peran advokat dalam memberikan bantuan hukum sebagai aspek pengubah hukum di indonesia

Upload: eza-saputra-ii

Post on 11-Jul-2015

1.401 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PERAN ADVOKAT DALAM MEMBERIKAN BANTUAN HUKUM SEBAGAI ASPEK PENGUBAH HUKUM DI INDONESIA(Dosen Prof. Dr. H. Abdul Manan, SH., S.IP., M. Hum) D I S U S U N Oleh

ZULFAN EFENDI

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA MEDAN 2008

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb. Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini, serta shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga dengan risalah yang dibawanya penulis memperoleh pedoman dalam hidup ini. Makalah ini berjudul Peran Advokat Dalam Memberikan Bantuan Hukum Sebagai Aspek Pengubah Hukum Di Indonesia yang diajukan untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Aspek-Aspek Pengubah Hukum. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun bagi penulis untuk kemajuan makalah yang akan datang. Akhir kata, kami mengharapkan semoga makalah ini berguna bagi penulis dan bagi semua pembaca.

Medan, Desember 2008

Penulis

Daftar Isi

Kata Pengantar ...................................................................................................... ...............................................................................................................................i Daftar Isi ............................................................................................................... ...............................................................................................................................ii BAB I Pendahuluan ......................................................................................... 1 BAB II Pembahasan .......................................................................................... 3 A......................................................................................................Pe ngertian Advokat ............................................................................ 3 B......................................................................................................Po litik Bantuan Hukum ...................................................................... 6 C. Sebagai Aspek Pengubah Hukum di Indonesia........................................... .......................................................................................................9 BAB III Penutup ................................................................................................ 15 Peran Advokat dalam Memberikan Bantuan Hukum

A. Kesimpulan .................................................................................... 15 B. Saran .............................................................................................. 16 Bibliografi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Satu hal yang menyebabkan proses penyelesaian krisis multi dimensi di negara kita menjadi berlarut-larut adalah terjadinya kekacauan hukum (judicial disarray). Karena itu salah satu jalan keluar dari masalah krisis multi dimensi ini adalah perlu dilakukan reformasi dalam bidang hukum. Yang dimaksud dengan reformasi hukum adalah perubahan dan pembaharuan total terhadap seluruh

sistem hukum (legal system) dan penegakan hukum (law enforcement), terutama terhadap lembaga penegak hukum kita seperti Hakim, Jaksa, Polisi dan Advokat. Pada saat ini dapat mengamati, melihat dan merasakan bahwa penegakan hukum berada dalam posisi yang tidak menggembirakan. Masyarakat

mempertanyakan kinerja aparat penegak hukum dalam pemberantasan korupsi, merebaknya mafia peradilan, pelanggaran hukum dalam APBN dan APBD di kalangan birokrasi. Reformasi hukum dalam ini harus dilakukan mengingat selama ini para penegak hukum yang sebenarnya sumber dan turut menjadi bagian dari terjadinya kekacauan hukum tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa sistem hukum kita selama ini lebih banyak diintervensi oleh kepentingan politik dan ekonomi sehingga keadilan tidak lebih dengan dari sekadar barang komoditas hukum yang

diperjualbelikan,

bahkan

begitu

bobroknya

Indonesia

menyebabkan banyaknya masyarakat marjinal kehilangan haknya dimuka hukum. Hal ini dapat dilihat bahwa seringnya pelanggaran hak-hak tersangka yang dilakukan oleh para penyidik, penyiksaan, dan pelanggaran HAM lainnya, tidak didampinginya tersangka oleh advokat karena para penyidik masih menganggap apabila tuntutan masih kurang dari 5 tahun tidak perlu ada advokat, dan para advokat yang ditunjuk oleh Negara untuk mendampingi juga tidak terlalu peduli dengan perkara tersangka, yang menyebabkan tersangka yang didakwa seharusnya bukan sebagai tersangka, malah dihukum oleh hakim. Advokat seperti yang disebutkan diatas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya kekacauan hukum di Indonesia, Sehingga advokat harus

memperbaiki kondisi tersebut dengan turut serta dalam melakukan perubahan hukum.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis mengambil permasalahan tunggal yaitu bagaimana Peran Advokat Dalam Memberikan Bantuan Hukum Sebagai Aspek Pengubah Hukum Di Indonesia?

