peran bumn dalam pemulihan ekonomi
DESCRIPTION
Pada awalnya BUMN adalah hasil nasionalisasi ex-perusahaan-perusahaan asing (Belanda) yang kemudian ditetapkan sebagai perusahaan Negara.TRANSCRIPT
Peran Bumn Dalam Pemulihan Ekonomi
I. HISTORICAL BUMN
Pada awalnya BUMN adalah hasil nasionalisasi ex-perusahaan-perusahaan asing (Belanda) yang
kemudian ditetapkan sebagai perusahaan Negara. Kemudian de-gan UU No. 1 Prp 1969
dibentuklah pembagian 3 jenis bentuk Badan Usaha Milik Negara menjadi Perusahaan Jawatan
(Perjan), Perusahaan Umum (Perum) dan Persero. Pembagian ini dibentuk sesuai dengan tugas,
fungsi dan misi Usaha pada waktu itu.
Filosofi mengapa dibentuk Badan Usaha Milik Negara adalah karena berdasarkan pada bunyi
ketentuan UU Pasal 33 khususnya ayat (2) dan (3) yang mengandung maksud bahwa; cabang-
cabang produksi penting bagi Negara yang menguasai ha-jat hidup orang banyak dikuasai oleh
Negara. Kemudian bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Dengan demkian tugas pertama Negara dengan membentuk badan usaha adalah untuk memenuhi
segala kebutuhan masyarakat, manakala sektor-sektor tersebut belum dapat dilakukan oleh
swasta. Kemudian tugas-tugas seperti itu diterje-mahkan sebagai bentuk “pioneering” usaha oleh
Negara yang membuat BUMN menjadi agen pembangunan/agent of development.
Pemahaman BUMN sebagai agent of development berlanjut sampai dengan peri-ode tahun 80an,
yang kemudian pemahaman tersebut membawa dampak “negatif/minir” karena fungsi kontrol
terhadap BUMN dianggap sangat lemah, BUMN sebagai sarang korupsi dan lain-lain.
Pada periode akhir 80an, tepatnya 1989, manajemen BUMN dibenahi sekaligus di-luruskan
kembali fokus usahanya serta ditata kembali pola reportingnya, yaitu den-gan ditetapkannya
Keputusan Menteri Keuangan No. 741/1989 yang mewajibkan manajemen BUMN membuat
laporan kerja dan laporan keuangannya sekaligus mempublikasikannya. Hal ini sebenarnya
merupakan cerminan dari pemberlakuan program-program Good Corporate Governance, antara
lain dengan mempublikasi-kan laporan keuangan berarti telah terjadi pembelajaran dan
pendisiplinan BUMN terhadap pelaksanaan prinsip GCG (keterbukaan) sekaligus pembelajaran
penera-pan protokol Pasar Modal (capital market protocol) mulai pada waktu itu. Dengan
penerapan prinsip-prinsip GCG, sekaligus terkandung maksud untuk dapat memisahkan fungsi
kepemilikan dan fungsi sebagai regulator. Hal ini bila tidak di-pahamkan tentang pemisahan
fungsi dimaksud akan membawa akibat adanya intervensi-intervensi yang dimulai dari pemilik
kemudian akan diikuti oleh pihak-pihak lain yang mempunyai kepentingan.
II. SEKTOR USAHA BUMN
Pada dasarnya sektor-sektor usaha yang dilakukan oleh BUMN mencakup hampir seluruh sektor
dan bidang usaha yang ada dimana didalamnya terdapat 11 kelom-pok besar sektor, yaitu;
Agro Industri;
Telekomunikasi;
Semen, konstruksi dan Konsultan Engineering;
Pertambangan;
Energi;
Logistik;
Pariwisata;
Kehutanan dan Kertas;
Jasa Keuangan;
o Industri Startegis;
o Jasa Penunjang Pertanian
Dari sektor tersebut terbagi lagi menjadi sub-subsektor seperti Jasa Keuangan dapat dibagi
menjadi Jasa Keuangan Perbankan dan Jasa Keuangan Non Perbankan (misalnya Asuransi),
demikian juga terhadap sektor logistik yang dapat dibagi men-jadi bidang transportasi,
penunjang transportasi (misalnya Bandara, pelabuhan), Ka-wasan Industri, Dok Perkapalan dlsb.
