peran reserse kriminal polisi dalam mengungkap …

117
PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus di Polresta Sibolga) S K R I P S I Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Oleh SONNY ANUGERAH SIREGAR 140200153 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2018 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM

MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

(Studi Kasus di Polresta Sibolga)

S K R I P S I

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SONNY ANUGERAH SIREGAR

140200153

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2018

Universitas Sumatera Utara

Page 2: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

Universitas Sumatera Utara

Page 3: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

i

ABSTRAK

Sonny Anugerah Siregar*

Liza Erwina, SH., M.Hum**

Mahmud Mulyadi, SH., M.Hum***

Polisi merupakan pelaksana dan penegak hukum yang mempunyai tugas

untuk memelihara dan keamanan dalam Negara Republik Indonesia serta

diberikan wewenang untuk mencegah dan pemberantasan tindak pidana. Tindak

Pidana Pembunuhan, sangatlah diperlukan peran dan tugas pihak Kepolisian

khususnya satuan reserse kriminal dalam pengungkapan sebab pembunuhan yang

dilakukan sangat susah untuk dilakukan pengungkapan ini membutuhkan kerja

keras dari pihak kepolisian khususnya Polresta Sibolga, jadi dengan keberadaan

institusi kepolisian dalam kehidupan masyarakat harus dapat mewujudkan

hukum dalam kenyataan, menjamin kepastian hukum dan keadilan sehingga

memegang peranan penting dalam mewujudkan negara hukum. Fungsi kepolisian

merupakan bagian dari suatu fungsi pemerintahan negara dibidang penegakan

hukum, perlindungan dan pelayanan masyarakat serta pembimbing masyarakat

dalam rangka terjaminnya ketertiban dan tegaknya hukum.

Jenis penelitian yang digunakan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sifat

penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan

yaitu data primer, data sekunder dengan pendekatan penelitian yang analisi

deskriptif.

Pengaturan hukum tentang tindak pidana pembunuhan, merupakan

kejahatan terhadap tubuh dan nyawa. Ketentuan kejahatan terhadap tubuh dan

nyawa diatur dalam Pasal 338, 339, 340, 341, 342, 344, 345, 346 Kitab Undang-

Undang Hukum Pidana (KUHP) serta sanksi yang diancamkan kepada pelaku

pembunuhan terdapat pada pasal tersebut. Peran reserse kriminal Polresta Sibolga

dalam mengungkap tindak pidana pembunuhan yaitu melakukan Penyelidikan,

melakukan penyidikan, kegiatan Olah Tempat Kejadian Perkara, Pemeriksaan

Saksi-Saksi, Melakukan Visum/Otopsi, Penangkapan, Penyelesaian Berkas dan

Penyerahan Berkas. Hambatan-hambatan yang ditemui oleh pihak Reserse

Kriminal Polresta Sibolga ialah faktor hukum, faktor keaslian tempat, kurangnya

saksi yang diperoleh. Upaya yang diambil menanggulangi tindak pidana

pembunuhan adalah upaya penal dan upaya non penal.

Kata kunci : Peranan Kepolisian, Tindak Pidana Pembunuhan, Penyidikan

______________________

* Mahasiswa Fakultas Hukum Universita Sumatera Utara

** Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Pembimbing II,Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Page 4: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

ii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah menyertai dan

memberikan kesehatan kepada penulis, sehingga dapat meyelesaikan penulisan

skripsi ini untuk menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara. Skripsi ini disusun untuk melengkapi tugas dan syarat dalam

memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Sumatera Utara, yang merupakan

kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang akan menyelesaikan perkuliahannya.

Adapun judul skripsi yang Penulis kemukakan adalah : “PERAN RESERSE

KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA

PEMBUNUHAN (STUDI KASUS di POLRESTA SIBOLGA)” Penulis telah

bekerja semaksimal mungkin dalam penyelesaian skripsi ini. Namun, Penulis

menyadari masih banyak kekurangan, baik dari segi isi maupun dalam

penulisannya.

Melalui kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu

dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Saidin, SH, M.Hum, Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH, M.Hum,

Bapak Dr. Jelly Leviza, SH, M.Hum, yang masing-masing selaku Pembantu

Dekan I, Pembantu Dekan II, dan Pembantu Dekan III pada Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

iii

3. Ibu Dr. Idha Apriliana Sembiring, SH, M.Hum selaku Doesn Wali dari

penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada Penulis.

4. Bapak Dr. M. Hamdan, SH, MH selaku Ketua Departemen Hukum Pidana

yang telah memberikan bimbingan ataupun arahan kepada Penulis.

5. Ibu Liza Erwina, SH, M.Hum selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana

dan juga salaku Dosen Pembimbing I Penulis, yang telah memberikan

bimbingan ataupun arahan kepada Penulis.

6. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II

Penulis, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan,

dan memeriksa skripsi ini agar menjadi lebih sempurna.

7. Seluruh staf dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

yang telah memberikan ilmu khususnya dalam bidang hukum.

8. Edward. O.P. Siregar dan Luseria M.C. Sibarani selaku orangtua penulis

yang telah memberikan dukungan secara moril, doa, perhatian, maupun

materi sehingga terselesaikan skripsi ini.

9. Kepada Benyamin Daniel Siregar selaku abang saya yang telah memberikan

dukungan secara moril, perhatian sehingga skripsi ini dapat selesai

10. Erinsiman Sinaga merupakan sahabat saya yang telah memberikan motivasi,

hiburan, kerjasama dan dukungannya kepada penulis dalam menyelesaikan

skripsi.

11. Kevin Arga Tobing merupakan sahabat saya yang telah memberikan

motivasi, hiburan, kerjasama dan dukungan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

iv

12. Kepada kawan-kawan seperjuangan grup kck, Anes Ringo, Johannes

Sagala, Elia Frans Silitonga, Marvel Perdana, terima kasih atas

kebersamaannya, hiburan, dan dukungannya kepada penulis.

13. Kepada teman-teman gokil dan terkadang gila, Andini Hutajulu, Dwi

Mazmur Gulo, Rachel Kartika Sirait, Octaclaudia Simanjuntak, Joshua

Manalu, Stefani Putri, terima kasih atas kebersamaanya.

14. Kepada seluruh Stambuk 2014 Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, terima kasih atas kebersamaannya dan dukungannya.

15. Kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam

penulisan skripsi ini.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat konstruktif

untuk kemajuan di masa mendatang terutama dalam ranah penegakan hukum di

Indonesia. Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat dijadikan sebagai langkah

awal dalam upaya pembangunan hukum di indonesia terutama dalam

perkembangan hukum pidana.

Medan, Januari 2018

Hormat Saya,

Penulis,

Sonny Anugerah Siregar

Universitas Sumatera Utara

Page 7: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK...............................................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................................v

BAB I : PENDAHULUAN.........................................................................1

A.Latar Belakang...........................................................................1

B.Perumusan Masalah...................................................................7

C. Tujuan Penelitian.......................................................................7

D. Manfaat Penelitian.....................................................................8

E.Keaslian Penelitian ....................................................................8

F.Tinjauan Pusataka.......................................................................8

1. Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentan Kepolisian Negara

Republik Indonesia..............................................................9

2. Pengertian Tindak Pidana ...................................................14

3.Pengertian Pembunuhan.......................................................26

G.Metode Penulisan.....................................................................28

H.Sistem Penulisan......................................................................30

Universitas Sumatera Utara

Page 8: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

vi

BAB II :PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

(KUHP)........................................................................................33

A.Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan ....................................33

B.Ketentuan Tindak Pidana Pembunuhan .....................................36

C.Sanksi-sanksi Tindak Pidana Pembunuhan.................................53

BAB III :PERAN RESERSE KRIMINAL POLRESTA SIBOLGA

DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA

PEMBUNUHAN.........................................................................57

A. Penyelidikan............................................................................57

1. Pengertian Penyelidikan......................................................57

a. Penyelidikan Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana..................................................................57

b. Penyelidikan Berdasarkan Peraturan Kapolri No. 14 Tahun

2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak

Pidana.............................................................................61

2.Fungsi dan Wewenang Penyelidik.........................................64

B. Penyidikan...............................................................................67

1. Pengertian Penyidikan................. .......................................67

a. Penyidikan Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana .........................................................................68

Universitas Sumatera Utara

Page 9: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

vii

vii

b. Penyidikan Berdasarkan Peraturan Kapolri No. 14 Tahun

2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak

Pidana.............................................................................72

2. Fungsi dan Wewenang Penyidikan......................................73

3. Upaya Paksa dalam Penyidikan............................................74

C. Kasus dan Analisa Kasus..........................................................80

D. Peran Reserse Kriminal Polresta Sibolga Dalam Mengungkap

Tindak Pidana Pembunuhan....................................................84

BAB IV :HAMBATAN-HAMBATAN RESERSE KRIMINAL

POLRESTA SIBOLGA DALAM MENGUNGKAP TINDAK

PIDANA PEMBUNUHAN........................................................90

A. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Reserse Kriminal Polresta

Sibolga dalam menanggulangi Tindak Pidana

Pembunuhan............................................................................90

B. Hambatan-hambatan yang ditemui oleh Reserse Kriminal Polresta

Sibolga dalam Mengungkap Tindak Pidana

Pembunuhan............................................................................94

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN.................................................100

A. Kesimpulan...........................................................................100

B. Saran.....................................................................................101

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

Page 10: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Negara Republik Indonesia adalah salah satu dari beberapa negara yang

menganut asas negara hukum, hal ini dibuktikan didalam Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) Pasal 1 Ayat (3) yang

berbunyi Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Maka dalam hal ini

berarti di dalam Negara Republik Indonesia segala sesuatu atau seluruh aspek

kehidupan diselenggarakan berdasarkan atas hukum. Dengan demikian hukum

harus menjadi titik sentral orientasi strategis sebagai pemandu dan acuan semua

aktivitas dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat. Supaya

hukum dapat ditaati baik oleh individu maupun kelompok, maka diperlukan

adanya institusi-institusi yang dilengkapi dengan bidang penegakkan hukum,

salah satu diantranya adalah lembaga kepolisian.

Pengidentifikasian Polisi sebagai birokrasi kontrol sosial memang memberi

deskripsi mengenai Polisi itu. Polisi seyogyanya kita lihat tidak hanya sebagai

kontrol sosial saja, melainkan juga memberi pelayanan dan interpretasi hukum

secara konkrit, yaitu melauli tindakan-tindakanya. Dengan kontrol sosial,

pelayana dan agen interpretasi tersebut menjadi lebih lengkaplah bahwa Polisi

mewujudkan janji-janji hukum. Mempelajari Kepolisian juga berarti berusaha

memberikan penjelasan mengenai objeknya, seperti lazimnya aturan main dalam

ilmu pengetahuan, maka kita tidak akan bisa memahami pekerjaan Kepolisian

Universitas Sumatera Utara

Page 11: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

2

dengan sebaik-baiknya, tanpa masuk kedalam hakikatnya sebagai suatu pekerjaan

yang berakar perilaku itu. Penegakan hukum, penjagaan keamanan dan ketertiban

masyarakat serta pelayanan dan pengayoman masyarakat adalah tugas pokok

Polisi sebagai profesi mulia, yang aplikasinya harus berakibat pada asas legalitas,

undang-undang yang berlaku dan hak azasi manusia. Atau dengan kata lain harus

bertindak secara professional dan memegang kode etik secara ketat dan keras,

sehingga tidak terjerumus kedalam perilaku yang dibenci masyarakat.

Kepolisian atau Polisi merupakan garda terdepan dalam penegakan hukum

pidana sehingga tidaklah berlebihan jika Polisi dikatakan sebagai hukum pidana

yang hidup.1 Kepolisian atau Polisi bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam

negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan kertertiban masyarakat, tertib

dan tegaknya hukum, terselengaranya perlindungan , pengayoman dan pelayanan

kepada masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung

tinggi hak asasi manusia2.

Institusi Kepolisian usaha yang digunakan dalam menyelenggarakan tugas

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat yaitu melalui upaya preventif

maupun represif. Tugas dibidang preventif dilaksanakan dengan konsep dan pola

pembinaan dalam wujud pemberian pengayoman, perlindungan dan pelayanan

kepada masyarakat, agar masyarakat merasa aman, tertib dan tentram tidak

terganggu segala aktifitasnya. Langkah preventif adalah usaha mencegah

bertemunya niat dan kesempatan berbuat jahat, sehingga tidak terjadi kejahatan

1 Satjipto raharjo, Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia, (Jakarta: Penerbit

Buku Kompas, 2002) hal, 25.

2 Untung S. Rajab, Kedudukan dan Fungsi Polisi Republik Indonesia dalam Sistem

Ketatanegaraan(berdasarkan UUD 1945), (Bandung: Cv. Utomo, 2003) hal, 12.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

3

atau kriminalitas 3.Semakin berkembangnya dunia kejahatan dan kriminalitas,

membuat Kepolisian harus membuat suatu kemajuan khususnya dibidang

Satreskrim dimana bidang itulah yang selalu menjadi pagar atau tembok utama

dalam menanggulangi kejahatan.

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik

Indonesia menyatakan bahwa Kepolisian ialah alat negara yang berperan dalam

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta

memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam

rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.4 Antara fungsi dan tugas

merupakan satu sistem yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, karena

fungsi dijabarkan dalam tugas-tugas dan tugas-tugas itu lebih dijabarkan lagi

kedalam berbagai peran dan wewenang, dan dalam pelaksanaannya harus

ditopang dengan sifat professionalisme dari setiap anggota Polri yang

direfleksikan dalam sikap/perilaku yang terpuji dan terampil dalam melaksanakan

tugasnya. Etika Kepolisian adalah norma tentang perilaku Polisi untuk dijadikan

pedoman dalam mewujudkan pelaksanaan tugas yang baik bagi penegakkan

hukum ketertiban umum dan keamanan masyarakat.5

Berkaitan dengan penegakkan hukum, peranan yang ideal dan peranan yang

sebenarnya adalah memang peran yang di kehendaki dan diharapkan oleh hukum

di tetapkan oleh Undang-Undang. Sedangkan peran yang dianggap diri sendiri

dan peran yang sebenarnya telah dilakukan adalah peran yang yang

3 Sadjijono, Hukum Kepolisian, (Yogyakarta : Laksbang Pressindo, 2006) hal, 118.

4 Ibid hal, 119.

5 Kunarto, Etika Kepolisian, (Jakarta: Cipta Manunggal ,1997), hal, 97

Universitas Sumatera Utara

Page 13: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

4

mempertimbangkan antara kehendak hukum yang tertulis dengan kenyataan-

kenyataan, dalam hal ini kehendak hukum harus menentukan kenyataan yang ada.

Menurut Achmad Ali, Professionalisme dan kepemimipinan juga termasuk

dalam sistem hukum hal tersebut merupakan unsur kemampuan dan keterampilan

secara person dari sosok-sosok penegak hukum.6 Sebagai pihak yang

bertanggungjawab terhadap keamanan masyarakat sudah seharusnya pihak

kepolisian mewujudkan rasa aman tersebut. Dalam hal mengungkap tindak pidana

pembunuhan diperlukan kerja keras dari pihak Polresta sibolga untuk

mengidentifikasi korban agar menemukan siapa yang menjadi otak pelaku

tersebut dan segera untuk menghukum para pelaku pembunuhan tersebut. Salah

satu tindak pidana adalah Pembunuhan merupakan suatu perbuatan yang

mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Dengan kata lain Pembunuhan adalah

suatu perbuatan melawan hukum dengan cara merampas hak hidup orang lain

sebagai Hak Asasi Manusia.

Latar belakang terjadi pembunuhan di Indonesia sangat bervariasi.

Pengertian pembunuhan adalah sebuah perbuatan kriminal yang menyebabkan

hilangnya nyawa seseorang, saat ini banyak terjadi pembunuhan di berbagai

daerah Indonesia. Hal ini selain dipengaruhi motif atau latar belakang dari sang

pelaku,juga merupakan gambaran merosotnya moral bangsa ini. Kemerosotan

moral, himpitan ekonomi, ketidaksabaran dan kebencian adalah beberapa faktor

yang menyebabkan terjadinya pembunuhan. Begitu mudahnya sesorang

menghilangkan nyawa orang lain ini patut diteliti penyebabnya. Kerasnya

6 Ahmad Ali, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judical

Prudence), (Jakarta: Kencana, 2009), hal, 204.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

5

kehidupan dan rapuhnya pendidikan agama mungkin juga menjadi faktor begitu

mudahnya seseorang menghilangkan nyawa orang lain.7

Aristoteles menyatakan bahwa “kemiskinan menimbulkan kejahatan dan

pemberontakan. Kejahatan yang besar tidak diperbuat untuk memperoleh apa

yang perlu untuk hidup, tetapi untuk kemewahan”. Berbicara mengenai kejahatan

khususnya pembunuhan, dahulu orang membunuh dengan cara yang sederhana

sehingga mudah terungkap oleh aparat kepolisian. Namun sekarang terjadi

peristiwa pembunuhan dengan cara yang berbeda dan cukup sadis, yakni dengan

cara keji, tidak bisa dipungkiri bahwa sebagian besar dan latar belakang terjadinya

pembunuhan di Indonesia ini adalah sakit hati dan kebencian. Ketika seseorang

tidak memiliki ilmu agama dan pengendalian emosi yang baik, maka ketika

muncul rasa sakit hati dapat berujung pada peristiwa pembunuhan pada orang

yang dibenci.

Maraknya tindak pidana pembunuhan sangatlah diperlukan peran dan tugas

pihak-pihak yang berwenang diantaranya Kepolisian, Kejaksaan dan Kehakiman.8

Pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja dalam bentuk pokok, dimuat dalam

Pasal 338 KUHP yang rumusannya adalah ”barang siapa dengan sengaja

menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena pembunuhan dengan pidana

penjara paling lama lima belas tahun”.

Kejahatan merupakan suatu istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan

bermasyarakat, pada dasarnya istilah kejahatan itu diberikan kepada suatu jenis

perbuatan atau tingkah laku manusia tertentu yang dapat dinilai sebagai perbuatan

7 W.A. Gerungan, Dipl, psikologisosial, (Bandung: Aditama, 2004), hal, 1.

8 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh Dan Nyawa, (Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2010), hal, 56.

Universitas Sumatera Utara

Page 15: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

6

jahat. Perbuatan atau tingkah laku yang dinilai serta mendapat reaksi yang bersifat

tidak disukai oleh masyarakat itu, merupakan suatu tindakan yang tidak

dibenarkan untuk muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat begitu juga

dengan kejahatan pembunuhan.sesuai yang diatur dalam Pasal 338 KUHP yang

berbunyi “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain

dipidana karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.”

Maupun dalam Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana yang berbunyi

“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas

nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati

atau penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh

tahun”.

Meningkatnya tindak pidana pembunuhan memerlukan peran dan tugas

pihak-pihak yang berwenang diantaranya Kepolisian, Kejaksaan. Paling penting

adalah tugas Kepolisian khususnya satuan Reserse Kriminal, dalam

pengungkapan sebab pembunuhan yang dilakukan pelaku ini membutuhkan kerja

keras dari pihak Kepolisian. Kerja sama antara Kepolisian, Kejaksaan dalam

menyelesaikan kasus dapat mewujudkan hukum dalam kenyataan, menjamin

kepastian hukum, dan keadilan, sehingga memegang peranan penting dalam

mewujudukan Negara hukum.

Sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap keamanan masyarakat

sudah seharusnya pihak Kepolisian khususnya satuan Reserse Kriminal

mewujudkan rasa aman tersebut. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi pihak

Polisi Republik Indonesia khususnya satuan Reserse Kriminal untuk mencari dan

menemukan para pelaku kejahatan dan mencegah agar tidak terjadi lagi kejahatan

Universitas Sumatera Utara

Page 16: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

7

ini sesuai dengan apa yang menjadi cita – cita Pihak Kepolisian khususnya

Satuan Reserse Kriminal dan sudah diatur dalam Undang – Undang Kepolisian

Negara Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002.

Dari uraian diatas tersebut, maka penulis tertarik untuk membahas suatu

tulisan yang berjudul : PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM

MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (STUDI KASUS DI

POLRESTA SIBOLGA).

B. Perumusan Masalah

Dari judul skripsi di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan

skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan menurut KUHP?

2. Bagaimana peran Reserse Kriminal Polresta Sibolga dalam mengungkap

Tindak Pidana Pembunuhan ?

3. Apa yang menjadi hambatan-hambatan Reserse Kriminal Polres Sibolga dalam

mengungkap Tindak Pidana Pembunuhan ?

C. Tujuan Penulisan

Yang menjadi tujuan Penulisan Skripsi ini adalah :

1. Untuk Mengetahui Bagaimana Pengaturan Tindak Pidana Pembunuhan dalam

KUHP.

2. Untuk Mengetahui Peran Reserse Kriminal Polresta Sibolga dalam

Mengungkap Tindak Pidana Pembunuhan.

Universitas Sumatera Utara

Page 17: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

8

3. Untuk Mengatahui Hambatan-hamabatan yang ditemui oleh Satuan Reserse

Kriminal Polres Sibolga.

D. Manfaat Penelitian

Penulisan Skripsi ini kiranya dapat memberi manfaat kepada pembaca baik

manfaat teoritis maupun manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis, yaitu untuk menambah ilmu pengetahuan dalam bidang

hukum, khususnya hukum pidana.

2. Manfaat Praktis, diharapkan dapat memberi sumbangan pikiran kepada

masyarakat pada umumnya. Tentang Peran Reserse Kriminal dalam

mengungkap Tindak Pidana Pembunuhan.

E. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi yang berjudul Peran Reserse Kriminal Polisi Dalam

Mengungkap Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus di Polresta Sibolga),

yang pada prinsipnya penulis membuatnya dengan melihat dasar-dasar yang telah

ada, baik melihat literatur yang penulis peroleh dari elum ada yangperpustakaan,

dan dari media masa baik cetak maupun elektronika. Selanjutnya dari penelusuran

ke perpustakaan umum Universitas Sumatera Utara belum ada yang mengangkat

judul tersebut dalam suatu penulisan skripsi. Apabila dikemudian hari ternyata

ada skripsi yang sama baik judul maupun isi keseluruhan maka saya akan

bertanggung jawab sepenuhnya.

F. Tinjauan pustaka

Universitas Sumatera Utara

Page 18: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

9

1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara

Republik Indonesia

Kata “Polisi” dalam bahasa Indonesia merupakan kata pinjaman dan jelas

berasal dari kata belanda “politie”. Adapun kata Belanda “politie” didasarkan

atas serangkaian kata Yunani Kuno dan Latin berasal dari kata Yunani-Kuno

“polis”. Kata tersebut berarti “kota” atau “negara kota”. Atas dasar

perkembangan itu maka kata “polis”, mendapat pengertian “negara” dan dalam

bentuk-bentuk perkembangannya masuk unsur “pemerintah” dan lain

sebagainya. Kata Yunani kuno tersebut masuk kedalam bahasa latin sebagai

“poliyia” dan kata itulah yang diduga menjadi kata dasar kata “police”

(Inggris), “poliitie” (Belanda), “Polisi” (Indonesia).9

Bilamana secara tepat kata “Polisi” mendapat arti yang kini digunakan,

sulit dipastikan. Namun demikian, perkembangan sebagaimana dicatat di

Inggris, yang dicatat penggunaan kata “police” sebagai kata kerja yang berarti

“memerintah” dan “mengawasi” (sekitar tahun 1589). Selanjutnya sebagai kata

benda diartikan “pengawasan”, yang kemudian meluas dan menunjukan

organisasi yang menangani pengawasan dan pengamanan (tahun 1716).

