perancangan dan implementasi finite...
TRANSCRIPT
2
1. Pendahuluan
Pertanian dan perkebunan adalah sebuah mata pencaharian yang
memanfaatkan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan
bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola
lingkungan hidupnya. Salah satu faktor yang paling mempengaruhi dalam proses
pengerjaan pertanian dan perkebunan adalah tanah dan air. Air merupakan suatu kebutuhan utama bagi makhluk hidup selain pangan,
setiap hari dan setiap saat kita pasti membutuhkan air, dan siapapun juga termasuk
manusia, hewan, dan tumbuhan membutuhkan air untuk tumbuh dan bertahan
hidup. Jika seseorang kekurangan air dia akan terkena dehidrasi dan jika hal ini
terus dibiarkan maka dapat menyebabkan kematian. Selain itu air juga digunakan
untuk berbagai aktivitas manusia diantaranya adalah memasak, mencuci, dan
membersihkan diri. Karena merupakan substansi yang penting maka air perlu
mendapat perhatian dari seluruh pihak tanpa terkecuali.
Air dapat kita peroleh dari berbagai macam sumber misalnya dari air tanah,
air hujan, air ada di permukaan (danau, sungai, waduk). Sumber daya air kini
makin lama makin berkurang dan terancam keberadaannya akibat dari ulah atau
aktivitas manusia. Air hujan yang turun tidak dapat terserap dengan baik kedalam
tanah karena daerah resapan air pada saat ini sangat langka dan tergerus oleh
industrialisasi sehingga air tidak dapat terserap dengan baik dan menjadi air tanah.
Air permukaan seperti air sungai dan danau sudah tercemar karena manusia
menjadikannya sebagai saluran pembuangan dan menyebabkan air tercemar,
kebanyakan akibat dari limbah rumah tangga dan limbah industri. Pada saat ini
dapat dikatakan bahwa air bersih sulit dicari, air kotor mudah dicari. Air tanah
makin berkurang akibat konsumsi manusia secara terus-menerus dan
menggunakan air tanah dalam jumlah besar.
Faktor berikutnya adalah tanah, berdasarkan sumber dari BPS Kabupaten
Semarang 2010 Kabupaten Semarang mengalami degradasi lahan yang sangat
cepat yang dapat menyebabkan terjadinya lahan kritis, salah satu faktor penyebab
hal tersebut adalah karena pemanfaatan lahan yang tidak memperhatikan kaidah –
kaidah konservasi tanah dan air. Keprihatinan akan cepatnya degradasi lahan di
Kabupaten Semarang ini benar – benar membutuhkan tindak penanggulangan
konservasi tanah dan air yang serius mengingat posisi Kabupaten Semarang yang
merupakan daerah penunjang ketersediaan pangan di Jawa Tengah.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka muncullah keinginan
untuk membangun sebuah sistem untuk menentukan tingkat kepentingan
konservasi tanah dan air di Kabupaten Semarang dengan menggunakan logika
fuzzy dalam data spasial berbasis. Alasan penggunaan logika fuzzy dalam
penelitian adalah untuk mengatasi ketidakpastian dalam menentukan tingkat
konservasi tanah dan air Kabupaten Semarang. Asupan-asupan yang akan
digunakan adalah data curah hujan, kerapatan sungai, jenis tanah (permeabilitas
dan porositas) dan kemiringan. Pemrosesan dilakukan dengan logika fuzzy atas
data curah hujan, kerapatan sungai, jenis tanah dan kemiringan lereng yang
diperoleh, serta menggambarkan hasilnya (model konservasi tanah dan air)
3
menggunakan konsep-konsep yang dikenali pada SIG (Sistem Informasi
Geografis).
Dalam perancangan sistem akan dibuat berdasarkan rumusan masalah yang
ada agar tujuan sistem tercapai. Rumusan masalah itu adalah : Bagaimana
penerapan logika fuzzy untuk menampung parameter – parameter guna
menentukan daerah konservasi tanah dan air yang baik di wilayah Kabupaten
Semarang dan apakah penggabungan antara logika fuzzy dengan GIS bisa
menampilkan output sesuai dengan rumus–rumus perhitungan yang ada. Rumusan
masalah akan menjadi pedoman untuk mencapai tujuan aplikasi yaitu menerapkan
logika fuzzy untuk perhitungan konservasi tanah dan air dan GIS sebagai sarana
visualisasi dari hasil yang didapatkan.
2. Kajian Pustaka
Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan dalam proses penelitian
ini berjudul Konservasi Tanah dan Air Indonesia. Dalam penelitian tersebut
membahas tentang daerah konservasi tanah dan air yang buruk beserta cara
penanggulanganya hanya saja penentuan masih memakai nilai klasifikasi yang
ambigu dan belum ada visualisasi peta (Inon, dkk , 2000). Berdasarkan penelitian
tersebut maka dibutuhkan logika fuzzy untuk mengatasi hal tersebut.
Penelitian selanjutnya berjudul Sistem Pendukung Keputusan Berbasis
Logika Fuzzy untuk Penentuan Kesesuaian Penggunaan Lahan. Dalam penelitian
tersebut membahas tentang bagaimana menentukan kesesuaian lahan dengan
menggunakan logika fuzzy hanya saja belum terdapat visualisasi peta yang
menggambarkan hal tersebut. Berdasarkan pernyataan tersebut diperlukan
visualisasi peta untuk menampilkan data hasil perhitungan fuzzy agar data lebih
mudah untuk dipahami. (Adi, dkk, 2010).
Penelitian selanjutnya Aplikasi Sistem Informasi Geografis menggunakan
Logika Fuzzy dan framework Pmapper.Dalam penelitian tersebut dibahas tentang
kesesuain lahan berdasarkan 3 parameter dengan logika fuzzy dengan visualisasi
peta. (Asarias, Deny, 2013).
Dari beberapa artikel dan penelitian ilmiah tersebut didapatkan sebuah
gagasan untuk membangun sebuah aplikasi penyampaian informasi konservasi
tanah dan airmenggunakan logika fuzzy dan menampilkan hasil perhitungan fuzzy
dalam visualisasi peta dengan sistem manajemen admin untuk mengatur
manipulasi data.