Luasnya sektor dan bidang usaha yang dilakukan oleh BUMN mengesankan bahwa semua sektor
usaha menjadi monopoli badan usaha Negara. Dari kajian yang kami lakukan, sebaiknya
Pemerintah bertahan pada pengelolaan dibidang yang me-menuhi kriteria dibawah ini
Amanat pendiriannya oleh Peraturan Perundangan
Mengemban tugas Public Service Obligation
Terkait dengan Keamanan Negara
Melakukan konservasi alam/budaya
Berbasis sumber daya alam
Padat karya
Penting bagi stabilitas ekonomi/keuangan Negara
Selanjutnya dari kajian tersebut dicoba untuk mengkategorikan sektor-sektor dan bi-dang apa
saja yang masih tepat dilakukan oleh BUMN, apakah sektor-sektor yang masih sangat
kompetitif, pelaksana layanan publik, atau yang strategis, lalu bagai-mana dengan sifat bisnisnya
apakah sudah sunset (tidak memiliki prospek) atau sifat usaha yang telah banyak dilakukan oleh
pihak swasta, bahkan bila dilaksakan oleh swasta justru dapat lebih efisien?
Bila demikian halnya perlu dicarikan solusi terhadap sektor/bidang usaha apa saja yang tepat
dikelola/dilakukan oleh BUMN yang juiga mengacu pada ketentuan pasal 33 UU 1945 dimaksud
dalam kriteria kriteria diatas.
III. KINERJA BUMN
Saat ini BUMN berjumlah 139 yang dalam pelaksanaan tugasnya masih memerlu-kan beberapa
perbaikan-perbaikan sistem manajemennya untuk mengangkat kiner-janya. Perangkat perbaikan
tersebut termasuk untuk menciptakan kontrol sistem, oleh karenanya sejak tahun 2002
diwajibkan bagi seluruh BUMN untuk menerap-kan program GCG yang kemudian diikuti
dengan penerapan program-program lain yang dapat menunjang kinerjanya seperti penerapan
program Risk Management yang gencar diwajibkan sejak awal 2006 ini, selain beberapa BUMN
yang bergerak di bidang industri-industri penting seperti Telkom, PLN, Perbankan dan Industri-
industri berbasis teknologi tingggi telah lebih dulu menerapkan program Risk Man-agement ini.
dengan melaksanakan program-program tersebut perangkat-perangkat korporasi lainnya yang
juga perlu ditingkatkan adalah kualitas manaje-men/sumber daya manusia agar lebih mempunyai
visi pada orientasi bisnis dan berani mengambil keputusan-keputusan bisnis, sehingga paradigma
BUMN secara simultan dapat diubah, termasuk mindset manajemen, karyawan dan sistem
teknologinya juga (perlahan) harus dilakukan perombakan.
Hingga saat ini dengan upaya-upaya yang telah dilakukan nyatanya membawa peruba-han, lebih
nampak pada indikasi meningkatnya jumlah BUMN yang bertambah sehat dan berkurangnya
BUMN rugi.
Selain perusahaan-perusahaan yang dapat menunjukan peningkatan kinerja dari sisi perolehan
laba, tentunya dapat dibuktikan dari sisi Negara yang memperoleh Dividen selaku pemegang
saham, dan pajak, tidak tertutup pula sumbangan retribusi daerah.
