peran abuya kh abdurrahman nawi dalam...

81
PERAN ABUYA KH ABDURRAHMAN NAWI DALAM MENGEMBANGKAN ISLAM DI JAKARTA SELATAN (1962-1982) SKRIPSI Ditulis untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) Disusun Oleh: Mochamad Haidir Alkaromi 1112022000030 PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/2019 M

Upload: others

Post on 26-Nov-2020

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERAN ABUYA KH ABDURRAHMAN NAWI DALAM

MENGEMBANGKAN ISLAM DI JAKARTA SELATAN

(1962-1982)

SKRIPSI

Ditulis untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)

Disusun Oleh:

Mochamad Haidir Alkaromi

1112022000030

PROGRAM STUDI SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1440 H/2019 M

v

ABSTRAK

Nama : Mochamad Haidir Alkaromi

Nim : 1112022000030

Judul : Peran Abuya KH Abdurrahman Nawi Dalam Mengembangkan Islam di

Jakarta Selatan (1962-1982).

Skripsi ini berisi tentang penelitan terhadap Peran Abuya KH Abdurrahman

Nawi Dalam Mengembangkan Islam di Jakarta Selatan (1962-1982). Abuya KH

Abdurrahman Nawi adalah Ulama asli betawi yang sangat luas keilmuannya, terlebih

lagi dalam bidang ilmu tata bahasa arab atau yang biasa disebut dengan ilmu Nahwu.

Hal ini tentu saja bukan sesuatu yang bisa Abuya dapatkan dengan mudah dan instan.

Sejak kecil, Abuya sudah senang dan bersemangat dalam menuntut ilmu kepada

Ulama-ulama di jakarta dan sekitarnya. Dari Muallim Ghozali, Muallim Syarbini

Tebet, KH. Djoenaedi Ismail Pedurenan, KH. Hasybiyallah Klender, hingga kepada

guru-guru yang cukup jauh tempatnya, seperti Habib Syeich Al Musawwa Surabaya.

Selain itu, cara Abuya dalam berdakwah pun sangat menarik untuk dibahas.

Dikarenakan Abuya mempunyai sifat yang ramah dan mudah bergaul, sehingga bisa

masuk ke dalam berbagai kalangan, baik itu Pemerintah, Ulama, Habaib, ataupun

masyarakat pada umumnya. hal ini dibuktikan dengan mengajarnya Abuya di

berbagai Majlis Ta’lim di Jakarta dan sekitarnya, seperti di Majlis Ta’lim Darus

Sa’adah pimpinan KH. Zarkasih di Cilandak, Majlis Ta’lim Al Ikhwan pimpinan KH.

Abdul Halim di Condet, Majlis Ta’lim Al Iqdam pimpinan Ust. H. Abdurrahman

Latif di Bukit Duri dan masih banyak lagi. Selain itu, banyak juga dari kitab-kitab

karya Abuya yang sangat mudah dipahami. Tentu hal itu sangat menarik untuk

diketahui dan dibahas.

Dalam menulis skripsi ini. Penulis menggunakan metode kualitatif. Di mana

penulis mencari sumber dengan mengkaji studi pustaka, wawancara dan terjun

langsung ke lapangan guna mencari sumber-sumber serta karya-karya Abuya.

Abuya yang terlahir dari keluarga pedagang harusnya menjadikan kita lebih

semangat dalam menuntut ilmu. Terlebih lagi kita mengetahui bahwa zaman ini lebih

keras dalam pergaulan, tentu menjadikan beliau contoh yang sempurna dalam belajar

dan mengaji.

Di sini penulis mendapatkan bahwa sosok Ulama yang satu ini sangat menarik

untuk dikaji, baik itu dari segi keilmuan, ketekunan, kegigihan serta pantang

menyerahnya dalam berdakwah. Apalagi jika kita melihat saat ini banyaknya murid-

murid sukses yang tercetak dari didikan Abuya.

Kata Kunci : Ulama, Kiai, Pengembangan Islam, Abdurrahman Nawi, Jakarta

Selatan.

vi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memberikan nikmat sehat

dan panjang umur, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan

salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan

bagaimana kita untuk mencintai Ilmu dan Ulama.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah

membantu dan mendukung penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Terutama kepada

para dosen, guru, teman seperjuangan, serta semua pihak yang namanya tidak bisa

saya sebutkan satu-satu di sini, semoga semua bentuk dukungannya bernilai ibadah

dan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Terima kasih juga penulis ucapkan secara

khusus kepada:

1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Prof. Dr. Hj.

Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A.

2. Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Drs. Saiful Umam, M.A. Ph.D.

3. Ketua Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam H. Nurhasan, MA, serta

Sekretaris Jurusan Sholikatus Sa’diyah M.Pd. yang terus memotivasi dan

mengingatkan penulis untuk menyelesaikan studi ini.

4. Prof. Didin Saefudin, M.A. selaku dosen pembimbing yang selalu

memberikan masukan sehingga skripsi ini bisa selesai.

5. Bapak dan ibu dosen Prodi Sejarah dan Peradaban Islam serta bapak dan

ibu dosen Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis

selama ini.

6. Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta serta seluruh civitas

akademik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Kedua orang tua saya yang mendukung baik secara materil ataupun non

materil sehingga saya bisa sampai di titik ini.

vii

8. Kakak dan adik serta keponakan saya yang selalu memberikan semangat

untuk menyelesaikan studi saya.

9. KLB (Kita Luar Biasa), Waaliman, Fathzry, Egy, Aries, Fitri, Mia

Alinda, Reisa yang mengiri perjalanan masa kampus menjadi lebih hidup

dan berwarna. Kalian luar biasa.

10. Teman-teman seperjuangan di Prodi Sejarah dan Peradaban Islam

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta seluruh angkatan,

juga teman-teman seperjuangan di kampus tercinta ini.

11. Guru-guru dan teman-teman di pondok tercinta.

12. Terima kasih juga buat Bang Mawardi, Muallim Ubaidillah Hamdan,

Bang Abar, Ust Kamil dan Ahlul Ghoflah, Bung Faldi, Gus Fajar Syamsi,

Indah, Faizah, Sania, Listy, ka Husnul dan semua yang selama ini

memberi semangat, membantu, dan menemani serta memberi masukan

kepada penulis.

Juga kepada semua pihak yang membantu dan mau direpotkan, serta kepada

siapa saja yang kenal maupun tidak secara sadar dan tidak sadar mengingatkan

tentang skripsi ini sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Saya ucapkan

terima kasih banyak. Semoga karya ini dapat bermanfaat.

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING iii

LEMBAR PENGESAHAN iv

ABSTRAK v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI viii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Permasalahan 7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 8

D. Tinjauan pustaka 8

E. Kerangka Teori 9

F. Metode Penelitian 10

G. Sistematika Penulisan 13

BAB II BIOGRAFI ABUYA KH ABDURRAHMAN NAWI 14

A. Keluarga Abuya KH Abdurrahman Nawi 14

B. Pendidikan Abuya KH Abdurrahman Nawi 16

C. Karya-karya Abuya KH Abdurrahman Nawi 22

BAB III ABUYA KH ABDURRAHMAN NAWI DAN DAKWAH 35

A. Metode dan Landasan 35

B. Cakupan Tempat dan Kalangan 39

C. Majlis Ta’lim 41

ix

BAB IV PENGARUH DAKWAH ABUYA KH ABDURRAHMAN NAWI 44

A. Agama 44

B. Sosial 46

C. Pendidikan 47

BAB V PENUTUP 50

A. Kesimpulan 50

B. Saran 51

DAFTAR PUSTAKA 52

LAMPIRAN 54

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Salah satu karakteristik Islam adalah apresiasinya yang tinggi terhadap ilmu

pengetahuan. Ajaran Islam banyak mengajak umat manusia, khususnya orang

islam untuk mencari, mempelajari, dan mendapatkan ilmu pengetahuan. Al

Qur‟an menyatakan bahwa tidak sama antara orang mengetahui dengan orang

yang tidak mengetahui,1 hanya orang yang belajarlah yang dapat memahami,

2 dan

hanya orang berilmu yang takut kepada Allah.3

Orang berilmu dalam bahasa Arab disebut „alim, dan dari sinilah kata ulama

berasal. Ulama adalah bentuk jama’4 dari kata ‘alim yang berarti orang yang

mengetahui, dan ulama berarti orang-orang yang diakui sebagai cendikiawan

dengan memegang otoritas pengetahuan.5 Semula kata ulama berarti orang-orang

yang berpengetahuan luas atau pandai di berbagai bidang ilmu, kemudian arti

ulama tersebut berubah lebih terperinci ketika diserap ke dalam bahasa Indonesia,

yang maknanya adalah sebagai orang yang ahli dalam ilmu agama Islam. Ibrahim

Hosen bahkan mengidentikkan ulama dengan ahli fiqih.6 Sementara Nurcholish

Madjid memposisikan ulama sebagai kelompok orang yang memiliki pandangan

budaya, terutama yang dibangun berdasarkan ide-ide konservatif.7 Mereka jarang

dilihat sebagai intelektual, pengertiannya tertuju pada kelompok konservatif,

penyokong tradisi, dan sebagai bagian dari urusan pembinaan agama yang

biasanya memangku institusi pesantren. Pemahaman seperti ini belum

1 QS. az Zumar (39:9).

2 QS. al „Ankabut (29:43).

3 QS. fathir (35:38)

4 Jama’ mempunyai arti yang menunjukan sesuatu lebih dari dua atau berjumlah banyak.

Kata ini sudah menyerap kedalam bahasa Indonesia menjadi jamak. Jika kita melihat di dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), jamak adalah kata yang menyatakan lebih dari satu atau

banyak, seperti contoh : Ibu-ibu atau para siswa. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 1988), Cet. Ke-1, h.348. 5Cyril Glasse, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2000), h.417.

6 Ibrahim Hosen, Pengkaderan Ulama Kini Memprihatinkan, Harian Pelita, 2 April 1996.

7 Nurcholish Madjid, Ulama dan Pesantren di Indonesia, Jurnal Studi Islam & Budaya

GONG, No. 7/TH V (1996), h.9.

2

mengungkap makna ulama, karena selain parsial, juga belum mencerminkan

cakupan kata ulama sebagai shigat mubalaghah.8

Secara generik, ulama adalah orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang

mendalam, baik ilmu pengetahuan agama maupun non-agama. Al Qur‟an

menyebutkan ulama sebagai orang yang takut kepada Allah. Dengan kata lain,

ulama adalah ilmuwan baik dibidang agama, humaniora, sosial, maupun

kealaman, yang dengan hal tersebut menjadikan ia taat dan patuh atas segala

perintah-NYA dan menjauhi segala larangan-NYA. Nabi sendiri mengatakan

bahwa ulama adalah pewaris perjuangan para Nabi yang akan meneruskan tugas

dakwah dalam arti yang sangat luas. Ulama sebagai pewaris Nabi adalah

pemegang pusaka Al Qur‟an dan Sunnah yang di dalamnya mengandung segala

hal yang bersangkutan dengan ilmu pengetahuan secara asasi.9

Jika kita melihat kebelakang, dari masa munculnya pemerintahan Islam

seperti Dinasti Umayyah, Abbasiyah, dan seterusnya yang ditegakkan atas dasar

hukum-hukum al-Qur‟an dan Hadist, umat Islam telah mencapai kemakmuran dan

kejayaan yang nyata. Suatu masyarakat yang dinamis di bawah bimbingan para

ulama yang berpendirian teguh, penuh kejujuran, keberanian dan keikhlasan untuk

menegakkan syari‟at Islam. Sehingga para ulama dapat menuntun dan mengarahi

jalan masyarakat, baik dia penguasa ataupun rakyat biasa dalam menempuh hidup

di dunia ini.10

Ulama selalu berjuang atau bergerak tanpa pamrih dan hanya mengharapkan

ridho Allah. Ini merupakan landasan perjuangan hidup para ulama di jalan Allah

untuk menegakkan kebenaran. Prinsip mereka adalah hidup mulia di sisi Allah

atau mati syahid. Maka dari itu, mereka tidak pernah takut dengan segala macam

ancaman dan cobaan serta penindasan, baik itu dari seorang raja, pemerintah,

ataupun pemerintahan kolonial saat kita dijajah dulu.11

Dalam lintasan sejarah, bangsa Indonesia tidak terlepas dari peran ulama, di

mana ulama selalu menempati posisi penting di setiap masanya. Seperti pada

8 Bentuk kata yang menunjukan arti “berlebihan” atau “sangat”.

9 Ali Masykur Musa, Membumikan Islam Nusantara:Respons Islam Terhadap Isu-Isu Aktual,

(Jakarta: Serambi, 2014), Cet.ke-2, h.213-215. 10

Abdul „Aziz al-Badri, Peran Ulama dan Penguasa, Penerjemah: Salim Muhammad Wakid,

(Solo Indonesia: Pustaka Mantiq 1987), Cet.Ke-2, h.9. 11

Badruddin Shubky, Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman, (Jakarta: Gema Insani Press,

1995), Cet. Ke-1, h.71.

3

masa kerajaan-kerajaan Islam, ulama mempunyai kedudukan sebagai penasihat

raja atau sultan sekaligus pengajar dalam bidang ilmu agama.12

Begitupun pada

masa penjajahan. Ulama banyak menjadi pemimpin yang mengangkat senjata dan

mengobarkan semangat perjuangan.

Pasca kemerdekaan, ulama tidak lagi berjuang dengan mengangkat senjata,

tetapi lebih ke arah pendidikan; baik akhlak, intelektual, ataupun pemahaman

keislaman. Ulama menjadi penghubung antara pemerintah dan pemimpin adat.

Mukti Ali berpendapat bahwa paling tidak ada tiga kelompok pemimpin yang

harus mengambil peranan untuk menggerakkan pembangunan di negara

berkembang seperti Indonesia ini. Tiga kelompok itu adalah pemerintah sebagai

pemimpin resmi, ulama atau tokoh agama sebagai pemimpin tidak resmi, dan

pemimpin adat.13

Pada masa itu, ulama juga berperan dalam meningkatkan kualitas sumber

daya manusia (SDM) melalui ormas-ormas keagamaan; seperti Muhammadiyah,

Nahdlatul Ulama, Al-Washliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, dan ormas-ormas

lainnya. Mereka semua mempunyai perhatian yang cukup besar terhadap masalah

sosial, pendidikan, keagamaan, dan kesejahteraan masyarakat. Walaupun dengan

cara atau metode yang tidak sama, yang tentu saja disesuaikan dengan kalangan

atau tempat mereka berada.

Dari penjelasan di atas, penulis bermaksud menulis perjuangan dakwah salah

seorang ulama asli Betawi yang mempunyai pengaruh dan peran dalam

menyebarluaskan ilmu agama serta mempertahankan tradisi membaca kitab

kuning yang lahir pada masa sebelum kemerdekaan, berda‟wah setelah

kemerdekaan, bahkan hingga sekarang masih eksis dalam mengaji dan berda‟wah.

Beliau bernama lengkap Abdurrahman Nawi, yang terlahir dari pasangan Haji

Nawi bin Su‟id dengan ibu Aini binti Rudin pada hari Jum‟at bulan Safar tahun

1354 H/1933 M di Tebet Melayu Besar Jakarta Selatan atau yang saat ini orang

mengenalnya dengan sebutan Jalan Tebet Barat VI Jakarta Selatan.14

Abuya KH

Abdurrahman Nawi adalah kiai yang dari kecil sangat gemar menuntut ilmu atau

12

Indonesia Dalam Arus Sejarah.(PT. Ichtiar Baru Van Hoeve) Jilid.3 h.331-348. 13

Departemen Agama, Agama dan Pembangunan Di Indonesia. Jakarta: Biro Humas Depag,

1976, h.68. 14

Wawancara pribadi dengan Ust Djauharul Bar, selaku Santri Abuya KH Abudrrahman

Nawi. Tangerang, 16 Februari 2018.

4

berguru kepada ulama-ulama di Jakarta dan sekitarnya. Kecintaannya kepada

ulama dan haus akan pengetahuan agama telah membawa Abdurrahman kecil

kepada ulama-ulama terkemuka pada zamannya, seperti KH Abdullah Syafi‟i di

Bali Matraman, KH Muhammad Ramli di Bukit Duri, KH Hasbiyallah di Klender,

Habib Ali bin Husein al Atthas di Kemayoran, Habib Abdurrahman bin Ahmad

Assegaf di Bukit Duri dan Habib Ali bin Abdurrahman al Habsyi di Kwitang,

serta masih banyak lagi dari ulama dan habaib yang menjadi gurunya. Hampir

semua ulama di Jabodetabek kala itu di datangi Abdurrahman yang masih muda

guna menuntut ilmu. Hal ini tentu didukung oleh orang tuanya. Walaupun

ayahnya seorang pedagang, Haji Nawi adalah pedagang yang juga mencintai

ulama dan senang mengaji. Haji Nawi mempunyai harapan semoga kelak

keturunannya ada yang bisa menjadi ulama seperti ulama-ulama kala itu.

Sejak muda, Abuya15

telah menunjukkan tanda-tanda kealimannya dengan

tekun mengaji dan patuh kepada guru, tentu hal ini sangat disenangi oleh guru-

gurunya. Dalam pedomannya, akhlak kepada guru adalah kunci berkah dalam

menuntut ilmu. Seiring keduanya dilakukan dengan ikhlas dan konsisten, hingga

saat ini hasilnya pun terlihat. Harapan ayahnya yang ingin anaknya menjadi ulama

pun terpenuhi. Hingga tahun 2018 lalu, Abuya masih memimpin atau mengajar

lebih dari 20 majlis ta‟lim dan pengajian di jakarta selatan dan sekitarnya.

Selain itu, keramahan serta pembawaan Abuya yang bersifat kekeluargaan

dan suka menyelipkan candaan dalam setiap acara yang dihadiri, menjadikan

Abuya mudah dekat dan dicintai oleh semua kalangan. Seperti keakraban Abuya

dengan kalangan Habaib, diantaranya Abuya sangat dekat dengan Habib Ali bin

Abdurrahman Assegaf Tebet16

dan Habib Husain bin Ali al-Attas17

. Selain dengan

Habaib, Abuya pun dekat dengan kalangan Kiai, Asatidz dan Ormas Islam seperti

Nahdlotul Ulama (NU). Hal ini terbukti dengan aktifnya Abuya dalam Muktamar

15

Mulai dari sini penulis akan lebih banyak menyebut mana Abuya K.H Abdurrahman Nawi

dengan sebutan Abuya saja. 16

Beliau merupakan ketua umum Majlis Ta‟lim al-Afaf di Tebet. Beliau pun sangat populer

dan terkenal dengan kealimannya dikalangan Habaib dan Ulama, khususnya di Jakarta. Selain itu,

Habib Ali merupakan putra Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf yang merupakan guru

Abuya. Dipercaya juga oleh kebanyakan masyarakat bahwa Habib Abdurrahman adalah salah satu

wali Allah atau yang biasa disebut dengan “paku bumi”nya Jakarta pada masanya. 17

Beliau terkenal dengan sebutan Habib Husain tongkat. Habib Husain adalah putra Habib

Ali Bungur, yang juga merupakan guru Abuya dan ulama yang sangat dihormati pada masanya.

Begitupun dengan anaknya, Habib Husain bin Ali al Atthas sangat dihormati masyarakat karena

dipercaya dengan doanya yang sangat mustajab.

5

NU pada tahun 1971 di Surabaya dan 1979 di Semarang. Hingga Abuya dipercaya

menjadi pengajar tetap pengajian bulanan PBNU Jl.Kramat Raya Jakarta pada

tahun 1989. Abuya pun menjabat sebagai ketua koordinator Majlis Ta‟lim pusat

umat islam at-Thohiriyyah Jakarta18

tahun 1971 sampai 1978 dan Guru tetap

Ta‟lim angkasa radio As Syafi‟iyah19

dari tahun 1982 sampai 2010. Abuya juga

dekat dengan kalangan pemerintah. Ini terbukti dengan dipercayanya Abuya

menjadi salah satu khotib masjid kepresidenan Baiturrohim di Istana Negara

Jakarta dari tahun 1984 sampai 2010.

