peranan pengeluaran pemerintah sektor pendidikan

24
P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940 72 PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN, KESEHATAN, TRANSPORTASI, DAN PERUMAHAN BAGI PEREKONOMIAN INDONESIA Raynal Yasni 1) , Fuad Iqbal Muhammad 2) 1 Jurusan Akuntansi, Politeknik Keuangan Negara STAN 2 Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Email: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah sektor pendidikan, kesehatan, transportasi dan perumahan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data dalam penelitian ini merupakan data sekunder dan diproses dengan menggunakan Error Correction Models (ECM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang: (1) pengeluaran pemerintah dalam sektor pendidikan, transportasi, dan perumahan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, (2) sedangkan pengeluaran pemerintah dalam sektor kesehatan memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Kata Kunci: pengeluaran pemerintah, pertumbuhan ekonomi Abstract The purpose of this research is to examine the influence of government expenditure on education, health, transportation and housing and its implication to economics growth in Indonesia. The data is secondary data and processed using error correction model (ECM). The results of this research show that in long term: (1) government expenditure on education, transportation, and housing has positive and significant effect on economic growth, (2) government expenditure on health doesn’t have significant effect on economic growth. Keywords: government expenditure, economic growth 1. PENDAHULUAN Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2012 sempat menyentuh 6,23%. Angka ini terus turun, bahkan saat terjadi pergantian kepemimpinan di tahun 2014 dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Presiden Joko Widodo, pertumbuhan ekonomi berada pada angka 5,01%, hingga pada tahun 2016 pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh sebesar 5,02%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang fluktuatif tersebut tidak terlepas dari daya dukung ekonomi yang oleh Sukirno (2006: 429) mencakup tanah dan kekayaan alam lainnya, jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja, barang-barang modal dan tingkat teknologi, serta sistem sosial dan sikap dari masyarakat. Kualitas manusia berperan besar bagi pertumbuhan ekonomi melalui kapabilitas penduduk dan kebebasan yang akan meningkatkan kapasitas produksi (Ranis, 2004). Mutu penduduk tersebut dapat diwakili dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meliputi tiga dimensi dasar, yaitu panjangnya usia dan kesehatan, pengetahuan, serta standar hidup layak. Pemerintah sendiri telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang pro terhadap IPM. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan anggaran untuk pendidikan sebesar minimal 20% dari total APBN (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional) dan peningkatan anggaran sektor kesehatan sebesar 5% dari total APBN. Selain kebijakan APBN yang fokus dalam peningkatan pembangunan manusia, pemerintah juga gencar dalam melakukan pembangunan fisik, terutama pembangunan sektor transportasi

Upload: others

Post on 05-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

72

PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN,

KESEHATAN, TRANSPORTASI, DAN PERUMAHAN BAGI

PEREKONOMIAN INDONESIA

Raynal Yasni1)

, Fuad Iqbal Muhammad2)

1 Jurusan Akuntansi, Politeknik Keuangan Negara STAN

2Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan

Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengeluaran pemerintah sektor pendidikan,

kesehatan, transportasi dan perumahan terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Data dalam

penelitian ini merupakan data sekunder dan diproses dengan menggunakan Error Correction Models

(ECM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang: (1) pengeluaran pemerintah

dalam sektor pendidikan, transportasi, dan perumahan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi, (2) sedangkan pengeluaran pemerintah dalam sektor kesehatan memiliki

pengaruh yang tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Kata Kunci: pengeluaran pemerintah, pertumbuhan ekonomi

Abstract

The purpose of this research is to examine the influence of government expenditure on education,

health, transportation and housing and its implication to economics growth in Indonesia. The data is

secondary data and processed using error correction model (ECM). The results of this research show

that in long term: (1) government expenditure on education, transportation, and housing has positive

and significant effect on economic growth, (2) government expenditure on health doesn’t have

significant effect on economic growth.

Keywords: government expenditure, economic growth

1. PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun

2012 sempat menyentuh 6,23%. Angka ini terus

turun, bahkan saat terjadi pergantian

kepemimpinan di tahun 2014 dari Presiden

Susilo Bambang Yudhoyono ke Presiden Joko

Widodo, pertumbuhan ekonomi berada pada

angka 5,01%, hingga pada tahun 2016

pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh sebesar

5,02%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang

fluktuatif tersebut tidak terlepas dari daya

dukung ekonomi yang oleh Sukirno (2006: 429)

mencakup tanah dan kekayaan alam lainnya,

jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga

kerja, barang-barang modal dan tingkat

teknologi, serta sistem sosial dan sikap dari

masyarakat.

Kualitas manusia berperan besar bagi

pertumbuhan ekonomi melalui kapabilitas

penduduk dan kebebasan yang akan

meningkatkan kapasitas produksi (Ranis, 2004).

Mutu penduduk tersebut dapat diwakili dengan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang

meliputi tiga dimensi dasar, yaitu panjangnya

usia dan kesehatan, pengetahuan, serta standar

hidup layak. Pemerintah sendiri telah melakukan

berbagai upaya untuk meningkatkan indeks

pembangunan manusia melalui Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang

pro terhadap IPM. Hal ini dapat dilihat dari

peningkatan anggaran untuk pendidikan sebesar

minimal 20% dari total APBN (Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional) dan peningkatan anggaran

sektor kesehatan sebesar 5% dari total APBN.

Selain kebijakan APBN yang fokus dalam

peningkatan pembangunan manusia, pemerintah

juga gencar dalam melakukan pembangunan

fisik, terutama pembangunan sektor transportasi

Page 2: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

Raynal Yasni dan Fuad Iqbal Muhammad, Peranan Pengeluaran pemerintah Sektor Pendidikan, ... 73

dan perumahan untuk meningkatkan daya saing,

produktifitas dan kemandirian ekonomi.

Terlebih sejak Presiden Joko Widodo berkuasa,

pemerintah makin menggalakkan pembangunan

jalan sepanjang 836 kilometer, pembangunan

jembatan sepanjang 10.198 meter, melanjutkan

dan membangun bandara baru sebanyak 13

bandara, membangun dan mengembangkan

pelabuhan laut sebanyak 61 lokasi,

pembangunan tahap 1 dan lanjutan jalur kereta

api sepanjang 710 kilometer, dan melanjutkan

pembangunan terminal penumpang sebanyak

tiga lokasi berdasarkan arah APBN 2017.

APBN sebagai instrumen fiskal yang tersedia

bagi pemerintah memiliki peran dalam

mendukung pertumbuhan ekonomi nasional

melalui realisasi belanja APBN. Peran akuntansi

belanja yang dilakukan pemerintah pada fungsi

yang meningkatkan kualitas sumber daya

manusia seperti pendidikan, kesehatan, dan

perumahan serta infrastruktur yang mendukung

konektifitas kegiatan ekonomi tidaklah sedkit

dan dinilai memiliki kontribusi besar

menciptakan dan mendukung kesinambungan

pertumbuhan ekonomi. Tabel 1 berikut

memberikan gambaran realisasi belanja netto

APBN untuk beberapa fungsi termasuk fungsi

kesehatan, pendidikan, perumahan dan fasilitas

umum.

Tabel 1

Perkembangan Realisasi Belanja Netto APBN 2014-2016 (Miliar Rupiah)

Fungsi/ Subfungsi 2014 2015 2016

Pelayanan Umum 797.763,6 624.497,7 322.588,1

Pertahanan 86.113,3 105.907,3 109.003,9

Ketertiban dan Keamanan 34.856,6 52.941,3 122.930,5

Ekonomi 97.140,8 177.105,2 331.005,0

Lingkungan Hidup 9.326,4 9.874,5 11.007,2

Perumahan dan Fasilitas Umum 26.244,3 16.981,1 34.340,7

Kesehatan 10.893,4 23.225,7 66.069,8

Pariwisata dan Budaya 1.469,0 3.166,3 5.868,6

Agama 4.001,9 5.097,9 9.778,4

Pendidikan 122.697,0 143.638,7 143.262,1

Perlindungan Sosial 13.070,8 20.867,8 150.841,7

Sumber: Lampiran Nota Keuangan dan APBN Tahun 2017, hal. 4.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis melihat

terdapat urgensi untuk menunjukkan dalam

penelitian ini, apakah pengeluaran pemerintah

Indonesia terutama dalam sektor pendidikan,

kesehatan, transportasi, dan perumahan telah

sesuai dengan tujuannya dalam meningkatkan

pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Penelitian

ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh

pengeluaran pemerintah sektor pendidikan,

kesehatan transportasi dan perumahan terhadap

pertumbuhan ekonomi, Indonesia pada kurun

waktu 1987-2016. Pemilihan rentang waktu dari

tahun 1987 sampai dengan tahun 2016

dikarenakan pada tahun tersebut pemerintah

memulai reformasi kebijakan dalam

perekonomian, dikarenakan berakhirnya era oil

boom yang membuat penerimaan negara dari

sektor minyak dan gas turun.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat

berkontribusi positif bagi sisi akademis dan

kebijakan publik. Pertama, bagi pemerintah

penelitian ini diharapkan menjadi pedoman

mengenai pentingnya pengeluaran pemerintah

terhadap pertumbuhan ekonomi dan

menunjukkan seberapa besar pengeluaran

pemerintah sektor pendidikan, kesehatan,

transportasi dan perumahan dapat mendukung

pertumbuhan ekonomi nasional. Kedua, para

akademisi dan para peneliti diharapkan dapat

terus memperluas penggunan variabel akuntansi

belanja pemerintah ini dalam kaitannya terhadap

pertumbuhan ekonomi.

2. TELAAH LITERATUR DAN

PENGEMBANGAN HIPOTESIS

a. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi menurut Todaro dan

Smith (2006: 22) dapat diukur dari peningkatan

pendapatan rumah tangga atau pendapatan per

Page 3: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

74 Jurnal Riset Terapan Akuntansi, Vol.4 No.1, 2020

kapita. Anand dan Sen (2000: 2032) menunjuk

bahwa pertumbuhan ekonomi dapat

menciptakan sumber daya untuk meningkatkan

layanan publik.

Terdapat banyak pandangan mengenai

pertumbuhan ekonomi, mulai dari pandangan

klasik (Adam Smith, David Ricardo, Thomas

Robert Malthus dan John Stuart Mill), maupun

pandangan ekonom neoklasik (Robert Sollow

dan Trevor Swan). Selanjutnya, kita juga

mengenal Teori Pertumbuhan Ekonomi Harrod-

Domar yang menunjukkan bahwa investasi

mempunyai pengaruh yang signifikan dalam

pertumbuhan ekonomi. Dalam teori ini

disebutkan bahwa tumbuhanya perekonomian

perlu didukung dengan tingkat tabungan dan

investasi tertentu.

Berikutnya, kita mengenal teori pertumbuhan

ekonomi Solow-Swan yang menjelaskan bahwa

investasi, tabungan, pertumbuhan penduduk,

serta teknologi berpengaruh terhadap tingkat

perekonomian dan pertumbuhan ekonominya.

Di sisi lain, teori Schumpter menekankan

pentingnya pertumbuhan ekonomi didorong oleh

banyaknya wirausaha dan mereka merupakan

golongan yang akan terus menerus membuat

pembaruan atau inovasi dalam ekonomi.

Berikutnya, ada juga Prof. W.W. Rostow yang

memperkenalkan Teori Tahap-Tahap

Pertumbuhan Ekonomi yang memberikan lima

tahap dalam pertumbuhan ekonomi dan setiap

negara-negara di dunia dapat digolongkan ke

dalam salah satu dari kelima tahap pertumbuhan

ekonomi yang dijelaskannya.

b. Pengeluaran Pemerintah

Banyak teori yang menghubungkan

pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan

ekonomi, di antaranya yaitu:

1) Teori Rostow dan Musgrave

Model ini menghubungkan antara besarnya

perkembangan pengeluaran pemerintah dengan

tahapan pembangunan ekonomi suatu negara,

yaitu tahap awal, tahap menengah, dan tahap

lanjut. Pada tahap awal, rasio pengeluaran

pemerintah terhadap pendapatan nasional relatif

besar. Hal ini dikarenakan pada tahap ini

pemerintah harus menyediakan berbagai sarana

dan prasarana seperti pendidikan, kesehatan,

prasarana transportasi dan sebagainya.

