peran makanisasi dalam pertanian industri.pdf

4
PERAN MAKANISASI DALAM PERTANIAN INDUSTRI Pentingnya Prinsip Selektif Mekanis dalam Adopsi Mekanisasi Pertanian Oleh : Echo Tingginehe 1 NPM : 121554211080004 2.1 Dari usahatani gurem menuju pertanian industri Usaha tani gurem adalah usaha tani yang dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Jadi pada umumnya usaha tani ini dilakoni manusia disekitar tempat tinggalnya (pekarangan). Nasoetion membagi jenis usaha tani gurem kedalam dua kelompok yakni yang disebut dengan sistem berladang dan sistem bercocoktanam diatas lahan sawah. 2 Namun pada intinya usaha tani ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Berbeda dengan diatas, pertanian industri merupakan sistem pertanian yang telah berorientasi industri atau bisnis, dan memiliki jaringan subsistem yang lebih kompleks (atau tepatnya rumit). 3 Jadi, jika mengamati keadaan pertanian kita dewasa ini, maka dapat dikatakan kita sedang beralih dari usaha tani gurem ke usaha pertanian industry. Dari pertanian sederhana ke pertanian yang rumit. Salah satu penyebabnya adalah tuntutan terhadap produksi yang tinggi. 2.2 Mekanisasi untuk meningkatkan produksi pertanian Sebelum melihat bagaimana peran mekanisasi di bidang pertanian, kita terlebih dahulu harus mengetahui alasan mekanisasi akhirnya masuk dan ‘bercokol’ dengan nyaman dibidang tersebut (baca: pertanian). Pertanyaannya adalah mengapa sehingga mekanisasi harus diterapkan dibidang pertanian? Reijntjes et al., yang adalah staf Information Centre for Low-External-Input and Sustainable Agriculture (ILEIA), mengatakan 1 Penulis adalah mahasiswa Program Studi Agroteknologi, Uniera. 2 Ibid., hlm. 60-66. 3 Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan peralatan, serta jasa untuk kegiatan tersebut. Dicetuskan dalam Simposium Nasional Agroindustri I, tahun 1983, yang diselenggarakan oleh Jurusan Teknologi Industri Pertanian, IPB. Dikutip dalam: Djumali Mangunwidjaja dan Ilah Sailah, Pengantar Teknologi Pertanian, (Jakarta: Penebar Swadaya), hlm. 110. bahwa penggunaan mekanisasi di bidang pertanian pada intinya memperkuat paham revolusi hijau. 4 Revolusi hijau yang tujuan utamanya peningkatan produksi diterapkan di Indonesia pada tahun 1970-an. Berdasarkan tujuannya tersebut, maka segala masukan (input) didayagunakan untuk mencapainya, misalnya, penyediaan bibit, pupuk – terutama non organik, pestisida, dan sarana lain yang menunjang untuk mencapai tujuan revolusi hijau yakni produksi. 5 Produksi tinggi, jika dirunut lebih kebelakang, menurut saya didasari dua hal. Pertama, adalah karena semakin tingginya jumlah penduduk. Sebagaimana telah kita ketahui, dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kebutuhan akan produk pertanian (khususnya bahan pangan) pun semakin tinggi jua. Kebutuhan yang tinggi akan produk pertanian menuntut sektor ini untuk mampu menyediakan produknya sesuai dengan banyaknya permintaan. Kedua, aspek ekonomi juga menuntut agar sektor pertanian berproduksi lebih. Bukan hal aneh lagi jika kita mendengar petani sering diidentikan dengan kemiskinan. Oleh karena itu, baik pemerintah maupun petani sendiri terus berupaya untuk meningkatkan produksinya yang pada akhirnya juga akan meningkatkan pendapatannya (baca: petani). Peran pemerintah disini sangat diharapkan petani, pun sebaliknya. Pemerintah berupaya memacu produksi pertanian agar meningkat supaya dari sana devisa yang masuk pun juga meningkat sebagaimana di zaman orde baru, negara kita pernah menjadi negara pengekspor beras (swasembada). Berdasar uraian tersebut diatas, penerapan mekanisasi pertanian dilihat sebagai cara yang cocok untuk dilakukan. Paham yang berkembang adalah “dengan mekanisasi, produksi pertanian akan meningkat.” Memang benar demikian. Pertanyaan yang timbul disini adalah apakah tidak ada efek samping dari 4 Reijntjes et al., menjelaskan bahwa mekanisasi bisa memperbaiki hasil panen melalui pengolahan lahan yang lebih baik, penanaman, dan pemupukan yang lebih tepat waktu serta pemanenan yang lebih efisien hingga akhirnya memperkuat dampak unsur lain dari paket revolusi hijau. Dalam: Reijntjes et al., Pertanian Masa Depan. Pengantar Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah., terj. Y. Sukoco, (Yogyakarta: Kanisius, 1999), hlm. 17. 5 Loekman Soetrisno, Paradigma Baru Pembangunan Pertanian, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 9-11.