Sistem Informasi Geografi
Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan model sistem informasi yang
banyak digunakan untuk membuat berbagai keputusan, perencanaan, analisis, dan
sistem yang mendekati dunia nyata dengan hasil sedekat mungkin dengan aslinya.
Didalam Sistem Informasi Geografi itu sendiri terdapat beberapa subsistem yang
digunakan untuk mengelola masukan-masukan data spasial yang ada serta
menampilkan informasi baik dalam bentuk peta, tabel, maupun laporan. Sistem
Informasi Geografi dapat dioperasikan jika komponen-komponen utama penyusun
4
sistem tersebut telah terpenuhi. Komponen-komponen tersebut antara lain
pengguna, aplikasi, data penunjang, Software, dan Hardware[1].
Gambar 1 Komponen Sistem Informasi Geografi
Pengguna yang ditunjukan pada Gambar 1 adalah orang yang mempunyai
akses ke dalam sistem, orang tersebut dapat berprofesi sebagai user, operator,
analisis, programmer, serta database administrator. Data yang digunakan dalam
membangun SIG meliputi data grafis yang berupa rupa peta bumi dan data curah
hujan, kemiringan lereng, kerapatan sungai, jenis tanah(porositas dan
permeabilitas). Aplikasi merupakan sekumpulan fungsi-fungsi yang digunakan
untuk mengolah data dan perhitungan fuzzy. Software adalah program yang dibuat
untuk mengelola, menyimpan, memproses, dan menayangkan data spasial berupa
peta. Sedangkan hardware yaitu seperangkat alat komputer yang dipergunakan
untuk membangun SIG.
Konservasi Tanah dan Air
Konservasi tanah dan air atau yang sering disebut pengawetan tanah
merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan
produktifitas tanah, kuantitas dan kualitas air. Apabila tingkat produktifitas tanah
menurun, terutama karena erosi maka kualitas air terutama air sungai untuk irigasi
dan keperluan manusia lain menjadi tercemar sehingga jumlah air bersih semakin
berkurang [13].
Penerapan teknik konservasi tanah dan air meliputi teknik vegetatif, sipil
teknis dan kimiawi. Penerapan teknik vegetatif berupa penanaman vegetasi tetap,
budidaya tanaman lorong, strip rumput dan lain–lain, penerapan sipil teknis
berupa pembuatan bangunan dam pengendali, dam penahan, teras, saluran
pembuagan air, sumur resapan, embung, parit buntu (rorak), perlindungan kanan
kiri tebing sungai dan lain–lain, serta penerapan teknik kimiawi berupa pemberian
mulsa, bitumen zat kimia[13].
Berikut 5 klasifikasi tanah yang dipakai dalam penelitian[14] :
1. Klasifikasi 1: Kelas tanah yang sesuai untuk penanaman intensif dimana
batasan produksi pertanian yang berkelanjutan kecil atau hampir tidak ada.
2. Klasifikasi 2: Kelas tanah yang sesuai untuk penanaman tanaman reguler,
tetapi tidak sesuai untuk penanaman yang terus menerus. Tanah ini memiliki
kesesuaian yang tinggi untuk pertanian tetapi faktor tanah atau batasan-
batasan lingkungan mengurangi kemampuan produksi penuh dan mungkin
membatasi fasa penanaman ke dalam bentuk rotasi penanaman.
3. Klasifikasi 3: Padang rumput atau tanah yang bisa diperbaiki. Dapat ditanami
dengan rotasi penanaman. Produksi tanaman secara keseluruhan bersifat
moderat karena faktor tanah atau batasan-batasan lingkungan.
5
4. Klasifikasi 4: Tanah yang sesuai untuk padang rumput tetapi tidak sesuai
untuk penanaman. Pertanian berbasis harus dilandaskan pada teknik-teknik
pertanian yang canggih (dan mahal). Produksi pertanian mungkin sangat
bersifat musiman dan keseluruhan produksi rendah akibat faktor lingkungan.
5. Klasifikasi 5: Tanah yang tidak sesuai untuk pertanian dan hanya sesuai
untuk padang rumput. Produksi pertanian sangat rendah akibat faktor
lingkungan dan perbaikan kondisi ini hampir tidak mungkin dilakukan.
Metode Fuzzy
Metoda logika samar (fuzzy logic), yang pada awalnya ditemukan oleh
Lotfi Zadeh dari Universitas California pada tahun 1965 (Lotfi, 2008), pada
dasarnya adalah metoda keanggotaan himpunan yang memungkinkan sesuatu
yang bersifat kualitatif ‘dihitung’ menggunakan teknik yang bersifat kuantitatif.
Logika fuzzy seringkali berawal dengan dan dikembangkan berdasarkan sejumlah
aturan (rule) yang didefinisikan oleh para pengambil keputusan. Selanjutnya,
sistem inferensi fuzzy akan melakukan konversi aturan-aturan itu menjadi
ekivalen-ekivalennya secara matematika, dimana hal ini pada gilirannya akan
membentuk hasil representasi perilaku sistem di dunia nyata secara lebih akurat.
Keuntungan tambahan dari konsep logika fuzzy adalah kesederhanaan dan
fleksibilitasnya. Selain itu, logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi yang
bersifat non-linier dari suatu permasalahan yang bersifat kompleks dan ambigu
(mendua-arti)[5].
Ada beberapa alasan mengapa orang menggunakan logika fuzzy[4] antara lain:
1. Konsep logika fuzzy mudah dimengerti. Konsep matematis yang
mendasari penalaran fuzzy sangat sederhana dan mudah dimengerti.
2. Logika fuzzy sangat fleksibel.
3. Logika fuzzy memiliki toleransi terhadap data-data yang tidak tepat.
4. Logika fuzzy mampu memodelkan fungsi-fungsi non linier yang sangat
kompleks.
5. Logika fuzzy dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman-
pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses
pelatihan.
6. Logika fuzzy dapat bekerjasama dengan teknik - teknik kendali secara
konvensional.
7. Logika fuzzy didasarkan pada bahasa alami.
Fungsi Keanggotaan mempresentasikan suatu kurva yang menunjukan
pemetaan titiktitik input ke dalam nilai keanggotaannya (sering juga disebut
dengan derajat keanggotaan) yang memiliki interval antara 0 sampai 1. Berikut ini
3 tahap perhitungan fuzzy seperti pada Gambar 2.