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Advokat Sejarah lahirnya profesi Advokat, begitupun ilmu hukum seperti yang dikenal oleh kebudayaan dunia sekarang adalah berasal dari kebudayaan Romawi. Pada masa itu, barang siapa yang kuat bernafsu menguasai yang lemah. Sedangkan bagi yang lemah harus mencari perlindungan kepada yang kuat agar dapat membela mereka dari tindakan semena-mena. Seorang yang merasa hak

atau kepentingannya dilanggar, maka akan mencari seorang ahli hukum (semacam jaksa) untuk menjadi penuntut bagi pengaduannya, sedangkan pihak yang diadukan berhak menunjuk seorang ahli hukum lain (pembela) untuk membantunya. Namun demikian dimasa itu tidak ada perbedaan khusus secara kelembagaan antara penuntut dan pembela, karena ahli hukum kadang-kadang menjadi pembela tapi dilain waktu bisa menjadi penuntut.1 Di antara para ahli hukum itu, selalu tampil ditengah-tengah rakyat bangsa Romawi dan Yunani kuno para orator seperti Cicero dan Deemosthes untuk membela kepentingan rakyat di muka ijudices atau hakim-hakim. Praktik pembelaan itu selalu mengikuti jalannya kebudayaan lapangan ketatanegaraan, mula-mula dalam bentuk yang sederhana, kemudian tumbuh dan berkembang dalam bentuk yang semakin sempurna dan berujud suatu lembaga hukum tersendiri ialah lembaga perbedaan atau advocatuur.2 Advokat dalam Bahasa Indonesia sehari-hari lebih sering/populer disebut sebagai Pengacara atau Konsultan Hukum. Namun, sejak diundangkannya UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, sebagai undang-undang pertama yang lahir sejak kemerdekaan Republik Indonesia yang khusus mengatur tentang keberadaan Advokat sebagai suatu profesi yang yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab dalam menegakkan hukum dan perlunya untuk dijamin dan dilindungi oleh undang-undang demi terselenggaranya upaya penegakan supremasi hukum, istilah yang dipergunakan hanya Advokat, tidak lagi mengenal istilah Pengacara.

1 Wawan Tunggal Alam, Memahami Profesi Hukum, Hakim, Jaksa, Polisi, Notaris, Advokat dan Konsultan Hukum Pasar Modal, Milenia Populer Jakarta, 2004, halaman 109 2 Adi Mansar dan Ikhwaluddin Simatupang, Hukum Acara Pidana dalam Persfektif Advokat dan Bantuan Hukum, Jabal Rahmat, Medan, 2007, hlm. 65.

Undang-undang No. 18 Tahun 2003 telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku lagi beberapa peraturan lama produk zaman kolonial yang mengatur tentang keberadaan Advokat/Pengacara yaitu Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesie (Stb. 1847 Nomor 23 jo. Stb. 1848 Nomor 57), Pasal 185 sampai Pasal 192 dengan segala perubahan dan penambahannya, Bepalingen betreffende het kostuum der Rechterlijke

Ambtenaren dat der Advokaten, procureurs en Deuwaarders (Stb. 1848 Nomor 8), Bevoegdheid departement hoofd in burgelijke zaken van land (Stb. 1910 Nomor 446 jo. Stb. 1922 Nomor 523), dan Vertegenwoordiging van de land in rechten (K.B.S 1922 Nomor 522).3 Namun, karena istilah Pengacara masih sangat melekat dalam benak dan kehidupan masyarakat sehari-hari, maka dalam konteks penulisan ini, kami telah memakai istilah Pengacara untuk mendampingi kata Advokat. Advokat/Pengacara memberikan jasa hukum kepada kliennya dengan penuh dedikasi, tanggungjawab dan profesionalitas, berupa konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Pengertian istilah advokat ini merupakan pengertian yang diberikan secara umum. Karena tiap-tiap negara mempunyai hukum yang berbeda-beda, seperti di Inggeris dikenal dengan istilah Barristers atau Counsel (untuk Attorney (penuntut), dan lain sebagainya. Tetapi, walaupun berbeda istilah, pada prinsipnya

