peran dan partisipasi masyarakat adat dalam...

16
Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam Kebencanaan di Indonesia Executive Summary

Upload: phamthuy

Post on 18-Feb-2018

223 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam …disasterchannel.co/wp-content/uploads/2016/05/Peran-dan... · contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun, ... luka

Peran dan PartisipasiMasyarakat Adat dalam

Kebencanaan di IndonesiaExecutive Summary

Page 2: Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam …disasterchannel.co/wp-content/uploads/2016/05/Peran-dan... · contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun, ... luka

Masyarakat adat merupakan kelompok rentan yang strategis untuk diprioritaskan ketika membicarakan perihal PRB dan kebencanaan secara umum. Berdasarkan peta risiko bencana dan peta indikatif masyarakat adat, sebagian besar masyarakat adat di Indonesia berkehidupan di kawasan dengan kelas kerawanan potensi bencana yang sedang dan besar. Berbagai peristiwa maupun isu global, seperti pemenuhan hak masyarakat adat, pengrusakan hutan, perubahan iklim, dan masalah-masalah lain yang dihadapi, menempatkan masyarakat adat sebagai kelompok dengan kerentanan yang berlipat ganda (multiple vulnerability).

Selain itu, perhatian pada keterlibatan masyarakat adat dalam program dan kegiatan terkait kebencanaan, masih sangat minim dan belum dilihat secara spesifik dengan mempertimbangkan identitas mereka sebagai “masyarakat adat” (indigenous peoples), yaitu komunitas-komunitas yang hidup berdasarkan asal-usul secara turun-temurun di atas satu wilayah adat, yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam, kehidupan sosial budaya yang diatur oleh hukum adat, dan lembaga adat yang mengelola keberlangsungan kehidupan masyarakat. Partisipasi masyarakat adat dalam proses perumusan dan pengambilan keputusan kebijakan di bidang kebencanaan pun belum kuat dan terbuka secara penuh. Salah satu faktor kunci bagi penerapan konsep PRB yang berbasis pada aspek ekologi/lingkungan (eco-DRR), adalah penataan ruang wilayah adat, termasuk di dalamnya adalah pertimbangan terhadap pengakuan bahwa hutan adat bukan lagi hutan negara melalui Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35 Tahun 2012 (MK 35). Sementara dengan melihat tata ruang sebagai salah satu pondasi kuat bagi perencanaan dan strategi PRB dalam suatu wilayah, masyarakat adat masih menunjukkan posisi yang lemah terkait dengan partisipasi politik ruang, padahal kebijakan tata ruang merupakan pula dasar dalam rencana pembangunan (RTRWP/RDTR).

Situasi UmumMasyarakat Adat

Terhadap Bencana

Page 3: Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam …disasterchannel.co/wp-content/uploads/2016/05/Peran-dan... · contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun, ... luka

Namun, ketika selama ini perhatian terhadap masyarakat adat masih bisa dikatakan minim, masyarakat adat sesungguhnya telah menunjukkan kemampuan dirinya sebagai kelompok yang tangguh (resilient). Kehidupan masyarakat adat yang harmonis dengan lingkungan fisik dan non-fisik di sekitarnya ternyata terbukti mempunyai peluang yang besar untuk dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai suatu solusi unik bagi penanggulangan bencana dan pengarusutamaan PRB di Indonesia dengan karakter keragaman budaya yang tinggi dan sebagai negara kepulauan. Masyarakat adat memiliki sistem kehidupan dan aktivitas (livelihood) serta pengetahuan (indigenous knowledge/local wisdom/local knowledge) yang sudah menunjukkan keterkaitan langsung terhadap praktek-praktek eco-DRR, misalnya pola perladangan yang dilakukan oleh masyarakat adat Mentawai secara turun-temurun sejak dulu.

