember;

b. LHPK disampaikan secara tertulis kepada

Penyelenggara melalui surat dan/atau sarana lain

yang ditetapkan oleh Penyelenggara;

c. LHPK disampaikan dengan batas waktu paling

lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya;

d. dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud dalam

huruf c jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur

maka batas waktu penyampaian LHPK yaitu hari

kerja berikutnya;

e. dalam hal Peserta terlambat menyampaikan LHPK

sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam

huruf c, Peserta tetap wajib menyampaikan LHPK

paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak batas

waktu penyampaian LHPK yang ditetapkan oleh

Penyelenggara; dan

f. Peserta dinyatakan tidak menyampaikan LHPK

apabila Peserta tidak menyampaikan LHPK sampai

dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam

huruf e.

129

(3) Penyampaian laporan penatausahaan Surat Berharga

nasabah oleh Sub-Registry sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) huruf b yang berupa laporan harian dan laporan

bulanan, dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1) dan ayat (2).

Paragraf 2

Laporan Sewaktu-Waktu

Pasal 171

(1) Laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 169 ayat (1) huruf a, terdiri atas:

a. laporan sewaktu-waktu yang disampaikan oleh

Peserta kepada Penyelenggara atas permintaan

Penyelenggara; dan/atau

b. laporan yang disampaikan kepada Penyelenggara

atas inisiatif dari Peserta.

(2) Selain laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sub-

Registry juga menyampaikan laporan sewaktu-waktu

berupa:

a. laporan Setelmen atas transaksi penerbitan Surat

Berharga;

b. laporan Setelmen atas transaksi buyback/debt

switching; dan

c. laporan data nasabah,

yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) sampai dengan ayat (5).

Bagian Ketiga

Pemantauan Langsung

Pasal 172

(1) Pemantauan secara langsung sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 168 ayat (3) dilakukan melalui pemeriksaan

langsung.

130

(2) Pemeriksaan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) dilakukan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu

apabila diperlukan.

(3) Penyelenggara dapat menunjuk pihak lain untuk dan atas

nama Penyelenggara melakukan pemeriksaan langsung

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Petugas yang melakukan pemeriksaan langsung

dilengkapi dengan surat tugas dari Penyelenggara.

(5) Peserta wajib memberikan akses kepada petugas yang

melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (4), paling sedikit berupa:

a. informasi, data, dan/atau dokumen yang diperlukan

sesuai dengan permintaan petugas Penyelenggara;

dan/atau

b. akses untuk melakukan pemeriksaan langsung

terhadap sarana fisik dan aplikasi pendukung yang

terkait dengan operasional BI-SSSS di Peserta.

(6) Peserta wajib memberikan penjelasan atau keterangan

kepada Petugas yang melakukan pemeriksaan langsung

sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(7) Pada akhir pemeriksaan langsung, dilakukan exit meeting

untuk menyampaikan dan/atau membahas pokok hasil

pemeriksaan langsung dan/atau hal yang perlu

ditindaklanjuti oleh Peserta.

(8) Hasil pemeriksaan langsung dan/atau hal yang perlu

ditindaklanjuti oleh Peserta disampaikan secara tertulis

kepada Peserta.

(9) Peserta wajib menindaklanjuti hasil pemeriksaan

dan/atau hal yang perlu ditindaklanjuti sebagaimana

dimaksud pada ayat (8).

BAB IX

TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 173

(1) Penyelenggara mengenakan sanksi administratif kepada

Peserta berupa kewajiban membayar, teguran tertulis,

dan/atau penurunan status kepesertaan.

131

(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil pemantauan

kepatuhan Peserta terhadap pemenuhan:

a. kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56

huruf a;

b. kewajiban penyampaian laporan berkala dan/atau

laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 169 ayat (2);

c. kewajiban penyampaian koreksi laporan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (1);

d. kewajiban penyampaian informasi, data, dan/atau

dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169

ayat (3); dan/atau

e. kewajiban menindaklanjuti hasil pemeriksaan

langsung dan/atau hal yang perlu ditindaklanjuti

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172 ayat (9).

(3) Peserta yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) huruf a, tidak menyampaikan

laporan berkala dan laporan sewaktu-waktu

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, tidak

memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat

(2) huruf c, huruf d, dan huruf e, dikenakan sanksi

administratif berupa teguran tertulis.

(4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada

ayat (3), Peserta yang tidak memenuhi kewajiban

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, tidak

menyampaikan laporan berkala sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) huruf b, dan tidak memenuhi kewajiban

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, dapat

dikenakan sanksi administratif berupa penurunan status

kepesertaan dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti

teguran tertulis yang ditetapkan oleh Penyelenggara.

(5) Peserta yang terlambat menyampaikan laporan berkala

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dikenakan

sanksi administratif berupa kewajiban membayar.