Anner Mangatur Sianipar, Tehnik Memilih & Menggunakan Jasa Advokat (Advocates/Lawyer) http://ams-lawfirm.com/tips.html. diakses 14 Desember 2008

3

mereka mempunyai profesi yang sama yaitu legal proffesion, yang berkecimpung di bidang hukum.4 Tentang istilah advokat, di negeri Belanda diadakan pembedaan atara advokat dan pengacara. Hal ini tertuang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata Belanda (Het Burgelijk Proces) yang mengenal istilah Advocaat an Procureur. Advocaat adalah seorang pembela, penasihat dan pengacara sedangkan Procureur atau Pengacara adalah seorang ahli dalam hukum acara (perdata), yang memberikan jasa-jasa dan mewakili pihak yang berperkara dalam mengajukan perkara di muka pengadilan.5

B. Pengertian Bantuan Hukum Secara harfiah pengertian bantuan hukum berasal dari kata Bantuan dalam bahasa Inggris Aid dan Hukum dalam bahasa Inggris Legal. Bila ditelaah bantuan adalah pemberian dari pihak tertentu kepada pihak lain atau pemberian sesuatu yang bermanfaat dari individu kepada individu lainnya dengan harapan mempunyai faedah bagi penerima bantuan. Bantuan yang dapat diberikan atau disalurkan dapat berupa barang dan jasa. Sedangkan Hukum secara devinisi bila diambil makna serta kesimpulannya adalah seperangkat norma atau aturan-aturan yang mempunyai sanksi masyarakat sehari-hari.6 dengan tujuan menertibkan prilaku

4 5

Wawan Tunggal Alam, Op. Cit. hlm. 110 Adi Mansar dan Ikhwaluddin Simatupang, Op. Cit. hlm 66. 6 Ibid, hlm 1.

Indonesia sebagai Negara hukum diharapkan seluruh warga Negara memahami hukum dan sadar hukum, sehingga bagi warga Negara yang tidak memahami hukum secara struktural harus diberikan bantuan hukum. Bantuan hukum dalam arti luas dapat diartikan sebagai upaya untuk membantu golongan yang tidak mampu dalam bidang hukum. Masyarakat Indonesia terutama tertuju kepada komunitas masyarakat miskin beranggapan bahwa bantuan hukum adalah identik dengan perlindungan hukum. Pendapat seperti ini menjadi suatu ketetapan yang tidak tertulis hanya berdasarkan pendapat masyarakat membuat pengertian bantuan hukum itu sering disalah tafsirkan. Karena banyak masyarakat melihat hanya dari sifat dan kemanfaatan bantuan hukum yang ada di masyarakat saat ini.7 Menurut Dr. Mauro Cappelletti9, program bantuan hukum kepada si miskin telah dimulai sejak zaman Romawi. Pada setiap zaman, arti dan tujuan pemberian bantuan hukum erat hubungannya dengan nilai-nilai moral, pandangan politik dan falsafah hukum yang berlaku.8 Pada zaman Romawi, pemberian bantuan hukum oleh Patronus hanyalah didorong oleh motivasi untuk mendapatkan pengaruh dalam masyarakat. Pada zaman Abad Pertengahan masalah bantuan hukum ini mendapat motivasi baru, yaitu keinginan orang untuk berlomba-lomba memberikan derma (charity) dalam bentuk membantu si miskin dan bersama-sama dengan itu tumbuh pula nilai-nilai kemuliaan (nobility) dan Kesatriaan (chivalry) yang sangat diagungkan orang. Sejak Revolusi Perancis dan Amerika sampai di zaman modern sekarang ini,Adi Mansar, Bantuan Hukum Dan Implementasi Perlindungan HAM di Indonesia, LBH Medan 2005, halaman 1 8 Adnan Buyung Nasution, Sejarah Bantuan Hukum Indonesia, dalam LBH Jakarta, Bantuan Hukum Akses Masyarakat Marjinal Terhadap Keadilan,Tinjauan Sejarah, Konsep, Kebijakan, Penerapan dan Perbandingan di Berbagai Negara, LBH Jakarta, Jakarta, 2007, hlm. 47