(Dumairy, 1997: 20).

2) Teori Adolf Wagner

Teori Adolf Wagner didasarkan pada

pengamatan empiris terhadap negara-negara

Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang pada abad

ke-19 yang menyatakan bahwa pengeluaran

pemerintah dan kegiatan pemerintah cenderung

semakin meningkat dari tahun ke tahun. Wagner

mengukur perbandingan pengeluaran

pemerintah terhadap PDB dengan

mengemukakan suatu teori mengenai

perkembangan pengeluaran pemerintah yang

semakin besar dipengaruhi dari kenaikan

terhadap PDB (Dumairy, 1997: 25).

3) Teori Mikro Pengeluaran Pemerintah

Teori mikro membahas mengenai

perkembangan pengeluaran pemerintah dengan

menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan

permintaan akan barang publik dan faktor-faktor

yang mempengaruhi tersedianya barang publik.

Hubungan antara permintaan dan penawaran

akan barang publik menentukan jumlah barang

publik yang akan disediakan melalui anggaran

belanja pemerintah. Jumlah barang publik yang

akan disediakan tersebut, selanjutnya akan

menimbulkan permintaan akan barang lain.

Misalnya, pengeluaran infrastruktur akan

mempengaruhi permintaan akan bahan-bahan

baku dalam membangun infrastruktur.

c. Hubungan Pengeluaran Belanja

Pemerintah Sektor Pendidikan dengan

Pertumbuhan Ekonomi

Pendidikan merupakan bentuk investasi

sumber daya manusia dalam jangka panjang.

Menurut Todaro (1997: 467), pendidikan yang

kurang memadai dan tidak dikembangkan secara

terus menerus tentu akan membuat suatu bangsa

tidak siap bersaing dengan bangsa-bangsa

lainnya. Walaupun sulit dicatat dalam dokumen

statistik, perluasan kesempatan bersekolah

dalam segala tingkat telah mendorong

pertumbuhan ekonomi secara agresif melalui

1) Terciptanya angkatan kerja yang lebih

produktif karena pengetahuan dan bekal

keterampilan yang lebih baik.

2) Tersedianya kesempatan kerja yang lebih

luas.

3) Terciptanya kelompok pimpinan yang

terdidik untuk mengisi lowongan di suatu

unit usaha atau lembaga.

4) Terciptanya berbagai program pendidikan

dan pelatihan untuk membina sikap-sikap

modern.

Page 4: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

Raynal Yasni dan Fuad Iqbal Muhammad, Peranan Pengeluaran pemerintah Sektor Pendidikan, ... 75

Dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun

2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal

49 ayat (1) disebutkan bahwa dana pendidikan

selain gaji pendidik dan biaya pendidikan

kedinasan dialokasikan minimal 20% dari

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN) pada sektor pendidikan dan minimal

20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja

Daerah (APBD). Hal ini menunjukkan

komitmen pemerintah untuk meningkatkan

kualitas sumber daya manusia dalam

mendukung perekonomian.

d. Hubungan Pengeluaran Belanja

Pemerintah Sektor Kesehatan dengan

Pertumbuhan Ekonomi

Kesehatan adalah kebutuhan mendasar bagi

manusia. Manusia tidak akan dapat beraktivitas

dengan baik jika mengalami gangguan

kesehatan. Menurut Mills dan Gilson (1990: 35)

kesehatan merupakan suatu kebutuhan (need)

yang diartikan secara umum yang merupakan

perbandingan antara situasi nyata dan standar

teknis tertentu yang telah disepakati. Selain itu

juga, kesehatan merupakan kebutuhan yang

dirasakan (felt need) yaitu kebutuhan yang

dirasakan sendiri oleh individu. Sehingga,

keputusan untuk memanfaatkan suatu pelayanan

kesehatan merupakan pencerminan kombinasi

normatif dan kebutuhan yang dirasakan.

Kesehatan merupakan kebutuhan pokok

dimana tanpa kesehatan masyarakat tidak dapat

bekerja dan akan berpengaruh pada produktifitas

secara agregat. Sebagai negara dalam tahap

perkembangan menengah, maka pengeluaran

negara dalam bidang kesehatan masih sangat

diperlukan di Indonesia, meskipun dewasa ini

pelayanan kesehatan yang disediakan swasta

semakin banyak. Pengeluaran ini utamanya

untuk menyediakan layanan kesehatan yang

murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah

(MBR), sehingga seluruh lapisan masyarakat

dapat memperoleh layanan kesehatan

sebagaimana mestinya.

Pengeluaran di bidang kesehatan ini semakin

diperhatikan dengan adanya Undang-Undang

Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Pasal

171 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa besar

anggaran kesehatan pemerintah dialokasikan

minimal 5% (lima persen) dari APBN di luar

gaji, sementara besar anggaran kesehatan

pemerintah daerah provinsi dan Kabupaten/Kota

dialokasikan minimal 10% (sepuluh persen) dari

APBD di luar gaji. Alokasi anggaran kesehatan

tersebut diprioritaskan untuk kepentingan

pelayanan publik sekurang-kurangnya 2/3 (dua

pertiga) dari anggaran kesehatan dalam APBN

dan APBD.

e. Hubungan Pengeluaran Pemerintah

Sektor Transportasi Dengan

Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan ekonomi membutuhkan jasa

transportasi yang cukup serta memadai.

Transportasi merupakan sarana dalam

memindahkan orang maupun barang, dimana

pemindahan orang maupun barang diharapkan

akan bertemunya antara hasil produksi dengan

konsumen yang membutuhkan. Transportasi

yang tepat akan menurunkan biaya produksi

sehingga harga jual produk juga akan turun

sehingga membuat ekonomi berjalan efisien.

Hubungan transportasi dan pertumbuhan

ekonomi ini telah banyak. Penelitian yang

dilakukan oleh Silaban (2002: 20) menggunakan

PDRB sebagai variabel terikat yang hasilnya

adalah panjang jalan, jumlah kendaraan

bermotor dan pajak kendaraan bermotor

mempunyai pengaruh positif terhadap

pertumbuhan ekonomi. Adapun penelitian yang

dilakukan oleh Fahruky (2005:,15)

menggunakan PDRB pada sektor transportasi

dan telekomunikasi sebagai variabel terikat,

panjang jalan dan jumlah pengguna telepon

Telkom sebagai variabel bebas. Hasilnya adalah

panjang jalan dan jumlah pelanggan telepon

Telkom berpengaruh nyata atau signifikan

terhadap PDRB sektor transportasi dan

telekomunikasi Sumatera Utara.

f. Hubungan Pengeluaran Pemerintah

Sektor Perumahan dengan Pertumbuhan

Ekonomi

Sektor perumahan diyakini pemerintah

merupakan salah satu sektor yang bisa

menggenjot pertumbuhan ekonomi. Adanya

keterkaitan sektor ini terhadap 174 industri

terkait akan berdampak besar bagi bergeraknya

ekonomi masyarakat. Banyak stimulus

pemerintah berikan bagi sektor perumahan

khususnya rumah subsidi untuk masyarakat

berpenghasilan rendah (MBR).

g. Hasil Penelitian Sebelumnya

Diakui terdapat banyak penelitian yang

membahas mengenai hubungan antara

pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan,

kesehatan, dan infrastruktur dengan

pertumbuhan ekonomi di suatu Negara. Namun

Page 5: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

76 Jurnal Riset Terapan Akuntansi, Vol.4 No.1, 2020

demikian, terdapat variasi beragam terkait unsur

infrastruktur yang digunakan. Berikut ini adalah

beberapa ringkasan penelitian terdahulu, antara

lain:

1) Bastias (2010) menganalisis mengenai

pengaruh pengeluaran pemerintah

sektorpendidikan, kesehatan dan

infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi

Indonesia periode 1969-2009. Model analisis

yang digunakan adalah Error Correction

Model (ECM) yang mampu menjelaskan

perilaku jangka pendek dan jangka panjang

atas pengaruh pengeluaran pemerintah sektor

pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur

terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Model ECM mampu meliputi banyak

variabel dalam menganalisa fenomena

ekonomi jangka panjang serta mengkaji

konsistensi model empiris dengan teori

ekonomi. Hasil penelitian ini menunjukkan

hasil sebagai berikut:

a) Dalam jangka pendek hanya variabel

pengeluaran pemerintah sektor

transportasi yang berpengaruh positif

secara signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi.

b) Pengeluaran pemerintah sektor

pendidikan, kesehatan, dan perumahan

tidak signifikan mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi.

c) Dalam jangka panjang variabel

pengeluaran pemerintah sektor

perumahan dan transportasi

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

secara signifikan dan bertanda positif,

sedangkan variabel pengeluaran

pemerintah sektor pendidikan dan

kesehatan tidak mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi.

2) Odhiambo (2015) meneliti mengenai

pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan

ekonomi di Afrika Selatan. Metode yang

digunakan adalah dengan developed auto-

regressive distributed lag model (ARDL)

disebabkan peneliti ingin membuktikan dua

pandangan berbeda sekaligus dalam

hubungan pengeluaran dan pertumbuhan

tersebut. Di satu sisi pengeluaran pemerintah

mendorong pertumbuhan ekonomi

(Keynesian). Di sisi lain, pertumbuhan

ekonomi yang tinggi mendorong naiknya

belanja pemerintah menurut hukum Wagner.

Hasil penelitiannya menunjukkan, bahwa

dalam jangka pendek terjadi hubungan saling

mempengaruhi antara pengeluaran

pemerintah dan pertumbuhan ekonomi.

3) Donald N. Shuanglin (1993) menganalisis

mengenai pengaruh pengeluaran pemerintah

pada sektor pendidikan, kesejahteraan dan

pertahanan terhadap pertumbuhan ekonomi

pada 47 negara dalam 10 tahun dan 58

negara dalam 11 tahun. Hasil penelitian ini

menyatakan bahwa pengeluaran pendidikan

memiliki pengaruh yang positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

sedangkan pengeluaran sektor kesejahteraan

berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi, dan pengeluaran sektor kesehatan

berpengaruh positif terhadap beberapa negara

tetapi tidak signifikan pada negara lainnya.

4) Suleiman Abu Bader dan Aamer (2003)

menganalisis tentang pengaruh pengeluaran

pemerintah dan pengeluaran militer terhadap

pertumbuhan ekonomi studi kasus pada

Mesir, Israel dan Suriah. Penelitian ini

menggunakan metode Standar Granger

Causality dan error correction model (ECM).

Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa

pengeluaran militer berpengaruh negatif

terhadap pertumbuhan ekonomi dan

pengeluaran sipil untuk Israel dan Mesir

memiliki pengaruh positif.

h. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan teori-teori di atas dan hasil

penelitian sebelumnya dapat dibangun kerangka

pemikiran penelitian ini. Kerangka penelitian ini

menggunakan replikasi dari penelitian Bastias

(2010) dengan menggunakan angka tahun yang

lebih baru serta pemisahan variabel pengeluaran

infrastruktur menjadi 2, yaitu sektor transportasi

dan perumahan. Selain itu, penggunaan data

realisasi belanja pemerintah menjadi penekanan

penting pada penelitian ini untuk menunjukkan

pentingnya peranakuntansi belanja yang handal

bagi pertumbuhan perekonomian. Adapun

kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat

dilihat dalam gambar 1.

Page 6: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

Raynal Yasni dan Fuad Iqbal Muhammad, Peranan Pengeluaran pemerintah Sektor Pendidikan, ... 77

Sumber: Diolah dari berbagai sumber (2017)

Gambar 1

Kerangka Pemikiran

i. Hipotesis Penelitan

Berdasarkan telaah teoritis, penelitian-

penelitian sebelumnya, serta kerangka

pemikiran, penulis mengembangkan beberapa

hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis 1

H0 = Diduga tidak terdapat pengaruh

pengeluaran pemerintah sektor pendidikan,

kesehatan, transportasi, dan perumahan secara

parsial dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi

Ha = Diduga terdapat pengaruh

pengeluaran pemerintah sektor pendidikan,

kesehatan, transportasi, dan perumahan secara

parsial dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi.

