peraturan anggota dewan gubernur tentang · penyelenggaraan sistem pembayaran; d. permohonan...
TRANSCRIPT
1
PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR
NOMOR 20/4/PADG/2018
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENATAUSAHAAN SURAT BERHARGA MELALUI BANK
INDONESIA-SCRIPLESS SECURITIES SETTLEMENT SYSTEM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan penyelenggaraan sistem
pembayaran yang lancar, aman, efisien, dan andal, perlu
menyempurnakan ketentuan mengenai penatausahaan
surat berharga untuk fasilitas likuiditas intrahari;
b. bahwa untuk meningkatkan aspek pelayanan, tata kelola,
dan efektivitas kepesertaan maka perlu menyempurnakan
ketentuan mengenai pihak yang dapat menjadi peserta
dan sub-registry dalam penyelenggaraan Bank Indonesia-
Scripless Securities Settlement System;
c. bahwa untuk mendukung pelaksanaan tugas Bank
Indonesia dalam pelayanan perizinan terpadu dalam
hubungan operasional bagi bank umum maka perlu
menyempurnakan ketentuan mengenai kepesertaan dalam
penyelenggaraan penatausahaan surat berharga melalui
Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan
Peraturan Anggota Dewan Gubernur tentang
Penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga Melalui
Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System;
2
Mengingat : Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/18/PBI/2015 tentang
Penyelenggaraan Transaksi, Penatausahaan Surat Berharga,
dan Setelmen Dana Seketika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 273, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5762) sebagaimana telah
beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Bank
Indonesia Nomor 19/14/PBI/2017 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 301, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6169);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR TENTANG
PENYELENGGARAAN PENATAUSAHAAN SURAT BERHARGA
MELALUI BANK INDONESIA-SCRIPLESS SECURITIES
SETTLEMENT SYSTEM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini yang dimaksud
dengan:
1. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System
yang selanjutnya disebut BI-SSSS adalah infrastruktur
yang digunakan sebagai sarana penatausahaan transaksi
dan penatausahaan surat berharga yang dilakukan secara
elektronik.
2. Sistem Bank Indonesia-Electronic Trading Platform yang
selanjutnya disebut Sistem BI-ETP adalah infrastruktur
yang digunakan sebagai sarana transaksi yang dilakukan
secara elektronik.
3. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang
selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah infrastruktur
yang digunakan sebagai sarana transfer dana elektronik
yang setelmennya dilakukan seketika per transaksi secara
individual.
3
4. Sistem Informasi BI-SSSS yang selanjutnya disingkat SI
BI-SSSS adalah sistem yang disediakan oleh Bank
Indonesia bagi sub-registry sebagai sarana pelaporan dan
rekonsiliasi data BI-SSSS terkait penatausahaan
individual nasabah.
5. Penatausahaan adalah kegiatan yang mencakup
pencatatan kepemilikan, kliring, dan setelmen, serta
pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan
pokok/nominal atas hasil transaksi surat berharga dan
hasil transaksi tanpa surat berharga.
6. Transaksi adalah transaksi dengan Bank Indonesia dan
transaksi pasar keuangan.
7. Transaksi Dengan Bank Indonesia adalah transaksi yang
dilakukan oleh peserta dengan Bank Indonesia untuk
kegiatan operasi moneter, operasi moneter syariah,
dan/atau transaksi surat berharga negara untuk dan atas
nama Pemerintah, serta transaksi lainnya yang dilakukan
dengan Bank Indonesia.
8. Transaksi Pasar Keuangan adalah transaksi surat
berharga dan transaksi pinjam meminjam antarpeserta
secara konvensional atau yang dipersamakan berdasarkan
prinsip syariah dalam transaksi pasar uang dan/atau
transaksi surat berharga di pasar sekunder.
9. Operasi Moneter adalah pelaksanaan kebijakan moneter
oleh Bank Indonesia dalam rangka pengelolaan moneter
melalui operasi pasar terbuka dan koridor suku bunga
(standing facilities).
10. Operasi Moneter Syariah adalah pelaksanaan kebijakan
moneter oleh Bank Indonesia dalam rangka pengendalian
moneter melalui kegiatan operasi pasar terbuka dan
penyediaan standing facilities berdasarkan prinsip syariah.
11. Fasilitas Likuiditas Intrahari yang selanjutnya disingkat
FLI adalah fasilitas pendanaan yang diberikan oleh Bank
Indonesia kepada bank peserta Sistem BI-RTGS baik
secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah
untuk mengatasi kesulitan pendanaan yang terjadi selama
jam operasional Sistem BI-RTGS.
4
12. Surat Berharga adalah surat berharga yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia, Pemerintah, dan/atau lembaga lain,
yang ditatausahakan pada BI-SSSS.
13. Surat Berharga Negara yang selanjutnya disingkat SBN
adalah surat utang negara dan surat berharga syariah
negara.
14. Surat Utang Negara yang selanjutnya disingkat SUN
adalah surat utang negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai surat utang
negara.
15. Surat Berharga Syariah Negara yang selanjutnya disingkat
SBSN adalah surat berharga syariah negara sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur
mengenai surat berharga syariah negara.
16. Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya disingkat SBI
adalah Surat Berharga dalam mata uang rupiah yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang
berjangka waktu pendek.
17. Sertifikat Deposito Bank Indonesia yang selanjutnya
disingkat SDBI adalah Surat Berharga dalam mata uang
rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai
pengakuan utang berjangka waktu pendek yang dapat
diperdagangkan hanya antarbank.
18. Sertifikat Bank Indonesia Syariah yang selanjutnya
disingkat SBIS adalah Surat Berharga berdasarkan
prinsip syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang
rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia.
19. Penyelenggara BI-SSSS yang selanjutnya disebut
Penyelenggara adalah Bank Indonesia dalam kedudukan
sebagai pihak yang menyelenggarakan BI-SSSS.
20. Peserta BI-SSSS yang selanjutnya disebut Peserta adalah
pihak yang memenuhi persyaratan dan telah memperoleh
persetujuan dari Penyelenggara sebagai peserta dalam
penyelenggaraan BI-SSSS.
21. Central Registry adalah Bank Indonesia yang melakukan
fungsi Penatausahaan bagi kepentingan Peserta.
5
22. Sub-Registry adalah Bank Indonesia dan pihak yang
memenuhi persyaratan dan disetujui oleh Penyelenggara
sebagai Peserta BI-SSSS, untuk melakukan fungsi
Penatausahaan bagi kepentingan nasabah.
23. Bank adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan
termasuk kantor cabang dari bank yang berkedudukan di
luar negeri dan bank umum syariah termasuk unit usaha
syariah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai perbankan syariah.
24. Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan
efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa
lainnya, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak
lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili
pemegang rekening yang menjadi nasabahnya.
25. Dealer Utama adalah Bank dan/atau perusahaan efek yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai dealer utama.
26. Setelmen adalah proses penyelesaian akhir transaksi
keuangan melalui pendebitan dan pengkreditan rekening
setelmen dana, rekening surat berharga, dan/atau
rekening lainnya di Bank Indonesia.
27. Setelmen Surat Berharga adalah kegiatan pendebitan dan
pengkreditan rekening surat berharga dalam rangka
Penatausahaan.
28. Setelmen Dana adalah proses penyelesaian akhir
transaksi keuangan melalui pendebitan dan pengkreditan
rekening Setelmen Dana.
29. Rekening Surat Berharga adalah rekening Peserta dalam
mata uang rupiah dan/atau valuta asing yang
ditatausahakan di Bank Indonesia dalam rangka
pencatatan kepemilikan dan Setelmen atas transaksi
Surat Berharga, Transaksi Dengan Bank Indonesia,
dan/atau Transaksi Pasar Keuangan.
30. Rekening Setelmen Dana adalah rekening Peserta pada
Sistem BI-RTGS dalam mata uang rupiah dan/atau valuta
asing yang ditatausahakan di Bank Indonesia untuk
pelaksanaan Setelmen Dana.
6
31. Bank Pembayar adalah peserta Sistem BI-RTGS yang
ditunjuk sebagai pihak untuk melakukan pembayaran
dan penerimaan dana oleh Peserta lain.
32. Keadaan Tidak Normal adalah situasi atau kondisi yang
terjadi sebagai akibat adanya gangguan atau kerusakan
pada perangkat keras, perangkat lunak, jaringan
komunikasi, aplikasi maupun sarana pendukung BI-SSSS
yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan BI-
SSSS.
33. Keadaan Darurat adalah suatu keadaan yang terjadi di
luar kekuasaan Penyelenggara dan/atau Peserta yang
menyebabkan kegiatan operasional BI-SSSS tidak dapat
diselenggarakan yang diakibatkan oleh kebakaran,
kerusuhan massa, sabotase, serta bencana alam seperti
gempa bumi dan banjir, dan/atau sebab lain, yang
dinyatakan oleh pihak penguasa atau pejabat yang
berwenang setempat, termasuk Bank Indonesia.
34. Fasilitas Guest Bank adalah fasilitas BI-SSSS di lokasi
Penyelenggara dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Dalam Negeri (KPwDN) yang disediakan oleh
Penyelenggara untuk Peserta sebagai cadangan dalam hal
terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat
yang menyebabkan Peserta tidak dapat menggunakan BI-
SSSS di lokasi Peserta.
35. BI-SSSS Central Node yang selanjutnya disebut SCN
adalah sistem di Penyelenggara yang menyediakan fungsi
untuk pelaksanaan kegiatan Penatausahaan dan fungsi
pendukung lain dalam rangka penyelenggaraan BI-SSSS.
36. BI-SSSS Participant Platform yang selanjutnya disebut SPP
adalah BI-SSSS di Peserta yang terhubung dengan SCN,
yang digunakan Peserta untuk melakukan kegiatan terkait
Penatausahaan dan fungsi pendukung lainnya.
37. Digital Certificate adalah suatu sertifikat dalam bentuk file
terproteksi yang memuat identitas pemilik sertifikat, kunci
enkripsi untuk melakukan verifikasi tanda tangan digital
pemilik, dan periode validitas sertifikat, yang dihasilkan
oleh infrastruktur kunci publik Bank Indonesia.
7
BAB II
PENYELENGGARA
Pasal 2
(1) Ruang lingkup penyelenggaraan BI-SSSS meliputi:
a. kepesertaan;
b. operasional; dan
c. kepatuhan Peserta.
(2) Penyelenggaraan BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. permohonan untuk menjadi Peserta yang diajukan
oleh Bank yang baru didirikan sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai pelayanan perizinan terpadu
terkait hubungan operasional bank umum dengan
Bank Indonesia, disampaikan kepada satuan kerja
yang melaksanakan fungsi pengawasan
makroprudensial, moneter, dan sistem pembayaran;
b. permohonan untuk menjadi Peserta, perubahan
status kepesertaan menjadi ditutup, dan perubahan
data kepesertaan BI-SSSS, sebagai dampak dari
adanya langkah strategis dan mendasar, serta
penyampaian informasi yang memengaruhi data
Peserta di Bank Indonesia yang diajukan oleh Bank,
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai pelayanan
perizinan terpadu terkait hubungan operasional bank
umum dengan Bank Indonesia, disampaikan kepada
satuan kerja yang melaksanakan fungsi pengawasan
makroprudensial, moneter, dan sistem pembayaran;
c. permohonan untuk menjadi Peserta yang diajukan
oleh Bank selain sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan huruf b serta pihak selain Bank, disampaikan
kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi
penyelenggaraan sistem pembayaran;
d. permohonan perubahan data kepesertaan BI-SSSS
selain yang terkait dengan langkah strategis dan
mendasar sebagaimana dimaksud dalam huruf b
8
yang diajukan oleh Bank disampaikan kepada satuan
kerja yang melaksanakan fungsi penyelenggaraan
sistem pembayaran; dan
e. permohonan perubahan status kepesertaan menjadi
ditutup dan perubahan data kepesertaan BI-SSSS
yang diajukan oleh pihak selain Bank, disampaikan
kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi
penyelenggaraan sistem pembayaran.
(3) Penyelenggaraan BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b dan huruf c dilakukan oleh satuan kerja yang
melaksanakan fungsi penyelenggaraan sistem pembayaran.
Pasal 3
Dalam penyelenggaraan BI-SSSS, Penyelenggara memiliki
tugas dan wewenang sebagai berikut:
a. menetapkan ketentuan dan prosedur penyelenggaraan BI-
SSSS;
b. menyediakan sarana dan prasarana penyelenggaraan BI-
SSSS;
c. melaksanakan kegiatan operasional BI-SSSS;
d. melakukan upaya untuk menjamin keandalan,
ketersediaan, dan keamanan penyelenggaraan BI-SSSS;
e. melakukan pemantauan kepatuhan Peserta terhadap
ketentuan dan prosedur yang ditetapkan oleh
Penyelenggara; dan
f. melakukan kegiatan Penatausahaan sebagai Central Registry.
Pasal 4
Sarana dan prasarana penyelenggaraan BI-SSSS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 huruf b paling sedikit mencakup:
a. perangkat keras (hardware) di Penyelenggara dan aplikasi
SCN (software);
b. satu jaringan komunikasi data (JKD) yang menghubungkan
SPP utama di Peserta dengan SCN di Penyelenggara;
c. aplikasi SPP dan perubahannya serta pedoman
pengoperasian BI-SSSS;
d. Fasilitas Guest Bank; dan
e. sarana dan prasarana pendukung lainnya, termasuk SI
BI-SSSS.
9
Pasal 5
(1) Untuk menjamin keandalan, ketersediaan, dan keamanan
penyelenggaraan BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf d, Penyelenggara melakukan kegiatan paling
sedikit:
a. melakukan pengelolaan dan pengoperasian SCN;
b. melakukan pengelolaan dan pengoperasian SI BI-
SSSS;
c. menyediakan layanan help desk;
d. memberikan layanan yang berkaitan dengan
kepesertaan dalam BI-SSSS;
e. menetapkan waktu operasional penyelenggaraan BI-
SSSS;
f. menerapkan standar layanan minimum dalam
penyelenggaraan BI-SSSS;
g. menetapkan dan memberlakukan ketentuan dan
prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal
dan/atau Keadaan Darurat;
h. memberikan pelatihan kepada calon Peserta dan
pelatihan secara berkala kepada Peserta; dan
i. menetapkan status kepesertaan.
(2) Layanan help desk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf c ditujukan untuk menangani permasalahan:
a. operasional BI-SSSS; dan/atau
b. JKD BI-SSSS,
yang dihadapi Peserta.
Pasal 6
(1) Kegiatan Penatausahaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf f mencakup:
a. melakukan pencatatan penerbitan dan kepemilikan
Surat Berharga atas hasil Setelmen;
b. menyediakan data dan informasi terkait pencatatan
penerbitan dan kepemilikan Surat Berharga;
c. melakukan Setelmen atas transaksi Surat Berharga,
Transaksi Dengan Bank Indonesia, dan Transaksi Pasar
Keuangan di pasar perdana maupun di pasar sekunder;
10
d. melakukan Setelmen atas pengenaan sanksi
administratif berupa kewajiban membayar kepada
peserta Operasi Moneter dan Operasi Moneter Syariah;
e. melakukan pembatalan Setelmen second leg atas
transaksi antar-Peserta di pasar sekunder yang
belum jatuh waktu;
f. melakukan pembatalan Setelmen second leg atas
perpanjangan (roll over) otomatis oleh sistem;
g. melakukan pemblokiran Surat Berharga atas
permintaan lembaga pengawas;
h. melakukan pembayaran kupon/bunga atau imbalan
dan pelunasan pokok/nominal atas Surat Berharga
dan instrumen yang ditatausahakan di BI-SSSS
kepada Peserta pemilik Surat Berharga dan Sub-
Registry; dan
i. mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta yang
memiliki fungsi sebagai penerbit dalam rangka
melakukan pembayaran kupon/bunga atau imbalan
dan pelunasan pokok/nominal sebagaimana
dimaksud dalam huruf h.
(2) Setelmen atas transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c dilakukan dengan cara:
a. mendebit atau mengkredit Rekening Setelmen Dana
Peserta atau Bank Pembayar; dan/atau
b. mendebit atau mengkredit Rekening Surat Berharga
Peserta.
(3) Pembatalan Setelmen second leg sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf e dilakukan berdasarkan:
a. permintaan salah satu Peserta yang bertransaksi atas
dasar kuasa pembatalan dari Peserta lawan
transaksi;
b. keputusan lembaga pengawas yang berwenang yang
mengakibatkan Setelmen second leg harus
dibatalkan; dan/atau
c. keputusan lembaga arbitrase dan/atau pengadilan
yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, yang
mengakibatkan Setelmen second leg harus dibatalkan.
11
(4) Pembatalan Setelmen second leg sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf f dilakukan dalam hal:
a. Surat Berharga yang ditransaksikan memasuki batas
waktu Surat Berharga dapat ditransaksikan; dan
b. Peserta tidak melakukan pembatalan Setelmen
second leg.
BAB III
KEPESERTAAN
Bagian Kesatu
Ketentuan Umum Kepesertaan
Pasal 7
(1) Pihak yang dapat menjadi Peserta yaitu:
a. Bank Indonesia;
b. Kementerian Keuangan;
c. Bank;
d. lembaga penyimpanan dan penyelesaian;
e. perusahaan efek; dan
f. lembaga lain yang disetujui oleh Penyelenggara.
(2) Berdasarkan fungsi Peserta di BI-SSSS, pihak
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibedakan
menjadi:
a. penerbit Surat Berharga;
b. pemilik Surat Berharga di Central Registry;
c. Penatausahaan bagi kepentingan nasabah; dan/atau
d. fungsi lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
(3) Berdasarkan penggunaan rekening untuk Setelmen Dana,
pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
dibedakan menjadi:
a. Peserta yang memiliki Rekening Setelmen Dana
dalam mata uang rupiah, yang digunakan untuk
pelaksanaan Setelmen Dana dan/atau pembayaran
kewajiban lainnya terkait dengan kegiatan
Penatausahaan dalam mata uang rupiah;
12
b. Peserta yang memiliki Rekening Setelmen Dana
dalam valuta asing, yang digunakan untuk
pelaksanaan Setelmen Dana dan/atau pembayaran
kewajiban lainnya terkait dengan kegiatan
Penatausahaan dalam valuta asing; dan/atau
c. Peserta yang tidak memiliki Rekening Setelmen Dana
dalam mata uang rupiah dan/atau dalam valuta
asing, yang pelaksanaan Setelmen Dana dan/atau
pembayaran kewajiban lainnya melalui Bank
Pembayar.
Bagian Kedua
Persyaratan Menjadi Peserta
Pasal 8
(1) Calon Peserta harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. memiliki izin usaha yang masih berlaku dari lembaga
yang berwenang;
b. tidak sedang dalam proses likuidasi atau kepailitan;
c. memenuhi persyaratan permodalan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
d. telah menjadi peserta dalam Sistem BI-RTGS, untuk
calon Peserta berupa Bank;
e. direksi calon Peserta telah memperoleh persetujuan
atau dinyatakan lulus dalam penilaian kemampuan
dan kepatutan dari lembaga pengawas yang
berwenang;
f. memiliki laporan hasil security audit atas sistem
internal calon Peserta dalam 1 (satu) tahun terakhir,
dalam hal calon Peserta akan menghubungkan sistem
internal calon Peserta ke BI-SSSS;
g. menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar untuk kebutuhan
pendebitan dan/atau pengkreditan dana dalam mata
uang rupiah, untuk calon Peserta yang bukan peserta
Sistem BI-RTGS;
13
h. menunjuk 1 (satu) Bank Pembayar untuk kebutuhan
pendebitan dan/atau pengkreditan dana dalam
valuta asing, untuk calon Peserta yang akan
melakukan transaksi Surat Berharga dalam valuta
asing; dan
i. menggunakan infrastruktur BI-SSSS sesuai dengan
spesifikasi yang telah ditetapkan Penyelenggara
sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini.
(2) Penunjukan Bank Pembayar untuk kebutuhan pendebitan
dan/atau pengkreditan dana dalam mata uang rupiah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, ditujukan
untuk:
a. pembebanan biaya BI-SSSS;
b. pembebanan sanksi administratif kewajiban
membayar atas pelanggaran ketentuan Bank
Indonesia;
c. Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga,
Transaksi Dengan Bank Indonesia, dan Transaksi
Pasar Keuangan; dan
d. penerimaan pembayaran kupon/bunga atau imbalan
dan pelunasan pokok/nominal Surat Berharga pada
saat jatuh waktu.
(3) Penunjukan Bank Pembayar untuk kebutuhan pendebitan
dan/atau pengkreditan dana dalam valuta asing
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, ditujukan
untuk:
a. pembebanan sanksi administratif kewajiban
membayar atas pelanggaran ketentuan Bank
Indonesia;
b. Setelmen Dana atas transaksi Surat Berharga dalam
valuta asing; dan
c. penerimaan pembayaran kupon/bunga atau imbalan
dan pelunasan pokok/nominal Surat Berharga dalam
valuta asing pada saat jatuh waktu.
14
Pasal 9
(1) Calon Peserta yang menggunakan infrastruktur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf i yang
berada dalam kewenangan pengelolaan pihak lain, harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki perjanjian kerja sama penggunaan
infrastruktur dengan pihak lain yang mengelola
infrastruktur BI-SSSS; dan
b. memiliki surat pernyataan dari pihak lain atas
penggunaan infrastrukturnya oleh calon Peserta yang
bersangkutan.
(2) Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a paling sedikit memuat:
a. pengaturan hak dan kewajiban Peserta dan pihak
lain;
b. tanggung jawab atas kerahasiaan dan/atau
penyalahgunaan data dan informasi;
c. mekanisme pelaksanaan pengiriman instruksi baik
dalam keadaan normal maupun pada saat terjadi
Keadaan Tidak Normal atau Keadaan Darurat di
Peserta atau pihak lain;
d. pengaturan penyelesaian perselisihan antara Peserta
dengan pihak lain;
e. biaya penggunaan infrastruktur yang dikenakan
kepada calon Peserta;
f. pemberian akses kepada Penyelenggara untuk
melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap:
1. sarana fisik;
2. aplikasi pendukung pihak lain yang terkait BI-
SSSS; dan/atau
3. kegiatan operasional pihak lain yang terkait
dengan calon Peserta; dan
g. pernyataan bahwa perjanjian tersebut tidak
bertentangan dengan ketentuan Bank Indonesia.
15
(3) Dalam hal calon Peserta merupakan unit usaha syariah
(UUS) dan/atau unit atau divisi pada Bank yang
melaksanakan fungsi Kustodian dan menggunakan
infrastruktur milik Bank induknya yang menjadi Peserta
maka muatan perjanjian sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dituangkan dalam bentuk kebijakan dan prosedur
tertulis internal Bank.
Pasal 10
Calon Peserta yang mengajukan permohonan sebagai Sub-
Registry, selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 ayat (1) juga harus memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. memiliki persetujuan atau izin melakukan kegiatan
Kustodian yang masih berlaku dari lembaga pengawas
yang berwenang;
b. berkedudukan di wilayah hukum Indonesia;
c. memiliki pengalaman dalam kegiatan penatausahaan
Surat Berharga dan/atau dalam kegiatan penyimpanan
Surat Berharga, paling singkat 3 (tiga) tahun sejak
memperoleh izin dari lembaga pengawas yang berwenang;
d. memiliki pengelola dengan pengalaman paling singkat 1
(satu) tahun dalam kegiatan penatausahaan Surat Berharga
dan/atau dalam kegiatan penyimpanan Surat Berharga;
e. memiliki sistem penatausahaan Surat Berharga yang
terintegrasi dengan dan antarkantor cabang yang dimiliki
di dalam negeri;
f. memiliki sistem penatausahaan Surat Berharga tanpa
warkat (scripless) secara book-entry yang aman, akurat,
dan terpercaya;
g. memiliki sistem penatausahaan Surat Berharga yang
paling sedikit dapat menatausahakan transaksi outright,
repo, dan pengagunan;
h. memiliki pengurus yang tidak termasuk dalam daftar
kredit macet dan daftar hitam nasional pada saat
mengajukan permohonan, bagi pengurus calon Sub-
Registry selain Bank;
16
i. memiliki unit kerja terpisah yang khusus menangani
kegiatan Kustodian;
j. mencatat dan/atau menyimpan Surat Berharga dengan
nilai nominal rata-rata bulanan paling sedikit telah
mencapai Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah)
dalam 6 (enam) bulan terakhir; dan
k. memiliki fasilitas jaringan usaha pencatatan dan/atau
penyimpanan Surat Berharga yang terintegrasi dengan
dan antarkantor cabang yang dimiliki di dalam negeri.
Pasal 11
(1) Calon Peserta yang mengajukan permohonan sebagai Sub-
Registry dan akan menerima pengalihan aset dan
kewajiban dari Peserta lain yang telah mendapatkan
persetujuan sebagai Sub-Registry, selain memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1)
juga harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki persetujuan atau izin melakukan kegiatan
Kustodian yang masih berlaku dari lembaga
pengawas yang berwenang;
b. berkedudukan di wilayah hukum Indonesia;
c. memiliki pengelola dengan pengalaman paling singkat
1 (satu) tahun dalam kegiatan penatausahaan Surat
Berharga dan/atau dalam kegiatan penyimpanan
Surat Berharga;
d. memiliki sistem penatausahaan Surat Berharga yang
terintegrasi dengan dan antarkantor cabang yang
dimiliki di dalam negeri;
e. memiliki sistem penatausahaan Surat Berharga
tanpa warkat (scripless) secara book-entry yang aman,
akurat, dan terpercaya;
f. memiliki sistem penatausahaan Surat Berharga yang
paling sedikit dapat menatausahakan transaksi
outright, repo, dan pengagunan (pledge);
g. memiliki pengurus yang tidak termasuk dalam daftar
kredit macet dan daftar hitam nasional pada saat
mengajukan permohonan, bagi pengurus calon Sub-
Registry selain Bank;
17
h. memiliki unit kerja terpisah yang khusus menangani
kegiatan Kustodian;
i. menerima pengalihan pencatatan dan/atau
penyimpanan Surat Berharga yang ditatausahakan di
BI-SSSS dari Peserta lain yang telah mendapatkan
persetujuan sebagai Sub-Registry, paling sedikit
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah); dan
j. memiliki fasilitas jaringan usaha pencatatan
dan/atau penyimpanan Surat Berharga yang
terintegrasi dengan dan antarkantor cabang yang
dimiliki di dalam negeri.
(2) Dalam hal terjadi pengalihan aset dan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka status
kepesertaan Sub-Registry dari Peserta yang mengalihkan
aset dan kewajiban menjadi ditutup.
Pasal 12
(1) Kepesertaan sebagai Sub-Registry harus terpisah dari
kepesertaan dengan fungsi yang lain.
(2) Dalam hal calon Peserta merupakan Bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
sekaligus melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah dalam bentuk UUS maka kepesertaan
dalam penyelenggaraan BI-SSSS untuk kegiatan usaha
secara konvensional harus terpisah dari kepesertaan
untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.
Bagian Ketiga
Prosedur Menjadi Peserta
Pasal 13
(1) Penyelenggara memberikan persetujuan kepesertaan
dalam penyelenggaraan BI-SSSS.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan melalui 2 (dua) tahapan sebagai berikut:
a. persetujuan prinsip; dan
b. persetujuan operasional.
18
Pasal 14
(1) Calon Peserta mengajukan permohonan tertulis untuk
menjadi Peserta kepada Penyelenggara.
(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.A yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur
ini;
b. ditandatangani oleh pimpinan calon Peserta atau
pihak yang berwenang bertindak mewakili untuk dan
atas nama Bank atau lembaga/instansi calon Peserta
tersebut;
c. ditembuskan kepada KPwDN yang mewilayahi, dalam
hal kantor pusat calon Peserta berkedudukan di
wilayah kerja KPwDN; dan
d. dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan
oleh Penyelenggara.
(3) Dalam hal calon Peserta merupakan UUS dan/atau unit
atau divisi pada Bank yang melaksanakan fungsi
Kustodian maka dalam surat permohonan dijelaskan
bahwa permohonan tersebut diajukan oleh Bank dengan
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.A.