motivasi pemberian bantuan hukum bukan hanya charity atau rasa kemanusiaan kepada orang yang tidak mampu, melainkan telah timbul aspek hak-hak politik atau hak hak warga negara yang berlandaskan kepada konstitusi modern. Perkembangan mutakhir, konsep bantuan hukum kini dihubungkan dengan citacita negara kesejahteraan (welfare state), sehingga hampir setiap pemerintah dewasa ini membantu program bantuan hukum sebagai bagan dari fasilitas kesejahteraan dan keadilan sosial.9 Sifat bantuan hukum yang banyak dijumpai di masyarakat saat ini dapat dilihat dari bentuk atau konsep dapat di bedakan menjadi dua bagian: a) Bersifat pasif b) Bersifat aktif10 Bantuan hukum yang bersifat pasif banyak dilaksanakan saat ini oleh pemberi jasa hukum individu dan swasta. Bantuan hukum yang bersifat aktif dapatlah dikatakan bahwa hal ini mulai ada semenjak berdirinya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Indonesia pada Tahun 1970 di Jakarta. Bambang Sunggono dan Aries Harianto dalam bukunya Bantuan Hukum dan Hak asasi Manusia menyebutkan bahwa sebelum berlakunya UU No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman, kegiatan bantuan hukum secara juridis formal sebagai kegiatan pelayanan hukum kepada orangorang yang berhubungan dengan suatu perkara.11

Ibid. Adi Mansar, Op. Cit, halaman 3 11 Bambang Sunggono dan Aries Arianto, Bantuan Hukum dan HAM, Mandar Maju Bandung, 2001, halaman 32 s/d 3410

9

Aturan tentang bantuan hukum bila dilihat secara spesifik masih terpisahpisah serta masih terdapat dalam beberapa aturan perundang-undangan, seperti: a. HIR b. RBG c. UU No. 14 Tahun 1970 Tentang Pokok-pokok Kekuasaan Kehakiman d. Konfrensi Cibogo e. Pernyataan Bersama Ketua MA, Menkeh, Jagung, Wapangab,

Pangkobkamtib, Kaskopkamtib, dan Polri. f. Instruksi Kopkamtib g. Keputusan Menteri Kehakiman No. M.02.UM.0908 Tahun 1980 h. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak i. UU No. 8 Tahun 1981 Tentang KUHAP j. UU No. 18 Tahun 2003 Tentang Advokat k. UU No. 4 Tahun 2004 l. UU No. 5 Tahun 200412

C. Peran Advokat Dalam Memberikan Bantuan Hukum Sebagai Aspek Pengubah Hukum Di IndonesiaSekarang ini istilah access to justice sangat popular di hampir seluruh belahan dunia, tidak terkecuali di Indonesia, khususnya di kalangan donor. Access to justice tidak memiliki definisi yang baku akan tetapi sangat tergantung dari konteks Negara mengembangkan konsepnya. Secara umum, United Nation Development Programme (UNDP) memberi definisi access to justice sebagai berikut; "the ability of people to seek12

Adi Mansar dan Ikhwaluddin Simatupang, Op. Cit. hlm 6.

