penyelesaian tindak pidana ringan di tingkat gampong … filekabupaten aceh timur penyelesaian...

21
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016 147 EFEKTIVITAS FUNGSI LEMBAGA ADAT ACEH DALAM PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG Oleh : Wilsa dan M. Nurdin Dosen Fakultas Hukum Universitas Samudra, Langsa-Provinsi Aceh. ABSTRAK Pasal 13 ayat (1)Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat mengatur tentang jenis-jenis sengketa/perselisihan adat yang terjadi di Gampong yaitu termasuk tindak pidana ringan yaitu: perselisihan dalarn rumah tangga; perselisihan antar warga; khalwat (mesum); pencurian dalam keluarga (pencurian ringan); pencurian ringan; pencurian ternak peliharaan; persengketaan di pasar; penganiayaan ringan; pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat); pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik; dan pencemaran lingkungan (skala ringan). Penyelesaian sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan secara bertahap. Aparat penegak hukum memberikan kesempatan agar sengketa/perselisihan diselesaikan terlebih dahulu secara adat di Gampong atau nama lain. Namun di beberapa gampong di Idi Kabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan secara efektif dan optimal masih banyak kasus-kasus tipiring dalam penyelesaiannya dengan mengikut sertakan aparat kepolisian sebagai pendamping dan lebih dari itu masih terdapat kasus tipiring yang begitu saja dilepaskan oleh Lembaga adat di gampong ke tangan Kepolisian Sektoral (POLSEK) setempat. Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif dan empiris. Kata Kunci : Efektivitas, Lembaga Adat Aceh, Tindak Pidana Ringan ABSTRACT Article 13 paragraph (1) Aceh Qanun No. 9 of 2008 concerning Indigenous Development Life and Customs regulates the types of disputes / disputes that occur in the Village customary ie including misdemeanor namely: dalarn domestic disputes; civil strife; khalwat (nasty); theft in the family (mild theft); lightweight theft; domesticated cattle theft; disputes in the market; light maltreatment; forest fire (on a small scale that harm indigenous communities); harassment, defamation, hasut, and defamation; and environmental pollution (light scale). Settlement of disputes / disputes and customs as referred to in paragraph (1) was completed in phases. Law enforcement officials provide

Upload: doanthuan

Post on 17-Aug-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

147

EFEKTIVITAS FUNGSI LEMBAGA ADAT ACEH DALAMPENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI

TINGKAT GAMPONG

Oleh : Wilsa dan M. NurdinDosen Fakultas Hukum Universitas Samudra, Langsa-Provinsi Aceh.

ABSTRAKPasal 13 ayat (1)Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan

Kehidupan Adat dan Adat Istiadat mengatur tentang jenis-jenissengketa/perselisihan adat yang terjadi di Gampong yaitu termasuk tindak pidanaringan yaitu: perselisihan dalarn rumah tangga; perselisihan antar warga; khalwat(mesum); pencurian dalam keluarga (pencurian ringan); pencurian ringan;pencurian ternak peliharaan; persengketaan di pasar; penganiayaan ringan;pembakaran hutan (dalam skala kecil yang merugikan komunitas adat); pelecehan,fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik; dan pencemaran lingkungan (skalaringan). Penyelesaian sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diselesaikan secara bertahap. Aparat penegak hukummemberikan kesempatan agar sengketa/perselisihan diselesaikan terlebih dahulusecara adat di Gampong atau nama lain. Namun di beberapa gampong di IdiKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adatdi tingkat Gampong belumlah dilaksanakan secara efektif dan optimal masihbanyak kasus-kasus tipiring dalam penyelesaiannya dengan mengikut sertakanaparat kepolisian sebagai pendamping dan lebih dari itu masih terdapat kasustipiring yang begitu saja dilepaskan oleh Lembaga adat di gampong ke tanganKepolisian Sektoral (POLSEK) setempat. Jenis penelitian yang digunakan dalampenulisan ini adalah penelitian hukum normatif dan empiris.

Kata Kunci : Efektivitas, Lembaga Adat Aceh, Tindak Pidana Ringan

ABSTRACTArticle 13 paragraph (1) Aceh Qanun No. 9 of 2008 concerning

Indigenous Development Life and Customs regulates the types of disputes /disputes that occur in the Village customary ie including misdemeanor namely:dalarn domestic disputes; civil strife; khalwat (nasty); theft in the family (mildtheft); lightweight theft; domesticated cattle theft; disputes in the market; lightmaltreatment; forest fire (on a small scale that harm indigenous communities);harassment, defamation, hasut, and defamation; and environmental pollution(light scale). Settlement of disputes / disputes and customs as referred to inparagraph (1) was completed in phases. Law enforcement officials provide

Page 2: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

148

opportunities for dispute / disputes to be resolved first by custom in the Village orany other name. However, in some village in Idi East Aceh District settlementmisdemeanor through customary justice at the level of the Village has not beencarried out effectively and optimally many cases tipiring at their disposal byincluding the police as an escort and over, there are still cases of tipiring were sojust released by the Institute for customs in the village into the hands of the PoliceSector (POLSEK) local. This type of research used in this paper is a normativeand empirical legal research.

Keywords: Effectiveness, Lembaga Adat Aceh, light crime

PENDAHULUAN

Dalam sistem hukum diIndonesia mengakui adanya hukumadat, hal ini diatur dalam Pasal 18Bayat (1) dan (2) Undang-UndangDasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945 yang berbunyi: “negaramengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yangbersifat khusus dan istimewa dannegara mengakui dan menghormatikesatuan-kesatuan masyarakathukum adat beserta hak-haktradisionalnya sepanjang masihhidup dan sesuai denganperkembangan masyarakat danprinsip Negara Kesatuan Republik,yang di atur dalam undang-undang”.

Adatidan Hukum Adatii

pada dasarnya adalah hukumpelengkap, dan merupakan bagiandari pada sistem hukum nasional,dalam hubungan satu dengan lainnyatunduk kepada peraturan perundang-undangan dan juga tunduk kepadaketentuan hukum Adat. Sistemketatanegaraan Republik Indonesiamenempatkan Aceh sebagai satuan

pemerintahan daerah dan jugakesatuan masyarakat hukum adatyang bersifat khusus dan istimewa.Pengakuan negara atas kekhususandaerah Aceh ini sejak awal diberikanmelaluiUndang-Undang Nomor 44Tahun 1999 tentangPenyelenggaraan KeistimewaanProvinsi Daerah Istimewa Aceh danUndang-Undang Nomor 18 Tahun2001 tentang Otonomi Khusus BagiProvinsi Daerah Istimewa Acehsebagai Provinsi Nanggroe AcehDarussalam dan terakhir diberikanmelalui Undang-Undang Nomor 11Tahun 2006 tentang PemerintahanAceh (selanjutnya disebut UUPA).UUPA ini, tidak terlepas dari NotaKesepahaman MoU (Memorandumof Understanding) antara Pemerintahdan Gerakan Aceh Merdeka (GAM)yang ditandatangani pada tanggal 15Agustus 2005 dan merupakan suatubentuk rekonsiliasi secarabermartabat menuju pembangunansosial, ekonomi, serta politik di Acehsecara berkelanjutan.iii

Berbicara sengketa atauperselisihan, merupakan sebuah

Page 3: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

149

fenomena sosial di dalam pergaulandi masyarakat yang dapat terjadidimanapun di setiap daerah diIndonesia termasuk di Aceh. Terkaitpenyelesaian sengketa/perselisihanadat di Aceh, UUPAmengamanatkan bahwa penyelesaianmasalah sosial kemasyarakatansecara musyawarah dan mediasi,ditempuh melalui lembaga adat.Menurut Ter Haar dalam bukuBadruzzaman, “Lembaga hukumadat lahir dan dipelihara olehkeputusan-keputusan wargamasyarakat hukum, terutamakeputusan yang berwibawa darikepala-kepala rakyat yang membantupelaksanaan perbuatan-perbuatanhakim yang bertugas mengadilisengketa, sepanjang keputusan itutidak bertentangan dengan keyakinanhukum.iv

