peran politik militer abri orde baru terhadap...

132
PERAN POLITIK MILITER (ABRI) ORDE BARU TERHADAP DEPOLITISASI POLITIK ISLAM DI INDONESIA (Studi Terhadap Hegemoni Politik Militer Orde Baru Terhadap Politik Islam Tahun 1967-1990) Oleh EDHY HARIYANTO 101045222258 PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH JURUSAN SIYASAH SYAR’IYYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1427 H/2006M

Upload: phungthu

Post on 04-Feb-2018

230 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

PERAN POLITIK MILITER (ABRI) ORDE BARU TERHADAP

DEPOLITISASI POLITIK ISLAM DI INDONESIA

(Studi Terhadap Hegemoni Politik Militer Orde Baru Terhadap Politik

Islam Tahun 1967-1990)

Oleh

EDHY HARIYANTO

101045222258

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

JURUSAN SIYASAH SYAR’IYYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN

HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1427 H/2006M

Page 2: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

PERAN POLITIK MILITER (ABRI) ORDE BARU TERHADAP

DEPOLITISASI POLITIK ISLAM DI INDONESIA

(Studi Terhadap Hegemoni Politik Militer Orde Baru Terhadap Politik

Islam Tahun 1967-1990)

Oleh

EDHY HARIYANTO

101045222258

PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH

JURUSAN SIYASAH SYAR’IYYAH FAKULTAS SYARI’AH DAN

HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1427 H/2006M

Page 3: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT. Penulis panjatkan atas

segala rahmat dan karunia-NYA yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga

dapat menyelesaikan tugas penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga

tetap dilimpahkan kepada nabi Muhammad SAW, rasul paling mulia dan penutup

para Nabi, serta iringan doa untuk keluarga, sahabat dan seluruh pengikutnya

yang selalu setia sampai akhir zaman.

Tidak terasa perjalanan panjang menempuh studi di Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta telah berakhir. Satu tahap perjalanan akademis

yang merupakan perjalnan kecil dibalik kehidupan, telah penulis telusuri dengan

segala suka dan duka, bahagia bercampur haru mengiringi rasa syukur atas

karunia ini tidak dapat penulis sembunyikan dari lubuk hati yang paling dalam.

Akhirnya penulis tersadarkan bahwa perjalan dalam menyelesaikan skripsi

ini telah memberikan perjalanan hidup yang melekat dalam sanubari, sekecil

apapun pekerjaan yang kita lakukan, apabila kita hadapi dengan penuh

penghayatan dan keikhlasan, maka tak akan menghasilkan kesia-siaan. Dan

seberat apapun pekerjaan bila kita nikmati sebagai tahapan pelajaran hidup yang

harus kita lalui, maka tidak akan terasa sulit sesuatu yang pada awalnya

menantang akan berubah menjadi sesuatu yang menyenangkan.

Kebahagiaan besar bagi penulis adalah dapat menyelesaikan skripsi ini,

dan merupakan karya istimewa yang penulis capai. Untuk itu terimakasih yang tak

terhingga kepada Almarhum Ayahanda yang tercinta dan Ibunda yang tercinta dan

sangat aku sayangi dan cintai yang merupakan pahlawan dalam hidupku, yang

dengan segala pengorbanannya telah memberikan curahan kasih sayang,

Page 4: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

membesarkan, mendidik serta memberikan dorongan, baik moril maupun materil

kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Sepenuhnya penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini

bukan semata-mata atas usaha penulis sendiri. Namun juga karena bantuan dan

motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulisa ingin menyampaikan

terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Amin Suma, SH, Selaku Dekan Fakultas Syari’ah

dan hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

serta staf-stafnya.

2. Bapak Asmawi M.Ag, selaku ketua jurusan Siyasah Syar’iyah, Ibu

Sri Hidayati M.Ag selaku sekretaris jurusan Siyasah Syar’iyah yang

penuh keikhlasan dan kesabaran telah mencurahkan ilmu dan

pengetahuannya selama penulis dalam masa studi.

3. Bapak Drs. Tabrani Syabirin M.Ag, selaku pembimbing skripsi ini

yang telah dengan tulus dan penuh kesabaran sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan dengan baik dan benar.

4. Dosen-dosen fakultas Syari’ah yang telah memberikan beberapa

materi, ilmu dan tuntunan serta budi pekertinya semasa kuliah

hingga selesainya skripsi ini.

5. Pimpinan dan karyawan perpustakaan utama UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Syari’ah, perpustakaan Imparsial,

dan perpustakaan CSIS yang telah memberikan fasilitas terhadap

penulis dalam megadakan penelitian kepustakaan.

Page 5: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

6. Sahabat-sahabat dan teman-temanku yang telah memberikan

motivasi dan bantuan dalam menyelesaikan skripsi.

7. Terseleaikannya skripsi ini juga tidak terlepas dari motivasi dan

dorongan dari teman - teman yang tergabung dalam organisasi

primordial mahasiswa daerah Bangka Belitung, PAMALAYU

BABEL (Persatuan Mahasiswa Melayu Kepulauan Bangka

Belitung), Bung Juned, Bung Marbawi, Bung Alfi, Bung Cablak,

Bung Sigit, Bung Imam, dan semuanya.

Hanya kepada merekalah penulis berucap: terimakasih yang tiada taranya,

semoga pengorbanan, dukungan, ilmu, dan kebaikan serta ketulusan dan

keikhlasan mereka dibalas oleh Allah SWT, baik di dunia maupun di

akhirat.Amin.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari

sempurna serta tidak lepas dari kesalahan-kesalahan, maka enulis mengharapkan

kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan penyusunan

skripsi.

Semoga skripsi ini menjadi petunjuk yang berharga bagi mereka yang

membacanya, dan khususnya bagi penulis sendiri. Akhirnya penulis hanya bisa

berdoa kepada mereka yang sudah membantu dengan tulus semoga jasa dan

kebaikan yang tak ternilai dapat balasan yang lebih dan berlipat ganda dari Allah

SWT. Amin Ya Robbul Alamin.

Ciputat, 20 Februari 2007

Penulis

Page 6: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................

i

DAFTAR ISI ..........................................................................................................

iv

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah.............................................................

1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

....................................... 11

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .................................................

13

D. Metodelogi Penelitian .................................................................

14

E. Sistematika Penulisan ...............................................................

17

BAB II POTRET POLITIK ISLAM ERA AWAL ORDE BARU

DAN 1990 ........................................................................................

18

A. Pandangan Umat Islam Indonesia Terhadap Politik

Kenegaraan Indonesia

.................................................................................... 18

B. Budaya Politik Islam Indonesia dan Dampaknya Terhadap

Politik Militer

........................................................................................ 42

Page 7: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

C. Peranan Politik Islam Masa Awal Orde Baru .......................

49

D. Partai Politik Islam Tahun 1970-an ........................................

52

BAB III ORIENTASI ORDE BARU TERHADAP PEMBANGUNAN

INDONESIA ..................................................................................

57

A. Hubungan Orde Baru dan ABRI ............................................

57

B. Karakteristik Politik Militer ABRI .........................................

60

C. Misi Politik Militer ABRI Pada Masa Orde Baru ..................

66

BAB IV ABRI DALAM MENATA PERPOLITIKAN NASIONAL ......

70

A. Sejarah Politik Hukum ABRI/TNI ...........................................

70

B. Konsep Dwifungsi ABRI/TNI dan Dampaknya Terhadap

Politik Sipil ..... ............................................................................

91

C. Kegagalan Orde Lama dan Peran ABRI/TNI .........................

103

D. Strategi ABRI Dalam Rangka Depolitisasi Politik Islam .......

107

BAB V PENUTUP .......................................................................................

115

Page 8: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

A. Kesimpulan (Runtuhnya Orde Baru, dengan Indikator-

indikator politik militer di akhir Orde Baru)

...................................... 115

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

120

Page 9: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setelah terjadi tragedi nasional gerakan tiga puluh September 1965 atau

lebih dikenal dengan G-30S/PKI yang gagal, maka suksesi kepemimpinan

nasional terjadi dalam keadaan tidak normal. Pada tahun 1966 Soeharto menerima

surat perintah 11 Maret 1966 dari presiden Soekarno dan diberi kekuasaan

eksekutif untuk mengamankan keadaan. Hal ini menggambarkan bahwa secara

nonsubstansial Soeharto telah menjadi pemimpin nasional. Tampuk kekuasaan

nasional nonsubstansial yang berada di tangan Soeharto pada tahun 1967 lewat

sidang umum MPRS telah memindahkan seluruh kekuasaan eksekutif kepada

Soeharto, dan secara resmi Soekarno tidak memiliki kekuasaan apapun.1 Pada saat

pertama Jenderal Soeharto menjabat sebagai presiden Republik Indonesia, hal ini

menandai berakhirnya rezim Orde Lama dan lahirnya rezim baru yaitu Orde Baru.

Pada masa awal kelahirannya, Orde Baru yang diidentikkan dengan

Soeharto sebagai presiden yang berlatar belakang militer telah menyadari bahwa

tugas dari kaum militer bukanlah untuk membuat kebijakan-kebijakan

perekonomian.2 Dia mempercayakan pembuatan kebijakan ekonomi tersebut

kepada orang-orang sipil, khususnya kepada sekelompok ahli ekonomi dari

Universitas Indonesia yang dipimpin oleh Profesor Widjojo Nitisastro. Hal ini

1 Eep Saefulloh Fatah, Agenda – Agenda Besar Demokratisasi Psca Orde Baru,

(Bandung: Mizan), cet.I, h.163

2 Noor Azmah Hidayah, Millah Jurnal Studi Agama, ( Yogyakarta: Magister Studi Islam

UII), vol.IV,h.49

Page 10: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

ditandai dengan pengiriman beberapa orang dari kelompok ini oleh presiden

Soeharto ke Universitas California-Berkeley untuk mengikuti pelatihan yang

berkenaan dengan upaya stabilitas ekonomi dalam negeri, di samping bantuan dari

sebuah perutusan dana moneter internasional yang dikirim ke Jakarta untuk

pertama kalinya memperjelas posisi hutang luar negeri Indonesia.

Ciri terpenting bentuk daripada perpolitikan yang dijalankan oleh Orde Baru

pada masa awal terbentuknya rezim ini tahun 1967-1990 adalah dominannya

peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi ABRI” sehingga

mensubordinasikan kekuatan politik lain secara relatif penuh. Sekalipun secara de

facto ”dwifungsi ABRI” telah dijalankan bersamaan dengan sejarah awal

terbentuknya republik, namun perumusan dwifungsi ABRI sebagai sebuah

konsepsi dan ideologi politik baru terjadi pada dekade 1950-an.3

Dalam pidatonya A.H. Nasution pada saat dies natalis Akademi Militer

Nasional di Magelang, 11 Nopember 1958 mengintrodusir konsepsi “jalan tengah

“tentang posisi dan peran militer di Indonesia.4 A.H. Nasution tidak

menginginkan ABRI dalam posisi dan peran militer model negara Barat yang

hanya menjadi kekuatan HANKAM (Pertahanan dan Keamanan), dan tidak pula

dalam posisi militer model negara-negara junta militer sebagai diktator. Menurut

Nasution, ABRI harus mengambil posisi “jalan tengah” yaitu dengan menjalankan

3 Eep Saefulloh Fatah, Pengkhianatan Demokrasi Ala Orde Baru, Masalah Dan Masa

Depan Demokrasi Terpimpin Konstitusional (Bandung: PT.Remaja Rosda Karya 2000 ),cet I Edisi

II, hal.135

4 Ibid, hal,135

Page 11: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

fungsi sosial politik lain sambil tetap menghindari terbentuknya dominasi politik

militer atas sipil.5

Namun dalam perkembangan politik kemudian, konsepsi jalan tengah

Nasution diberi baju baru oleh rezim Orde Baru dipenghujung tahun 1960-an,

setelah Soeharto menjabat sebagai presiden RI. Baju baru itu, berupa konsep “

dwifungsi ABRI “ yang dihasilkan melalui seminar AD II ditahun 1966

melegitimasikan tidak saja peran politik militer terbatas, melainkan dalam

prakteknya sebuah kekuasaan politik yang sangat luas.6

Dilihat dari sisi pertarungan pemikiran politik, ideologi dwifungsi ABRI

yang kemudian disosialisasikan dan dimapankan dalam praktek politik Orde Baru

adalah hasil pertarungan antar tiga versi pemikiran tentang peranan militer dalam

politik yang berkembang diawal kelahiran Orde Baru, yaitu: versi Soeharto – Ali

Murtopo, versi A. H. Nasution, dan juga versi Mohammad Hatta. Soeharto

sebagai presiden dan Ali Murtopo menginginkan peran militer yang besar untuk

melakukan stabilisasi kehidupan politik. Nasution juga menginginkan peran

militer yang besar, namun kemudian segera dikurangi dari waktu ke waktu sejalan

dengan berkurangnya tingkat krisis sosial, ekonomi dan politik warisan Orde

Lama. Berbeda dengan keduanya, Hatta malah menyarankan militer untuk

kembali ke tangsi atau barak untuk membuka jalan bagi Orde Baru merealisasikan

janji-janji demokratisasi dan keadilan sosialnya.7

5 A.H.Nasution, Kekarjaan ABRI ( Jakarta : Seruling Mas,1971),cet. I, hal.19

6 Eep Saefulloh Fatah, Pengkhianatan Demokrasi Ala Orde Baru, Masalah dan Masa

Depan Demokrasi Terpimpin Konstitusional , hal.136 7 Deliar Noer, Mohammad Hatta: Biografi Politik (Jakarta: CSIS,1974),cet.I, hal.92

Page 12: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Maka, dwifungsi ABRI dalam persepsi penguasa Orde Baru adalah

melibatkan militer dalam proses politik dan pemerintahan baik di tingkat lokal

maupun nasional secara luas. Elemen-elemen yang terlibat dalam proses politik

dan pemerintahan, seperti birokrasi, partai politik, parlemen, dan badan eksekutif

secara umum, hampir tidak ada satu pun yang steril dari penetrasi militer.8 Setelah

terjadinya perdebatan antara ke tiga versi pemikiran di atas mengenai peran dan

fungsi militer dalam politik nasional, maka pada akhirnya versi Soeharto - Ali

Murtopo yang diterima untuk diterapkan. Ali Murtopo merupakan seorang

intelektual militer yang sangat anti dengan Islam. Ali Murtopo ketika itu

memangku jabatan sebagai komandan Intelijen yang merekayasa tentang politik

Islam.9 Dengan demikian, diterimanya versi Soeharto dan Ali Murtopo yang

sangat Islamifobia (anti dengan gerakan Islam politik dan memusuhi Islam), dan

tergesernya versi Nasution dan Hatta, tidak saja menyebabkan Nasution harus

terdepak dari lingkaran kekuasaan dan dibatasi peranannya dalam pemerintahan

Soeharto, namun lebih jauh lagi berimplikasi terhadap keterbukaan jalan bagi

akumulasi kekuasaan ekonomi dan politik militer dan jalan untuk mereduksi dan

bahkan melenyapkan peran dan aktivitas politik Islam dari arena perpolitikan di

Indonesia. Budaya politik Orde Baru dengan jargon politiknya ideologi

“Depelopmentalisme “atau ideologi paham pembangunan ekonomi nasional yang

digagas dan dikembangkannya, kemudian dijadikan sebagai instrumen legitimasi

rezim. Ideologi yang dikonsepsikan oleh Orde Baru pada saat itu melalui sebuah

8 Eep Saefulloh Fatah, Pengkhianatan Demokrsi Ala Orde Baru, Masalah Dan Masa

Depan demokrasi Terpimpin Konstitusional, hal. 136 9 S. Yusnanto, et al, Gerakan Militan Islam (Jakarta: The Ridep Institute, 2003), cet. II,

hal 8

Page 13: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

langkah rekayasa politik, karena dengan rekayasa politik tersebut Orde Baru

menyakini dapat menciptakan stabilitas politik nasional. Dan dengan demikian

ideologi yang telah dikonsepsikannya dapat diterapkan. Dalam langkah

penerapan ideologi inilah Orde Baru pada akhirnya mewajibkan pengamalan

Pancasila secara mutlak dalam kehidupan seluruh masyarakat Indonesia. Cara ini

merupakan salah satu langkah Orde Baru untuk merealisasikan gagasan-gagasan

yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945. Orde Baru beralasan bahwa

pembangunan ini tidak akan dapat dilaksanakan tanpa adanya kestabilan politik.

Sebab itu kestabilan merupakan syarat mutlak yang harus ada. Masa demokrasi

liberal dan masa demokrasi terpimpin telah membuktikan kegagalannya dalam

pembangunan yang disebabkan tidak adanya kestabilan politik atau keadaan

negara yang dipenuhi oleh kegiatan politik yang banyak ditandai oleh perdebatan

ideologis yang tidak habis-habisnya serta perebutan kursi dan jabatan antar

kelompok elit bangsa, sehingga energi pemerintah tercurahkan hanya untuk

mengurusi masalah-masalah yang dapat menghambat pembangunan.

Pada masa awal Orde Baru dengan diterapkan konsep Soeharto dan Ali

Murtopo tentang dwifungsi ABRI berdampak terhadap timbulnya perasaan dan

pikiran bahwa keterlibatan Islam dalam politik praktis cenderung mengganggu

kestabilan politik. Orde Baru dengan konsep dwifungsinya yang dijalankan oleh

ABRI telah menganggap bahwa gerakan Islam politik yang dijalankan oleh

kelompok aktivis politik Islam yang ketika itu diwakili oleh Masyumi sebagai

gerakan ekstrem kanan. ABRI pada saat itu telah menggap bahwa Masyumi sama

dengan PKI, yaitu menyimpang dari Pancasila dan UUD 45, dan menyatakan

Page 14: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

akan menindak tegas setiap individu atau kelompok yang menyimpang dari

Pancasila dan UUD 45.10

Ini dibuktikan dengan pernyataan ABRI ketika pada

tanggal 21 Desember 1966 dalam pertemuan komandan militer wilayah ABRI,

yang dipimpin oleh Jenderal Panggabean, seorang Katolik yang taat, bahwa

pembentukan politik Islam yang terorganisasi akan menjadi tantangan terhadap

rezim baru dan kepemimpinan militer. Sikap ini juga berakar dari antagonisme

budaya masa lalu antara santri dan abangan, karena kebanyakan pejabat tinggi

pada waktu itu berkultur abangan sekuler.11

Keadaan ini juga mengindikasikan

bahwa Soeharto yang juga ditopang oleh ABRI tidak menyukai pengorganisasian

kembali politisasi Islam. Usaha menghidupkan atau memformulasikan kembali

agama Islam sebagai sebuah alat gerakan politik, seperti pada masa Orde Lama,

dimana Islam oleh kelompok politik tertentu telah dijadikan sebagai sebuah

ideologi untuk kepentingan politik mereka, dan itu oleh Orde Baru telah

dipersamakan dengan radikalisme Islam. Ali Murtopo yang Islamfobia ini

diangkat oleh Soeharto sebagai salah satu dari dua belas perwira staf pribadi

Soeharto, sebagai pembantu politik kepercayaannya. Dalam menjalankan tugas

dan perannya Ali Murtopo yang Islam fobia bersekutu dengan kelompok Katolik

dan tokoh Jawa. Tidak mengherankan jika kebijakan politik pada awal

pemerintahan Orde Baru banyak merugikan kaum muslimin, karena kelompok Ali

Murtopo yang memegang kendali pemerintahan didominasi orang-orang yang

cenderung memusuhi Islam. Dalam pikiran kelompok ini, Islam merupakan

potensi yang amat membahayakan apabila diberi kesempatan untuk terlibat di

10

M. Din Syamsuddin, Islam dan Politik; Era Orde Baru ( Ciputat: PT. Logos Wacana

Ilmu 2001), cet. I, hal.36 11 Ibid, hal. 36

Page 15: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

dalam membuat dan mengatur kebijakan pemerintahan negara. Menurut asumsi

mereka, Islam itu identik dengan “ Darul Islam “ atau negara Islam dengan

hukum Islamnya. Sehingga mereka cenderung untuk menghancurkan dan

melenyapkan peran politik Islam.

Oleh karena itu pandangan yang dimiliki Orde Baru mengenai politik Islam

adalah pandangan yang menganggap Islam tidak lebih dari sebuah agama dalam

pengertian ibadah yang sempit dan soal-soal kemasyarakatan yang tidak bersifat

politik praktis.12

Orde Baru pada tahun 1973 dalam rangka menciptakan stabilitas politik dan

kehidupan masyarakat telah menetapkan beberapa kebijakan yaitu pemerintah

pada tahun 1973 telah memutuskan untuk melakukan restrukturisasi sistem

kepartaian. Dalam struktur politik yang baru ini, seluruh partai politik, kecuali

Golkar harus bergabung dalam dua partai politik. Keempat partai Islam; NU,

Parmusi, PSII dan Perti digabung dalam partai baru yaitu PPP (Partai Persatuan

Pembangunan ), yang tidak mencantumkan kata-kata Islam, baik dalam namanya

maupun dalam asasnya. Sedangkan lima partai lain yang berlatar belakang

nasionalis ( PNI, IPKI dan Murba ), Parkindo dan Katolik digabung dalam Partai

Demokrasi Indonesia ( PDI ). Dan pada tahun 1985 pemerintah memberlakukan

asas tunggal Pancasila untuk seluruh partai politik dan organisasi massa. Setelah

Pancasila dikukuhkan sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan politik dan

kemasyarakatan, tentu tidak boleh ada lagi perdebatan ideologi kenegaraan dan

kemasyarakatan, karena semua rakyat dan bangsa Indonesia, melalui MPR, telah

12

Alfian dan Nazaruddin Syamsuddin, Profil Budaya Politik Indonesia, ( Jakarta: PT.

Pustaka Utama Grafiti 1991),cet.I hal.80

Page 16: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

menyatakan kebulatan tekadnya untuk menganggap Pancasila sebagai satu-

satunya asas dalam kehidupan kenegaraan, politik dan kemasyarakatan.

Langkah-langkah dan berbagai kebijakan yang telah ditetapkan oleh aktor-

aktor politik Orde Baru tersebut merupakan sebuah langkah atau kebijakan dalam

rangka Orde Baru untuk melenyapkan peran dan aksi kelompok politik Islam atau

yang disebut dengan depolitisasi politik Islam. Oleh karena itu depolitisasi politik

Islam berarti sebuah usaha dan kegiatan yang diorganisasikan secara sistemik dan

prosedural oleh ABRI sebagai aktor utama Orde Baru untuk melenyapkan dan

menyingkirkan formalisasi ideologi Islam dari kehidupan panggung politik

nasional.

Peranan dan pengaruh presiden Soeharto yang berlatar belakang militer dan

di topang oleh ABRI sebagai penyokong utama penyelenggaraan kekuasaan yang

sangat besar dan tak terbatas atau suatu kekuasaan yang telah menjelma menjadi

suatu kekuasaan absolut atau otoriter. Dengan berbagai kebijakan yang telah

dikeluarkan oleh Orde Baru dari masa awal kekuasaannya hingga tahun 1990

yang ABRI sebagai pilar utamanya telah memainkan peranan yang sangat besar

dalam menyingkirkan Islam sebagai gerakan politik atau golongan Islam politik

tidak akan mendapat tempat lagi untuk hidup dan bernapas dalam suatu alam di

mana Pancasila telah dikukuhkan sebagai satu-satunya sumber kehidupan sosial

dan politik di negara Indonesia.13

Pergantian rezim kekuasaan pemerintahan baru membuat kalangan

pemimpin dan aktivis politik Islam menaruh harapan yang sangat besar untuk

13 Ibid, hal.82

Page 17: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

memainkan peran politik mereka. Harapan itu terutama tampak jelas di kalangan

pemimpin Masyumi dan pengikut-pengikutnya yang selama demokrasi terpimpin

benar-benar disudutkan oleh presiden Soekarno. Ini dikarenakan mereka merasa

menjadi bagian penting dari kekuatan-kekuatan koalisi (seperti militer, kelompok

fungsional, kesatuan pelajar, organisasi sosio-keagamaan dan sebagainya ) yang

telah behasil menghancurkan PKI dan menjatuhkn rezim Soekarno, dan mereka

sudah memperkirakan kembalinya Islam dalam panggung diskursus politik

nasional.

Sejarah politik Islam di Indonesia sejak dulu memang sering dipakai

hanya sebagai instrumen atau alat oleh kekuasaan pemerintahan. Harapan umat

Islam untuk politik keislamannya ternyata membuat umat Islam harus gigit jari

dan kembali bergumul seperti pergumulannya dimasa Orde Lama.14

Realita kegagalan politik Islam untuk berkiprah, yaitu dengan ditolaknya

rehabilitasi partai Masyumi oleh rezim Orde Baru pada 17 Mei 1967. Kenyataan

ini dipertegas oleh pernyatan presiden Soeharto, bahwa “ militer tidak menyetujui

rehabilitasi kembali partai Masyumi “. Dari pernyataan ini nampak jelas bahwa

kalangan militer masih amat curiga terhadap politik Islam. Seperti dicatat oleh

Harold Crouch, ini terutama amat terasa di kalangan “ perwira – perwira yang

pernah terlibat dalam pertempuran bersenjata melawan Darul Islam dan

pemberontakan pemberontakan regional lainnya yang dilakukan oleh kaum

muslim ”. Dan sebagai ganti dari partai Masyumi pemerintah memberikan izin

untuk mendirikan Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI), hal ini disepakati oleh

14

Al-Chaidar, Reformasi Prematur, Jawaban Islam Terhadap Reformasi Total (Jakarta:

Darul Falah, 1998), cet.I hal.32

Page 18: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Orde Baru setelah terjadi negosiasi antara aktivis politik Islam dengan pemerintah

Orde Baru. Kesediaan Orde Baru untuk mendirikan partai tersebut, setelah

pemerintah Orde Baru mempertimbangkan bahwa ketiadaan mekanisme politik

untuk mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan-kepentingan

konstituen politik Islam di atas akan menumbuhkan rasa frustasi yang lebih

dalam, yang pada gilirannya dapat mendorong mereka ke arah ekstrimisme politik

yang lebih membahayakan. Akan tetapi pemberian izin tersebut telah diikuti

dengan pembatasan dan kontrol yang sangat ketat oleh pemerintah terhadap para

mantan aktivis partai Islam Masyumi, kalau tidak , dilarang sama sekali.

Yang lebih penting lagi, obsesi memperoleh kemenangan mutlak di

seluruh wilayah Indonesia telah mengakibatkan rezim Orde Baru, yang

didominasi oleh kelompok militer (ABRI), menggunakan langkah koersif dan

kooptasi untuk mempengaruhi hasil pemilu.15

Berbagai perkembangan setelah pemilu I Orde Baru 1971 hanya

memperbesar rasa frustasi umat Islam. Kekalahan dalam pemilu tidak hanya

tercermin dalam merosotnya wakil Islam di parlemen. Dan ini juga tampak dalam

komposisi kabinet baru pemerinthan Orde Baru, dimana keterlibatan tokoh-tokoh

politik Islam benar-benar mulai dikebiri. Salah satu kasus yang paling jelas

mengindikasikan hal itu, yaitu mulai memudarnya dominasi NU (Nahdatul

Ulama) di Departemen Agama (Depag).

Dengan latar belakang masalah tersebut, penulis ingin mengetahui lebih

jauh dan mendalam tentang peran dan pengaruh hegemoni politik militer (ABRI)

15 Ibid, hal.34

Page 19: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

serta pandangan militer tahun 1967–1990 terhadap politik Islam di Indonesia.

Bermula dari persoalan dan permasalahan diatas maka penulis bermaksud

menuangkannya dalam skripsi yang berjudul “PERAN POLITIK MILITER

(ABRI) ORDE BARU TERHADAP DEPOLITISASI POLITIK ISLAM DI

INDONESIA “(Studi hegemoni politik militer Orde Baru terhadap politik

Islam tahun 1967 – 1990)”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Praktek politik militer telah mendominasi panggung perpolitikan

nasional di Indonesia lebih kurang dua dekade. ABRI (Angkatan Bersenjata

Republik Indonesia) yang pada masa Orde Baru terdiri dari Angkatan Darat,

Angkatan Laut, Angkatan Udara dan Kepolisian merupakan tulang punggung

penggerak dari sistem pengelolaan dan pengaturan sistem pemerintahan Orde

Baru. Dari ketiga angkatan dan satu dari kepolisian, Angkatan Darat merupakan

aktor atau pelaku utama dalam merekayasa sistem perpolitikan nasional.

