peran makanisasi dalam pertanian industri.pdf
DESCRIPTION
Ini merupakan materi diskusi mata kuliah 'Mekanisasi Pertanian' di Prodi Agroteknologi, Universitas Halmahera, semester 4, 2011.TRANSCRIPT
PERAN MAKANISASI DALAM PERTANIAN
INDUSTRI
Pentingnya Prinsip Selektif Mekanis dalam
Adopsi Mekanisasi Pertanian Oleh : Echo Tingginehe
1
NPM : 121554211080004
2.1 Dari usahatani gurem menuju pertanian
industri
Usaha tani gurem adalah usaha tani yang
dilakukan manusia untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri. Jadi pada umumnya
usaha tani ini dilakoni manusia disekitar tempat
tinggalnya (pekarangan). Nasoetion membagi
jenis usaha tani gurem kedalam dua kelompok
yakni yang disebut dengan sistem berladang dan
sistem bercocoktanam diatas lahan sawah.2
Namun pada intinya usaha tani ini bertujuan
untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
Berbeda dengan diatas, pertanian industri
merupakan sistem pertanian yang telah
berorientasi industri atau bisnis, dan memiliki
jaringan subsistem yang lebih kompleks (atau
tepatnya rumit).3 Jadi, jika mengamati keadaan
pertanian kita dewasa ini, maka dapat dikatakan
kita sedang beralih dari usaha tani gurem ke
usaha pertanian industry. Dari pertanian
sederhana ke pertanian yang rumit. Salah satu
penyebabnya adalah tuntutan terhadap
produksi yang tinggi.
2.2 Mekanisasi untuk meningkatkan produksi
pertanian
Sebelum melihat bagaimana peran
mekanisasi di bidang pertanian, kita terlebih
dahulu harus mengetahui alasan mekanisasi
akhirnya masuk dan ‘bercokol’ dengan nyaman
dibidang tersebut (baca: pertanian).
Pertanyaannya adalah mengapa sehingga
mekanisasi harus diterapkan dibidang
pertanian? Reijntjes et al., yang adalah staf
Information Centre for Low-External-Input and
Sustainable Agriculture (ILEIA), mengatakan
1 Penulis adalah mahasiswa Program Studi Agroteknologi,
Uniera. 2 Ibid., hlm. 60-66.
3 Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil
pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan
peralatan, serta jasa untuk kegiatan tersebut. Dicetuskan dalam
Simposium Nasional Agroindustri I, tahun 1983, yang
diselenggarakan oleh Jurusan Teknologi Industri Pertanian, IPB.
Dikutip dalam: Djumali Mangunwidjaja dan Ilah Sailah,
Pengantar Teknologi Pertanian, (Jakarta: Penebar Swadaya),
hlm. 110.
bahwa penggunaan mekanisasi di bidang
pertanian pada intinya memperkuat paham
revolusi hijau.4 Revolusi hijau yang tujuan
utamanya peningkatan produksi diterapkan di
Indonesia pada tahun 1970-an. Berdasarkan
tujuannya tersebut, maka segala masukan
(input) didayagunakan untuk mencapainya,
misalnya, penyediaan bibit, pupuk – terutama
non organik, pestisida, dan sarana lain yang
menunjang untuk mencapai tujuan revolusi
hijau yakni produksi.5
Produksi tinggi, jika dirunut lebih
kebelakang, menurut saya didasari dua hal.
Pertama, adalah karena semakin tingginya
jumlah penduduk. Sebagaimana telah kita
ketahui, dengan meningkatnya jumlah
penduduk maka kebutuhan akan produk
pertanian (khususnya bahan pangan) pun
semakin tinggi jua. Kebutuhan yang tinggi akan
produk pertanian menuntut sektor ini untuk
mampu menyediakan produknya sesuai dengan
banyaknya permintaan. Kedua, aspek ekonomi
juga menuntut agar sektor pertanian
berproduksi lebih. Bukan hal aneh lagi jika kita
mendengar petani sering diidentikan dengan
kemiskinan. Oleh karena itu, baik pemerintah
maupun petani sendiri terus berupaya untuk
meningkatkan produksinya yang pada akhirnya
juga akan meningkatkan pendapatannya (baca:
petani). Peran pemerintah disini sangat
diharapkan petani, pun sebaliknya. Pemerintah
berupaya memacu produksi pertanian agar
meningkat supaya dari sana devisa yang masuk
pun juga meningkat sebagaimana di zaman orde
baru, negara kita pernah menjadi negara
pengekspor beras (swasembada).