Masyarakat adat Mentawai menerapkan serangkaian ritual dalam membuka ladang, menanam, hingga memanen hasil yang dipimpin oleh tokoh spiritual (rimata). Mereka memiliki pengetahuan tertentu terkait dengan tanaman-tanaman yang memiliki sifat untuk menyuburkan tanah serta dapat mengantisipasi longsor dengan aktivitas menanam pohon besar dan pohon tertentu di daerah curam dan sungai. Hak kelola atas ladang juga diberikan kepada perempuan (perempuan adat) dengan corak pengelolaan secara kolektif. Dalam proses penebangan pohon besar pada area perladangan, masyarakat tidak dapat langsung menebang pohon seketika, tetapi pohon yang hendak ditebang itu akan dikuliti dan secara perlahan akan tumbang seiring dengan tumbuhnya tanaman pengganti (bibit pohon yang ditanam sebagai pengganti pohon yang hendak ditebang). Kearifan dalam tata kelola SDA itu dipadukan secara unik dengan sistem nilai dan kepercayaan yang dikaitkan pada leluhur atau roh, seperti Taikaleleu sebagai “penghuni” hutan, sehingga tidak boleh menebang pohon sembarangan dan harus permisi. Hal yang sama juga berlaku untuk laut (Taikabagat), sehingga tidak boleh merusak terumbu karang dan permisi ketika menangkap ikan (musibbla). Begitu pun dengan sungai (Taikabagat Oinan), sehingga siapa pun tidak boleh membuang kotoran di sungai sebagai salah satu sumber penghidupan.

Situasi UmumMasyarakat Adat

Terhadap Bencana

“Kami ingin aspal yangtak ganas menggilas mekar bunga-bunga.”

Page 4: Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam …disasterchannel.co/wp-content/uploads/2016/05/Peran-dan... · contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun, ... luka

Namun, adanya intervensi pembangunan yang terus terjadi dan tidak melibatkan masyarakat adat Mentawai pada berbagai proses dan implementasinya, telah mendesak masyarakat adat untuk mengurangi, bahkan memaksa mereka untuk tidak dapat lagi melakukan praktek-praktek kearifan yang baik tersebut. Contoh nyata dari hal itu adalah dengan serangkaian kebijakan dan program pemerintah yang dipenuhi dengan persoalan pelanggaran hak dan kekerasan yang terjadi di masa lalu atas nama pembangunan, seperti penangkapan, pembakaran uma (rumah tradisional Mentawai), relokasi permukiman ke dalam konsep desa & dusun, transmigrasi, perampasan hutan adat, pemaksaan dalam beragama dan berkeyakinan (“kesepakatan tiga agama”), dan lain-lain yang bahkan masih terjadi hingga sekarang, terutama relokasi sepihak atas dalih sebagai zona merah bencana. Dalam hal ini, negara tidak atau belum secara penuh melibatkan masyarakat adat dalam kebencanaan dan belum melihat secara relevan bahwa sistem kehidupan dan aktivitas masyarakat adat dengan pengetahuan yang dimiliki sesungguhnya telah menunjukkan bukti nyata pada perilaku PRB maupun penanggulangan bencana. Intervensi pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat adat Mentawai justru mengurangi kemampuan masyarakat adat untuk mempertahankan sikap dan perilaku PRB. Dengan belum adanya pengakuan terhadap hak-hak masyarakat adat Mentawai, termasuk wilayah adatnya, maka masyarakat adat akan terus mengalami kerentanan untuk disingkirkan dari wilayah kelola dan menjalankan peran sebagai penerus kearifan/pengetahuan terkait kebencanaan yang telah dipraktekkan secara turun-temurun berdasarkan serangkaian peristiwa bencana dan pengetahuan di komunitas adatnya.

Situasi UmumMasyarakat Adat

Terhadap Bencana

Page 5: Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam …disasterchannel.co/wp-content/uploads/2016/05/Peran-dan... · contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun, ... luka

Semakin tingginya intensitas potensi bencana dan variasi bencana

yang terjadi di Mentawai, mulai dari bencana alam (gempa bumi,

tsunami, kekeringan, dan lainnya), bencana non-alam, hingga

bencana sosial (konflik). Intensitas dan variasi potensi bencana

semakin meningkat seiring dengan melemahnya kemampuan

masyarakat adat dalam mengatasi bencana secara arif melalui

pengetahuan masyarakat adat (indigenous knowledge).

Keterbatasan akses-akses dan minimnya infrastruktur, seperti

sarana fisik jalan penghubung, transportasi, komunikasi (sinyal

telepon dan telepon seluler), serta infrastruktur maupun fasilitas

pelayanan publik lainnya di mana hal tersebut kemudian

berdampak pada sulitnya akses penanganan darurat bagi

masyarakat adat yang terdampak bencana.

