peranan biomarker dalam membedakan demam karena infeksi dan non-infeksi
DESCRIPTION
Peranan Biomarker Dalam Membedakan Demam Karena Infeksi Dan Non-InfeksiTRANSCRIPT
-
5/28/2018 Peranan Biomarker Dalam Membedakan Demam Karena Infeksi Dan Non-Infeksi
1/10
1
PERANAN BIOMARKER DALAM MEMBEDAKAN
DEMAM KARENA INFEKSI DAN NON-INFEKSI
Andri I skandar Mardia
Pendahuluan
Demam merupakan keluhan yang sering dijumpai pada pasien baik berobat jalan maupun
dirawat. Demam menempati urutan ketiga sebagai keluhan utama pasien yang datang IGD di
amerika serikat, dan sekitar 10% pasien-pasien yang datang ke IGD mendapat antibiotik.
Demam adalah peningkatan suhu tubuh (suhu oral > 37,8oc atau suhu rectal >38,2
oc)
atau adanya peningkatan diatas nilai normal harian. Banyak pasien menggunakan kata demam
dengan salah, mereka mengatakan demam untuk kondisi seperti telalu hangat, terlalu dingin, atau
berkerringat banyak tanpa melakukan pengukuran suhu tubuh yang sebenarnya.
Selain infeksi bakteri, virus atau parasit, demam dapat juga disebabkan kondisi non-
infeksi seperti sistemik lupus eritematosus, rheumatoid arthritis, inflammatory bowel disease,
sindroma auto-inflamatory, paraneoplastik sindroma pada keganasan atau febril neutropenia atau
setelah kemoterapi, kerusakan jaringan seperti iskemik atau proses tromboemboli, kelainan
endokrin ataupun akibat obat-obatan.1
Dekade terakhir banyak diteliti biomarker yang dapat membedakan antara demam akibat
infeksi atau non-infeksi. Hal ini akan sangat berperan dalam pemilihan terapi terhadap pasien
dengan demam. Pada tulisan ini akan dibahas biomarker-biomarker yang dapat membedakan
demam akibat infeksi atau non-infeksi. Biomarker tersebut berupa biomarker yang nilainya
meningkat pada kondisi inflamasi dan/atau infeksi.1
Acc Supervisor
Dr Yosia Ginting, SpPD, KPTI
Reading assignment
Divisi Peny. Tropis dan Infeksi
Departeman Ilmu Peny. Dalam
-
5/28/2018 Peranan Biomarker Dalam Membedakan Demam Karena Infeksi Dan Non-Infeksi
2/10
2
Patofisiologi Demam
Selama 24 jam suhu tubuh bervariasi dari yang paling rendah pada pagi hari dan paling
tinggi pada sore hari. Variasi maksimum suhu tubuh adalah 0,6oc. Suhu tubuh merupakan
keseimbangan dari produksi panas oleh jaringan (terutama hati dan otot) dan pengeluaran panas
dari perifer. Dalam keadaan normal, thermoregulator di hipothalamus mempunyai peranan utama
menjaga suhu tubuh antara 37-38oc. Demam terjadi akibat adanya vasokonstriksi yang
mengakibatkan aliran darah keperifer berkurang dengan tujuan mengurangi kehilangan panas,
kadang sampai menggigil, proses ini akan berlangsung sampai suhu tubuh sama dengan set point
yang baru. Pengaturan kembali set point kearah normal (misalnya dengan antipiretik) akan
mengakibatkan kehilangan panas melalui keringat dan vasodilatasi. Kemampuan tubuh untuk
menurunkan suhu tubuh akan menurun pada beberapa kondisi seperti peminum alcohol dan usia
tua.2,3
Pirogen adalah zat yang menyebabkan demam. Pirogen yang berasal dar luar disebut
pirogen eksogen. Pirogen eksogen ini umumnya mikroba dan produknya. Pirogen ini biasanya
menyebabkan demam dengan menginduksi pelepasan pirogen endogen (seperti IL-1, Tumor
necrosis factor(TNF), interferin- dan IL-5) yang akan meningkatkan set point di hipotalamus.