Selain itu, Abuya pun tetap aktif mengajar di masjid-masjid dan musholah-

musholah di Jakarta selatan dari tahun 1962 hingga 2017. Ini menjelaskan bahwa,

Abuya mampu masuk ke dalam semua kalangan dan tidak pernah memilih serta

membeda-bedakan golongan dalam berdakwah dan mengajar.20

Hal ini tentu saja

menjadikan siapapun senang bergaul dengan Abuya. Sehingga banyak masyarakat

baik muda ataupun tua yang berdatangan dari berbagai kampung dan kota guna

berguru kepadanya.

Hingga saat ini di ketahui bahwa banyaknya murid-murid Abuya yang sudah

terjun berdakwah di masyarakat, baik itu sebagai guru, dosen, ustadz, ataupun

kiai. Diantaranya :

18

Majlis Ta‟lim at Thohiriyyah didirikan oleh seorang Kiai bernama Tuan Guru Thohir

Rohili atau yang akrab disapa dengan nama Kiai Thohir atau Guru Thohir. Beliau lahir pada tahun

1920 M dan wafat pada hari Kamis 27 Mei tahun 1999. Majlis Ta‟lim ini berlanjut dengan

berdirinya lembaga pendidikan Islam dengan nama Madrasah Diniyyah At-Thahiriyyah pada

tanngal 21 Januari Tahun 1951. Dalam perkembangannya madrasah ini telah menjadi Universitas

Islam At-Thohiriyyah. Pada tahun 1967 lembaga pendidikan ini membuka radio dengan nama

Radio At-Thohiriyyah untuk kegiatan dakwah Islam. Dan sejak tahun 1968, telah dibentuk

Yayasan Ad-Diniyah At-Thohiriyyah dengan pendiri utamanya Guru Muhammad Thohir bin Haji

Rohili, Salbiyah Romli, dan Hj, Suryani Thohir. Lembaga ini mempunyai peran penting dalam

kegiatan dakwah Islam di Jakarta. 19

Ta‟lim Angkasa radio As-Syafi‟iyyah adalah salah satu ta‟lim yang sangat terkenal di

Jakarta. Ta‟lim ini tak terlepas dari sosok pendirinya, seorang Kiai yang terkenal dengan julukan

“Singa Podium”, yaitu KH Abdullah Syafi‟i. Beliau merupakan salah satu Ulama tersohor dan

disegani pada masanya. Ulama yang lahir pada Sabtu 10 Agustus 1910 ini merintis pengajiannya

bersama empat muridnya dengan nama Al-Islamiyyah. Sekitar tahun 1940, Beliau mengubah

nama Al-Islamiyyah menjadi As-Syafi‟iyah. Perubahan nama ini didasari pada keyakinannya

sebagai penganut madzhab Syafi‟i. Pada tahun 1972, Kiai Abdullah mendirikan Yayasan

Perguruan As-Syafi‟iyah. Dan dalam beberapa tahun kemudian, ia sudah mengelola 33 lembaga

dakwah, 11 lembaga sosial. Di samping menyelenggarakan pendidikan yang konvensional, dia

juga mendirikan pesantren khusus yatim, proyek pengadaan Ulama Ma‟had Aly, Sekolah Tinggi

Wiraswasta, Ta‟lim Angkasa, Tabligh dan latihan dakwah. 20

Wawancara pribadi dengan Ust Djauharul Bar, selaku Santri Abuya KH Abudrrahman

Nawi. Tangerang, 16 Februari 2018.

6

Muallim KH Ubaidillah Hamdan

Muallim Dr. KH Yusuf Hidayat

KH Qurtubi Nafis

Muallim KH Hasybiallah

KH Didin Miftahuddin

Ust Abdurrahman, M. Pd

Dr. Siti Amsariah, M. Ag

Penjelasan di atas memberi pengetahuan kepada kita bahwa Abuya adalah

anak yang terlahir dari keluarga pedagang. Pada umumnya, seorang kiai atau

ulama itu terlahir dari ayah atau kakeknya yang juga merupakan seorang ulama.

Namun yang menjadi catatan penting adalah, walaupun Haji Nawi adalah seorang

pedagang, ia merupakan pedagang yang sangat senang mengaji dan cinta kepada

ulama dan kiai. Sehingga tidak jarang ketika Haji Nawi mengikuti sebuah

pengajian, ia membawa anaknya mengaji. Hal itu ia lakukan agar anaknya terbiasa

dengan apa yang selalu lakukannya. Rutinitas inilah yang membentuk pribadi

Abuya menjadi anak yang senang mengaji dari kecil, sampai-sampai menjadi

candu tersendiri baginya. Sabab inilah yang kelak menjadikan Abuya penuh

dengan ilmu dan pengetahuan.

Selain itu, Abuya pun mempunyai hubungan yang baik dengan berbagai

kalangan masyarakat serta mempunyai sanad keilmuan yang jelas dengan ulama-

ulama terdahulu. Dan ini bukan hanya satu atau dua ulama saja, tetapi lebih dari

30 ulama alim dan terkenal kala itu yang menjadi guru Abuya. Dan kita sama-

sama mengetahui bahwa saat ini sudah semakin jarang orang yang mempunyai

sanad keilmuan yang tersambung kepada ulama-ulama sebelumnya seperti Abuya.

Selain itu, kegigihan Abuya dalam menuntut ilmu tentu menjadi cambuk untuk

diri kita yang saat ini lebih tergoda dengan dunia dan perkembangan teknologi.

Dan yang lebih menarik lagi adalah suksesnya Abuya dalam mencetak kader-

kader penerus untuk berdakwah dan membantu umat dalam memahami nilai-nilai

agama, khususnya paham Ahlusunnah Wal Jama‟ah. Ini yang menjadikan

perjalanan dakwah Abuya KH Abdurrahman Nawi menurut saya sebagai penulis

sangat menarik untuk dibahas. Maka dari itu saya menulis skripsi ini dengan judul

7

Peran Abuya KH Abdurrahman Nawi dalam Mengembangkan Islam di Jakarta

Selatan (1962-1982).

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, penulis mengidentifikasi ada beberapa

hal yang perlu diungkapkan.

Pertama tentang sejarah hidup Abuya KH Abdurrahman Nawi, mulai dari

latar belakang sosial, budaya, keluarga, pendidikan, guru-guru, murid-murid,

majlis ta‟lim, serta karya-karya beliau dalam berbagai bidang keilmuan. Kedua,

kontribusi Abuya dalam mengembangkan Islam di kota Jakarta Selatan, hingga

meluas ke wilayah sekitarnya, baik itu dalam bidang agama, sosial, ataupun

pendidikan.21

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalahnya adalah bagaimana upaya dan kontribusi Abuya dalam

mengembangkan Islam di Jakarta Selatan. Untuk mempermudah dalam penelitian

ini penulis mengembangkannya dalam bentuk pertanyaan penelitian, sebagai

berikut :

a. Metode apa yang digunakan Abuya dalam berda‟wah?

b. Apa kontribusi Abuya dalam mengembangkan Islam?

3. Pembatasan Masalah

Dalam penulisan skripsi ini penulis membatasi permasalahan pada kontribusi

Abuya dalam mengembangkan Islam di Jakarta Selatan hingga meluas ke

sekitarnya. Antara lain tentang peran Abuya di berbagai kalangan, baik

pemerintah, kiai atau ulama, habaib, pelajar, hingga masyarakat dan peningkatan

pendidikan, serta kecerdasan masyarakat. Adapun waktunya, yaitu dari tahun

1962 M di saat Abuya mulai berda‟wah sampai tahun 1982 M, di mana Abuya

berhasil melebarkan sayapnya sampai ke daerah Depok.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk :

21

Untuk penjelasan yang lebih terperinci akan dijelaskan pada bab selanjutnya.

8

(a) Mengetahui metode yang digunakan Abuya dalam berda‟wah.

(b) Mengetahui kontribusi Abuya dalam mengembangkan Islam

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

(1) Bagi komunitas akademik, khususnya Fakultas Adab dan Humaniora

dalam bidang kajian Sejarah dan Kebudayaan Islam dapat dijadikan bahan

masukan untuk penulisan karya ilmiah dalam bidang kesejarahan khususnya

mengenai ulama di Indonesia.

(2) Menjadi inspirasi umat Islam untuk memperjuangkan dan memajukan

masyarakat dalam bidang keagamaan dan semangat menuntut ilmu, baik ilmu

agama ataupun umum.

(3) Keteladanan edukasi.

(4) Agar masyarakat mengenal serta mengetahui peran Abuya dan mau

mencontoh, meneladani, juga meneruskan perjuangan beliau.

(5) Bagi dunia pustaka, hasil penelitian ini diharapkan sebagai sumbangan

yang berguna dalam memperkaya koleksi perpustakaan Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta pada umumnya, di Fakultas Adab dan Humaniora

pada khususnya.

D. Tinjauan Pustaka

Dari penelusuran awal yang penulis lakukan, belum ditemukan adanya studi

yang bersifat komprehensif tentang kontribusi Abuya KH Abdurrahman Nawi

dalam mengembangkan Islam di Jakarta Selatan, baik dalam bidang sosial,

budaya, ekonomi, pendidikan, dan kecerdasan masyarakat serta keterbukaan

beliau dalam bergaul ke semua kalangan yang selalu mengajak untuk mengaji dan

menjaga tradisi dalam mengkaji kitab kuning dan berdakwah.

Memang terdapat studi yang dilakukan terkait dengan subyek penelitian di

atas, seperti saudari Yeni Rahmawati yang membahas pesantren Al-Awwabin

yang didirikan dan dipimpin langsung oleh Abuya untuk menyelesaikan studi S1-

nya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2010.22

Tetapi itu lebih banyak

membahas tentang pesantren dan struktur pesantren itu sendiri, adapun tentang

22

Yeni Rahmawati, Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Pondok Pesantren Kota Depok

Tahun 1962-2000,(Jakarta: Fak. Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah, 2010).

9

Abuya, hanya dijelaskan sekilas. Selain itu, saudari Yeni hanya fokus di wilayah

kota Depok di mana Pesantren itu berdiri.

Selain itu, ada juga saudara Darmuji dari Fakultas Dakwah dan Komunikasi

yang juga membahas peran Abuya K.H. Abdurrahman Nawi di kota Depok untuk

menyelesaikan studi S1-nya pada tahun 2012 lalu di Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.23

Akan tetapi yang dibahas lebih banyak terfokus

kepada daerah Depok dan dakwah Abuya diseputar Pondok Pesantren Al

Awwabin Depok.

Juga saudara Habibi dari Fakultas Tarbiyah yang membahas peran Abuya

dalam mengembangkan pendidikan di Pesantren al-Awwabin Depok untuk

menyelesaikan studi S1-nya pada tahun 2016 di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Akan tetapi tak beda dari dua penulis diatas. Saudara Habibi

lebih terfokus terhadap struktur pendidikan Pesantren al-Awwabin dan penjelasan

tentang sistem pengajaran di sana. Adapun tentang awal Abuya berdakwah dan

mengajar di Tebet, itu sangat sedikit dan minim.24

Dengan demikian, studi ini diharap dapat melengkapi penelitian di atas

tentang perjuangan dan kontribusi Abuya KH Abdurrahman Nawi secara lebih

komprehensif dalam mengembangkan Islam di Jakarta Selatan.

E. Kerangka Teori

Seperti permasalahan di atas, peranan adalah kata kunci dalam penulisan

skripsi ini. Dengan demikian, penulis menggunakan teori peran sebagai landasan

kerangka teori untuk menjawab permasalahan di atas. Menurut Kozier Barbara,

peran adalah seperangkat tingkah laku yang di harapkan oleh orang lain terhadap

seseorang sesuai dengan kedudukannya dalam suatu sistem.25

Maka dapat

disimpulkan bahwa teori peran adalah sudut pandang dalam kehidupan

bermasyarakat sebagai bentuk dari perilaku yang di harapkan seseorang pada

situasi sosial tertentu. Seperti contoh : guru, ayah, ulama.

23

Darmuji, Peran KH. Abdurrahman Nawi Dalam Pengembangan Dakwah Di Kota Depok,

(Jakarta: Fak.Dakwah UIN Syarif Hidayatullah, 2007). 24

Dhiya Habibi, Peran Abuya KH. Abdurrahman Nawi Dalam Mengembangkan Pendidikan

Islam Di Pondok Pesantren Al-Awwabin Depok, (Jakarta: FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,

2016). 25

Kozier Barbara, Peran dan Mobilitas Kondisi Masyarakat (Jakarta: Gunung Agung, 1995),

h.21.

10

Dalam teori ini, sebenarnya sudah ada skrip atau skenario yang di susun oleh

masyarakat, yang mengatur apa dan bagaimananya setiap peran di dalam

masyarakat tersebut. Dalam skrip atau skenario sudah “tertulis” seorang ulama

harus bagaimana, seorang pemimpin harus bagaimana dan seterusnya sesuai

dengan peran yang kita terima dan kita jalankan. Maka dalam permasalahan di

atas, peran dapat diartikan dengan keikutsertaan Abuya KH. Abdurrahman Nawi

yang berperan sebagai tokoh agama atau ulama dalam mengembangkan Islam

dengan berdakwah, mengajar, dan berkarya di Jakarta Selatan.

F. Metode Penelitian

I. Pendekatan Penelitian

Sartono Kartodirjo seorang sejarawan besar Indonesia mengatakan bahwa

peristiwa sejarah itu tidak hanya terjadi dengan melihat satu aspek, melainkan

harus dilihat dari beberapa aspek, dan supaya peristiwa masa rekontruksi sejarah

masa lampau itu lebih bersifat komfrehensif maka harus ditekankan dengan

berbagai pendekatan, seperti dari mana melihatnya, apa yang harus dikaji, unsur

mana saja yang harus diungkapkan, sosiologi, antropologi, sosial, budaya, politik,

agama, yang terkait dengan interpretasi data untuk menjadi sebuah peristiwa

sejarah.26

Dalam penulisan skripsi ini pendekatan yang paling tepat dengan penelitian

yang penulis lakukan adalah lebih kepada pendekatan sosial-history yaitu dengan

menggunakan pendekatan sejarah dan perubahan sosial dalam mengungkapkan

fakta historis terkait uraian skripsi ini.

II. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Dalam penelitian ini jenis data yang dikumpulkan adalah data yang terkait

dengan latar belakang sosial budaya kehidupan dan pendidikan Abuya KH.

Abdurrahman Nawi dan kontribusi keagamaan Abuya untuk umat islam di Jakarta

Selatan.

b. Sumber Data

1) Sumber Data Primer

26

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Penelitian Sejarah,

(Jakarta: Gramedia, 1992), h.4-5, 144-156.

11

Sumber data primer dalam penelitian ini antara lain wawancara, pengamatan

langsung, arsip, yang semuanya itu merujuk pada pandangan atau pendapat tokoh

yang diteliti. Jadi, latar belakang sosial kehidupan Abuya datanya bersumber dari

wawancara dengan antara lain; Ust. Mawardi, S.Fil. selaku cucu sekaligus santri

Abuya KH Abdurrahman Nawi, Ust Hafidz Kamil selaku Sekretaris Abuya KH

Abdurrahman Nawi, Muallim KH Ubaidillah Hamdan dan Ust Djauharul Bar

selaku santri Abuya KH Abdurrahman Nawi, Rifaldi selaku Ketua Ikatan Alumni

Al Awwabin Depok (IKAAD), Bapak Sarmili selaku Masyarakat yang mengaji

kepada Abuya KH Abdurrahman Nawi dan Umi Ruqoyyah selaku Istri Abuya KH

Abdurrahman Nawi serta Pengamatan langsung di Pondok Pesantren Al Awwabin

Depok dan pengajian Asyatul Khomis mingguan dan bulanan di Tebet Jakarta

Selatan yang keduanya diasuh langsung oleh Abuya.

2) Sumber Data Sekunder

Adapun sumber data sekunder antara lain : pandangan, tulisan orang yang

memiliki referensi dengan sumber data primer yang penulis dapatkan dari buku,

koran, dan artikel, dokumen yang sekitanya masih berkenaan dengan pembahasan

yang ditulis.

III. Metode Pengumpulan Data atau Heuristik

Penelitian ini menggunakan metode sejarah, yaitu suatu cara, jalan, petunjuk,

pelaksana, atau arahan teknis untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam

penulisan sebuah peristiwa sejarah.27

Cakupan riset meliputi studi perpustakaan

dan lapangan.

Kemudian dalam penelitian ini menggunakan sumber sekunder yang

tujuannya untuk menambah sumber primer. Misalnya buku, artikel, dokumen,

koran, hasil penelitian yang dipandang masih berkaitan dengan topik

masalahnya.28

IV. Pengolahan dan Klasifikasi Data

Selanjutnya adalah penghimpunan data, dimana setelah data ataupun sumber-

sumber telah didapat kemudian dilakukan pengklasifikasian, itupun dilakukan

setelah data-data yang telah terkumpul dibaca terlebih dahulu; baik koran, buku,

27

Dudung Abdurrahman, Metodologi Penelitian Sejarah, Jakarta: Ar Ruzz Media, 2007, h.53. 28

Sartono Kartodirdjo, Metode Penggunaan Bahan Dokumen, dalam Koentjaningrat, (ed),

Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia, 1979, h.61-92.

12

artikel, jurnal dan sebagainya. Kemudian dari data-data tersebut dimasukkan

kedalam tema yang penulis angkat..

V. Analisis Data

Data yang terkumpul di analisa dan kemudian diklasifikasikan untuk

dikategorisasi. selanjutnya, data yang terkumpul dipilah berdasarkan kaitannya

dengan subyek kajian. kemudian dilakukan analisis untuk mengungkap kontribusi

Abuya dalam mengembangkan Islam di Jakarta Selatan. Jadi penelitian ini bersifat

deskriptif-analisis.

13

G. Sistematika Penulisan

Agar lebih terarah pembahasan pada skripsi ini, penulis membaginya dalam

lima bab dan menyajikannya ke dalam tiga bagian : awal, tengah dan akhir.

Bagian awal terdiri atas halaman sampul, halaman judul, halaman pernyataan,

halaman pengesahan pembimbing, halaman pengesahan, halaman abstrak,

halaman pengisian kata pengantar, dan halaman daftar isi. Pada bagian

pertengahan terdiri dari uraian bab dirinci sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan yang terdiri atas uraian latar belakang, permasalahan

(identifikasi masalah, rumusan masalah, pembatasan masalah), tujuan dan manfaat

penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian, sistematika

penulisan.

BAB II : Membahas tentang biografi Abuya KH. Abdurrahman Nawi, yang

terbagi dalam beberapa pembahasan. Yaitu, A. Keluarga Abuya KH.

Abdurrahman Nawi, B. Pendidikan Abuya KH. Abdurrahman Nawi, C. Karya-

karya Abuya KH. Abdurrahman Nawi

BAB III : Membahas tentang Abuya KH. Abdurrahman Nawi dan dakwah,

dan terbagi menjadi tiga subs. Pertama Metode dan Landasan, kedua Cakupan

Tempat dan Kalangan, dan terakhir Majlis Ta‟lim

BAB IV : Membahas tentang Pengaruh dakwah Abuya KH. Abdurrahman

Nawi dalam tiga sudut pandang. A. Agama, B. Sosial, C. Pendidikan.

BAB V : Merupakan Penutup, yang terdiri dari bagian akhir dari penulisan

skripsi yang berupa kesimpulan dan saran.