Komunitas adat ada yang belum memiliki atau telah kehilanganmekanisme koordinasi secara tradisional yang penting terkait denganinformasi bencana. Belum adanya mekanisme komunikasi dan koordinasiterkait penanggulangan bencana, baik itu mekanisme di tingkatpemerintah daerah secara formal (setidaknya jika ada pun, hal ini belumdiketahui oleh masyarakat adat, tetapi diakui masyarakat adat tidak ada)maupun pada tingkat komunitas masyarakat adat sendiri.

Semakin pudarnya tradisi dan budaya kearifan/pengetahuan

(serangkaian filosofi nilai, etika, cara, dan perilaku) masyarakat

adat Mentawai terkait langsung maupun tidak langsung dengan

tata kelola SDA dan kebencanaan.

1

2

3

4

Permasalahan Internal

Page 6: Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam …disasterchannel.co/wp-content/uploads/2016/05/Peran-dan... · contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun, ... luka

Belum terorganisirnya secara optimal kelompok pemuda adat yang

diharapkan oleh masyarakat adat di Mentawai dapat menjadi garda

depan dalam upaya penanggulangan bencana bagi komunitas-

komunitas adat maupun desa (dalam proses memulai ke arah

sana).

5

Belum adanya rencana kontinjensi bencana untuk wilayah

Mentawai yang menyentuh pada perspektif masyarakat adat,

contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun,

belum terbangun tempat singgah dan kebutuhannya. Proses

perencanaan juga belum mempertimbangkan pengetahuan

masyarakat adat.

6

Lembaga adat yang lemah dan bahkan di banyak komunitas telah

hilang. Saat ini AMAN Mentawai sedang mengupayakan untuk

membangkitkan dan menguatkan kembali lembaga adat.

7

Belum adanya peta risiko bencana dan masyarakat adat masih ada

yang belum paham terhadap pentingnya peta, baik kaitannya

dengan peta wilayah adat maupun peta risiko bencana sebagai alat

bantu bagi upaya pengelolaan bencana dan pengakuan hak

masyarakat adat.

8

Saat ini uma (rumah adat di Mentawai) sangat jarang sekali

ditemukan, sementara itu rumah-rumah beton yang ada sangat

tidak fleksibel pada gempa bumi yang sering terjadi.

9

Masalah pada pengelolaan informasi terkait peristiwa bencana

maupun dampak (korban dan kerusakan) bencana di kawasan

yang relatif tidak memiliki akses-akses, sehingga seringkali tidak

tersentuh bantuan karena tidak diketahui.

10

Page 7: Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam …disasterchannel.co/wp-content/uploads/2016/05/Peran-dan... · contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun, ... luka

Permasalahan Eksternal

Belum diakuinya hak-hak masyarakat adat di Mentawai, sehingga

hal ini berdampak pada potensi bencana non-alam dan bencana

sosial, serta melemahkan masyarakat adat dalam mengelola

bencana alam (manajemen risiko & krisis kaitannya dengan tata

kelola wilayah/SDA). Saat ini Ranperda PPHMA Mentawai sudah

ada dan masuk dalam Prolegda tahun 2016.

1

Minim, bahkan hampir tidak adanya upaya-upaya peningkatan

kapasitas terhadap masyarakat adat di Mentawai terkait dengan

kebencanaan, baik itu kaitannya dengan upaya pengarus-utamaan

PRB, mitigasi, kesiapsiagaan, hingga penanganan darurat,

rehabilitasi, dan konstruksi (manajemen risiko dan manajemen

krisis).

2

Kebijakan relokasi oleh pemerintah. Pada awalnya, masyarakat

adat Mentawai bermukim di kawasan yang dekat dengan sungai.

Tetapi kemudian mereka direlokasi atas nama “pembangunan,”

termasuk ke pantai (dari dalam hutan), tetapi kemudian mengalami

relokasi kembali ketika terjadi bencana, seperti gempa dan tsunami.

3

Derasnya arus modernitas yang masuk ke dalam kehidupan

masyarakat adat di Mentawai yang tidak berimbang dan adil

(kaitannya dengan masyarakat adat dan kearifan terkiat bencana).

4

Stigma dan stereotipe negatif terhadap masyarakat adat yang

dikonotasikan dengan kuno, primitif, terbelakang, miskin, dan lain-

lain.