Berdasar uraian tersebut diatas,
penerapan mekanisasi pertanian dilihat sebagai
cara yang cocok untuk dilakukan. Paham yang
berkembang adalah “dengan mekanisasi,
produksi pertanian akan meningkat.” Memang
benar demikian. Pertanyaan yang timbul disini
adalah apakah tidak ada efek samping dari
4 Reijntjes et al., menjelaskan bahwa mekanisasi bisa
memperbaiki hasil panen melalui pengolahan lahan yang lebih
baik, penanaman, dan pemupukan yang lebih tepat waktu serta
pemanenan yang lebih efisien hingga akhirnya memperkuat
dampak unsur lain dari paket revolusi hijau. Dalam: Reijntjes et
al., Pertanian Masa Depan. Pengantar Pertanian Berkelanjutan
dengan Input Luar Rendah., terj. Y. Sukoco, (Yogyakarta:
Kanisius, 1999), hlm. 17. 5 Loekman Soetrisno, Paradigma Baru Pembangunan Pertanian,
(Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 9-11.
P e r a n M e k a n i s a s i d a l a m P e r t a n i a n I n d u s t r i | 2
penerapan mekanisasi pertanian? Apakah
penerapan mekanisasi otomatis akan
meningkatkan produksi pertanian?
2.3 Untung-rugi mekanisasi pertanian
Kecenderungan mengartikan mekanisasi
pertanian dengan traktorisasi masih dapat kita
temui dikalangan petani.6 Pemahaman yang
salah ini sering menyebabkan implementasi
berkaitan dengan pengadaan alat mekanisasi
pertanian pun cenderung ke arah traktorisasi.
Padahal alat mekanis pertanian itu berbeda-
beda sesuai dengan tahapan budidayanya.
Berdasarkan tahapan tersebut, penggunaan
jenis alat pertanian harus disesuaikan dari tahap
pengolahan tanah (soil tillage) hingga pasca
panen.
Keuntungan penerapan mekanisasi
pertanian ini pada umumnya “diharapkan”
mampu meningkatkan produksi untuk
selanjutnya meningkatkan pendapatan petani.
Keuntungan ini ditunjang dengan keuntungan
dalam penerapan mekanisasi pertanian di segala
tahapan usaha tani.
Untuk pengolahan tanah misalnya,
digunakan traktor yang bisa juga
dikombinasikan dengan bajak. Dengan
penggunaan ini, diharapkan pengolahan tanah
yang tadinya memerlukan waktu yang lama,
tenaga kerja yang banyak, dan biaya tinggi,
dapat diselesaikan dengan lebih efektif dan
efisien dengan waktu yang singkat.
Transplanter7 diharapkan bisa membantu petani
dalam penanaman benih. Sprayer8 diharap lebih
efektif jika digunakan untuk memberantas hama
dan penyakit. Huller9 diharapkan bisa
menghasilkan beras yang lebih banyak dan
bersih daripada teknik konvensional yang biasa
dilakukan sebelumnya.
Penggunaan peralatan mekanis tersebut
diatas nantinya diharapkan dapat meningkatkan
produksi pertanian yang telah berorientasi
6 Dikatakan mekanisasi pertanian, jika dalam usaha taninya
peran traktor terlihat di hampir seluruh tahapan budidaya.
Fenomena tersebut dikenal dengan istilah Traktorisasi. Paham
traktorisasi ini masih dapat ditemui dikalangan petani, pun juga
mahasiswa pertanian dan mereka yang berkecimpung di bidang
pertanian. 7 Transplanter adalah sebutan untuk mesin yang dirancang
menanam benih –umumnya benih tanaman padi dan palawija. 8 Sprayer adalah penyemprot pestisida.