132

Pasal 174

(1) Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 173 ayat (5) dilakukan dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. Peserta dinyatakan terlambat menyampaikan

laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal

173 ayat (2) huruf b apabila Peserta tidak

menyampaikan laporan berkala sesuai batas waktu

yang ditetapkan Penyelenggara sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1) sampai dengan

ayat (4) dan Pasal 170 ayat (2) huruf c;

b. Peserta yang dinyatakan terlambat menyampaikan

laporan berkala sesuai batas waktu yang ditetapkan

Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal

151 ayat (1) sampai dengan ayat (4), dikenakan

sanksi administratif berupa kewajiban membayar

sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) per hari

kerja keterlambatan per laporan dengan batas

nominal paling banyak sebesar Rp10.000.000,-

(sepuluh juta rupiah); dan

c. Peserta yang dinyatakan terlambat menyampaikan

laporan berkala sesuai batas waktu yang ditetapkan

Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal

170 ayat (2) huruf c, dikenakan sanksi administratif

berupa kewajiban membayar sebesar Rp500.000,-

(lima ratus ribu rupiah) per hari kerja keterlambatan

dengan batas nominal paling banyak sebesar

Rp15.000.000,- (lima belas juta rupiah).

(2) Penyelenggara menginformasikan pembebanan

pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban

membayar melalui surat setelah pelaksanaan

pembebanan sanksi.

133

BAB X

KORESPONDENSI

Pasal 175

(1) Kegiatan korespondensi terkait kepesertaan dan

operasional penyelenggaraan BI-SSSS yang disampaikan

kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi

penyelenggaraan sistem pembayaran ditujukan ke alamat:

Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran

c.q. Divisi Setelmen Dana dan Penatausahaan Surat

Berharga

Gedung D Lantai 3

Jalan M. H. Thamrin No. 2

Jakarta 10350.

(2) Kegiatan korespondensi terkait pemantauan kepatuhan

Peserta yang disampaikan kepada satuan kerja yang

melaksanakan fungsi penyelenggaraan sistem

pembayaran ditujukan ke alamat:

Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran

c.q. Divisi Kepatuhan dan Informasi Sistem Pembayaran

Gedung D Lantai 3

Jalan M. H. Thamrin No. 2

Jakarta 10350.

(3) Kegiatan korespondensi yang disampaikan kepada satuan

kerja yang melaksanakan fungsi pengawasan

makroprudensial, moneter, dan sistem pembayaran

ditujukan ke alamat:

Bank Indonesia

c.q. Departemen Surveilans Sistem Keuangan

Jalan M.H. Thamrin No. 2

Jakarta 10350.

(4) Layanan help desk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

ayat (2), dapat dihubungi melalui nomor:

Telepon : 021-29818888

Faksimile : 021-2311476.

134

(5) Dalam hal terjadi perubahan alamat sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta

perubahan nomor telepon dan/atau faksimile

sebagaimana dimaksud pada ayat (4) maka Penyelenggara

memberitahukan perubahan tersebut melalui surat

dan/atau sarana lain.

BAB XI

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 176

Penyelenggara dapat menetapkan kebijakan atau ketentuan

yang berbeda mengenai penyelenggaraan penatausahaan Surat

Berharga melalui BI-SSSS bagi Bank Indonesia, Kementerian

Keuangan, dan lembaga lain yang disetujui Penyelenggara

menjadi Peserta berdasarkan kebutuhan dan karakteristik

tertentu.

BAB XII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 177

Pada saat Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini mulai berlaku:

a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/31/DPSP tanggal

13 November 2015 perihal Penyelenggaraan

Penatausahaan Surat Berharga melalui Bank Indonesia-

Scripless Securities Settlement System; dan

b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/20/DPSP tanggal

23 September 2016 perihal Perubahan atas Surat Edaran

Bank Indonesia Nomor 17/31/DPSP tanggal 13 November

2015 perihal Penyelenggaraan Penatausahaan Surat

Berharga melalui Bank Indonesia-Scripless Securities

Settlement System,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, kecuali:

a. ketentuan mengenai kepesertaan sebagaimana dimaksud

dalam butir III.F.2.g. dinyatakan masih tetap berlaku

sampai dengan tanggal 31 Mei 2018;

135

b. ketentuan mengenai setelmen sebagaimana dimaksud dalam

butir IV.D.3.a.2) dan butir IV.D.3.a.3) dinyatakan masih tetap

berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2018; dan

c. ketentuan mengenai penatausahaan surat berharga dalam

rangka FLI sebagaimana dimaksud dalam butir IV.H

dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31

Desember 2018.

Pasal 178

(1) Ketentuan mengenai kewajiban Sub-Registry untuk

mengelola dan melaporkan data nasabah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 70 huruf g khusus informasi berupa

prinsip usaha mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2018.