5

Page 8: Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam …disasterchannel.co/wp-content/uploads/2016/05/Peran-dan... · contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun, ... luka

Masuknya program-program pemerintah yang berdampak pada pelemahan masyarakat adat dalam

mengelola bencana, yaitu relokasi permukiman di mana masyarakat adat dijauhkan dari sumber

kehidupan dan penghidupannya dalam berladang serta memicu konflik kaitannya dengan klaim

tanah, wilayah, dan hutan adat; sawah irigasi (di sebagian tempat terdapat potensi sumber mata air

yang kering akibat hadirnya sawah irigasi serta merusak pola kedaulatan pangan masyarakat adat

Mentawai terhadap sumber karbohidrat lokal: sagu, keladi, dan beragam jenis umbi-umbian);

transmigrasi (memicu konflik tenurial terkait wilayah adat yang dirampas); taman nasional dan HPH

(memaksa masyarakat adat untuk direlokasi dan memicu konflik hutan adat sebagai sumber

penghidupan masyarakat adat).

6

Rendahnya (bahkan hampir tidak dilibatkan) partisipasi/keterwakilan masyarakat adat dalam proses

kebencanaan, baik itu kebijakan maupun upaya penanggulangan bencana di Mentawai, sehingga

kebutuhan tidak sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat adat, misalnya kebijakan/keputusan

relokasi, pembuatan plang evakuasi yang tak sesuai, bantuan bencana yang tak tepat sasaran/tak

sesuai keperluan, dan lainnya.

7

Pencemaran sungai yang diakibatkan oleh adanya praktek meracun ikan di sungai dan kerusakan

hutan. Bagi masyarakat adat, sungai adalah sumber penghidupan kaitannya dengan upaya

ketahanan dan kedaulatan pangan di mana masyarakat adat menyimpan cadangan sagu, keladi

(sumber karbohidrat), dan lauk pauk/sumber protein (ikan dan ulat pohon) di sungai untuk jangka

waktu yang cukup lama (misalnya penyimpanan sagu dengan merendamnya di sungai selama

setengah tahun akan dapat mencukupi kebutuhan pangan satu kelompok masyarakat adat/sub-suku

Mentawai dalam satu uma yang dihuni beberapa keluarga).

8

Kebijakan zonasi dan relokasi. Ketidakjelasan zonasi (kaitannya dengan “zona merah” atau potensi

terkena tsunami, hutan adat, dan lainnya).9

Ketidakjelasan penyaluran bantuan bencana (mekanisme koordinasi serta transparansi bantuan),

bahkan tidak ada sama sekali. Misalnya saja ada peristiwa di mana logistik bantuan bencana

tertahan sampai berbulan-bulan di kantor pemerintahan karena urusan birokrasi, sehingga logistik

terlambat, menjadi rusak, dan rentan disalahgunakan oleh oknum. Ada pula kasus mereka yang

luka malah semakin parah dan meninggal karena terlambat atau tidak mendapat bantuan kesehatan.

10

Page 9: Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam …disasterchannel.co/wp-content/uploads/2016/05/Peran-dan... · contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun, ... luka

Optimalisasi pada kemandirian

komunitas adat.

Prinsip Kontijensi

Pada tahap ini,

masyarakat telah

memiliki kesadaran

untuk meningkatkan

ketangguhan ...

FPIC (free, prior, informed consent) atau

persetujuan di awal atas dasar tanpa

paksaan sebagai prasyarat utama

Berbasis pada kearifan masyarakat adat

1

2

Hak atas kelola tanah/wilayah dan sumber

dayanya3

Musyawarah dan Gotong Royong 4

6

Teknologi yang ramah masyarakat

adat7

Partisipasi masyarakat adat dalam

seluruh proses8

Pertimbangan pada peran dan

fungsi lembaga adat9

Page 10: Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam …disasterchannel.co/wp-content/uploads/2016/05/Peran-dan... · contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun, ... luka

Masyarakat adat telah belajar dari peristiwa bencana yang dihadapi selama puluhan dan bahkan ratusan tahun yang menghasilkan kearifan masyarakat adat terkait kebencanaan secara langsung maupun tidak langsung. Sebagian kalangan menyebutnya sebagai kearifan lokal atau pengetahuan lokal. Namun pada konteks masyarakat adat, menjadi jauh lebih tepat untuk menyebutnya sebagai kearifan/pengetahuan masyarakat adat (indigenous knowledge/wisdom).