and obtain remedy through formal and informal institutions of justice, and in conformity within human rights standards " (kemampuan masyarakat untuk mendapatkan pemulihan hak yang dilanggar melalui sarana formal maupun informal dan disesuaikan dengan standar hak asasi manusia). Sedangkan perkembangan di Amerika Utara, perkembangan access to justice paling tidak. diidentifikasi kedalam 3 (tiga) gelombang. Gelombang Pertama, pertumbuhan bantuan hukum bagi orang yang tidak mampu. Bantuan hukum semacam ini diistilahkan dengan bantuan hukum konvensional; Gelombang Kedua, orientasi access to justice sudah mulai berkembang dari bantuan hukum konvensional (Gelombang Pertama) ke pengembangan public interest litigation dengan pengembangan hak-hak prosedural yang memudahkan komunitas kolektif mengajukan pemulihan hak yang dilanggar melalui pengadilan, seperti halnya class action; Gelombang Ketiga, mulai disadari pentingnya alternative dispute resolution (ADR) dan pembaruan peradilan, seperti pengembangan akses masyarakat terhadap informasi peradilan.13 Melihat konteks perkembangan access to justice di negara-negara tersebut, maka access to justice ini pada dasarnya terkait dengan isu bantuan hukum (legal aid) dan akses beracara di pengadilan secara efektif (access to court). Apabila mengikuti teori 3 (tiga) Gelombang (three waves) access to justice Capelletti dan Garth (1978), maka yang paling relevan untuk dikembangkan di Indonesia adalah Gelombang Ketiga, dimana terdapat suatu kesadaran untuk pembenahan sistem peradilan dan pencaharian alternatif penyelesaian sengketa yang dirasakan lebih adil bagi masyarakat. Dalam konteks ke-Indonesia-an, maka perjuangan dalam memajukan access to justice hendaknya diarahkan kepada kegiatan yang diistilahkan beyond the third wave of Access to Justice, dengan maksud sebagai berikut: (1) pencegahan terjadinya sengketaAbdul Rahman Saleh, Peranan Bantuan Hukum Dalam Memajukan Akses Keadilan di Indonesia; Analisa Perjalanan dan Peran Lembaga Bantuan Hukum, makalah disampaikan pada Pertemuan Puncak Akses Keadilan dan Bantuan Hukum, Jakarta, 24 April 200613

hukum untuk mendorong social harmony. Hal ini berarti program access to justice tidak selalu harus selalu dikaitkan dengan pengadilan, tetapi jauh sebelum persoalan diselesaikan melalui pengadilan seperti tersedianya prosedur pengaduan masyarakat seperti ombudsman, public complaint system atau sistem ADR tradisional dan modern; (2) pengembangan hak-hak procedural masyarakat yang diperlukan dalam public interest litigation seperti class action, legal standing Ornop, strict liability, pembuktian terbalik dan lain sebagainya; (3) pembaruan sistem peradilan seperti halnya pembaruan peradilan, kejaksaan dan kepolisian untuk memastikan bahwa rasa keadilan masyarakat benar-benar terpenuhi; dan (4) pendampingan hukum (beyond legal representation dimuka pengadilan) bagi kelompok masyarakat marjinal, yang dilakukan oleh pro bono lawyers, pekerja bantuan hukum dan para legal. Untuk yang keempat ini kolaborasi dan membangun jaringan antara Bar Association, LBH-LBHdan para legal yang banyak difasilitasi oleh Ornop perlu terus dilakukan dan diperkuat. Gagasan mengembangkan masyarakat bantuan hukum oleh karenanya merupakan gagasan yang penting dan menarik untuk diwujudkan.

Adnan Buyung Nasution seperti yang dikutip Damawan Triwibowomenilai bahwa bangkitnya paham konstitusionalisme pada awal Orde Baru memegang peran kunci bagi perluasan gerakan bantuan hukum. Konstitusionalisme adalah abstraksi yang lebih tinggi dari rule of law (rechstaat) dan menekankan pentingnya suatu negara terbatas di mana kekuasaan politik resmi dikelilingi oleh hukum yang jelas dan penerimaannya akan mengubah kekuasaan menjadi wewenang yang ditentukan secara hukum. Paham ini pada dasarnya menghendaki pemulihan negara hukum sesuai konstitusi yang berlaku sebagai koreksi atas berbagai penyimpangan yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin menghendaki : (i) pengakuan dan perlindungan hak-hak asasi manusia yang mengandung persamaan dalam bidang politik, hukum, ekonomi, kultural,