(2) Ketentuan mengenai Setelmen sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 91 ayat (4) sampai dengan ayat (7), Pasal 95

ayat (8), Pasal 98 ayat (8), Pasal 102 ayat (2), dan Pasal 119

ayat (6), serta ketentuan mengenai Penatausahaan Surat

Berharga untuk FLI sebagaimana dimaksud dalam Pasal

141 sampai dengan Pasal 144, mulai berlaku pada tanggal

1 Januari 2019.

Pasal 179

Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini mulai berlaku pada

tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan penempatan

Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini dengan

penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta

pada tanggal 5 April 2018

ANGGOTA DEWAN GUBERNUR,

TTD

SUGENG

2

PENJELASAN

ATAS

PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR

NOMOR 20/4/PADG/2018

TENTANG

PENYELENGGARAAN PENATAUSAHAAN SURAT BERHARGA MELALUI

BANK INDONESIA-SCRIPLESS SECURITIES SETTLEMENT SYSTEM

I. UMUM

Untuk mewujudkan penyelenggaraan sistem pembayaran yang lebih

lancar, aman, efisien, dan andal, diperlukan penyempurnaan kebijakan

terkait Penatausahaan Surat Berharga untuk FLI. Selain itu, dalam rangka

meningkatkan aspek pelayanan, tata kelola, dan efektivitas Penatausahaan

Surat Berharga milik nasabah oleh Sub-Registry, perlu menyempurnakan

pengaturan mengenai pihak yang dapat menjadi Peserta dan Sub-Registry

dalam penyelenggaraan BI-SSSS. Sebagai upaya mendukung kebijakan

Bank Indonesia untuk memberikan pelayanan perizinan secara terpadu

dalam hubungan operasional bagi Bank umum maka pengaturan mengenai

tata cara permohonan dan perubahan kepesertaan yang bersifat strategis

dan mendasar dalam penyelenggaraan BI-SSSS dilakukan secara

tersentralisasi.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Ayat (1)

Cukup jelas.

2

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “perubahan data kepesertaan”

adalah perubahan nama dan kegiatan usaha Peserta.

Yang dimaksud dengan “penyampaian informasi yang

memengaruhi data Peserta di Bank Indonesia” adalah

perubahan data pimpinan dan alamat kantor Peserta.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “perubahan data kepesertaan BI-

SSSS selain yang terkait dengan langkah strategis dan

mendasar” antara lain perubahan participant code dan

perubahan Bank Pembayar.

Huruf e

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Pedoman pengoperasian BI-SSSS berupa buku atau bentuk

lainnya.

Penyampaian pedoman pengoperasian BI-SSSS dilakukan

melalui surat dan/atau sarana lain.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

3

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “batas waktu Surat Berharga dapat

ditransaksikan” adalah batas waktu Surat Berharga untuk

ditransaksikan oleh Peserta sesuai dengan term and condition

untuk masing-masing Surat Berharga.

Huruf b

Cukup jelas.

Pasal 7

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Persetujuan bagi lembaga lain untuk menjadi Peserta

didasarkan pada pertimbangan antara lain:

1. ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. pengembangan pasar Surat Berharga di Indonesia;

3. efektivitas kebijakan moneter Bank Indonesia; dan/atau

4. pertimbangan teknis.

4

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 8

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Infrastruktur BI-SSSS yang digunakan dapat dikelola sendiri

atau dikelola oleh pihak lain.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Ketentuan Bank Indonesia antara lain ketentuan mengenai

operasi moneter dan/atau operasi moneter syariah.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

5

Ayat (3)

Huruf a

Ketentuan Bank Indonesia antara lain ketentuan mengenai

operasi moneter dan/atau operasi moneter syariah.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “pengelola” adalah pejabat yang

bertanggung jawab terhadap operasional kegiatan penatausahaan

Surat Berharga dan/atau dalam kegiatan penyimpanan Surat

Berharga, tidak termasuk direksi dan pejabat setingkat direksi.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

6

Huruf j

Surat Berharga yang dicatat dan/atau disimpan merupakan

Surat Berharga yang dapat diperdagangkan di pasar uang

dan/atau pasar modal.

Huruf k

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Pengalihan aset dan kewajiban dapat terjadi karena

penggabungan, peleburan, pemisahan, atau bentuk lain yang

dilakukan berdasarkan persetujuan dari lembaga yang

berwenang.

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “pengelola” adalah pejabat yang

bertanggung jawab terhadap operasional kegiatan

penatausahaan Surat Berharga dan/atau dalam kegiatan

penyimpanan Surat Berharga, tidak termasuk direksi dan

pejabat setingkat direksi.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

7

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Security audit yang dilakukan oleh auditor internal dilengkapi

dengan surat pernyataan pimpinan calon Peserta yang

menyatakan bahwa pelaksanaan security audit dilakukan secara

independen.

