penyusunan tes diagnostik fisika sma kelas x di …...penyusunan tes diagnostik fisika sma kelas x...

86
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Skripsi Skripsi Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012

Upload: truongthuy

Post on 09-Mar-2019

267 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2

SUKOHARJO

Skripsi

Skripsi

Oleh :

Anggraeni Dwi Susilowati

K2307016

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 2: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2

SUKOHARJO

Oleh :

Anggraeni Dwi Susilowati

K2307016

Skripsi

Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Guna

Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika Jurusan

Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2012

Page 3: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

Page 5: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Anggraeni Dwi Susilowati. PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA

KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan Dan

Ilmu Pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2011.

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun dan mengembangkan tes

diagnostik dalam pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Atas kelas X semester

genap.

Penelitian ini menggunakan model pengembangan 4 D (four D model) oleh

S. Thagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model pengembangan

4D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) Define (Pendefinisian), (2) Design

(Perancangan),(3) Develop (Pengembangan) dan Disseminate (Penyebaran). Obyek

penelitian ini adalah siswa SMA kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo.

Hasil draft awal sebanyak 20 butir soal tes diagnostik. Validasi teoritik

dilakukan oleh Dosen Pembimbing selaku tim ahli yang memberikan penilaian

tentang materi, konstruksi dan bahasa. Selanjutnya dilakukan validasi empiris

dengan dua kali uji coba.

Uji Coba I dilakukan pada siswa kelompok kecil dengan jumlah responden

42 siswa dan diperoleh hasil sebanyak 4 soal belum dapat dipakai untuk

mengungkap miskonsepsi siswa minimal 10% dari jumlah responden. Untuk rata-

rata persentase derajat pengungkapan konsep terdapat 2 konsep yang belum

memenuhi patokan minimal 50% dapat mengungkap miskonsepsi siswa. Besarnya

reliabilitas tes saat uji coba I adalah 0,29 sehingga termasuk kategori rendah yang

berarti instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsep siswa

masih rendah

Uji Coba II yang dilakukan pada siswa kelompok besar dengan jumlah

responden 78 siswa dan semua soal sudah dapat dipakai untuk mengungkap

miskonsepsi siswa minimal 10% dari jumlah responden. Untuk rata-rata persentase

derajat pengungkapan konsep semuanya telah memenuhi patokan minimal 50%

dari jumlah responden dapat mengungkap miskonsepsi siswa. Besarnya reliabilitas

Page 6: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

tes saat uji coba II adalah 0,69 sehingga termasuk kategori tinggi yang berarti

instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsepsi siswa tinggi.

Hasil penyusunan dan pengembangan tes diagnostik Optik Geometri secara

umum sudah baik dengan melakukan konsultasi ke Dosen Pembimbing selaku ahli

yang memberikan penilaian tentang materi, konstruksi dan bahasa.

Kata Kunci : Tes Diagnostik, Miskonsepsi, Konsep Fisika

Page 7: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

ABSTRACT

Anggraeni Dwi Susilowati. FORMULATION OF PHYSICS DIAGNOSTICS

TEST AT FIRST CLASS OF SENIOR HIGH SCHOOL IN SMA 2

SUKOHARJO. Thesis. Surakarta : Teacher Training and Education Faculty , Sebelas

Maret University, December 2011.

The aim of research to formulate and develop a diagnostic test in learning

Physics at first class of senior high school.

This research uses a model of development 4 D (four D model) by S.

Thagarajan, Dorothy S. Semmel, and Melvyn I, Semmel. 4D development model

consists of four main stages, namely: (1) Define, (2) Design, (3) Development and

(4) Dissemination. Object of this research were high school students in class X

SMA Negeri 2 Sukoharjo.

Results of first draft 20 item diagnostics test. Teoritics validation done by

consulting the Supervisor who are assessment of the material, construction and

language. Then empiris validation with twice try out.

First try out conducted in small groups of students by the number of

respondents and 42 students obtained results have not been as many as four

questions can be used to reveal the misconceptions students at least 10% of total

respondents. For the average percentage degree of disclosure of the concept there

are two concepts that do not meet the benchmark of at least 50% can reveal student

misconceptions. The amount of instrument reliability tests while testing so I was

0.29 including the low category, which means the instrument is the level of

regularity in exposing students still low misconception.

Second try out are performed on large groups of students by the number of

respondents 78 students and all questions can already be used to reveal the

misconceptions students at least 10% of total respondents. For the average

percentage degree of disclosure of the concept it meets the minimum benchmark of

50% can reveal student misconceptions. The amount of instrument reliability tests

while testing II is 0.69, so it is a high category which is means the instrument level

of regularity in exposing students to high misconception.

Page 8: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

Generally, results of formulation and development of diagnostic test

Geometric Optics by consulting the Supervisor as the experts who provide an

assessment of the material, construction and language.

Key Word : Diagnostic Test, Misconception, Consept of Physics

Page 9: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

MOTTO

“Sungguh bahagialah orang yang mensucikan jiwanya dan merugilah orang

yang mengotorinya” (QS. Asy-Syam:9-10)

“Kupikir keberhasilan itu karena keturunan, ternyata karena ketekunan. Kupikir

yang mahal itu uang dan emas, ternyata kepercayaan dan persahabatan. Kupikir

sukses itu hasil kerja keras ternyata hasil kerja cerdas. Kupikir Allah selalu

mengabulkan setiap permintaan, ternyata Allah hanya memberikan yang kita

butuhkan” (083865543xxx)

“Ketika menginginkan sesuatu, suatu saat akan sirna perlahan-lahan karena

tidak mampu diwujudkan. Namun seiring berjalannya waktu akan muncul suatu

kesempatan yang tak terduga, itulah jawaban dari alam sekitar yang ikut

mendoakan. Berkah Allah sangat luas, setelah kesulitan akan selalu ada

kemudahan.” (Penulis).

Page 10: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Ibu (Sunarti), Bapak (Marno), Mbak Ana, Dek

Koko dan seluruh keluarga tercinta.

2. Teman-teman kost “ Hanifah” yang selalu

mendukung.

Page 11: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi

sebagian dari persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penulisan Skripsi ini.

Namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya kesulitan tersebut dapat dapat

teratasi. Oleh karena itu, atas segala bentuk bantuannya, penulis mengucapkan

terima kasih kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberikan ijin penelitian.

2. Bapak Sukarmin, S.Pd, M.Si, Ph.D. Ketua Jurusan P.MIPA Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

menyetujui permohonan penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si. Ketua Program Fisika Jurusan P. MIPA Fakultas

Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4. Bapak Drs.Sutadi waskito, M.Pd, Pembimbing Akademik (PA) yang senantiasa

memberikan semangat.

5. Ibu Dra. Rini Budiharti, M.Pd, Dosen Pembimbing I Program Fisika Jurusan P.

MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

6. Bapak Drs. Supurwoko, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Bapak Drs. Bambang Suryono, Dipl. Ed, Kepala Sekolah SMA Negeri 2

Sukoharjo yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian.

8. Bapak Drs.Sutrisno, guru mata pelajaran Fisika SMA Negeri 2 Sukoharjo yang

telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan

penelitian.

9. Siswa-siswi kelas X di SMA Negeri 2 Sukoharjo 2010/2011. Terima kasih atas

bantuan dan kerjasamanya.

Page 12: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

10. Ibu, Bapak, Mas, Nenek, dan segenap keluarga yang telah memberikan do’a

restu serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

11. Teman-teman Fisika terkhusus angkatan 2007.

12. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

Semoga amal baik semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT.

Dalam skripsi yang telah dikerjakan ini masih jauh dari kesempurnaan

maka sangat diharapkan atas segala kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan penulisan dimasa yang akan datang. Semoga karya ini bermanfaat

bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Surakarta, Desember 2011

Penulis

Page 13: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PENGAJUAN ........................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iv

HALAMAN ABSTRAK ................................................................................ v

HALAMAN ABSTRACT ............................................................................. vi

HALAMAN MOTTO .................................................................................... ix

HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... x

KATA PENGANTAR ................................................................................... xi

DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii

DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xviii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xix

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah.................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah .......................................................................... 3

C. Pembatasan Masalah ......................................................................... 3

D. Perumusan Masalah .......................................................................... 4

E. Tujuan Penelitian .............................................................................. 4

F. Spesifikasi produk yang dikembangkan............................................ 4

G. Manfaat Penelitian ............................................................................ 4

H. Asumsi dan keterbatasan pengembangan.......................................... 5

BAB II. LANDASAN TEORI ....................................................................... 6

A. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 6

1. Hakikat Belajar Konsep .............................................................. 6

a. Hakikat Belajar .................................................................... 6

b. Teori Belajar.......................................................................... 6

c. Belajar Konsep....................................................................... 8

2. Pembelajaran Fisika SMA ......................................................... 15

Page 14: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

a. Pengertian Fisika................................................................... 15

b. Tujuan Pembelajaran Fisika SMA........................................ 16

3. Konsepsi, Prakonsepsi dan Miskonsepsi Fisika

a. Konsepsi ............................................................................... 14

b. Prakonsepsi .......................................................................... 15

c. Miskonsepsi Fisika............................................................... 16

4. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran

a. Model Pengembangan menurut Kemp................................ . 21

b. Model Pengembangan Menurut Dick & Carey................... 23

c. Model Pengembangan 4-D................................................. 26

5. Evaluasi Hasil Pembelajaran

a. Evaluasi ................................................................................ 28

b. Teknik Evaluasi ................................................................... 28

6. Cahaya, Bayangan, Hukum Pemantulan, Cermin Datar ............. 30

a. Cahaya ................................................................................... 30

b. Bayangan ............................................................................... 31

c. Hukum Pemantulan............................................................... 32

d. Cermin Datar......................................................................... 33

B. Kajian Penelitian yang Relevan ........................................................ 35

C. Kerangka Berpikir ............................................................................. 37

D. Pertanyaan Penelitian ........................................................................ 38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 40

A. Model Pengembangan....................................................................... 40

B. Prosedur Pengembangan ................................................................... 40

1. Tahap Pendefinisian .................................................................... 41

2. Tahap Pendesainan ...................................................................... 42

3. Tahap Pengembangan ................................................................. 42

4. Tahap Pendisseminasian ............................................................. 42

C. Uji Coba Produk ............................................................................... 43

1. Desain Uji Coba .......................................................................... 43

Page 15: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

2. Subjek Coba ................................................................................ 44

3. Jenis Data .................................................................................... 44

4. Instrumen Pengumpulan Data ..................................................... 44

5. Teknik Analisa Data .................................................................... 44

a. Teknik Analisa Data ............................................................. 46

b. Analisis Telaah Butir Soal .................................................... 47

BAB IV. HASIL PENELITIAN .................................................................... 48

A. Deskripsi Data .................................................................................. 48

1. Hasil Telaah Ahli....................... ................................................... 50

2. Hasil Uji coba I.............................................................................. 50

a. Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap Soal.. 50

b. Persentase Rata-Rata Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap

Konsep.......................................................................................... 59

3. Hasil Uji Coba II............................................................................ 59

a. Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap Soal.. 59

b. Persentase Rata-Rata Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap

Konsep........................................................................................ 61

B. Kajian Produk Akhir ......................................................................... 66

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ....................................... 68

A. Simpulan ........................................................................................... 68

B. Implikasi ........................................................................................... 68

C. Saran ................................................................................................. 68

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 70

LAMPIRAN ...................................................................................................

Page 16: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep........................... 17

Tabel 3.1 Contoh Tabel Persentase Derajat Kemampuan Siswa Tiap Soal 45

Tabel 3.2 Contoh Tabel Persentase Rata-Rata Kemampuan Siswaa tiap

Konsep ......................................................................................... 46

Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa

per Item Soal ............................................................................... 50

Tabel 4.2 Persentase Rata-Rata tiap Konsep ............................................... 52

Tabel 4.3 Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa

per Item Soal ............................................................................... 60

Tabel 4.4 Persentase Rata-Rata tiap Konsep............................................... 61

Page 17: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 2.1 Diagram Model Pengembangan Sistem Pembelajaran

Menurut Kemp........................................................................ 22

Gambar 2.2 Model Perancangan dan Pengembangan Pengajaran Menurut

Dick & Carey .......................................................................... 24

Gambar 2.3 Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D

Thigarajan ............................................................................... 26

Gambar 2.4 Pemantulan Cahaya ................................................................ 26

Gambar 2.5 Pemantulan Teratur ............................................................... 30

Gambar 2.6 Pemantulan Baur .................................................................... 33

Gambar 2.7 Sifat Bayangan pada Cermin Datar ........................................ 34

Gambar 2.8 Pembentukan Bayangan pada Cermin Datar .......................... 34

Gambar 2.9 Kerangka Berpikir .................................................................. 38

Gambar 3.1 Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika ................... 40

Gambar 3.2 Desain Uji Coba ..................................................................... 43

Gambar 4.1 Diagram Batang Hasil Tes Miskonsepsi ................................ 51

Gambar 4.2 Diagram Persentase Rata-Rata pada tiap Konsep .................. 52

Gambar 4.3 Diagram Batang Hasil Tes Miskonsepsi ................................ 61

Gambar 4.4 Diagram Persentase Rata-Rata pada tiap Konsep .................. 62

Gambar 3.1 Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika ................... 55

Gambar 3.1 Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika ................... 55

Page 18: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri 1 .......................... 71

Lampiran 2 Tes Diagnostik Optik Geometri 1 .......................................... 72

Lampiran 3 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri 2 ........................... 83

Lampiran 4 Tes Diagnostik Optik Geometri 2 .......................................... 85

Lampiran 5 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri 3 ........................... 96

Lampiran 6 Tes Diagnostik Optik Geometri 3 .......................................... 98

Lampiran 7 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri Uji Coba 1 ............ 108

Lampiran 8 Tes Diagnostik Optik Geometri Uji Coba 1 ........................... 110

Lampiran 9 Kisi-kisi Tes Diagnostik Optik Geometri Uji Coba 2 ............ 120

Lampiran 10 Tes Diagnostik Optik Geometri 2 ........................................... 122

Lampiran 11 Lembar Jawab Tes Diagnostik...... ......................................... 134

Lampiran 12 Dokumentasi Pelaksanaan tes Uji Coba...... ........................... 135

Lampiran 13 Lembar Telaah Soal ................................................................ 136

Lampiran 14 Analisis Jawaban Tes Uji Coba 1 ........................................... 137

Lampiran 15 Analisis Jawaban Tes Uji Coba 2........................................... 139

Lampiran 16 Surat - Surat Penelitian ........................................................... 141

Page 19: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang dapat mengkon-

disikan siswa mencapai kemajuan secara maksimal sesuai dengan kemampuan

yang dimilikinya. Seorang guru yang baik akan selalu berusaha menciptakan

pembelajaran yang efektif. Namun pada kenyataannya tidak semua siswa dapat

mencapai kemajuan secara maksimal dalam proses belajarnya. Siswa sering

menghadapi kesulitan atau masalah yang membutuhkan bantuan serta dukungan

dari lingkungan sekitarnya untuk menyelesaikan kesulitan atau masalah tersebut.

Agar dapat membantu siswa secara tepat perlu diketahui terlebih dahulu apakah

kesulitan atau masalah yang dihadapi siswa tersebut, baru kemudian dianalisis dan

dirumuskan pemecahannya.

Mata pelajaran Fisika Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai bagian dari

mata pelajaran Sains di SMA merupakan kelanjutan dari pelajaran Fisika di Sekolah

Menengah Pertama (SMP) yang mempelajari sifat materi, gerak dan fenomena lain

yang ada hubungannya dengan energi. Selain itu juga mempelajari keterkaitan antara

konsep-konsep Fisika dengan kehidupan nyata, pengembangan sikap dan kesadaran

terhadap perkembangan ilmu pengetahuan alam dan teknologi beserta dampaknya.

Tujuan dari mata pelajaran Fisika di SMA yaitu agar siswa mampu menguasai

konsep-konsep Fisika dan saling keterkaitannya serta mampu menggunakan metode

ilmiah yang dilandasi sikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang

dihadapinya sehingga lebih menyadari keagungan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan

demikian, Fisika diharapkan dapat menjadi pendorong yang kuat terhadap tumbuhnya

sikap rasa ingin tahu dan keterbukaan terhadap ide-ide baru serta dapat membantu

siswa dalam memahami arti pentingnya berfikir secara kritis.

Sebagian guru tidak menyadari bahwa kemampuan siswa dalam proses

pembelajaran bervariasi. Hal ini terjadi karena biasanya sistem pembelajaran

secara faktual diberikan secara bersama dalam satu kelas. Guru mengajar siswa

yang dikelompokkan dalam kelas dengan asumsi mereka memiliki kelompok

Page 20: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

umur yang sama, pengetahuan sama, kecepatan menerima materi pembelajaran

sama.

Padahal tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama. Ada siswa

yang cepat menerima dan menguasai materi pembelajaran setelah diberikan

contoh dan latihan soal yang relevan namun ada pula siswa yang tetap mengalami

kesulitan belajar meskipun contoh soal dan latihan soal sudah diberikan. Idealnya,

semua siswa perlu mendapatkan perhatian dari guru dengan intensitas yang sama

sehingga mereka bisa berhasil dalam waktu yang bersamaan.

Semua itu perlu dicari apa penyebabnya dan program apa yang dapat

diberikan agar para siswa dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan

guru. Usaha mencari permasalahan belajar dan menentukan penyembuhnya

merupakan kegiatan guru yang masih berada dalam fungsi kisi-kisi kerja remedial

bagi para siswa. Dengan evaluasi diagnostik, diharapkan para guru dapat

mengidentifikasi beberapa siswa yang memiliki kesulitan yang sama. Mereka

dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil untuk dapat menerima

pengajaran remidi. Jika jumlahnya banyak, mereka diberi pengajaran secara

bersamaan sedangkan jika jumlahnya sedikit, mereka dapat diberi pengajaran

secara individual.