Dominasi atau hegemoni kelompok elit militer terhadap panggung politik nasional

berimplikasi terhadap peran politik masyarakat sipil. Dengan permasalahan ini,

penulis akan membatasi pembahasan skripsi ini yaitu tentang peran yang telah

dilakukan oleh politik militer yang merupakan kekuatan nyata (real power) yang

didesain melalui institusi formal sistem pertahanan dan keamanan negara

Indonesia. Pembahasan ini akan ditinjau dari tahun 1967 – 1990. Dan juga akan

menganalisa proses serta peran atau kiprah yang telah dilakukan politik militer

dalam menghancurkan dan menyingkirkan peran politik Islam.

Page 20: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Dari tema yang penulis ajukan dalam penulisan skripsi ini agar supaya

lebih terarah dan jelas dalam pembahasannya, maka obyek penelitian akan penulis

batasi hanya pada peran politik yang telah dimainkan oleh kelompok militer pada

masa Orde Baru yaitu dari tahun 1967-1990. Dan dampak apa yang telah

ditimbulkan oleh politik militer tersebut terhadap politik Islam, yaitu sebuah

usaha atau gerakan politik untuk menerapkan kembali Islam secara formalistik

sebagai sebuah ideologi politik atau disebut juga Islam politik.

Pembahasan skripsi ini penulis batasi hanya sampai pada tahun 1990

oleh karena penulis melihat kebijakan dan strategi politik pemerintahan Orde Baru

ketika mulai memasuki era 90-an sudah mulai berbalik arah, yaitu pemerintahan

Orde Baru ketika dimulainya dekade 90-an sudah banyak mengakomodir dan

menempatkan tokoh-tokoh muslim di dalam lingkaran kekuasaannya dan pada

waktu yang sama Soeharto juga menyingkirkan tokoh-tokoh militer (ABRI) yang

sudah mulai terlihat sulit untuk dikendalikan oleh Soeharto, dan mencapai

puncaknya ketika presiden Soeharto waktu itu mengizinkan berdirinya ICMI

(Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) pada tahun 1991 yang dimotori oleh

tokoh muslim kepercayaan Soeharto yaitu B.J.Habibie. Sikap akomodatif presiden

Soeharto terhadap tokoh-tokoh muslim ketika itu berarti menandai berakhirnya

dominasi politik militer Orde Baru dan strategi depolitisasi politik Islam oleh

kelompok militer (ABRI).

Dalam penulisan ini, agar pembahasan skripsi lebih terarah, jelas dan

mudah untuk dipahami penulis akan merumuskan masalah mengenai peran politik

yang dijalankan oleh kelompok elit militer, khususnya angkatan darat dalam

Page 21: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

rangka melakukan depolitisasi politik Islam di Indonesia yang merupakan

kelompok mayoritas.

Untuk lebih rinci dan jelasnya dapat penulis ajukan beberapa pertanyaan

sebagai berikut :

1. Apa peran yang telah dimainkan oleh kelompok politik militer ?

2. Bagaimakah kelompok militer menjalankan peran politiknya

pada masa dua dekade awal Orde Baru ?

3. Bagaimanakah kelompok militer memandang politik Islam yang

diperankan oleh kelompok muslim sebagai mayoritas penduduk ?

4. Bagaimanakah elit politik militer mereduksi dan bahkan

menyingkirkn kelompok politik Islam pada masa dua dekade

awal Orde Baru ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Dengan munculnya berbagai permasalahan yang ada, sehingga tujuan

dan urgensi yang ingin penulis dapatkan dari penelitian ini sebagai berikut :

1. untuk mengetahui ideologi yang diperankan oleh militer

2. untuk mengetahui politik praktis militer dalam pengelolaan

pemerintahan negara

3. untuk mengetahui pandangan kelompok militer terhadap politik

Islam

4. untuk mengetahui politik militer pada dua dekade awal Orde

Baru 1967-1990

Sedangkan manfaat dari penulisan ini, antara lain:

Page 22: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

1. manfaat teoritis; hasil dari penelitian ini diharapkan dapat

memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dibidang ilmu politik,

khususnya yang berkenaan dengan politik militer di Indonesia

era 1967-1990 serta dapat menjadi bahan pertimbangan dan

masukan bagi para pengelola negara ini untuk tidak melibatkan

kalangan militer dalam panggung politik nasional.

2. manfaat praktis; yaitu hasil penelitian ini diharapkan dapat

meningkatkan kewaspadaan dan prinsip kehati-hatian bagi

kalangan politik sipil, khususnya umat Islam di Indonesia untuk

tidak mengulang kembali sejarah kelam panggung politik

nasional masa lalu.

D. Metodelogi Penelitian

Dalam penelitian ini sesuai dengan tema yang penulis pilih, maka

penulis membutuhkan data-data yang berhubungan dengan tema penelitian

penulisan skripsi ini. Oleh karena itu berdasarkan tema tersebut maka data yang

dibutuhkan yaitu data-data yang berhubungan dengan politik, baik politik militer

maupun politik sipil, khususnya pada masa Orde Baru. Dan juga literatur tentang

ideologi, pembangunan dan literatur tentang politik Islam.

Adapun data-data tersebut penulis dapatkan diantaranya diperpustakaan

utama UIN Jakarta, perpustakaan TNI, LIPI, Imparsial, tulisan berbagai media

yang berhubungan dengan penelitian dan juga diskusi dengan pakar politik militer

dari CSIS dan LIPI.

Page 23: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library reseach), maka

penelitian yang dipakai dan digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah:

1. Penelitian kepustakaan

Penelitian ini digunakan untuk memperoleh landasan teori yang

dipakai dalam menganalisa data. Dasar-dasar dari teori ini

diperoleh dari mencari dan mengumpulkan serta buku-buku yang

bisa dikategorikan sebagai pustaka primer dan data pustaka

sekunder. Karena bertitik tolak dari penelitian yang bersifat

literer, maka sumber data penulisan skripsi ini sepenuhnya

didasarkan pada riset kepustakaan (library reseach). Artinya

pengumpulan data-data diperoleh dari karya-karya otoritatif

(sumber primer) dan karya-karya yang mendukung relevansi

pembahasan skripsi ini.

Kajian tentang politik militer di Indonesia sebelumnya telah

banyak ditulis oleh ilmuan dan para peneliti di bidang ilmu

politik, beberapa diantaranya karya: Abdoel Fatah

“Demiliterisasi Tentara, Pasang Surut Politik Militer 1945-

2004”, Bahtiar Effendy “Islam dan Negara”, M. Din Syamsuddin

“Islam dan Politik; Era Orde Baru” dan juga Bahtiar Effendy,

“Jalan Tengah Politik Islam;Kaitan Islam, Demokrasi, dan

Negara yang Tidak Mudah”, akan tetapi pembahasan yang

membatasi peran hegemoni politik militer sampai pada tahun

Page 24: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

1990 belum penulis temukan, oleh karena itu penulis melihat

adanya pergeseran politik Orde Baru memasuki era 90-an.

2. Analisis data

setelah diperoleh data dari berbagai sumber (primer dan

sekunder) yang berkaitan dengan objek penelitian maka

selanjutnya dilakukan analisis terhadap data yang diperoleh

tersebut.

Adapun metode analisis yang akan digunakan dalam penulisan skripsi

ini yaitu bersifat deskriptif analitif, yang mana hal ini dimaksud untuk

menggambarkan objek penelitian secara gamblang dan terperinci dengan cara

mengelaborasi berbagai pendapat atau data yang muncul, demi untuk

menggambarkan sosok dari sebuah objek. Selanjutnya menganalisis secara cermat

konsep maupun metodelogi pemikiran yang dipakai dimana ia menjadi titik tolak

pemikiran itu sendiri.

Adapun teknis penulisan skripsi ini, mengacu pada buku pedoman

penulisan skripsi, tesis dan disertasi yang diterbitkan oleh UIN Jakarta press tahun

2004.

E. Sistematika penulisan

Untuk merealisasikan penulisan karya ilmiah ini, maka penulis

menuangkannya dalam bentuk sistematika penulisan agar memudahkan pembaca

dalam menelaah karya tulis ini. Dan sebagai langkah awal adalah sebagai berikut:

Page 25: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

BAB I.: Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, identifikasi dan

perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi

penelitian, sistematika penulisan.

BAB II.: Potret politik Islam era awal Orde Baru dan 1990 yang terdiri dari

pandangan Islam terhadap politik kenegaraan Indonesia, budaya

politik Islam Indonesia dan dampaknya terhadap politik militer,

peran politik Islam masa awal Orde Baru, partai politik Islam tahun

70-an.

BAB III.: Orientasi Orde Baru terhadap pembangunan Indonesia yang terdiri

dari hubungan Orde Baru dan ABRI, karakteristik politik militer

ABRI, misi politik militer ABRI pada Orde Baru.

BAB IV.: ABRI dalam menata perpolitikan nasional terdiri dari sejarah

politik hukum ABRI/TNI, konsep dwifungsi ABRI/TNI dan

dampaknya terhadap politik sipil, kegagalan Orde Lama dan peran

TNI, strategi ABRI dalam depolitisasi politik Islam.

BAB V : Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran serta beberapa

buku yang dijadikan referensi dalam penulisan skripsi ini.

Page 26: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

BAB II

POTRET POLITIK ISLAM ERA AWAL ORDE BARU SAMPAI 1990

A. Pandangan Umat Islam Indonesia Terhadap Politik Kenegaraan

Indonesia

Negara Indonesia dengan mayoritas penduduknya beragama Islam, secara

kuantitas umat Islam sebagai komponen masyarakat sipil yang terbesar merasa

memiliki hak dan tanggungjawab terhadap perkembangan, pertumbuhan dan

kemajuan bangsa dan negara ini. Hal ini dikarenakan umat Islam telah berperan

besar dalam sejarah kelahiran negara bangsa Indonesia. Islam sebagai sebuah

agama dan Islam sebagi sebuah ajaran telah hadir jauh sebelum wujud negara

Indonesia tampak. Dan ia hadir dalam denyut jantung dari pra embrio sampai

menjadi embrio yang pada akhirnya lahir apa yang disebut dengan bangsa

Indonesia.16 Umat Islam Indonesia bukan hanya hadir sebagai bangsa Indonesia,

tapi ia telah banyak melahirkan atau menjadi ibu kandung dari pergerakan

nasional sampai mengantarkan bangsa ini kepintu gerbang kemerdekaan untuk

lepas dari cengkeraman bangsa penjajah dan penindas.

Setelah negara bangsa Indonesia diproklamirkan kemerdekaannya pada

tanggal 17 Agustus 1945 oleh Soekarno dan Hatta, maka sejak saat itu bangsa

Indonesia memasuki tahapan baru dalam kehidupannya berbangsa dan bernegara.

Pada tahun-tahun awal pasca revolusi kemerdekaan di negeri yang mayoritas

16

Adi Sasono, dalam pengantar; Tidak Ada Negara Islam, Surat-surat Nurcholish

Madjid-Mohammad Roem, ( Jakarta: Djambatan), hal.XIX

Page 27: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

penduduknya Islam ini diwarnai dengan pergulatan demokrasi yang sangat kental.

Pergulatan tersebut terjadi di antara kelompok-kelompok yang ingin

memperjuangkan ide-ide mereka mengenai bentuk dan ideologi negara bangsa

menurut perspektif kelompok mereka masing-masing.

Perjalanan sejarah politik Indonesia, di mana Islam merupakan bagian

yang tak terpisahkan, juga diwarnai perdebatan ideologis yang justru mengganggu

usaha mereka dalam menegakkan negara demokratis. Perdebatan ideologis

pertama yang terjadi diantara para pendiri bangsa ini, yaitu dalam sidang pertama

BPUPKI (Badan Persiapan Usaha Proklamasi Kemerdekaan Indonesia), yaitu

ketika para pendiri bangsa ini sedang mempersiapkan “perangkat lunak”

kenegaraan Indonesia.17

Pada kesempatan itu, semangat “formalisasi” hubungan

antara Islam dan negara.

Menurut Herbert Feith di dalam buku “Partisipasi dan Partai Politik” yang

disunting oleh Miriam Budiarjo, bahwa konflik perdebatan ideologi telah terjadi

di Indonesia, yaitu sejak bangkitnya nasionalisme modern yang dimulai pada

tahun 1900 dan 1910-an. Faktor perselisihan ideologi ini terjadi di dalam gerakan

tersebut, yaitu perselisihan antara golongan Islam dan komunis pada tahun 1920-

an, antara golongan Islam dan nasionalis sekuler pada permulaan tahun 1930-an,

serta antara golongan nasionalis yang pro dan yang anti-Jepang pada tahun

sebelum 1942.18

Setelah proklamasi kemerdekaan, pada saat tokoh-tokoh gerakan

nasionalis menjadi tokoh-tokoh pemerintahan, ruang lingkup mereka semakin

17

Bahtiar Effendy, Jalan Tengah Politik Islam;Kaitan Islam, Demokrasi, dan Negara

yang Tidak Mudah, (Jakarta: Ushul Press), hal.34

18 Miriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia),

hal.227

Page 28: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

meluas dan cepat. Mereka mencurahkan sebagian besar waktu mereka untuk

menuangkan ide-ide, ini disebabkan setelah 1945 pertentangan-pertentangan

ideologi semakin meruncing. Sehingga banyak dari kesatuan militer dari republik

muda itu yang berjuang melawan Belanda selama empat tahun berikutnya, jelas-

jelas mempunyai dasar ideologi-sosialis, nasionalis, Islam dan sebagainya.19

Sebagaimana semua partai politik, republik juga harus menghadapi

pemberontakan komunis dan pemberontakan kelompok Islam radikal, seraya tetap

mengadakan perlawanan terhadap Belanda.

Untuk mengetahui bagaimana Umat Islam di Indonesia memandang

hubungan antara agama yang mereka anut, dengan negara sebagai sebuah

organisasi yang harus dikelola untuk kemajuan dan kesejahteraan umat manusia

baik di dunia maupun di akhirat. Dari fakta sejarah dapat kita ketahui bahwa,

kondisi bumi nusantara sebelum agama Islam datang sudah berkembang berbagai

kepercayaan, baik berupa kepercayaan asli seperti animisme, maupun agama-

agama Hindu dan Budha yang berasal dari Asia Selatan. Bahkan percampuran

ajaran pun (sinkretisme) dari berbagai kepercayaan dan agama-agama itu telah

berkembang dengan pesat. Dari keadaan itu dapat diketahui bahwa, bagian dari

masyarakat tertentu telah mencampur adukkan unsur-unsur dari ajaran agama.

Peranan agama dalam kehidupan masyarakat pada masa itu sangat besar

dan sangat mempengaruhi pola dan karakter kehidupan. Dari peninggalan sejarah

19

Ibid, hal.227

Page 29: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

dapat diketahui bagaimana suatu agama sangat berperan dalam kehidupan

termasuk pengaruh agama terhadap kekuasaan dan susunan masyarakat.20

Masuknya agama Islam, tidak merubah hubungan agama dengan negara

(kekuasaan). Kerajaan-kerajaan Islam seperti raja-raja terdahulu, kerajaan Islam

sesuai dengan ajaran agama Islam mempergunakan agama sebagai landasan

kekuasaan raja.21 Perkembangan membawa perubahan dan perkembangan baru di

kalangan masyarakat Indonesia.

Umat Islam Indonesia seperti umat Islam di negara lainnya, atau bahkan di

negara asal agama Islam itu sendiri, yaitu dunia Arab, memiliki satu pandangan

yang sama, bahwa eksistensi suatu negara adalah satu keniscayaan yang wajib dan

harus ada demi keberlangsungan kehidupan umat manusia. Artinya, mengutip

pendapat Husein Muhammad di dalam buku civic education dan pendidikan

kewargaan, negara diperlukan untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan

masyarakat manusia secara bersama-sama. Kata negara telah diterima secara

umum, sebagai pengertian yang menunjukkan sebuah organisasi teritorial suatu

bangsa yang memiliki kedaulatan yang mandiri. Negara merupakan integrasi dari

kekuasaan politik, ia adalah organisasi pokok dari kekuasaan politik. Negara juga

sebagai sebuah agensi (alat) dari masyarakat yang mempunyai kekuasaan untuk

mengatur hubungan-hubungan manusia dalam masyarakat dan menertibkan

gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Ini dikarenakan manusia hidup

didalam suasana kerjasama dan antagonistis (pertentangan). Dan negara adalah

20

Arbi Sanit, Sistem Politik Indonesia; Kestabilan, Peta Kekuatan Politik dan

Pembangunan, (Jakarta: CV. Rajawali), hal.36

21 Ibid, hal.36

Page 30: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

organisasi yang di dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara

sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan

tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu.22 Dari definisi tersebut dapat dikatakan

bahwa negara mempunyai dua tugas, yaitu pertama, mengendalikan dan mengatur

gejala-gejala kekuasaan yang asosial, yakni yang bertentangan satu sama lainnya,

supaya tidak antagonistis yang membahayakan. Dan yang kedua,

mengorganisasikan dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-

golongan kearah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya.

Berdasarkan definisi negara di atas, dalam hubungannya dengan umat

manusia yang secara sosial memiliki hak dan tanggung jawab terhadap

pengelolaan dan penyelenggaraan negara. Maka negara Indonesia yang mayoritas

penduduknya beragama Islam, memiliki pandangan yang beraneka ragam dalam

memahami hubungan antara agama dengan negara. Hal ini disebabkan perbedaan

cara memahami dan menginterpretasikan ajaran yang terdapat di dalam agama

Islam itu sendiri. Jadi tugas dan tanggung jawab dalam pengelolaan negara oleh

sebagian umat Islam tidak hanya dipandang sebagai tanggung jawab manusia

sebagai mahluk sosial akan tetapi juga sebagai mahluk Tuhan yang harus

mempertanggung jawabkan kehidupannya di kehidupan akhirat.

Hubungan antara agama dan negara telah menimbulkan perdebatan yang

terus berkelanjutan tidak hanya terjadi di negara Indonesia, namun juga di negara-

negara lainnya di belahan dunia ini. Pada hakekatnya, negara sebagai sebuah

persekutuan hidup manusia secara bersama, merupakan suatu manifestasi dari

22

A.Ubaidillah (et.all), Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM dan Masyarakat

Madani, (Jakarta: IAIN Jakarta Press), hal.33

Page 31: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

sifat manusia yaitu sifat kodrati manusia sebagai mahluk individu dan mahluk

sosial.23

Perlu disadari bahwa manusia sebagai warga negara selain sebagai

mahluk sosial, juga merupakan mahluk Tuhan.

Pada dasarnya yang menjadi perdebatan adalah, apakah hal-hal yang

berkaitan dengan negara hanya merupakan suatu manifestasi dari kesepakatan

antara manusia sebagai mahluk sosial, atau hal itu berkaitan dengan manusia

sebagai mahluk Tuhan yang menerima wahyu dan petunjuk dari Tuhan dalam

ajaran-ajaran-Nya. Oleh karena itu dasar ontologis manusia masing-masing sangat

menentukan pemahaman konsep hubungan antara agama dengan negara.24

Pola hubungan antara agama dan negara, pada umumnya terdapat

beberapa konsep menurut beberapa aliran dan paham yang berkembang di

beberapa negara dan termasuk juga di Indonesia.

1. Hubungan agama dan negara menurut paham teokrasi.

Menurut paham teokrasi bahwa hubungan antara agama dan negara seperti

dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama,

karena pemerintahan menurut paham ini dijalankan berdasarkan firman-firman

Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan negara dilakukan

atas titah Tuhan. Dengan demikian, urusan kenegaraan dan politik merupakan

manifestasi firman Tuhan. Sistem pemerintahan teokrasi ada yang langsung dan

tidak langsung, menurut paham teokrasi langsung, raja atau kepala negara

memerintah sebagai penjelmaan Tuhan, maka dalam paham teokrasi tidak

23

Ibid, hal.124

24 Ibid, hal.125

Page 32: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

langsung, yang memerintah bukanlah Tuhan sendiri, melainkan adalah raja atau

kepala negara yang memiliki otoritas atas nama Tuhan atau kehendak Tuhan.

2. Hubungan agama dan negara menurut paham sekuler.

Selain paham teokrasi, terdapat juga paham sekuler dalam praktik

pemerintahan, dalam kaitan hubungan agama dan negara. Menurut paham sekuler

agama dan negara harus dibedakan dan dipisahkan. Dalam negara sekuler, tidak

ada hubungan antara sistem kenegaraan dan agama. Dalam paham sekuler, negara

adalah mutlak urusan manusia dengan manusia lainnya (antroposentris).

Sedangkan agama adalah urusan manusia dengan sang penciptanya ( Tuhan ).

3. Hubungan agama dan negara menurut paham komunis.

Komunisme merupakan suatu paham yang berlandaskan pada filosofi

materialisme dialektis dan materialisme historis. Paham ini dipelopori oleh Karl

Marx. Dalam pandangan paham ini agama sebagai candu masyarakat.

Menurutnya, manusia ditentukan oleh dirinya sendiri. Agama dalam pandangan

ini merupakan suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya

sendiri. Manusia adalah dunia manusia sendiri yang kemudian menghasilkan

masyarakat negara. Sedangkan agama dipandang sebagai realisasi fantastis

mahluk manusia, dan agama adalah keluhan mahluk tertindas, oleh karena itu

agama harus ditekan bahkan dilarang.

4. Hubungan agama dan negara menurut pandangan Islam

Dalam Islam, hubungn agama dan negara menjadi perdebatan yang cukup

hangat dan berlanjut hingga kini di antara para ahli. Bahkan menurut Azyumardi

Page 33: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Azra, perdebatan ini telah berlangsung sejak hampir satu abad, dan berlangsung

hingga dewasa ini.25

Masih menurut Azyumardi, ketegangan perdebatan tentang agama dan

negara ini diilhami oleh hubungan yang agak canggung antara Islam sebagai

agama (din) dan negara (dawlah). Dan adapun menurut Munawir Sjadzali, ada

tiga aliran dalam rangka hubungan agama dan negara. Pertama, aliran yang

menganggap bahwa Islam adalah agama yang paripurna, yang mencakup segala-

galanya, termasuk masalah negara. Oleh karena itu, agama tak dapat dipisahkan

dari negara, dan urusan negara adalah urusan agama, serta sebaliknya.

Aliran kedua, mengatakan bahwa bahwa Islam tidak ada hubungannya

dengan negara, karena Islam tidak mengatur kehidupan bernegara atau

pemerintahan. Menurut aliran ini, nabi Muhammad tidak punya misi untuk

mendirikan negara.

Aliran ketiga, berpendapat bahwa Islam tidak mencakup segala-galanya,

tapi mencakup seperangkat prinsip dan tata nilai etika tentang kehidupan

bermasyarakat, termasuk bernegara. Maka ada dua model hubungan Islam dan

Negara dalam aliran ketiga tersebut, yaitu pertama model hubungan integralistik.

Model hubungan integralistik ini diartikan sebagai hubungan totalitas, dimana

agama Islam dengan seperangkat ajarannya dan negara merupakan satu kesatuan

yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan lembaga yang menyatu

(integral). Ini juga memberikan pengertian bahwa negara merupakan suatu

lembaga politik dan sekaligus lembaga agama.

25

Ibid, hal.127

Page 34: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Model hubungan kedua adalah hubungan simbiosis-mutualistik. Menurut

model ini hubungan antara agama dan negara terdapat hubungan yang saling

membutuhkan. Dimana agama harus dijalankan dengan baik. Hal ini hanya dapat

dilaksanakan jika ada lembaga yang bernama negara. Sementara itu, negara juga

tidak dapat dibiarkan berjalan sendiri tanpa agama. Sebab tanpa agama, akan

terjadi kekacauan dan amoral dalam negara. Menurut Ibnu Taimiyah (tokoh Sunni

salafi terkemuka), bahwa agama dan negara benar-benar berkelindan. Tanpa

kekuasaan yang bersifat memaksa, agama berada dalam bahaya. Sementara itu,

negara tanpa disiplin hukum wahyu pasti menjadi sebuah organisasi yang tiranik.

Hal seperti ini juga dikemukakan oleh Al-Ghazali dan Al-Mawardi. Dalam buku

teori politiknya yang sangat terkenal “al-ahkaamu as-shulthaniyyah” Al-Mawardi

mengungkapkan bahwa “negara dibangun untuk menggantikan tugas kenabian

dalam rangka memelihara agama dan mengatur kehidupan dunia “.

Dalam menafsirkan politik Islam di Indonesia dapat digunakan beberapa

tinjauan teoritis. Dalam tinjauan teoritis ini, hubungan Islam dan politik di

Indonesia telah memiliki tradisi yang amat panjang. Akar-akar genealogisnya

dapat ditelususri ke belakang hingga abad ke-13 dan awal abad ke-14, ketika

pertama kali diperkenalkan dan disebarkan di kepulauan ini. Dalam perjalanan

sejarah inilah Islam sambil mengadakan dialog yang bermakna dengan realitas

sosio-kultural dengan politik setempat.

Upaya teoritisasi politik Islam di Indonesia didasarkan kepada kisah

mengenai kekalahan-kekalahan politik Islam secara formal.26

Upaya teoritisasi

26

Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, (Jakarta: Paramadina), hal.23

Page 35: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

politik Islam Indonesia berkembang menjadi kurang normatif dibandingkan

dengan upaya-upaya serupa di jantung wilayah Islam, baik pada periode klasik

maupun modern. Oleh karena itu, teori mengenai politik Islam Indonesia secara

substantif dibangun diatas landasan-landasan empirik dimana perjumpaan antara

Islam dan politik di kepulauan ini berlangsung.

Dari landasan di atas dapat dikemukakan, bahwa selama empat dekade

upaya-upaya teoritis tersebut, sedikitnya terdapat lima pendekatan teoritis

dominan yang pengaruhnya, hingga tingkat tertentu, masih terasa hingga dewasa

ini.

Pendekatan Dekonfensionalisasi Islam

Pendekatan ini dikembangkan oleh C.A.O. Van Nieuwenhuijze, ia

mencoba menjelaskan hubungan politik antara Islam dan negara nasional modern

Indonesia, terutama untuk melihat peran Islam dalam revolusi nasional dan

pembangunan bangsa dalam kerangka teori dekonfensionalisasi.27

Dalam teori politik dekonfensionalisasi ini yang dilihat adalah

kecenderungan akomodasionis kelompok-kelompok sosio-kultural dan politik

Belanda. Situasi sosio-keagamaan Indonesia dimungkinkan dilakukannya studi

kasus perbandingan untuk menguji sejauh mana teori ini bisa diterapkan secara

lintas kultural dan kebangsaan. Indonesia pada periode awal kemerdekaan dapat

dilihat sebagai sebuah arena dengan cukup banyak aktor kuat dengan latar

belakang sosial-keagamaan yang berbeda (misalnya muslim, kristen, nasionalis,

sekularis, modernis, dan ortodoks).

27 Ibid, hal. 24

Page 36: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Islam, menurut Cieuwenhuijze, adalah faktor yang dominan dalam

revolusi nasional. Kalangan Islam, dalam interaksi mereka dengan faktor-faktor

lain, rela melepaskan orientasi mereka “ yang formal dan kaku.” Ini, katanya lebih

lanjut, “agar daya panggil mereka mencakup daya jangkauan yang lebih luas, dan

pada saat yang sama tetap ada jaminan bahwa umat Islam mengakui peran yang

telah mereka mainkan”.

Pesan pokok pendekatan teoritis Nieuwenhuijze terhadap politik Islam di

Indonesia modern barangkali adalah keharusannya untuk menampilkan diri dalam

bentuknya yang obyektif, bukan subyektif, dan karenanya tidak “skripturalistik”.

Teori di atas dalam konteksnya merupakan penafsiran kreatif atas prinsip-prinsip

Islam secara sedemikian rupa, dalam rangka memapankan kembali relevansinya

dengan kehidupan di Indonesia abad ke-20 an, yang lebih penting, di zaman

Indonesia kontemporer.