Pasal 16

Cukup jelas.

8

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Pemeriksaan dilakukan melalui kunjungan ke lokasi calon

Peserta untuk memastikan kesiapan operasional BI-SSSS calon

Peserta antara lain dengan melihat kesesuaian informasi dalam

dokumen yang disampaikan dengan kondisi di lapangan dan

kesiapan infrastruktur.

Pasal 19

Ayat (1)

Permohonan tertulis yang tidak disetujui akan diberitahukan oleh

Penyelenggara melalui surat yang disertai alasan penolakan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

9

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “identitas diri” adalah:

1. Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM),

atau paspor bagi warga negara indonesia (WNI); atau

2. Paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan

surat izin kerja dari instansi berwenang bagi warga negara

asing (WNA).

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Permohonan perubahan participant code yang tidak disetujui

akan diberitahukan oleh Penyelenggara melalui surat yang

disertai alasan penolakan.

10

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Permohonan perubahan nama yang tidak disetujui akan

diberitahukan oleh Penyelenggara melalui surat yang disertai

alasan penolakan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Permohonan perubahan kegiatan usaha yang tidak disetujui akan

diberitahukan oleh Penyelenggara melalui surat yang disertai

alasan penolakan.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 32

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Permohonan perubahan lokasi SPP utama, SPP cadangan,

dan/atau pemindahan JKD Peserta yang tidak disetujui akan

diberitahukan oleh Penyelenggara melalui surat yang disertai

alasan penolakan.

11

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 33

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Permohonan perubahan Bank Pembayar yang tidak disetujui

akan diberitahukan oleh Penyelenggara melalui surat yang

disertai alasan penolakan.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Ayat (1)

Permohonan perubahan spesimen tanda tangan pimpinan yang

tidak disetujui akan diberitahukan oleh Penyelenggara melalui

surat yang disertai alasan penolakan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 36

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

12

Ayat (4)

Permohonan perubahan kuasa yang tidak disetujui akan

diberitahukan oleh Penyelenggara melalui surat yang disertai

alasan penolakan.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Permohonan perubahan penggunaan infrastruktur yang tidak

disetujui akan diberitahukan oleh Penyelenggara melalui surat

yang disertai alasan penolakan.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

13

Pasal 43

Ayat (1)

Huruf a

Peserta dengan status aktif dapat melakukan seluruh fungsi

pada SPP sesuai dengan jenis kepesertaan dan hak akses

Peserta yang bersangkutan.

Huruf b

Peserta dengan status ditangguhkan tidak dapat melakukan

kegiatan tertentu di BI-SSSS sesuai dengan pembatasan

yang dilakukan oleh Penyelenggara.

Peserta dengan status ditangguhkan dapat mengirim atau

menerima instruksi, namun terhadap instruksi atas kegiatan

yang sedang dibatasi akan diproses sesuai prosedur setelah

status Peserta kembali aktif.

Huruf c

Peserta dengan status dibekukan tidak dapat mengirim dan

menerima seluruh instruksi melalui BI-SSSS.

Peserta dengan status dibekukan masih dapat mengakses

informasi atau data yang telah disinkronisasi dari SCN ke

SPP.

Huruf d

Peserta dengan status ditutup merupakan Peserta yang telah

dihentikan kepesertaannya dalam BI-SSSS dan tidak dapat

diaktifkan kembali sebagai Peserta.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 44

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

14

Huruf b

Lembaga yang berwenang melakukan pengawasan antara

lain Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas

makroprudensial dan sistem pembayaran serta Otoritas Jasa

Keuangan sebagai otoritas pengawas mikroprudensial.

Huruf c

Cukup jelas.

Ayat (3)

Termasuk dalam alasan lain yaitu pengalihan aset dan kewajiban

yang terjadi berdasarkan persetujuan dari lembaga yang

berwenang.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 45

Ayat (1)

Huruf a

Kewajiban dalam penyelenggaran BI-SSSS antara lain biaya

penggunaan BI-SSSS, pelunasan fasilitas pendanaan yang

diperoleh dari Bank Indonesia, dan transaksi second leg yang

belum jatuh waktu.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Pengalihan aset dan kewajiban yang bukan merupakan

penggabungan, peleburan, atau pemisahan yaitu pengalihan aset

dan kewajiban yang dilakukan berdasarkan persetujuan dari

lembaga yang berwenang.

Ayat (4)

Cukup jelas.

15

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Cukup jelas.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Cukup jelas.

Pasal 57

Huruf a

Yang dimaksud dengan “KPT” adalah ketentuan yang berlaku

sebagai pedoman operasional BI-SSSS di Peserta yang ditetapkan

oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang

berlaku di internal Peserta.

