peran jamur mikoriza arbuskula untuk meningkatkan toleransi bibit kelapa sawit terhadap pengaruh...
TRANSCRIPT
Copyright: Koko Setiawan, S.P. Page 1
PERAN JAMUR MIKORIZA ARBUSKULA
UNTUK MENINGKATKAN TOLERANSI BIBIT KELAPA SAWIT
TERHADAP PENGARUH ALELOPATI
Koko Setiawan2, Herry Wirianata
1, Idum Satia Santi
1
1Dosen Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Stiper Yogyakarta
2Alumni Institut Pertanian Stiper Yogyakarta
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran JMA dalam mentoleransi pengaruh alelopati alang-
alang (Imperata cyilindrica) terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit pre nursery. Penelitian dilakukan di kebun
pendidikan dan penelitian (KP2) Institut Pertanian Stiper Yogyakarta. Desa Maguwoharjo, Kecamatan Depok,
Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak
Lengkap dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah dosis penggunaan JMA yang terdiri dari dosis 0, 5, 10, dan 15
gram. Faktor kedua adalah konsentrasi alelopati yang terdiri dari 0, 10, 20, dan 30 %. Data dianalisis
menggunakan Analysis of varian dengan jenjang nyata 5 %, untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan
dilakukan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) dengan jenjang 5 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
kedua perlakuan tidak menunjukkan interaksi nyata. Pemberian senyawa alelopati alang-alang telah menurunkan
berat biomasa kering bibit kelapa sawit sedangkan pemberian JMA nyata berpengaruh dalam meningkatkan
berat biomasa bibit dan berat biomasa kering bibit kelapa sawit.
Kata Kunci: Mikoriza, Alelopati alang
PENDAHULUAN
Kelapa sawit merupakan tanaman yang
paling produktif dengan produksi minyak per ha
yang paling tinggi dari seluruh tanaman penghasil
minyak nabati lainnya. Sementara minyak makan
merupakan salah satu dari 9 kebutuhan pokok
bangsa Indonesia. Bahwa kebutuhan minyak
nabati dunia akan terus meningkat sebagai akibat
pertumbuhan penduduk dan peningkatan
pendapat domestik bruto (Pahan, 2011).
Pengembangan perkebunan mulai
diarahkan pada keterpaduan sektor hulu dan hilir
(on-farm dan off-farm) dengan pendekatan
industri yang berbasis komoditas. Berdasarkan
potensi lahan untuk kelapa sawit di Indonesia ada
31.770.680 ha dan luas lahan kelapa sawit sampai
th 2011 mencapai 8,9 jt ha, dengan produksi CPO
22,51 jt ton (Anonim, 2012).
Seiring dengan meningkatnya areal tanam
yang semakin luas, tentu akan meningkat pula
kebutuhan bibit yang baik dan berkualitas
dengan jumlah yang banyak. Untuk mendapatkan
bibit berkualitas maka diperlukan penelitian yang
bertujuan untuk mendapatkan bibit kelapa sawit
yang mampu berproduksi tinggi serta tahan
terhadap gangguan. Khususnya gangguan dari
gulma.
Persaingan terjadi antara gulma dengan
tanaman dalam pengambilan cahaya, unsur-unsur
hara, air, dan ruang. Menurut Tjitrosoedirdjo et
al., (1984), Secara umum dapat dikatakan bahwa
untuk pertumbuhan satu ton gulma lebih banyak
dibutuhkan air dan hara daripada untuk satu ton
bagi kebanyakan tanaman lainnya.
Salah satu gulma yang menjadi perhatian
khusus dalam perkebunan kelapa sawit adalah
alang-alang (Imperata cylindrica). Kemampuan
alang-alang untuk mengefisiensi kapasitas
reproduksi, baik secara biji maupun secara
vegetatif membuat alalang-alang dapat
Copyright: Koko Setiawan, S.P. Page 2
berkembang cepat. Satu potensi yang besar lagi
dari alang-alang adalah banyaknya titik tumbuh
yang ada disepanjang akar rimpang yang
mempunyai daya tahan dan daya tumbuh yang
tinggi. Akar rimpang alang-alang yang terpotong-
potong menjadi beberapa bagian ruas, setiap
bagiannya akan tumbuh menjadi tumbuhan baru
(Tjitrosoedirdjo et al., 1984).
Alang-alang (Imperata cylindrica)
diketahui termasuk kedalam gulma yang dapat
mengeluarkan senyawa-senyawa beracun yang
disebut allelopati. Alelopati dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan tumbuhan lainnya.