Dijelaskan dalam UUPA,Lembaga adat berfungsi danberperan sebagai wahana partisipasimasyarakat dalam penyelenggaraanPemerintahan Aceh danpemerintahan kabupaten/kota dibidang keamanan, ketenteraman,kerukunan, dan ketertibanmasyarakat. Penyelesaian masalahsosial kemasyarakatan secara adatditempuh melalui lembaga adat.Lembaga adat, meliputi: MajelisAdat Aceh; Imeum Mukim atau namalain; Imeum Chik atau nama lain;Keuchik atau nama lain; Tuha Peutatau nama lain; Tuha Lapan ataunama lain; Imeum Meunasah ataunama lain; Keujreun Blang ataunama lain ; Panglima Laot atau nama

lain; Pawang Glee atau nama lain;Peutua Seuneubok atau nama lain;Haria Peukan atau nama lain ; danSyahbanda atau nama lain.v

Penyelesaiansengketa/perselisihan adat dan adatistiadat diselesaikan secara bertahap.Aparat penegak hukum memberikankesempatan agarsengketa/perselisihan diselesaikanterlebih dahulu secara adat diGampong atau nama lain.vi

Penyelesaian secara adat meliputipenyelesaian secara adat diGampong atau nama lain,penyelesaian secara adat di Mukimdan penyelesaian secara adat diLaot.vii Terkait peran Gampongdalam penyelesaiansengketa/perselisihan adat tidakterlepas dari diberlakukan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001tentang Otonomi Khusus BagiProvinsi Daerah Istimewa Acehsebagai Provinsi Nanggroe AcehDarussalam sebelum lahirnyaUUPA. Sebagai tindak lanjut dariUndang-Undang ini, maka diaturlahpenyelenggaraan pemerintahanGampong melalui Qanun Nomor 5Tahun 2003.

Menurut Abdurrahman,Gampong dalam konteks QanunNomor 5 Tahun 2003 merupakankesatuan masyarakat hukum yangmempunyai organisasi pemerintahan(terendah), mempunyai pimpinanpemerintahan dan berhakmenyelenggarakan urusan rumahtangga sendiri. Sebagai kesatuanmasyarakat hukum dan merupakan

Page 4: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

150

bagian dari struktur pemerintahan,Gampong memiliki hak dankekuasaan mengatur dan menguruskepentingan masyarakat dalamlingkungannya guna meningkatkankesejahteraan masyarakat. Gampongmempunyai tugas menyelenggarakanpemerintahan, melaksanakanpembangunan, membina masyarakatdan meningkatkan pelaksanaansyariat Islam.viii

Penyelesaiansengketa/perselisihan secara adat diGampong atau nama laindilaksanakan oleh tokoh-tokoh adatyang terdiri atas: Keuchik atau namalain; Imeum Meunasah atau namalain; Tuha Peut atau nama lain;Sekretaris Gampong atau nama lain;dan Ulama, Cendekiawan dan tokohadat lainnya di Gampong atau namalain yang bersangkutan, sesuaidengan kebutuhan.ix Berdasarkanketentuan dalam Qanun Nomor 9Tahun 2008 tentang PembinaanKehidupan Adat dan Adat Istiadatdiatas, dapat dilihat mengatursengketa/perselisihan yang dapatdiselesaikan secara adat melaluilembaga adat di Gampong yaitutermasuk perkara perdata, pidana danadat istiadat.x

Terkait dengan perkarapidana yang diatur tersebut adalahyang termasuk kategori tindakpidana ringan seperti : perselisihandalam rumah tangga; perselisihanantar warga; khalwat(meusum) ;pencurian dalam keluarga (pencurianringan); pencurian ringan; pencurianternak peliharaan; penganiayaan

ringan; pembakaran hutan (dalamskala kecil yang merugikankomunitas adat); pelecehan, fitnah,hasut, pencemaran nama baik danancam mengancam (tergantung darijenis ancaman);. Jika melihat tindakpidana ringan dalam KUHPsebagaimana penjelasan M. YahyaHarahap dalam bukunya berjudul“Pembahasan Permasalahan danPenerapan KUHAP”, dinyatakanbahwa: “tindak pidana ringan(Tipiring) ditentukan berdasarkanancaman pidananya. Secarageneralisasi, ancaman tindak pidanayang menjadi ukuran dalam acarapemeriksaan tindak pidana ringan,diatur dalam Pasal 205 ayat (1)KUHAP yakni :a. Tindak pidana yang ancaman

pidananya paling lama 3 bulanpenjara atau kurungan;

b. Atau denda sebanyak-banyaknyaRp. 7500,- dan

c. Penghinaan ringan yangdirumuskan dalam Pasal 315KUHP.”xi

Jika ketentuan Pasal 205ayat (1) KUHAP ini kemudiandikaitkan dengan ketentuan terkaitpenahanan pada Pasal 21 ayat (4)KUHAP yang antara lainmenyatakan bahwa penahanan hanyadapat dilakukan terhadap tersangkaatau terdakwa yang diancam denganpidana penjara lima tahun atau lebih,maka terhadap pelaku tipiring yangancaman pidananya “paling lama 3bulan” penjara atau kurungan tidakdilakukan penahanan. Khusus diAceh, asas perundang-undangan

Page 5: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

151

Indonesia adalah lex spesialisderogat lex generalis, makapenyelesaian perkara tindak pidanaringan dilakukan secara hukum adatmengacu pada UUPA dan Qanun.Oleh karena itu, pelaksanaanpenyelesaian masalah sosialkemasyarakatan secara adat diGampong termasuk tindak pidanaringan sebagaimana diatur dalamKUHP adalah hanya diancam denganhukuman denda(Peumat Jaroe) dandilakukan di Meunasah.xii

Namun, berdasarkanpenelitian dilapangan di beberapagampong di Idi Kabupaten AcehTimur penyelesaian tindak pidanaringan melalui peradilan adat ditingkat Gampong belumlahdilaksanakan secara efektif danoptimal masih banyak kasus-kasustipiring dalam penyelesaiannyadengan mengikut sertakan aparatkepolisian sebagai pendamping danlebih dari itu masih terdapat kasustipiring yang begitu saja dilepaskanoleh Lembaga adat di gampong ketangan Kepolisian Sektoral(POLSEK) setempat. Hal ini senadadengan yang disampaikan oleh MAdli Abdullah Akademisi FakultasHukum Universitas Syiah Kuala (FHUnsyiah) memberikan keterangannyamelalui Serambi edisi Rabu, 18 Juni2014 yaitu penegakan hukum adatdapat menggantikan tugas aparatpenegak hukum formal (polisi danjaksa) khusus untuk 18 jenissengketa adat yang digolongkandalam pelanggaran ringansebagaimana diatur dalam Qanun

Nomor 9 Tahun 2008. Selain itu,berdasarkan kesepakatan bersamaPolda, Gubernur dan MAA Tahun2012, maka penyelesaian sengketadiselesaikan dulu di tingkatGampong dan mukim serta adat laot.Namun Adli menyayangkan, realitasyang terjadi justru keberadaanperadilan adat di Aceh mulaimemudar seiring perkembanganzaman.xiii

Berdasarkan uraian diatas,sangat perting untuk meningkatkanmempertahankan dan keefetivitasanfungsi lembaga adat Aceh dalampenyelesaian tindak pidana ringan ditingkat gampong. Beberapa masalahyang perlu dibahas dan dicarisolusinya yaitu: Bagaimanaefektivitas fungsi lembaga adat Acehdalam penyelesaian tindak pidanaringan di tingkat Gampong?. Apahambatan dan upaya yang dilakukanuntuk meningkatkan fungsi lembagaadat Aceh dalam penyelesaian tindakpidana ringan di tingkat Gampong?