Oleh sebagian siswa, mata pelajaran Fisika masih dianggap sebagai mata

pelajaran yang sulit. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena Fisika adalah mata

pelajaran yang banyak menuntut intelektualitas yang relatif tinggi sehingga sebagian

siswa mengalami kesulitan mempelajarinya.

Sampai saat ini kenyataan di lapangan pendidikan menunjukkan bahwa

masih banyak dijumpai siswa SMA yang mengalami kesulitan dalam memecahkan

persoalan-persoalan Fisika. Kemampuan siswa dalam pemecahan masalah belum

seperti yang diharapkan. Rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa merupakan salah

satu indikasi bahwa siswa tersebut mengalami kesulitan belajar. Mereka memerlukan

bantuan secara tepat dan sedini mungkin agar kesulitan yang mereka hadapi dapat

segera teratasi. Agar bantuan yang diberikan dapat berhasil dan efektif, terlebih

dahulu harus dipahami letak kesulitan yang mereka hadapi.

Page 21: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

Untuk mengantisipasi hal tersebut, evaluasi harus dilakukan secara

sistematis dan kontinu agar dapat menggambarkan kemampuan siswa. Kesalahan

utama yang sering terjadi di antara para guru adalah bahwa evaluasi hanya dilakukan

pada saat-saat tertentu, seperti pada akhir unit, pertengahan, atau akhir suatu program

pengajaran. Akibat yang terjadi adalah minimnya informasi tentang para siswa

sehingga menyebabkan banyaknya perlakuan prediksi guru menjadi bias dalam

menentukan posisi mereka dalam kegiatan kelasnya.

Untuk itu perlu adanya tes diagnostik dalam menganalisis kesulitan yang

dialami siswa, namun guru masih mengalami kebingungan perihal model asesmen

yang baik agar dapat merekam dan menganalisis kesulitan yang dialami oleh siswa.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Penyusunan Tes Diagnostik Fisika SMA Kelas X di SMA

2 Sukoharjo”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut,dapat diidentifikasi

beberapa masalah sebagai berikut:

1. Pelajaran fisika yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa.

2. Perbedaan daya tangkap konsep siswa dengan pembelajaran yang diberikan

oleh guru.

3. Permasalahan fisika yang sulit untuk dipecahkan oleh siswa.

4. Rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa.

5. Kesulitan siswa untuk menguji tingkat kepahamannya tentang suatu konsep

fisika yang telah diajarkan oleh guru.

6. Kesulitan guru dalam merekam kesulitan yang dialami oleh siswanya.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan identifikasi masalah di

atas, maka dalam penelitian ini penulis membatasi dengan ruang lingkup dan

arahan yang jelas. Adapun pembatasan masalah tersebut adalah:

Page 22: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

1. Penelitian ini dilaksanakan untuk mengidentifikasi kesalahan-kesalahan

konsep (miskonsepsi) yang dialami siswa kelas X.

2. Objek penelitian difokuskan pada siswa SMAN 2 Sukoharjo kelas X

3. Pokok Bahasan konsep yang diteliti adalah tentang Perambatan cahaya,

hukum pemantulan cahaya, bayangan, cermin datar

D. Perumusan Masalah

Permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimanakah bentuk tes diagnostik yang dapat diberikan pada siswa agar

memenuhi standar dalam pembelajaran fisika siswa kelas X SMA?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun dan mengembangkan tes

diagnostik yang standar dalam pembelajaran Fisika di Sekolah Menengah Atas

kelas X semester genap.

F. Spesifikasi Produk yang Dikembangkan

Dari penelitian ini diharapkan akan menghasilkan butir soal diagnostik

yang mengungkap miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Bentuk soal yang dipilih

peneliti adalah pilihan ganda beralasan. Tujuan dari bentuk soal pilihan ganda

beralasan adalah untuk mempermudah peneliti dalam mendiagnosis kesalahan

konsep yang terjadi pada siswa.

G. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis.

Soal tes diagnostik yang tersusun diharapkan dapat menambah keragaman tes

yang digunakan dalam proses pembelajaran.

2. Manfaat Praktis

Dengan tersusunnya soal tes diagnostik, diharapkan dapat dipakai sebagai alat

evaluasi untuk mendiagnosis adanya kesalahan konsep yang terjadi pada siswa.

Page 23: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

H. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

Asumsi

Dalam pembelajaran fisika masih terjadi miskonsepsi pada siswa dalam

memahami konsep fisika.

Keterbatasan pengembangan

Penelitian ini hanya mengembangkan tes diagnostik untuk

mengidentifikasi kesalahan-kesalahan konsep pada siswa. Keterbatasan lain

adalah uji coba dilaksanakan dua kali setelah proses pembelajaran materi alat

optik.

Page 24: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Model Pengembangan

Penelitian ini dikategorikan sebagai penelitian pengembangan, perangkat

pembelajaran yang dikembangkan adalah Tes Hasil Belajar (THB) yang berupa

tes diagnostik untuk mengidentifikasi miskonsepsi Fisika pada siswa. Model

pengembangan yang digunakan yaitu model pengembangan 4 D (four D model)

oleh S. Thagarajan, Dorothy S. Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model

pengembangan 4D terdiri atas 4 tahap utama yaitu: (1) Define (Pendefinisian), (2)

Design (Perancangan), (3) Develop (Pengembangan) dan Disseminate

(Penyebaran).

B. Prosedur Pengembangan

Untuk memperoleh soal tes diagnostik yang mampu menidentifikasi

miskonsepsi siswa, maka dilakukan penelitian pengembangan dengan

menggunakan model 4 D, melalui langkah pendefinisian, pendesainan,

pengembangan dan pendessimenasian. Alur desain penelitian ini dapat dilihat

dalam gambar 1 di bawah ini:

Gambar 3.1. Alur Pengembangan Soal Tes Diagnostik Fisika

Pengembangan

Pendesainan

Pendefinisian

Pendisseminasian

Penyusunan kisi-kisi soal

Analisis materi:

Analisis sub konsep

Unsur yang dikembangkan:

1. Bentuk tes pilihan ganda beralasan

2. Isi tes bertujuan untuk mengidentifikasi

miskonsepsi

3. Validasi oleh para ahli

Ujicoba kepada:

1. Ahli pengembangan soal.

2. Guru mata pelajaran

3. Uji coba dengan siswa

a. a

h

l

i

p

- Butir soal

Page 25: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Berikut ini secara lebih terperinci langkah-langkah pengembangan Soal

Tes Diagnostik Fisika agar mampu mengidentifikasi miskonsepsi siwa yang telah

dilakukan.

1. Tahap Pendefinisian

Pada tahap pendefinisian ini peneliti melakukan anlisis materi optik

geometri dan selanjutnya memutuskan untuk mengungkap adanya miskonsepsi

mengenai konsep:

a. Perambatan cahaya

Pada konsep perambatan cahaya ini dibagi menjadi 8 subkonsep yaitu

Cahaya terjadi karena adanya sumber cahaya, Cahaya merupakan suatu bentuk

gelombang elektromagnet, Cahaya merambat lurus jika berada pada medium yang

seragam, Cahaya dipantulkan saat menyentuh dinding penghalang, Kecepatan

cahaya berbanding terbalik dengan indeks bias medium, Kecepatan cahaya tidak

dipengaruhi sumber cahayanya, Cahaya mengalami pembiasan jika kecepatan

cahaya berubah.

b. Hukum Pemantulan

Pada konsep hukum pemantulan dibagi menjadi 2 subkonsep yaitu Sinar

datang, garis normal dan sinar pantul terletak pada sebuah bidang datar, Besar

sudut datang sama dengan sudut pantul

c. Bayangan

Konsep bayangan dibagi menjadi 5 subkonsep yaitu Bayangan terbentuk

ketika berkas cahaya mengenai benda yang tak tembus cahaya, Bayangan umbra

(inti) yaitu bayangan yang benar-benar gelap atau dengan kata lain bayangan yang

tidak mendapat cahaya sama sekali, Bayangan penumbra yaitu bayangan yang

tidak terlalu gelap atau dengan kata lain bayangan yang masih mendapatkan

cahaya, Kejelasan bayangan dipengaruhi ukuran titik pusat sumber cahaya,

Kejelasan bayangan dipengaruhi oleh jarak antara sumber cahaya dan benda.

d. Pemantulan pada Cermin datar

Konsep pemantulan pada cermin datar dibagi menjadi 5 subkonsep yaitu

Bayangan pada cermin datar terbentuk berdasarkan prinsip hukum pemantulan

cahaya, Sifat bayangan pada cermin datar adalah maya, Jarak bayangan ke cermin

Page 26: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

sama dengan jarak benda ke cermin, Tinggi bayangan yang dibentuk cermin datar

sama besar dengan tinggi bendanya, Cermin datar minimal harus mempunyai

tinggi setengah kali tinggi orang untuk melihat ukuran sebagai manusia seutuhnya

2. Tahap Pendesainan

Hasil analisis materi digunakan sebagai acuan untuk menyusun kisi-kisi

soal. Desain kisi-kisi soal yang disusun oleh peneliti berisi tentang konsep,

subkonsep, bentuk soal, nomor soal dan kunci jawaban. Kisi-kisi soal ini

merupakan panduan peneliti dalam mengembangkan tes diagnostik yang akan

digunakan, untuk selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 1.

3. Tahap Pengembangan

Dalam mengembangkan tes diagnostik ini, soal dibuat dalam bentuk

pilihan ganda beralasan dengan tujuan memudahkan peneliti dalam menganalisis

kesalahan-kesalahan konsep (miskonsepsi) Fisika yang dialami oleh siswa. Soal

yang dibuat harus memuat tentang kesalahan-kesalahan konsep fisika yang

dialami oleh siswa. Setelah tes dibuat dikonsultasikan kepada penelaah yang

memiliki keterampilan, yaitu dosen pembimbing sebagai ahli yang melakukan uji

validitas teoritik, isi, kebahasaan dan guru yang mengajarkan materi fisika di

SMA Negeri 2 Sukoharjo. Setelah dikonsultasikan kepada penelaah, soal

diujicobakan kepada siswa kemudian direvisi oleh peneliti dengan panduan ahli

agar menghasilkan soal yang validitas isinya terpenuhi. Hasil penelaahan dari tim

ahli secara lengkap dapat dilihat di lampiran 2.

4. Tahap Pendisseminasian

Pada tahap pendisseminasian ini, akan dilakukan uji coba tes diagnostik

melalui empat langkah yaitu:

a. review soal oleh ahli pengembangan tes

Pembuatan soal tes diagnostik dipantau oleh dosen pembimbing sebagai ahli

pengembangan tes. Para ahli akan menguji validitas isi, teoritik dan kebahasaan.

Para ahli ini dimohon untuk memberikan masukan tentang kelayakan soal tes

diagnostik agar sesuai fungsinya sebagai alat untuk mengidentifikasi miskonsepsi

yang dialami oleh siswa. Dalam uji ahli, untuk memperoleh soal tes diagnostik

Page 27: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

yang memenuhi unsur kriteria yang baik, maka digunakan lembar telaah soal

yang dapat dilihat secara lengkap pada lampiran 3.

b. diuji-cobakan kepada siswa yang pernah mengikuti pelajaran Fisika materi

Cahaya.

Uji coba dilakukan kepada siswa SMA Negeri 2 Sukoharjo sebanyak 2 kali.

Uji coba pertama dengan jumlah siswa kelompok kecil yaitu 42 siswa.

Selanjutnya setelah dilakukan revisi, maka uji coba kelompok yang lebih

besar yaitu 78 siswa.

C. Uji Coba Produk

1. Desain Uji Coba

Untuk mengidentifikasi validitas isi dipergunakan uji coba ahli dan guru

mata pelajaran sedangkan untuk menguji komponen-komponen soal yang

konsisten satu sama lain dipergunakan validitas empiris yang berupa uji coba pada

siswa kelompok kecil dan besar kemudian dicari reliabilitasnya. Desain uji coba

tes diagnostik dapat dilihat pada digram berikut :

Gambar 3.2 Desain Uji Coba

Tes Diagnostik

dianalisis pakar

Siswa kelompok kecil Revisi Uji Coba I

Tes Diagnostik

Siswa kelompok besar

Analisis Kebutuhan

Kebutuhan Siswa Kebutuhan Instrumen

Revisi Uji Coba II

Page 28: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

2. Subjek Coba

Subjek coba dipilih siswa yang telah mendapatkan materi cahaya sehingga

konsep yang ada dalam diri siswa masih hangat dan tertanam di otak. Uji coba

dilakukan pada siswa kelas X SMA Negeri 2 Sukoharjo.

3. Jenis Data

Dari uji coba yang dilakukan akan diperoleh data kuantitatif yang berupa

angka-angka hasil penilaian dari soal yang diujikan untuk dihitung tingkat

realibilitas dari soal diagnostik yang dibuat.

4. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa Instrumen Non-tes yang

terdiri dari :

a) Format Penelaahan Butir Soal

Dalam menganalisis butir soal secara kualitatif, penggunaan format

penelaahan soal akan membantu dan mempermudah prosedur pelaksanaan

penelaahan soal. Format penelaahan ini digunakan sebagai dasar untuk

menganalisis setiap butir soal.

b) Lembar Observasi

Lembar observasi ini berupa catatan-catatan kecil peneliti saat mengawasi

siswa yang sedang mengerjakan tes diagnostik. Catatan ini berisi kekurangan-

kekurangan soal yang ditemukan peneliti berdasarkan keluhan siswa yang

mengerjakan soal.

5. Teknik Analisis Data

a. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

deskriptif. Hasil analisis deskriptif ini diperoleh dari hasil analisis data kuantitatif

dalam bentuk persentase siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep tentang

perambatan cahaya, hukum pemantulan, bayangan dan pemantulan pada cermin

Page 29: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

datar. Batas minimal miskonsepsi yang mampu dideteksi adalah sebesar 10%

untuk tiap item soal.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk analisis deskriptif ini adalah sebagai

berikut :

1. Analisis Hasil Telaah Ahli

2. Analisis Hasil Uji Coba

Jawaban siswa diperiksa dan dikategorikan dalam tabel

Tabel 3.1 Contoh Tabel Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan

Siswa per Item Soal

No Soal

Persentase Derajat Mengungkap

Kemampuan Siswa

Memahami Miskonsepsi

Jumlah % Jumlah %

Adapun pengkategorian jawaban siswa sebagai berikut :

a. Jawaban siswa termasuk kategori memahami bila:

1) Jawaban benar dan alasan benar .

b. Jawaban siswa termasuk kategori miskonsepsi bila:

1) Jawaban salah, penjelasan menunjukkan bahwa konsep yang dipahami

sudah benar.

2) Jawaban benar, namun penjelasan atas jawaban tidak berhubungan dengan

pertanyaan.

3) Jawaban salah dan penjelasan jawaban tidak berhubungan dengan

pertanyaan.

c. Batas agar instrumen soal dapat digunakan dalam tes diagnostik adalah

minimal dapat mengungkap miskonsepsi sebesar 10% dari jumlah

responden. Jika masih belum memenuhi kriteria, maka akan dilakukan Tes

Uji Coba II.

3. Dibuat tabel baru yang terdiri dari jumlah dan persentase kelompok siswa

yang memahami dan miskonsepsi berdasarkan konsep

Page 30: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Tabel 3.2. Contoh Tabel Persentase Derajat Rata-Rata Mengungkap

Kemampuan siswa tiap Konsep

Subkonsep

Persentase Rata-Rata Mengungkap

Kemampuan siswa tiap Konsep Memahami Miskonsepsi

% Rata-Rata % Rata-Rata

Perambatan cahaya

Hukum Pemantulan

Bayangan

Pemantulan pada Cermin datar

Batas agar konsep soal dapat digunakan adalah minimal dapat mengungkap

miskonsepsi sebesar 50%. Jika masih belum memenuhi kriteria, maka akan

dilakukan Tes Uji Coba II. Dari tabel 3 dan 4 kemudian dibuat diagram batang

untuk kemudian analisis.

Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika

tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Maka pengertian realibilitas

adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subyek yang sama atau

seandainya hasilnya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak

berarti.

Untuk mengukur reliabilitas tes dalam penelitian digunakan rumus Kuder

Richardson (KR-20) yaitu

2)(

)1(1

120

SD

pp

k

kKR

Dimana:

KR-20

p

(1-p)

)1( pp

k

(SD)2

:

:

:

:

:

:

Perhitungan reliabilitas tes secara keseluruhan dengan KR-20.

Proporsi subyek yang menjawab item soal dengan benar.

Proporsi subyek yang menjawab item soal dengan salah.

Jumlah hasil perkalian antara p dan q.

Banyaknya item.

Varian.

Kriteria :

0,00 ≤ r11 < 0,20 : reliabilitas sangat rendah

0,20 ≤ r11 < 0,40 : reliabilitas rendah

0,40 ≤ r11 < 0,60 : reliabilitas cukup

Page 31: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

0,60 ≤ r11 < 0,80 : reliabilitas tinggi

0,80 ≤ r11 < 1,00 : reliabilitas sangat tinggi

(Departemen Pendidikan Nasional.2009:16)

b. Analisis Telaah Butir Soal

Penalaahan butir soal ini dilakukan oleh tim ahli. Dalam menganalisis butir

soal secara kualitatif digunakan format penelaahan butir soal yang digunakan

sebagai dasar untuk menganalisis setiap butir soal. Penganalisisan soal ini dinilai

kualitas soal dari segi materi, konstruksi dan bahasa.