(4) Dalam hal calon Peserta merupakan peserta Sistem BI-
RTGS, dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d yang telah disampaikan kepada penyelenggara
Sistem BI-RTGS, tidak perlu disampaikan kembali kepada
Penyelenggara sepanjang tidak terdapat perubahan.
(5) Dalam hal diperlukan, calon Peserta harus
memperlihatkan dokumen asli atas dokumen yang
dipersyaratkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf d kepada Penyelenggara.
Pasal 15
Persyaratan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (2) huruf d terdiri atas:
19
a. data kepesertaan dari calon Peserta dengan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.B yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini;
b. fotokopi persetujuan, izin usaha, atau izin kegiatan usaha
yang masih berlaku dari lembaga berwenang yang telah
dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang atau telah
dinyatakan sesuai aslinya oleh pimpinan calon Peserta;
c. fotokopi anggaran dasar perusahaan dan perubahan
terakhir apabila ada, yang mencantumkan mengenai
nama dan struktur pengurus dari calon Peserta;
d. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta yang
menyatakan bahwa calon Peserta tidak sedang dalam
proses likuidasi atau kepailitan;
e. fotokopi surat dari lembaga pengawas yang berwenang
mengenai:
1. keputusan hasil penilaian kemampuan dan
kepatutan pimpinan calon Peserta, untuk calon
Peserta berupa Bank; atau
2. susunan pimpinan calon Peserta yang tercatat pada
tata usaha lembaga yang berwenang, untuk calon
Peserta selain Bank;
f. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta bahwa calon
Peserta telah memenuhi permodalan sesuai dengan
ketentuan yang mengatur mengenai pemenuhan
permodalan;
g. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta yang
memuat mengenai kesiapan infrastruktur dan informasi
spesifikasi infrastruktur dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.C yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini;
h. surat permohonan dari pimpinan calon Peserta untuk
mendapatkan connected user dan Digital Certificate dengan
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.D yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; dan
20
i. laporan hasil security audit atas sistem internal calon
Peserta yang dilakukan oleh auditor internal atau auditor
independen, dalam hal sistem internal calon Peserta akan
terhubung dengan BI-SSSS.
Pasal 16
Apabila dalam penyelenggaraan BI-SSSS calon Peserta
menggunakan infrastruktur yang pengelolaannya berada
dalam kewenangan pihak lain maka selain dilengkapi dengan
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) huruf
d, permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14
ayat (1) harus dilengkapi dokumen tambahan berupa:
a. surat pernyataan dari pihak lain yang mengelola
infrastruktur untuk calon Peserta sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II.E yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini;
dan
b. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta bahwa calon
Peserta telah memiliki perjanjian kerja sama penggunaan
infrastruktur BI-SSSS yang dikelola oleh pihak lain
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.F yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini.
Pasal 17
(1) Calon Peserta yang mengajukan permohonan sebagai Sub-
Registry sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, selain
melengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15, juga harus melengkapi dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi surat persetujuan atau izin usaha sebagai
Kustodian yang masih berlaku dari lembaga yang
berwenang;
b. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta Sub-
Registry yang menyatakan bahwa pengelola calon
Peserta Sub-Registry memiliki pengalaman paling
singkat 1 (satu) tahun dalam kegiatan penatausahaan
Surat Berharga dan/atau dalam kegiatan
penyimpanan Surat Berharga;
21
c. surat keterangan dari pimpinan calon Peserta Sub-
Registry mengenai sistem penatausahaan Surat
Berharga dan fasilitas jaringan usaha pencatatan
dan/atau penyimpanan Surat Berharga yang
terintegrasi antarkantor yang dimiliki di dalam negeri;
d. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta Sub-
Registry yang menyatakan bahwa calon Peserta Sub-
Registry memiliki sistem penatausahaan Surat
Berharga tanpa warkat (scripless) yang aman dan
akurat;
e. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta Sub-
Registry yang menyatakan bahwa calon Peserta Sub-
Registry memiliki sistem penatausahaan Surat
Berharga yang paling sedikit dapat menatausahakan
transaksi outright, repo, dan pengagunan (pledge);
f. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta Sub-
Registry bahwa calon pengurus Sub-Registry tidak
termasuk dalam daftar kredit macet dan tidak
tercantum dalam daftar hitam nasional; dan
g. data mengenai jumlah dan nilai nominal pencatatan
dan/atau penyimpanan Surat Berharga dalam 6
(enam) bulan terakhir.
(2) Calon Peserta yang mengajukan permohonan sebagai Sub-
Registry yang menerima pengalihan aset dan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), selain
melengkapi dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal
15, juga harus melengkapi dokumen sebagai berikut:
a. fotokopi surat persetujuan atau izin melakukan
kegiatan Kustodian yang masih berlaku dari lembaga
yang berwenang;
b. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta Sub-
Registry yang menyatakan bahwa pengelola calon
Peserta Sub-Registry memiliki pengalaman paling
singkat 1 (satu) tahun dalam kegiatan penatausahaan
Surat Berharga dan/atau dalam kegiatan
penyimpanan Surat Berharga;
22
c. surat keterangan dari pimpinan calon Peserta Sub-
Registry mengenai sistem penatausahaan Surat
Berharga yang terintegrasi dengan dan antarkantor
cabang yang dimiliki di dalam negeri;
d. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta Sub-
Registry yang menyatakan bahwa calon Peserta Sub-
Registry memiliki sistem penatausahaan Surat
Berharga tanpa warkat (scripless) yang aman dan
akurat;
e. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta Sub-
Registry yang menyatakan bahwa calon Peserta Sub-
Registry memiliki sistem penatausahaan Surat
Berharga yang paling sedikit dapat menatausahakan
transaksi outright, repo, dan pengagunan (pledge);
f. surat pernyataan dari pimpinan calon Peserta Sub-
Registry bahwa calon pengurus Sub-Registry tidak
termasuk dalam daftar kredit macet dan tidak
tercantum dalam daftar hitam nasional;
g. surat pernyataan mengenai jumlah dan nilai nominal
pencatatan dan/atau penyimpanan Surat Berharga
dari Peserta lain yang sebelumnya telah
mendapatkan persetujuan sebagai Sub-Registry, yang
dilengkapi dengan bukti pencatatan posisi terakhir di
BI-SSSS; dan
h. surat keterangan mengenai fasilitas jaringan usaha
pencatatan dan/atau penyimpanan Surat Berharga
yang terintegrasi dengan dan antarkantor cabang
yang dimiliki di dalam negeri.
Pasal 18
(1) Penyelenggara melakukan penelitian administratif
mengenai pemenuhan persyaratan yang disampaikan oleh
calon Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(2), Pasal 16, dan Pasal 17.
23
(2) Dalam hal berdasarkan hasil penelitian administratif
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditemukan bahwa
dokumen yang disampaikan tidak lengkap dan/atau tidak
sesuai, Penyelenggara meminta calon Peserta untuk
melengkapi dan/atau memperbaiki dokumen dalam
jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak
tanggal surat permintaan dari Penyelenggara.
(3) Dalam hal sampai dengan jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) calon Peserta belum
menyampaikan dokumen yang telah dilengkapi, calon
Peserta dianggap membatalkan permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).
(4) Penyelenggara berwenang melakukan pemeriksaan ke
lokasi calon Peserta untuk memastikan kesiapan
operasional BI-SSSS dari calon Peserta.
Pasal 19
(1) Penyelenggara memberikan persetujuan prinsip atau
penolakan atas permohonan tertulis yang diajukan oleh
calon Peserta sebagaimana dimaksud pada Pasal 14 ayat
(1).
(2) Persetujuan prinsip atau penolakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lama 21 (dua
puluh satu) hari kerja terhitung sejak permohonan dan
dokumen pendukung diterima secara lengkap oleh
Penyelenggara.
Pasal 20
(1) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (1) memuat paling sedikit hal sebagai berikut:
a. persetujuan menjadi Peserta;
b. nama dan participant code;
c. kegiatan yang harus dilakukan oleh calon Peserta
paling sedikit berupa:
1. pelatihan;
2. instalasi; dan
24
3. penandatanganan perjanjian penggunaan BI-
SSSS; dan
d. kelengkapan dokumen administrasi oleh calon
Peserta untuk pelaksanaan kegiatan operasional.
(2) Persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bagi calon Peserta Sub-Registry juga memuat informasi
mengenai pengambilan administrator user dan password
SI BI-SSSS serta pelatihan penggunaan SI BI-SSSS.
Pasal 21
(1) Berdasarkan persetujuan prinsip sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (1), calon Peserta menyampaikan
kelengkapan dokumen administrasi untuk pelaksanaan
kegiatan operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 ayat (1) huruf d kepada Penyelenggara.
(2) Kelengkapan dokumen administrasi untuk pelaksanaan
kegiatan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri atas:
a. surat pemberitahuan mengenai nama dan jabatan
pimpinan yang akan melakukan penandatanganan
perjanjian penggunaan BI-SSSS dengan
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.G yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur
ini;
b. surat kuasa dari pimpinan dalam hal
penandatanganan perjanjian akan dilakukan oleh
pejabat selain pimpinan, dengan menggunakan
format sebagaimana tercantum pada dalam Lampiran
II.H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini;
c. surat pemberitahuan kewenangan pimpinan terkait
dengan kepesertaan dan operasional BI-SSSS,
dengan menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.I yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota
Dewan Gubernur ini;
25
d. surat kuasa terkait dengan kepesertaan dan
operasional BI-SSSS;
e. surat permohonan dari pimpinan atau pejabat
penerima kuasa untuk membuat spesimen tanda
tangan bagi:
1. pimpinan atau pejabat yang berwenang; atau
2. pejabat yang diberi kuasa untuk melakukan
kegiatan terkait kepesertaan dan operasional BI-
SSSS,
dengan menggunakan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.J yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota
Dewan Gubernur ini;
f. surat mengenai penambahan kewenangan pemilik
spesimen tanda tangan di Sistem BI-RTGS dengan
kewenangan dalam operasional BI-SSSS kepada
Penyelenggara sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.K yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur
ini, dalam hal kewenangan operasional BI-SSSS juga
akan diberikan kepada pemilik spesimen tanda
tangan di sistem BI-RTGS;
g. surat penunjukan Bank Pembayar yang ditandatangani
oleh pimpinan atau pejabat yang berwenang dari calon
Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara sebagaimana tercantum dalam Lampiran
II.L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini yang dilengkapi
dengan surat konfirmasi dari Bank Pembayar
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.M yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini; dan
h. surat permintaan akses ke SI BI-SSSS yang
ditandatangani oleh pimpinan atau pejabat yang
berwenang dari calon Peserta yang memiliki spesimen
tanda tangan di Penyelenggara, dalam hal calon
Peserta merupakan Sub-Registry.
26
Pasal 22
Surat kuasa terkait dengan kepesertaan dan operasional BI-
SSSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) huruf d
diatur dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pimpinan dapat memberi surat kuasa tanpa hak
substitusi atau dengan 1 (satu) kali hak substitusi dengan
menggunakan format surat kuasa sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II.N yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini;
b. surat kuasa berlaku untuk 1 (satu) kantor Bank Indonesia;
c. surat kuasa dibuat untuk melakukan kegiatan sebagai
berikut:
1. penandatanganan surat menyurat, laporan,
dan/atau dokumen lain, baik dokumen tertulis
maupun dokumen elektronik, yang terkait dengan
kepesertaan dan operasional dalam BI-SSSS;
2. pengelolaan connected user, digital certificate hard
token, dan/atau digital certificate soft token;
3. penyerahan dan/atau pengambilan surat, laporan,
dan dokumen lain, baik dokumen tertulis maupun
dokumen elektronik, yang terkait dengan kepesertaan
dan operasional dalam BI-SSSS; dan/atau
4. penyerahan dan/atau pengambilan connected user,
digital certificate hard token, dan/atau digital
certificate soft token;
d. pimpinan atau pejabat penerima kuasa dengan 1 (satu)
kali hak substitusi dapat memberikan kuasa tanpa hak
substitusi kepada petugas di kantor pusat atau kantor
cabang calon Peserta hanya untuk melakukan kegiatan
sebagaimana dimaksud dalam huruf c angka 3;
e. jumlah pejabat penerima kuasa untuk melakukan
kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf d paling
banyak 10 (sepuluh) orang;
f. kegiatan yang dikuasakan dalam surat kuasa
sebagaimana dimaksud dalam huruf c dapat dituangkan
dalam 1 (satu) atau lebih surat kuasa sesuai dengan
kebutuhan calon Peserta; dan
27
g. surat kuasa harus disertai dengan fotokopi identitas diri
yang masih berlaku dari penerima kuasa.
Pasal 23
(1) Berdasarkan dokumen administrasi yang disampaikan
calon Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(1) huruf d, Penyelenggara menyampaikan surat yang
menginformasikan mengenai hal terkait dengan:
a. penandatanganan perjanjian penggunaan BI-SSSS;
b. pembuatan spesimen tanda tangan pimpinan dan
pejabat atau petugas penerima kuasa dari pimpinan;
c. pengambilan Digital Certificate;
d. waktu pelatihan penggunaan BI-SSSS; dan
e. waktu pemasangan JKD.
(2) Berdasarkan pemberitahuan dari Penyelenggara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), calon Peserta harus
melakukan hal sebagai berikut:
a. menandatangani perjanjian penggunaan BI-SSSS
sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini;
b. mengambil dokumen connected user, digital certificate
hard token, dan/atau digital certificate soft token yang
pelaksanaannya dilakukan oleh pimpinan atau
pejabat berwenang mewakili calon Peserta yang
memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara;
c. mengikutsertakan petugas yang akan menangani
teknis operasional pada calon Peserta dalam pelatihan
teknis dan operasional penggunaan BI-SSSS; dan
d. melakukan uji koneksi BI-SSSS calon Peserta
bersama dengan Penyelenggara atas SPP yang telah
diinstalasi oleh Penyelenggara.
(3) Pemenuhan kelengkapan dokumen administrasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf d
dan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan calon Peserta paling lama 60 (enam
puluh) hari kerja sejak tanggal surat persetujuan prinsip
dari Penyelenggara.
28
(4) Dalam hal calon Peserta tidak memenuhi kelengkapan
dokumen administrasi atau tidak melaksanakan kegiatan
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
maka:
a. persetujuan prinsip yang telah diterbitkan menjadi
tidak berlaku dan calon Peserta dinyatakan telah
membatalkan permohonan; dan
b. calon Peserta wajib mengembalikan aplikasi SPP,
buku pedoman pengoperasian BI-SSSS, administrator
user, connected user, dan Digital Certificate kepada
Penyelenggara paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak
persetujuan tidak berlaku.
Pasal 24
(1) Penyelenggara memberitahukan secara tertulis mengenai
persetujuan operasional keikutsertaan sebagai Peserta
dan tanggal efektif operasional, paling lama 14 (empat
belas) hari kerja setelah calon Peserta melaksanakan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2).
(2) Persetujuan operasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) disampaikan kepada:
a. calon Peserta yang bersangkutan melalui surat; dan
b. seluruh Peserta melalui administrative message atau
sarana lainnya.
Bagian Keempat
Perubahan Data Kepesertaan
Paragraf 1
Prinsip Umum
Pasal 25
(1) Peserta harus menyampaikan permohonan secara tertulis
kepada Penyelenggara terkait dengan perubahan data
kepesertaan meliputi perubahan:
a. participant code;
b. nama peserta;
29
c. kegiatan usaha;
d. lokasi SPP dan/atau pemindahan JKD;
e. Bank Pembayar;
f. perubahan spesimen tanda tangan pimpinan;
g. perubahan kuasa; dan/atau
h. penggunaan infrastruktur.
(2) Peserta harus menyampaikan informasi secara tertulis
kepada Penyelenggara terkait dengan perubahan data
kepesertaan meliputi perubahan:
a. data pimpinan; dan/atau
b. alamat kantor.
(3) Permohonan secara tertulis mengenai perubahan data
kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
penyampaian informasi secara tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang
telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara; dan
b. disampaikan ke Penyelenggara dengan tembusan
kepada KPwDN yang mewilayahi, dalam hal kantor
pusat Peserta berkedudukan di wilayah kerja KPwDN.
Paragraf 2
Perubahan Participant Code
Pasal 26
Perubahan participant code dapat disebabkan oleh:
a. Peserta yang bukan merupakan anggota Society for
Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT)
berubah menjadi anggota SWIFT; atau
b. adanya perubahan SWIFT Bank Identifier Code (BIC) dari
Peserta.
Pasal 27
(1) Perubahan participant code sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1) huruf a dilakukan dengan ketentuan dan
prosedur sebagai berikut:
30
a. Peserta mengajukan permohonan perubahan
participant code secara tertulis, yang dilengkapi
dengan dokumen berupa:
1. data kepesertaan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.B; dan
2. dokumen yang menunjukkan sebagai anggota
SWIFT atau adanya perubahan SWIFT BIC dari
Peserta; dan
b. pengajuan permohonan tertulis sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3).
(2) Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan perubahan participant code melalui surat yang
penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile
kepada Peserta yang bersangkutan, paling lama 14 (empat
belas) hari kerja sejak permohonan tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diterima oleh Penyelenggara
secara lengkap.
Pasal 28
(1) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27
ayat (2) memuat paling sedikit:
a. nama Peserta;
b. participant code yang baru; dan
c. permintaan agar Peserta memenuhi kelengkapan
dokumen untuk permintaan connected user dan
Digital Certificate untuk participant code baru.
(2) Peserta harus memenuhi kelengkapan dokumen
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dengan
menyampaikan surat kepada Penyelenggara yang memuat
informasi:
a. nama Peserta;
b. participant code baru; dan
c. certificate signing request (CSR) yang dihasilkan dan
disimpan di media compact disc (CD) yang bersifat
read-only, dalam hal Peserta menggunakan aplikasi
BI-SSSS straight-through processing gateway (SSTPG).
31
(3) Berdasarkan kelengkapan dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Penyelenggara memberitahukan:
a. tanggal efektif perubahan participant code, nama
connected user, dan Digital Certificate baru kepada
Peserta yang bersangkutan melalui surat; dan
b. tanggal efektif perubahan participant code kepada
seluruh Peserta melalui administrative message atau
sarana lain.
(4) Peserta harus mengembalikan digital certificate hard token
lama, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak Peserta
menerima surat sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
Paragraf 3
Perubahan Nama Peserta
Pasal 29
(1) Perubahan nama Peserta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1) huruf b dilakukan dengan ketentuan dan
prosedur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan permohonan perubahan nama
Peserta dalam BI-SSSS secara tertulis yang
dilengkapi dokumen pendukung sebagai berikut:
1. data kepesertaan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.B dengan menggunakan nama yang
tercantum dalam perubahan anggaran dasar
yang telah disetujui oleh lembaga yang
berwenang;
2. fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh
pejabat yang berwenang atau telah dinyatakan
sesuai asli oleh pimpinan yang telah memiliki
spesimen tanda tangan di Penyelenggara;
3. fotokopi dokumen sebagaimana dimaksud pada
angka 2 terdiri atas:
a) akta perubahan anggaran dasar untuk
badan hukum Indonesia;
b) surat persetujuan perubahan anggaran
dasar dari lembaga yang berwenang; dan
32
c) surat keputusan dari lembaga yang
berwenang tentang perubahan nama, dalam
hal Peserta adalah Bank; dan
4. dalam hal Peserta merupakan Bank yang
berkantor pusat berkedudukan di luar negeri,
menyampaikan fotokopi dokumen sebagaimana
dimaksud pada angka 3 huruf c); dan
b. pengajuan permohonan tertulis sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dilakukan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (3).
(2) Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan perubahan nama melalui surat yang dapat
didahului dengan faksimile, kepada Peserta yang
bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak
surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.
(3) Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan nama Peserta dalam BI-SSSS, Penyelenggara
memberitahukan kepada:
a. Peserta yang bersangkutan mengenai persetujuan
dan tanggal efektif perubahan nama Peserta; dan
b. seluruh Peserta mengenai perubahan nama Peserta
melalui administrative message atau sarana lain.
Paragraf 4
Perubahan Kegiatan Usaha
Pasal 30
(1) Perubahan kegiatan usaha Peserta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c meliputi
perubahan kegiatan usaha bank umum konvensional
menjadi bank umum syariah (BUS).
(2) Dalam hal Peserta melakukan perubahan kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peserta harus
melakukan perubahan data kepesertaan, berupa:
a. kegiatan usaha Peserta;
33
b. nama Peserta; dan/atau
c. participant code.
Pasal 31
(1) Perubahan kegiatan usaha Peserta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 dilakukan dengan ketentuan
dan prosedur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan permohonan perubahan
kegiatan usaha Peserta dalam BI-SSSS secara tertulis
yang dilengkapi dengan fotokopi dokumen
pendukung yang telah dilegalisasi oleh pejabat yang
berwenang atau telah dinyatakan sesuai asli oleh
pimpinan yang telah memiliki spesimen tanda tangan
di Penyelenggara;
b. dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam
huruf a berupa:
1. akta perubahan anggaran dasar;
2. surat persetujuan perubahan anggaran dasar
dari lembaga yang berwenang; dan
3. surat keputusan dari lembaga yang berwenang
mengenai izin perubahan kegiatan usaha Peserta
dari bank umum konvensional menjadi bank
umum syariah; dan
c. pengajuan permohonan tertulis sebagaimana
dimaksud dalam huruf a harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
1. menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II.O yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan
Gubernur ini; dan
2. dilakukan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3).
(2) Dalam hal perubahan kegiatan usaha berdampak pada
perubahan participant code maka Peserta harus
mengajukan permohonan perubahan participant code
dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28.
34
(3) Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan perubahan kegiatan usaha Peserta dalam BI-
SSSS melalui surat, yang dapat didahului dengan
faksimile, kepada Peserta yang bersangkutan paling lama
14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan dan
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.
(4) Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan kegiatan usaha Peserta dalam BI-SSSS,
Penyelenggara memberitahukan kepada:
a. Peserta yang bersangkutan mengenai persetujuan
dan tanggal efektif perubahan kegiatan usaha
Peserta; dan
b. seluruh Peserta mengenai perubahan kegiatan usaha
Peserta melalui administrative message atau sarana
lain.
Paragraf 5
Perubahan Lokasi SPP dan/atau JKD Peserta
Pasal 32
(1) Perubahan lokasi SPP dan/atau pemindahan JKD Peserta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf d
dilakukan dengan ketentuan dan prosedur sebagai
berikut:
a. Peserta mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Penyelenggara mengenai perubahan lokasi
SPP utama, SPP cadangan, dan/atau pemindahan
JKD yang dilengkapi dengan formulir data
kepesertaan dengan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II.B; dan
b. penyampaian permohonan tertulis sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dilakukan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (3).
35
(2) Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan perubahan lokasi SPP utama, SPP cadangan,
dan/atau pemindahan JKD melalui surat, yang dapat
didahului dengan faksimile, kepada Peserta yang
bersangkutan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak
surat permohonan dan dokumen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.
(3) Surat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
memuat hal sebagai berikut:
a. perubahan lokasi SPP utama dan/atau SPP cadangan
Peserta telah dicatat dalam tata usaha Penyelenggara;
b. pelaksanaan pemindahan JKD; dan
c. kegiatan yang harus dilakukan oleh Peserta terkait
dengan perubahan lokasi SPP utama, SPP cadangan,
dan/atau JKD.
Paragraf 6
Perubahan Bank Pembayar
Pasal 33
(1) Perubahan Bank Pembayar sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 25 ayat (1) huruf e dilakukan dengan ketentuan dan
prosedur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan permohonan perubahan Bank
Pembayar secara tertulis yang dilengkapi dengan
dokumen pendukung sebagai berikut:
1. surat penunjukan Bank Pembayar sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.L; dan
2. surat konfirmasi Bank Pembayar sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.M; dan
b. pengajuan permohonan tertulis sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dilakukan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (3).
36
(2) Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan perubahan Bank Pembayar melalui surat, yang
dapat didahului dengan faksimile, kepada Peserta paling
lama 14 (empat belas) hari kerja sejak surat permohonan
dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.
(3) Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan Bank Pembayar, Penyelenggara
menyampaikan surat persetujuan kepada Peserta yang
memuat informasi tanggal efektif perubahan Bank
Pembayar.
Paragraf 7
Perubahan Spesimen Tanda Tangan Pimpinan
Pasal 34
(1) Perubahan spesimen tanda tangan pimpinan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf f dilakukan
dengan ketentuan dan prosedur sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan permohonan kepada
Penyelenggara secara tertulis mengenai perubahan
spesimen tanda tangan pimpinan sehubungan
dengan adanya perubahan nama, kewenangan,
dan/atau jabatan pimpinan yang dilengkapi dengan
dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh
pejabat yang berwenang atau telah dinyatakan sesuai
asli oleh pimpinan yang telah memiliki spesimen
tanda tangan di Penyelenggara;
b. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II.P yang merupakan bagian
tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan
Gubernur ini;
2. dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3); dan
37
3. dalam hal seluruh pimpinan dan pejabat yang
berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen
tanda tangan di Penyelenggara mengalami
perubahan dan/atau penggantian maka
permohonan tertulis mengenai perubahan
spesimen tanda tangan diajukan oleh pimpinan
yang baru;
c. dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam
huruf a terdiri atas:
1. fotokopi perubahan anggaran dasar mengenai
pengangkatan pimpinan, bagi Peserta yang
berbadan hukum Indonesia;
2. fotokopi bukti identitas diri pimpinan, berupa:
a) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat
Izin Mengemudi (SIM) atau paspor, bagi
Warga Negara Indonesia (WNI); atau
b) paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara
(KITAS), dan surat izin kerja dari lembaga
berwenang, bagi Warga Negara Asing (WNA),
yang masih berlaku; dan
d. pembuatan spesimen tanda tangan dilakukan setelah
permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud dalam huruf c telah diterima secara
lengkap oleh Penyelenggara.
(2) Dalam hal perubahan spesimen tanda tangan pimpinan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh
penggantian dan/atau penambahan pimpinan baru, selain
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c, Peserta juga harus melengkapi dokumen
tambahan berupa:
a. fotokopi surat dari lembaga yang berwenang
mengenai:
1. susunan pimpinan Peserta yang tercatat pada
tata usaha lembaga yang berwenang; atau
2. persetujuan penilaian kemampuan dan kepatutan
dari lembaga pengawas yang berwenang;
38
b. fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor
pusat Bank yang berkedudukan di luar negeri kepada
pimpinan kantor cabang berikut terjemahannya
dalam bahasa Indonesia yang dibuat oleh penerjemah
tersumpah, bagi kantor cabang Bank yang kantor
pusatnya berkedudukan di luar negeri; dan
c. fotokopi struktur organisasi yang masih berlaku, bagi
kantor cabang Bank yang kantor pusatnya
berkedudukan di luar negeri.
(3) Pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) harus membuat spesimen tanda tangan di hadapan
pejabat Penyelenggara atau pejabat KPwDN.
(4) Dalam hal pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
telah memiliki spesimen tanda tangan di Sistem BI-RTGS,
Peserta dapat meminta penambahan kewenangan
pimpinan pemilik spesimen tanda tangan di Sistem BI-
RTGS dengan kewenangan dalam operasional BI-SSSS
dengan menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II.K.
(5) Dalam hal perubahan spesimen tanda tangan pimpinan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh
perubahan nama, kewenangan, dan/atau jabatan
pimpinan dari pimpinan yang telah memiliki spesimen
tanda tangan, selain dokumen pendukung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) Peserta juga dapat menyampaikan
surat pernyataan tetap diberlakukannya spesimen tanda
tangan pimpinan, dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.R yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini.
Pasal 35
(1) Penyelenggara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis
mengenai perubahan spesimen tanda tangan pimpinan
kepada Peserta paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak
permohonan tertulis dan dokumen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 diterima secara lengkap oleh Penyelenggara.