Tujuan dilakukan penelitianini adalah untuk mengetahuiefektifitas fungsi lembaga adat Acehdalam penyelesaian tindak pidanaringan di tingkat Gampong. Untukmengetahui hambatan dan upayayang dilakukan untuk meningkatkanfungsi lembaga adat Aceh dalampenyelesaian tindak pidana ringan ditingkat Gampong.

Jenis penelitian yangdigunakan dalam penelitian iniadalah penelitian normatif danpenelitian empiris. MenurutAmmiruddin, penelitian normatif,

Page 6: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

152

yaitu dengan mengkajipermasalahan-permasalahan yangmuncul dari segi hukum dansumbernya 3 berasal dari peraturanperundang-undangan yang berlaku,teori-teori hukum dan pandanganhukum sebagai dasar acuan.xiv Jenispenelitian ini juga berupa penelitianlapangan (penelitian kancah/ fieldreseach) yang dilakukan dalammedan yang sebenarnya untukmenemukan realitas yang terjadimengenai masalah tertentu.xv

PEMBAHASAN

Efektivitas fungsi lembaga adatAceh dalam penyelesaian tindakpidana ringan di tingkat Gampong.

Lembaga adat dalammasyarakat Aceh berfungsi sebagaiwahana partisipasi masyarakat dalampenyelenggaraan pemerintahan,pembangunan dan pembinaankemasyarakatan. Kajian yangberkaitan dengan lembaga adatselama ini membahas tentangeksistensi Iembaga adat pada masakontemporerxviserta posisi merekasebagai mediator dalammenyelesaikan konflik dan jugasebagai pendukung pelaksanaansyariat Islam.xviiOleh karena itu,perlu adanya usaha untuk melihatperan masing-masing unsur lembagaadat dalam menyelesaikan konflik dimasyarakat. Sehingga akan diketahuisecara jelas karakteristikpenyelesaian konflik yang digunakanoleh lembaga adat Aceh.

Dalam Pasal 14 ayat (2)Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentangPembinaan Kehidupan Adat danAdat Istiadat, dijelaskan lembagaadat yang Penyelesaian secara adat diGampong atau nama laindilaksanakan oleh tokoh-tokoh adatyang terdiri atas: Keuchik atau namalain;xviiiImeum Meunasah atau namalain;xixTuha Peut atau namalain;xxSekretaris Gampong atau namalain; dan Ulama, Cendekiawan dantokoh adat lainnya di Gampong ataunama lain yang bersangkutan, sesuaidengan kebutuhan. Mereka berperanmenggadili dan menemukan norma-norma hukum adat untuk keperluanpenyelesaian sengketa itu sendiriyang tergambar dalam hukum adatAceh dikenal Hadih Maja (pepatahadat) yaitu Adat Bak PeteuMeureuhom yang menjadi falsafahadat Aceh dan dalam penulisannyaterdapat dua versi sebagai berikut:1. Adat bak Poteu Meureuhom,

Hukum bak Syiah Kuala, Kanunbak Putroe Phang, Reusam bakLaksamana, Hukum ngon AdatLagee Zat ngon Sifeut.xxi

2. Adat bak Poteu Meureuhom,Hukum bak ulama, kanun bakputroe phang, Reusam bakBentara, Hukom ngon Adat lageezat ngon sifeut.xxii

Hadih Maja Adat bak PoteuMeureuhom mengandung maknasimbolis atau perlambang mengenaiisi dan pelaksanan Adat Aceh;xxiii

1. Dilihat dari sudut politikpemerintah, Hadih Majamenunjuk kepada perlambang

Page 7: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

153

pembagian kekuasaan: Eksekutif,Legislatif dan Yudikatif sertalambang kearifan dankebijaksanaan pelaksanaan Adat.

2. Dilihat dari nama-nama orangyang tercantum dalam HadihMaja itu, maka maknasimbolisnya adalah:a. Poteu Meureuhom

merupakan perlambangpemegang kekuasaanEksekutif dan kebesarantanah Aceh.

b. Syiah Kuala merupakanperlambang ulama sebagaipemegang kekuasaanYudikatif.

c. Putroe Phang merupakanperlambang cendikiawanpemegang kekuasaanLegislatif.

d. Laksamana/Bentaramerupakan perlambangkeperkasaan dan kearifandalam mengatur keragamanadat kebiasaan yang terdapatdalam masyarakat.

Secara yuridis, dikenal adadua macam penyelesaian perkaradalam masalah hukum, yang pertamadikenal dengan penyelesaian litigasi,dan kedua yang dikenal dengan NonLitigasi. Maksud yang pertamaadalah penyelesaian di depanpengadilan,xxiv seperti penyelesaianperkara di Peradilan Umum,Peradilan Agama atau MahkamahSyar‟iyah, Peradilan Militer, danPeradilan Tata Usaha Negara.Peradilan bentuk tersebut dikelolaoleh negara, dan sering disebut

dengan nama government judicialsystem.xxv

Tahun 1935 merupakan titikawal bagi pengadilan non litigasiyang diakui oleh koloni Belandalewat Statblaad 1935 No.102.Pengakuan ini didorong olehbentuk politik balas budi yangdiperankan oleh Belanda terhadapwilayah jajahannya. Kebijakanpolitik demikian ternyata jugamemberi peluang positif terhadapbentuk peradilan yang tidak dikelolaoleh negara. Dengan demikian,melalui kebijakan tersebut dapatditegaskan bahwa Belanda telahmengakui keberadaan Peradilan Adatdan Peradilan Agama saat itu,meskipun pengakuan tersebut masihbersifat terbatas, seperti hakim-hakim adat tidak diperbolehkanmenjatuhkan hukuman. Bukan hanyaPeradilan Desa yang diakui, tetapijuga Peradilan Adat dan PeradilanSwapraja juga turut diakui.xxvi

Istilah “Peradilan Adat‟atau “Pengadilan Adat‟ tidak begitulazim dipakai oleh masyarakat adatmaupun masyarakat lokal lainnya.Istilah yang sering digunakan adalah“sidang adat‟ atau “rapat adat‟dalam ungkapan khas masing-masingkomunitas. Menariknya, dalam adattidak dikenal istilah “adil‟, sebabkata adil itu sendiri berasal daribahasa Arab. Oleh karena itu,pengadilan adat tidak mengenalkeadilan, yang ada hanya ketikadilakukan penyelesaiaan suatusengketa dalam masyarakat adattidak ditujukan untuk menemukan

Page 8: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

154

keadilan, tetapi untuk memulihkankeseimbangan dan keselarasanhubungan kekeluargaan.xxvii

Di Aceh sendiri, disebutdengan “peradilan atau “pengadilanadat‟.xxviii Penggunaan istilahtersebut untuk menunjukkanfenomena yang terjadi dalammasyarakat khususnya masyarakatAceh tentang suatu pranata sosialyang sangat berperan dalammenyelesaikan berbagai persoalanhukum yang dialami olehmasyarakat. Penggunaan istilah“Peradilan Adat‟ itu sendiri jugabukan karena dilihat darikelembagaan, mekanisme danfungsinya dalam menyelesaikansengketa, melainkan karena secaralembaga adat, lembaga ini samaseperti dengan lembaga peradilanformal lainnya, hanya saja adabeberapa aspek yang berbeda sepertipada konsekuensi dan efek hasil.xxix

Di Aceh, penyelesaiankasus dalam kehidupan masyarakatjuga banyak diselesaikan melaluiPeradilan Adat yang dilaksanakan diMeunasah.xxxDasar hukumpembentukan dan pemberdayaanPeradilan Adat di Aceh didukungoleh sejumlah peraturan perundang-undangan sebagai payung hukum.Peraturan dan perundang-undangantersebut tidak dinyatakan secarategas dengan kalimat “PengadilanAdat‟, tetapi hanya menggunakankalimat “Lembaga Adat‟. Lembagaadat ini bisa diwujudkan melaluipengejawantahan pranatasosialsebagai “Pageu Gampong‟ (pagar

kampung).xxxiOleh karenaitu,pelaksanaan Peradilan Adat inimelekat secara ex officio padalembaga adat.