Kemudian dari sisi pasar modal, dapat dikatakan bahwa BUMN adalah salah satu indikator
tentang dinamisnya perdagangan saham dan obligasi di bursa efek, dimana 12 BUMN yang
listed saham di bursa (12 BUMN) mencapai 36.8% pada tahun 2004, dan 34.2% pada tahun 2006
dari nilai transaksi perdagangan di bursa, dengan total kapitalisasi pasar BUMN sejak 2001 s/d
2006 mencapai ± Rp.273 Trilliun. Belum lagi bila dihitung dengan atraktifnya perdagangan
obligasi yang di-issued oleh BUMN.
IV. KEBIJAKAN YANG AKAN DITEMPUH
Namun patut kita cermati, bahwa kinerja yang tergambar tersebut tidak tersebar se-cara merata di
semua BUMN. Jika kita urutkan BUMN berdasarkan angka har-ta/aset, ekuitas, penjualan, dan
laba bersih, kemudian kita pilih BUMN yang memiliki setidaknya 3 figur yang termasuk 25
terbesar pada kategorinya, maka akan kita da-patkan 22 BUMN yang memenuhi kategori ini dan
bisa kita katakan sebagai BUMN terbesar, dimana 8 diantaranya adalah BUMN Tbk. Bila
dibandingkan dengan jum-lah agregat seluruh BUMN, maka 22 BUMN ini memiliki 92.21%
aset, 92.64% ekui-tas, 87.16% penjualan dan 91.78% laba bersih, atau dengan kata lain dari 139
BUMN yang kita miliki, 117 BUMN diantaranya hanya memiliki proporsi kurang dari 10%
terhadap keseluruhan BUMN. Hal ini mengimplikasikan adanya kinerja yang ti-dak optimal pada
sebagian besar BUMN dan urgensi pertimbangan mengenai jum-lah dan besaran BUMN yang
ideal (rightsizing policy).
Kebijakan rightsizing BUMN akan ditempuh dengan melakukan merjer/konsolidasi, holding,
maupun privatisasi sehingga pada tahun 2009 jumlah BUMN diharapkan akan menjadi 89 dan
selanjutnya menjadi 25 pada tahun 2020, yang diharapkan merupakan ukuran yang ideal
sehingga kita mampu memiliki BUMN dengan daya saing tinggi dan merupakan pemain utama
di pasar internasional.
Kebijakan rightsizing ini merupakan bagian dari upaya profitisasi BUMN yang mengacu pada
pemetaan BUMN dengan membagi BUMN menjadi 2 kelompok yaitu BUMN yang menjalankan
fungsi public service obligation (PSO) dan BUMN komer-sial. Pengelompokan tersebut sangat
penting agar masing-masing BUMN tersebut benar-benar memperoleh penanganan yang tepat.
Tidak kalah pentingnya adalah Revitalisasi BUMN melalui restrukturisasi sektoral dengan
memperhatikan peraturan/perundangan yang ada dan restrukturisasi peru-sahaan melalui
penerapan key performance indicator (KPI) dan GCG secara konsis-ten. Melalui restrukturisasi
sektoral tersebut, diharapkan setiap kebijakan yang di-ambil oleh Kementerian Negara BUMN
akan sejalan dengan kebijakan dari depar-temen teknis. Di samping itu, melalui penerapan KPI
dan GCG secara konsisten, di-harapkan akan tercapai BUMN yang terfokus, memiliki core
competence, well per-formed dan well managed serta menjadi champion di bidangnya.
Bahwa keberadaan BUMN memberikan pula efek mutiplier selain sebagai dinamisa-tor pasar
mengingat tugas dan fungsi BUMN selain berorientasi kpd laba dan laya-nan umum, juga
menjadi katalisator terhadap pertumbuhan ekonomi di level me-nengah kecil. yaitu dapat
dibuktikan dengan kepesertaan BUMN terhadap pembina-an dan pemberian pendampingan
bimbingan/bantuan teknis kepada UKM-UKM yang merupakan mitra binaannya. Efek multiplier
tersebut tentunya akan berdampak pada pertumbuhan industri/ekonomi, selain penyiapan
lapangan pekerjaan bagi ma-syarakat. sebagaimana diketahui 139 BUMN memiliki total nilai
aset sebesar RP. 1300 Triliun, ternyata dalam pelaksanaannya masih dirasakan adanya
kekurangan-kekurangan, antara lain apabila dillihat dari sisi efisiensi tenaga kerja yang ada. Pada
dasarnya jumlah tenaga kerja yang ada pada BUMN-BUMN bisa dikatagori-kan overstaffing.