Pengembangan Kearifan Masyarakat Adat

Tuddukat adalah alat komunikasi yang menjadi tradisi di Mentawai. Alat yang digunakan dengan cara dipukul tersebut berfungsi untuk menyebarluaskan informasi dengan nada tertentu terkait kabar mengenai adanya upacara/pesta/perayaan adat, kelahiran/kematian di uma dan ladang, bencana, dan lainnya. Pada uma, tuddukan umumnya ditaruh pada atap teras rumah. Saat ini, tuddukat yang berada di Uma AMAN Mentawai telah berusia 450 tahun. Namun, generasi muda Mentawai belum sepenuhnya menggali dan memahami tata cara penggunaannya (cara membunyikan dan membedakan jumlah pukulan untuk kabar tertentu).

Sejak dulu gempa telah menjadi keseharian masyarakat Mentawai. Uma adalah rumah tradisional masyarakat adat Mentawai dengan pondasi utama berupa kayu dari pohon utuh yang ditancapkan sekitar 2 meter ke bawah tanah. Ketika gempa terjadi, pasak tersebut akan memberi tanda dan bergoyang. Jika gempa begitu besar, maka rumah umumnya tidak rubuh, tetapi hanya miring dan dapat dikembalikan pada posisi semula di mana keluarga dan tetangga secara gotong royong membantu menegakkan rumah kembali. Sayangnya, uma kini sangat jarang ditemukan karena dahulu pernah terjadi pembakaran massal terhadap uma bersamaan dengan pemaksaan masyarakat adat untuk memilih 3 agama (Protestan, Katolik, Islam). Baik itu uma maupun perkakas tradisional ikut dimusnahkan karena diasosiasikan dengan kepercayaan/agama masyarakat adat Mentawai: Sabulungan.

“Beragam kearifan di Mentawaimemiliki keterkaitan yang erat hubungannya dengan

tuhan/leluhur/roh, sesamamanusia, dan alam.”

Page 11: Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam …disasterchannel.co/wp-content/uploads/2016/05/Peran-dan... · contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun, ... luka

Komunitas adat mengidentifikasi bahwa pihak-pihak

terkait bencana di dalam komunitas mencakup banyak

pihak. Di sini mereka menggarisbawahi bahwa bukan

hanya pemerintah desa, sekolah, dan pusat layanan

kesehatan saja yang penting dicatat, melainkan pula

ada lembaga adat (tokoh adat), ormas terkait (dalam

hal ini adalah AMAN), dan institusi agama (gereja dan

masjid) yang memiliki peran sangat signifikan. Siapa

pun dapat mengabarkan berita atau informasi bencana

di dalam komunitas.

Pemuda adat memiliki fungsi yang strategis sebagai

komunikator dalam melakukan aksi dalam

penyebarluasan informasi di mana hal itu tak perlu

dibatasi pada mekanisme formal pada pemerintah desa.

Secara cepat, masyarakat adat perlu mengoptimalkan

peran masing-masing aktor di dalam komunitas dan

memanfaatkan infrastruktur yang dimiliki. Maka proses

penyebarluasan informasi memiliki kanal yang berbeda

da unik. Di Komunitas Adat Goisooinan yang terdiri dari

masyarakat beragama Kristen dan Islam, lonceng

gereja dan pengeras suara elektronik pada masjid

dianggap penting. Di sana ada pula kearifan bernama

tolokokoukou atau kentongan yang terbuat dari bambu

yang biasa digunakan oleh masyarakat adat untuk

memberi tanda atau peringatan (loloklok di Siberut).

Sementara di Saureinu, tak ada masjid (hampir seluruh

masyarakat beragama Kristen), sehingga selain gereja,

ada pula radio komunitas yang menjadi modal utama

dalam penyebarluasan informasi.

“Empat Hal Penting dalamMenyusun Rencana Kontijensi

di Tingkat Komunitas”

Pertama

Kedua

Page 12: Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam …disasterchannel.co/wp-content/uploads/2016/05/Peran-dan... · contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun, ... luka

Melalui peta wilayah adat, masyarakat adat pun

menjadi jauh lebih mudah memahami wilayahnya,

termasuk menyadari kerentanan terhadap bencana dan

mengelola bencana. Komunitas adat dapat menandai

titik-titik penting yang ada di komunitas atau dusun dan

desanya di mana mereka dapat mempertimbangkan

sendiri di mana letak jalur evakuasi dan titik kumpul

yang pernah dan potensial untuk ditetapkan. Hal inilah

yang kemudian membuka kembali pengetahuan pada

pengalaman bencana gempa di Komunitas Adat Rokot

tahun 2004, 2007, dan 2009. Mereka mengingat area

perbukitan di Bukit Suddut dan Leleu Tunangkaliau

yang pernah dijadikan tempat evakuasi dan

pengungsian sementara. Selain asalan geografis

bahwa kedua area itu memiliki kondisi fisik yang relatif

aman dan mudah dijangkau, alasan lain adalah bahwa

titik tersebut berada dekat dengan sumber air dan

pangan mereka, yaitu ladang sagu, keladi, dan pisang

di mana mereka dapat bertahan hidup secara mandiri

dengan kondisi di mana komunitas masih menghadapi

kendala pada keterbatasan/ketiadaan akses informasi

(sinyal komunikasi) dan infrastruktur jalan untuk

menyalurkan bantuan.