Sebagai tindak lanjut untukmenfungsikan peradilan adat dalammenyelesaikan sengketa di tengah-tengah masyarakatAceh, makaPemerintah Pusat dan PemerintahAceh menetapkan sejumlahperaturan perundang-undanganmengenai hal itu untuk memperkuatdan diakuinya secara hukum dalampenyelesaian sengketa tersebut.Adapun peraturan perundang-undangan dimaksud sebagai dasarhukum pelaksanaan Peradilan Adatdi Aceh sebagai berikut:1. Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia Tahun 1945, Pasal 18Bayat (1) Negara mengakui danmenghormati satuan-satuanpemerintahan daerah yangbersifat khusus atau bersifatistimewa yang diatur denganundang-undang. Ayat (2) Negaramengakui dan menghormatikesatuan-kesatuan masyarakathukum adat beserta hak-haktradisionalnyasepanjang masihhidup dan sesuai denganperkembangan masyarakat danprinsip Negara KesatuanRepublik Indonesia, yang diaturdalam undang-undang.

2. Undang-Undang Nomor 44Tahun 1999 tentangPenyelenggaraan KeistimewaanProvinsi Daerah IstimewaAceh.Undang-undang ini memangtidak menegaskan

Page 9: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

155

secaralangsung mengatur tentangPeradilan Adat di Aceh,namunmengatur hak-hakistimewa yang dimiliki olehProvinsi Aceh, seperti mengenaikeistimewaan bidang agama;bidangpendidikan; bidang adatistiadat; dan peran ulamadalamsetiap kebijakanPemerintah Daerah. Daripenegasan undang-undangtersebut dapat diambilsuatu pemahaman bahwaAcehdapat menetapkan berbagaikebijakan untukmemberdayakanpelestarian dan pengembaganadat sertalembaga adat yangdijiwai oleh nilai syariat Islam.Selain itu, Aceh dapat pulamembentuk lembaga adat danmengakuilembaga adat yang adasesuai dengan kedudukannyamasing-masing.

3. Qanun Provinsi Nanggroe AcehDarussalam Nomor 5 Tahun2003 tentang PemerintahanGampong dalamProvinsiNanggroe AcehDarussalam. Meskipun tidaksecara tegasmengatur tentangPeradilan Adat, secara substansil,dijumpai sejumlah pasal yangmengaitkan peran daneksistensilembaga adat dalampenyelesaian sengketamasyarakat, danlembaga Keuchikitu sendiri juga merupakan salahsatulembaga adat yang memilikiotoritas sebagai “hakim‟dalammenyelesaikan sengketa

serta dibantu oleh Tuha PeutdanImeum Meunasah.

4. Undang-Undang Nomor 11Tahun 2006 tentangPemerintahanAceh. Undang-undang inimengatur secaratersendiri tentanglembaga adat dankewenangannya,termasukmenyelesaikan persoalan sosialyang termuatdalam BAB XIIItentang Lembaga Adat. Bab inidapatdikaitkan sebagai landasaneksistensial dankewenanganPeradilan Adat diAceh, karena dalam babtersebutmengaturbahwa lembagaadat diberi kewenanganberpartisipasidalampenyelenggaraanPemerintah Aceh dalammewujudkandanmenjagakeamanan,kerukunan dan ketertibanmasyarakat.

5. Qanun Aceh Nomor 9 Tahun2008 tentangPembinaanKehidupan Adat danAdat Istiadat. Seperti halnyadenganUndang-undang Nomor11 Tahun 2006, Qanun ini jugamenempatkan tentang eksistensiperadilan adatdanpewenangannya dalam babkhusus, yaitu BAB VItentangpenyelesaiansengketa/perselesihan, dan BABVII tentang Bentuk-bentukSanksi Adat. Pasal-pasal yangrelevan denganperadilan adatadalah Pasal 13, 14, 15, dan 16.Inti dari pasal-pasaltersebut

Page 10: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

156

ditegaskan bahwa aparat penegakhukummemberikan kesempatanagar sengketa diselesaikanterlebihdahulu secara adatGampong.

6. Qanun Aceh Nomor 10 Tahun2008 tentang Lembaga Adat.Qanun ini juga memuat beberapakaedah yang dapatdijadikansebagai dasar hukum pelaksanaanPeradilan Adat,karena dapatberfungsi sebagai wahanapartisipasi masyarakat dalam

penyelenggaraan pemerintahan,pembangunan, pembinaanmasyarakat danpenyelesaianmasalah-masalahsosial kemasyarakatan lainnya.Peraturan perundang-undangantersebut di atas, sangatjelasmemberi kewenanganpelaksanaan Peradilan Adat diAceh, walaupun bukan dalambentuk menjalankan fungsiyudikatifdalam kehidupanbernegara.xxxii

Struktur Dan Peran Penyelenggara Peradilan Adat Tingkat Gampong

KeuchikSebagai Ketua

Sidang

Tuha PeutUlama,

Imum Meunasah Cendikiawan danSebagai Anggota Sebagai Anggota Tokoh Adat

Sebagai Anggota

Sekretaris Gampong Ulee Jurong Ulee JurongSebagai Panitera Sebagai PenerimaSebagai Penerima

Laporan Awal Laporan Awal

Para penyelenggaraperadilan adat sebagaimana ditulis diatas tidak ditunjuk atau diangkat“secara resmi”, tetapi karenajabatannya sebagai Keuchik, ImeumMeunasah, Tuha Peuet, dan UleeJurong maka mereka secara otomatismenjadi para penyelenggaraperadilan adat. Mereka “secararesmi” menjadi penyelenggara

peradilan adat justru dipercayai olehmasyarakat. Pada saat ini,keanggotaan peradilan adat terbataspada kaum lelaki, tetapi juga harusmelibatkan kaum perempuan.Mereka terlibat dalam prosespenyelenggaraan peradilan adatmelalui jalur Tuha Peuet dimanasalah satu unsur Tuha Peuet harusada wakil dari kaum perempuan.xxxiii

Page 11: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

157

Tata Letak Sidang Peradilan Adat Gampong

Sekretaris Gampong(Panitera)

Imeum Keuchik Tuha Peut Ulama

(Anggota Sidang)(Ketua Sidang) (Anggota Sidang) Cendikiawan, dan

Tokoh AdatLainnya

(AnggotaSidang)

Saksi Para Pihak Saksi

Pengunjung Sidang(Masyarakat Setempat dan Sanak Saudara Para Pihak)

Prosedur dan kerangkapenyelesaian perkara pidana hampirsama dengan prosedur penyelesaianperkara perdata. Hanya saja adabeberapa tindakan awal yang harusdilakukan oleh para pelaksanaperadilan adat guna menghindariterjadinya sengketa yang lebih berat.Dengan demikian, prosedurpenyelesaian kasus yang bersifatpidana biasanya diawali dengan

langkah-langkah berikut:

a) Memberi pengamanansecepatnya melalui pemberianperlindungan, kepada keduabelah pihak, dengan jalan berikutini:

1. Mengamankan pihak pelakudi suatu tempat yangdirahasiakan. Lembaga adat

Page 12: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

158

Gampong tidak mengenalrumah tahanan, penjara ataulembaga pemasyarakatan.Biasanya diamankansementara di rumah keluargaatau rumah Keuchik, atauuntuk sementarameninggalkan Gampong,pergi ke tempat lain yangaman dan terlindung.