16

Penyusunan KPT mencakup juga prosedur pengamanan

penggunaan BI-SSSS di lingkungan internal Peserta.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

Pasal 58

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Dalam hal KPT dibuat dalam bahasa asing, KPT harus

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penerjemah

tersumpah.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

17

Huruf g

Cukup jelas.

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Ayat (1)

Dalam hal security audit dilakukan oleh auditor internal maka

dilengkapi dengan surat pernyataan pimpinan Peserta yang

menyatakan bahwa pelaksanaan security audit dilakukan secara

independen.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 61

Cukup jelas.

Pasal 62

Huruf a

Data yang wajib dipelihara antara lain:

1. data transaksi;

2. aplikasi yang diberikan oleh Penyelenggara; dan/atau

3. ketentuan dan prosedur yang diberikan oleh Penyelenggara.

Huruf b

Pengamanan data antara lain berupa perlindungan dari akses

pihak yang tidak berwenang.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Pasal 63

Huruf a

Kegiatan memastikan petugas memahami sistem dan operasional

BI-SSSS dilakukan antara lain melalui pelatihan secara berkala.

18

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “aplikasi internal” adalah aplikasi internal

yang terhubung langsung dengan SPP.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Menjamin integritas database termasuk data cadangan (back-up)

yang tersimpan dalam bentuk compact disc (CD), tape, cartridge,

USB flash drive, dan/atau media penyimpanan elektronik lainnya.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Penyimpanan dilakukan di tempat yang aman dan bebas dari

berbagai sumber yang dapat merusak aplikasi SPP.

Huruf k

Cukup jelas.

Pasal 64

Cukup jelas.

Pasal 65

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Pemilihan jenis dan lokasi SPP cadangan serta JKD cadangan

Peserta dilakukan berdasarkan pertimbangan antara lain:

19

1. volume transaksi Peserta dan tingkat urgensi BI-SSSS bagi

Peserta; dan

2. pengendalian internal guna memitigasi risiko operasional di

Peserta.

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Ayat (1)

Kewajiban menjamin keamanan dan keandalan JKD dilakukan agar

BI-SSSS bebas dari segala kemungkinan sumber perusak termasuk

pada kemungkinan pemalsuan (fraud), pembobolan data elektronis

(hacking), serta perusakan sistem dengan cara membanjiri sistem

dengan data dan/atau instruksi Setelmen serta data lainnya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 70

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

20

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Penyediaan KPT oleh Peserta antara lain termasuk pemberian

akses dan pengamanan penggunaan aplikasi SI BI-SSSS.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Cukup jelas.

Huruf l

Cukup jelas.

Huruf m

Cukup jelas.

Huruf n

Yang dimaksud dengan “nomor tunggal identitas investor” adalah

kode tunggal dan khusus yang digunakan nasabah dan/atau

pemilik Surat Berharga yang ditatausahakan di BI-SSSS.

Pasal 71

Cukup jelas.

Pasal 72

Cukup jelas.

Pasal 73

Cukup jelas.

Pasal 74

Cukup jelas.

Pasal 75

Cukup jelas.

Pasal 76

Cukup jelas.

21

Pasal 77

Cukup jelas.

Pasal 78

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “connected user” adalah user yang

ditatausahakan dan diberikan oleh Penyelenggara kepada

Peserta untuk melakukan akses ke SCN melalui SPP serta

memiliki Digital Certificate untuk mekanisme pengamanan

pengiriman dan penerimaan message dari dan ke SCN.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “unconnected user” adalah user yang

didaftarkan oleh Peserta pada SPP dan dapat membuat

instruksi serta melakukan kegiatan yang bersifat lokal, namun

tidak dapat mengirimkan instruksi ke SCN.

Ayat (2)

Huruf a

Administrator user memiliki fungsi untuk mendaftarkan

unconnected user dan melakukan pengelolaan user melalui

SPP.

Huruf b

Regular user memiliki fungsi untuk membuat dan mengirim

instruksi Setelmen dari SPP ke SCN, namun tidak dapat

mendaftarkan unconnected user dan tidak dapat melakukan

pengelolaan user melalui SPP.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 79

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

22

Huruf b

Angka 1

Penggelolaan akses connected user antara lain:

a) penetapan hak akses bagi connected user terhadap

menu di SPP; dan

b) penetapan role dan limit bagi connected user.

Angka 2

Pengelolaan pendaftaran dan akses unconnected user

antara lain:

a) pendaftaran dan penyesuaian unconnected user;

b) penetapan security level bagi unconnected user;

c) penetapan hak akses bagi unconnected user terhadap

menu di SPP; dan

d) penetapan role dan limit bagi unconnected user.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 80

Ayat (1)

Huruf a

Digital certificate hard token disimpan di dalam media USB

flash drive.