Gambar 2 Proses Fuzzy[4]
6
Yang pertama adalah langkah Fuzzifier dimana sistem mengubah nilai
bivalen curah hujan, kemiringan lereng, kerapatan sungai, porositas dan
permeabilitas menjadi nilai keanggotaan fuzzy tertentu seperti Linear, Kurva
Segitiga, Kurva Bentuk Bahu, Kurva –S tetapi dalam penelitian ini digunakan
himpunan keanggotaan segitiga yang dirasa paling cocok dan sederhana untuk
penelitian ini dengan rumus seperti pada persamaan(1).
Gambar 3 Kurva Segitiga
µ[𝑥] =
0; 𝑥 ≤ 𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 𝑐𝑥−𝑎
𝑏−𝑎; 𝑎 ≤ 𝑥 ≤ 𝑏
𝑐−𝑥
𝑐−𝑏; 𝑏 ≤ 𝑥 ≤ 𝑐
(1)
Yang kedua adalah proses inference dengan melakukan penalaran
menggunakan fuzzy input dan fuzzy rules yang sudah ditanamkan dalam
sistem,dalam penelitian ini fungsi implikasi yang dipakai adalah fungsi implikasi
Tsukamoto min() untuk mencari nilai minimal dari data hasil proses Fuzzifier.
Yang ketiga adalah proses defuzzifier, input dari proses ini adalah suatu
himpunan fuzzy yang diperoleh dari proses inference sedangkan output yang
dihasilkan berupa suatu bilangan pada domain himpunan fuzzy tersebut. Ada
beberapa metode defuzzifikasi yaitu Max Membership Principle, Centroid
Method, Weight Average Area, Mean Max Membership dll[7] dan dalam
penelitian ini metode defuzzifikasi yang dipakai adalah Weight Average Area
Method dengan rumus :
Z = 𝛼1∗𝑧1+ 𝛼2∗𝑧2+⋯
𝛼1+ 𝛼2+⋯
Dimana:
Z = nilai defuzzifikasi
α = nilai hasil implikasi min()
z = nilai hasil proses inference
Kerapatan Aliran Sungai
Kerapatan sungai adalah suatu angka indeks yang menunjukkan banyaknya
anak sungai di dalam sungai DAS(Daerah Aliran Sungai)[8]. Indeks tersebut
diperoleh dengan persamaan sebagai berikut :
7
Dd = indeks kerapatan sungai (km/𝑘𝑚2)
L = panjang sungai utama (km)
A = luas penampang (𝑘𝑚2)
Panjang sungai utama(L) adalah panjang alur sungai yang diukur mulai dari
outlet DAS hingga perpanjangan sungai sampai batas DAS. Kenyataannya cukup
sulit membedakan sungai utama dengan bukan sungai utama bila terdapat banyak
percabangan sungai. Karena itu proses penentuan sungai utama pada penelitian
akan dilakukan oleh client yang ahli dibidangnya.
Perhitungan panjang sungai utama yang sebenarnya menggunakan rumus[12] :
L = panjang sungai utama dalam peta (cm) X penyebut skala peta
Pengukuran luas penampang(A) daerah aliran sungai dilakukan dengan cara
membuat petak-petak/kotak bujur sangkar pada daerah yang akan dihitung
luasnya atau agar lebih praktis atau lebih sering disebut square method[12]
gambar DAS dapat langsung digambar pada kertas milimeter. Pada batas tepi
yang luasnya setengah kotak lebih, dibulatkan menjadi satu kotak, sedangkan
kotak yang luasnya kurang dari setengah, dihilangkan. Hal yang perlu
diperhatikan adalah pertimbangan keseimbangan, harus ada penyesuaian antara
kotak yang dibulatkan dengan yang dihilangkan. Sedapat mungkin, kotak yang
dihilangkan sama atau seimbang dengan daerah yang dibulatkan.
Perhitungan luas penampang daerah aliran sungai menggunakan rumus[12] :
A = jumlah grid X luas grid X (penyebutskala)2
Kerapatan aliran sungai menggambarkan kapasitas penyimpanan air
permukaan dalam cekungan-cekungan seperti danau, rawa dan badan sungai yang
mengalir di suatu DAS. Kerapatan aliran sungai dapat dihitung dari rasio total
panjang jaringan sungai terhadap luas DAS yang bersangkutan. Semakin tinggi
tingkat kerapatan aliran sungai, berarti semakin banyak air yang dapat tertampung
di badan-badan sungai. Semakin besar nilai Dd semakin baik sistem drainasenya
(semakin besar jumlah limpasannya). Indeks tersebut dapat diperoleh dengan
persamaan[8] :
Dd = panjang sungai utama(L)/luas penampang(A)
3. Metode Penelitian Metode penelitian pada penelitian yang dilakukan dibagi menjadi lima
tahapan yaitu Tahap Persiapan, Tahap Analisis, Pengumpulan Data, Perancangan
Sistem dan Penulisan Laporan seperti yang terlihat pada Gambar 5.
8
Gambar 5 Tahapan Metode Penelitian
Tahap persiapan dalam penelitian adalah studi literatur dan pustaka untuk
memastikan topik yang akan dibahas belum pernah diteliti sebelumnya.
Selanjutnya dilakukan perumusan masalah yang ada sehingga didapatkan
hipotesis serta kerangka konsep dari penelitian yang akan dilakukan. Dari tahap
ini didapatkan bahwa terdapat permasalahan bagaimana menentukan daerah
konservasi tanah dan air pada desa di Kabupaten Semarang dengan 4 parameter
yakni : jenis tanah(porositas dan permeabilitas), kemiringan lereng, kerapatan
sungai, serta curah hujan dengan hasil yang tidak ambigu.
Tahap berikutnya adalah tahap analisis yang mencakup penentuan instrumen
dari penelitian yang akan dilakukan yaitu pemilihan subjek penelitian, variabel
penelitian serta sumber data yang akan digunakan. Dalam penelitian ini subyek
penelitian yang diambil adalah sistem informasi geografis konservasi tanah dan
air di kabupaten Semarang. Variabel penelitian mencakup data tanah, data curah
hujan, data kemiringan lereng, serta data peta kabupaten Semarang. Sumber data
yang digunakan dalam penelitian diambil dari data tanah admin pada kabupaten
Semarang.