Pendekatan Domestikasi Islam28

Teori ini sering diasosiasikan dengan karya-karya Harry J.Benda

mengenai Islam di Indonesia. Dalam teori ini salah satu unsur terpenting adalah

perkembangan perebutan kekuasaan antara Islam dan unsur-unsur non Islam

dalam masyarakat Indonesia.29

Indonesia pada periode pasca kolonial

digambarkan sebagai duplikasi ajang pertempuran dimana perebutan kekuasaan

yang terulang kembali antara kalangan Islam dan Jawa tampaknya dimenangkan

kelompok yang terakhir, yaitu” Jawa”. Hal ini tampak dalam rangka tujuan yang

ingin dicapai yaitu: menghilangkan pengaruh “cengkeraman politik” Islam. Jika

28

Ibid, hal. 28 29

Ibid, hal.30

Page 37: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

demikian, maka dapat dikatakan bahwa Islam di Indonesia kontemporer telah

didomestikasi secara terus menerus.

Pendekatan Skismatik dan Aliran30

Jika Benda menawarkan analisis mengenai politik Islam di Indonesia

sebagai perebutan kekuasaan terus menerus antara Islam dan Jawa-isme, dimana

yang pertama selalu berhasil dikalahkan, maka teori ini mencoba untuk

menunjukkan salah satu sumber paling esensial dari pengelompokan-

pengelompokan sosial politik yang berkembang dalam realitas politik di

Indonesia. Dari teori ini politik Indonesia di asumsikan sebagai arena pertarungan

politik antara ortodoksi dan sinkretisme. Teori ini memilah-milah lapisan yang

membentuk masyarakat politik Jawa kedalam “dua kelas religio-ideologis yang

secara logika berbeda satu sama lainn: Jawa (priyayi-abangan) dan Islam.

Menurut Clifford Geertz proses Islamisasi di Indonesia, khususnya pulau

Jawa merupakan proses sinkretisasi antara Islam dan Hinduisme. Pada tahun

1950-an Geertz, mengamati tiga varian kebudayaan Jawa, yaitu priyayi, santri dan

abangan, sebagaimana dijelaskan dalam bukunya, The Religion of Java.

Menurutnya, sub-varian priyayi banyak dipengaruhi oleh ajaran Hindu-Budha dan

pandangan mistik Jawa. Sementara sub-varian abangan sangat kental dipengaruhi

animisme Jawa. Hanya sub-varian santri yang lebih murni mempertahankan

ajaran Islam, dan itupun disertai pandangan elemen-elemen Jawa.31

30

Ibid, hal. 31 31

Masykuri Abdillah, Demokrasi Di Persimpangan Makna, Respon Intelektual Muslim

Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi (1966-1993), (Yogyakarta: Tiara Wacana), hal.23

Page 38: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Dalam perkembangan, sub-varian santri dan abangan cenderung

membedakan umat Islam Indonesia menurut orientasi-orientasi keagamaan

mereka. Abangan merupakan kelompok umat Islam yang tidak menjalankan

kewajiban-kewajiban Islam dan masih mempraktikkan unsur-unsur tradisional

tertentu yang berhubungan dengan Hinduisme, Buddhisme dan Animisme.

Sebaliknya, santri adalah muslim yang taat, yang menjalankan kewajiban-

kewajiban Islam dalam kehidupan masyarakat.32

Pendekatan Trikotomi33

Dalam pendekatan ini dirumuskan pertanyaan bagaimanakah para aktivis

politik Islam memberi respon terhadap berbagai tantangan yang dihadapkan

kepada mereka oleh kelompok elit penguasa. Dalam pandangan pendukung teori

ini, mereka mengakui obsesi masyarakat politik Islam dengan gagasan negara

Islam.34 Mereka juga menyadari antagonisme politik antara kelompok santri

dengan abangan. Terlepas dari itu, mereka tidak otomatis mengasumsikan bahwa

semua aktivis politik Islam memperlihatkan intensitas yang sama sehubungan

dengan agenda negara Islam. Dalam teori ini nampak sekali keragaman dan

kompleksitas politik Islam, dan terdapat tiga pendekatan politik, yaitu

fundamentalis, reformis, dan akomodasionis dalam masyarakat politik Islam.35

Dalam pandangan ketiga kelompok aktivis politik Islam tersebut, Islam

merupakan bagian integral dari batang tubuh politik Islam. Akan tetapi dalam

32

Ibid, hal.24

33 Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, hal. 40

34 Ibid, hal.40

35 Ibid, hal.40

Page 39: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

pandangan mereka mengenai konsep dan ideologi perjuangan umat Islam terdapat

perbedaan yang sangat fundamen. Sejalan dengan konsep kekuasaan, maka tujuan

akhir dari konsep perjuangan politik kelompok fundamentalis, tidak diragukan

lagi, adalah pembentukan negara Islam.36 Sementara itu, bagi kelompok reformis,

tujuan akhirnya adalah kemenangan partai-partai Islam secara formal dalam

pemilihan umum. Dengan itu, kesempatan untuk membangun sebuah masyarakat

Islam tidak serta merta harus dengan negara Islam. Sedangkan dalam pandangan

kelompok akomodasionis, bahwa tuntutan ideologis dan politisnya mendapatkan

jaminan-jaminan administratif dan politik.

Menurut Allan Samson dalam bukunya “Conception of Politik, Power, and

Ideology in Contemporary Indonesian Islam”, keragaman respon politik umat

Islam juga menunjukkan berkembangnya pandangan berdimensi ganda umat

Islam mengenai ideologi negara. Bagi kelompok fundamentalis, berbanding lurus

dengan pandangan mereka tentang kekuasaan dan perjuangan umat Islam,

pertarungan demi memperjuangkan ideologi Islam adalah sebuah tuntutan

imperatif. Sebaliknya, kelompok akomodasionis dan reformis bersedia menerima

kompromi ideologis untuk mendapatkan konsesi-konsesi politis tertentu.

Kepemimpinan dua kelompok politik terakhir ini jelas lebih pragmatis. Mereka

bisa bekerja sama dengan kelompok penguasa-penguasa sekular jika hal itu

menguntungkan kelompok-kelompok yang mereka wakili.

Dalam perdebatan mengenai masalah ideologi dan undang-undang dasar

negara, kelompok santri secara politik mengelompokkan diri dalam aliran politik

36

Ibid, hal.43

Page 40: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

dengan ideologi yang agamis (Islam), sedangkan kalangan priyayi dan abangan

secara politik mengelompokkan dalam aliran politik dengan ideologi yang

sekuler.37 Pada masa sebelum kemerdekaan memang telah terjadi perdebatan-

perdebatan antara A.Hasan dan Mohammad Natsir dari kalangan modernis disatu

pihak dengan Soekarno dari kalangan sekuler.

Arti penting dari pendekatan trikotomi ini adalah untuk mendapatkan

gambaran bagaimana umat Islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia dapat

memecahkan permasalahan politik dalam kerangka persoalan yang realistik.

Pendekatan Islam Kultural

Teori terakhir adalah pendekatan Islam kultural, yang dikembangkan oleh

Donald K. Emmerson. Dalam teori ini diupayakan untuk meninjau kembali kaitan

doktrinal yang formal antara Islam dan politik atau Islam dan negara.38

Menurutnya, kelompok Islam militan mungkin menganut pandangan bahwa Islam

yang berada di luar kekuasaan adalah Islam yang tidak lengkap.

Emmerson juga mengatakan, jika diletakkan dalam perspektif historis dan

empirisnya di Indonesia, maka perumusan teori ini tampaknya dilandaskan kepada

upaya-upaya umat Islam, setelah tahun-tahun kekalahan politis pada sedikitnya

lima bidang: konstitusi, fisik, pemilihan umum, birokrasi, dan simbol untuk

mengerahkan kembali energi mereka dalam rangka mengembangkan sisi non-

politis dari agama mereka. Hal ini dilakukan adalah untuk menghindari

37

Firdaus Syam, Amien Rais dan Yusril Ihza Mahendra Di Pentas Politik Indonesia

Modern, (Jakarta: Khairul Bayan), hal.47

38 Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, hal.45

Page 41: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

perseteruan politik dengan golongan lain dan sesama rekan sendiri, dalam rangka

menumbuhkan kesadaran keagamaan dan sosial para pengikutnya.

Yang lebih inheren dari pendekaan ini adalah agar supaya Islam yang

lebih substantif dan simpatik bisa hadir dan lebih memainkan perannya.39 Strategi

ini dilakukan dengan cara menerapkan ajaran Islam sebagai kesalehan individu

para pengikutnya dan tidak dengan menonjolkan simbol-simbol yang bersifat

formalistik. Dari upaya ini diharapkan umat Islam dapat mempengaruhi

pemerintah yang bersifat otoriter dan menawarkan konsesi-konsesi yang tidak

merugikan umat Islam.

Dari kelima pendekatan teoritis yang dominan di atas, maka dapat

ditelusuri dan diketahui bagaimana umat Islam Indonesia memandang hubungan

politik dan negara. Umat Islam Indonesia bukan merupakan suatu kelompok umat

Islam yang tunggal dan homogenitas, akan tetapi umat Islam Indonesia

merupakan suatu umat yang sangat beragam dan heterogenitas. Sifat dasar Islam

Indonesia yang heterogenitas ini telah melahirkan pandangan yang berbeda-beda

di dalam umat Islam sendiri mengenai politik kenegaraan Indonesia.

Dengan tidak tunggalnya umat Islam yang ada di wilayah nusantara ini,

maka akan melahirkan pandangan yang berbeda-beda juga mengenai hubungan

politik dan negara. Dan dari lima pendekatan teoritis diatas, maka umat Islam

Indionesia dapat di kelompokkan ke dalam tiga kelompok arus utama dalam

memandang hubungan Islam dan negara.

39

Ibid, hal.46

Page 42: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Tiga arus utama (mainstream) politik Islam di Indonesia pada masa awal

Orde Baru tidak berbeda dengan politik Islam pada masa Orde Lama. Lahirnya

ketiga kelompok arus utama politik Islam di Indonesia juga merupakan hasil

dialektis antara umat Islam dengan sosio-kultural dan politik tertentu di tanah

air.40

Tiga arus utama politik Islam di Indonesia tersebut, yaitu arus Islam

formalistik, arus Islam substantivistik, dan arus Islam fundamendalistik. Arus

yang pertama dimaksudkan untuk mengacu pada bentuk pemikiran mereka yang

mempertahankan pelaksanaan yang ketat dari bentuk-bentuk Islam yang formal.

Dalam konteks politik mereka menunjukkan orientasi yang cenderung

mempertahankan bentuk-bentuk pra-konsepsi politik Islam, misalnya pentingnya

partai politik Islam yang formal (menggunakan nama Islam), ungkapan, idiom-

idiom, dan simbol-simbol politik Islam, dan terutama, landasan organisasi secara

konstitusional Islam.41

Formalisme Islam dalam politik dapat dilihat, misalnya pada masa awal

Orde Baru berdiri. Kelompok ini sangat vokal menyerukan dihidupkan kembali

piagam Jakarta, karena menurut mereka umat Islam telah memainkan peran

penting dalam mendirikan rezim Orde Baru. Arus formalistik dan legalistik juga

dapat dilihat dalam orientasi politik para aktivis partai dari kalangan umat Islam,

yang secara historis telah menyakini bahwa partai politik dengan nama Islam

sebagai satu-satunya sarana yang mungkin bagi artikulasi kepentingan politik

orang-orang Islam.

40

M. Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era Orde Baru, (Jakarta: Logos), hal.151

41 Ibid, hal.152

Page 43: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Orientasi politik formalistik dan legalistik di satu pihak menunjukkan

bahwa kulturisasi Islam harus ditrasformasikan ke dalam politisasi. Dan politisasi

harus memunculkan simbolisme Islam.42 Agenda-agenda para aktivis politik

Islam pada masa awal Orde Baru ini menurut sejumlah pengamat menggambarkan

keadaan bahwa ketidakmapuan mereka dalam mensintesakan landasan teologis

dan filosofis dengan realitas sosio-kultural dan politik yang ada.43 Hal ini

khususnya berkenaan dengan upaya mereka untuk merumuskan hubungan antara

Islam dan negara yang dapat diterima secara nasional.

Arus yang kedua, yaitu arus yang menekankan keniscayaan adanya

lembaga-lembaga sebagai badan formal untuk melaksanakan prinsip-prisip Islam

merupakan sifat dasar dari formalisme Islam. Kelompok ini menekankan

pentingnya tingkat makna substansial sambil menolak bentuk-bentuk pemikiran

formalistik.

Istilah ini dimaksudkan untuk menunjukkan orientasi politik mereka yang

menekankan tuntutan manifestasi substansial nilai-nilai Islam dalam aktivitas

politik, bukan sekedar manifestasinya yang normal, baik dalam ide-ide maupun

kelembagaannya. Bagi pendukung orientasi ini, yang lebih penting adalah

eksistensi intrinsik ajaran-ajaran Islam dalam arena politik Indonesia, dan untuk

mendorong Islamisasi perlu dilakukan kulturalisasi, yaitu penyiapan landasan

budaya, menuju terwujudnya masyarakat Indonesia modern.44

42

Ibid, hal.153

43 Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, hal.128

44 M. Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era Orde Baru, hal.156

Page 44: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Bagi kaum substantivis, bahwa dalam persfektif sejarah, kulturalisasi ini

telah memasuki persaingan antara kekuatan-kekuatan budaya yang beragam di

Indonesia, dan Islam hanya salah satu di antaranya. Agar Islam memenangkan

kompetisi ini, Islamisasi menurut kaum substantivis, mestinya mengambil bentuk

kulturalisasi, bukan politisasi; gerakan-gerakan Islam mestinya menjadi utamanya

gerakan budaya daripada gerakan politik.

Gagasan-gagasan bagi penekanan Islamisasi budaya telah diperjuangkan

oleh mereka yang dikenal sebagai pemikir-pemikir indigenis (pemikir yang

menekankan pentingnya memperhatikan unsur-unsur pribumi atau lokal dalam

memahami Islam), yang berupaya memperhatikan cita-cita Islam bagi budaya

nasional Indonesia, yang membedakannya secara jelas antara Islam dan negara.

Sebagai sebuah strategi baru untuk revitalisasi Islam dengan penuh kesadaran para

pemikir-pemikir indigenis merasa yakin bahwa hanya dengan pendekatan Islam

“kultural” jangka panjanglah yang dapat menetralkan kecurigaan militer sambil

secara perlahan-lahan memperkuat akar Islam dalam kehidupan bangsa secara

keseluruhan.45 Salah seorang pencetus indigenisme adalah Abdurrahman Wahid,

tokoh NU yang sejak awal tahun 80-an terkenal karena gagasannya tentang

“pribumisasi Islam” dalam menghadapi kultur masyarakat Indonesia, dimana

Islam hanya berfungsi sebagai salah satu faktor komplementer bagi bangsa

Indonesia secara keseluruhan.

Tapi, sebagaimana yang dikemukakan Fahry Ali dan Bahtiar Effendy,

bahwa pemecahan masalah yang ditawarkan Abdurrahman Wahid sifatnya

45

Robert W. Hefner dan Patricia Horvatich, Islam Di Era Negara Bangsa, (Yogya:

Tiara Wacana), hal.106

Page 45: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

temporal dan hanya bermakna praktis. Idenya Islam sebagai faktor komplementer

bagi kultur Indonesia hanya memberikan “manuver” politik sesaat, dan kemudian

hanya mengarah pada status quo.46 Ini dikarenakan Abdurrahman Wahid, sebagai

aktivis dalam gerakan Islam, nampaknya telah menghadapi logika politik

situasional, yaitu pada saat munculnya ide pendirian ICMI (Ikatan Cendikiawan

Muslim Indonesia) oleh B.J. Habibie yang telah berhasil merangkul beberapa

orang tokoh dan pemikir Islam. Dengan lantang Abdurrahman Wahid sebagai

ketua NU pada saat itu menolak untuk bergabung meskipun sudah didekati oleh

B.J Habibie, bahkan Abdurrahman menuduh bahwa ICMI sebagai sarang

fundamentalis Islam dan sektarianisme dan fokusnya adalah eksklusivistik dan

elitis daripada pan-Indonesia.47

Menurutnya perjuangan demokrasi dan keadilan

dalam sejarah ini seharusnya menerima preseden yang kurang lebih inklusif,

termasuk dari komunitas muslim. Islam seharusnya tidak diidealkan sehingga ia

dianggap sebagai satu-satunya alasan untuk demokrasi, hukum atau keadilan

ekonomi. Sebaliknya Islam digunakan semata-mata sebagai “landasan

inspirasional untuk kerangka nasional tentang masyarakat demokratik”.48 Ide

Abdurrahman tersebut dalam bacaan sebagian pemikir Islam ketika itu merupakan

sebuah ide responsif yang kelihatannya bersifat pragmatis, dan belum terbangun

secara utuh. Akan tetapi kritikan Abdurrahman Wahid tersebut sangat direspon

oleh sebagian kelompok militer yang memang sangat membenci Islam. Dan hal

ini sangat disadari oleh Abdurrahman Wahid, karena militer sudah mulai

46 Fahri Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam, (Bandung: Mizan), hal.

191-192

47 Robert W. Hefner, Islam Pasar Keadilan, (Yogyakarta: Lkis), hal.23

48 Robert W. Hefner dan Patricia Horvatich, Islam Di Era Negara Bangsa, (Yogya:

Tiara Wacana), hal.139

Page 46: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

ditinggalkan oleh Suharto dengan mendirikan ICMI itu adalah sebagai salah satu

jalan untuk mengimbangi penentang-penentangnya di militer, akan tetapi juga

untuk memecah belah gerakan pro-demokrasi berdasarkan garis keagamaan.

Akan tetapi kritikan dan tuduhan Abdurrahman Wahid terhadap ICMI ketika

itu telah ditanggapi oleh sebagian orang-orang yang tergabung di dalam ICMI,

bahwa Abdurrahmanlah yang sebenarnya mengipas-ngipas api sektarianisme dan

bukan mereka.49

Karena Abdurrahman Wahid setelah itu terlihat menjalin

hubungan yang sangat dekat dengan Jenderal L.B Moerdani dengan kelompok pro

demokrasi yang mereka bentuk, seorang jenderal Katolik Jawa yang sangat

membenci Islam. Hal ini menurut mereka berbeda dengan Nurcholish Madjid,

seorang pemikir “non-sektarian” substantivis. Dengan program pembaharuannya,

ia telah berupaya menawarkan kerangka pemikiran yang lebih substansial dan

sistematik.50

Nurcholish Madjid menemukan bahwa, Islam adalah agama fitrah yang

menekankan potensi-potensi yang inheren dalam diri manusia dalam kebebasan

dan kebaikan, Islam adalah agama universal yang mengajarkan cita-cita

kemanusiaan universal, yang mengajarakan inklusivisme, bukan eksklusivisme.51

Pandangan ini didasarkan oleh Nurcholis Madjid dari renungannya atas Islam dan

historisitas umat Islam Indonesia.52

Hakikat Islam yang inklusif ini, menurut

Nurcholish Madjid menyatakan bahwa bentuk interrelasi dan interaksi yang

49

Robert W. Hefner, Islam Pasar Keadilan, hal.23 50

Ibid, hal. 193 51

Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Kita, (Jakarta: Univ.Paramadina), hal.40

52 M.Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era Orde Baru, hal. 158

Page 47: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

inklusif mesti ditegakkan oleh umat Islam Indonesia dalam hubungannya dengan

pluralisme masyarakat Indonesia.

Justifikasi filosofis dan historis para pemikir Islam mengenai hubungan

yang serasi antara Islam dan negara telah mendorong mereka melakukan

substansiasi atas bentuk-bentuk yang ada dari lembaga-lembaga politik. Tingkat

substansi dari pengamatan atas masalah-masalah umat Islam mendorong mereka

meluncurkan pengembangan masyarakat lewat kegiatan-kegiatan non-politik,

yang walaupun demikian memiliki implikasi politik. Oleh karena itu mereka

dimasukkan ke dalam mainstream politik substantivistik.

Arus yang ketiga yaitu, arus fundamentalisme yang secara diametral

mainstreamnya bertentangan dengan mainstream arus pertama dan kedua. Pada

arus ketiga ini cenderung untuk mengangkat kembali sendi-sendi Islam ke dalam

realitas politik sekarang. Mainstream ini, pada titik pangkalnya berkeyakinan

bahwa kedua mainstream pertama telah gagal menunjukkan Islam sebagai

keseimbangan tandingan dalam merespon sistem politik Indonesia.

Kemunculan fundamentalisme Islam di Indonesia dipengaruhi oleh faktor

internasional, yakni perkembangan fundamentalisme Islam di dunia Islam, dan

oleh dinamika dialektis internal dalam politik Islam Indonesia itu sendiri.53

Dengan disebabkan ketidakmampuan dan ketidakefektipan gerakan-

gerakan Islam yang mapan di hadapan rezim yang melakukan depolitisasi atas

Islam melahirkan kelompok penentang dalam masyarakat Islam Indonesia.

Kelompok ini bersikap sangat reaksioner dalam menantang penguasa, dan

53

M.Din Syamsuddin, Islam dan Politik Era Orde Baru, hal.160

Page 48: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

diantara mereka juga menantang kemapanan Islam dengan menawarkan semacam

alternatif.

Sejarah Islam di Indonesia masa Orde Baru telah menyaksikan

kemunculan sejumlah kelompok sempalan, termasuk Islam Jamaah di Jawa

Timur, kelompok Islam Isa Bugis, Jamaah Tabligh dan Jamaah Tanbih. Selain itu

terdapat pula di kalangan generasi muda Islam lingkaran-lingkaran keluarga

(usrah).54

Bagi kalangan fundamentalisme menjelaskan bahwa, Islam terdiri dari

dasar –dasar yang imperatif untuk “aksi”, suatu ide yang keluar dari karakteristik

transformatif dari Islam dan pembelaannya yang nyata bagi orang-orang “lemah

dan dilemahkan” (mustad’afin). Ide tentang transformatif Islam dikemukakannya

dari elaborasi atas sejumlah ayat-ayat al-Qur’an, terutama ayat-ayat yang

menyatakan bahwa misi Islam adalah mentransformasi masyarakat dari kegelapan

menuju terang.

Jika transformasi masyarakat berarti perubahan sosial, maka dapat

disimpulkan bahwa hakikat Islam transformatif menuntut suatu proses perubahan,

apakah itu secara revolusioner ataupun evolusioner. Maka pilihan antara kedua

kemungkinan perubahan ini tidak jelas dalam pemikiran mainstream politik

fundamentalis Islam Indonesia.55

Dan ketiga arus utama politik Islam tersebut masih tetap eksis hingga kini

di bumi nusantara ini. Semuanya menjadi bagian dari nuansa Islam Indonesia, dan

54

Ibid, hal.161

55 Ibid, hal.163

Page 49: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

menjadi arus utama dalam memandang pemikiran hubungan antara Islam dan

negara.

B. Budaya Politik Islam Indonesia dan Dampak terhadap Politik militer

Politik Indonesia mencerminkan kompleksitas budaya dari suatu eksistensi

negara kepulauan (nusantara) yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, yang

sangat beragam dalam geografi, bahasa, maupun identitas etnik disatu pihak, dan

dalam status sosial, posisi ekonomi, dan ideologi keagamaan dipihak lain.

Konstruksi fisik negara Indonesia dan sosial masyarakatnya yang sangat

heterogen ini sangat berpengaruh terhadap konstruksi bangsa Indonesia yang

dicita-citakan. Ikatan kebangsaan merupakan salah satu bentuk ikatan sosial,

disamping ikatan keluarga dan ikatan kesukuan.

Sebagai sebuah negara bangsa, kebangsaan Indonesia yang terdapat di

wilayah nusantara ini, dalam pembentukan awalnya sangat dipengaruhi oleh unsur

Islam sebagai agama mayoritas penduduknya.56 Dari realitas sosial, Islam sebagai

agama mayoritas masyarakat Indonesia, maka dari sebagian elite bangsa

Indonesia menjadikan agama Islam sebagai ideologi perjuangan politiknya, dan

sebagian lagi menjadikan Islam sebagai panduan moral dan etika saja, dan bahkan

sebagian lagi Islam tidak dijadikan sebagai standar apapun di dalam politik

Indonesia.

Umat Islam di Indonesia, walaupun sebagai umat mayoritas negara

Indonesia, akan tetapi bukan merupakan suatu komunitas tunggal (monolitik)

56

Tatang Muttaqin, dkk, Membangun Nasionalisme Baru, (Jakarta: Direktorat

Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga BAPPENAS), hal.27

Page 50: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

dalam pandangan dan budaya politiknya.57

Dari komunitas yang monolitik inilah,

maka tercipta budaya politik yang sangat beragam dan kompleks. Budaya politik

di satu sisi dan Islam di sisi yang lain merupakan dua hal yang berkaitan sangat

erat dalam sejarah perjalanan pendirian negara dan bangsa ini.

Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang

isinya adalah perangkat-perangkat, model-model pengetahuan, yang secara

kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menginterpretasi dan

memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai referensi atau

pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan)

sesuai dengan lingkup yang dihadapinya. Oleh karena itu, budaya merupakan

nilai- nilai dan adat kebiasaan yang terdapat di dalam masyarakat.58

Sedangkan

Islam sendiri merupakan suatu agama yang dibawa oleh nabi Muhammad, rasul

Tuhan dengan ajaran-ajaran yang langsung dari Tuhan untuk disebarkan kepada

seluruh umat manusia.

Kebudayaan lebih dekat dengan ilmu fenomena masyarakat, hal ini

disebabkan karena sistem politik dapat ditinjau sebagai bagian dari sistem sosial

yang hidup dalam sociosphere yang merupakan bidang penelaahan bidang

sosiologi, antropologi, maupun geografi.59

Maka budaya politik tidak lain adalah

pola tingkah laku individu yang terlibat di dalam politik kenegaraan secara

langsung dan orientasi para pelakunya terhadap kehidupan politik yang dihayati,

57

Asep Gunawan (ed), Artikulasi Islam Kultural, Dari Tahapan Moral Ke Periode

Sejarah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hal.VIII

58 A.Ubaidillah,dkk, Pendidikan Kewargaan Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani,

(Jakarta: IAIN Jakarta Press), hal. 14

59 Rusadi Kantaprawira, Sistem Politik Indonesia, Suatu Model Pengantar, (Bandung:

Sinar Baru Algesindo), hal. 24

Page 51: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

diamalkan dan diperjuangkan oleh para anggota suatu sistem politik tertentu.60

Budaya politik juga merupakan persefsi manusia, pola sikapnya terhadap berbagai

masalah politik dan peristiwa politik yang terbawa pula ke dalam pembentukan

struktur dan proses kegiatan politik masyarakat maupun pemerintahan, karena

menyangkut soal kekuasaan, aturan, dan wewenang.61 Pada prinsipnya, budaya

politik sebagai salah satu unsur atau bagian kebudayaan merupakan satu dari

sekian banyak jenis lingkungan dan unsur yang mengelilinginya dapat memberi

pengaruh dan dampak terhadap perkembangan dan aktivitas politik dan sistem

politik tertentu.

Hubungan saling mempengaruhi antara budaya Indonesia yang telah

tumbuh dan berkembang sebelum negara bangsa Indonesia berdiri dengan agama

Islam yang masuk ke nusantara ini, telah memberi warna dan pola hidup dan

budaya politik tersendiri. Secara historis, umat Islam dengan ajaran yang dianut

dan dijadikan pegangan hidupnya berperan besar dalam menentukan sejarah

tumbuh dan berkembangnya perjalanan politik bangsa dan negara ini, dari sejak

pra kemerdekaan, pada masa kemerdekaan; Orde Lama, Orde Baru dan bahkan

pada masa sekarang.

Interaksi antara ajaran Islam dengan budaya bangsa-bangsa yang ada di

negara Indonesia telah menghasilkan pola dan bentuk pemikiran umat Islam

tentang politik berbangsa dan bernegara. Dalam konteks ini, kultur politik Islam

atau orientasi atas nilai-nilai Islam yang diperjuangkan. Nilai-nilai dari kultur

politik Islam, jika dilihat dari sejumlah pengukuran, dan secara umum ada tiga

60

Ibid, hal. 24

61 Ibid, hal. 26

Page 52: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

dimensi dari orientasi politik Islam, yaitu orientasi nilai-nilai politik simbolik

Islam, kedua orientasi atas politik Islam sebagai tuntutan legal spesifik, dan ketiga

yaitu orientasi politik Islam yang substantif.62

Budaya politik yang pada umumnya mencakup beberapa hal, yaitu

orientasi politik, sikap terhadap sistem politik, bagian-bagiannya, serta sikap

terhadap peran kita sendiri dalam sistem tersebut.63 Maka kebudayaan politik

suatu masyarakat merupakan suatu proses menginternalisasikan suatu nilai-nilai

ke dalam kesadaran dirinya, perasaan, dan evaluasi diri serta perilaku hidupnya.