Hipotesis 2

H0 = Diduga tidak terdapat pengaruh

pengeluaran pemerintah sektor pendidikan,

kesehatan, transportasi, dan perumahan secara

simultan dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi

Ha = Diduga terdapat pengaruh pengeluaran

pemerintah sektor pendidikan, kesehatan,

transportasi, dan perumahan secara simultan dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

3. METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini, data yang diambil

berupa data sekunder yang diperoleh dari

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang

diperoleh dari Direktorat Jenderal Anggaran

Kementerian Keuangan, dari laporan-laporan,

buku-buku, dokumen-dokumen yang diterbitkan

oleh Badan Pusat Statistik maupun dari sumber-

sumber lainnya yang dianggap sesuai dengan

penelitian yang dilakukan. Data yang digunakan

dalam penelitian ini menggunakan data time-

series atau data runtun waktu. Adapun data yang

digunakan dalam penelitian ini meliputi data

pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 1987-

2016 dan data pengeluaran pemerintah (realisasi

belanja) sektor pendidikan, kesehatan,

transportasi, dan perumahan tahun 1987-2016.

Dalam penelitian ini variabel pengeluaran

pemerintah sektor perumahan dan variabel

pengeluaran pemerintah sektor transportasi

dijadikan variabel independen tersendiri

meskipun dalam Bastias (2010) kedua variabel

ini dijadikan satu menjadi variabel infrastruktur.

Pemisahan ini karena dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2015-

2019 dinyatakan bahwa arah kebijakan

nasional salah satunya yaitu meningkatkan

akses masyarakat berpendapatan rendah

terhadap hunian yang layak, aman dan

terjangkau serta didukung oleh penyediaan

prasarana, sarana dan utilitas yang memadai.

Kebijakan tersebut membuat alokasi anggaran

sektor perumahan menjadi sektor yang

diprioritaskan dalam penentuan kebijakan

pembangunan pemerintah.

a) Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel, dan Cara Pengukuran

Terdapat empat variabel bebas dan satu

variable terikat dalam penelitian ini yaitu:

1) Variabel Pengeluaran Pemerintah Sektor

Pendidikan

Keterangan :

Page 7: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

78 Jurnal Riset Terapan Akuntansi, Vol.4 No.1, 2020

Variabel pengeluaran pemerintah sektor

Pendidikan yaitu pengeluaran pemerintah yang

ditujukan untuk sektor Pendidikan, meliputi baik

belanja rutin, belanja modal maupun bantuan

proyek dan teknis. Pengukuran dilakukan

dengan data sekunder pengeluaran pemerintah

sektor Pendidikan dari Laporan Keuangan

Pemerintah Pusat dan Nota Keuangan yang

diperoleh dari Direktorat Jenderal Anggaran

Kementerian Keuangan.

2) Variabel Pengeluaran Pemerintah Sektor

Kesehatan

Variabel pengeluaran pemerintah sektor

kesehatan yaitu pengeluaran pemerintah yang

ditujukan untuk sektor kesehatan, meliputi baik

belanja rutin, belanja modal maupun bantuan

proyek dan teknis. Pengukuran dilakukan

dengan data sekunder pengeluaran pemerintah

sektor Kesehatan dari Laporan Keuangan

Pemerintah Pusat dan Nota Keuangan yang

diperoleh dari Direktorat Jenderal Anggaran

Kementerian Keuangan.

3) Variabel Pengeluaran Pemerintah Sektor

Transportasi

Variabel pengeluaran pemerintah sektor

transportasi yaitu pengeluaran pemerintah yang

ditujukan untuk sektor transportasi, meliputi

baik belanja rutin, belanja modal maupun

bantuan proyek dan teknis. Pengukuran

dilakukan dengan data sekunder pengeluaran

pemerintah sektor transportasi dari Laporan

Keuangan Pemerintah Pusat dan Nota Keuangan

yang diperoleh dari Direktorat Jenderal

Anggaran Kementerian Keuangan.

4) Variabel Pengeluaran Pemerintah Sektor

Perumahan

Variabel pengeluaran pemerintah sektor

perumahan yaitu pengeluaran pemerintah yang

ditujukan untuk sektor Pendidikan, meliputi baik

belanja rutin, belanja modal maupun bantuan

proyek dan teknis. Pengukuran dilakukan

dengan data sekunder pengeluaran pemerintah

sektor Perumahan dari Laporan Keuangan

Pemerintah Pusat dan Nota Keuangan yang

diperoleh dari Direktorat Jenderal Anggaran

Kementerian Keuangan.

5) Variabel Terikat

Variabel terikat penelitian ini adalah Produk

Domestik Bruto Indonesia. Variabel ini

dinyatakan dalam nilai PDB Indonesia dalam

Rupiah yang diperoleh dari data Badan Pusat

Statistik.

b) Teknik Analisis Data

Dalam analisis ilmu sosial, seringkali diamati

bahwa suatu variabel terikat memiliki

ketergantungan pada variabel bebasnya tidak

hanya bersifat seketika. Sering terjadi, suatu

variabel bereaksi terhadap variabel lain dengan

suatu selang waktu atau lag. Misalnya,

pengeluaran pemerintah berupa investasi tidak

dapat seketika mempengaruhi output. Dalam

jangka pendek, pengeluaran pemerintah berupa

konsumsi dan pengeluaran yang bersifat

investasi cenderung sama dimana akan habis

dibelanjakan sehingga tidak berpengaruh

terhadap output. Namun demikian, dalam jangka

panjang investasi pemerintah memiliki pengaruh

terhadap peningkatan output. Hal ini

dikarenakan adanya lag di dalamnya.

Adapun teknik analisis data yang digunakan

untuk memecahkan permasalahan dalam

penelitian ini adalah analisis data time series.

Pengolahan data dilakukan dengan bantuan

program Eviews 8.

1) ECM (Error Correction Model)

ECM digunakan untuk mengetahui pengaruh

variabel bebas terhadap variabel terikat dalam

jangka pendek dan penyesuaiannya yang cepat

untuk kembali ke keseimbangan jangka

panjangnya terhadap data time series untuk

variabel-variabel yang memiliki kointegrasi.

Pemodelan ECM merupakan salah satu cara

untuk mengidentifikasi hubungan di antara

variabel yang bersifat nonstationary. Dengan

syarat bahwa pada sekelompok variabel

nonstationary terdapat suatu kointegrasi, maka

pemodelan ECM dinyatakan valid. Syarat ini

dinyatakan dalam teorema representasi Engle-

Granger (Ariefianto, 2012: 142).

Adapun pertimbangan penggunaan alat

analisis ECM karena dianggap mampu

menyeimbangkan hubungan ekonomi jangka

pendek variabel-variabel yang telah memiliki

keseimbangan/hubungan ekonomi jangka

panjang serta mampu mengkaji konsistensi

model empiris dengan teori ekonomi. Secara

matematis model dasar yang digunakan dalam

penelitian ini sebagai berikut:

Y = f (Pt, Kt, Tt, Rt) (1)

Berdasarkan model matematis di atas,

persamaan model jangka panjang dapat

dituliskan sebagai berikut:

Page 8: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

Raynal Yasni dan Fuad Iqbal Muhammad, Peranan Pengeluaran pemerintah Sektor Pendidikan, ... 79

Yt = α0 + α1Pt + α2Kt + α3Tt + α4Rt + ɛt (2)

Dimana:

P

Kt

Tt

Rt

Y

ɛt

=

=

=

=

=

=

pengeluaran pemerintah sektor

pendidikan per tahun

pengeluaran pemerintah sektor

kesehatan per tahun

pengeluaran pemerintah sektor

transportasi per tahun

pengeluaran pemerintah sektor

perumahan per tahun

tingkat pertumbuhan ekonomi

error term

Sedangkan persamaan model jangka

pendeknya dapat dilihat sebagai berikut pada

persamaan 3:

D(Yt) = α0 + α1D(Pt) + α2D(Kt) + α3D(Tt)

+ α4D(Rt) + α5ECT (3)

Dimana:

D(Pt)

D(Kt)

D(Tt)

D(Rt)

D(Y)

ECT

=

=

=

=

=

=

pengeluaran pemerintah sektor

pendidikan per tahun yang

didiferensiasi pada orde pertama

pengeluaran pemerintah sektor

kesehatan per tahun yang

didiferensiasi pada orde pertama

pengeluaran pemerintah sektor

transportasi per tahun yang

didiferensiasi pada orde pertama

pengeluaran pemerintah sektor

perumahan per tahun yang

didiferensiasi pada orde pertama

tingkat pertumbuhan ekonomi

yang didiferensiasi pada orde

pertama

Error Correction Term (residual

lag 1)

ECM memiliki ciri khas dengan adanya

unsur ECT (Error Correction Term). ECT

merupakan residual yang timbul dalam metode

ECM. Apabila koefisien ECT signifikan secara

statistic, yaitu koefisien ECT < 1, maka

spesifikasi model yang digunakan adalah valid.

2) Uji Prasyarat

Penelitian ini menggunakan dua uji

prasayarat. Pertama, uji Stasioner (Unit Root

Test) untuk menentukan apakah data memiliki

sifat nilai rata-rata serta varians yang konstan.

Unit Root digunakan untuk mengetahui

stationarity data. Jika hasil uji menolak hipotesis

adanya Unit Root untuk semua variabel, berarti

semua adalah stationary. Atau dengan kata lain,

variabel-variabel terkointegrasi pada I(0),

sehingga estimasi akan dilakukan dengan

menggunakan regresi linier biasa (OLS). Jika

hasil uji Unit Root terhadap level dari variabel-

variabel menerima hipotesis adanya Unit Root,

berarti semua data adalah tidak stationary atau

semua data terintegrasi pada orde I(1). Jika

semua variabel adalah tidak stationary, estimasi

terhadap model dapat dilakukan dengan teknik

kointegrasi.

Kedua, uji kointegrasi merupakan kelanjutan

dari uji Unit Root. Suatu hubungan kointegrasi

dapat dipandang sebagai hubungan jangka

panjang (equilibrium). Penelitian ini

menggunakan uji kointegrasi Engle-Granger

(EG). Untuk melakukan uji EG ini, terlebih

dahulu dilakukan regresi dari persamaan yang

diteliti untuk memperoleh residualnya. Dari

hasil residual ini kemudian diuji dengan ADF.

Nilai statistik ADF kemudian dibandingkan

dengan nilai kritisnya. Jika nilai statistiknya

lebih besar dari nilai kritisnya maka variabel-

variabel yang diamati saling berkointegrasi atau

mempunyai hubungan jangka panjang.

3) Uji Asumsi Klasik

Sehubungan dengan pemakaian metode

ECM, untuk menghasilkan nilai parameter

model penduga yang lebih sahih, maka model

asumsi klasik harus diuji. Uji asumsi klasik

tersebut terdiri dari:

Uji Normalitas

Model regresi yang baik adalah memiliki

distribusi data normal atau mendekati normal.

Pengambilan keputusan dengan Jarque-Bera

Test atau J-B Test yaitu apabila probabilitas >

5%, maka variabel-variabel tersebut

berdistribusi normal.

Uji Multikolinearitas

Multikolinieritas dapat dilihat dari tolerance

and variance inflation factor (VIF). VIF

mencoba melihat bagaimana varian dari suatu

penaksir (estimator) meningkat seandainya ada

multikolineritas dalam suatu model empiris.

Misalkan nilai R2 dari hasil estimasi regresi

secara parsial mendekati 1, maka nilai VIF akan

mempunyai nilai tak terhingga. Dengan

Page 9: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

80 Jurnal Riset Terapan Akuntansi, Vol.4 No.1, 2020

demikian, bila kolinieritas meningkat, maka

varian dari penaksir akan meningkat dalam limit

yang tak terhingga. VIF dirumuskan sebagai

berikut:

Berdasarkan Gujarati (2012: 416-417), jika

VIF dari suatu variabel melebihi 10, dimana hal

ini terjadi ketika nilai R2 melebihi 0,09 maka

suatu variabel dikatakan berkorelasi sangat

tinggi.

Uji Heteroskedastisitas

Pengujian masalah heteroskedasitas

dilakukan dengan menggunakan uji White

Heteroscedasticity Test. (Gujarati, 2012: 491-

492). Pengujian ini dilakukan dengan cara

melihat probabilitas Obs*R-squared-nya

berdasarkan:

H0 : δ = 0

H1 : δ ≠ 0

dengan kriteria uji sebagai berikut:

1. Probability Obs*RSquare < taraf nyata (α),

maka terima H0

2. Probability Obs*RSquare> taraf nyata (α),

maka tolak H0

3. Tolak H0 maka persamaan tersebut tidak

mengalami gejala heteroskedastisitas.