sosial dan pendidikan; (ii) peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh sesuatu kekuatan atau kekuasaan lain apa pun; dan (iii) legalisasi dalam arti hukum dalam segala bentuknya. Berkembangnya pemikiran konstitusionalis ini dipengaruhi oleh masuk dan menguatnya pemikiran liberalisme di Indonesia, khususnya di kalangan kelas menengah, pada dekade 1970-an.14 Paham ini dicirikan oleh kepercayaan terhadap netralitas dan otonomi hukum serta pentingnya keberadaan pranata-pranata demokrasi ala Barat, seperti parlemen dan kekuasaan kehakiman, yang berfungsi dengan baik bagi terwujudnya demokrasi. Faktorfaktor tersebut kemudian mendorong bergesernya pola bantuan hukum dari bantuan hukum tradisonal menjadi gerakan bantuan hukum konstitusional. Bantuan hukum konstitusional merupakan bantuan hukum untuk masyarakat miskin yang dilakukan dalam kerangka usaha-usaha dan tujuan yang lebih luas dari sekadar pelayanan hukum di dalam pengadilan. Pola ini berusaha menyadarkan masyarakat miskin, sebagai subyek hukum, atas hak-hak yang dimilikinya serta menempatkan penegakan dan pengembangan nilai-nilai hak asasi manusia sebagai sendi utama tegaknya negara hukum. Sifat bantuan hukum yang diberikan juga lebih aktif, tidak terbatas pada pendampingan individual namun juga diberikan kepada kelompok-kelompok masyarakat secara kolektif. Pendekatan yang ditempuh juga tidak melulu pendekatan formal legal, namun juga melalui jalan politik dan negosiasi sehingga aktivitas seperti kampanye bagi penghapusan perundangan yang diskriminatif terhadap kaum miskin, kontrol terhadap birokrasi, maupun pendidikan hukum masyarakat menjadi bagian yang esensial di dalamnya. Orientasi gerakan bantuan hukum ini tidak lagi hanya menegakkan keadilan bagi si miskin menurut hukum yang berlaku, namun telah bergeser menjadi perwujudan negara hukum yang berlandaskan prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Bantuan hukum untuk rakyat miskin dipandang sebagai suatu kewajiban dalam kerangka untuk14

LBH Jakarta, Op. Cit. hlm. 27

menyadarkan mereka sebagai subyek hukum yang mempunyai hak-hak yang sama dengan golongan masyarakat lainnya. Tanpa menafikan kemajuan-kemajuan yang dibawakan oleh bantuan hukum konstitusional, pada akhir 1970-an mulai timbul kegelisahan akan masih terbatasnya kemampuan gerakan bantuan hukum untuk menembus permasalahan dasar yang dihadapi masyarakat miskin di Indonesia. Kesadaran ini makin menguat dengan munculnya wacana tentang kemiskinan struktural pada awal tahun 1980-an. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang tidak timbul secara alamiah namun disebabkan struktur kelembagaan yang timpang. Struktur yang timpang ini menyebabkan terjadinya ketimpangan penguasaan akses terhadap sumberdaya dan penguasa teknologi. Dalam kemiskinan struktural, struktur sosial yang ada telah memfasilitasi berlangsungnya proses yang merenggut hak-hak dasar manusia. Inilah yang kemudian dirasakan secara luas tengah berlangsung dalam politik pembangunan Orde Baru. Berbagai struktur kelembagaan, baik itu sosial, ekonomi, politik bahkan termasuk hukum telah menciptakan problem-problem kemiskinan. Hukum, dalam kaca mata kemiskinan struktural, tidak lagi bersifat netral. Hukum merupakan produk dari proses-proses sosial yang terjadi di masyarakat. Suatu masyarakat dengan pola hubungan yang tidak sejajar tidak mungkin menghasilkan hukum yang adil bagi semua orang. Timbul kebutuhan bagi suatu ideologi hukum yang bersifat merombak untuk membebaskan mayoritas masyarakat yang selama ini dimarjinalisasi dan ditelantarkan oleh struktur yang timpang. Adnan Buyung Nasution menyatakan bahwa bantuan hukum bukan hanya merupakan aksi kultural namun juga melibatkan aksi struktural untuk mengubah tatanan masyarakat dan membebaskan masyarakat dari struktur politik, ekonomi, sosial dan budaya yang sarat dengan penindasan. Ditinggalkannya netralitas hukum serta kebutuhan akan perubahan struktural itulah yang