Pembelajaran untuk kondisi lokal pada komunitas adat

di Mentawai adalah dengan mempertimbangan situasi

dan kondisi yang ada. Rencana kontinjensi secara

sederhana dapat disusun dengan pendekatan yang

partisipatif. Berdasarkan pengalaman pada peristiwa

gempa dan tsunami di Mentawai beberapa tahun lalu,

tantangan pada rencana kontinjensi yang perlu

dipertimbangkan, yaitu dengan optimalisasi sistem

analog ketimbang memaksakan pada teknologi digital

di mana masyarakat dan infrastruktur fisik belum

memiliki kesiapan yang memadai.

“Empat Hal Penting dalamMenyusun Rencana Kontijensi

di Tingkat Komunitas”

Ketiga Keempat

Page 13: Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam …disasterchannel.co/wp-content/uploads/2016/05/Peran-dan... · contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun, ... luka

Dokumentasi, analisis, dan upaya pengarus-utamaanPRB dan bencana, mencakup kegiatan terhadappenguatan pendokumentasian dan pendataan datakondisi iklim di Mentawai, data bahaya dan risikobencana, analisa kebutuhan, dan rencana kebutuhandan strategi.

Tata ruang wilayah adat untuk eco-DRR, yaitu denganmenginisiasi kegiatan pelatihan pemetaan dan tataruang, pemetaan wilayah adat mencakup aspekpotensi ekonomi dan sosial, perencanaan tata ruang(perspektif wilayah adat), dan workshop denganpemerintah tentang tata ruang wilayah adat.

Intervensi pada penguatan ekonomi/sumberpenghidupan melalui upaya pengintegrasian sistemperingatan dini dan pengarusutamaan PRB padapeningkatan keberlangsungan sumber-sumberpenghidupan/mata pencaharian masyarakat adat,misalnya inisiatif pada pembentukkan kelompokmaupun permodalan kelompok usaha.

Advokasi kebijakan dan kampanye, meliputipenguatan kapasitas terhadap lobi dan advokasi,kegiatan lobi dan advokasi, pembentukkanjariangan/aliansi, dan penyusunan strategi kampanyedan pembuatan material kampanye secara kreatif.

Penguatan informasi dan media menjadi hal yangsangat krusial dalam mendukung penguatanmasyarakat adat terkait bencana secara langsungmaupun tidak langsung. Memastikan jalur informasitersampaikan secara optimal dan menguatkan medialokal dapat dilakukan dengan berbagai upaya terkaitpeningkatan kapasitas melalui pelatihan jurnalismebagi masyarakat adat (terutama pemuda adat),inisiasi membuat media atau penguatan terhadapmedia yang ada, dan dorongan untuk bermitra danberjejaring dengan media pada level lokal, nasional,dan internasional, baik itu media cetak, elektronik,maupun online

Pertama

Kedua

Ketiga

Keempat

Rekomendasi dalam Menguatkan Ketangguhan & Daya

Lenting Masyarakat Adat

We cannot stop natural disasters, but

we can arm ourselves with knowledge:

so many lives wouldn’t have to be

lost if there was enough disaster preparedness.Petra Nemcova

Kelima

Page 14: Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam …disasterchannel.co/wp-content/uploads/2016/05/Peran-dan... · contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun, ... luka

Suara dari Mentawai

Page 15: Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam …disasterchannel.co/wp-content/uploads/2016/05/Peran-dan... · contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun, ... luka

Suara dari Mentawai

Page 16: Peran dan Partisipasi Masyarakat Adat dalam …disasterchannel.co/wp-content/uploads/2016/05/Peran-dan... · contohnya bagi kawasan yang sudah ada pola jalur evakuasi pun, ... luka

The real man smiles in trouble, gathers strength from distress, and grows brave by reflection.

Thomas Paine