Di Indonesia, istilah Polisi digunakan dalam pengertian organisasi

pengamanan pada abad ke-19 dalam interegum Inggris dari 1811-1817.

Wilayah Indonesia saat itu merupakan bagian dari wilayah yang dipimpin

bupati masing-masing diserahi tugas pengamanan tertib hukum dan Polisi

bertanggung jawab pada bupati setempat itu. Dari kata Polisi tersebut,

9 Momo Kelana, Hukum Kepolisian, (Jakarta: PT. Grasindo, 1994), hal. 13.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

10

kemudian para cendikiawan Kepolisisan menyimpulkan bahwa terdapat 3

pengertian, yaitu :10

1. Polisi sebagai fungsi

2. Polisi sebagai organ kenegaraan dan

3. Polisi sebagai jabatan atau petugas.

Banyak disebut sehari-hari adalah pengertian Polisi sebagai atau petugas.

Tiga pengertian kata Polisi tersebut, kadang dicampur adukkan oleh

masyarakat, yang seharusnya diartikan sesuaidengan konteks yang mnyertai.

Oleh karena itu timbul penilaian yang sebenarnya untuk individu (pejabat)

tetapi diartikan sebagai tindakan suatu lembaga (alat negara).

Kepolisian merupakan lembaga penegak hukum yang bertugas untuk

mengayomi masyarakat, sehingga dapat terciptannya keamanan dan ketertiban

di masyarakat. Encyclopaedia of Social Sceinces didapatkan pengertian Polisi

sebagai berikut 11

Istilah Polisi pada pengertian semulanya meliputi bidang

fungsi/tugas yang luas. Istilah itu dipergunakan untuk menjelaskan berbagai-

bagai aspek dari pengawasaan kesehatan umum dalam arti yang sangat khusus

dipakai dalam hubungannya dengan usaha penanggulangan pelanggaran-

pelanggaran politik, dan sejak itu telah meluas secara praktis meliputi semua

bentuk pengaturan dan ketertiban umum. Sekarang, istilah itu terutama

dipergunakan dalam hubungan dengan pemeliharaan ketertiban umum dan

perlindungan orang-orang serta harta bendanya dari tindakan-tindakan yang

melanggar hukum sejak itu police dan constabulary telah merupakan istilah-

10 H.R Abdussalam, Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum,

(Jakarta: Restu Agung, 2009), hal. 36.

11

Momo Kelana, op.cit,. hal. 17.

Universitas Sumatera Utara

Page 20: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

11

istilah yang hampir sinonim. Pengertian yang hampir sama dalam

encyclopaedia britanica kita dapatkan dimana disebutkan bahwa12

istilah Polisi

yang sekarang biasa dipergunakan diartikan sebagai pemeliharaan ketertiban

umum dan perlindungan orang-orang serta miliknya dari keadaan yang

menurut perkiraan dapat merupakan suatu bahaya atau gangguan umum dan

tindakan-tindakan yang melanggar hukum. Pengertian sebelumnya meliputi

seluruh bidang kebijakan pemerintah dalam negeri.

Kepolisian Negara Republik Indonesia atau yang sering disingkat dengan

Polri dalam kaitannya dengan pemerintahan adalah salah satu fungsi

pemerintahan negara dibidang memelihara keamanan dan ketertiban

masyarakat, penegakkan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan

kepada masyarakat, yang bertujuan untuk mewujudkan keamanan dan

ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggara perlindungan,

pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman

masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.13

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian

Negara Republik Indonesia diatur juga tentang tujuan dari Polri yaitu

Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan

dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban

masyarakat, tertiba dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan,

pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman

masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia .

12 Ibid., hal. 32.

13

Budi Rizki Husin dan Rini Fathonah, Studi Lembaga Penegak Hukum, ( Lampung:

UNILA, 2014), hal. 15.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

12

Berbicara tentang kejahatan kita harus terlebih dahulu melihat dari sudut

mana pengertian kejahatan itu ditinjau, secara umum pada dasarnya kejahatan

ini diberikan pada suatu jenis atau tingkah laku manusia tertentu yang dapat

dinilai sebagai perbuatan jahat, oleh karena itu perbuatan jahat bertolak ukur

pada alam nilai tentunya penafsiran yang diberikan pada perbuatan atau

tingkah laku itu sangat relatif singkat, kerelatifannya terletak kepada penilaian

yang diberikan oleh masyrakat dimana perbuatan tersebut terwujud.14

Sedangkan nilai-nilai yang diberikan kepada kebudayaan masyarakat

yang sangat bervariasi tersebut yang bertebar di alam ini menyebabkan

pengertian kejahatan maupun sifat maupun jenis kejahatan sangat tergantung

kepada penilaian dan jenis reaksi yang diberikan oleh masyarakat dimana

terjadinya perbuatan itu oleh karena itu tidaklah heran pengertian kejahatan itu

sangat tergantung darimana kita melihat.15

Radcliff Brown mendefinisikan kejahatan sebagai suatu pelanggaran

terhadap suatu kebiasaan yang mendorong dilaksanakannya sanksi pidana.

Thomas mendefinisikan kejahatan dari sudut psikologi sosial sebagai suatu

tindakan yang bertentangan dengan rasa solidaritas kelompok, individu

dianggap sebagai anggota kelompoknya sendiri.16

Dewasa ini semakin banyak kejahatan pembunuhan yang terjadi seolah-

olah nyawa korban pembunuhan tersebut tidak berharga maka keterlibatan

14 Chainur Arrasjid, Sepintas Lintas Tentang Politik Kriminal,(Medan : Kelompok Studi

Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU,1999), hal. 39.

15

Ibid, hal, 40.

16

Ninik Widiyanti dan Panji Anoraga, Perkembangan Kejahatan dan Masalahnya

ditinjau darri segi Kriminologi dan sosial,(Jakarta :PT. Pradnya Paramita), hal.12.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

13

Polisi sangat diharapkan dalam fungsi dan peran nya dalam menanggulangi dan

mengungkap kejahatan .

Sehingga dalam memberantas kejahatan tersebut tidak lepas dari peranan

yang dijalankan oleh Pihak Kepolisian khususnya untuk memberikan rasa

aman kepada masyarakat, pihak Kepolisian telah memberntuk satuan yang

bertugas dalam memberantas kejahatan, satuan tersebut dinamakan Reserse

Kriminal (RESKRIM).

Reserse Kriminal adalah :

“Satuan yang bertugas dalam mengungkap tindak pidana, mencari pelaku

kejahatan, mengumpulkan bukti-bukti dan nantinya akan diproses secara hokum.”

Dengan dibentuknya satuan Reserse Kriminal ini akan membuat terang

suatu tindak pidana yang terjadi didalam masyarakat, contohnya dalam kasus

pencurian apakah telah terjadi tindak pidana pencurian maka akan dicari

kebenaranya dan akan di usut tuntas oleh satuan Reserse Kriminal.

Tugas dan satuan Reserse Kriminal ini refresif yang dilakukannya dengan

cara rahasia dengan menggunakan teknik Reserse seperti pengamana/ observasi,

yang disebut juga “ la Police en civile” karena dalam tugasnya selalu

menggunakan pakaian preman dan berbeda dengan Polisi yang lainnya yang

selalu menggunakan pakaian seragam dinas Kepolisian.17

Satuan Reserse Kriminal diharapkan akan mengusut tuntas setiap kejahatan

yang ada dalam masyarakat dan menangkap pelaku serta di jatuhi hukuman yang

sesuai dengan perbuatanya sehingga memberikan efek jera bagi si pelaku.

17 M.Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi,( Jakarta : PT. Pradnya

Paramita,1991) hal. 44.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

14

2. Pengertian Tindak pidana

Perbuatan tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan

hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu,

bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. Dapat juga dikatakan bahwa

perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang diancam

pidana, asla saja dimana pada saat itu diingat bahwa larangan diancam pidana,

asla saja dimana pada saat itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada

perbuatan, (yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kekuatan

orang), sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang

menimbulkan kejadian itu.

Antara larangan dan ancaman pidana ada hubungannya yang erat, oleh

karena itu, ada hubunganya yang erat pula. Yang satu dapat dipisahkan dari

yang lain. Kejadian tidak dapat dilarang, jika yang menimbulkan bukan orang,

dan orang tidak dapat dilarang, jika karena tidak ditimbulkan olehnya. Justru

untuk menyatakan hubungan yang erat itu, maka dipakailah perkataan

perbuatan, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjuk kepada dua keadaan

konkrit: pertama, adanya kejadian tertentu dan kedua, adanya orang yang

berbuat, yang menimbulkan kejadian itu. Karena itu maka kurang tepat jika

untuk pengertian yang abstrak itu digunakan istilah “peristiwa” sebagaimana

halnya dalam Pasal 14 ayat (1) UUD Sementara dahulu, yang memakai istilah

“peristiwa pidana”. Sebab peristiwa itu adalah pengertian yang konkrit, yang

hanya menunjuk kepada suatu kejadian tertentu saja, misalnya : matinya orang.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

15

Peristiwa ini saja tak mungkin dilarang. Hukum pidana tidak melarang

adanya orang mati, tetapi melarang adanya orang mati karena perbuatan orang

lain. Jika matinya orang itu karena keadaan alam entah karena penyakit, entah

karena sudah tua, entah karena tertimpa pohom yang roboh ditiup angin puyuh,

maka peristiwa itu tidak penting sama sekali bagi hukum pidana. Juga tidak

penting, jika matinya orang itu karena binatang. Baru apabila matinya ada

hubungan dengan kelakuan orang lain, di situlah persitiwa tadi menjadi penting

bagi hukum pidana.

Ada istilah lain yang dipakai dalam hukum pidana yaitu “tindak pidana”.

Istilah ini sering tumbuhnya dari pihak Kementrian Kehakiman, sering

disepakati dalam perundang-undangan. Meskipun kata “tindak” lebih pendek

daripada “perbuatan”, tapi “tindak” tidak menunjuk kepada hal yang abstrak

seperti perbuatan, tapi hanya menyatakan keadaan konkrit, sebagaimana halnya

dengan peristiwa dengan perbedaan bahwa tindak adalah kelakuan, tingkah

laku, gerak-gerik atau sikap jasmani seseorang, hal mana lebih dikenal dakan

tindak tanduk, tindakan dan bertindak dan belakangan juga sering dipakai

“ditindak”.

Van Hamel merumuskan: strafbaar feit adalah kelakuan orang

(menselijke gedraging) yang dirumuskan dalam wet, yang bersifat melawan

hukum, yang patut dipidana (straf waarding) dan dilakukan dengan kesalahan.

Jika melihat pengertian ini maka di situ dalam pokoknya ternyata :

1. Bahwa feit dalam strafbaar feit berarti handeling, kelakuan atau tingkah

laku

Universitas Sumatera Utara

Page 25: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

16

2. Bahwa pengertian straf baar feit dihubungkan dengan kesalahan orang

yang mengadakan kelakuan tadi.

Perbuatan pidana ini kiranya dapat disamakan dengan istilah Inggris

“criminal act” Pertama, karena criminal act ini juga berarti kelakuan dan

akibat, atau dengan lain perkataan : akibat dari suatu kelakuan, yang dilarang

oleh hukum. Dalam Outlines of criminal law 1952 pah. 12 tentang criminal act

atau dengan bahasa latin : actus reus ini diterangkan sebagai berikut: “actus

reus may be defined as such result of human conduct as the the law seek

(mencoba) to prevent, it is important to note that the actus reus, which is the

result of conduct, must be distinguished from the conduct which produced the

result”

Untuk adanya criminal liability (jadi untuk dapat dipidana seseorang)

selain daripada melakukan criminal act (perbuatan pidana) orang itu juga harus

mempunyai kesalahan (guilt). Hal ini dinyatakan dalam kalimat latin: “actus

non facit reum, nisi mens sit res”. (an act does not make a person guilt, unless

the mind is guilt). Bahwa untuk mempertanggungjawabkan pidana tidak cukup

dengan dilakukannya perbuatan pidana saja, akan tetapi di samping itu harus

ada kesalahan, atau sikap batin yang dapat dicela, ternyata pula dalam azas

hukum yang tidak tertulis: Tidak dipidana jika ada kesalahan. (geen starf

zonder schuld, ohne Schuld keono Strafe). “Pidana” merupakan isitilah yang

mempunyai pengertian yang khusus. Berdasarkan dengan “hukuman” yang

merupakan istilah umum dan dapat mempunyai arti yang luas serta berubah-

ubah. Istilah hukuman tidak saja dipergunakan dalam bidang hukum, tetapi

Universitas Sumatera Utara

Page 26: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

17

juga dalam bidang-bidang yang lain, seperti : pendidikan, moral, agama dan

lain sebagainya.

Terjemahan “strafbaar feit” atau “delic” itu (Mr. R. Tresna dan E.

Utrecht) di kenal pula sebagai terjemahan yang lain seperti:

a. Tindak pidana (Undang-Undang No.3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi)

b. Perbuatan pidana (Mulyatno, pidato Dies Natalis Universitas Gajah Mada

VI tahun 1955 di Medan)

c. Pelanggaran pidana (Mr. M.H. Tirtaamidjaya, Pokok – pokok Hukum

Pidana. Penerbit Fasco, Jakarta 1995)

d. Perbuatan yang boleh di hukum (Mr. Karni, Ringkasan Tentang Hukum

Pidana, Penerbit Balai Buku Indonesia, Jakarta 1959)

e. Perbuatan yang dapat dihukum (Undang-Undang No. 12/Drt Tahun 1951,

Pasal 3, tentang Mengubah Ordonantie Tijdelijk Bijzondere

Strafbepalingen)18

.

Beberapa istilah tersebut di atas yang paling tepat untuk dipakai adalah

persitiwa pidana, karena yang diancam dengan pidana bukan saja yang berbuat

atau bertindak tetapi juga yang berbuat (melanggar suruhan/gebod) atau tidak

bertindak.

Simon dan Van Hamel. Dua ahli hukum pidana Belanda tersebut

pandangan-pandangannya mewarnai pendapat para ahli hukum pidana Belanda

dan Indonesia hingga saat ini.

18 C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana Untuk Tiap

Orang, (Jakarta: Pradnya Paramita,2004), hal. 36-37.

Universitas Sumatera Utara

Page 27: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

18

a. D.Simon

Bahwa strafbaarfeit itu adalah kelakuan yang di ancam dengan pidana,

bersifat melawan hukum, dan berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan

oleh orang yang mampu bertanggung jawab19

. Perumusan Simon tersebut

menunjukkan unsur-unsur tindak pidana atau peristiwa sebagai berikut:

1. Handeling : perbuatan manusia

Handeling dimakasudkan tidak saja “een doen” (perbuatan) dan tetapi

“een nalaten” atau “niet doen” (melainkan atau tidak berbuat); masalahnya

apakah melalaikan atau tidak berbuat itu dapat disebut berbuat. Seseorang yang

tidak berbuat atau melalaikan dapat dikatakan bertanggung jawab atas suatu

peristiwa pidana, apabila ia tidak berbuat atau melalaikan sesuatu, padahal

kepadanya di bebankan suatu kewajiban hukum atau keharusan untuk berbuat.

Dalam ilmu pengetahuan hukum pidana kewajiban hukum atau keharusan

hukum bagi seseorang untuk berbuat dapat dirinci dalam tiga hal:

a. Undang – Undang (de wet)

Undang- undang mengharuskan seseorang untuk berbuat. Maka Undang –

Undang merupakan sumber kewajiban hukum.

b. Dari jabatan (het ambt)

Keharusan yang melekat pada jabatan.

c. Dari perjanjian (overeenkomst)

19 Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta : Fajar Interpratama Offset,2006), hal. 25

Universitas Sumatera Utara

Page 28: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

19

Seorang dokter swasta menolong orang sakit dapat dituntut jika melalaikan

kewajibannya hingga orangnya meninggal Perjanjian “Poenale Sanctie”.

2. Perbuatan manusia itu harus melawan hukum (Wedeerechtelijk)

3. Perbuatan itu diancam dengan pidana (Strafbaar Gesteld) oleh Undang-

Undang.

4. Harus dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab

(Toerekeningsvatbaar)

5. Perbuatan itu harus terjadi karena kesalahan (Schuld) si pembuat.

b. Van Hamel

Perumusan Van Hamel sebenarnya sama dengan perumusan Simon,

hanya Van Hamel menambah satu syarat lagi yaitu : perbuatan itu harus pula

patut di pidana (Welk Handeling een Strafwaarding karakter heft). Secara tegas

Van Hamel mengatakan bahwa Strafbaarfeit itu adalah kelakuan orang yang

dirumuskan dalam undang-undang bersifat melawan hukum, patut di pidana

dan dilakukan dengan kesalahan20

.

Simon maupun Van Hamel memasukkan kesalahan dalam pengertian

tindak pidana, “Berhubung dengan kesalahan, ataupun dilakukan dengan

kesalahan, merupakan frasa yang memberi pertanda, bahwa bagi beliau suatu

perbuatan merupakan tindak pidana jika di dalamnya juga dirumuskan tentang

kesalahan.

c. Schaffmeister

20 Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 29: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

20

Bahwa perbuatan pidana adalah perbuatan manusia yang termasuk dalam

ruang lingkup rumusan delik, bersifat melawan hukum, dan dapat dicela21

.

Dalam hal ini, sekalipun tidak menggunakan istilah kesalahan, namun data

dicela umumnya telah dapat dipahami sebagai makna kesalahan. Menurut Vos

peristiwa pidana adalah suatu peristiwa yang dinyatakan dapat dipidana oleh

Undang- Undang (Een Strafbaar feit is een door de wet strafbaar gesteld

feit).22

Begitu berpengaruh pandangan ahli - ahli hukum Belanda tersebut,

sehingga umumnya diikuti oleh ahli-ahli hukum pidana Indonesia, termasuk

generasi sekarang, seperti:

1. Komariah E. Sapardjaja. “Tindak Pidana adalah suatu perbuata manusia

yang memenuhi perumusan delik, melawan hukum dan pembuat bersalah

melakukan perbuatan itu”.23

2. Indriyantu Seno Adji. “Tindak Pidana adalah perbuatan seseorang yang

diancam pidana, perbuatannya bersifat melawan hukum, terdapat suatu

kesalahan dan bagi pelakunya dapat dipertanggung jawabkan atas

perbuatannya24

. Tindak pidana merupakan suatu tindakan yang dilarang atau

di cela oleh masyarakat dan dilakukan oleh orang yang bersalah yang dapat

dikenakan sanksi pidana. Unsur kesalahan atau pertanggung jawaban

menjadi bagian pengertian tindak pidana”.

21 D.Schaffmeister, N. Keijzer dan EPH Sutorius, Hukum Pidana, (Yogyakarta: Liberty

,1995), hal. 27.

22

C.S.T Kansil dan Christie S.T. Kansil, op.cit., hal. 20.

23

Komariah E. Sapardjaya, Ajaran Melawan Hukum Materil dalam Hukum Pidana

Indonesia, Studi Kasus Tentang Penerapan dan Perkembangan dalam Yurisprudensi,(Bandung:

Alumni, 2002), hal. 22.

24

Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Hukum Pidana, (Jakarta : Kantor Pengacara dan

Konsultan Hukum Oemar Seno Adji dan Rekan, 2002), hal. 155.

Universitas Sumatera Utara

Page 30: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

21

3. A.Ridwan Halim, S. Menyebut tindak pidana sebagai delik yaitu : suatu

perbuatan atau tindakan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh

Undang – Undang (pidana)25

. Dari apa yang dikatakan oleh A Ridwan

Halim, S, jelas nampak agar suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak

pidaana, maka perbuatan tersebut harus telah diatur dalam suatu peraturan

perundang-udangan serta diancam dengan hukuman.

Unsur – Unsur untuk adanya suatu tindak pidana atau perbuatan pidana

yaitu:26

1. Adanya subyek hukum, yang dapat dijadikan subyek hukum hanyalah orang

2. Adanya perbuatan yang dilarang, perbuatan yang dilakukan sesuai dengan

rumusn delik.

Bersifat melawan hukum yaitu :

a. Malawan hukum formal artinya apabila perbuatan yang dilakukan

sebelumnya telah diatur dalam undang - undang.

b. Melawan hukum material artinya apabalia perbuatan yang dilakukan

melanggar aturan atau nilai- nilai yang hidupnya dalam masyarakat harus

adanya kesalahan. Kesalahan yang dimaksud adalah dari masyarakat

apabila melakukan hal tersebut sehingga adanya hubungan batin anatara

pelaku dengan kejadian yang nantinya akan menimbulkan suatu akibat.

Kesalahan itu sendiri dapat dibagi 2 yaitu kesengajaan/dolus dan

kealpaan.

3. Harus dapat dipertanggung jawabkan

25 Ridwan Halim, Hukum Pidana dalam Tanya Jawab, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 7.

26

Moelyatno, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta : Bina Aksara, 1987), hal. 155.

Universitas Sumatera Utara

Page 31: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

22

4. Sesuai dengan waktu, tempat dan keadaan

Bahwa kesalahan adalah faktor penentu pertanggung jawaban pidana

karenanya tidak sepatutnya menjadi bagian definisi tindak pidana. Hal ini

nampak sebagaimana di katakana Moeljatno, apakah Inkonkreto yang

melakukan perbuatan tadi sungguh – sungguh di jatuhi pidana atau tidak. Itu

sudah di luar arti perbuatan pidana. Artinya apakah yang melakukan tindak

pidana tersebut kemudian di pertanggungjawabkan atas perbuatannya sudah

diluar kontek pengertian tindak pidana.27

Moeljatno, tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang dan diancam

dengan pidana barang siapa yang melakukan.28

Di lain kesempatan juga

beliau mengatakan, suatu tindak pidana adalah perbuatan atau omisi yang

dilarang oleh hukum untuk melindungi masyarakat, dan dapat dipidana

berdasarkan prosedur hukum yang berlaku. Dalam definisi- defenisi tersebut,

unsur kesalahan telah dikeluarkan, shingga tindak pidana pada hakikatnya

adalah “perbuatan” saja. Perbuatan disini bersisi kelakuan dan kejadian yang

ditimbulkan oleh kelakuan atau kelakuan dan akibatnya.

Kelakuan juga terdiri dari melakukan sesautu (komisi) dan tidak

melakukan sesuatu (omisi). Dengan demikian, tindak pidana merupakan

perbuatan melakukan sesuatu, perbuatan tidak melakukan sesuatu, dan

menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang – undang. Pengertian

sebagaiman tersebut di atas, dalam Pasal 11 rancangan KUHP di rumuskan

dengan, “Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan

27 Chairul Huda, op.cit., hal. 27.

28

Moelyatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana,

(Jakarta :Bina Aksara ,1983), hal. 11.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

23

sesuatu yang oleh peraturan perundang – undangan dinyatakan sebagai

perbuatan yang dilarang dan ancama dengan pidana”. Dapat ditegaskan

sepanjang berkenaan dengan perumusan definisi tindak pidana, pikiran-

pikiran untuk memisahkan tindak pidana dari pertanggung jawaban pidana

telah menjadi bagian pembaharuan hukum pidana Indonesia, dengan diadopsi

dalam Rancangan KUHP. Sekalipun demikian, usaha uyntuk memisahkan

tindak pidana dari pertanggung jawaban pidana haru sterus menerus

dikembangkan sehingga manfaat dapat menyeluruh.