Upload: echotingginehe

Post on 29-Nov-2015

283 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Ini merupakan materi diskusi mata kuliah 'Mekanisasi Pertanian' di Prodi Agroteknologi, Universitas Halmahera, semester 4, 2011.

TRANSCRIPT

Page 1: PERAN MAKANISASI DALAM PERTANIAN INDUSTRI.pdf

PERAN MAKANISASI DALAM PERTANIAN

INDUSTRI

Pentingnya Prinsip Selektif Mekanis dalam

Adopsi Mekanisasi Pertanian Oleh : Echo Tingginehe

1

NPM : 121554211080004

2.1 Dari usahatani gurem menuju pertanian

industri

Usaha tani gurem adalah usaha tani yang

dilakukan manusia untuk memenuhi

kebutuhannya sendiri. Jadi pada umumnya

usaha tani ini dilakoni manusia disekitar tempat

tinggalnya (pekarangan). Nasoetion membagi

jenis usaha tani gurem kedalam dua kelompok

yakni yang disebut dengan sistem berladang dan

sistem bercocoktanam diatas lahan sawah.2

Namun pada intinya usaha tani ini bertujuan

untuk memenuhi kebutuhan sendiri.

Berbeda dengan diatas, pertanian industri

merupakan sistem pertanian yang telah

berorientasi industri atau bisnis, dan memiliki

jaringan subsistem yang lebih kompleks (atau

tepatnya rumit).3 Jadi, jika mengamati keadaan

pertanian kita dewasa ini, maka dapat dikatakan

kita sedang beralih dari usaha tani gurem ke

usaha pertanian industry. Dari pertanian

sederhana ke pertanian yang rumit. Salah satu

penyebabnya adalah tuntutan terhadap

produksi yang tinggi.

2.2 Mekanisasi untuk meningkatkan produksi

pertanian

Sebelum melihat bagaimana peran

mekanisasi di bidang pertanian, kita terlebih

dahulu harus mengetahui alasan mekanisasi

akhirnya masuk dan ‘bercokol’ dengan nyaman

dibidang tersebut (baca: pertanian).

Pertanyaannya adalah mengapa sehingga

mekanisasi harus diterapkan dibidang

pertanian? Reijntjes et al., yang adalah staf

Information Centre for Low-External-Input and

Sustainable Agriculture (ILEIA), mengatakan

1 Penulis adalah mahasiswa Program Studi Agroteknologi,

Uniera. 2 Ibid., hlm. 60-66.

3 Agroindustri adalah kegiatan yang memanfaatkan hasil

pertanian sebagai bahan baku, merancang dan menyediakan

peralatan, serta jasa untuk kegiatan tersebut. Dicetuskan dalam

Simposium Nasional Agroindustri I, tahun 1983, yang

diselenggarakan oleh Jurusan Teknologi Industri Pertanian, IPB.

Dikutip dalam: Djumali Mangunwidjaja dan Ilah Sailah,

Pengantar Teknologi Pertanian, (Jakarta: Penebar Swadaya),

hlm. 110.

bahwa penggunaan mekanisasi di bidang

pertanian pada intinya memperkuat paham

revolusi hijau.4 Revolusi hijau yang tujuan

utamanya peningkatan produksi diterapkan di

Indonesia pada tahun 1970-an. Berdasarkan

tujuannya tersebut, maka segala masukan

(input) didayagunakan untuk mencapainya,

misalnya, penyediaan bibit, pupuk – terutama

non organik, pestisida, dan sarana lain yang

menunjang untuk mencapai tujuan revolusi

hijau yakni produksi.5

Produksi tinggi, jika dirunut lebih

kebelakang, menurut saya didasari dua hal.