Huruf b

Digital certificate soft token disimpan di dalam media compact

disc (CD) atau media lain yang akan diinstalasi pada server

SPP.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 81

Cukup jelas.

23

Pasal 82

Cukup jelas.

Pasal 83

Cukup jelas.

Pasal 84

Cukup jelas.

Pasal 85

Cukup jelas.

Pasal 86

Cukup jelas.

Pasal 87

Cukup jelas.

Pasal 88

Cukup jelas.

Pasal 89

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “residen” adalah orang, badan

hukum, atau badan lainnya yang berdomisili atau berencana

berdomisili di Indonesia paling singkat 1 (satu) tahun,

termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia

di luar negeri.

24

Huruf b

Yang dimaksud dengan “nonresiden” adalah orang, badan

hukum, atau badan lainnya yang tidak berdomisili di

Indonesia atau tidak berencana berdomisili di Indonesia.

Pasal 90

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Rekening untuk mencatat kepemilikan Surat Berharga dan

instrumen keuangan terdiri atas beberapa subrekening.

Huruf b

Cukup jelas.

Pasal 91

Cukup jelas.

Pasal 92

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “delivery versus payment” adalah

mekanisme Setelmen dengan cara Setelmen Surat Berharga

dan Setelmen Dana dilakukan secara bersamaan.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “free of payment” adalah mekanisme

Setelmen dengan cara Setelmen Surat Berharga tanpa disertai

Setelmen Dana.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “delivery versus delivery” adalah

mekanisme Setelmen yang melibatkan dua kewajiban

Setelmen Surat Berharga.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

25

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 93

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “pemindahbukuan Surat Berharga”

adalah pemindahbukuan Surat Berharga antar-Rekening Surat

Berharga atau subrekening Surat Berharga pada satu Peserta.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “jual beli secara putus (outright)” adalah

transaksi pembelian dan penjualan Surat Berharga secara

putus tanpa kewajiban penjualan dan pembelian kembali.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “repurchase agreement (repo)” yaitu

transaksi pinjam meminjam dana dengan jaminan Surat

Berharga sesuai dengan harga dan jangka waktu yang

disepakati.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “transfer” adalah Setelmen yang

mengakibatkan perpindahan kepemilikan Surat Berharga

kepada Peserta lain yang tidak disertai Setelmen Dana.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “pengagunan (pledge)” adalah

pemindahan Surat Berharga yang digunakan untuk menjamin

dipenuhinya kewajiban salah satu pihak yang bertransaksi

tanpa pengalihan hak atau kepemilikan atas Surat Berharga.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “pinjam meminjam Surat Berharga

(securities lending and borrowing)” adalah transaksi pinjam

meminjam Surat Berharga dengan jaminan Surat Berharga

atau dana.

26

Pasal 94

Cukup jelas.

Pasal 95

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “repo sell and buyback (repo SBB)”

adalah Setelmen repo dengan pencatatan Surat Berharga

berpindah dari Rekening Surat Berharga Peserta peminjam

dana kepada Peserta yang meminjamkan dana.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “repo collateralized borrowing (repo CB)”

adalah Setelmen repo dengan pencatatan Surat Berharga tetap

pada Rekening Surat Berharga Peserta peminjam dana atau

pencatatan Surat Berharga pada Rekening Surat Berharga

Peserta yang meminjamkan dana, yang dicatatkan pada

rekening agunan atas transaksi repo.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas.

Pasal 96

Cukup jelas.

27

Pasal 97

Cukup jelas.

Pasal 98

Cukup jelas.

Pasal 99

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “prinsip matching” adalah data instruksi

Setelmen yang dikirim oleh kedua Peserta harus sesuai.

Yang dimaksud dengan “prinsip tanpa matching” adalah instruksi

Setelmen dapat dijalankan tanpa melalui proses pencocokan data

instruksi Setelmen yang dikirimkan oleh Peserta lain. Pada prinsip

tanpa matching instruksi Setelmen hanya dikirimkan oleh satu

pihak yang diberikan kewenangan untuk mengirimkan instruksi

Setelmen tanpa matching antara lain Sistem BI-ETP.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 100

Cukup jelas.

Pasal 101

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

High priority antara lain diperuntukkan bagi instruksi

Setelmen atas Transaksi Dengan Bank Indonesia, transaksi

Surat Berharga dengan Pemerintah, dan transaksi FLI, yang

terdiri atas angka prioritas 1000 sampai dengan 1029.

28

Huruf b

Normal priority antara lain diperuntukkan bagi instruksi

Setelmen atas transaksi antar-Peserta, yang terdiri atas angka

prioritas 1030 sampai dengan 1059.