Data primer yang didapatkan meliputi data tanah,curah hujan,kemiringan
lereng,peta kabupaten Semarang(batas kecamatan, batas desa, jalur sungai,
koordinat) serta data klasifikasi jenis tanah, kemiringan lereng, curah hujan,
kerapatan sungai dan konservasi. Sedangkan data sekunder yang didapat berupa
data artikel-artikel ilmiah pendukung dari penelitian terdahulu yang terkait.
Setelah semua data penelitian terkumpul, data yang didapat
diimplementasikan ke dalam sebuah rancangan sistem. Metode pengembangan
sistem yang dilakukan adalah dengan model prototype. Metode ini membuat
sebuah desain cepat dan berfokus kepada software yang bisa dilihat langsung oleh
user. Evaluasi dilakukan oleh user dan ditingkatkan kebutuhannya dimana proses
ini akan terus berlanjut hingga titik kepuasan user.
9
Gambar 6 Proses Model Prototype.
Pada Gambar 6 dijelaskan alur kerja serta tahapan yang terjadi dalam
metode prototype. Dalam implementasi metode prototype pada perancangan
sistem konservasi air kabupaten Semarang tahapan yang terjadi adalah (1) Tahap
pengumpulan kebutuhan (listen to customer) (2) tahap perancangan (build/revise
mock-up) (3) Tahap evaluasi prototype (Customer Test-Drives Mock-Up).
Pada tahapan pertama listen to customer dilakukan wawancara dengan client
mengenai kebutuhan sistem,output yang diinginkan serta data referensi terkait
yang dapat membantu memberikan gambaran perancangan sistem.
Pada tahap perancangan dilakukan pembuatan prototype dari sistem
pengolahan data dan konservasi air. Pertama tama perancangan sistem mulai
dibuat dengan menggunakan UML (Unified Modeling Language). Pembuatan
prototypedidasarkan pada kebutuhan dari target pengguna sistem, yaitu pengelola
sistem serta guest. Data dan informasi yang didapatkan pada tahap sebelumnya,
mulai diimplementasikan menjadi table - tabel data serta rancangan sistem
pengolahan data, perhitungan kerapatan sungai dan konservasi menggunakan
logika fuzzy.
UML (Unified Modeling Language) yang digunakan dalam perancangan
sistem terdiri dari use case diagram dan class diagram. Use case diagram
merupakan rancangan keseluruhan sistem yang ingin dikembangan. Terdiri dari
aktor yang mengisi sistem dan aktivitas apa saja yang bisa mereka lakukan.
Sedangkan Class diagram menjelaskan tabel apa saja yang dibutuhkan pada
sistem yang akan dibangun serta relasi antartabel yang ada.
Gambar 7 Use Case Diagram Sistem
10
Seperti yang terlihat pada Gambar 7 peran Administrator adalah menangani
manajemen data master meliputi add data, update data, delete data serta view baik
data kecamatan, desa per kecamatan, curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng
serta klasifikasi per parameter semua proses manipulasi yang dilakukan oleh
administrator nantinya akan ditampilkan pada peta. Sedangkan guest hanya bisa
mengakses dan melihat halaman peta.
Gambar 8 Class Diagram Sistem
Class diagram menunjukan relasi antara tabel dengan sistem yang sudah
dibangun. Relasi tersebut adalah relasi one to one, one to many, dan many to one.
Relasi one to one terjadi pada tabel kerapatan_sungai dan panjang_sungai, relasi
one to many terjadi pada 1)tabel klasifikasi dengan tabel curah_hujan, jenis_tanah,
kemiringan_lereng, kerapatan_sungai, klasifikasi_d 2)tabel petugase dengan tabel
curah_hujan, jenis_tanah, kemiringan_lereng, kerapatan_sungai.Sedangkan relasi
many to one terjadi pada tabel desa_koordinat dengan desa, kecamatan_koordinat
dengan kecamatan, desa dengan kecamatan.
Setelah perancangan UML, dilakukan perancangan arsitektur Model View
Controller pada sistem yang dibuat. Perancangan dilakukan dengan memilah
bagian aplikasi yang tergolong pada komponen model, view atau controller.
Selain itu juga dilakukan perancangan interface sistem sebagai media interaksi
antara user dengan sistem.
Pada tahap Customer Test-Drives Mock-Up dilakukan uji dan evaluasi
prototype oleh client. Evaluasi prototype digunakan untuk mendapatkan umpan
balik apakah aplikasi sudah sesuai dengan kebutuhan user. Evaluasi dilakukan
11
dengan cara wawancara. Jika hasil uji dan evaluasi prototype belum sesuai dengan
kebutuhan user, didapatkan bahwa aplikasi memiliki kekurangan maka kembali
pada tahap sebelumnya, yaitu build/revise mock-up demikian hingga sistem
dianggap sesuai kebutuhan pengguna. Pada proses penelitian ini sistem melewati
3 proses prototype.
4. Hasil dan Pembahasan Hasil implementasi dari penelitian ini adalah penyajian informasi
konservasi air kabupaten Semarang dalam bentuk visualisasi peta dengan
memanfaatkan fitur yang ada pada Google Maps API yang ditambahkan ke dalam
website dengan menggunakan Javascript. Proses pemetaan pada sistem aplikasi
diimplementasikan dengan mengolah 4 data utama yang ada pada database yaitu :
curah hujan, kemiringan lereng, kerapatan sungai, jenis tanah(porositas dan
permeabilitas) dengan menggunakan logika fuzzy. Hasil proses pengolahan data
ini kemudian akan ditampilkan pada halaman browser client dan admin dalam
bentuk Sistem Informasi Geografis(SIG).