2. Jika korban perempuan dananak, maka pemangku adatjuga harus memberikanperlindungan pada merekadengan menempatkan korbandi rumah salah satupemangku adat sampaijangka waktu tertentu hinggaperkara tersebut telah adaputusan dengan upaya damaiatau korban dipastikan amanuntuk pulang ke rumah.

3. Jika laporan perkara diterimaberupa kasus kekerasanterhadap perempuan dananak, maka pemangku adatmeminta istri pemangku adatatau tokoh perempuan untukmelakukan penanganan awalperkara.

4. Mengkondusifkan suasanadamai, terutama pihakkeluarga yang dirugikan;

5. Perangkat Gampongberinisiatif dan proaktifmenghubungi berbagai pihak;

6. Siapapun yangmelihat/mengetahui/menyaksikan peristiwa pidanatersebut, tertangkap tangan,dapat segera

melaporkan/mengadu kepadaKeuchik untuk segeramengambil langkah-langkahpengamanan danpenyelesaian. Selanjutnya,pengaduan dapat terjadi ataspelaporan langsung parapihak atau oleh salah satupihak kepada Keuchik (tidakterikat prosedural waktu dantempat), tergantungbagaimana kondisi berat atauringannya pelanggaran.Situasi pelaporan yangdemikian dimaksudkan agardapat diambil tindakanpreventif (supaya tidak cepatmeluas/berkembang korban).Misalnya, perkelahian,pembunuhan, penganiayaan,pencurian dan lain-lain.

b) Keuchik bersama perangkatGampong, langsung melakukanpenyelidikan dan penyidikankepada para pihak, denganberbagai cara pendekatan, di luarpersidangan musyawarah formal.Keuchik harus sudah dapatmenemukan prinsip-prinsipkeputusan berasaskan “damai”Keuchik atau “Ureung TuhaGampong‟ lainnya, seperti TuhaPeuet atau tokoh lain bersamaKeuchik, terus mengusut,menyelidiki dan menyidik sesuaidengan kemampuan dankeyakinan yang dimilikinyaterhadap sebab-sebab terjadisengketa pada para pihak danmencari bukti-bukti kebenaranpada pihak saksi lainnya yang

Page 13: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

159

mungkin mengetahui ataumelihat proses sengketa tersebut.

c) Selama proses penyelesaiantersebut seperti yang tertera padapoin di atas, orang-orang tua darikeluarga para pihak harus terusberupaya membuat suasanadamai dan sejuk terhadap parapihak melalui penyadaran atassegala perbuatan dan tingkahlaku yang menyebabkan merekabersengketa.

d) Membuka sidang penyelesaian diMeunasah. Apabila suasanasejuk dan kondusif telah mampudipertahankan dan data-datapembuktian sudahlengkap,barulah para pihak,wakil keluarga beserta pihak“ureung-ureung tuha” dibawa kesidang musyawarah di Meunasah(bila warga se Gampong) atau keMesjid (bila sengketa itumelibatkan warga antarGampong yang berlainan).

1. Jika kasus tersebutmerupakan kekerasanterhadap perempuan dananak atau kasus yang terkaitdengan persoalan rumahtangga, maka persidanganperkara tersebut harus ditutupuntuk masyarakat luas.

2. Jika kasus tersebutmerupakan kasus kekerasanterhadap perempuan dananak, maka pemangku adatharus memastikan adanyapendamping bagi perempuandan anak pada proses

persidangan.e) Penyelesaian sengketa dilakukan

berdasarkan data/bukti yang telahdiinventarisir dalam penjajakanawal dan berdasarkan prinsipperdamaian, sebagai landasanhukum pertama dalampenyelesaian perkara adat. Dalamproses perdamaian ini, diberikankesempatan kepada masing-masing pihak secara formaldalam persidangan untukmenyatakan penerimaan ataupenolakan terhadap proses prosesdan hasil perdamaian.

f) Keputusan sidang perdamaiandiambil berdasarkanpertimbangan yang matang danbijak oleh semua anggota majelisperadilan adat agar dapatditerima oleh para pihak untukmengembalikan kedamaian dankeseimbangan dalam masyarakat.

g) Eksekusi (atau pelaksanaan)keputusan oleh Keuchikdilakukan dalam suatu upacarayang ditetapkan pada waktu yangtelah disetujui bersama. Dalamupacara perdamaian tersebutdisiapkan surat perjanjian yangharus ditandatangani oleh parapihak yang berisikan perjanjianuntuk tidak mengulangi lagiperbuatan yang menimbulkansengketa. Jika kasus tersebutmerupakan kekerasan terhadapperempuan dan anak, keputusanharus disertai dengan sebuahperjanjian tertulis yangdidalamnya memuat pelaku tidakboleh melakukan kekerasan

Page 14: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

160

secara berulang, dan pelaku harusmengikrarkan kalimat tersebut dihadapan majelis adat.

h) Pemangku adat harus melakukanpemantauan setelah proseseksekusi, karena setelah upacaradamai, perkara dapat saja terjadisecara berulang, sehinggapemangku adat dapat mengambillangkah-langkah laintermasukmengupayakanrujukan.xxxiv

Sidang musyawarahpenyelesaian perselisihan/sengketadilaksanakan di Meunasah atau namalain pada tingkat Gampong ataunama lain oleh lembaga adatGampong berdasarkan Qanun AcehNomor 9 Tahun 2008 dan QanunAceh Nomor 10 Tahun 2008 tentangLembaga Adat, hal itu didukungdengan dikeluarkannya Suratkeputusan bersama antara Gubernur,Kapolda, Ketua Majelis Adat AcehNomor 189/677/2011,1054/MAA/XII/2011 danNo.B/121/1/2012 tentangKesepakatan Penyelesaian PerkaraTindak Pidana Ringan MelaluiPeradilan Adat Gampong(selanjutnya disebut SKB).xxxv

Dengan demikian meunasah mulaidifungsikan kembali sebagai tempatmusyawarah dan tempatmenyelesaikan sengketa/perkarasebagai Peradilan Adat.

Berdasarkan penjelasandiatas, penelitian lapangan dengancara observasi dan wawancaradengan lembaga adat di Gampongdilakukan di Gampong Alu Dua

Muka O, Gampong Aceh, GampongBaro, Gampong Pulo Blang, danGampong Grong-grong di IdiKabupaten Aceh Timur bahwatindak pidana ringan selanjutnyadisebut Tipiring yang sering terjadiadalah: pencurian dalam keluarga(pencurian ringan), pencurian ringan,pencurian ternak peliharaan,penganiayaan ringan, pelecehan,fitnah, dan hasut.xxxvi

Tindak pidana yang terjaditersebut sesuai dengan diatur dalamQanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008tentang Pembinaan Kehidupan Adatdan Adat Istiadat di dalam Pasal 13mengatur tentang jenis-jenissengketa/perselisihan adat yangterjadi di Gampong yaitu termasuktindak pidana ringan yaitu:perselisihan dalarn rumah tangga;perselisihan antar warga; khalwat(mesum); pencurian dalam keluarga(pencurian ringan); pencurian ringan;pencurian ternak peliharaan;persengketaan di pasar;penganiayaan ringan; pembakaranhutan (dalam skala kecil yangmerugikan komunitas adat);pelecehan, fitnah, hasut, danpencemaran nama baik; danpencemaran lingkungan (skalaringan).