Uji Autokorelasi

Autokorelasi menunjukkan adanya korelasi

antar variabel itu sendiri pada pengamatan yang

berbeda waktu atau individu. Umumnya kasus

autokorelasi banyak terjadi pada data time

series. Pengambilan keputusan ada tidaknya

autokorelasi dilakukan melalui Breusch-Godfrey

Serial Correlation Test. Jika p value lebih tinggi

dari level of significance yang biasa digunakan

(1%, 5%, atau 10%) maka data terbebas dari

autokorelasi (Ariefianto, 2012: 35).

4) Uji Statistik

Uji Signifikansi Simultan (Uji F)

Uji F digunakan untuk menunjukkan apakah

keseluruhan variabel independen berpengaruh

terhadap variabel dependen dengan

menggunakan level of significance 5%, dengan

rumus (Gujarati, 2012: 195):

Dimana:

R2 = Koefisien determinasi

n = Jumlah observasi

k = Jumlah variabel penjelas termasuk

konstanta

H0 diterima apabila F hitung ≤ F tabel,

artinya semua variabel bebas secara bersama-

sama bukan merupakan variabel penjelas yang

signifikan terhadap variabel terikat. H0 ditolak

apabila F hitung > F tabel, artinya semua

variabel bebas secara bersama-sama merupakan

penjelas yang signifikan terhadap variabel

terikat.

Uji Signifikansi Parsial (Uji t)

Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh

pengaruh satu variabel independen secara

individual dalam menerangkan variasi variabel

dependen. Pengujian dilakukan dengan

menggunakan significance level 0,05 (α = 5%).

Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan

dengan kriteria sebagai berikut:

Bila nilai signifikan t < 0,05 maka H0

ditolak, artinya terdapat pengaruh yang

signifikan antara satu variabel independen

terhadap variabel dependen.

Bila nilai signifikan t > 0,05 maka H0

diterima, artinya tidak terdapat pengaruh

yang signifikan antara satu variabel

independen terhadap variabel dependen.

Uji Koefisien Determinasi (R²)

Nilai R² yang sempurna adalah satu, yaitu

apabila keseluruhan variasi dependen dapat

dijelaskan sepenuhnya oleh variabel independen

yang dimasukkan dalam model. Untuk 0 < R² <

1, kesimpulan yang dapat diambil adalah nilai

R² yang kecil atau mendekati nol, berarti

kemampuan variabel-variabel bebas dalam

menjelaskan variasi variabel tidak bebas sangat

terbatas. Nilai R² mendekati satu, berarti

kemampuan variabel-variabel bebas

menjelaskan hampir semua informasi yang

digunakan untuk memprediksi variasi variabel

tidak bebas.

4 HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

a. Gambaran Umum Data Penelitian

Page 10: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

Raynal Yasni dan Fuad Iqbal Muhammad, Peranan Pengeluaran pemerintah Sektor Pendidikan, ... 81

1) Alokasi Anggaran Belanja Pemerintah

Untuk Sektor Pendidikan

Dalam kurun waktu 30 tahun, dari tahun 1987

sampai dengan tahun 2016 terjadi kenaikan

hampir 6600% dari anggaran sektor pendidikan.

Meskipun demikian ada beberapa penurunan

dari anggaran tahun sebelumnya sebanyak 3

kali, yaitu tahun 1988 yang mengalami

penurunan sebesar Rp796 M dibanding tahun

sebelumnya, tahun 1994 mengalami penurunan

sebesar Rp376M dibanding tahun 1993, dan

anggaran tahun 2004 yang mengalami

penurunan sebesar Rp3.693M.

Meskipun dalam rentang waktu tersebut

Indonesia mengalami dua kali krisis moneter,

yaitu krisis tahun 1998 dan tahun 2008 akibat

krisis global, tetapi pada tahun-tahun tersebut

tidak terjadi penurunan anggaran pendidikan.

Hal ini karena disadari bahwa pemerintah harus

meningkatkan pengeluaran tersebut untuk

mendukung peningkatan kualitas sumber daya

manusia. Kenaikan pengeluaran ini didasari

pada penurunan daya beli masyarakat akibat

krisis sehingga pemerintah, sesuai fungsi pada

APBN, menggunakan wewenangnya untuk tetap

menyediakan pelayanan umum dan tetap

menjaga wajib belajar 12 tahun, sehingga tidak

terjadi kenaikan angka putus sekolah.

Gambar 2 menunjukkan pengeluaran

pemerintah sektor pendidikan tahun 1987

sampai dengan tahun 2016. Dalam gambar

tersebut dijelaskan adanya kenaikan secara

kontinyu terhadap pengeluaran pemerintah

sektor pendidikan dari tahun 1987 sebesar

Rp2.007M, tahun 1990 naik menjadi sebesar

Rp3.511M, dan saat terjadi krisis moneter tahun

1998, dimana terjadi pertumbuhan negatif

terhadap perkonomian, pengeluaran sektor

pendidikan tetap mengalami peningkatan yaitu

sebesar Rp10.215M.

Sumber: LKPP dan Nota Keuangan Pemerintah Pusat, 1987-2016

Gambar 2

Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan Tahun 1987-2016

2) Alokasi Anggaran Belanja Pemerintah

Untuk Sektor Kesehatan

Pengeluaran pemerintah pada sektor

kesehatan mengalami peningkatan yang cukup

signifikan juga pada tahun 2016. Hal ini karena

pemerintah berusaha untuk memenuhi amanat

pasal 171 Undang-undang nomor 36 tahun 2009

dimana dengan adanya Undang – undang ini,

pengeluaran sektor kesehatan menjadi

mandatory spending atau mutlak harus dipenuhi.

Dalam pasal 171 ayat (1) dan (2) dinyatakan

bahwa besar anggaran kesehatan pemerintah

dialokasikan minimal sebesar 5% dari total

APBN di luar gaji, sementara untuk pemerintah

propinsi dan kabupaten/kota dialokasikan

sebesar minimal 10% dari total APBD di luar

gaji.

Dari rentang waktu tahun 1987 sampai

dengan tahun 2016 dapat dilihat bahwa terjadi

kenaikan hampir 29500% dari Rp209M pada

tahun 1987 menjadi Rp59.639M pada tahun

2016. Peningkatan pengeluaran ini dilakukan

untuk membuat kualitas sumber daya manusia

yang unggul dan produktif. Hal ini tercermin

dari kenaikan indeks pembangunan manusia

Indonesia yang mengalami kenaikan menjadi

sebesar 0.689 pada tahun 2015 dibanding 0,575

pada tahun 1990.

Kenaikan ini juga dipengaruhi oleh

pertumbuhan penduduk yang makin pesat

dimana penduduk yang makin banyak juga

meningkatkan kebutuhan akan layanan

kesehatan. Tren kenaikan anggaran sektor

kesehatan juga beberapa kali mengalami

Page 11: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

82 Jurnal Riset Terapan Akuntansi, Vol.4 No.1, 2020

penurunan, yaitu pada tahun 2000 mengalami

penurunan sebesar Rp1.398M dari tahun 1999,

pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar

Rp1.965M dari tahun 2007, pada tahun 2011

mengalami penurunan sebesar Rp4.704 M dari

tahun 2010, dan pada tahun 2014 mengalami

penurunan sebesar Rp6.683M dari tahun 2013.

Krisis moneter pada tahun 2008

menyebabkan adanya kontraksi pada

pengeluaran sektor kesehatan. Hal ini karena

pemerintah fokus untuk melakukan pengeluaran

yang dapat bersifat penguatan sistem ekonomi

dan daya beli masyarakat.

Gambar 3 menunjukkan pengeluaran

pemerintah sektor kesehatan tahun 1987 sampai

dengan tahun 2016. Dalam gambar tersebut

dijelaskan adanya kenaikan secara kontinyu

terhadap pengeluaran pemerintah sektor

kesehatan pada tahun 1987 sebesar Rp210M dan

tahun 1990 naik menjadi sebesar Rp497M.

Tahun 2005 pengeluaran sektor kesehatan

berada pada angka Rp5.837M naik dari tahun

2004 yang sebesar Rp5.595M. Pada tahun 2012

pengeluaran kesehatan sebesar Rp15.181M dan

pada tahun 2016 dimana untuk pertama kalinya

pemerintah menganggarkan 5% dari APBN,

maka terjadi kenaikan hampir dua kali lipat nilai

anggarannya menjadi sebesar Rp59.639M

daripada tahun 2015 yang sebesar Rp23.225M.

Sumber: LKPP dan Nota Keuangan Pemerintah Pusat, 1987-2016

Gambar 3

Pengeluaran Pemerinatah Sektor Kesehatan Tahun 1987-2016

3) Alokasi Anggaran Belanja Pemerintah

Untuk Sektor Transportasi

Pengeluaran pemerintah sektor transportasi

pada tahun 2016 sebesar Rp146,7 triliun naik

hampir Rp57 triliun dari tahun 2015.

Pengeluaran ini untuk membiayai proyek-proyek

infrastruktur yang dapat meningkatkan daya

saing Indonesia di mata global. Peningkatan

pengeluaran ini juga diharapkan mampu untuk

menggerakkan faktor-faktor produksi dalam

negeri seperti peningkatan konsumsi semen, dan

tenaga kerja.

Gambar 4 menunjukkan pengeluaran

pemerintah sektor transportasi tahun 1987

sampai dengan tahun 2016. Dalam gambar

tersebut dijelaskan adanya kenaikan secara

kontinyu terhadap pengeluaran pemerintah

sektor transportasi. Saat terjadi krisis moneter

tahun 1998, pengeluaran sektor transportasi

tetap mengalami peningkatan yaitu sebesar

Rp8.733M. Pada tahun 2012, pengeluaran

transportasi sebesar Rp62.576M, naik hampir

sekitar 50% dari tahun 2011 yang sebesar

RP40.977M. Kenaikan paling signifikan terjadi

pada tahun 2016 dimana anggaran sektor

transportasi sebesar Rp146.743M yang

diakibatkan oleh program-program

pembangunan infrastruktur transportasi yang

padat modal.

Page 12: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

Raynal Yasni dan Fuad Iqbal Muhammad, Peranan Pengeluaran pemerintah Sektor Pendidikan, ... 83

Sumber: LKPP dan Nota Keuangan Pemerintah Pusat, 1987-2016

Gambar 4

Pengeluaran Pemerintah Sektor Transportasi

4. Alokasi Anggaran Belanja Pemerintah

Untuk Sektor Perumahan

Alokasi anggaran untuk sektor perumahan

selama ini kurang begitu menjadi prioritas

pemerintah. Hal ini tercermin dari turunnya

belanja sektor ini di 2016 jika dibandingkan dari

anggaran tahun 2013. Secara berturut-turut dari

tahun 2013 sebesar Rp33.7T, turun menjadi

Rp26.2T pada tahun 2014, turun lagi menjadi

hanya Rp26T pada tahun 2015, lalu naik

menjadi Rp20,1T pada tahun 2016.

Kenaikan jumlah penduduk yang secara

otomatis akan meningkatkan permintaan akan

rumah sebagai kebutuhan primer papan bagi

masyarakat, bila tidak disertai dengan

ketersediaan perumahan akan mengakibatkan

backlog dalam penyediaan perumahan. Backlog

ketersediaan rumah adalah salah satu indikator

yang digunakan oleh Pemerintah sebagaimana

tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra)

maupun Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJMN) yang terkait bidang

perumahan untuk mengukur jumlah kebutuhan

rumah di Indonesia. Backlog rumah dapat diukur

dari dua perspektif yaitu dari sisi kepenghunian

maupun dari sisi kepemilikan.

Gambar 5 menunjukkan pengeluaran

pemerintah sektor perumahan tahun 1987

sampai dengan tahun 2016. Dalam gambar

tersebut dijelaskan adanya fluktuasi pengeluaran

pemerintah sektor perumahan dimana pada

tahun 1987 sebesar Rp417M dan tahun 1990

naik menjadi sebesar Rp736M. Saat terjadi

krisis moneter tahun 1998, yang disinyalir

terjadi bubble economy sector perumahan,

pengeluaran sektor perumahan tetap mengalami

peningkatan yaitu sebesar Rp1.963M. Tahun

2005 pengeluaran sektor perumahan berada pada

angka Rp4.216M naik lebih dari 150% dari

tahun 2004 yang sebesar Rp1.589M. Pada tahun

2012 pengeluaran perumahan sebesar

Rp26.440M.

