penyelidikan dan penyidikan

5
I. Tersangka dan Terdakwa II. Penyelidikan dan Penyidikan 1. Penyelidikan Berdasarkan Pasal 1 butir 5 KUHAP, Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Sedangkan menurut Pasal 1 butir 4 yang dimaksud sebagai penyelidik itu sendiri adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Dengan demikian pencarian dan usaha menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, bermaksud untuk menentukan sikap penyelidik, apakah terhadap peristiwa tersebut dapat dilakukan penyidikan atau tidak. Pada dasarnya penyelidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi penyidikan. Yahya Harahap sendiri menggambarkan penyelidikan sebagai suatu tindakan permulaan penyidikan, yang dilakukan dengan maksud mengumpulkan bukti permulaan atau bukti yang cukup. Di samping itu Lilik Mulyadi juga menyatakan bahwa penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub dari fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, penyelesaian, dan penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum (hal yang sama juga tercantum dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP). Dengan adanya tahapan seperti ini maka diharapkan tumbuh sikap hati-hati dan rasa tanggung jawab hukum yang lebih bersifat manusiawi dalam melaksanakan tugas penegakan hukum oleh aparat penegak hukum. Secara lebih lanjut maksud dan tujuan penahapan tersebut dapat tercermin dari bunyi Pasal 17 KUHAP, agar sebelum melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan dan penahanan, harus lebih dulu terdapat fakta dan bukti permulaan yang cukup.

Upload: edgar-panggabean

Post on 28-Sep-2015

4 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

I. Tersangka dan Terdakwa

II. Penyelidikan dan Penyidikan

1. Penyelidikan

Berdasarkan Pasal 1 butir 5 KUHAP, Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Sedangkan menurut Pasal 1 butir 4 yang dimaksud sebagai penyelidik itu sendiri adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan. Dengan demikian pencarian dan usaha menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, bermaksud untuk menentukan sikap penyelidik, apakah terhadap peristiwa tersebut dapat dilakukan penyidikan atau tidak.

Pada dasarnya penyelidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari fungsi penyidikan. Yahya Harahap sendiri menggambarkan penyelidikan sebagai suatu tindakan permulaan penyidikan, yang dilakukan dengan maksud mengumpulkan bukti permulaan atau bukti yang cukup. Di samping itu Lilik Mulyadi juga menyatakan bahwa penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode atau sub dari fungsi penyidikan yang mendahului tindakan lain, yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan, penyelesaian, dan penyerahan berkas perkara kepada penuntut umum (hal yang sama juga tercantum dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP).

Dengan adanya tahapan seperti ini maka diharapkan tumbuh sikap hati-hati dan rasa tanggung jawab hukum yang lebih bersifat manusiawi dalam melaksanakan tugas penegakan hukum oleh aparat penegak hukum. Secara lebih lanjut maksud dan tujuan penahapan tersebut dapat tercermin dari bunyi Pasal 17 KUHAP, agar sebelum melakukan pemeriksaan penyidikan seperti penangkapan dan penahanan, harus lebih dulu terdapat fakta dan bukti permulaan yang cukup.

Berdasarkan Pasal 4 KUHAP maka yang berfungsi dan berwenang melakukan penyelidikan, hanya pejabat Polri, tidak dibenarkan adanya campur tangan dari instansi dan pejabat lain.

Sesuai dengan bunyi Pasal 5 KUHAP maka fungsi dan wewenang yang melekat pada penyelidik adalah sebagai berikut:

Menerima laporan atau pengaduan;

Mencari keterangan dan barang bukti;

Menyuruh berhenti orang yang dicurigai;

Tindakan lain menurut hukum.

Di samping itu penyelidik juga dapat melakukan tindakan-tindakan yang diperintahkan oleh penyidik, yang tidak termasuk pada fungsi wewenang di atas. Penyelidik juga diwajibkan untuk menyampaikan hasil pelaksanaan tindakan penyelidikan dalam bentuk laporan tertulis. Hal tersebut dipandang sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban dan pembinaan pengawasan terhadap penyelidik, sehingga apapun yang dilakukan penyelidik terteta dalam laporan tersebut.