Skala ringan suatu tindakpidana juga disesuaikan dengannominal yang di atur dalam Pasal 1Peraturan Mahkamah AgungRepublik Indonesia Nomor 02 Tahun2012 tentang Penyesuaian BatasanTindak Pidana Ringan Dan JumlahDenda Dalam KUHP adalah Kata-

Page 15: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

161

kata "dua ratus lima puluh rupiah"dalam Pasal 364, 373,379,384, 407dan Pasal 482 KUHP dibaca menjadiRp 2.500.000,00(dua juta lima ratusribu rupiah).

Hasil penelitian tersebutmenunjukan bahwa dalampelaksanaan penyelesaian secaraAdat yang dilakukan melaluiperadilan adat Gampong belum lahefektifxxxvii. Hal ini disebabkan olehkurangnya kemampuan secaramandiri dalam menyelesaikan secaraadat melalui peradilan adat diGampong sehingga dalampelaksanaan masih membutuhkanpendampingan dari pihak Kepolisianmasyarakat setempat (POLMAS).

Kurangnya kemampuanlembaga adat di Gampong dalammenyelesaikan perselisihan/sengketagampong secara mandiri adalahdisebabkan pengetahuan,pemahaman dan pengalaman yangmasih rendah dan ditambah kurangkepercayaan masyarakat yangberselisih terhadap hasilpenyelesaian peradilan adat Aceh ditingkat Gampong. Akibatketidakpercayaan masyarakattersebut, sehingga pihak masyarakatyang berselisih / pihak korbanterkadang cenderung tidakmelaporkan kepada lembaga adat diGampong terlebih dahulu ketikaterjadi perselisihan dan langsungmelaporkan di Kepolisian setempat(POLSEK). Kemudian ditambah lagipihak Kepolisian setempat terkadangterlalu terburu-buru dalam halmemproses kasus Tipiring tersebut

secara formal, yang seharusnyaterlebih dahulu membantumemberikan penjelasaan danpemahaman kepada lemabaga adatdan masyarakat untuk melakukanpenyelesaian melalui peradilan adatGampong secara berjenjang/bertahapberdasarkan Qanun Aceh Nomor 9Tahun 2008, Qanun Aceh Nomor 10Tahun 2008 tentang Lembaga Adatdan Pedoman Peradilan Adat DiAceh Untuk Peradilan Adat YangAdil Dan Akuntabel dari MajelisAdat Aceh (MAA).

Hambatan dan upaya yangdilakukan untuk meningkatkanfungsi lembaga adat Aceh dalampenyelesaian tindak pidana ringandi tingkat Gampong.

Adapun hambatan dalammeningkatkan fungsi lembaga adatAceh dalam penyelesaian tindakpidana ringan di tingkat Gampongadalah sebagai berikut:1. Hambatan yang berasal dari

Lembaga Adat dan Pemerintaha. Kurangnya kepedulian,

keseriusan dan rasa percayadiri lembaga adat dalam halmelaksanakan fungsi dankewenangannya sebagaipenyelenggara PeradilanAdat dalam menyelesaikanperselisihan tipiring di tingkatGampong. Kurangnyakepedulian, keseriusan danrasa percaya diri inilah yangmenyebabkan pengetahuan,pemahaman dan pengalaman

Page 16: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

162

yang masih saja rendah.Sehingga terkadangmenyerahkan langsungsepenuhnya kepadaKepolisian Sektoral setempat(POLSEK) untukdiselesaikan secara formal.xxxviii

b. Kurangnya dukungan dariWali Nanggroe dan MAAdalam hal memberikanpembinaan dan pelatihankhusus kepada lembaga adatuntuk membina kehidupanadat dan adat istiadat ditingkat Gampong.xxxix

c. Terbatasnya dana dariPemerintah untukmendukung pelaksanaanpenyelesaian tipiring ditingkat Gampong. Masalahdana ini sangatlahberpengaruh, dana tersebutuntuk mendukung kelancaranaktifitas penyelesaianmelalui peradilan adat.Selama ini lembaga adatmenjalankan fungsinyamenyelesaikan melaluiperadilan adat hanya bersifatsuka rela dan keihlasan.xl

2. Hambatan yang berasal dariKepolisianKurangnya koordinasi antaralembaga adat dengan KepolisianSektoral setempat (POLSEK).Tindakan yang terburu-buru dariKepolisian Sektoral setempat(POLSEK) dan ketidakseriusanpula dari lembaga adat setempatmenjadi hambatan yang sangat

sulit dalam penyelesaian tipiringsecara kekeluargaan.

3. Hambatan yang berasal dariMasyarakatKurangnya kepercayaan darimasyarakat terhadap solusi-solusidan hasil putusan yangditawarkan oleh lembaga adatmelalui peradilan adat di tingkatGampong.xli Kurang kepercayaanini juga disebabkan pemikiranmasyarakat yang hanyamenganggap bahwa penanganansecara formal adalah satu-satunyasolusi yang memberikan rasakeadilan bagi pihak korban, tanpamemikirkan bahwa penyelesaiansecara kekeluargaan melaluipradilan adat mempunyai suatuhasil yang akan mengembalikankeadaan ketengangan diantaramasyarakat yang berselisihmenjadi keadaan seperti semulasebelum perselisihan terjadi.Dalam pengertian adanya rasasaling sukarela dan keikhlasanuntuk menciptakan kembalikeadaan damai dan tentramdalam kehidupan di masyarakat.

Sedangkan upaya yangdilakukan untuk meningkatkanfungsi lembaga adat Aceh dalampenyelesaian tindak pidana ringan ditingkat Gampong adalah sebagaiberikut:1. Meningkatkan kepedulian,

keseriusan dan rasa percaya dirilembaga adat dalam halmelaksanakan fungsi dankewenangannya sebagaipenyelenggara Peradilan Adat

Page 17: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

163

dalam menyelesaikanperselisihan tipiring di tingkatGampong.

2. Meningkatkan peran WaliNanggroe dan MAA untukmemberikan pembinaan danpelatihan khusus kepada lembagaadat untuk membina kehidupanadat dan adat istiadat khusunya ditingkat Gampong.

3. Dukungan dana dari pemerintahdemi kelancaran pelaksanaanpenyelesaian tipiring melaluiperadilan adat di tingkatGampong.

4. Meningkatkan koordinasi yangbaik antara lembaga adat denganKepolisian Sektoral setempat(POLSEK). Koordinasi antaralembaga adat / PenyelenggaraPeradilan Adat Gampong(Keuchik dan Tuha Peut) denganaparat Kepolisian sangat sejalandengan program ForumKemitraan Polisi Masyarakat(FKPM).

KESIMPULANEfektivitas fungsi lembaga

adat Aceh dalam penyelesaian tindakpidana ringan di tingkat Gampongbelum tercapai, disebabkankurangnya kemampuan secaramandiri akibat dari dikarenakanpengetahuan, pemahaman danpengalaman yang masih rendahdalam menyelesaikan secara adatmelalui peradilan adat di Gampongsehingga dalam pelaksanaan masihmembutuhkan pendampingan daripihak Kepolisian masyarakat

(POLMAS) dan terkadangmenyerahkan langsung kasus tipiringuntuk diselesaikan pada KepolisianSektoral setempat (POLSEK) dankurang kepercayaan masyarakat yangberselisih terhadap hasilpenyelesaian peradilan adat Aceh ditingkat Gampong.