Namun bila kita memperhatikan amanah dari UUD 1945, tersirat bahwa Negara perlu
menyediakan cukup lapangan pekerjaan bagi warganya, oleh karenanya BUMN-BUMN sebagai
suatu badan usaha yang dimiliki Negara sekaligus sebagai alat produksi tentunya harus
mempertimbangkan tentang penampungan te-naga kerja. Sehingga efisiensi tenaga kerja di
BUMN ada anggapan tidak/bukan menjadi sorotan utama dikaitkan dengan performa kinerja
perusahaan.
V. MODEL UNTUK MENUNJANG PERTUMBUHAN EKONOMI
Untuk mewujudkan amanah Undang-undang No. 19 tahun 2003 mengenai Badan Usaha Milik
Negara pasal 2 ayat (1) butir (a) tentang salah satu maksud dan tujuan pendirian BUMN yaitu
“memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan
penerimaan Negara pada khususnya” maka Kemente-rian BUMN telah menyusun strategi
penataan BUMN kedepan yang berada dalam kerangka rightsizing policy yang tadi telah kami
jelaskan. Untuk meningkatkan kon-tribusi BUMN dalam pertumbuhan ekonomi Kementerian
BUMN akan memantapkan orientasi pengembangan kepada BUMN-BUMN yang memiliki
potensi bisnis mau-pun pelayanan, dalam besaran dan struktur organisasi yang sesuai.
Untuk mencapai besaran dan struktur yang sesuai, rightsizing policy akan diwujud-kan dalam
kategorisasi BUMN dalam 5 (lima) bentuk atau jenis tindakan, yaitu;
(1) Stand Alone
BUMN yang masuk dalam kategori ini adalah BUMN yang memiliki kriteria beri-kut ini;
Market share cukup signifikan dan mengandung unsur keamanan;
Single player atau masuk sebagai pemain utama;
Belum memiliki potensi untuk dimerger ataupun holding; dan
Keberadaannya berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku & umumnya captive
market.
(2) Holding
BUMN yang masuk dalam kategori ini adalah BUMN yang memiliki kriteria beri-kut ini;
Sektor usahanya sama
Jenis usaha dan segmen pasar berlainan
Kompetisi tinggi
Masih ada prospek/ bisnis prospektif
Pemerintah merupakan pemilik mayoritas
(3) Divestasi
Divestasi merupakan tindakan pemegang saham (shareholder’s action), yang se-lalu
mempertimbangkan unsur cost & benefit, sebagaimana pemegang saham pada persero yang lain.
Namun, karena tindakan divestasi ini dikaitkan dengan kepemilikan Badan Usaha Milik Negara,
maka Divestasi hanya dapat dilakukan pada BUMN yang memiliki kriteria berikut ini;
Berbentuk Persero.
Berada pada sektor usaha atau industri yang kompetitif atau unsur teknologinya cepat
berubah.
Bidang usahanya menurut undang-undang tidak secara khusus harus dikelola oleh
BUMN.
Tidak bergerak di sektor pertahanan dan keamanan.
Tidak mengelola sumber daya alam yang menurut ketentuan perundang-undangan tidak
boleh diprivatisasi.
Tidak bergerak di sektor tertentu yang oleh pemerintah diberikan tugas khusus untuk
melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
Memenuhi ketentuan/peraturan pasar modal apabila privatisasi dilakukan melalui pasar
modal.