mendorong pergeseran gerakan Bantuan hukum dari yang bersifat konstitusional menjadi bantuan hukum struktural.15 Bantuan hukum struktural merupakan kegiatan yang bertujuan untuk

menciptakan kondisi-kondisi bagi terwujudnya hukum yang mampu mengubah struktur yang timpang menuju ke arah struktur yang lebih adil, tempat peraturan hukum dan pelaksanaannya menjamin persamaan kedudukan baik di lapangan politik maupun ekonomi. Patra M. Zen menjelaskan bahwa jika hukum sebagai sistem bisa dipilah menjadi tiga elemen, yaitu struktur sistem hukum (structure of legal system), substansi sistem hukum (substance of legal system), dan budaya hukum masyarakat (legal culture), maka bantuan hukum struktural melihat bahwa perubahan yang signifikan hanya bisa dilakukan melalui perombakan struktur sistem hukum dan karena struktur tersebut berimpitan dengan sistem sosial maka perombakan struktur sosial adalah suatu hal yang tidak bisa dihindari.16 Tujuan akhir dari Bantuan Hukum Struktural bukanlah lagi menawarkan jasa bantuan hukum pada rakyat (miskin) namun lebih kepada perubahan tatanan sosial dari yang semula timpang menjadi lebih berkeadilan. Merujuk pada Fauzi Abdullah, perbedaan tersebut ada pada positioning gerakan bantuan hukum dimana : (i) analisa yang dilakukan menggunakan pisau analisis struktural; (ii) berpegang pada nilai-nilai keadilan sedangkan hukum positif merupakan obyek analisis; (iii) relasi yang dikembangkan setara antara masyarakat (pencari keadilan) dengan public defender (pemberi jasa bantuan hukum); (iv) fakta yang dihimpun meliputi fakta-fakta sosial; serta (v) melibatkan tindakan-tindakan non hukum/non litigasi, seperti penyadaran hak dan pengorganisasian serta penelitian.Ibid, hlm 29-30 Nurjaya, I. N. Antropologi Hukum : Perkembangan Tema Kajian, Metodologi, dan Model Penggunaannya untuk Memahami Fenomena Hukum di Indonesia. Di akses dari www.huma.or.id pada 10 Mei 2005.1615

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Bahwa melalui bantuan hukum yang diberikan oleh advokat baik itu bantuan hukum yang besifat konvensional maupun yang bersifat struktural dapat berpengaruh terhadap perubahan hukum Indonesia. Hal ini dapat dilihat bahwa para advokat dalam memberikan bantuan hukum akan membuat suatu terobosan baru yang belum dilakukan sebelumnya. Misalnya, masalah pengajuan peninjauan kembali lebih dari satu kali. Dalam hal ini advokat berperan penting karena para advokat dalam memberikan bantuan hukum akan mencari terobosan baru dalam membela kliennya, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang. Selain itu bantuan hukum yang diberikan oleh advokat akan lebih berpengaruh terhadap penegakan hukum yang menyangkut dengan Hak Asasi Manusia.