Andi Hamzah, “Pemisahan tersebut hanya penting diketahui oleh

penuntut umum dalam penyusunan surat dakwaan, karena surat dakwaan

cukup berisi bagian inti (bestandeel) delik dan perbuatan nyata terdakwa, jadi

actus reus saja. Bertolak dari pendapat di atas, maka dengan sendirinya juga

sangat penting bagi penasehat hukum untuk menyusun pembelaan. Pada

gilirannya hakim juga perlu untuk memahami konsep ini dalam menyusun

putusan.29

Pasal 1 ayat (1) KUHP menghendaki penentuan tindak pidana hanyalah

berdasarkan suatu ketentuan peraturan perundang-undangan. Sekalipun

dalam Rancangan KUHP prinsip ini sedikit banyak disimpangi. Tetapi

penetuan tindak pidana berdasarkan pereaturan perundang-undangan masih

merupakan inti ketentuan tersebut. Dapat dikatakan Nullum Crimen Sine lege

dan Nulla Poena Sine Lega merupakan prinsip utama dari asas legalitas,

sehingga penyimpangannya sejauh mungkin dihindari. Karena itu suatu

perbuatan bagaimanapun bentuknya baru merupakan perbuatan pidana

29 Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal.90

Universitas Sumatera Utara

Page 33: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

24

bilamana perbuatan itu dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-

undangan dan orangnya diancam dengan pidana.

Penegasan dalam jenis perbuatannya juga diikuti dengan penegasan

terhadap jenis pidananya. Asas ini dikenal dengan”Nullum Dilictum Nulla

Poena Sine Praevina Lege Poenali” (tidak ada delik, tidak ada pidna, tanpa

peraturan lebih dulu) Makna yang terkandung dalam asas legalitas itu ada

tiga pengertian yaitu :

1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal

itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan Undang-Undang.

2. Dalam menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan

analogi

3. Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

Rumusan tindak pidana juga berisi ancaman pidana atau sanksi yang

diletakkan pada tindak pidana tersebut. Ancaman pidana ini ditunjukkan bagi

orang” yang melakukan tindak pidana.30

Hoven dalam Andi Hamzah,

menyatakan yang dapat dipidana ialah pembuat31

. Ancaman pidana karenanya

ditujukan kepada orang yang melakukan kelakuan yang di larang,

mengabaikan perintah yang seharusnya di lakukan, dan arena perbuatannya

menimbulkan akibat terlarang.

Ancaman pidana tidak ditujukan terhadap perbuatan terlarang tersebut.

Melainkan ditujukkan terhadap orang yang melakukannya. Hal ini

30 Roeslan Saleh, Beberapa Asas Hukum Pidana Dalam Perspektif,( Jakarta :Aksara

Baru, 1983), hal. 234

31

Andi Hamzah, op.cit, hal. 87

Universitas Sumatera Utara

Page 34: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

25

berdasarkan pada pandangan bahwa hanya oranglah yang dapat memiliki

kesalahan. Kesalahan itu sifat orang, dan bukan sifat dari suatu perbuatan.

“Tiada Pidana tanpa Kesalahan” berarti tiada pemidanaan tanpa kesalahan.

Pemidanaan di timpakan terhadap orang, dan bukan terhadap suatu perbuatan.

Perumusan tindak pidana dalam KUHP tidak sepenuhnya demikian.

Adakalanya ancaman pidana ditujukan terhadap “perbuatannya”. Andi

Hamzah mengatakan, “ancaman pidana di tujukan terhadap orang ternyata

dan rumusan tindak pidana yang dimulai dengan kata, barang siapa”32

. Kata

ini menunjukkan kepada siapa saja “orang” yang melakukan perbuatan yang

dirumuskandalam Pasal tersebut “diancam” dengan pidana. Pasal 111 KUHP

ayat (1) “barang siapa” mengadakan hubungan dengan negara asing, dengan

niat hendak membujuk atau supaya mereka itu bermusuhan atau berperang

dengan Negara ini, atau dengan maksud hendak memperkuat maksud mereka

itu tentang hal itu, atau denagn maksdu menjanjikan pertolongan tentang hal

itu, atau memberi pertolongan dalamhal persiapannya, dipidana dengan

pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun. Pasal 111 ayat (1) KUHP

tersebut, jelas ancaman pidana ditujukkan pada perbuatannya.

Beberapa tindak pidana di luar KUHP, bahwa dirumuskan dengan kata-

kata yang lebih tegas menuju kepada orang. Yaitu : ”setiap orang” yang

menggantikan “barang siapa”. Demikian pula halnya dengan Rancangan

KUHP. Sekalipun kata-kata “setiap orang” disini bukan hanya ditujukan

terhadap perorangan, tetapi juga korporasi. Namun demikian tetap saja

32 Sudarto, Hukum Pidana, (Bandung: Alumni, 1995), hal.7.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

26

ancaman pidana ditujukan terhadap pembuatanya (baik orang perseorangan

dan.atau korporasi), dan tidak lagi ditinjaukan terhadap perbuatannya. 33

3. Pengertian Pembunuhan

Menurut Lamint beberapa tindak pidana yang terjadi harus diketahui

makna dan definisinya termasuk tindak pidana pembunuhan. Pembunuhan

yang berarti suatu tindakan yang menghilangkan nyawa seseorang dengan

berbagai cara yang melanggar hukum, walaupun tidak melawan hukum.

Pembunuhnya biasanya dilatarbelakangi oleh macam-macam motif misalnya

politik, kecemburuan, dendam, membela diri dan sebagainya.

Pembunuhan dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

merupakan kejahatan terhadap nyawa, dimana seseorang menghilangkan

nyawa orang lain secara paksa dan melawan hukum. Perkataan “nyawa” sering

disinonimkan dengan “jiwa”. Kata nyawa dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia dimuat artinya sebagai pemberi hidup, jiwa atau roh. Sedangkan kata

jiwa dimuat artinya sebagai roh manusia (yang ada ditubuh dan menyebabkan

hidup), seluruh kehidupan batin manusia. Pengertian nyawa dimaksudkan

adalah yang menyebabkan kehidupan manusia. Pengertian nyawa berarti

menghilangkan kehidupan manusia yang secara umum disebut

“pembunuhan”.34

Kesengajaanya menghilangkan nyawa orang lain oleh Pasal 338 dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) menegaskan :

33 Andi Hamzah, Hukum Pidana ekonomi, (Jakarta : Erlangga,1996), hal. 26

34

Leden Marpaung, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh,(Jakarta :Sinar

Grafika,200), hal. 2.

Universitas Sumatera Utara

Page 36: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

27

“Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena

pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”

Kejahatan terhadap nyawa (misdrijven tegen bet leven) adalah berupa

penyerangan terhadap nyawa orang lain. Kepentingan hukum yang dilindungi

dan yang merupakan obyek kejahatan ini adalah nyawa (leven) manusia.

Kejahatan terhadap nyawa dalam KUHP dapat dibedakan atau

dikelompokkan atas 2 dasar, yaitu: (1) atas dasar unsur kesalahannya dan (2)

atas dasar obyeknya (nyawa).Atas dasar kesalahannya ada 2 kelompok

kejahatan terhadap nyawa, ialah :35

a. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja (dolus

misdrijven), adalah kejahatan yang dimuat dalam Bab XIX KUHP, pasal

338 sampai pasal 350.

b. Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan tidak dengan sengaja (culpose

misdrijven), dimuat dalam Bab XXI (khusus pasal 359).

Sedangkan atas dasar obyeknya (kepentingan hukum yang dilindungi),

maka kejahatan terhadap nyawa dengan sengaja dibedakan dalam 3 macam,

yakni:

a. Kejahatan terhadap nyawa orang pada umumnya, dimuat dalam

pasal:338.339.340,344,345.

b. Kejahatan terhadap nyawa bayi pada saat atau tidak lama setelah dilahirkan,

dimuat dalam pasal:341,342, dan 343.

c. Kejahatan terhadap nyawa bayi yang masih ada dalam kandungan ibu

(janin), dimuat dalam pasal:346,347,348,dan 349.

35Adamai Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa,( Jakarta: Rajawali

Press,2010), hal. 55.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

28

G. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

pendekatan Yuridis normatif. Pendekatan yuridis normatif dilakukan dengan

cara terlebih dahulu meneliti bahan-bahan kepustakaan yang relevan dengan

permasalahan yang akan diteliti.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian Yang dipilih oleh penulis untuk melakukan peneltian

guna mendapatkan bahan-bahan hukum yang akurat adalah berlokasi di Polres

Sibolga , jalan. DR. F.L. Tobing, Kota Beringin no.38, alasan penulis memilih

tempat tersebut adalah terus berulangnya kasus pembunuhan yang bersifat

sadis di wilayah hukum Kepolisan Resort Sibolga, dan ketersedian informasi

mengenai kasus pembunuhan yang ada di wilayah hukum Kepolisian Resort

Sibolga.

3. Sifat penelitian

Penelitian mengenai “Peran Reserse Kriminal Polisi Dalam Mengungkap

Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus di Polresta Sibolga )”, adalah

merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yaitu bertujuan menggambarkan

apa adanya secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau

kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk

menentukan ada tidaknya hubungan anatara suatu gejala dengan gejala lain

dalam masyarakat.

Universitas Sumatera Utara

Page 38: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

29

4. Sumber data

Penlitian ilmu hukum dengan aspek empiris ini menggunakan dua jenis

data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang

bersumber dari penelitan lapangan yaitu baik dan responden maupun informan.

Data sekunder adalah suatu data yang bersumber dari penelitian kepustakan

yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber pertamanya melainkan

bersumber dari data-data yang sudah terdokumentasi dalam bentuk bahan-

bahan hukum.

5. Teknik Pengumpulan Data

Sebagai penelitian Ilmu Hukum dengan Aspek Empiris, maka dalam

teknik pengumpulan data ada beberapa teknik yaitu studi dokumen,

wawancara (interview) :

a. Studi Dokumen

Studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan dalam setiap

penelitian, baik penelitian ilmu hukum dengan aspek epiris maupun

penelitian ilmu hukum dengan aspek normatif, karena meskipun aspeknya

berbeda namun keduannya adalah penelitian ilmu hukum yang selalu

bertolak dari premis normatif. Studi dokumen dilakukan atas bahan hukum

yang relevan dengan permasalahan penelitian.

b. Wawancara (Interview)

Wawancara , merupakan salah satu teknik yang sering dan paling lazim

digunakan dalam penelitian ilmu hukum dengan aspek empiris. Dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 39: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

30

kegiatan ilmiah wawancara dilakukan bukan sekedar bertanya pada

seseorang melainkan dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan yang

dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang relevan dengan

masalah penelitian kepada responden maupun informan.

6. Analisis Data

Dalam penulisan ini analisis data yang digunakan adalah dengan cara

kualitatif, karena dalam melakukan analisis data ini dalam penelitian deskriptif

maka data yang terkumpul diperoleh dari hasil penelitian langsung kelapangan,

sehingga analisis data ini merupakan penjelasan terhadap penemuan

dilapangan.

Dari penelitian data-data tersebut diatas, penulisan dapat memenuhi

pembahasan skripsi secara metode deduksi yaitu menarik kesimpulan dari fakta

yang bersifat universal kepada fakta yang bersifat reprentatif (dari umum ke

yang khusus). Selain itu dapat pula dilakukan secara metode induksi yaitu

kesimpulan data yang bersifat refresentatif kepada data yang bersifat universal.

G. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini alam membahas tentang Latar Belakang, Perumusan

Masalah, Tujuan Penelitian, Keaslian Penulisan, Metode Penelitian,

Sistematika Penulisan.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

31

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

(KUHP)

Pada bab ini penulis menguraikan tentang pengertian pembunuhan

dan bagaimana pengaturan tentang tindak pidana pembunuhan,

serta apa-apa saja sanksi-sanksi terhadap pelaku pembunuhan .

BAB III PERAN RESERSE KRIMINAL POLRESTA SIBOLGA

DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA

PEMBUNUHAN

Pada bab ini membahas dan menguraikan tentang penyelidikan dan

penyidikan dan menganalisa kasus serta .membahas Peran Reserse

Kriminal Reserse Polresta Sibolga dalam mengungkap seseorang

yang melakukan Tindak Pidana Pembunuhan.

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN RESERSE KRIMINAL

POLRESTA SIBOLGA DALAM MENGUNGKAP TINDAK

PIDANA PEMBUNUHAN

Pada bab ini penulis membahas dan menguraikan hambatan-

hambatan yang ditemui oleh Reserse Kriminal Polresta Sibolga

dalam menanggulangi tindak pidana pembunuhan.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan membahas kesimpulan merupakan intisari dari

pembahasan terhadap permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini,

Universitas Sumatera Utara

Page 41: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

32

saran yang ada diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi para

pembacanya dan dapat berguna bagi pihak-pihak yang terlibat dalam

penegakan hukum.

Universitas Sumatera Utara

Page 42: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

33

BAB II

PENGATURAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN MENURUT KITAB

UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (KUHP)

A. Pengertian Tindak Pidana Pembunuhan

Kata pembunuhan berasal dari kata dasar “bunuh” yang mendapat awalan

pe- dan akhiran -an yang mengandung makna mematikan, menghapuskan

(mencoret) tulisan, memadamkan api dan atau membinasakan tumbuh-tumbuhan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengemukakan bahwa “membunuh

artinya membuat supaya mati, menghilangkan nyawa, sedangkan pembunuhan

berarti perkara pembunuh, perbuatan atau hal membunuh”36

. Dalam peristiwa

pembunuhan minimal ada 2 (dua) orang yang terlibat, orang yang dengan sengaja

mematikan atau menghilangkan nyawa disebut pembunuh (pelaku), sedangkan

orang yang dimatikan atau orang yang dihilangkan nyawanya disebut sebagai

pihak terbunuh (korban).

Pembunuhan termasuk ke dalam kejahatan terhadap nyawa orang lain.

Pembunuhan adalah kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain, untuk

menghilangkan nyawa orang lain itu, seseorang pelaku harus melakukan sesuatu

atau suatu rangkaian tindakan yang berakibat dengan meninggalnya orang lain

dengan catatan bahwa opzet dari pelakunya harus ditujukan pada akibat berupa

meninggalnya orang lain tersebut.37

36

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta:Balai Pustaka,

2006), hal 194 37

P.A.F Lamintang dan C. Djisman Samosir, Hukum Pidana Indonesia, (Bandung

:Penerbit Sinar Baru,1990 ), hal. 1

Universitas Sumatera Utara

Page 43: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

34

Tindak pidana pembunuhan itu merupakan suatu tindak pidana materil atau

materieel delict, yaitu suatu tindak pidana yang baru dapat dianggap sebagai telah

selesai dilakukan olehh pelakunya dengan timbulnya akibat terlarang atau yang

tidak dikehendaki oleh undang-undang. Dengan demikian, orang belum dapat

berbicara tentang terjadinya suatu tindak pidana pembunuhan, jika akibat berupa

meninggalnya orang lain itu sendiri belum timbul.

Oleh karena itu, terjadinya adalah hilangnya nyawa orang lain, sehingga

belum bisa dikatakan meninggalnya orang lain tersebut belum terwujud. Bila

tujuan menghilangkan nyawa orang lain tidak terwujud maka baru bisa disebut

percobaan pembunuhan.

Pengaturan-pengaturan mengenai ketentuan pidana tentang kejahatan yang

ditujukan terhadap nyawa orang, kita juga dapat mengetahui bahwa pembentuk

undang-undang telah bermaksud membuat perbedaan antara berbagai kejahatan

yang dapat dilakukan orang terhadap nyawa orang dengan memberi kejahatan

tersebut dalam lima jenis kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang,

masing-masing sebagi berikut :38

a. Kejahatan berupa menghilangkan nyawa orang lain dalam pengertiannya yang

umum, tentang kejahatan mana pembentuk undang-undang selanjutnya juga

masih membuat perbedaan antara kesengajaan menghilangkan nyawa orang

lain yang tidak direncanakan lebih dahulu yang telah diberinya nama doodslag

dengan kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain dengan direncanakan

38

P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa dan Kesehatan,

(Jakarta : Sinar Grafika, 2012), hal 11-12.

Universitas Sumatera Utara

Page 44: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

35

lebih dahulu yang disebutnya moord diatur dalam pasal 338 KUHP sedang

moord diatur dalam pasal 340 KUHP.

b. Kejahatan berupa kesengajaan menghilangkan nyawa seorang anak yang baru

dilahirkan oleh ibunya sendiri. Tentang kejahatan ini selanjutnya pembentuk

undang-undang masih membuat perbedaan anatara kesengajaan menghilangkan

nyawa seorang anak yang dilakukan ibunya sendiri yang dilakukan tanpa

direncanakan lebih dahulu dengan kesengajaan menghilangkan nyawa seorang

anak yang baru dilahirkan oleh ibunya sendiri yang dilakukan dengan

direncanakan lebih dahulu, jenis kejahatan yang disebutkan terlebih dahulu itu

oleh pembentuk undang-undang telah disebut sebagai kinderdoodslag dan

diatur dalam pasal 341 KUHP, adapun jenis kejahatan yang disebutkan

kemudian adalah kindermoord dan diatur dalam pasal 342 KUHP.39

c. Kejahatan berupa kesengajaan menghilangkan nyawa orang atas permintaan,

yang bersifat tegas dan sungguh-sungguh dari orang itu sendiri, yakni

sebagaimana yang telah diatur dalam pasal 344 KUHP.40

d. Kejahatan berupa kesengajaan mendorong orang lain melakukan bunuh diri

atau membantu orang lain melakukan bunuh diri sebagaimana yang diatur

dalam pasal 345 KUHP

e. Kejahatan berupa kesengajaan menggugurkan kandungan seorang wanita atau

menyebabkan anak yang berada dalam kandungan meninggal dunia.

Pengguguran kandungan itu oleh pembentuk undang-undang telah disebut

dengan kata afdrijving. Mengenai kejahatan ini selanjutnya pembentuk

undang-undang membuat perbedaan antara beberapa jenis afdrijving yang

39

Ibid., hal 12 40

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 45: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

36

dipandang dapat terjadi didalam praktik, masing-masing yaitu sebagai berikut

:41

1. Kesengajaan menggugurkan kandungan yang dilakukan atas permintaan

wanita yang mengandung, seperti yang diatur dalam pasal 346 KUHP;

2. Kesengajaan menggugurkan kandungan yang dilakukan orang tanpa

mendapatkan izin terlebih dahulu dari wanita mengandung seperti yang

telah diatur dalam pasal 348 KUHP;

3. Kesengajaan menggugurkan kandungan seorang wanita yang pelaksanaanya

dibantu oleh seorang dokter, seorang bidan, atau seorang peramu obat-

obatan, yakni seperti yang diatur dalam pasal 349 KUHP.

B. Ketentuan Tindak Pidana Pembunuhan

Tindak pidana pembunuhan dalam hukum Indonesia diatur secara umum

dalam kitab undang-undang hukum pidana. Pengaturan tindak pidana

pembunuhan dalam kitab undang-undang hukum pidana Indonesia terdapat

dalam Bab XIX, yang membahas mengenai kejahatan terhadap nyawa. Pada bab

ini, kejahatan terhadap nyawa diatur dalam pasal 338 sampai dengan pasal 351

KUHP. Kejahatan terhadap nyawa diatur sesuai dengan perbuatan yang dilakukan

oleh pelaku pembunuhan. Dalam hal ini ketentuan yang dimaksud adalah

ketentuan pidana yang di mana di dalamnya berisi aturan yang berisi larangan,

atau keharusan disertai sanksi pidana.

Adapun beberapa unnsur-unsur pembunuhan secara umum yaitu, sebagai

berikut :

41

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 46: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

37

1. Unsur dengan kesengajaan

Dengan sengaja artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan

kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus) yang

dimaksud dalam Pasal 338 KUHP adalah perbuatan sengaja yang telah terbentuk

tanpa direncanakan terlebih dahulu, sedangkan yang dimaksud sengaja dalam

Pasal 340 KUHP adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan

nyawa orang lain yang terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu.

Secara umum Zainal Abidin Farid menjelaskan bahwa secara umum sarjana

hukum telah menerima tiga bentuk sengaja, yakni :42

a. Sengaja Sebagai Niat

Menurut Anwar mengenai unsur sengaja sebagai niat, yaitu :43

“Hilangnya nyawa seseorang harus dikehendaki, harus menjadi tujuan. Suatu

perbuatan dilakukan dengan maksud atau tujuan atau niat untuk

menghilangkan jiwa seseorang, timbulnya akibat hilangnya seseorang tanpa

dengan sengaja atau maksud, tidak dapat dinyatakan sebagai pembunuhan, jadi

dengan sengaja berarti mempunyai maksud atau niat atau tujuan untuk

menghilangkan jiwa seseorang.”

b. Sengaja Insaf Akan Kepastian

Sedangkan Prodjodikoro berpendapat sengaja sebagai insaf akan kepastian,

sebagai berikut :44

“Kesengajaan semacam ini ada apabila sipelaku, dengan perbuatannya itu

bertujuan untuk mencapai akibat yang akan menjadi dasar dari tindak pidana,

kecuali ia tahu benar, bahwa akibat itu mengikuti perbuatan itu”.

Kesengajaan secara insaf kepastian adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh

seseorang tidak bertujuan untuk mencapai akibat yang menjadi dasar delic,

42

H.A. Zainal Abidin, Hukum Pidana I, (Jakarta : Sinar Grafika, 2007), hal 262 43

H.A.K Moch Anwar, Hukum Pidan Bagian Khusus (KUHP Buku II) Jilid I, (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 1994), hal 89 44

Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, (Bandung : Refika

Aditama 2003), hal 63

Universitas Sumatera Utara

Page 47: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

38

tetapi ia tahu dan sadari benar bahwa akibat itu pasti mengikuti perbuatan itu.

Dan apabila itu terjadi, maka menurut teori kehendak (wisltheorie)

menggangapakibat tersebut juga dikehendaki oleh pelaku, karena itu ada

kesengajaan. Sedangkan menurut teori bayangan (voorstelling-theorie) akibat

itu bukan kehendak pelaku tetapi bayangan atau gambaran dalam gagasan

pelaku, bahwa akibat itu psati terjadi, maka juga ada kesengajaan.

c. Sengaja Insaf Akan Kemungkinan

Selanjutnya Lamintang mengemukakan sengaja sebagai insaf akan

kemungkinan, sebagai berikut :45

“Pelaku yang bersangkutan pada waktu melakukan perbuatan itu untuk

menimbulkan suatu akibat, yang dilarang oleh undang-undang telah menyadari

kemungkinan akan timbul suatu akibat, yang dilarang oleh undang-undang

telah menyadari kemungkinan akan timbul suatu akibat lain dari pada akibat

yang memang ia kehendaki.”