Sistesis prostaglandin juga memiliki peranan utama dalam proses ini.2,3
Gambar 1. Patofisiologi Demam2,3
-
5/28/2018 Peranan Biomarker Dalam Membedakan Demam Karena Infeksi Dan Non-Infeksi
3/10
3
Biomarker Infeksi :
1. LeukositLeukosit merupakan salah satu sel dalam system imun yang berperan dalam melawan
infeksi dan material asing lainnya. Nilai normalnya 4000-11.000 sel/L. Leukositosis
adala peningkatan jumlah leukosit diatas normal. Leukositosis (dengan sebagian besar
neutropil) dapat dijumpai pada keadaan inflamasi non-spesific seperti pada infeksi,
trauma, neoplasma, myocard infaction, obat-obatan dan lainnya. Leukositosis yang
disertai bacterimia hanya dijumpai pada 60% kasus.
Lawrence et al, adanya leukositosis >25.000 sel/L umumnya berhubungan dengan infeksi
bacteria dan 31% case fatality rate dibandingkan dengan leukositosis 10.000-25.000
sel/L.13
2. CRPC-Reactive Protein (CRP) merupakan protein fase akut. CRP pertama kali ditemukan
oleh Tillet dan Francis tahun 1930. CRP dihasilkan oleh sel hepatosit akibat rangsangan
citokin anti-inflamasi ketika terjadi proses inflamasi. CRP meningkat setelah 4-6 jam,
nilainya menjadi dua kali lipat setelah 8 jam dan mencapai puncaknya pada 36-50 jam
dengan waktu paruh 19 jam. 5
Peningkatan CRP dapat juga dijumpai pada kondisi selain akibat infeksi seperti tertera
dalam tabel :
-
5/28/2018 Peranan Biomarker Dalam Membedakan Demam Karena Infeksi Dan Non-Infeksi
4/10
4
Tabel 1. Kondisi yang mengakibatkan peningkatan CRP6
Adapun kadar CRP dan kemungkinan kondisi yang menyertainya :
Tabel 2. Kadar CRP6
CRP (mg/L)
1040 Mild Inflammation, viral or bacterial infection
40100 Moderate Inflammation, viral or bacterial infection
100200 Marked inflammation, bacterial infection
> 200 Severe bacterial infection or extensive trauma
Gibot et al, membandingkan dari 47 pasien SIRS dengan infeksi dan 29 pasien SIRS
tanpa infeksi, dengan cut off kadar CRP 70 mg/L memiliki sensiyivitas 76% , spesificitas
67%.7
-
5/28/2018 Peranan Biomarker Dalam Membedakan Demam Karena Infeksi Dan Non-Infeksi
5/10
5
Hausfater et al, pada pasein dengan pneumonia (infeksi parenkim paru) CRP dengan cut
off 100 mg/L untuk memprediksi hasil radiologi sesuai pneumonia memiliki specipiciti
91,2%. Sedangkan untuk identifikasi Comonity aquared pneumonia (CAP) memiliki
sensitivitas 73% dan spesipicitas 65%.8
3. ProcalcitoninPCT dihasilakan oleh sel monosit yang berlekatan dengan jaringan dan tidak dihasilkan
dari monosit yang bersirkulasi). PCT bermanfaat sebagai kemotaktik terhadap sel
monosit lainnya. PCT terstimulasi terutama oleh endotoksin bacteria. Peningkatan terjadi
2-4 jam, mencapai nilai puncak 8-24 jam dan nilainya menetap selama proses inflamasi.9
Tabel 3. Kadar PCT
Normal subjects < 0,5 (ng/mL)
Chronic inflammatory processes and
autoimmune diseases
< 0,5(ng/mL)
Viral infections < 0,5(ng/mL)
Mild to moderate localized bacterial
infections
< 0,5(ng/mL)
SIRS, multiple trauma, burns 0,5 -2(ng/mL)
Severe bacterial infections, sepsis, multiple
organ failure
>2 (often 10-100)
(ng/mL)
Procalcitonin > 2(ng/mL) merupakan indikasi kuat adanya sepsis. Inferksi gram negative
memberikan hasil PCT yang lebih tinggi dari pada gram pasotive. PCT kadarnya rendah
pada infeksi akibat virus.9
-
5/28/2018 Peranan Biomarker Dalam Membedakan Demam Karena Infeksi Dan Non-Infeksi
6/10
6
Gibot et al, membandingkan dari 47 pasien SIRS dengan infeksi dan 29 pasien SIRS
tanpa infeksi, dengan cut off kadar PCT 0,6 ng/mL memiliki sensitivitas 84% ,
spesificitas 70%.7
Hausfer et al, untuk cut off kadar PCT 0,5 ng/mL memiliki sensitivitas 35% , spesificitas
99% dalam mendiagnosa adanya infeksi.8
4. Soluble The Triggering Receptor Expressed on Myeloid Cells-1(sTREM-1).Triggering Receptor Expressed on Myeloid Cells-1 (TREM-1) merupakan
immunoglobulin superfamily. Pertama kali ditemukan tahun 2000 oleh bouchon. Pada
kondisi infeksi akan terjadi upregulasi dari TREM-1 pada permukaan monosit dan
neutropil. Kemudian TREM-1 akan terlepas dari permukaan sel dan terlarut diplasma dan
disebut soluble The triggering receptor expressed on myeloid cells-1(sTREM-1).