9 Huller adalah mesin penyosoh beras.
industri (Agroindustri). Terlihat bahwa
penerapan mekanisasi pertanian sangat
menggiurkan untuk diterapkan. Janji akan
produksi yang tinggi bagai “iming-iming” bagi
pelaku usaha tani yang dikenal dengan kaum
ekonomi lemah. Apakah demikian?
Meski mengharapkan produksi yang tinggi
–yang pada akhirnya terjadinya peningkatan
ekonomi, penerapan mekanisasi pertanian di
negara-negara berkembang mengalami banyak
kontroversi. Penerapan mekanisasi pertanian ini
pada intinya berorientasi pasar. Riejntjes et al.,
menjelaskan. “Sistem pertanian ini mengkonsumsi sumber-
sumber yang tak dapat diperbaharui, seperti
minyak bumi dan fosfat dalam tingkat yang
membahayakan. Sistem pertanian seperti ini
berorientasi pasar dan membutuhkan modal
besar.” 10
Sependapat dengan Reijntjes, et al.,
diatas, jika kita beranalogi yang logis, mekanisasi
(peralatan) membutuhkan sumber tenaga atau
bahan bakar untuk operasionalnya. Maka
penerapan mekanisasi pertanian pun butuh
bahan bakar yang merupakan sumberdaya alam
tak terbaharui. Selain itu, petani atau pengguna
mekanisasi terpaksa harus mengeluarkan biaya
tambahan untuk bahan bakar tersebut.
Ditambah dengan suku cadang, tenaga ahli dan
perbengkelan jika saja alat mekanis tersebut
mengalami kerusakan. Hal-hal teknis ini
membuat penerapan mekanisasi pertanian di
negara-negara berkembang harus lebih selektif.
Disamping faktor teknis ini, dampak mekanisasi
pertanian juga mempengaruhi kondisi sosial
ekonomi masyarakat tani. Penggunaan
mekanisasi otomatis akan memangkas tenaga
kerja yang banyak di sektor pertanian.
Pemangkasan tenaga kerja otomatis
mengakibatkan pengangguran. Jadi seperti kata
Rintjes et al., diatas, sistem pertanian ini hanya
akan menguntungkan pemodal besar.
Peran mekanisasi pertanian pun
menggeser peran hewan ternak yang biasanya
membentu petani. Sapi dan Kerbau adalah
tenaga bantu yang biasanya menjadi andalan
petani sewaktu mengolah tanah, terdegradasi
10
Reijntjes et al., Pertanian Masa Depan. Pengantar Pertanian
Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah., terj. Y. Sukoco,
(Yogyakarta: Kanisius, 1999), hlm. 7.
P e r a n M e k a n i s a s i d a l a m P e r t a n i a n I n d u s t r i | 3
karena kalah bersaing dengan “robot”
mekanisasi. Padahal jika dilihat, manfaat traktor
–khusus untuk negara berkembang– hanya
berlangsung pada awal proses budidaya saja,
selanjutnya dibiarkan berbulan-bulan selama
masa tanam hingga pasca panen. Lain halnya
dengan hewan yang dapat digunakan untuk
keperluan lainnya, misalnya, transportasi,
kotorannya dibuat pupuk, dan penggunaannya
tidak membutuhkan biaya tinggi karena hanya
mengkonsumsi rumput sebagai “bahan
bakarnya”.
Masalah lingkungan juga menjadi
pertimbangan penting penerapan mekanisasi
pertanian di negara berkembang. Lebih spesifik,
penggunaan traktor dikhawatirkan merusak
lingkungan. Dapat kita lihat dari apa yang
dikemukakan Riejntjes et al., berikut. “Pemanfaatan traktor khususnya, meningkatkan
risiko kerusakan lingkungan karena erosi tanah,
pengerasan tanah, penggundulan hutan, dan
bahaya serangan hama.” 11
Erosi tanah yang terjadi di banyak negara
berkembang berbasis pertanian, disinyalir
terjadi karena pengaplikasian traktor yang
sembarangan. Penggundulan hutan yang kian
meningkat juga dinilai akibat dari penggunaan
traktor. Pembukaan kawasan berhutan menjadi
lahan pertanian lebih cepat dan luas dengan
traktor. Akibatnya hutan menjadi gundul, dan
jika hujan, sangat berpotensi terjadinya erosi
karena tidak adanya vegetasi tutupan lahan
yang dapat menghambat aliran permukaan (run
off).