Hambatan dalammeningkatkan fungsi lembaga adatAceh dalam penyelesaian tindakpidana ringan di tingkat Gampongadalah berasal dari 1. Hambatanyang berasal dari Lembaga Adat danPemerintan, 2. Hambatan yangberasal dari Kepolisian, 3. Hambatanyang berasal dari Masyarakat. Upayayang dilakukan untuk meningkatkanfungsi lembaga adat Aceh dalampenyelesaian tindak pidana ringan ditingkat Gampong adalah sebagaiberikut: 1. Meningkatkankepedulian, keseriusan dan rasapercaya diri lembaga adat , 2.Meningkatkan peran Wali Nanggroedan MAA untuk memberikanpembinaan dan pelatihan, 3.Dukungan dana dari pemerintah, 4.Meningkatkan koordinasi yang baikantara lembaga adat denganKepolisian Sektoral (POLSEK).

DAFTAR PUSTAKAAbdurrahaman, 2009, Peradilan

Adat di Aceh sebagai SaranaKerukunan MasyarakatMajelis Adat Aceh (MAA)Provinsi Aceh,Banda Aceh

Abdurrahman, 2008, ReusamGampong, Majalah Jeumala,

Page 18: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

164

Edisi No. XXVII Juli 2008,Majelis Adat Aceh ProvinsiNanggroe Aceh Darussalam,Banda Aceh.

Ammiruddin, 2003, PengantarMetode Penelitian Hukum, PTRaja Grafindo Persada, Jakarta.

Amrin Ali, 2009, Fungsi MeunasahSebagai Lembaga (Hukum)Adat danAktualisasinya diAceh, Majelis Adat AcehProvinsi Aceh, Banda Aceh.

Anonimos, 2003, Sistem PeradilanAdat dan Lokal di Indonesia;Peluang danTantangan, (t.tp.:Aliansi Masyarakat AdatNusantara (AMAN) denganDukungan dari PatnershipforGovernance Reform.

Badruzzaman Ismail, 2007, Mesjiddan Adat Meunasha SebagaiSumber EnergiBudayaAceh,MAA, BandaAceh.

BadruzzamanIsmail, 2008, PedomanPeradilan Adat Di Aceh UntukPeradilan Adat Yang Adil DanAkuntabel, Ketua Majelis AdatAceh Nanggroe AcehDarussalam, Banda Aceh.

Departemen Pendidikan Nasional,2008, Kamus Besar BahasaIndonesia Pusat Bahasa, PT.Gramedia Pustaka Utama,Jakarta.

Handayanigrat Handoko, Dkk, 2003,Manajemen Sumber DayaManusia, Edisi Revisi, PTBumi Aksara, Jakarta.

Fuadi dan Liza Agnesta Krisna,2014, Sosialisasi PeradilanAdat Di GampongPeutowKecamatan BiremBayeun Kabupaten AcehTimur. Pengabdian padamasyarakat ini dibiayaiolehdana DIPA UniversitasSamudra Surat PerjanjianPelaksana KegiatanPengabdian pada MasyarakatNomor :389/UN54.6/PM/2014,Fakultas Hukum UniversitasSamudra.

Hendra nurtjahjo dan fokky fuad,2010,Legal standing kesatuanmasyarakat hukum adat,Salemba Humanika, Jakarta,hal10. Bushar Muhammad,2002, Asas-Asas Hukum Adat,Suatu Pengantar, cet II, PradyaParamitha, Jakarta.

HS. Brahmana, 2013, Hukum AcaraPidana, LKBH Fakultas HukumUnsam Langsa.

Kamaruddin, dkk. 2013,ModelPenyelesaian Konflik DiLembaga Adat, IAIN Ar-Raniry Aceh, JurnalWalisongo, Volume 21, Nomor1, Mei.

Page 19: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

165

M. Yahya Harahap,2003,Pembahasan Permasalahandan Penerapan KUHAPPustaka Kartini, Jakarta.

Mahdi, 2011, Eksistensi PeradilanAdat di Aceh, STAINMalikussalehLhokseumawe,Jurnal Vol. 8, No.2, Desember.

Muhammad Hakim Nyak Pha,Pedoman Umum Adat Aceh,(Banda Aceh: LAKA Aceh,1990), hal. 163-164, dalamYusi Amdani, 2014, ProsesPelaksanaan PenyelesaianPerselisihan DiLembagaPeradilan Adat Aceh TingkatGampong (Desa), FakultasHukum Universitas Samudra

(Unsam) Meurandeh LangsaAceh, Jurnal Ilmu Syari‟ahDan Hukum Vol. 48, no. 1,Juni.

Sutrisno Hadi, 2002, MetodologiResearch, Yayasan Fak.Psikologi UGM, Yogyakarta.

Syahrizal, 2004, Hukum Adat danHukum Islam di Indonesia :Refleksi Terhadap BeberapaBentuk Integrasi Hukum dalamBidang Kewarisan Aceh,Cetakan I, Nadia Foundation,Lhokseumawe-Provinsi Aceh.

http://aceh.tribunnews.com/2014/06/18/adli-efektifkan-mou-pengadilan-adat, diaksestanggal 12 April 2015

iKata Adat berarti aturan baik berupa perbuatan ataupun ucapan yang lazim dituruti dandilakukan sejak dahulu kala.Kata adat ini sering disebut beriringan dengan istiadat, sehinggamenjadi adat istiadat. Adat Istiadat berarti berarti tata kelakuan yang kekal dan turun temurun darigenerasi ke generasi lain sebagai warisan, sehingga kuat integraasinya dengan pola-pola perilakumasyarakat. Dalam prakteknya, istilah adat istiadat mengandung arti yang cukup luas, mencakup

Page 20: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

166

semua hal dimana suatu masyarakat atau seseorang menjadi terbiasa untuk melakukannya.Adapula yang menyebutkan bahwa adat ialah aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan manusiayang tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah tertentu di Indonesia sebagai kelompok sosialuntuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyaraktnya. Lihat Syahrizal, 2004, Hukum Adatdan Hukum Islam di Indonesia : Refleksi Terhadap Beberapa Bentuk Integrasi Hukum dalamBidang Kewarisan Aceh, Cetakan I, Nadia Foundation, Lhokseumawe-Provinsi Aceh, hal. 63-64.

iiHukum adat dapat diartikan sebagai seluruh keputusan para pejabat hukum, baik hakimdesa, kerapatan desa, hakim, pejabat agama dan pejabat desa yang memiliki kewajiban dandipatuhi secara serta merta oleh masyarakat hukum adatnya.Keputusan tersebut memiliki nilaikerohanian, nilai – nilai kemasyarakat yang hidup dalam sebuah persekutuan hukum adat.LihatHendra nurtjahjo dan fokky fuad, 2010,Legal standing kesatuan masyarakat hukum adat, SalembaHumanika, Jakarta, hal10.Istilah hukum adat digunakan sebagai sinonim dari hukum tidak tertulisdalam peraturan legistatif, hukum yang hidup sebagai konvensi di badan-badan Negara, dewanpropinsi dan sebagainya yang timbul karena putusan-putusan hakim, hukum yang hidup sebagaiperaturan kebiasaan yang dipertahankan di dalam pergaulan hidup, baik di kota – kota maupun didesa-desa, semua ini merupakan adat atu hukum yang tidak tertulis menurut pasal 32 UUDS 1950.Bushar Muhammad, 2002, Asas-Asas Hukum Adat, Suatu Pengantar, cet II, PradyaParamitha,Jakarta, hal. 1.