Interaksi biokimia antara gulma dan pertanaman
antara lain menyebabkan gangguan perkecabahan
biji, kecambah jadi abnormal, pertumbuhan
memanjang akar terhambat, perubahan susunan
sel-sel akar dan lain sebagainya (Yakup, 2002).
Oleh kerena itu alang-alang dimasukkan dalam
perioritas utama yang harus diberantas
(Mangoensoekarjo dan kadnan, 1979 cit
Kusnanto dan Nurdin, 1984).
Jika dikaitkan antara bibit kelapa sawit
dengan tumbuhan yang mengeluarkan alelopati
maka akan ditemui sebuah korelasi negatif
dimana tumbuhan penghasil alelokimia dapat
mempengaruhi pertumbuhan bibit kelapa sawit,
sehingga perlu dipertimbangkan adanya asosiasi
yang sepadan guna mentolerir pengaruh daripada
alelopati itu sendiri. Dan asosiasi antara jamur
mikoriza arbuskula (JMA) dengan bibit kelapa
sawit dirasa mampu memberikan korelasi positif
guna mentolerir pengaruh alelopati.
Menurut Setiadi, (2001). JMA
mempunyai kemampuan untuk berasosiasi
dengan hampir 90% jenis tanaman, serta telah
banyak dibuktikan mampu memperbaiki nutrisi
dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Seperti
dijelaskan oleh Marschener (1992) cit Setiadi
(2001), bahwa JMA yang menginfeksi sistem
perakaran tanaman inang akan memproduksi
jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman
bermikoriza akan mampu meningkatkan
kapasitasnya dalam menyerap unsur hara dan air.
Fosfat adalah unsur hara utama yang dapat
diserap oleh tanaman bermikoriza (Bolan, 1991
cit Setiadi, 2001). Termasuk juga unsur-unsur
mikro seperti Cu, Zn, dan Bo (Marschner, 1992
cit Setiadi, 2001).
Dapat disimpulkan bahwa tanaman yang
mempunyai mikoriza akan lebih efisien dalam
memanfaatkan unsur hara yang ada disekitarnya
dibandingkan dengan tanaman yang tidak
bermikoriza.
Menurut Kabirun (2004), pada suatu
ekosistem, hubungan antara tanaman dengan
proses-proses yang dilakukan oleh mikrob di
rhizosfer dapat dioptimalkan. Adanya asosiasi
JMA maka pertumbuhan tanaman dapat
ditingkatkan, hal ini disebabkan karena hifa JMA
berkembang keluar dari akar dan masuk ke dalam
tanah yang disebut hifa eksternal, yang berperan
menyerap hara dan air. Hal ini menyebabkan
terjadinya perubahan fisiologi pada tanaman
inang, yaitu meningkatnya pertumbuhan tanaman
dan ketahanan terhadap cekaman lingkungan jika
dibandingkan dengan tanaman yang tidak
bermikoriza (Mosse, 1981 cit Kabirun, 2004).
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh dosis inokulasi jamur
mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan bibit
kelapa sawit di pre nursery. mengetahui pengaruh
dosis alelopati alang-alang terhadap pertumbuhan
bibit kelapa sawit pre nursery. mengetahui
pengaruh melalui dosis, melalui jamur mikoriza
arbuskula, dan dosis alelopati alang-alang dalam
mengkaitkan pertumbuhan bibit kelapa sawit di
pre nursery.
METODE PENELITIAN
Rancangan penelitian yang digunakan
adalah percobaan faktorial yang diatur dalam
Rancangan Acak Lengkap (CRD) yang terdiri
dari dua faktor. Faktor pertama adalah dosis
penggunaan mikoriza yang terdiri dari 4 aras
yaitu : M0 (Tanpa mikoriza), M1 (Mikoriza dosis
5 g), M2 (Mikoriza dosis 10 g), M3 (Mikoriza
dosis 15 g).
Faktor kedua adalah konsentrasi alelopati,
yang terdiri dari 4 aras yaitu : A0 (Tanpa
alelopati), A1 (Alelopati dengan konsentrasi 10
%), A2 (Alelopati dengan konsentrasi 20 %), A3
(Alelopati dengan konsentrasi 30 %). Dari kedua
Copyright: Koko Setiawan, S.P. Page 3
perlakuan tersebut diperoleh 16 kombinasi
perlakuan. Adapun kombinasi perlakuan disajikan
pada tabel 1.