Page 32: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teori

1. Hakikat Belajar Konsep

a. Hakikat Belajar

Belajar secara umum diartikan sebagai perubahan pada individu yang

terjadi melalui pengalaman, bukan karena pertumbuhan atau perkembangan

tubuhnya atau karakteristik seseorang sejak lahir. Proses belajar terjadi melalui

banyak cara baik disengaja maupun tidak disengaja, berlangsung sepanjang waktu

dan menuju pada suatu perubahan pada diri pembelajar. Perubahan yang

dimaksud adalah perubahan perilaku tetap berupa pengetahuan, pemahaman,

keterampilan, dan kebiasaan yang baru diperoleh individu. Sedangkan

pengalaman merupakan interaksi antara individu dengan lingkungan sebagai

sumber belajarnya. Jadi belajar di sini diartikan sebagai proses perubahan perilaku

tetap dari belum tahu menjadi tahu, dari tidak paham menjadi paham, dari kurang

terampil menjadi lebih terampil, dan dari kebiasaan lama menjadi kebiasaan baru,

serta bermanfaat bagi lingkungan maupun individu itu sendiri.

Setiap individu pasti mengalami proses belajar. Belajar dapat dilakukan

oleh siapapun, baik anak-anak, remaja, orang dewasa maupun orang tua, dan akan

berlangsung seumur hidup. Belajar merupakan kegiatan pokok yang harus

dilaksanakan dalam pendidikan di sekolah. Tujuan pendidikan akan tercapai

apabila proses belajar dalam sekolah dapat berlangsung dengan baik, yaitu proses

belajar yang melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.

Dalam Dimyati dan Mudjiono (2002: 9), Skinner berpandangan bahwa

belajar merupakan suatu perilaku. Pada saat orang belajar, maka responsnya

menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responsnya menurun.

Sehingga dalam belajar akan ditemukan adanya hal berikut :

1) Kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respon bagi pebelajar

2) Respons si pebelajar

Page 33: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

3) Konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi

pada stimulus yang menguatkan konsukensi tersebut. Sebagai contoh respon

untuk si pebelajar yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, perilaku respon yang

tidak baik diberi teguran dan hukuman.

Menurut Gagne Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil

belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki ketrampilan,

pengetahuan, sikap, dan nilai. Beliau juga mengatakan bahwa belajar terdiri dari

tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar.

Dapat diterangkan sebagai berikut :

1) Belajar merupakan interaksi antara “keadaan internal dan proses kognitif siswa” dengan “stimulus dari lingkungan.”

2) Proses kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil belajar tersebut terdiri dari informasi verbal, ketrampilan intelek, ketrampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 10-11).

Belajar menurut pandangan Piaget merupakan pengetahuan yang

dibentuk oleh individu. Individu melakukan interaksi terus menerus dengan

lingkungan sehingga lingkungan mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi

dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang

Pendapat Rogers praktek pendidikan di sekolah tahun 1960-an

menitikberatkan pada segi pengajaran bukan siswa yang belajar. Praktek tersebut

ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat diambil

kesimpulan bahwa belajar adalah kegiatan individu memperoleh pengetahuan,

perilaku dan ketrampilan dengan cara mengolah bahan belajar. Dalam proses

belajar tersebut individu menggunakan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik

sehingga menjadi baik.

b. Teori Belajar

Ada beberapa macam teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli,

antara lain :

1) Teori Belajar menurut Piaget

Page 34: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

Teori pengetahuan Piaget merupakan teori adaptasi kognitif. Setiap

organisme selalu beradaptasi dengan lingkungannya untuk dapat mempertahankan

dan mengembangkan hidup serta struktur pemikiran manusia. Tantangan,

pengalaman gejala yang baru dan skema pengetahuan yang telah dimiliki

seseorang diharapkan untuk lebih berkembang menjadi pengalaman-pengalaman

baru. Semua pengetahuan adalah suatu konstruksi (bentukan) dari kegiatan atau

tindakan seseorang.

Jadi menurut Piaget setiap pengetahuan merupakan pengetahuan fisis,

matematis-logis, atau sosial. Yang paling penting dari pembentukan pengetahuan

itu adalah tindakan atau kegiatan anak terhadap suatu benda dan interaksi dengan

orang lain.

2) Teori Belajar menurut Posner

Teori belajar menurut Posner merupakan suatu teori perubahan konsep.

Dalam proses belajar ada proses perubahan konsep yang mirip dengan yang ada

dalam filsafat sains tersebut. Tahap pertama perubahan konsep disebut asimilasi

dan tahap kedua disebut akomodasi. Dengan asimilasi siswa menggunakan

konsep-konsep yang telah mereka miliki. Untuk berhadapan dengan fenomena

yang baru. Sedangkan dengan akomodasi siswa mengubah konsepnya yang tidak

cocok lagi dengan fenomena baru yang dihadapi.

Teori perubahan konsep merupakan suatu teori dimana dalam proses

pengetahuan seseorang mengalami perubahan konsep. Pengetahuan seseorang

tidak sekali jadi melainkan merupakan proses perkembangan yang terus menerus..

3) Teori Belajar menurut Ausubel

Menurut Ausubel dalam Ratna Wilis Dahar (1989 : 110-114) ada dua

jenis belajar :

a) Belajar bermakna, (meaningful learning) yaitu proses mengkaitkan

informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur

kognitif seseorang. Peristiwa psikologi tentang belajar bermakna

menyangkut asimilasi informasi barupada pengetahuan yang telah ada

dalam struktur kognotif seseorang.

b) Belajar menghafal (rote learning) yaitu bila dalam struktur kognitif

seseorang tidak terdapat konsep-konsep yang relevan maka informasi

baru dipelajari secara hafalan.

Page 35: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Teori belajar menurut Ausubel sangat dekat dengan inti dari

konstruktivisme. Keduanya sama-sama menekankan pentingnya pelajar

mengasosiasikan pengalaman, fenomena dan fakta. Fakta baru ke dalam sistem

pengertian yang sudah dimiliki. Dan juga menekankan pentingnya asimilasi

pengalaman baru dengan konsep yang sudah dimiliki siswa.

4) Teori Belajar menurut Jonassen

Teori ini dinamakan pula teori skema dimana pengetahuan disimpan

dalam suatu paket informasi, atau skema yang terdiri dari konstruksi mental

gagasan kita. Skema adalah abstraksi mental seseorang yang digunakan untuk

mengerti sesuatu hal, menemukan jalan keluar atau memecahkan persoalan.

Menurut teori skema seseorang belajar dengan mengadakan

restrukturisasi atas skema yang ada, baik dengan menambah maupun dengan

mengganti skema itu. Teori ini mirip dengan teori Piaget yang menggunakan

asimilasi dan akomodasi. Perbedaannya adalah bahwa teori skema tidak

menjelaskan proses pengetahuan tetapi lebih bagaimana pengetahuan manusia itu

tersimpan dan tersusun.

Menurut Subiyanto dalam Trianto (2010:17) unsur terpenting dalam

mengajar ialah merangsang serta mengarahkan siswa belajar. Mengajar pada

hakekatnya tidak lebih dari sekadar menolong para siswa untuk memperoleh

pengetahuan, keterampilan, sikap, serta ide dan apresiasi yang menjurus kepada

perubahan tingkah laku dan pertumbuhan siswa.

Cara mengajar guru yang baik merupakan kunci dan prasyarat bagi siswa

untuk dapat belajar dengan baik. Salah satu tolok ukur bahwa siswa telah belajar

dengan baik ialah jika siswa itu dapat mempelajari apa yang seharusnya dipelajari,

sehingga indikator hasil belajar yang diinginkan dapat dicapai.

Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang

tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan

sebagai produk interkasi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman

hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran hakikatnya adalah usaha

sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interkasi

siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang

Page 36: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

diharapkan. Dari makna ini jelas terlihat bahwa pembelajaran merupakan interaksi

dua arah dari seorang guru dan peserta didik, di mana antara keduanya terjadi

komunikasi (transfer) yang intens dan terarah menuju pada suatu target yang telah

ditetapkan sebelumnya. (Trianto (2010:17)

c. Belajar Konsep

Belajar konsep merupakan hasil utama pendidikan. Konsep-konsep

merupakan batu-batu pembangun dalam berpikir. Konsep-konsep juga merupakan

dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip-

prinsip dan generalisasi-generalisasi. Untuk memecahkan suatu masalah, seorang

siswa harus mengetahui aturan-aturan yang didasrkan pada konsep yang

diperolehnya.

Dasar dari belajar konsep seperti halnya bentuk belajar yang lain adalah

asosiasi stimulus dan respon. Menurut Paul Suparno (2005:3) "biasanya konsep

awal itu kurang lengkap atau kurang sempurna, maka perlu dikembangkan atau

dibenahi dalam pelajaran formal. Disinilah pentingnya pendidikan formal".

Piaget menyatakan dalam pembelajaran konsep seorang anak tidak

terlepas pada proses akomodasi dan asimilasi. Proses akomodasi yang digunakan

anak-anak untuk memperbaiki skema mereka mirip yang digunakan oleh para

ilmuwan untuk memperbaiki skema teknis mereka, kita terkadang mendapati

bahwa pandangan kita mengenai dunia terbukti keliru. Sedangkan proses

asimilasi merupakan kebalikan dari proses akomodasi yaitu dimana seorang guru

dihadapkan pada fakta bahwa skemata seorang anak bersifat stabil. Menurut

Paulou dalam Ratna Wilis Dahar (1989:86) bahwa perbedaan utama belajar

konsep dengan belajar yang lain adalah dalam belajar konsep anak yang belajar

memberikan suatu respon terhadap sejumlah stimulus.

Dalam dunia pendidikan ada tiga ranah tujuan pendidikan yang sangat

dikenal, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Menurut teori Gagne, kapabilitas

siswa pada ranah kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan menggunakan

aktivitasnya sendiri. Kemampuan tersebut meliputi penggunaan konsep dan

kaidah dalam memecahkan masalah (Dimyati dan Mudjiono, 2002:12). Dari teori

Page 37: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

kognitif Gagne dikatakan bahwa pengajaran yang baik tidak hanya memberikan

informasi tetapi juga menggerakkan siswa agar menaiki hierarki menuju level

pengetahuan yang semakin tinggi.

Benyamin S. Bloom telah mengembangkan taksonomi untuk domain

kognitif. Kemudian oleh Anderson dan Krathwohl (2001) domain kognitif Bloom

tersebut direvisi dari satu dimensi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi proses

kognitif (cognitive process) dan dimensi pengetahuan (types of knowledge).

(http://repository.upi.edu/operator/upload/s_bio_043607_chapter2.pdf)

Dimensi proses kognitif merupakan hasil revisi dari taksonomi Bloom

ranah kognitif. Anderson mengklasifikasikan proses kognitif menjadi enam

kategori, yaitu:

1) Pertanyaan mengingat (Remember) ialah kemampuan untuk menghafal,

mengingat, atau mengulangi informasi yang pernah diberikan.

2) Pertanyaan Memahami (Comprehention) ialah kemampuan untuk me-

nafsirkan, meringkas, dan menjelaskan dengan menggunakan bahasa sendiri.

3) Menerapkan (Application) ialah kemampuan untuk menjalankan dan meng-

implementasikan suatu informasi, teori, dan prosedur (widodo, 2006).

4) Menganalisis (Analyze) ialah kemampuan menguraikan suatu permasalahan ke

unsur-unsurnya dan menentukan hubungan antar unsur-unsur tersebut

5) Mengevaluasi (Evaluate) ialah kemampuan untuk memeriksa dan mengkritik

berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan

6) Membuat (create) ialah kemampuan untuk membuat, me-rencanakan, dan

memproduksi.

Sedangkan dimensi pengetahuan diklasifikasi menjadi empat kategori,

yaitu:

1) Pengetahuan Faktual (Factual Knowledge) ialah pengetahuan tentang

terminologi dan pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur

2) Pengetahuan Konseptual (Conceptual Knowledge) ialah pengetahuan tentang

klasifikasi dan kategorisasi, pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi serta

pengetahuan tentang teori, model, dan struktur.

Page 38: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

3) Pengetahuan Prosedural (Procedural Knowledge) ialah pengetahuan tentang

prosedural, teknik, dan metode yang berhubungan dengan bidang tertentu.

4) Pengetahuan metakognitif (Metacognitive Knowledge) ialah pengetahuan

strategik, pengetahuan tugas kognitif dan pengetahuan tentang diri sendiri.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar konsep bukanlah

menghafal konsep tetapi memperhatikan konsep-konsep awal (pengetahuan awal)

yang dihubungkan dengan konsep baru atau konsep-konsep lain melalui proses

akomodasi dan asimilasi sehingga diperoleh konsep akhir yang diharapkan.

Dengan demikian konsep baru yang masuk dalam struktur kognitif tidak berdiri

sendiri melainkan satu kesatuan dan memiliki arti atau bermakna.

2. Pembelajaran Fisika SMA

a. Pengertian Fisika

Ilmu fisika merupakan salah satu cabang dalam Ilmu Pengetahuan Alam

(IPA). IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan

menggunakan metode-metode yang didasarkan pada observasi dan tersusun secara

sistematik yang didalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala

alam. Fisika adalah ilmu yang lahir berdasarkan fakta, hasil-hasil pemikiran

maupun eksperimen yang dilakukan para ahli.

Menurut Brockhous dalam Hebert Druxes (1986 : 3) mengemukakan

bahwa fisika adalah pelajaran tentang kejadian alam, yang memungkinkan

penelitian dengan pengukuran dan percobaan, pengujian secara matematis dan

berdasarkan peraturan umum. Sedangkan menurut Gerthsen dalam Hebert Druxes

(1986 : 3) bahwa fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala alam

sesederhana mungkin dan berusaha menemukan antar kenyataan-kenyataan,

persyaratan utama untuk pemecahan persoalan adalah dengan mengamati gejala-

gejala tersebut.

Jadi dapat disimpulkan bahwa fisika adalah salah satu cabang dari ilmu

pengetahuan alam yang berusaha menguraikan dan menjelaskan gejala-gejala

alam serta interaksinya dan menerangkan bagaimana gejala tersebut diukur

Page 39: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

melalui pengalaman dan penyelidikan, prediksi dan proses yang dapat dipelajari

dengan teori.

b. Tujuan Pembelajaran Fisika SMA

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 Tahun 2006

dalam Paul Suparno (2009:76) menyatakan bahwa mata pelajaran fisika di

SMA/MTs bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan dalam hal: (1)

membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan

keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa; (2)

memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat

bekerjasama dengan orang lain; (3) mengembangkan pengalaman untuk dapat

merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan,

merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan

menafsirkan data, serta mengkomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan

tertulis; (4) mengembangkan kemampuan bernalar dalam berpikir analisis induktif

dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip fisika untuk menjelaskan

berbagai peristiwa alam dan menyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun

kuantitatif; dan (5) menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai

keterampilan mengembangkan pengetahuan, dan sikap percaya diri sebagai bekal

untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Karena tujuan pendidikan fisika untuk mengembangkan kemampuan

melakukan kerja ilmiah, penalaran, dan penguasaan konsep, prinsip, dan

ketrampilan maka dalam pembelajaran guru fisika menggunakan model

pembelajaran dan pendekatan yang dapat membantu pencapaian kemampuan

tersebut di atas. Model pembelajaran yang hanya menekankan pada hafalan tidak

cocok untuk mencapai tujuan tersebut karena tidak memberikan kemampuan

siswa untuk bernalar dan melakukan kerja ilmiah. Pendekatan inkuiri dimana

siswa menggunakan metode ilmiah, pendekatan problem solving dimana siswa

dilatih memikirkan persoalan secara rasional, pendekatan konstruktivis di mana

Page 40: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

siswa sendiri aktif mencerna dan merumuskan konsep lebih cocok digunakan

dalam proses pembelajaran fisika sekarang ini.

3. Konsepsi, prakonsepsi, dan miskonsepsi Fisika

a. Konsepsi

Van den Berg (1991 : 10) menyatakan bahwa “Konsepsi adalah tafsiran

perorangan dari suatu konsep ilmu”. Misal, inti konsep dari proses melihat sebuah

benda adalah benda dapat dilihat oleh mata sebab benda tersebut memancarkan

cahaya sendiri atau memantulkan cahaya yang berasal dari sumber cahaya yang

mengenainya kemudian cahaya tersebut sampai ke mata. Akan tetapi banyak

siswa yang memiliki konsepsi berbeda, mereka cenderung berpikir bahwa benda

dapat dilihat oleh mata karena benda tersebut hanya memantulkan cahaya yang

mengenainya sampai ke mata.

Definisi konsep menurut Rooser dalam Ratna Wilis (1989 : 80) adalah

"suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek-objek, kejadian-kejadian,

kegiatan-kegiatan, atau hubungan-hubungan, yang mempunyai atribut-atribut

yang sama".

Setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuk dan tingkatannya. Menurut

Ratna Wilis (1989:88-89), berdasarkan tingkat pencapaiannya konsep dapat di-

bedakan menjadi empat yaitu :

1) Tingkat Konkret. Kita dapat menyimpulkan bahwa seseorang telah

mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila orang itu mengenal suatu

benda yang telah dihadapi sebelumnya. Untuk mencapai konsep tingkat

konkret, siswa harus dapat memperhatikan benda itu, dan dapat

membedakan benda itu dari stimulus-stimulus yang ada di lingkunganya.

2) Tingkat Identitas. Pada tingkat identitas seseorang akan mengenal suatu

objek jika (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai

orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu

ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu

bola dengan cara menyentuh bagian dari bola itu bukan dengan

melihatnya.

3) Tingkat Klasifikatori. Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal

persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Operasi

mental yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikatori

ialah mengadakan generalisasi bahwa dua contoh atau lebih sampai batas-

Page 41: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

batas tertentu itu ekuivalen, mengklasifikasikan contoh-contoh dan

noncontoh-noncontoh dari konsep, sekalipun contoh-contoh dan non

conto-non contoh itu mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip.