14

BAB II

BIOGRAFI ABUYA KH ABDURRAHMAN NAWI

A. Keluarga Abuya KH Abdurrahman Nawi

Beliau bernama lengkap Abdurrahman Nawi, yang terlahir dari pasangan Haji

Nawi bin Su‟id dengan ibu Aini binti Rudin pada hari Jum‟at bulan Safar tahun

1354 H/1933 M di Tebet Melayu Besar Jakarta Selatan atau yang saat ini orang

mengenalnya dengan sebutan Jalan Tebet Barat VI Jakarta Selatan. Abuya adalah

anak ke sembilan dari sepuluh bersaudara, yakni :

1) Siti Umroh

2) Hayati

3) Muhammad Zain

4) Maimunah

5) Kahfi

6) Roqiyah

7) Nurhayah

8) Hajjah Najwa

9) Abdurrahman Nawi‟

10) „Arfah29

Haji Nawi maupun istrinya „Aini bukanlah seorang tokoh agama bagi

masyarakatnya, juga bukan keturunan dari ulama terkemuka. Mereka hanyalah

seseorang yang taat beragama dan senang kepada ilmu dan ulama. Sehari-hari

mereka dikenal sebagai pedagang nasi ulam di warung pedok. Sebagai orang yang

senang kepada ulama, Haji Nawi tentu selalu menyempatkan diri untuk mengikuti

pengajian yang diadakan oleh para ulama dan habaib yang sekiranya masih

terjangkau oleh dirinya, baik berupa jarak ataupun waktu. Seperti pengajian di

kampung Melayu atau di kampung Kwitang pada waktu-waktu yang telah

dijadwalkan. Di Tebet kala itu tidak ada ulama atau habaib sebesar Habib Ali

Kwitang atau KH Abdullah Syafi‟i Bali Matraman yang setiap mengadakan

pengajian rutin selalu dihadiri oleh ratusan kaum muslimin dari berbagai kampung

Jakarta dan sekitarnya. Juga tidak ada madrasah atau sekolah Islam tingkat dasar

29

Wawancara pribadi dengan Ust Djauharul Bar, selaku Santri Abuya KH Abudrrahman

Nawi. Tangerang, 16 Februari 2018.

15

sekalipun, yang menjadi tempat belajar bagi anak-anak dan remaja. Tempat

belajar yang lazim bagi anak-anak dan remaja kampung saat itu adalah ta‟lim atau

pengajian intensif tentang ilmu agama dan bahasa Arab dengan memakai kitab-

kitab tertentu yang diselenggarakan di rumah seorang guru (mu‟allim). Besar

kecilnya ta‟lim itu, diukur dari materi dan kitab yang diajarkan, yang biasanya

sesuai dengan ke‟aliman (keilmuan dan penguasaan) guru tersebut terhadap ilmu-

ilmu agama yang dibahas.

Haji Nawi yang seorang pedagang serta cinta kepada ilmu dan ulama, tentu

menjadi cerminan dan contoh yang sangat baik bagi anak-anaknya. Seperti

pepatah menyebutkan, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Abuya pun mengikuti

jejak ayahnya dalam berdagang dan cinta kepada ulama. Sejak kecil, Abuya sudah

terbiasa berjualan dan berusaha, diawali dari suka membantu kedua orang tuanya

dalam berjualan, hingga akhirnya dipercaya oleh kedua orang tuanya untuk

membuka usaha sendiri. Dalam berjualan, tentunya Abuya tidak langsung menjadi

pedagang besar dan sukses, tetapi melalui proses panjang dan ketekunan serta

kesabaran yang tinggi. Abuya mengawali bisnisnya dengan membuka usaha-usaha

kecil seperti menjual buah-buahan, kitab-kitab, sarung, peci, baju koko dan bahan

makanan pokok di daerah Mampang, hingga akhirnya Abuya bisa membuka

bisnis jahit dan kompeksi serta usaha percetakan buku dan kitab-kitab. Selain itu,

Abuya juga membuka usaha percetakan sendiri untuk kitab-kitab dan buku-

buku.30

Dan tentu saja proses itu diselingi dengan pengajian-pengajian yang telah

menjadi rutinitas Abuya sejak kecil. Bahkan Abuya tidak pernah absen dalam

mengaji di berbagai tempat atau pengajian guru-gurunya, terkecuali jika Abuya

sakit atau membantu orang tuanya. Ketekunan ini muncul karena menurut Abuya

mengaji adalah hal yang paling Abuya senangi dan tunggu-tunggu. Diketahui

bahwa Abuya sangat senang dengan persoalan dan masalah-masalah hukum yang

ada pada kitab-kitab fiqih. Bagi Abuya itu merupakan hal yang sangat menantang

dan membuat Abuya penasaran.31

30

Wawancara pribadi dengan Umi Ruqoyyah, selaku istri Abuya KH Abdurrahman Nawi.

Depok, 7 Mei 2019 31

Wawancara pribadi dengan Ahmad Rifaldi, selaku Ketua IKAAD (2018-sekarang), Tebet,

9 Februari 2019.

16

Dalam urusan bisnis, Abuya pernah menyebutkan bahwa dalam hidup itu

harus mempunyai dua kaki. Ini mempunyai arti selain berdakwah, dalam hidup

kita pun harus berwirausaha atau berbisnis. Sehingga kita tidak mengemis dalam

berdakwah.32

Dari beberapa sumber, penulis mendapatkan usaha-usaha yang pernah Abuya

tekuni, antara lain :

Berdagang kaki lima sejak kecil (membantu orang tua)

Berdagang buah-buahan

Berdagang sarung

Berdagang baju-baju muslim

Berdagang aksesoris seperti peci, tasbih, minyak wangi

Berdagang kitab-kitab

Berdagang bahan pokok sandang dan pangan

Usaha jahit dan kompeksi

Usaha percetakan buku-buku dan kitab33

B. Pendidikan Abuya KH Abdurrahman Nawi

H. Nawi yang pedagang itu mendidik putranya Abdurrahman untuk rajin

shalat dan mengaji sebagaimana saudara-saudaranya yang lain. Mula-mula Abuya

belajar mengaji kepada guru yang ada di Tebet, yaitu Guru Siman, KH Syarkowi,

KH. Abdul Hannan Sa‟id dan KH Moehammad Nasir. Di sini Abuya belajar

membaca Al-qur‟an serta dasar-dasar akidah dan praktek ibadah. Ketekunan

Abuya untuk mengaji nampak lebih giat dibanding saudara-saudara dan anak-anak

yang lain. Maka H. Nawi dan guru-gurunya terus mendorong Abuya untuk belajar

dan mengaji serta memperingatkannya untuk tidak main-main. Dengan dorongan

orang tua dan didikan para gurunya, lambat laun Abuya merasakan nikmatnya

belajar dan hausnya mencari ilmu. Dalam hatinya tumbuh himmah34

dan ghirah35

32

Wawancara pribadi dengan Ust Hafidz Kamil, selaku Sekretaris Abuya KH Abdurrahman

Nawi. Depok, 9 Mei 2019. 33

Wawancara pribadi dengan Ust Djauharul Bar, selaku Santri Abuya KH Abudrrahman

Nawi. Tangerang, 16 Februari 2018. 34

Himmah adalah kata bahasa arab yang mempunyai arti Keinginan yang besar. kata ini

umum dipakai oleh kalangan santri 35

Ghirah adalah kata bahasa arab yang mempunyai arti cemburu. Cemburu disini adalah rasa

yang tak mau kalah dalam hal kebaikan. Yang dimana kecemburuan itu membuat kita semangat

untuk menjadi lebih baik dalam menuntut ilmu, ibadah, dan kebaikan lainnya.

17

yang kuat untuk belajar agar mampu menguasai ilmu-ilmu keislaman yang begitu

luas.

Seperti yang penulis sebutkan sebelumnya bahwa Abuya adalah orang yang

sangat senang dengan problem-problem dan persoalan yang ada di kitab-kitab

Fiqih. Hal ini karena Abuya merasa tertarik dan tertantang.36

Sehingga tambahlah

semangat dan rasa haus Abuya dalam penguasaan ilmu-ilmu agama.

Jadilah Abuya sebagai remaja yang pekerjaan sehari-harinya berdagang,

mengaji dan belajar. Di Tebet saat itu belum ada sekolah. Di Bali Matraman,

beberapa kilometer dari Tebet, ada madrasah Asy-Syafi‟iyyah tapi hanya tingkat

Ibtidaiyyah. Ada madrasah tingkat Tsanawiyyah Jam‟iyyatul Khaer di Tanah

Abang, namun cukup jauh untuk pulang pergi bagi Abuya menurut ukuran saat

itu.

Walaupun mengetahui hal itu, tidak menjadi penghalang bagi Abuya untuk

mewujudkan cita-citanya dalam menguasai ilmu-ilmu agama, bahasa Arab

maupun pengetahuan umum.

Abuya juga selalu mengatur waktu dan kesehatannya. Dengan bermodal

sepeda ontel ayahnya, Abuya mendatangi guru-gurunya satu persatu untuk

mengaji dan menuntut ilmu.

Dari beberapa sumber yang penulis dapat, Abuya pernah belajar kepada lebih

dari 50 kiai dan habaib, diantaranya :

Ilmu Al Qur‟an

1. Guru Siman, Tebet

2. KH Abdul Hannan Sa‟id

3. Guru H. Moehamad Nasir

4. Ust. H. Syarkowi

Kitab kuning

1. KH. Mahmud Yunus bin H. Muhammad, Bukit Duri

2. KH. Basri Hamdani, Bukit Duri

3. KH. Muhammad Ramli, Bukit Duri

4. KH. Thohir, Bukit Duri

5. Habib Abdurrahman As-Segaf, Bukit Duri

36 Wawancara pribadi dengan Ahmad Rifaldi selaku Ketua IKAAD (2018-sekarang), Tebet, 9

Mei 2019.

18

6. KH. Muhamad Zain bin Sa‟id, Kebon Kelapa

7. KH. Muhamad Arsyad bin H. Musthofa, Gg Pedati Jatinegara

8. KH. Mahmud, Pancoran

9. KH Rohmatullah Siddiq

10. KH. Idham Kholid

11. KH. Muhamad Nasir Bin Too

12. KH, Syarbini bin H. Murtaha, Tebet

13. KH. Musannif, Menteng Atas

14. KH. Ahmad Djoenaedi Ismail, Pedurenan

15. KH. Abdullah Husein, Tebet

16. KH. Abdullah Syafi‟i, Bali Matraman

17. Habib Husein Al-Haddad, Kampung Melayu

18. Prof. Dr. KH. Ali Yafie

19. Dr. KH. Irfan Zidni

20. KH. Hasbiyallah, Klender

21. KH. Mu‟allim Muhamad Na‟im, Cipete

22. KH. Khalid, Pulo Gadung

23. Habib Ali Jamlullail, Gg. Kernolong

24. Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi, Kwitang

25. Habib Abdullah bin Salim Al-Attas, Kebon Nanas

26. Habib Muhammad bin Ahmad Al-Haddad, Kramat Jati

27. Habib Ali bin Husein al-Attas, Kemayoran

28. Ustadz Abdullah Arifin, Pekojan

29. Habib Syaich Al Musawwa, Surabaya

30. Habib Ali bin Achmad bin Tholib, Pekalongan

31. Habib Abdullah Bal Faqih, Malang

32. KH Ahmad Husin Petaany, Siam

33. Asyaikh Abdul Qadir Al Mandaily Al Makky, Makkah

34. Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki, Makkah

35. Asyaikh Yasin bin Isa Al Fadani

36. KH. Zahiruddin Asahan, Jambi

37. Asyaikh Ismail Al Yamani Mekkah Al Mukarromah

38. Habib Salim As Syathiri Mekkah Al Mukarromah

19

Selain itu, Abuya pun mendapatkan Ijazah dari beberapa guru dan ulama.

diantaranya :

Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki Mekkah Al Mukarromah

Habib Salim As Syathiri Mekkah Al Mukarromah

Habib Ali bin Tholib Pekalongan

Prof. Dr. Habib Abdullah Bal Faqih Malang

Al Habib Umar bin Hafidz

Al Habib Zein bin Smith

Al Habib Ali bin Husein Al Atthas Bungur

Asyaikh Ismail Al Yamani Mekkah Al Mukarromah

Asyaikh Abdul Qadir Al Mandaily Al Makky

Asyaikh Yasin bin Isa Al Fadani

KH Abdullah Syafe‟i

KH Zahiruddin Asahan Jambi.37

Meski Abuya Tidak pernah belajar di sekolah maupun di pesantren, namun

Abuya mengaku cara belajarnya tidak kalah dengan cara belajar santri di

pesantren dan siswa di sekolah. Dalam sehari Abuya biasa mengikuti pengajian di

tiga tempat yang berbeda, yang dalam masing-masing tempat, Abuya mengaji 2

atau 3 mata pelajaran. Sistem belajar yang Abuya ikuti, biasanya memakai kitab.

guru membaca sejumlah kalimat berbahasa arab dalam kitab dan

menterjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia, kemudian menerangkan maksud

dari kalimat tersebut dengan penjelasan yang sangat luas dan mendalam. Tidak

jarang seorang guru menyuruh muridnya untuk membaca, menanyakan i’rab38

,

terjemah dan maksudnya. Pelajaran tentang nahwu atau sharaf39

juga memakai

37

Wawancara pribadi dengan Ust Djauharul Bar, selaku Santri Abuya KH Abudrrahman

Nawi. Tangerang, 16 Februari 2018. 38

I‟rob adalah bahasa arab yang mempunyai arti perubahan. Yang dimaksud adalah

perubahan harokat pada akhir huruf, atau berubahnya suatu kata. Dan ini sesuatu yang umum di

pelajari di pengajian-pengajian kitab. 39

Nahwu dan Shorof adalah ilmu dasar dalam grametika bahasa arab. Seseorang yang ingin

menguasai bahasa arab dengan baik dan benar. Maka diharuskan menguasai ilmu Nahwu dan

shorof ini terlebih dahulu.

20

sistem tamrin40

untuk mengetahui sejauh mana murid memahami setiap materi

pelajaran. Kitab-kitab yang disusun dalam bentuk nadzam41

juga disuruh dihafal

oleh setiap murid.

Semangat serta tekad Abuya dalam memahami dan menguasai pelajaran

memang sangat tinggi. Setelah mendengarkan penjelasan dari gurunya dengan

baik, Abuya akan mencatat semua yang menurutnya penting dan perlu. Setelah

pengajian usai, Abuya pun tidak segan-segan bertanya dan bermusyawarah

dengan teman-temannya untuk mengulang dan mendalami pelajaran yang sudah

lewat. Dan Abuya selalu berusaha me-muthala’ah42

pelajarannya sendiri di rumah

bila Abuya belum menguasai benar apa yang tadi di pelajari. Abuya tidak pernah

mau ketinggalan dari teman-temannya dalam menguasai pelajaran. Jika suatu saat

Abuya merasa ketinggalan dari temannya, maka Abuya pun berjanji pada dirinya

sendiri dan bertekad untuk mengejar pelajaran yang temannya lebih kuasai. Dan,

malamnya Abuya pun tidak mau tidur sebelum benar-benar menguasai pelajaran

itu untuk esok.

Guru-guru di mana Abuya belajar memang mempunyai latar belakang yang

beragam. Ada yang berasal dari pesantren salafiyah, ada pula yang dari madrasah

dan Arab. Maka selain kitab-kitab yang diajarkan di pesantren, Abuya juga belajar

kitab-kitab baru (‘ashriyyah) yang diajarkan di madrasah. Dalam ilmu nahwu dan

sharaf misalnya selain Abuya belajar kitab-kitab Al-jurumiyah, ‘Imrithy,

Kawakib, Ibn ‘Aqil, Syudzur adz-Dzahab, Mughnil Labib, Abuya juga belajar

Nahwul Wadhih dan Qawa’id al-Lughah al-‘Arabiyyah, kitab baru yang dipakai

di madrasah. Bahkan Abuya juga belajar Balaghah, Badi’, Ma’ani, Manthiq serta

Nushush Adabiyyah, syi‟ir dan sastra Arab kepada para Habaib. seperti Habib

Abdurrahman As-Segaf, Habib Husein bin Ali, Habib Abdullah bin Salim Al-

Attas dan lain-lain.

40

Tamrin adalah istilah bahasa arab yang mempunyai makna latihan. Hal ini umum terdapat

di kitab-kitab bahasa arab. Di lakukan untuk menjadi tolak ukur kepada si murid, paham dan

tidaknya ia dengan apa yang telah dijelaskan oleh sang guru. 41

Nadzam adalah istilah bahasa arab berupa ringkasan pelajaran atau ilmu yang di tulis

menjadi bentuk syair, dalam membacanya pun biasanya terdapat nada-nada tertentu. Ini dilakukan

untuk memudahkan orang yang mempelajarinya dalam menghafal. 42

Muthola‟ah adalah istilah bahasa arab yang mempunyai arti mengulang-ulang pelajaran

yang telah di pelajari. Pada umumnya, orang-orang yang mempelajari kitab-kitab kuning akan

mengulang-ulang apa yang telah dipelajari sehingga mereka benar-benar paham apa maksud dari

pelajaran itu.

21

Selain Ilmu nahwu, sharaf dan bahasa Arab sebagai ilmu alat benar-benar

Abuya pelajari dan kuasai dengan baik, Abuya yang mengaku terus berkeliling

untuk belajar mengaji sampai umur 30-an juga telah menekuni pengajian dalam

ilmu-ilmu Fiqh, Ushul Fiqh, Tauhid, Tafsir, Hadits bahkan juga ilmu-ilmu umum.

Satu kitab tidak cukup sekali Abuya pelajari, tetapi bisa berkali-kali kepada

beberapa orang guru.

Kitab Taqrib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab, Bughyatul Mustarsyidin,

I’anatut Thalibin, Asybah wan Nazhair, Tijanud Durar, Jawahir Kalamiyah,

Sanusi, Maraqil ‘Ubudiyah, Nashaih ad-Diniyah, Ihya ‘Ulumiddin, Tafsir

Jalalain, Tafsir Munir, Qami’ut Tughyan, Jawahir Bukhari, Shahih Bukhari

sudah beberapa kali Abuya pelajari.

Meski pada umur 18 tahun Abuya sudah menikah, namun kegiatan belajar

tidak terhenti, serta Abuya juga berdagang untuk mencari nafkah. Orang tuanya

yang kemudian hari berdagang emas dan ekonominya berkecukupan juga tetap

membantu kebutuhan belajarnya. Ibunya membantu membelikan kitab-kitab yang

diperlukan, sementara ayahnya membantu kebutuhan-kebutuhan yang lainnya. H.

Nawi percaya bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan usaha dan doa hamba-Nya,

dan akan menolong hamba-Nya yang berjuang menegakkan agama-Nya.

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW “Setiap orang akan diberi pertolongan

menuju keahlian/bakat yang diciptakan”.

Dengan sistem belajar tidak formal selama kurang lebih 25 tahun itu,

memang Abuya tidak memperoleh ijazah. Tetapi ilmu dan wawasan hasil dari

belajarnya tidak bisa di pungkari telah mencapai tingkat yang tinggi jika

dibandingkan dengan pengajaran dalam sistem sekolah formal. Karenanya, Abuya

pun akhirnya diakui telah menguasai ilmu-ilmu bahasa Arab dan syari‟ah yang

mumpuni oleh guru-guru dan masyarakat sekitarnya.

Suatu saat, dihadapan ulama besar yang bernama Kiai Abdurrahman Tua,

Kampung Melayu, Abuya mengikuti semacam ujian baca kitab terbuka yang

diikuti oleh sekitar 30-an peserta dari beberapa kampung di Jakarta dan

sekitarnya. Kiai Abdurrahman Tua memanggil satu per satu peserta, kemudian

dibukakan kitab tertentu dan disuruhnya membaca. Setelah itu dibukakan lagi

kitab yang lain dan disuruhnya membaca, sampai beberapa kali. Setelah selesai,

22

Kiai Abdurrahman Tua mengumumkan, hanya ada dua peserta yang dinyatakan

lulus, yaitu Abdurrahman Nawi, Tebet, dan Turmudzi, Bukit Duri. Dari sini

Abuya merasa memperoleh pengakuan atas penguasaan ilmu yang ia pelajari

selama ini.43

Dan yang menarik adalah, keberhasilan ini tidak menjadikan Abuya puas

dengan ilmu yang telah ia dapatkan. Justru ini yang menjadikan Abuya semakin

tekun dan haus akan belajar dan mengaji guna mempelajari dan mencari ilmu-

ilmu yang belum Abuya kuasai. Maka jika kita lihat, sampai saat ini kapanpun

dan dimanapun Abuya berada, dapat dipastikan terdapat sebuah kitab

disampingnya. Selain itu, Abuya pun selalu meyempatkan diri untuk berdiskusi

dan mengaji dengan ulama-ulama yang ada saat ini, seperti mengaji al Qur‟an

dengan Prof KH Ali Yafie.