Penghormatan

terhadap

hak

asasi

manusia,

termasuk

penghormatan terhadap tersangka untuk diperlakukan secara adil dan manusiawi adalah salah satu hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945. Dalam Pasal 28 G ayat (2) UUD 1945 menegaskan bahwa setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat manusia. Selama ini

penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia yang dijamin oleh UUD 1945, bagi pencari keadilan yang tidak mampu atau berstatus sebagai tersangka/terdakwa belum sepenuhnya terpenuhi. sejak diundangkannya Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terdapat harapan baru bagi tersangka, termasuk yang tidak mampu. Dalam Pasal 56 UU Nomor 8 Tahun 1981 diatur tentang pemberian bantuan hukum secara cumacuma kepada seseorang yang tidak mampu, disangka dan didakwa telah melakukan tindak pidana. Tetapi bantuan hukum secara cumacuma tersebut terbatas bagi mereka yang disangka melakukan tindak pidana yang diancam pidana mati, pidana 15 tahun atau lebih, dan bagi mereka yang tidak mampu, disangka atau didakwa melakukan tindak pidana yang diancam ancaman hukumnya 5 tahun penjara. Seiring dengan perkembangan hukum di Indonesia ketentuan tersebut sudah dirasakan tidak sesuai lagi. Kemudian advokat

berinisiatif untuk tidak hanya membantu masyarakat dalam konteks yang ditetapkan oleh KUHAP melainkan diluar dari konteks tersebut.

B. Saran

1. Sebagai konsepsi pembelaan hukum yang berlandaskan HAM terutama bagi orang yang tidak mampu (miskin), seharusnya biaya operasional bantuan hukum bagi orang miskin ini di tanggung seluruhnya oleh Negara.

BIBLIOGRAFI

A. Buku-Buku Abdul Manan, 2006, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Jakarta; Kencana. Adi Mansar dan Ikhwaluddin Simatupang, 2007, Hukum Acara Pidana dalam Persfektif Advokat dan Bantuan Hukum, Medan; Jabal Rahmat. Adi Mansar, 2005, Bantuan Hukum Dan Implementasi Perlindungan HAM di Indonesia, Medan; LBH Medan. Adi Suryadi Culla, 2006, Rekonstruksi Civil Society Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia, LP3ES; Jakarta. Adnan Buyung Nasution, 1980, Bantuan Hukum di Indonesia, LP3ES; Jakarta

Bambang Sunggono dan Aries Arianto, Mandar Maju; Bandung.

2001, Bantuan Hukum dan HAM,

Frans Hendra Winarta, 2000, Bantuan Hukum Suatu Hak Azasi Manusia Bukan Belas Kasihan, Jakarta; Elex Media Komputindo. Komisi Hukum Nasional Republik Indonesia, 2007, Kebijakan Reformasi Hukum Suatu Rekomendasi, Jilid II, Komisi Hukum Nasional; Jakarta. LBH Jakarta, 2007, Bantuan Hukum Akses Masyarakat Marjinal Terhadap Keadilan,Tinjauan Sejarah, Konsep, Kebijakan, Penerapan dan Perbandingan di Berbagai Negara, Jakarta; LBH Jakarta. Paul S. Baut, 1990, Bantuan Hukum di Negara Berkembang, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta Wawan Tunggal Alam, 2004, Memahami Profesi Hukum, Hakim, Jaksa, Polisi, Notaris, Advokat dan Konsultan Hukum Pasar Modal, Jakarta; Milenia Populer B. Makalah dan Web Abdul Rahman Saleh, Peranan Bantuan Hukum Dalam Memajukan Akses

Keadilan di Indonesia; Analisa Perjalanan dan Peran Lembaga Bantuan Hukum, makalah disampaikan pada Pertemuan Puncak Akses Keadilan dan Bantuan Hukum, Jakarta, 24 April 2006 Anner Mangatur Sianipar, Tehnik Memilih & Menggunakan Jasa Advokat (Advocates/Lawyer) Desember 2008 Nurjaya, I. N. Antropologi Hukum : Perkembangan Tema Kajian, Metodologi, dan Model Penggunaannya untuk Memahami Fenomena Hukum di Indonesia. Di akses dari www.huma.or.id pada 10 Mei 2005. http://ams-lawfirm.com/tips.html. diakses 14