iiiFuadi dan Liza Agnesta Krisna, 2014, Sosialisasi Peradilan Adat Di GampongPeutowKecamatan Birem Bayeun Kabupaten Aceh Timur. Pengabdian pada masyarakat inidibiayai olehdana DIPA Universitas Samudra Surat Perjanjian Pelaksana Kegiatan Pengabdianpada Masyarakat Nomor : 389/UN54.6/PM/2014, Fakultas Hukum Universitas Samudra, hal. 2

iv Badruzzaman Ismail, 2007, Mesjid dan Adat Meunasha Sebagai Sumber EnergiBudayaAceh,MAA, Banda Aceh, hal. 150

v Lihat Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang PemerintahanAceh

vi Lihat Pasal 13ayat (2) dan (3) Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang PembinaanKehidupan Adat dan Adat Istiadat

vii Lihat Pasal 14 ayat (1) Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan KehidupanAdat dan Adat Istiadat

viiiAbdurrahman, 2008, Reusam Gampong, Majalah Jeumala, Edisi No. XXVII Juli2008, Majelis Adat Aceh Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh, hal.13

ixLihat Pasal 14 ayat (2) Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan KehidupanAdat dan Adat Istiadat.

xLihat Pasal 13 ayat (1) Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan KehidupanAdat dan Adat Istiadat

xiM. Yahya Harahap,2003, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAPPustaka Kartini, Jakarta, hal. 422.

xiiLihat Pasal 14 ayat (4) Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan KehidupanAdat dan Adat Istiadat yang berbunyi sidang musyawarah penyelesaian sengketa/perselisihandilaksanakan di Meunasah atau nama lain pada tingkat Gampong atau nama lain dan di Mesjidpada tingkat Mukim atau tempat-tempat lain yang ditunjuk oleh Keuchik atau nama lain danImeum Mukim atau nama lain.

xiiihttp://aceh.tribunnews.com/2014/06/18/adli-efektifkan-mou-pengadilan-adat, diaksestanggal 12 April 2015

xiv Ammiruddin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada,Jakarta, hlm 118.

xv Sutrisno Hadi, 2002, Metodologi Research, Yayasan Fak. Psikologi UGM, Yogyakarta,, hal. 63.

xviKamaruddin, dkk. 2013,Model Penyelesaian Konflik Di Lembaga Adat, IAIN Ar-Raniry Aceh, Jurnal Walisongo, Volume 21, Nomor 1, Mei, hal 40

xviiIbid.xviiiLihat Pasal 1 angka 7 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga AdatxixLihat Pasal 1 angka 21 Qanun Aceh Nomor 10 Tahun 2008 tentang Lembaga AdatxxLihat pasal 1 angka 18 Qanun Aceh nomor 10 tahun 2008 tentang Lembaga AdatxxiMuhammad Hakim Nyak Pha, Pedoman Umum Adat Aceh, (Banda Aceh: LAKA

Page 21: PENYELESAIAN TINDAK PIDANA RINGAN DI TINGKAT GAMPONG … fileKabupaten Aceh Timur penyelesaian tindak pidana ringan melalui peradilan adat di tingkat Gampong belumlah dilaksanakan

Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.3 Oktober 2016

167

Aceh, 1990), hal. 163-164, dalam Yusi Amdani, 2014, Proses Pelaksanaan PenyelesaianPerselisihan DiLembaga Peradilan Adat Aceh Tingkat Gampong (Desa), Fakultas HukumUniversitas Samudra (Unsam) Meurandeh Langsa Aceh, Jurnal Ilmu Syari‟ah Dan Hukum Vol.48, no. 1, Juni, hal. 235

xxiiIbidxxiiiIbidxxivAbdurrahaman, 2009, Peradilan Adat di Aceh sebagai Sarana Kerukunan

Masyarakat Majelis Adat Aceh (MAA) Provinsi Aceh,Banda Aceh, hal. 1.xxvAnonimos, 2003, Sistem Peradilan Adat dan Lokal di Indonesia; Peluang

danTantangan, (t.tp.: Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dengan Dukungan dariPatnershipfor Governance Reform, hal. 5

xxviIbid.xxviiIbid., hal. 9.xxviiiAbdurrahaman, Peradilan Adat di Aceh sebagai Sarana Kerukunan Masyarakat,

Op.Cit.,hal 2.xxixIbidxxxMeunasah berfungsi menjalankan keputusan hukum/eksekusi atas keputusan damai

yang telah ditetapkan oleh penyelenggara Peradilan Adat.Penyelenggaraan eksekusi ditetapkandidepan umum dihadiri oleh seluruh masyarakat gampong dan para pihak beserta keluarga danorang-orang tua dari gampong tersebut.Amrin Ali, 2009, Fungsi Meunasah Sebagai Lembaga(Hukum) Adat danAktualisasinya di Aceh, Majelis Adat Aceh Provinsi Aceh, Banda Aceh, hal. 03.

xxxiPepatah Aceh yaitu Geupageu Lampong Ngon Kawat gepage nanggroe ngonadat:mengamankan kebun dengan kawat mengamankan negeri dengan adat, lihat dalamBadruzzamanIsmail, 2008, Pedoman Peradilan Adat Di Aceh Untuk Peradilan Adat Yang AdilDan Akuntabel, Ketua Majelis Adat Aceh Nanggroe Aceh Darussalam, Banda Aceh, hal.iii.

xxxiiMahdi, 2011, Eksistensi Peradilan Adat di Aceh, STAIN MalikussalehLhokseumawe,Jurnal Vol. 8, No.2, Desember, hal.195-197.

xxxiiiBadruzzaman Ismail, Pedoman Peradilan Adat Di Aceh Untuk Peradilan Adat YangAdil Dan Akuntabel, Op,Cit., hal.9

xxxivIbid, hal 16-19.xxxv HS. Brahmana, 2013, Hukum Acara Pidana, LKBH Fakultas Hukum Unsam

Langsa, hal. 164.xxxvi Wawancara dengan Azhar Umar Keuchik Gampong Baro, Tarmizi Keuchik

Gampong Alue Dua Muka O, Muhammad Salim Keuchik Gampong Pulo Blang, Mauziir KeuchikGampong Grong-grong, Abdullah Zaini Sekretaris Gampong Aceh di Idi Kabupaten Aceh Timur,tanggal 29 Juni, 26 Juli, 26 Agustus, 30 Agustus dan 02 September 2016.

xxxvii Efektif adalah dapat membawa hasil, berhasil guna. Departemen PendidikanNasional, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, PT. Gramedia Pustaka Utama,Jakarta, hal. 352. Efektifitas adalah kemampuan untuk memilih tujuan yang tepat atau peralatanyang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Handayanigrat Handoko, Dkk, 2003,Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi, PT Bumi Aksara, Jakarta. hal.7.

xxxviii Wawancara dengan Brika Dede Chandra, Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek IdiRayeuk, di Idi Kabupaten Aceh Timur, tanggal 05 September 2016.

xxxix Wawancara dengan Azhar Umar Keuchik Gampong Baro, Tarmizi KeuchikGampong Alue Dua Muka O, Muhammad Salim Keuchik Gampong Pulo Blang, Mauziir KeuchikGampong Grong-grong, Abdullah Zaini Sekretaris Gampong Aceh di Idi Kabupaten Aceh Timur,tanggal 29 Juni, 26 Juli, 26 Agustus, 30 Agustus dan 02 September 2016.

xl Wawancara dengan Azhar Umar Keuchik Gampong Baro, Tarmizi Keuchik GampongAlue Dua Muka O, Muhammad Salim Keuchik Gampong Pulo Blang, Mauziir Keuchik GampongGrong-grong, Abdullah Zaini Sekretaris Gampong Aceh di Idi Kabupaten Aceh Timur, tanggal 29Juni, 26 Juli, 26 Agustus, 30 Agustus dan 02 September 2016.

xli Wawancara dengan Azhar Umar Keuchik Gampong Baro, Tarmizi Keuchik GampongAlue Dua Muka O, Muhammad Salim Keuchik Gampong Pulo Blang, Mauziir Keuchik GampongGrong-grong, Abdullah Zaini Sekretaris Gampong Aceh di Idi Kabupaten Aceh Timur, tanggal 29Juni, 26 Juli, 26 Agustus, 30 Agustus dan 02 September 2016.