39
(2) Pemberitahuan perubahan spesimen tanda tangan
pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat
informasi sebagai berikut:
a. pembuatan spesimen tanda tangan bagi pimpinan
baru; dan
b. tanggal efektif pencabutan kewenangan pimpinan
dalam hal terdapat perubahan kewenangan
pimpinan.
(3) Spesimen tanda tangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) berlaku efektif sejak pemberitahuan dari Penyelenggara
mengenai tanggal efektif berlakunya spesimen tanda
tangan atau paling lama 5 (lima) hari kerja sejak tanggal
pembuatan spesimen tanda tangan.
(4) Dalam hal Peserta tidak mengajukan permohonan
perubahan spesimen tanda tangan pimpinan kepada
Penyelenggara, spesimen tanda tangan pimpinan yang
telah ditatausahakan di Penyelenggara dianggap masih
berlaku dan segala tindakan hukum yang dilakukan oleh
pimpinan tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab
Peserta.
(5) Dalam hal pencabutan kewenangan pimpinan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b belum
berlaku efektif, spesimen tanda tangan pimpinan yang
telah ditatausahakan di Penyelenggara dianggap masih
berlaku dan segala tindakan hukum yang dilakukan oleh
pimpinan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Peserta.
Paragraf 8
Perubahan Kuasa
Pasal 36
(1) Perubahan kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (1) huruf g dilakukan untuk penambahan,
pergantian, dan/atau pencabutan kuasa pejabat
dan/atau petugas.
40
(2) Perubahan kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan pemberian
kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22.
(3) Perubahan kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan ketentuan dan prosedur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan permohonan perubahan kuasa
secara tertulis sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3);
b. selain ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, permohonan tertulis juga harus dilakukan sesuai
dengan ketentuan sebagai berikut:
1. dalam hal terdapat penambahan dan/atau
pergantian kuasa pejabat dan/atau petugas
serta permintaan pembuatan spesimen tanda
tangan, permohonan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.S
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini;
2. dalam hal terdapat pencabutan seluruh atau
sebagian kuasa kepada pejabat penerima kuasa
dan/atau petugas penerima kuasa, permohonan
juga dilampiri dengan surat pernyataan
pencabutan kuasa dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.T
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; dan
3. dalam hal terdapat perubahan kewenangan
dalam surat kuasa yang diberikan kepada
pejabat penerima kuasa dan/atau petugas
penerima kuasa, Peserta harus menyampaikan
surat permohonan yang dilampiri dengan surat
kuasa yang baru dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.N.
(4) Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan perubahan kuasa melalui surat, kepada Peserta
paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan
dan dokumen diterima oleh Penyelenggara secara lengkap.
41
(5) Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan kuasa, Penyelenggara menyampaikan surat
persetujuan kepada Peserta yang memuat informasi
tanggal efektif perubahan kuasa pejabat dan/atau
petugas.
(6) Peserta yang tidak mengajukan permohonan perubahan
kuasa pejabat dan/atau petugas kepada Penyelenggara
maka data yang telah ditatausahakan di Penyelenggara
dianggap masih berlaku dan segala tindakan hukum yang
dilakukan Pejabat penerima kuasa dan/atau petugas
penerima kuasa tersebut sepenuhnya menjadi tanggung
jawab Peserta.
Paragraf 9
Perubahan Penggunaan Infrastruktur
Pasal 37
Perubahaan penggunaan infrastruktur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (1) huruf h meliputi:
a. perubahan penggunaan infrastruktur yang dikelola sendiri
menjadi penggunaan infrastruktur yang dikelola pihak
lain;
b. perubahan penggunaan infrastruktur yang dikelola oleh
pihak lain menjadi penggunaan infrastruktur yang
dikelola sendiri; atau
c. perubahan penggunaan infrastruktur yang dikelola oleh
pihak lain yang berbeda.
Pasal 38
(1) Perubahan penggunaan infrastruktur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 37 dilakukan dengan ketentuan
dan prosedur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan permohonan perubahan
penggunaan infrastruktur secara tertulis yang
dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai
berikut:
42
1. data kepesertaan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.B;
2. surat pernyataan dari pimpinan yang
menyatakan kesiapan infrastruktur dan memuat
informasi spesifikasi infrastruktur sesuai
dengan yang telah ditetapkan oleh
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 15 huruf g; dan
3. dalam hal Peserta menggunakan infrastruktur
yang dikelola pihak lain maka selain
melampirkan dokumen sebagaimana dimaksud
pada angka 1 dan angka 2, Peserta juga harus
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16; dan
b. pengajuan permohonan tertulis sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dilakukan sesuai dengan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (3).
(2) Dalam hal diperlukan, Penyelenggara dapat melakukan
pemeriksaan ke lokasi infrastruktur yang akan digunakan
Peserta.
(3) Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan perubahan penggunaan infrastruktur melalui
surat, yang dapat didahului dengan faksimile, kepada
Peserta paling lama 21 (dua puluh satu) hari kerja sejak
surat permohonan dan dokumen pendukung diterima oleh
Penyelenggara secara lengkap.
(4) Dalam hal Penyelenggara menyetujui permohonan
perubahan penggunaan infrastruktur, Penyelenggara
menyampaikan surat persetujuan kepada Peserta yang
memuat informasi tanggal efektif perubahan penggunaan
infrastruktur Peserta.
43
Paragraf 10
Perubahan Data Pimpinan
Pasal 39
Perubahan data pimpinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
25 ayat (2) huruf a dilakukan dengan ketentuan dan prosedur
sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan informasi kepada Penyelenggara
secara tertulis mengenai perubahan nama, kewenangan,
dan/atau jabatan pimpinan yang dilengkapi dengan
dokumen pendukung yang telah dilegalisasi oleh pejabat
yang berwenang atau telah dinyatakan sesuai asli oleh
pimpinan yang telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara;
b. penyampaian informasi sebagaimana dimaksud dalam
huruf a harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.Q yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur
ini; dan
2. dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3);
c. dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam huruf
a terdiri atas:
1. fotokopi perubahan anggaran dasar mengenai
pengangkatan pimpinan, bagi Peserta yang berbadan
hukum Indonesia;
2. fotokopi bukti identitas diri pimpinan, berupa:
a) Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau Surat Izin
Mengemudi (SIM) atau paspor, bagi Warga
Negara Indonesia (WNI); atau
b) paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara
(KITAS), dan surat izin kerja dari lembaga yang
berwenang, bagi Warga Negara Asing (WNA),
yang masih berlaku;
44
d. dalam hal perubahan data pimpinan disebabkan oleh
penggantian dan/atau penambahan pimpinan baru, selain
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada huruf c,
Peserta juga harus melengkapi dokumen tambahan berupa:
1. fotokopi surat dari lembaga yang berwenang mengenai:
a) susunan pimpinan Peserta yang tercatat pada
tata usaha lembaga yang berwenang; atau
b) persetujuan penilaian kemampuan dan kepatutan
dari lembaga pengawas yang berwenang;
2. fotokopi surat kuasa (power of attorney) dari kantor
pusat Bank yang berkedudukan di luar negeri kepada
pimpinan kantor cabang berikut terjemahannya
dalam bahasa Indonesia yang dibuat oleh penerjemah
tersumpah, bagi kantor cabang Bank yang kantor
pusatnya berkedudukan di luar negeri; dan
3. fotokopi struktur organisasi yang masih berlaku, bagi
kantor cabang Bank yang kantor pusatnya
berkedudukan di luar negeri; dan
e. dalam hal perubahan data pimpinan mengakibatkan
perubahan spesimen tanda tangan pimpinan, dokumen
sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan huruf d
disampaikan pada saat pengajuan permohonan
perubahan spesimen tanda tangan pimpinan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 34.
Paragraf 11
Perubahan Alamat Kantor Peserta
Pasal 40
(1) Perubahan alamat kantor Peserta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 25 ayat (2) huruf b dilakukan dengan
ketentuan dan prosedur sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan informasi kepada
Penyelenggara secara tertulis mengenai perubahan
alamat kantor pusat Peserta dan alamat kantor
cabang dari bank yang berkedudukan di luar negeri
yang dilengkapi dengan dokumen pendukung;
45
b. penyampaian informasi sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dilakukan sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3);
c. dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam
huruf a terdiri atas:
1. data kepesertaan sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.B; dan
2. fotokopi surat persetujuan atau penerimaan
pemberitahuan perubahan alamat kantor dari
lembaga yang berwenang yang telah dilegalisasi
oleh pimpinan yang telah memiliki spesimen
tanda tangan di Penyelenggara.
(2) Penyelenggara menyampaikan pemberitahuan perubahan
alamat kantor kepada Peserta melalui surat, yang dapat
didahului dengan faksimile, kepada Peserta paling lama 14
(empat belas) hari kerja sejak informasi tertulis dan
dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a diterima secara lengkap oleh Penyelenggara.
(3) Pemberitahuan perubahan alamat kantor sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) memuat informasi mengenai
tanggal efektif perubahan alamat kantor Peserta.
Paragraf 12
Penyampaian Dokumen Perubahan Data Kepesertaan
Pasal 41
Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS
dan/atau peserta Sistem BI-ETP serta dokumen pendukung
yang telah disampaikan kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS
dan/atau penyelenggara Sistem BI-ETP sama dengan dokumen
pendukung di BI-SSSS, dokumen untuk perubahan data
kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 40 yang telah disampaikan kepada penyelenggara
Sistem BI-RTGS dan/atau penyelenggara Sistem BI-ETP, tidak
perlu disampaikan kembali kepada Penyelenggara sepanjang
tidak terdapat perubahan.
46
Paragraf 13
Perbedaan Tanda Tangan
Pasal 42
Dalam hal terdapat perbedaan tanda tangan antara yang
tercantum pada identitas diri dengan yang tercantum pada
spesimen tanda tangan pejabat atau petugas penerima kuasa
yang ditatausahakan di Penyelenggara maka Peserta harus
menyampaikan surat pernyataan perbedaan tanda tangan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.U yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan
Gubernur ini.
Bagian Kelima
Status Kepesertaan dan Perubahannya
Paragraf 1
Status Kepesertaan
Pasal 43
(1) Status kepesertaan dalam BI-SSSS dibedakan menjadi:
a. aktif;
b. ditangguhkan;
c. dibekukan; atau
d. ditutup.
(2) Status ditangguhkan dan dibekukan tidak berlaku bagi
Peserta dengan fungsi sebagai penerbit Surat Berharga
dan Sub-Registry.
(3) Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS,
perubahan status kepesertaan di Sistem BI-RTGS menjadi
ditangguhkan, dibekukan, atau ditutup berdampak pada
perubahan status kepesertaan yang sama di BI-SSSS.
47
Paragraf 2
Perubahan Status Kepesertaan
Pasal 44
(1) Perubahan status kepesertaan dapat dilakukan dari:
a. status aktif menjadi ditangguhkan atau sebaliknya;
b. status aktif menjadi dibekukan;
c. status aktif menjadi ditutup;
d. status ditangguhkan menjadi dibekukan; atau
e. status dibekukan menjadi ditutup.
(2) Perubahan status kepesertaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Penyelenggara berdasarkan
hal sebagai berikut:
a. pengenaan sanksi administratif oleh Penyelenggara;
b. permintaan tertulis dari lembaga yang berwenang
melakukan pengawasan terhadap kegiatan Peserta;
atau
c. permintaan tertulis dari Peserta untuk mengubah
status dari status aktif menjadi ditutup.
(3) Permintaan tertulis dari Peserta sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c didasarkan pada alasan self-
liquidation, penggabungan, peleburan, pemisahan,
pengunduran diri, atau alasan lain dan telah memperoleh
persetujuan dari Penyelenggara atau lembaga pengawas
yang berwenang.
(4) Dalam hal terjadi perubahan status Peserta,
Penyelenggara menginformasikan perubahan status
Peserta kepada:
a. Peserta yang bersangkutan melalui surat yang
penyampaiannya dapat didahului dengan faksimile;
b. seluruh Peserta melalui administrative message atau
sarana lainnya yang ditetapkan oleh Penyelenggara;
dan/atau
c. lembaga yang berwenang dalam melakukan
pengawasan terhadap kegiatan Peserta melalui surat
yang penyampaiannya dapat didahului dengan
faksimile.
48
Pasal 45
(1) Dalam hal akan dilakukan perubahan status kepesertaan
menjadi ditutup, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta harus menyelesaikan seluruh kewajiban
dalam penyelenggaraan BI-SSSS;
b. Peserta melakukan pemindahan saldo Rekening
Surat Berharga ke rekening yang ditetapkan oleh
Peserta untuk penihilan saldo;
c. Penyelenggara dapat memindahkan saldo Rekening
Surat Berharga atas nama Peserta ke rekening yang
ditetapkan oleh Penyelenggara berdasarkan surat
kuasa, apabila Peserta tidak melakukan pemindahan
saldo Rekening Surat Berharga sebagaimana
dimaksud dalam huruf b;
d. Penyelenggara mengubah status kepesertaan menjadi
ditutup setelah Rekening Surat Berharga bersaldo
nihil; dan
e. Peserta harus mengembalikan digital certificate hard
token, paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal
efektif perubahan status kepesertaan menjadi
ditutup.
(2) Penyelesaian kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a yang disebabkan oleh penggabungan,
peleburan, atau pemisahan, dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. hak dan kewajiban Peserta yang akan ditutup beralih
kepada Peserta hasil penggabungan, peleburan, atau
pemisahan; dan
b. peralihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilengkapi dengan surat pernyataan pengambilalihan
hak dan kewajiban dari Peserta hasil penggabungan,
peleburan, atau pemisahan.
(3) Penyelesaian kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a yang disebabkan oleh adanya pengalihan aset
dan kewajiban yang bukan merupakan penggabungan,
peleburan, atau pemisahan, dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
49
a. hak dan kewajiban Peserta yang ditutup beralih
kepada Peserta yang menerima pengalihan aset dan
kewajiban; dan
b. peralihan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilakukan berdasarkan pada surat pernyataan
pengambilalihan hak dan kewajiban dari Peserta yang
menerima pengalihan.
(4) Pemindahan saldo Rekening Surat Berharga ke rekening
yang ditetapkan untuk penihilan saldo sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk Peserta dengan
fungsi Sub-Registry, dilakukan dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Sub-Registry harus memindahkan kepemilikan Surat
Berharga individual nasabahnya kepada Sub-Registry
lain yang ditunjuk oleh nasabah; dan
b. pemindahan kepemilikan Surat Berharga
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilakukan
paling lambat 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal
penutupan kepesertaan Sub-Registry.
Pasal 46
(1) Perubahan status kepesertaan atas permintaan tertulis
dari lembaga yang berwenang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (2) huruf b, dilakukan dengan
mengajukan permohonan perubahan status kepesertaan
kepada Gubernur Bank Indonesia dengan tembusan
kepada Penyelenggara.
(2) Permohonan perubahan status kepesertaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat informasi
sebagai berikut:
a. nama Peserta dan perubahan status kepesertaan
yang diminta;
b. alasan perubahan status kepesertaan; dan
c. tanggal efektif perubahan status kepesertaan.
(3) Permohonan perubahan status kepesertaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), disertai dengan dokumen
pendukung sebagai berikut:
50
a. fotokopi surat dari lembaga yang berwenang yang
mendasari alasan perubahan status kepesertaan;
atau
b. fotokopi surat keputusan pencabutan izin kegiatan
usaha dari lembaga yang berwenang, putusan
kepailitan, dan/atau likuidasi.
(4) Dalam hal perubahan status kepesertaan yang diminta
merupakan perubahan status menjadi ditangguhkan,
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat pula batasan penangguhan yang mencakup
penangguhan terhadap kegiatan tertentu di BI-SSSS.
(5) Penyelenggara menyetujui dan mengubah status
kepesertaan apabila:
a. dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah
diterima Penyelenggara dengan lengkap; dan
b. Peserta telah memenuhi ketentuan dan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) atau
Pasal 45 ayat (4), dalam hal status kepesertaan
berubah menjadi ditutup.
(6) Penyelenggara menginformasikan perubahan status
Peserta kepada pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 ayat (4).
Pasal 47
(1) Perubahan status kepesertaan atas permintaan tertulis
dari Peserta yang bersangkutan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (2) huruf c, dilakukan oleh Peserta
dengan mengajukan permohonan penutupan kepesertaan
kepada Penyelenggara dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini.
(2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut:
a. fotokopi keputusan pencabutan izin usaha, dalam hal
Peserta melakukan self-liquidation; atau
51
b. dokumen terkait lainnya untuk alasan perubahan
status kepesertaan yang dilakukan berdasarkan
alasan lain yang telah memperoleh persetujuan dari
Penyelenggara atau lembaga pengawas yang
berwenang.
(3) Surat permohonan perubahan status kepesertaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi
ketentuan sebagai berikut:
a. ditandatangani oleh pejabat yang berwenang yang
telah memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara; dan
b. disampaikan kepada Penyelenggara dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi, dalam
hal kantor pusat Peserta berkedudukan di wilayah
kerja KPwDN.
(4) Penyelenggara menyetujui dan mengubah status
kepesertaan apabila:
a. dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah
diterima Penyelenggara dengan lengkap; dan
b. Peserta telah memenuhi ketentuan dan persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) atau
Pasal 45 ayat (4).
(5) Penyelenggara menginformasikan perubahan status
Peserta kepada pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 ayat (4).
Paragraf 3
Perubahan Status Kepesertaan Karena Penggabungan
Pasal 48
(1) Setiap Peserta yang menggabungkan diri harus
mengajukan permohonan penutupan kepesertaan secara
tertulis kepada Penyelenggara dengan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.V.
(2) Dalam hal calon Peserta yang menerima penggabungan
akan menerima pengalihan aset dan kewajiban dari Peserta
Sub-Registry yang akan menggabungkan diri maka:
52
a. calon Peserta harus memenuhi ketentuan umum
kepesertaan BI-SSSS sebagaimana dimaksud pada
Pasal 8; dan
b. calon Peserta harus memenuhi persyaratan menjadi
Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(3) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disertai dengan fotokopi surat keputusan dari lembaga
yang berwenang menyetujui penggabungan yang telah
dilegalisasi oleh pejabat berwenang atau telah dinyatakan
sesuai asli oleh pimpinan.
(4) Peserta yang menerima penggabungan menyampaikan
pemberitahuan penggabungan yang paling sedikit memuat:
a. persetujuan penggabungan dari lembaga yang
berwenang;
b. informasi mengenai Peserta yang menerima
penggabungan dan Peserta yang menggabungkan diri;
c. waktu pelaksanaan:
1. peralihan operasional dalam BI-SSSS dari
Peserta yang menggabungkan diri kepada
Peserta yang menerima penggabungan;
2. pemindahan saldo Rekening Surat Berharga
Peserta yang menggabungkan diri ke Rekening
Surat Berharga Peserta yang menerima
penggabungan; dan
3. penutupan kepesertaan dalam BI-SSSS dari
Peserta yang menggabungkan diri;
d. pengambilalihan hak dan kewajiban Peserta yang
menggabungkan diri oleh Peserta yang menerima
penggabungan terhitung sejak tanggal penggabungan
secara hukum; dan
e. informasi pengumuman penggabungan yang dimuat
dalam surat kabar harian berskala nasional,
dengan menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II.W yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
53
(5) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilengkapi dengan dokumen pendukung sebagai berikut:
a. surat pernyataan dengan menggunakan format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran II.X yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini; dan
b. fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh pejabat
yang berwenang atau dinyatakan sesuai asli oleh
pimpinan berupa:
1. akta penggabungan;
2. akta perubahan anggaran dasar Peserta yang
menerima penggabungan;
3. izin penggabungan dari lembaga yang berwenang
memberikan persetujuan tentang
penggabungan;
4. surat persetujuan perubahan anggaran dasar
dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi
Manusia atau dokumen pendaftaran akta
penggabungan dan akta perubahan anggaran
dasar dalam daftar perusahaan; dan
5. pengumuman penggabungan yang dimuat dalam
surat kabar harian berskala nasional.
(6) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
harus:
a. ditandatangani oleh pimpinan yang telah memiliki
spesimen tanda tangan di Penyelenggara; dan
b. disampaikan kepada Penyelenggara dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi, dalam
hal kantor pusat Peserta berkedudukan di wilayah
kerja KPwDN.
Pasal 49
(1) Penyelenggara memberitahukan persetujuan tertulis
kepada Peserta yang menerima penggabungan, setelah
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3)
dan ayat (5) diterima secara lengkap.
54
(2) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat hal sebagai berikut:
a. waktu pelaksanaan penggabungan secara
operasional dalam BI-SSSS; dan
b. hal yang harus dilakukan oleh Peserta yang
bersangkutan.
(3) Saldo Rekening Surat Berharga dari Peserta yang
menggabungkan diri dipindahkan melalui SPP yang
bersangkutan ke Rekening Surat Berharga Peserta yang
menerima penggabungan.
(4) Pelaksanaan pemindahan saldo Rekening Surat Berharga
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai
dengan kewenangan dan jadwal pelaksanaan
penggabungan secara operasional dalam BI-SSSS yang
disetujui oleh Penyelenggara.
(5) Status kepesertaan dalam BI-SSSS dari Peserta yang
menggabungkan diri efektif berubah menjadi ditutup pada
tanggal pelaksanaan penggabungan secara operasional
dalam BI-SSSS, setelah Rekening Surat Berharga Peserta
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bersaldo nihil.
(6) Penyelenggara menginformasikan perubahan status
Peserta kepada pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
44 ayat (4).
Paragraf 4
Perubahan Status Kepesertaan Karena Peleburan
Pasal 50
(1) Calon Peserta yang merupakan hasil peleburan harus
mengajukan permohonan menjadi Peserta BI-SSSS
dengan mengikuti ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 dan Pasal 14.
(2) Dalam hal calon Peserta hasil peleburan akan menerima
pengalihan aset dan kewajiban dari Peserta Sub-Registry
yang akan meleburkan diri maka:
55
a. Calon Peserta harus memenuhi persyaratan umum
kepesertaan BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8; dan
b. Calon Peserta harus memenuhi persyaratan menjadi
Peserta Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11.
(3) Calon Peserta yang merupakan hasil peleburan
menyampaikan pemberitahuan peleburan secara tertulis
kepada Penyelenggara dengan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.W.
(4) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilengkapi dengan dokumen pendukung
sebagai berikut:
a. surat pernyataan dengan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.X; dan
b. fotokopi dokumen yang telah dilegalisasi oleh pejabat
yang berwenang atau telah dinyatakan sesuai asli
oleh pimpinan calon Peserta, berupa:
1. akta peleburan;
2. akta pendirian Peserta yang merupakan hasil
peleburan;
3. izin peleburan dari lembaga yang berwenang
memberikan persetujuan tentang peleburan; dan
4. surat pengesahan badan hukum perseroan dari
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
atas akta pendirian Peserta yang merupakan
hasil peleburan.
Pasal 51
(1) Setiap Peserta yang meleburkan diri harus mengajukan
permohonan penutupan kepesertaan secara tertulis
kepada Penyelenggara dengan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.V.
(2) Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilengkapi dengan dokumen yang telah dilegalisasi oleh
pejabat yang berwenang atau telah dinyatakan sesuai asli
oleh pimpinan calon Peserta, sebagai berikut:
56
a. fotokopi surat keputusan dari lembaga yang
berwenang menyetujui peleburan; dan
b. fotokopi anggaran dasar terakhir Peserta yang
meleburkan diri.
(3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50
ayat (3), pernyataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
50 ayat (4) huruf a, dan permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
a. ditandatangani oleh pimpinan calon Peserta; dan
b. disampaikan kepada Penyelenggara dengan
tembusan kepada KPwDN yang mewilayahi, dalam
hal kantor pusat calon Peserta berkedudukan di
wilayah kerja KPwDN.
Pasal 52
(1) Penyelenggara memberitahukan persetujuan tertulis
kepada Peserta yang merupakan hasil peleburan setelah
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3)
dan ayat (4) serta Pasal 51 ayat (2) diterima secara lengkap.
(2) Persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memuat persetujuan waktu pelaksanaan peleburan secara
operasional dalam BI-SSSS beserta hal yang harus
dilakukan oleh Peserta yang bersangkutan.
(3) Saldo Rekening Surat Berharga dari Peserta yang
meleburkan diri dipindahkan melalui SPP yang
bersangkutan ke Rekening Surat Berharga Peserta yang
merupakan hasil peleburan.
(4) Pelaksanaan pemindahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) dilakukan sesuai kewenangan dan jadwal
pelaksanaan peleburan secara operasional dalam BI-SSSS
yang disetujui oleh Penyelenggara.
(5) Status kepesertaan dalam BI-SSSS dari Peserta yang
meleburkan diri efektif berubah menjadi ditutup pada
tanggal pelaksanaan peleburan secara operasional dalam
BI-SSSS, setelah Rekening Surat Berharga Peserta
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersaldo nihil.
57
(6) Penyelenggara menginformasikan perubahan status
Peserta kepada pihak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (4).
Paragraf 5
Perubahan Status Kepesertaan Karena Pemisahan
Pasal 53
(1) Perubahan status kepesertaan karena pemisahan
dilakukan dalam hal terdapat Peserta berupa UUS yang
melakukan pemisahan dari Peserta berupa bank
konvensional sebagai induknya yang dilakukan dengan
cara mendirikan BUS baru atau mengalihkan hak dan
kewajiban UUS kepada BUS yang telah ada.
(2) Dalam hal calon Peserta akan menerima pengalihan aset
dan kewajiban dari Peserta Sub-Registry yang melakukan
pemisahan maka:
a. calon Peserta harus memenuhi persyaratan umum
kepesertaan BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8; dan
b. calon Peserta harus memenuhi persyaratan menjadi
Peserta Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11.
(3) Prosedur perubahan kepesertaan karena pemisahan
dengan cara mendirikan BUS baru, mengikuti prosedur
perubahan status kepesertaan karena peleburan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan
Pasal 52.
(4) Prosedur perubahan kepesertaan karena pemisahan
dengan cara mengalihkan hak dan kewajiban UUS
kepada BUS yang telah ada dilakukan dengan tata cara
penggabungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48
dan Pasal 49.
58
Paragraf 6
Perubahan Status Kepesertaan Karena Pengalihan Aset dan
Kewajiban yang Bukan Merupakan Penggabungan,
Peleburan, atau Pemisahan
Pasal 54
Prosedur perubahan status kepesertaan karena adanya
pengalihan aset dan kewajiban berdasarkan persetujuan
lembaga yang berwenang mengikuti prosedur perubahan
status kepesertaan yang berlaku dalam penggabungan,
peleburan, atau pemisahan.
Paragraf 7
Penyampaian Dokumen Bagi Peserta Sistem BI-RTGS
dan/atau Sistem BI-ETP
Pasal 55
Dalam hal Peserta merupakan peserta Sistem BI-RTGS
dan/atau Sistem BI-ETP serta dokumen pendukung yang
telah disampaikan kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS
dan/atau penyelenggara Sistem BI-ETP sama dengan
dokumen pendukung di BI-SSSS, dokumen pendukung
untuk perubahan status kepesertaan karena penggabungan,
peleburan, pemisahan, atau pengalihan aset dan kewajiban
yang terjadi berdasarkan persetujuan dari lembaga yang
berwenang sebagaimana dimaksud pada Pasal 48, Pasal 50,
Pasal 51, Pasal 53, dan Pasal 54 yang telah disampaikan
kepada penyelenggara Sistem BI-RTGS dan/atau
penyelenggara Sistem BI-ETP, tidak perlu disampaikan
kembali kepada Penyelenggara sepanjang tidak terdapat
perubahan.
59
Bagian Keenam
Kewajiban Peserta
Paragraf 1
Kewajiban Umum Peserta
Pasal 56
Dalam penggunaan BI-SSSS, Peserta wajib:
a. menjaga kelancaran dan keamanan dalam penggunaan
BI-SSSS;
b. bertanggung jawab atas kebenaran instruksi Setelmen,
serta seluruh informasi yang dikirim Peserta kepada
Penyelenggara melalui BI-SSSS;
c. melaksanakan kegiatan operasional BI-SSSS sesuai
dengan perjanjian penggunaan sistem antara
Penyelenggara dan Peserta dan ketentuan yang mengatur
mengenai penyelenggaraan BI-SSSS, serta ketentuan
terkait lainnya;
d. memberikan data, dokumen, dan/atau informasi kepada
Penyelenggara termasuk dokumen asli dan/atau salinan
dokumen yang berupa warkat dan/atau data elektronik
terkait dengan pelaksanaan operasional BI-SSSS; dan
e. mematuhi ketentuan yang dikeluarkan oleh asosiasi
sistem pembayaran terkait penyelenggaraan BI-SSSS.