Sebuah Meta-analisis tahun 2009, memperoleh hasil sensitivitas sTREM-1 untuk
mendiagnosis infeksi bakteri 82% dengan spesifisitas 86% dan sTREM-1 memiliki
Sensitivitas 59,5% dengan spesifisitas 93,3% untuk diagnosis sepsis berat.10, 12
Gibot et al, membandingkan dari 47 pasien SIRS dengan infeksi dan 29 pasien SIRS
tanpa infeksi, dengan cut off kadar sTREM-1 60 ng/mL memiliki sensiyivitas 96% ,
spesificitas 89%.7
5. Soluble Urokinase-type plasminogen activator receptor (suPAR)Urokinase-type plasminogen activator receptor dihasilkan dari beberapa sel seperti
neutropil, lymposit, magrofag, endotel, dan sel malignant. Pernannya dalam infeksi
bacteri belum jelas diketahui. Dan setelah bereaksi akan terlarut dalam plasma yang
disebut Soluble Urokinase-type plasminogen activator receptor (suPAR).4,11
Wittenhagen et al, dari penelitian multicenter, suPAR significant lebih tinggi pada
kondisi dengan bacterimia akibat pneumococus dibandiingkan control. Dan pasien
dengan kadar suPAR lebih tinggi memiliki kematian akibat infeksi yang lebih tinggi.4
-
5/28/2018 Peranan Biomarker Dalam Membedakan Demam Karena Infeksi Dan Non-Infeksi
7/10
7
Tabel 4. Perbandingan beberapa biomarker dalam mendiagnosa infeksi bacteri pada
pasien dengan SIRS9
Beberapa kondisi non-infeksi yang sering mengakibatkan demam :1
1. KeganasanSekitar 7-20% demam yang tidak diketahui penyebabnya diakibatkan keganasan.
Keganasan yang sering mengakibatkan demam seperti non-Hodgkin lymoma, leukemia,
renal cell carcinoma, dan hepatoseluler carcinoma. Fatogenesis demam pada keganasan
belum diketahui sepenuhnya namun diperkirakan diperantarai sitokin seperti IL-1, IL-6,
TNF, dan interferon.
Penelitian yang menilai perbedaan kadar CRP akibat infeksi atau non-infeksi dengan
neuropenia menemukan bahwa CRP tidak dapat menentukan adanya infeksi pada kondisi
non-infeksi dengan neuropenia.
Dari sebuah metaanalisis, diperoleh bahwa PCT dapat menentukan demam pada
keganasan akibat adanya infeksi. Penelitian lain yang membandingkan PCT, neopterin,
CRP, IL-6 dan IL-8 sebagai marker diagnostic infeksi pada keganasan diperoleh bahwa
PCT significant membedakan demam akibat infeksi pada keganasan dengan demam
akibat keganasan dan tidak significant dengan biomarker lainnya.
-
5/28/2018 Peranan Biomarker Dalam Membedakan Demam Karena Infeksi Dan Non-Infeksi
8/10
8
2. Inflammatory bowel disease (IBD)Terdapat dua bentuk IBD yaitu colitis ulseratif dan crohns disease. Keduanya diterapi
dengan kortikosteroid dan immune modifying agents, dengan harapan kondisi immune
stabil.
Biomarker berupa cytokine dan biomarker akibat rangsangan sitokin seperti CRP akan
meningkat selama exacerbasi IBD, sehingga tidak dapat membedakan demam akibat
infeksi atau akibat IBD.