Termasuk pula dari tindakan divestasi, meliputi pula tindakan privatisasi. Bahwa tindakan
privatisasi selain akan memperlihatkan kesiapan dan performa kinerja perusahaan yang membaik
yang kemudian mempunyai suatu nilai (value ) yang tinggi, maka perusahaan-perusahaan yang
baik tersebut diberikan kesempatan kepada khalayak/masyarakat dan instansi (Pemda) untuk
turut menikmati BUMN dengan cara memiliki saham Perusahaan. Dengan demikian pengertian
priva-tisasi tentang penjualan aset kepada asing sebenarnya hanya terkait dengan masalah
privatisasi dengan metode Initial Public Offering (IPO) tentunya meng-gunakan suatu
mekanisme pasar yang tidak bisa dikontrol investor-investornya.
Demikian pula sebaliknya, bagaimana perlakuan terhadap BUMN yang usa-hanya sudah sunset
(yang potensi perkembangan usahanya sudah turun) bila-mana Pemerintah akan bertindak
sebagai regulator?. Seperti misalnya pada kegiatan BUMN di bidang usaha penerbitan dan
perdagangan buku, termasuk pula usaha pergedungan dan pertokoan, dimana sektor swasta lebih
maju dan lebih efisien mengelolanya, apakah negara masih layak untuk memiliki dan mengelola
BUMN tersebut?
(4) Merjer dan Konsolidasi
Dalam rangka penguatan sinergi antar-BUMN, tindakan merjer dan konsolidasi menjadi
pertimbangan, apabila memenuhi kriteria berikut ini;
Jenis usaha dan segmen pasar sama
Kompetisi tinggi
Mayoritas saham dimiliki Pemerintah
Kinerja tergolong kurang baik
Going concern diragukan, namun masih memiliki potensi untuk digabung dengan BUMN
lain.
(5) Likuidasi
Tindakan pemegang saham untuk melakukan likuidasi, tentunya setelah me-menuhi
pertimbangan dan kajian tentang cost & benefit dari usaha tersebut, meliputi;
Tidak ada PSO – non “Strategis” (tidak harus dipertahankan status BUMN)
Dalam beberapa tahun mengalami kerugian terus-menerus
Kompetisi usaha tinggi
Eksternalitas rendah
Usahanya tidak prospektif
Ekuitas negatif
Selain pertimbangan diatas, tentunya cost & benefit tersebut sudah meliputi pen-ghitungan
tentang biaya likuidasi (cost of liquidation) harus lebih kecil dari biaya apabila perusahaan tetap
dioperasikan.
VI. KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI
Dari sisi hukum;
Perlu mendapatkan suatu kejelasan mengenai pengertian “dikuasai” sebagai-mana termaktub
dalam ayat (2) dan (3) Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945, apakah yang dimaksud seluruhnya
dimiliki dan dikelola oleh Negara, atau dimiliki tetapi dapat tidak dikelola oleh Negara, atau
tidak perlu memiliki dan tidak perlu mengelola tetapi cukup mempunyai kewenangan dalam hal
pengaturan (regu-lasi).
Selain itu, dengan telah ditetapkannya UU No 19 Tahun 2003 tentang BUMN, dalam pasal 4 (1)
dan penjelasannya telah ditegaskan bahwa modal BUMN yang berasal dari kekayaan Negara
yang dipisahkan adalah pemisahan kekayaan Ne-gara dari APBN untuk dijadikan penyertaan
modal Negara pada BUMN, untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi
didasarkan pada sistem APBN namun didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.
Lebih lan-jut terdapat pengaturan dalam PP No. 33 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa
penyelesaian piutang BUMN diselesaikan dengan mekanisme korporasi yang di-dasarkan pada
pengertian piutang Negara dalam UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dimana
dalam UU tersebut tidak lagi dimasukkan pen-gertian piutang BUMN sebagai bagian dari
piutang Negara.
Dari hal diatas, pengertian sebagaimana diatur dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat (2) dan (3) diatas,
belum memiliki definisi yang seragam tentang arti “dikuasai” dan “cabang-cabang produksi
penting” seperti apa. Kemudian terhadap pemahaman tentang kekayaan Negara yang dipisahkan,
perlu mendapatkan pemahaman se-cara meluas bahwa modal yang telah dipisahkan untuk
pendirian suatu BUMN bu-kan lagi kategori kekayaan Negara.