Pasal 57
Kewajiban Peserta untuk menjaga kelancaran dan keamanan
dalam penggunaan BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 56 huruf a, meliputi kegiatan sebagai berikut:
a. menyusun kebijakan dan prosedur tertulis (KPT) yang
mendukung sistem kontrol internal yang baik dalam
pelaksanaan operasional BI-SSSS;
b. melakukan pemeriksaan internal untuk menjamin
keamanan operasional BI-SSSS;
c. melakukan security audit;
d. menyusun kebijakan teknologi informasi terkait dengan
BI-SSSS yang di-review dan di-update secara reguler;
60
e. memiliki pedoman disaster recovery plan (DRP) dan
business continuity plan (BCP);
f. melakukan pengelolaan batas Setelmen Dana (settlement
limit) dan mengatur pelaksanaannya dalam prosedur
internal Peserta, dalam hal Peserta juga ditunjuk sebagai
Bank Pembayar;
g. menggunakan aplikasi SPP sesuai dengan buku pedoman
pengoperasian BI-SSSS;
h. melakukan pengkinian data atau informasi kepesertaan;
i. melakukan pemeliharaan data; dan
j. menjamin SPP utama dan SPP cadangan berfungsi dengan
baik untuk melakukan berbagai aktivitas BI-SSSS
sepanjang jam operasional BI-SSSS.
Pasal 58
Penyusunan KPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf
a dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. KPT wajib dibuat dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan
sejak tanggal efektif kepesertaan di BI-SSSS;
b. KPT wajib dibuat dalam Bahasa Indonesia;
c. KPT wajib dibuat dengan mengacu pada ketentuan terkait
dengan BI-SSSS yang ditetapkan oleh Penyelenggara dan
ketentuan yang dikeluarkan oleh asosiasi sistem
pembayaran terkait penyelenggaraan BI-SSSS;
d. KPT wajib memuat materi paling sedikit sebagai berikut:
1. pendahuluan;
2. organisasi pengoperasian BI-SSSS;
3. ketentuan dan prosedur operasional BI-SSSS;
4. pengawasan operasional BI-SSSS; dan
5. penanganan Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat;
e. penyusunan rincian cakupan minimum materi KPT
sebagaimana dimaksud dalam huruf d dilakukan sesuai
dengan pedoman sebagaimana tercantum dalam Lampiran
IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini;
61
f. dalam hal terdapat perubahan terhadap materi KPT
sebagaimana dimaksud dalam huruf d dan/atau
perubahan ketentuan yang dikeluarkan oleh
Penyelenggara dan/atau asosiasi sistem pembayaran,
yang berdampak pada materi KPT, Peserta harus
melakukan pengkinian terhadap KPT dimaksud; dan
g. pengkinian terhadap KPT sebagaimana dimaksud dalam
huruf f wajib dilakukan dalam waktu paling lama 6 (enam)
bulan sejak terjadinya perubahan materi dan ketentuan
tersebut.
Pasal 59
Pemeriksaan internal untuk menjamin keamanan operasional
BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf b
dilakukan oleh Peserta dengan ruang lingkup pemeriksaan
paling sedikit mencakup materi penilaian kepatuhan yang
disampaikan oleh Penyelenggara.
Pasal 60
(1) Security audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57
huruf c bertujuan untuk memastikan keamanan dan
keandalan teknologi informasi internal Peserta,
keterhubungan (interface) antara SPP dengan sistem
internal Peserta, serta kondisi lingkungan tempat Peserta
melakukan kegiatan operasional.
(2) Security audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan paling sedikit setiap 3 (tiga) tahun sekali
terhitung sejak menjadi Peserta atau dalam hal
terjadi perubahan dalam sistem teknologi informasi
internal Peserta yang terkait dengan BI-SSSS,
security audit dilakukan paling lama 6 (enam) bulan
sejak terjadi perubahan;
b. dilakukan oleh auditor internal Peserta dan/atau
auditor eksternal; dan
c. cakupan security audit paling sedikit mencakup ruang
lingkup sebagaimana tercantum dalam Lampiran V
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
62
Pasal 61
Pedoman DRP dan BCP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57
huruf e harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. memuat prosedur yang dilakukan oleh Peserta dalam hal
terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat
untuk memastikan bahwa operasional BI-SSSS di Peserta
tetap dapat dilakukan atau upaya lainnya yang perlu
dilakukan dalam hal sistem cadangan tidak dapat
digunakan;
b. pedoman DRP paling sedikit memuat hal sebagai berikut:
1. unit kerja sebagai penanggung jawab;
2. mekanisme koordinasi apabila penanggung jawab
terdiri atas beberapa unit;
3. prosedur terkait penyiapan infrastruktur cadangan
untuk menjamin kegiatan operasional BI-SSSS tetap
berjalan;
4. mekanisme pelaporan dan monitoring; dan
5. petugas operasional, termasuk data nomor telepon
yang dapat dihubungi setiap saat oleh Penyelenggara;
dan
c. pedoman BCP paling sedikit memuat hal sebagai berikut:
1. unit kerja sebagai penanggung jawab;
2. mekanisme koordinasi apabila penanggung jawab
terdiri atas beberapa unit;
3. langkah bisnis yang dilakukan untuk menjamin
kegiatan operasional BI-SSSS tetap berjalan;
4. mekanisme pengujian prosedur BCP;
5. mekanisme pelaporan dan monitoring; dan
6. petugas operasional, termasuk data nomor telepon
yang dapat dihubungi setiap saat oleh Penyelenggara.
Pasal 62
Pemeliharaan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57
huruf i dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. pemeliharaan data dilakukan terhadap data yang
tersimpan dalam media elektronik dan/atau dalam bentuk
hasil olahan komputer BI-SSSS;
63
b. data sebagaimana dimaksud dalam huruf a harus
mendapat pengamanan yang memadai serta terjaga
kerahasiaannya;
c. melakukan pencadangan atas data sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dengan penyimpanan dalam
media elektronik yang berbeda dengan media elektronik
sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
d. memastikan data sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dan cadangannya sebagaimana dimaksud dalam huruf c
tidak rusak; dan
e. menyimpan seluruh data sebagaimana dimaksud dalam
huruf a dan cadangannya sebagaimana dimaksud dalam
huruf c, sesuai dengan ketentuan pengarsipan yang
berlaku di internal Peserta dan masa retensi sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
mengatur mengenai dokumen perusahaan.
Pasal 63
Untuk menjamin SPP utama dan SPP cadangan berfungsi
dengan baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf j,
Peserta melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. memastikan petugas yang menangani BI-SSSS memahami
sistem dan prosedur operasional BI-SSSS yang telah
ditetapkan oleh Penyelenggara dan internal Peserta;
b. mengatur dan menetapkan user dan kewenangan user
yang melakukan operasional BI-SSSS;
c. menyediakan dan mengelola sistem cadangan untuk BI-
SSSS di Peserta;
d. menjamin sistem cadangan berfungsi dengan baik;
e. menjamin keamanan dan keandalan JKD yang digunakan
untuk menghubungkan SPP utama dan/atau SPP
cadangan ke SCN;
f. melaporkan pengembangan aplikasi internal Peserta yang
terkait BI-SSSS kepada Penyelenggara paling lama 1 (satu)
bulan setelah implementasi;
64
g. melakukan langkah preventif yang diperlukan agar
perangkat keras (hardware) berfungsi dengan baik dan
perangkat lunak (software) yang digunakan dalam BI-
SSSS dan/atau yang terkait dengan BI-SSSS bebas dari
segala jenis malicious software (malware);
h. menjamin integritas database BI-SSSS yang ada pada SPP
utama dan SPP cadangan serta data cadangan (back-up);
i. melakukan instalasi setiap terjadi perubahan aplikasi SPP
utama dan/atau SPP cadangan sesuai dengan buku
pedoman pengoperasian BI-SSSS;
j. menyimpan dengan baik aplikasi SPP, termasuk setiap
terdapat perubahan aplikasi SPP yang telah diberikan oleh
Penyelenggara; dan
k. melakukan perpanjangan masa aktif Digital Certificate
sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan oleh
Penyelenggara.
Pasal 64
Pengaturan dan penetapan user sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 63 huruf b dilakukan dengan memperhatikan paling
sedikit hal sebagai berikut:
a. pengaturan kewenangan user memperhatikan rentang
kendali (span of control) untuk meminimalisasi kesalahan
manusia (human error) dan penyalahgunaan (fraud);
b. pengiriman transaksi dilakukan secara berjenjang sesuai
dengan tingkat kewenangan petugas;
c. pengaturan petugas pengganti untuk user sesuai dengan
perannya masing-masing;
d. penetapan dan penatausahaan user penanggung jawab
digital certificate hard token dan digital certificate soft
token, termasuk serial number token;
e. memastikan keamanan penggunaan digital certificate hard
token oleh user yang telah ditetapkan; dan
f. menyimpan dokumen keamanan yang terkait dengan
connected user, digital certificate hard token, dan digital
certificate soft token.
65
Pasal 65
Penyediaan dan pengelolaan sistem cadangan untuk BI-SSSS
di Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf c,
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta menyediakan SPP cadangan dan JKD cadangan
dari lokasi SPP cadangan Peserta ke Penyelenggara sesuai
dengan standar yang ditetapkan oleh Penyelenggara;
b. biaya penyediaan dan penggunaan infrastruktur
sebagaimana dimaksud dalam huruf a menjadi beban
Peserta; dan
c. pemilihan jenis dan lokasi SPP cadangan serta JKD
cadangan Peserta diserahkan kepada setiap Peserta.
Pasal 66
Untuk menjamin sistem cadangan berfungsi dengan baik
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf d, Peserta:
a. mengikuti kegiatan uji coba sistem cadangan sesuai
dengan pemberitahuan dari Penyelenggara;
b. melakukan uji coba koneksi sistem cadangan secara
berkala; dan
c. mengoperasikan sistem cadangan secara berkala untuk
kegiatan operasional dalam kondisi normal.
Pasal 67
(1) Uji coba koneksi sistem cadangan secara berkala
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf b dilakukan
dengan cara sebagai berikut:
a. uji coba dilakukan terhadap SPP cadangan, JKD
cadangan, dan data cadangan, paling sedikit 1 (satu)
kali dalam setahun;
b. uji coba dapat dilakukan dengan menggunakan:
1. environment testing Penyelenggara selama jam
operasional BI-SSSS; atau
2. environment production Penyelenggara yang
dapat dilakukan setiap bulan pada hari Jumat
minggu pertama atau minggu ketiga setelah
proses akhir hari BI-SSSS di Penyelenggara
berakhir; dan
66
c. penggunaan environment production Penyelenggara
dilakukan paling lama 1 (satu) jam.
(2) Uji coba koneksi sistem cadangan secara berkala
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf b dilakukan
dengan prosedur sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan permohonan uji coba koneksi
sistem cadangan melalui administrative message
kepada Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari
kerja sebelum pelaksanaan uji coba koneksi sistem
cadangan;
b. Penyelenggara memberitahukan persetujuan uji coba
koneksi sistem cadangan kepada Peserta melalui
administrative message; dan
c. Peserta menyampaikan laporan tertulis hasil
pelaksanaan uji coba koneksi sistem cadangan
kepada Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari
kerja setelah pelaksanaan uji coba selesai dilakukan.
Pasal 68
(1) Pengoperasian sistem cadangan untuk kegiatan
operasional dalam kondisi normal sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 huruf c dilakukan dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. penggunaan sistem cadangan dilakukan secara
berkala, paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun;
dan
b. pengoperasian sistem cadangan dapat mencakup
pengoperasian SPP cadangan dan/atau JKD
cadangan.
(2) Pengoperasian sistem cadangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 66 huruf c dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut:
a. Peserta menyampaikan permohonan melalui
administrative message kepada Penyelenggara paling
lambat 1 (satu) hari kerja sebelum menggunakan
sistem cadangan;
67
b. Penyelenggara memberitahukan persetujuan
penggunaan SPP cadangan dan/atau JKD cadangan
kepada Peserta melalui administrative message; dan
c. Peserta menyampaikan laporan tertulis hasil
pengoperasian sistem cadangan kepada
Penyelenggara paling lambat 1 (satu) hari kerja
setelah pelaksanaan pengoperasian sistem cadangan
selesai dilakukan.
Pasal 69
(1) Kewajiban menjamin keamanan dan keandalan JKD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 huruf e dilakukan
terhadap JKD yang menghubungkan SPP utama dan/atau
SPP cadangan dengan perangkat komputer Peserta yang
digunakan untuk operasional BI-SSSS.
(2) Dalam hal Peserta menghubungkan SPP utama dan/atau
SPP cadangan dengan sistem internal Peserta, kegiatan
menjamin keamanan dan keandalan JKD dilakukan
terhadap JKD yang menghubungkan SPP utama dan/atau
SPP cadangan dengan sistem internal Peserta.
Paragraf 2
Kewajiban Sub-Registry
Pasal 70
Dalam penggunaan BI-SSSS untuk melakukan fungsi
Penatausahaan bagi kepentingan nasabah, Peserta Sub-
Registry wajib:
a. meneruskan hasil Setelmen atas transaksi Surat Berharga
kepada nasabah pada tanggal yang sama dengan tanggal
pelaksanaan Setelmen;
b. meneruskan pembayaran kupon/bunga atau imbalan dan
pelunasan pokok/nominal Surat Berharga kepada
nasabah pemilik Surat Berharga pada tanggal yang sama
dengan tanggal Sub-Registry menerima pembayaran
kupon/bunga atau imbalan dan pelunasan pokok/
nominal Surat Berharga dari penerbit Surat Berharga;
68
c. menjamin kebenaran penatausahaan dan laporan
kepemilikan Surat Berharga atas nama seluruh nasabah;
d. menyelesaikan masalah perbedaan pencatatan kepemilikan
Surat Berharga antara Sub-Registry dengan nasabah, dalam
hal terdapat perbedaan pencatatan kepemilikan Surat
Berharga antara Sub-Registry dengan nasabah;
e. memenuhi jumlah minimum pencatatan kepemilikan
Surat Berharga rata-rata bulanan paling sedikit sebesar
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dalam 12
(dua belas) bulan terakhir, bagi Sub-Registry yang telah
melakukan kegiatan pencatatan kepemilikan Surat
Berharga di BI-SSSS lebih dari 12 (dua belas) bulan;
f. menjaga agar posisi kewajiban pemenuhan modal
minimum (KPMM) bagi Bank Kustodian atau modal disetor
bagi lembaga Kustodian bukan Bank tidak kurang dari
posisi KPMM atau modal disetor sesuai ketentuan yang
berlaku;
g. mengelola dan melaporkan data nasabah secara lengkap
dan benar melalui SI BI-SSSS, dengan informasi dan tata
cara pengisian sebagaimana tercantum dalam Lampiran
VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini;
h. menjaga keamanan SI BI-SSSS dan kerahasiaan data
termasuk administrator user lokal yang disampaikan oleh
Penyelenggara;
i. menyediakan KPT yang paling sedikit berupa
penatausahaan Surat Berharga dan penggunaan SI BI-
SSSS di internal Sub-Registry;
j. menyampaikan laporan kepada Penyelenggara dengan
benar dan tepat waktu melalui SI BI-SSSS dan/atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara;
k. melakukan rekonsiliasi secara harian antara data
Setelmen pada SI BI-SSSS dengan data Setelmen atas
transaksi yang terjadi di Sub-Registry;
69
l. melakukan koreksi data pelaporan melalui SI BI-SSSS,
dalam hal terdapat kesalahan dan menginformasikan
kepada Penyelenggara melalui surat;
m. menginformasikan biaya yang akan dibebankan Peserta
kepada nasabah terkait Setelmen melalui BI-SSSS secara
transparan dan pada tempat yang mudah terlihat oleh
nasabah; dan
n. melengkapi data nasabah sebagaimana dimaksud dalam
huruf g dengan nomor tunggal identitas investor, sesuai
single investor identification yang digunakan di pasar
modal, dan menginformasikan nomor tunggal identitas
investor tersebut kepada nasabah yang bersangkutan.
BAB IV
OPERASIONAL PENYELENGGARAAN BI-SSSS
Bagian Kesatu
Waktu Operasional Penyelenggaraan BI-SSSS
Pasal 71
(1) Penyelenggara menetapkan waktu operasional
penyelenggaraan BI-SSSS yang mencakup hari
operasional, jam operasional, dan periode waktu kegiatan.
(2) Hari operasional, jam operasional, dan periode waktu
kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diubah sewaktu-waktu oleh Penyelenggara.
(3) Perubahan jam operasional dan/atau periode waktu
kegiatan dapat dilakukan oleh Penyelenggara
berdasarkan:
a. kebijakan Penyelenggara; dan/atau
b. permintaan Peserta yang disetujui oleh
Penyelenggara.
(4) Dalam hal terdapat perubahan hari operasional, jam
operasional, dan/atau periode waktu kegiatan,
Penyelenggara memberitahukan hal tersebut kepada
seluruh Peserta melalui administrative message dan/atau
sarana lainnya.
70
Pasal 72
(1) Hari operasional BI-SSSS dilaksanakan setiap hari kerja
sesuai yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
(2) Peserta wajib melakukan kegiatan operasional BI-SSSS
sesuai dengan hari kerja yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
(3) Dalam kondisi tertentu, Keadaan Tidak Normal, dan/atau
Keadaan Darurat, Peserta dapat tidak melakukan kegiatan
operasional BI-SSSS pada hari operasional berdasarkan
persetujuan Penyelenggara.
(4) Pada hari Penyelenggara tidak melakukan kegiatan
operasional, instruksi Setelmen dengan tanggal Setelmen
(tanggal valuta) yang jatuh pada hari dimaksud tidak
dapat dijalankan dan akan di-roll over ke hari kerja
berikutnya.
Pasal 73
(1) Jam operasional penyelenggaraan Penatausahaan Surat
Berharga melalui BI-SSSS mulai pukul 06.30 waktu
Indonesia barat (WIB) sampai dengan pukul 18.30 WIB.
(2) Penyelenggara menetapkan periode waktu kegiatan untuk
melakukan kegiatan Setelmen atas transaksi Surat
Berharga yang dilakukan melalui BI-SSSS.
(3) Dalam hal terdapat perubahan periode waktu kegiatan cut-
off warning dan periode waktu kegiatan pre cut-off pada
Sistem BI-RTGS, periode waktu kegiatan cut-off warning
dan periode waktu kegiatan pre cut-off pada BI-SSSS
mengikuti cut-off warning dan pre cut-off pada Sistem BI-
RTGS.
(4) Penetapan jam operasional sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan periode waktu kegiatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran VII
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini.
71
Pasal 74
(1) Peserta dapat mengajukan permohonan untuk tidak
melakukan kegiatan operasional BI-SSSS dalam kondisi
tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 ayat (3)
yang disebabkan hal sebagai berikut:
a. kantor Bank Indonesia di wilayah tertentu dan/atau
daerah tertentu ditetapkan libur fakultatif;
b. kantor pusat Peserta berada pada kantor wilayah
Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam huruf
a; dan/atau
c. kondisi tertentu yang disetujui oleh Penyelenggara.
(2) Prosedur untuk tidak melakukan kegiatan operasional BI-
SSSS dalam kondisi tertentu diatur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan surat permohonan tidak
melakukan kegiatan operasional BI-SSSS dalam
kondisi tertentu yang penyampaiannya dapat
didahului dengan administrative message, faksimile,
dan/atau sarana lain.
b. surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a harus ditandatangani oleh pejabat yang
berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen
tanda tangan di Penyelenggara;
c. Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau
penolakan atas permohonan Peserta sebagaimana
dimaksud dalam huruf a melalui surat yang dapat
didahului dengan administrative message, faksimile,
atau sarana lainnya; dan
d. dalam hal permohonan disetujui, Penyelenggara
mengumumkan kepada seluruh Peserta melalui
administrative message untuk menginformasikan
Peserta yang tidak melakukan kegiatan operasional
BI-SSSS.
Pasal 75
Perubahan jam operasional dan/atau periode waktu kegiatan
berdasarkan kebijakan Penyelenggara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 71 ayat (3) huruf a dapat dilakukan berdasarkan
pertimbangan sebagai berikut:
72
a. adanya Keadaan Tidak Normal pada BI-SSSS dan/atau
Keadaan Darurat yang mengakibatkan adanya kebutuhan
perubahan jam operasional dan/atau perpanjangan
periode waktu kegiatan untuk melaksanakan Setelmen
melalui BI-SSSS;
b. adanya perubahan jam operasional pada Sistem BI-RTGS
dan/atau Sistem BI-ETP;
c. adanya kepentingan Bank Indonesia dalam rangka
pelaksanaan kebijakan moneter, menjaga kelancaran
sistem pembayaran, dan/atau kepentingan penyelesaian
transaksi pemerintah; dan/atau
d. adanya permintaan perpanjangan periode waktu kegiatan
dari Peserta yang berdampak pada perubahan periode
waktu kegiatan dan jam operasional.
Pasal 76
Perubahan periode waktu kegiatan berdasarkan permintaan
Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3) huruf
b dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta dapat mengajukan permohonan perpanjangan
periode waktu kegiatan dalam hal Peserta mengalami
Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat yang
mengakibatkan adanya kebutuhan perpanjangan periode
waktu kegiatan untuk melaksanakan Setelmen melalui BI-
SSSS;
b. dalam hal permohonan perpanjangan periode waktu
kegiatan disetujui oleh Penyelenggara maka:
1. perpanjangan periode waktu kegiatan dilakukan
sesuai dengan permintaan Peserta untuk periode
waktu kegiatan yang masih terbuka pada saat
permohonan perpanjangan diterima oleh
Penyelenggara; dan
2. perpanjangan periode waktu kegiatan dilakukan
secara proporsional, dalam hal permohonan
perpanjangan periode waktu kegiatan melebihi pukul
17.00 WIB;
73
c. perpanjangan periode waktu kegiatan yang dapat diberikan
yaitu selama 30 (tiga puluh) menit atau paling lama 60 (enam
puluh) menit, kecuali dalam kondisi tertentu;
d. perpanjangan periode waktu kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam huruf b menyebabkan perubahan periode
waktu kegiatan berikutnya dan/atau jam operasional;
e. permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan yang
telah disetujui oleh Penyelenggara melalui administrative
message, bersifat final dan tidak dapat dibatalkan oleh
Peserta; dan
f. perpanjangan periode waktu kegiatan atas permintaan
Peserta dikenakan biaya.
Pasal 77
Prosedur pengajuan perpanjangan periode waktu kegiatan oleh
Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 huruf a
ditetapkan sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan permohonan perpanjangan periode
waktu kegiatan secara tertulis yang disertai alasan kepada
Penyelenggara melalui surat yang dapat didahului dengan
administrative message, faksimile, dan/atau sarana lain;
b. Permohonan tertulis sebagaimana dimaksud dalam huruf
a ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta
yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara;
c. permohonan perpanjangan periode waktu kegiatan harus
diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) menit sebelum
berakhirnya periode waktu kegiatan yang dimintakan
perpanjangan;
d. Penyelenggara memberitahukan persetujuan atau
penolakan atas permohonan perpanjangan periode waktu
kegiatan kepada Peserta melalui administrative message
dan/atau sarana lainnya;
e. dalam hal telah terdapat Peserta yang mengajukan
perpanjangan periode waktu kegiatan selama 60 (enam
puluh) menit dan telah disetujui oleh Penyelenggara maka
Peserta yang lain tidak dapat mengajukan perpanjangan
periode waktu kegiatan; dan
74
f. dalam hal permohonan perpanjangan periode waktu
kegiatan disetujui, Penyelenggara menyampaikan
informasi perpanjangan periode waktu kegiatan kepada
seluruh Peserta melalui administrative message dan/atau
sarana lainnya.
Bagian Kedua
Pengelolaan Pengguna (User)
Pasal 78
(1) Pengguna (user) BI-SSSS terdiri atas:
a. connected user; dan
b. unconnected user.
(2) Connected user sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas:
a. administrator user; dan
b. regular user.
(3) Berdasarkan penggunaannya, connected user
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. connected user untuk BI-SSSS depository gateway
(SDG); dan
b. connected user untuk BI-SSSS straight through
processing gateway (SSTPG).
Pasal 79
(1) Penyelenggara melakukan pengelolaan connected user
paling sedikit berupa kegiatan pendaftaran, penyesuaian,
reset password, penghentian, reaktivasi, dan penetapan
security level.
(2) Peserta melakukan pengelolaan user dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. pengelolaan mencakup connected user dan
unconnected user;
b. pengelolaan dilakukan dengan menggunakan
administrator user yang meliputi:
1. akses connected user; dan
2. pendaftaran dan akses unconnected user.
75
(3) Pengelolaan dan penggunaan connected user yang telah
diserahkan oleh Penyelenggara kepada Peserta,
dilakukan berdasarkan ketentuan internal Peserta dan
menjadi tanggung jawab sepenuhnya Peserta yang
bersangkutan.
Bagian Ketiga
Connected User dan Digital Certificate
Pasal 80
(1) Penyelenggara memberikan connected user kepada
Peserta yang dilengkapi dengan:
a. password dan digital certificate hard token untuk
setiap Peserta yang menggunakan aplikasi SDG; dan
b. password dan digital certificate soft token untuk
setiap Peserta yang menggunakan aplikasi SSTPG.
(2) Penyelenggara menyediakan connected user sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a paling banyak 10
(sepuluh) connected user yang terdiri atas:
a. dua administrator user; dan
b. paling banyak 8 (delapan) regular user.
(3) Penyelenggara menyediakan connected user sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b paling banyak 1 (satu)
connected user.
(4) Masa aktif digital certificate hard token dan digital
certificate soft token sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal efektif.
(5) Pengambilan dokumen connected user, password,
dan/atau Digital Certificate dilakukan oleh pejabat yang
berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen tanda
tangan di Penyelenggara.
76
Paragraf 1
Penambahan Connected User serta Penggantian dan/atau
Perpanjangan Masa Aktif Digital Certificate
Pasal 81
(1) Peserta dapat mengajukan permohonan penambahan
connected user yang dilengkapi dengan password dan Digital
Certificate sepanjang tidak melebihi jumlah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) dan ayat (3).
(2) Penambahan connected user yang melebihi jumlah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) dapat
diberikan kepada Peserta berdasarkan persetujuan
Penyelenggara.
(3) Peserta dapat mengajukan permohonan penggantian
digital certificate hard token dan digital certificate soft token
yang hilang/rusak atau tidak dapat digunakan karena
sebab apapun.
(4) Penambahan connected user sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan/atau penggantian digital certificate hard token
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan biaya.
(5) Penyelenggara membebankan biaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) ke Rekening Setelmen Dana
rupiah Peserta atau Bank Pembayar.
(6) Peserta harus mengajukan permohonan perpanjangan
masa aktif digital certificate hard token dan digital
certificate soft token yang akan berakhir masa aktifnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (4).