Tabel 1. Kombinasi perlakuan
A0 A1 A2 A3
M0 M0A0 M1A0 M2A0 M3A0
M1 M0A1 M1A1 M2A1 M3A1
M2 M0A2 M1A2 M2A2 M3A2
M3 M0A3 M1A3 M2A3 M3A3
masing-masing kombinasi perlakuan
diulang sebanyak sembilam kali, sehingga jumlah
tanaman yang digunakan untuk penelitian adalah
( 4 x 4 ) x 9 = 144 bibit kelapa sawit.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Banyaknya pustaka dan berbagai
penelitian sebelumnya telah menbuktikan terkait
peran jamur mikoriza arbuskula (JMA), dikatakan
diantaranya bahwa, asosiasi JMA dengan
tanaman inang mampu meningkatkan serapan
mineral tanah. Seperti serapan Fosfor (P),
Nitrogen (N), Kalium (K) Cuprum (Cu) dan
Magnesium (Mg). Mikoriza juga diketahui dapat
mempercepat serapan dan translokasi P dan N.
Lebih dari itu, akar tanaman bermikoriza juga
diketahui lebih tahan terhadap serangan patogen
akar.
Dimana hal diatas memiliki korelasi yang
berbanding terbalik terhadap pengaruh yang
ditimbulkan oleh alelopati alang-alang (Imperata
cylindrica). Menurut Soemarwoto (1983) cit
Assidiq (2013), senyawa alelopati dapat
menghambat penyerapan hara, menghambat
aktifitas enzim dan menghambat pertumbuhan.
Meski demikian, dari hasil dan analisis
penelitian ini, menunjukkan bahwa antara
perlakuan pemberian JMA dan pemberian
alelopati alang-alang (Imperata cylindrica), tidak
menunjukkan adanya interaksi yang nyata
terhadap semua parameter yang diamati. Baik itu
terhadap tinggi bibit, jumlah daun, panjang akar,
berat segar akar, berat kering akar, berat segar
bibit dan berat kering bibit.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa
pemberian mikoriza tidak memberikan pengaruh
nyata terhadap panjang akar bibit kelapa sawit.
Sedangkan pada pemberian alelopati memberikan
pengaruh nyata. Sidik ragam menunjukkan
pemberian alelopati dengan konsentrasi 30 %
memberikan rerata panjang akar 198.23 cm, dan
semakin meningkat ketika konsentrasi alelopati
diturunkan. Diketahui bahwa rerata panjang akar
tanpa alelopati (kontrol) memberikan rerata
tertinggi yaitu 242.03 cm. Hal ini dimungkinkan
terjadi karena adanya pemberian alelopati, dapat
menghambat respirasi akar sehingga pertumbuh
kembangan akar terganggu. Ini sesuai dengan apa
yang pernah dikemukakan Soemarwoto (1983) cit
Assidiq (2013).
Jaringan-jaringan pada akar alang-alang
diketahui mengandung glikosida sianogenat
dengan konsentrasi yang begitu tinggi
diantaranya amidaglin, durin dan linamarin.
Dengan proses hidrolisis maka dari senyawa-
senyawa ini dapat dilepaskan asam sianida dan
reaksinya yang dikenal sebagai sianogenesis.
Bahwa adanya asam sianida inilah yang
kemudian menghambat pertumbuhan akar, hal ini
sesuai dengan apa yang diungkapkan
Sastroutomo (1990). Disebutkan juga
bahwasannya kandungan alelokimia contohnya
kumarin yang terlarut didalam tanah dapat
terserap oleh akar sehingga merusak jaringan
tanaman dan menghambat pembelahan sel-sel
akar.
Pengaruh alelopati ternyata tidak berhenti
pada hambatan panjang akar, diketahui bahwa
pengaruh alelopati juga berbeda nyata terhadap
hasil dari berat kering bibit yang diperoleh.
Berat kering bibit adalah biomasa bibit
kelapa sawit tanpa air. Komponen utama berat
kering adalah polisakarida dan lignin pada
dinding sel, ditambah komponen sitoplasma
seperti protein, lipid, asam amino, asam organik,
dan ion kalium.
Pemberian alelopati menunjukkan
pengaruh nyata, ini diduga karena alelopati dapat
menurunkan biomasa tanaman tanpa air akibat
dilemahkannya kemampuan dan kecepatan
pembentukan komponen penyusun biomasa.
Mikoriza
Alelopati
Copyright: Koko Setiawan, S.P. Page 4
Meski panjang akar diketahui nyata
terpengaruhi oleh alelopati alang-alang (Imperata
cylindrica), namun hal tersebut tidak terjadi pada
berat segar akar ataupun berat kering akar yang
diperoleh. Hasil sidik ragam menyebutkan bahwa
berat segar akar dan berat kering akar justru nyata
terpengaruhi oleh adanya pemberian jamur
mikoriza arbuskula (JMA).