Bedanya dengan kesengajaan sebagai niat dan kesengajaan insaf kepastian,

kesengajaan insaf kemungkinan pelaku yang membayangkan kemungkian

belaka. Menurut Van Dijk dan Pompe yang dikutip oleh Wirjono Prodjidokoro

bahwa hanya ada keinsafan kemungkian, tidak ada kesengajaan, tetapi hanya

mungkin ada culpa , atau kurang berhati-hati.

2. Unsur Menghilangkan Nyawa

Unsur pembunuhan yaitu menghilangkan, unsur ini juga diliputi oleh

kesengajaan artinya pelaku harus mengkehendaki dengan sengaja,dilakukannya

45

P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa dan Kesehatan,

Op.cit , hal 18.

Universitas Sumatera Utara

Page 48: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

39

tindakan menghilangkan tersebut, dan ia pun harus mengetahui, bahwa

tindakannya itu bertujuan menghilangkan nyawa orang lain.

Dalam perbuatan menghilangkan nyawa orang lain terdapat 3 syarat yang

harus dipenuhi, yaitu :46

1. Adanya wujud perbuatan,

2. Adanya suatu kematian orang lain,

3. Adanya hubungan sebab akibat (casual verband) antara perbuatan dan akibat

kematian orang lain.

Menurut Wahyu Adnan mengemukakan bahwa untuk mengetahui unsur

hilangnya nyawa orang lain harus ada perbuatan tersebut, yang dapat

mengakibatkan hilangnya nyawa orang lain. Akibat dari perbuatan tersebut tidak

perlu terjadi secepat mungkin akan tetapi dapat timbul kemudian47

.

Sedangkan menurut Hermein Hadiati menyebut unsur-unsur tindak pidana

pembunuhan sebagai berikut :48

1. Adanya suatu perbuatan yang menyebabkan matinya orang, hubungan ini ada

dalam alam kenyataan;

2. Adanya kesengajaan yang tertuju kepada terlaksananya kematian orang itu,

hubungan ini ada dalam alam batin

3. Kesengajaan merampas nyawa orang itu dilakukan segera setelah timbulnya

niat (untuk membunuh)

4. Orang lain, unsur yang menunjukkan bahwa merampas nyawa orang itu

merupakan perbuatan positif sekalipun dengan perbuatan yang kecil.

46

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Nyawa dan Tubuh, Op.cit., hal 57 47

Wahyu Adnan, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, (Bandung : Gunuga Aksara,

2007), hal 45. 48

Hermein Hadiat Koeswadji, Kejahatan Terhadap Nyawa, Asas-Asas, Kasus, dan

Permasalahanya, (Surabaya : PT. Sinar Wiyaya, 1984), hal 22.

Universitas Sumatera Utara

Page 49: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

40

3. Unsur kelalaian/kealpaan (culpa)

Undang-undang tidak memberikan defenisi apakah kelalaian itu. Hanya

Memori Penjelasan (Memorie Van Toelichting) mengatakan, bahwa kelalaian

(culpa) terletak antara sengaja atau kebetulan. Bagaiamanpun culpa itu dipandang

lebih ringan dibandingkan dengan sengaja. Oleh karena itu Hazewinkel Suringa

mengatakan bahwa delik culpa itu merupakan delik semu (quasidelict) sehingga

diadakan pengurangan pidana. Bahwa culpa itu terletak antara sengaja dengan

kebetulan.49

Didalam KUHP biasanya disamping diebut dengan sengaja pada suatu

rumusan disisebut pula delik culpa pada rumusan berikutnya. Disebut

pembunuhan dengan sengaja pada Pasal 338 KUHP yang diancam pidananya

maksimum 15 tahun penjara, pada Pasal 359 KUHP disebut “karena salahnya

menyebabkan orang mati”, yang di Indonesia diancam pidana maksimal 5 tahun.

Ancaman pidana ini sudah diperberat dengan pertimbangan terlalu banyak terjadi

delik ini khususnya yang disebabkan oleh pengemudi mobil. Semula diancam

hanya maksimum satu tahun penjara atau 9 bulan kurungan.50

Para penulis ilmu hukum pidana berpendapat bahwa terjadinya culpa maka

harus diambil sebagai ukuran ialah bagaimanakah sebagain besar orang dalam

masyarakat bersikap tindak dalam suatu keadaan yang nyata-nyata terjadi. Culpa

dibedakan menjadi culpa levissima berarti kealpaan yang ringan sedangkan culpa

lata adalah kealpaan besar, didalam ilmu pengetahuan dikenal kealpaan yang

disadari dan kealpaan yang tidak disadari. Kealpaan yang disadari itu dapat

digambarkan bila seorang yang menimbulkan delik tanpa sengaja dan telah

49

Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, Op.cit., hal, 125 50

Ibid, hal 127

Universitas Sumatera Utara

Page 50: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

41

berusaha menghalangi akibat yang terjadi, akan tetapi walaupun demikian

akibatnya tetap timbul juga, sedangkan pada kealpaan yang tidak disadari, orang

yang bersikap tidak membayangkan akibat yang timbul, padahal ia seharusnya

membayangkan.51

Tindak pidana pembunuhan terbagi atas beberapa jenis, diantarnya, menurut

M. Sudrajat Bassar:52

1. Pembunuhan biasa (Pasal 338 KUHP)

“Barangsiapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena

pembunuhan dengan pidana penjara paling lam lima belas tahun.”

2. Pembunuhan terkualifikasi (gequalificeerd) (Pasal 339 KUHP)

“Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh suatu perbuatan

pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk melepaskan diri sendiri maupun

peserta lainnya dan pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk

memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum,

diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,

paling lama dua puluh tahun.”

3. Pembunuhan yang direncanakan (Pasal 340 KUHP)

“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas

nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana dengan pidana

mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama

dua puluh tahun “.

4. Pembunuhan anak (Pasal 341 KUHP)

“Seorang ibu yang takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak

dilahirkan atau tidak lama kemudian , dengan sengaja merampas anaknya,

diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama

tujuh tahun”.

5. Pembunuhan atas permintaan si korban (Pasal 344 KUHP)

51

C.S.T Kansil dan Christine S.T Kansil, Pokok-Pokok Hukum Pidana Untuk Tiap Orang, Op.Cit,

hal 53-54 52

M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu Dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana, (Bandung : Remaja Karya, 1984), hal 12

Universitas Sumatera Utara

Page 51: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

42

“Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan sendiri yang jelas

dinyatakan dengan kesungguhan hati dengan pidana penjara paling lama dua

belas tahun.”

6. Bunuh diri (Pasal 345 KUHP)

“Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya

dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanaya untuk itu, diancam

pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.”

7. Menggugurkan kandungan (Pasal 346 KUHP)

“Sorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandunganya

atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling

lama empat tahun.”

Dari ketentuan-ketentuan mengenai pidana tentang kejahatan-kejahatan

yang ditujukan terhadap nyawa orang sebagaimana dimaksudkan diatas, kita juga

dapat mengetahui bahwa pembentuk undang-undang telah membuat pembedaan

antara berbagai kejahatan yang dilakukan orang terhadap nyawa orang dengan

memberikan kejahatan tersebut dalam lima jenis kejahatan yang ditujukan

terhadap nyawa orang masing-masing sebagai berikut :53

1. Kejahatan berupa kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain dalam

pengertiannya yang umum, tentang kejahatan mana pembentuk undang-undang

selanjutnya masih membuat perbedaan kesengajaan menghilangkan nyawa

orang yang tidak direncanakan terlebih dahulu yang telah diberi nama doodslag

dengan kesengajaan menghilangkan nyawa orang lain dengan direncanakan

terlebih dahulu yang telah disebut moord doodslag diatur dalam Pasal 338

KUHP sedang moord diatur dalam Pasal 340 KUHP

2. Kejahatan berupa kesengajaan menghilangkan nyawa seorang anak baru

dilahirkan oleh ibunya sendiri. Tentang kejahatan itu selanjutnya pembentuk

53

P.A.F Lamintang, Delik-delik khusus: Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh, dan Kesehatan,

(Jakarta : Sinar Grafik, 2010), hal 11.

Universitas Sumatera Utara

Page 52: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

43

undang-undang selanjutnya juga masih membuat perbedaan kesengajaan

menghilangkan nyawa seseorang anak yang baru dilahirkan oleh ibunya yang

dilakukan tanpa direncanakan terlebih dahulu yang telah diberi nama

kinderdoodslag dengan kesengajaan menghilangkan nyawa seseorang anak

yang baru dilahirkan ibunya sendiri dengan direncanakan terlebih dahulu

disebut kindermoord. Jenis kejahatan yang terlebih dahulu itu oleh pembentuk

undang-undang disebut kinderdoodslag dalam Pasal 341 KUHP dan adapun

jenis kejahatan yang disebut kemudian adalah kindermoord diatur dalam Pasal

342 KUHP.

3. Kejahatan berupa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan yang

bersifat tegas dan bersungguh-sungguh dari orang itu sendiri, yakni

sebagaimana diatur dalam Pasal 344 KUHP

4. Kejahatan berupa kesengajaan mendorong orang lain melakukan bunuh diri

atau membantu orang lain melakukan bunuh diri sebagaimana yang telah diatur

dalam Pasal 345 KUHP.

5. Kejahatan berupa kesengajaan menggugurkan kandungan seorang wanita atau

menyebabkan anak yang berada dalam kandungan meninggal dunia.

Pengguguran kandungan itu yang oleh pembuat undang-undang telah disebut

dengan kata afdrijving. Mengenai kejahatan ini selanjutnya pembuat undang-

undang masih mebuat perbedaan antara beberapa jenis afdrijving yang di

pandangnya dapat terjadi dalam praktik, masing-masing yaitu :

a. Kesengajaan menggugurkan kandungan dilakukan orang atas permintaan

wanita yang mengandung seperti yang telah diatur dalam Pasal 346 KUHP.

Universitas Sumatera Utara

Page 53: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

44

b. Kesengajaan menggugurkan kandungan orang tanoa mendapat izin dahulu

dari wanita yang mengandung seperti yang telah diatur dalam Pasal 347

KUHP.

c. Kesengajan menggugurkan kandungan yang dilakukan orang dengan

mendapatkan izin terlebih dahulu dari wanita yang mengandung seperti

yang diatur dalam Pasal 348 KUHP.

d. Kesengajaan menggugurkan kandungan seorang wanita yang pelaksanaanya

telah dibantu oleh seorang dokter, seorang bidan, atau seorang peramu obat-

obatan, yakni seperti yang diatur dalam Pasal 349 KUHP.

Disamping itu dapat dikualifikasikan macam-macam pembunuhan yaitu,

sebagai berikut ;

1. Pembunuhan Biasa

Tindak pidana pembunuhan diatur dalam Pasal 338 yang berbunyi :

“Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain, karena

bersalah telah melakukan pembunuhan dipidana dengan pidana penjara paling

lama lima belas tahun.”

Dari Pasal tersebut dapat diketahui yang menjadi unsur-unsur sebagai berikut :

a. Dengan sengaja ;

b. Menghilangkan nyawa orang lain.

2. Pembunuhan dengan Keadaan yang Memberatkan

Tindak pidana pembunuhan ini diatur dalam Pasal 339 KUHP yang berbunyi :

“Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oelh suatu perbuatan

pidana, yang dilakukan dengan maksud untuk melepaskan diri sendiri maupun

peserta lainnya dan pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk

memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan hukum,

diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,

paling lama dua puluh tahun.”

Universitas Sumatera Utara

Page 54: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

45

Dari pasal tersebut, unsur-unsur dari tindak pidana pembunuhan dengan

keadaan-keadaan yang memperberatkan sebagai berikut :

a. Dengan sengaja

b. Diikuti, disertai atau didahului tindak pidana lain

c. Pembunuhan itu dlilakukan dengan maksud : mempersiapkan tindak pidana

lain, untuk mempermudah pelaksanaan tindak pidana lain dan dalam hal

tertangkap tangan ditujukan untuk menghindarkan diri sendiri maupun

peserta lainnya dari pidana serta untuk memastikan penguasaan benda yang

diperoleh secara melawan hukum (dari tindak pidana lain itu).

Unsur diikuti, disertai atau didahului terletak di belakang pembunuhan dan

unsur tersebut diartikan sebagai sebuag kesengajaan menghilangkan nyawa

orang lain, adapun unsur-unsur oogmerk atau maksud juga terletak di belakang

kata pembunuhan, maka itu berarti bahwa di samping unsur-unsur itu harus

didakwakan oleh penuntut umum terhadap terdakwa dan dibuktikan di

persidangan (karena ia meliputi unsur opzet).54

3. Pembuhan berencana

Pembunuhan berencana adalah pembunuha yang paling berat ancaman

pidananya dari seluruh bentuk kejahatan terhadap nyawa manusia, diatur dalam

Pasal 340 yang berbunyi :

“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas

nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana dengan pidana

mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama

dua puluh tahun “.

Dari rumusan Pasal tersebut terdapat unsur-unsur sebagai berikut :

a. Dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu

54

Ibid, hal 46

Universitas Sumatera Utara

Page 55: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

46

b. Menghilangkan nyawa orang lain.

Pasal 340 KUHP dirumuskan dengan cara mengulang kembali seluruh unsur

dalam Pasal 338 KUHP, kemudian ditambah dengan suatu unsur lagi yakni

“dengan rencana terlebih dahulu”. Oleh karena dalam Pasal 340 KUHP

mengulang lagi seluruh unsur Pasal 338 KUHP, maka pembunuhan berencana

dapat dianggap sebagai pembunuhan yang berdiri sendiri (een

zelfstandingmisdrijf) lepas dan lain dengan pembunuhan biasa dalam bentuk

pokok (Pasal 338 KUHP).55

Mengenai unsur dengan rencana terlebih dahulu, pada dasarnya mengandung 3

syarat: 56

a. Memutuskan Kehendak dalam Suasana Tenang

Maksud dari Kehendak dalam Suasana Tenang adalah pada saat

memutuskan kehendak untuk membunuh itu dilakukan dalam suasana

(batin) yang tenang. Suasana yang tenang tersebut adalah suasana tidak

tergesa-gesa atau tiba-tiba, tidak dalam keadaan terpaksa dan emosi yang

tinggi. Sebagai indikatornya ialah sebelum memutuskan kehendak untuk

membunuh itu, telah dipikirkannya dan dipertimbangkanya .

b. Ada Tenggang Waktu yang Cukup

Maksud dari Ada Tenggang Waktu yang Cukup adalah, antara sejak

timbulnya/diputuskannya kehendak sampai pelaksanaan keputusan

kehendak itu. Waktu yang cukup ini adalah relatif. Dalam arti tidak diukur

dari lamanya waktu tertentu melainkan bergantung pada keadaan atau

55

Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, (Jakarta : PT. Raja Grafindo,

2001), hal 81 56

Ibid., hal 82

Universitas Sumatera Utara

Page 56: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

47

kejadian konkret yang berlaku. Tidak perlu singkat, karena jika terlalu

singkat, tidak mempunyai kesempatan lagi untuk berpikir-pikir, karena

tergesa-gesa waktu yang demikan sudah tidak menggambarkan ada

hubungan antara pengambilan putusan kehendak untuk membunuh dengan

pelaksanaan pembunuhan.

c. Pelaksanaan Kehendak (Perbuatan) dalam Suasana Tenang.

Maksud dari Pelaksanaan Kehendak (Perbuatan) dalam Suasana Tenang

yaitu, dalam melaksanakan pembunuhan itu tidak dalam suasana yang

tergesa-gesa, amarah yang tinggi, rasa takut yang berlebihan dan lain

sebagainya.

Tiga syarat dengan rencana lebih dahulu sebagaimana yang diterangkan di

atas, bersifat kumulatif dan saling berhubungan, suatu kebulatan yang tidak

terpisahkan. Sebab bila sudah terpisah/terputus, maka sudah tidak ada lagi

dengan rencana terlebih dahulu.

4. Pembunuhan anak

Pembunuhan anak ini terbagi menjadi 2 yakni pembunuhan akan biasa

(kinderdoodslag) dan pembunuhan anak berencana (kindermoord), berikut

uraiannya :

a. Tindak pidana pembunuhan anak diatur dalam Pasal 341 KUHP yang

berbunyi sebagai berikut :

“Seorang ibu yang takut akan ketahuan melahirkan anak pada saat anak

dilahirkan atau tidak lama kemudian , dengan sengaja merampas anaknya,

diancam karena membunuh anak sendiri, dengan pidana penjara paling lama

tujuh tahun.”

Universitas Sumatera Utara

Page 57: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

48

Dari rumsuan mengenai tindak pidana pembunuhan anak, dapat diketahui

bahwa unsur-unsur dari tindak pidana pembunuhan anak yang diatur dalam

Pasal 341 KUHP sebagai berikut :

a. Menghilangkan nyawa anaknya pada saat segera setelah kelahiranya

b. Takut diketahui telah melahirkan anak

Langermeijer berpendapat bahwa ketentuan pidana diatur dalam Pasal 341

KUHP itu juga diberlakukan bagi wanita yang telah menikah, jika wanita

tersebut memang mempunyai alasan untuk merasa takut akan diketahui oleh

orang lain bahwa ia telah melahirkan seorang anak.57

Simons berpendapat mengenai sebab pidana terhadap pelaku dari tindak

pidana yang diancamkan terhadap pelaku tindak pidana pembunuhan anak

atau kinderdoodslag itu diperinga dibandingkan dengan pidana yang telah

diancamkan terhadap tindak pidana pembunuhan pada umumnya adalah

karena tindak pidana pembunuhann anak pada umumnya telah dilakukan

oleh seorang ibu dengan motif yang tersendiri dan dilakukan dalam keadaan

yang kurang dapat dipertanggungjawabkan (verminderde annsprakelijkheid)

sebagai akibat dair kegoncangan jiwanya (gemoedsbeweging).58

Kegoncangan jiwa dari seorang ibu yang tidak menikah dalam hal itu telah

melahirkan seorang anak di luar pernikahan karena kekhawatirannya

mendapat malu jika diketahui oleh orang lain.

b. Pembunuhan anak berencana (kindermoord) diatur dalam pasal 342 KUHP

yang berbunyi :

57

Noyon-Langemeijer, Het Wetbook (Catatan 1 Pada Pasal 290) dalam P.A.F. Lamintang

dan Theo Lamintang, Kejahatan Terhadap Nyawa, Tubuh dan Kesehatan, (Jakarta : Sinar Grafika,

2010), hal 62 58

Ibid., hal 65

Universitas Sumatera Utara

Page 58: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

49

“Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut

akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan

tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena

melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana , dengan pidana

penjara paling lama sembilan tahun”.

Pengambil keputusan kehendak dalam Pasal 342 ini memiliki perbedaan

unsur berencana dengan unsur berencana pada Pasal 340. Perbedaan ini

adalah kalau dalam hal pembentukan kehendak dari moord (Pasal 340)

dilakukan dalam keadaan atau suasana (batin) yang tenang, namun

sebaliknya terbentuknya kehendak dari kindermood (Pasal 342) adalah

suasana (batin) yang tidak tenang karena dalam suasana batin yang

ketakutan akan diketahuinya bahwa ia melahirkan bayi.

Perbedaan utama antara kindermoord dengan kinderdoodslag terletak pada

saat timbulnya keputusan kehendak untuk membunuh bayi. Pada kinderdoodslag,

kehendak itu timbul secara tiba-tiba pada saat bayi sedang dilahirkan atau pada

saat yang tidak lama setelah bayi dilahirkan. Sedangkan pada kindermoord

terdapat tenggang waktu antara sejak timbulnya tanda-tanda akan melahirkan

sampai dengan keluarnya/terpisahnya bayi dari tubuh ibu. Maka diambilnya

keputusan kehendak untuk membunuh itu adalah sebelum tanda-tanda tersebut

timbul. Saat/waktu pengambilan keputusan kehendak sebelum timbulnya pertanda

itu adalah syarat mutlak unsur „berencana‟ dalam pembunhan bayi berencana.

Faktor-faktor atau kondisi yang mempengaruhi seorang ibu sehingga

dengan sengaja menghilangkan nyawa anak yang baru dilahirkan atau tidak

berapa lama setelah dilahirkan adalah sebagai berikut :

a. Dari faktor psikis, yaitu adanya perasaan takut yang mendalam akan

ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, perbuatan itu dilakuakn oleh

Universitas Sumatera Utara

Page 59: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

50

seorang ibu yang tidak menghendaki anak itu hidup, anak yang dilahirkan

tanpa ayah atau ayah dari anak itu tidak bertanggungjawab.

b. Dari faktor waktu, yaitu perbuatan yang dilakukan oleh seorang ibu untuk

menghilangkan nyawa anak itu pada saat dilahirkan atau tidak berapa lama

setelah dilahirkan sehingga timbul niat untuk menghilangkan nyawa anak

itu karena merupakan aib yang sangat memalukan.

c. Dari faktor ekonomi, yaitu seorang ibu yang melakukan perbuatan

menghilangkan nyawa nak itu karena dipengaruhi tingkat ekonominya yang

memprihatinkan atau tidak mampu. Jika anak itu lahir ada kekhawatiran

tidak mapu membiayai hidup anak itu, sementara untuk memenuhi

kebutuhan dirinya sehari-hari pun tidak mampu.59

5. Pembunuhan atas permintaan korban

Tindak pidana pempbunuhan atas permintaan dari korban diatur dalam Pasal

344 KUHP yang berbunyi sebagai berikut :

“Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan sendiri yang jelas

dinyatakan dengan kesungguhan hati dengan pidana penjara paling lama dua

belas tahun.”

Dari rumusan Pasal 344 KUHP ini mempunyai unsur-unsur yaitu:

a. Menghilangkan nyawa orang lain

b. Atas permintaan dan secara tegas dan sungguh-sungguh

Unsur permintaan korban membuktikan bahwa inisiatif untuk membuktikan

pembunuhan itu terletak pada korban sendiri. Permintaan adalah berupa

pernyataan kehendak yang ditujukan pada orang lain, agar orang itu melakukan

perbuatan tertentu bagi kepentingan orang yang meminta..

59

Ismu Gunadi dan Joenadi Efendi, Hukum Pidana, (Jakarta : Kencana Prenadamedia Group,

2014 ), hal 106

Universitas Sumatera Utara

Page 60: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

51

6. Bunuh diri

Bunuh diri diatur dalam Pasal 345 KUHP yang berbunyi :

“Barangsiapa sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri, menolongnya

dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanaya untuk itu, diancam

pidana penjara paling lama empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.”

Unsur-unsur dari rumusan tersebut adalah :

a. Perbuatan mendorong,menolong, memberikan sarana

b. Pada orang untuk bunuh diri

c. Dengan sengaja.

Berdasarkan pada unsur perbuatan, kejahatan Pasal 345 KUHP ini ada 3

bentuk yaitu :60

1. Bentuk pertama, melarang orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan

mendorong orang lain untuk bunuh diri.

2. Bentuk kedua, melarang orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan

menolong orang lain dalam melakukan bunuh diri.

3. Bentuk ketiga, melarang orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan

memberikan sarana pada orang yang diketahui akan bunuh diri

7. Menggugurkan kandungan

Menggugurkan kandungan diatur dalam Pasal 346 KUHP yang berbunyi :

“Sorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandunganya

atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling

lama empat tahun.”