4) Tingkat Formal. Untuk pencapaian konsep pada tingkat formal, siswa

harus dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep. Siswa

telah mencapai tingkat formal bila siswa dapat memberi nama konsep itu,

mendefinisikan konsep dalam atribut-atribut yang membatasi, dan

mengevaluasi atau memberikan secara verbal contoh-contoh dan non

contoh dari konsep.

Dari pengertian konsep dan Fisika, dapat disimpulkan bahwa konsep

Fisika adalah ide abstrak yang digunakan untuk memahami dan mempelajari

tentang teori yang menerangkan gejala-gejala alam sederhana dan hubungan

antara kenyataan-kenyataannya.

Dalam belajar fisika, kemampuan pemahaman konsep merupakan syarat

mutlak untuk mencapai keberhasilan belajar fisika. Hanya dengan penguasaan

konsep fisika seluruh permasalahan fisika dapat dipecahkan. Hal ini menunjukkan

bahwa pelajaran fisika bukanlah pelajaran hafalan tetapi lebih menuntut

pemahaman konsep bahkan aplikasi konsep tersebut.

b. Prakonsepsi

Van den Berg (1991: 10) menyatakan bahwa “Prakonsepsi adalah

konsepsi yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah

mendapatkan pelajaran formal”.

Siswa memasuki kelas untuk belajar Fisika, siswa telah memiliki

pengetahuan tertentu tentang fisika yang disebut prakonsep. Sebagai contoh siswa

telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan

dengan konsep optik geometri oleh karena itu siswa sudah banyak

mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan.

Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan

tidak dipehatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep siswa akan

mempengaruhi proses belajar mengajar.

Filsafat konstruktivisme secara singkat menyatakan bahwa pengetahuan

itu dibentuk (dikonstruksi) oleh siswa sendiri dalam kontak dengan lingkungan,

tantangan, dan bahan yang dipelajari. Oleh karena siswa sendiri yang

mengkontruksi, dapat saja terjadi siswa telah melakukan konstruksi itu sejak awal

Page 42: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

sebelum mereka mendapatkan pelajaran formal tentang bahan tertentu. Mereka

mengonstruksi sendiri hal itu karena pengalaman hidup mereka. Inilah yang

disebut prakonsepsi atau konsep awal siswa (Paul Suparno: 30-31).

Pengetahuan awal di atas sering kali tidak cocok dengan pengetahuan yang

diterima oleh para pakar, dan menjadi suatu miskonsepsi. Sebagai contoh siswa

telah memiliki banyak pengalaman dengan peristiwa-peristiwa yang berkaitan

dengan konsep dinamika partikel, oleh karena itu siswa sudah banyak

mengembangkan konsepsi yang belum tentu sama dengan konsepsi fisikawan.

Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan

tidak dipehatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsep yang dimiliki

siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar siswa pada tahap selanjutnya.

c. Miskonsepsi Fisika

1) Miskonsepsi dan sebab-sebabnya

“Biasanya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa dalam pemahaman

antar konsep”(van den Berg, 1991: 10). Kesalahan pemahaman konsep

(miskonsepsi) terjadi bila dalam otak siswa salah satu atau lebih dari hubungan

tersebut sering salah dan menyebabkan respon yang salah terhadap soal-soal yang

menyangkut hubungan tersebut. Berdasarkan dua pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa kesalahan pemahaman (miskonsepsi) merupakan kesalahan

dalam menghubungkan suatu konsep dengan konsep-konsep lain, antara konsep

yang diberikan oleh guru dengan konsep yang telah dimiliki oleh seseorang,

sehingga terbentuk konsep yang salah.

Para peneliti miskonsepsi menemukan berbagai hal yang menjadi

penyebab miskonsepsi pada siswa dan mengelompokkannya menjadi lima

kelompok, yaitu : siswa, guru, buku teks, dan metode mengajar. Penyebab yang

berasal dari siswa antara lain prakonsepsi awal, kemampuan tahap perkembangan,

minat, cara berpikir, dan teman lain. Penyebab dari guru dapat berupa

ketidakmampuan guru, kurangnya penguasaan bahan, cara mengajar yang tidak

tepat atau sikap guru dalam berelasi dengan siswa yang kurang baik. Penyebab

miskonsepsi dari buku teks biasanya disebabkan karena terdapat penjelasan atau

uraian yang salah dalam buku tersebut. ((Paul Suparno, 2005:29)

Page 43: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Abraham dan kawan-kawan (1994) membagi derajat pemahaman konsep

menjadi tiga kelompok, yaitu derajat tidak memahami, derajat miskonsepsi, dan

derajat memahami konsep. Pengelompokkan ini didasarkan pada

pengelompokkan derajat pemahaman yang dilakukan oleh Marek (1986) dan

dikutip oleh Abraham (1994) seperti terlihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep

No. Kategori Derajat Pemahaman Kriteria

1. Tidak

memahami

2. Miskonsepsi

3. Memahami

- tidak ada respon

- tidak memahami

- Miskonsepsi

- Memahami sebagian dengan

miskonsepsi

- memahami sebagian

- memahami konsep

a. tidak ada jawaban / kosong

b. menjawab “saya tidak

tahu”

c. mengulang pertanyaan

d. menjawab tetapi tidak

berhubungan dengan

pertanyaan dan tidak jelas

a. menjawab dengan

penjelasan tidak logis

b. jawaban menunjukkan

adanya konsep yang dikuasai

tetapi ada pertanyaan dalam

jawaban yang menunjukkan

miskonsepsi

a. jawaban menunjukkan

hanya sebagian konsep

dikuasai tanpa ada

miskonsepsi

b. jawaban menunjukkan

konsep dipahami dengan

semua penejalasan benar

Miskonsepsi banyak terjadi dalam bidang fisika. Wandersee, Mintzes, dan

Novak (1994), dalam artikelnya mengenai Research on Alternative Conceptions

in Science, menjelaskan bahwa konsep alternative atau miskonsepsi terjadi dalam

semua bidang Fisika. Dari 700 studi mengenai miskonsepsi bidang Fisika, ada 300

yang meneliti tentang miskonsepsi dalam mekanika; 159 tentang listrik; 70

tentang panas, optika, dan sifat-sifat materi; 35 tentang bumi dan antariksa; serta

10 studi mengenai fisika modern. Cukup jelas bahwa bidang mekanika berada di

urutan teratas dari bidang-bidang fisika yang mengalami miskonsepsi (Paul

Suparno, 2005:11)

Page 44: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Drs. Antonius Darjito dan euwe van

den berg yang mencari miskonsepsi siswa mengenai arus dan tegangan elektrik

diperoleh beberapa miskonsepsi, antara lain semakin jauh dari kutub positif

sumber, semakin kecil arus listrik, jadi sebagian arus diserap dalam lampu dan

resistor (disebut model konsumsi). Miskonsepsi yang lain jika ada komponen

yang ditambah, hanya arus sesudah komponen tersebut yag dipengaruhi, tetapi

besar arus sebelum komponen tetap sama seperti semula. Serta kebanyakan siswa

memandang sumber tegangan sebagai sumber arus tetap daripada sumber

tegangan tetap. Selanjutnya adalah jika ada lampu dalam rangkaian seri atau

paralel yang dicabut, beda potensial kabel yang masuk tempat lampu yang kosong

dan kabel yang keluar dianggap nol.

Miskonsepsi juga terjadi di bidang Mekanika. Penelitian yang dilakukan

Arons menyebutkan bahwa beberapa siswa salah mengerti akan konsep kecepatan

sesaat dan percepatan sesaat. Mereka memahami istilah sesaat sebagai “suatu

waktu interval” meskipun merupakan interval yang sangat kecil. (Paul Suparno,

2005:12).

2) Beberapa fakta mengenai miskonsepsi dan saran untuk mengatasinya

Berdasarkan definisi miskonsepsi yang telah dijelaskan, terdapat

beberapa fakta mengenai miskonsepsi, yaitu :

a) Miskonsepsi sulit sekali untuk diperbaiki

b) Seringkali siswa mengalami miskonsepsi terus-menerus. Soal-soal yang

sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit

miskonsepsi akan muncul kembali.

c) Sering terjadi regresi, yaitu siswa yang yang sudah mengatasi miskonsepsi

beberapa bulan kemudian salah lagi.

d) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau

dihindari.

e) Siswa, mahasiswa, guru, dosen maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi.

f) Siswa yang pandai dan yang lemah keduanya dapat terkena miskonsepsi. (van

den Berg : 1991 : 17)

Page 45: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

Dalam papernya, Stephan mengajukan langkah agar siswa sadar dengan

miskonsepsi yang dialaminya dan mencari kebenarannya. Langkah tersebut adalah

a) Siswa sadar tentang suatu konsep dengan memikirkan konsep tersebut dan

membuat prediksi sebelum melakukan aktivitas.

b) Siswa membuka wawasannya dengan melakukan sharing, pada awalnya

dalam kelompok kecil dan kemudian di dalam kelas.

c) Siswa menguji keyakinannya dengan tes dan mendiskusikannya pada

kelompok kecil dan kemudian di dalam kelas.

d) Siswa bekerja untuk memecahkan konfliknya dengan membandingkan idenya

dengan pengamatan dengan demikian akan terbentuk konsep baru.

e) Siswa menyamakan konsep dengan mencoba membuat hubungan antara

konsep yang dipelajari di kelas dan kehidupan sehari-hari.

f) Siswa didorong untuk menjawab pertanyaan tambahan dengan beberapa

pilihan yang berhubungan dengan konsep tersebut.

Identifikasi miskonsepsi salah satunya dapat dilakukan dengan mem-

berikan tes diagnostik pada siswa. Depdiknas (2007:1) menyatakan tes diagnostik

adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa

sehingga hasil tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak

lanjut berupa perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kelemahan yang dimiliki

siswa. Daryanto(2008:13) menyatakan bahwa tes diagnostik bertujuan

mendiagnosis kesulitan belajar siswa untuk mengupayakan perbaikannya.

Eric Mazur (1997: 26) menyatakan kriteria yang seharusnya dimiliki oleh

soal tes konsep adalah "1) focus on a single concept, 2) not be solvable by relying

on equations, 3) have adequate multiple-choice answers, 4) be unambiguously

worded, 5) be neither too easy nor too difficult". Atau dengan kata lain soal test

yang baik memiliki kriteria 1) fokus pada satu konsep, 2) tidak dapat diselesaikan

dengan mengandalkan persamaan matematis, 3) jawaban soal dapat dibuat dalam

bentuk pilihan ganda, 4) kata-katanya tidak ambigu, 5) tidak terlalu mudah dan

tidak terlalu sulit.

Page 46: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Ada beberapa macam tes diagnostik yang digunakan untuk

mengidentifikasi miskonsepsi siswa, diantaranya adalah dengan memberikan soal

tes berbentuk multiple choice dengan reasoning terbuka, beberapa peneliti lain

menggunakan pilihan ganda (multiple choice) dengan alasan yang sudah

ditentukan. Sebagian lagi menggunakan tes esai untuk mendeteksi miskonsepsi.

Adapun kelebihan dan kekurangan dari masing-masing jenis tes diagnostik

tersebut adalah sebagai berikut:

1) Tes multiple choice dengan reasoning terbuka

Tes multiple choice dengan reasoning terbuka adalah soal tes konsep yang

berbentuk pilihan ganda dimana siswa diharuskan untuk menuliskan alasan dari

jawaban yang ia pilih. Tes multiple choice beralasan adalah suatu cara yang

ditempuh antara lain dengan mengontrol suatu item menggunakan suatu item lain

dimana kedua item tersebut mempersoalkan hal yang sama. Dengan cara ini siswa

dianggap benar atau memahami jika pilihan dan alasan yang diberikan siswa juga

benar.

Kelebihan dari bentuk soal seperti ini adalah alasan yang ditulis siswa

bersifat terbuka, artinya siswa bebas menuangkan alasan berdasarkan ide

pikirannya sendiri.

Kelemahan dari bentuk tes ini adalah peneliti susah dalam menganalisis

karena akan diperoleh beranekaragam jawaban alasan dari siswa. Selain itu

peneliti juga harus memikirkan cara bagaimana menyuruh siswa untuk bersedia

menuliskan alasan dari jawaban yang ia pilih. Terutama siswa SMA, mereka

kecenderungan kesulitan menuangkan konsep mereka dalam bentuk kata-kata.

2) Tes multiple choice dengan alasan sudah ditentukan

Tes multiple choise dengan alasan yang sudah ditentukan adalah tes

konsep yang berbentuk pilihan ganda beralasan dimana alasan sudah ditentukan

oleh peneliti. Siswa diharuskan memilih alasan yang sudah tersedia sebagai sebab

dari pilihan jawaban yang ia pilih.

Page 47: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Kelebihan lebih memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang

diperoleh. Sedangkan kelemahannya adalah membatasi pemikiran siswa, alasan

siswa yang tidak tercantum dalam pilihan itu, tidak terungkap.

3) Tes esai tertulis

Bentuk tes esai tertulis ini biasanya menghendaki jawaban berupa

penjelasan. Dari penjelasan itulah dapat diketahui miskonsepsi yang terjadi pada

diri siswa.

Kelebihan tidak ada batasan bagi jawaban siswa. Pada bentuk tes esai

tertulis ini siswa dibebaskan dalam menjawab dan memberikan alasan sesuai

dengan pemikirannya. Perbedaan mendasar dengan bentuk tes pilihan ganda

dengan alasan terbuka adalah pada tipe soal Tes multiple choice dengan reasoning

terbuka siswa masih dibatasi dalam memilih jawaban, sedangkan pada bentuk esai

tertulis selain siswa bebas dalam memberikan alasan siswa juga bebas dalam

memberikan jawaban sesuai pemikirannya.

Kelemahannya sulit dalam menganalisis data dan juga jawaban siswa

berisiko keluar dari kontek penelitian.

4) Bentuk Tes yang Digunakan Dalam Penelitian

Berdasarkan penjabaran yang telah diuraikan di atas, dalam penelitian ini

peneliti menggunakan bentuk tes objektif dengan alasan sudah ditentukan.

Pemilihan bentuk tes tersebut didasarkan pada berbagai pertimbangan peneliti,

diantaranya:

a) Memudahkan peneliti dalam menganalisis data yang diperoleh.

b) Kondisi subyek penelitian. Kondisi subyek yang dimaksud adalah adanya

beberapa sikap dari subyek penelitian yang kurang baik, seperti sikap

malas mengerjakan dan tidak disiplin.

c) Untuk mencegah terjadinya siswa yang abstain dalam menjawab.

4. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Menurut Sudjana dalam Trianto (2010:177), untuk melaksanakan

pengembangan perangkat pengajaran diperlukan model-model pengembangan

Page 48: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

yang sesuai dengan sistem pendidikan. Pengembangan perangkat pembelajaran

adalah serangkaian proses atau kegiatan yang dilakukan untuk menghasilkan suatu

perangkat pembelajaran berdasarkan teori pengembangan yang telah ada.

Dalam pengembangan perangkat perangkat pembelajaran dikenal tiga

macam model pengembangan perangkat, yaitu

a. Model Pengembangan Perangkat menurut Kemp

Menurut Kemp (dalam Trianto, 2010: 179) Pengembangan perangkat

merupakan suatu lingkaran yang kontinum. Tiap-tiap langkah pengembangan

berhubungan langsung dengan aktivitas revisi. Pengembangan perangkat ini

dimulai dari titik manapun sesuai di dalam siklus tersebut. Pengembangan

perangkat model Kemp memberi kesempatan kepada para pengembang untuk

dapat memulai dari komponen manapun. Namun karena kurikulum yang berlaku

secara nasional di Indonesia dan berorientasi pada tujuan, maka seyogyanya

proses pengembangan itu dimulai dari tujuan. Secara umum model pengembangan

model Kemp ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram Model Pengembangan Sistem Pembelajaran Menurut Kemp

Page 49: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Model pengembangan sistem pembelajaran ini memuat pengembangan

perangkat pembelajaran. Terdapat sepuluh unsur rencana perancangan

pembelajaran. Kesepuluh unsur tersebut adalah:

1. Identifikasi masalah pembelajaran, tujuan dari tahapan ini adalah

mengidentifikasi antara tujuan menurut kurikulum yang berlaku dengan fakta

yang terjadi di lapangan baik yang menyangkut model, pendekatan, metode,

teknik maupun strategi yang digunakan guru.

2. Analisis Siswa, analisis ini dilakukan untuk mengetahui tingkah laku awal

dan karateristik siswa yang meliputi ciri, kemampuan dan pengalaan baik

individu maupun kelompok.

3. Analisis Tugas, analisis ini adalah kumpulan prosedur untuk menentukan isi

suatu pengajaran, analisis konsep, analisis pemrosesan informasi, dan analisis

prosedural yang digunakan untuk memudahkan pemahaman dan penguasaan

tentang tugas-tugas belajar dan tujuan pembelajaran yang dituangkan dalam

bentuk Rencana Program Pembelajaran (RPP) dan lembar kegiatan siswa

(LKS)

4. Merumuskan Indikator, Analisis ini berfungsi sebagai (a) alat untuk

mendesain kegiatan pembelajaran, (b) kerangka kerja dalam merencanakan

mengevaluasi hasil belajar siswa, dan (c) panduan siswa dalam belajar.

5. Penyusunan Instrumen Evaluasi, Bertujuan untuk menilai hasil belajar,

kriteria penilaian yang digunakan adalah penilaian acuan patokan, hal ini

dimaksudkan untuk mengukur ketuntasan pencapaian kompetensi dasar yang

telah dirumuskan.

6. Strategi Pembelajaran, Pada tahap ini pemilihan strategi belajar mengajar

yang sesuai dengan tujuan. Kegiatan ini meliputi: pemilihan model,

pendekatan, metode, pemilihan format, yang dipandang mampu memberikan

pengalaman yang berguna untuk mencapai tujuan pembelajaran.