Pertama, adalah karena semakin tingginya

jumlah penduduk. Sebagaimana telah kita

ketahui, dengan meningkatnya jumlah

penduduk maka kebutuhan akan produk

pertanian (khususnya bahan pangan) pun

semakin tinggi jua. Kebutuhan yang tinggi akan

produk pertanian menuntut sektor ini untuk

mampu menyediakan produknya sesuai dengan

banyaknya permintaan. Kedua, aspek ekonomi

juga menuntut agar sektor pertanian

berproduksi lebih. Bukan hal aneh lagi jika kita

mendengar petani sering diidentikan dengan

kemiskinan. Oleh karena itu, baik pemerintah

maupun petani sendiri terus berupaya untuk

meningkatkan produksinya yang pada akhirnya

juga akan meningkatkan pendapatannya (baca:

petani). Peran pemerintah disini sangat

diharapkan petani, pun sebaliknya. Pemerintah

berupaya memacu produksi pertanian agar

meningkat supaya dari sana devisa yang masuk

pun juga meningkat sebagaimana di zaman orde

baru, negara kita pernah menjadi negara

pengekspor beras (swasembada).

Berdasar uraian tersebut diatas,

penerapan mekanisasi pertanian dilihat sebagai

cara yang cocok untuk dilakukan. Paham yang

berkembang adalah “dengan mekanisasi,

produksi pertanian akan meningkat.” Memang

benar demikian. Pertanyaan yang timbul disini

adalah apakah tidak ada efek samping dari

4 Reijntjes et al., menjelaskan bahwa mekanisasi bisa

memperbaiki hasil panen melalui pengolahan lahan yang lebih

baik, penanaman, dan pemupukan yang lebih tepat waktu serta

pemanenan yang lebih efisien hingga akhirnya memperkuat

dampak unsur lain dari paket revolusi hijau. Dalam: Reijntjes et

al., Pertanian Masa Depan. Pengantar Pertanian Berkelanjutan

dengan Input Luar Rendah., terj. Y. Sukoco, (Yogyakarta:

Kanisius, 1999), hlm. 17. 5 Loekman Soetrisno, Paradigma Baru Pembangunan Pertanian,

(Yogyakarta: Kanisius, 2002), hlm. 9-11.

Page 2: PERAN MAKANISASI DALAM PERTANIAN INDUSTRI.pdf

P e r a n M e k a n i s a s i d a l a m P e r t a n i a n I n d u s t r i | 2

penerapan mekanisasi pertanian? Apakah

penerapan mekanisasi otomatis akan

meningkatkan produksi pertanian?

2.3 Untung-rugi mekanisasi pertanian

Kecenderungan mengartikan mekanisasi

pertanian dengan traktorisasi masih dapat kita

temui dikalangan petani.6 Pemahaman yang

salah ini sering menyebabkan implementasi

berkaitan dengan pengadaan alat mekanisasi

pertanian pun cenderung ke arah traktorisasi.

Padahal alat mekanis pertanian itu berbeda-

beda sesuai dengan tahapan budidayanya.

Berdasarkan tahapan tersebut, penggunaan

jenis alat pertanian harus disesuaikan dari tahap

pengolahan tanah (soil tillage) hingga pasca

panen.

Keuntungan penerapan mekanisasi

pertanian ini pada umumnya “diharapkan”

mampu meningkatkan produksi untuk

selanjutnya meningkatkan pendapatan petani.

Keuntungan ini ditunjang dengan keuntungan

dalam penerapan mekanisasi pertanian di segala

tahapan usaha tani.

Untuk pengolahan tanah misalnya,

digunakan traktor yang bisa juga

dikombinasikan dengan bajak. Dengan

penggunaan ini, diharapkan pengolahan tanah

yang tadinya memerlukan waktu yang lama,

tenaga kerja yang banyak, dan biaya tinggi,

dapat diselesaikan dengan lebih efektif dan

efisien dengan waktu yang singkat.

Transplanter7 diharapkan bisa membantu petani

dalam penanaman benih. Sprayer8 diharap lebih

efektif jika digunakan untuk memberantas hama

dan penyakit. Huller9 diharapkan bisa

menghasilkan beras yang lebih banyak dan

bersih daripada teknik konvensional yang biasa

dilakukan sebelumnya.