Penelitian lain yang menilai kadar PCT pada 51 pasien IBD dan 25 pasien self limited
colitis diperoleh. Semua pasien IBD memiliki kadar PCT yang rendah, tidak tergantung
tingkat keparahan IBD nya, sedangkan pasien dengan infectious colitis mengalami
peningkatan kadar PCT (positive predictive value 96%, negative predictive value 93%).
3. Autoimmune diseaseKelainan autoimun yang sering mengakibatkan demam dapat berupa rheumatoid arthritis,
sistemik lupus eritematosus, ankylosing spondilitis. Pada autoimun dapat terjadi demam
baik akibat kelianan itu sendiri atau akibat infeksi.
Pemeriksaan CRP untuk membedakan demam akibat infeksi atau autoimun disease tidak
bermanfaat karena pada autoimun dijumpai peningkatan CRP. Sedangkan peningkatan
kadar PCT dapat merupakan pertanda adanya infeksi pada pasien dengan autoimun.
4. Ischemic diaseaseKelianan ischemic yang sering dengan kondisi demam adalah myocaldial infarction,
stroke dan pulmonary embolism. Adanya demam pada keadaan ini diakibatkan kematian
sel yang mengakibatkan dilepaskannya sitokin yang akan merangsang terjadinya demam.
membedakan demam akibat infeksi pada Ischemic diasease atau akibat Ischemic diasease
itu dengan menggunakan biomarker belum banyak dilaporkan.
-
5/28/2018 Peranan Biomarker Dalam Membedakan Demam Karena Infeksi Dan Non-Infeksi
9/10
9
Sedangkan pada pulmonary embolism, membandingkan 30 pasien pneumonia dan 10
pasien dengan PE, dijumpai kadar CRP yang tinggi pada kedua kelompok, sedangkan
pada PE kadar PCT normal.
-
5/28/2018 Peranan Biomarker Dalam Membedakan Demam Karena Infeksi Dan Non-Infeksi
10/10
10
Daftar Pustaka
1. Limper et al, The Diagnostic Role of Procalcitonin and Other Biomarkers IDiscriminating Infectious from non-infectious Fever, Journal of Infection, 2010;
60: 409-1
2. Fever, Biology of Infections Disease, Merk Manual of Diagnosis, and therapy.available from: http://www.merk.com
3. Dinarello C, Cytokines as Endogenous Pyrogens, The Journal of InfectiousDiseases:1999;179:294304
4. Wittenhagen et al, The plasma level of soluble urokinase receptor is elevated inpatients with Streptococcus pneumoniae bacteraemia and predicts mortality,Clin
Microbiol Infect. 2004; 10: 409-15.
5. Hsiao A, Baker D, Fever in The New Millennium : a Review of recent studies ofMarker of Serious Bacterial Infection in Febrile Children, Current Opinion inPediatri, 2005;17:56-61
6. Nobre V et al, Use of Procalcitonin to Shorten Antibiotic Treatment Duration inSepsis Patient, AM J Respiir Crit Care Med, 2008;117 :498-505
7. Gibot et al, Plasma Level of a Triggering Receptor Expressed on Myeloid Cells-1:Its Diagnostic Accuracy in Patients with Suspected Sepsis,Ann Intern Med,
2004;141:9-15
8. Hausfater et al, Usefulness of Procalcitonin as a Marker of Systemic Infection inEmergency Department Patients: A Prospective Study, Clinical Infectious
Diseases 2002; 34:8959019. Kofoed K et al, Use of plasma C-Reactive Protein, Procalcitonin, Neutrophils,
Macrophage Migration Inhibitory Factor, Soluble Urokinase-type Plasminogen
Activator Receptor, and Soluble Triggering Receptor Expressed on MyeloidCells-1 in Combination to Diagnose Infections: a Prospective Study, Critical
Care, Vol:11,2007
10.Zhang J, Dynamic changes of serum soluble triggering receptor expressed onmyeloid cells-1 (sTREM-1) reflect sepsis severity and can predict prognosis:a
prospective study, BMC Infectious Diseases 2011; 11
11.Selberg et al, Discrimination of sepsis and systemic inflammatory responsesyndrome by determination of circulating plasma concentrations of procalcitonin,
protein complement 3a, and interleukin-6, Critical Care Medicine, 2010:2793-8
12.Gibot et al, Soluble Form of the Triggering Receptor Expressed on MyeloidCells-1 as a Marker of Microbial Infection, Clinical Medicine & Research, 2004;
3: 181-7
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15113317http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15113317http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15113317http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15113317http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15113317