7. Pemilihan media atau sumber belajar, Keberhasilan pembelajaran sangat

tergantung pada penggunaan sumber pembelajaran atau media yang dipilih,

Page 50: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

jika sumber-sumber pembelajaran dipilih dan disiapkan dengan hati-hati,

maka dapat memenuhi tujuan pembelajaran.

8. Merinci pelayanan penunjang yang diperlukan untuk mengembangkan dan

melaksanakan dan melaksanakan semua kegiatan dan untuk memperoleh atau

membuat bahan.

9. Menyiapkan evaluasi hasil belajar dan hasil program.

10. Melakukan kegiatan revisi perangkat pembelajaran, setiap langkah rancangan

pembelajaran selalu dihubungkan dengan revisi. Kegiatan ini dimaksudkan

untuk mengevaluasi dan memperbaiki rancangan yang dibuat.

b. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Menurut Dick & Carey

Perancangan pengajaran menurut sistem pendekatan model Dick &

Cerey, yang dikembangkan oleh Walter Dick & Lou Carey (dalam, Trianto,

2010:186). Model pengembangan ini ada kemiripan dengan model yang

dikembangkan Kemp, tetapi ditambah dengan komponen melaksanakan analisis

pembelajaran, terdapat beberapa komponen yang akan dilewati di dalam proses

pengembangan dan perencanaan tersebut. Urutan perencanaan dan pengembangan

ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Model Perancangan dan Pengembangan Pengajaran Menurut Dick &

Carey.

Page 51: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

Dari model di atas dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Identifikasi Tujuan (Identity Instruyctional Goals). Tahap awal model ini

adalah menentukan apa yang diinginkan agar siswa dapat melakukannya

ketika telah menyelesaikan program pengajaran. Definisi tujuan pengajaran

mengacu pada kurikulum tertentu atau daftar tujuan sebagai hasil need

assesment atau dari pengalaman praktek dengan kesulitan belajar siswa di

dalam kelas.

2. Melakukan Analisis Instruksional (Conducting a goal Analysis). Setelah

mengidentifikasi tujuan pembelajaran, maka akan ditentukan apa tipe belajar

yang dibutuhkan siswa. Tujuan yang dianalisis untuk mengidentifikasi

keterampilan yang lebih khusus lagi yang harus dipelajari. Analisis ini akan

menghasilkan cara atau diagram tentang keterampilan-keterampilan/ konsep

dan menunjukkan keterkaitan antar keterampilan konsep tersebut.

3. Mengidentifikasi Tingkah Laku Awal/ Karakteristik Siswa (Identity Entry

Behaviours, Characteristic). Ketika melakukan analisis terhadap

keterampilan-keterampilan yang perlu dilatihkan dan tahapan prosedur yang

perlu dilewati, juga harus dipertimbangkan keterampilan apa yang telah

dimiliki siswa saat mulai mengikuti pengajaran dan untuk mengidentifikasi

karakteristik khusus siswa yang ada hubungannya dengan rancangan

aktivitas-aktivitas pengajaran.

4. Merumuskan Tujuan Kinerja (Write Performance Objectives) Berdasarkan

analisis instruksional dan pernyataan tentang tingkah laku awal siswa,

selanjutnya akan dirumuskan pernyataan khusus tentang apa yang harus

dilakukan siswa setelah menyelesaikan pembelajaran.

5. Pengembangan Tes Acuan Patokan (developing criterian-referenced test

items). Pengembangan Tes Acuan Patokan didasarkan pada tujuan yang telah

dirumuskan, pengembangan butir assesmen untuk mengukur kemampuan

siswa seperti yang diperkirakan dalam tujuan

6. Pengembangan strategi Pengajaran (develop instructional strategy). Informasi

dari lima tahap sebelumnya dan selanjutnya akan mengidentifikasi yang akan

digunakan untuk mencapai tujuan akhir. Strategi akan meliputi aktivitas

Page 52: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

preinstruksional, penyampaian informasi, praktek dan balikan, testing, yang

dilakukan lewat aktivitas.

7. Pengembangan atau Memilih Pengajaran (develop and select instructional

materials). Tahap ini yang digunakan strategi pengajaran tentang petunjuk

siswa, bahan pelajaran, tes dan panduan guru.

8. Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Formatif (design and conduct

formative evaluation). Evaluasi dilakukan untuk mengumpulkan data yang

akan digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana meningkatkan pengajaran.

9. Menulis Perangkat (design and conduct summative evaluation). Hasil-hasil

pada tahap di atas dijadikan dasar untuk menulis perangkat yang dibutuhkan.

Hasil perangkat selanjutnya divalidasi dan diujicobakan / diimplementasikan

di kelas.

10. Revisi Pengajaran (instructional revitions). Tahap ini mengulangi siklus

pengembangan perangkat pengajaran. Data dari evaluasi sumatif yang telah

dilakukan pada tahap sebelumnya diringkas dan dianalisis serta

diinterpretasikan untuk diidentifikasi kesulitan yang dialami oleh siswa dalam

mencapai tujuan pembelajaran. Begitu pula masukan dari hasil implementasi

dari pakar/validator.

c. Model Pengembangan 4-D

Model pengembangan 4-D (Four D) merupakan model pengembangan

perangkat pembelajaran. Model ini dikembangkan oleh S. Thagarajan, Dorothy S.

Semmel, dan Melvyn I. Semmel. Model pengembangan 4D terdiri atas 4 tahap

utama yaitu: (1) Define (Pendefinisian), (2) Design (Perancangan), (3) Develop

(Pengembangan) dan Disseminate (Penyebaran), atau diadaptasi Model 4-P, yaitu

Pendefinisian, Perancangan, Pengembangan, dan Penyebaran ditunjukkan pada

Gambar 2.3.

Page 53: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Gambar 2.3. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D Thigarajan

(Trianto, 2007 : 65).

Secara garis besar keempat tahap tersebut sebagai berikut

1. Tahap Pendefinisian (define). Tujuan tahap ini adalah menentapkan dan

mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran di awali dengan analisis tujuan

dari batasan materi yang dikembangkan perangkatnya. Tahap ini meliputi 5

langkah pokok, yaitu: (a) Analisis ujung depan, (b) Analisis siswa, (c)

Analisis tugas. (d) Analisis konsep, dan (e) Perumusan tujuan pembelajaran.

2. Tahap Perencanaan (Design ). Tujuan tahap ini adalah menyiapkan prototipe

perangkat pembelajaran. Tahap ini terdiri dari empat langkah yaitu, (a)

Penyusunan tes acuan patokan, merupakan langkah awal yang

menghubungkan antara tahap define dan tahap design. Tes disusun

berdasarkan hasil perumusan Tujuan Pembelajaran Khusus (Kompetensi

Dasar dalam kurikukum KTSP). Tes ini merupakan suatu alat mengukur

terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa setelah kegiatan belajar

mengajar, (b) Pemilihan media yang sesuai tujuan, untuk menyampaikan

materi pelajaran, (c) Pemilihan format. Di dalam pemilihan format ini

Page 54: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

misalnya dapat dilakukan dengan mengkaji format-format perangkat yang

sudah ada dan yang dikembangkan di negara-negara yang lebih maju.

3. Tahap Pengembangan (Develop). Tujuan tahap ini adalah untuk

menghasilkan perangkat pembelajaran yang sudah direvisi berdasarkan

masukan dari pakar. Tahap ini meliputi: (a) validasi perangkat oleh para

pakar diikuti dengan revisi, (b) simulasi yaitu kegiatan mengoperasionalkan

rencana pengajaran, dan (c) uji coba terbatas dengan siswa yang

sesungguhnya. Hasil tahap (b) dan (c) digunakan sebagai dasar revisi.

Langkah berikutnya adalah uji coba lebih lanjut dengan siswa yang sesuai

dengan kelas sesungguhnya.

Tahap penyebaran (Disseminate). Pada tahap ini merupakan tahap

penggunaan perangkat yang telah dikembangkan pada skala yang lebih luas

misalnya di kelas lain, di sekolah lain, oleh guru yang lain. Tujuan lain adalah

untuk menguji efektivitas penggunaan perangkat di dalam KBM.

5. Evaluasi Hasil Pembelajaran

a. Evaluasi

Evaluasi menurut Bloom dalam Daryanto (2008:1) adalah “evaluation, as

we see it, is the systematic collection of evidence to determine whether in fact

certain changes are taking place in the learners as well as to determine the

amount or degree of change in individual students.”

yang artinya : Evaluasi merupakan pengumpulan kenyataan secara sistematis

untuk menetapkan apakah dalam kenyataannya terjadi perubahan dalam diri siswa

dan menetapkan sejauh mana tingkat perubahan dalam pribadi siswa.

Evaluasi menurut Stufflebeam dalam Daryanto (2008:1) adalah

“Evaluation is the process of delineating, obtaining, and providing useful

information for judging decision alternatives.”

yang berarti bahwa evaluasi merupakan sebuah proses yang menggambarkan,

memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk menilai alternatif

keputusan.

Page 55: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

b. Teknik Evaluasi

Secara garis besar, teknik evaluasi yang biasa digunakan dapat

digolongkan menjadi 2 macam yaitu Teknik tes dan teknik non-tes. Berikut ini

akan dibahas lebih lanjut mengenai teknik tes.

Menurut Drs.Amir Daien Indrakusuma dalam Daryanto (2008:1)

mengenai teknik tes :

“Tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk

memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang

seseorang, dengan cara yang boleh dikatakan tepat dan cepat”.

Selanjutnya dalam bukunya Teknik-Teknik Evaluasi, Muchtar Bukhori

mengatakan:

“Tes ialah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau

tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok

murid.”

Jadi tes mempunyai fungsi ganda yaitu untuk mengukur siswa dan untuk

mengukur keberhasilan dalam program pengajaran. Ditinjau dari segi kegunaan

untuk mengukur siswa, maka dibedakan adanya 3 macam tes :

1) Tes Diagnostik

Tes ini bertujuan untuk mendiagnosis kesulitan belajar siswa untuk

mengupayakan perbaikannya. Oleh karena itu, terlebih dahulu harus diketahui

bagian mana dari pengajaran yang memberian kesulitan belajar pada siswa.

Berarti harus terlebih dulu disajikan tes formatif untuk mengetahui ada

tidaknya bagian yang belum dikuasai oleh siswa. Baru setelah itu dibuat butir-

butir soal yang lebih memusatkan pada bagian itu sehingga dapat dipakai untuk

mendeteksi bagian-bagian mana dari pokok bahasan atau subpokok bahasan

yang belum dikuasai.

2) Tes formatif

Tes ini disajikan di tengah program pengajaran untuk memantau kemajuan

belajar siswa demi memberikan umpan balik, baik kepada siswa maupun

kepada guru. Berdasarkan hasil tes itu guru dan siswa dapat mengetahui apa

Page 56: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

yang masih perlu untuk dijelaskan kembali agar materi pelajaran dapat dikuasai

lebih baik.

3) Tes sumatif

Tes ini diberikan pada akhir tahun ajaran atau akhir suatu jenjang pendidikan.,

meskipun maknanya telah diperluas untuk dipakai pada tes akhir caturwulan

atau semester dan bahkan pada tes akhir pokok bahasan.

Menurut Saifuddin Azwar(2002:11), tes prestasi belajar ditempatkan

dalam beberapa fungsi yaitu:

1) Fungsi Penempatan adalah Penggunaan hasil tes prestasi belajar untuk

klasifikasi individu ke dalam bidang atau jurusan yang sesuai dengan

kemampuan yang telah diperlihatkannya pada hasil beajar yang lalu. Contoh

yang paling jelas untuk fungsi ini adalah penggunaan nilai rapor kelas 2

sekolah menengah untuk menentukan jurusan studi di kelas 3.

2) Fungsi Formatif adalah adalah Penggunaan hasil tes prestasi belajar guna

melihat sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam

suatu program pelajaran. Dalam hal ini hasil tes prestasi merupakan umpan

balik (feed back) kemajuan belajar dan karena itu biasanya tes diselenggarakan

di tengah jangka waktu suatu program yang sedang berjalan. Hasil tes formatif

dapat menyebabkan perubahan kebijaksanaan mengajar atau belajar bila perlu.

Contoh tes prestasi yang berfungsi formatif adalah ujian tengah semester di

perguruan tinggi atau tes hasil belajar (THB) di setiap catur wulan atau setiap

semester di sekolah-sekolah tingkat menengah dan dasar.

3) Fungsi diagnostic dilakukan oleh tes prestasi apabila hasil tes yang

bersangkutan digunakan untuk mendiagnosis kesukaran-kesukaran dalam

belajar, mendeteksi kelemahan-kelemahan siswa yang dapat diperbaiki segera

dan semacamnya.

4) Fungsi sumatif adalah penggunaan hasil tes prestasi untuk memperoleh

informasi mengenai penguasaan pelajaran yang telah direncanakan sebelumnya

dalam suatu program pelajaran. Tes sumatif merupakan pegukuran akhir dalam

suatu program dan hasilnya dipakai untuk menentukan apakah siswa

dinyatakan dapat melanjutkan ke jenjang program yang lebih tinggi.

Tes diagnostik juga dapat berfungsi untuk mendiagnosis miskonsepsi

yang dialami oleh siswa setelah pembelajaran sehingga diketahui kesalahan

konsep yang dialami siswa saat pembelajaran. Hal itulah yang akan dibahas dalam

penelitian ini.

Page 57: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

6. Cahaya, Bayangan, Hukum Pemantulan, Cermin Datar

a. Cahaya

Tahun 1873, James Clark Maxwell meramalkan keberadaan gelombang

elektromagnetik dan menghitung laju perambatannya. Perkembangan ini,

bersamaan dengan karya eksperimental dari Heinrich Hertz yang dimulai tahun

1887, menunjukkan secara pasti bahwa cahaya sesungguhnya merupakan

gelombang elektromagnetik.

Akan tetapi sejak tahun 1930 melalui perkembangan elektrodinamika

kuantum, yakni sebuah teori komperehensif yang memasukkan kedua sifat

gelombang dan sifat partikel dari cahaya. Perambatan cahaya paling baik

dijelaskan dengan model gelombang. Pemahaman tentang refleksi dan refraksi

cahaya memerlukan pendekatan partikel.

Dalam pembahasan mengenai lensa, cermin, dan instrumen optis, kita

menggunakan model optik geometri, di mana kita menyatakan cahaya sebagai

sinar-sinar. Sinar-sinar yaitu garis-garis lurus yang dibelokkan pada permukaan

yang merefleksikan cahaya atau merefraksikan cahaya. Berdasarkan sifat cahaya

sebagai partikel, cahaya akan merambat lurus dari suatu tempat ke tempat lain

dalam medium yang sama.

Benda-benda di sekeliling terlihat karena benda-benda tersebut dapat

memancarkan cahaya sendiri atau adanya cahaya yang mengenai benda tersebut,

lalu cahaya tersebut dipantulkan oleh benda. Cahaya pantul tersebut kemudian

diterima oleh mata kita. Dengan demikian, tanpa adanya cahaya yang mengenai

benda, kita tidak akan dapat melihat benda tersebut.

Cahaya timbul karena ada sumber cahaya yang memancarkan cahaya

tersebut. Setiap benda yang dapat memancarkan cahaya sendiri disebut sumber

cahaya. Contoh sumber cahaya adalah : cahaya bintang termasuk matahari, cahaya

lampu dan cahaya lilin. Benda-benda yang tidak dapat memancarkan cahaya

sendiri disebut benda gelap. Contoh benda gelap adalah planet, batu, dan kayu.

Page 58: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

b. Bayangan

Bayangan terbentuk ketika berkas cahaya mengenai benda yang tak

tembus cahaya. yang terjadi? Misalnya ketika Matahari bersinar cerah, tiba-tiba

ada sekumpulan awan yang menghalangi cahayanya. Kamu dapat melihat bahwa

daerah di bawah awan tersebut menjadi teduh. Suasana teduh ini disebabkan

adanya bayangan dari awan. Suatu penghalang, semakin sukar ditembus cahaya

semakin gelap bayangan yang terbentuk. Kamu dapat melihat bayangan badanmu

ketika badanmu terkena sinar. Bayangan badanmu akan tampak hitam karena

badanmu sama sekali tidak dapat ditembus cahaya. Lain halnya jika segumpal

awan tipis menghalangi sinar Matahari. Meskipun terjadi bayangan,bayangan ini

tidak terlalu pekat. Berdasarkan pekat tidaknya suatu bayangan, bayangan dapat

dibedakan menjadi dua jenis.

a. Bayangan umbra, yaitu bayangan yang benar-benar gelap dengan kata lain

bayangan yang tidak mendapat cahaya sama sekali.

b. Bayangan penumbra, yaitu bayangan yang tidak terlalu gelap dengan kata lain

bayangan yang masih mendapatkan cahaya.

c. Hukum Pemantulan

Perhatikan Gambar 2.4

Gambar 2.4 Pemantulan Cahaya

(Giancoli D.C, 1980:522)

1) Bunyi hukum pemantulan cahaya :

a) Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak pada satu bidang datar

b) Sudut datang (i) sama dengan sudut pantul (r)

Apabila seberkas cahaya mengenai suatu benda atau dinding penghalang,

cahaya itu akan dipantulkan. Jika berkas cahaya pantul tersebut mengenai mata

kita, kita akan melihat benda itu. Jadi pemantulan cahaya membantu proses

N

Sinar pantul Sinar datang

i r

Page 59: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

penglihatan. Menurut arah sinar pantulnya, pemantulan dibedakan menjadi dua,

yaitu:

a) Pemantulan Teratur

Apabila seberkas cahaya sejajar mengenai suatu permukaan benda rata,

misalnya permukaan cermin, maka cahaya tersebut akan dipantulkan dengan arah

tertentu secara teratur seperti pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Pemantulan Teratur

(Giancoli D.C, 1980:522)

Pemantulan cahaya ke satu arah saja disebut pemantulan teratur (reguler).