Dari sisi perusahaan;
Bahwa perlu disadari fungsi dan tugas utama BUMN tidak hanya sekedar mem-peroleh
keuntungan saja, yang kemudian diukur hanya dengan adanya peningkatan RoA, RoE, RoI saja,
tetapi juga mengemban beberapa tugas yang lebih bersifat makro, seperti menjaga stabilitas
ekonomi/harga, dan untuk memenuhi sifat penu-gasan layanan publik atau agent of development
serta pioneering. Sehingga menge-lola BUMN tentunya juga harus dapat memahami
kepentingan-kepentingan stakeholdernya. Dengan demikian, seharusnya dari sisi regulasi untuk
kepentingan pelaksanaan usaha BUMN khususnya yang mengemban tugas layanan umum perlu
diatur dengan suatu regulasi yang lebih mendukung pada BUMN.
Kemudian, dalam rangka pengembangan usahanya perlu adanya pemikiran men-genai kebijakan
tentang dividen perlu lebih mempertimbangkan kepentingan- kepentingan perusahaan dalam
rangka investasinya, karena apabila kebijakan divi-den selalu untuk kepentingan APBN semata
tentunya akan mengurangi kemampuan perusahaan dalam rangka pengembangan dan
kelangsungan usahanya (sustain-ability).
Demikian pula, gaya manajemen BUMN yang ada perlu dilakukan perubahan para-digmanya
(mind set), bahwa paradigma baru menghendaki adanya suatu inovasi dan terobosan bisnis yang
harus dilakukan tanpa harus menciptakan birokrasi yang berbelit, namun harus tetap
mengutamakan prinsip governance. Untuk mendukung perubahan paradigma baru tersebut dalam
pengadaan manajemen BUMN yang dit-erapkan saat ini sudah menggunakan metode fit &
proper test yang melibatkan pula pihak independent assessor, yang dalam pelaksanannya diikat
dengan Statement of Corporate Intent (SCI) sebagai acuan komitmen manajemen dalam
peningkatan kinerjanya, yang akan diukur dalam kinerjanya dengan Key Performance Indicator
(KPI) yang disepakati bersama dan dituangkan dalam suatu Kontrak Manajemen.
VII. KESIMPULAN
BUMN memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Namun agar peran
tersebut bisa lebih maksimal, BUMN harus memebuhi syarat-syarat berikut;
Dikelola berdasarkan prinsip dan kultur korporasi yang sehat;
Dikelola oleh manajemen profesional, integritas dan leadership yang kuat, serta memiliki
sense of business yang tinggi. Untuk itu pola rekrutmen dan pola re- munerasi harus
dikembangkan sesuai dengan standar korporasi;
Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG), secara konsis-ten dan
berkesinambungan;
Mampu terus menciptakan nilai tambah dan inovasi;
Siap bersaing di era kompetisi global, dan memiliki kemampuan untuk survive dalam
segala kondisi;
Memiliki tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility), baik dalam hal
kepedulian terhadap lingkungan hid up, pengentasan problem masyarakat sekitar, dan
pengembangan pengusaha kecil.
Tidak dapat dipungkiri bahwa keberhasilan pengelolaan BUMN membutuhkan keterlibatan yang
aktif dari semua pihak, baik Pemerintah, manajemen BUMN, karyawan BUMN, akademisi,
parlemen, dan masyarakat luas yang memiliki per-hatian terhadap BUMN. Karena itu, marilah
bersama-sama kita pikirkan dan pantau bersama pengelolaan BUMN ini, untuk dapat
memberikan hasil yang seoptimal mungkin bagi masyarakat dan negara ini.
Demikian kami sampaikan, mari kita berjuang dalam kapasitas kita masing-masing, untuk
Indonesia yang lebih baik.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.