Oleh karena itu mengutip pernyataan Almond ; 64

budaya politik bukan

merupakan suatu kenyataan yang statis dan tidak berkembang dalam ruang

lingkup kehidupan manusia, sebaliknya merupakan sesuatu yang terus berubah

dan berkembang sesuai dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya.

Dengan dinamika politik yang selalu berubah dan berkembang, maka

budaya politik Islam di Indonesia juga akan terus berubah dan berkembang, ini

dipengaruhi berbagai faktor perubahan di dunia global. Budaya politik Islam di

Indonesia dari periode pra kemerdekaan sampai pada periode sekarang terus

berubah dan berkembang. Studi ini untuk mengetahui sejauh mana doktrin dari

ajaran Islam mempengaruhi para elite politik muslim dalam berpolitik.

Studi ini menekankan pembahasan tentang budaya politik Islam pada

masa akhir Orde Lama dan masa awal Orde Baru hingga tahun 1990. Pada masa

62 Jamhari (ed), Gerakan Salafi Radikal di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada),

hal. 213

63 Firdaus Syam, Amien Rais dan Yusril Ihza Mahendra Di Pentas Politik Indonesia,

hal.21

64Ibid, hal.22

Page 53: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

akhir Orde Lama budaya politik Islam sangat simbolistik dan ideologis, seperti

keadaan pada masa awal Orde Lama. Masa akhir dari Orde Lama merupakan

masa demokrasi terpimpin sejak Presiden Soekarno mengeluakan dekrit presiden

5 Juli 1959, yaitu Soekarno dengan didukung oleh kelompok militer menyatakan

kembali ke UUD 1945.65

Dengan keluarnya dekrit tersebut, secara simbolik menandai kekalahan

kultur atau budaya politik Islam yang bersifat legalistik dan formalistik. Di bawah

demokrasi terpimpin presiden Soekarno, artikulasi legalistik dan formalistik

perjuangan gagasan, cita-cita, dan ide dari praktik politik Islam, terutama gagasan

perjuangan Islam sebagai dasar ideologi negara, mulai menunjukkan implikasi-

implikasi bawaannya yang negatif.66

Adapun budaya politik Islam yang legalistik dan formalistik pada masa

akhir Orde Lama yang diwakili oleh partai Masyumi, pada akhirnya dibubarkan

oleh presiden Soekarno dan pemimpin utamanya (seperti Mohammad Natsir dan

Sjafruddin Prawiranegara) di penjarakan. Dengan alasan bahwa oposisi mereka

terhadap pemerintah yang tak berkesudahan, dan juga keterlibatan mereka dalam

pemberontakan PRRI.

Memasuki tahun 1966, setelah terjadinya pemberontakan G30-S PKI

terjadilah pergantian rezim. Rezim Orde Lama dengan demokrasi terpimpinnya

telah digantikan oleh rezim Orde Baru yang dinahkodai oleh Letnan Jenderal

Soeharto sebagai presidennya. Pada tahun pertama dengan mulai berkuasanya

pemerintah Orde Baru, banyak pemimpin politik Islam yang menaruh harapan

65

Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, hal. 110

66 Ibid, hal.110

Page 54: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

besar. Ini disebabkan oleh karena kelompok politik Islam merasa menjadi bagian

penting dari kekuatan-kekuatan koalisi (seperti militer, kelompok fungsional,

kesatuan mahasiswa dan pelajar, organisasi soaial-keagamaan dan sebagainya)

yang telah berhasil menghancurkan PKI dan menjatuhkan presiden Soekarno.

Kedua, yaitu langkah pemerintah Orde Baru membebaskan bekas - bekas tokoh

Masyumi yang pada masa Soekarno di penjara (termasuk Mohammad Natsir,

Sjafruddin Prawiranegara, Mohammad Roem, Kasman Singodimedjo, Prawoto

Mnagkusasmito, dan Hamka). Harapan kelompok politik Islam tersebut, pada

akhirnya tidak menjadi kenyataan setelah pemerintah Orde Baru, dengan

kelompok militer dalam upaya memperkuat perannya sebagai pembela Pancasila

dan UUD 1945, pada Desember 1966 menyatakan bahwa mereka: "akan

mengambil tindakan-tindakan tegas terhadap siapa saja, dari kelompok mana saja,

dan dari aliran apa saja, yang ingin menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945

seperti yang pernah dilakukan melalui pemberontakan Partai Komunis di Madiun,

Gestapu, Darul Islam/Tentara Islam Indonesia [sebuah gerakan Islam yang paling

fanatik pada 1950-an dan memperoleh basis dukungannya di Jawa Barat yang

berupaya mendirikan negara Islam dengan kekuatan senjata] dan Masyumi- Partai

Sosialis Indonesia…dikutip dari Allan Samson di dalam buku Bahtiar Effendy,

Islam dan Negara.

Pemikiran politik Islam di Indonesia, khususnya gagasan mengenai

hubungan antara Islam dan negara yang sangat bersifat ideologis di kalangan

aktivis politik Islam pada masa akhir Orde Lama, pada kenyataannya terus

diperjuangkan sampai pada masa awal Orde Baru. Dalam pandangan kelompok

Page 55: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

ini, bahwa dimensi-dimensi teologis atau filosofis politik Islam dalam memahami

hubungan agama dan negara menjadi prasyarat mutlak dalam membangun dan

mengembangkan bentuk dan landasan dasar negara bangsa ini. Pada dasarnya

pemahaman ini merupakan produk pemahaman umat Islam atas doktrin-doktrin

keagamaan mereka, akan tetapi pada akhirnya merupakan faktor yang sangat

esensial dalam mepengaruhi dan membentuk pemikiran dan praktik para politisi

muslim, khususnya generasi pada masa Orde Lama.67

Dinamika politik Indonesia pada masa Orde Lama yang sangat tidak

menentu, yang pada umunya diakibatkan oleh perdebatan perjuangan untuk

kepentingan ideologis kelompok tertentu dari bangsa yang sangat heterogen dan

multikultural ini, berakhir dengan kebuntuan, permusuhan ideologis dan politis

yang sangat meruncing, dan bahkan kekerasan.

Setelah pemerintah Orde Baru berusaha menata kembali format politik

Indonesia, berberapa pemimpin politik Islam generasi lama menunjukkan sikap

reaktif. Karena itu, terlepas dari kenyataan bahwa agenda-agenda politik mereka

pada tahun-tahun pertama pemerintahan Orde Baru (yakni mendesak supaya

legalisasi piagam Jakarta; menuntut rehabilitasi Masyumi; dan berusaha keras

untuk melibatkan secara langsung para mantan pemimpin Masyumi dalam

Parmusi yang baru didirikan) ditolak, sikap formalistik politik Islam masa lalu

tetap tidak berubah. Inilah yang membuat budaya politik Islam yang merupakan

suatu orientasi politik, sikap terhadap sistem dan perilaku diri sendiri terhadap

format politik dan agama menjadi kaku.

67

Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, hal.128

Page 56: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

C. Peran Politik Islam Era Awal Orde Baru

Era awal Orde Baru yang dimulai pada tahun 1966 sejak Soeharto

mengambil alih kekuasaan untuk mengendalikan ketertiban dan keamanan dalam

negara, dan disahkan melalui sidang MPRS tahun itu. Orde Baru yang pada saat

berdirinya dinakhodai oleh jenderal Soeharto, dikonsepsikan sebagai orde koreksi

total terhadap segala penyimpangan yang dilakukan oleh Orde Lama yang afiliasi

politiknya lebih cenderung kepada kelompok komunis.

Pilihan politik Orde Baru adalah pembangunan yang berorientasi kepada

modernisasi sebagai pilihan strategis yang memiliki dua pengaruh. Pertama,

pemerintah Orde Baru memiliki basis ideologi yang kuat yang langsung

menyentuh hajat hidup orang banyak, sehingga dapat menaikkan dukungan serta

partisipasi politik. Kedua, dukungan dan partisipasi politik masyarakat pada

giliran berikutnya mendukung kelangsungan proses pembangunan sekaligus

mengukuhkan posisi pemerintahan Orde Baru itu sendiri. Dan dalam pidato

kenegaraannya 16 Agustus 1967, Jenderal Soeharto menyatakan bahwa tujuan

Orde Baru adalah untuk mempertahankan dan memurnikan eksistensi dan

implementasi Pancasila serta UUD 1945, sebagaimana ditegaskan oleh Tap.

MPRS No.10/MPRS/1966.

Politik Islam hanya memainkan peran sebagai aktor yang ikut membidangi

kelahiran rezim Orde Baru, dan setelah Orde Baru terciptakan, peran politik Islam

seperti pada masa Orde Lama tidak pernah terdengar lagi. Keterlibatan politik

Islam dalam membidangi kelahiran Orde Baru sangat tampak sekali yaitu ketika

Page 57: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

umat Islam berperan besar dalam usaha untuk menghancurkan PKI (Partai

Komunis Indonesia). Hal ini dikarenakan umat Islam, di sisi lain menganggap

komunisme sama dengan ateis, dan karena itu menjadi musuh utama agama dan

sila pertama Pancasila. Dengan demikian, perjuangan melawan komunisme

dianggap sebagai salah satu aspek jihad melawan musuh-musuh Islam.68

Tidak ada seorangpun yang dapat menafikkan bahwa umat Islam telah

memainkan peranan yang sangat besar dalam menghancurkan kekuatan komunis

di Indonesia dan sebagai salah satu komponen penegak Orde Baru yang sangat

utama.69

Oleh karena itu, pada permulaan lahirnya Orde Baru peranan politik

Islam untuk mendorong dan menjadi penggagas utama untuk melakukan kegiatan

politik yang dilandasi oleh sistem demokrasi.

Kegagalan para aktivis politik Islam untuk memperjuangkan rehabilitasi

partai Masyumi, maka pada pertengahan tahun 1967, dibentuk panitia tujuh untuk

bernegosiasi dengan pemerintah Orde Baru mengenai kemungkinan didirikannya

partai baru.70 Wadah politik baru ini dimaksudkan untuk “menyatukan seluruh

aspirasi dan kekuatan organisasi Islam yang ada dan yang tidak tergabung dalam

sebuah partai“. Pada mulanya Orde Baru tidak mengizinkan berdirinya partai baru

tersebut, dikarenakan Orde Baru sangat khawatir akan ketiadaan mekanisme

politik untuk mengartikulasikan dan mengagregasikan kepentingan-kepentingan

konstituen politik Islam di atas, akan menumbuhkan rasa frustasi yang lebih

68 Masykuri Abdillah, Demokrasi Di Persimpangan Makna, Respon Intelektual Muslim

Indonesia Terhadap Konsep Demokrasi (1966-1993), hal.40

69 Asep Gunawan (ed ), Artikulasi Islam Kultural, Dari Tahapan Moral Ke Periode

Sejarah, hal.267

70 Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, hal. 113

Page 58: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

dalam, yang pada gilirannya dapat mendorong mereka ke arah ekstremisme

politik yang lebih membahayakan.71

Dikarenakan alasan tersebut maka

pemerintahan Orde Baru menyepakati maksud mereka untuk mendirikan

organisasi politik baru. Akan tetapi kesuksesan tersebut diraih setelah melalui

perjuangan yang sangat berat, izin mendirikan partai politik baru pun akhirnya

diberikan kepada bekas konstituen Masyumi.

Demikianlah, pada tanggal 20 Februari 1968, Partai Muslimin Indonesia

(Parmusi) didirikan di bawah pimpinan Djarnawi Hadikusumo dan Lukman

Harun, dua aktivis Muhammadiyah. Akan tetapi didirikannya Parmusi tampaknya

tidak menunjukkan adanya perubahan apa pun dalam hal hubungan antara para

pemimpin dan aktivis Islam politik dengan elite pemerintahan Orde Baru. Hal ini

dikarenakan pemerintahan Orde Baru setidak-tidaknya sama khawatir dengan para

pendahulunya yang selalu mengartikulasikan ideologi politik Islam dengan; (1)

tuntutan kelompok Islam agar Piagam Jakarta dilegalisasikan kembali pada sidang

MPRS tahun 1968, dan (2) dilangsungkan kongres umat Islam Indonesia pada

tahun yang sama.

Dari perkembangan awal ini, pada akhirnya berimplikasi pada, (1) harapan

kelompok Islam untuk memainkan peran lebih besar di bawah pemerintahan Orde

Baru segera menyusut, (2) perkembangan-perkembangan itu menumbuhkan sikap

saling curiga dan memusuhi yang jauh lebih dalam antara para pemimpin serta

aktivis politik Islam dan elite pemerintahan Orde Baru.

71

Ibid, hal.113

Page 59: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

D. Partai politik Islam tahun 1970-an

Partai politik merupakan salah satu sarana masyarakat untuk berpartisipasi

dalam politik. Definisi partai politik secara umum adalah suatu kelompok yang

terorganisir, yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-

cita yang ingin diperjuangkan secara bersama-sama.72 Partai politik yang terdapat

di dalam suatu negara tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan negara. Mengutip

pendapat seorang sarjana bernama Sigmund Neumann , definisi partai politik

adalah, organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif

dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada cara untuk

menguasai kekuasaan pemerintahan dan bersaing untuk memperoleh dukungan

rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang

berbeda-beda.73

Dengan demikian partai politik merupakan perantara besar yang

menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga

pemerintahan yang resmi dan yang mengaitkannya dengan aksi politik di dalam

masyarakat politik yang lebih luas. Pada umumnya masih banyak definisi partai

politik, akan tetapi di dalam pembahasan ini hanya dikemukakan dua definisi saja.

Partai politik sebagai sebuah sarana dan instrumen untuk

mengartikulasikan suatu orientasi dan cita-cita, maka partai politik memiliki

beberapa fungsi. Baik artikuasi kepentingan maupun penggabungan kepentingan

(interest aggregation) yang dilakukan oleh partai politik dalam suatu sistem

72

Miriam Budiardjo, Partisipasi dan Partai Politik, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia),

hal. 16

73 Ibid, hal. 16

Page 60: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

politik merupakan sebuah masukan (input) yang disampaikan kepada instansi-

instansi yang berwenang untuk membuat keputusan yang bersifat mengikat.

Partai politik sebagai sebuah instrumen perjuangan dan artikulasi

kepentingan dari suatu kelompok yang memiliki keragaman kepentingan seperti

di negara Indonesia ini, semestinya harus bersifat alamiah dan berdasarkan seleksi

alam dalam evolusi kehidupan partai tersebut. Artinya di negara yang sangat multi

etnis, multi kultural, dan multi agama yang menjadi realita yang tidak tunggal;

tentunya memiliki keragaman kepentingan yang ingin diperjuangkannya, apalagi

umat Islam sebagai umat mayoritas pemilik saham terbesar di negara ini harus

diberi kebebasan dalam membentuk dan menetapkan corak dan ideologi

partainya.

Kebebasan dalam menentukan hidup dan matinya suatu partai di negara

yang menganut sistem demokrasi adalah konstituen partai tersebut, dan bukan

rezim suatu pemerintahan, seperti yang terjadi di negara Indonesia pada masa

Orde Baru dahulu. Peralihan kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru di

Indonesia pada tahun 1966 telah menjadi malapetaka besar bagi kehidupan

perpartaian di Indonesia. Dalam hal ini yang merasakan dampak kerugian besar

dari kebijakan rezim tersebut adalah umat Islam. Pada kenyataannya sistem yang

telah diterapkan oleh rezim Orde Baru tidak memberi ruang kebebasan dan

kesempatan bagi kelomopk umat Islam tertentu untuk memperjuangkan aspirasi

dan mengaktualisasikan kepentingan mereka melalui partai politik yang sesuai

dengan corak dan karakter kelompok mereka.

Page 61: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Pada masa awal lahirnya Orde Baru, umat Islam menaruh harapan besar

untuk dapat berpartisipasi dan berperan dalam mengatur dan menjalankan roda

pemerintahan negara dengan berjuang melalui partai politik mereka. Akan tetapi

harapan tersebut menjadi sirna dan hilang setelah pemerintahan Orde Baru yang

di topang oleh militer (TNI-Angkatan Darat), pada tahun 1971 menetapkan suatu

kebijakan yang sangat melukai hati dan perasaan umat Islam.

Militer (khususnya TNI-AD) sebagai penopang utama rezim Orde Baru

sangat mencurigai dan mengkhawatirkan jika umat Islam Indonesia akan

menjadikan Islam sebagai dasar negara dan membentuk negara Islam Indonesia.

Di atas kanvas yang besar, inilah periode yang diisi oleh militer yang membangun

dominasinya dalam politik Indonesia dan dengan dukungan kekuasaan Barat,

mengintegrasikan kembali negara ini dengan sistem kapitalis global.

Kepemimpinan militer yang dominan memandang bahwa partai-partai

politik hanya berhasil memecah–belah Indonesia menurut garis-garis agama dan

ideologi, yang mengancam persatuan nasional dan pada akhirnya menimbulkan

kehancuran politik dan ekonomi.74 Orde Baru yang dikomandani oleh Soeharto

mempercayakan kepada Ali Murtopo untuk menciptakan kendaraan politik yang

mampu memenangi pemilihan. Dan Ali Murtopo menjadikan Golkar yang lahir

pada tahun 1964 sebagai kendaraan politik Orde Baru yang pada pemilu pertama

Orde Baru sangat sukses dan meraih suara terbanyak.

74

Vedi R. Hadiz dan David Bouchier (ed), Pemikiran Sosial Dan Politik Indonesia

1965-1999, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti), cet. I, hal. 15

Page 62: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Setelah kekalahan partai-partai politik pada pemilu pertama tahun 1971

berimplikasi terhadap masa depan sistem politik dengan multi partai seperti pada

masa Orde Lama.

Diperlemah oleh kinerjanya yang buruk, posisi tawar partai-partai sangat

berkurang. Ali Murtopo tidak menyia-nyiakan waktu untuk memprakarsai suatu

reorganisasi sistem politik secara besar-besaran, dengan memaksa sembilan partai

politik oposisi untuk melebur menjadi dua partai yang disponsori oleh pemerintah

dengan nama yang sama sekalipun tidak menjelaskan apa-apa, yaitu PPP (Partai

Persatuan Pembangunan) dan PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Militer setelah

sukses memaksa difusi partai-partai politik, untuk selanjutnya semakin

mendepolitisasi masyarakat, dengan ketentuan baru diciptakan, yaitu untuk

mencegah keberadaan partai-partai politik di tingkat yang lebih rendah di tingkat

kabupaten.75 Organisasi-organisasi massa yang berafiliasi ke partai juga dilarang

dan para anggaotanya diserap ke dalam badan-badan korporatis yang didukung

oleh negara, yang pada gilirannya digabung ke dalam Golkar.76

Dari gerakan Orde Baru didukung oleh militer ini, kelompok muslim

merupakan target khusus dan utama untuk menyeragamkan perpolitikan melalui

penyederhanaan keberadaan partai-partai politik.77

Ini mencerminkan bahwa

kaum militer pada waktu itu yang kebanyakan abangan dan mitra-mitranya yang

sekuler atau beragama Kristen sama-sama takut akan kemungkinan munculnya

partai partai Islam sebagai kekuatan politik penting.

75

Ibid, hal.17 76

Ibid, hal.17 77 Ibid, hal.18

Page 63: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Setelah penyederhanaan partai-partai poltik dan dengan dihapuskannya

sistem multi partai setelah pemilu pertama Orde Baru, maka politik Islam yang

semestinya memiliki kebebasan untuk mengekpresikan orientasi politik mereka

secara langsung telah hilang dan mati dari hiruk pikuk panggung politik nasional.

Page 64: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

BAB III

ORIENTASI ORDE BARU TERHADAP PEMBANGUNAN INDONESIA

A. Hubungan Orde Baru dengan ABRI/TNI

Orde Baru yang lahir dalam situasi ketidakstabilan politik, ekonomi dan

hukum di tanah air yang diakibatkan oleh G30-S/PKI yang berdampak pada

kekacauan dalam seluruh sendi kehidupan masyarakat. Hancurnya perekonomian

negara Indonesia pada saat itu disebabkan tingginya tingkat angka inflasi,

sehingga rakyat mengalami kesusahan untuk mendapatkan kebutuhan untuk hidup

mereka keseharian.

Dari keadaan perekonomian negara yang tidak stabil inilah, Orde Baru

atau era pemerintahan nasional baru yang dimulai dengan kepemimpinan

Soeharto melalui sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)

tahun 1966. Orde Baru dengan pemerintahan baru telah mengkonsepsikan dirinya

sebagai koreksi total terhadap pemerintahan Orde Lama yang lebih cenderung

berpihak kepada kalangan kiri (Komunis). Sebagai koreksi total terhadap

pembangunan yang telah dipraktikkan oleh Orde Lama, pilihan Orde Baru adalah

pembangunan yang berorientasi kepada modernisasi sebagai pilihan strategis yang

memiliki dua pengaruh.78 Pertama, pemerintah Orde Baru dengan demikian

memiliki basis “ideologi” kuat yang langsung menyentuh hajat hidup orang

banyak, sehingga dapat menarik dukungan serta partisipasi politik. Kedua,

78

Firdaus Syam, Amien Rais & Yusril Ihza Mahendra Di Pentas Politik Indonesia

Modern, (Jakarta: Khairul Bayan), hal.74

Page 65: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

dukungan dan partisipasi politik rakyat pada giliran berikutnya mendukung

kelangsungan proses pembangunan sekaligus mengukuhkan posisi pemerintahan

Orde Baru itu sendiri.

Koreksi total Orde Baru terhadap segala penyelewengan yang terjadi pada

masa Orde Lama, adalah suatu tindakan yang dilakukan dalam rangka untuk

mempercepat proses pembangunan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD’45.

Hal ini bertolak belakang dengan konsep pemerintahan pada masa Orde Lama,

jika pada masa Orde Lama pembangunan ditekankan pada bidang politik, maka

pada masa Orde Baru mengubahnya menjadi pembangunan pada bidang ekonomi.

Orde Baru selalu mengusung jargon “politik no” dan “ekonomi yes” yang sangat

lantang disuarakan pada masa-masa awal Orde Baru. Pada masa itu para

pendukung Orde Baru malah menciptakan pemikiran-pemikiran tandingan seperti

ide-ide pragmatik, deideologisasi, deparpolisasi, berorientasi pada program

pembangunan.79

Pada masa awal Orde Baru stabilitasi politik telah dianggap sebagai salah

satu dasar berpikir yang empiris bagi masyarakat di Indonesia, termasuk proses

dalam sistem politik itu sendiri. Oleh karena itu usaha penataan kembali kekuatan-

kekuatan politik di Indonesia, telah dianggap sebagai pembuktian terhadap teori

yang melihat adanya hubungan yang positip diantara kehidupan politik dengan

pertumbuhan ekonomi dan sebaliknya kenyataan ekonomi dengan kenyataan

politik.

79

Fahry Ali dan Bahtiar Effendy, Merambah Jalan Baru Islam, Rekonstruksi

Pemikiran Islam Orde Baru, (Bandung: Mizan), hal.95

Page 66: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Setelah kekuasaan secara penuh berada ditangan Soeharto pada tahun

1968 dan berakhirnya dualisme kepemimpinan di Indonesia, maka untuk pertama

kalinya sidang MPRS menghasilkan rencana ekonomi lima tahun pertama Orde

Baru yang di sahkan MPRS sebagai tugas kabinet mendatang.80 Soeharto dan

orang-orang kepercayaannya, di bawah petunjuk asisten intelijen pribadinya Ali

Murtopo, maka telah mulai untuk meletakkan dasar-dasar dari rezim Orde Baru.

Langkah pertama yaitu dengan menjadikan organisasi birokrasi dan Golkar

sebagai instrumen utama Orde Baru.81

Pada awal berdirinya rezim Orde Baru, TNI telah memainkan peran yang

sangat dominan, bahkan rezim ini menurut sebagian pengamat politik Barat

sebagai rezim diktator militer.82

Perwira-perwira tinggi militer khususnya AD

(Angkatan Darat) telah menjabat posisi kunci di kabinet dan pada level atas

birokrasi, dan telah dialokasikan 20% untuk kursi jabatan di DPR.

Golkar pada masa Orde Baru diposisikan sebagai partai pemerintah, oleh

karena itu Golkar memiliki dua sokoguru yang kuat, yaitu Angkatan Bersenjata

(kelompok pendukung utama) mempunyai misi untuk menjamin kemenangan

Golkar. Alasannya adalah, bahwa hanyalah melalui kemenangan Golkar stabilitas

politik dan Pancasila bisa dipertahankan. Sedangkan kekuatan kedua adalah

birokrasi. Semua pegawai negeri sipil adalah anggota organisasi yang disebut

80

Sjahrir, Ekonomi Politik Kebutuhan Pokok, (Jakarta: LP3ES), hal.128

81 Angel Rabasa dan John Haseman, The Military And Democracy In Indonesia, (Santa

Monica: RAND), hal.36

82 Ibid, hal. 36

Page 67: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Korpri (Korp pegawai republik Indonesia) dengan garis hirarkisnya turun sampai

ke tingkat desa untuk menjamin kemenangan Golkar.

Orde Baru yang ditulang punggungi oleh militer amatlah traumatis dengan

disintegrasi nasional dan stabilitas politik yang dapat menghambat rencana

pemerintah untuk menjalankan pembangunan ekonomi. Lebih jauh lagi Orde Baru

melakukan penekanan dan pembatasan secara luas partisipasi politik rakyat secara

langsung. Kooptasi negara terhadap berbagai kekuatan masyarakat, serta berbagai

regulasi ekonomi dan politik pada masa Orde Baru juga dilakukan melalui

intimidasi dan kebijakan politik represif kelompok militer, yang berlindung

dibalik jargon stabilitas dan keamanan nasional.

Menurut Richard Tante, pada masa Orde Baru juga aktualisasi politik

masyarakat telah ditekan di bawah bayang-bayang kekuasaan militer yang sangat

besar, terutama melalui praktek intelijen. Dalam kerangka ini, Tante kemudian

menyebutkan Orde Baru sebagai pemerintahan yang menjalankan model “negara

militer rente”.83

B. Karakteristik Politik Militer ABRI/TNI

Karaktristik militer Indonesia pada masa Orde Baru adalah militer politik

dan bukan militer profesional. Militer politik merupakan antitesa dari teori

Huntington. Persepsi tentara mengenai dirinya sebagai kekuatan politik berasal

83

Eef Saefullah Fatah, Zaman Kesempatan, Agenda-agenda Besar Demokratisasi

Pasca Orde Baru, (Bandung: Mizan), hal.10

Page 68: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

dari perbedaan yang kabur tentang fungsi militer dan fungsi politik dalam masa

perang kemerdekaan melawan Belanda.84

Sebagai tentara politik, ABRI memiliki karakter inti yang dipopulerkan

oleh Finer dan Janowitz, yaitu: militer secara sistematis mengembangkan

keterkaitan yang erat dengan sejarah perkembangan bangsa serta arah evolusi

negara. Hal ini dilakukan dengan mengkombinasikan prinsip hak sejarah

(birthright principle) dan prinsip kompetensi (competence principle). Berangkat

dari dua prinsip dasar inilah ABRI/TNI menciptakan peran sosial dan politiknya.

Prinsip hak sejarah menurut ABRI/TNI didasarkan pada suatu interpretasi sejarah

bahwa militer berperan besar dalam sejarah pembentukan bangsa dan juga telah

melakukan pengorbanan yang tidak terhingga untuk membentuk dan

mempertahankan negara. Pada gilirannya, sejarah asal–usul dan peran awal militer

tersebut telah membentuk suatu tradisi dan seperangkat nilai.85 Sedangkan prinsip

kompetensi didasarkan pada ide bahwa militer merupakan institusi terbaik yang

dimiliki negara untuk mempertahankan dan mencapai kepentingan nasional

bangsa. Faktor utama bagi kelompok militer yang mendasari penilaian ini pada

masa Orde Baru, yaitu wacana tentang ketidak mampuan institusi sipil untuk

mengelola negara, ditandai dengan merebaknya berbagai krisis nasional.