Masuk ke pembahasan sistem, dalam sistem yang dirancang digunakan
fungsi login untuk membedakan 2 user akses yaitu admin dan guest. Jika login
sebagaiadminvalid maka sistem akan menampilkan halaman sesuai dengan hak
akses login. Untuk halaman dengan hak akses admin akan terdapat 5 tab tampilan
peta curah hujan,jenis tanah,kemiringan lereng,kerapatan sungai dan konservasi
tanah dan air serta beberapa link untuk memanipulasi data master yaitu
kecamatan, desa, curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng, kerapatan sungai,
konservasi, klasifikasi serta link logout karena admin memiliki hak akses penuh
menuju semua fungsi dalam sistem. Proses manipulasi data meliputi : add, edit,
delete, view list data, search, select all, disselect all, refresh serta paging Berikut
adalah tampilan halaman administrator seperti pada Gambar 9.
Gambar 9 Tampilan Halaman Administrator
Untuk memanipulasi data kecamatan dan desa dapat dilakukan dengan
memilih sub menu kecamatan dan desa pada menu master dimana admin bisa
12
memanipulasi letak auto center sebuah kecamatan serta dapat memanipulasi letak
label nama kecamatan dan desa seperti yang terlihat pada Gambar 10.
Kode Program 1 Kode Javascript Google Maps API function initialize()
{
var mapOptions = {
zoom: <?php echo $zoomid;?>,
center: new google.maps.LatLng('<?php echo $lati_center;?>', '<?php echo
$longi_center;?>'),
scaleControl:true,
mapTypeId: google.maps.MapTypeId.ROADMAP
}
var map = new google.maps.Map(document.getElementById('map-canvas'),mapOptions);
Gambar 10 Form Manipulasi Data Kecamatan dan Desa
Untuk memanipulasi data utama curah hujan, jenis tanah, kerapatan
sungai, kemiringan lereng dapat dilakukan dengan memilih sub menu curah hujan,
jenis tanah, kerapatan sungai, kemiringan lereng pada menu master dimana admin
bisa memanipulasi data–data tersebut yang nantinya akan diolah untuk
perhitungan fuzzy konservasi dan ditampilkan pada peta. Dari 4 data yang ada,
proses pengisian data kerapatan sungai sedikit berbeda karena untuk mengisi data
kerapatan sungai berkaitan erat dengan visualisasi peta seperti yang diperlihatkan
pada Gambar 11.
Gambar 11 Visualisasi Peta Data Kerapatan Sungai
13
Kode Program 1 Kode Program Perhitungan indeks kerapatan sungai $psungai = $panjang * $skala_peta;
$psungai_km = $psungai /100000;
$a = (&jml_grid * 1) * ($skala_peta * $skala_peta);
$a_km = $a/10000000000;
$Dd = $psungai_km / $_km;
Kode program 1 menunjukkan bagaimana proses perhitungan untuk data
kerapatan sungai dengan beberapa parameter yang diperlukan yaitu panjang
sungai pada peta, jumlah grid per desa, skala peta. Hasil perhitungan akan
ditentukan berada pada klasifikasi kerapatan sungai rendah, sedang, tinggi atau
sangat tinggi.
Untuk proses perhitungan fuzzy untuk konservasi dapat dilakukan dengan
memilih sub menu konservasi pada menu master dimana admin dapat melakukan
proses perhitungan dengan menekan tombol add lalu pilih kecamatan yang
diinginkan dan tekan proses untuk mendapatkan nilai konservasi seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 12.
Gambar 12 Form Manipulasi Data Konservasi
Nilai konservasi hasil perhitungan fuzzy setiap desa yang sudah diolah
pada halaman admin nantinya akan ditampilkan pada halaman peta konservasi
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 13.
Gambar 13 Tampilan Peta Konservasi
14
Kode Program 2 Kode Program Perhitungan Konservasi $alpha[$key]=
array($curah_hujan[$key]['fz'],$kerapatan_sungai[$key]['fz'],$kemiringan_lereng[$k
ey]['fz'],$porositas[$key]['fz'],$permeabilitas[$key]['fz']);
$mn = min($alpha[$key]);
$z = $nilai2 - ($mn * ($nilai2-$nilai1));
$z2 = ($mn*$z)/$mn;
$hasil = $this->insert_to_konservasi($id,$z2,$key);
Kode program 2 merupakan sepotong bagian perhitungan fuzzy untuk
konservasi dimana hasil proses fuzzifikasi ditampung dalam array lalu digunakan
fungsi min() untuk mencari nilai terkecil di dalam array. Lalu dari hasil tersebut
akan dilakukan proses defuzzifikasi untuk mendapatkan nilai crisp konservasi.
Untuk penerapan logika fuzzy akan diambil contoh Kecamatan Bergas
Desa Pagersari tapi perlu diingat data yang terlihat adalah data sample, untuk data
sesungguhnya dapat diubah pada proses manajemen admin. Seperti yang terlihat
pada Gambar 13, desa Pagersari mempunyai 5 data utama untuk diolah
menggunakan logika fuzzy yaitu curah hujan = 25 mm/24jam, kemiringan lereng
= 9 %, kerapatan sungai = 1,3 km/𝑘𝑚2, porositas = 44 %, permeabilitas = 4
cm/jam. Berdasarkan data diatas akan dilakukan perhitungan fuzzy untuk
konservasi melalui 3 tahap fuzzification, inference, defuzzification.