C. Karya-karya Abuya KH Abdurrahman Nawi

Seperti Ulama pada umunya, Abuya pun membuat banyak karya tulis baik

berupa kitab, atapun risalah-risalah tertentu untuk mengajar atau ceramah di

beberapa acara. Dan kebiasaan menulis ini sudah menjadi rutinitas Abuya dari

muda. Dalam penulisan, Abuya menulis kitab-kitab dan risalahnya banyak

memakai bahasa arab melayu, selain untuk memudahkan pemahaman masyarakat

dalam mempelajarinya, juga untuk mempertahankan tradisi menulis dan membaca

dengan memakai bahasa arab melayu yang sudah makin sedikit orang

menguasainya. Padahal ini adalah warisan budaya kita yang diturunkan dari

generasi ke generasi oleh para ulama terdahulu.

Diantara karya kitab-kitab Abuya yang berjumlah kurang lebih 13 kitab,

penulis mendapati ada kitab yang sangat sulit untuk ditemukan seperti kitab yang

berjudul Pedoman Penyembelihan Qurban dan Aqiqah. walaupun masih banyak

pula yang bisa kita temukan di toko-toko kitab di Jakarta dan sekitarnya.

Di antara kitab-kitab yang penulis dapatkan adalah :

1) Sullamul „Ibad

Kitab Sullamul Ibad adalah karya pertama Abuya. Kitab ini

mempunyai tebal 33 halaman, dan jika kita lihat, seluruh bahasa

43 Wawancara pribadi dengan Ahmad Rifaldi, selaku Ketua IKAAD (2018-sekarang), Tebet,

9 Mei 2019.

23

penulisannya menggunakan bahasa arab melayu. Diketahui kitab ini

diselesaikan pada hari kamis pagi jam 10 kurang 5 menit, tanggal 8

Romadhon 1383 H yang bertepatan dengan 22 Januari tahun 1964 M., ini

bisa kita lihat pada halaman 33 dalam kitab itu. Diterbitkan pada tanggal

26 Februari 1965 di Jakarta. Jika kita melihat tahun lahir Abuya, dapat kita

ketahui bahwa saat itu Abuya berumur 32 tahun ketika kitab ini

diterbitkan. Kitab Sullamul Ibad ini adalah kitab yang membahas tentang

tauhid atau ketuhanan.

Dalam segi bahasa, kitab Sullamul Ibad ini menggunakan bahasa

Betawi lama, sehingga banyak bahasa yang hanya sesuai dengan

zamannya atau sangat sulit dipahami untuk saat ini jika tidak belajar

dengan orang yang sudah mempelajarinya dengan baik atau orang yang

paham dengan dialek Betawi lama. Sebagaimana kita ketahui Abuya

adalah ulama Betawi asli. Contohnya, di bab jaiz, Abuya menuliskan kata

“harus” yang di artikan “mungkin” dalam bahasa Indonesia. Pada tahun itu

juga Tebet ditulis dengan “Kampong Tebet”.

Dalam segi penulisan, kitab Sullamul Ibad ini termasuk kitab dengan

khat yang terlihat sangat rapih jika dibandingkan dengan kitab Abuya

setelahnya yang menggunakan tulisan Khat yang lebih besar. penulis khat

ini mungkin sama dengan penulis khat kitab-kitab Habib Utsman bin

Yahya yang direvisi ulang.

Pada halaman sambutan, kita bisa melihat nama KH Mahmud Yunus

bin H Muhammad dari Bukit Duri, Jakarta Selatan. Hal ini menunjukan

bahwa KH Mahmud Yunus mengakui keilmuan muridnya dan

menganggap kitab ini sebagai kitab yang layak berada di tengah-tengah

masyarakat. Selain itu, kitab ini pun ditashih oleh ulama asal Mandaili

Sumatera yang menjadi guru Abuya saat berada di Masjidil Haram

Mekkah, nama ulama itu adalah Al-Syekh Abdul Qadir al-Mandaili al-

Makki, ini tercatat jelas pada halaman akhir dalam kitab pada tanggal 22

Dzulqo‟dah 1383 H atau 5 April 1964 M; Yang berarti kitab ini lebih dulu

ditunjukan kepada guru-gurunya sebelum benar-benar diterbitkan. Abuya

bahkan bercerita bahwa Syeikh Abdul Qadir saat itu sedang sakit, namun

24

lantaran menurutnya “ini adalah orang negeri kita” Abuya akhirnya bisa

dipersilakan. Abuya sendiri mengakui bahwa kitab ini diselesaikan di sela-

sela kesibukannya mengaji dengan Muallim Muslim. Dan saat kitab ini

ditunjukan kepada Muallim Muslim sebagai dari buah karya muridnya.

Muallim Muslim pun menangis terharu dengan apa yang telah

diajarkannya membekas di dalam hati murid. Sesuai pengakuan Abuya

sendiri Muallim Muslim adalah guru tauhidnya.

Jika kita melihat lebih detail, kitab ini membahas tentang 40 sifat

yang wajib kita yakini, satu sifat jaiz (dengan menggunakan kata Ha-Ro-

Sa mungkin dibaca harus). Sembilan sifat tambahan, sifat wajib bagi Nabi,

rukun iman, dan terakhir kalimat syahadat. Kitab Sullamul Ibad adalah

kitab tauhid, yang mana Abuya menganggap ilmu tauhid sangatlah penting

untuk diketahui dan dipelajari bagi seorang muslim. Ini alasan mengapa

Abuya pertama menulis kitab tentang tauhid, bukan Fiqih, Hadits, Alat,

dll.

Jika kita simak dan bandingkan dengan kitab tauhid lainnya, kitab

Abuya ini sedikit mirip dengan kitab Sifat Dua Puluh Habib Usman. Dan

yang menjadikan berbeda adalah Abuya banyak menjelaskan beberapa

prinsif dan istilah-istilah dasar dalam ilmu kalam. Kitab ini pun dinukil

dari 20 kitab karya ulama besar dunia. Abuya sangat gembira ketika tahu

kalau ada beberapa Ulama memakai kitab ini sebagai rujukan

mengajarnya, bahkan seorang kiai Cipete yakni Kiai Abdul Hamid

Prapanca pernah kagum luar biasa dengan karya Abuya yang satu ini.44

2) Tiga Kaifiyat Sholat Sunnah

Tiga Kaifiyat Sholat Sunnah adalah kitab Abuya dalam ilmu Fiqih.

Dan yang penulis ketahui, kitab ini diselesaikan pada waktu yang sama

dengan kitab Abuya lainnya yang berjudul Tujuh Kaifiyat Sholat Sunnah,

yaitu pada hari Selasa subuh tanggal 10 Januari tahun 1976. Selain itu,

Kata pengantarnya pun sama persis. Kitab ini tanpa muqoddimah, penulis

menduga mungkin ini adalah kitab lanjutan dari Tujuh Kaifiyat Sholat

44

Wawancara pribadi dengan Ust Djauharul Bar, selaku Santri Abuya KH Abudrrahman

Nawi. Tangerang, 16 Februari 2018.

25

Shunnah. Entah apa alasan Abuya untuk menjadikan kedua kitab ini

terpisah.

Kitab ini mempunyai tebal 17 halaman dan memakai bahasa arab

melayu seperti kitab Abuya yang sebelumnya. Mengenai isi, kitab ini

menjelaskan secara detail tapi simpel perangkat afdhaliah dalam shalat

sunahnya, contohnya saja shalat dhuha dijabarkan di sini sebagai yang

paling afdal45

dilaksanakan pada jam sembilan pagi.

Untuk mendapatkan kitab ini mungkin sedikit langka di beberapa toko

kitab saat ini. Jadi untuk mudah mendapatkannya, mungkin bisa langsung

mendatangin Pondok Pesantren Al Awwabin yang di asuh oleh Abuya

langsung. Jujur penulis pun sampai saat ini belum mendapatkan kitab

tersebut. Hanya beberapa catatan yang penulis peroleh dari beberapa

alumni atau santri Abuya mengenai penjelasan dan isi kitab tersebut.

3) Tujuh Kaifiyat Sholat Sunnah

Seperti yang penulis sebutkan diatas, kitab Tujuh Kaifiyat Sholat

Sunnah ini mempunyai kesamaan dengan kitab Tiga Kaifiyat Sholat

Sunnah, baik kata pengantar ataupun waktu penyelesaiannya.

Mengenai isi, kitab ini terdiri dari shalat wudhu, shalat awwabin,

shalat tarawih, shalat witir, shalat tahajjud, shalat mutlak, dan shalat

hadiah. Ketika penulis membaca kitab ini ada hal baru yang penulis

ketahui yaitu shalat hadiah, shalat untuk hadiah orang yang telah wafat.

Abuya dalam pengantar kedua kitab ini mengaku bahwa seluruh

penjelasan kitab ini diambil dari kitab Nasaih al-Diniyah, I’anah al-

Thalibin, dan al-Taaj al-Jami’ li al-Usul fi ahadis al-Rasul, juga beberapa

ijazah langsung yang diberikan oleh guru-guru Abuya, seperti shalat

hadiah yang diijazahkan oleh Habib Ali bin Husain al-Atthas Bungur,

seperti halnya dalam kitab-kitab dan amalan-amalan lain Abuya

menuliskan Ijazah a’mmah (umum) kepada jamaah melalui kitab ini.

Susunan kitab ini diawali dengan tujuh kaifiyah shalat sunnah kemudian

tiga kaifiyat shalat sunnah, ini bisa ditunjukkan dari muqodimah yang

45

Afdal adalah bahasa arab yang jika diterjemahkan kedalam bahasa indinesia mempunyai

arti “utama”. Kata ini menjadi umum dalam kitab dan dikalangan orang-orang Majlis Ta‟lim atau

pengajian.

26

hanya ada di Kitab Tujuh Kaifiyat, dan tidak ada di Tiga Kaifiyat shalat

sunnah.

4) Manasik Haji Wal Umroh

Haji merupakan Ibadah yang hanya sekali seumur hidup, haji juga

adalah satu-satunya ritual yang membutuhkan fisik dan financial yang

sukup berat, sehingga pelaksanaannya harus sesuai dengan tuntutan

syariat. Didalam kitab ini, Abuya seakan membawa kita untuk ikut paham

bagaimana pelaksanaan ibadah haji sebenarnya, karena ibadah haji

memakan waktu yang cukup lama baik pelaksanaan ataupun

perjalanannya, sehingga perubahan waktu dan tempat ini juga harus

diketahui oleh si pelaksana haji. Abuya menerangkan misalnya bagaimana

kita harus menyiapkan mental sebelum ke tanah suci, seperti menulis

wasiat, shalat istikhara, shalat taubat dan lain-lain. Atau bagaimana ibadah

ini terlihat lebih mudah, yaitu dalam perjalanan shalat jama‟ dan qasar atau

shalat-shalat lain bagi musafir. Di dalamnya juga berisikan doa-doa dan

zikir-zikir untuk musafir haji, mengenai penjelasan haji dan kewajiban-

kewajiban di dalamnya kitab ini sudah cukup lengkap. Kitab ini ditashih

oleh ulama besar Jakarta KH Hasbiyallah Klender, setelah Abuya

menyelesaikan kitab ini pada Kamis 27 Robi,us Sani yang bertepatan

dengan 10 Februari 1973, dan tashih pada 17 Syawal bertepatan 11

Nopember 1973. Kitab ini juga adalah permintaan jamaah Abuya supaya

dibuatkan sebuah kitab yang menerangkan tentang tatacara ibadah haji,

juga sekaligus menjawab kegelisahan Abuya kepada para muslimin yang

melaksanakan haji tapi minim pengetahuan. Abuya juga sempat

mengungkapkan bahwa kitab ini ditulis lantaran saat menunaikan haji

Abuya melihat beberapa orang yang masih salah dalam prakteknya,

bahkan ada yang berkata Abuya menulis kitab ini di sela-sela perjalanan

laut menuju Mekkah dalam rangka ibadah haji.

Kitab ini mempunyai tebal 132 halaman dengan menggunakan bahasa

arab melayu. Walau ada beberapa bahasa arab aslinya, tetapi abuya

memberikan arti dibawahnya guna mempermudah masyarakat dalam

memahaminya. Selain itu, abuya pun menggunakan gambar dalam

27

penjelasannya, tentu hal ini semakin memudahkan masyarakat dalam

mempelajarinya.46

Dalam penjilidan, kitab ini termasuk yang paling bagus

dan tebal dibandingkan kitab-kitab karya Abuya lainnya. Dan kitab ini

cukup mudah didapatkan di toko-toko kitab daerah jakarta dan sekitarnya.

5) Mutiara Romadhon

Kitab yang cukup terkenal di kalangan umat muslim Jakarta ini selesai

pada hari rabu 20 Agustus 1972 di Tebet. Tidak ada kata sambutan atau

tashih dari ulama lain dalam cetakan yang pertama, pada tahun 2003 saat

Abuya mengadakan Tawakkufan Majelis Ta‟lim koordinasi al-Awwabin

kitab ini ditashih oleh dua ulama besar seperti, al-Habib Ali bin

Abdurrahman al-Segaf dan KH Irfan Zidni. Di tahun itu pula Abuya

mengatakan bahwa seorang jamaah lulusan Mesir tak mampu membaca

Arab Melayu, maka dengan inisiatif itu Abuya menulis ulang dengan

versi bahasa Indonesia.

Kitab ini mempunyai tebal 48 halaman, Isi dalam kitab ini berbicara

seputar puasa ramadhan, seperti : hukum puasa (ahkam al-Shiam), shalat

tarawih serta bacaan-bacaannya, lailat al-Qadar, sholawat-sholawat,

zakat, serta shalat idul fitri dan idul adha. kitab ini cukup mudah

ditemukan di toko kitab Jakarta, mungkin hampir setiap bulan dicetak

ulang, tidak salah jika banyak musalla dan masjid di Jakarta dan sekitarnya

yang memakai kitab ini sebagai pegangan saat bulan ramadhan. Seperti di

daerah Cimanggis, Depok. Terdapat musholah Nurul Ikhlas yang sejak

tahun 80an sudah memakai kitab ini sebagai pedoman. Pengurus musholah

itu berkata Abuya mengajar di Masjid kampung sana sejak awal tahun

80an, dan hingga saat ini ilmu yang diajarkan oleh Abuya masih dipakai

oleh masyarakat sana, khususnya bacaan-bacaan saat bulan romadhon,

seperti bacaan bilal tarowih, sholawat pagi dan petang, serta dzikir-dzikir

harian. Tentu saja kitab-kitab Abuya pun menjadi salah satu pedoman,

seperti kitab Mutiara Romadhon ini.47

46

Wawancara pribadi dengan Ust Djauharul Bar, selaku Santri Abuya KH Abudrrahman

Nawi. Tangerang, 16 Februari 2018. 47

Wawancara pribadi dengan Bapak Sarmili, selaku masyarakat yang mengaji dengan Abuya

KH Abdurrahman Nawi, Depok, 5 Mei 2019.

28

Bagi penulis ini sekaligus merupakan penerjemahan situasi tata cara

ibadah yang sudah menjadi budaya masyarakat Jakarta di bulan romadhan,

dan Abuya melestarikannya dengan menjadikan masyarakat dan generasi

setelahnya terus mempelajari dan melakukan kebiasaan itu sehingga tidak

hilang dan tergeser oleh zaman. misalnya pembacaan zikir menjelang

buka puasa, shalat tarawih dan khatam shalat tarawih, serta shalawat yang

diselingi dalam shalat tarawih yang sudah dilakukan oleh ulama-ulama

terdahulu.

6) Pedoman Ziarah Kubur

Kitab Pedoman Ziarah Kubur ini diterbitkan pada tanggal 12 Agustus

tahun 1974 M yang bertepatan dengan 3 Sya‟ban tahun 1394 H. Kitab ini

mempunyai tebal 56 halaman dan seperti kitab lainnya, ditulis

menggunakan bahasa arab melayu. Kitab ini ditashih oleh KH Hasbiyallah

Klender, Jakarta.

Kitab Pedoman Ziarah Kubur ini terbagi menjadi 12 fasal, dan

semuanya itu membahas tentang tatacara sholat jenazah dan ziarah kubur

serta keutamaan-keutamaannya lengkap beserta dalil-dalilnya. Selain itu

juga terdapat bacaan kaifiyat tahlil, hadits Nabi seputar kubur dan mayyit

didalam kubur, serta qosidah untuk ziarah karya al Habib Abdullah bin

Husain bin Thahir Ba‟alawi48

.

7) Qoulul Hadits Fi Tarjamati Matni Tanqihil Qouli Alhatsits

Kitab ini di terbitkan oleh Pesantren Al Awwabin pada tanggal 17

maret 2010, mempunyai tebal 126 halaman dan setau penulis ini adalah

satu-satunya kitab Abuya yang memakai bahasa Indonesia, bukan bahasa

arab melayu seperti kitab lainnya. Kitab ini berisikan terjemahan kitab

Matan Tanqihul Qoul karya Syaikh Muhammad Nawawi bin Umar Al

Bantani49

tanpa menjabarkan atau menjelaskannya lagi. Kitab Matan

48 Habib Abdullah adalah ulama asal Tarim, Yaman yang lahir pada tahun 1191 H dan wafat

di Aljazair pada tahun 1272 H. Beliau merupakan salah satu ulama yang mempimpin revolusi

terhadap Dinasti Yafi‟ pada tahun 1265 H hingga mereka meninggalkan Tarim. Beliau juga

membantu berdirinya Negara Katsiri (Sultan Gholib bin Muhsin) di Tarim. Selain itu, beliau

adalah seorang ulama dibidang ilmu nahwu dan fikih, karya-karya beliau juga banyak dan sangat

berpengaruh sampai saat ini, salah satunya adalah kitab Sullamu at-Taufiq fi al-Fiqh. 49

Syaikh Nawawi adalah seorang Ulama Indonesia bertaraf Internasional yang menjadi

Imam di Masjidil Haram. Beliau lahir di Tanara Banten pada tahun 1230 H/1813 M dan wafat di

29

Tanqih adalah salah satu kitab kumpulan Hadist yang membahas tentang

keutamaan-keutamaan. Terdiri dari 40 bab keutamaan. Diawali dengan

bab keutamaan Ilmu dan Ulama sampai dengan bab keutamaan bersabar

ketika terkena musibah. Kitab ini umum dipelajari di pesantren-pesantren.

Bahkan kitab inipun dipelajari di beberapa negara seperti Yaman, Mesir,

Maroko. Melihat bagusnya kitab ini, maka Abuya menerjemahkannya

kedalam bahasa Indonesia sehingga masyarakat yang pada umumnya tidak

menguasai bahasa arab dapat membacanya dan bersemangat dalam

mengamalkannya.

8) Ilmu Tajwid

Penulis tidak mengetahui info detail kitab ini, seperti kapan kitab ini

diselesaikan. Dikarenakan penulis belum memiliki kitabnya untuk saat ini,

walaupun dulu penulis sempat memilikinya. Namun dikarenakan hilang,

maka penulis belum mendapatkannya kembali. Yang penulis ingat dari

kitab ini adalah, kitab Ilmu Tajwid ini sama dengan kitab tajwid lainnya,

yakni berisikan tentang hukum-hukum tajwid yang di awali dengan

membahas hukum nun mati. Adapun yang menjadikan beda dengan kitab

tajwid lainnya adalah kitab ini ditulis dengan menggunakan bahasa arab

melayu secara menyeluruh. Memang Abuya mempunyai niat, selain

mempelajari ilmu Tajwid, masyarakat pun supaya tidak buta dengan

bahasa arab melayu. Sehingga hampir semua kitab Abuya ditulis dengan

bahasa arab melayu, tak terkecuali kitab Ilmu Tajwid ini. Ini dikarenakan

Abuya sangat sadar akan pentingnya tradisi yang telah di turunkan oleh

ulama-ulama terdahulu dimana saat ini sudah semakin dikit masyarakat

yang dapat membaca menggunakan bahasa itu. kitab ini pun termasuk

yang paling bagus dalam penjilidan, selain itu, setiap hukum, diberi warna

agar masyarakat awwam mudah mengingatnya.