Pengertian dari berat segar akar adalah
berat biomasa tanaman pada bagian perakaran.
Terbentuk karena adanya penyerapan air, ataupun
mineral yang penting didalam tanah.
Adanya pengaruh nyata pada perlakuan
mikoriza terhadap berat segar akar,
dimungkinkan terjadi karena simbiosis antara
JMA dengan tanaman inang telah terjadi, dimana
spora JMA telah masuk kedalam korteks akar dan
telah membentuk vesikula dan arbuskula. Hifa
JMA berkembang keluar dari akar dan masuk
kedalam tanah yang disebut hifa eksternal.
Kemudian ini meyebabkan terjadinya perubahan
fisiologis pada tanaman inang, dengan
meningkatnya berat segar akar (Kabirun, 2004).
Terlihat bahwa berat segar akar pada
perlakuan kontrol/tanpa mikoriza memiliki rerata
berat segar akar yang lebih tinggi, bila
dibandingkan dengan berat segar akar pada
perlakuan pemberian mikoriza 5 g. ini
dimungkinkan karena JMA tidak mempunyai
inang yang spesifik tetapi didalam
penggunaannya dipengaruhi oleh lingkungan
yang spesifik (Kabirun, 2004). Penggunaan isolat
unggul sekalipun jika diinokulasi pada tempat
yang baru sebaiknya perlu diuji terlebih dahulu
keserasiannya dengan JMA indigenous, sifat
fisik, kimia, dan biologi tanah yang baru (Abbott
& Robbson, 1991 cit Feronica, 2001).
Dimungkinkan pemberian mikoriza 5 g terhalang
pada faktor tersebut, sehingga pada perlakuan
kontrol diduga memiliki indigenus JMA yang
sebelumnya telah berasosiasi dengan baik pada
media tanah yang digunakan meskipun masih
terbatas pada pemberian mikoriza 10 g dan 15 g.
Hal diatas juga menjadi acuan
pembahasan terhadap apa yang terjadi pada berat
segar tanaman dan persentase infeksi JMA,
dimana pemberian mikoriza 5 g memiliki nilai
lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.
Pengaruh nyata pemberian JMA, pada
berat segar akar bibit kelapa sawit juga
mempengaruhi secara nyata terhadap berat kering
akar bibit kelapa sawit. Hal ini terjadi
dimungkinkan karena asosisi JMA telah mampu
mengeksplorasi akar untuk menyerap air dan
unsur hara. Utamanya unsur P, dimana unsur P
mampu merangsang pembelahan sel dan
memperbesar jaringan sel, dan hal tersebut dapat
meningkatkan biomasa akar bibit kelapa sawit
tanpa air.
Rerata kontrol pada sidik ragam berat
kering akar bibit kelapa sawit, menunjukan nilai
terendah yaitu 4.53 g, dan semakin meningkat
ketika pemberian mikoriza juga ditingkatkan.
Tertinggi yaitu pada pemberian mikoriza 15 g,
yang memberikan rerata berat kering akar 5.96 g.
Hal ini berbeda dengan apa yang terjadi pada
berat segar akar dimana kontrol lebih baik
didalam mempengaruhi berat segar akar
dibanding dengan pemberian mikoriza 5 g.
Dimungkinkan terjadi karena adanya hifa
eksternal JMA mampu menyerap air lebih besar
dibandingkan dengan perlakuan kontrol dimana
indigeus JMA pada kontrol masih terbatas pada
banyaknya hifa eksternal yang terbentuk yang
kemudian memberikan masa kering lebih besar
per unit air.
Simbiosis mutualitik yang terjadi antara
JMA dan tanaman inang yang dalam hal ini
adalah bibit kelapa sawit. Selain memberi
pengaruh nyata terhadap berat segar akar,
ternyata juga memberikan pengaruh nyata
terhadap berat segar bibit kelapa sawit (Pre
nursery).
Berat segar tanaman adalah berat biomasa
tanaman berupa daun, batang, akar, serta air yang
terkandung da menyususn sel-sel tanaman.
Pemberian mikoriza menunjukkan
pengaruh nyata terhadap berat segar bibit.
Diduga, karena terjadi kolonsasi akar oleh JMA,
yang sudah dapat melakukan eksplorasi akar
ketanah guna penyerapan hara sehingga terjadi
peningkatan berat segar tanaman.