Penggunaan peralatan mekanis tersebut

diatas nantinya diharapkan dapat meningkatkan

produksi pertanian yang telah berorientasi

6 Dikatakan mekanisasi pertanian, jika dalam usaha taninya

peran traktor terlihat di hampir seluruh tahapan budidaya.

Fenomena tersebut dikenal dengan istilah Traktorisasi. Paham

traktorisasi ini masih dapat ditemui dikalangan petani, pun juga

mahasiswa pertanian dan mereka yang berkecimpung di bidang

pertanian. 7 Transplanter adalah sebutan untuk mesin yang dirancang

menanam benih –umumnya benih tanaman padi dan palawija. 8 Sprayer adalah penyemprot pestisida.

9 Huller adalah mesin penyosoh beras.

industri (Agroindustri). Terlihat bahwa

penerapan mekanisasi pertanian sangat

menggiurkan untuk diterapkan. Janji akan

produksi yang tinggi bagai “iming-iming” bagi

pelaku usaha tani yang dikenal dengan kaum

ekonomi lemah. Apakah demikian?

Meski mengharapkan produksi yang tinggi

–yang pada akhirnya terjadinya peningkatan

ekonomi, penerapan mekanisasi pertanian di

negara-negara berkembang mengalami banyak

kontroversi. Penerapan mekanisasi pertanian ini

pada intinya berorientasi pasar. Riejntjes et al.,

menjelaskan. “Sistem pertanian ini mengkonsumsi sumber-

sumber yang tak dapat diperbaharui, seperti

minyak bumi dan fosfat dalam tingkat yang

membahayakan. Sistem pertanian seperti ini

berorientasi pasar dan membutuhkan modal

besar.” 10

Sependapat dengan Reijntjes, et al.,

diatas, jika kita beranalogi yang logis, mekanisasi

(peralatan) membutuhkan sumber tenaga atau

bahan bakar untuk operasionalnya. Maka

penerapan mekanisasi pertanian pun butuh

bahan bakar yang merupakan sumberdaya alam

tak terbaharui. Selain itu, petani atau pengguna

mekanisasi terpaksa harus mengeluarkan biaya

tambahan untuk bahan bakar tersebut.

Ditambah dengan suku cadang, tenaga ahli dan

perbengkelan jika saja alat mekanis tersebut

mengalami kerusakan. Hal-hal teknis ini

membuat penerapan mekanisasi pertanian di

negara-negara berkembang harus lebih selektif.

Disamping faktor teknis ini, dampak mekanisasi

pertanian juga mempengaruhi kondisi sosial

ekonomi masyarakat tani. Penggunaan

mekanisasi otomatis akan memangkas tenaga

kerja yang banyak di sektor pertanian.

Pemangkasan tenaga kerja otomatis

mengakibatkan pengangguran. Jadi seperti kata

Rintjes et al., diatas, sistem pertanian ini hanya

akan menguntungkan pemodal besar.

Peran mekanisasi pertanian pun

menggeser peran hewan ternak yang biasanya

membentu petani. Sapi dan Kerbau adalah

tenaga bantu yang biasanya menjadi andalan

petani sewaktu mengolah tanah, terdegradasi

10

Reijntjes et al., Pertanian Masa Depan. Pengantar Pertanian

Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah., terj. Y. Sukoco,

(Yogyakarta: Kanisius, 1999), hlm. 7.

Page 3: PERAN MAKANISASI DALAM PERTANIAN INDUSTRI.pdf

P e r a n M e k a n i s a s i d a l a m P e r t a n i a n I n d u s t r i | 3

karena kalah bersaing dengan “robot”

mekanisasi. Padahal jika dilihat, manfaat traktor

–khusus untuk negara berkembang– hanya

berlangsung pada awal proses budidaya saja,

selanjutnya dibiarkan berbulan-bulan selama

masa tanam hingga pasca panen. Lain halnya

dengan hewan yang dapat digunakan untuk

keperluan lainnya, misalnya, transportasi,

kotorannya dibuat pupuk, dan penggunaannya

tidak membutuhkan biaya tinggi karena hanya

mengkonsumsi rumput sebagai “bahan

bakarnya”.