Unsur-unsur dalam pasal ini yaitu :

a. Dengan sengaja

b. Menggugurkan, mematikan,

60

http://www.negarahukum.com/hukum/kejahatan-terhadap-nyawa.html, diakses pada tanggal 12

juli 2018, pukul 16.00 WIB.

Universitas Sumatera Utara

Page 61: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

52

c. Menyuruh orang lain menggugurkan

d. Menyuruh orang lain mematikan

Penggguguran dan pembunuhan kandungan sebagaimana yang di maksud

dalam Pasal 346 KUHP dilakukan oleh seorang perempuan, terhadap

kandungan nya sendiri. Tidak disyaratkan bahwa kandungan tersebut sudah

terwujud sebagai bayi sempurna dan belum ada proses kelahiran maupun

kelahiran bayi, sebagaimana pada pasal 341 dan 342 KUHP. Berlainan dengan

kejahatan dalam pasal 341 dan 342 KUHP, karena kandungan sudah berwujud

sebagai bayi lengkap, bahkan perbuatan yang dilakukan dalam kejahatan itu

adalah pada waktu sedang dilahirkan atau tidak lama setelah dilahirkan maka

dikatakan bahwa pelakunya haruslah ibunya.

Perbuatan menggugurkan kandungan adalah melakukan perbuatan yang

bagaimana pun wujud dan caranya terhadap kandungan seorang perempuan

yang menimbulkan akibat lainnya bayi atau janin dari rahm perempuan

sebelum waktunya dilahirkan menurut alam. Lahirnya bayi atau janin sebelum

waktu inilah yang menjadi maksud si pelaku. Hal yang penting dalam

perbuatan ini adalah bayi atau janin harus keluar dari rahim dan keluarnya

karena paksaan oleh perbuatan, artinya lahir sebelum waktunya menurut alam.

Unsur kesengajaan dalam Pasal 346 ditujukan pada unsur-unsur perbuatan

menggugurkan atau mematikan atau menyuruh orang lain melakukan

perbuatan tersebut pada obyek kandungannya sendiri. Artinya perempuan itu

mengkehendaki dan mengetahui bahwa akibat dari perbuatannya sendiri dan

perbuatan orang lain tersebut dapat menggugurkan dan mematikan

kandungannya.

Universitas Sumatera Utara

Page 62: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

53

Unsur menyuruh orang lain untuk menggugurkan atau mematikan kandungan,

dalam konteks Pasal 346, istilah menyuruh mempunyai makna yang tidak

sama dengan menyuruh lakukan ( doen plegen) dalam Pasal 55 (1). Istilah

menyuruh dalam Pasal 346 KUHP mempunyai makna yang bersifat harafiah.

Pengertian menyuruh lakukan dalam konteks Pasal 55 (1) menurut Memorie

van Toelichting (MvT) diisyaratkan bahwa orang yang disuruh bahwa orang

yang disuruh merupakan subyek tak berhendak atau pelakunya tidak dapat

dipidana, karena tidak tahu, tunduk pada kekerasan dan karena tersesatkan.

Sedangkan pada Pasal 346 melakukan dapat dijatuhi pidana. Pengertian

menyuruh lakukan dalam Pasal 346 adalah berupa unsur tingkah laku atau

perbuatan yang dilarang dari suatu tindak pidana.

C. Sanksi Pidana terhadapa Tindak Pidana Pembunuhan

Suatu tindak pidana yang sudah jelas oleh undang-undang perbuatanya

dilarang, bagi siapa yang melanggarnya maka akan dikenakan ancaman pidana.

Pembunuhan dalam konteks hukum pidana atas pembunuhan yag dikehendaki

oleh pelaku, pembunuhan karena penganiayaan dan pembunuhan karena kealpaan

dan kelalaian.

Pembunuhan secara terminologi adalah perkara membunuh, perbuatan

membunuh. Sedangkan dalam istilah KUHP pembunuhan adalah kesengajaan

menghilangkan nyawa orang lain. Dalam KUHP, ketentuan-ketentuan pidana

tentang kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang lain diatur dalam buku II

bab XIX, yang terdiri dari Pasal 13 Pasal , yakni Pasal 338 sampai Pasal 350.61

61

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, ( Jakarta :PT. Raja Grafindo

Persada, 2010), hal 29

Universitas Sumatera Utara

Page 63: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

54

Pembunuhan adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh seseorang dan/ atau

beberapa orang yang mengakibatkan seseorang dan/atau beberapa orang yang

meninggal dunia.62

Tindak kejahatan merupakan perilaku menyimpang, yaitu

tingkah laku yang melanggar dari aturan-aturan pengertian normative atau dari

harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan. Dan salah satu cara untuk

mengendalikan adalah dengan sanksi pidana. Hakikat dari sanksi pidana adalah

pembalasan, sedangkan tujuan sanksi pidana adalah penjeraan baik ditujukan

kepada pelanggar hukum itu sendiri maupun pada mereka yang mempunyai

potensi menjadi penjahat. Selain itu juga bertujuan melindungi masyarakat dari

segaola bentuk kejahtan dan pendidikan atau perbaikan bagi para penjahat.63

Sistem hukuman yang tercantum dalam Pasal 10 KUHP menyatakan bahwa

hukuman yang dapat dikenakan kepada seorang pelaku tindak pidana terdiri dari :

a. Hukuman Pokok (hoofdstraffen)

1. Hukuman mati

2. Hukuman penjara

3. Hukuman kurungan

4. Hukuman denda

5. Pidana tutupan (berdasarkan undang-undang RI No. 20 Tahun 1946 Berita

Negara RI tahun kedua No.24 tanggal 1 dan 15 November 1946)

b. Hukuman Tambahan (bijkomende straffen)

1. Pencabutan beberapa hak tertentu

2. Perampasan barang-barang tertentu

3. Pengumuman putusan hakim

62

Zainuddin Ali, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2012), hal 24 63

Leden Marpaung , Asas-Asas Praktik Hukum Pidana,(Jakarta : Sinar Grafika, 2008),

hal 12

Universitas Sumatera Utara

Page 64: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

55

Sub-sub sistem hukum seperti disebutkan dalam ketentuan tersebut

sederhana sekali. Tetapi kalau diperhatikan benar-benar, maka kesederhanaanya

menjadi berkurang karena sistem hukuman yang keliatannya sederhana dalam

pelaksanaanya kurang memperhatikan sifat obyektifitas hukumannya yang sesuai

dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Bahkan hanya dilihat kegunaan untuk

menghukum pelaku tindak pidananya saja. Hal inilah yang kemudain

mengakibatkan terjadinya perbedaan pendapat antar para ahli hukum.64

Adapun sanksi tindak pidana pembunuhan sesuai dengan KUHP bab XIX

buku II adalah sebagai berikut :

a. Pembunuhan biasa, Pasal 338 KUHP diancam dengan hukuman penjara paling

lama lima belas tahun.

b. Pembunuhan terkualifikasi (gequalificeerd) (Pasal 339 KUHP), diancam

dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama

dua puluh tahun.

c. Pembunuhan berencana (Pasal 340 KUHP), diancam dengan hukuman mati

atau penjara seumur hidup atau penjara paling lama dua puluh tahun.

d. Pembunuhan anak (Pasal 341 , 342 KUHP)

Pembunuhan anak ini terbagi menjadi 2 yakni :

1. Pembunuhan anak biasa (kinderdoodslag) (Pasal 341 KUHP), diancam

dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

2. Pembunuhan anak berencana (kindermoord) (Pasal 342 KUHP), diancam

dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

64

Barda Nawawi Arief dan Muladi, Teori-teori dan Kebijakan Pidana,( Bandung :

Alumni, 1984), hal 47

Universitas Sumatera Utara

Page 65: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

56

e. Pembunuhan atas permintaan si korban (Pasal 344 KUHP), diancam dengan

pidana penjara paling lama dua belas tahun.

f. Bunuh diri (Pasal 345 KUHP), diancam dengan pidana penjara paling lama

empat tahun kalau orang itu jadi bunuh diri.

g. Menggugurkan kandungan (Pasal 346 KUHP), diancam dengan pidana penjara

paling lama empat tahun.65

65

http://www.suduthukum.com/2014/05/tindak-tindak-pembunuhan-dalam-

kuhp.html?m=1,, diakses pada tanggal 12 juli 2018, pukul 02.00 wib.

Universitas Sumatera Utara

Page 66: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

57

BAB III

PERAN RESERSE KRIMINAL POLRESTA SIBOLGA DALAM

MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

A. Penyelidikan

1. Pengertian Penyelidikan

a. Penyelidikan berdasarkan Kitab Undang-Undang hukum Acara

Pidana (KUHAP)

Polisi dalam menjalankan tugasnya dapat dibedakan antara tugas

yang bersifat preventif dan tugas yang bersifat refresif. Tugas yang bersifat

preventif tersebut mengkehendaki kehadiran dan eksitensi Polisi di tengah-

tengah kehidupan masyarakat, dimaksudkan sebagai “upaya prevensi”.

Dengan demikian kehadiran dan keberadaan kepolisian dianggap

mengandung preventif effect yang memilki daya cegah anggota masyarakat

melakukan tindak kriminal. Sedangkan tugas yang bersifat refresif

dilakukan dengan mengadakan penyidikan atas suatu kejahatan dan

pelanggaran menurut ketentuan dalam kitab Undang-Undang Hukum Pidana

dan Tindak Pidana Khusus yang diatur di luar KUHP.66

Pengertian penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidikan

untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak

pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut

cara yang diatur dalam Undang-Undang.67

66

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, (Jakarta :

Sinar Grafika, 2009), hal 90 67

M. Husein Harun, Penyidik dan Penuntut Dalam Proses Pidana,(Jakarta : Rineka

Cipta, 1991), hal 56

Universitas Sumatera Utara

Page 67: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

58

Sementara itu yang dimaksud dengan penyelidikan menurut Pasal 1

Angka 5 KUHAP adalah sebagai berikut :

“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindakan pidana guna

menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang

diatur dalam undang-undang”.

Yang dimaksud dengan Penyelidik menurut Pasal 1 angka 4

KUHAP ialah :

”Penyelidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi

wewenang oleh Undang-Undang ini melakukan Penyelidikan”.

Pengertian penyelidikan menurut KUHAP lebih memandang

cenderung dilakukan pada hakekatnya penyelidikan menurut KUHAP

bertujuan untuk :

1. Mendahului guna mempersiapkan tindakan-tindakan penyidikan yang

akan dilakukan ;

2. Mencegah terjadinya pelanggaran hak warga negara ;

3. Mengatasi penggunaan upaya paksa secara dini ;

4. Menghindarkan penyidik dari kemungkinan timbulnya resiko tuntutan

hukum karena tindakan penyidikan yang dilakukan ;

5. Membatasi dan mengawasi pelaksanaan penyelidikan agar dilakukan

secara terbuka (Pasal 104 KUHAP).68

Berbicara mengenai penyelidikan atau pemeriksaan pendahuluan

menurut KUHAP berarti mengemukakan Penyelidikan dan Penyidikan

Sebagai kewenangan Kepolisian di dalam pelaksanaan tugas-tugasnya.

68

MABES ABRI Kepolisian Negara Republik Indonesia, Himpunan JUKLAK dan

JUKNIS Tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana,(Jakarta ,1987), hal, 3.

Universitas Sumatera Utara

Page 68: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

59

Selanjutnya sesuai dengan Pasal 4 KUHAP yang berwenang melaksanakan

fungsi penyelidikan adalah setiap pejabat Polisi Republik Indonesia.

Tegasnya, Penyelidik adalah setiap pejabat POLRI. Jaksa atau pejabat

lainnya tidak berwenang dalam melakukan penyelidikan. Penyelidikan

“monopoli tunggal” POLRI.69

Penyelidikan hanya bertugas untuk mengetahui dan menentukan

peristiwa apa yang sesungguhnya telah terjadi dan bertugas membuat berita

acara serta laporannya yang nantinya merupakan dasar permulaan

penyidikan.

Menurut M. Husein Harun, “Penyelidikan” dilakukan berdasarkan

pada :

1. Informasi atau laporan yang diterima maupun diketahui langsung oleh

penyelidik/penyidik.

2. Laporan polisi.

3. Berita Acara pemeriksaan tersangka dan atau saksi.70

Adapun proses Penyelidikan dilakukan mempunyai beberapa

tujuan, yaitu :

1. Untuk Mencari keterangan keterangan dan bukti guna menentukan suatu

peristiwa yang dilaporkan atau diadukan, apakah merupakan tindak

pidana atau bukan.

2. Persiapan pelaksanaan penindakan dan atau pemeriksaan.

69

M. Yahya harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP, Op.cit. hal

109 70

M. Husein Harun, Penyidik dan Penuntut Dalam Proses Pidana. Op.cit., hal 57

Universitas Sumatera Utara

Page 69: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

60

Penyelidikan bukanlah fungsi yang berdiri sendiri, melainkan

hanya merupakan salah satu metode atau sub dari fungsi penyidikan.71

Penyelidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bidang

penyidikan. Tindakan penyelidikan lebih dikategorikan sebagai tindakan

pengusutan sebagai usaha mencari dan menemukan jejak berupa

keterangnadan bukti-bukti sesuatu peristiwa yang diduga merupakan tindak

pidana .

Pengertian penyelidikan menurut KUHAP tersebut dapat

disimpulkan bahwa dalam proses penyelidikan ini tujuannya adalah untuk

mencari tahu dan memastikan apakah dalam suatu peristiwa hukum tertentu

telah terjadi suatu tindak pidana atau tidak. Seperti kita ketahui bahwa tidak

setiap peristiwa yang terjadi diduga sebagi tindak pidana merupakan

tindakan pidana, maka sebelum melangkah lebih lanjut dengan melakukan

penyidikan dengan konsekuensi digunakan upaya paksa maka berdasarkan

data atau keterangan yang didapat dari hasil penyelidikan ditentukan lebih

dahulu bahwa peristiwa yang terjadi dan diduga sebagai tindak pidana itu

benar-benar merupakan tindak pidana sehingga dapat dilanjutkan dengan

penyidikan. Jadi di sini kita lihat bahwa penyelidikan memegang peranan

penting, penyelidikan merupakan tindakan awal, dan tindakan-tindakan

dalam rangka proses penyelesaian perkara itu tergantung pada penyeledikan

yang mengawalinya.72

71

Himpunan Bujuklak, Bujuklap, Bujukmin. Proses Penyidikan Tindak Pidana, Jakarta,

1990, hal 17 72

Djoko Prakoso, POLRI Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum, (Jakarta :Bina

Aksara,1987), hal,43.

Universitas Sumatera Utara

Page 70: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

61

b. Penyelidikan berdasarkan Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2012

tentang manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

Pengertian Penyelidikan menurut Pasal 1 ayat (9) Perkap no.14

tahun 2012 :

“Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan

menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna

menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang

diatur dalam undang-undang.”

Dalam Pasal 9 Peraturan Kapolri No. 14. 2012, diatur mengenai

administrasi penyelidikan, yaitu meliputi :73

a. Surat perintah tugas ;

b. Surat perintah penyelidikan, dan ;

c. Laporan Hasil Penyelidikan (LHP).

Kegiatan penyelidikan dilakukan sebelum ada Laporan

Polisi/Pengaduan dan sesudah ada Laporan Polisi/pengaduan atau dalam

rangka penyidikan.74

Kegiatan penyelidikan tersebut dilakukan. Kegiatan

penyelidikan tersebut, merupakan bagian atau salah satu cara dalam

melakukan penyidikan untuk :75

a. Menentukan suatu peristiwa yang terjadi merupakan tindak pidana atau

bukan.

b. Membuat terang suatu perkara sampai dengan menentukan pelakunya

c. Dijadikan sebagai dasar melakukan upaya paksa.

Menurut Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

Nomor 14 Tahun 2012, kegiatan penyelidikan yang dimaksud meliputi :76

a. Pengolahan Tempat Kejadian Perkara (TKP).

b. Pengamatan (observasi).

73

Pasal 9 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun

2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. 74

Ibid., Pasal 11 ayat (1) 75

Ibid., Pasal 11 ayat (3) 76

Ibid., Pasal 12

Universitas Sumatera Utara

Page 71: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

62

c. Wawancara (interview).

d. Pembuntutan (surveillance)

e. Penyamaran (under cover).

f. Pelacakan (tracking).

g. Penelitian dan analisa dokumen.

Sasaran dari dilakukannya penyelidikan yaitu meliputi orang,

benda atau barang, tempat, peristiwa/kejadian dan kegiatan. Dalam

melaksanakan tugas penyelidikan, petugas penyelidik wajib melengkapi

dengan surat perintah penyelidikan yang ditandatangani oleh atasan

penyidik dan wajib membuat laporan hasil penyelidikan kepada pejabat

pemberi perintah. Laporan hasil penyelidikan tersebut disampaikan secara

tertulis, atau lisan yang ditindaklanjuti dengan laporan secara tertulis paling

lambat 2 x 24 jam.77

Tim penyelidik terdiri dari ketua, wakil ketua dan anggota.

Personel yang ditunjuk dalam tim penyidik harus memiliki kompetensi,

integritas dan kapabilitas, sesuai dengan perkara yang ditangani.

Pembentukan tim penyelidik tersebut dibentuk dengan surat perintah.

Sebelum melakukan penyelidik wajib membuat rencana

penyelidikan, rencana penyelidikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 16

ayat (2) sekurang-kurangnya memuat :78

a. Surat perintah perintah penyelidikan.

b. Jumlah dan identidas penyidik/penyelidikan yang akan melaksanakan

penyelidikan

c. Objek, sasaran dan target hasil penyelidikan

d. Kegiatan yang akan dilakukan dalam penyelidikan dengan metode sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan.

e. Peralatan, perlengkapan yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan

penyelidikan.

f. Waktu yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan penyelidikan, dan

g. Kebutuhan anggaran penyelidikan.

77

Ibid., Pasal 13 78

Ibid., Pasal 16 ayat (2)

Universitas Sumatera Utara

Page 72: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

63

Berdasarkan Perkap No. 12 tahun 2012, Penyelidikan dilaksanakan

melalui kegiatan :79

a. Pengolahan TKP, yaitu :

1. Mencari dan mengumpulkan keterangan, petunjuk,barang bukti, identitas

tersangka, dan saksi/korban untuk kepentingan penyelidikan selanjutnya.

2. Mencari hubungan antara saksi/korban, tersangka, dan barang bukti.

3. Memperoleh gambaran modus operandi tindak pidana yang terjadi.

b. Pengamatan (observasi)

1. Melakukan pengawasan terhadap objek, tempat, dan lingkungan tertentu

untuk mendapatkan informasi-informasi yang dibutuhkan.

2. Mendapatkan kejelasan atau melengkapi informasi yang sudah ada

berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang diketahui sebelumnya.

c. Wawancara (interview)

1. Mendapatkan keterangan dari pihak-pihak tertentu melaui teknik wawancaar

secara tertutup maupun terbuka.

2. Mendapatkan kejelasan tindak pidana yang terjadi dengan caar mencari

jawaban atas pertanyaan siapa, apa, diaman, dengan apa, mengapa,

bagaimana, dan bilamana.

d. Pembuntutan (surveillance)

1. Mengikuti seseorang yang diduga sebagai pelaku tindak pidana atau orang

lain yang dapat mengarahkan kepada pelaku tindak pidana

2. Mencari tahu aktifitas, kebiasaan, lingkungan, atau jaringan pelaku tindak

pidana.

3. Mengikuti distribusi barang atau tempat penyimpanan barang hasil

kejahatan.

e. Pelacakan (tracking)

1. Mencari dan mengikuti keberadaan pelaku tindak pidana dengan

menggunakan teknologi informasi.

2. Melakukan pelacakan melalui kerjasama dengan interpol, kementrian/

lembaga/badan/komisi/instansi terkait.

3. Melakukan pelacakan aliran dana yang diduga dari hasil kejahatan.

f. Penyamaran (under cover)

1. Menyusup ke dalam lingkungan tertentu tanpa diketahui identitasnya untuk

memperoleh bahan keterangan atau informasi.

2. Menyatu dengan kelompok tertentu untuk memperoleh peran dari kelompok

tersebut, guan mengetahui aktivitas para pelaku tindak pidana.

3. Khusus kasus peredaran narkoba, dapat digunakan teknik penyamaran

sebagai calon pembeli (under cover buy),penyamaran untuk dapat

melibatkan diri dalam distribusi narkoba samapi tempat tertentu (controlled

delivery), penyamaran disertai penindakan/pemberantasan (raid planning

execution).

79

Ibid., Pasal 24.

Universitas Sumatera Utara

Page 73: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

64

g. Penelitian dan analisa dokumen, yang dilakukan terhadap kasus-kasus tertentu

dengan cara :

1. Mengkompulir dokumen yang diduga ada kaitan dengan tindak pidana.

2. Meneliti dan menganalisis dokumen yang diperoleh guna menyusu anatomi

perkara tindak pidana serat modus operandinya.

Penyelidikan ini dilakukan pada saat sebelum ditentukan

tersangkanya sebagai pelaku kejahatan. Sedangkan, penyidikan

dilakukan setelah diketahui tersangkanya sebagai pelaku kejahatan

tersebut.

2. Fungsi dan Wewenang Penyelidik

Sebagai alat negara yang menjalankan fungsinya dalam penegakan

hukum, di bidang peradilan, Polisi berperan dalam mengadakan penyelidikan

dan penyidikan terhadap suatu perkara pidana menurut ketentuan-ketentuan

yang ada di dalam KUHAP dan peraturan negara lainnya

Fungsi dan wewenang penyelidik meliputi ketentuan yang diperinci

pada Pasal 5 KUHAP. Dalam buku Yahya Harahap, beliau membagai dan

menjelaskan fungsi dan wewenang aparat penyelidik dari dua sudut pandang

yang berbeda sesuai dengan bunyi pasal tersebut, yaitu berdasarkan hukum dan

perintah penyidik..80

Dalam menjalankan tugasnya sebagai Penyelidik dalam suatu perkara

sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a KUHAP, Polisi berwenang

untuk:

1. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana;

2. Mencari keterangan dan barang bukt i;

80

https://rahmatyudistiawan.wordpress.com/2013/01/23/penyelidikan-dan-penyidikan-

oleh-rahmat-yudistiawan/, diakses pada hari sabtu 21 juli 2018 pukul 21.40 WIB.

Universitas Sumatera Utara

Page 74: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

65

3. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta

memeriksa tanda pengenal diri;

4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Menerima Laporan dan Pengaduan, berangkat adanya laporan atau

pengaduan atas tindak pidana kepada pihak yang berwenang melakukan

penyelidikan, laporan dan pengaduan dalam perkara pidana diatur dalam Pasal

1 butir 24 dan 25 KUHAP tentang pengertian laporan dan pengaduan.

Menurut Pasal 103 jo Pasal 108 KUHAP dijelaskan bahwa :

a. Pasal 103 KUHAP :

1. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara tertulis harus

ditandatangani oleh pelapor atau pengadu

2. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh

penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik

3. Dalam hal laporan atau pengadu tidak dapat menulis, hal itu harus

disebutkan sebagai catatan dalam lapran atau pengaduan tersebut.

b. Pasal 108 KUHAP :

1. Setiap orang yang mengalami , melihat, menyaksikan dan menjadi

korban peristiwa yang merupakan tindak pidana berhak untuk

mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan penyidik

baik lisan maupun tertulis.

2. Setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan

tindak pidana terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu

juga melaporkan hal tersebut kepada penyidik atau penyelidik.

Universitas Sumatera Utara

Page 75: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

66

3. Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang

mengetahui tentang terjadinya peristiwa yang merupakan tindak pidana,

wajib segera melaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik

4. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara terrulis harus

ditandatangani oleh pelapor atau pengadu

5. Laporan atau pengaduan yang diajukan secara lisan harus dicatat oleh

penyidik dan ditandatangani oleh pelapor atau pengadu dan penyidik

6. Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik

harus memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan

kepada yang bersangkutan.

Proses selanjutnya, apabila pejabat yang berwenang (melakukan

penyelidikan) menerima pemberitahuan (baik berupa pengaduan ataupun

laporan), maka ia wajib segera melakukan langkah-langkah guna mengetahui

sejauh mana kebenaran atas pemberitahuan tersebut.81

Mencari Keterangan dan Barang Bukti, setelah diketahui yang

diberitahukan kepadanya itu memang benar-benar telah terjadi, maka

penyelidik harus mengumpulkan segala data dan fakta yang berhubungan

dengan tindak pidana tersebut. Berdasarkan data dan fakta yang diperolehnya

penyelidik dapat menentukan apakah peristiwa itu benar merupakan tindak

pidana dan apakah terhadap tindak pidana tersebut dapat dilakukan

penyelidikan. Hasil yang diperoleh dengan dlaksanakannya penyelidikan

81

Hamrat Hamid dan Harun M. Husein, Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang

Penyidikan, (Jakarta :Sinar Grafika, 1992), hal 18

Universitas Sumatera Utara

Page 76: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

67

tersebut menjadi bahan yang diperlukan penyidik atau penyidik pembantu

dalam melaksanakan penyidikan.82

Menyuruh berhenti orang yang dicurigai, menyuruh berhenti orang

yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri. Ketika

ada seseuatu yang dicurigai melakukan tindakan tersebut maka polisi sebagai

penyelidik berhak untuk melakukan tindakan menyuruh berhenti orang yang

dicurigai tersebut.

Akan tetapi jika mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan

tersebut diatas, maka satu-satunya jalan yang dapat dibenarkan hukum, pejabat

penyelidik harus cepat-cepat mendatangi pejabat penyidik atau lebih

efisiensinya penyelidik mempersiapkan kian “surat perintah” penangkapan atau

surat perintah “membawa dan menghadapkan” orang yang dicurigai ke muka

penyidik.

Tindakan Lain Menurut Hukum, kewenangan berdasarkan perintah

penyidik. Tindakan yang dilakukan penyelidik dalam hal ini, tepatnya

merupakan tindakan melaksanakan perintah penyidik, yaitu berupa :

1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan dan penyitaan

2. Pemeriksaan dan penyitaan surat

3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang

4. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.

B. Penyidikan

1. Pengertian penyidikan

82

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Cet. Ke-2,

(Jakarta : Sinar Grafika, 2002), hal 99.

Universitas Sumatera Utara

Page 77: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

68

a. Penyidikan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP)

Istilah penyidikan yang sinonim dengan istilah pengusutan,

merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu “opsporing” atau dalam

bahasa Inggris disebut dengan “investigation”.83

Pengertian penyidikan tercantum dalam Pasal 1 ayat 2 KUHAP,

yang berbunyi :

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang ada dengan bukti itu membuat terang tentang

pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.

Dari rumusan tersebut diatas kita dapat melihat unsur-unsur dari

tindakan penyidikan, yaitu :

1. Merupakan serangkaian tindakan

2. Dilakukan oleh penyidik

3. Dalam hal yang diatur dalam KUHAP

4. Menurut cara yang diatur dalam KUHAP

5. Untuk mencari dan mengumpulkan bukti dan guna membuat terang

suatu tindak pidana dan siapa tersangkanya.84

Tujuan penyidikan adalah untuk menunjuk siapa yang telah

melakuka kejahatan dan memberikan pembuktian-pembuktian mengenai

masalah yang telah dilakukannya. Untuk mencapai maksud tersebut maka

83

Yan Pramudya Puspa, Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda-Indonesia-

Inggris, (Semarang : CV Aneka, 1977), hal. 645. 84

D.P.M. Sitompul, dan Edwar Syahperenong, Hukum Kepolisian di Indonesia suatu

Bunga Rampai, (Bandung: Transito, 1985), hal 65

Universitas Sumatera Utara

Page 78: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

69

penyidik akan menghimpun keterangan dengan fakta atau peristiwa-

perisitwa tertentu.85

Berdasarkan rumusan Pasal 1 ayat 2 KUHAP, unsur-unsur yang

terkandung dalam pengertian penyidikan adalah :

a. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung

tindakan-tindakan yang antara satu dengan yang lain saling

berhubungan.

b. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik

c. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-

undangan.

d. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang

dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi, dan

menemukan tersangkanya.

Berdasarkan keempat unsur tersebut dapat disimpulkan bahwa

sebelum penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana itu belum terang

dan belum diketahui siapa yang melakukannya. Adanya tindak pidana

yang belum terang itu diketahui dari penyelidikannya.86

Secara konkret, tindakan penyidikan merupakan tindakan penyidik

untuk mendapatkan keterangan mengenai :87

1. Tindak pidana yang telah dilakukan;

2. Tempat tindak pidana dilakukan;

3. Waktu tindak pidana dilakukan;

4. Cara tindak pidana dilakukan;

5. Dengan alat apa tindak pidana dilakukan;

6. Mengapa tindak pidana itu dilakukan; dan

85

M. Husein Harun, Penyidik dan Penuntut Dalam Proses Pidana, Op.cit., hal 58 86

Adami Chazawi, Hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di Indonesia, (Malang :

Bayumedia Publishing, 2005), hal 380-381. 87

Lilik Mulyadi, Hukum Acara Pidana: Normatif, Teoretis, Praktik dan

Permasalahannya, (Bandung : PT Alumni, 2007), hal. 55

Universitas Sumatera Utara

Page 79: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

70

7. Siapa pelakunya.

Yang dimaksud penyidik menurut Pasal 1 butir ke-1 KUHAP

adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai

negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang

untuk melakukan penyidikan.

Disamping yang diatur dalam Pasal 1 butir ke-1 KUHAP dan Pasal

6 KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 yang mengatur tentang adanya penyidik

pembantu disamping penyidik.88

dalam Pasal 6 ayat 2 diatur mengenai

siapa yang dimaksud dengan orang yang berhak sebagai penyidik ditinjau

dari segi instansi maupun kepangkatan. Yang berhak diangkat sebagai

pejabat penyidik berdasarkan ketentuan Pasal 6 KUHAP antara lain

adalah :

a. Pejabat Penyidik Polri

Menurut penjelasan Pasal 6 ayat 2, kedudukan dan kepangkatan yang

diatur dalam Peraturan Pemerintah, diselaraskan dan diseimbangkan

dengan kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim

peradilan umum. Peraturan pemerintah yang mengatur masalah

kepangkatan penyidik adalah berupa Peraturan Pemerintah No. 27

tahun 1983, syarat kepangkatan dan pengangkatan pejabat penyidikan

sebagai berikut :

1. Pejabat Penyidik Penuh

Syarat-syarat kepangkatan dan pengangkatan , yaitu :

a. Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan dua Polisi.

88

M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Op.cit., hal

110

Universitas Sumatera Utara

Page 80: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

71

b. Atau yang berpangkat bintara di bawah Pembantu Letnan Dua

apabila dalam suatu sektor kepolisian tidak ada pejabat penyidik

yang berpangkat Pembantu Letnan Dua.

c. Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik

Indonesia.

2. Penyidik Pembantu

Pasal 10 KUHAP menentukan bahwa Penyidik Pembantu adalah

pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diangkat oleh

Kepala Kepolisian Negara menurut syarat-syarat yang diatur dengan

peraturan pemerintah.89

Menurut Pasal 3 PP Nomor 27 tahun 1983, syarat kepangkatan untuk

dapat diangkat sebagai penyidik pembantu :

a. Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi

b. Atau pegawai negeri sipil dalam lingkungan Kepolisian Negara

dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda

(Golongan II/a).

c. Diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia atas usul

komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.

b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Penyidik Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b

KUHAP, yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan

wewenang sebagai penyidik. Pada dasarnya, wewenang yang mereka

miliki bersumber pada undang-undang pidana khusus, yang telah

menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah satu

pasal.

89

Nico Ngani, I Nyoman Budi Jaya, dan Hasan Madani, Mengenal Hukum Acara Pidana

Bagian Umum dan Penyidikan, (Yogyakarta: Liberty), hal 19.

Universitas Sumatera Utara

Page 81: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

72

Adapun wewenang Polisi sebagai penyidik sebagaimana diatur

dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP adalah sebagai berikut:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian;

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal

diri tersangka;

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggledahan, dan penyitaan;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

i. Mengadakan penghentian penyidikan;

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Dalam melaksanakan tugasnya tersebut Penyidik bertindak

berdasarkan hukum yang berlaku. Untuk itu Penyidik wajib membuat

berita acara pelaksanaan tindakan (Pasal 75 KUHAP) tentang :

a. Pemeriksaan tersangka

b. Penangkapan

c. Penahanan

d. Penggeledahan

e. Pemasukan rumah

f. Pemeriksaan surat

g. Pemeriksaan saksi

h. Pemeriksaan tempat kejadian

i. Pelaksanaan Penetapan dan Putusan Pengadilan

j. Pelaksanaan tindakan lain sesuai KUHAP.

b. Penyidikan berdasarkan Peraturan Kapolri No. 14 tahun 2012

tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana

Pengertian Penyidikan menurut Pasal 1 ayat (2) Perkap No. 14

tahun 2012 , adalah:

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang

tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

Universitas Sumatera Utara

Page 82: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

73

Yang dimaksud dengan penyidik, pada Pasal 1 ayat (4) tersebut

adalah :

“Penyidik adalah Pejabat Polri yang diberi wewenang khusus oleh undang-

undang untuk melakukan penyidikan”.

Penyidikan tindak pidana dilaksanakan berdasarkan laporan polisi

dan surat perintah penyidikan.90

Selanjutnya memulai kegiatan penyidikan

yang dilaksanakan secara bertahap meliputi penyelidikan, pengiriman

SPDP, upaya paksa, pemeriksaan, gelar perkara, penyelesaian berkas

perkara, penyerahan berkas perkara ke penuntut umum, penyerahan dan

barang bukti, dan penghentian penyidikan.91

Sebelum melakukan penyidikan , penyidikan wajib membuat

rencana penyidikan yang diajukan kepada atasan penyidik secara

berjenjang sekurang-kurangnya memuat jumlah dan identitas penyidik,

sasaran/target penyidikan, kegiatan yang akan dilakukan sesuai tahap

penyidikan, karakteristik dan anatomi perkara yang akan disidik, waktu

penyelesaian penyidikan berdasarkan bobot perkara, kebutuhan anggaran

penyidikan, dan kelengkapan administrasi penyidikan.

2. Fungsi dan Wewenang Penyidikan

Fungsi penyidikan sebagaimana tugas dan tujuan dari hukum acara

pidana ialah mencari dan menemukan kebenaran materil yaitu kebenaran

manurut fakta yang sebenarnya. Abdul Mun‟in Idris dan Agung Legowo

Tjiptomartono mengemukakan mengenai fungsi penyidikan sebagai berikut :

“fungsi penyidikan adalah merupakan fungsi teknis reserse kepolisian yang

90

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012

tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana, Pasal 14 ayat (1) 91

Ibid., Pasal 15

Universitas Sumatera Utara

Page 83: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

74

mempunyai tujuan membuat suatu perkara menjadi jelas, yaitu dengan mencari

dan menemukan kebenaran materil yang selengkap-lengkapnya mengenai

suatu perbauatan pidana atau tindak pidana yang terjadi.92

Sedangkan R. Soesilo menyamakan fungsi penyidikan dengan tugas

penyidikan sebagai berikut :”Sejalan dengan Tugas Hukum Acara Pidana maka

tugas penyidikan perkara adladh mencari kebenaran materil yaitu kebenaran

menurut fakta yang sebenar-benarnya”.93

Dari pendapat di atas, dapat simpulkan bahwa fungsi penyidikan

adalah untuk mencari dan mengumpulkan fakta dan bukti sebanyak-banyaknya

untuk mencapai suatu kebenaran materil yang diharapkan dan untuk

menyakinkan bahwa suatu tindak pidana tertentu telah dilakukan.94

Adapun wewenang Polisi sebagai penyidik sebagaimana diatur dalam

Pasal 7 ayat (1) KUHAP adalah sebagai berikut:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak

pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian;

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri

tersangka;

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

i. Mengadakan penghentian penyidikan;

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

3. Upaya Paksa dalam Penyidikan

92

http://jurnalapapun.blogspot.com/2014/11/fungsi-penyidikan.html, diakses Minggu

tanggal 15 Juli 2018 pukul 13.20 WIB. 93

Ibid. 94

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 84: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

75

Dalam melakukan penyidikan, dapat dilakukan upaya paksa yang

meliputi pemanggilan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaa,

pemeriksaan surat.95

Upaya paksa merupakan salah satu kegiatan penyidikan

yang dilakukan oleh penyidik POLRI, sebagaimana dalam Pasal 15 Peraturan

Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012, yaitu

kegiatan penyidikan dilaksanakan secara bertahap meliputi :96

a. Penyelidikan

b. Pengiriman Surat Pembertiahuan Dimulainya Penyidikan ( SPDP)

c. Upaya paksa

d. Pemeriksaan

e. Gelar perkara

f. Penyelesaian berkas perkara

g. Penyerahan berkas perkara ke penuntut umum

h. Penyerahan tersangka dan barang bukti, dan

i. Penghentian penyidikan.

Pada Pasal 26 menyatakan bahwa upaya paksa sebagaimana yang

dimaksud dalam Pasal 15 huruf c tersebut, meliputi :97

a. Pemanggilan

b. Penangkapan

c. Penahanan

d. Penggeledahan

e. Penyitaan

f. Pemeriksaan surat.

A.d. a. Pemanggilan

Dalam Pasal 27 Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 14 Tahun 2012,

berbunyi :98

1. Pemanggilan dilakukan secara tertulis dengan menerbitkan surat panggialn

atas dasar laporan polisi, laporan hasil penyelidikan, dan pengembangan

hasil pemeriksaan yang tertuang dalam berita acara.

95

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 tahum 2012, Pasal

26 96

Ibid., Pasal 15 97

Ibid., Pasal 26 98

Ibid., Pasal 27

Universitas Sumatera Utara

Page 85: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

76

2. Surat penggilan tersebut ditandatangani oleh penyidik atau atasan

penyidik selaku penyidik

3. Surat panggilan disampaikan dengan memperhitungkan tenggang waktu

yang cukup paling lama 3 (tiga) hari sudah diterima sebelum waktu untuk

datang memenuhi panggilan.

4. Surat panggilan sedapat mungkindiserahkan kepada yang bersangkutan

disertai dengan tanda terima, kecuali dalam hal :

a. Yang bersangkutan tidaka ada ditempat, surat panggilan diserahkan

melalui keluarganya, kuasa hukum, Ketua RT/RW/lingkungan, atau

Kepala Desa atau orang lain yang dapat menjamin bahwa surat

panggilan tersebut segera akan disampaikan kepada yang brsangkutan;

dan

b. Seseorang yagn dipanggil berada di luar wilayah hukum kesatuan

POLRI yang memanggil, maka surat panggialn dapat disampaikan

melalui kesatuan POLRI tempat tinggal yang bersangkutan atau

dikirimkan melalui pos/jasa pengiriman surat dengan disertai bukti

penerimaan pengiriman.

5. Dalam hal yang dipanggil tidak datang kepada penyidik tanpa alasan yang

sah, penyidik membuat surat panggilan kedua.

6. Apabila panggilan kedua tidak datang sesuai waktu yang telah ditetapkan,

penyidik menerbitkan surat perintah membawa.

Tersangka yang telah dipanggil untuk pemeriksaan dalam rangka

penyidikan perkara sampai lebih dari 3 (tiga) kali dan ternyata tidak jelas

Universitas Sumatera Utara

Page 86: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

77

keberadaannya, dapat dicatat di dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan

dibuat Surat pencarian Orang.

A.d.b. Penangkapan

Penangkapan dilakukan oleh penyidik atau penyidik pembatu terhadap

orang yang diduga keras melakukan tindak pidaan berdasarkan bukti

permulaan yang cukup. Penangkapan tersebut wajib dilengkapi dengan surat

perintah penangkapan yang ditandatangani oleh atasan penyidik selaku

penyidik. Tembusan surat perintah penangkapan wajib disampaikan kepada

keluarga tersangka dan/atau penasihat hukum setelah tersangka tertangkap.99

Tindakan penangkapan terhadap tersangka dilakukan dengan

pertimbangan sebagaimana diatur dalam Pasal 36 Ayat (1) Peraturan Kepala

Kepolisian Nomor 14 Tahun 2012, yaitu sebagai berikut :100

a. Adanya bukti permulaan yang cukup, dan

b. Tersangkanya dipanggil 2 (dua) kali berturut-turut tidak hadir tanpa alasan

yang patut dan wajar.

A.d. c. Penahanan

Penahanan adala penempatan tersangka atau terdakwa di temapt

tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan

penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-

undang ini (Pasal 1 angka 21 KUHAP). Adapun tujuan dilakukan penahanan

diatur dalam Pasal 20 KUHAP , yaitu :101

1. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas

perintah penyidik berwenang melakukan penahanan. Mengenai ukuran

99

Ibid., Pasal 33 100

Ibid., Pasal 36 ayat (1). 101

Mahmud Mulyadi, Kepolisian Dalam Sistem Peradilan Pidana, (Medan : USU Press,

2009), hal 21

Universitas Sumatera Utara

Page 87: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

78

kepentingan penyidikan pada dasarnya ditentukan oleh kenyataan

keperluan pemeriksaana penyidikan itu sendiri secara objektif.

Tergantung kepada kebutuhan tingkat upaya penyidik untuk

menyelesaikan penyidikan sampai tuntas dan sempurna. Ketika

penyidikan selesai maka penahanan tidak lagi diperlukan.

2. Penahanan yang dilakukan oleh penuntut umum, bertujaun untuk

kepentingan penuntutan.

3. Penahanan yang dilakukan oleh peradilan, dimaksud untuk kepentingan

pemeriksaan di tingkat pengadilan. Hakim berwenang melakukan

penahanan dengan penetapan yang di dasarkan kepada perlu tidanya

penahanan dilakukan sesuai dengan kepentingan pemeriksaan di sidang

pengadilan.

Pasal 43 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana Nomor 14 Tahun 2012,

berbunyi :102

1. Penahanan dilakukan oleh penyidik terhadap orang yang diduga keras

melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup.

2. Prosedur dan teknis penahanan dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan

3. Tanggung jawab hukum terhadap tersangka yang ditahan berada pada

penyidik yang mengeluarkan surat perintah penahanan, sedang tanggung

jawab mengenai kondisi fisik tersangka yang ditahan berada pada Kepala

Rumah Tahanan.

Tindakan penahanan terhadap tersangka dilakukan dengan

pertimbangan sebagai berikut :103

a. Tersangka dikhawatirkan akan melarikan diri

b. Tersangka dikhawatirkan dakan mengulangi perbuatannya

c. Tersangka dikhawatirkan akan menghilangkan barang bukti; dan

102

Ibid., Pasal 43. 103

Ibid., Pasal 44.

Universitas Sumatera Utara

Page 88: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

79

d. Tersangka diperkirakan mempersulit.

A.d. d. Penggeledahan

Penggeledahan adalah suatu tindakan pemeriksaan untuk

mengumpulkan barang dan bukti dan informasi terkait dengan sebuah perkara

hukum. Tindakan penggeledahan termasuk dalam upaya paksa yang

wewenangnya diberikan kepada penyidik. Tindakan pemeriksaan ini

dilakukan terhadap tempat tertutup (rumah. gedung, dan sejenisnya) atau

badan seseorang.104

Pasal 55 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana Nomor 14 Tahun 2012,

berbunyi :105

1. Penggeledahan dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu terhadap

badan/pakaian dan rumah/tempat lainnya.

2. Penyidik yang melakukan penggeledahan wajib dilengkapi dengan surat

perintah penggeledahan yang ditandatangani oleh penyidik atau atasan

penyidik selaku penyidik

3. Penggeledahan dilaksanakan untuk kepentingan penyidikan guna mencari

dan menemukan barang bukti dan/atau penangkapan tersangka.

4. Penggeledahan pakaian dan/atau badan terhadap wanita dilakuakan oelh

polisi wanita atau wanita yang diminta bantuannya oleh

penyidik/penyidik pembantu

5. Prosedur dan teknis penggeledahan dilaksanakan sesuai ketentuan

peraturan perundang-udangan.

A.d. e. Penyitaan

Penyitaan dilakukan oleh penyidik/penyidik pembantu terhadap

benda/barang atau tagihan tersangka yang berkaitan dengan perkara yang

104

Imam Sopyan Abbas, Tahukah Anda ? Hak-Hak Saat Digeledah, (Jakarta : Dunia

Cerdas, 2013), hal 93. 105

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 tahum 2012,

Pasal 55

Universitas Sumatera Utara

Page 89: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

80

ditangani untuk kepentingan penyidikan.106

mengenai benda sitaan , yaitu

:107

1. Terhadap benda/barang sitaan yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan

memerlukan perawatan dengan biaya tinggi dapat dititip rawat kepada

orang yang berhak atau orang dari mana benda itu disita.

2. Terhadap benda/barang sitaan berupa narkoba, benda yang mudah rusak,

dan berbahaya, prosedur penanganannya dilaksanakan sesuai ketentuan

peraturan perundang-udangan.

3. Dalam hal setalah dilakukan penyitaan , diketahui bahwa benda yang tidak

terkait dengan perkara yang ditangani, penyidik/penyidik pembantu segera

mengembalikan kepada orang dari mana benda itu disita, dengan

dilengkapi berita acara yang ditandatangani oleh penyidik/penyidik

pembantu dan yang menerima.

C. Analisa Kasus-kasus Pembunuhan

1. Kasus Pembunuhan berdasarkan Laporan Polisi Nomor :

LP/163/VII/2015/SU/ Res Sbg, tanggal 01 Agustus 2015

Pada Hari sabtu tanggal 01 Agustus 2015 sekira pukul 14.00 WIB,

Buala‟aro Lafao pergi bersama dengan istri nya yang bernama Erika

Br.Aritonang untuk bekerja mencari barang-barang bekas dan ditengah

perjalanan Buala‟aro Lafao pergi menuju rumah korban Arosokhi Lase ALS

Ama Fitri untuk meminta sirih dan sesampainya di depan rumah Aroskhi Lase

ALS Ama Fitri, Buala‟aro Lafao melihat Arosokhi Lase ALS Ama Fitri sedang

bekerja menggunting barang bekas berupa aqua, ketika melihat saya (buala‟aro

Lafao) Arosokhi Lase ALS Ama Fitri pun keluar dari dalam rumahnya dan

memarahi saya dan menuduh saya selingkuh dengan istri korban lalu kami pun

bertengkar mulut, dan tidak lama kemudian istri korban yang bernama Murni

Ati Zai datang dan Arosokhi Lase ALS Ama Fitri pun marah dan mengejar lalu

memukul Murni Ati Zai, melihat korban memukul istrinya sayapun segera

memisahkan mereka namun korban marah dan langsung memukul saya sambil

106

Ibid., Pasal 60 ayat (1) 107

Ibid., Pasal 61.