Dalam kehidupan sehari-hari pemantulan teratur terjadi pada pemantulan cahaya

oleh cermin dan permukaan logam yang mengkilat.

b) Pemantulan baur

Apabila seberkas cahaya sejajar mengenai suatu permukaan benda tidak

rata, maka cahaya tersebut akan dipantulkan ke segala arah secara tidak beraturan

seperti pada Gambar 2.6. Pemantulan cahaya seperti itu disebut pemantulan baur (

difuse ). Jadi, pemantulan baur adalah pemantulan cahaya ke segala arah secara

tidak beraturan.

Gambar 2.6 Pemantulan Baur

(Giancoli D.C, 1980:522)

Sinar datang Sinar pantul

Sinar pantul Sinar datang

Page 60: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

d. Cermin Datar

Berdasarkan bentuk permukaannya, ada tiga jenis cermin yaitu cermin

datar, cermin cekung, dan cermin cembung.

2) Pembentukan Bayangan pada Cermin Datar

Cermin yang kita gunakan sehari-hari untuk berhias merupakan salah

satu contoh dari cermin datar. Jika kita berdiri di depan cermin datar, maka kita

dapat melihat bayangan diri kita di dalam cermin. Bayangan kita sama besar,

sama tinggi dan sama jaraknya dengan jarak kita ke cermin seperti pada Gambar

2.7. Beberapa sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin datar, antara lain sebagai

berikut :

a) Bersifat semu (maya), karena bayangan yang terbentuk berada di belakang

cermin dan terbentuk oleh perpanjangan sinar pantul

b) Jarak benda ke cermin (s) sama dengan jarak bayangan ke cermin ( 'ss )

c) Tinggi benda sama dengan tinggi bayangan 'hh

d) Perbesaran bayangan ( M ) sama dengan 1 1''

h

h

s

sM

e) Sisi kiri benda menjadi sisi kanan bayangan, sebaliknya sisi kanan benda

menjadi sisi kiri bayangan

Gambar 2.7 Sifat Bayangan pada Cermin Datar

(Giancoli D.C, 1980:523)

Pembentukan bayangan pada cermin datar terbentuk berdasarkan hukum

pemantulan cahaya seperti Gambar 2.8. Bayangan yang dibentuk pada cermin

datar adalah perpotongan dari sinar maya. Sinar maya merupakan sinar yang

dibentuk seolah-olah perpanjangan dari sinar pantul.

h

'h

s

's

Page 61: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

Gambar 2.8 Pembentukan Bayangan pada Cermin Datar

(Giancoli D.C, 1980:523)

Jika dua buah cermin datar membentuk sudut α satu sama lain, maka

jumlah bayangan yang dibentuk adalah

1360

o

n

dengan : n : banyak bayangan yang terbentuk

α : sudut antara dua cermin datar

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Sebagai bahan perbandingan dan petunjuk agar memperoleh gambaran yang

jelas dalam melakukan penelitian selanjutnya, maka dikemukakan penelitian-

penelitian yang dilakukan oleh:

Darmiyati (2009) dengan judul Pengembangan Model Asesmen Diagnostik

Dalam Upaya Meningkatkan hasil Belajar Matematika di SD Kota Banjarbaru dan

Kabupaten Tanah Laut Kalimantan selatan menyimpulkan bahwa Hasil pemberian

tes diagnostik matematika sebelum diberikan kepada siswa telah diujicobakan

secara terbatas dan memenuhi syarat validitas, di mana jumlah pertanyaan terdiri

dari 45 butir soal. Sebelum diujicobakan tes tersebut dinilai oleh lima orang

panelis. Setelah dihitung, butir yang valid terdapat 40 butir dan reliabilitasnya

0,77. Hasil tes ini menunjukkan bahwa kesulitan terbanyak mulai dari materi yang

diberikan kepada siswa adalah pokok bahasan 1) satuan waktu, panjang, berat dan

masalah sehari-hari, 2) penjumlahan, pengurangan dan hitung campuran, 3) alat

Page 62: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

ukur, 4) perkalian, pembagian dan hitung campuran, 5) perhitungan uang, dan 6)

bilangan cacah. Tes diagnostik yang diberikan soalnya berbentuk uraian, dan

dilaksanakan secara bertahap mengacu pada ranah kognitif meliputi ingatan,

pemahaman, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Sharon Bendall dan Fred Goldberg (1993) yang melaporkan tentang sebuah

penelitian yang dirancang untuk menggambarkan praduga dasar guru secara lisan

dan dalam gambar diagram tentang cahaya, penglihatan, bayangan dan bayangan

cermin datar. Data dikumpulkan melalui wawancara individu dan peralatan yang

simpel (bola lampu, objek, layar dan cermin datar). Selanjutnya diselidiki perihal

gagasan siswa yang timbul dari penafsiran setiap pengalaman tersebut dan dinilai

perubahan konsep yang terjadi dari wawancara yang telah dilakukan.

Dalam penelitian Zeynep Bak Kibar dan Alipasa Ayas (2010) yang

bertujuan untuk mengaplikasikan worksheet tentang perubahan konsep Fisika dan

Kimia dan menilai hasilnya. Metode yang digunakan adalah penelitian berbasis

masalah. Sample terdiri dari 94 murid SMA dari dua kelas di Primary Science

Education Department in Fatih Faculty of Education at Karadeniz Technical

University. Pembelajaran ini diterapkan dalam woeksheet dengan lima fase

perihal perubahan fisika dan kimia dari materi yang dikembangkan kemudian

diberikan pada siswa dalam kelompok. Setelah selesai, worksheet dikumpulkan

dan dianalisis.

Timur Koparan, Cemalettin Y, Davut K, & Bulent G (2010) melakukan

penelitian tentang pengaruh perubahan konsep pada siswa SMA. Metode

penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen. Perlakuan yang diberikan

pada siswa adalah diajar dengan metode traditional dan menggunakan worksheet

dalam kelompok. Selanjutnya diberikan pre test dan pos test pada 46 siswa di dua

sekolah yang berbeda di Trabzon tahun ajaran 2008/2009.

C. Kerangka Berpikir

Sebagian guru tidak menyadari bahwa kemampuan siswa dalam proses

pembelajaran bervariasi. Hal ini terjadi karena biasanya sistem pembelajaran

Page 63: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

secara faktual diberikan secara bersama dalam satu kelas. Guru mengajar siswa

yang dikelompokkan dalam kelas dengan asumsi mereka memiliki kelompok

umur yang sama, pengetahuan sama, kecepatan menerima materi pembelajaran

sama.

Padahal tidak semua siswa memiliki kemampuan yang sama. Ada siswa

yang cepat menerima dan menguasai materi pembelajaran setelah diberikan

contoh dan latihan soal yang relevan namun ada pula siswa yang tetap mengalami

kesulitan belajar meskipun contoh soal dan latihan soal sudah diberikan. Idealnya,

semua siswa perlu mendapatkan perhatian dari guru dengan intensitas yang sama

sehingga mereka bisa berhasil dalam waktu yang bersamaan.

Semua itu perlu dicari apa penyebabnya dan program apa yang dapat

diberikan agar para siswa dapat mencapai tujuan belajar yang telah ditetapkan

guru. Guru harus berusaha mencari permasalahan belajar dan menentukan

penyembuhnya. Dengan evaluasi diagnostik, diharapkan para guru dapat

mengidentifikasi beberapa siswa yang memiliki kesulitan yang sama.

Pengembangan tes diagnostik yang dilakukan setelah proses

pembelajaran mengarah pada tes miskonsepsi yang berfungsi untuk

mengidentifikasi kesalahan-kesalahan konsep siswa. Siswa tidak mengetahui jika

konsep yang dimilikinya salah sehingga guru harus mengembangkan tes

diagnostik untuk mengidentifikasi kesalahan konsep yang dipahami siswa.

Dalam pelajaran fisika, miskonsepsi sering terjadi bukan hanya pada siswa

melainkan juga guru. Sebagai contoh tentang konsep melihat sebuah benda yang

benar adalah sumber cahaya memancarkan cahaya kemudian oleh benda cahaya

tersebut dipantulkan ke mata. Jadi tanpa adanya cahaya, benda tak akan terlihat

oleh mata.

Berdasarkan hal tersebut, maka perlu disusun tes diagnostik yang

bertujuan untuk mengidentifikasi kesalahan konsep yang ada pada siswa. Tes

yang dibuat kemudian diuji validitas isi, teoritik dan kebahasaannya oleh ahli dan

guru mata pelajaran. Untuk validitas empiris dan realibilitas dilakukan pada siswa

pada kelompok kecil pada tes uji coba I untuk selanjutnya dilakukan revisi pada

kelompok besar pada tes uji coba II.

Page 64: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Kerangka penelitian ini dapat ditunjukkan dalam paradigma penelitian

sebagai berikut:

Gambar 2.9 Kerangka Berpikir

D. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, maka diajukan

beberapa pertanyaan penelitian berkaitan dengan pengembangan tes diagnostik

Fisika SMA Kelas X, sebagai berikut:

1. Apakah tes diagnostik yang dikembangkan memenuhi kriteria baik pada

aspek kelayakan isi?

2. Apakah tes diagnostik yang dikembangkan memenuhi kriteria baik pada

aspek kebahasaan?

3. Apakah tes diagnostik yang dikembangkan memenuhi kriteria empirik dan

realiabilitas?

4. Apakah tes diagnostik bentuk soal pilihan ganda beralasan mampu

mengidentifikasi miskonsepsi siswa?

Perbedaan

Kemampuan Siswa

Tes diagnostik

Mengidentifikasi Kesulitan pada Siswa

Setelah Pembelajaran Validasi : Teoritik

Isi

Kebahasaan

(pada ahli dan guru Bidang Studi)

Miskonsepsi

Validasi : empiris

Tahap I

(Pada siswa kelompok kecil)

Validasi : empiris

Tahap II

(Pada siswa kelompok besar) Tes Diagnostik Baku

Page 65: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

Karena bentuk tes yang berbeda dengan biasanya, saat pengambilan data

peneliti harus memandu siswa dalam mengerjakan soal-soal tersebut. Peneliti

membacakan soal pertama dan menjelaskan bahwa dari pernyataan yang terdapat

pada soal terdapat pilihan 1 dan 2. Selanjutnya dari pilihan siswa tadi, peneliti

mengarahkan siswa untuk memilih sebuah alasan yang menurut siswa merupakan

alasan yang tepat dari salah satu opsi a,b,c atau d. Dalam pembuatan soal tes

diagnostik dilakukan revisi berdasarkan telaah soal oleh ahli, Uji Coba I dan Uji

Coba II sehingga menghasilkan tes diagnostik baku. Secara lebih rinci dapat

dilihat penjabarannya sebagai berikut

1. Hasil Telaah Ahli

Tahap pertama dalam pembuatan soal adalah membuat kisi-kisi soal.

Rancangan kisi-kisi soal yang diajukan oleh peneliti terlampir pada lampiran 1.

Sedangkan rancangan soal yang diajukan oleh peneliti kepada ahli terlampir

dalam lampiran 2. Pada saat pertama kali mengajukan rancangan kisi-kisi soal dan

soal tes diagnostik Optik Geometri, peneliti belum mampu menghubungkan antara

subkonsep. Antar sub konsep dalam konsep berdiri sendiri dan tidak menyambung

sehingga oleh ahli, peneliti diminta untuk merapikan ulang sehingga hubungan

antara subkonsep sebagai penjabaran dalam konsep dapat terbaca dengan baik.

Dari 20 rancangan soal yang diajukan oleh peneliti sebanyak 3 soal yang bisa

diterima oleh ahli dengan penyempurnaan kalimat yang digunakan agar mudah

dipahami oleh siswa. Dari telaah pertama ini, ahli menyarankan untuk

menyelesaikan tiap konsep terlebih dahulu.

Pada pengajuan kedua, konsep yang diambil adalah perambatan cahaya

dengan mengajukan 7 buah soal. Rancangan kisi-kisi soal II terdapat di lampiran 3

sedangkan rancangan soal II di lampiran 4. Soal nomor 1 dan 2 dan 6 sudah sesuai

dengan subkonsep dan bisa diterima oleh ahli. Pada soal nomor 3, ahli meminta

untuk mengembangkan soal dengan 2 lubang. Pada soal nomor 4, ahli meminta

peneliti menyempurnakan opsi karena ada konsep yang tidak sesuai. Pada soal

Page 66: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

nomor 5, jawaban kurang tepat karena antara siang dan malam terdapat perbedaan

suhu yang menyebabkan kerapatan medium juga berbeda. Soal nomor 7 masih

perlu penyempurnaan gambar karena bentuk bayangan pensil dengan garis putus-

putus akan sulit dibedakan dengan garis normal. Selain itu juga menambahkan

keterangan udara dan air pada gambar sehingga siswa tidak salah dalam

menfsirkan gambar. Pada opsi c dan d juga belum sesuai sehingga masih perlu

penyempurnaan.

Pengajuan selanjutnya dengan rancangan kisi-kisi terlampir pada lampiran

5. Pada konsep bayangan, masih terdapat revisi dikarenakan belum sesuai dengan

subkonsep yang benar. Peneliti menuliskan bahwa bentuk bayangan dipengaruhi

oleh bentuk sumber cahaya. Konsep ini masih diragukan sehingga harus

diperbaiki lagi. Untuk konsep cermin datar, subkonsep yang dipilih peneliti belum

sesuai kaidah sehingga harus diubah kembali. Soal yang diajukan oleh peneliti

dapat dilihat pada lampiran 6 dengan konsep bayangan dan cermin datar. Dari 11

soal hanya 4 soal yang bisa diterima oleh ahli yaitu nomor 11,12,13 dan 14

sehingga untuk nomor lainnya masih harus menyesuaikan konsep soal dengan

bentuk soal yang telah tersusun.

Pada telaah selanjutnya, muncullah sebuah konsep baru yaitu hukum

pemantulan. Secara lebih jelas untuk kisi-kisi soalnya bisa dilihat pada lampiran 7.

Konsep hukum pemantulan dengan dua soal. Pada soal pertama, ahli telah

menyetujui sedangkan soal kedua sedikit revisi pada kalimat yang digunakan.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 8.

Telaah yang kelima, kumpulan dari kisi-kisi dan soal yang telah disetujui

oleh ahli sebanyak 20 nomor. Ada perbaikan pada kata yang digunakan pada

konsep bayangan. Untuk konsep cermin datar urutan subkonsep yang masih

bercampur aduk dan beberapa kata yang belum sesuai sehingga harus diperbaiki.

Untuk lebih jelasnya kisi-kisi dapat dilihat pada lampiran 9 sedangkan soalnya

dapat dilihat pada lampiran 10. Revisi yang paling banyak terdapat pada konsep

cermin datar. Selanjutnya penyempurnaan soal dan gambar agar siswa lebih jelas

memahami soal.

Page 67: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Tes uji coba I melibatkan sebanyak 42 siswa dari kelas X5 di SMA Negeri

2 Sukoharjo. Dari 20 soal pilihan ganda beralasan diberikan waktu untuk

mengerjakan selama 45 menit. Uji Coba I dilaksanakan pada hari Jum’at tanggal

18 Februari 2011.

2. Hasil Uji Coba I

Soal Uji coba tes I secara jelas bisa dilihat pada lampiran 9 untuk kisi-

kisi soal dan untuk tes uji coba I dapat dilihat pada lampiran 10. Untuk data hasil

uji coba I dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap Soal

Uji coba I dilakukan di SMA Negeri 2 Sukoharjo dengan jumlah sampel

42 siswa. Hasil Perhitungan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa

per Item Soal Optik Geometri dapat dideskripsikan dalam Tabel 4.1

Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa per

Item Soal

No

Soal

Persentase Derajat Mengungkap

Kemampuan Siswa

Memahami Miskonsepsi

Jumlah % Jumlah %

1 41 97,62 1 2,38

2 4 9,52 38 90,48

3 33 78,57 9 21,43

4 0 0 42 100

5 13 30,95 29 69,05

6 39 92,86 3 7,14

7 0 0 42 100

8 41 97,62 1 2,38

9 4 9,52 38 90,48

10 37 88,09 5 11,91

11 0 0 42 100

12 38 90,48 4 9,52

13 36 85,71 6 14,29

14 3 7,14 39 92,86

15 33 78,57 9 21,43

16 27 64,29 15 35,71

17 1 2,38 41 97,62

18 32 76,19 10 23,81

19 3 7,14 39 92,86

20 4 9,52 38 90,48

Page 68: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

Selanjutnya secara grafis dapat dideskripsikan dalam Gambar 4.1 sebagai

berikut

Gambar 4.1 Diagram Batang Hasil Tes Miskonsepsi

Tabel 4.1 dan Gambar 4.1 menunjukkan hasil tes uji coba soal

miskonsepsi untuk tiap nomor soal. Kemampuan miskonsepsi butir soal untuk

mendeteksi miskonsepsi tidak merata. Dalam hal ini ditetapkan bahwa butir soal

yang dapat dipakai minimal dapat mendeteksi miskonsepsi sebesar 10% dari

jumlah siswa. Dari Tabel 4.1 dapat diketahui bahwa untuk item soal nomor 1, 6,8

dan 12 belum bisa dipakai untuk mendeteksi miskonsepsi karena persentase

nilainya kurang dari 10% sehingga harus dilakukan revisi soal.

b. Persentase Rata-rata Mengungkap Kemampuan Siswa tiap konsep

Setelah dilakukan pengolahan data derajat Mengungkap Kemampuan Soal

Miskonsepsi siswa pada tiap item soal, langkah selanjutnya adalah pengolahan

data untuk mengetahui besarnya persentase rata-rata pada tiap kategori konsep.