Masalah lingkungan lain adalah berkaitan
dengan pemanasan global. Mesin-mesin
pertanian (mekanisasi) adalah pengkonsumsi
bahan bakar minyak, yang juga dalam
pengoperasiannya, seperti layaknya mesin
bermotor, terjadi pembakaran dalam mesinnya.
Pembakaran tersebut menghasilkan gas
buangan –pada umumnya karbondioksida
(CO2)– yang mendukung percepatan pemanasan
global.
Kontroversi mekanisasi pertanian seperti
dijelaskan diatas, menjadi semacam bahan
pertimbangan bagi pelaku usaha tani dan
mereka yang terlibat didalamnya sebelum
mengambil keputusan untuk menggunakan jenis
11
Ibid., hlm 17.
mekanisasi tertentu. Melihat hal itu, timbul
pertanyaan bolehkah kita memanfaatkan alat
mekanisasi pertanian atau tidak? Menurut saya,
kita harus memanfaatkan alat-alat mekanisasi
pertanian dengan selektif atau tepat guna.
2.4 Prinsip selektif mekanis
Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia
tidak berlangsung menyeluruh dan sama.
Perkembangan ilmu pengetahuan berkembang
pesat di negara-negara yang kini dikenal sebagai
negara maju. Ilmu pengetahuan yang kian pesat
menciptakan teknologi canggih sebagai
wujudnya.
Begitupun dengan dunia pertanian,
negara-negara maju memiliki teknologi canggih
yang memudahkan mereka untuk mengolah
lahan dan sebagainya dalam usaha taninya.
Hampir semua kegiatan berat dibidang
pertanian yang sebelumnya dikerjakan manusia
kini digantikan oleh mekanisasi. Jadi peran
mekanisasi pertanian di negara maju sangat
vital. Jika dibandingkan dengan kondisi
pertanian di negara-negara berkembang (kita),
dimana peran tenaga manusia dan hewan masih
sangat vital, maka dalam hal produksi, dan kita
sewajarnya tertinggal dengan mereka.
Melihat hal tersebut diatas, maka dewasa
ini kita berlomba-lomba untuk mengadopsi
teknologi mekanisasi pertanian yang telah
berhasil diterapkan di negara-negara maju
tersebut. Memang sangat baik jika kita memiliki
target yang sama –bahkan lebih– dari mereka
(negara maju), tetapi menurut saya kita harus
selektif untuk mengadopsi teknologi mekanisasi
pertanian jika tidak mau kecolongan alias rugi.
Selektif mekanis maksud saya adalah
dalam memilih teknologi mekanisasi pertanian,
kita harus mempertimbangkan kondisi atau
keadaan daerah kita, baik dari segi ekonomi,
sumberdaya manusia, dan kewilayahan.
Dari segi ekonomi kita harus
mempertimbangkan untung-rugi jika mekanisasi
pertanian diterapkan. Seperti misalnya, uang
yang harus dikeluarkan ketika mendatangkan
traktor, apakah cukup?, apakah jika dalam
pengoperasiannya nanti akan membalikan
modal yang dikeluarkan (untung) atau tidak?.
Hal seperti ini sangat penting dalam menyeleksi
teknologi mekanisasi pertanian di negara atau
daerah berkembang.