Fluktuatifnya anggaran ini menjadi bukti

bahwa sektor perumahan belum menjadi alat

untuk menyokong pertumbuhan ekonomi pada

asumsi penyusunan APBN. Hal ini bias terlihat

pada gambar berikut.

Sumber: LKPP dan Nota Keuangan Pemerintah Pusat, 1987-2016

Gambar 5

Pengeluaran Pemerintah Sektor Perumahan Tahun 1987-2016

Page 13: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

84 Jurnal Riset Terapan Akuntansi, Vol.4 No.1, 2020

5. Deskripsi Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia

mengalami perkembangan yang fluktuatif dari

tahun 1987 sampai dengan tahun 2016.

Pemerintah Indonesia berhasil menaikkan

pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 7,46%

mulai tahun 1989 dan pergerakan pertumbuhan

ekonomi cenderung tidak fluktuatif hingga tahun

1996. Pada tahun 1997, kondisi perekonomian

Indonesia mengalami keterpurukan karena

adanya krisis moneter yang pada akhirnya

menyebabkan penurunan yang sangat tajam di

tahun 1998, yaitu mencapai -13,13%. Hal ini

menyebabkan naiknya angka kemiskinan di

Indonesia, sehingga kebijakan pemerintah

diarahkan untuk meningkatkan daya beli

masyarakat.

Sampai dengan tahun 1999, kebijakan fiskal

pemerintah memainkan peranan penting untuk

memulihkan kondisi keuangan pemerintah.

Beberapa hal yang dilakukan pemerintah adalah

upaya penyehatan industri perbankan dengan

cara menutup bank-bank yang tidak sehat,

membatalkan atau menunda proyek-proyek

besar untuk memperketat pengeluaran APBN

serta mengurangi impor barang untuk

mempertahankan cadangan devisa.

Setelah tahun 2000, pertumbuhan ekonomi

Indonesia berangsur membaik dan mengalami

tren peningkatan. Hingga kemudian di tahun

2008, terjadi lagi krisis ekonomi di Amerika

Serikat yang berdampak pada terjadinya krisis

global. Pada tahun 2009, pertumbuhan ekonomi

Indonesia turun tajam hingga mencapai 4,63%.

Kebijakan pemerintah pada saat itu diarahkan

untuk menyehatkan perekonomian melalui

sektor usaha mikro, kecil dan menengah

(UMKM). Terbukti krisis periode ini tidak

terlalu berpengaruh terhadap industri UMKM.

Perkembangan pertumbuhan ekonomi di

Indonesia dapat dilihat pada Gambar 6 di bawah

ini.

Sumber: Diolah dari situs Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id)

Gambar 6

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 1987 s.d. 2016

b. Hasil Penelitian

1) Uji Stationer (Unit Root Test)

Dalam menggunakan metode ECM pertama

kali yang perlu dilakukan adalah uji stasioner

atau uji akar unit dari data dengan menggunakan

Phillips-Perron Test (PP Test), dimana jika nilai

probabilitas lebih kecil dari α=5% maka data

tersebut dapat dikatakan stasioner. Dengan cara

yang sama, uji derajat integrasi juga akan

dilakukan jika data ternyata belum stasioner

pada level. Hasil uji akar unit dan uji derajat

integrasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Pada tabel 2 nampak bahwa variabel PDB

dan pengeluaran pemerintah sektor pendidikan,

kesehatan, transportasi dan perumahan belum

stasioner dalam level. Kemudian dilakukan uji

derajat integrasi pertama (1st Difference). Hasil

uji derajat integrasi tingkat pertama terlihat

bahwa kelima variabel yang diambil dalam

penelitian ini sudah stasioner.

Apabila derajat kombinasi linier dari

variabel-variabel tersebut stasioner, maka dapat

dikatakan bahwa variabel-variabel tersebut

berkointegrasi. Untuk mengetahui hubungan

kointegrasi tersebut, maka dilakukan uji

kointegrasi.

2) Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi dilakukan dengan terlebih

dahulu memastikan bahwa semua variabel yang

digunakan dalam model memiliki derajat

Page 14: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

Raynal Yasni dan Fuad Iqbal Muhammad, Peranan Pengeluaran pemerintah Sektor Pendidikan, ... 85

integrasi yang sama. Dari hasil pengujian,

seluruh data dalam penelitian ini memiliki

derajat integrasi yang sama, yaitu berintegrasi

pada I(1). Oleh karena itu maka uji kointegrasi

dapat dilakukan. Hasil uji kointegrasi dari data

yang akan digunakan dalam penelitian ini

dengan menggunakan metode residual based

test disajikan dalam Tabel 3.

Pada Tabel 3 terlihat bahwa kointegrasi

antara variabel-variabel yang akan dipakai

dalam penelitian ini ditunjukkan melalui tingkat

signifikansi probabilitas dari nilai residualnya

yang lebih kecil dari nilai kritis 5% bahkan 1%.

Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan

melihat nilai PP t-stat yang lebih besar dari

Critical Values, sehingga data terkointegrasi

pada I(0). Dapat disimpulkan bahwa variabel-

variabel yang digunakan dalam penelitian ini

saling berkointegrasi. Oleh sebab itu, model ini

lolos dari uji kointegrasi sehingga Error

Correction Model dapat digunakan dalam

penelitian.

3) Hasil Estimasi Model Jangka Panjang

Setelah diketahui bahwa variabel dependen

dan variabel independen saling berkointegrasi,

berarti terdapat keseimbangan dalam jangka

panjang antar variabel tersebut. Ringkasan hasil

estimasi koefisien jangka panjang dapat dilihat

dalam Tabel 4.

4) Uji Signifikansi Parameter Secara

Simultan (Uji F)

Uji ini dilakukan untuk melihat pengaruh

variabel-variabel independen terhadap variabel

dependen secara keseluruhan. Jika nilai F-hitung

lebih besar dibandingkan nilai F-tabel atau jika

nilai probabilitas F-stat lebih kecil dari α=1%

berarti bahwa secara bersama-sama variabel

yang terdapat dalam model berpengaruh

signifikan terhadap variabel dependennya.

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa

variabel-variabel independen secara bersama-

sama mempunyai pengaruh yang signifikan

terhadap PDB Indonesia. Hal tersebut

ditunjukkan oleh nilai F-hitung sebesar

212,8573 yang lebih besar dari F-tabel yang

sebesar 4,22 dimana nilai probabilitasnya

sebesar 0,0000 yang berarti lebih kecil dari

α=1%. Dari kedua pembuktian tersebut, maka

model jangka panjang dalam penelitian ini dapat

digunakan untuk memprediksi pertumbuhan

ekonomi Indonesia atau dengan kata lain secara

keseluruhan variabel independennya mampu

menerangkan variabel dependen secara

signifikan.

Tabel 2

Hasil Uji Akar Unit dan Uji Derajat Integrasi dengan Uji PP

Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan Eviews 8

Tabel 3

Hasil Uji Kointegrasi

Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan Eviews 8

Variabel

Level 1st Difference Ordo of

Integratio

n |t-stat| Prob |t-stat| Prob

PDB 0,447159 0,8878 3,777761 0,0081 I(1)

Pendidikan 0,738504 0,8213 8,615436 0,0000 I(1)

Kesehatan 0,661655 0,8411 5,313258 0,0002 I(1)

Transportasi 0,097250 0,9600 5,834319 0,0000 I(1)

Perumahan 0,838067 0,7930 5,346787 0,0002 I(1)

PP t-stat Critical Value Prob

-3,895569 1% level -3,679322 0,0059

5% level

-2,967767

10% level

-2,622989

Page 15: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

86 Jurnal Riset Terapan Akuntansi, Vol.4 No.1, 2020

Tabel 4

Ringkasan Hasil Estimasi Model Jangka Panjang Metode ECM

Variabel Koefisien Std Error T-Stat Prob

Konstanta 5,277869 0,368545 14,32084 0,0000*

Pendidikan 0,173087 0,060892 2,842535 0,0088*

Kesehatan 0,023060 0,043184 0,533995 0,5981

Transportasi 0,128065 0,038859 3,295657 0,0029*

Perumahan -0,02773 0,060892 -0,902463 0,3754

R2 0,971475 F Stat 212,8573

Adjusted R2

0,966911 Prob (F-stat) 0,000000*

Keterangan: * = signifikan di level α=5%

Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan Eviews 8

5) Uji Signifikansi Parameter Secara

Parsial (Uji t)

Pengujian koefisien regresi secara individual

(uji t) dilihat dari signifikansi t-statistik. Uji t

bertujuan untuk melihat signifikansi pengaruh

variabel independen terhadap variabel dependen

secara individual. Parameter suatu variabel

dikatakan mempunyai pengaruh yang signifikan

jika nilai t-hitung lebih besar dari t-tabel atau

dapat juga dilihat dari nilai probabilitas t-

statistik yang lebih kecil dari α=1%, α=5% atau

α=10%. Dalam penelitian ini digunakan α=5%

dan nilai t-tabel sebesar 1,697. Berdasarkan

Tabel 4 dapat dilihat bahwa hanya variabel

pengeluaran pemerintah sektor pendidikan (P)

dan transportasi (T) yang signifikan dalam

model ini, karena nilai probabilitasnya lebih

kecil dari α=5% dan t-hitungnya lebih besar dari

t-tabel. Selain itu, variabel P juga memiliki

koefisien yang positif sebesar 0,173087,

sehingga setiap kenaikan variabel P akan disertai

kenaikan PDB Indonesia. Secara keseluruhan

hal ini memiliki arti bahwa setiap penambahan

yang terjadi pada pengeluaran pemerintah sektor

kesehatan sebesar satu miliar rupiah akan

meningkatkan PDB Indonesia sebesar 0,173087

miliar rupiah dan berpengaruh secara nyata pada

tingkat kepercayaan 5%.

Sementara itu, variabel pengeluaran

pemerintah sektor transportasi signifikan dan

memiliki koefisien yang positif sebesar

0,128065. Dengan demikian, setiap kenaikan

pengeluaran pemerintah sektor transportasi akan

disertai dengan kenaikan PDB. Hal ini berarti

setiap penambahan yang terjadi pada

pengeluaran pemerintah sektor transportasi

sebesar satu miliar rupiah akan meningkatkan

PDB sebesar 0,128065 miliar rupiah.

Variabel pengeluaran pemerintah sektor

kesehatan (K) tidak signifikan berpengaruh

terhadap PDB Indonesia karena memiliki

probabilitas 0,5981 yang lebih besar dari α=1%.

Selain itu nilai t-stat dari K adalah 0,533995.

Nilai t-stat tersebut lebih kecil dari t tabel yang

bernilai 1,697.

Variabel pengeluaran pemerintah sektor

perumahan (R) juga tidak signifikan

berpengaruh terhadap PDB Indonesia karena

probabilitas 0,3754 lebih besar dari α=5%

dimana nilai koefisien dari pengeluaran

pemerintah sektor kesehatan adalah -0,027730.

Dapat juga dilihat dari nilai t-hitungnya, yaitu

bernilai -0,902463 yang lebih kecil dari t-

tabelnya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

dalam jangka panjang pengeluaran pemerintah

sektor kesehatan tidak berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi Indonesia.

6) Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi dari model

menunjukkan seberapa besar kemampuan

variabel independen dalam menjelaskan variabel

dependen. Berdasarkan tabel 4 di atas dapat

dilihat koefisien determinasi (R2) adalah sebesar

0,971475. Hal ini berarti sebesar 97,15% variasi

pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa dijelaskan

dari variasi ke empat variabel independen.

Sedangkan sisanya 2,75% dijelaskan oleh

variabel lain di luar model.

7) Hasil Estimasi Model Regresi Jangka

Pendek

Setelah mengetahui hasil estimasi jangka

panjang, maka perlu diketahui bagaimana hasil

estimasi model regresi jangka pendek. Model

regresi jangka pendek dalam penelitian ini

menggunakan 2nd

difference dan menggunakan

variabel Error Correction Term (ECT).