Dari dua prinsip hak yang dikombinasikan oleh ABRI ini, maka pada

akhirnya ABRI menjelma menjadi kekuatan sosial politik yang paling

berpengaruh dalam menentukan arah dan kebijakan negara. Perpaduan dua prinsip

84

Harold Crouch, Militer dan Politik Di Indonesia, (Jakarta: Sinar Harapan), hal.22

85 Indria Samego, “…Bila ABRI menghendaki”, (Bandung: Mizan), hal. 62

Page 69: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

tersebut dilakukan sepanjang sejarah perkembangan militer Indonesia, mulai dari

masa perjuangan kemerdekaan Indonesia hingga pasca Orde Baru.

Pada masa Orde Lama, militer Indonesia berkonsentrasi untuk

mengedepankan hak sejarah, terutama dengan mengidentifikasi dirinya sebagai

aktor yang berperan penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan dan

mendukung penuh kebijakan nasionalistik pemerintah untuk meredam gerakan–

gerakan separatis serta upaya untuk mewujudkan kedaulatan teritorial Indonesia.

Wacana ini dikembangkan terus untuk membentuk pemahaman bahwa ABRI

merupakan suatu entitas yang lahir dengan sendirinya (self-creating entity) yang

berbeda dengan militer di negara Barat dan memiliki kemanunggalan dengan

rakyat.

Di tahap kedua, militer Indonesia menjelma menjadi penjaga dan penyelamat

bangsa (the guardian and the savior of the nation). Ini dilakukan dengan

menempatkan militer Indonesia sebagai pelindung utama Pancasila. Penempatan

ini mulai dirintis oleh Nasution melalui perumusan doktrin dwifungsi di tahun

1950-an dan mendapat kulminasinya dalam pemberontakan PKI 1965.

Pada tahap akhir, yaitu dengan mengkombinasikan antara hak sejarah

dengan prinsip kompetensi militer dengan menempatkan militer Indonesia sebagai

satu- satunya aktor yang mampu menegakkan integritas bangsa sekaligus menjadi

aktor pembangunan nasional. Perpaduan ini dilakukan dengan memperkenalkan

strategi pembangunan politik - ekonomi yang menggabungkan tahap pertumbuhan

lima tahun yang diperkenalkan oleh Rostow dengan strategi stabilisasi politik -

keamanan yang diungkapkan oleh Huntington. Kombinasi model Rostow–

Page 70: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Huntington ini menghasilkan strategi pembangunan terencana jangka panjang

yang menempatkan stabilitas politik keamanan sebagai prasyarat utama

pembangunan ekonomi. Strategi ini menempatkan militer di titik sentral.

Politik militer di Indonesia yang telah di mulai sejak masa Orde Lama dan

mencapai puncak akumulasinya pada masa Orde Baru. Politik militer Indonesia

sangat dipengaruhi oleh karakter budaya Jawa, seperti mitologi Jawa dan konsep

Jawa tentang kekuasaan, dimana seorang satria harus memiliki kesetiaan tanpa

pamrih kepada raja.86

Dipihak lain, satria tidak terbatas kepada peran militer

semata – mata. Ia juga adalah seorang administrator, yang pada akhirnya

melahirkan karakter militer yang sangat otoriter dan refresif.

Dalam mengidentifikasi karakter politik militer ABRI/TNI yang berjalan

selama masa pemerintahan rezim Orde Lama dan Orde Baru, maka dapat

ditelusuri dengan berbagai peran politik dan sejauh mana keterlibatan kelompok

militer dalam suatu pemerintahan.

Konsep pemerintahan (pretorianisme) lebih banyak mengacu pada

fenomena keterlibatan atau intervensi kelompok militer dalam arena politik atau

urusan-urusan pemerintahan suatu negara. Alasan keterlibatan militer ini menurut

Nodlinger disebabkan oleh pandangan subyektif kaum militer yang

menggambarkan korp mereka sebagai perwira-perwira yang bertanggung jawab

86

Ulf Sunddhaussen, Politik Militer Indonesia 1945 – 1967, Menuju Dwi fungsi ABRI,

(Jakarta: LP3ES), h.468

Page 71: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

dan berjiwa patriotik yang mengintervensi pemerintahan sipil karena tanggung

jawabnya kepada konstitusi dan negara.87

Dalam konteks pemerintahan negara modern campur tangan korp militer

dalam arena politik dirujuk dengan beberapa sebutan diantaranya, “prajurit

berkuda” karena posisi tradisional para perwira militer tersebut sebagai

penunggang kuda, atau dikenal juga sebagai “tentara berbaju sipil”. Julukan lain

adalah “pasukan bedah besi” karena pengalaman campur tangan militer melalui

tindakan tegas tentara untuk memulihkan situasi politik dan ekonomi.88

Sedangkan sebutan militer sebagai “birokrat bersenjata” lantaran sikap politik

mereka dan cara pemerintahan korp perwira militer yang nyaris mirip dengan

pemerintahan sipil.

Campur tangan militer terhadap pemerintahan sipil melalui beberapa cara

yang kemudian lazim menjadi ciri khas rezim militeristik. Diantara bentuk

campur tangan militer itu antara lain:

a.Ancaman militer secara terang-terangan untuk tidak melakukan kudeta

terhadap pemerintahan sipil jika tuntutan yang mereka ajukan dikabulkan.

b.Mengambil alih kekuasaan pemerintah dan mengubah rezim sipil menjadi

rezim militer.

Sedangkan cirri-ciri rezim militer (sekalipun pimpinannya telah mengganti

atribut-atribut militer dengan sipil, seperti presiden atau perdana menteri) adalah:

a.Tentara mendapat kekuasaannya melalui kudeta

87

A. Ubaidillah, et. Al, Pendidikan Kewargaan, Demokrasi, HAM, dan Masyarakat

Madani, (Jakarta: IAIN Press), hal.103

88 Ibid, hal.104

Page 72: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

b.Para pejabat petinggi negara telah bertugas atau terus bertugas dalam

angkatan bersenjata.

c.Pemerintahan masih terus bergantung kepada dukungan perwira militer aktif

dalam mempertahankan kekuasaannya.

Elit militer atau para pretorian memiliki sikap politik yang umumnya sama, di

antaranya memiliki sikap meragukan kegiatan politik massa dan peranan politisi

sipil, dan sikap menunjukkan tingkah laku politik mempertahankan kepentingan

kelompok militer yang bersekutu. Dan dalam pemerintahan, mereka membentuk

struktur otoritarian

Secara umum tipologi pretorianisme, menurut Nordlinger, dapat

diklasifikasikan ke dalam tiga model pretorian, yaitu :

1. Moderator Pretorian

Ciri khas moderator pretorian adalah mereka menggunakan hak veto atas

keputusan pemerintahan dan politik, tanpa menguasai pemerintahan itu

sendiri. Meskipun pihak sipil yang memerintah, namun kekuasaan mereka

diawasi oleh militer yang tidak akan menerima supremasi pihak sipil.

2. Pengawal Pretorian

Pemerintahan militer model ini merupakan fase lanjutan dari model

moderator pretorian. Jika yang pertama bersifat konservatif, kelompok ini

lebih bersifat reaksioner terhadap kebijakan sipil ketika menjalankan

pemerintahannya. Sebagai kelompok reaksioner mereka berusaha melakukan

perubahan-perubahan, prinsip-prinsip dasar dalam politik, ekonomi dan

kehidupan sosial, dengan tetap membatasi kegiatan dan hak sipil.

Page 73: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

3. Penguasa Proterian

Pemerintahan militer model ini memiliki karakteristik yang berbeda

dengan kedua model pemerintahan militer di atas. Model ketiga ini tidak saja

menguasai pemerintahan tapi juga mendominasi rezim yang berkuasa, bahkan

kadangkala mencoba menguasai sebagian besar kehidupan politik-ekonomi

dan sosial melalui pembentukan struktur dan cara-cara mobilisasi.

C. Misi Politik Militer ABRI Pada Masa Orde Baru

Kekecewaan para perwira ABRI terhadap pemerintah sipil muncul

kembali pada awal 1950-an, ketika pemerintah akan melakukan rasionalisasi

tentara. Kekesalan juga muncul karena pemerintah ingin menentukan jabatan –

jabatan kunci di Angkatan Darat. Ini menghasilkan pertistiwa 17 Oktober 1952

yang merupakan gerakan politik yang dilakukan oleh perwira-perwira ABRI

untuk memaksa presiden Soekarno membubarkan DPRS yang dianggap telah

merugikan pihak militer.89

Perkembangan politik berikutnya di Indonesia adalah terjadinya

ketidakstabilan politik sebagai akibat dari pertentangan politik yang hebat dan

mendalam antara partai-partai politik. Ketidakstabilan dan konflik ideologis

antara partai-partai politik berujung pada pemberontakan daerah yang dilakukan

oleh PRRI/Permesta.90

Kekacauan–kekacauan politik yang terjadi pada masa Orde Lama berakhir

setelah Orde Baru tampil ke atas panggung kekuasaan di tengah kemelut sekitar

89

Indria Samego et. al,’’....Bila ABRI Menghendaki, hal. 83

90 Ibid, hal. 83

Page 74: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

kehancuran sistem demokrasi terpimpin. Di bawah demokrasi terpimpin kaidah-

kaidah birokrasi telah menjadi lumpuh ketika inflasi merajalela tak terkendali

dengan konflik-konflik politik yang memuncak, sehingga polarisasi kekuatan-

kekuatan yang paling bertentangan itu tidak dimungkinkan dilakukannya

perbaikan-perbaikan administratif.91 Setelah pengambilalihan kekuasaan ditahun

1966, perhatian utama para perwira senior lebih tertuju pada terciptanya kondisi-

kondisi menguntungkan untuk meluasnya kesempatan perdagangan, dengan

harapan akan dapat dimanfaatkan bersama rekan-rekan usaha mereka dengan

sebaik–baiknya. Dan banyak pula perwira yang relatif berorientasi “profesional”

berhasrat untuk mengembangkan sistem yang lebih tertib, yang menghormati

patokan-patokan birokrasi dan profesi.

Dalam tahun – tahun permulaan Orde Baru, jenderal-jenderal “politik” dan

“uang” pada lingkaran terdekat dengan presiden diberi keleluasan bergerak

sebebas – bebasnya. Pada dekade tahun 1970-an kekuasaan yang berlebihan

tersebut mendapat tantangan-tantangan dari perwira-periwa yang berhaluan

pembaharuan, yang berhasrat untuk membangun suatu sistem yang lebih

berdisiplin. Mereka yang mendengungkan pembaharuan itu, sebenarnya bukanlah

untuk mengadakan perubahan yang radikal, akan tetapi untuk menyelamatkan

sistem itu menurut aturannya. Seperti lawan-lawan militernya, mereka pun

menginginkan militer yang tetap berkuasa.

Politik militer Orde Baru merupakan suatu fase kontinuitas dari peran

politik militer pada masa Orde Lama. Seperti pada masa Orde Lama, militer pada

91

Harold Crouch, Militer dan Politik Di Indonesia, hal.343

Page 75: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

masa Orde Baru terus berusaha memantapkan dan mengokokohkan posisi dan

peran politiknya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Militer Pada masa

Orde Baru menghendaki adanya ketertiban dan kondisi yang stabil dan baik dari

segi politik, ideologi maupun masyarakat. Militer pada masa ini memposisikan

dirinya sebagai penjaga integritas bangsa dan negara, pengaman jalannya

pembangunan, melindungi keamanan dan ketertiban negara, penjaga ideologi

tunggal Pancasila, dan sebagai dinamisator dari pada pembangunan.

Pada masa awal Orde Baru, tindakan politik yang dimainkan oleh

kelompok militer adalah untuk mengembangkan kepentingan bersama yang

melampaui kepentingan golongan militer dan menentang kepentingan kelas yang

diwakili oleh golongan komunis.92

Hal ini dikarenakan ABRI/TNI-AD tujuan

utamanya adalah stabilitas nasional dan pembangunan ekonomi nasional.

Landasan politik militer ABRI khususnya TNI-AD mendapat

legitimasinya setelah lahirnya konsep “Dwifungsi ABRI” pada masa Orde Baru

dan pada masa Orde Lama dikenal dengan “konsep jalan tengah” ABRI yang

diperkenalkan oleh Nasution pada 1958, yang intinya pemberian kesempatan

kepada ABRI, sebagai salah satu kekuatan politik bangsa, untuk berperan serta di

dalam pemerintahan atas dasar “ Asas Negara Kekeluargaan”. Konsep Nasution

juga dicetuskan sebagai upaya untuk mencegah militer melakukan kudeta

terhadap pemerintah sipil.93

Karena jika sekali kudeta dilakukan, maka kudeta

berikutnya secara simultan akan datang silih berganti.

92

Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967,Menuju Dwi Fungsi ABRI,

hal.445

93 Indria Samego et al, “....Bila ABRI Menghendaki”, hal.59

Page 76: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Pada masa awal Orde Baru dari konsep dwifungsi ABRI tersebut lahirlah

suatu perwujudan yang nyata dari orientasi politik militer ABRI, yaitu dengan

penugasan prajurit ABRI dalam lembaga-lembaga, instansi, badan, atau organisasi

diluar jajaran ABRI.94 Penugasan ini dalam rangka untuk mengamankan bangsa

Indonesia dari pengaruh komunisme, dan pada masa selanjutnya untuk

menyukseskan pembangunan nasional.

94

Ibid, hal.96

Page 77: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

BAB IV

ABRI/TNI DALAM MENATA PERPOLITIKAN NASIONAL

A. Sejarah Politik Hukum ABRI/TNI

Dalam catatan berbagai produk hukum yang dibuat sejak Republik ini

berdiri, tarik menarik posisi ABRI yang pada awalnya disebut TNI (Tentara

Nasional Indonesia) dalam politik nasional berhubungan secara langsung dengan

situasi politik konstekstual dan besarnya desakan keterlibatan TNI didalam

politik. Tidak bisa di pungkiri bahwa dilegalisasi kehendak TNI dalam kebijakan

masa lalu adalah hasil dorongan otoritas politik sipil disatu sisi dan desakan TNI

disisi lain.

Dalam sejarah politik hukum TNI ada empat persoalan mendasar yang

melatar belakangi dan memberi legitimasi bagi TNI untuk terlibat di dalam dunia

politik yang semestinya menjadi hak masyarakat sipil.

a. Konsep manunggal TNI dengan rakyat

Konsep “manunggal dengan rakyat”,” tentara rakyat”, atau “tentara

pejuang” yang telah menjadi ciri khas jati diri TNI di masa revolusi fisik (yang

pada awalnya adalah tentara keamanan rakyat/TKR) kemudian memberi watak

dan kepribadian tersendiri pada angkatan perang Indonesia yang dilahirkan dari

dan oleh rakyat.95

Dalam pengertian TNI dari dan oleh rakyat mengandung makna

95

Hidayat Mukmin, TNI dalam politik luar negeri, (Jakarta: sinar harapan), hal.43

Page 78: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

bahwa TNI pada mulanya berasal dari berbagai golongan masyarakat, elemen, dan

organisasi. Kelompok pergerakan yang dimaksud antara lain ialah PETA, KNIL,

Laskar pemuda sosialis Indonesia (Pesindo) yang condong kekiri

(sosialis/komunis), Barisan banteng yang dekat dengan partai nasional Indonesia

(PNI/Nasionalis), Hizbullah yang erat dengan partai Islam Masyumi, Tentara

pelajar (TP), Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP) dan kumpulan orang-

orang daerah. Diantara golongan itu, ada yang sangat setia kepada organisasi

politik yang mereka ikuti. Ketika memasuki tentara, corak politik dan sikap

organisasi masing-masing masih dibawa serta. Disamping itu, perang gerilya

melawan kolonial memaksa tentara melakukan tugas diluar bidang militer, karena

sifat perang itu menyeluruh dan semesta.96

Mereka yang berasal dari berbagai

elemen itu pada sidang PPKI ke-3 tanggal 22 Agustus 1945 ditetapkan untuk

dibentuk menjadi Badan Keamanan Rakyat (BKR). BKR bertugas untuk

memelihara ketertiban dan kemanana di daerah-daerah. 97 Mereka ini didorong

untuk berbakti dan mengabdi kepada bangsa dan Negara yang kedaulatannya

menghadapi pihak penjajah. BKR mempersenjatai, melengkapi, dan membekali

diri sendiri; disusun secara kedaerahan (teritorial administrative), menurut daerah

asal mereka masing-masing. Baru pada tanggal 7 juni 1947 dikeluarkan penetapan

presiden yang antara lain menetapkan bahwa mulai tangggal 3 juni 1947 disahkan

secara resmi berdirinya Tentara Nasional Indonesia (TNI). Dalam TNI ini

96

Abdoel Fatah, Demiliterisasi tentara, pasang surut politik militer 1945-2004,

(Yogyakarta: LkiS), hal.54

97 Hidayat Mukmin, Dwifungsi ABRI, Perkembangan dan perannya dalam kehidupan

politik di Indonesia, (Yogyakarta: Gadjah Mada university press), hal.10

Page 79: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

tergabung TRI, biro kesatuan dari perjuangan, dan pasukan-pasukan bersenjata

lainnya.

Pada masa itu, para perwira militer juga mengurusi masalah politik,

ekonomi, pemerintahan dan sebagainya. Oleh karena itu keterlibatan ABRI/TNI

dalam panggung politik di tanah air tidak dapat dilepaskan dari sejarah lahir,

tumbuh dan berkembangnya ABRI/TNI dalam perjuangan bangsa Indonesia.

ABRI/TNI lahir bersamaan dengan meletusnya revolusi rakyat, ia lahir dari anak-

anak rakyat sendiri, oleh karena itu ABRI/TNI menyatakan dirinya juga sebagai

anak kandung dari revolusi kemerdekaan. ABRI adalah angkatan bersenjata yang

lahir dan tumbuh dengan kesadaran untuk melahirkan kemerdekaan, membela dan

mengisi kemerdekaan. ABRI pertama-tama angkatan bersenjata pejuang dan baru

setelah itu angkatan bersenjata profesional. Kelahiran dan pertumbuhan ABRI

yang demikian itu membuat ABRI juga berhak dan merasa wajib ikut menentukan

haluan Negara dan jalannya pemerintahan. Inilah sebab pokok, mengapa ABRI

mempunyai dua fungsi, yakni sebagai kekuatan militer dan pertahanan dan

keamanan yang merupakan status dan kedudukan ABRI sebagai alat Negara, dan

fungsi sebagai kekuatan sosial dan politik yang merupakan alat pejuang rakyat.98

TNI sebagai alat perjuangan rakyat selama masa perang gerilya setelah

terjadi agresi militer Belanda ke-2 dengan menyerang dan menduduki ibu kota RI

Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948. Dengan adanya serangan tersebut

presiden Soekarno dan wakil presiden Mohammad Hatta beserta beberapa menteri

di tahan Belanda. Dan mandat untuk memimpin pemerintahan darurat republik

98

Ibid, hal.7

Page 80: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Indonesia (PDRI) diserahkan Soekarno kepada Mr. Syarifudin di Sumatera.99

Namun perjuangan sesungguhnya terletak pada perjuangan bersenjata seluruh

rakyat dengan pemimpin TNI sebagai inti kekuatan, yang secara strategis

dipimpin oleh Jenderal Sudirman. Pelaksanaannya dikendalikan oleh kolonel

A.H.Nasution selaku panglima komando Jawa, menyatakan berlakunya

“pemerintahan militer untuk seluruh tanah Jawa” dengan tujuan untuk

menyelamatkan Republik Indonesia. Dikelurkanlah instruksi MBDK

No.1/MBDK/1948 yaitu “intruksi bekerja pemerintah militer untuk seluruh Jawa”

yang menetapkan landasan perjuangan :

1.Republik harus tetap berjuang sebagai negara

2.Pemerintahan harus terus berjalan

3.Pemerintahan militer adalah satu-satunya alat dan perjuangan

Dan adapun susunan pemerintah militer seluruh Jawa adalah sebagai berikut:

a). Panglima besar angkatan perang sebagai pemimpin tertinggi

b). Panglima tentara dan teritorial Jawa untuk pimpinan Jawa dan Madura

c). Gubernur militer untuk propinsi

d). Komando militer daerah untuk keresidenan

e). Komando distrik militer untuk kabupaten, dan

f). Komando onder distrik militer untuk kecamatan

Dari uraian diatas dapat diketahui, bahwa selama mengobarkan perang

gerilya itu TNI tidak hanya melaksanakan fungsi militer, melainkan juga

melaksanakan fungsi sosial politik, dengan menugaskan pula personil militer pada

99

Ibid, hal.17

Page 81: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

bidang-bidang non militer. Disamping itu para komandan daerah untuk masing-

masing tingkat juga melaksanakan fungsi pembinaan politik; minimal mencegah

timbulnya ketegangan dan atau bentrokan antara kekuatan-kekuatan politik yang

ada dan maksimal menggalang potensi rakyat untuk menghadapi musuh. Selama

perang gerilya itulah TNI secara nyata hidup menyatu dan manunggal dengan

rakyat dan melaksanakan perang rakyat semesta.100

Konsep kemanunggalan TNI dengan rakyat atau ”tentara rakyat”, atau

“tentara pejuang” yang selanjutnya menjadi simbol dari ciri khas jati diri TNI,

secara formal konsep tersebut di tuangkan dan menjadi salah satu bagian dari

Doktrin Ubaya Cakti yang ditetapkan dalam seminar Angkatan Darat I di

Bandung, April 1965. Dalam doktrin itu disebutkan bahwa jati diri dan citra diri

mereka adalah sebagai “anak revolusi, tentara rakyat, tentara pejuang” dan

kekuatan “progresif revolusioner” yang salah satu tugasnya adalah membela sang

saka merah putih hingga titik darah penghabisan, serta menjadi suatu kekuatan

sosial politik dan kekuatan militer yang berperan sebagai alat revolusi, alat

demokrasi, dan alat kekuasaan negara.101

Dan adapun doktrin Tri Ubaya Cakti yang dihasilkan pada seminar

Angkatan Darat I di Bandung tahun 1965, terdiri atas tiga bagian : pertama,

Doktrin Kekaryaan TNI yang menetapkan Angkatan Bersenjata merupakan suatu

“kekuatan sosial politik dan kekuatan militer, ”bagian daripada “kekuatan-

100

Ibid, hal.18

101 Salim said, Tumbuh dan Tumbangnya Dwifungsi, (Jakarta: Aksara karunia), hal.60

Page 82: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

kekuatan progresif revolusioner,”menetapakan sekaligus perannya sebagai alat

revolusi, alat demokrasi, dan alat kekuasaan negara.102

Bagian kedua dari doktrin Tri Ubaya Cakti disebut Doktrin Perang

Revolusi Indonesia. Di sini ditekankan bahwa hakikat perang revolusi Indonesia

adalah “Perlawanan adil yang bersifat semesta dan dilakukan secara ofensif-

revolusioner tanpa kenal menyerah yang dilakukan oleh bangsa Indonesia sebagai

bagian dari Perjuangan Umat Manusia terhadap OLDEFO (old emerging forces)

atau kekuatan lama yang memaksa – NEKOLIM (neokolonialisme) untuk

mentjapai tujuan Revolusi Indonesia dan tudjuan membentuk Dunia Baru jang

adil dan makmur bersih dari penindasan dan penghisapan.”103

Sedangkan bagian ketiga disebut Doktrin Pembinaan Potensi Perang

Revolusi Indonesia. Doktrin ini menekankan perlunya penggalangan kekuatan-

kekuatan progresif – revolusioner domestik dan internasional dalam menghadapi

ancaman NEKOLIM. Menurut doktrin ini, tugas pokok dari pembinaan potensi

perang revolusi Indonesia ialah menghimpun secara maksimal semua potensi

yang laten, semua daya dan dana dibidang ideologi, politik, ekonomi, sosial

budaya dan militer, baik didalam maupun di luar negeri, dalam sistem

persenjataan sosial dan sistem persenjataan teknologis, untuk menyusun dan

memperoleh kekuatan, kesiagaan daya tahan serta mengerahkannya guna

menjamin kelangsungan dan tercapainya tujuan revolusi.

102

Departemen Angkatan Darat, Doktrin perdjuangan “Tri Ubaya Cakti “, (Djakarta:

Departemen Angkatan Darat), hal.10

103 Departemen Angkatan Darat, Doktrin Perdjuangan, hal.21

Page 83: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme, menurut doktrin ini,

tidak harus hanya bertumpu pada penggunaan senjata-senjata canggih, melainkan

juga pada peran kader-kader revolusioner yang menurut dokumen ini merupakan

faktor penentu untuk menunjang konsepsi pembinaan potensi perang revolusi

Indonesia. “ Karena itu diperlukan pembentukan kader-kader yang berjiwa

progresif – revolusioner sebagai INSAN POLITIK yang sadar dan sanggup

mengamalkan doktrin-doktrin Revolusi.

b. Fungsi Kekaryaan ( Dwifungsi TNI )

Fungsi kekaryaan TNI adalah bentuk tindak lanjut merupakan suatu

materialisasi dari fungsi TNI sebagai kekuatan sosial politik. Peran sospol atau

dwifungsi TNI tersebut mengacu kepada konsep “jalan tengah” seperti yang

diungkapkan Nasution di Magelang pada tahun 1958. Pada tahun 1958 dalam

peringatan ulang tahun Akademi Militer Nasional (AMN) di Magelang, Jawa

Tengah 13 Nopember, Jenderal A.H.Nasution selaku KSAD mengucapkan pidato

seperti berikut:

Posisi TNI bukanlah sekedar alat sipil seperti di negara-negara Barat, dan

bukan pula sebagai rezim militer yang memegang kekuasaan negara, ia adalah

sebagai suatu kekuatan sosial, kekuatan rakyat yang bahu membahu dengan

kekuatan rakyat lainnya. Ia berbeda dengan sifat individualistis disatu pihak

dan sifat totaliter di pihak lain, seperti yang dikenal di dunia Barat dan

Timur.104

104

A.H.Nasution, Dwifungsi ABRI: Pada mulanya dan kini, (Jakarta: Prisma), hal.41

Page 84: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Nasution juga menjelaskan bahwa TNI tidak mengikuti tingkah laku kaum

militer di Amerika latin yang memainkan peran politik secara langsung, dan tidak

pula merupakan institusi yang pasif dalam politik, seperti militer di Eropa Barat.

TNI akan mencari “jalan tengah” diantara kedua hal yang ekstrim itu. TNI tidak

melibatkan dirinya kedalam politik dengan kudeta, tetapi tidak pula menjadi

penonton di dalam arena politik. Nasution menyatakan, perwira TNI harus diberi

kesempatan melakukan partisipasinya di dalam pemerintahan atas dasar individu,

artinya tidak ditentukan oleh institusi.105

Isi pidato tersebut pada masa selanjutnya dianggap sebagai konsepsi awal

tentang pemikiran dwifungsi, meski pada masa itu istilah itu belum ada dan belum

diberi nama. Kemudian oleh Prof. Djoko Sutono, sarjana hukum ketatanegaraan

yang terkemuka pada masa itu, memberi nama “jalan tengah” (middle way), yaitu

jalan tengah yang memadukan antara perwira militer professional yang menolak

keterlibatan militer dalam politik dan perwira militer yang menginginkan militer

mendominasi kehidupan politik.106

Konsepsi “jalan tengah” diatas mengandung makna sebagai berikut.

Pertama, militer Indonesia tidak akan melakukan kudeta dan mendominasi

kekuasaan. Kedua, militer Indonesia tidak bersikap pasif atau hanya sebagai

penonton dipinggir arena politik, tetapi akan ikut terlibat dalam menentukan

kebijakan negara. Ketiga, militer Indonesia adalah sebagai kekuatan sosial,

disamping sebagai kekuatan pertahanan. Keempat, militer Indonesia hanya

105

Yahya A.Muhaimin, Perkembangan militer dalam politik di Indonesia 1945-1966,

(Yogyakarta: Gadjah Mada university), hal.116

106 Stanley Adi Prasetyo (ed), Jenderal tanpa pasukan, politisi tanpa partai

:Perjalanan hidup A.H.Nasution, (Jakarta: pusat data analisa Tempo), hal.35

Page 85: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

merupakan salah satu kekuatan sosial diantara kekuatan-kekuatan sosial lainnya.

Kelima, keikutsertaan perwira TNI dalam politik adalah secara individual, bukan

institusional.107

Selanjutnya, pada Maret 1962, Sekolah Staf dan Komando Angkatan

Darat (Seskoad) di Bandung merumuskan doktrin Perang Wilayah, yang membuat

tentara bisa menjangkau langsung ke masyarakat. Karena itu, staf umum

Angkatan Darat ditambah dengan staf teritorial dan bagian staf kekaryaan.