Universitas Sumatera Utara

Page 90: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

81

memegang sebilah gunting di tangan kirinya lalu meninju saya dan kami pun

berkelahi kemudian saya pun mengambil kayu dan memukulkannya ke bagian

lengan korban sehingga gunting yang berada ditangan korbanpun jatuh, namun

korban kembali memukul saya dan sayapun membalasnya dengan mengambil

pisau yang sudah saya selipkan di pinggang sebelah kanan saya lalu

menikamkan pisau tersebut kearah punggung sebelah kanan korban sebanyak 1

(satu) kali selanjutnya menikamkan pisau tersebut ke bagian rusuk sebelah kiri

korban sebanyak 1(satu) kali.

Dalam kasus ini unit reserse yang bertugas adalah Bripka Rudi

Agustinus Tampubolon selaku penyidik pembantu. Barang bukti dalam kasus

ini, penyidik menemukan sebilah pisau yang disembunyikan oleh tersangka di

dalam rumahnya yang jaraknya tidak jauh dari tempat kejadian perkara dan

sebuah kayu berukuran 1 (satu) meter yang ditemukan di tempat kejadian

perkara.

Menurut keterangan Penyidik, motif tersangka melakukan

pembunuhan yaitu balas dendam karena tersangka dan korban pernah

berselisih paham sebelumnya dan korban menuduh tersangka telah

berselingkuh dengan istri korban. Setelah tersangka melakukan aksinya,

tersangka langsung menyerahkan diri kepada pihak Kepolisian.

Menurut keterangan penyidik, pada saat dilakukan penyidikan yang

terutama adalah olah TKP. Penyidikannya pun relatif cepat karena dari olah

TKP, keterangan saksi, dan barang bukti semua mengarah ke tersangka

Danang.

Universitas Sumatera Utara

Page 91: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

82

Berdasarkan Berdasarkan hasil penyidikan, maka tersangka Buala‟aro

Lafao diduga kuat telah melakukan tindak pidana dengan sengaja

menghilangkan jiwa orang lain dan atau penganiayaan mengakibatkan matinya

orang ( Pasal 338, 351 ayat (3), KUHP).

2. Kasus Pembunuhan Berdasarkan Laporan Polisi Nomor :

LP/216/XI/2014/SU/ Res Sbg, tanggal 01 November 2014

Pada hari Sabtu tanggal 01 November 2014 sekira pukul 19.30 wib

saat itu saya berada dirumah saya sedang menasehati adik kandung perempuan

saya, namun adik kandung perempuan saya tersebut bicaranya sangat kuat

hingga HERRYZON HUTABARAT yang berada di depan rumah saya masuk

ke dalam rumah dan mengatakan kepada saya “kok ribut kau” sambil memukul

saya sehingga saya dan HERRYZON HUTABARAT pun berkelahi namun

dipisahkan oleh ibu kandung saya juga merupakan ibu kandung HERRYZON

HUTABARAT, setelah itu HERRYZON HUTABARAT keluar rumah sambil

bicara kasar tentang saya, lalu saya pergi ke dapur untuk mengambil es kosong

dan saya melihat sebelah pisau berada di tempat cabe kemudian mengambil

pisau tersebut dan saya selipkan di pinggang belakang saya , lalu saya pergi ke

depan pintu, dan saya selipkan di pinggang belakang saya, lalu saya pergi ke

depan pintu, dan saya masih mendengar HERRYZON HUTABARAT masih

tetap ribut-ribut (ngomel-ngomel) di depan rumahnya lalu saya datang

menemui HERRYZON HUTABARAT namun HERRYZON HUTABARAT

menyerang dengan memukul saya sehingga saya dan HERRYZON

HUTABARAT berkelahi kemudian saya terjatuh dan HERRYZON

HUTABARAT mencekik leher saya, lalu saya mengambil sebilah pisau di

Universitas Sumatera Utara

Page 92: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

83

pinggang saya kemudian saya menikamkan pisau tersebut kearah pelipis mata

kiri HERRYZON HUTABARAT sebanyak satu kali hingga pelipis mata kiri

HERRYZON HUTABARAT sebanyak satu kali hingga pelipis mata kiri

HERRYZON HUTABARAT mengalami luka robek, lalu saya kembali

menikam dada bagian kanan HERRYZON HUTABARAT sebanyak satu kali

hingga pisau saya tersebut menembus dan merobek dada bagian kanan

HERRYZON HUTABARAT, setelah HERRYZON HUTABARAT terjatuh

dan berlumuran darah, kemudian saya pergi ke jalan baru untuk menenangkan

diri dan sesampainya disana, Saya duduk di sebuah teras cafe dan tidak lama

kemudian RAMSES MANULLANG datang menemui saya dan mengatakan

kepada saya bahwa abang saya telah meninggal dunia, kemudian kami pergi

ketempat family yang berada di daerah Aek Korsik.

Dalam kasus ini unit reserse yang bertugas adalah Bripka Rudi

Agustinus Tampubolon selaku penyidik pembantu. Barang bukti dalam kasus

ini, sebilah pisau yang bergagang kayu, 1 (satu) buah jaket warna hitam merk

Adidas, satu buah kaos oblong warna orange yang berlumuran darah, satu buah

kaos kutang warna putih yang berlumuran darah,

Menurut keterangan Penyidik, motif tersangka melakukan

pembunuhan yaitu balas dendam karena tersangka dan korban pernah

berselisih paham sebelumnya dan korban dan tersangka terlibat cek cok mulut

yang berujungnya perkelahian hingga tewasnya korban.

Menurut keterangan penyidik, kendala dalam pengungkapan kasus ini

adalah pencarian dan penangkapan karena tersangka melarikan diri ke Aek

Universitas Sumatera Utara

Page 93: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

84

Korsik bersama Ramses Manullang, Ramses Manullang yang sebenarnya tidak

terlibat. Namun berkat kerjasama Polisi dalam hal ini Penyidik sangat baik dan

cepat, maka akhirnya kedua tersangka dapat dibekuk dan tanpa kesulitan.

Berdasarkan Berdasarkan hasil penyidikan, maka tersangka Amosen Hutabarat

diduga kuat telah melakukan tindak pidana dengan sengaja menghilangkan

jiwa orang lain dan atau penganiayaan mengakibatkan matinya orang ( Pasal

340,338, 351 ayat (3) KUHP).

D. Peran Reserse Kriminal Polresta Sibolga Dalam Mengungkap Tindak

Pidana Pembunuhan

Adapun langkah-langkah yang dilakukan Pihak Kepolisian khususnya

Satuan Reserse Kriminal dalam menemukan dan mengungkap Tindak Pidana

Pembunuhan adalah :

1. Melakukan Penyelidikan

Setelah suatu peristiwa tindak pidana pembunuhan diketahui oleh pihak

kepolisian maka pihak kepolisian segera melakukan suatu tindakan Penyelidikan

terhadap tindak pidana tersebut, kegiatan penyelidikan ini dimaksudkan untuk

mencari dan mengumpulkan barang bukti permulaan atau barang bukti yang

cukup guna dilanjutkan kegiatan penyidikan, penyelidikan ini dapat disamakan

tindakan pengusutan sebagi usaha mencari dan menemukan jejak berupa

keterangan dan bukti-bukti suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana.

Pihak kepolisian yang menangani adalah Penyelidik Reserse, dimana yang

berwenang untuk melakukan penyelidikan reserse adalah setiap pejabat Polisi

Negara Republik Indonesia yang ditugaskan untuk menangani hal tersebut.

Sasaran penyelidikan ialah orang, benda/barang, tempat kejadian. Penyelidikan

Universitas Sumatera Utara

Page 94: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

85

yang dilakukan oleh Unit Reserse Umum dilakukan secara terbuka sepanjang hal

itu dapat menghasilkan keterangan-keterangan yang diperlukan dan dilakukan

secara tertutup apabila tim kesulitan dalam proses penyelidikan.108

2. Melakukan Penyidikan

Penyidikan baru dapat dilakukan setelah selesainya proses penyelidikan

yang ditandai dengan keluarnya surat perintah penyidikan oleh pejabat yang

berwenang di instansi penyidik, dengan diterimanya laporan polisi atau

pengaduan atau informasi tentang telah terjadinya kejahatan dan pelaku kejahatan

tersebut tidak dengan sendirinya surat perintah penyidikan dikeluarkan, dalam

melakukan tugasnya penyidik harus bertindak berdasarkan pada surat perintah

penyidikan yang sah yang diberikan oleh pejabat berwenang.109

Setelah dikeluarkannya surat untuk melakukan penyidikan maka tim

penyidik melakukan proses penyidikan dengan mengambil keterangan saksi-saksi

terlebih dahulu ketika keterangan-keterangan dari saksi sudah

didapatkan,keterangan saksi merupakan kunci untuk membuat terang suatu tindak

pidana dan mengungkapkan siapa pelakunya dan menemukan identitas si pelaku,

maka yang paling terpenting adalah mencari dan mengumpulkan bukti-bukti.

3. Kegiatan Olah Tempat Kejadian Perkara

Begitu kita mengetahui terjadinya suatu tindak pidana, yang mana tidak

dilaporkan atau tidak dilaporkan Pihak Kepolisian khususnya Reserse Kriminal

segera menuju TKP untuk melakukan Olah Tempat Kejadian Perkara (perkap 14

108

Hasil Wawancara dengan Bripka Rudi Agustinus Tampubolon di Polresta Sibolga,

pada hari Sabtu, tanggal 2 juni 2018. 109

Hasil Wawancara dengan Bripka Rudi Agustinus Tampubolon di Polresta Sibolga,

pada hari Sabtu, tanggal 2 juni 2018.

Universitas Sumatera Utara

Page 95: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

86

tahun 2012), dari Olah TKP Kepolisian dapat mengetahui modus operandinya

seperti apa, bagaimana cara melakukan pembunuhan tersebut.

Dalam kegiatan gelar perkara bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan

barang bukti yang tertinggal dan dengan barang bukti itu akan menjadi pertunjuk

bagi pihak Kepolisian khususnya Reserse Kriminal dalam mengungkap tindak

pidana pembunuhan , kemudian mencari tahu apakah suatu peristiwa tersebut

merupakan suatu tindak pidana atau bukan, dan pembunuhan sudah jelas

merupakan peristiwa pidana, tetapi temuan mayat tersebut belum tentu suatu

pembunuhan oleh karena itu tim penyidik mengumpulkan alat-alat bukti, mayat

yang ditemukan tersebut bisa saja meninggal dunia karena penyakit, bunuh diri,

atau merupakan peristiwa tindak pidana pembunuhan.110

Keberhasilan pengungkapan kasus-kasus pembunuhan diawali dari TKP,

banyak informasi yang kita dapat kan dari olah TKP, dari Olah TKP kita dapat

mengetahui siapa-siapa saja saksinya, modus operandinya, waktu kejadiannya dan

tanggal berapa, mengambil Sidik Jari Korban, mengambil foto korban, membawa

korban kerumah sakit untuk di Visum, membawa barang-barang yang ditemukan

di TKP yang terkait dengan tindak pidana pembunuhan tersebut apakah ada sidik

jari tersangka yang menempel di benda yang ditemuka di TKP, kemudian

memberikan tanda garis pada letak posisi mayat

Ketika Tempat Kejadian Perkara tidak steril lagi untuk dilakukannya Olah

TKP maka akan sulit bagi Pihak Kepolisian Khususnya Reserse Kriminal untuk

mencari dan mengumpulkan barang bukti yang nantinya akan membuat proses

penyidikan akan menjadi terhambat.

110

Hasil Wawancara dengan Bripka Rudi Agustinus Tampubolon di Polresta Sibolga,

pada hari Sabtu, tanggal 2 juni 2018.

Universitas Sumatera Utara

Page 96: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

87

4. Pemeriksaan Saksi

Pemeriksaan Saksi merupakan kegiataan untuk memperoleh keterangan,

kejelasan, dan keidentikan dari tersangka tentang barang bukti yang ditemukan

maupun unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi.

Setelah laporan polisi diterima oleh penyidik, maka penyidik melakukan

pemanggilan atau pemeriksaan saksi, sebelum melakukan pemeriksaan penyidik

menjelaskan terlebih dahulu maksud dan tujuan pemeriksaan agar dimengerti oleh

saksi. Pemeriksaan saksi dapat memberikan pernyataan atau menandatangani

kesaksian dalam suatu dokumen Berita Acara Pemeriksaan sebagai alat bukti

dikemudian hari atau seseorang yang memberikan keterangan berdasarkan

kesaksiannya sendiri mengenai fakta yang dilihatnya sendiri.111

5. Melakukan Visum/otopsi

Visum merupakan surat yang dibuat oleh pejabat dan dibuat atas sumpah

jabatan berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan, visum ini

dilakukan oleh Kepolisian Khususnya Reserse Kriminal untuk mengetahui

penyebab kematian dari korban, mayat tersebut diotopsi oleh Dokter Forensik

untuk mengetahui penyebab kematian apakah kematian tersebut disebabkan

adanya pukulan benda tumpul atau diracun, ditikam menggunakan pisau, dan di

cekik menggunakan tali, sehingga pihak Kepolisian dapat menyimpulkan tentang

kematian korban yang nantinya menjadi acuan untuk melakukan rekonstruksi

tentang peristiwa Pidanatersebut.

Hasil Visum oleh Dokter, Pihak Kepolisian sudah memiliki 2 alat bukti

yaitu saksi dan Surat Visum, dengan alat bukti tersebut pihak Kepolisian sudah

111

Hasil Wawancara dengan Bripka Rudi Agustinus Tampubolon di Polresta Sibolga,

pada hari Sabtu, tanggal 2 juni 2018.

Universitas Sumatera Utara

Page 97: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

88

mengetahui siapa pelaku nya maka Pihak Kepolisian khususnya Reserse Kriminal

akan melakukan penangkapan sesuai dari hasil laporan dan juga bukti-bukti yang

lengkap.

6. Penangkapan

Setelah dilakukannya penyelidikan terhadap peristiwa pidana yang terjadi

dan terpenuhinya bukti-bukti yang mengarah kepada tersangka maka akan

dilakukan penangkapan, penangkapan dilakuakan oleh penyidik/penyidik

pembantu terhadap seseorang yang diduga kuat melakukan tindak pidana,

Sebelum melakukan Penangkapan Petugas dilengkapi dengan Surat Perintah

Tugas dan Surat Perintah Penangkapan.

Semua kegiatan kepolisian berdasarkan KUHAP , kegiatan Kepolisian

mulai dari penyelidikan hingga berita acara penangkapan harus dimuat dalam

berita acara, setelah Pihak Kepolisian menyimpulkan bahwa peristiwa tersebut

merupakan perisitiwa pidana maka petugas yang melakukan penangkapan harus

menunjukkan Surat Perintah Penangkapan kepada tersangka yang diduga kuat

melakukan tindak pidana didasarkan pada permulaan bukti yang cukup, kemudian

penangkapan tersebut dimuat dalam Berita Acara Penangkapan yang ditanda

tangani oleh petugas dan orang yang ditangkap.

7. Penyelesaian dan penyerahan berkas ke JPU

Kegiatan penyelesaian dan penyerahan berkas perkara merupakan kegiatan

akhir dari penyidikan tindak pidana yang dilakukan oleh penyidik/penyidik

pembantu, proses yang meliputi pembuatan resume, penyusunan isi berkas

perkara dan penyerahan berkas perkara haruslah dilakukan secara cermat dan teliti

agar berkas perkara memenuhi syarat, tersusun rapih dan sistimatis

Universitas Sumatera Utara

Page 98: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

89

Kegiatan penyelesaian berkas perkara terdiri dari, pembuatan resume,

pembuatan resume merupakan kegiatan penyidik untuk menyusun ikhtisar dan

kesimpulan berdasarkan hasil penyidikan suatu tindak pidana yang terjadi,

kemudian dilanjutkan Penyerahan Berkas Perkara dimana kegiatan tersebut

merupakan kegiatan pengiriman berkas perkara berikut penyerahan tanggung

jawab atas tersangka dan barang buktinya kepada penuntut umum. 112

112

Hasil Wawancara dengan Bripka Rudi Agustinus Tampubolon di Polresta Sibolga,

pada hari Sabtu, tanggal 2 juni 2018.

Universitas Sumatera Utara

Page 99: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

90

BAB IV

HAMBATAN-HAMBATAN RESERSE KRIMINAL POLRESTA SIBOLGA

DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN

A. Upaya-upaya yang dilakukan oleh Reserse Kriminal Polresta Sibolga

dalam menanggulangi Tindak Pidana Pembunuhan

Kebijakan dan penanggulan kejahatan pada hakikatnya merupakan bagian

integral dari uapaya perlindungan masyarakat ( social defence ) dan upaya

mencapai kesejahteraan masyarakat ( Social welfare ). Oleh karena itu dapat

dikatakan bahwa tujuan akhir dari poltik hukum pidana yang juga merupakan

bagian dari politik kriminal,113

ialah “perlindungan masyarakat guna mencapai

kesejahteraan masyarakat”. Dengan demikian, politik criminal pada hakikatnya

merupakan bagian integral dari politik sosial.

Hukum Indonesia tidak Onpartijdig, tapi partijdig, memihak kepada

manusia dalam suatu arti yang luas, mengayomi masyarakat Indonesia,

melindungi, memberikan kesejahteraan, baik kepada orang perorangan maupun

kepada masyarakat secara luas. Keadilan dapat dilihat dari kebijakan pemerintah

yang memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menikmati rasa, cipta, dan

karsa baik badaniah maupun rohaniah, pribadi ataupun golongan. Namun tidak

jarang keadilan sulit dinikmati, sehingga kesamaan kodrat manusia terinjak-injak

dan jauh dari keadilan.114

113

M. Hamdan, Politik Hukum Pidana, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1997), hal

21 114

Edi Warman, Selayang Pandang Tentang Kriminologi, (Medan: Universitas Sumatera

Utara Press, 1994), hal 1-2.

Universitas Sumatera Utara

Page 100: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

91

Kebijakan penanggulangan kejahatan ( criminal policy ) menurut G. Pieter

Hoefnagels dapat dilakukan dengan kebijakan penal ( penal policy ) yang biasa

disebut dengan “criminal law application” , dan kebijakan non penal ( non penal

policy ).115

a. Upaya Penal

Pengertian kebijakan hukum pidana (Penal Policy) menurut Marc Ancel :

“Kebijakan hukum pidana (Penal Policy) adalah suatu ilmu sekaligus seni

yang pada akhirnya mempunyai tujuan praktis untuk memungkinkan

peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik dan untuk memberi

pedoman tidak hanya kepda apembuat Undang-Undang dan juga kepada

para penyelenggarna atau pelaksana putusan pengadilan.”

Kebijakan penal atau sering disebut politik hukum pidana merupakan upaya

menentukan ke arah mana pemberlakuan hukum pidana indonesia masa yang akan

datang dengan melihat penegakkannya saat ini. Hal ini berkaitan dengan

konseptualitas hukum pidana yang paling baik untuk diterapkan.116

Dua masalah sentral dalam kebijakan criminal dengan menggunakan secara

penal (hukum pidana) ialah masalah penentuan :

1. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana, dan

2. Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan kepada si pelanggar117

Sehubungan dengan hal ini, Ted Honderich berpendapat, bahwa pidana

dapat disebut sebagai alat pencegah yang ekonomis apabila dipenuhi syarat-syarat

sebagi berikut :

115

Mahmud Mulyadi, Criminal Policy, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2008), hal 50 116

Ibid., hal 66 117

Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung : Citra

Aditiya Bakti, 2002), hal 21.

Universitas Sumatera Utara

Page 101: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

92

1. Pidana itu sungguh-sungguh mencegah

2. Pidana itu tidak menyebabkan timbulnya tindakan keadaan yang lebih

berbahaya/merugikn dari pada yang akan terjadi apabila pidana itu tidak

dikenakan.

3. Tidak ada pidana lain yang dapat mencegah secara efektif dengan bahaya

kerugian yang lebih kecil 118

Kebijakan penal selain mengatur mengenai perbuatan yang tergolong tindak

pidana juga mengatur mengenai sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelaku.

Sanksi yang dapat dijatuhkan berupa pidana mati, pidana penjara, pidana penjara

seumur hidup, kurungan dan denda. Apabila pelaku adalah korporasi, maka

terhadap korporasi tersebut dapat dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan

izin usaha dan atau pencabutan status badan hukum.

Kebijakan penal penanggulangan tindak pidana pembunuhan dengan

menggunakan instrumen hukum melalui penegakkan hukum terhadap tindak

pidana pembunuhan. Penegakkan hukum pada hakikatnya adalah penegakkan

norma-norma hukum, baik yang berfungsi suruhan (gebot, command) atau

berfungsi lain seperti memberi kuasa (ermachtigen to empower), membolehkan

(erlauben to permit), dan menyimpangi (derogieren to derogate).

Sarana penal atau upaya yang bersifat represif yaitu dilakukan setelah

kejahatan itu terjadi dengan menggunakan hukum pidana berupa penegakkan

hukum dengan menjatuhkan hukuman dan bertujuan untuk efek jera agar tidak

terjadinya kembali kejahatan tersebut dan memasyarakatkan pelaku agar diterima

kembali didalam masyarakat dengan sejahtera.

118

Ibid., hal 35.

Universitas Sumatera Utara

Page 102: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

93

Kebijakan hukum yang dapat dijatuhkan bagi pelaku pembunuhan mengacu

pada KUHP yang sesuaikan dengan pasal-pasal pembunuhan berdasarkan

perbuatan pelaku, kebijakan hukum yang diterima adalah hukuman pidana

maksimal berbagai pertimbangan juga perbuatan pelaku mengacu pada pasal-

pasal 338 KUHP.119

b. Upaya Non-Penal

Upaya non-penal yang paling strategis adalah upaya untuk menjadikan

masyarakat sebagai lingkungan sosial dan lingkungan hidup yang sehat secara

materil dan imateril dari faktor-faktor krominogen.120

Upaya non-penal yang yang dilakukan oleh Reserse Kriminal Polresta

Sibolga dalam rangka menanggulangi tindak pidana pembunuhan :

1. Mengadakan Penyuluhan Hukum kepada Masyarakat

Penyuluhan hukum ini dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan

kesadaran hukum masyarakat, sehingga penting untuk ditanamkan pada

masyarakat supaya di dalamnya berkembang baik suatu sikap dan perasaan yang

taat terhadap peraturan-peraturan, agar setiap orang menyadari dan menghargai

hak serta kewajibanya masing-masing sebagai individu maupun sebagai anggota

masyarakat. Salah satu usaha dari berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran

hukum masyarakat dapat diadakan dengan cara memberikan penyuluhan.