Page 16: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

Raynal Yasni dan Fuad Iqbal Muhammad, Peranan Pengeluaran pemerintah Sektor Pendidikan, ... 87

Ringkasan hasil estimasi koefisien jangka

pendek dapat dilihat dalam Tabel 5.

8) Pengujian Asumsi Klasik Model Jangka

Pendek

Uji Normalitas

Hasil uji normalitas dengan menggunakan

uji Jarque-Bera (JB) dapat dilihat pada Tabel 6.

Berdasarkan tabel ini, nilai Jarque-Bera yang

diperoleh adalah sebesar 0,272755 dan dengan

nilai probabilitas lebih dari 5%, maka variabel-

variabel yang digunakan dalam penelitian ini

berdistribusi normal. Selain itu, uji normalitas

dapat dilakukan dengan membandingkan nilai J-

B Test dengan nilai tabel Chi Square. Data

berdistribusi normal jika nilai J-B lebih kecil

dari nilai tabel Chi Square. Nilai tabel Chi

Square untuk empat variabel independen dan

tingkat signifikansi 5% adalah sebesar 9,48773,

sehingga nilai J-B lebih kecil dari nilai tabel Chi

Square (0,272755 < 9,48773).

Uji Heteroskedasitas

Untuk mendeteksi ada tidaknya

heteroskedasitas dapat dilakukan dengan Uji

White Heteroscedasticity-Consistent Standar

Error and Covarian. Dari tabel white diketahui

bahwa Obs*Rsquared sebesar 9.535847

sedangkan χ tabel nilainya 43,7729. Jika

berdasarkan probabilitas Obs*Rsquared,

nilainya 0,7953 melebihi α=5%. Dari

perbandingan ini, persamaan yang dipakai dalam

penelitian diketahui tidak terjadi

heteroskedasitas. Untuk rincian hasil pengujian

ini dapat dilihat pada Tabel 7.

Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dapat dilihat dari hasil uji

Breusch-Godfrey Serrial Correlation dimana

jika nilai Obs*Rsquared kurang dari alfa, maka

dapat dikatakan bahwa terdapat autokorelasi.

Berdasarkan Tabel 8 mengenai uji Breusch-

Godfrey Serrial Correlation Model Jangka

Pendek, nilai probabilitas dari Obs*Rsquared

sebesar 0,1541 melebihi α=5%. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa tidak ada masalah

autokorelasi dalam model jangka pendek.

Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas adalah untuk menguji

apakah ada hubungan linear yang sempurna atau

mendekati hampir sempurna variabel-variabel

bebas dalam penelitian. Untuk mengetahui ada

tidaknya multikolinearitas dapat digunakan uji

auxilary regression dan melihat nilai variance

inflation factor (VIF) variabel-variabel

bersangkutan. Dalam penelitian ini data harus

dilakukan 1st difference terlebih dahulu untuk

menghasilkan uji multikolinearitas yang baik.

Tabel 9 dan 10 menjelaskan hasil dari uji

multikolinearitas dalam penelitian ini. Dalam

tabel 9 dapat dilihat bahwa tidak terdapat

korelasi yang signifikan antar variabel-variabel

dalam penelitian ini. Hal ini menunjukkan

bahwa tidak terdapat multikoliniearitas.

Berdasarkan hasil dari matriks korelasi

pada Tabel 9, tidak terdapat korelasi antar

variabel independen yang tinggi di atas 90%.

Sehingga, dapat disimpulkan bahwa dalam

penelitian ini tidak terdapat multikolinearitas.

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa

tidak terdapat satupun variabel independen yang

memiliki nilai tolerance kurang dari 0,10.

Begitu juga dengan hasil perhitungan VIF, tidak

terdapat variabel independen yang memiliki

nilai VIF lebih dari 10. Sehingga sekali lagi

dapat dibuktikan bahwa tidak terdapat

multikolinearitas dalam variabel-variabel

penelitian ini.

Tabel 5

Hasil Estimasi Model Regresi Jangka Pendek

Variabel Koefisien Std Error T-Stat Prob

Konstanta -0,000378 0,007863 -0,048065 0,9621

D (P, 2) 0,009496 0,024470 0,388066 0,7017

D (K, 2) 5,05E-05 0,020129 0,002511 0,9980

D (T, 2) -0,011539 0,016575 -0,696188 0,4936

D (R, 2) -0,003065 0,013271 -0,230918 0,8195

ECT -0,685605 0,207013 -3,311898 0,0032

R2 0,374337 F Stat 2,632544

Adjusted R2 0,232141 Prob (F-stat) 0,051872**

Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan Eviews 8

Page 17: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

88 Jurnal Riset Terapan Akuntansi, Vol.4 No.1, 2020

Tabel 6

Uji Jarque-Bera (JB Test) Model Jangka Pendek

JB Hitung Prob

0,272755 0,872513

Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan Eviews 8

Tabel 7

Uji Heteroskedastisitas

F-statistic 0.499262

Obs*R-squared 9.535847

Scaled explained SS 5.333515

Prob. F(14,15) 0.8990

Prob. Chi-Square(14) 0.7953

Prob. Chi-Square(14) 0.9806

Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan Eviews 8

Tabel 8

Uji Breusch-Godfrey Serrial Correlation Model Jangka Pendek

Obs*R-squared Prob

3.739760 0,1541

Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan Eviews 8

Tabel 9

Matriks Korelasi

DPDB DDIK DKES DTRANS DRMH

DPDB 1.000000 0,000294 -0,036828 -0,011446 -0,029055

DDIK 0,000294 1.000000 0,311120 0,324902 0,254962

DKES -0,036828 0,311120 1.000000 0,295694 0,257988

DTRANS -0,011446 0,324902 0,295694 1.000000 0,290385

DRMH -0,029055 0,254962 0,257988 0,290385 1.000000

Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan Eviews 8

Tabel 10

Perhitungan Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF)

Variabel R2 Tolerance VIF

Pendidikan 0,172557 0,82744 1,208543

Kesehatan 0,159237 0,84076 1,189396

Transportasi 0,179259 0,82074 1,218412

Perumahan 0,133870 0,86613 1,154561

Sumber: Hasil Pengolahan Data Menggunakan Eviews 8

Page 18: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

Raynal Yasni dan Fuad Iqbal Muhammad, Peranan Pengeluaran pemerintah Sektor Pendidikan, ... 89

9) Uji Signifikansi Parameter Secara

Simultan (Uji F)

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa

differensi kedua dari variabel independen

(pengeluaran pemerintah sektor pendidikan,

kesehatan, transportasi dan perumahan) secara

bersama-sama mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

Indonesia dalam jangka pendek. Hal ini

ditunjukkan oleh nilai probabilitas F-statistik

yaitu 0,051872 yang lebih kecil dari α=10%.

10) Uji Signifikansi Parameter Secara

Parsial (Uji T)

Pengujian koefisien signifikansi jangka

pendek secara individual dilakukan dengan uji t

yang telah disajikan dalam tabel 5. Berdasarkan

tabel ini dapat dilihat bahwa untuk persamaan

yang diambil dalam penelitian ini dalam jangka

pendek, differensi kedua dari variabel

pengeluaran pemerintah sektor pendidikan

(D(P,2)), pengeluaran pemerintah sektor

kesehatan (D(K,2)), transportasi (D(T,2)) dan

perumahan (D(R,2)) secara parsial tidak

signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

Indonesia. Dapat

dilihat dalam tabel diatas probabilitas t-statistik

dari ketiga variabel tersebut nilainya 0,7017;

0,9980; 04936 dan 0,8195, dimana nilai tersebut

lebih besar dari tingkat kepercayaan pada tingkat

kepercayaan 5 persen. Hal ini dilihat dengan

membandingkan nilai t hitung dengan nilai t

tabelnya. Jika dilihat dari koefisiennya,

pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dan

kesehatan berpengaruh secara positif terhadap

pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pengeluaran

pemerintah sektor transportasi dan perumahan

berpengaruh secara negatif terhadap

pertumbuhan ekonomi.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa

koefisien error correction term (ECT) untuk

persamaan yang diambil menghasilkan tanda

yang diharapkan, yaitu bertanda positif dan

secara statistik signifikan pada α=5%, dimana

nilai koefisiennya negatif yaitu -0,685605.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model

ECM dapat digunakan dalam mengestimasi

faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi di Indonesia selama periode penelitian

atau dapat dikatakan spesifikasi model yang

digunakan adalah sahih atau valid. Nilai

koefisien penyesuaian (coefficient of adjustment)

yaitu sebesar -0,685605 berarti bahwa sekitar

68,56% ketidaksesuaian antara pertumbuhan

ekonomi yang aktual dengan yang diinginkan

akan dieliminasi atau dihilangkan dalam satu

tahun.

11)Koefisien Determinasi (R2)

Berdasarkan tabel 5 dapat dilihat bahwa

koefisien determinasi dari model menunjukkan

seberapa besar kemampuan variabel independen

dalam menjelaskan variabel dependen.

Koefisien determinasi (R2) adalah sebesar

0,374337. Hal ini berarti sebesar 37,43% variasi

pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka

pendek dapat dijelaskan dari variasi variabel

independen pengeluaran pemerintah sektor

pendidikan, kesehatan, transportasi dan

perumahan. Sedangkan 62,57% sisanya

dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar

model.

c. Interpretasi Hasil dan Pembahasan

Dari data yang diperoleh, telah dilakukan

pengolahan data menggunakan Error Correction

Model untuk mengetahui perilaku jangka pendek

maupun perilaku jangka panjang dari faktor-

faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi Indonesia. Variabel dependen yang

digunakan adalah PDB Indonesia, sedangkan

variabel independen yang digunakan adalah

pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan,

kesehatan, transportasi dan perumahan. Dari

keempat variabel independen yang digunakan

dalam penelitian ini, secara individual

pengeluaran pemerintah tidak ada yang

signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

dalam jangka pendek. Hal tersebut terlihat dari

probabilitas signifikansi yang lebih besar dari

α=5%. Sehingga dalam penelitian ini variabel

PDB dalam jangka pendek hanya dipengaruhi

oleh error correction term. Persamaan

matematis atas model jangka pendek dapat

dilihat pada persamaan berikut:

D(Y,2) = 0,000378 + 0,009496 Log(P,2)

(0,9621) (0,7017)

+ 0,00005(K,2) – 0,011539(T,2)

(0,9980) (0,4936)

– 0,003065(R,2) – 0,685606ECT

(0,8195) (0,0032

Keterangan:

Signifikan pada α=5%, angka dalam kurung

menunjukkan nilai probabilitas t-statistik.

DY

DP

=

Differensiasi kedua dari variabel

PDB Indonesia

Page 19: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

90 Jurnal Riset Terapan Akuntansi, Vol.4 No.1, 2020

DK

DR

DT

ECT

=

=

=

=

=

Differensiasi kedua dari variabel

pengeluaran pemerintah sektor

pendidikan

Differensiasi kedua dari variabel

pengeluaran pemerintah sektor

kesehatan

Differensiasi kedua dari variabel

pengeluaran pemerintah sektor

perumahan

Differensiasi kedua dari variabel

pengeluaran pemerintah sektor

transportasi

Error Correction Term

Sedangkan dalam jangka panjang, hanya

variabel pengeluaran pemerintah sektor

pendidikan dan transportasi yang signifikan

terhadap variabel dependen PDB Indonesia.

Sedangkan variabel pengeluaran pemerintah

sektor kesehatan dan perumahan tidak signifikan

karena memiliki probabilitas signifikan yang

lebih besar dari α=5%. Sehingga dalam

penelitian ini variabel PDB dalam jangka

panjang dipengaruhi oleh pengeluaran

pemerintah sektor perumahan dan transportasi.

Berikut ini adalah persamaan matematis

penelitian:

Y = 5,277869 + 0,173087P +

0,023060K

(0,0000)* (0,0088)*

(0,5981)

+ 0,128065T – 0,027330R

(0,0029)* (0,3754)

Keterangan:

Signifikan pada α=5%. Angka dalam kurung

menunjukkan nilai probabilitas t-statistik

Y

P

K

R

T

=

=

=

=

=

PDB Indonesia

pengeluaran pemerintah sektor

pendidikan

pengeluaran pemerintah sektor

kesehatan

pengeluaran pemerintah sektor

perumahan

pengeluaran pemerintah sektor

transportasi

Dalam jangka panjang konstanta memiliki

nilai positif, hal ini memiliki arti bahwa jika

variabel lain dianggap tetap atau konstan, maka

ada kecenderungan untuk peningkatan PDB. Hal

ini sesuai karena PDB tidak hanya terdiri dari

pengeluaran pemerintah tetapi juga oleh

penerimaan pemerintah. Penerimaan pemerintah

dapat meningkatkan PDB Indonesia.

1) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor

Pendidikan terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Indonesia

Variabel pengeluaran pemerintah sektor

pendidikan dalam jangka pendek tidak

signifikan. Hal tersebut tidak sejalan dengan

hipotesis yang digunakan dalam penelitian,

dimana pengeluaran pemerintah sektor

pendidikan berpengaruh terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia. Jadi hasil penelitian tidak

menunjukkan kesesuaian teori dimana

pengeluaran pemerintah sektor pendidikan

seharusnya berpengaruh signifikan dan positif

terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Sedangkan variabel pengeluaran pemerintah

sektor pendidikan dalam jangka panjang

berpengaruh secara signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena

memiliki probabilitas t-statistik yang lebih kecil

dari α=5%. Hasil ini sesuai dengan hipotesis

dalam penelitian ini, bahwa pengeluaran

pemerintah sektor pendidikan berpengaruh

secara signifikan terhadap pertumbuhan

Indonesia.

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil

penelitian Bastias (2010) yang menemukan

bahwa pengeluaran pemerintah sektor

pendidikan di Indonesia baik jangka pendek

maupun jangka panjang tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi di Indonesia.

Menurut Teori Human Capital bahwa

pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dapat

meningkatkan kualitas penduduk yang kemudian

selanjutnya meningkatkan pertumbuhan

ekonomi. Hasil penelitian ini sejalan dengan

teori tersebut bahwa pengeluaran untuk sektor

pendidikan akan berdampak jangka panjang. Hal

ini terjadi karena pengeluaran pemerintah sektor

pendidikan bersifat seperti akumulasi investasi

pada kompetensi sumber daya manusia. Seperti

yang dikemukakan oleh Widodo (2011) dalam

penelitiannya bahwa pengeluaran pemerintah

atas sektor publik khususnya pendidikan, tidak

dapat berdiri sendiri sebagai variabel

independen, maka variabel pengeluaran

pemerintah ini juga harus berinteraksi dengan

variabel lain. Selain itu pengeluaran pemerintah

sektor pendidikan yang akan menghasilkan

perbaikan di sektor ini tidak dapat secara cepat

Page 20: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

Raynal Yasni dan Fuad Iqbal Muhammad, Peranan Pengeluaran pemerintah Sektor Pendidikan, ... 91

mengubah kualitas masyarakat, khususnya

angkatan kerja yang sekarang sudah terbentuk.

Apabila dicermati dalam grafik pertumbuhan

pengeluaran pemerintah sektor pendidikan pada

Gambar 2, nilai pengeluaran pemerintah sektor

pendidikan, mulai mengalami kenaikan pada

tahun 2003, dimana pada tahun tersebut

diterbitkan kebijakan pemerintah bahwa

anggaran untuk pendidikan minimal 20%. Dari

tahun tersebut, tren pengeluaran pemerintah

sektor pendidikan mengalami kenaikan sampai

dengan sekarang. Perbaikan di sektor pendidikan

yang dimulai pada tahun tersebut, baru mulai

dirasakan hasilnya sebagai perubahan pada

tampilan fisik dunia pendidikan yang ada di

Indonesia.

2) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor

Kesehatan terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Indonesia

Variabel pengeluaran pemerintah sektor

kesehatan dalam jangka pendek memiliki arah

hubungan positif terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia namun tidak signifikan.

Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan

hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini.

Seharusnya berdasarkan teori, hubungan

pengeluaran pemerintah sektor kesehatan di

negara sedang berkembang seperti Indonesia

sedang mengalami tahap perkembangan

menengah, dimana pemerintah harus

menyediakan lebih banyak sarana publik dalam

bidang kesehatan untuk meningkatkan

produktifitas ekonomi. Sarana kesehatan serta

jaminan kesehatan harus dirancang sedemikian

rupa oleh pemerintah melalui pengeluaran

pemerintah yang tepat sasaran.

Dalam jangka pendek pengeluaran

pemerintah sektor kesehatan memang belum

dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,

karena dampak proses perbaikan kesehatan

masyarakat melalui pengeluaran pemerintah

tersebut tidak dapat langsung terlihat

pengaruhnya. Terdapat jarak waktu ketika

pemerintah mengeluarkan sejumlah anggaran

pembangunan untuk kesehatan sampai dengan

kualitas kesehatan masyarakat meningkat dan

pada akhirnya berkontribusi pada peningkatan

pertumbuhan ekonomi Indonesia. Contohnya

adalah seperti peningkatan pelayanan kesehatan

melalui kebijakan Peraturan Presiden No.72

tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional

(SKN) yang mengatur bahwa SKN adalah

pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan

oleh semua komponen Bangsa Indonesia secara

terpadu dan saling mendukung guna menjamin

tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang

setinggi-tingginya.

Berdasarkan Peraturan Presiden No.72 tahun

2012 tersebut, di Indonesia mulai melakukan

reformasi di bidang kesehatan seperti perbaikan

regulasi dan pembiayaan, peningkatan

pelayanan kesehatan dan sumber daya kesehatan

di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu

contohnya adalah regulasi mengenai Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial yang merupakan

sentralisasi dari penyelenggaraan jaminan sosial

yang meliputi jaminan kesehatan dan jaminan

ketenagakerjaan yang dimulai tahun 2014.

Dalam jangka pendek reformasi atas pelayanan

kesehatan tersebut belum mampu diihat

pengaruh signifikansinya terhadap pertumbuhan

ekonomi di Indonesia.

Berdasarkan penelitian ini pengeluaran

pemerintah sektor kesehatan dalam jangka

panjang memiliki hubungan yang positif namun

tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

di Indonesia. Hasil penelitian ini sejalan dengan

Bastias (2010) dimana pengeluaran pemerintah

sektor kesehatan tidak berpengaruh secara

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

Indonesia. Menurut Bastias (2010: 130-131) ini

dapat disebabkan oleh masih kurang lamanya

dampak pembangunan di sektor kesehatan bagi

pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Selain itu,

hal ini juga dapat dikarenakan rendahnya

kualitas penganggaran dan realisasi belanja

pemerintah di sektor kesehatan sehingga tidak

menimbulkan dampak yang signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan grafik pengeluaran pemerintah

sektor kesehatan pada Gambar 3, dapat dilihat

bahwa pengeluaran pemerintah di sektor

kesehatan mulai mengalami tren kenaikan yang

signifikan sejak tahun 2006 dimana saat itu

pemerintah mulai mencanangkan program

JAMKESMAS untuk pelayanan kesehatan

masyarakat miskin. Sebelum periode waktu

tersebut anggaran kesehatan memiliki porsi yang

sangat kecil sehingga dalam jangka panjang

tidak berpengaruh secara signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi.

3) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor

Transportasi terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Indonesia

Variabel pengeluaran pemerintah sektor

transportasi dalam jangka pendek tidak

signifikan dalam mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi Indonesia. Hubungan antara variabel

Page 21: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

92 Jurnal Riset Terapan Akuntansi, Vol.4 No.1, 2020

pengeluaran pemerintah sektor transportasi

terhadap pertumbuhan ekonomi adalah negatif.

Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan teori dan

hipotesis.

Infrastruktur merupakan suatu modal fisik

pendukung utama agar pembangunan ekonomi

suatu negara dapat terwujud. Infrastruktur juga

menunjukkan seberapa besar pemerataan

pembangunan terjadi. Suatu negara yang

memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi dan

mampu melakukan pemerataan pembangunan

pasti dapat melakukan pembangunan

infrastruktur ke seluruh bagian wilayahnya.

Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa

pengeluaran pemerintah sektor transportasi

memiliki hubungan yang negatif terhadap

pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hal ini

mungkin dapat disebabkan karena pembiayaan

atas pembangunan di sektor transportasi

membutuhkan dana yang besar dan prosesnya

membutuhkan waktu yang lama sehingga

manfaat tidak dapat dirasakan dalam jangka

pendek.

Variabel pengeluaran pemerintah sektor

transportasi dalam jangka panjang memiliki

pengaruh yang positif terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia dan pengaruhnya signifikan

karena memiliki probabilitas t-statistik yang

lebih kecil dari α=5%. Hasil tersebut bermakna

bahwa pengeluaran pemerintah sektor

transportasi berpengaruh secara nyata terhadap

pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hasil ini

sesuai dengan hipotesis dan teori yang

menyatakan jika pengeluaran pemerintah atas

infrastruktur meningkat akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi.

Menurut pandangan makroekonomi yang

dikemukakan Musgrave (1989), pengeluaran

pemerintah untuk sektor publik bersifat elastis

terhadap pertumbuhan ekonomi. Semakin

banyak pengeluaran pemerintah untuk sektor

publik semakin banyak barang publik yang

tersedia untuk masyarakat. Barang publik yang

dimaksud dapat berupa penyediaan infrastruktur

berupa transportasi sehingga akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi.

4) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor

Perumahan terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Indonesia

Variabel pengeluaran pemerintah sektor

perumahan dalam jangka pendek tidak

signifikan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

Indonesia. Hal tersebut terlihat dari probabilitas

t-statistik yang lebih besar dari α=5%. Namun

hubungannya tidak sesuai dengan hipotesis yang

digunakan dalam penelitian, dimana

pengeluaran pemerintah sektor perumahan akan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Jadi hasil penelitian menunjukkan

ketidaksesuaian dengan teori. Penelitian yang

dilakukan World Bank (2004) mengemukakan

bahwa rendahnya investasi dapat disebabkan

oleh rendahnya ketersediaan infrastruktur

khususnya perumahan sehingga integrasi

ekonomi tidak terwujud yang mengakibatkan

pertumbuhan ekonomi terhambat.

Hasil penelitian ini yang menunjukkan

pengeluaran pemerintah sektor perumahan tidak

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi,

dikarenakan proyek pembangunan infrastruktur

di negara sedang berkembang seperti Indonesia

banyak yang tidak dapat terselesaikan dalam

jangka pendek. Hal ini dapat dilihat dari

banyaknya pembangunan yang dilaksanakan

dengan skema multi years. Seperti contoh, yaitu

pembangunan rumah susun di Pasar Rumput,

Kemayoran, Pondok Kelapa dan Pasar Minggu

yang menggunakan skema multi years, ini

memang akan memperingan tekanan pada

APBN tetapi juga menyebabkan keterlambatan

dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat.

Variabel pengeluaran pemerintah sektor

perumahan dalam jangka panjang memiliki

pengaruh yang negatif terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia dan pengaruhnya tidak

signifikan karena memiliki probabilitas t-

statistik yang lebih besar dari α=5%. Hasil

tersebut bermakna bahwa pengeluaran

pemerintah sektor perumahan tidak berpengaruh

secara nyata terhadap pertumbuhan ekonomi

Indonesia. Hasil ini tidak sesuai dengan

hipotesis dan teori yang menyatakan jika

pengeluaran pemerintah atas infrastruktur

meningkat akan meningkatkan pertumbuhan

ekonomi.

Salah satu penyebab pengeluaran pemerintah

sektor perumahan memiliki hubungan negatif

dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi di Indonesia adalah karena pengeluaran

pemerintah untuk pembangunan sektor

perumahan digunakan untuk membangun

rumah-rumah tinggal untuk masyarakat

berpenghasilan rendah (MBR). Sifat

pengeluaran pemerintah ini pada dasarnya

ditujukan untuk menaikkan daya beli

masyarakat atas kebutuhan perumahan, sehingga

tidak terjadi kenaikan pertumbuhan ekonomi

Page 22: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

Raynal Yasni dan Fuad Iqbal Muhammad, Peranan Pengeluaran pemerintah Sektor Pendidikan, ... 93

secara langsung dan signifikan dari jenis

pengeluaran ini.