Pasal 82
Permohonan penambahan connected user serta penggantian
dan/atau perpanjangan masa aktif Digital Certificate
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 dilakukan dengan
ketentuan dan prosedur sebagai berikut:
a. Peserta mengajukan permohonan penambahan connected
user serta penggantian dan/atau perpanjangan masa aktif
Digital Certificate secara tertulis kepada Penyelenggara;
77
b. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta
yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara
dengan menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II.D;
c. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
memuat informasi paling sedikit:
1. untuk penambahan connected user yang dilengkapi
dengan password dan Digital Certificate:
a) nama dan participant code Peserta;
b) jumlah penambahan connected user; dan
c) alasan permintaan tambahan connected user,
dalam hal permintaan melebihi jumlah yang
ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
80 ayat (2);
2. untuk penggantian digital certificate hard token:
a) nama dan participant code Peserta;
b) nama connected user untuk digital certificate
hard token yang akan diganti;
c) nomor seri digital certificate hard token; dan
d) alasan permintaan penggantian digital certificate
hard token;
3. untuk perpanjangan masa aktif digital certificate hard
token:
a) nama dan participant code Peserta;
b) nama connected user untuk digital certificate
hard token yang akan diperpanjang masa
aktifnya; dan
c) nomor seri digital certificate hard token; atau
4. untuk perpanjangan masa aktif digital certificate soft
token:
a) nama dan participant code Peserta; dan
b) nama connected user dari server yang digital
certificate soft token yang akan diperpanjang
masa aktifnya;
d. Permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
disertai dokumen pendukung sebagai berikut:
78
1. file CSR dalam media CD dari server yang digital
certificate soft token yang akan diperpanjang masa
aktifnya, dalam hal Peserta mengajukan
perpanjangan masa aktif digital certificate soft token;
2. digital certificate hard token, dalam hal Peserta
mengajukan perpanjangan masa aktif atau
penggantian digital certificate hard token; atau
3. surat keterangan kehilangan digital certificate hard
token dari pihak kepolisian, dalam hal Peserta
mengajukan penggantian digital certificate hard token
yang hilang; dan
e. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
disampaikan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. ditembuskan kepada KPwDN yang mewilayahi, dalam
hal kantor pusat calon Peserta berkedudukan di
wilayah kerja KPwDN; dan
2. bagi Peserta yang mengajukan permohonan
perpanjangan masa aktif karena masa aktif Digital
Certificate akan berakhir, permohonan disampaikan
paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sebelum masa
aktif Digital Certificate berakhir.
Pasal 83
(1) Penyelenggara memberitahukan secara tertulis kepada
Peserta melalui administrative message atau sarana lain
untuk pengambilan dokumen connected user, password,
dan/atau Digital Certificate paling lama 14 (empat belas)
hari kerja sejak permohonan yang disertai dokumen
pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf
d diterima secara lengkap oleh Penyelenggara.
(2) Peserta melakukan pengambilan dokumen connected user,
password, dan/atau Digital Certificate dengan prosedur
sebagai berikut:
a. bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja
Kantor Pusat Bank Indonesia (KPBI) pengambilan
dokumen dilakukan di lokasi kantor Penyelenggara;
79
b. bagi Peserta yang berkantor pusat di wilayah kerja
KPwDN pengambilan dokumen dilakukan di lokasi
kantor KPwDN; dan
c. pengambilan dokumen dilakukan oleh pejabat yang
berwenang dari Peserta yang memiliki spesimen
tanda tangan di Penyelenggara.
(3) Dalam hal terdapat perpanjangan masa aktif digital
certificate soft token, Peserta harus menginformasikan
tanggal efektif penggunaan digital certificate soft token
yang baru kepada Penyelenggara melalui administrative
message atau surat yang dapat didahului dengan
pengiriman melalui faksimile.
(4) Dalam hal Peserta tidak menginformasikan tanggal efektif
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) maka segala risiko
dan akibat yang timbul sepenuhnya menjadi tanggung
jawab Peserta.
(5) Dalam hal penambahan connected user melebihi jumlah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2),
Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan penambahan connected user
kepada Peserta paling lama 14 (empat belas) hari kerja
sejak permohonan diterima lengkap oleh Penyelenggara.
Paragraf 2
Penghapusan Connected User SDG dan/atau SSTPG
Pasal 84
(1) Penghapusan connected user SDG dan/atau SSTPG dapat
dilakukan atas dasar inisiatif Penyelenggara atau
permintaan Peserta.
(2) Penghapusan connected user SDG dan/atau SSTPG oleh
Penyelenggara dilakukan dalam hal Peserta telah
dihentikan kepesertaannya dalam penyelenggaraan BI-
SSSS atau berdasarkan pertimbangan lain.
(3) Penghapusan connected user SDG dan/atau SSTPG atas
permintaan Peserta dilakukan dengan ketentuan dan
prosedur sebagai berikut:
80
a. Peserta mengajukan permohonan penghapusan
connected user SDG dan/atau SSTPG secara tertulis
kepada Penyelenggara yang dapat disampaikan
terlebih dahulu melalui faksimile dengan
menggunakan format sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II.D;
b. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
disertai dengan digital certificate hard token yang
connected user yang dimohonkan untuk dihapus; dan
c. Penyelenggara menyampaikan surat pemberitahuan
kepada Peserta mengenai penghapusan connected
user SDG dan/atau SSTPG.
Paragraf 3
Reset Password Connected User untuk SDG, Unlock Connected
User untuk SDG, dan/atau Reset Password Digital Certificate
Hard Token
Pasal 85
Peserta dapat mengajukan permohonan reset password
connected user untuk SDG, unlock connected user untuk SDG,
dan/atau reset password digital certificate hard token kepada
Penyelenggara.
Pasal 86
Permohonan reset password connected user untuk SDG
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 dilakukan dengan
ketentuan dan prosedur sebagai berikut:
a. permohonan secara tertulis mengenai reset password
connected user untuk SDG dapat disampaikan terlebih
dahulu melalui faksimile kepada Penyelenggara;
b. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
ditandatangani oleh pejabat berwenang yang memiliki
spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan paling
sedikit memuat informasi:
1. nama dan participant code Peserta;
81
2. nama connected user untuk password yang
dimohonkan untuk dilakukan reset; dan
3. nama dan nomor telepon pihak yang berwenang di
Peserta bersangkutan yang dapat dihubungi;
c. berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, Penyelenggara menyampaikan password
connected user kepada Peserta melalui surat; dan
d. surat sebagaimana dimaksud dalam huruf c diambil oleh
pejabat yang berwenang dari Peserta yang memiliki
spesimen tanda tangan di Penyelenggara.
Pasal 87
Permohonan unlock connected user untuk SDG sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 85 dilakukan dengan ketentuan dan
prosedur sebagai berikut:
a. permohonan secara tertulis mengenai unlock connected
user untuk SDG kepada Penyelenggara dapat disampaikan
melalui administrative message atau surat yang
ditandatangani oleh pejabat berwenang yang memiliki
spesimen tanda tangan di Penyelenggara yang dapat
didahului dengan faksimile;
b. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a paling
sedikit memuat informasi:
1. nama dan participant code Peserta;
2. nama connected user yang dimohonkan untuk di-
unlock; dan
3. nama dan nomor telepon pihak yang berwenang di
Peserta bersangkutan yang dapat dihubungi; dan
c. berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, Penyelenggara memberitahukan penyelesaian
proses unlock connected user untuk SDG kepada Peserta
yang bersangkutan melalui administrative message atau
sarana lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
Pasal 88
Permohonan reset password digital certificate hard token
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 dilakukan dengan
ketentuan dan prosedur sebagai berikut:
82
a. permohonan secara tertulis mengenai reset password
digital certificate hard token dapat disampaikan terlebih
dahulu melalui faksimile kepada Penyelenggara;
b. permohonan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
ditandatangani oleh pejabat berwenang yang memiliki
spesimen tanda tangan di Penyelenggara dan paling
sedikit memuat informasi:
1. nama dan participant code Peserta;
2. nama connected user untuk digital certificate hard
token yang dimohonkan untuk di-reset;
3. nomor seri digital certificate hard token; dan
4. nama dan nomor telepon pihak yang berwenang di
Peserta bersangkutan yang dapat dihubungi; dan
c. berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, Penyelenggara memberitahukan melalui telepon
kepada pihak yang berwenang sebagaimana dimaksud
dalam huruf b angka 4 untuk melakukan tahapan proses
reset password digital certificate hard token di SPP.
Bagian Keempat
Penatausahaan Rekening Surat Berharga di BI-SSSS
Paragraf 1
Prinsip Penatausahaan
Pasal 89
(1) Penyelenggara menggunakan BI-SSSS untuk melakukan
kegiatan Penatausahaan yang meliputi Penatausahaan
Surat Berharga dan Penatausahaan hasil Transaksi.
(2) Surat Berharga yang ditatausahakan pada BI-SSSS yakni
Surat Berharga dalam mata uang rupiah dan/atau valuta
asing.
(3) Penyelenggara melakukan Penatausahaan Transaksi di
pasar perdana dan di pasar sekunder.
(4) Central Registry menatausahakan Rekening Surat
Berharga di BI-SSSS untuk kepentingan Peserta dan pihak
yang disetujui oleh Penyelenggara untuk memiliki
Rekening Surat Berharga.
83
(5) Sub-Registry menatausahakan Rekening Surat Berharga
untuk kepentingan nasabah.
(6) Peserta dan nasabah di Sub-Registry dibedakan atas
status:
a. residen; dan
b. nonresiden.
Paragraf 2
Jenis Rekening
Pasal 90
(1) Penyelenggara menetapkan rekening yang dimiliki Peserta
sesuai dengan kegiatan dan fungsi dalam kepesertaan.
(2) Jenis rekening pada BI-SSSS terdiri atas:
a. rekening untuk mencatat kepemilikan Surat
Berharga dan instrumen keuangan; dan
b. rekening administratif,
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini.
Paragraf 3
Setelmen
Pasal 91
(1) Setelmen pada BI-SSSS dilakukan pada tanggal Setelmen.
(2) Setelmen terdiri atas Setelmen Surat Berharga dan/atau
Setelmen Dana.
(3) Setelmen hanya dapat dilakukan apabila:
a. Surat Berharga pada Rekening Surat Berharga
mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen Surat
Berharga; atau
b. Surat Berharga pada Rekening Surat Berharga
mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen Surat
Berharga dan saldo pada Rekening Setelmen Dana
Peserta atau Rekening Setelmen Dana Bank
Pembayar mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen
Dana.
84
(4) Dalam hal saldo Rekening Surat Berharga sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b tidak
mencukupi untuk pelaksanaan Setelmen maka instruksi
Setelmen atas transaksi Surat Berharga Peserta akan
masuk dalam mekanisme antrian.
(5) Dalam hal saldo Rekening Setelmen Dana sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf b tidak mencukupi untuk
pelaksanaan Setelmen maka instruksi Setelmen akan
masuk dalam mekanisme antrian atau dibatalkan.
(6) Ketentuan mengenai instruksi Setelmen yang masuk
dalam mekanisme antrian atau dibatalkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) mengacu pada jenis transaksi
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penyelenggaraan setelmen dana
seketika melalui Sistem BI-RTGS.
(7) Instruksi Setelmen yang berada dalam mekanisme antrian
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5)
dibatalkan apabila saldo Rekening Surat Berharga
dan/atau Rekening Setelmen Dana tidak mencukupi
sesuai dengan batas waktu Setelmen atas transaksi yang
ditetapkan atau pada awal periode cut-off warning BI-
SSSS.
(8) Setelmen di BI-SSSS bersifat final dan tidak dapat
dibatalkan.
Pasal 92
(1) Setelmen pada BI-SSSS dilakukan dengan cara:
a. delivery versus payment (DvP);
b. free of payment (FoP); atau
c. delivery versus delivery (DvD).
(2) Setelmen dilakukan berdasarkan data transaksi per
transaksi (gross to gross) sesuai dengan urutan transaksi
yang diterima BI-SSSS.
(3) Peserta dan/atau Bank Pembayar harus berstatus aktif
sebagai peserta Sistem BI-RTGS untuk melakukan
Setelmen dengan mekanisme DvP.
85
(4) Surat Berharga yang telah dicatat dalam rekening agunan
dalam BI-SSSS tidak dapat digunakan untuk tujuan lain.
Pasal 93
(1) Pelaksanaan Setelmen pada BI-SSSS meliputi Setelmen
atas:
a. penerbitan Surat Berharga di pasar perdana;
b. transaksi Surat Berharga di pasar sekunder;
c. pinjam meminjam dalam rangka transaksi pasar
uang antarbank (PUAB) dan pasar uang antarbank
berdasarkan prinsip syariah (PUAS); dan
d. pemindahbukuan Surat Berharga antar-Rekening
Surat Berharga Peserta.
(2) Transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
meliputi:
a. jual beli secara putus (outright);
b. repurchase agreement (repo);
c. transfer;
d. pengagunan (pledge); dan
e. pinjam meminjam Surat Berharga (securities lending
and borrowing).
Pasal 94
Setelmen atas transaksi jual beli secara putus (outright)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf a
dilakukan secara DvP.
Pasal 95
(1) Setelmen atas transaksi repo sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 93 ayat (2) huruf b dilakukan secara DvP.
(2) Jenis transaksi repo di BI-SSSS terdiri atas:
a. repo sell and buyback (repo SBB); dan
b. repo collateralized borrowing (repo CB).
(3) Dalam transaksi repo SBB sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
86
a. kepemilikan Surat Berharga berpindah dari Peserta
peminjam dana kepada Peserta yang meminjamkan
dana; dan
b. Peserta yang meminjamkan dana dapat
mentransaksikan Surat Berharga hasil Setelmen
atas transaksi repo SBB.
(4) Repo SBB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a,
terdiri atas:
a. repo SBB tipe 1 yaitu Setelmen repo SBB dengan re-
routing kupon/bunga atau imbalan pada saat
Setelmen second leg kepada Peserta peminjam dana;
dan
b. repo SBB tipe 2 yaitu Setelmen repo SBB dengan re-
routing kupon/bunga atau imbalan pada saat
pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh
waktu kepada Peserta peminjam dana.
(5) Dalam transaksi repo CB sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. kepemilikan Surat Berharga tetap berada pada
Peserta peminjam dana; dan
b. Peserta peminjam dana tidak dapat
mentransaksikan Surat Berharga hasil Setelmen
atas transaksi repo CB.
(6) Repo CB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b,
terdiri atas:
a. repo CB tipe 1 yaitu Setelmen repo CB dengan
pencatatan Surat Berharga tetap pada Rekening
Surat Berharga Peserta peminjam dana; dan
b. repo CB tipe 2 yaitu Setelmen repo CB dengan
pencatatan Surat Berharga pada Rekening Surat
Berharga Peserta yang meminjamkan dana dengan
re-routing kupon/bunga atau imbalan pada saat
pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh
waktu kepada Peserta peminjam dana.
(7) Pada tanggal transaksi repo jatuh waktu (second leg), BI-
SSSS secara otomatis melakukan Setelmen second leg.
87
(8) Dalam hal transaksi repo jatuh waktu (second leg)
merupakan transaksi pasar sekunder antar-Peserta maka
Setelmen second leg dilakukan berdasarkan persetujuan
dari Peserta peminjam dana dengan melakukan otorisasi
atas instruksi Setelmen yang diterimanya.
(9) Dalam hal tanggal transaksi repo jatuh waktu (second leg)
merupakan hari libur maka pelaksanaan Setelmen second
leg dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Pasal 96
(1) Setelmen atas transaksi transfer sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 93 ayat (2) huruf c dilakukan secara FoP.
(2) Peserta harus menginformasikan tujuan Setelmen atas
transaksi transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pada instruksi Setelmen di BI-SSSS.
(3) Dalam hal Peserta melakukan transaksi transfer untuk
penyelesaian transaksi jual beli Surat Berharga dan
transaksi pinjam meminjam, maka Peserta harus mengisi
informasi nilai setelmen dana dan harga pada instruksi
Setelmen BI-SSSS.
Pasal 97
(1) Setelmen atas transaksi pengagunan (pledge)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf d
dilakukan secara FoP.
(2) Setelmen atas transaksi pengagunan (pledge) terdiri atas:
a. pengagunan (pledge) tipe 1, yaitu Setelmen atas
transaksi pledge dengan pencatatan Surat Berharga
tetap pada Rekening Surat Berharga Peserta pemberi
agunan; dan
b. pengagunan (pledge) tipe 2, yaitu Setelmen atas
transaksi pledge dengan pencatatan Surat Berharga
pada Rekening Surat Berharga Peserta penerima
agunan dengan re-routing kupon/bunga atau imbalan
pada saat pembayaran kupon/bunga atau imbalan
jatuh waktu kepada Peserta pemberi agunan.
88
(3) Pada tanggal transaksi pengagunan (pledge) jatuh waktu
(second leg), BI-SSSS secara otomatis melakukan
Setelmen second leg.
(4) Dalam hal tanggal transaksi pengagunan (pledge) jatuh
waktu (second leg) merupakan hari libur maka
pelaksanaan Setelmen second leg dilakukan pada hari
kerja berikutnya.
Pasal 98
(1) Setelmen atas transaksi securities lending and borrowing
(SLB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2)
huruf e dilakukan secara DvD atau DvP.
(2) Setelmen atas transaksi SLB dapat dilakukan dengan
menggunakan jaminan berupa:
a. Surat Berharga; atau
b. dana.
(3) Setelmen atas transaksi SLB dengan jaminan berupa
Surat Berharga dilakukan secara DvD yang terdiri atas:
a. SLB tipe 1, yaitu Setelmen atas transaksi SLB tanpa
re-routing kupon/bunga atau imbalan pada saat
pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu
baik untuk Surat Berharga yang dipinjamkan
maupun Surat Berharga yang diserahkan sebagai
jaminan;
b. SLB tipe 2, yaitu Setelmen atas transaksi SLB dengan
re-routing kupon/bunga atau imbalan kepada Peserta
penerima pinjaman Surat Berharga pada saat
pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu
untuk Surat Berharga yang diserahkan sebagai
jaminan;
c. SLB tipe 3, yaitu Setelmen atas transaksi SLB dengan
re-routing kupon/bunga atau imbalan kepada Peserta
pemberi pinjaman Surat Berharga pada saat
pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu
untuk Surat Berharga yang dipinjamkan; dan
89
d. SLB tipe 4, yaitu Setelmen atas transaksi SLB dengan
re-routing kupon/bunga atau imbalan kepada Peserta
pemberi dan penerima pinjaman Surat Berharga pada
saat pembayaran kupon/bunga atau imbalan jatuh
waktu baik untuk Surat Berharga yang dipinjamkan
maupun Surat Berharga yang diserahkan sebagai
jaminan.
(4) Setelmen atas transaksi SLB dengan jaminan berupa dana
dilakukan secara DvP yaitu SLB tipe 5 dengan re-routing
kupon/bunga atau imbalan kepada Peserta pemberi
pinjaman Surat Berharga pada saat pembayaran
kupon/bunga atau imbalan jatuh waktu untuk Surat
Berharga yang dipinjamkan.
(5) Pencatatan Surat Berharga yang dipinjamkan berpindah
dari Rekening Surat Berharga Peserta pemberi pinjaman
ke Rekening Surat Berharga Peserta penerima pinjaman.
(6) Pencatatan Surat Berharga yang diserahkan sebagai
jaminan berpindah dari Rekening Surat Berharga Peserta
penerima pinjaman ke Rekening Surat Berharga Peserta
pemberi pinjaman.
(7) Pada tanggal transaksi SLB jatuh waktu (second leg), BI-
SSSS secara otomatis melakukan Setelmen second leg.
(8) Dalam hal transaksi SLB jatuh waktu (second leg)
merupakan transaksi pasar sekunder antar-Peserta maka
Setelmen second leg:
a. untuk SLB tipe 1, SLB tipe 2, SLB tipe 3, dan SLB tipe
4, dilakukan berdasarkan persetujuan dari Peserta
penerima pinjaman Surat Berharga dengan
melakukan otorisasi atas instruksi Setelmen yang
diterimanya; atau
b. untuk SLB tipe 5, dilakukan berdasarkan
persetujuan dari Peserta pemberi pinjaman Surat
Berharga dengan melakukan otorisasi atas instruksi
Setelmen yang diterimanya.
(9) Dalam hal tanggal transaksi SLB jatuh waktu (second leg)
merupakan hari libur maka pelaksanaan Setelmen second
leg dilakukan pada hari kerja berikutnya.
90
Paragraf 4
Pengiriman dan Pemrosesan Instruksi Setelmen
Pasal 99
(1) Setelmen pada BI-SSSS dilakukan berdasarkan instruksi
Setelmen.
(2) Pengiriman instruksi Setelmen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:
a. Peserta; dan
b. Sistem BI-ETP.
(3) Instruksi Setelmen dapat dilakukan dengan prinsip
matching atau tanpa matching.
(4) Instruksi Setelmen atas transaksi titipan (future date
transaction) dapat dilakukan dengan tanggal valuta
Setelmen paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal
pengiriman instruksi Setelmen.
Pasal 100
(1) Setiap instruksi Setelmen memiliki communication
reference yang merupakan kode unik dalam pengiriman
instruksi Setelmen.
(2) Communication reference diisi dengan nomor referensi
pelaporan transaksi yang diperoleh dari penerima laporan
transaksi efek (PLTE).
(3) Dalam hal transaksi yang dilakukan Peserta tidak harus
dilaporkan melalui PLTE, pengisian communication
reference dilakukan dengan mengacu pada format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini.
(4) Communication reference yang telah digunakan tidak dapat
digunakan kembali selama:
a. Setelmen belum berhasil dilakukan;
b. instruksi Setelmen masuk dalam antrian atau belum
dibatalkan; atau
c. Setelmen atas transaksi second leg belum jatuh
waktu.
91
Pasal 101
(1) Pemrosesan instruksi Setelmen pada BI-SSSS dilakukan
dengan mempertimbangkan paling sedikit:
a. kecukupan saldo di Rekening Surat Berharga atau
subrekening Surat Berharga milik Peserta atau pihak
pemilik Rekening Surat Berharga;
b. kecukupan saldo di Rekening Setelmen Dana milik
Peserta atau Bank Pembayar;
c. tingkat prioritas transaksi di BI-SSSS dan Sistem BI-
RTGS;
d. urutan transaksi yang dikirimkan ke BI-SSSS;
e. batas Setelmen Dana (settlement limit);
f. periode waktu kegiatan yang telah ditetapkan oleh
Penyelenggara;
g. status kepesertaan Peserta di BI-SSSS;
h. status kepesertaan Peserta dan/atau Bank Pembayar
di Sistem BI-RTGS; dan
i. batas waktu terakhir Surat Berharga atau instrumen
keuangan lain, yang setelmennya dapat dilakukan
melalui BI-SSSS.
(2) Penyelenggara menetapkan prioritas Setelmen Surat
Berharga pada BI-SSSS sebagai berikut:
a. high priority;
b. normal priority; dan
c. low priority.
(3) Peserta dapat menentukan waktu pelaksanaan Setelmen
dilakukan sebagai berikut:
a. waktu paling awal Setelmen dilakukan; dan/atau
b. waktu paling akhir Setelmen dilakukan.
Pasal 102
(1) Penyelesaian instruksi Setelmen yang masuk dalam
mekanisme antrian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
91 ayat (4) dilakukan dengan prinsip:
a. first in first out (FIFO) untuk Setelmen Surat Berharga
atas transaksi outright, transfer, dan Surat Berharga
yang dipinjamkan dalam transaksi SLB; dan
92
b. first available first out (FAFO) untuk Setelmen Surat
Berharga atas transaksi repo, pledge, dan Surat
Berharga yang dijaminkan dalam transaksi SLB.
(2) Penyelesaian instruksi Setelmen yang berada dalam
mekanisme antrian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
91 ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan
setelmen dana seketika melalui Sistem BI-RTGS.
(3) Pelaksanaan Setelmen dalam mekanisme antrian dengan
prinsip FIFO sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Setelmen grup low priority dilakukan setelah
Setelmen pada grup high priority dan normal priority
berhasil dilakukan;
b. Setelmen grup normal priority dilakukan setelah
Setelmen pada grup high priority berhasil dilakukan;
c. instruksi Setelmen yang berada dalam mekanisme
antrian akan dibatalkan secara otomatis oleh sistem
pada awal periode cut-off warning BI-SSSS atau
waktu yang telah ditetapkan; dan
d. Peserta dapat melakukan pengelolaan prioritas untuk
grup normal priority dan low priority.
(4) Pengelolaan prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf d dilakukan dengan mekanisme sebagai berikut:
a. reordering;
b. reprioritization; dan
c. cancellation.
Pasal 103
(1) Peserta dapat melakukan pembatalan instruksi Setelmen
atas transaksi Surat Berharga sepanjang belum dilakukan
Setelmen atas transaksi Surat Berharga.
(2) Pembatalan instruksi Setelmen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), dilakukan dengan mekanisme sebagai
berikut:
93
a. pembatalan instruksi Setelmen dilakukan oleh
Peserta secara sepihak dalam hal lawan transaksi
belum melakukan pengiriman instruksi Setelmen
atau data instruksi Setelmen yang dikirim oleh kedua
belah pihak belum matching; atau
b. pembatalan instruksi Setelmen dilakukan oleh
Peserta berdasarkan kesepakatan dari kedua belah
pihak dalam hal status Setelmen sudah matching
namun masih dalam mekanisme antrian.
Paragraf 5
Penunjukan Bank Pembayar
Pasal 104
Peserta yang tidak memiliki Rekening Setelmen Dana dan Sub-
Registry harus menunjuk Bank Pembayar untuk melakukan
Setelmen Dana.
Pasal 105
(1) Peserta dan Sub-Registry sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 104 dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) Bank
Pembayar untuk keperluan Setelmen Dana dalam mata
uang rupiah atas Transaksi Pasar Keuangan.
(2) Penunjukan Bank Pembayar sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan menyampaikan surat
penunjukan Bank Pembayar kepada Penyelenggara yang
dilengkapi dengan surat konfirmasi dari Bank Pembayar.
Pasal 106
(1) Bank Pembayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105
melakukan pengelolaan batas dana yang dapat digunakan
untuk Setelmen Dana (settlement limit) bagi Peserta
dan/atau Sub-Registry yang menunjuk Bank Pembayar
tersebut.
94
(2) Pengelolaan batas dana yang dapat digunakan untuk
Setelmen Dana (settlement limit) sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. penetapan batas dana yang dapat digunakan untuk
Setelmen Dana (settlement limit) dilakukan
berdasarkan kesepakatan Bank Pembayar dengan
Peserta atau Sub-Registry yang menunjuk;
b. batas dana yang dapat digunakan untuk Setelmen
Dana (settlement limit) dapat bertambah atau
berkurang sesuai dengan Setelmen Dana atas
transaksi Peserta atau Sub-Registry yang menunjuk;
dan
c. Bank Pembayar harus memantau batas dana yang
digunakan untuk Setelmen Dana (settlement limit).
Paragraf 6
Pengelolaan Surat Berharga Yang Dijadikan Sebagai Jaminan
(Collateral Management) oleh Penyelenggara
Pasal 107
Penyelenggara menetapkan parameter pengelolaan Surat
Berharga yang dijadikan sebagai jaminan (collateral
management) untuk pelaksanaan Setelmen atas transaksi yang
dilakukan dengan Bank Indonesia.
Paragraf 7
Pembayaran Kupon/Bunga atau Imbalan Surat Berharga atau
Instrumen Keuangan Lain
Pasal 108
(1) Penyelenggara melakukan pembayaran kupon/bunga
atau imbalan pada tanggal pembayaran kupon/bunga
atau imbalan dengan mendebit Rekening Setelmen Dana
penerbit dan mengkredit Rekening Setelmen Dana Peserta
atau Bank Pembayar, sebesar nilai kupon/bunga atau
imbalan.
95
(2) Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan:
a. perhitungan dan tingkat kupon/bunga atau imbalan;
dan
b. posisi pencatatan kepemilikan Surat Berharga atau
instrumen keuangan lain di BI-SSSS pada akhir hari
tanggal batas waktu penetapan penerima
kupon/bunga atau imbalan,
sesuai dengan ketentuan dan persyaratan masing-masing
seri Surat Berharga atau instrumen keuangan lain.
(3) Dalam hal terdapat re-routing kupon/bunga atau imbalan,
re-routing kupon/bunga atau imbalan kepada Peserta
dilakukan sesuai dengan jenis dan tipe transaksi Surat
Berharga yang dilakukan Peserta.