Penyuluhan ini dapat berupa memberi informasi dan arahan atau masukan kepada

masyarakat tentang kesadaran hukum sehingga dinilai dapat mengurangi

kejahatan atau tindak pidana pembunuhan.

2. Melakukan patroli dan penjagaan atau pengawasan terhadap masyarakat.

119

Hasil Wawancara dengan Bripka Rudi Agustinus Tampubolon di Polresta Sibolga,

pada hari Sabtu, tanggal 8 juni 2018. 120

Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana.Op.cit., hal 49

Universitas Sumatera Utara

Page 103: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

94

Upaya yang dapat dilakukan yaitu aparat penegak hukum melakukan patroli

setiap ada kegiatan yang berbau kemungkinan ada perjudian dan wajib

berkunjung ke masyarakat untuk memberikan penyuluhan dan juga melakukan

penjagaan yang kiranya dirasa akan terjadi perjudian togel dari tugas preventif

(pencegahan) pokok polisi yaitu pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli-

patroli. Melakukan deteksi-deteksi dini, dalam hal melakukan deteksi-deteksi dini

dilakukan oleh satuan intelejen untuk mendeteksi kerawanan-kerawanan wilayah

dimana yang sering terjadi tindak pidana.121

Dalam menjalankan kebijakan kriminal, baik melalui upaya penal maupun

upaya non-penal, keduanya harus dijalankan secara integral, yaitu adanya

keseimbangan antara upaya penal dan upaya non-penal sehingga upaya yang

dihasilkan tidak hanya bertahan sementara tetapi untuk jangka panjang. Dalam

menjalankan upaya-upaya tersebut juga tidak terlepas dari adanya partisipasi

masyarakat karena kejahatan itu terjadi di masyarakat sehingga laporan dari

masyarakatlah dapat diketahui mengenai kejahatan pembunuhan yang telah

terjadi.

B. Hambatan-Hambatan yang dihadapi oleh Reserse Kriminal Polresta

Sibolga dalam mengungkap Tindak Pidana Pembunuhan

Proses pengungkapan suatu tindak pidana pemunuhan guna menemukan

pelakunya atau tersangkanya agar dapat dijatuhi hukuman maka tidak terlepas dari

kerja keras pihak kepolisian khususnya Reserse Kriminal menemui hambatan-

121

Hasil Wawancara dengan Bripka Rudi Agustinus Tampubolon di Polresta Sibolga,

pada hari Sabtu, tanggal 8 juni 2018

Universitas Sumatera Utara

Page 104: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

95

hambatan dalam proses pengungkapannya yang menyebabkan sulitnya proses

pengusutan.

Dalam pengungkapan tindak pidana pembunuhan tidak semudah yang

diharapkan oleh semua pihak terkhusus Pihak Kepolisian dikarenakan pelaku

kejahatan tidak ingin hasil perbuatannya diketahui oleh orang tentunya si pelaku

akan menyembunyikan atau menghilangkan jejak/barang bukti yang nantinya

akan bisa membuat terungkapnya kejahatan yang dilakukannya.

Berdasarkan hasil penelitian penulis yang dilakukan di Polresta Sibolga,

maka yang menjadi hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Reserse Kriminal

dalam mengungkap tindak pidana pembunuhan tersebut antara lain :122

1. Faktor Subtansi Hukum

Faktor aturan perundang-udangan atau subtansi hukum dapat menghambat

peranan Reserse Kriminal (penyidik) Kepolisian dalam mengungkap tindak

pidana pembunuhan adalah Pasal 183 KUHAP, dalam hal menjatuhkan pidana

kepada terdakwa, seorang hakim tidak boleh menjatuhkan pidana tersebut kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, sehingga hakim

memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwa

ynag bersalah melakukannya. Pasal 184 menyatakan bahwa alat bukti sah yang

dimaksud, surat, keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan

terdakwa atau hal yang secara umum sudah diketahui sehingga tidak perlu

dibuktikan. Kemudian ketidak jelasan arti kata-kata di dalam Undang-undang

yang mengakibatkan kesimpangsiuran di dalam penafsiran serta penerapanya.

122

Hasil Wawancara dengan Bripka Rudi Agustinus Tampubolon di Polresta Sibolga,

pada hari Sabtu, tanggal 2 juni 2018

Universitas Sumatera Utara

Page 105: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

96

2. Faktor keaslian tempat

Perubahan tempat kejadian perkara, sebelum tim penyidik datang dilokasi

tempat kejadian perkara, kondisi tempat kejadian perkara sudah berubah, sudah

tidak asli lagi, mengalami kerusakan, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor:

a. Faktor Alam, faktor alam ini dapat menjadi kendala bagi penyidik dalam

proses penanganan TKP karena dapat merubah keaslian TKP seperti halnya

hujan, panas, badai, banjir, dll.

b. Faktor Manusia :

1. Tersangka berusaha menghilangkan barang bukti

2. Rasa ingin ketahuan masyarakat sehingga masuk ke TKP

3. Kurangnya ketelitian petugas yang menangani TKP.

4. Laporan yang telat sehingga TKP rusak oleh orang-orang, saksi-saksi, atau

masyarakat.

3. Kurangnya saksi yang diperoleh

Keinginan Masyarakat untuk memperoleh kehidupan yang tertib dan

damai dalam hidup bermasyarakat terus diupayakan, apalagi sekarang

dalam sistem penegakan hukum. Dengan penegakan hukum yang baik

itu diharapkan akan menimbulkan tata tertib, keamanan dan ketentraman di

tengah-tengah masyarakat. Penegakan hukum dapat dilakukan melalui usaha

pencegahan, pemberantasan dan penindakan.

Hukum pada dasarnya tidak hanya sekedar rumusan hitam di atas

putih saja sebagaimana yang dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan

perundang-undangan, tetapi hendaknya hukum dilihat sebagai suatu gejala

yang dapat diamati dalam kehidupan masyarakat melalui pola tingkah laku

Universitas Sumatera Utara

Page 106: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

97

warganya. Hal ini berarti hukum sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor non

hukum seperti : nilai, sikap, dan pandangan masyarakat yang biasa disebut dengan

kultur/budaya hukum.

Kultur atau budaya hukum menurut Lawrence Meir Friedman adalah

sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai,

pemikiran, serta harapannya. Kultur hukum adalah suasana pemikiran sosial dan

kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau

disalahgunakan. Hukum dipercaya sebagai suatu lembaga penyeimbang

yang kuat terhadap ancaman disintegrasi dalam hidup bermasyarakat

akibat benturan kekuatan yang sama-sama ingin berkuasa dan sekaligus

membatasi kesewenangan yang sedang berkuasa. Hukum dalam bentuknya

yang asli bersifat membatasi kekuasaan dan berusaha untuk memungkinkan

terjadinya keseimbangan dalam hidup bermasyarakat.Berbeda dengan

kekuasaan yang agresif dan ekspansionis, hukum cenderung bersifat

kompromistisa, damai dan penuh dengan kesepakatan-kesepakatan dalam

kehidupan sosial dan politik

Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap para aparat penegak

hukum terhadap penegakan hukum pidana di Indonesia yang dinilai buruk

harus segera dikembalikan dan dipulihkan dengan perbaikan pada aspek

struktur dan substansi hukum yang diiringi dengan adanya budaya hukum

(Culture Hukum). Aspek budaya hukum inilah yang mempunyai peranan yang

sangat penting dalam penegakan hukum pidana di Indonesia. Menurut Lawrence

M. Friedman menjelaskan mengenai konsep budaya hukum adalah sikap

manusia terhadap hukum dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran,

Universitas Sumatera Utara

Page 107: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

98

serta harapannya. Dengan kata lain budaya hukum adalah suasana pikiran

sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan,

dihindari atau disalahgunakan, tanpa adanya budaya/kultur hukum maka sistem

hukum sendiri tak berdaya.123

Saksi merupakan salah satu alat bukti untuk menjadi acuan dalam

mengungkap tindak pidana apa lagi tindak pidana pembunuhan yang dilakukan

oleh pihak Reserse Kriminal yang mana saksi yang diperoleh akan sangat bisa

membantu pihak kepolisian dalam mencari dan menemukan pelaku tindak pidana

pembunuhan, karena saksi adalah orang yang mengetahui atau yang menemukan

telah terjadinya tindak pidana pembunuhan.

Masyarakat masih memiliki rasa ketakutan dan keenganan masyarakat

untuk menjadi saksi dalam proses penyidikan, ketakutan tersebut disebabkan

adanya ancaman dari pelaku yang tidak segan-segan melakukan kekerasan

terhadap masyarakat yang menyaksikan perbuatan mereka.

Kurangnya saksi yang diperoleh akan menjadi kendala-kendala yang

dihadapi oleh Reserse Kriminal dalam mengungkap kasus pembunuhan, dengan

kurangnya saksi yang diperoleh akan membuat pihak Reserse Kriminal akan

bekerja lebih keras lagi dalam mencari dan mengumpulkan bukti yang mengarah

kepada pelaku kasus pembunuhan tersebut

4. Faktor Penegak Hukum

Masih banyaknya anggota Reserse Kriminal yang belum menguasai dan

memahami serta penerapan teknik dan taktik penangkapan, belum sepenuhnya

123 Achmad Ali, Keterpurukan Hukum di Indonesia (Penyebab dan Solusinya), (Jakarta, :

Ghalia Indonesia, 2003), hal 10.

Universitas Sumatera Utara

Page 108: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

99

dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, sehingga sering ditemukan melakukan

penangkapan tanpa menggunakan surat perintah penangkapan yang tidak sesuai

dengan prosedur yang ada, masih ditemukan adanya polisi yang salah tangkap

terhadap orang yang bukan pelaku kejahatan, akibat kurang jelinya polisi atau

terlalu gegabah dalam melaksanakan tugasnya.124

Kemudian secara kuantitas masih terbatas jumlah penyidik sehingga dalam

pelaksanaan proses penyidikan sedikit terkendala dengan kurang personil.

Inilah hambatan-hambatan yang ditemui oleh Reserse Kriminal Polresta

Sibolga dalam Mengungkap Tindak Pidana Pembunuhan.

124

Hasil Wawancara dengan Bripka Rudi Agustinus Tampubolon di Polresta Sibolga,

pada hari Sabtu, tanggal 8 juni 2018

Universitas Sumatera Utara

Page 109: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

100

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dipaparkan penulis sebelumnya, maka

penulis menarik beberapa ksimpulan sebagai intisari dari apa yang telah diuraikan

dan dibahas. Dalam bab terakhir ini Penulis akan mengemukakan beberapa

kesimpulan sebagai berikut :

1. Ketentuan pasal-pasal KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang

mengatur kejahatan terhadap jiwa dan nyawa orang lain, kejahatan yang

ditujukan kepada nyawa orang orang pada umumnya (Pasal 338, Pasal 339,

Pasal 340, Pasal 344, Pasal 345 KUHPidana), kemudian kejahatan terhadap

nyawa bayi ( Pasal 341, Pasal 342, Pasal 346 KUHPidana), yang unsur-

unsurnya terkandung dalam rumusan Pasal tersebut, serta ancaman atau

sanksi kepada pelaku kejahatan yang melakukan pembunuhan diancam

sesuai dengan ketentuan-ketentuan KUHP.

2. Peran Reserse Kriminal Polresta Sibolga dalam mengungkap pembunuhan

dimulai dari melakukan penyelidikan, penyidikan, kegiatan olah tempat

kejadian perkara, pemeriksaan saksi, melakukan visum, penangkapan, dan

penyelesaian dan penyerahan berkas ke JPU. Berdasarkan Laporan Polisi

Nomor : LP/153/VIII/2015/SU/Res Sbg, Laporan Polisi Nomor

:LP/216/XI/2014/SU/Res Sbg, dalam proses penyidikan nya telah sesuai

dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a KUHAP dan Pasal 7 ayat (1) KUHAP, yang

semuanya itu berlangsung dalam suatu Sistem Peradilan Pidana dalam

rangka penegakan hukum pidana.

Universitas Sumatera Utara

Page 110: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

101

3. Adapun hambatan-hambatan yang ditemui oleh Reserse Kriminal Polresta

Sibolga dalam mengungkap tindak pidana pembunuhan : dapat ditinjau dari

faktor subtansi hukum, faktor penegak hukum, faktor keaslian tempat,

kurangnya saksi yang diperoleh. Faktor yang paling dominan adalah faktor

aparat penegak hukum, yaitu secara kuantitas masih terbatasnya jumlah

penyidik, serta upaya-upaya Polresta Sibolga yang dilakukan dalam

menanggulangi tindak pidana pembunuhan adalah upaya penal yakni

kebijakan hukum yang dapat dijatuhakan bagi pelaku pembunuhan mengacu

pada KUHP yang disesuaikan dengan pasal-pasal pembunuhan, upaya non

penal ialah mengadakan penyuluhan hukum kepada masyarakat dan

melakukan patroli dan penjagan atau pengawasan terhadap masyarakat.

B. Saran

1. Setiap orang sebaiknya memiliki pengetahuan agama dan keimanan

yang cukup untuk mengontrol diri dalam berfikir dan bertindak. Media

massa dan pemerintah diharapkan dapat berperan aktif dalam

menyeleksi dan menyiarkan tayangan yang bersifat positif dan jauhdari

unsur kekerasan guna melindungi masyarakat.

2. Hendaknya pemerintah dalam menetukan arah kebijaksanaan pembangunan,

terutama dalam bidang ekonomi lebih memperhatikan kesejahteraan

masyarakat ekonomi lemah sebagai kelompok masyarakat di Kotamadya

Sibolga.

3. Pihak Kepolisian Resort Sibolga dalam upaya non-penal dapat

meningkatkan kegiatan penyuluhan secara rutin. Upaya penal

Universitas Sumatera Utara

Page 111: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

102

diharapkan agar lebih tegas dan baik pelaksaannya sesuai dengan

peraturan.

Universitas Sumatera Utara

Page 112: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abbas, Imam Sopyan., 2013, “Tahukah Anda ? Hak-Hak Saat Digeledah”,

Jakarta : Dunia Cerdas.

Abdussalam, H.R., 2009, “Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam

Disiplin Hukum”, Jakarta : Restu Agung.

Abidin, H.A. Zainal., 2007, “Hukum Pidan a I”, Jakarta : Sinar Grafika.

ABRI, MABES Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1987, “Himpunan

JUKLAK dan JUKNIS Tentang Proses Penyidikan Tindak Pidana”, Jakarta.

Adji, Indriyanto Seno., 2002, “Korupsi dan Hukum Pidana”, Jakarta : Kantor

Pengacara dan Konsultan Hukum Oemar Seno Adji dan Rekan.

Adnan, Wahyu., 2007, “Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa”, Bandung :

Gunuga Aksara, 2007.

Ali, Zainuddin., 2012, “Hukum Pidana Islam”, Jakarta : Sinar Grafika.

Ali, Ahmad., 2009, “Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan

(Judical Prudence)”, Jakarta : Kencana.

Anwar, H.A.K Moch., 1994, “Hukum Pidan Bagian Khusus (KUHP Buku II)

Jilid I”, Bandung : Citra Aditya Bakti.

Arief, Barda Nawawi dan Muladi., 1984, “Teori-teori dan Kebijakan Pidana”,

Bandung : Alumni.

Bassar, M. Sudrajat., 1984, “Tindak-Tindak Pidana Tertentu Dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana”, Bandung : Remaja Karya.

Universitas Sumatera Utara

Page 113: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

Chainur, Arrasjid., 1999, “Sepintas Lintas Tentang Politik Kriminal”, Medan :

Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU.

Chazawi, Adami., 2005, “Hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di

Indonesia”, Malang : Bayumedia Publishing.

_____________., 2010, “Kejahatan Terhadap Tubuh Dan Nyawa”, Jakarta : Raja

Grafindo Persada.

_____________., 2010, “Pelajaran Hukum Pidana Bagian I”, Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada.

Faal, M., 1991, “Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi”, Jakarta : PT. Pradnya

Paramita.

Gerungan, W.A., 2004, “Dipl, psikologisosial”, Bandung : Aditama.

Gunadi, Ismu dan Joenadi Efendi., 2014, “Hukum Pidana”, Jakarta : Kencana

Prenadamedia Group.

Halim, Ridwan., 1986, “Hukum Pidana dalam Tanya Jawab”, Bandung : Alumni.

Hamid, Hamrat dan Harun M. Husein., 1992, “Pembahasan Permasalahan

KUHAP Bidang Penyidikan”, Jakarta : Sinar Grafika.

Hamzah, Andi., 1994, “Asas-asas Hukum Pidana”, Jakarta : Rineka Cipta.

___________., 1996, “Hukum Pidana ekonomi”, Jakarta : Erlangga.

Harahap, M. Yahya., 2009, “Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan

KUHAP”, Jakarta : Sinar Grafika.

Harun, M. Husein., 1991, “Penyidik dan Penuntut Dalam Proses Pidana”, Jakarta

: Rineka Cipta.

Himpunan Bujuklak, Bujuklap, Bujukmin. Proses Penyidikan Tindak Pidana,

Jakarta, 1990.

Universitas Sumatera Utara

Page 114: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

Huda, Chairul., 2006, “Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada

Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan”, Jakarta : Fajar

Interpratama Offset.

Husin, Budi Rizki dan Rini Fathonah., 2014, “Studi Lembaga Penegak Hukum”,

Lampung : UNILA.

Kansil, C.S.T dan Christine S.T Kansil., 2004, “Pokok-Pokok Hukum Pidana

Untuk Tiap Orang‟, Jakarta : Pradnya Paramita.

Kelana, Momo., 1994, “Hukum Kepolisian”, Jakarta : PT. Grasindo, 1994.

Kunarto, 1997, “Etika Kepolisian”, Jakarta : Cipta Manunggal.

Koeswadji, Hermein Hadiat., 1984, “Kejahatan Terhadap Nyawa, Asas-Asas,

Kasus, dan Permasalahanya”, Surabaya : PT. Sinar Wiyaya.

Lamintang, P.A.F., 1985, “Delik-Delik Khusus”, Bandung : Bina Cipta.

______________., 2010, “Delik-delik khusus: Kejahatan Terhadap Nyawa,

Tubuh, dan Kesehatan”, Jakarta : Sinar Grafik.

______________ dan C. Djisman Samosir., 1990, “Hukum Pidana Indonesia”,

Bandung : Penerbit Sinar Baru.

______________ dan Theo Lamintang., 2012, “Kejahatan Terhadap Nyawa dan

Kesehatan”, Jakarta : Sinar Grafika.

Marpaung, Leden., 2008, “Asas-Asas Praktik Hukum Pidana”, Jakarta : Sinar

Grafika.

______________., 2005, Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh, Jakarta :

Sinar Grafika.

Mulyadi, Lilik., 2007, “Hukum Acara Pidana: Normatif, Teoretis, Praktik dan

Permasalahannya”, Bandung : PT Alumni.

Universitas Sumatera Utara

Page 115: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

Mulyadi, Mahmud., 2009, “Kepolisian Dalam Sistem Peradilan Pidana”, Medan :

USU Press.

Moelyatno., 1983, “Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum

Pidana”, Jakarta : Bina Aksara.

________., 1987, “Asas-Asas Hukum Pidana”, Jakarta : Bina Aksara.

Ngani, Nico., I Nyoman Budi Jaya, Hasan Madani, 2010, Mengenal Hukum

Acara Pidana Bagian Umum dan Penyidikan, (Yogyakarta: Liberty).

Poerwadarminta, W.J.S., 2006, “Kamus Umum Bahasa Indonesia”, Jakarta : Balai

Pustaka.

Prakoso, Djoko., 1987, “POLRI Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum”,

Jakarta :Bina Aksara.

Prodjodikoro, Wirjono., 2003, “Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia”,

Bandung : Refika Aditama.

Puspa, Yan Pramudya., 1977, “Kamus Hukum Edisi Lengkap Bahasa Belanda-

Indonesia- Inggris”, Semarang : CV Aneka.

Raharjo, Satjipto., 2002, “Polisi Sipil dalam Perubahan Sosial di Indonesia”,

Jakarta : Penerbit Buku Kompas.

Rajab, Untung S., 2003, “Kedudukan dan Fungsi Polisi Republik Indonesia dalam

Sistem Ketatanegaraan(berdasarkan UUD 1945”, Bandung : Cv. Utomo.

Sadjijono, 2006, “Hukum Kepolisian”, Yogyakarta : Laksbang Pressindo.

Saleh, Roeslan., 1983, “Beberapa Asas Hukum Pidana Dalam Perspektif”, Jakarta

: Aksara Baru.

Universitas Sumatera Utara

Page 116: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

Sapardjaya, Komariah E., 2002, “Ajaran Melawan Hukum Materil dalam Hukum

Pidana Indonesia, Studi Kasus Tentang Penerapan dan Perkembangan

dalam Yurisprudensi‟, Bandung : Alumni.

Schaffmeister D., N. Keijzer dan EPH Sutorius, 1995, “Hukum Pidana”,

Yogyakarta : Liberty.

Sitompul, D.P.M., dan Edwar Syahperenong, 1985, “Hukum Kepolisian di

Indonesia suatu Bunga Rampai”, Bandung : Transito.

Soesilo, R., 1979, “Pokok-Pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik

Khusus”, Bogor : Politela.

________., 1996, “Pelajaran Lengkap Hukum Pidana”, Bogor : Politeia.

Sudarto, 1995, “Hukum Pidana”, Bandung : Alumni.

Tresna. R, 1996, “Asas-Asas Hukum Pidana”, Jakarta : PT. Tiara,1996.

Widiyanti, Ninik dan Panji Anoraga., 1987, “Perkembangan Kejahatan dan

Masalahnya ditinjau dari Segi Kriminologi dan Sosial, Jakarta : PT.

Pradnya Paramita.

B. Instrumen Hukum

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2012

tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana.

C. Berita dan Internet

“Kejahatan Terhadap Nyawa “

http://www.negarahukum.com/hukum/kejahatan-terhadap-nyawa.html, diakses

pada tanggal 12 juli 2018, pukul 16.00 WIB.

Universitas Sumatera Utara

Page 117: PERAN RESERSE KRIMINAL POLISI DALAM MENGUNGKAP …

“Tindak Pidana Pembunuhan dalam KUHP“

http://www.suduthukum.com/2014/05/tindak-pidana-pembunuhan-dalam-

kuhp.html, diakses pada tanggal 12 juli 2018, pukul 08.00 wib.

“Penyelidikan dan Penyidikan“

https://rahmatyudistiawan.wordpress.com/2013/01/23/penyelidikan-dan-

penyidikan-oleh-rahmat-yudistiawan/, diakses pada hari sabtu 21 juli 2018 pukul

21.40 WIB.

“Fungsi Penyidikan“

http://jurnalapapun.blogspot.com/2014/11/fungsi-penyidikan.html, diakses

Minggu tanggal 15 Juli 2018 pukul 13.20 WIB.

D. Wawancara

Hasil Wawancara dengan Bripka Rudi Agustinus Tampubolon di Polresta

Sibolga, pada hari Sabtu, tanggal 2 juni 2018.

Hasil Wawancara dengan Bripka Rudi Agustinus Tampubolon di Polresta

Sibolga, pada hari Sabtu, tanggal 8 juni 2018.

Universitas Sumatera Utara