2. Penyidikan

Sama halnya dengan penyelidikan, maka untuk dapat memahami apa itu penyidikian, kita dapat mengacu pada rumusan yang terdapat dalam KUHAP, khususnya Pasal 1 butir 1 dan 2. Berdasarkan hal tersebut, penyidik adalah pejabat Polri atau pejabat pegawai negeri tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang. Sedang penyidikan berarti; serangkaian tindakan yang dilakukan pejabat penyidik sesuai dengan cara yang diatur dalam undang-undang untuk mencari serta mengumpulkan bukti, dan dengan bukti itu membuat atau menjadi terang tindak pidana yang terjadi serta sekaligus menemukan tersangkanya atau pelaku tindak pidananya.

Berdasarkan penjelasan singkat di atas, kita dapat memahami bahwa yang menjadi titik berat pada penyelidikan adalah mencari dan menemukan suatu peristiwa yang dianggap atau diduga sebagai tindak pidana, sedangkan pada penyidikan, titik beratnya adalah mencari dan mengumpulkan bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi terang, serta agar dapat menemukan dan menentukan pelakunya. Di samping itu terdapat pula perbedaan antara penyidik dan penyelidik dari segi pejabat pelaksana. Pejabat penyelidik terdiri dari semua anggota Polri, dan pada dasarnya pangkat dan wewenangnya berada di bawah pengawasan penyidik. Di sisi lain yang dapat menjadi penyidik hanyalah Pejabat Penyidik Polri dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (selanjutnya disebut PPNS).

Secara lebih lanjut Yahya Harahap (berdasarkan Pasal 11 KUHAP) menjabarkan bahwa yang meliputi Pejabat Penyidik Polri adalah Pejabat Penyidik Penuh dan Penyidik Pembantu. Masing-masing dari mereka mempunyai syarat kepangkatan masing-masing yang diatur pada PP Nomor 27 Tahun 1983.

Berdasarkan Pasal 11 KUHAP, penyidik pembantu mempunyai wewenang yang sama dengan pejabat penyidik, kecuali sepanjang penahanan, wajib diberikan dengan pelimpahan wewenang dari penyidik. Jadi boleh dikatakan bahwa wewenang yang dimiliki keduanya hampir sama, sebagaimana diperinci pada Pasal 7 ayat (1) KUHAP. Lalu apa perlunya ada penyidik pembantu kalau memang ia memiliki wewenang yang hampir sama dengan pejabat penyidik penuh? Pedoman Pelaksanaan KUHAP menjelaskan bahwa latar belakang urgensi pengangkatan pejabat penyidik pembantu adalah:

Disebabkan terbatasnya tenaga Polri yang berpangkat tertentu sebagai pejabat penyidik. Terutama daerah-daerah sector kepolisian di daerah terpencil, masih banyak yang dipangku pejabat kepolisian yang berpangkat bintara;

Oleh karena itu, seandainya syarat kepangkatan pejabat penyidik sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polri, sedangkan yang berpangkat demikian belum mencukupi kebutuhan yang diperlukan sesuai dengan banyaknya jumlah Sektor Kepolisian, hal seperti ini akan menimbulkan hambatan bagi pelaksanaan fungsi penyidikan di daerah-daerah, sehingga besar kemungkinan, pelaksanaan fungsi penyidikan tidak berjalan di daerah-daerah.

Adapun fungsi dan wewenang Pejabat Penyidik Polri menurut Pasal 7 ayat (1) KUHAP adalah:

Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

Mengambil sidik jari dan memotret seorang;

Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;

Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

Mengadakan penghentian penyidikan;

Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab/

Pada paragraf sebelumnya telah dijelaskan bahwa di samping Pejabat Penyidik Polri terdapat pula PPNS. Keberadaan PPNS diatur dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b, yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Pada dasarnya wewenang yang mereka miliki bersumber pada ketentuan undang-undang pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah satu pasal. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa wewenang penyidikan yang dimiliki oleh PPNS hanya terbatas sepanjang yang menyangkut dengan tindak pidana yang diatur dalam undang-undang pidana khusus itu (Pasal 7 ayat (2) KUHAP). Selain itu yang penting pula untuk diperhatikan adalah bahwa dalam pelaksanaan tugasnya, PPNS berada di bawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri.

Contoh PPNS:

Penyidik dalam tindak pidana merek, menurut Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 jo. Undang-Undang No. 14 Tahun 1997;

Penyidik dalam tindak pidana ekonomi, menurut Undang-Undang Darurat No. 7 Tahun 1995;

Dll.