Hasil dari penelitian ini tidak sejalan dengan

teori Brian Berry dalam Rondinelli (1985: 38)

bahwa seiring dengan pertumbuhan ekonomi

suatu wilayah, maka pusat-pusat (central places)

yaitu permukiman-permukiman yang juga

melayani penduduk di sekitarnya akan menyebar

dan membentuk suatu sistem yang terintegrasi

dan akan mendorong pertumbuhan ekonomi

suatu wilayah.

5) Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor

Pendidikan, Kesehatan, Transportasi dan

Perumahan terhadap Pertumbuhan

Ekonomi Indonesia

Berdasarkan hasil penelitian ini, secara

simultan pengeluaran pemerintah sektor

pendidikan, kesehatan, transportasi dan

perumahan memiliki pengaruh yang positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di

Indonesia baik jangka panjang maupun jangka

pendek. Yang membedakan jangka panjang dan

jangka pendek adalah tingkat signifikansinya.

Untuk jangka panjang berada pada tingkat

signifikansi α=5%, sedangkan untuk jangka

pendek berada pada tingkat signifikansi α=10%.

Berbeda dengan hasil uji parsial, dimana

masing-masing pengeluaran pemerintah tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, hal

ini menunjukkan bahwa memang pengeluaran

pemerintah tidak dapat dilihat secara terpisah

dan harus diperhitungkan secara bersama-sama

dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan Bastias

(2010) dan Widodo (2011) yang menyatakan

dalam penelitiannya bahwa pengeluaran

pemerintah atas sektor publik, tidak dapat

berdiri sendiri sebagai variabel independen.

Suatu pengeluaran pemerintah harus

diperhitungkan secara simultan dengan

pengeluaran pemerintah yang lain untuk dapat

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di

Indonesia dan mendapatkan manfaat terbaik.

5. SIMPULAN

Dari uraian yang telah dikemukakan dan

setelah membahas mengenai pengaruh

pengeluaran pemerintah sektor pendidikan,

kesehatan, transportasi, dan perumahan

terhadap pertumbuhan ekonomi dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

Secara simultan pengeluaran pemerintah

sektor pendidikan, kesehatan, transportasi dan

perumahan memiliki pengaruh yang positif dan

signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di

Indonesia baik jangka panjang maupun jangka

pendek.

a. Dimana hasil ini sejalan dengan penelitian

Bastias (2010) dan Widodo (2011) yang

menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah

atas sektor publik, tidak dapat berdiri sendiri

sebagai variabel independen. Suatu

pengeluaran pemerintah harus

diperhitungkan secara simultan dengan

pengeluaran pemerintah yang lain untuk

dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi

di Indonesia dan mendapatkan manfaat

terbaik.

b. Variabel pengeluaran pemerintah sektor

pendidikan dalam jangka pendek tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi. Sedangkan dalam

jangka panjang variabel pengeluaran

pemerintah sektor pendidikan berpengaruh

secara signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia. Hal ini terjadi karena

pengeluaran pemerintah sektor pendidikan

bersifat seperti investasi yang tidak dapat

secara langsung memberikan kontribusi

terhadap pertumbuhan ekonomi.

c. Variabel pengeluaran pemerintah sektor

kesehatan dalam jangka pendek tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi. Begitu juga dalam

jangka panjang variabel pengeluaran

pemerintah sektor kesehatan juga tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Variabel pengeluaran pemerintah sektor

transportasi dalam jangka pendek tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi bahkan memiiki arah

yang negatif. Hal ini dikarenakan besarnya

jumlah dana yang dikeluarkan untuk

pembangunan sektor transportasi, sedangkan

pembangunan ini tidak selesai dalam waktu

yang cepat dan pengaruhnya juga tidak

dirasakan secara langsung. Sebaliknya

dalam jangka panjang variabel pengeluaran

pemerintah sektor transportasi berpengaruh

secara signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi Indonesia dan memiliki hubungan

Page 23: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

94 Jurnal Riset Terapan Akuntansi, Vol.4 No.1, 2020

dengan arah positif.

d. Variabel pengeluaran pemerintah sektor

perumahan dalam jangka pendek tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi. Begitu juga dalam

jangka panjang variabel pengeluaran

pemerintah sektor perumahan juga tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal

tersebut tidak sesuai dengan hipotesis yang

dikembangkan World Bank (2004) yang

mengemukakan bahwa rendahnya investasi

dapat disebabkan oleh rendahnya

ketersediaan infrastruktur khususnya

perumahan sehingga integrasi ekonomi tidak

terwujud dan pertumbuhan ekonomi

terhambat.

Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah

banyaknya variabel yang tidak signifikan

berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

Indonesia baik dalam jangka panjang maupun

dalam jangka pendek. Variabel independen yang

ada dalam penelitian ini tidak dapat langsung

mempengaruhi variabel dependennya, sehingga

diperlukan adanya variabel moderating dan

variabel intervening untuk mengatasi masalah

pengaruh tersebut. Variabel-variabel tersebut

misalkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM),

angka kemiskinan, angka pertumbuhan

pembangunan transportasi, angka pertumbuhan

pengguna transportasi, dan indikator-inditator

lain dalam sektor pendidikan, kesehatan dan

infrastruktur. Diharapkan penelitian selanjutnya

mampu memperbaiki keterbatasan-keterbatasan

dalam penelitian ini.

Saran Sesuai dengan hasil penelitian yang didapat,

maka diajukan beberapa saran sebagai berikut:

a. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pengeluaran pemerintah sektor pendidikan

dan pengeluaran pemerintah sektor

transportasi mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi secara signifikan dalam jangka

panjang. Untuk itu perlu diupayakan

b. investasi besar termasuk melibatkan swasta

dalam sektor transportasi dan pendidikan

sehingga dapat membantu pemerintah untuk

menyediakan jaringan transportasi

danpendidikan yang baik bagi masyarakat.

c. Dalam jangka pendek, pengeluaran

pemerintah sektor transportasi tidak

berpengaruh signifikan dan memiliki arah

negatif terhadap pertumbuhan ekonomi

Indonesia. Percepatan pembangunan

transportasi perlu ditingkatkan dengan

melihat hubungan antar daerah sehingga

pengeluaran untuk sektor transportasi akan

memberikan pengaruh yang besar terhadap

perekonomian daerah dan ketimpangan

pembangunan akan berkurang.

d. Hasil penelitian menunjukkan adanya

pengaruh variabel lain sebesar 2,15 persen

persen pada jangka panjang dan 62,57 persen

pada jangka pendek. Maka dari itu, model

pertumbuhan ekonomi Indonesia masih

terbuka untuk dikembangkan dengan

menambahkan variabel-variabel lain.

e. Karena keterbatasan pemerintah dalam

mengumpulkan penerimaan negara yang

berdampak pada sempitnya ruang fiskal,

diharapkan dalam pengalokasian anggaran

tersebut pemerintah mempertimbangkan

sektor-sektor mana yang menjadi prioritas

dalam pertumbuhan ekonomi sehingga

pengeluaran yang dilakukan pemerintah lebih

terasa manfaatnya bagi pembangunan

ekonomi dan pengelolaan anggaran menjadi

lebih efektif dan efisien.

6. DAFTAR PUSTAKA (REFERENSI)

Anand, Sudhir and Sen, Amartya. 2000. Human

Development and Economic Sustainability.

World Development Vol. 28, No. 12, pp.

2029-2049.

Ariefianto, Moch. Doddy. 2012. Ekonometrika

Esensi dan Aplikasi dengan Menggunakan

Eviews. Jakarta: Erlangga.

Arpaia, Alfonso, and Alessandro Turrini.

Government expenditure and economic

growth in the EU: long-run tendencies and

short-term adjustment. Available at SSRN

2004461 (2007).

Basri, A.F.M dan Rivai, V. 2005. Performance

Appraisal. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.

Bastias, Desi Dwi. 2010. Analisis Pengaruh

Pengeluaran Pemerintah sektor pendidikan,

Kesehatan, dan Infrastruktur Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode

1969-2009. Semarang: Universitas

Diponegoro.

Bhakti, Nadia Ayu, Istiqomah dan Suprapto. 2014.

Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan-

Volume 18, no.4: 452-469.

Page 24: PERANAN PENGELUARAN PEMERINTAH SEKTOR PENDIDIKAN

P-ISSN : 2579-969X ; E-ISSN : 2622-7940

Raynal Yasni dan Fuad Iqbal Muhammad, Peranan Pengeluaran pemerintah Sektor Pendidikan, ... 95

Boediono. 1992. Ekonomi Makro. Edisi 4.

Yogyakarta: BPFE.

Boediono. 1999. Teori Pertumbuhan Ekonomi.

Yogyakarta: BPFE.

Boediono. 2004. Ekonomi Moneter edisi keempat.

Yogyakarta: BPFE

Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Jakarta:

Erlangga.

Dumairy. 2004. Perekonomian Indonesia, Cetakan

kelima. Jakarta: Erlangga.

Gujarati, Damodar dan Dawn Porter. 2007. Dasar-

dasar Ekonometrika Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Haryanto, Tri, Unggul H. dan Achmad Solihin. 2005.

Pengeluaran Pemerintah dan Kinerja Sektor

Pendidikan serta Kesehatan di Jawa Timur.

Majalah Ekonomi, Tahun XIV No.2, 2

Agustus 2005. Surabaya: Fakultas Ekonomi

Universitas Airlangga.

Idris, Amiruddin. 2016. Ekonomi Publik.

Yogyakarta: Deepublish.

Jamzani, Sodik. 2007. Pengeluaran Pemerintah dan

Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi

Kasus Data Panel di Indonesia. Jurnal

Ekonomi Pembangunan Vol. 12. No 1, April

2007. Hal 27-36.

Jhingan, M L. 2000. Ekonomi Pembangunan dan

Perencanaan. Jakarta: PT. Rajagrafindo

Persada.

Arsyad, Lincolyn. 2004. Ekonomi Pembangunan.

Yogyakarta: Bagian Penerbitan. STIE YKPN.

Mangkoesobroto, Guritno. 1994. Kebijakan Publik

Indonesia, Substansi dan Urgensi. Jakarta:

Gramedia Pustaka.

Mills, A dan Gilson, L. 1990. Ekonomi Kesehatan

Untuk Negara-Negara Sedang Berkembang.

Jakarta: Depkes RI.

Odhiambo, N. M. (2015). Government expenditure

and economic growth in South Africa: An

empirical investigation. Atlantic Economic

Journal, 43(3), 393-406.

Ranis, Gustav. 2004. Human Development and

Economic Growth. Center Discussion Paper

No. 887.

Rodinelli, D. A. 1985. Applied Methods of Regional

Analysis, The Spatial Dimensions of

Development Policy. New York: Westview

Press.

Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian untuk

Bisnis, Edisi 4, Buku 1. Jakarta: Salemba

Empat.

Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian untuk

Bisnis, Edisi 4, Buku 2. Jakarta: Salemba

Empat.

Sen, Amartya. 2000. Well-Being, Agency and

Freedom: The Dewey Lectures 1984. The

Journal of Philosophy, Vol. 82, No. 4 (Apr.,

1985), 169-221

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif

Kualitatif dan R&D. Jakarta: Alfabeta

Sukirno, Sadono. 2006. Ekonomi Pembangunan.

Edisi Ke 2. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

Suparmoko. 1994. Keuangan Negara Dalam Teori

dan Praktik. Yogyakarta: BPFE.

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. 2006.

Pembangunan Ekonomi. Jakarta: Erlangga.

Todaro, Michael P. 1997. Pembangunan Ekonomi Di

Dunia Ketiga. Edisi Ke Enam, Alih Bahasa:

Drs. Haris Munandor, M. A. Jakarta: PT

Gelora Aksara Pratama.

Wahab, M. (2004). Economic growth and

government expenditure: evidence from a new

test specification. Applied economics, 36(19),

2125-2135.

Widodo, Adi, Waridin dan Johanna Maria K. 2011.

Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah di

Sektor Pendidikan dan Kesehatan terhadap

Pengentasan Kemiskinan Melalui

Peningkatan Pembangunan Manusia di

Jawa Tengah. Jurnal Dinamika Ekonomi

Pembangunan Vol. 1, No 1. Hal 25-42.

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional.

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang

Keuangan Negara.

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan.

Nota Keuangan dan APBN Tahun 1987 sampai

dengan Tahun 2017.