Meskipun hasil dari uji lanjut DMRT
diketahui bahwa pemberian mikoriza 15 g dan 10
g tidak berbeda nyata terhadap berat segar
tanaman. Artinya penggunaan mikorinza 10 g
Copyright: Koko Setiawan, S.P. Page 5
dirasa lebih efektif dibandingkan dengan
pemberian mikoriza dosis 15 g.
Meskipun parameter panjang akar, berat
segar akar, berat kering akar, berat segar bibit,
dan berat kering bibit diperoleh beda nyata baik
oleh pengaruh aelopati maupun mikoriza.
Ternyata hal tersebut tidak mempengaruhi secara
nyata terhadap parameter tinggi tanaman dan
jumlah daun. Hal ini dimungkinkan terjadi karena
pada masa awal pertumbuhan bibit (Pre nursery),
bibit masih tergantung pada cadangan makanan
yang terdapat pada endosperm.
Harahap (1994) cit Suherman (2007), juga
menyatakan bahwa pertambahan jumlah daun
ditentukan oleh sifat genetis tanaman dan
lingkungan, yaitu pada tanaman kelapa sawit
dihasilkan 1-2 helai daun setiap bulan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan analisis serta
pembahasan yang terbatas pada ruang lingkup
penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa; Penggunaan mikoriza dosis 15 g memberi
pengaruh yang optimal untuk meningkatkan
pertumbuhan bibit kelapa sawit di pre nursery.
Peningkatan pemberian ekstrak kotor alelopati
akar alang-alang diketahui telah berdampak
turunnya biomasa kering bibit kelapa sawit.
Kedua perlakuan tidak terjadi interaksi yang
nyata.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menghanturkan penghargaan
kepada bapak Dr.Ir. Herry Wirianata. MS. Dan
kepada Ibu Idum Satia Santi. SP., MP. Dari
Fakultas Pertanian Institut Pertanian STIPER
Yogyakarta, atas arahan, nasehat dan
bimbingannya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2012. Buku Panduan Praktek Kerja
Lapangan. Institut Pertanian Stiper
Yogyakarta.
Assidiq, M.M. 2013. Pengaruh Alelopati Bunga
Tahi Ayam (Lantana Camara) Terhadap
Perkecambahan Dan Pertumbuhan Sentro
(Centrosema Pubescens). Makalah Seminar
Program Doktor. Universitas Hasanuddin
Makasar. Makasar. 09 April 2013.
Feronica, A. 2001. Mikoriza Peran Prospek dan
Kendalanya. Prosiding Seminar Mikoriza.
Bandung, 23 April 2001.
Kabirun, S. 1990. Peran Endomikoriza dalam
Pertanian. Kursus Singkat Teknologi
Mikoriza. PAU Bioteknologi IPB dan
UGM. Bogor. 11 Desember 1989 – 7
Januari 1990.
_________. 2004. Peranan Mikoriza Arbuskula
Dalam Pertanian Berkelanjutan. Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Dalam
Ilmu Mikrobiologi pada Fakultas Pertanian
Universitas Gajah Mada. Yogyakarta, 18
Agustus 2004.
Kusnanto, U dan Nurdin. 1984. Uji Tapis
Herbisida Untuk Pemberantasan Alang-
Alang (Imperta cylindrica) Di coklat Muda
.Tjitrosoedirdjo dan Ishidayat Utomo.
Prosiding Komparensi ke Tujuh Himpunan
Ilmu Gulma Indonesia. Surakarta, 14-16
Februari 1984.
Tjitrosoedirdjo, S., I Hidayat Utomo, Joedojono
Wiroatmojo. 1984. Penglolaan Gulma di
Perkebunan. Jakarta: Gramedia.
Pahan, I. 2011. Panduan Lengkap Kelapa Sawit.
Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit dari
Hulu hingga Hilir. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Setiadi, Y. 1990. Proses Pembentukan VA
Mikoriza. Kursus Singkat Teknologi
Mikoriza. PAU Bioteknologi IPB dan
Copyright: Koko Setiawan, S.P. Page 6
UGM. Bogor. 11 Desember 1989 – 7
Januari 1990.
________ . 2001. Peranan Mikoriza Arbuskula
dalam Rehabilitasi Lahan Kritis di
Indonesia. Prosiding Seminar Mikoriza.
Bandung, 23 April 2001.
Suherman, C. 2007. Pengaruh Campuran Tanah
Lapisan Bawah (subsoil) dan Kompos
sebagai Media Tanam terhadap
Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit. Makalah
Seminar Nasional, UNPAD. Bandung. 15-
17 November 2007.
Yakup, Y.S. 2002. Gulma dan Teknik
Pengendaliannya Edisi Revisi. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.