(4) Dalam hal tanggal pembayaran kupon/bunga atau
imbalan Surat Berharga dan instrumen keuangan lain
merupakan hari libur maka pelaksanaan pembayaran
kupon/bunga atau imbalan dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
Pasal 109
(1) Sub-Registry wajib meneruskan pembayaran
kupon/bunga atau imbalan kepada nasabah pemilik Surat
Berharga atau instrumen keuangan lain pada tanggal yang
sama dengan tanggal pembayaran kupon/bunga atau
imbalan oleh Penyelenggara.
(2) Dalam hal Sub-Registry tidak meneruskan pembayaran
kupon/bunga atau imbalan pada tanggal yang sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sub-Registry harus
membayar kompensasi kepada nasabah pemilik Surat
Berharga atau instrumen keuangan lain sesuai
kesepakatan Sub-Registry dan nasabah.
96
Paragraf 8
Pelunasan Pokok/Nilai Nominal Surat Berharga atau
Instrumen Keuangan Lain
Pasal 110
(1) Pelunasan pokok/nilai nominal Surat Berharga atau
instrumen keuangan lain dilakukan pada saat jatuh waktu
atau sebelum jatuh waktu (early redemption) sesuai
dengan ketentuan dan persyaratan masing-masing seri
Surat Berharga atau instrumen keuangan lain.
(2) Pelunasan pokok/nilai nominal Surat Berharga atau
instrumen keuangan lain pada saat jatuh waktu atau
sebelum jatuh waktu (early redemption) dilakukan dengan
mekanisme Setelmen sebagaimana tercantum dalam
Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
(3) Dalam hal tanggal pelunasan pokok/nilai nominal Surat
Berharga atau instrumen keuangan lain merupakan hari
libur maka pelaksanaan pelunasan pokok/nilai nominal
Surat Berharga dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Pasal 111
(1) Dalam hal pelunasan pokok/nilai nominal Surat Berharga
atau instrumen keuangan lain dilakukan sebelum jatuh
waktu (early redemption), Peserta yang menjual Surat
Berharga atau instrumen keuangan lain harus memiliki
saldo pada Rekening Surat Berharga yang mencukupi
sejumlah pokok/nilai nominal seri Surat Berharga atau
instrumen keuangan lain yang akan dilunasi.
(2) Pembayaran pelunasan pokok/nilai nominal Surat
Berharga atau instrumen keuangan lain sebelum jatuh
waktu (early redemption) dilakukan sebesar nilai Setelmen
Dana yang disepakati oleh Peserta dan penerbit Surat
Berharga atau instrumen keuangan lain.
97
Pasal 112
(1) Sub-Registry wajib meneruskan pembayaran pelunasan
pokok/nilai nominal Surat Berharga atau instrumen
keuangan lain kepada nasabah pemilik Surat Berharga
pada tanggal yang sama dengan tanggal pelunasan
pokok/nilai nominal Surat Berharga atau instrumen
keuangan lain oleh Penyelenggara.
(2) Dalam hal Sub-Registry tidak meneruskan pembayaran
pelunasan pokok/nilai nominal Surat Berharga atau
instrumen keuangan lain pada tanggal yang sama
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sub-Registry harus
membayar kompensasi kepada nasabah pemilik Surat
Berharga atau instrumen keuangan lain sesuai
kesepakatan Sub-Registry dan nasabah.
Paragraf 9
Laporan Setelmen dan Laporan Posisi Rekening Surat
Berharga
Pasal 113
(1) Peserta memperoleh laporan Setelmen dan laporan posisi
harian Rekening Surat Berharga dari Penyelenggara setiap
akhir hari saat tutup sistem.
(2) Peserta dapat meminta kepada Penyelenggara laporan
Setelmen, laporan posisi Rekening Surat Berharga, dan
laporan lain yang tersedia pada BI-SSSS selama waktu
operasional BI-SSSS.
(3) Dalam hal terjadi perbedaan posisi harian Rekening Surat
Berharga yang tercatat di sistem Peserta dengan sistem
Penyelenggara maka yang digunakan dan berlaku adalah
posisi harian Rekening Surat Berharga yang tercatat di
sistem Penyelenggara.
98
Bagian Kelima
Penatausahaan Transaksi Pasar Keuangan
Paragraf 1
Setelmen atas Transaksi Pasar Sekunder Antar-Peserta
Pasal 114
Peserta pemilik Rekening Surat Berharga dapat mengirimkan
instruksi Setelmen atas transaksi Surat Berharga di pasar
sekunder melalui BI-SSSS untuk transaksi Surat Berharga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2).
Pasal 115
(1) Instruksi Setelmen atas transaksi Surat Berharga antar-
Peserta dilakukan dengan prinsip matching sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 99 ayat (3).
(2) Pengiriman instruksi Setelmen sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh kedua Peserta dengan meng-
input dan mengirim instruksi Setelmen.
(3) Instruksi Setelmen sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan oleh Peserta berdasarkan suatu perintah
pembukuan atau perintah penyelesaian transaksi Surat
Berharga sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh
masing-masing Peserta.
Pasal 116
Pelaksanaan Setelmen atas Transaksi Pasar Sekunder antar-
Peserta dilakukan dengan mekanisme Setelmen sebagaimana
tercantum dalam Lampiran X.
Pasal 117
(1) Dalam hal Setelmen atas transaksi pengagunan (pledge)
dilakukan untuk pinjaman likuiditas jangka pendek dari
Bank Indonesia maka Peserta sebagai pemberi agunan dan
Bank Indonesia sebagai penerima agunan mengirimkan
instruksi Setelmen atas transaksi pengagunan (pledge)
tipe 1.
99
(2) Dalam hal Peserta merupakan Bank Konvensional dan
akan menggunakan Surat Berharga milik UUS maka
pengiriman instruksi Setelmen atas transaksi pengagunan
(pledge) tipe 1 dilakukan oleh UUS sebagai pemberi
agunan dan Bank Indonesia sebagai penerima agunan.
(3) Setelmen second leg atas transaksi pengagunan (pledge)
tipe 1 dapat dilakukan apabila Peserta telah memenuhi
persyaratan penarikan (release) agunan sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
pinjaman likuiditas jangka pendek.
(4) Dalam hal dilakukan eksekusi agunan pinjaman likuiditas
jangka pendek maka Peserta dan Bank Indonesia
melakukan pembatalan Setelmen second leg (cancel
second leg) atas transaksi pengagunan (pledge).
Paragraf 2
Setelmen atas Transaksi Pasar Keuangan yang dilakukan
melalui Sistem BI-ETP
Pasal 118
Sistem BI-ETP dapat mengirimkan instruksi Setelmen atas
Transaksi Pasar Keuangan yang dilakukan melalui Sistem BI-
ETP.
Pasal 119
(1) Instruksi Setelmen atas Transaksi Pasar Keuangan yang
dilakukan melalui Sistem BI-ETP dilakukan dengan
prinsip tanpa matching sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 99 ayat (3).
(2) Transaksi Pasar Keuangan yang dilakukan melalui Sistem
BI-ETP dapat dilakukan dengan underlying Surat
Berharga atau tanpa underlying Surat Berharga.
(3) Instruksi Setelmen atas Transaksi Pasar Keuangan yang
dilakukan melalui Sistem BI-ETP yaitu:
a. transaksi pinjam meminjam dalam rangka transaksi
PUAB dan PUAS; dan
100
b. transaksi pasar sekunder antar-Peserta.
(4) Pelaksanaan Setelmen atas Transaksi Pasar Keuangan
yang dilakukan melalui Sistem BI-ETP dilakukan dengan
mekanisme Setelmen sebagaimana tercantum dalam
Lampiran X.
(5) Pelaksanaan Setelmen atas transaksi PUAS sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta pengelola dana melakukan pencatatan term
and condition instrumen PUAS yang menjadi dasar
transaksi PUAS melalui BI-SSSS; dan
b. pelaksanaan Setelmen atas transaksi PUAS
dilakukan setelah pencatatan instrumen PUAS
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dilaksanakan.
(6) Pada tanggal transaksi PUAB atau PUAS jatuh waktu
(second leg) atas transaksi pasar sekunder antar-Peserta
maka Setelmen second leg dilakukan berdasarkan
persetujuan dari:
a. Peserta peminjam dana untuk PUAB; atau
b. Peserta pengelola dana untuk PUAS,
dengan melakukan otorisasi atas instruksi Setelmen yang
diterimanya.
(7) Dalam hal tanggal transaksi PUAB atau PUAS jatuh waktu
(second leg) merupakan hari libur maka pelaksanaan
Setelmen second leg dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Paragraf 3
Setelmen atas Transaksi Second Leg Sebelum Jatuh Waktu
(Early Termination) dan Setelmen Perpanjangan Jangka Waktu
Transaksi
Pasal 120
Peserta dapat melakukan Setelmen sebelum jatuh waktu (early
termination) atas transaksi second leg atau perpanjangan
jangka waktu transaksi dengan ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan berdasarkan kesepakatan antar-Peserta yang
bertransaksi; dan
101
b. dilakukan oleh Peserta yang bertransaksi melalui BI-SSSS
dengan mengubah tanggal Setelmen second leg paling
lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu
Setelmen second leg.
Paragraf 4
Penyelesaian Kegagalan Setelmen Second Leg atas Transaksi
Antar-Peserta
Pasal 121
(1) Setelmen second leg atas transaksi antar-Peserta
dinyatakan gagal dalam hal saldo pada Rekening Setelmen
Dana dan/atau Rekening Surat Berharga untuk
pelaksanaan transaksi second leg jatuh waktu tidak
mencukupi sampai dengan awal periode cut-off warning
BI-SSSS atau batas waktu Setelmen yang ditetapkan.
(2) Penyelesaian lebih lanjut atas kegagalan Setelmen second
leg sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. BI-SSSS melakukan perpanjangan jangka waktu
transaksi secara otomatis dengan jangka waktu 1
(satu) hari kerja;
b. BI-SSSS melakukan pelaksanaan Setelmen second
leg pada hari kerja berikutnya; dan
c. perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a
dilakukan sampai dengan Setelmen second leg
berhasil dilakukan atau dilakukan pembatalan
second leg (cancel second leg).
Paragraf 5
Pembatalan Second Leg (Cancel Second Leg) atas Transaksi
Antar-Peserta
Pasal 122
(1) Pembatalan second leg (cancel second leg) dilakukan
berdasarkan kesepakatan antar-Peserta.
102
(2) Pembatalan second leg (cancel second leg) oleh Peserta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut:
a. Peserta yang menyerahkan Surat Berharga sebagai
jaminan mengirimkan instruksi pembatalan second
leg melalui BI-SSSS; dan
b. Peserta lawan transaksi yang menerima Surat
Berharga sebagai jaminan memberikan persetujuan
pembatalan second leg (cancel second leg) dengan
melakukan otorisasi atas instruksi yang diterimanya.
Pasal 123
(1) Penyelenggara membatalkan second leg (cancel second leg)
apabila Surat Berharga yang ditransaksikan memasuki
batas waktu untuk dapat ditransaksikan namun Peserta
tidak melakukan pembatalan second leg (cancel second
leg).
(2) Penyelenggara dapat melakukan pembatalan second leg
(cancel second leg) berdasarkan:
a. permintaan salah satu Peserta yang bertransaksi atas
dasar kuasa pembatalan dari Peserta lawan
transaksi;
b. permintaan lembaga pengawas yang berwenang; atau
c. putusan pengadilan dan/atau lembaga arbitrase yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap, yang
mengakibatkan second leg harus dibatalkan.
(3) Pembatalan berdasarkan permintaan salah satu Peserta
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan
berdasarkan putusan pengadilan sebagaimana dimaksud
ayat (2) huruf c dilakukan dengan prosedur:
a. Peserta mengajukan permohonan pembatalan second
leg (cancel second leg) secara tertulis melalui surat
disertai dengan dokumen pendukung kepada
Penyelenggara yang dapat didahului dengan
administrative message dan/atau faksimile;
103
b. surat sebagaimana dimaksud dalam huruf a
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari
Peserta yang memiliki spesimen tanda tangan di
Penyelenggara dengan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II.Y yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota
Dewan Gubernur ini;
c. dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, berupa:
1. bukti transaksi;
2. surat kuasa dari Peserta lawan transaksi;
dan/atau
3. putusan pengadilan atau putusan arbitrase yang
mengakibatkan transaksi second leg harus
dibatalkan;
d. dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a disetujui, Penyelenggara melakukan
pembatalan second leg (cancel second leg) atas
transaksi Peserta yang bersangkutan; dan
e. Penyelenggara menyampaikan informasi pelaksanaan
pembatalan second leg (cancel second leg) kepada
kedua belah pihak Peserta yang bertransaksi melalui
surat, administrative message, dan/atau sarana lain.
Pasal 124
(1) Dalam hal dilakukan pembatalan second leg (cancel second
leg) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 dan Pasal
123, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Setelmen first leg dianggap sebagai Setelmen atas
transaksi outright; dan
b. dalam hal first leg berupa Setelmen repo CB dan
pengagunan (pledge), pembatalan second leg
dilakukan dengan pemindahan Surat Berharga yang
menjadi jaminan kepada penerima jaminan.
(2) Pelaksanaan pemindahan jaminan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan mekanisme
Setelmen sebagaimana tercantum dalam Lampiran X.
104
Paragraf 6
Pengelolaan Surat Berharga yang Dijadikan Sebagai Jaminan
(Collateral Management) oleh Peserta
Pasal 125
(1) Peserta dapat menetapkan kriteria Surat Berharga yang
dijadikan sebagai jaminan transaksi secara bilateral.
(2) Dalam pengelolaan Surat Berharga yang dijadikan sebagai
jaminan (collateral management), Peserta dapat
menetapkan potongan harga (haircut) Surat Berharga
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. haircut yang ditetapkan oleh Peserta pemberi agunan
harus lebih tinggi atau sama dengan yang ditetapkan
oleh Peserta penerima agunan; dan
b. dalam hal terdapat perbedaan haircut antara Peserta
penerima agunan dengan Peserta pemberi agunan
maka haircut yang digunakan yaitu haircut yang
ditetapkan Peserta penerima agunan.
(3) Peserta dapat melakukan penggantian Surat Berharga
yang sedang digunakan sebagai jaminan (collateral
substitution) untuk transaksi antar-Peserta dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. dilakukan sebelum tanggal second leg;
b. dilakukan berdasarkan kesepakatan antar-Peserta;
dan
c. Surat Berharga pengganti memenuhi kriteria
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ketentuan
potongan harga (haircut) sebagaimana dimaksud
pada ayat (2).
105
Bagian Keenam
Penatausahaan Transaksi Operasi Moneter dan Operasi
Moneter Syariah
Paragraf 1
Penatausahaan Transaksi Operasi Moneter dan Operasi
Moneter Syariah untuk Absorpsi Likuiditas
Pasal 126
Setelmen atas transaksi operasi moneter dan operasi moneter
syariah untuk absorpsi likuiditas di pasar uang terdiri atas:
a. Setelmen atas transaksi penerbitan Surat Berharga oleh
Bank Indonesia;
b. Setelmen atas transaksi penempatan dana; dan
c. Setelmen atas transaksi pasar sekunder.
Pasal 127
(1) Pelaksanaan Setelmen atas transaksi operasi moneter dan
operasi moneter syariah untuk absorpsi likuiditas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 dilakukan secara
DvP.
(2) Pelaksanaan Setelmen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan sesuai dengan urutan instruksi Setelmen.
(3) Setelmen tidak dapat dilakukan selama saldo Rekening
Setelmen Dana dan/atau saldo Rekening Surat Berharga
tidak mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen
atas transaksi operasi moneter dan operasi moneter
syariah atau awal periode cut-off warning BI-SSSS.
Pasal 128
Pelaksanaan Setelmen jatuh waktu atas operasi moneter dan
operasi moneter syariah mulai dilakukan pada awal hari yang
meliputi:
a. Setelmen jatuh waktu untuk pelunasan Surat Berharga
dan penempatan dana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 126 huruf a dan huruf b; dan
106
b. Setelmen second leg transaksi di pasar sekunder
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 126 huruf c.
Pasal 129
Setelmen atas transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
126 dan Pasal 128, dilakukan dengan mekanisme Setelmen
sebagaimana tercantum dalam Lampiran X.
Paragraf 2
Penatausahaan Transaksi Operasi Moneter dan Operasi
Moneter Syariah untuk Injeksi Likuiditas
Pasal 130
(1) Pelaksanaan Setelmen atas transaksi operasi moneter dan
operasi moneter syariah untuk injeksi likuiditas di pasar
uang dilakukan secara DvP.
(2) Pelaksanaan Setelmen dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai dengan urutan instruksi Setelmen.
(3) Setelmen tidak dapat dilakukan selama saldo Rekening
Setelmen Dana dan/atau saldo Rekening Surat Berharga
tidak mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen
transaksi operasi moneter dan operasi moneter syariah
atau awal periode cut-off warning BI-SSSS.
Pasal 131
Pelaksanaan Setelmen jatuh waktu atas operasi moneter dan
operasi moneter syariah mulai dilakukan pada awal hari.
Pasal 132
Setelmen atas transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
130 dan Pasal 131, dilakukan dengan mekanisme Setelmen
sebagaimana tercantum dalam Lampiran X.
107
Paragraf 3
Pelaksanaan Pembebanan atas Pengenaan Sanksi
Administratif Kewajiban Membayar untuk Operasi Moneter
dan Operasi Moneter Syariah
Pasal 133
Penyelenggara mendebit Rekening Setelmen Dana Peserta atau
Bank Pembayar untuk pembebanan atas pengenaan sanksi
administratif berupa kewajiban membayar sesuai dengan
ketentuan yang mengatur mengenai operasi moneter dan
operasi moneter syariah.
Bagian Ketujuh
Penatausahaan Transaksi SBN Atas Nama Pemerintah
Paragraf 1
Setelmen atas Transaksi SBN Atas Nama Pemerintah
Pasal 134
Penyelenggara melakukan Setelmen atas transaksi SBN atas
nama Pemerintah yang meliputi:
a. transaksi penerbitan SBN yang dilakukan melalui lelang
oleh Bank Indonesia;
b. transaksi penerbitan SBN yang tidak dilakukan melalui
lelang oleh Bank Indonesia;
c. transaksi pembelian kembali (buyback) dengan cara tunai
atau penukaran (debt switching); dan
d. transaksi peminjaman SBN oleh Dealer Utama.
Paragraf 2
Setelmen atas Transaksi Penerbitan SBN
Pasal 135
(1) Pelaksanaan Setelmen atas transaksi penerbitan SBN
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 huruf a
dilakukan secara DvP.
108
(2) Pelaksanaan Setelmen atas transaksi penerbitan SBN
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 huruf b
dilakukan secara DvP atau melalui mekanisme lain yang
ditetapkan oleh Pemerintah.
(3) Pelaksanaan Setelmen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2) dilakukan secara FIFO sesuai dengan
urutan instruksi Setelmen.
(4) Setelmen tidak dapat dilakukan selama saldo Rekening
Setelmen Dana Peserta atau Rekening Setelmen Dana
Bank Pembayar tidak mencukupi sampai dengan batas
waktu Setelmen transaksi penerbitan SBN atau awal
periode cut-off warning BI-SSSS.
Pasal 136
Setelmen atas transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal
135, dilakukan dengan mekanisme Setelmen sebagaimana
tercantum dalam Lampiran X.
Paragraf 3
Setelmen atas Transaksi Pembelian Kembali SBN oleh
Pemerintah (Buyback)
Pasal 137
Penyelenggara melakukan Setelmen atas transaksi pembelian
kembali SBN oleh Pemerintah (buyback) yang dilakukan
dengan cara tunai atau dengan cara penukaran (debt
switching).
Pasal 138
(1) Pelaksanaan Setelmen atas transaksi pembelian kembali
SBN oleh Pemerintah (buyback) sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 137 dilakukan secara DvP atau melalui
mekanisme lain yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2) Pelaksanaan Setelmen sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan secara FIFO sesuai dengan urutan instruksi
Setelmen.
109
(3) Setelmen tidak dapat dilakukan selama saldo Rekening
Surat Berharga Peserta dan/atau saldo Rekening Setelmen
Dana Peserta atau Rekening Setelmen Dana Bank Pembayar
tidak mencukupi sampai dengan batas waktu Setelmen
transaksi pembelian kembali SBN oleh Pemerintah
(buyback) atau awal periode cut-off warning BI-SSSS.
Pasal 139
Setelmen atas transaksi pembelian kembali SBN oleh
Pemerintah (buyback) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137,
dilakukan dengan mekanisme Setelmen sebagaimana
tercantum dalam Lampiran X.
Paragraf 4
Setelmen Peminjaman SBN Oleh Dealer Utama
Pasal 140
(1) Setelmen peminjaman SBN oleh Dealer Utama dilakukan
dengan menggunakan mekanisme Setelmen atas transaksi
SLB tipe 1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3)
huruf a.
(2) Setelmen atas transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dilakukan dengan mekanisme Setelmen sebagaimana
tercantum dalam Lampiran X.
Bagian Kedelapan
Penatausahaan Surat Berharga untuk FLI
Paragraf 1
Penatausahaan Surat Berharga untuk FLI Pada Sistem BI-
RTGS
Pasal 141
(1) Untuk penggunaan FLI pada Sistem BI-RTGS, Peserta
harus menyediakan Surat Berharga sesuai dengan
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai
fasilitas likuiditas intrahari.
110
(2) Peserta dapat melakukan release Surat Berharga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling banyak
sebesar nilai nominal yang tidak digunakan untuk
menjamin penggunaan FLI.
(3) Penyediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
penarikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
selama periode waktu kegiatan yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
(4) Penyediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
penarikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
sesuai dengan mekanisme Setelmen sebagaimana
tercantum dalam Lampiran X.
Pasal 142
(1) Penyelenggara menghitung dan menetapkan nilai tunai
(cash value) atas Surat Berharga yang tercatat pada
rekening FLI.
(2) Nilai tunai (cash value) sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) akan menjadi batas paling tinggi (limit) FLI yang dapat
digunakan oleh Peserta melalui Sistem BI-RTGS.
Pasal 143
(1) Peserta dapat melakukan pelunasan penggunaan FLI
melalui BI-SSSS selama periode waktu kegiatan Setelmen
pelunasan FLI yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
(2) Pelunasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sebesar nilai penggunaan FLI untuk setiap transaksi
penggunaan FLI di Sistem BI-RTGS.
(3) Dalam hal Peserta belum melunasi penggunaan FLI
sampai dengan berakhirnya periode waktu kegiatan
Setelmen pelunasan FLI, Penyelenggara akan melakukan
Setelmen pelunasan FLI sebesar penggunaan FLI yang
belum dilunasi dengan mendebit Rekening Setelmen Dana
Peserta di Sistem BI-RTGS.
111
Paragraf 2
Konversi Penggunaan FLI yang Belum Dilunasi Menjadi
Transaksi Lending Facility atau Financing Facility dengan
Bank Indonesia
Pasal 144
(1) Dalam hal Rekening Setelmen Dana Peserta di Sistem BI-
RTGS tidak mencukupi untuk melunasi penggunaan FLI
maka Penyelenggara melakukan konversi penggunaan
FLI yang belum dilunasi menjadi transaksi lending
facility atau financing facility dengan Bank Indonesia.
(2) Penyelenggara menetapkan Surat Berharga yang
menjadi agunan atas transaksi lending facility atau
financing facility dengan urutan prioritas sebagai
berikut:
a. tipe Surat Berharga yaitu:
1. Surat Berharga yang diterbitkan oleh Bank
Indonesia; dan/atau
2. SBN; dan
b. sisa jangka waktu Surat Berharga yang lebih
pendek untuk Surat Berharga yang sama.
(3) Pelunasan atas transaksi lending facility atau financing
facility sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan
sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur
mengenai:
a. koridor suku bunga (standing facilities);
b. tata cara transaksi repo sertifikat Bank Indonesia
syariah dengan Bank Indonesia; dan
c. tata cara transaksi repo surat berharga syariah
negara dengan Bank Indonesia.
(4) Mekanisme konversi atas transaksi lending facility atau
financing facility dilakukan sesuai dengan mekanisme
Setelmen sebagaimana tercantum dalam Lampiran X.
112
Bagian Kesembilan
Penatausahaan Surat Berharga Nasabah
Paragraf 1
Penatausahaan Surat Berharga Nasabah oleh Sub-Registry
Pasal 145
(1) Setiap pihak yang tidak memiliki Rekening Surat Berharga di
Central Registry, harus menunjuk Sub-Registry untuk
melakukan penatausahaan Surat Berharga yang dimilikinya.
(2) Pencatatan kepemilikan Surat Berharga pada Rekening
Surat Berharga Sub-Registry di Central Registry bersifat
global (omnibus account).
(3) Pencatatan Surat Berharga yang dimiliki nasabah
dilakukan tersendiri pada sistem yang dimiliki oleh Sub-
Registry.
(4) Dalam hal Sub-Registry telah melakukan setelmen
antarnasabah (inhouse transfer) atas transaksi repo CB
atau pengagunan (pledge) pada sistem Sub-Registry maka
Sub-Registry harus melakukan pemindahbukuan Surat
Berharga yang ditransaksikan sesuai mekanisme
Setelmen sebagaimana tercantum dalam Lampiran X.
Pasal 146
(1) Dalam hal nasabah Sub-Registry berupa Dealer Utama non-
Bank atau peserta lelang SBSN non-Bank, Sub-Registry
dapat membuka Rekening Surat Berharga di BI-SSSS
untuk dan atas nama Dealer Utama non-Bank atau peserta
lelang SBSN non-Bank yang digunakan khusus untuk
pelaksanaan Setelmen hasil lelang SBN di pasar perdana.
(2) Sub-Registry harus memindahkan Surat Berharga hasil
lelang SBN dari Rekening Surat Berharga Dealer Utama
non-Bank atau peserta lelang SBSN non-Bank
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke Rekening Surat
Berharga Sub-Registry di BI-SSSS yang bersifat global
(omnibus account) sebagaimana dimaksud dalam Pasal
145 ayat (2), segera setelah Setelmen hasil lelang SBN
dilakukan.
113
Pasal 147
(1) Sub-Registry harus mengajukan permohonan tertulis
kepada Penyelenggara untuk pembukaan Rekening Surat
Berharga atas nama Dealer Utama non-Bank atau peserta
lelang SBSN non-Bank yang dilampiri dokumen sebagai
berikut:
a. informasi Dealer Utama non-Bank atau peserta lelang
SBSN non-Bank, yang paling sedikit memuat nama
dan nomor single investor identity yang digunakan di
pasar modal;
b. fotokopi surat penunjukan sebagai Dealer Utama
non-Bank atau peserta lelang SBSN non-Bank dari
Menteri Keuangan; dan
c. surat pernyataan dari Dealer Utama non-Bank atau
peserta lelang SBSN non-Bank yang menyatakan
bahwa Dealer Utama non-Bank atau peserta lelang
SBSN non-Bank merupakan nasabah dari Sub-
Registry.
(2) Surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus ditandatangani pejabat yang memiliki spesimen
tanda tangan di Penyelenggara.
(3) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Penyelenggara akan melakukan pembukaan
Rekening Surat Berharga atas nama Dealer Utama non-
Bank atau peserta lelang SBSN non-Bank paling lama 7
(tujuh) hari kerja terhitung sejak dokumen diterima secara
lengkap.
Paragraf 2
Sarana Pelaporan bagi Sub-Registry
Pasal 148
Penyelenggara menyediakan SI BI-SSSS bagi Sub-Registry
sebagai sarana pelaporan dan rekonsiliasi data BI-SSSS terkait
penatausahaan nasabah.
114
Pasal 149
Pengelolaan dan kewenangan penggunaan SI BI-SSSS diatur
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Penyelenggara memberikan user-ID dan password
administrator kepada setiap Sub-Registry untuk akses
terhadap aplikasi SI BI-SSSS;
b. administrator sebagaimana dimaksud dalam huruf a
memiliki kewenangan sebagai berikut:
1. membuat user setingkat administrator; dan
2. melakukan kegiatan menambah, menghapus, reset
password untuk user dan user group; dan
c. Sub-Registry dapat mengajukan permohonan reset
password kepada Penyelenggara melalui administrative
message BI-SSSS atau dengan menyampaikan
permintaan tertulis yang ditandatangani oleh pengelola
Sub-Registry.