9) Wazifatul Aurod Wal Adzkar

Kitab ini bernama lengkap Wazifatul Aurod Wal Adzkar „Ala Thorikil

Akhyar. diterbitkan pada tanggal 12 Mei 2002 dan mempunyai tebal 52

Makkah pada tahun 1314 H/1897 M. Selain Kitab Tanqih, banyak lagi kitab karya beliau yang

sampai saat ini dipelajari oleh pelajar-pelajar atau lebih tepatnya santri-santri di dunia. Seperti,

kitab Tijan al Durary Kasyifah al-Saja, Nashoih al-Ibad.

30

halaman. Isi kitab ini diawali dengan 2 kalimat Syahadat dan doa sehari-

hari yang umum dimasyarakat, dan pada halaman 9 dilanjutkan dengan

lafadz adzan, doa adzan, lafadz iqomah, doa” sunnah dalam sholat, wirid

dan doa setelah sholat fardhu. Pada halaman ke 29 kita akan mendapati

asmaul husna yang penulis ketahui itu termasuk doa dan wirid subuh di

Pondok Pesatren Al Awwabin. Dan terakhir adalah Ratib Haddad50

dan

doa Ratib Al Haddad yang menjadi bacaan rutin di Pondok Pesantren Al

Awwabin selepas maghrib.

Disini penulis mendapati bahwa tradisi doa dan wiridan yang

dilakukan di Pesantren Al Awwabin itu menjadi penting dan baik.

Mungkin itu yang menjadikan Abuya ingin menyebarluaskan ke tengah-

tengah masyarakat. Sehingga masyarakat dapat hidup didalam dzikir setiap

harinya.

10) Risalah Tahajjud dan Tata Tertib Dzikir

Tidak ditemukan kapan kitab ini selesai dibuat. Penulis hanya

mendapatkan waktu kapan kitab ini di keluarkan. Seperti yang tertulis

pada cover depan, kitab Risalah Tahajjut dan Tata Cara Dzikir ini di

publikasikan pada hari Selasa, 27 Mei 2014 M, yang bertepatan dengan

maulid Nabi SAW dan Harlah Al Awwabin ke 35.

Kitab ini terdiri dari 32 halaman dan karena ini kitab dzikir, dapat

dipastikan kitab ini memakai bahasa arab asli. Risalah Tahajjut dan Tata

Tertib Dzikir ini berisikan tentang hukum Qiyamul lail, dalil qiyamul lail,

keutamaan tahajjud, kaifiyat dan tata tertib surah setelah membaca Al

Fatihah dalam Sholat Witir, tata tertib dzikir, tawassul, dan do‟a munajah.

Yang menjadi berbeda dalam kitab ini adalah Abuya menyebutkan ulama-

ulama dan guru-gurunya dalam tawassul. Ini bisa dilihat pada halaman 11

sampai dengan halaman 20. Penulis menganggap ini cukup lengkap untuk

50

Ratib al-Haddad adalah kumpulan doa yang disusun oleh seorang Ulama asal Yaman

bernama Habib Abdullah bin Alwi bin Muhammad al-Haddad. Nama Ratib al-Haddad itu sendiri

diambil dari nama penyusunnya. Awalnya Ratib ini disusun untuk memenuhi permintaan salah

seorang muridnya yang bernama Amir dari keluarga Bani Sa‟ad. Tujuan Amir meminta Habib

Abdullah untuk menyusun Ratib ini adalah agar diadakan suatu wirid atau dzikir dikampungnya

yang kala itu banyak ajaran-ajaran yang sesat di daerahnya. Lambat laun akhirnya Ratib ini mulai

dibaca di daerah-daerah sekitar dan menyebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.

31

menyebutkan ulama-ulama Jakartanya, yang mana hampir semua yang

disebutkan itu merupakan guru dari Abuya KH Abdurrahman Nawi.

11) Misykatul Anwar

Misykatu Anwar adalah kitab yang diterbitkan pada hari Sabtu tanggal

2 Mei tahun 2009 M yang bertepatan dengan tanggal 6 Jumadil Awwal

tahun 1430 H. Mempunyai tebal 33 halaman dan dalam penulisan

memakai bahasa arab melayu.

kitab ini berisikan dalil-dalil seputar perayaan Maulid, dan dalil-dalil

ini kebanyakan diambil dari kitab Madarij al-Sho’ud karya Syekh

Nawawi51

, Tafsir al-Showi, ia’nah al-Tholibin. Dari sumber yang penulis

dapatkan, kitab ini dikeluarkan oleh FUHADI (Forum Ulama,

Habaib,Asatizd, dan Dai Indonesia), belakangan berganti nama menjadi

PUAADI yang salah satunya bertujuan untuk meluruskan penyelenggaraan

maulid, ziarah, tawasul, yang marak di tanah air. Desakan inilah yang

kemudian diambil oleh Abuya untuk menulis kerancuan para GAM

(Gerakan Anti Maulid) yang mengangap itu sebagai prilaku TBC

(Tahayul, Bida‟ah, dan churafat).

Dan yang penulis ketahui, Forum ini tidak hanya melibatkan ulama

Jakarta, tetapi melibatkan ulama-ulama luar pulau Jawa seperti

Palembang, Martapura. Forum ini diketuai oleh empat Ulama, yakni

Abuya KH Abdurrahman Nawi, Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf,

Habib Husain bin Ali Al Atthas, dan KH Zainuddin MZ.

12) Nahwu Melayu

Kitab Pelajaran Ilmu Nahwu atau yang lebih dikenal dengan kitab

Nahwu Melayu. Di dalam kitab ini Abuya benar-benar terlihat sebagai

Kiai ahli Nahwu, banyangkan saja tata bahasa Arab adalah tata bahasa

terumit sedunia, namun Abuya mampu memetakan untuk para pemula

terlebih bagi yang tidak bisa bahasa Arab. Jika dibandingkan dengan kita-

kitab nahwu sejenisnya (untuk pemula) seperti Nahwu al-Wadih yang

51

Yang dimaksud disini adalah Syaikh Nawawi al-Bantani, bukan Imam Nawawi ad-

Dimasyqi. Menjadi rahasia umum dikalangan Santri dan Kiai jika diawali Syaikh sebelum

namanya, maka itu menjurus pada Nawawi Banten, tetapi jika di awali Imam, maka dipastikan itu

Nawawi Damaskus. Hal ini penulis jelaskan karena terkadang ada yang salah dalam membedakan

antara Syaikh Nawawi dan Imam Nawawi.

32

sudah sangat sistematis masih terlihat terlalu sulit bagi mereka yang

paham bahasa Arab, walapun dalam segi penyampaian Abuya masih

mengikuti Nahwu al-Wadih. Nahwu Melayu turun cetak lebih belakangan

dibanding karya Abuya lainnya, kitab ini menjabarkan seputar jumlah

mufidah (kalimat menurut tata bahasa Arab), macam kata dalam kalimat

tatabahasa Arab. Semua bab dijelaskan secara singkat dan jelas, tanpa

contoh-contoh yang banyak kitab ini cukup representative untuk

menjawab persoalan Nahwu yang selama ini dikenal rumit, penggunaan

bahasa yang terlampau kuno, namun tetap sesuai dengan keinginan

modern yaitu simple dan logis. Di Al-Awwabin sendiri kitab ini menjadi

rujukan dasar yang wajib dipelajari, gaya dan ciri khas pengajaranya pun

sudah menular di al-Awwabin. Kitab yang tebalnya tak lebih dari 40

halaman ini adalah kitab satu-satunya menerangkan ilmu nahwu di Jakarta,

bahkan bisa jadi satu-satunya kitab berbahasa Arab Melayu yang paling

simpel di asia tenggara. Belakangan Kitab ini ditulis ulang menggunakan

komputer dengan tambahan beberapa kaidah dari Nahw al-Wadih, dan

rencananya sudah disiapkan dalam waktu dekat jilid keduanya.52

Selain kitab, Abuya pun terbiasa menulis risalah-risalah untuk mengajar,

khutbah, ceramah, atau acara-acara tertentu. Dari sekian banyaknya risalah, disini

penulis hanya mendapatkan tiga risalah saja, yaitu : Fadhilah Puasa „Arofah dan

Masalah Qurban, Kaifiyat Ziarah Qubur, dan Fashlun Fi Fadhilati Makkah. itu

pun risalah yang terhitung belum lama dalam penulisannya. Adapun risalah-

risalah terdahulu, penulis sampai saat ini belum mendapatkannya. Hal ini terjadi

dikarenakan sedikitnya informasi sehingga penulis tidak mengetahui siapa saja

orang-orang yang mendokumentasikan risalah itu. ketiga risalah ini berisikan

tentang :

1. Fadhilah Puasa „Arofah dan Masalah Qurban

Risalah ini dibuat untuk pengajian di majlis ta‟lim Al Khoirot Gang Buluh

pada malam senin, 8 Nopember 2009. Risalah ini mempunyai tebal 8

halaman, dan dari awal hingga akhir semuanya ditulis menggunakan

bahasa arab melayu. Pada halaman pertama dan kedua, Abuya menulis

52 Wawancara pribadi dengan Ust Djauharul Bar, selaku Santri Abuya KH Abudrrahman

Nawi. Tangerang, 16 Februari 2018.

33

keutamaan puasa „arafah bagi orang yang tidak melakukan ibadah haji.

Dan disini Abuya pun menuliskan kitab I‟anatu Tholibin Juz 2 halaman

265 sebagai sumber kitab rujukan. Pada halaman ketiga dan keempat,

Abuya menjelaskan tentang keutamaan dan kelebihan tanah haram, yaitu

Makkah dan Madinah. Dan pada halaman kelima, Abuya menjelaskan

tentang kegiatan ibadah di hari kesepuluh Dzul Hijjah, jenis binatang

ternak yang sah untuk qurban dan binatang yang afdhol untuk qurban.

Pada halaman keenam, Abuya menjelaskan binatang yang tidak sah untuk

qurban dan waktu-waktu penyembelihannya. Dan untuk halaman tujuh dan

delapan, Abuya menjelaskan tentang hukum sunnah dan wajibnya daging

qurban, niat qurban, doa-doa yang sunah pada waktu penyembelihan,

hadiah qurban untuk orang yang sudah meninggal, dan diakhiri dengan

penutup.

2. Kaifiyah Ziarah Kubur

Risalah ini dibuat pada tanggal 24 Oktober 2009 untuk kegiatan Ziaroh

tahunan ke Maqom Syaikh Maulana Hasanuddin53

dan Syaikh Maulana

Yusuf54

, Banten. Kegiatan Ziaroh ini biasanya dilaksanakan pada saat

penutupan atau pembukaan pengajian majlis ta‟lim yang diasuh oleh

Abuya KH Abdurrahman Nawi. Dan seperti yang tertulis pada cover,

risalah ini dibuat untuk pembukaan pengajian.

Risalah ini mempunyai tebal 12 halaman. Dan tidak seperti risalah dan

kitab-kitab sebelumnya, risalah ini menggunakan dua bahasa, yaitu bahasa

arab melayu dan bahasa arab aslinya. Pada halaman pertama, Abuya

menulis sebuah syair atau qosidah yang umum dibaca oleh masyarakat

saat datang berziarah. Qosidah ini adalah karya Habib Abdullah bin Alwi

53

Syaikh Maulana Hasanuddin adalah putra dari pasangan Sunan Gunung Jati dan Nyi

Kawunganten yang mendirikan kesultanan di daerah Banten. Ia juga bergelar Pangeran

Sabakingkin dan berkuasa di Banten dalam rentang waktu 1552-1570. Selain bergelar Sultan,

Maulana Hasanuddin pun merupakan seorang Ulama yang diberikan tugas oleh ayahnya untuk

berdakwah dan menyebarkan Agama Islam di Banten. 54

Syaikh Maulana Yusuf merupakan putra dari Syaikh Maulana Hasanuddin pendiri

Kesultanan Banten. Ia bergelar Pangeran Pasareyan. Setelah Syaikh Maulana Hasanuddin wafat

pada tahun 1570, Syaikh maulana Yusuf lah yang naik tahta untuk melanjutkan dakwah dan

kekuasaan ayahnya. Diketahui pada tahun 1579 Syaikh Maulana Yusuf melakukan ekspansi ke

kawasan pedalaman Sunda, dengan menaklukan Pakuan Pajajaran. Dan Syaikh Maulana Yusuf

berkuasa sampai tahun 1585.

34

Al Haddad.55

Pada halaman kedua, ketiga dan keempat, Abuya menuliskan

cara kita memberi salam kepada ahli qubur kepada Syaikh Maulana

Hasanuddin dan Syaikh Maulana Yusuf. Dan pada halaman kelima sampai

halaman akhir, Abuya isi dengan surat Yasin.

3. Fashlun Fi Fadhilati Makkah

Risalah ini dibuat pada tanggal 9 Desember 2012, dan tidak dijelaskan

risalah ini dibuat untuk kegiatan apa. Risalah ini ditulis menggunakan

bahasa arab melayu dan Arab aslinya, dan mempunyai tebal 8 halaman.

Yang menjadikan risalah ini berbeda dengan risalah atau kitab yang

lainnya, dari halaman awal sampai akhir, risalah ini hanya menggunakan

sumber firman Allah dan hadits Nabi tanpa ada penjelasan atau pendapat

ulama-ulama terdahulu. Jadi setiap firman Allah atau hadits Nabi, ditulis

dan diberi arti.56

55

Habib Abdullah bin Alwi Al Haddad adalah ulama abad ke 17, Beliau dilahirkan di kota

Tarim, Hadramaut, Yaman pada tanggal 30 Juni 1634. Beliau terkenal dengan kealimannya di

bidang Fiqih dan Aqidah Asy‟ariyah. Selain itu, beliau juga terkenal dengan berbagai karya yang

sampai saat ini masih dibaca dan dipelajari di seluruh dunia. Salah satu karyanya yang paling

terkenal adalah Qosidah ziaroh Qubur dan Ratib Al Haddad. 56

Wawancara pribadi dengan Ust Mawardi, S.Fil., selaku cucu Abuya KH Abdurrahman

Nawi. Depok, 11 Mei 2019.

35

BAB III

ABUYA K.H ABDURRAHMAN NAWI DAN DAKWAH

A. Metode dan landasan

Dalam menyampaikan dakwah kepada masyarakat, Abuya menggunakan

beberapa metode, tentu itu disesuaikan dengan tempat Abuya berdakwah. Dan

metode dakwah Abuya itu mengacu pada metode dakwah bil hikmah57

dan

mau’izatul hasanah.58

Metode yang Abuya gunakan ini memberikan ciri aktifitas

dakwah yang dilakukannya melalui ceramah-ceramah dan nasihat.

Kedua metode dakwah tersebut juga berperan penting dalam membantu

proses pendekatan Abuya kepada masyarakat, terlebih khusus lagi murid-

muridnya diberbagai tempat majlis ta‟lim yang diasuhnya.

Untuk ceramah Abuya, mungkin kita bisa menemukannya dengan mudah di

sosial media seperti youtube, instagram dan sejenisnya yang banyak di upload

oleh murid-murid ataupun pencintanya dari berbagai lapisan masyarakat. Maka

dari itu, penulis hanya memasukkan nasihat-nasihat Abuya yang penulis dapatkan

dari beberapa sumber saja. Diantaranya :

“Jangan heran perahu berjalan di atas air, namun heranlah jika ada air

di atas perahu”

Maksud dari nasihat ini adalah, jangan heran manusia tinggal di dunia, tapi

heranlah dengan dunia yang ada di hati manusia. Nasihat ini diberikan kepada

57

Hikmah adalah mengetahui rahasia dan faedah di dalam tiap-tiap hal. Hikmah juga

digunakan dalam arti ucapan yang sedikit lafadzh akan tetapi banyak makna atau bisa juga

diartikan meletakkan sesuatu pada tempat yang semestinya

Al Hikmah diartikan pula sebagai al ‟adl (keadilan), al haq (kebenaran), al hilm

(ketabahan) al ilm(pengetahuan). Disamping itu, al hikmah juga diartikan sebagai menempatkan

sesuatu pada proporsinya. Sebagai metode dakwah, al hikmah diartikan bijaksana, akal budi yang

mulia, lapang dada, hati yang bersih dan menarik perhatian orang pada agama dan tuhan.

Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa al Hikmah adalah merupakan

kemampuan dan ketetapan da‟i dalam memilih, menilai, dan menyelaraskan teknik dakwah dengan

kondisi objektif. Al hikmah merupakan kemampuan da‟i dalam menjelaskan doktrin-doktrin islam

seta realitas yang ada dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh karena itu, al

hikmah sebagai sebuah sistem yang menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam

berdakwah. 58

Mau‟izatul hasanah mengandung arti cara memberi pengajaran yang baik. Kata mau‟izah

sendiri pada al Qur‟an dalam segala bentuk terulang sebanyak 25 kali. Bila diperhatikan

pemaknaan mau‟izatul hasanah dalam ayat-ayat al Qur‟an, maka tekanan tertuju pada peringatan

yang baik dan dapat menyentuh hati sanubari seseorang. Sehingga pada akhirnya masyarakat

terdorong untuk berbuat baik. Metode mau‟izatul hasanah ini terdiri dari berbagai bentuk, yakni :

Nasihat, bimbingan atau pengajaran, kisah-kisah, kabar gembira dan peringatan, wasiat atau pesan-

pesan positif.

36

salah seorang cucunya yang bernama Abdurrahman Mukhtari yang sekarang

aktif menjadi dosen dan guru di usia muda.

“Hendaklah kita sebagai orangtua menjaga lisan dan menjauhkan diri

dari kata-kata tidak baik kepada anak, lantaran perkataan orangtua

kepada anak itu didengar oleh Allah. Sehingga gunakanlah kata-kata

yang baik kepada anak.”

Nasihat ini mempunyai maksud agar setiap orang tua agar selalu menjaga

ucapannya terhadap anak, sehingga tidak menjadi doa yang buruk. Ucapan

Abuya ini diberikan kepada jamaah pengajian sabtu subuh di Al Awwabin

Tebet.

“menuntut ilmu itu dimana tempat sama saja, tergantung orangnya.

Sekalipun ente kuliah di Universitas Bahr/laut tetap saja sampai sana

yang namanya alif itu lurus, ga ada yang bengkok.”

Maksud dari ucapan Abuya ini adalah pandai atau pintarnya seseorang bukan

di tentukan oleh lembaganya, tetapi tergantung dengan kegigihan dan

keseriusannya dalam belajar. Nasihat ini diberikan kepada para santri yang

akan melanjutkan belajar ke jenjang Universitas.

“Bila kita berteman dengan tukang minyak wangi, kita bakal kena

wanginya. Kita kita berteman dengan orang yang baik, maka kita

akan baik juga, begitu juga sebaliknya.”

Maksud dari ucapan Abuya ini adalah untuk memilih-milih dalam bersahabat.

Agar kita terbiasa menjadi baik, tentu mempunyai sahabat yang baik akan

sangat membantu kita menjadi manusia yang baik. Begitupun sebaliknya, jika

kita berteman dengan orang yang jahil, maka kemungkinan besar kita akan

ikut jahil juga. Walaupun kita harus tetap menjaga pertemanan dan

silaturrohim kita kesemua orang, tetapi dalam memilih sahabat yang dekat,

tentu yang baik itulah yang sangat membantu. Nasihat ini didapat saat

pengajian rabu subuh di Al Awwabin Depok.