P e r a n M e k a n i s a s i d a l a m P e r t a n i a n I n d u s t r i | 4
Di segi sumberdaya manusia, yang perlu
diperhatikan dalam rencana mengadopsi
teknologi pertanian adalah tenaga ahli yang
berkompeten mengurus dan mengoperasikan
alat mekanisasi tersebut. Jangan sampai setelah
diadakan, alat tersebut tidak dapat dioperasikan
karena tidak adanya tenaga ahli yang mampu
menjalankannya. Pada poin ini juga sangat
penting adalah tenaga ahli dalam perbengkelan
yang akan memperbaiki alat mekanisasi
pertanian jika mengalami kerusakan.
Kewilayahan atau lokasi penting untuk
menjadi pertimbangan seleksi. Bentang alam,
kondisi lahan, dan sebagainya perlu
diperhatikan, jangan sampai alat mekanisasi
pertanian yang diadopsi (baca: diadakan)
menjadi salah sasaran karena tidak dapat
dioperasikan dilokasi yang berat medannya.
Hal yang penting untuk juga menjadi
bahan pertimbangan sebelum mengadopsi
teknologi mekanisasi pertanian adalah dampak
keberlanjutan usaha tani. Kita harus memikirkan
apakah dengan penggunaan teknologi
mekanisasi pertanian akan dapat berkelanjutan
ataukah tidak? Karena sangat sis-sia jika dimasa
depan kita tidak dapat melanjutkan usaha tani
kita karena kesalahan dalam adopsi teknologi
mekanisasi.
Dengan mempertimbangkan ketiga hal
diatas, maka pengadopsian teknologi mekanisasi
pertanian diharapkan memberi dampak
menguntungkan sebagaimana diharapkan, yakni
produksi yang tinggi.
Kesimpulan
1. Alasan utama peralihan dari usahatani
gurem menuju pertanian industri adalah
karena adanya permintaan yang tinggi
akan produk pertanian. Hal ini
mengakibatkan cara pandang akan
komoditas pertanian yang dulunya hanya
sebagai konsumsi, berubah orientasi
menjadi bisnis.
2. Mekanisasi pertanian pada dasarnya
diciptakan untuk memudahkan kerja
mereka yang berkecimpung di bidang
pertanian. Tetapi belakangan penggunaan
mekanisasi pertanian pun sering
menimbulkan kerugian. Dalam hal ini ada
dampak positif dan negatif yang timbul
dalam penerapan mekanisasi pertanian.
Penilaian seberapa besar kedua dampak
itu bergantung pada cara pandang
pengguna atau calon penggunanya, dan
cara pandang terbentuk dari tingkat
pengetahuan mereka.
3. Prinsip selektif mekanis dalam
pengadopsian mekanisasi pertanian
sangat baik diterapkan para calon
pengadopsi. Segala pertimbangan perlu
dikaji lebih jauh agar tidak memberikan
kerugian nantinya, dan pertanian dapat
terus berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Mangunwidjaja, D., dan Sailah. Pengantar
Teknologi Pertanian. Jakarta. Penebar
Swadaya. 2009.
Mardikanto, T., Membangun Pertanian Modern.
Surakarta. Sebelas Maret University
Press. 2009.
Nasoetion, A. H., Pengantar Ke Ilmu-Ilmu
Pertanian. Bogor. litera AntarNusa.
2009.
Nuhung, A. I., Membangun Pertanian Masa
Depan. Suatu Gagasan Pembaharuan.
Semarang. Aneka Ilmu. 2006.
Reijntjes, C., B. Haverkort, and Waters-Bayer.
Pertanian Masa Depan. Pengantar
untuk Pertanian Berkelanjutan dengan
Input Luar rendah. Terj. Y. Sukoco.
Yogyakarta. Kanisius. 1999.
Rustiadi, E., dan Pranoto. Agropolitan.
Membangun Ekonomi Perdesaan.
Bogor. crestpent Press. 2007.
Saleh, F., Teknologi Tepat Guna, Masyarakat &
Kebudayaan. Suatu Pendekatan
Konseptual yang Diterapkan Pada
Agribisnis Usaha Kecil Menengah.
Yogyakarta. Kreasi Wacana. 2005.
Soetrisno, L., Paradigma Baru Pembangunan
Pertanian. Sebuah Tinjauan Sosiologis.
Yogyakarta. Kanisius. 2002.