Paragraf 3
Pelaporan Sub-Registry
Pasal 150
(1) Sub-Registry wajib menyampaikan laporan
penatausahaan Surat Berharga nasabah kepada
Penyelenggara.
(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
laporan berkala dan laporan sewaktu-waktu yang terdiri atas:
a. laporan harian;
b. laporan bulanan;
c. laporan Setelmen atas transaksi penerbitan Surat
Berharga;
d. laporan Setelmen atas transaksi buyback/debt
switching; dan
e. laporan data nasabah.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
disampaikan melalui SI BI-SSSS dengan mengacu pada
tata cara dan format laporan sebagaimana tercantum
dalam Lampiran VI.
115
Pasal 151
(1) Ketentuan penyampaian laporan harian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 150 ayat (2) huruf a diatur sebagai
berikut:
a. Sub-Registry wajib menyampaikan laporan secara
harian pada hari yang sama dengan tanggal Setelmen;
b. laporan harian sebagaimana dimaksud dalam huruf
a terdiri atas:
1. laporan Setelmen atas transaksi antarnasabah
dalam Sub-Registry yang sama (inhouse transfer);
dan/atau
2. laporan informasi data nasabah atas Setelmen
atas transaksi Surat Berharga yang dilakukan
melalui BI-SSSS; dan
c. dalam hal informasi data nasabah sebagaimana
dimaksud dalam huruf b tidak terdaftar dalam
database nasabah di SI BI-SSSS maka Sub-Registry
dianggap tidak melengkapi data nasabah
sebagaimana dimaksud pada Pasal 70 huruf g.
(2) Ketentuan penyampaian laporan bulanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 150 ayat (2) huruf b diatur sebagai
berikut:
a. Sub-Registry wajib menyampaikan laporan bulanan
paling lama 3 (tiga) hari kerja pada awal bulan
berikutnya; dan
b. laporan bulanan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a memuat informasi posisi kepemilikan Surat
Berharga nasabah Sub-Registry pada akhir bulan
yang disampaikan melalui SI BI-SSSS.
(3) Ketentuan penyampaian laporan Setelmen atas transaksi
penerbitan Surat Berharga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 150 ayat (2) huruf c diatur sebagai berikut:
a. Sub-Registry wajib menyampaikan laporan Setelmen
atas transaksi penerbitan Surat Berharga pada hari
yang sama dengan tanggal Setelmen transaksi
penerbitan Surat Berharga atas nasabah yang
tercatat di Sub-Registry; dan
116
b. laporan Setelmen atas transaksi penerbitan Surat
Berharga sebagaimana dimaksud dalam huruf a
memuat informasi hasil Setelmen atas transaksi
penerbitan Surat Berharga atas nasabah yang
tercatat di Sub-Registry.
(4) Ketentuan penyampaian laporan Setelmen atas transaksi
buyback/debt switching sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 150 ayat (2) huruf d diatur sebagai berikut:
a. Sub-Registry wajib menyampaikan laporan Setelmen
atas transaksi buyback/debt switching atas nasabah
yang tercatat di Sub-Registry pada hari yang sama
dengan tanggal Setelmen transaksi buyback/debt
switching; dan
b. laporan Setelmen atas transaksi buyback/debt
switching memuat informasi hasil Setelmen atas
transaksi buyback/debt switching atas nasabah yang
tercatat di Sub-Registry.
(5) Laporan data nasabah sebagaimana dimaksud dalam 150
ayat (2) huruf e disampaikan oleh Sub-Registry untuk
pengisian database nasabah di SI BI-SSSS, yang berisi:
a. data nasabah baru; dan/atau
b. perubahan data nasabah.
Pasal 152
(1) Dalam hal terdapat kesalahan dalam pelaporan maka Sub-
Registry wajib melakukan koreksi atas laporan yang
disampaikan kepada Penyelenggara.
(2) Koreksi atas laporan yang disampaikan Sub-Registry
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. koreksi atas laporan harian Sub-Registry
disampaikan melalui SI BI-SSSS paling lambat 2
(dua) hari kerja setelah pemberitahuan dari
Penyelenggara;
117
b. koreksi atas laporan bulanan Sub-Registry
disampaikan melalui SI BI-SSSS paling lambat 5
(lima) hari kerja setelah pemberitahuan dari
Penyelenggara; dan
c. ketentuan dan tata cara penyampaian koreksi
laporan dilakukan melalui SI BI-SSSS dengan
mengacu kepada tata cara dan format laporan
sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI.
BAB V
BIAYA
Bagian Kesatu
Biaya dalam Penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga
Melalui BI-SSSS
Pasal 153
Penyelenggara menetapkan biaya terhadap Peserta dalam
penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-
SSSS.
Pasal 154
Jenis biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 terdiri
atas:
a. biaya instruksi Setelmen;
b. biaya pengiriman administrative message;
c. biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank;
d. biaya perpanjangan periode waktu kegiatan operasional;
e. biaya penggantian atau penambahan digital certificate
hard token; dan
f. biaya lain yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
118
Pasal 155
(1) Penetapan biaya instruksi Setelmen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 154 huruf a dikenakan untuk
setiap pengiriman instruksi Setelmen.
(2) Penetapan biaya pengiriman administrative message
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 huruf b dikenakan
untuk setiap pengiriman administrative message.
(3) Penetapan biaya penggunaan Fasilitas Guest Bank
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 huruf c, diatur
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. besarnya biaya ditetapkan oleh Penyelenggara
berdasarkan durasi waktu penggunaan setiap 1 (satu)
jam;
b. besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf
a berlaku untuk penggunaan sebagian atau seluruh
Fasilitas Guest Bank Sistem BI-ETP, BI-SSSS,
dan/atau Sistem BI-RTGS; dan
c. durasi waktu penggunaan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dihitung berdasarkan waktu kehadiran
Peserta yang dibuktikan dalam daftar hadir Peserta.
(4) Penetapan besaran biaya perpanjangan periode waktu
kegiatan operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
154 huruf d dikenakan berdasarkan durasi perpanjangan
periode waktu kegiatan setiap 30 (tiga puluh) menit.
(5) Biaya penggantian atau penambahan digital certificate
hard token sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 huruf
e dikenakan untuk setiap digital certificate hard token yang
diganti atau ditambahkan.
(6) Besarnya biaya dan contoh perhitungan biaya dalam
penggunaan BI-SSSS tercantum dalam Lampiran XI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini.
(7) Besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak
termasuk pajak pertambahan nilai (PPN).
119
Bagian Kedua
Pembebasan Biaya
Pasal 156
(1) Penyelenggara dapat membebaskan biaya tertentu dalam
penyelenggaraan Penatausahaan Surat Berharga melalui
BI-SSSS apabila terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat.
(2) Pembebasan biaya tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak termasuk PPN.
Bagian Ketiga
Perhitungan dan Pembebanan Biaya
Pasal 157
(1) Penyelenggara melakukan perhitungan jumlah biaya
untuk masing-masing Peserta pada setiap akhir hari.
(2) Penyelenggara membebankan biaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) pada hari kerja berikutnya dengan mendebit
Rekening Setelmen Dana Peserta atau Bank Pembayar.
Bagian Keempat
Pembebanan Biaya oleh Peserta Kepada Nasabah
Pasal 158
(1) Peserta Sub-Registry dapat menetapkan dan mengenakan
biaya kepada nasabah dalam jumlah yang wajar.
(2) Peserta Sub-Registry wajib mengumumkan besarnya biaya
penggunaan BI-SSSS yang ditetapkan Penyelenggara dan
besarnya biaya penggunaan BI-SSSS yang ditetapkan dan
dikenakan oleh Peserta Sub-Registry kepada nasabah.
(3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat dan dibaca
oleh nasabah.
120
BAB VI
PENANGANAN KEADAAN TIDAK NORMAL DAN/ATAU
KEADAAN DARURAT
Bagian Kesatu
Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di
Penyelenggara
Paragraf 1
Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara
Pasal 159
(1) Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal di Penyelenggara
yang mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan
Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-SSSS atau
mengakibatkan operasional BI-SSSS tidak dapat
diselenggarakan maka berlaku prosedur penanganan
Keadaan Tidak Normal.
(2) Prosedur penanganan Keadaan Tidak Normal
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu sebagai
berikut:
a. Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh
Peserta mengenai terjadinya Keadaan Tidak Normal
dan tahapan yang perlu dilakukan melalui
administrative message dan/atau sarana lain yang
ditetapkan oleh Penyelenggara;
b. dalam hal Keadaan Tidak Normal mengakibatkan
operasional BI-SSSS tidak dapat diselenggarakan,
Peserta harus menghentikan sementara kegiatan
pengiriman instruksi Setelmen dan kegiatan lain
melalui BI-SSSS; dan
c. dalam hal BI-SSSS dapat beroperasi kembali, Peserta
melakukan hal sebagai berikut:
1. melakukan koneksi ulang ke BI-SSSS;
121
2. melakukan rekonsiliasi antara data transaksi di
sistem Peserta dengan data transaksi BI-SSSS di
Penyelenggara dan mengecek Setelmen terakhir
yang dilakukan dan posisi kepemilikan Surat
Berharga melalui SPP; dan
3. menginformasikan kepada help desk apabila dari
hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud dalam
angka 2 terdapat perbedaan data transaksi
Setelmen dan/atau posisi kepemilikan Surat
Berharga.
(3) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c dilakukan oleh Peserta berdasarkan
pemberitahuan dari Penyelenggara melalui administrative
message, help desk, dan/atau sarana lainnya.
(4) Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal yang
mengakibatkan BI-SSSS tidak dapat beroperasi sampai
dengan batas waktu yang ditentukan oleh Penyelenggara
maka Penyelenggara menetapkan kebijakan dan prosedur
penanganan Keadaan Tidak Normal dan memberitahukan
kepada Peserta.
Paragraf 2
Keadaan Darurat di Penyelenggara
Pasal 160
Dalam hal terjadi Keadaan Darurat di Penyelenggara yang
mempengaruhi kelancaran penyelenggaraan Penatausahaan
Surat Berharga melalui BI-SSSS atau mengakibatkan
operasional BI-SSSS tidak dapat diselenggarakan sampai
dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Penyelenggara maka
berlaku prosedur sebagai berikut:
a. Penyelenggara menetapkan kebijakan dan prosedur
penanggulangan Keadaan Darurat; dan
b. Penyelenggara memberitahukan kepada seluruh Peserta
mengenai terjadinya Keadaan Darurat serta hal yang
harus dilakukan oleh Peserta dalam penyelenggaraan
Penatausahaan Surat Berharga melalui BI-SSSS.
122
Bagian Kedua
Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat di Peserta
Pasal 161
(1) Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat di Peserta yang menyebabkan
terganggunya kelancaran penyelesaian Setelmen melalui
BI-SSSS maka Peserta harus memberitahukan kepada
Penyelenggara.
(2) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Penyelenggara dengan ketentuan
sebagai berikut:
a. pemberitahuan disampaikan kepada help desk BI-
SSSS melalui sarana telepon paling lama 30 (tiga
puluh) menit sejak terjadinya Keadaan Tidak Normal
dan/atau Keadaan Darurat yang ditindaklanjuti
dengan penyampaian pemberitahuan tertulis kepada
Penyelenggara mengenai hal tersebut dan
penyebabnya; dan/atau
b. pemberitahuan disampaikan kepada Penyelenggara
melalui surat yang didahului dengan faksimile dalam
hal Peserta memerlukan tindak lanjut perpanjangan
periode waktu kegiatan sesuai dengan prosedur
perpanjangan periode waktu kegiatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 76.
Pasal 162
(1) Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat di Peserta yang mengakibatkan Peserta
tidak dapat melakukan kegiatan operasional BI-SSSS
dengan menggunakan SPP utama maka Peserta
menggunakan SPP cadangan.
(2) Dalam hal Peserta tidak dapat menggunakan SPP
cadangan dan/atau tidak dapat mengirimkan instruksi
Setelmen di lokasi Peserta maka Peserta dapat melakukan
kegiatan operasional BI-SSSS dengan menggunakan
Fasilitas Guest Bank.
123
(3) Dalam hal Peserta memutuskan untuk tidak melakukan
kegiatan operasional maka Peserta harus segera
memberitahukan kepada Penyelenggara melalui surat
yang dapat didahului dengan faksimile atau sarana lain
yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
(4) Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau
Keadaan Darurat di Peserta Sub-Registry yang
menyebabkan Peserta Sub-Registry tidak dapat
mengirimkan laporan melalui SI BI-SSSS maka Peserta
Sub-Registry dapat mengirimkan laporan melalui surat
elektronik (e-mail) atau sarana lain yang ditetapkan oleh
Penyelenggara.
Pasal 163
Dalam hal terjadi Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan
Darurat di Peserta, Penyelenggara dapat menetapkan
kebijakan, prosedur, dan hal lain yang diperlukan untuk
pelaksanaan Setelmen melalui BI-SSSS.
Bagian Ketiga
Penggunaan Fasilitas Guest Bank
Pasal 164
(1) Fasilitas Guest Bank dapat digunakan oleh Peserta selama
jam operasional BI-SSSS untuk melakukan kegiatan
sesuai dengan periode waktu kegiatan yang masih
berlaku.
(2) Penyelenggara dapat menetapkan batas waktu maksimal
penggunaan Fasilitas Guest Bank dalam hal jumlah
Peserta yang mengajukan permohonan penggunaan
Fasilitas Guest Bank melebihi kapasitas yang tersedia.
(3) Peserta membebaskan Penyelenggara dari segala kerugian
yang timbul dan/atau yang akan timbul yang dialami
Peserta sehubungan dengan pelaksanaan Setelmen Surat
Berharga melalui Fasilitas Guest Bank.
124
(4) Penggunaan Fasilitas Guest Bank oleh Peserta di
Penyelenggara dapat dilakukan dengan menggunakan 4
(empat) metode yaitu:
a. shared SDG;
b. standalone SDG;
c. standalone SSTPG; atau
d. own SPP.
(5) Penggunaan Fasilitas Guest Bank oleh Peserta di KPwDN
hanya dapat dilakukan dengan menggunakan metode
shared SDG.
Pasal 165
(1) Peserta yang akan menggunakan Fasilitas Guest Bank
harus mengajukan permohonan penggunaan Fasilitas
Guest Bank secara tertulis kepada Penyelenggara, yang
dapat didahului dengan menyampaikan informasi melalui
sarana telepon, faksimile, dan/atau sarana lainnya.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Peserta
yang memiliki spesimen tanda tangan di Penyelenggara,
dengan menggunakan format sebagaimana tercantum
dalam Lampiran II.Z yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
(3) Untuk Peserta yang berada di wilayah kerja KPwDN,
permohonan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Penyelenggara dengan tembusan
kepada KPwDN yang menyediakan Fasilitas Guest Bank.
(4) Dalam hal Peserta menggunakan Fasilitas Guest Bank
untuk BI-SSSS, Sistem BI-RTGS, dan/atau Sistem BI-
ETP, permohonan tertulis penggunaan Fasilitas Guest
Bank cukup diajukan kepada salah satu penyelenggara,
sepanjang surat permohonan ditandatangani pejabat yang
memiliki kewenangan dalam operasional BI-SSSS, Sistem
BI-RTGS, dan/atau Sistem BI-ETP.
125
(5) Penyelenggara menyampaikan persetujuan atau
penolakan atas permohonan penggunaan Fasilitas Guest
Bank kepada peserta melalui administrative message atau
sarana lainnya.
Pasal 166
Dalam penggunaan Fasilitas Guest Bank di lokasi
Penyelenggara atau KPwDN berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta menyiapkan data transaksi dan hal lain yang
diperlukan untuk operasional di Penyelenggara sesuai
dengan pedoman penggunaan Fasilitas Guest Bank
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Anggota Dewan Gubernur ini; dan
b. dalam hal jumlah Peserta yang mengajukan permohonan
melebihi kapasitas Fasilitas Guest Bank yang disediakan,
Penyelenggara dapat menetapkan urutan penggunaan
Fasilitas Guest Bank berdasarkan urutan kedatangan
Peserta.
BAB VII
PEMBEBASAN TANGGUNG JAWAB PENYELENGGARA
Pasal 167
(1) Penyelenggara dibebaskan dari segala tuntutan atas
kerugian yang timbul dan/atau yang akan timbul yang
dialami Peserta atau pihak ketiga akibat:
a. terlambat atau tidak terlaksananya Setelmen dan
pencatatan, pembayaran kupon/bunga atau imbalan
dan/atau pelunasan pokok/nilai nominal Surat
Berharga; dan/atau
b. sebab lain.
(2) Keterlambatan atau tidak terlaksananya Setelmen dan
pencatatan, pembayaran kupon/bunga atau imbalan
dan/atau pelunasan pokok/nilai nominal Surat Berharga
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disebabkan
oleh:
126
a. pengiriman instruksi Setelmen atas transaksi oleh
Peserta kepada Penyelenggara dilakukan oleh pejabat
yang tidak berwenang;
b. kesalahan data dan/atau instruksi Setelmen yang
dikirimkan oleh Peserta kepada Penyelenggara;
c. gangguan jaringan komunikasi dan/atau sistem pada
Peserta yang mengakibatkan keterlambatan Setelmen;
d. ketidakmampuan atau keterlambatan pengisian dana
oleh Peserta sebagai penerbit Surat Berharga pada
Rekening Setelmen Dana yang mengakibatkan tidak
terbayar atau terlambatnya pembayaran
kupon/bunga atau imbalan dan/atau pelunasan
pokok/nilai nominal Surat Berharga pada saat jatuh
waktu kepada Peserta pemilik Surat Berharga;
e. ketidakmampuan atau keterlambatan Peserta
menyediakan dana pada Rekening Setelmen Dana
dan/atau Surat Berharga pada Rekening Surat
Berharga oleh Peserta;
f. pembatalan Setelmen atas transaksi second leg
(cancel second leg) oleh Penyelenggara yang dilakukan
melalui BI-SSSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6 ayat (1) huruf e;
g. kelalaian Peserta; dan/atau
h. Keadaan Tidak Normal dan/atau Keadaan Darurat baik
yang dialami oleh Penyelenggara maupun Peserta.
BAB VIII
PEMANTAUAN KEPATUHAN PESERTA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 168
(1) Penyelenggara melakukan pemantauan kepatuhan
Peserta untuk memastikan kepatuhan Peserta terhadap
ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
127
(2) Pelaksanaan pemantauan kepatuhan Peserta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek:
a. tata kelola;
b. operasional;
c. infrastruktur;
d. BCP; dan
e. perlindungan konsumen.
(3) Pemantauan oleh Penyelenggara sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan secara tidak langsung dan/atau
secara langsung.
Bagian Kedua
Pemantauan Tidak Langsung
Pasal 169
(1) Pemantauan secara tidak langsung sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 168 ayat (3) dilakukan melalui
penelitian, analisis, dan evaluasi terhadap:
a. laporan berkala dan/atau laporan sewaktu-waktu
yang disampaikan oleh Peserta kepada
Penyelenggara; dan
b. informasi, data, dan/atau dokumen yang diperoleh
Penyelenggara.
(2) Peserta wajib menyampaikan laporan berkala dan/atau
laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a kepada Penyelenggara.
(3) Peserta wajib menyampaikan informasi, data, dan/atau
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dalam hal diminta oleh Penyelenggara.
(4) Berdasarkan hasil pemantauan tidak langsung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara
dapat melakukan klarifikasi dan/atau konfirmasi kepada
Peserta atas laporan berkala dan/atau laporan sewaktu-
waktu, informasi, data, dan/atau dokumen sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
128
(5) Penyelenggara dapat melakukan pemeriksaan langsung
berdasarkan hasil klarifikasi dan/atau konfirmasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Paragraf 1
Laporan Berkala
Pasal 170
(1) Laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169
ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. laporan hasil penilaian kepatuhan (LHPK); dan
b. laporan penatausahaan Surat Berharga nasabah oleh
Sub-Registry.
(2) Penyampaian LHPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, diatur sebagai berikut:
a. LHPK merupakan laporan tahunan yang memuat
hasil penilaian pemeriksaan internal untuk periode 1
Januari sampai dengan 31 Desember;
b. LHPK disampaikan secara tertulis kepada
Penyelenggara melalui surat dan/atau sarana lain
yang ditetapkan oleh Penyelenggara;
c. LHPK disampaikan dengan batas waktu paling
lambat tanggal 31 Maret tahun berikutnya;
d. dalam hal batas waktu sebagaimana dimaksud dalam
huruf c jatuh pada hari Sabtu, Minggu, atau hari libur
maka batas waktu penyampaian LHPK yaitu hari
kerja berikutnya;
e. dalam hal Peserta terlambat menyampaikan LHPK
sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam
huruf c, Peserta tetap wajib menyampaikan LHPK
paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak batas
waktu penyampaian LHPK yang ditetapkan oleh
Penyelenggara; dan
f. Peserta dinyatakan tidak menyampaikan LHPK
apabila Peserta tidak menyampaikan LHPK sampai
dengan batas waktu sebagaimana dimaksud dalam
huruf e.
129
(3) Penyampaian laporan penatausahaan Surat Berharga
nasabah oleh Sub-Registry sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b yang berupa laporan harian dan laporan
bulanan, dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1) dan ayat (2).
Paragraf 2
Laporan Sewaktu-Waktu
Pasal 171
(1) Laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 169 ayat (1) huruf a, terdiri atas:
a. laporan sewaktu-waktu yang disampaikan oleh
Peserta kepada Penyelenggara atas permintaan
Penyelenggara; dan/atau
b. laporan yang disampaikan kepada Penyelenggara
atas inisiatif dari Peserta.
(2) Selain laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Sub-
Registry juga menyampaikan laporan sewaktu-waktu
berupa:
a. laporan Setelmen atas transaksi penerbitan Surat
Berharga;
b. laporan Setelmen atas transaksi buyback/debt
switching; dan
c. laporan data nasabah,
yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 151 ayat (3) sampai dengan ayat (5).
Bagian Ketiga
Pemantauan Langsung
Pasal 172
(1) Pemantauan secara langsung sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 168 ayat (3) dilakukan melalui pemeriksaan
langsung.
130
(2) Pemeriksaan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan secara berkala dan/atau sewaktu-waktu
apabila diperlukan.
(3) Penyelenggara dapat menunjuk pihak lain untuk dan atas
nama Penyelenggara melakukan pemeriksaan langsung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4) Petugas yang melakukan pemeriksaan langsung
dilengkapi dengan surat tugas dari Penyelenggara.
(5) Peserta wajib memberikan akses kepada petugas yang
melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), paling sedikit berupa:
a. informasi, data, dan/atau dokumen yang diperlukan
sesuai dengan permintaan petugas Penyelenggara;
dan/atau
b. akses untuk melakukan pemeriksaan langsung
terhadap sarana fisik dan aplikasi pendukung yang
terkait dengan operasional BI-SSSS di Peserta.
(6) Peserta wajib memberikan penjelasan atau keterangan
kepada Petugas yang melakukan pemeriksaan langsung
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(7) Pada akhir pemeriksaan langsung, dilakukan exit meeting
untuk menyampaikan dan/atau membahas pokok hasil
pemeriksaan langsung dan/atau hal yang perlu
ditindaklanjuti oleh Peserta.
(8) Hasil pemeriksaan langsung dan/atau hal yang perlu
ditindaklanjuti oleh Peserta disampaikan secara tertulis
kepada Peserta.
(9) Peserta wajib menindaklanjuti hasil pemeriksaan
dan/atau hal yang perlu ditindaklanjuti sebagaimana
dimaksud pada ayat (8).
BAB IX
TATA CARA PENGENAAN SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 173
(1) Penyelenggara mengenakan sanksi administratif kepada
Peserta berupa kewajiban membayar, teguran tertulis,
dan/atau penurunan status kepesertaan.
131
(2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil pemantauan
kepatuhan Peserta terhadap pemenuhan:
a. kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
huruf a;
b. kewajiban penyampaian laporan berkala dan/atau
laporan sewaktu-waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 169 ayat (2);
c. kewajiban penyampaian koreksi laporan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (1);
d. kewajiban penyampaian informasi, data, dan/atau
dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169
ayat (3); dan/atau
e. kewajiban menindaklanjuti hasil pemeriksaan
langsung dan/atau hal yang perlu ditindaklanjuti
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172 ayat (9).
(3) Peserta yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, tidak menyampaikan
laporan berkala dan laporan sewaktu-waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf c, huruf d, dan huruf e, dikenakan sanksi
administratif berupa teguran tertulis.
(4) Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Peserta yang tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, tidak
menyampaikan laporan berkala sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b, dan tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, dapat
dikenakan sanksi administratif berupa penurunan status
kepesertaan dalam hal Peserta tidak menindaklanjuti
teguran tertulis yang ditetapkan oleh Penyelenggara.
(5) Peserta yang terlambat menyampaikan laporan berkala
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dikenakan
sanksi administratif berupa kewajiban membayar.
132
Pasal 174
(1) Pengenaan sanksi kewajiban membayar sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 173 ayat (5) dilakukan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta dinyatakan terlambat menyampaikan
laporan berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal
173 ayat (2) huruf b apabila Peserta tidak
menyampaikan laporan berkala sesuai batas waktu
yang ditetapkan Penyelenggara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 151 ayat (1) sampai dengan
ayat (4) dan Pasal 170 ayat (2) huruf c;
b. Peserta yang dinyatakan terlambat menyampaikan
laporan berkala sesuai batas waktu yang ditetapkan
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
151 ayat (1) sampai dengan ayat (4), dikenakan
sanksi administratif berupa kewajiban membayar
sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) per hari
kerja keterlambatan per laporan dengan batas
nominal paling banyak sebesar Rp10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah); dan
c. Peserta yang dinyatakan terlambat menyampaikan
laporan berkala sesuai batas waktu yang ditetapkan
Penyelenggara sebagaimana dimaksud dalam Pasal
170 ayat (2) huruf c, dikenakan sanksi administratif
berupa kewajiban membayar sebesar Rp500.000,-
(lima ratus ribu rupiah) per hari kerja keterlambatan
dengan batas nominal paling banyak sebesar
Rp15.000.000,- (lima belas juta rupiah).
(2) Penyelenggara menginformasikan pembebanan
pengenaan sanksi administratif berupa kewajiban
membayar melalui surat setelah pelaksanaan
pembebanan sanksi.
133
BAB X
KORESPONDENSI
Pasal 175
(1) Kegiatan korespondensi terkait kepesertaan dan
operasional penyelenggaraan BI-SSSS yang disampaikan
kepada satuan kerja yang melaksanakan fungsi
penyelenggaraan sistem pembayaran ditujukan ke alamat:
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
c.q. Divisi Setelmen Dana dan Penatausahaan Surat
Berharga
Gedung D Lantai 3
Jalan M. H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
(2) Kegiatan korespondensi terkait pemantauan kepatuhan
Peserta yang disampaikan kepada satuan kerja yang
melaksanakan fungsi penyelenggaraan sistem
pembayaran ditujukan ke alamat:
Departemen Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
c.q. Divisi Kepatuhan dan Informasi Sistem Pembayaran
Gedung D Lantai 3
Jalan M. H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
(3) Kegiatan korespondensi yang disampaikan kepada satuan
kerja yang melaksanakan fungsi pengawasan
makroprudensial, moneter, dan sistem pembayaran
ditujukan ke alamat:
Bank Indonesia
c.q. Departemen Surveilans Sistem Keuangan
Jalan M.H. Thamrin No. 2
Jakarta 10350.
(4) Layanan help desk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
ayat (2), dapat dihubungi melalui nomor:
Telepon : 021-29818888
Faksimile : 021-2311476.
134
(5) Dalam hal terjadi perubahan alamat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) serta
perubahan nomor telepon dan/atau faksimile
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) maka Penyelenggara
memberitahukan perubahan tersebut melalui surat
dan/atau sarana lain.
BAB XI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 176
Penyelenggara dapat menetapkan kebijakan atau ketentuan
yang berbeda mengenai penyelenggaraan penatausahaan Surat
Berharga melalui BI-SSSS bagi Bank Indonesia, Kementerian
Keuangan, dan lembaga lain yang disetujui Penyelenggara
menjadi Peserta berdasarkan kebutuhan dan karakteristik
tertentu.