Dalam hal ini dapat dikelompokkan sebagai berikut : untuk soal nomor 1 sampai 8

dikelompokkan dalam konsep perambatan cahaya, sedangkan soal nomor 9 dan 10

dikelompokkan dalam konsep hukum pemantulan, untuk soal nomor 11 sampai 15

tentang konse bayangan dan untuk soal nomor 16 sampai 20 berkaitan tentang

Page 69: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

konsep pemantulan cahaya pada cermin datar. Secara rinci persentase tiap konsep

dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Persentase Rata-Rata tiap Konsep

Konsep

Rata-Rata Persentase Tiap Konsep

Memahami Miskonsepsi

% Rata-Rata % Rata-Rata

Perambatan cahaya 50,89 49,11

Hukum

Pemantulan 48,81 51,19

Bayangan 52,38 47,62

Cermin datar 31,91 68,09

Selanjutnya secara grafis dapat dideskripsikan dalam Gambar 4.1

Gambar 4.2 Diagram Persentase Rata-Rata pada tiap konsep

Tabel 4.2 dan Gambar 4.2 menunjukkan hasil tes uji coba soal

miskonsepsi untuk tiap konsep. Kemampuan miskonsepsi tiap konsep untuk

mendeteksi miskonsepsi tidak merata. Dalam hal ini ditetapkan bahwa patokan

minimal dapat mendeteksi miskonsepsi sebesar 50% dari jumlah siswa. Dari

Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa untuk konsep perambatan cahaya dan konsep

bayangan belum bisa dipakai untuk mendeteksi miskonsepsi karena persentasenya

kurang dari 50% sehingga harus dilakukan revisi.

Page 70: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Peneliti menjelaskan pencapaian hasil dan revisi soal uji coba I untuk tiap-

tiap nomor soal sebagai berikut:

1. Soal Nomor 1

Soal nomor 1 tidak bisa digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi

siswa karena dari 42 siswa hanya 1 siswa yang mengalami miskonsepsi dengan

persentase 2,38%. Nilai tersebut kurang dari 10% sehingga soal belum bisa dipakai

untuk mendeteksi miskonsepsi siswa. Karena penjabaran soal terlalu panjang

membuat siswa malas untuk membacanya sehingga dipersingkat dengan tujuan

soal yang sama yaitu memperkuat konsep bahwa cahaya terjadi karena adanya

sumber cahaya. Cahaya ini mengenai benda kemudian dipantulkan oleh benda

tersebut ke mata pengamat sehingga benda terlihat. Revisi dari soal nomor 1

adalah pada opsi 1 memiliki pilihan sebab b dan d, sedangkan pilihan 2 memiliki

sebab a dan c.

Miskonsepsi yang akan diidentifikasi adalah anggapan siswa bahwa mata

dapat melihat dalam kegelapan jika terbiasa berada di tempat yang gelap total,

benda yang memiliki warna terang akan memancarkan cahaya sendiri dan benda

yang berwarna putih bersifat menyerap cahaya sehingga nampak saat berada di

tempat yang gelap.

2. Soal Nomor 2

Dari 42 siswa sebanyak 4 siswa terdapat 38 siswa mengalami

miskonsepsi dengan persentase sebesar 90,48%. Nilai tersebut lebih dari 10%

sehingga soal bisa dipakai untuk mendeteksi miskonsepsi siswa namun demikian

masih diperlukan revisi soal pada opsi a yaitu cahaya dipengaruhi oleh medan

listrik dan medan magnet agar opsi a mampu menjadi distraktor untuk pilihan 2.

Soal ini bertujuan untuk menunjukkan konsep bahwa cahaya merupakan

suatu bentuk gelombang elektromagnet. Miskonsepsi yang akan diidentifikasi adalah

cahaya dipengaruhi oleh medan listrik dan medan magnet yang tetap, Cahaya

merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat merambat melalui medium.

3. Soal Nomor 3

Page 71: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Dari 42 siswa terdapat 8 siswa mengalami miskonsepsi dengan

persentase 21,43%. Revisi dari soal nomor 3 terletak pada gambar yang

digunakan, yang semula menggunakan satu buah papan yang berlubang diubah

menjadi dua buah papan yang berlubang. Hal ini dilakukan untuk mengecohkan

siswa perihal konsep cahaya merambat lurus jika berada pada medium yang

seragam. Pada opsi a juga dilakukan revisi yaitu cahaya merambat melalui lubang

kecil karena kalimat ini lebih terfokus jika dibandingkan dengan cahaya merambat

lurus jika berada pada medium yang seragam.

4. Soal Nomor 4

Untuk soal nomor 4 menceritakan tentang pengalaman sehari-hari

dengan harapan siswa mampu menggunakan penalaran untuk menjawab soal

tersebut. Dari 42 siswa tidak ada anak yang menjawab dengan benar berarti semua

siswa mengalami miskonsepsi. Artinya butir soal ini telah mampu

mengidentifikasi miskonsepsi namun dengan melakukan revisi yaitu membuat

soal lebih singkat dan gambar yang digunakan juga diperjelas dengan

menunjukkan letak pintunya sehingga siswa tidak mengalami kesalahpahaman

dalam menafsirkan gambar. Revisi yang dilakukan pada opsi dengan ketentuan

pilihan 1 mempunyai sebab opsi pada pilihan c dan d sedangkan pilihan 2

mempunyai sebab opsi pada pilihan a dan b. Setelah diperiksa ulang ternyata pada

tes uji coba I mempunyai dua jawaban yang benar yaitu cahaya lampu petromax

tidak mampu menembus dinding (b) dan cahaya lampu petromax yang merambat

dipantulkan oleh dinding penghalang (c). Miskonsepsi yang akan diidentifikasi

adalah

5. Soal Nomor 5

Pada soal nomor 5 berkaitan dengan perbedaan cahaya antara siang hari

dan malam hari. Dari 42 siswa pada uji coba I sebanyak 13 siswa menjawab benar

dan 29 siswa mengalami miskonsepsi dengan persentase 69,05%. Miskonsepsi

yang akan diidentifikasi adalah tidak adanya perbedaan kecepatan cahaya antara

siang hari dan malam hari.

Revisi soal nomor 5 tentang perbedaan perambatan kecepatan cahaya

antara siang dan malam hari diganti dengan perbedaan perambatan kecepatan

Page 72: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

cahaya pada air dan etanol karena antara siang dan malam perbedaan yang

disebutkan berlaku relatif tergantung suhu dan juga ada faktor lain yang

mempengaruhi seperti tekanan udara sedangkan untuk air dan etanol perbedaan

kecepatan cahaya jelas tergantung nilai indeks bias. Soal ini bertujuan untuk

menunjukkan bahwa belum tentu dalam medium yang sama kecepatan cahaya

memiliki nilai yang sama sebagai contoh dalam zat cair antara air dan alkohol

indeks biasnya berbeda sehingga kecepatan cahayanya juga berbeda.

6. Soal Nomor 6

Pada soal nomor 6, dari 42 siswa terdapat 3 siswa mengalami

miskonsepsi dengan persentase 7,14%. Butir soal ini dikategorikan belum mampu

mengungkap miskonsepsi siswa karena persentasenya kurang dari 10% sehingga

dilakukan penggantian soal menjadi seperti pada lampiran 14. Soal ini sebagai

pemerkuat konsep bahwa kecepatan cahaya berbanding terbalik dengan indeks

bias medium.

7. Soal Nomor 7

Soal nomor 7 dari 42 siswa semuanya mengalami miskonsepsi sehingga

persentase miskonsepsinya 100%. Miskonsepsi yang dialami adalah kecepatan

perambatan cahaya pada matahari lebih besar daripada lampu senter .

Namun demikian masih perlu dilakukan revisi yaitu pada opsi d yang

semula lampu senter penampangnya lebih kecil dibandingkan dengan sinar

matahari menjadi cahaya lampu senter dan sinar matahari merupakan gelombang

elektromagnetik yang mempunyai arah rambatan sejajar dengan arah getarannya.

Pergantian jawaban ini dengan tujuan agar opsi 1 mempunyai 2 jawaban yang

terkait yaitu a dan b sedangkan opsi 2 juga mempunyai 2 jawaban yang terkait

yaitu c dan d.

8. Soal Nomor 8

Pada soal nomor 8 tes uji coba I dari 42 siswa diperoleh 1 siswa yang

mengalami miskonsepsi dengan persentase 2,38%. Karena persentasenya kurang

dari 10% maka soal ini harus diperbarui karena belum ditetapkan mampu

mengungkap miskonsepsi.

Page 73: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

Revisi soal ini terletak pada kalimat yang digunakan pada opsi. Pada tes

uji coba II kalimat yang digunakan lebih mendetail dengan tujuan menggali

pemahaman siswa perihal pengetahuan yang dimilikinya. Revisi opsi juga

dilakukan sehingga pada pilihan 1 mempunyai opsi sebab a dan b sedangkan pada

pilihan 2 mempunyai opsi sebab c dan d.

9. Soal Nomor 9

Pada soal nomor 9, dari 42 siswa 4 siswa yang menjawab dengan benar

dan 38 siswa mengalami miskonsepsi dengan persentase 90,48% artinya soal ini

sudah mampu mengungkap miskonsepsi. Miskonsepsi yang akan diidentifikasi

adalah pengertian bidang datar pada hukum pemantulan. Revisi soal nomor 9

terletak pada pilihan nomor 2. Pada opsi sebab juga dilakukan revisi agar

miskonsepsi yang dialami siswa lebih tampak perihal pendeskripsian bidang datar

pada hukum pemantulan cahaya.

10. Soal Nomor 10

Soal nomor 10 berkaitan dengan hukum pemantulan cahaya. Dari 42

siswa sebanyak 5 siswa mengalami miskonsepsi dengan persentase 11,91%

artinya soal ini belum cukup mampu mengungkap miskonsepsi. Revisi soal nomor

10 hampir bersifat total karena pada tes uji coba I opsi 1 dan 2 mempunyai

jawaban yang sama-sama benar. Meskipun soal telah berubah tujuannya tetap

sama untuk menunjukkan pemahaman siswa tentang konsep bahwa pada hukum

pemantulan cahaya, besar sudut datang sama dengan sudut pantul.

11. Soal Nomor 11

Pada soal nomor 11, dari 42 siswa tidak ada siswa yang menjawab

dengan benar sehingga persentase miskonsepsi 100%. Namun revisi masih

dilakukan pada gambar yang digunakan yaitu dengan memperkecil ukuran lampu.

Revisi pada opsi juga dilakukan untuk memperjelas perbedaan antar opsi.

12. Soal Nomor 12 dan 13

Pada soal nomor 12 dari 42 siswa sebanyak 4 siswa yang mengalami

miskonsepsi dengan persentase 9,52% sehingga soal belum bisa dipakai untuk

mengungkap miskonsepsi. Sedangkan pada soal nomor 13 siswa dengan

persentase 14,29% artinya soal belum cukup mengungkap miskonsepsi. Antara

Page 74: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

soal nomor 12 dan 13 menggunakan gambar yang sama sehingga mempunyai

pokok permasalahan yang mirip tentang konsep penumbra dan umbra. Siswa-

siswa bisa membedakan antara umbra dan penumbra namun lupa bahwa

penumbra adalah bayangan yang masih terkena cahaya sedangkan umbra adalah

bayangan yang tak terkena cahaya sama sekali. Kedua soal ini bertujuan untuk

membedakan antara umbra dan penumbra. Revisi dilakukan pada opsi yang

digunakan dengan menyisipkan kata kunci yang salah sehingga siswa dituntut

harus benar-benar jeli dalam membaca dan mengerjakan soal.

13. Soal Nomor 14

Pada soal nomor 14, dari 42 siswa terdapat 39 siswa yang mengalami

miskonsepsi dengan persentase 92,86%. Artinya soal ini sudah mampu mengungkap

miskonsepsi. Miskonsepsi yang akan diidentifikasi adalah pada intensitas yang

sama, semakin besar ukuran lampu maka bayangan akan semakin terang. Revisi

dilakukan untuk memperjelas maksud soal dengan memperbaiki dan memperjelas

gambar. Revisi opsi dilakukan sehingga pada opsi 1 mempunyai 2 pilihan yang

terkait yaitu b dan c. Sedangkan opsi 2 pilihan yang terkait adalah a dan d.

14. Soal Nomor 15

Pada soal nomor 15, dari 42 siswa terdapat 9 siswa yang menglami

miskonsepsi dengan persentase 21,43%. Artinya soal ini belum cukup mampu

mengungkap miskonsepsi. Kejelasan bayangan dipengaruhi oleh jarak antara sumber

cahaya dan benda. Semakin jauh jarak bola lampu dan kartu maka cahaya lampu

akan menuju ke satu titik sehingga bayangan juga semakin jelas. Revisi dilakukan

dengan memperbaiki dan memperjelas gambar sehingga siswa tidak salah tafsir

dalam menerjemahkan soal. Revisi opsi juga dilakukan sehingga pada opsi 1

mempunyai 2 pilihan yang terkait yaitu a dan b. Sedangkan opsi 2 pilihan yang

terkait adalah c dan d.

15. Soal Nomor 16

Pada soal nomor 16 berhubungan dengan pembentukan bayangan pada

cermin datar. Sebanyak 15 siswa mengalami miskonsepsi dengan persentase

35,71%. Soal ini bertujuan untuk mengidentifikasi miskonsepai siswa tentang

konsep bayangan pada cermin datar yang terbentuk berdasarkan prinsip hukum

Page 75: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

pemantulan cahaya. Revisi opsi dilakukan agar kalimat yang digunakan lebih jelas

dan mudah dipahami oleh siswa. Pada opsi jawaban yang tepat c lebih dijabarkan

sehingga menguji tingkat kepahaman siswa lebih mendalam.

16. Soal Nomor 17

Pada soal nomor 17 juga berhubungan dengan pembentukan bayangan

pada cermin datar dari 42 siswa pada tes uji coba I yang mengalami miskonsepsi

sebanyak 41 siswa dengan persentase 97,62%. Artinya soal ini sudah mampu

mengungkap miskonsepsi. Revisi opsi dilakukan agar kalimat yang digunakan

lebih jelas dan mudah dipahami oleh siswa. Penekanan soal berada pada konsep

bahwa sifat bayangan pada cermin datar adalah maya.

17. Soal Nomor 18

Pada soal nomor 18 menjelaskan sifat bayangan pada cermin datar. Jarak

bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke cermin, dari 42 siswa sebanyak

10 siswa yang mengalami miskonsepsi dengan persentase 23,81%. Revisi terletak

pada opsi a dan d karena pada opsi tersebut kurang berhubungan dengan soal

sehingga opsi diperbaiki untuk menguji konsep bahwa jarak bayangan ke cermin

sama dengan jarak benda ke cermin. Miskonsepsi yang biasanya terjadi adalah

jarak bayangan ke cermin lebih dekat dibandingkan dengan jarak benda ke

cermin.

18. Soal Nomor 19

Pada soal nomor 19 menjelaskan bahwa tinggi bayangan pada cermin datar

sama dengan tinggi benda, dari 42 siswa sebanyak 39 siswa mengalami

miskonsepsi dengan persentase 92,86%. Revisi dilakukan pada opsi b karena besar

sudut tidak akan mengubah jarak bayangan ke benda. Peneliti memperbaiki opsi

yang kurang sesuai agar soal menjadi lebih baik. Dengan begitu, siswa lebih teruji

perihal pemahamannya tentang konsep bahwa tinggi bayangan yang dibentuk

cermin datar sama besar dengan tinggi bendanya. Miskonsepsi yang biasanya

terjadi pada siswa adalah tinggi bayangan akan lebih kecil dibandingkan dengan

tinggi benda.

19. Soal Nomor 20

Page 76: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

Pada soal nomor 20 dari 42 siswa, sebanyak 38 siswa yang mengalami

miskonsepsi dengan persentase 90,48%. Soal ini bertujuan untuk menguji konsep

bahwa cermin datar minimal harus mempunyai tinggi setengah kali tinggi orang

untuk melihat ukuran sebagai manusia seutuhnya. Miskonsepsi yang akan

diidentifikasi adalah cermin datar minimal mempunyai tinggi sama dengan tinggi

orang untuk melihat ukuran sebagai manusia seutuhnya. Revisi dengan

menambahkan gambar supaya siswa tidak salah menempatkan ukuran tinggi dan

lebar.

Dari seluruh jawaban siswa, diukur reliabilitas tes dalam penelitian

menggunakan rumus Kuder Richardson (KR-20) dimana jika jawaban benar dan

alasan benar mendapat nilai 0 dikategorikan tidak mengalami miskonsepsi

sedangkan untuk pilihan lainnya mendapat nilai 1 dikategorikan siswa mengalami

miskonsepsi. Hasil perhitungan dengan rumus di atas diperoleh besarnya reabilitas

tes saat uji coba I adalah 0,29. Nilai tersebut tergolong dalam 0,20 ≤ r11 < 0,40

sehingga disimpulkan bahwa soal uji coba I mempunyai reliabilitas rendah.

Artinya instrumen dari hasil uji coba I ini tingkat keajegan dalam mengungkap

miskonsep siswa masih rendah. Untuk perhitungan detail menggunakan Excell

dapat dilihat di lampiran 16.