Orang berkeluarga itu seperti ngerek bendera, yang satu narik dan

yang satu ngulur. Jika dua-duanya narik dan dua-duanya ngulur ga

bakal naik itu bendera. Berkeluarga juga gitu, harus ada yang

mengalah salah satunya.”

37

Nasihat ini mempunyai makna dalam berkeluarga harus saling mengimbangi

dan melengkapi. Kita harus mengetahui apa kekurangan dan kelebihan

pasangan kita, sehingga kita tau harus berbuat apa. Saling mengerti dan

menyeimbangi antar sesama. Ucapan ini didapat saat menghadiri pernikahan

salah satu murid Abuya di Pondok Gede.

“Orang berdosa itu tidak seperti orang kena silet. Sebeb kalau orang

terkena silet itu berasa, tapi orang berbuat dosa kadang tidak berasa.”

Maksudnya adalah kadang kita berbuat dosa atau salah itu tidak terasa dan

tidak sadar. Maka selalu intropeksi diri setiap waktu agar selalu lebih baik

lagi dalam bersosial, jangan sampai kita tidak sadar atau tidak tahu telah

menyakiti teman atau tetangga kita. Nasihat ini diberikan kepada jamaah

pengajian sabtu subuh di Al Awwabin Tebet.

“kalau ingin sukses kuncinya itu dua; jangan malu untuk belajar dan

jangan malu untuk mengajar.”

Disini Abuya menekankan mulianya belajar dan mengajar, maka Abuya

selalu menasihati santri-santrinya untuk tidak malu dalam melakukan dua hal

tersebut, karena itu merupakan hal mulia. Nasihat ini di ucapkan karena

banyaknya santri-satri yang malu saat disuruh baca atau di tes belajarnya.

“Al Adab fauq al Ilm (adab itu lebih tinggi dan utama dibandingkan

dengan ilmu)

Nasihat ini mempunyai makna sehebat atau sepintar apapun kita, adab itu

harus di nomer satukan. Terkhusus kepada orang tua dan guru yang telah

berjuang keras dalam semua hal untuk menjadikan kita orang yang hebat arau

berilmu. Dalam ucapan Abuya lainnya yang serupa adalah jangan suka

menggunakan lisanmu untuk berdebat atau menentang keinginan orang tua,

karena orang tuamu tidak mengajarkanmu berbicara untuk hal itu.

“Imam Syafi‟i berkata bahwa ada 5 hak orangtua yang sudah wafat

atas anaknya:

(1) Menguburkannya

(2) Melunasi hutangnya

(3) Melaksanakan wasiatnya

(4) Memohonkan ampunan untuknya

38

(5) Menyambung silaturrohim kepada sahabat-sahabatnya.

Abuya juga menambahkan, bahwa sampainya doa kita itu harus dengan doa

wahbah (hadiah). Itu pendapat Imam Syafi‟i.59

(6) Tanam rumput padi luput, tanam padi, rumput ikut.

Dan dari semua Ucapan atau nasihat Abuya, ini adalah nasihat atau ucapan

Abuya yang paling sering di ucapkan. Bahkan bisa dikatakan hampir pada

setiap acara Abuya selalu menyelipkan nasihat ini. Nasihat ini mempunyai

arti orang yang mengejar dunia, kebanyakan akan luput dari akhirat. Namun

sebaliknya, orang yang mengejar akhirat, maka akan selamat pula dunianya.

Dan selain itu ada satu lagi nasihat Abuya yang sering di ucapkan untuk para

santrinya. Yaitu “belajar di waktu kecil bagai mengukir di atas batu, belajar

setelah dewasa bagai mengukir di atas air”. Nasihat ini selalu Abuya ucapkan

agar para santrinya tidak malas dan menyia-nyiakan waktu, sehingga tidak

menyesal saat besarnya.

Selain menggunakan kedua metode diatas, Abuya juga selalu memakai

metode pendekatan psikologis dalam pengajian-pengajian kitab di pesantren atau

majlis-majlis asuhannya. Sebelum memulai apa yang akan di ajarkan, Abuya

selalu menanyakan nama murid-murid dan tempat asal mereka sambil sesekali

bercanda. Sehingga orang-orang yang mengaji dengan Abuya merasa nyaman,

akrab, dan senang untuk belajar.

Muallim KH Ubaidillah Hamdan menyebutkan, Abuya adalah orang yang

sulit melupakan orang lain. Jika ada 10 orang yang datang untuk belajar atau

mengaji kepada Abuya sekali dua kali, lantas tidak bertemu dalam beberapa

tahun. Jika setelahnya bertemu lagi. Maka Abuya pasti dapat mengingat nama

orang itu.60

Adapun yang menjadi landasan Abuya dalam berdakwah iyalah, dakwah

merupakan jalan hidup Nabi dan para pengikutnya. Kita tidak akan menemukan

ulama yang mengaku sebagai pengikut para Nabi namun enggan berdakwah, pun

termasuk Abuya. Allah berfirman :

59

Wawancara pribadi dengan Ust Djauharul Bar, selaku Santri Abuya KH Abudrrahman

Nawi. Tangerang, 16 Februari 2018. 60

Wawancara pribadi dengan Muallim Ubaidillah Hamdan, selaku santri Abuya KH

Abudrrahman Nawi. Tangerang. 4 September 2018.

39

“kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyeru

kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang munkar, serta beriman

kepada Allah”.61

Di dalam ayat ini terkandung 2 hal. Pertama mulianya umat islam adalah

dengan berdakwah. Kedua, tegang dan eksisnya umat islam adalah dengan

menjalankan konsep amar ma‟ruf nahi munkar, yakni menyeru kepada kebaikan

dan mencegah keburukan. Inilah yang menjadi landasan Abuya dalam berdakwah.

B. Cakupan Tempat dan Kalangan

Sebagaimana tradisi ulama-ulama Betawi, Abuya KH. Abdurrahman Nawi

pada tahun 1962 membuka pengajian di rumahnya, Tebet Barat VIII. Pengajian

yang diberi nama As-Salafi itu mengajarkan kitab-kitab tertentu sesuai dengan

kemampuan dan minat para masyarakatnya.

Dari pengajian itulah banyak dari murid-murid Abuya yang akhirnya

membuka majlis ta‟lim, dan meminta Abuya untuk mengisi beberapa kajian

ditempat mereka. Selain itu, Abuya pun di percaya untuk mengisi pengajian di

tepat guru-gurunya seperti di majlis ta‟lim At Tohiriyyah Tebet menggantikan

Guru Mursyidi dan pengajian di As Syafi‟iyah Jakarta. Abuya pun mengisi

pengajian di berbagai masjid dan musholah di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur

sejak tahun 1962.62

Bisa dikatakan bahwa hampir seluruh masjid-masjid besar di

Jakarta Selatan dan Timur tak pernah luput dari peran Abuya kala itu.

Jika kita melihat, Abuya tidak hanya mengajar satu golongan saja, tapi

siapapun yang ingin mengaji dan belajar, baik muda ataupun tua akan diterima

oleh Abuya. Umumnya, jika untuk bapak-bapak dan ibu-ibu Abuya akan

mengajarkan kitab Taqrib, Tijan Durar, dan Nashaih Diniyah. Sedangkan untuk

pemuda dan para ustadz, Abuya memakai kitab Qawa’idul Lughah, Ibnu ‘Aqil,

Fathul Mu’in, Bughyah Mustarsyidin, Asybah wan-Nazhair, dan Qami’ut

Thughyan. Masyarakat yang ingin mengaji ini datang dari berbagai kampung di

Jakarta dan sekitarnya.

61

QS : Ali Imron 110 62

Wawancara pribadi dengan Ust Hafidz Kamil, selaku Sekretaris Abuya KH Abdurrahman

Nawi, Depok, 9 Mei 2019.

40

Abuya memang cukup cermat dan sabar dalam setiap pengajian. Dan Abuya

hanya mengajar dengan kitab disetiap majlisnya, hal itu dilakukan agar pengajian

lebih terarah. Cara ini berdasarkan pengalamannya belajar kepada beberapa guru

dan merujuk berbagai macam kitab, Abuya berusaha menyampaikan ilmu secara

sederhana agar mudah ditangkap oleh murid dan santrinya. Prinsip Abuya dalam

mengajar, biar sedikit asal betul-betul paham dari pada banyak tetapi tidak ada

yang paham.

Di antara pengalaman Abuya dalam berdakwah yang penulis dapatkan antara

lain :

1. 1962 – Sekarang : Mengasuh Majlis Ta‟lim As Salafi yang kemudian

berganti menjadi Pondok Pesantren Al Awwabin yang saat ini mempunyai

2 cabang di Kota Depok Jawa Barat

2. 1962 – 2018 : Guru di Masjid – masjid dan mushola

3. 1971 – 1978 : Ketua koordinator Majelis Ta‟lim pusat umat islam At –

Thohiriyah Jakarta

4. 1971 : Utusan ke Muktamar NU ( NAHDATHUL ULAMA ) di

Wonokoromo Surabaya Jawa Timur

5. 1976 : Utusan Jakarta ke Muktamar NU di Semarang

6. 1980 : Ketua Panitia Maulid yang ke – 25 di kediaman K.H Idham Cholid

di Jalan Diponegoro Jakarta Pusat

7. 1982 – 2018 : Guru tetap Ta‟lim Angkasa Radio As- syafi‟iyah Jakarta

8. 1982 : Dosen TKI Indonesia ke Saudi Arabia pada PT. DAFCO

9. 1983 – 1985 : Dosen Darul Arqom Perguruan As – Syafi‟iyah Jatiwaringin

Jakarta Selatan

10. 1984 – 1988 : Ketua Umum IMTI ( Ikatan Majelis Ta‟lim Kaum Bapak se

Kota Depok )

11. 1984 – 2018 : Khotib di Masjid Baiturrohim Istana Negara Jakarta

12. 1989 – 2010 : Guru Pengajian bulanan di PBNU Jakarta

13. 1989 – 2018 : Memberikan ceramah – ceramah di kantor – kantor

Kecamatan Jakarta Selatan

14. 1989 – 1990 : Menjadi Anggota Majelis pembahasan masalah ithihadul

mubaliqin

41

15. 1990 – 2018 : Memberikan ceramah – ceramah di berbagai daerah se

Jabodetabek.

16. Guru tetap 24 Majelis Ta‟lim Se Jabotabek

17. Ketua Ranting NU Jakarta Selatan

18. Pelindung dan Penasehat Penggarapan dana untuk pembanguan Masjid di

Jakarta dan Masjid – masjid di Kota Depok.

19. Pendiri FUADI (Forum Ulama, Asatidz, dan Dai Indonesia).63

C. Majlis ta’lim

Pada tahun 1962, Abuya KH.Abdurrahman Nawi mengadakan pengajian

kitab-kitab kuning yang bersifat non-formal yang bertempat disalah satu ruangan

rumahnya. Pengajian ini diberi nama As-Salafiah dengan harapan para jama‟ah

dapat mengikuti jejak salafus shaleh (orang-orang terdahulu yang shaleh) dan

pengajian ini bertempat di kampung Tebet yang sekarang lebih terkenal dengan

sebutan Tebet Barat VI H, Jakarta Selatan. Pengajian tersebut diikuti berbagai

macam kalangan, mulai dari orang tua, remaja, dan orang-orang dewasa yang

datang dari berbagai tempat, diantaranya: Kebayoran Lama, Kebayoran Baru,

Kebon Nanas, Pengadegan, Bukit Duri, Kampung Melayu, Jatinegara, Karang

Tengah, Bekasi, dan para pemuda setempat.

Pengajian atau majlis ta‟lim yang telah dibuka terus berkembang hingga pada

tahun 1976, Abuya mampu melebarkan sayapnya dengan mengajar dan

berdakwah diberbagai tempat, baik itu majlis ta‟lim, kantor, mushola-mushola

ataupun masjid-masjid. Tentu hal ini terjadi karena Abuya mendapat dukungan

dari masyarakat luas, baik ulama, habaib, pemerintah ataupun masyarakat umum.

Dan menjadi sunnatullah, namanya berdakwah tidak lepas dari tantangan dan

cobaan, karena majlis ta‟lim yang Abuya bina tersebut mengalami pasang surut.

Dari pengajian itulah berkembang pemikiran untuk mendirikan pendidikan

formal, guna menolong masyarakat dari belenggu kebodohan baik dalam bidang

ilmu pengetahuan agama ataupun ilmu pengetahuan umum. Pada tahun 1976

Abuya KH.Abdurrahman Nawi mengajak jama‟ah majlis ta‟lim dan kenalan

dekatnya untuk membangun gedung sekolah permanen dua tingkat di atas tanah

63

Wawancara pribadi dengan Ust Djauharul Bar, selaku Santri Abuya KH Abudrrahman

Nawi. Tangerang, 16 Februari 2018.

42

milik pribadinya yang berlokasi di jalan Tebet Barat VI H, Jakarta Selatan dengan

luas tanah seluas 300 m2 ditambah dengan kavling mushola yang merupakan

wakaf dari almarhum orang tua beliau.

Akhirnya pada tahun 1979, tepatnya pada hari minggu diresmikanlah

bangunan itu oleh KH. Idham Khalid. Peresmian tersebut sekaligus dengan

peresmian pergantian nama dari As-Salafiah menjadi Al-Awwabin. Dan pada

tahun itu pula mulailah penerimaan murid baru untuk tahun ajaran 1979/1980.

Kemudian dari tahun ke tahun pendidikan itu berjalan dengan pesat hingga

sampai tahun 1982/1983. Mengingat banyaknya calon santri yang berminat

mukim di pesantren Al-Awwabin Tebet, sedangkan kapasitas tempat yang ada

tidak menampung dan lahan sekitarnya telah padat ditempati rumah-rumah

penduduk, serta tidak mungkin lagi memperluas lokasi di sekitar pesantren Al-

Awwabin Tebet. Maka dengan demikian Abuya terpaksa mengambil kebijakan

untuk mencari lokasi yang tepat untuk pendidikan. Maka dengan izin Allah,

Abuya sebagai pimpinan umum Pondok Pesantren Al-Awwabin mendapatkan

lokasi yang tepat dan Abuya membebaskan sebidang tanah yang terletak di

Kampung Sengon, Kelurahan Pancoran Mas, Depok yang dijadikan cabang

Pondok Pesantren Al-Awwabin I dengan luas tanah sekitar 4200m2 dengan harga

20.000/m2.

Abuya KH. Abdurrahman Nawi sengaja mengambil tempat di daerah Depok

mengingat di daerah ini masih kurang sekali lembaga pendidikan Islam apalagi

pondok pesantren. Sedangkan lembaga pendidikan Islam khususnya pondok

pesantren sangat dibutuhkan sekali untuk kaum muslimin untuk memberantas

kebodohan dan mempersiapkan generasi Islam yang memahami serta menggali

hukum-hukum Islam dari kitab-kitab kuning.

Pada pertengahan tahun 1982/1983 dimulai peletakan batu pertama yang

disaksikan oleh ribuan umat muslim yang terdiri dari para ulama, habaib, dan para

pejabat pemerintahan setempat. Akhir tahun 1982 masuk tahun 1983 telah selesai

bangunan lima lokal dan satu asrama, pada saat itu pula diresmikan oleh

KH.Idham Chalid dan pejabat pemerintah setempat serta dinyatakan kedudukan

Pondok Pesantren Al-Awwabin cabang Depok. Pada tahun 1983/1984 mulai

menerima murid baru untuk tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs), Madrasah

43

Aliyah (MA), dan mukim (untuk para santri mukim). Pondok Pesantren Al-

Awwabin merupakan pondok pesantren pertama di kota Depok untuk wilayah

Pancoran Mas.

Tahun demi tahun Pondok Pesantren Al-Awwabin semakin berkembang.

Pada tahun 1987/1988 kembali membuka Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga

sampai tahun ajaran 1991/1992 telah sampai pada kelas IV MI. Asal usul santri

pondok pesantren berasal dari wilayah antara lain Jambi, Kalimantan, Padang,

Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi dan masyarakat sekitar pondok pesantren itu

sendiri.

44

BAB IV

PENGARUH DAKWAH ABUYA KH ABDURRAHMAN NAWI

A. AGAMA

Dalam kehidupan manusia, unsur agama memiliki peran yang cukup penting

dalam perkembangan kehidupan masyarakat, karena fungsi agama itu sendiri

sangatlah besar bagi masyarakat, bahkan jika kita bahas lebih jauh lagi dari segi

etnografik, tidak ada satu kelompok manusia di dunia ini yang tidak memiliki

kepercayaan atau agama.64

Dan seperti yang kita ketahui, setiap agama pasti

mempunyai cabang aliran atau madzab yang berbeda-beda walau mempunyai

pokok yang sama, begitupun dengan agama Islam.

Jika melihat kitab-kitab karya Abuya KH Abdurrahman Nawi. Dapat

diketahui dengan jelas paham Islam yang dianut oleh Abuya adalah paham

Ahlussunnah Wal Jamaah yang dalam segi Aqidah mengikuti Aqidah Asy„ariyah.

Ini bisa kita ketahui dengan membaca kitab tauhid karya Abuya yang berjudul

Sullamul Ibad, yang mana seluruh isi dan referensinya mengikuti ulama-ulama

Asy‟ariyah.

Dalam faham Fiqih, Abuya mengikuti madzhab Fiqih Imam Syafi‟i. Ini bisa

dilihat dalam karyanya yang berjudul Mutiara Romadhon, baik puasa, zakat,

sholat tarowih, atau sholat idul fitrinya, semua mengikuti Fiqih imam Syafi‟i.

Begitupun dengan kitab-kitab Fiqih karya Abuya lainnya.65

Dan dari penjelasan sebelumnya, kita dapat mengetahui bahwa saat itu sangat

sedikit sekolah-sekolah Islam di daerah tempat Abuya tinggal, walaupun dalam

segi agama mayoritas mereka beragama Islam. Sehingga untuk dapat ikut mengaji

atau menimba ilmu agama, harus menempuh perjalanan yang cukup lama dan

jauh. Dari hal itu bisa kita tarik kesimpulan bahwa masyarakat kala itu banyak

yang sangat minim dalam memahami ilmu agama. Maka pada tahun 1962 Abuya

mulai membuka Majlis atau pengajian di kediamannya agar masyarakat dapat

belajar ilmu agama. Selain untuk memudahkan masyarakat untuk menuntut ilmu

64

Irfanul Hidayah, “Agama dan Budaya Lokal: Peran Agama Dalam Proses Marginalisasi

Budaya Lokal”, dalam Julnal Religi, Vol 2, No 2, Juli 2013, h.136. 65

Wawancara pribadi dengan Ust Mawardi, S.Fil., selaku cucu Abuya KH Abdurrahman

Nawi. Depok, 11 Mei 2019.

45

agama, juga untuk menjaga, melestarikan, dan merawat aqidah ahlusunnah wah

jamaah yang di ajarkan oleh guru-guru dan kiai-kiai sebelumnya.

Penguasaan Abuya dalam Ilmu Nahwu. Serta sikap Abuya yang

kekeluargaan, menjadikan masyarakat kala itu senang mengaji dengan Abuya,

bukan hanya orang biasa saja yang ingin mengaji, ustadz-ustadz disekitar sana

pun banyak yang mendatangi dan berguru kepada Abuya KH Abdurrahman

Nawi.66

Dari majlis itulah banyak tercetak murid-murid dan santri-santri yang

mengikuti jejak Abuya, sehingga banyak berdiri majlis ta‟lim dan pengajian di

masjid-masjid dan musholah daerah Tebet dan sekitarnya.

Seiring berjalannya waktu, Abuya pun terus berdakwah ke berbagai wilayah

di JABODETABEK. Dalam seminggu, diketahui Abuya dipercaya untuk

mengajar di 21 majlis ta‟lim di berbagai tempat.

Selain berdakwah dan mengajar, Abuya pun menulis banyak karya kitab,

seperti yang penulis jelaskan di bab-bab sebelumnya. Dan kitab-kitab itu hingga

saat ini banyak digunakan oleh masyarakat, khususnya daerah jakarta dan depok.