Dengan konsep perang wilayah ini, tentara lebih mudah menjalankan peran di luar

bidang pertahanan, terutama di bidang politik. Kemudian dibentuk Komando

Daerah Militer (Kodam) di tingkat propinsi; Komando Resort Militer (Korem)

yang sama tingkatnya dengan keresidenan; Komando Distrik Militer ( Kodim)

yang sejajar dengan Kabupaten (district); Komando Rayon Militer ( Koramil )

setingkat dengan kecamatan (subdistrict); dan Bintara Pembina Desa (Babinsa) di

desa. Dari fungsi teritorial inilah pada masa Orde Baru lebih banyak digunakan

untuk sarana kegiatan politik tentara.108

Pelibatan militer untuk masuk ke dalam wilayah sipil sebenarnya telah

diperkuat oleh presiden Soekarno sebelumnya, Soekarno menyatakan didalam

pidatonya di Dewan Konstituante Bandung pada 22 April 1959 “ABRI merupakan

golongan fungsional yang telah berjasa dimasa lalu, sehingga wajar bila mereka

duduk di dalam DPR akan datang”.

107

Abdoel Fattah, Demiliterisasi Tentara, Pasang surut politik militer 1945-2004,

(Yogyakarta: LkiS), hal.141

108 Ibid, hal.142

Page 86: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Secara yuridis pengakuan fungsi kekaryaan tersebut kembali diperkuat dan

dilegalisasikan ketika Nasution bersama masa pemuda serta anggota golongan

karya lainnya yang dimobilisasi oleh tentara berhasil mendesak presiden Soekrno

mendeklarasikan kembali UUD 1945.109 Kesediaan Soekarno untuk

mendeklarasikan kembali UUD 1945 di satu sisi telah menjadi momentum yang

sangat urgen dan sebagai dasar bagi TNI bahwa fungsi sosial politik (sospol) TNI

telah mendapat landasan konstitusional sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1)

UUD 45 yang membolehkan golongan fungsional untuk duduk di MPR. Dengan

demikian, dekrit presiden 1959 telah memberikan legalitas yang lebih kuat bagi

keterlibatan politik militer.

Setelah berakhirnya rezim Orde Lama yang ditandai dengan jatuhnya

Soekarno dari kursi kepresidenan, maka rezim Orde Lama yang disimbolkan

dengan Soekarno beralih kerezim Orde Baru yang diawali dengan tragedi 30

september 1965 yang dilakukan oleh PKI. Orde Baru yang terbentuk pada tahun

1966 diawali dengan Jenderal Soeharto sebagai presiden kedua. Latar belakang

Soeharto yang militer pada tahun 1967 telah memperkuat dan bahkan memberi

kedudukan yang lebih istimewa fungsi sosial politik TNI khususnya Angkatan

Darat ( TNI AD). Pada masa Soekarno konsep dwifungsi diperkuat melalui Tap

MPRS No.II/MPRS/1960 dan pada masa awal Orde Baru lebih diperkokoh

kembali dengan Tap.MPRS No.XXIV/MPRS/1966. Dan bahkan kemudian

diperkuat melalui pencantumannya dalam Tap.MPR No.IV/MPR/1978 tentang

GBHN Bab.IV mengenai pola umum pelita.

109

Salim Said, Tumbuh dan Tumbangnya Dwifungsi, hal.40

Page 87: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Kendati fungsi sosial politik ABRI/TNI sudah memiliki landasan hukum

yang cukup kuat, pemerintah masih menganggap perlu untuk mengaturnya secara

lebih ekplisit dalam undang-undang. Barulah pada tahun 1982 fungsi ABRI

sebagai kekuatan HANKAM dan kekuatan sosial politik diatur dalam UU No.20

tahun 1982, khususnya tercantum dalam pasal 26 dan 28. Pada pasal 26 dari

undang-undang ini ditegaskan sekali lagi bahwa, Angkatan Bersenjata

mempunyai fungsi sebagai kekuatan pertahanan keamanan negara dan sebagai

kekuatan sosial. Sedangkan pada pasal 28 dijelaskan, bahwa Angkatan Bersenjata

sebagai kekuatan sosial bertindak selaku dinamisator dan stabilisator yang

bersama-sama kekuatan sosial lainnya memikul tugas dan tanggung jawab

mengamankan dan mensukseskan perjuangan bangsa dalam mengisi kemerdekaan

serta meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Meski ruang berpendapat dan melontarkan ide serta kritik makin dikontrol

ketat oleh pemerintahan Orde Baru, namun hal tersebut pada masa ABRI dibawah

kepemimpinan Jenderal M. Jusup tentara masih membiarkan Nasution

mengemukakan pendapat dan kritikannya terhadap penyimpangan konsep

dwifungsi ABRI/TNI, namun hal dan keadaan tersebut tidak dapat dinikmati dan

didapatkannya lagi ketika ABRI/TNI di bawah pimpinan Jenderal TNI

L.B.Moerdani.110

Demikianlah pada akhir tahun 1980 Nasution pada satu

wawancara mengemukakan111

:

…Epilog Peristiwa 30 September 1965 telah memproses perubahan yang

melampaui “jalan tengah“ itu, baik di tingkat politik maupun tekniknya. Saya

110

Salim Said, Tumbuh dan Tumbangnya Dwifungsi, hal.126

111 A.H.Nasution, Dwifungsi ABRI: Pada Mulanya dan Kini, hal.66

Page 88: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

tetap berkeyakinan bahwa hal itu perlu dikoreksi karena tidaklah serasi, baik

dengan semangat kekeluargaan yang dibawa Pancasila dan UUD 45, maupun

khususnya dengan asas kedaulatan ditangan rakyat yang tercantum dalam

pasal 1 UUD 1945. Jika tidak kita koreksi maka kita membuka perkembangan

identitas kenegaraan dan ketentaraan yang lain dan yang kita cita-citakan dan

yang kita junjung tinggi sejak 1945.

Sikap pemerintahan Orde Baru yang tetap mempertahankan konsep

dwifungsi sospol ABRI, mencerminkan bahwa presiden Soeharto yang berlatar

belakang militer memiliki kepentingan dan ambisi politik yang lebih besar untuk

melibatkan TNI masuk lebih jauh ke dalam wilayah politik. Tujuannya agar TNI

dapat menjadi pilar kekuatan yang menopang rezim otoritarian yang dibentuknya.

Selama kepemimpinan Soeharto terbukti bahwa TNI telah menjelma dan bahkan

menjadi sebuah instrumen kontrol yang sangat efektif dan produktif untuk

meredam dan membunuh kebebasan masyarakat untuk berpartisipasi dalam

kehidupan sosial dan politik yang menjadi hak setiap warga masyarakat

Indonesia.

Sejak tahun 1967 dengan semakin dikokohkannya legalisasi peran sosial

politik TNI di masa Orde Baru mendorong terjadinya invasi politik militer yang

semakin deras ke dalam wilayah yang semula menjadi domain kaum sipil.

Jabatan-jabatan dalam pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun di daerah,

semakin lama semakin banyak yang diduduki oleh kelompok tentara. Dari rentang

waktu tahun 1967 sampai tahun 1990, mengutip pernyataan kepala staf kekaryaan

Hankam, Letjen TNI M.Kharis Suhud menyebutkan bahwa ada 8.025 anggota

Page 89: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

ABRI yang ditugas-karyakan di posisi-posisi strategis. Diantaranya ada yang

menjabat duta besar, konsul jenderal, gubernur, bupati, sekjen di berbagai

departemen, dirjen, irjen, kepala lembaga, asisten menteri dan sekretaris

menteri.112

c. Komando Teritorial (Koter) dan Pembinaan Teritorial (Binter)

Lahirnya konsep teritorial TNI memang tidak bisa dipisahkan dari sejarah

kelahirannya, nilai-nilai yang membentuk jati diri tentara, dan doktrin yang

dianutnya. Sebagai lembaga yang lahir dimasa awal kemerdekaan dan di tengah

keharusan menangkal ancaman, baik yang datang dari dalam (pemberontakan)

maupun dari luar (agresi militer), oleh karena itu TNI membentuk struktur

organisasinya yang dimulai dari tingkat pusat sampai ketingkat yang paling

rendah yaitu desa. Komando teritorial ini berfungsi sebagai bagian dari strategi

militer, yang menempatkan perang gerilya sebagai strategi utama.

Pada tahun 1960 Nasution sebagai kepala staf angkatan darat (KSAD)

memerintahkan Seskoad untuk merumuskan pengalaman perang gerilya TNI

kedalam bentuk doktrin-doktrin militer. Maka lahirlah doktrin perang wilayah

pada bulan Desember 1960.113

Perang wilayah adalah “perang yang bersifat

semesta, yang menggunakan seluruh kekuatan nasional secara total, dengan

mengutamakan kekuatan militer sebagai unsur kekuatannya, agar dengan counter

offensive dapat menetukan kesudahan perang untuk mempertahankan kedaulatan

112

Salim Said, Tumbuh dan Tumbangnya Dwifungsi, hal.94

113 Ibid, hal.44

Page 90: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

negara.114

Doktrin perang wilayah berakar jauh kedalam sejarah TNI. Perang

wilayah yang merupakan sebuah nama baru sistematisasi berbagai pengalaman

dan praktek perang gerilya. Hal tersebut seperti yang diputuskan oleh Nasution

beberapa bulan setelah berakhirnya perang gerilya. Nasution selaku kepala staf

angkatan darat (KSAD) pada tanggal 20 Juli 1950 menandatangani surat

keputusan No.83/KSAD/Pnt/50 yang membagi wilayah Indonesia ke dalam tujuh

wilayah militer yang masing-masing disebut Tentara dan Teritorium(T dan T).115

Jenderal T.B.Simatupang menjelaskan pembentukan T dan T sebagai sesuatu

yang tak terpisahkan dari ancaman perang dunia ketiga sebagai akibat perang

dingin yang amat mencemaskan pada waktu itu. Menurut Simatupang, “untuk

menghadapi kemungkinan pecahnya perang dunia yang dapat mengakibatkan

invasi salah satu pihak ke Indonesia sekalipun kita menjalankan, maka digariskan

cara berperang yang disebut perang teritorial dan pada dasarnya merupakan dari

pengalaman kita selama perang rakyat melawan Belanda.” Oleh karena itu

tulisnya selanjutnya, “Apa yang disebut organisasi teritorial yang telah

berkembang selama perang rakyat melawan Belanda tidak dihapuskan melainkan

justru dikembangkan.”116

Masih merupakan kelanjutan pemanfatan pengalaman perang gerilya, pada

tahun 1958, ketika sedang menumpas pemberontakan PRRI yang berubah dari

perang konvensional menjadi perang gerilya, Nasution membentuk panitia doktrin

114 Dikutip dari dokumen Seskoad dalam Hidayat Moekmin, “PKI versus Perang

Wilajah, penilaian kembali suatu doktrin”, (Karya wira jati: edisi khusus), No.21, 1966,hal.11

115 A.H.Nasution, Tjatatan – tjatatan, hal.135

116 Simatupang, ”Saya Adalah orang yang Berhutang” dalam Viktor Matondang (ed),

Percakapan dengan Dr.T.B. Simatupang, (Jakarta: Gunung Mulia), hal.65-87

Page 91: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Angkatan Darat dengan Letkol Rukminto Hendradiningrat sebagai ketuanya.

Menurut Pauker, laporan panitia doktrin itu menyimpulkan bahwa operasi-operasi

TNI dalam menghadapi para pemberontak di Sumatera Tengah dan Sulawesi

Utara itu, hanya akan berhasil jika mendapat dukungan rakyat seperti yang

dialami TNI pada masa perang gerilya melawan Belanda dahulu.117 Hasil kerja

panitia inilah yang mempercepat lahirnya Doktrin Perang Wilayah.

Sementara Doktrin perang wilayah dipersiapkan di Seskoad pada tanggal

24 Oktober 1958 sejumlah 16 Komando Daerah Militer (Kodam) dibentuk untuk

menggantikan tujuh T dan T yang ada sejak tahun 1950. Bersamaan dengan

selesainya perumusan Doktrin Perang Wilayah di Seskoad pada tahun 1960,

dibentuk pulalah Komando Distrik Militer (Kodim) di hampir semua ibu kota

daerah tingkat II. Dengan dipelopori oleh Siliwangi, Komando Rayon Militer

(Koramil) dibentuk disetiap kecamatan pada tahun berikutnya. Pada tahun 1963,

untuk setiap desa tentara menempatkan sejumlah bintara yang bertugas sebagai

Bintara Pembina Desa (Babinsa). Dengan cara seperti ini, maka di akhir tahun

1963 seluruh wilayah Indonesia sudah hampir sempurna dikontrol oleh militer

dengan menggunakan aparat teritorial mereka.118

Proses institusionalisasi Koter sebagai bagian dari perang gerilya

sebenarnya hanya diperuntukkan sementara dan bersifat tentativ. Namun seiring

dengan menguatnya politik militer/TNI –AD pada 1958-1959, yang ditandai

dengan “konsep jalan tengah” sebagai dasar fungsi sospol TNI (dwifungsi TNI)

serta berhasilnya tentara mendesak Soekarno untuk melakukan Dekrit Presiden 5

117

Guy J.Pauker, The Indonesian Doctrine, hal.16

118 Sundhasen, The Road, hal.141-142

Page 92: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Juli 1959, sifat dan tujuan konsep teritorial mulai bergeser. Konsep tersebut yang

awalnya hanya bersifat tentativ, lambat laun menjadi permanen dengan ditandai

terbentuknya doktrin teritorial TNI pada 1960-an.

Salah satu konsekuensi dari doktrin-doktrin tersebut, menurut Pauker,

adalah keputusan TNI untuk mendukung pemerintahan otoriter rezim demokrasi

terpimpin di bawah presiden Soekarno, yakni suatu rezim yang memberi

kesempatan legal bagi tentara memainkan peran politik. Lewat pelaksanaan

Doktrin Perang Wilayah, TNI akhirnya juga menciptkan sebuah pola baru

hubungan sipil-militer dalam semua tingkat pemerintahan, dari pusat hingga ke

tingkat paling bawah. Apa yang dilakukan oleh para perwira yang bertanggung

jawab mengembangkan Doktrin Perang Teritorial itu menurut Pauker, adalah

“memformulasikan sebuah filsafat pemerintahan berdasarkan konsep militer

mengenai hubungan sipil-militer.”119

Konsep hubungan sipil-militer masa itu dijelaskan lebih jauh oleh

Panglima Angkatan Darat, Letjen.TNI Ahmad Yani, dalam kuliahnya di Seskoad

Pakistan pada 1965. Menurut Ahmad Yani, hubungan sipil-militer menurut UUD

1945, berbeda dengan norma-norma Barat yang sudah baku di mana kontrol sipil

atas militer dipertahankan dengan kuat. “Sistem kami,” kata Yani,” tidak

mengenal perbedaan antara sipil dan militer.” Keduanya dianggap sebagai

“pemegang saham” Revolusi. Angkatan Bersenjata Indonesia diakui sebagai suatu

kekuatan yang memainkan peran yang amat penting dimasa Revolusi, dan karena

itu diberi kesempatan untuk ikut menentukan kebijakan nasional, sama

119

Pauker, The Indonesian Doctrine, hal.5

Page 93: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

kedudukannya dengan partai-partai politik dan lembaga-lembaga politik lainnya.

Kata Yani selanjutnya, berbeda dengan kecurigaan barat, kekhususan militer yang

dimilki oleh Indonesia itu tidak pernah dimanfaatkan untuk menguasai negara.

Militer Indonesia lebih melihat diri sebagai pengawal Revolusi. “ Karena itu para

politisi sipil sepanjang mereka loyal kepada cita-cita Revolusi dan tidak melihat

kami sebagai ancaman”.120

Memasuki masa Orde Baru pada 1965 konsep teritorial yang telah

dikembangkan pada masa Orde Baru tidak diubah, bahkan justru menjadi salah

satu bagian infrastruktur yang menopang rezim otoritarian Soeharto. Struktur serta

unsur-unsur teritorial di tingkat Kodam sampai Koramil dibebani tugas sospol, di

antaranya melakukan seleksi calon bupati sampai lurah, penempatan anggota

ABRI pada jabatan-jabatan pemerintahan daerah, mendorong masyarakat agar

memilih Golkar yang pada awal dibentuknya sebagai sekretariat bersama (sekber

Golkar) dalam pemilu, dan menjadi salah satu penentu dalam memutuskan

kebijakan-kebijakan di daerah melalui peran pemimpin koter di dalam Muspida.

Selain itu, koter telah menjadi alat kekerasan yang bersifat legal untuk dijadikan

alternatif utama dalam resolusi konflik dan penyelesaian berbagai pesoalan sosial,

seperti sengketa perburuhan, pertanahan, dan sebagainya.

Organisasi Teritorial pada masa Orde Baru yang dimulai pada tahun 1966

digunakan untuk tujuan politik dan stabilitas negara, yang dalam perjalanannya

sangat efektif sebagai alat politik rezim Orde Baru untuk mendukung dan

120

Liutenant General Ahmad Yani, The Indonesian Doctrine of War, (Djakarta:

Indonesian Army Informtion Service), hal.11

Page 94: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

memenangkan Golkar pada tiap pemilu, yang membuat rakyat tidak senang

kepada tentara.121

Salim Said menyatakan dalam tulisannya122

:

….Dalam kenyataannya, aparat teritorial pada masa Orde Baru digunakan atau

disalahgunakan untuk tujuan-tujuan politik penguasa dengan mengangkat

panglima Kodam menjadi aparat pelaksana Kopkamtib dan pembina Golkar.

Kedudukan sebagai pelaksana khusus (Laksus) Kopkamtib inilah yang

menjauhkan rakyat dari aparat teritorial tersebut, karena pada akhirnya aparat

teritorial menjadi alat untuk menggiring dan mengontrol rakyat bagi

suksesnya program politik dan ekonomi penguasa.

Komando teritorial pada masa Orde Baru merupakan sebuah mekanisme

kontrol eksternal pemerintah terhadap lembaga dan kekuatan politik lain.

Pengembangan sistem kontrol eksternal ini mengacu pada usaha kepemimpinan

tentara dalam rangka usaha untuk mengendalikan prilaku setiap entitas, terutama

entitas politik dalam masyarakat dalam rangka menciptakan dan menjamin

stabilitas politik dan keamanan yang diyakini sebagai syarat pembangunan

ekonomi. Kontrol eksternal ini dilakukan baik dengan mengefektifkan struktur

organisasi tentara, membangun lembaga kontrol baru maupun bekerja sama

dengan institusi-institusi pemerintahan lainnya yang banyak dikepalai oleh orang-

orang berlatar balakang ketentaraan.123

121 Harold Crouch, Indonesia: Democratization and The Threat of Disintegration,

(Singapore: Institute of Southeast Asian Studies), hal.118 .

122 Salim Said, Militer Indonesia Dan Politik: Dulu, Kini dan Kelak, (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan), hal.301

123 Dwi Pratomo Yulianto, Militer dan kekuasaan, (Yogyakarta: Narasi), hal.41

Page 95: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Oleh karena itu dilakukan langkah-langkah pengamanan dan pencegahan

kemungkinan gejolak dalam masyarakat, baik yang disebabkan oleh ketidak

puasan dalam masyarakat maupun hal-hal yang bersifat ideologis.

d. Bisnis Militer

Keterlibatan militer dalam bidang ekonomi tidak dapat dipisahkan dari

dampak negatif peran ganda yang dijalankan oleh militer Indonesia, yang dikenal

secara umum dengan dwifungsi ABRI.124

Terdapat dua aspek yang menonjol

dalam tubuh militer, pertama aspek yang terkandung di dalam konsep dwifungsi

ABRI, yaitu pertama, peran militer sebagai kekuatan pertahanan dan keamanan,

dan kedua peran strategis yang berkaitan dengan bidang kekaryaan ABRI. Dan

adapun dalam bidang kekaryaan ini terdapat dua aspek penting dalam keterlibatan

politik ekonomi militer Indonesia, yakni kekaryaan di bidang sosial ekonomi dan

kekaryaan di bidang sosial politik.

Secara histories, aktivitas bisnis militer telah dimulai sejak tahun 1950-an,

yaitu sejak A.H.Nasution membenarkan tujuh institusi tentara dan teritorium (T

dan T) ketika itu untuk menghimpun logistik sendiri. Menurut catatan Richard

Robinson, aktivitas mereka terbatas hanya pada “pengadaan barang secara illegal”

yang meliputi “pemasukan secara paksa berbagai macam peralatan barang-barang

transportasi dan pengerahan jasa tenaga kerja dari para petani”.125

Pada awalnya

belum terorganisasi secara mapan dan teratur dan masih dalam konteks perang

124

Iswahyudi, Bisnis Militer Orde Baru: Keterlibatan ABRI dalam Bidang Ekonomi

dan Pengaruhnya terhadap Pembentukan Rezim Otoriter, (Bandung: P.T Remaja Rosda Karya),

hal.103

125 Ibid.

Page 96: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

gerilya, kegiatan mereka bersifat illegal yang dikenal dengan penyelundupan

candu.

Tanda-tanda untuk membuat bisnis tentara menjadi formal dimulai sejak

Ibnu Sutowo menjabat staf kepala teritorium II di Sumatera Selatan pada 1949.

Pada saat itu Ibnu Sutowo berhasil mengkoordinir pengelolaan tambang emas di

Rejang Lebong Tandai untuk keperluan perjuangan militer, yang kemudian

mengantarkannya menduduki jabatan direktur utama P.T Ekploitasi tambang

minyak di Sumatera Utara pada Desember 1957. Perusahaan tersebut merupakan

cikal bakal PT Pertamina yang berlokasi di Plaju sungai Gerong.

Proses formalisasi bisnis militer kemudian bersamaan dengan keluarnya

surat edaran KSAD saat itu, Letjen A.H. Nasution. Ia dengan mengatasnamakan

pemerintah/penguasa perang pusat (peperpu), pada 3 Juni 1959 mengeluarkan

keputusan dengan nomor: Prt/Peperpu/040/1059 yang isinya melarang semua

kegiatan politik untuk sementara. Keputusan ini diambil ketika Soekarno berada

di luar negeri. Dari keputusan inilah, timbulnya perubahan konstalasi politik yang

tajam pada 1959. Kekuasaan Parlemen dan partai politik makin melemah, dan

pengaruh militer semakin meluas dan menguat.126

Adanya penahanan dan tuntutan

pemecatan jaksa agung Gatot Tarunamiharja, S.H. karena berusaha membongkar

kasus penyelundupan dan korupsi yang dilakukan perwira Angkatan Darat.127

Hal

ini mengindikasikan makin kuatnya kekuatan politik ekonomi militer dan jaringan

bisnis militer di Indonesia.

126

Moch.Nurhasim (Ed), Praktek-praktek Bisnis Militer: Pengalaman Indonesia,

Burma, Filifina dan Korea Selatan, (Jakarta: The Ridep Institute), hal.20

127 Herbert Feith, Soekarno dan Militer dalam Demokrasi Terpimpin, (Jakarta: Pustaka

Sinar Harapan), hal.76

Page 97: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Penguasaan sumber- sumber ekonomi oleh militer setelah era nasionalisasi

pada masa Orde Lama, semakin membesar dan meggurita pada masa Orde Baru.

Para perwira militer baik tinggi maupun menengah, semakin banyak ditempatkan

dalam perusahaan-perusahaan negara. Dalam tulisannya Arief Yulianto mencatat,

bahwa sejak 1970-1980 ada sekitar 18 BUMN dengan status khusus dan persero

yang jabatan terasnya ditempati oleh perwira tinggi AD, mulai dari direktur

hingga presiden komisaris128

, yang berkat hasil nasionalisasi terbagi dalam

beberapa kriteria. Kriteria tersebut mencakup perusahaan-perusahaan BUMN

yang masuk generasi pertama, kedua dan ketiga. Sementara generasi keempat

BUMN didorong oleh gelombang “Deregulasi, globalisasi dan swastanisasi”.

Pada generasi ini sifat dan status hukumnya kabur, tidak jelas dan ambivalen.

Bila ditilik dari aspek ekonomi makro Indonesia, lingkup keterlibatan

militer dalam bidang bisnis diera Orde Baru berkaitan erat dengan model

teknokratisme dan birokratisme yang bersifat otoritarian sebagai konsekuensi dari

bentuk sistem pemerintahan praetorian.129 Menurut catatan Arief Yulianto,

BUMN-BUMN yang ditempati oleh para perwira TNI- AD pada 1970-1980 yaitu:

Bank Indonesia, BNI 46, Bank Exim, Bank Bumi Daya, Bank Tabungan Negara,

Taspen, Asuransi Jiwasraya, Asuransi Kerugian Jasa Raharja, Percetakan Uang

RI, Perusahaan Daerah Industri Batam dan Asuransi Jasa Indonesia.

B. Konsep Dwi Fungsi ABRI/TNI Dan Dampaknya terhadap Politik Sipil

128

Arif Yulianto, Hubungan Sipil-Militer di Indonesia Pasca Orde Baru; Di tengah

Pusaran Demokrasi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada), hal.583-586

129 Iswahyudi, Bisnis Militer Orde Baru: Keterlibatan ABRI dalam Bidang Ekonomi

dan Pengaruhnya terhadap Pembentukan Rezim Otoriter, hal.125

Page 98: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Pada masa perang kemerdekaan Tentara Nasional Indonesia (TNI)-AD

merupakan aktor utama dalam membawa Indonesia untuk lepas dari agresi militer

Belanda ke dua. Dengan pengalaman sebagai aktor utama selama sekitar empat

tahun inilah Tentara Nasional Indonesia (TNI)-AD telah berhasil mengukir jati

dirinya yang memiliki otonomi relativ secara kelembagaan, bahkan terhadap

pemerintahan yang sedang berkuasa. TNI-AD dalam ini telah merasa mengukir

sebuah histories yang pada akhirnya menjadi landasan bagi mereka untuk

bertindak. Mereka berani menentang setiap upaya yang mereka pandang

mencampuri apa yang diyakini sebagai “urusan intenal tentara”.

Berlandaskan kemenangan pihak tentara dalam mempertahankan

kebenaran sikap mereka selama menghadapi tentara pendudukan Belanda telah

memberikan rasa percaya diri yang besar untuk langkah-langkah berikutnya,

terutama dalam rangka untuk mempertahankan dan menegakkan keutuhan bangsa

dan negara tanpa harus mengikuti garis kebijakan ataupun bimbingan dari para

“politisi sipil” yang selama itu dipandang lebih berpengalaman dan terampil

dalam urusan pengelolaan negara.

Masa pasca revolusi, pergulatan dan pertarungan politik tentang otonomi

kelembagaan tentara ini justru semakin berkepanjangan. Hal ini disebabkan

timbulnya pandangan untuk menempatkan institusi tentara di bawah supervisi

otoritas politik sipil atau penerapan asas supremasi sipil atas tentara dalam

konstelasi politik demokrasi parlementer pada saat itu.130

Kepemimpinan

Angkatan Darat menurut A.H.Nasution, pada dasarnya tak pernah keberatan

130

Dwi Pratomo Yulianto, Militer dan Kekuasaan, hal.172

Page 99: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

dengan pandangan tersebut, namun menuntut adanya garis batas yang jelas antara

wewenang dan prerogative ’antara elit sipil dan militer sebagai sebuah prasyarat

untuk dipertahankannya supremasi sipil tersebut.131 Dari pernyataan tokoh militer

ketika itu kita dapat mengetahui bahwa tokoh militer yang dikenal paling Barat

sekalipun, menuntut adanya “otonomi militer” atas segala urusan internal mereka,

terutama ayng berkaitan dengan masalah-masalah teknis ketentaraan dan

pertahanan.