Sebelumnya akan dicantumkan klasifikasi tiap data, kurva fungsi
keanggotaan serta fungsi keanggotaan untuk tiap data utama, berikut klasifikasi
yang digunakan dalam sistem untuk proses fuzzification sebagai berikut:
Klasifikasi Curah Hujan(CH)[16] Klasifikasi Kemiringan(KL)[3]
Sangat Ringan = < 5 mm/24jam Datar/Landai = 0 – 5 %
Ringan = 5 – 20 mm/24jam Bergelombang = 5 – 10 %
Sedang = 20 – 50 mm/24jam Berbukit = 10 – 30 %
Lebat = 50 – 100 mm/24jam Terjal = > 30 %
Sangat Lebat = > 100 mm/24jam
Klasifikasi Porositas(PS)[18] Klasifikasi Permeabilitas(PM)[17]
Sangat Porous = 80 – 100% Sangat Lambat = < 0.125 cm/jam
Porous = 60 – 80 % Lambat = 0.125 – 0.5 cm/jam
Baik = 50 – 60 % Agak Lambat = 0.5 – 2 cm/jam
Kurang Baik = 40 – 50 % Sedang = 2 – 6.25 cm/jam
Jelek = 30 – 40 % Agak Cepat = 6.25 – 12.5 cm/jam
Sangat Jelek = 0 – 30 % Cepat = 12.5 – 25 cm/jam
Sangat Cepat = > 25 cm/jam
Klasifikasi Kerapatan Sungai(KS)[19] Poin dan Range Konservasi
Rendah = < 0.25 km/𝑘𝑚2 Klasifikasi I = 10 poin,1-10
Sedang = 0.25 – 10 km/𝑘𝑚2 Klasifikasi II = 20 poin,11 - 20
Tinggi = 10 – 25 km/𝑘𝑚2 Klasifikasi III = 30 poin,21 - 30
Sangat Tinggi = 25 – 40 km/𝑘𝑚2 Klasifikasi IV = 40 poin,31 - 40
Klasifikasi V = 50 poin,41 - 50
15
Untuk kurva fungsi keanggotaan untuk setiap data utama dapat dilihat
pada Gambar 14.
A B
C D
E
Gambar 14 (A)Kemiringan Lereng (B)Kerapatan Sungai (C)Permeabilitas (D)Porositas (E)Curah
Hujan
Fungsi keanggotaan untuk data kemiringan lereng(KL) :
µDatar/Landai =
0 ; 𝑥 ≥ 10 10−𝑥
5; 5 ≤ 𝑥 ≤ 10
1 ; 𝑥 ≤ 5
µAgakCuram =
0 ; 𝑥 ≤ 5 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 30 𝑥−5
5; 5 ≤ 𝑥 ≤ 10
30−𝑥
20; 10 ≤ 𝑥 ≤ 30
µCuram =
0 ; 𝑥 ≤ 30 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 50 𝑥−10
20; 10 ≤ 𝑥 ≤ 30
50−𝑥
20; 30 ≤ 𝑥 ≤ 50
µSangatCuram =
0 ; 𝑥 ≤ 30 𝑥−30
20; 30 ≤ 𝑥 ≤ 50
1 ; 𝑥 ≥ 50
Fungsi keanggotaan untuk data kerapatan sungai(KS) :
16
µRendah =
0 ; 𝑥 ≥ 10 10−𝑥
9,75; 0,25 ≤ 𝑥 ≤ 10
1 ; 𝑥 ≤ 0,25
µSedang =
0 ; 𝑥 ≤ 0,25 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 25 𝑥−0,25
9,75; 0,25 ≤ 𝑥 ≤ 10
25−𝑥
15; 10 ≤ 𝑥 ≤ 25
µTinggi =
0 ; 𝑥 ≤ 10 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 35 𝑥−10
15; 10 ≤ 𝑥 ≤ 25
35−𝑥
10; 25 ≤ 𝑥 ≤ 35
µSangatTinggi =
0 ; 𝑥 ≤ 25 𝑥−25
10; 25 ≤ 𝑥 ≤ 35
1 ; 𝑥 ≥ 35
Fungsi keanggotaan untuk data permeabilitas(PM) :
µSangatLambat =
1 ; 𝑥 ≤ 0,125 0,5 − 𝑥
0,375; 0,125 ≤ 𝑥 ≤ 0,5
0; 𝑥 ≥ 0,5
µLambat =
0 ;𝑥 ≤ 0,125 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 2 𝑥−0,125
0,375; 0,125 ≤ 𝑥 ≤ 0,5
2−𝑥
1,5; 0,5 ≤ 𝑥 ≤ 2
µAgakLambat =
0 ; 𝑥 ≤ 0,5 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 6,25
𝑥−0,5
1,5; 0,5 ≤ 𝑥 ≤ 2
6,25−𝑥
4,25; 2 ≤ 𝑥 ≤ 6,25
µSedang =
0 ; 𝑥 ≤ 2 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 12,5
𝑥−2
4,25; 2 ≤ 𝑥 ≤ 6,25
12,5−𝑥
6,25; 6,25 ≤ 𝑥 ≤ 12,5
µAgakCepat =
0 ; 𝑥 ≤ 6,25 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 25 𝑥−6,25
6,25; 6,25 ≤ 𝑥 ≤ 12,5
25−𝑥
12,5; 12,5 ≤ 𝑥 ≤ 25
µCepat =
0 ; 𝑥 ≤ 12,5 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 37,5 𝑥−12,5
12,5; 12,5 ≤ 𝑥 ≤ 25
37,5−𝑥
12,5; 25 ≤ 𝑥 ≤ 37,5
µSangatCepat =
0 ; 𝑥 ≤ 25 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥−25
12,5; 25 ≤ 𝑥 ≤ 37,5
1; 𝑥 ≥ 37,5
Fungsi keanggotaan untuk data porositas(PS) :
µSangatPorous =
0 ;𝑥 ≤ 80 𝑥−80
20; 80 ≤ 𝑥 ≤ 100
1 ; ≥ 100
µPorous =
0 ; 𝑥 ≤ 60 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 100 𝑥−60
20; 60 ≤ 𝑥 ≤ 80
100−𝑥
20; 80 ≤ 𝑥 ≤ 100
µBaik =
0 ;𝑥 ≤ 50 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 80 𝑥−50
10; 50 ≤ 𝑥 ≤ 60
80−𝑥
20; 60 ≤ 𝑥 ≤ 80
µKurangBaik =
0 ; 𝑥 ≤ 40 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 60 𝑥−40
10; 40 ≤ 𝑥 ≤ 50
60−𝑥
10; 50 ≤ 𝑥 ≤ 60
µJelek =
0 ; 𝑥 ≤ 0 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 50 𝑥−0
40; 0 ≤ 𝑥 ≤ 40
50−𝑥
10; 40 ≤ 𝑥 ≤ 50
µSangatJelek =
0 ; 𝑥 ≥ 30 30−𝑥
30; 0 ≤ 𝑥 ≤ 30
1; 𝑥 ≤ 0
Fungsi keanggotaan untuk data curah hujan(CH) :
µSangatRingan =
0 ; 𝑥 ≥ 20 20−𝑥
15; 5 ≤ 𝑥 ≤ 20
1;𝑋 ≤ 5
µRingan =
0 ; 𝑥 ≤ 20 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 50 𝑥−5
15; 5 ≤ 𝑥 ≤ 20
50−𝑥
30; 20 ≤ 𝑥 ≤ 50
µSedang =
0 ; 𝑥 ≤ 20 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 100 𝑥−20
30; 20 ≤ 𝑥 ≤ 50
100−𝑥
50; 50 ≤ 𝑥 ≤ 100
µTinggi =
0 ; 𝑥 ≤ 50 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑥 ≥ 100 𝑥−50
50; 50 ≤ 𝑥 ≤ 100
150−𝑥
50; 100 ≤ 𝑥 ≤ 150
17
µSangatTinggi =
0 ; 𝑥 ≤ 100 𝑥−100
50; 100 ≤ 𝑥 ≤ 150
1; 𝑥 ≥ 150
Tahap Fuzzifikasi
Himpunan kemiringan lereng :
µDatar/Landai[9] = (10 – 9) / (10 - 5) = 0,2
µBergelombang[9] = (9 - 5) / (10 - 5) = 0,8