Masalah lingkungan juga menjadi

pertimbangan penting penerapan mekanisasi

pertanian di negara berkembang. Lebih spesifik,

penggunaan traktor dikhawatirkan merusak

lingkungan. Dapat kita lihat dari apa yang

dikemukakan Riejntjes et al., berikut. “Pemanfaatan traktor khususnya, meningkatkan

risiko kerusakan lingkungan karena erosi tanah,

pengerasan tanah, penggundulan hutan, dan

bahaya serangan hama.” 11

Erosi tanah yang terjadi di banyak negara

berkembang berbasis pertanian, disinyalir

terjadi karena pengaplikasian traktor yang

sembarangan. Penggundulan hutan yang kian

meningkat juga dinilai akibat dari penggunaan

traktor. Pembukaan kawasan berhutan menjadi

lahan pertanian lebih cepat dan luas dengan

traktor. Akibatnya hutan menjadi gundul, dan

jika hujan, sangat berpotensi terjadinya erosi

karena tidak adanya vegetasi tutupan lahan

yang dapat menghambat aliran permukaan (run

off).

Masalah lingkungan lain adalah berkaitan

dengan pemanasan global. Mesin-mesin

pertanian (mekanisasi) adalah pengkonsumsi

bahan bakar minyak, yang juga dalam

pengoperasiannya, seperti layaknya mesin

bermotor, terjadi pembakaran dalam mesinnya.

Pembakaran tersebut menghasilkan gas

buangan –pada umumnya karbondioksida

(CO2)– yang mendukung percepatan pemanasan

global.

Kontroversi mekanisasi pertanian seperti

dijelaskan diatas, menjadi semacam bahan

pertimbangan bagi pelaku usaha tani dan

mereka yang terlibat didalamnya sebelum

mengambil keputusan untuk menggunakan jenis

11

Ibid., hlm 17.

mekanisasi tertentu. Melihat hal itu, timbul

pertanyaan bolehkah kita memanfaatkan alat

mekanisasi pertanian atau tidak? Menurut saya,

kita harus memanfaatkan alat-alat mekanisasi

pertanian dengan selektif atau tepat guna.

2.4 Prinsip selektif mekanis

Perkembangan ilmu pengetahuan di dunia

tidak berlangsung menyeluruh dan sama.

Perkembangan ilmu pengetahuan berkembang

pesat di negara-negara yang kini dikenal sebagai

negara maju. Ilmu pengetahuan yang kian pesat

menciptakan teknologi canggih sebagai

wujudnya.

Begitupun dengan dunia pertanian,

negara-negara maju memiliki teknologi canggih

yang memudahkan mereka untuk mengolah

lahan dan sebagainya dalam usaha taninya.

Hampir semua kegiatan berat dibidang

pertanian yang sebelumnya dikerjakan manusia

kini digantikan oleh mekanisasi. Jadi peran

mekanisasi pertanian di negara maju sangat

vital. Jika dibandingkan dengan kondisi

pertanian di negara-negara berkembang (kita),

dimana peran tenaga manusia dan hewan masih

sangat vital, maka dalam hal produksi, dan kita

sewajarnya tertinggal dengan mereka.

Melihat hal tersebut diatas, maka dewasa

ini kita berlomba-lomba untuk mengadopsi

teknologi mekanisasi pertanian yang telah

berhasil diterapkan di negara-negara maju

tersebut. Memang sangat baik jika kita memiliki

target yang sama –bahkan lebih– dari mereka

(negara maju), tetapi menurut saya kita harus

selektif untuk mengadopsi teknologi mekanisasi

pertanian jika tidak mau kecolongan alias rugi.

Selektif mekanis maksud saya adalah

dalam memilih teknologi mekanisasi pertanian,

kita harus mempertimbangkan kondisi atau

keadaan daerah kita, baik dari segi ekonomi,

sumberdaya manusia, dan kewilayahan.

Dari segi ekonomi kita harus

mempertimbangkan untung-rugi jika mekanisasi

pertanian diterapkan. Seperti misalnya, uang

yang harus dikeluarkan ketika mendatangkan

traktor, apakah cukup?, apakah jika dalam

pengoperasiannya nanti akan membalikan

modal yang dikeluarkan (untung) atau tidak?.

Hal seperti ini sangat penting dalam menyeleksi

teknologi mekanisasi pertanian di negara atau

daerah berkembang.