Hal ini belakangan terbukti menjadi sebuah fakta dengan adanya resistensi

dari pihak tentara apabila terjadi intervensi yang dilakukan oleh para politisi sipil

terhadap segala urusan internal kelembagaan tentara; pengalokasian anggaran,

promosi jabatan, kebijakan kepangkatan, teknis pertahanan, mutasi jabatan dan

sebagainya.132

Peran politik militer yang telah dimulai pada masa Orde Lama berperan

besar bagi para politisi militer untuk melangkah lebih jauh dalam memainkan

peran politik mereka. Pada masa Orde Baru tentara telah mampu menempatkan

dirinya sebagai bagian dari atau bahkan identik dengan kekuasaan itu sendiri. Hal

ini bukan tidak sekedar hanya tampak dari peran yang mereka mainkan secara

massif dalam bidang-bidang non kemiliteran terutama dalam bidang politik dan

pemerintahan, serta ekonomi maupun keterlibatan mereka dalam “urusan

perumusan kebijakan publik”, namun juga adanya upaya menggunakan segala

instrumen dan mekanisme yang dimiliki tentara untuk menjaga kelangsungan

131

Ulf Sundhase, Politik Militer 1945-1967, Menuju Dwifungsi ABRI terj. Hasan

Basari, (Jakarta: LP3ES), hal.172

132 Dwi Pratomo Yulianto, Militer dan Kekuasaan, hal.174

Page 100: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

kondisi politik.133

Pada masa Orde Baru yang dimulai pada tahun 1967, yang

ditandai dengan naik Jenderal Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia, juga

telah terjadi perluasan makna ‘urusan internal tentara’ dalam arti klasik; masalah

teknis pertahanan dan kebijakan pesonalia militer, kini juga tercakup di dalamnya

‘klaim’ militer atas posisi politik dan pemerintahan serta ekonomi.Hal diatas

sangat berkaitan erat dan bahkan sebagai implikasi yang sangat signifikan

daripada konsep “dwfungsi ABRI/TNI”, yang memberikan landasan doktrinal

bagi tentara untuk terlibat dalam urusan-urusan non kemiliteran. Dari konsep

dwifungsi ABRI inilah yang pada akhirnya menempatkan ABRI sebagai sebuah

institusi atau lembaga menjadi lembaga politik istimewa dengan hak otonom dan

perwira militer secara personal sebagai pelaku politik praktis yang sangat otoriter

dan menjadikan negara ini sebagai negara yang militeristik (penulis).

Dari penjabaran dan interpretasi konsep dwifungsi ABRI/TNI ini telah

menjadikan peran politik militer sangat mendominasi dan bahkan menghegemoni

peran politik kelompok sipil sejak tahun 1967 sampai tahun 1990, walaupun

masih tersisa pada masa menjelang keruntuhan rezim Orde Baru pada 21 Mei

1998. Dari tahun 1990 sampai 1998 peran politik kelompok militer sudah mulai

berkurang, hal ini ditandai dengan mulai berubahnya afiliasi politik Soeharto, di

mana kelompok politik Islam dari kalangan sipil sudah banyak menduduki posisi

penting dalam lembaga negara.134

Konsep dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru yang pada mulanya berasal

dari “konsep jalan tengah” yang dikemukakan oleh pimpinan Angkatan Darat

133

Ibid, hal.247

134 Noor Azmah Hidayati, Jurnal Studi Agama Millah, (Yogyakarta), hal.54-55.

Page 101: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

(AD) Jenderal A.H.Nasution, Nopember 1958 di Akademi Militer Nasional di

Magelang. Konsep jalan tengah yang di introdusir oleh Nasution kemudian

dipertegas lagi pada seminar Angkatan Darat II pada Agustus 1966 yang

menegaskan perlunya peran sosial politik TNI diakui dan didukung oleh

masyarakat Indonesia.135 Demikian pula menurut Salim Said yang harus diingat

bahwa pertama, pemerintahan Orde Baru adalah sebuah rezim yang didirikan oleh

TNI, khususnya TNI-AD, yang dinyatakan secara terbuka pada seminar

Angkatan Darat II, pada bulan Agustus 1966 di Bandung. Kedua, ketetapan untuk

mendirikan pemerintahan itu didasarkan pada asumsi adanya hak sah TNI terlibat

dalam urusan-urusan non militer –terutama dalam bidang politik sebagai

implementasi dari konsep jalan tengah kepala staf Angkatan Darat

A.H.Nasuiton.136

Konsep dwifungsi ABRI/TNI sebagaimana telah disebutkan diatas, yaitu

mempunyai akar sejarah yang sangat panjang sejak berdirinya tentara Republik

Indonesia, yang membentuk diri sendiri, mencari senjata sendiri dan memilih

pemimpinnya sendiri. Dari sejarah kelahiran tentara inilah mengakibatkan mereka

merasa memiliki hak yang sama dengan kaum sipil dalam menentukan kebijakan

dan jalannya pembinaan dan pembangunan negara. Tentara juga telah

menjalankan pemerintahan militer selama masa agresi militer Belanda I dan II,

akibat dari lumpuhnya beberapa pemerintahan sipil di daerah-daerah. Dan juga

terjadinya pemberontakan-pemberontakan dibeberapa daerah menyebabkan

135

Juwono Sudarsono, dalam pengantar buku Salim Said Tumbuh dan Tumbangnya

Dwifungsi, hal.xxii

136 Salim Said, Militer Indonesia dan Politik:Dulu, Kini dan Kelak, hal.4

Page 102: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

tentara selalu menjadi alat pemadam api kerusuhan di dalam negeri. Penetapan

keadaan darurat perang juga membuat tentara masuk lebih dalam lagi pada

perkara-perkara politik, ekonomi, dan administrasi umum pengelolan negara.

Pada masa presiden Soekarno yaitu Orde Lama, selain Soekarno juga

militer merasa tidak puas dengan elit politik dan partai yang selalu gagal

menunjukkan prestasi yang baik untuk kepentingan bangsa dan negara. Selain itu

juga keterlibatan dan campur tangan politisi sipil ke dalam tubuh TNI,137

seperti

kasus pelantikan Bambang Utoyo menjadi KSAD, kasus Iwa Kusumasumantri

melantik secara langsung anggota TNI menjadi pejabat, dan lainnya, telah

menciptakan pihak militer. Untuk mengatasi persoalan ini, timbullah beberapa

pendapat dikalangan perwira tentang peran TNI dalam bidang politik. Pertama,

TNI menerima saja posisi sebagai alat sipil; kedua, TNI tidak harus memandang

hanya dari sisi teknik militer dalam menghadapi berbagai persoalan, tapi juga

harus ikut dalam menyelesaikan berbagai krisis politik pada masa itu.138 TNI

tidak bisa sekedar menjadi penonton dalam berbagai masalah pembinaan bangsa.

Semua keputusan seminar Angkatan Darat kedua itu dibawa kepada

seminar pertahanan keamanan pada Nopember 1966, yang menghasilkan doktrin

pertahanan keamanan nasional dan doktrin perjuangan ABRI yang diberi nama

Catur Dharma Eka Karma (CADEK), yang mengembangkan dan memperluas

konsep dwifungsi ABRI. Catur Dharma Eka Karma (CADEK) adalah doktrin

ABRI sebagai kekuatan pertahanan dan doktrin ABRI sebagai kekuatan sosial

137

Abdoel Fattah, Demiliterisasi Tentara, Pasang Surut Politik Militer 1945-2004,

hal.139

138 Stanley Adi Prasetyo (ed), Jenderal Tanpa Pasukan, Politisi Tanpa

Partai:Perjalanan Hidup A.H.Nasution, hal.116

Page 103: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

politik. Doktrin itu berlaku bagi semua angkatan dan polisi, sebelumnya, masing-

masing angkatan dan polisi memiliki doktrin sendiri-sendiri, yaitu Tri Ubaya

Cakti untuk TNI-AD, Eka Casana Jaya untuk TNI-AL, Swa Bhuana Paksa untuk

TNI-AU dan Tata Tentrem Kerta Raharja untuk Polisi.139 Setelah seminr

pertahanan keamanan itu, para elit pemerintahan Orde Baru di bawah pimpinan

Soeharto memutuskan untuk merumuskan kembali “jalan tengah“ konsepsi

Nasution, dan menyatakan bahwa peran ABRI pertama-tama sebagai kekuatan

pertahanan, kemudian sebagai kekuatan sosial politik. Langkah ini ditempuh

adalah untuk membenarkan peran militer yang semakin meluas setelah G30S.

Konsep dwifungsi ABRI pada masa Orde Baru juga dirumuskan secara jelas

dalam kertas kerja Panglima ABRI pada seminar Asosiasi Ilmu Politik Indonesia

pada Februari 1991. Dalam CADEK disebutkan juga penampilan ABRI sebagai

pelopor, dinamisator dan stabilisator dalam rangka pembangunan Indonesia.

Landasan konsep Dwifungsi ABRI/TNI sebagai kekuatan Sosial dan

Politik:

a. Secara defacto, sejak Dewan Nasional dibentuk 12 Mei 1957 ketiga

kepala staf angkatan dan kepolisian dimasukkan sebagai anggota

dalam Dewan Nasional itu.

b. Secara yuridis, ketika Dewan Perancang Nasional dibentuk Oktober

1958, wakil-wakil dari militer diikutsertakan, dan terbitlah Undang-

undang No.80 tahun 1958, yang mengatur militer sebagai golongan

fungsional, undang-undang itu dirancang oleh presiden bersama DPR.

139

Mabes TNI

Page 104: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

c. Dekrit presiden 5 Juli 1959 tentang berlakunya kembali UUD 45,

maka fungsi sosial politik militer memiliki landasan konstitusional

yang semakin kuat, pasal 2 ayat 1 UUD 45, “MPR terdiri atas DPR,

ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-

golongan menurut aturan yang ditetapkan dengan UU.

d. Ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960 yang menyebutkan pertama,

tentara dan polisi diikutsertakan dalam proses produksi dengan tidak

mengurangi tugas utama masing-masing. Kedua, golongan-golongan

di dalam masyarakat wajib berusaha mencapai tujuan nasional dan tak

terkecuali juga tentara dan turut juga memikul tanggungjawab. Ketiga,

peran dan kegiatan tentara dan polisi di bidang produksi membuat

pendekatannya dengan rakyat menjadi lebih intensif dalam proses

pembangunan, terutama dalam industrialisasi dan pelaksanaan

reformasi tanah.

e. Tap MPRS No.XXIV/MPRS/1966, yang memuat penyelenggaran

Dwifungsi ABRI, khususnya kekaryaan dan operasi bakti (civic

mission) supaya betul-betul dilandaskan dasar manfaat, dan

memperhitungkan suasana dan keadaan yang dinilai kembali oleh

MPR setiap lima tahun sekali.

f. Undang-undang No.15 tentang pemilu dan Undang-undang No.16

tahun 1969 tentang Susduk MPR, DPR, dan DPRD, baik ditingkat I

maupun tingkat II, juga disebutkan fungsi ABRI sebagai alat negara

dan sebagai kekuatan sosial. Berawal dari kedua UU inilah Demokrasi

Page 105: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

di bawah Orde Baru terhalang dan bahkan lumpuh total, dimana peran

MPR dan DPR sebagai parlemen tidak berjalan signifikan.140

g. Undang-undang No.20 tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok

Pertahanan Keamanan Negara, yang memuat juga fungsi ABRI

sebagai kekuatan pertahanan keamanan dan sebagai kekuatan sosial.

Dalam UU ini tidak disebutkan fungsi politik ABRI, di dalam pasal 26

hanya dinyatakan “Angkatan Bersenjata mempunyai fungsi sebagai

kekuatan pertahanan keamanan”. Akan tetapi di dalam pasal 28 ayat

(1) disebutkan “Angkatan Bersenjata sebagai kekuatan sosial bertindak

selaku dinamisator dan stabilisator yang bersama-sama dengan

kekuatan sosial lainnya memikul tugas dan tanggungjawab

mengamankan dan menyukseskan perjuangan bangsa dalam mengisi

kemerdekaan serta meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat

Indonesia.

h. Undang-undang No.2 tahun 1988 tentang prajurit ABRI. Hal yang

terpernting dalam UU ini adalah tentang sumpah prajurit. Pasal 3 ayat

(2) menyatakan bahwa “Prajurit ABRI bersumpah setia kepada NKRI

yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45”. Ini berarti bahwa tentara

harus setia kepada pemerintah selama pemerintah setia dan

melaksanakan Pancsila dan UUD 45, membela, melindungi, dan

memperjuangkan kepentingan rakyat, serta didukung oleh rakyat.

140

Moh,Mahfud MD, Konfiurasi Politik dan Hukum pada Era Orde Lama dan Orde

Baru, dalam A.S Hikam dan Mulyana W. Kusuma (ed), Wacana Politik Hukum dan Demokrasi

Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), halxxxiii-xxxiv

Page 106: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Disamping landasan konstitusional di atas, dwifungsi mempunyai landasan

doktrin. Catur Dharma Eka Karma (CADEK) adalah doktrin ABRI sebagai

kekuatan pertahanan keamanan dan doktrin ABRI sebagai kekuatan sosial politik.

Dengan keberadaan seperangkat aturan-aturan hukum yang menjadi asas

legal formal bagi tentara, baik secara kelembagaan maupun secara personal yang

mengatur tentang peran dan fungsi sosial politik kelompok militer, telah

menyebabkan tersentralisasinya kekuasaan pada satu kelompok, baik di tingkat

pusat maupun daerah (penulis). Dari tersentralisasinya kekuasaan pada kelompok

militer khususnya TNI AD, berimplikasi terhadap peran politik sipil, khususnya

umat Islam sebagai umat mayoritas di Indonesia.

Dwifungsi ABRI, yang merupakan alat utama Orde Baru Soeharto,

mengakibatkan tindakan aparat pemerintah menjadi penghalang utama dalam

pertumbuhan civil society, yang merupakan salah satu faktor utama dalam tataran

negara demokrasi. Akan tetapi Orde Baru dengan didukung oleh berbagai

komponen seperti, birokrat, kelompok teknokrat, pemilik modal dan yang utama

yaitu kelompok militer, Orde Baru memiliki orientasi sebuah negara yang sangat

kuat. Orientasi negara kuat Orde Baru ditempuh dengan berbagai cara, antara lain

politik sentralisasi dan penguatan eksekutif, pendekatan keamanan, dan

pendayagunaan dan perluasan Dwifungsi militer. Perluasan peran sosial politik

militer mau tak mau akan menyempitkan dan membatasi ruang dan waktu gerak

masyarakat sipil untuk bertindak secara lebih otonom dalam menyampaikan

aspirasinya, karena militer merupakan kekuatan utama pihak eksekutif yang

Page 107: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

sekaligus memiliki hak monopoli untuk menggunakan kekerasan.141

Menurut

pendapat Liddle dalam rumusan hasil penelitiannya menyebutkan, bahwa dalam

tindakan awal-awal Soeharto, terdapat dua unsur kunci strategis politiknya, yaitu

mengandalkan Angkatan Darat sebagai tonggak dukungan politik yang utama

(membangun sumber daya koersifnya), dan upaya mendapatkan legitimasi lebih

luas dengan tetap bekerja dalam jalur kostitusional (membangun sumberdaya

persuasive).142

Selanjutnya Liddle menyatakan,” semua aktivitas dijustifikasi

dengan doktrin dwifungsi, membela negeri dan memainkan peran aktif dalam

kehidupan politik dalam negeri.”143

Pada masa Orde Baru konsep dwifungsi ABRI berperan aktif dan sangat

produktif untuk menghambat pertumbuhan civil society. Kemandirian politik

tidak diciptakan karena adanya depolitisasi yang dilakukan oleh Orde Baru,

dengan mekanisme kontrol korporatisasinya yang dijalankan secara eksklusioner,

dan tak mustahil dengan jalan kekerasan. Kebebasan juga tidak bisa diciptakan,

karena Orde Baru tidak membolehkan organisasi atau kelompok kepentingan

yang ingin bebas dari negara.144 Konsep dwifungsi dengan perpaduan strategi

yang dijalankan oleh Orde Baru ternyata sangat efektif untuk mempengaruhi

kondisi psikologis (alam bawah sadar ) masyarakat sipil khususnya yang berada di

pedesaan, yang merupakan 60% penduduk Indonesia (penulis).

141

Abdoel Fattah, Demiliterisasi Tentara, Pasang Surut Politik Militer 1945-2004,

hal.174

142 Robert W Liddle, Pemilu-pemilu Orde Baru: Pasang Surut Kewenangan Politik,

(Jakarta: LP3ES), hal.114

143 Ibid, hal.115

144 Abdoel Fattah, Demiliterisasi Tentara, Pasang Surut Politik Militer 1945-2004,

hal.176

Page 108: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Politik tentara pada masa Orde Baru dengan konsep dwifungsi ABRI jelas

berbeda dengan konsep politik sipil, yang pada umunya umat Islam, hal ini

dikarenakan Islam sebagai agama mayoritas penduduk Indonesia. Karena di

dalam politik militer tidak dikenal istilah kelompok oposisi. Oleh karena itu,

pemerintah yang berkuasa cenderung otoriter.145

Dari sistem pemerintahan negara yang dijalankan dan diterapkan oleh

Orde Baru dengan sistem politiknya yang ditopang oleh militer sangat bertolak

belakang dengan sistem politik yang diperankan oleh kelompok sipil, yang

menjunjung tinggi nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan berkembang di

dalam masyarakat. Dan pada masa Orde Baru juga tidak ada satu ideologi pun

yang boleh bertentangan dengan ideologi rezim Orde Baru. Orde Baru dengan

ditopang oleh militer telah memaksakan masyarakat untuk menerima hanya satu

ideologi, padahal ideologi merupakan cita-cita sebuah kelompok yang mendasari

suatu program untuk mengubah dan memperbaharui masyarakat.146

Ideologi politik militer pada dasarnya adalah ideologi politik tertutup,

yang biasanya bersifat totaliter pada seluruh bidang kehidupan. Pada umunya

suatu negara yang menganut suatu ideologi tertutup mengandaikan bahwa

kekuasaan secara ekslusif terletak dalam genggaman tangan suatu elit yang

melegitimasikan monopolinya atas kekuasaan, dengan klaim bahwa mereka itu

pengemban kemurnian sebuah ideologi.147

Dan adapun ciri khas dari sebuah

145

M.Alfan Alfian M, Mahalnya Harga Demokrasi, (Jakarta: Intrans), hal.10

146 Franz Mgnis Suseno, Etika Politik; Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan

Modern, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama), hal 367

147 Ibid, hal.368

Page 109: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

ideologi tertutup ialah bahwa, betapapun besarnya perbedaan antara tuntutan

pelbagai ideologi, namun selalu akan ada tuntutan, bahwa orang harus mutlak taat

terhadap ideologi itu, dan itu berarti terhadap elit yang mengembannya, dan orang

tidak diizinkan mempersoalkannya.

C. Kegagalan Orde Lama dan Peran TNI

Kebijakan ABRI di bidang sosial politik telah dimulai sejak ABRI

menetapkan konsep dwifungsinya. Dari konsep tersebut mengakibatkan ABRI

mendominasi dan sebagai aktor utama dalam perjalanan sejarah perpolitikan

rezim Orde Baru.

ABRI sebagai tulang punggung penopang kekuasaan rezim Orde Baru,

telah dimulai sejak awal berdirinya rezim otoriter orde ini pada tahun 1967. Hal

ini tampak dari elit-elit penguasa Orde Baru yang secara kuantitas mereka berasal

dari kalangan militer, baik militer aktif maupun pasif (purnawirawan).

Orde Baru yang sejak kelahirannya mengorientasikan diri kepada negara

yang kuat (strong state). Dalam rangka membangun negara yang kuat ini, Orde

Baru membangun elit penguasa yang terdiri dari kelompok militer, birokrat,

teknokrat, dan pemilik modal. Rezim Orde Baru untuk mewujudkan sebuah

negara yang kuat telah merancang sebuah sistem pemerintahan yang terpusat,

yaitu sistem pemerintahan yang terpusat ditangan sebuah lembaga negara yaitu

lembaga eksekutif. Akibatnya lembaga-lembaga lainnya secara tidak langsung

menjadi lemah atau telah diperlemah oleh sistem yang sengaja direkayasa.

Page 110: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Kenyataan empiris menunjukkan bahwa pada saat kelahirannya, Orde

Baru disibukkan oleh “ pengelolaan krisis dan pengendalian kerusakan” dalam

berbagai lapangan kehidupan.148 Dalam kerangka ini, menjadi wajar apabila sejak

kelahirannya, Orde Baru memiliki obsesi yang khas: “melakukan pembangunan

tanpa ada gangguan-gangguan berbentuk konflik politik “. Dari obsesi Orde Baru

yang ingin membangun dalam keadaan dan suasana politik yang tertib dan

terkendali, maka Orde Baru menerapkan strategi maksimalisasi produktivitas

ekonomi dan minimalisasi konflik politik. Dalam kerangka maksimalisasi

produktivitas ekonomi dan minimalisasi konflik ini, keamanan, harmoni,

konsensus, dan kompromi dijadikan sebagai tujuan sekaligus batasan kegiatan

politik masyarakat.149

Sementara konflik politik “diharamkan”.

Orde Baru yang ditulangpunggungi oleh militer sangat traumatis dengan

disintergrasi nasional dan instabilitas politik yang terjadi sepanjang dua puluh

tahun pertama masa pasca kemerdekaan. Dalam kerangka ini, stabilitas politik dan

pembatasan partisipasi menjadi pilihan yang dianggap tak tertawarkan.

Sebagaimana telah disinggung diawal, Orde Baru sejak awal kelahirannya telah

berusaha untuk menghindarkan diri sejauh mungkin dari akibat-akibat buruk dan

merugikan akibat polarisasi ideologi dan politik serta merebaknya konflik

politik.150

Orde Baru merupakan pemerintahan yang berkesimpulan bahwa

polarisasi dan konflik itulah yang telah membusukkan sistem politik Indonesia

148 Eef Saefulloh Fatah, Zaman Kesempatan; Agenda-agenda Besar Demokratisasi

Pasca- Orde Baru, (Jakarta: Mizan), hal.49

149 Ibid, hal.49

150 Eep Saefulloh Fatah, Zaman Kesempatan; Agenda-agenda Besar Demokratisasi

Pasca- Orde Baru, hal.51

Page 111: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

pada masa lalu. Sebagaimana dikataakan oleh William Liddle di dalam buku Eep

Saefulloh, bahwa ada tiga bentuk konflik politik yang pernah terjadi masa pra-

Orde Baru dan dihindari pengulangannya oleh Orde Baru, yaitu konflik

keagamaan (1950-1955), konflik kesukuan (1956-1961), dan konflik kelas (1961-

1965).

Sesuai dengan jargon Orde Baru ketika itu, pembangunan ekonomi, yes

dan konflik politik, no. Maka Orde Baru untuk mencapai stabilitas politik dan

pertumbuhan ekonomi, Orde Baru menerjemahkan lebih lanjut lagi pendekatan

keamanan dengan memberikan tanggung jawab tersebut kepada ABRI sebagai

institusi yang memiliki otoritas untuk menggunakan kekerasan (manajemen

kekerasan). Dari tanggung jawab itu telah menjadikan asas legalitas bagi ABRI

untuk bertindak “super agresif ” terhadap semua yang dianggapnya

membahayakan stabilitas, dan stabilitas sendiri dipandang oleh ABRI sebagai

sesuatu yang statis, pada hal dinamika masyarakat menghendaki stabilitas yang

dinamis.151

Tindakan ABRI dengan pendekatan keamanan yang berlebihan ini

menimbulkan suasana yang menakutkan bagi kehidupan masyarakat Indonesia.

Keterlibatan ABRI lebih jauh untuk mengkaji dan membahas berbagai kebijakan

mengenai persoalan negara telah dimulai sejak embrio awal kelahiran Orde Baru

pada 1966. Hal tersebut tercermin dari berbagai seminar yang diadakan ABRI,

khususnya Angkatan Darat (AD).

151

Abdoel Fattah, Demiliterisasi Tentara, Pasang Surut Politik Militer 1945-2004,

hal.159

Page 112: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Didorong oleh rasa tanggung jawab ABRI atas nasib bangsa dan negara,

maka diadakanlah seminar Angkatan Darat II di SESKOAD Bandung pada

tanggal 25-31 Agustus 1966.152 Seminar ini membahas tiga permasalahan pokok

bangsa dan negara, pertama; stabilitas sosial dan politik, yang meliputi: (1)

masalah persatuan dan kesatuan yang kokoh dan dinamis sebagai prasyarat untuk

mensukseskan program-program nasioanal kita, serta peranan Angkatan

Bersenjata/TNI-AD khususnya; (2) masalah memelihara situasi yang stabil dan

dinamis, walaupun diselenggarakan pemilu tepat pada waktunya; (3) masalah

penyelenggaraan pemilu yang aman agar terjamin representasi yang demokratis

dan kuat bagi kekuatan-kekuatan Pancasilais, sehingga konsensus nasional

berdasarkan Pancasila tetap terjamin utuh dalam MPR pilihan rakyat; dan (4)

masalah landasan dan norma-norma kepemimpinan nasional pada umumnya

sebagai prasyarat untuk membina negara dan bangsa kearah terciptanya Orde

Baru berdasarkan Pancasila. Kedua, stabilitas sosial ekonomi, yang melikputi: (1)

masalah pengendalian dan pengusahaan, dan penekanan inflasi serta cara-cara

meningkatkan daya beli rakyat; (2) pengembangan produktivitas dan efisiensi

kerja dari semua kekuatan sosial ekonomi kita; dan (3) peranan angkatan

bersenjata, TNI-AD khususnya dalam sektor produksi dan distribusi. Ketiga,

kedudukan dan peranan ABRI khusus TNI-D dalam revolusi Indonesia sebagai

alat revolusi, alat penegak demokrasi dan sebagai alat pertahanan dan keamanan

negara (alat revolusi = alat perjuangan). Masalah ketiga merupakan

penyempurnaan dari Doktrin perjuangan TNI-AD “Tri Ubaya Cakti “ hasil dari

152

Hidayat Mukmin (et. All), Dwifungsi ABRI, Perkembangan dan Perannya dalam

Kehidupan Politik Di Indonesia, hal.34

Page 113: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

seminar Angkatan Darat I yang diselenggarkan pada tanggal 2-9 April 1965.

Sebagaimana diketahui, dalam doktrin perjuangan TNI-AD “ Tri Ubaya Cakti “

inilah untuk pertama kalinya dirumuskan doktrin dwifungsi ABRI. Dalam doktrin

tersebut ditegaskan bahwa kedudukan TNI-AD sebagai golongan karya ABRI

merupakan suatu kekuatan sosial politik dan kekuatan militer; adalah bagian

daripada kekuatan progresif-revolusioner yang menetapkan sekaligus peranannya

sebagai alat revolusi, alat demokrasi, dan alat kekuasaan negara.

D. Strategi ABRI dalam Rangka Depolitisasi Politik Islam

Dengan mulai berkuasanya pemerintahan Orde Baru menyusul gagalnya

kudeta PKI pada 1965, banyak pemimpin politik Islam yang menaruh harapan

besar. Harapan itu nampak jelas dikalangan bekas pemimpin Masyumi dan

pengikut-pengikutnya yang selama periode demokrasi terpimpin merasa benar-

benar disudutkan. Ini dikarenakan mereka merasa menjadi bagian terpenting dari

kekuatan-kekuatan koalisi (seperti militer, kelompok fungsional, kesatuan

mahasiswa dan pelajar, organisasi sosial-keagamaan dan sebagainya) yang telah

berhasil menghancurkan PKI dan menjatuhkan pemerintahan Soekarno, mereka

membayangkan kembalinya Islam dalam panggung diskursus politik nasional.153

Pada masa awal Orde Baru berkuasa, ABRI merupakan salah satu elemen

utama yang turut berperan dalam membidangi kelahiran Orde Baru. Pada masa-

masa awal Orde Baru inilah ABRI mulai banyak memainkan perannya di bidang

politik, sehingga kemudian ABRI menjadi faktor utama yang menetukan hampir

153

Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, Transformasi pemikiran dan Praktik Politik

Islam di Indonesia, (Jakarta: Paramadina), hal.111

Page 114: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

seluruh bidang kehidupan berbangsa dan bernegara. Besarnya peran ABRI dalam

pengaturan dan pengelolaan negara, disebabkan oleh Orde Baru yang konsepnya

berorientasi pada pembangunan ekonomi dan mensejahterakan bangsa dan negara

menghendaki suatu keadaan negara yang stabil dan terkendali. Dengan alasan,

ketidak normalan kondisi dan situasi negara pada saat itu telah memaksa ABRI

memainkan peran yang sangat dominan dalam politik negara.154 Dan peran

dominan ABRI dalam politik sebagaimana dikatakan oleh jenderal Ali Murtopo,

disebabkan pada saat itu juga belum adanya kelompok politik sipil yang

mempunyai program pembangunan yang baik dan jelas.155

Dengan kekacauan dan ketidak jelasan kondisi dan situasi negara yang

terjadi pada masa Orde Lama yang berdampak pada pertumbuhan dan

perkembangan kemajuan ekonomi bangsa dan negara, telah memaksa kelompok

militer sebagai kekuatan politik yang sangat dominan dalam merumuskan dan

menetapkan berbagai kebijakan.