Himpunan kerapatan sungai :
µRendah[1,3] = (10 – 1,3) / (10 – 0,25) = 0,89
µSedang[1,3] = (1,3 – 0,25) / (10 – 0,25) = 0,11
Himpunan porositas :
µJelek[44] = (50 – 44) / (50 – 40) = 0,6
µKurangBaik[44] = (44 – 40) / (50 - 40) = 0,4
Himpunan permeabilitas :
µAgakLambat[4] = (6,25 – 4) / (6,25 – 2) = 0,53
µSedang[4] = (4 – 2) / (6,25 – 2) = 0,47
Himpunan curah hujan :
µRingan[25] = (50 – 25) / (50 – 20) = 0,83
µSedang[25] = (25 – 20) / (50 – 20) = 0,17
Tahap Inferensi
Untuk perbandingan AND maka digunakan operator Zadeh min, yaitu mencari
nilai derajat keanggotaan terkecil. Dari proses inferensi didapatkan rule fuzzy yang
tidak sama dengan 0 yaitu :
IF CH = ringan && KL = landai/datar && PS = jelek && KS = sedang
&& PM = sedang THEN klasifikasi 3.
α1 = min(0,83; 0,2; 0,6; 0,11; 0,47)
= 0,11
𝑧1 = 30
IF CH = sedang && KL = bergelombang && PS = kurangbaik && KS =
sedang && PM = agak lambat THEN klasifikasi 3.
α2 = min(0,17; 0,8; 0,4; 0,11; 0,53)
= 0,11
𝑧2 = 30
IF CH = sedang && KL = landai/datar && PS = jelek && KS = sedang
&& PM = agak lambat THEN klasifikasi 3.
α3 = min(0,17; 0,2; 0,6; 0,11; 0,53)
= 0,11
𝑧3 = 30
18
Tahap Defuzzifikasi
Pada tahap ini digunakan metode defuzzification Weight Average Area
dengan rumus sebagai berikut :
Z = 𝛼1∗𝑧1+ 𝛼2∗𝑧2+⋯
𝛼1+ 𝛼2+⋯
Maka Z = 0.11∗30+0.11∗30+0.11∗30
0.11+0.11+0.11 = 9,9 / 0,33 = 30
Nilai hasil defuzzifikasi merupakan nilai poin konservasi dari desa
Pagersari, nilai konservasi desa Pagersari adalah 30 dan berada pada klasifikasi 3.
Tahap Evaluasi dan Pengujian Tahap yang selanjutnya adalah proses evaluasi atau pengujian fungsi.
Guna mengetahui apakah sistem yang dibangun dapat berjalan dengan baik dan
bisa memenuhi tujuan dari penelitian maka perlu dilakukan pengujian terhadap
sistem. Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian alfa dan beta. Pengujian alfa
mencakup pengujian fungsionalitas dari sistem yang dibangun. Pengujian alfa
dilakukan dengan metode black box testing, yaitu dengan menguji sistem dengan
sebuah input yang benar dan melalui suatu proses akan menghasilkan output yang
diinginkan. Saat input yang diberikan dalam suatu proses menghasilkan output
yang sesuai maka sistem dinyatakan valid. Hasil dari pengujian alfa dapat dilihat
pada Tabel 1. Tabel 1 Pengujian Alpha pada Sistem
Pengujian Aksi Hasil Status
Menu - menu Navigasi Menekan
semua fungsi
navigasi
pada sistem.
Jika berhasil maka
halaman sistem akan
mengarah kepada
halaman tertentu sesuai
dengan menu navigasi
yang telah ditekan.
Valid
Fungsi Create,Update.
Delete,View,Search
(CUDVS)
Fungsi Login dan Logout
Logika Fuzzy dan Kerapatan
Sungai
Lihat,tambah,
ubah,hapus,
cari data
melalui
sistem
Melakukan
login dan
logout
sebagai
administrator
Melakukan
Jika berhasil maka semua
proses CUDVS pada
sistem akan berjalan
dengan baik
Jika berhasil maka semua
proses login
administrator dapat
berjalan dengan baik
Jika berhasil maka hasil
kedua perhitungan akan
Valid
Valid
Valid
19
perbandingan
hasil
perhitungan
dalam sistem
dengan
perhitungan
manual
menghasilkan hasil yang
sama
Berikutnya dilakukan pengujian beta untuk sistem. Pengujian beta
terhadap sistem yang dibangun juga dilakukan dengan melibatkan 25 responden
yang merupakan alumni/mahasiswa di perguruan tinggi UKSW dengan progdi TI
serta mahasiswa pertanian Semarang. Pengujian beta dilanjutkan dengan
membagikan kusioner berisi pertanyaan seputar sistem setelah para responden
selesai mencoba sistem hingga selesai. Ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan
pengguna akan perancangan sistem konservasi tanah dan air ini. Berikut hasil
kuisioner untuk pengujian beta untuk setiap pertanyaan terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Tabel Hasil Pengujian Beta
Kategori Soal 1 Soal 2 Soal 3 Soal 4 Soal 5 Jumlah
Baik 22 20 22 21 19 104
Cukup 3 3 2 4 4 16
Kurang 0 2 1 0 2 5
25 25 25 25 25 1255
Pada pertanyaan pertama 88% responden (22 orang) berpendapat bahwa
secara keseluruhan aplikasi sudah dapat berjalan dengan baik. Pada pertanyaan
kedua, 80% (20 orang) responden berpendapat bahwa sistem yang dibuat
memiliki tampilan yang mudah dipahami dan digunakan. Dari pertanyaan ketiga
didapatkan bahwa 88% (22 orang) reponden setuju bahwa fungsi –fungsi yang
berada dalam sistem sudah bekerja dengan baik. Dari pertanyaan keempat 84%
(21 orang) responden berpendapat perancangan sistem sudah memenuhi tujuan
pembuatan sistem yaitu menerapkan logika fuzzy untuk perhitungan konservasi.