Tentu inilah salah satu usaha dan upaya Abuya dalam menghidupkan ilmu-ilmu

Allah, menghidupkan ayat-ayat Allah di tengah-tengah masyarakat. Dalam hal ini

menjadi dampak sukses yang sangat jelas, terbukti dengan banyaknya dari murid-

murid Abuya yang berhasil dan menjadi Kiai di berbagai daerah, tak sedikit pula

yang saat ini mempunyai Pesantren sendiri. Diantaranya :

1. Muallim KH Ubaidillah Hamdan yang mempunyai Pondok Pesantren

Darul Musthofa Al Mukhtar yang berlokasi di Pondok Aren Tangerang.

2. Muallim KH Yusuf Hidayat yang mempunyai Pondok Pesantren At

Tibyan yang berlokasi di Depok.

3. KH Qurtubi Nafis yang mempunyai Pondok Pesantren yang berlokasi di

Depok.

4. Muallim KH Hasybiallah Hasyim yang mempunyai Pondok Pesantren Al

Arbain yang berlokasi di Bojong Gede.

5. KH Didin Miftahuddin yang mempunyai Pondok Pesantren Miftahul

Madaniyyah yang berlokasi di Bekasi.

66

Wawancara pribadi dengan Muallim Ubaidillah Hamdan, selaku santri Abuya KH

Abudrrahman Nawi. Tangerang. 4 September 2018.

46

Selain mereka yang mempunyai Pesantren, banyak pula santri Abuya yang

mengajar di berbagai sekolah dan kampus. Seperti, Dr. Siti Amsariyah, M.Ag.

yang menjadi Dosen di Fakultas Adab dan Humaniura Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, Ust Abdurrahman Mukhtari, M. Pd. Yang menjadi

Dosen pada matakuliah Fiqih 2 dan Praktik Ibadah di STAI Al Karimiyah dan

Dhiya Habibi S.Ag. yang menjadi guru al-Qur,an di SDI Al Azhar I.

Tentu dengan banyaknya santri-santri Abuya yang mengajar dan berdakwah

di masyarakat, memberikan gambaran bagi kita bahwa peran Abuya dalam

mengembangkan Islam terhitung sangat berhasil. Terlebih lagi tidak hanya di

Jakarta Selatan saja, tetapi sudah meluas ke daerah-daerah lainnya.

B. SOSIAL

Sikap Abuya yang mudah dalam bergaul memudahkan dirinya untuk masuk

ke berbagai kalangan dalam berdakwah. Hal ini di karenakan Abuya memakai

sistem pendekatan, sehingga masyarakat merasa nyaman dan akrab dengan

sosoknya. Hal ini menjadikan Abuya bisa masuk ke dalam semua kalangan, baik

itu pemerintah, kiai, habaib, ataupun masyarakat menengah kebawah. Karena

dalam berdakwah, Abuya tidak pernah memilih-milih. Maka dari itulah, hingga

saat ini, Abuya masih terus dekat dengan berbagai kalangan.67

Sikap ini pula yang mendorong keinginan masyarakat baik secara langsung

maupun tidak langsung untuk belajar dan mendirikan Majlis Ta‟lim di daerah

mereka. Abuya selalu berpesan kepada semua santri-santrinya yang sudah lulus

untuk mengajar dan berdakwah di daerahnya masing-masing. Abuya pun berpesan

untuk tidak memilih-milih dalam berdakwah, karena membagikan ilmu itu bukan

profesi, tapi merupakan kewajiban. Tentu hal ini yang menjadi landasan santri-

santri Abuya banyak yang mengajar dan berdakwah di berbagai tempat. Dan

sudah dipastikan hal ini berdampak pada sosial masyarakat tempat sang santri itu

berdakwah.68

67

Wawancara pribadi dengan Muallim Ubaidillah Hamdan, selaku santri Abuya KH

Abudrrahman Nawi. Tangerang, 4 September 2018. 68

Wawancara pribadi dengan Ust Mawardi, S.Fil., selaku cucu Abuya KH Abdurrahman

Nawi. Depok, 11 Mei 2019.

47

Dari Abuyalah banyak tercetak guru-guru dan dai-dai yang mendirikan

majlis-majlis dan sekolah. Tentu ini berdampak kepada sosial masyarakat di setiap

kampung tersebut, baik itu moral, akhlak, ekonomi, pendidikan, atau pun agama.

Contohnya sudah penulis sebutkan di atas, beberapa santri Abuya yang

mendirikan Pesantren. Selain itu pun setiap murid atau santri Abuya yang tersebar

diberbagai tempat dan mengabdikan diri untuk mengajar, tentu mempunyai

dampak sosial tersendiri.

C. PENDIDIKAN

Melihat banyaknya masyarakat yang masih minim dalam pendidikan baik

agama ataupun umum. Pada tahun 1962, Abuya KH.Abdurrahman Nawi

mengadakan pengajian kitab-kitab kuning yang bersifat non-formal yang

bertempat disalah satu ruang rumahnya. Pengajian ini diberi nama As-Salafiah

dengan harapan para jama‟ah dapat mengikuti jejak salafus shaleh (orang-orang

terdahulu yang shaleh) dan pengajian ini bertempat di kampung Tebet yang

sekarang Tebet Barat VI H, Jakarta Selatan. Pengajian tersebut diikuti berbagai

macam kalangan, mulai dari orang tua, remaja, dan orang-orang dewasa yang

datang dari berbagai tempat, diantaranya: Kebayoran Lama, Kebayoran Baru,

Kebon Nanas, Pengadegan, Bukit Duri, Kampung Melayu, Karang Tengah,

Bekasi, dan para pemuda setempat.

Pengajian atau majlis ta‟lim yang telah dibuka terus berkembang hingga pada

tahun 1976, Abuya telah mengasuh lebih dari 20 majlis ta‟lim diberbagai tempat,

baik itu di mushola-mushola ataupun di masjid-masjid yang mendapat dukungan

dari kalangan masyarakat luas, ulama, dan umum. Namun, yang namanya

perjuangan tidak lepas dari tantangan dan cobaan, karena majlis ta‟lim yang

beliau bina tersebut mengalami pasang surut, dan memang sudah menjadi

sunatullah.

Dari pengajian itulah berkembang pemikiran untuk mendirikan pendidikan

formal, guna menolong masyarakat dari belenggu kebodohan dalam bidang ilmu

pengetahuan agama dan pengetahuan umum. Pada tahun 1976 Abuya

KH.Abdurrahman Nawi mengajak jama‟ah majlis ta‟lim dan kenalan dekatnya

untuk membangun gedung sekolah permanen dua tingkat di atas tanah milik

48

pribadinya yang berlokasi di jalan Tebet Barat VI H, Jakarta Selatan dengan luas

tanah seluas 300 m2 ditambah dengan kavling mushola yang merupakan wakaf

dari almarhum orang tua beliau.

Akhirnya pada tahun 1979, tepatnya pada hari minggu diresmikanlah

bangunan itu oleh KH. Idham Khalid. Peresmian tersebut sekaligus dengan

peresmian pergantian nama dari As-Salafiah menjadi Al-Awwabin. Dan pada

tahun itu pula mulailah penerimaan murid baru untuk tahun ajaran 1979/1980.69

Walau sudah mempunyai Pesantren, Abuya tidak melepas semua Majlis

Ta‟lim yang sudah lama di asuhnya. Hal ini dikarenakan banyak dari masyarakat

majlis yang meminta Abuya untuk terus mengajar dan memberikan nasihat

ditempat mereka. Jadilah kesibukan Abuya sehari-hari adalah keliling Jakarta

guna mengajar diberbagai tempat.

Daftar Majlis-majlis yang di isi oleh Abuya KH Abdurrahman Nawi

1. Majlis Ta‟lim al Iqdam Bukit Duri Pimpinan KH Abdul Latif

Ma‟mun

2. Majlis Ta‟lim An Nur Menteng Dalam Pimpinan KH Luthfi Romli

3. Majlis Ta‟lim Cipinang Pimpinan Guru Salma

4. Majlis Ta‟lim Al Ikhwan Tebet Pimpinan KH Abdullah Nafis

5. Majlis Ta‟lim Al Ghoniyah Cipinang Pimpinan KH Ubaidillah

Ahyat

6. Majlis Ta‟lim Al Ikhwan Condet Pimpinan Ust Abdul Halim

7. Majlis Ta‟lim Al Makmur Kelender Pimpinan KH Mudzakkir

8. Majlis Ta‟lim Sobahussabt Tebet Pimpinan Ust Isyro

9. Majlis Ta‟lim Sobahussaalastah Bedahan Pimpinan Ust Armani

10. Majlis Ta‟lim Al Istiqomah Pondok Kelapa Pimpinan KH Zayadi

Maula

11. Majlid Ta‟lim Nurul Iman Kalimalang Pimpinan Ust Karyadi

12. MUI Kecamatan Tebet

13. Majlis Ta‟lim Ziaroh Maghom Tebet Pimpinan H.Karawenda

14. Radio Assyafiiyah

69

Wawancara pribadi dengan Ahmad Rifaldi, selaku Ketua IKAAD (2018-sekarang). Tebet,

9 Februari 2019.

49

15. Majlis Ta‟lim At Tohiriyyah mengganti Guru Mursyidi70

Selain majlis-majlis ini, ada beberapa majlis yang tidak penulis dapatkan info

lengkapnya. Selain itu Abuya pun mengajar di Pesantren Al-Awwabin Sawangan

setiap Rabu subuh, dan di Pesantren Al-Awwabin Bedahan setiap Sabtu subuh.

Semuanya ini belum termasuk undangan ceramah, khutbah jumat dan

undangan lainnya. Tentu ini menjadi cambukan bagi kita yang masih muda untuk

lebih giat dan manfaat dalam pendidikan.

70

Wawancara pribadi dengan Ust Hafidz Kamil, selaku Asisten Abuya KH Abdurrahman

Nawi. Depok, 9 Mei 2019.

50

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang penulis paparkan di atas, penulis memberikan

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

(1) kecintaan H. Nawi dan istrinya terhadap Ilmu dan Ulama menjadi

virus yang mendarah daging terhadap anak-anaknya, dan hal itu pula yang

mengantarkan Abuya K.H Abdurrahman Nawi menjadi seorang Ulama

(2) Peran Abuya dalam berdakwah adalah semata-mata karena ingin

mencerdaskan dan mengangkat derajat serta menghidupkan Nilai-nilai

keislaman ditengah-tengah masyarakat

(3) Upaya-upaya yang dilakukan Abuya dalam berdakwah adalah

dengan aktif di berbagai majlis dan pengajian, serta aktif dalam berkarya

dari muda hingga sampai tuanya

(4) Untuk menjadi seorang ulama yang sangat diakui keilmuannya,

Abuya melalui proses belajar yang sangat panjang dan tak mudah,

walaupun tak pernah mencicipi bangku sekolah. Tentu hal ini dikarenakan

ketekunan Abuya yang selalu haus ilmu dan pantang menyerah, sehingga

setiap mengetahui adanya seorang ulama di suatu daerah yang masih

dalam jangkauannya, maka Abuya pasti datangi dan belajar kepadanya. Ini

terbukti dengan banyaknya guru-guru beliau.

(5) Sikap tidak pilih memilih dalam berdakwah dan ramah tamah

adalah salah satu kunci Abuya dalam berdakwah

(6) Tidak pernah menyerah dan mengeluh dalam berdakwah

diberbagai daerah. Hal ini terlihat dengan mengajarnya Abuya diberbagai

tempat dalam satu minggu.

(7) Peran Abuya menghasilkan banyaknya santri-santrinya yang

mengajar dan membuka tempat pengajian, majlis ta‟lim dan pondok

pesantren di berbagai tempat.

(8) Karya-karya Abuya banyak dikaji dan diamalkan oleh masyarakat

Jakarta dan dan sekitarnya.

51

B. Saran

1. Diharapkan ada penelitian lebih lanjut terkait peran Abuya saat

berdakwah di Jakarta Selatan.

2. Lebih banyaknya kepedulian masyarakat terhadap karya-karya

Ulama-ulama dalam negeri.

3. Diharapkan dengan adanya penelitian ini secara tertulis bisa

memberikan informasi tentang seorang ulama asli Betawi yang masih

eksis di masyarakat.

52

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdurrahman, Dudung. Metodologi Penelitian Sejarah. Jakarta: Ar Ruzz Media,

2007.

Al-Badri, „Aziz, Abdul. Peran Ulama dan Penguasa, Penterjemah: salim

Muhammad Wahid. Solo Indonesia: Pustaka Mantiq 1987. cet.Ke-2.

Barbara, Kozier. Peran dan Mobilitas Kondisi Masyarakat. Jakarta: Gunung

Agung, 1995.

Departemen Agama. Agama dan Pembangunan Di Indonesia. Jakarta: Biro

Humas Depag, 1976.

Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI). Jakarta: Balai Pustaka, 1988.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Indonesia Dalam Arus Sejarah. PT.

Ichtiar Baru Van Hoeve, Jilid.3.

Glasse, Cyril. Ensiklopedi Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2000.

Kartodirjo, Sartono. Elite Dalam Perspektif Sejarah. Jakarta: LP3ES, 1981.

. pendekatan ilmu sosial dalam metodologi penelitian sejarah. Jakarta:

Gramedia, 1992.

Koentjaningrat. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia, 1979.

Niel, Robert van. Munculnya Elit Moderen Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya,

1984.

Shubky, Badruddin. Dilema Ulama Dalam Perubahan Zaman, Jakarta: Gema

Insani Press, 1995, cet.Ke-I.

B. Jurnal

Hidayah, Irfanul. Agama dan Budaya Lokal: Peran Agama Dalam Proses

Marginalisasi Budaya Lokal. Dimuat dalam Jurnal Religi, Vol. 2, No. 2, Juli

2013.

53

C. Skripsi

Darmuji, Peran KH. Abdurrahman Nawi Dalam Pengembangan Dakwah Di Kota

Depok. Jakarta:Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012.

Dhiya Habibi, Peran Abuya KH. Abdurrahman Nawi Dalam Mengembangkan

Pendidikan Islam Di Pondok Pesantren Al-Awwabin Depok.

Jakarta:Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatuallh Jakarta, 2016.

Yeni Rahmawati, Sejarah Berdiri dan Berkembangnya Pondok Pesantren Al-

Awwabin Kota Depok Tahun 1962-2008. Ciputat:Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

D. Wawancara

Ahmad Rifaldi, selaku Ketua IKAAD 2018-Sekarang, wawancara pribadi, Tebet,

9 Februari 2019.

Muallim Ubaidillah Hamdan, selaku santri, wawancara pribadi, Tangerang , 4

september 2018.

Sarmili, selaku masyarakat yang mengaji dengan Abuya KH Abdurrahman Nawi,

wawancara pribadi, Depok, 5 Mei 2019.

Ust Djauharul Bar, selaku santri Abuya KH Abdurrahman Nawi, wawancara

pribadi, Tangerang, 16 Februari 2018.

Ust Hafidz Kamil, selaku Sekretaris Abuya KH Abdurrahman Nawi, wawancara

pribadi, Depok, 9 Mei 2019.

Ust Mawardi, S.Fil., selaku cucu Abuya KH Abdurrahman Nawi, wawancara

pribadi, 11 Mei 2019.

Ummi Ruqoyyah, selaku istri Abuya KH Abdurrahman Nawi, wawancara pribadi,

Depok, 7 Mei 2019.

54

LAMPIRAN

Nama : Mawardi, S.Fil.

Umur : 36

Jabatan : Cucu sekaligus santri Abuya KH Abdurrahman Nawi

Lokasi : kediaman beliau di Depok

Waktu : 11 Mei 2019 Pukul 22:00 – 23:26

Apa pengaruh dakwah Abuya KH Abdurrahman Nawi dalam bidang

agama?

Pengaruh dakwah Abuya di agama. Agama yang di anut oleh Abuya kan

Islam ahlussunnah wal jamaah, ahlusunnah wal jamaah itu apanya? Aqidahnya,

kemudian fiqihnya, fiqihnya apa? Syafiiyah. Sayfiiyyah jelas kita liat di bukunya,

kitab mutiara romadhon, mulai puasanya, kemudian zakatnya, kemudian kitab-

kitab referensi didalam kitab mutiara romadhon itu semuanya 100 menggunakan

kitab-kitab Syafiiyah. Kemudian juga lihat kitab-kitab yang lain. Sumber-

sumbernya, referensinya dari mana aja, ketauan itu semua. Berarti Abuya itu

sebetulnya aliran fiqihnya syafiiyah.

Nah, keberadaan Abuya melalui tulisannya itu kan tentu mempengaruhi atau

memperluas, mensosialisasikan ajaran ahlusunnah wal jamaah melalui kitab-

kitabnya gitu.

Kemudian aqidahnya, itu di Sullamul Ibad kalo mau kita liat dari segi

penulisannya. Sullamul Ibad itu kemudian diajarkan ke para santrinya atau jamaah

luar, Secara ga langsung

1. dengan diajarkannya kitab Sullaul Ibad yang isinya jelas aqidahnya

Asy‟ariyah, maka

a) melestarikan

b) menjaga dari berbagaimacam tantangan luar, yakni makin banyaknya dan

tumbuhnya wahabi, aqidah-aqidah yang jelas bertentangan dengan aqidah

asyariyah

55

c) merawat. proses kegiatan transfer kitab itu tentunya kan artinya merawat

tradisi keilmuan aqidah asyariyah

Bagaimana dengan bidang Sosial?

peran Abuya, eksistentinya dengan gerakan dakwahnya yang awalnya di tebet

kemudian ikut mendorong tumbuhnya ghiroh masyarakat dan keinginan

msyarakat dalam mendirikan majlis atau juga mendorong masyarakat untuk hadir

ke majlis-majlis baik secara langsung maupun tidak langsung.

Jika dalam pendidikan?

Menjaga tradisi pengajian lekaran, sesuatu yang kalo kita liat di majlis-majlis

ta‟lim Abuya, hampir seluruhnya menggunakan kitab, ditengah maraknya

pengajian jiping alias ngaji kuping, buya masih mempertahankan pengajian lekar.

Pengajian lekar itu kan sebetulnya bukan istilah kosong ya, tapi dia sebagai

bentuk perlawanan atau perbedaan terhadap pengajian jiping, pengajian yang

cuma datang ceramah. Abuya engga, Abuya pengajiannya modelnya lekaran

berbasis kitab kuning, kitab-kitab ahlusunnah wal jamaah.

Jadi Abuya itu menjaga tradisi keilmuan berbasis kitab kuning, jadi menjaga

mata rantai sanad keilmuan. Karena kitab itu kan di karang oleh ulama-ulama

terdahulu kan, Abuya justru menjaga itu tradisinya, dengan apa? Dimajlisnya

ternyata dia selalu memakai kitab, selalu berbasis kitab. Itu yang sekarang ini kita

lihat sudah makin berkurang, orang lebih gemar sekarang tuh pengajian jiping,

jiping, jiping tanpa kitab yang jelas, dia mau ngomong apa ke, lepas, ternyata

pahamnya wahabi

Ikut berkontribusi dalam dunia pendidikan formal, Abuya berangkat dari

pendidikan pengajian majlis ta‟lim Assalafi, kemudian pengajian non formal

lekaran, kitaban yang kemudian bertransformasi mendukung gerakan pemerintah

dalam memberantas kebodohan. Artinya Abuya tidak dilahirkan dari dunia

pendidikan formal, tetapi Abuya melalui geliatnya, gerakan dakwahnya ternyata

juga melampaui pengalaman dirinya, pengalaman pendidikannya yang tidak

bersekolah. Dan itu luar biasa. sorot itu, biasanya kan orang hanya mengurus

majlis ta‟lim doang, atau pengajian lekaran doang, tapi tidak peduli dengan

pendidikan formal karena tidak punya pengalaman.

56

Ini luar biasa, Abuya punya kepedulian tinggi. Dari pengajian Salafi, tapi

kemudian Abuya punya visi jauh kedepan tentang memberantas kebodohan

dengan menghadirkan pendidikan.