Dominasi kelompok militer dalam panggung politik nasional berdampak

pada peran dan ruang politik sipil. Oleh karena itu hampir semua kelompok

pernah menjadi korban daripada hegemoni politik militer Orde Baru tersebut. Dari

banyaknya korban hegemoni politik kelompok militer tersebut, maka kelompok

politik Islam yang paling menyakitkan.156

154 Salim Said, Genesis of Power General Sudirman and The Indonesian Military In

Politics 1945-49, (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies and Heng Mui Keng Terrace),

hal.146

155 Ibid, hal.146

156 M Alfan Alfian M, Mahalnya Harga Demokrasi, hal.9

Page 115: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Penjinakan aktivisme dan idealisme politik Islam oleh kalangan militer

didasarkan pada pandangan kelompok militer terhadap aktivitas dan cita-cita umat

Islam pada masa Orde Lama yang ingin mendirikan “negara Islam” dan

menjadikan “Islam sebagai dasar negara”.157 Kecurigaan kelompok militer

terhadap politik Islam ditandai dengan ketidaksediaan kelompok militer terhadap

rehabilitasi partai Masyumi pada masa awal Orde Baru. Dalam hal ini, beberapa

kali kontak senjata antara mereka dengan unsur-unsur politik Islam pada masa

lalu sangat memainkan peran seperti dicatat oleh Harold Crouch, hal ini terutama

sangat terasa dikalangan “perwira-perwira yang pernah terlibat dalam

pertempuran bersenjata melawan Darul Islam dan pemberontakan-pemberontakan

regional lainnya yang dilakukan oleh umat Islam.” Demikian pula, mereka yang

“ikut serta dalam upaya pemerintah pusat untuk menumpas PRRI benar-benar

merasa tidak senang dengan “pengkhianatan” Masyumi yang bersimpati, atau

sedikitnya tidak menyalahkan pemberontakan yang mengorbankan 2.500 nyawa

tentara itu.”158

Dari pengalaman kelompok militer dalam memadamkan pemberontakan

umat Islam yang terjadi pada tahun 1950 dan 1960-an, mengakibatkan militer

berpandangan bahwa politik Islam sebagai ancaman terhadap stabilitas dan

keamanan negara.159

Dengan kekhawatiran Orde Baru terhadap stabilitas dan

157

Bahtiar Effendy, Islam dan Negara, Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik

Islam Di Indonesia, hal.112

158 Harold Crouch, Indonesia: Democratization and The Threat of Disintegration,

hal.201

159 Angel Rabasa dan John Haseman, The military And Democracy In Indonesia;

Challenges, Politics, and Power, (Santa Monica: RAND; National Security Research Division),

hal.61

Page 116: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

keamanan negara yang dapat menghambat dan menghalangi cita-cita yang telah

dikonsepkannya, maka Orde Baru yang ditopang oleh institusi militer telah

melakukan depolitisasi terhadap kelompok politik Islam yang bersifat ideologis

dan fundamentalis.160 Depolitisasi politik Islam merupakan sebuah usaha dan

strategi politik yang dijalankan oleh ABRI khususnya Angkatan Darat sebagai

unsur utama kekuatan Orde Baru untuk menyingkirkan aktivis politik Islam yang

berusaha untuk menghidupkan dan memformulasikan kembali ideologi Islam

sebagai sebuah ideologi politik mereka. Sebagaimana dikatakan oleh Don

Emerson, mereka berusaha melakukan domestikasi atas politik Islam;

menempatkannya pada posisi “minoritas” dan “out sider” dimana situasi ini

pernah dikeluhkan oleh Natsir dengan pernyataan,” mereka telah memperlakukan

kami sebagai kucing kurap”.161

Dalam rangka kelompok militer untuk melenyapkan dan menyingkirkan

peran dan aktivitas kelompok politik Islam yang ideologis dan formalistik, maka

kelompok militer yang disebut dengan TNI/ABRI telah merumuskan beberapa

strategi politik. Strategi politik TNI/ABRI dilakukan melalui beberapa kebijakan

yang ditetapkan oleh institusinya maupun perwira tinggi militer.162

Diantara

kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh militer, yaitu; pertama, pada Desember

1966, kelompok militer menyatakan bahwa mereka akan mengambil tindakan-

tindakan tegas terhadap siapa saja, dari kelompok mana saja, dan dari aliran apa

160 Bahtiar Effendy, Jalan Tengah Politik Islam; Kaitan Islam, Demokrasi, dan Negara

yang Tidak Mudah, (Jakarta: Ushul Press), hal.36

161 Ibid, hal.36

162 Angel Rabasa dan John Haseman, The Military and Democracy In Indonesia;

Challenges, Politics, and Power, hal.62

Page 117: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

aja, yang ingin menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 seperti yang pernah

dilakukan melalui pemberontakan Partai Komunis Indonesia di Madiun, Gestapu,

Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (sebuah gerakan Islam fanatik yang paling

kuat pada 1950-an dan memperoleh dukungannya di Jawa Barat yang berupaya

mendirikan negara Islam dengan kekuatan senjata) dan Masyumi”. Kedua,

ABRI/TNI menggunakan langkah-langkah Koersif dan kooptatif untuk

mempengaruhi hasil pemilu pertama tahun 1971, dimana ABRI/TNI menjadi

tulang punggung Golkar. Ketiga, Amir Machmud yang kala itu sebagai menteri

dalam negeri mengeluarkan peraturan menteri (Permen 12/1969)” yang

dimasudkan untuk memurnikan wakil-wakil Golkar di badan-badan legislatif

tingkat provinsi dan lokal”, peraturan ini menyebutkan bahwa “ seluruh anggota

kelompok-kelompok fungsional yang ditugaskan di badan-badan pemerintahan di

tingkat provinsi dan lokal harus diganti jika mereka bergabung ke dalam partai-

partai politik (PNI, NU, Parmusi, PSII, Perti, dan lain sebaginya). Selain itu juga,

ia juga mengeluarkan sebuah peraturan pemerintah (PP 6/1970) yang mempunyai

konsekuensi luas dalam pemilihan umum, yang menegaskan bahwa “kelompok-

kelompok tertentu dikalangan pegawai negeri sipil tidak diperbolehkan menjadi

anggota partai-partai politik: anggota ABRI, semua pegawai negeri sipil yang

bekerja pada Departeman pertahanan, hakim dan penuntut umum, pejabat-pejabat

khusus seperti Gubernur BI, dan para pemegang jabatan penting lain yang

ditetapkan oleh presiden.” Keempat, pemerintah melakukan restrukturisasi sistem

kepartaian pada januari 1973, yaitu pemerintah mengharuskan kesembilan partai

yang ada bergabung kedalam dua partai politik baru. Kelima, penerapan konsep

Page 118: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

massa mengambang di mana aktivitas-aktivitas partai di tingkat desa dan

kecamatan hampir sepenuhnya dihapuskan. Keenam, yaitu dalam pidato

tahunanya di depan DPR, 16 Agustus 1982, presiden Soeharto menegaskan bahwa

dasar ideologi mereka satu-satunya adalah Pancasila.163 Ketujuh, yaitu

pemberlakuan UU keormasan yang dikeluarkan pada tahun 1985, yang

mewajibkan semua organisasi sosial-keagamaan dan mahasiswa untuk menerima

pancasila sebagai asas tunggal.

Dalam kondisi negara yang tidak menentu pada masa Orde Lama, di mana

kekacauan yang terjadi berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi dan

pembangunan bangsa dan negara seutuhnya. Oleh kaena itu, Soeharto sebagai

presiden yang berlatar belakang militer (Angkatan Darat) dan berpangkat terakhir

jenderal, ia melihat bahwa penyebab dari stagnasinya pembangunan dan

pertumbuhan negara adalah:

1. Tidak adanya pemimpin yang kuat dan bisa mengintegrasikan seluruh

elemen kekuatan negara.

2. Konflik ideologi politik (khususnya Islam Politik) dengan kelompok

kepentingan yang lainnya yang tidak ada kesudahannya.

3. Lemahnya elit-elit politik sipil yng mengendalikan dan menjalankan

roda pemerintahan negara.

4. Tidak adanya kekuatan yang dominan dalam mengendalikan

perpolitikan negara.

163

Presiden Soeharto, Amanat Kenegaraan IV 1982-1985, (Jakarta: Inti Idayu Press),

hal.11

Page 119: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Oleh karena itu, berangkat dari keempat faktor tersebut diatas, Soeharto

yang telah resmi menjadi presiden RI kedua pada 1967, mulai mengatur dan

menetapkan strategi dan taktik untuk menata faktor-faktor yang dipandang

sebagai penghambat kemajuan dan pertumbuhan negara. Dalam rangka penataan

tersebut Soeharto telah menjadikan tiga poros utama sebagai penyangga

kelangsungan kekuasaan rezim Orde Baru. Ketiga poros itu adalah; TNI AD

sebagai kekuatan utama, Golkar (sebagai golongan yang dikaryakan, yang juga

diisi oleh sebagian orang-orang dari petinggi Angkatan Darat, maupun pegawai

negeri sipil pemerintahan), dan ketiga birokrasi (semua pegawai pada lembaga

pemerintah yang juga sebagian diisi oleh kalangan dari militer dan wajib

mendukung dan bergabung di Golkar). Sehingga pada masa Orde Baru dikenal

dengan istilah “tiga jalur kekuasaan, yaitu jalur A (ABRI), jalur B (birokrasi) dan

jalur G (Golkar) sebagai mesin politik utama untuk melegitimasikan dan

melanggengkan kekuasaan Soeharto yang dikenal dengan rezim Orde Baru.

Page 120: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Keterlibatan tentara Indonesia (khususnya Angkatan Darat) dalam politik

berbeda dengan tentara di negara lain pada umumnya yang telah melakukan

kudeta dalam perebutan kekuasaan politik. Militer Indonesia sudah memainkan

peranan politiknya dari sejak revolusi kemerdekaan dan mencapai puncaknya

pada masa Orde Baru memegang tampuk kekuasaan dibawah komando Mayor

Jenderal Soeharto. Tumbangnya Orde Lama merupakan suatu berkah bagi tentara,

khususnya Angkatan Darat (TNI-AD) yang mengasumsikan korps mereka sebagai

pahlawan yang telah menyelamatkan keutuhan negara dan Pancasila sebagai asas

negara dari ancaman negara komunis.

Keberhasilan Angkatan Darat mendominasi kekuasaan setelah

menyingkirkan lawan-lawan politiknya yang kurang terorganisasi. Angkatan

Darat mengembangkan organisasi politiknya untuk memenuhi tanggung jawab di

bawah undang-undang darurat perang serta membangun dirinya sendiri menjadi

kekuatan politik penting yang mandiri. Setelah Angkatan Darat berhasil

mendominasi kekuasaan, maka satu persatu Angkatan Darat mulai menyingkirkan

orang-orang yang dipandang sebagai lawan politiknya. Dalam hal ini pada

puncaknya tahun 1990 Orde Baru berhasil menghapus pusat-pusat kekuatan sipil

Page 121: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

yang mandiri itu disertai dengan konsolidasi kekuasaan dalam angkatan

bersenjata.

Orde Baru setelah melakukan konsolidasi kekuasaan mulai menjalankan

program-program pembangunan ekonomi yang telah terpuruk akibat krisis

ekonomi. Seiring dengan langkah Orde Baru melakukan pembangunan dan

pertumbuhan ekonomi, Orde Baru disatu sisi berusaha melakukan pembungkaman

dalam rangka pembangunan politik dan rasionalisasi politik rakyat. Hal ini

dilakukan oleh Orde Baru karena Orde Baru telah mengharamkan rakyat untuk

bebas membicaakan urusan politik, sehingga Orde Baru sangat terkenal dengan

jargonnya “ekonomi yes, politik no”.

Dalam pembungkaman urusan politik inilah, umat Islam sebagai umat

mayoritas penduduk negeri ini merasakan bahwa ketidakbebasan tersebut telah

merugikan mereka dalam mengekpresikan kebebasan politik dan obsesi politik

mereka. Hal ini dikarenakan Orde Baru yang ditopang oleh militer masih trauma

dengan politik Islam yang terjadi pada masa Orde Lama. Dan khususnya

Angkatan Darat tidak menginginkan kembalinya gerakan politik Islam yaitu suatu

gerakan yang sangat gigih untuk memformalisasikan Islam sebagai sebuah

ideologi negara Indonesia dan gerakan Islam yang lebih mengutamakan

simbolisasi Islam sebagai alat perjuangan kepentingan politik mereka. Hal yang

pada hakikatnya menurut Abdurrahman Wahid gerakan yang lebih mengarah pada

sektarianisme dan menghambat proses demokratisasi di negara kita, sebagaimana

kritikan Abdurrahman Wahid pada saat pendirian ICMI. Kritikan Abdurrahman

Wahid ketika itu ternyata sangat tepat jika kita melihat realitas politik yang terjadi

Page 122: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

pasca Orde Barut. Karena gerakan politik sektarianisme seperti yang dikatakan

Abdurrahman Wahid itulah yang pada hakikatnya sangat berpotensi mengundang

militer untuk mengalahkan dan menyingkirkan mereka dari panggung kekuasaan

politik. Jadi penyingkiran Islam politik pada masa Orde Baru tidak lebih

merupakan sebagai reaksi dari ketakutan dan kekhawatiran dari pihak TNI (TNI-

AD) akan kehilangan pengaruh dan kekuasaan dalam mengendalikan urusan

politik negara ini.

Orde Baru yang ditopang oleh militer (Angkatan Darat) dari sejak

berdirinya tahun 1966 telah berhasil mendominasi seluruh lapangan kehidupan

dan menghegemoni politik sipil yang mayoritas umat Islam. Kekuasaan Orde

Baru yang ditopang oleh militer, memasuki tahun 1991 sudah menandakan

kelemahan dan longgarnya kontrol kekusaan yang dilakukan oleh kelompok

militer sebagaimana sebelum tahun 1990-an, dimana segala sesuatu harus

mendapat izin dari pihak militer.

Kelemahan politik tentara atau Orde Baru setelah mengalami masa

penurunan, dan mencapai puncaknya pada tahun 1998, di mana Presiden Soeharto

pada waktu itu sebagai komandan Orde Baru tidak dapat mempertahankan tampuk

kekuasaannya dari desakan gelombang reformasi.

Lenyapnya legitimasi Orde Baru tidak terlepas dari bencana krisis politik

yang terjadi di Indonesia pada 1998 yang disebabkan oleh krisis ekonomi yang

melanda Indonesia dan kawasan regional Asia Tenggara sejak juli 1997. Dampak

dari krisis tersebut yaitu terjadinya pelarian modal besar-besaran ke luar negeri,

terjadinya tekanan terhadap mata uang rupiah. Akibat ini semua yaitu;

Page 123: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

pengangguran dan kemiskinan meningkat drastis, harga kebutuhan hidup pokok

sehari-hari melambung dan bahkan sangat susah untuk didapatkan, bahakan

inflasi mencapai 100%. Krisis politik ini melemahkan legitimasi rezim Soeharto

yang memang sudah semakin lemah dari sejak 1991.

Kejatuhan Orde Baru disebabkan juga karena menjelang kejatuhannya,

para pejabat Orde Baru banyak yang melakukan perjanjian simbolik dan beberapa

langkah kebijakan ekonomi yang tujuannya untuk memperpanjang kekuasaan.

Langkah-langkah tersebut di antaranya adalah dua kali pertemuan dengan IMF

pada Oktober 1997 dan Januari 1998, yang membiarkan dolar bergerak bebas

pada Agustus 1997, likuidasi 16 belas bank pada November 1997, dan menyususn

RAPBN pada Januari 1998. Pada saat jatuhnya nilai tukar rupiah, kegagalan

mekanisme pembayaran perdagangan luar negeri, penyelesaian kredit atau

pinjaman dari perusahaan besar, dan sistem perbankan yang buruk, serta besarnya

pinjaman swasta nasional diluar negeri telah meruntuhkan fundamental ekonomi

Indonesia yang rapuh.

Ini semua pada realitanya disebabkan oleh kelambatan pemerintah

mengantisipasi krisis ekonomi dan langkah-langkah kebijakan pemerintah yang

tidak berarti banyak untuk perbaikan ekonomi yang pada akhirnya membuat

kepercayaan masyarakat hilang terhadap upaya kesungguhan pemerintah dalam

mengatasi krisis.

Kejatuhan rezim Orde Baru pada 21 Mei 1998 yang ditandai dengan

pengunduran diri sang jenderal besar Soeharto sebagai presiden, jika kita

bandingkan dengan kejatuhan presiden Soekarno pada rezim Orde Lama, maka

Page 124: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

sangat serupa. Pola dan cara kejatuhan Orde Baru hampir tidak berbeda dengan

apa yang dialami oleh Orde Lama menjelang kejatuhannya. Kejatuhan dari dua

rezim ini khususnya disebabkan oleh krisis ekonomi yang melanda negara ini.

Akan tetapi pada masa Orde Lama krisis ekonomi bukan disebakan oleh ketidak

mampuan kerja para elit pemerintah dalam menangani dan mengatur

perekonomian negara, akan tetapi lebih disebabkan oleh suasana dan kondisi

politik yang terus menenrus dalam suasana konflik dan pertentangan antara elit-

elit politik. Sedangkan pada masa Orde Baru sebelum terjadinya krisis ekonomi,

kondisi politik di Indonesia masih dalam keadaan aman dan tenang. Maka

kejatuhan rezim Orde Baru lebih disebabkan ketidak mampuan elit-elit Orde

Baru, khususnya tim ekonomi yang menangani krisis pada tahun 1997.

Page 125: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, Masykuri, Demokrasi Dipersimpangan Makna, Yogyakarta, Tiara

Wacana, cet. II, 2004

Abdulgani, Roeslan, Indonesia Menatap Masa Depan, Jakarta, Pustaka Merdeka,

cet. I, 1986

Alfian ,M.Alfan, Mahalnya Harga Demokrasi, Jakarta, INTRANS, cet. I, 2001

Ali, Fahri dan Effendy Bahtiar, Merambah Jalan Baru Islam, Rekonstruksi

Pemikiran Islam Orde Baru, Bandung, Mizan, 1999

A.Muhaimin,Yahya , Perkembangan militer dalam politik di Indonesia 1945-

1966, Yogyakarta,Gadjah mada university

Angkatan Darat, Doktrin Perjuangan “Tri Ubaya Cakti” Djakarta: Departemen

Angkatan Darat, 1965

Angkatan Darat, Doktrin Perdjuangan, 1965

Angel, Rabasa and Haseman, John, the military and Democracy in indonesia;

challenges, politics, and power, Santa Monica, RAND, MR-1599-SRF,

2002

Azmah Hidayati, Noor Jurnal Studi Agama Millah, Yogyakarta, vol.IV,2005

Page 126: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Bourchier, David dan Hadiz, Vedi R , Pemikiran Sosial Dan Politik Indonesia

1965-1999, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, cet. I, 2006

Budiardjo, Miriam (peny), Partisipasi Dan Partai Politik, Jakarta, Yayasan Obor

Indonesia, cet. III, 1998

Chaidar, Al, Reformasi Prematur, Jawaban Islam Terhadap Reformasi Total,

Jakarta, cet.I, 1998

Crouch, Harold, Militer dan Politik Di Indonesia, (terj) Th. Sumarthana, Jakarta,

Sinar Harapan, cet.I, 1986

____________, Indonesia: Democratization and The Threat of Disintegration,

Singapore, Institute of Southeast Asian Studies, 2000

____________, Indonesia: Democratization and The Threat of Disintegration,

Singapore, Institute of Southeast Asian Studies, 2000

Effendy, Bahtiar, Jalan Tengah Politik Islam;Kaitan Islam, Demokrasi, dan

Negara yang Tidak Mudah, Jakarta, Ushul Press, Ushul Press, cet. I, 1998

_____________,Islam dan Negara Transformasi pemikiran dan Praktik Politik

Islam di Indonesia, Jakarta, Universitas Paramadina, cet. I, 1998

Fatah, Eep Saefulloh, Zaman Kesempatan Agenda – agenda Besar Demokratisasi

Pasca Orde Baru, Bandung, Mizan, cet.I, 2000

Page 127: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

________________, Pengkhianatan Demokrasi Ala Orde Baru, Masalah dan

Masa Depan Demokrasi Terpimpin Konstitusional, Bandung, Remaja

Rosda Karya, cet.I, 2000

Fattah, Abdoel, Demiliterisasi Tentara, Pasang Surut Politik Militer 1945-2004,

Yoyakarta, LKiS, cet.I, 2005

Feith, Herbert, Soekarno dan Militer dalam Demokrasi Terpimpin (terj), Jakarta,

Pustaka Sinar Harapan, cet. I, 1995

Gunawan, Asep (ed), Artikulasi Islam Kultural; Dari Tahapan Moral ke Periode

Sejarah, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, cet. I, 2004

Harmain, Bennya K, Konfiurasi Politik dan Hukum pada Era Orde Lama dan

Orde Baru, Yogyakarta, ELSAM ,cet. I, 1997

Hefner, W Robert dan Horvatich, Patricia, Islam Di Era Negara Bangsa; Politik

dan Agama Muslim Asia Tenggara, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2001

Hefner, W Robert, Islam Pasar Keadilan; Artikulasi Lokal, Kapitalisme, dan

Demokrasi,Yogyakarta: Lkis, 2000

Iswandi, Bisnis Militer Orde Baru: Keterlibatan ABRI dalam Bidang Ekonomi

dan Pengaruhnya terhadap Pembentukan Rezim Otoriter, Bandung,P.T

Remaja Rosda Karya, 1998

Jamhari (ed), Gerakan Salafi Radikal Di Indonesia, Jakarta, PT. Raja Grafindo

Persada, cet. I, 2004

Page 128: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Kantaprawira, Rusadi, Sistem Politik Indonesia Suatu Model Pengantar,

Bandung, Sinar Baru Algesindo, cet. VI, 1990

Karim, M. Rusli, Negara Dan Peminggiran Islam Politik, Yogyakarta, Tiara

Wacana, cet.I, 1999

Kompas, Persoalan Paradigmatis RUU TNI, 16 Agustus 2004

Liddle, R.William, Islam, Politik Dan Modernisasi, Jakarta, Pustaka Sinar

Harapan, cet.I, 1997

Liddle,R.William, Pemilu-Pemilu Orde Baru:Pasang Surut Kewenangan Politik,

Jakarta,LP3ES

Madjid, Nurcholish, Indonesia Kita, Jakarta, Univ.Paramadina Jakarta, cet. III,

2004

Marpaung, Rusdi,dkk, Menuju TNI Profesional Tidak Berbisnis Dan Tidak

Berpolitik, Jakarta, Imparsial, cet. I, 2005

Mukmin, Hidayat (ed), Dwifungsi ABRI, Perkembangan dan Perannya dalam

Kehidupan Politik di Indonesia, Yogyakarta, Gadjah Mada University

Press, cet.VII, 1993

Muttaqin, Tatang,et.all, Membangun Nasionalisme Baru, Jakarta, Direktorat

Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda, Dan Olah Raga (Bappenas), cet. I, 2006

Page 129: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

Nasution, Abdul Haris, Dwifungsi ABRI: Pada Mulanya dan Kini, Djkarta,

Prisma, 1980

___________, DwiFungsi ABRI, Djakarta: Seruling Masa, cet.I,1971

___________, Kekarjaan ABRI, Jakarta, cet.I,1974

___________, Tjatatan-Tjatatan tentang Politik Militer Indonesia, Djakarta,

C.V.Pembimbing, cet. I, 1955

Noer, Deliar, Mohammad Hatta: Biografi Politik, Jakarta, cet.I, 1974

Novianto,Cholid et all, Memenangkan Hati Rakyat; Akbar Tanjung Dan Partai

Golkar 1998-2004, Jakarta, cet. II, 2004

Nurhasim, Moch (Ed), Praktek-praktek Bisnis Militer: Pengalaman Indonesia,

Burma, Filifina dan Korea Selatan, Jakarta, The Ridep Institute, 2003

Nusa Bhakti, Ikrar (et.all), Tentara Yang Gelisah, Posisi ABRI dalam Gerakan

Reformasi, Bandung, Mizan, cet. I, 1999

Pauker, J Guy, The Bridge Between Generations in Indonesian Military Politics,

May 1976, Internet, http:/www.rand.org/publications/P/P5655/

Presiden Soeharto, Amanat Kenegaraan IV 1982-1985, Jakarta: Inti Idayu Press,

1985

Said, Salim, Tumbuh dan Tumbangnya Dwifungsi, Perkembangan Pemikiran

Politik Militer Indonesia 1958-2000, Jakarta, Aksara Karunia, cet.I, 2002

Page 130: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

_________, Genesis of Power, General Sudirman And The Indonesian Military in

Politic 1945-49, Institute of Southeast Asian Studies and Pustaka Sinar

Harapan, Singapore & Jakarta, cet.I, 1992

_________, Militer Indonesia dan Politik: Dulu, Kini dan Kelak, Jakarta, pustaka

sinar harapan, cet.IV 2001

Samego, Indra, Bila ABRI Menghendaki, Bandung, Mizan, cet.I, 1998

Sanit, Arbi, Sistem Politik Indonesia; Kestabilan, Peta Kekuatan Politik Dan

Pembangunan, Jakarta, CV.Rajawali, cet. II, 1982

_________, Perwakilan Politik Di Indonesia, Jakarta, CV.Rajawali, cet. I, 1985

Santoso, Agus Edy (peny), Tidak Ada Negara Islam; Surat-surat Nurcholish

Madjid-Mohammad Roem, Jakarta, Djambatan, cet.II, 2000

Simatupang,T.B., Saya adalah Orang yang Berhutang, Victor Matondang (ed),

Percakapan dengan Dr.T.B.Simatupang, Jakarta, Gunung Mulia,1955

Sjahrir, Ekonomi Politik Kebutuhan Pokok; Sebuah Tinjauan Prospektif, Jakarta,

LP3ES, cet. I, 1986

Stanley, Adi Prasetyo & Toriq Hadad (ed), Pengalaman Brasil dan Beberapa

Negara Lain, Terj.Bambang Cipto, Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 1996

Stanley, Adi Prasetyo (ed), Jenderal tanpa pasukan, politisi tanpa partai

:Perjalanan hidup A.H.Nasution, Jakarta : pusat data analisa Tempo

Page 131: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi

__________, Jenderal tanpa pasukan, politisi tanpa partai :Perjalanan hidup

A.H.Nasution, Jakarta : pusat data analisa Tempo

__________, The Role of Military in Indonesia, dalam John J. Johnson (ed), The

Role of the Military in Underdeveloped Countries, Princeton, New Jersey:

Princeton University Press,1962

Sundhaussen, ULF, Politik Militer Inonesia 1945-1966; Menuju Dwifungsi ABRI

,(terj). Hasan Basari, Jakarta,LP3ES,cet,I, 1986

Suseno, Fanz Magnis, Etika Politik; Prinsip-prinsip Dasar Kenegaraan Modern,

Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama, cet. VI, 2001

Symsuddin, Nazaruddin, Alfian, Profil Budaya Politik Indonesia, Jakarta, Pustaka

Utama Grafiti, cet.I, 1991

Tebba, Sudirman, Islam Orde Baru; Perubahan Poltik Dan Keagamaan,

Yogyakarta, cet. I, 1993

Widjajanto, Andi, dkk, Dinamika Reformasi Sektor Keamanan, Jakarta, Imparsia;

The Indonesian Human Rights Monitor,cet. I, 2005

Yani,Ahmad, The Indonesian Doctrine of War, Djakarta: Indonesian Army

Informtion Service, 1965

Yulianto, Dwi Pratomo, Militer dan Kekuasaan, Puncak-Puncak Krisis Hubungan

Sipil-Militer di Indonesia, Yogyakarta, Narasi, cet.I, 2005

Page 132: PERAN POLITIK MILITER ABRI ORDE BARU TERHADAP …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/8279/1/EDHY... · peran politik militer melalui penerapan ideologi “dwifungsi