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 177
Pada saat Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini mulai berlaku:
a. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 17/31/DPSP tanggal
13 November 2015 perihal Penyelenggaraan
Penatausahaan Surat Berharga melalui Bank Indonesia-
Scripless Securities Settlement System; dan
b. Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 18/20/DPSP tanggal
23 September 2016 perihal Perubahan atas Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 17/31/DPSP tanggal 13 November
2015 perihal Penyelenggaraan Penatausahaan Surat
Berharga melalui Bank Indonesia-Scripless Securities
Settlement System,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku, kecuali:
a. ketentuan mengenai kepesertaan sebagaimana dimaksud
dalam butir III.F.2.g. dinyatakan masih tetap berlaku
sampai dengan tanggal 31 Mei 2018;
135
b. ketentuan mengenai setelmen sebagaimana dimaksud dalam
butir IV.D.3.a.2) dan butir IV.D.3.a.3) dinyatakan masih tetap
berlaku sampai dengan tanggal 31 Desember 2018; dan
c. ketentuan mengenai penatausahaan surat berharga dalam
rangka FLI sebagaimana dimaksud dalam butir IV.H
dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan tanggal 31
Desember 2018.
Pasal 178
(1) Ketentuan mengenai kewajiban Sub-Registry untuk
mengelola dan melaporkan data nasabah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 70 huruf g khusus informasi berupa
prinsip usaha mulai berlaku pada tanggal 1 Juni 2018.
(2) Ketentuan mengenai Setelmen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 91 ayat (4) sampai dengan ayat (7), Pasal 95
ayat (8), Pasal 98 ayat (8), Pasal 102 ayat (2), dan Pasal 119
ayat (6), serta ketentuan mengenai Penatausahaan Surat
Berharga untuk FLI sebagaimana dimaksud dalam Pasal
141 sampai dengan Pasal 144, mulai berlaku pada tanggal
1 Januari 2019.
Pasal 179
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini mulai berlaku pada
tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan penempatan
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 April 2018
ANGGOTA DEWAN GUBERNUR,
TTD
SUGENG
2
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR
NOMOR 20/4/PADG/2018
TENTANG
PENYELENGGARAAN PENATAUSAHAAN SURAT BERHARGA MELALUI
BANK INDONESIA-SCRIPLESS SECURITIES SETTLEMENT SYSTEM
I. UMUM
Untuk mewujudkan penyelenggaraan sistem pembayaran yang lebih
lancar, aman, efisien, dan andal, diperlukan penyempurnaan kebijakan
terkait Penatausahaan Surat Berharga untuk FLI. Selain itu, dalam rangka
meningkatkan aspek pelayanan, tata kelola, dan efektivitas Penatausahaan
Surat Berharga milik nasabah oleh Sub-Registry, perlu menyempurnakan
pengaturan mengenai pihak yang dapat menjadi Peserta dan Sub-Registry
dalam penyelenggaraan BI-SSSS. Sebagai upaya mendukung kebijakan
Bank Indonesia untuk memberikan pelayanan perizinan secara terpadu
dalam hubungan operasional bagi Bank umum maka pengaturan mengenai
tata cara permohonan dan perubahan kepesertaan yang bersifat strategis
dan mendasar dalam penyelenggaraan BI-SSSS dilakukan secara
tersentralisasi.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Ayat (1)
Cukup jelas.
2
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “perubahan data kepesertaan”
adalah perubahan nama dan kegiatan usaha Peserta.
Yang dimaksud dengan “penyampaian informasi yang
memengaruhi data Peserta di Bank Indonesia” adalah
perubahan data pimpinan dan alamat kantor Peserta.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “perubahan data kepesertaan BI-
SSSS selain yang terkait dengan langkah strategis dan
mendasar” antara lain perubahan participant code dan
perubahan Bank Pembayar.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 3
Cukup jelas.
Pasal 4
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pedoman pengoperasian BI-SSSS berupa buku atau bentuk
lainnya.
Penyampaian pedoman pengoperasian BI-SSSS dilakukan
melalui surat dan/atau sarana lain.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
3
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “batas waktu Surat Berharga dapat
ditransaksikan” adalah batas waktu Surat Berharga untuk
ditransaksikan oleh Peserta sesuai dengan term and condition
untuk masing-masing Surat Berharga.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 7
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Persetujuan bagi lembaga lain untuk menjadi Peserta
didasarkan pada pertimbangan antara lain:
1. ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. pengembangan pasar Surat Berharga di Indonesia;
3. efektivitas kebijakan moneter Bank Indonesia; dan/atau
4. pertimbangan teknis.
4
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 8
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Infrastruktur BI-SSSS yang digunakan dapat dikelola sendiri
atau dikelola oleh pihak lain.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Ketentuan Bank Indonesia antara lain ketentuan mengenai
operasi moneter dan/atau operasi moneter syariah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
5
Ayat (3)
Huruf a
Ketentuan Bank Indonesia antara lain ketentuan mengenai
operasi moneter dan/atau operasi moneter syariah.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “pengelola” adalah pejabat yang
bertanggung jawab terhadap operasional kegiatan penatausahaan
Surat Berharga dan/atau dalam kegiatan penyimpanan Surat
Berharga, tidak termasuk direksi dan pejabat setingkat direksi.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
6
Huruf j
Surat Berharga yang dicatat dan/atau disimpan merupakan
Surat Berharga yang dapat diperdagangkan di pasar uang
dan/atau pasar modal.
Huruf k
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Pengalihan aset dan kewajiban dapat terjadi karena
penggabungan, peleburan, pemisahan, atau bentuk lain yang
dilakukan berdasarkan persetujuan dari lembaga yang
berwenang.
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “pengelola” adalah pejabat yang
bertanggung jawab terhadap operasional kegiatan
penatausahaan Surat Berharga dan/atau dalam kegiatan
penyimpanan Surat Berharga, tidak termasuk direksi dan
pejabat setingkat direksi.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
7
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Security audit yang dilakukan oleh auditor internal dilengkapi
dengan surat pernyataan pimpinan calon Peserta yang
menyatakan bahwa pelaksanaan security audit dilakukan secara
independen.
Pasal 16
Cukup jelas.
8
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Pemeriksaan dilakukan melalui kunjungan ke lokasi calon
Peserta untuk memastikan kesiapan operasional BI-SSSS calon
Peserta antara lain dengan melihat kesesuaian informasi dalam
dokumen yang disampaikan dengan kondisi di lapangan dan
kesiapan infrastruktur.
Pasal 19
Ayat (1)
Permohonan tertulis yang tidak disetujui akan diberitahukan oleh
Penyelenggara melalui surat yang disertai alasan penolakan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
9
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Yang dimaksud dengan “identitas diri” adalah:
1. Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM),
atau paspor bagi warga negara indonesia (WNI); atau
2. Paspor, Keterangan Izin Tinggal Sementara (KITAS), dan
surat izin kerja dari instansi berwenang bagi warga negara
asing (WNA).
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Permohonan perubahan participant code yang tidak disetujui
akan diberitahukan oleh Penyelenggara melalui surat yang
disertai alasan penolakan.
10
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Permohonan perubahan nama yang tidak disetujui akan
diberitahukan oleh Penyelenggara melalui surat yang disertai
alasan penolakan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Permohonan perubahan kegiatan usaha yang tidak disetujui akan
diberitahukan oleh Penyelenggara melalui surat yang disertai
alasan penolakan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Permohonan perubahan lokasi SPP utama, SPP cadangan,
dan/atau pemindahan JKD Peserta yang tidak disetujui akan
diberitahukan oleh Penyelenggara melalui surat yang disertai
alasan penolakan.
11
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Permohonan perubahan Bank Pembayar yang tidak disetujui
akan diberitahukan oleh Penyelenggara melalui surat yang
disertai alasan penolakan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas.
Pasal 35
Ayat (1)
Permohonan perubahan spesimen tanda tangan pimpinan yang
tidak disetujui akan diberitahukan oleh Penyelenggara melalui
surat yang disertai alasan penolakan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
12
Ayat (4)
Permohonan perubahan kuasa yang tidak disetujui akan
diberitahukan oleh Penyelenggara melalui surat yang disertai
alasan penolakan.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Permohonan perubahan penggunaan infrastruktur yang tidak
disetujui akan diberitahukan oleh Penyelenggara melalui surat
yang disertai alasan penolakan.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
13
Pasal 43
Ayat (1)
Huruf a
Peserta dengan status aktif dapat melakukan seluruh fungsi
pada SPP sesuai dengan jenis kepesertaan dan hak akses
Peserta yang bersangkutan.
Huruf b
Peserta dengan status ditangguhkan tidak dapat melakukan
kegiatan tertentu di BI-SSSS sesuai dengan pembatasan
yang dilakukan oleh Penyelenggara.
Peserta dengan status ditangguhkan dapat mengirim atau
menerima instruksi, namun terhadap instruksi atas kegiatan
yang sedang dibatasi akan diproses sesuai prosedur setelah
status Peserta kembali aktif.
Huruf c
Peserta dengan status dibekukan tidak dapat mengirim dan
menerima seluruh instruksi melalui BI-SSSS.
Peserta dengan status dibekukan masih dapat mengakses
informasi atau data yang telah disinkronisasi dari SCN ke
SPP.
Huruf d
Peserta dengan status ditutup merupakan Peserta yang telah
dihentikan kepesertaannya dalam BI-SSSS dan tidak dapat
diaktifkan kembali sebagai Peserta.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
14
Huruf b
Lembaga yang berwenang melakukan pengawasan antara
lain Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas
makroprudensial dan sistem pembayaran serta Otoritas Jasa
Keuangan sebagai otoritas pengawas mikroprudensial.
Huruf c
Cukup jelas.
Ayat (3)
Termasuk dalam alasan lain yaitu pengalihan aset dan kewajiban
yang terjadi berdasarkan persetujuan dari lembaga yang
berwenang.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 45
Ayat (1)
Huruf a
Kewajiban dalam penyelenggaran BI-SSSS antara lain biaya
penggunaan BI-SSSS, pelunasan fasilitas pendanaan yang
diperoleh dari Bank Indonesia, dan transaksi second leg yang
belum jatuh waktu.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Pengalihan aset dan kewajiban yang bukan merupakan
penggabungan, peleburan, atau pemisahan yaitu pengalihan aset
dan kewajiban yang dilakukan berdasarkan persetujuan dari
lembaga yang berwenang.
Ayat (4)
Cukup jelas.
15
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Cukup jelas.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas.
Pasal 56
Cukup jelas.
Pasal 57
Huruf a
Yang dimaksud dengan “KPT” adalah ketentuan yang berlaku
sebagai pedoman operasional BI-SSSS di Peserta yang ditetapkan
oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang
berlaku di internal Peserta.
16
Penyusunan KPT mencakup juga prosedur pengamanan
penggunaan BI-SSSS di lingkungan internal Peserta.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Cukup jelas.
Pasal 58
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Dalam hal KPT dibuat dalam bahasa asing, KPT harus
diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penerjemah
tersumpah.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
17
Huruf g
Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Ayat (1)
Dalam hal security audit dilakukan oleh auditor internal maka
dilengkapi dengan surat pernyataan pimpinan Peserta yang
menyatakan bahwa pelaksanaan security audit dilakukan secara
independen.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 61
Cukup jelas.
Pasal 62
Huruf a
Data yang wajib dipelihara antara lain:
1. data transaksi;
2. aplikasi yang diberikan oleh Penyelenggara; dan/atau
3. ketentuan dan prosedur yang diberikan oleh Penyelenggara.
Huruf b
Pengamanan data antara lain berupa perlindungan dari akses
pihak yang tidak berwenang.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 63
Huruf a
Kegiatan memastikan petugas memahami sistem dan operasional
BI-SSSS dilakukan antara lain melalui pelatihan secara berkala.
18
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “aplikasi internal” adalah aplikasi internal
yang terhubung langsung dengan SPP.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Menjamin integritas database termasuk data cadangan (back-up)
yang tersimpan dalam bentuk compact disc (CD), tape, cartridge,
USB flash drive, dan/atau media penyimpanan elektronik lainnya.
Huruf i
Cukup jelas.
Huruf j
Penyimpanan dilakukan di tempat yang aman dan bebas dari
berbagai sumber yang dapat merusak aplikasi SPP.
Huruf k
Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Pemilihan jenis dan lokasi SPP cadangan serta JKD cadangan
Peserta dilakukan berdasarkan pertimbangan antara lain:
19
1. volume transaksi Peserta dan tingkat urgensi BI-SSSS bagi
Peserta; dan
2. pengendalian internal guna memitigasi risiko operasional di
Peserta.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Ayat (1)
Kewajiban menjamin keamanan dan keandalan JKD dilakukan agar
BI-SSSS bebas dari segala kemungkinan sumber perusak termasuk
pada kemungkinan pemalsuan (fraud), pembobolan data elektronis
(hacking), serta perusakan sistem dengan cara membanjiri sistem
dengan data dan/atau instruksi Setelmen serta data lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 70
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
20
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Huruf i
Penyediaan KPT oleh Peserta antara lain termasuk pemberian
akses dan pengamanan penggunaan aplikasi SI BI-SSSS.
Huruf j
Cukup jelas.
Huruf k
Cukup jelas.
Huruf l
Cukup jelas.
Huruf m
Cukup jelas.
Huruf n
Yang dimaksud dengan “nomor tunggal identitas investor” adalah
kode tunggal dan khusus yang digunakan nasabah dan/atau
pemilik Surat Berharga yang ditatausahakan di BI-SSSS.
Pasal 71
Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Cukup jelas.
Pasal 74
Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
21
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “connected user” adalah user yang
ditatausahakan dan diberikan oleh Penyelenggara kepada
Peserta untuk melakukan akses ke SCN melalui SPP serta
memiliki Digital Certificate untuk mekanisme pengamanan
pengiriman dan penerimaan message dari dan ke SCN.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “unconnected user” adalah user yang
didaftarkan oleh Peserta pada SPP dan dapat membuat
instruksi serta melakukan kegiatan yang bersifat lokal, namun
tidak dapat mengirimkan instruksi ke SCN.
Ayat (2)
Huruf a
Administrator user memiliki fungsi untuk mendaftarkan
unconnected user dan melakukan pengelolaan user melalui
SPP.
Huruf b
Regular user memiliki fungsi untuk membuat dan mengirim
instruksi Setelmen dari SPP ke SCN, namun tidak dapat
mendaftarkan unconnected user dan tidak dapat melakukan
pengelolaan user melalui SPP.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 79
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
22
Huruf b
Angka 1
Penggelolaan akses connected user antara lain:
a) penetapan hak akses bagi connected user terhadap
menu di SPP; dan
b) penetapan role dan limit bagi connected user.
Angka 2
Pengelolaan pendaftaran dan akses unconnected user
antara lain:
a) pendaftaran dan penyesuaian unconnected user;
b) penetapan security level bagi unconnected user;
c) penetapan hak akses bagi unconnected user terhadap
menu di SPP; dan
d) penetapan role dan limit bagi unconnected user.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 80
Ayat (1)
Huruf a
Digital certificate hard token disimpan di dalam media USB
flash drive.
Huruf b
Digital certificate soft token disimpan di dalam media compact
disc (CD) atau media lain yang akan diinstalasi pada server
SPP.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 81
Cukup jelas.
23
Pasal 82
Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas.
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Cukup jelas.
Pasal 89
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “residen” adalah orang, badan
hukum, atau badan lainnya yang berdomisili atau berencana
berdomisili di Indonesia paling singkat 1 (satu) tahun,
termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia
di luar negeri.
24
Huruf b
Yang dimaksud dengan “nonresiden” adalah orang, badan
hukum, atau badan lainnya yang tidak berdomisili di
Indonesia atau tidak berencana berdomisili di Indonesia.
Pasal 90
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Rekening untuk mencatat kepemilikan Surat Berharga dan
instrumen keuangan terdiri atas beberapa subrekening.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 91
Cukup jelas.
Pasal 92
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “delivery versus payment” adalah
mekanisme Setelmen dengan cara Setelmen Surat Berharga
dan Setelmen Dana dilakukan secara bersamaan.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “free of payment” adalah mekanisme
Setelmen dengan cara Setelmen Surat Berharga tanpa disertai
Setelmen Dana.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “delivery versus delivery” adalah
mekanisme Setelmen yang melibatkan dua kewajiban
Setelmen Surat Berharga.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
25
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 93
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “pemindahbukuan Surat Berharga”
adalah pemindahbukuan Surat Berharga antar-Rekening Surat
Berharga atau subrekening Surat Berharga pada satu Peserta.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “jual beli secara putus (outright)” adalah
transaksi pembelian dan penjualan Surat Berharga secara
putus tanpa kewajiban penjualan dan pembelian kembali.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “repurchase agreement (repo)” yaitu
transaksi pinjam meminjam dana dengan jaminan Surat
Berharga sesuai dengan harga dan jangka waktu yang
disepakati.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “transfer” adalah Setelmen yang
mengakibatkan perpindahan kepemilikan Surat Berharga
kepada Peserta lain yang tidak disertai Setelmen Dana.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “pengagunan (pledge)” adalah
pemindahan Surat Berharga yang digunakan untuk menjamin
dipenuhinya kewajiban salah satu pihak yang bertransaksi
tanpa pengalihan hak atau kepemilikan atas Surat Berharga.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “pinjam meminjam Surat Berharga
(securities lending and borrowing)” adalah transaksi pinjam
meminjam Surat Berharga dengan jaminan Surat Berharga
atau dana.
26
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “repo sell and buyback (repo SBB)”
adalah Setelmen repo dengan pencatatan Surat Berharga
berpindah dari Rekening Surat Berharga Peserta peminjam
dana kepada Peserta yang meminjamkan dana.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “repo collateralized borrowing (repo CB)”
adalah Setelmen repo dengan pencatatan Surat Berharga tetap
pada Rekening Surat Berharga Peserta peminjam dana atau
pencatatan Surat Berharga pada Rekening Surat Berharga
Peserta yang meminjamkan dana, yang dicatatkan pada
rekening agunan atas transaksi repo.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
27
Pasal 97
Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “prinsip matching” adalah data instruksi
Setelmen yang dikirim oleh kedua Peserta harus sesuai.
Yang dimaksud dengan “prinsip tanpa matching” adalah instruksi
Setelmen dapat dijalankan tanpa melalui proses pencocokan data
instruksi Setelmen yang dikirimkan oleh Peserta lain. Pada prinsip
tanpa matching instruksi Setelmen hanya dikirimkan oleh satu
pihak yang diberikan kewenangan untuk mengirimkan instruksi
Setelmen tanpa matching antara lain Sistem BI-ETP.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
High priority antara lain diperuntukkan bagi instruksi
Setelmen atas Transaksi Dengan Bank Indonesia, transaksi
Surat Berharga dengan Pemerintah, dan transaksi FLI, yang
terdiri atas angka prioritas 1000 sampai dengan 1029.
28
Huruf b
Normal priority antara lain diperuntukkan bagi instruksi
Setelmen atas transaksi antar-Peserta, yang terdiri atas angka
prioritas 1030 sampai dengan 1059.
Huruf c
Low priority antara lain diperuntukkan bagi instruksi Setelmen
atas transaksi antar-Peserta, yang terdiri atas angka prioritas
1060 sampai dengan 1089.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 102
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Mekanisme reordering dilakukan dengan mengubah angka
prioritas Setelmen dalam satu grup prioritas.
Huruf b
Mekanisme reprioritization dilakukan dengan mengubah grup
prioritas instruksi Setelmen, dari grup normal priority ke grup
low priority atau sebaliknya.
Huruf c
Mekanisme cancellation dilakukan dengan membatalkan
instruksi Setelmen yang belum final.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
29
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas.
Pasal 107
Penetapan parameter pengelolaan Surat Berharga yang dijadikan sebagai
jaminan (collateral management) antara lain tipe Surat Berharga, batas
waktu Surat Berharga dapat ditransaksikan, dan potongan harga
(haircut).
Transaksi yang dilakukan dengan Bank Indonesia antara lain transaksi
operasi moneter, operasi moneter syariah, dan transaksi FLI.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas.
Pasal 110
Cukup jelas.
Pasal 111
Cukup jelas.
Pasal 112
Cukup jelas.
Pasal 113
Ayat (1)
Laporan posisi harian Rekening Surat Berharga memuat
informasi mutasi selama waktu operasional BI-SSSS yang
mempengaruhi perubahan posisi pencatatan pada Rekening
Surat Berharga Peserta.
Ayat (2)
Cukup jelas.
30
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 114
Cukup jelas.
Pasal 115
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Input instruksi Setelmen dapat dilakukan oleh masing-masing
Peserta atau salah satu Peserta melakukan input dan Peserta
lawan transaksi membuat instruksi Setelmen berdasarkan
instruksi Setelmen lawan transaksinya (make pair).
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 116
Cukup jelas.
Pasal 117
Cukup jelas.
Pasal 118
Cukup jelas.
Pasal 119
Cukup jelas.
Pasal 120
Yang dimaksud dengan “transaksi second leg” adalah transaksi repo
jatuh waktu, transaksi pengagunan (pledge) jatuh waktu, transaksi
SLB jatuh waktu, transaksi PUAB jatuh waktu, dan transaksi PUAS
jatuh waktu.
Yang dimaksud dengan “jangka waktu transaksi” adalah jangka waktu
transaksi repo, jangka waktu transaksi pengagunan (pledge), jangka
waktu transaksi SLB, jangka waktu transaksi PUAB, dan jangka waktu
transaksi PUAS.
31
Pasal 121
Cukup jelas.
Pasal 122
Cukup jelas.
Pasal 123
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Pembatalan second leg (cancel second leg) antara lain
dilakukan dengan mekanisme collateral execution.
Huruf e
Cukup jelas.
Pasal 124
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Setelmen first leg” adalah Setelmen
atas transaksi repo, transaksi pengagunan (pledge), dan
transaksi SLB.
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 125
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “jaminan transaksi” adalah jaminan atas
transaksi repo, transaksi pengagunan (pledge), dan transaksi SLB.
32
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 126
Yang dimaksud dengan “absorpsi” adalah pengurangan likuiditas
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur mengenai operasi moneter dan ketentuan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai operasi moneter syariah.
Huruf a
Setelmen transaksi penerbitan Surat Berharga antara lain Sertifikat
Bank Indonesia (SBI), Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), dan
Sertifikat Deposito Bank Indonesia (SDBI).
Huruf b
Setelmen transaksi penempatan dana antara lain Term Deposit,
Deposit Facility, dan Fasilitas Simpanan Bank Indonesia Syariah
(FASBIS).
Huruf c
Setelmen transaksi pasar sekunder antara lain reverse repo SBN
dan outright jual SBN oleh Bank Indonesia.
Pasal 127
Cukup jelas.
Pasal 128
Huruf a
Setelmen transaksi pelunasan antara lain untuk SBI, SBIS, SDBI,
Term Deposit, Deposit Facility, dan FASBIS.
Huruf b
Setelmen transaksi second leg di pasar sekunder antara lain untuk
Reverse Repo SBN.
Pasal 129
Cukup jelas.
33
Pasal 130
Ayat (1)
Setelmen transaksi operasi moneter dan operasi moneter syariah
untuk injeksi likuiditas antara lain Setelmen transaksi repo
dengan Bank Indonesia, outright beli SBN oleh Bank Indonesia,
lending facility, dan financing facility.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 131
Cukup jelas.
Pasal 132
Cukup jelas.
Pasal 133
Cukup jelas.
Pasal 134
Huruf a
Transaksi penerbitan SBN melalui lelang oleh Bank Indonesia
antara lain lelang SUN dan lelang SBSN.
Huruf b
Transaksi penerbitan SBN yang tidak dilakukan oleh Bank
Indonesia antara lain penjualan SBN oleh Pemerintah secara
bookbuilding dan private placement.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Pasal 135
Cukup jelas.
34
Pasal 136
Cukup jelas.
Pasal 137
Cukup jelas.
Pasal 138
Cukup jelas.
Pasal 139
Cukup jelas.
Pasal 140
Cukup jelas.
Pasal 141
Cukup jelas.
Pasal 142
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “rekening FLI” adalah rekening ILF-RSTR.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 143
Cukup jelas.
Pasal 144
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Angka 1
Yang dimaksud “Surat Berharga yang diterbitkan oleh
Bank Indonesia” antara lain SBI, SBIS, dan SDBI.
Angka 2
Cukup jelas.
35
Huruf b
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 145
Cukup jelas.
Pasal 146
Cukup jelas.
Pasal 147
Cukup jelas.
Pasal 148
Cukup jelas.
Pasal 149
Cukup jelas.
Pasal 150
Cukup jelas.
Pasal 151
Cukup jelas.
Pasal 152
Cukup jelas.
Pasal 153
Cukup jelas.
Pasal 154
Cukup jelas.
36
Pasal 155
Cukup jelas.
Pasal 156
Cukup jelas.
Pasal 157
Cukup jelas.
Pasal 158
Cukup jelas.
Pasal 159
Cukup jelas.
Pasal 160
Cukup jelas.
Pasal 161
Cukup jelas.
Pasal 162
Cukup jelas.
Pasal 163
Cukup jelas.
Pasal 164
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
37
Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “shared SDG” adalah metode layanan
Fasilitas Guest Bank yang disediakan Penyelenggara kepada
Peserta dengan menggunakan 1 (satu) aplikasi SDG yang
dipasang (install) pada 1 (satu) infrastruktur dan dikonfigurasi
untuk dapat digunakan secara bersama-sama oleh lebih dari 1
(satu) Peserta.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “standalone SDG” adalah metode
layanan Fasilitas Guest Bank yang disediakan Penyelenggara
dengan 1 (satu) aplikasi SDG yang dipasang (install) pada 1
(satu) infrastruktur untuk digunakan oleh 1 (satu) Peserta.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “standalone SSTPG” adalah metode
layanan Fasilitas Guest Bank yang disediakan Penyelenggara
dengan 1 (satu) aplikasi SSTPG yang dipasang (install) pada 1
(satu) infrastruktur untuk digunakan oleh 1 (satu) Peserta.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “own SPP” adalah metode layanan
Fasilitas Guest Bank yang disediakan Penyelenggara dalam
bentuk akses ke sistem di Penyelenggara dengan
menggunakan aplikasi SPP yang diinstalasi pada infrastruktur
milik Peserta yang dibawa ke lokasi Fasilitas Guest Bank.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 165
Cukup jelas.
Pasal 166
Cukup jelas.
Pasal 167
Cukup jelas.
38
Pasal 168
Cukup jelas.
Pasal 169
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Informasi, data, dan/atau dokumen yang diperoleh
Penyelenggara dapat diperoleh dari:
1. Peserta yang bersangkutan;
2. kegiatan operasional Peserta di Penyelenggara;
dan/atau
3. pihak lain.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jeas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 170
Cukup jelas.
Pasal 171
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Laporan yang disampaikan kepada Penyelenggara atas
inisiatif dari Peserta antara lain laporan gangguan BI-SSSS
yang dialami Peserta.
Ayat (2)
Cukup jelas.
39
Pasal 172
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Data dan/atau dokumen yang diperlukan termasuk namun
tidak terbatas pada dokumen asli dan/atau salinan dokumen
yang berupa warkat dan/atau data elektronik yang terkait
dengan pelaksanaan BI-SSSS.
Huruf b
Pemeriksaan langsung terhadap sarana fisik dan aplikasi
pendukung termasuk permintaan pengujian infrastruktur
Peserta yang digunakan dalam operasional BI-SSSS.
Akses untuk melakukan pemeriksaan langsung terhadap
sarana fisik dan aplikasi pendukung yang terkait dengan
operasional BI-SSSS di Peserta antara lain SPP serta interface
dari dan ke sistem internal Peserta.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Ayat (9)
Cukup jelas.
Pasal 173
Ayat (1)
Sanksi administratif berupa penurunan status kepesertaan
dikenakan antara lain dengan pertimbangan keikutsertaan
Peserta dapat mengakibatkan terganggunya keamanan BI-SSSS.