Jadi peran Abuya, ikut berkontribusi dalam memerangi kebodohan di

masyarakat melalui membangun lembaga pendidikan pesantren yang dimana

pesantren itu tidak hanya mengajarkan kitab kuning, tetapi kemudian juga

mengajarkan pendidikan umum. Dan selain itu, dengan transformasi dari

Assalafiah kemudian menjadi Al awwabin menjadi pesantren.

Bahwa dakwahnya itu yang awalnya hanya berbasis pengajian lekaran yang

tentu hanya beberapa orang saja atau diwilayah tertentu saja, Abuya lebih jauh

lagi, melakukan kaderisasi dalam melestarikan ahlusunnah wal jamaah dengan

mendirikan pesantren. Itu kan orang dari mana aja datang, jadi di kader.

Jadi mengkader generasi muda untuk menjadi pelestari, penjaga dan penerus

ajaran ahlusunnah wal jamaah. Kenapa? Karena didalam itu santrinya diajari

kitab-kitab syafiiyah, ahlusunnah wal jamaah.

Jadi perannya banyak kalo kita mau liat begitu, luas dan luar biasa

57

Nama : Muallim Ubaidillah Hamdan

Umur : 48

Jabatan : Pimpinan Pondok Pesantren Darul Musthofa sekaligus murid Abuya

KH Abdurrahman Nawi

Lokasi : kediaman beliau di Tangerang

Waktu : 24 Oktober 2018 Pukul 16:24

Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh pak kiai

Walaikumussalam

Kapan pertama kali pak kiai mengenal Abuya KH Abdurrahman Nawi?

Sekitar umur 11 atau 12 tahun, saat saya berkunjung ke Depok. Saat itu

maksudnya itu untuk mendaftar di Pesantren Al Awwabin.

Kalo boleh tau tahun berapa?

Tahun 1984

Nah, berarti kiai dari Tangerang kan? Bagaimana pandangan

masyarakat Tangerang tentang Abuya kala itu?

Abuya sudah menjadi ulama besar, karena waktu saya khitan, yang ceramah

Abuya, itu saat saya berumur 7 tahun. Dan itu udah Masyhur Abuya.

Hampir seluruh masjid dan musholah di Jakarta, pernah ngalamin ngajar,

walaupun tidak Continue, dapet berapa tahun pindah, jadi semua kenal Abuya.

dan semua merasakan dan mengambil manfaat dari ilmu yang beliau ajarkan. dari

berbagai disiplin Ilmu,fiqihnya, tauhidnya, tafsir, hadist, tasawwuf, alat nahwu,

shorof, balaghoh, mantik macem-macem, beliau ajarkan. Kalo waktu dulu kan

Abuya masih muda, masih fit apa aja di ajarin. Kalo sekarang kita masih muda

kenalnya becandanya, guyonannya. Padahal dulunya harimau, dipanggilnya kan

beliau sibawaihi zamaanih. Kalo dateng di Asyafiiyah tuh, ulama” sana bilang Jaa

a sibawaih. Karna kalo nahwu mentok sama siapa aja, kalo sama Abuya selesai.

Ilmu alat nih sama kiai siapa aja, musykil. Kalo ditangan Abuya, langsung rapih,

karna penguasaannya

Abuya pernah ga mengalami dunia sekolah atau pesantren?

58

Setau ane kaga

Berarti ngaji kalong?

Ngaji kalong, dia ga nyantren. Sekolah sih, tapi sekolah dulu kan, sekolah

zaman Belanda. Untuk kelanjutan seperti akademi, atau kalo sekarang sekelas

SMA, mungkin itu Abuya ga ngalamin, sekolah formal yah. Cuman walaupun ga

ngalamin, guru-guru beliau itu melampaui para profesor, itu yang jadi beda. Bulan

masalah nyantrennya dimana, bukan pula fakultas mana, sekolah mana, itu bukan

jadi masalah. Yang jadi masalah ini, guru-gurunya wali-wali Allah, itu yang bikin

Abuya beda. Bukan pesantrenannya, bukan sekolaannya, bukan kampus. Jadi

gurunya wali, dan walinya bukan satu. Jadi boleh dibilang 75% guru-gurunya

Abuya itu Auliya Illah dari sekian banyak gurunya. Lah kalo kita ngaji gurunya

wali, satu aja jadi kita. Nah bagaimana kalo banyak auliya yang jadi guru

Boleh disebutin beberapa mungkin?

Habib Ali Kwitang, Habib Ali Bungur, Habib Salim Jindan, Habib Abdullah

bin Muhsin, Habib Husain bin Abdullah bin Muhsin, terus Guru Junaidi, Guru

Marzuki. Ini kelas kaliber semua, bukan orang biasa. Itu disebutnya

Farduzzamanih. Orang nomer satu dizamannya semua. Zaman-zaman keemasan

Betawi, dikala Abuya masih muda ulama-ulamanya itu semunya guru Abuya, baik

yang kita kenal namanya ataupun yang tidak. Yang jelas pada kala itu orang-orang

Alim itu kesebar kemana-mana. Jadi jangan aneh kalo dirumah-rumah buka

sorogan kecil, itu kitabnya bukhori, sohih muslim, riadussholihin. Kan di ukurnya

itu, anak-anak Tsanawiyah aja udah khatam riadussholihin. Tsanawiyah kelas tiga

aja udah khatam alfiyah. Itu santri.

Dan kala itu Abuya itu udah kiai. Ente bayangin aja santri aja udah ngaji

riadussolihin, itu Tsanawiyah, bagaimana kelas kiai?

Untuk perihal dakwah, metode apa yang kira-kira Abuya pakai?

Kalo Abuya ini pendekatan psikologis. Jadi sebelum keilmuan yang Abuya

sampaikan, Abuya pendekatan kekeluargaan, kejiwaan. Orang dikenalin dulu

siapa namanya, Abuya memperkenalkan diri pula, jadi ada keakraban dulu,

sehingga orang merasa nyaman dulu belajar sama Abuya, baru setelah ada ikatan

ruhani antara murid dengan Abuya, baru Abuya sampaikan. Tidak sebaliknya,

orang biasanya kan menyampaikan ilmu dulu, tapi sama orangnya belum akrab,

59

ini akhirnya ilmu bias. Kenapa? Sabab ilmu itu tidak cukup dengan kecerdasan

diperoleh seseorang, tetapi perlu ada ikatan dengan guru. Ketika ikatan itu sudah

terjalin, maka apa yang guru sampaikan, itu akan lebih menyerap nantinya, lebih

bisa dipahami

Itu yang Abuya pakai?

Nah ituu! itu yang susah. Dan Abuya ini susah ngelupain orang, itu bedanya.

Misalkan orang pernah dikenal dia sekali dua kali masa-masa itu kita ga ketemu

nih, 4 tahun. Seratus orang datang muridnya, ini dia kenal semua namanya.

4 tahun ga ketemu, 100 orang, semuanya dateng, satu-satu diabsen si pulan si

pulan si pulan.

Yang selanjutnya karya Abuya nih. Dari dulu sampai saat ini?

Owh Abuya karyanya yang sudah dibukukan ada 18 belas. Dari tauhid,

manasik haji, tata cara ziarah kubur, tentang sholat-sholat sunnah, dan lain lainlah.

Lebih lengkapnya di Pesantren Al Awwabin yang sudah dibukukan. Yang belum

dibukukan pun ada, belum sempet selesai beliau tulis. Itu dari ilmu balaghoh, ilmu

mantik, banyak dari ilmu alat-alat yang lainnya.

Cuman belum di bukukan?

Belum, belum dibukukan, masih dalam bentuk manuskrip. Kalo yang lain

sudah.

Ust Kamil yang megang mungkin?

Ust Kamil? Iya sama Kamil lengkap dah sama Kamil, beres sama dia mah.

Pertanyaan terakhir mungkin. Pribadi Abuya pada diri Muallim?

Owwhhhh kalo pribadi Abuya ini

1. Yang saya temukan beliau adalah seorang yang sangat tekun. Kalo ia ingin

sesuatu, kalo belum dapat, dia ga mundur. Apapun caranya, kapan pun

berhasilnya, sebelum dia dapat, dia kejar. Itu yang jadi pelajaran penting buat kita.

2. Dan Abuya itu ga pernah putus asa, ga pernah ngeluh. Dalam

menginginkan sesuatu ga pernah putus asa, dan sabar. Ga terburu-buru

maksudnya. Alon-alon asal kelakon kalo bahasa Abuya. Tekun orangnya.

3. Dan Abuya itu istiqomah. Itu yang susah dimiliki. Orang kadang ilmunya

ada, kadang-kadang orang ada ilmu, tapi mengamalkannya tidak seperti yang

diketahuinya. Kalo Abuya hampir apa yang dia ketahui, itu menjadi amalnya. Dan

60

bukan menjadi amal sekali dua kali, itu menyatu pada jiwanya. Ilmu menyatu

pada jiwanya dan istiqomah. Saya kenal Abuya itu sejak 35 tahun yang lalu. Dan

saat itu saya lihat sosok Abuya yang betul-betul. inilah Ulama menurut saya. Saya

kan masih kecil, ini kiai beneran nih, istiqomahnya, ngajarnya, bangun malamnya,

ga pernah ga tahajjut tiap malam. Dan ga pernah ga dhuha, dhuha terus. Ngaji ga

pernah beliau itu tidak hadir. Mutholaahnya, masyaAllah, pokoknya mah ga ada

orang yang mutholaah kaya Abuya. Di mobil, dimana ada Abuya ada kitab. Di

mobil, di kantor, di rumah, di masjid, dimana Abuya duduk, disampingnya ada

kitab. Itu hebatnya Abuya. Dan sampai sekarang masih sama. Makanya wajar

dengan istiqomah itu, khoirun min alfi karomah. melebihi orang yang punya

karomah. Dia ga keluar keramat, misalnya. Tapi dia istiqomah terus dalam agama,

ada seribu orang ahlul karomah 1000 orang, masih lebih tinggi ahlul istiqomah

dari 1000 orang yang ahlul karomah.

Itu yang sepengetahuan yang terlihat. Oleh karena itu Abuya bukan hanya

ilmu lahiriyyah saja yang bisa dikuasai, tapi memang Allah berikan kelebihan

maziyyah-maziyyah batiniyyah, dimana dia walau lama kita tidak bertemu, tapi

Abuya bisa mengetahui apa yang ada pada diri kita selama kita tidak pernah

bertemu. Ente begini ente begini, dibacain tuh. Ini yang jarang orang miliki. Ini

atsar dari istiqomah.

Mungkin itu yah pak kiai, terima kasih banyak, Wassalamualaikum

warohmatullahi wabarokatuh

61

Nama : Ahmad Rifaldi

Umur : 21

Jabatan : Ketua IKAAD periode 2018-2020 sekaligus santri Abuya KH

Abdurrahman Nawi

Lokasi : Tebet

Waktu : 09 April 2019 pukul 19:28

Assalamualikum warohmatullahi wabarokatuh

Disini saya bersama dengan salah satu murid Abuya yang bernama

Ahmad rifaldi, benar yah Ahmad rifaldi?

Iya

Beliau ini sekarang menjabat sebagai ketua IKAAD, yaitu kepanjangan

dari Ikatan Alumni Al Awwabin Depok.

Al Awwabin Depok adalah salah satu Pondok Pesantren yang dipimpin

langsung oleh Abuya KH Abdurrahman Nawi.

Assalamualaikum rifaldi?

Walaikumussalam

Disini saya mempunyai beberapa pertanyaan. Kan antum ketua dari

alumni nih, saya ingin mengetahui kira-kira cetakan-cetakan Abuya itu

berapa persen yang jadi?

Jadi begini dulu yah, jadi mohon maaf nih bang Haidir udah jauh-jauh nyaba

kemari, datang. Sebenarnya saya juga pertama belum layak diwawancara. Namun

karna berhubung apa yang saya tau, ya mungkin bisa saya sampaikan. Karna saya

ini masih masuk golongan alumni muda. Jadi saya menjabat menjadi ketua Ikaad

periode 2018 sampai 2020.

Jadi tadi kalo cetakan-cetakan Al Awwabin itu banyak yah. Awwabin ini

secara struktural, secara formal pesantren, itu sudah mencetak 40 angkatan.

Meskipun kalo kita lihat di data dokumen Abuya, kitab-kitab yang Abuya karang,

salah satunya kitab mutiara romadhon, bisa dilihat di akhirnya, dihalaman

terakhir. Itu tertulis, ditulis di Pondok Pesantren Al-Awwabin tahun 1972. Lalu di

kitab sullamul Ibad karangan Abuya juga, ditulis tahun 1965. Nah kalo kita

kalkulasikan dengan Awwabin secara formal itu sebenernya lebih dari 40

62

angkatan. Ini mungkin formal 40 angkatan mengacu pada batu tertulis di Pondok

Pesantren Al Awwabin Depok yang ditanda tangani oleh mentri agama

Munawwir Sazali, batu tertulis di depan Pondok Pesantren Al Awwabin tuh. Nah

itu berdirinya Pondok Pesantren Al Awwabin cabang 1 sebenarnya di Depok,

yang pusatnya itu di Tebet.

Nah alumni-alumni Abuya itu banyak yang sudah berhasil dalam bidang

apapun. Salah satunya kalo di alumni yang terkenal ada Dr. Kiai Haji Muhammad

Yusuf Hidayat M.A. beliau ini termasuk alumni pertama di Depok. Beliau lulusan

S3 UIN Jakarta bidang syariah dengan lulusan cum laude, fokusnya ke Fiqih. Nah

beliau itu sekarang sudah berhasil, sekarang mempunyai pondok sendiri, namanya

Pondok Pesantren Attibyan yang berada di Depok.

Yang kedua, yang terkenal di alumni juga, Kiai Haji Ubaidillah Hamdan.

Beliau sudah membangun pesantren juga, adanya di Pondok Aren Tangerang,

namanya Darul Musthofa Al Mukhtar

Terus yang ketiga ada juga alumni Kiai Haji Qurtubin Nafis. Beliau juga

berhasil, dan membangun pesantren namanya Pesantren Ibnu Nafis di Depok.

Dari kalangan alumni yang saya tau membangun pesantren itu baru tiga. Kiai

Yusuf Hidayat, Muallim Ubaidillah Hamdan, sama Kiai Haji Qurtubin Nafis. Tapi

banyak juga alumni-alumni lain yang sudah berjalan mengajar di majlis ta‟lim dan

masjid-masjid. Ada juga yang menjadi tenaga pengajar di dunia formal seperti

jadi dosen, kepala sekolah, Dan guru-guru. Salah satunya yang saya sebut adalah

ustadzah Amsariah, M.Ag., beliau sekarang mengajar di Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Jakarta, beliau mengajar di jurusan Bahasa dan Sastra Arab.

Selain itu?

Selain itu, yang mengajar di majlis ta‟lim juga banyak, seperti Ust Zaki

Mubarok. Beliau juga mengajar di majlis ta‟limnya di Tangerang. Lalu yang

mengajar sekolah Ustadzah Leli Marlina.

Kalo misalkan yang berada di wilayah Tebet, maksudnya alumni awal-

awal yang mengaji dengan Abuya?

Nah waktu itu di Tebet sifatnya masih non formal yah, majlis ta‟lim. Nah

yang ngaji itu banyak banget kiai-kiai yang sekarang sudah sukses, mempunyai

banyak murid. Diantaranya ada Kiai Abdul Kholik Muallif, Kiai Haji Luthfi

63

Romli, Kiai Haji Salim Na‟i, Ust Nurmansyah, trus orang tua saya Ust H

Muhammad Isyro‟, lalu Kiai Haji Zaini Sholihin, banyak deh para Ulama yang

sekarang sudah terkenal jadi Ulama yang dulunya mengaji bareng Abuya.

Dikalangan Habaib juga banyak, salah satunya yang kita tau almarhum Habib

Munzir bin Fuad Al Musawwa. Habib Munzir ini kedekatannya dengan Abuya

sangat interen. Sampai-sampai beliau ketika banyak masalah saat berdakwah di

Jakarta dengan majlis Rosulullahnya dikarenakan jamaah-jamaahnya, beliau

mengadu kepada Abuya dan mengganggap Abuya sebagai orang tuanya sendiri.

Sampai sekarang Abuya dengan majlis Rosulullah hubungannya masih berjalan

baik. Walaupun Habib Munzir sudah meninggal, kholifahnya Habib Nabil masih

datang dan silaturrohim ke Abuya.

Apa yang membekas dari belajar dengan Abuya?

Semasa saya nyantri dengan Abuya, selama 6 tahun, Abuya ini termasuk

orang yang tegas dalam mendidik dan membina santri-santrinya. Santri dulu kalo

ada Abuya, sangat takut dengan kharisma Abuya. Abuya itu orang alim dan juga

orang yang bijak, makanya Abuya bisa memiliki majlis-majlis Ta‟lim asuhan

sekitar 12 asuhan di Jakarta dan sekitarnya. Dan Abuya juga dekat dengan

pemerintah, dengan para kiai. Artiya Abuya tidak membeda-bedakan golongan

antara kelas habaib, kelas kiai, kelas pemerintah. Semua bisa bergaul dengan

Abuya.

Ada pesan Abuya yang saya ingat. Kalo kita ga punya duit, jangan kita

mengumbar-umbar ke orang kita ga punya duit. Selalu pakai pakaian rapi aja,

pakai pakaian formal, meskipun kita ga punya duit. Itu pesan Abuya.jadi kita

harus slalu rapih didepan orang, jangan terlalu terlihat payah isyaratnya. Karena

nanti santri-santri itu akan di kader menjadi kiai di kampung-kampungnya. Kalo

kiainya aja berpenampilan jelek, bagaimana dia mengurus umat. Mungkin itu saja

yang bisa saya sampaikan.

Terima kasih untuk saudara rifaldi

Sama-sama bang

Itulah percakapan saya dengan ketua IKAAD periode 2018-2020

Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh.

64

Nama : Ruqoyyah

Umur : 55

Jabatan : Istri Abuya KH Abdurrahman Nawi

Lokasi : Depok

Waktu : 13 April 2019 pukul 10:23

Assalamualaikum Umi

Walaikumussalam warohmatullah

Umi, Abuya mulai berdagang kapan yah?

setau umi sih tahun 50an 60an. Sekitar segitu pokoknya.

Itu dimana mi berdagangnya? Dan apa aja yang Abuya jual?

Abuya itu dagang di daerah Mampang, dagang kain-kain, Buya kan tau

banget kain. Peci, baju-baju koko gitu, kitab, banyak; Itu di Mampang. Sembari

ngaji, ngajinya sama Haji Nashir, banyak sih Buya gurunya.

Setau umi siapa aja?

Gurunya Haji Nashir, Haji Nashir sini nih Tebet sini, Haji Sarbini juga, Habib

Abdurrahman Assegaf, terus Guru Junaidi. Banyak sih, umi ga hafal lengkapnya.

Abuya berdagang sampai kapan mi?

Abuya itu berdagang aktifnya sampai tahun 70an, soalnya tahun 80an kan

udah banyak santri-santrinya, jadi susah kalo megang semuanya, lebih fokus ke

santri.

Okee umi mungkin itu dulu, terima kasih banyak yah mi, maafin ganggu

waktunya, wassalamualaikum.

Owh iya ga papa sama-sama, walaikumussalam warohmatullah.

65

Foto-foto :

Foto Abuya saat ini saat dikunjungi murid-muridnya

Foto Abuya Bersama Sayyid Muhammad Al Maliki Makkah

66

Foto Abuya saat di kunjungi oleh para Habaib

67

Foto Abuya saat besama Habib Hasan Assegaf

Foto Abuya saat berdakwah atau mengajar

68

Foto Abuya bersama Pengurus Pondok dan Kepala Sekolah di Pesantren

Depok

Foto Abuya bersama Habib Umar bin Hafidz Yaman

69

Foto Abuya bersama Habib Ali bin Abdurrahman Assegaf

Foto Abuya KH Abdurrahman Nawi bersama Abuya KH Muhtadi bin Abuya KH

Dimyati Banten

70

Sertifikat keanggotaan PUAADII

71

Kitab-kitab :

72