Huruf c

Low priority antara lain diperuntukkan bagi instruksi Setelmen

atas transaksi antar-Peserta, yang terdiri atas angka prioritas

1060 sampai dengan 1089.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 102

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Huruf a

Mekanisme reordering dilakukan dengan mengubah angka

prioritas Setelmen dalam satu grup prioritas.

Huruf b

Mekanisme reprioritization dilakukan dengan mengubah grup

prioritas instruksi Setelmen, dari grup normal priority ke grup

low priority atau sebaliknya.

Huruf c

Mekanisme cancellation dilakukan dengan membatalkan

instruksi Setelmen yang belum final.

Pasal 103

Cukup jelas.

Pasal 104

Cukup jelas.

29

Pasal 105

Cukup jelas.

Pasal 106

Cukup jelas.

Pasal 107

Penetapan parameter pengelolaan Surat Berharga yang dijadikan sebagai

jaminan (collateral management) antara lain tipe Surat Berharga, batas

waktu Surat Berharga dapat ditransaksikan, dan potongan harga

(haircut).

Transaksi yang dilakukan dengan Bank Indonesia antara lain transaksi

operasi moneter, operasi moneter syariah, dan transaksi FLI.

Pasal 108

Cukup jelas.

Pasal 109

Cukup jelas.

Pasal 110

Cukup jelas.

Pasal 111

Cukup jelas.

Pasal 112

Cukup jelas.

Pasal 113

Ayat (1)

Laporan posisi harian Rekening Surat Berharga memuat

informasi mutasi selama waktu operasional BI-SSSS yang

mempengaruhi perubahan posisi pencatatan pada Rekening

Surat Berharga Peserta.

Ayat (2)

Cukup jelas.

30

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 114

Cukup jelas.

Pasal 115

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Input instruksi Setelmen dapat dilakukan oleh masing-masing

Peserta atau salah satu Peserta melakukan input dan Peserta

lawan transaksi membuat instruksi Setelmen berdasarkan

instruksi Setelmen lawan transaksinya (make pair).

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 116

Cukup jelas.

Pasal 117

Cukup jelas.

Pasal 118

Cukup jelas.

Pasal 119

Cukup jelas.

Pasal 120

Yang dimaksud dengan “transaksi second leg” adalah transaksi repo

jatuh waktu, transaksi pengagunan (pledge) jatuh waktu, transaksi

SLB jatuh waktu, transaksi PUAB jatuh waktu, dan transaksi PUAS

jatuh waktu.

Yang dimaksud dengan “jangka waktu transaksi” adalah jangka waktu

transaksi repo, jangka waktu transaksi pengagunan (pledge), jangka

waktu transaksi SLB, jangka waktu transaksi PUAB, dan jangka waktu

transaksi PUAS.

31

Pasal 121

Cukup jelas.

Pasal 122

Cukup jelas.

Pasal 123

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Pembatalan second leg (cancel second leg) antara lain

dilakukan dengan mekanisme collateral execution.

Huruf e

Cukup jelas.

Pasal 124

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “Setelmen first leg” adalah Setelmen

atas transaksi repo, transaksi pengagunan (pledge), dan

transaksi SLB.

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 125

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “jaminan transaksi” adalah jaminan atas

transaksi repo, transaksi pengagunan (pledge), dan transaksi SLB.

32

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 126

Yang dimaksud dengan “absorpsi” adalah pengurangan likuiditas

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang

mengatur mengenai operasi moneter dan ketentuan Bank Indonesia

yang mengatur mengenai operasi moneter syariah.

Huruf a

Setelmen transaksi penerbitan Surat Berharga antara lain Sertifikat

Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan

Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI).

Huruf b

Setelmen transaksi penempatan dana antara lain Term Deposit,

Deposit Facility, dan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah

(FASBIS).

Huruf c

Setelmen transaksi pasar sekunder antara lain reverse repo SBN

dan outright jual SBN oleh Bank Indonesia.

Pasal 127

Cukup jelas.

Pasal 128

Huruf a

Setelmen transaksi pelunasan antara lain untuk SBI, SBIS, SDBI,

Term Deposit, Deposit Facility, dan FASBIS.

Huruf b

Setelmen transaksi second leg di pasar sekunder antara lain untuk

Reverse Repo SBN.

Pasal 129

Cukup jelas.

33

Pasal 130

Ayat (1)

Setelmen transaksi operasi moneter dan operasi moneter syariah

untuk injeksi likuiditas antara lain Setelmen transaksi repo

dengan Bank Indonesia, outright beli SBN oleh Bank Indonesia,

lending facility, dan financing facility.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 131

Cukup jelas.

Pasal 132

Cukup jelas.

Pasal 133

Cukup jelas.

Pasal 134

Huruf a

Transaksi penerbitan SBN melalui lelang oleh Bank Indonesia

antara lain lelang SUN dan lelang SBSN.