Dan dari pertanyaan terakhir 76% (19 orang) responden berpendapat bahwa
sistem yang dirancang dapat mengatasi permasalahan yang diangkat dalam
penelitian yang dilakukan. Tabel hasil pengujian kuisioner dapat dilihat pada
Tabel 3.
20
Tabel 3 Presentase Hasil Pengujian Kuisioner
Soal (%)
Kategori
1 2 3 4 5 Rata-
rata
Baik 88 80 88 84 76 83.2
Cukup 12 12 8 16 16 12.8
Kurang 0 8 4 0 8 4
100 100 100 100 100 100
Hasil dari pengujianini didapatkan presentase rata-rata jawaban dengan
kategori baik sebanyak 83.2%. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa sistem yang
dibangun sudah bisa mewakili proses kerja penelitian Penentuan Daerah
Konservasi Tanah dan Air menggunakan logika fuzzy dan dapat memberikan
informasi peta yang jelas kepada pengguna.
5. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa penerapan logika fuzzy untuk perhitungan konservasi tanah dan air dapat
membantu untuk mengatasi ketidakjelasan/kekaburan data dengan memberikan
nilai yang lebih akurat dalam bentuk nominal serta dengan bantuan dari Google
Maps API sebagai sarana visualisasi peta, informasi disajikan dalam bentuk data
spasial sehingga lebih interaktif dan informasi lebih mudah untuk dipahami oleh
pengguna. Pengembangan ke depan dapat dilakukan dengan menambah fitur –
fitur baru pada peta seperti export file SHP atau PDF dan menambahkan algoritma
SPK lain seperti Neural Network atau Learning Vector Quantzation untuk
mengatasi kelemahan yang dimiliki logika fuzzy.
6. Daftar Pustaka
[1]. Manongga, Danny, Frederik Samuel Papilaya dan Elvina Rahardjo. 2009.
Perancangan dan Implementasi Sistem Informasi Geografis Kekurangan
Gizi pada Balita di Kecamatan Tingkir Salatiga. Salatiga: Universitas
Kristen Satya Wacana.
[2]. Adi Sanjaya, dkk. 2009. Implementasi Model View Controller dan Object
Relational Mapping pada Content Management System Sistem Informasi
Keuangan. Salatiga: Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya
Wacana.
[3]. Asmaranto, Runi, Eri Suhartanto dan Bias Angga Permana. 2010. Aplikasi Sistem
Informasi Geografis(SIG) Untuk Identifikasi Lahan Kritis dan Arahan Fungsi
Lahan Daerah Aliran Sungai Sampean. [4]. Kusumadewi, dkk. 2006. Fuzzy Multi-Attribute Decision Making(Fuzzy
MADM).
21
[5]. Susilo, Frans. 2006. Himpunan dan Logika Kabur serta Aplikasinya.
[6]. Pal, Sankar K., & Dwijesh K Dutta Majumder. 1985. Fuzzy Pendekatan
Matematik untuk Pengenalan Pola.
[7]. Sujono. 2012. Metode – metode defuzzifikasi. http://staff.budiluhur.ac.id/
sujono/files/2012/09/Bab-3.pdf. Diakses 24 November 2013.
[8]. Hanifiyani, dkk. 2013. Analisis Karakteristik DAS menggunakan Perangkat
Lunak Sistem Informasi Geografis.
[9]. My Tutorial. 2010. Mengenal Lebih Dekat Framework PHP dan Jenisnya.
http://tutorial.dumbstrack.org/mengenal-framework-php-dan-jenisnya/.
Diakses Tanggal 2 Februari 2014.
[10]. Afuan, Lasmedi. Pemrograman Web II. http://www.ti10sore.com/materi/
SMT%206/P.%20WEB%202/. Diakses 2 Februari 2014.
[11]. Adi Sanjaya, David, Kristoko Dwi Hartomo dan Theophilipus Wellem.
2009. Implementasi Model View Controller dan Object Relational Mapping
pada Content Management System Sistem Informasi Keuangan. Salatiga:
Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana.
[12]. Pinardimoelja. 1987. Materi III Konsep Dasar Kartografi. http://
dharmapalekahelu.i8.com/materi_gis/materi_3/materi_3.html. Diakses pada
4 Januari 2014.
[13]. Arsyad, Sintanala. 1989. Konservasi Tanah dan Air.
[14]. Kanada dan New South Wales. Klasifikasi tanah untuk pertanian.
http://sis.agr.gc.ca/cansis/nsdb/cli/classdesc.html. Diakses 2 Februari 2014. [15]. Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret. 2013. ict.ft.uns.ac.id/framework/.
Diakses 2 Februari 2014.
[16]. BMKG. 2008. Curah Hujan dan Potensi Gerakan Bencana Alam.
http://pirba.hrdpnetwork.com/e5781/e5795/e6331/e15201/eventReport1521
5/CurahHujan_PotensiGertan_BMKG.pdf. Diakses tanggal 4 Januari 2014.
[17]. LPT. 1979. Penuntun Analisa Fisika Tanah.
[18]. Wijaya, Endy. 2007. Identifikasi Iklim, Tanah dan Irigasi pada Lahan
Potensial Pertanian di Kabupaten Serdang. http://repository.usu.ac.id/
bitstream/123456789/7548/3/09E00494.pdf.txt. Diakses tanggal 4 Januari
2014.
[19]. Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.