Page 4: PERAN MAKANISASI DALAM PERTANIAN INDUSTRI.pdf

P e r a n M e k a n i s a s i d a l a m P e r t a n i a n I n d u s t r i | 4

Di segi sumberdaya manusia, yang perlu

diperhatikan dalam rencana mengadopsi

teknologi pertanian adalah tenaga ahli yang

berkompeten mengurus dan mengoperasikan

alat mekanisasi tersebut. Jangan sampai setelah

diadakan, alat tersebut tidak dapat dioperasikan

karena tidak adanya tenaga ahli yang mampu

menjalankannya. Pada poin ini juga sangat

penting adalah tenaga ahli dalam perbengkelan

yang akan memperbaiki alat mekanisasi

pertanian jika mengalami kerusakan.

Kewilayahan atau lokasi penting untuk

menjadi pertimbangan seleksi. Bentang alam,

kondisi lahan, dan sebagainya perlu

diperhatikan, jangan sampai alat mekanisasi

pertanian yang diadopsi (baca: diadakan)

menjadi salah sasaran karena tidak dapat

dioperasikan dilokasi yang berat medannya.

Hal yang penting untuk juga menjadi

bahan pertimbangan sebelum mengadopsi

teknologi mekanisasi pertanian adalah dampak

keberlanjutan usaha tani. Kita harus memikirkan

apakah dengan penggunaan teknologi

mekanisasi pertanian akan dapat berkelanjutan

ataukah tidak? Karena sangat sis-sia jika dimasa

depan kita tidak dapat melanjutkan usaha tani

kita karena kesalahan dalam adopsi teknologi

mekanisasi.

Dengan mempertimbangkan ketiga hal

diatas, maka pengadopsian teknologi mekanisasi

pertanian diharapkan memberi dampak

menguntungkan sebagaimana diharapkan, yakni

produksi yang tinggi.

Kesimpulan

1. Alasan utama peralihan dari usahatani

gurem menuju pertanian industri adalah

karena adanya permintaan yang tinggi

akan produk pertanian. Hal ini

mengakibatkan cara pandang akan

komoditas pertanian yang dulunya hanya

sebagai konsumsi, berubah orientasi

menjadi bisnis.

2. Mekanisasi pertanian pada dasarnya

diciptakan untuk memudahkan kerja

mereka yang berkecimpung di bidang

pertanian. Tetapi belakangan penggunaan

mekanisasi pertanian pun sering

menimbulkan kerugian. Dalam hal ini ada

dampak positif dan negatif yang timbul

dalam penerapan mekanisasi pertanian.

Penilaian seberapa besar kedua dampak

itu bergantung pada cara pandang

pengguna atau calon penggunanya, dan

cara pandang terbentuk dari tingkat

pengetahuan mereka.

3. Prinsip selektif mekanis dalam

pengadopsian mekanisasi pertanian

sangat baik diterapkan para calon

pengadopsi. Segala pertimbangan perlu

dikaji lebih jauh agar tidak memberikan

kerugian nantinya, dan pertanian dapat

terus berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Mangunwidjaja, D., dan Sailah. Pengantar

Teknologi Pertanian. Jakarta. Penebar

Swadaya. 2009.

Mardikanto, T., Membangun Pertanian Modern.

Surakarta. Sebelas Maret University

Press. 2009.

Nasoetion, A. H., Pengantar Ke Ilmu-Ilmu

Pertanian. Bogor. litera AntarNusa.

2009.

Nuhung, A. I., Membangun Pertanian Masa

Depan. Suatu Gagasan Pembaharuan.

Semarang. Aneka Ilmu. 2006.

Reijntjes, C., B. Haverkort, and Waters-Bayer.

Pertanian Masa Depan. Pengantar

untuk Pertanian Berkelanjutan dengan

Input Luar rendah. Terj. Y. Sukoco.

Yogyakarta. Kanisius. 1999.

Rustiadi, E., dan Pranoto. Agropolitan.

Membangun Ekonomi Perdesaan.

Bogor. crestpent Press. 2007.

Saleh, F., Teknologi Tepat Guna, Masyarakat &

Kebudayaan. Suatu Pendekatan

Konseptual yang Diterapkan Pada

Agribisnis Usaha Kecil Menengah.

Yogyakarta. Kreasi Wacana. 2005.

Soetrisno, L., Paradigma Baru Pembangunan

Pertanian. Sebuah Tinjauan Sosiologis.

Yogyakarta. Kanisius. 2002.