3. Hasil Uji Coba II

Setelah mengadakan revisi soal uji coba I, dilakukan tes Uji Coba II

pada tanggal 24 Maret 2011 dengan jumlah peserta 78 siswa. Kisi- kisi untuk tes

Uji Coba II dapat dilihat pada lampiran 11 sedangkan soalnya dapat dilihat secara

lengkap pada lampiran 12. Secara lebih rinci hasil Uji coba II dipaparkan sebagai

berikut:

a. Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa Tiap Soal

Setelah melakukan uji coba, soal yang dianggap masih kurang kemudian

direvisi untuk dilakukan penelitian selanjutnya. Dari hasil penelitian diperoleh

gambaran yang jelas pada Tabel 4.3

Page 77: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Tabel 4.3 Jumlah dan Persentase Derajat Mengungkap Kemampuan Siswa tiap

Soal

No Soal

Persentase Derajat Mengungkap

Kemampuan Siswa

Memahami Miskonsepsi

Jumlah % Jumlah %

1 64 82,05 14 17,95

2 19 24,36 59 75,64

3 65 83,33 13 16,67

4 63 80,77 15 19,23

5 18 23,08 60 76,92

6 4 5,13 74 94,87

7 10 12,82 68 87,18

8 38 48,72 40 51,28

9 41 52,56 37 47,44

10 0 0 78 100

11 8 10,26 70 89,74

12 11 14,10 67 85,88

13 5 6,41 73 93,59

14 5 6,41 73 93,59

15 13 16,67 65 83,33

16 5 6,41 73 93,59

17 2 2,56 76 97,44

18 22 28,21 56 71,79

19 11 14,10 67 85,90

20 1 1,28 77 98,72

Dari Tabel 4.3 kemudian dibuat diagram batang agar bisa dilihat

perbedaan antara siswa yang memahami dan mengalami miskonsepsi. Dengan

diagram batang akan terlihat jelas gambarannya dalam Gambar 4.3

Gambar 4.3 Diagram Batang Hasil Tes Miskonsepsi

Page 78: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Gambar 4.3 menunjukkan perbandingan hasil tes uji coba soal

miskonsepsi untuk tiap nomor soal secara keseluruhan tiap soal pada tes Uji Coba

II telah mampu mengungkap miskonsepsi siswa karena telah memenuhi ketetapan

minimal 10%.

c. Persentase Rata-rata Mengungkap Kemampuan Siswa tiap konsep

Besarnya persentase rata-rata pada tiap kategori konsep digolongkan

menjadi soal nomor 1 sampai 8 dikelompokkan dalam konsep perambatan

cahaya,nomor 9 dan 10 dikelompokkan dalam konsep hukum pemantulan, untuk

soal nomor 11 sampai 15 tentang bayangan dan soal nomor 16 sampai 20

berkaitan tentang cermin datar. Secara rinci persentase tiap konsep dapat dilihat

pada Tabel 4.4.

Dari Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa miskonsepsi pada konsep dari yang

terbesar berturut-turut adalah cermin datar 89,49, Bayangan 89,23, Hukum

Pemantulan 73,72, dan Perambatan cahaya 54,97. Sama seperti tes uji coba I,

persentase miskonsepsi terbesar pada konsep cermin datar.

Tabel 4.4 Persentase Rata-Rata tiap konsep

Konsep

Rata-Rata Persentase Tiap konsep

Memahami Miskonsepsi

% Rata-Rata % Rata-Rata

Perambatan cahaya 45,03 54,97

Hukum Pemantulan 26,28 73,72

Bayangan 10,77 89,23

Pemantulan pada Cermin datar 10,51 89,49

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Diagram Persentase Rata-Rata pada tiap konsep

Page 79: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Pada tes uji coba yang kedua, melibatkan sebanyak 78 siswa dari beberapa

siswa di beberapa kelas SMA Negeri 2 Sukoharjo yang sudah pernah

mendapatkan materi optik. Dari 20 soal pilihan ganda beralasan diberikan waktu

untuk mengerjakan selama 45 menit. Uji Coba II dilaksanakan pada hari Kamis

tanggal 24 Maret 2011. Peneliti merangkum tiap-tiap nomor soal untuk

pencapaian hasil uji coba II dan semua konsep telah dapat terungkap

miskonsepsinya dengan persentase lebih dari 50%. Peneliti merangkum tiap-tiap

soal nomor soal untuk pencapaian hasil Uji Coba II sebagai berikut:

1. Soal Nomor 1

Pada tes uji coba II dari 78 siswa sebanyak 14 siswa mengalami miskonsepsi.

Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi sebesar 17,95% sehingga butir soal

ini bisa digunakan.

2. Soal Nomor 2

Pada tes uji coba II dari 78 siswa sebanyak 59 siswa mengalami miskonsepsi.

Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar

75,64% sehingga butir soal ini bisa digunakan.

3. Soal Nomor 3

Pada tes uji coba II dari 78 siswa sebanyak 13 siswa mengalami miskonsepsi.

Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar

16,67% sehingga butir soal ini bisa digunakan.

4. Soal Nomor 4

Setelah diadakan revisi, pada tes uji coba II dari 78 siswa 15 siswa

mengalami miskonsepsi. Adanya peningkatan jumlah siswa yang memahami soal

dengan baik dibandingkan dengan tes Uji Coba I. Soal ini mampu

mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 19,23% sehingga

butir soal ini bisa digunakan.

5. Soal Nomor 5

Dari 78 siswa sebanyak 60 siswa mengalami miskonsepsi. Soal ini mampu

mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 76,92% sehingga

butir soal ini bisa digunakan.

6. Soal Nomor 6

Page 80: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Pada tes uji coba II dari 78 siswa sebanyak 74 siswa mengalami miskonsepsi.

Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar

94,87% sehingga butir soal ini bisa digunakan.

7. Soal Nomor 7

Pada tes uji coba II soal masih tetap dengan revisi pada opsinya dari 78 siswa

diperoleh 68 siswa mengalami miskonsepsi. Soal ini mampu mengidentifikasi

miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 87,18% sehingga butir soal ini bisa

digunakan.

8. Soal Nomor 8

Pada tes uji coba dari 78 siswa sebanyak 40 siswa mengalami miskonsepsi.

Revisi soal ini hanya terdapat pada opsiya, adanya penningkatan siswa yang

mengalami miskonsepsi disebabkan karena hubungan opsi yang semakin dekat

sehingga semakin menyulitkan siswa. Soal ini mampu mengidentifikasi

miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 51,28% sehingga butir soal ini bisa

digunakan.

9. Soal Nomor 9

Untuk uji coba II dari 78 siswa sebanyak 37 siswa mengalami miskonsepsi.

Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi dengan baik yaitu sebesar 47,44%

sehingga butir soal ini bisa digunakan.

10. Soal Nomor 10

Tes uji coba II dari 78 siswa tidak ada yang berhasil menjawab dengan benar.

Semuanya mengalami miskonsepsi karena siswa belum memahami bahwa sudut

datang adalah sudut antara sinar datang dan garis normal. Di sini siswa terkecoh

dengan sudut yang diketahui sebesar 600 adalah sudut datang. Soal ini mampu

mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 100% sehingga

butir soal ini bisa digunakan.

11. Soal Nomor 11

Pada tes uji coba II dari 78 siswa sebanyak 70 siswa mengalami miskonsepsi.

Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar

89,74% sehingga butir soal ini bisa digunakan.

Page 81: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

12. Soal Nomor 12 dan 13

Pada uji coba II dari 78 siswa untuk soal nomor 12 sebanyak 67 siswa yang

mengalami miskonsepsi. Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi dengan

sangat baik yaitu sebesar 85,88% sehingga butir soal ini bisa digunakan.

Untuk soal nomor 13 sebanyak 73 siswa mengalami miskonsepsi. Soal nomor

12 dan 13 ini menggunakan gambar yang sama, adanya peningkatan siswa yang

mengalami miskonsepsi dikarenakan revisi pada gambar yang digunakan pada tes

uji coba I gambar benda dan bayangan digambarkan dengan jelas sedangkan pada

tes uji coba II yang tampak hanya gambar benda. Soal ini mampu

mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 93,59% sehingga

butir soal ini bisa digunakan.

13. Soal Nomor 14

Sedangkan pada tes uji coba II sebanyak 73 siswa mengalami miskonsepsi.

Adanya peningkatan yang sangat besar pada jumlah siswa yang mengalami

miskonsepsi ini disebabkan perubahan jawaban yang benar dari bayangan A’B’

terbentuk melalui hukum pemantulan cahaya menjadi Bayangan A’B’ terbentuk

melalui titik potong perpanjangan berkas sinar –sinar pantul yang konvergen.

Pada jawaban pertama sangat jelas sedangkan pada jawaban kedua lebih detail

sehingga membingungkan siswa. Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi

dengan sangat baik yaitu sebesar 93,59% sehingga butir soal ini bisa digunakan.

14. Soal Nomor 15

Sedangkan pada tes uji coba II dari 78 siswa yang berhasil menjawab dengan

benar hanya 13 orang siswa dan yang mengalami miskonsepsi sebanyak 65 siswa.

Berarti tingkat miskonsepsi soal ini sangat tinggi melebihi 75%. Sebagian besar

siswa menjawab bahwa cermin datar bersifat nyata, mereka mengira bahwa

bayangan dapat dilihat jelas di cermin sehingga bersifat nyata. Soal ini mampu

mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 83,33% sehingga

butir soal ini bisa digunakan.

15. Soal Nomor 16

Sedangkan pada uji coba II dari 78 siswa sebanyak 73 siswa yang mengalami

miskonsepsi. Hal ini menunjukkan bahwa soal ini mampu mengidentifikasi

Page 82: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 93,59% sehingga butir soal ini bisa

digunakan.

16. Soal Nomor 17

Sedangkan pada uji coba II dari 78 siswa sebanyak 76 siswa yang

mengalami miskonsepsi. Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi dengan

sangat baik yaitu sebesar 97,44% sehingga butir soal ini bisa digunakan.

17. Soal Nomor 18

Pada uji coba II dari 78 siswa sebanyak 56 siswa yang mengalami

miskonsepsi. Soal ini mampu mengidentifikasi miskonsepsi dengan sangat baik

yaitu sebesar 71,79% sehingga butir soal ini bisa digunakan.

18. Soal Nomor 19

Pada uji coba II dari 78 siswa sebanyak 67 siswa yang mengalami

miskonsepsi. Hal ini menunjukkan bahwa soal ini mampu mengidentifikasi

miskonsepsi dengan sangat baik yaitu sebesar 85,90% sehingga butir soal ini bisa

digunakan.

19. Soal Nomor 20

Pada uji coba II dari 78 siswa sebanyak 77 siswa yang mengalami

miskonsepsi. Hal ini menunjukkan bahwa siswa memiliki tingkat miskonsepsi

yang sangat tinggi 98,72% sehingga butir soal ini bisa digunakan.

Dari seluruh jawaban siswa, kemudian diukur reliabilitas tes dalam penelitian

menggunakan rumus Kuder Richardson (KR-20) dimana jika jawaban benar dan

alasan benar mendapat nilai 0 sedangkan untuk pilihan lainnya mendapat nilai 1

karena siswa dianggap mengalami miskonsepsi. Sedangkan untuk Tes Uji Coba II

diperoleh nilai 0,69. Nilai tersebut tergolong dalam 0,60 ≤ r11 < 0,80 sehingga

disimpulkan bahwa soal penelitian tersebut memiliki reliabilitas tinggi. Artinya

instrumen dari hasil uji coba II ini tingkat keajegan dalam mengungkap

miskonsepsi siswa tinggi. Untuk perhitungan detail menggunakan Excell dapat

dilihat di lampiran 17.

Page 83: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

B. Kajian Produk Akhir

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tes yang diujikan pada siswa

kelompok kecil yaitu 42 siswa terdapat 6 soal yang tidak layak digunakan untuk

mengidentifikasi miskonsepsi karena persentasenya kurang dari 10%. Selanjutnya

soal direvisi pada tes Uji Coba II dan diujikan pada jumlah yang lebih besar yaitu

78 siswa sehingga diperoleh soal-soal yang mampu mengidentifikasi miskonsepsi

pada siswa minimal 10%.

Pada konsep perambatan cahaya dengan sub konsep meliputi cahaya

terjadi karena adanya sumber cahaya, Cahaya merupakan suatu bentuk gelombang

electromagnet, Cahaya merambat lurus jika berada pada medium yang seragam ,

Cahaya dipantulkan saat menyentuh dinding penghalang , Kecepatan cahaya

berbanding terbalik dengan indeks bias medium. Kecepatan cahaya tidak

dipengaruhi sumber cahayanya , Cahaya mengalami pembiasan jika kecepatan

cahaya berubah pada tes Uji Coba I dengan persentase miskonsepsi rata-rata

sebesar 49,11% dan pada tes Uji Coba II sebesar 54,97%.

Konsep yang kedua tentang Hukum Pemantulan dengan subkonsep Sinar

datang, garis normal dan sinar pantul terletak pada sebuah bidang datar dan Besar

sudut datang sama dengan sudut pantul. Pada tes Uji Coba I dengan persentase

miskonsepsi rata-rata sebesar 51,19% dan pada tes Uji Coba II sebesar 73,72%.

Konsep yang ketiga tentang Bayangan dengan subkonsep Bayangan

terbentuk ketika berkas cahaya mengenai benda yang tak tembus cahaya,

Bayangan umbra(inti) yaitu bayangan yang benar-benar gelap atau dengan kata

lain bayangan yang tidak mendapat cahaya sama sekali, Bayangan penumbra,

yaitu bayangan yang tidak terlalu gelap atau dengan kata lain bayangan yang

masih mendapatkan cahaya, Kejelasan bayangan dipengaruhi oleh jarak antara

sumber cahaya dan benda, Kejelasan bayangan dipengaruhi ukuran titik pusat

sumber cahaya. Pada tes Uji Coba I dengan persentase miskonsepsi rata-rata

sebesar 47,62% dan pada tes Uji Coba II sebesar 89,23%.

Konsep yang keempat tentang Pemantulan pada Cermin datar dengan subkonsep

Cermin datar minimal harus mempunyai tinggi setengah kali tinggi orang untuk

melihat ukuran sebagai manusia seutuhnya, Bayangan pada cermin datar

Page 84: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

terbentuk berdasarkan prinsip hukum pemantulan cahaya, Sifat bayangan pada

cermin datar adalah maya, Jarak bayangan ke cermin sama dengan jarak benda ke

cermin, Tinggi bayangan yang dibentuk cermin datar sama besar dengan tinggi

bendanya. Pada tes Uji Coba I dengan persentase miskonsepsi rata-rata sebesar

68,09% dan pada tes Uji Coba II sebesar 89,49%.

Dari keempat konsep di atas, antara Tes Uji Coba I dan Tes Uji Coba II

mengalami peningkatan dalam hal persentase rata-rata tiap konsep yang dialami siswa.

Hal ini menunjukkan bahwa instrumen pada tes Uji Coba II cukup baik digunakan untuk

mengungkap miskonsepsi siswa. Karena pada masing-masing konsep sudah dapat

mengungkap miskonsepsi sebesar minimal 50% dari jumlah responden. Hasil tersebut

dipertegas dengan nilai reliabilitas sebesar 0,69 yang termasuk kategori tinggi.

Page 85: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dan analisis yang telah dilakukan, maka

dapat disimpulkan:

1. Uji Coba I dilakukan pada siswa kelompok kecil dengan jumlah responden 42

siswa dan diperoleh hasil sebanyak 4 soal belum dapat dipakai untuk

mengungkap miskonsepsi siswa minimal 10% dari jumlah responden. Untuk

rata-rata persentase derajat pengungkapan konsep terdapat 2 konsep yang

belum memenuhi patokan minimal 50% dapat mengungkap miskonsepsi siswa.

Besarnya reliabilitas tes saat uji coba I adalah 0,29 sehingga termasuk kategori

rendah yang berarti instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap

miskonsep siswa masih rendah

2. Uji Coba II yang dilakukan pada siswa kelompok besar dengan jumlah

responden 78 siswa dan semua soal sudah dapat dipakai untuk mengungkap

miskonsepsi siswa minimal 10% dari jumlah responden. Untuk rata-rata

persentase derajat pengungkapan konsep semuanya telah memenuhi patokan

minimal 50% dapat mengungkap miskonsepsi siswa. Besarnya reliabilitas tes

saat uji coba II adalah 0,69 sehingga termasuk kategori tinggi yang berarti

instrumen tersebut tingkat keajegan dalam mengungkap miskonsep siswa

tinggi.

3. Hasil penyusunan dan pengembangan tes diagnostik Optik Geometri secara

umum sudah baik dengan melakukan konsultasi ke Dosen Pembimbing selaku

ahli yang memberikan penilaian tentang materi, konstruksi dan bahasa.

B. Implikasi

Dengan diperolehnya kesimpulan, maka sebagai implikasi dari penelitian

ini adalah:

Page 86: PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI …...PENYUSUNAN TES DIAGNOSTIK FISIKA SMA KELAS X DI SMA 2 SUKOHARJO Oleh : Anggraeni Dwi Susilowati K2307016 Skripsi Ditulis Dan Diajukan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pengembangan penelitian

selanjutnya dan upaya bersama antara guru, siswa serta pihak sekolah

lainnya agar dapat membantu siswa dalam meningkatkan proses dan hasil

belajar Fisika secara maksimal.

2. Dari hasil penelitian diketahui bahwa siswa tidak dapat terlepas dari

miskonsepsi. Maka dari itu penelitian tentang miskonsepsi penting

dikembangkan untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran konsep yang

dilakukan.

3. Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh tes diagnostik yang memenuhi

standar yang dapat mengungkap miskonsepsi pada siswa materi Optik

Geometri.

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari penelitian ini, maka peneliti

mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:

1. Dalam mengajar, guru harus dapat memberi pengawasan dan pengarahan

kepada siswa dalam memilih buku pedoman pelajaran yang baik sehingga

miskonsepsi siswa yang disebabkan oleh buku bahan ajar dapat direduksi.

2. Guru terus membekali diri dengan cara banyak belajar konsep, membaca

journal-journal penelitian terutama tentang miskonsepsi agar dapat menambah

ilmu dan wawasan. Selain itu dengan terus belajar seorang guru dapat

mengungkap miskonsepsi yang mungkin juga guru sendiri alami, agar

nantinya miskonsepsi tersebut tidak ia tularkan ke siswa.

3. Guru lebih memperhatikan konsepsi awal siswa saat akan memberikan konsep

baru kepada siswa sehingga tidak menjadi penghambat bagi siswa dalam

memahami materi selanjutnya.

4. Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mengkaitkan aspek-

aspek yang belum diungkap agar lebih bermanfaat bagi dunia pendidikan.