Huruf b

Transaksi penerbitan SBN yang tidak dilakukan oleh Bank

Indonesia antara lain penjualan SBN oleh Pemerintah secara

bookbuilding dan private placement.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Pasal 135

Cukup jelas.

34

Pasal 136

Cukup jelas.

Pasal 137

Cukup jelas.

Pasal 138

Cukup jelas.

Pasal 139

Cukup jelas.

Pasal 140

Cukup jelas.

Pasal 141

Cukup jelas.

Pasal 142

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “rekening FLI” adalah rekening ILF-RSTR.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 143

Cukup jelas.

Pasal 144

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Angka 1

Yang dimaksud “Surat Berharga yang diterbitkan oleh

Bank Indonesia” antara lain SBI, SBIS, dan SDBI.

Angka 2

Cukup jelas.

35

Huruf b

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 145

Cukup jelas.

Pasal 146

Cukup jelas.

Pasal 147

Cukup jelas.

Pasal 148

Cukup jelas.

Pasal 149

Cukup jelas.

Pasal 150

Cukup jelas.

Pasal 151

Cukup jelas.

Pasal 152

Cukup jelas.

Pasal 153

Cukup jelas.

Pasal 154

Cukup jelas.

36

Pasal 155

Cukup jelas.

Pasal 156

Cukup jelas.

Pasal 157

Cukup jelas.

Pasal 158

Cukup jelas.

Pasal 159

Cukup jelas.

Pasal 160

Cukup jelas.

Pasal 161

Cukup jelas.

Pasal 162

Cukup jelas.

Pasal 163

Cukup jelas.

Pasal 164

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

37

Ayat (4)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “shared SDG” adalah metode layanan

Fasilitas Guest Bank yang disediakan Penyelenggara kepada

Peserta dengan menggunakan 1 (satu) aplikasi SDG yang

dipasang (install) pada 1 (satu) infrastruktur dan dikonfigurasi

untuk dapat digunakan secara bersama-sama oleh lebih dari 1

(satu) Peserta.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “standalone SDG” adalah metode

layanan Fasilitas Guest Bank yang disediakan Penyelenggara

dengan 1 (satu) aplikasi SDG yang dipasang (install) pada 1

(satu) infrastruktur untuk digunakan oleh 1 (satu) Peserta.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “standalone SSTPG” adalah metode

layanan Fasilitas Guest Bank yang disediakan Penyelenggara

dengan 1 (satu) aplikasi SSTPG yang dipasang (install) pada 1

(satu) infrastruktur untuk digunakan oleh 1 (satu) Peserta.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “own SPP” adalah metode layanan

Fasilitas Guest Bank yang disediakan Penyelenggara dalam

bentuk akses ke sistem di Penyelenggara dengan

menggunakan aplikasi SPP yang diinstalasi pada infrastruktur

milik Peserta yang dibawa ke lokasi Fasilitas Guest Bank.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 165

Cukup jelas.

Pasal 166

Cukup jelas.

Pasal 167

Cukup jelas.

38

Pasal 168

Cukup jelas.

Pasal 169

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Informasi, data, dan/atau dokumen yang diperoleh

Penyelenggara dapat diperoleh dari:

1. Peserta yang bersangkutan;

2. kegiatan operasional Peserta di Penyelenggara;

dan/atau

3. pihak lain.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jeas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 170

Cukup jelas.

Pasal 171

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Laporan yang disampaikan kepada Penyelenggara atas

inisiatif dari Peserta antara lain laporan gangguan BI-SSSS

yang dialami Peserta.

Ayat (2)

Cukup jelas.

39

Pasal 172

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Huruf a

Data dan/atau dokumen yang diperlukan termasuk namun

tidak terbatas pada dokumen asli dan/atau salinan dokumen

yang berupa warkat dan/atau data elektronik yang terkait

dengan pelaksanaan BI-SSSS.

Huruf b

Pemeriksaan langsung terhadap sarana fisik dan aplikasi

pendukung termasuk permintaan pengujian infrastruktur

Peserta yang digunakan dalam operasional BI-SSSS.

Akses untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap

sarana fisik dan aplikasi pendukung yang terkait dengan

operasional BI-SSSS di Peserta antara lain SPP serta interface

dari dan ke sistem internal Peserta.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas.

Pasal 173

Ayat (1)

Sanksi administratif berupa penurunan status kepesertaan

dikenakan antara lain dengan pertimbangan keikutsertaan

Peserta dapat mengakibatkan terganggunya keamanan BI-SSSS.

40

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 174

Cukup jelas.

Pasal 175

Cukup jelas.

Pasal 176

Cukup jelas.

Pasal 177

Cukup jelas.

Pasal 178

Cukup jelas.

Pasal 179

Cukup jelas.