penyakit kulit herpes zoster

14
Herpes Zoster pada Perempuan Dengan Ciri Kulit Melenting Kemerahan Jesika Souhoka 102013038 Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510. tlp: (021)-56942061, fax: (021)-5631731 Email: [email protected] Pendahuluan Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela, virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun. 1 Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA

Upload: jesika-souhoka-ii

Post on 09-Apr-2016

17 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

herpes zoster merupakan efek sekunder

TRANSCRIPT

Page 1: penyakit kulit Herpes Zoster

Herpes Zoster pada Perempuan

Dengan Ciri Kulit Melenting Kemerahan

Jesika Souhoka

102013038

Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta 11510. tlp: (021)-56942061, fax: (021)-5631731

Email: [email protected]

Pendahuluan

Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Herpes zoster terjadi pada orang yang pernah menderita varisela sebelumnya karena varisela dan herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama yaitu virus varisela zoster. Setelah sembuh dari varisela,virus yang ada di ganglion sensoris tetap hidup dalam keadaan tidak aktif dan aktif kembali jika daya tahan tubuh menurun.1

Herpes zoster disebabkan oleh infeksi virus varisela zoster (VVZ) dan tergolong virus berinti DNA, virus ini berukuran 140-200 nm, yang termasuk subfamili alfa herpes viridae. Berdasarkan sifat biologisnya seperti siklus replikasi, penjamu, sifat sitotoksik dan sel tempat hidup laten diklasifikasikan kedalam 3 subfamili yaitu alfa, beta dan gamma. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik. Secara in vitro virus herpes alfa mempunyai jajaran penjamu yang relatif luas dengan siklus pertumbuhan yang pendek serta mempunyai enzim yang penting untuk replikasi meliputi virus spesifik DNA polimerase dan virus spesifik deoxypiridine (thymidine) kinase yang disintesis di dalam sel yang terinfeksi.1

Page 2: penyakit kulit Herpes Zoster

Pembahasan

Anamnesis

Anamnesis yang dilakukan oleh dokter pada kasus ini dilakukan secara auto yaitu dengan menanyakan langsung kepada pasien. Anamnesis sangat penting dilakukan dalam penentuan diagnosis penyakit. Anamnesis terdiri dari data umum pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat kebiasaan/sosial. Pada kasus skenario keluhan utama yang dirasakan pasien adalah kulit yang melenting kemerahan di daerah dada kiri yang terasa sakit dan juga panas. Pada kasus herpes zoster dapat ditemukan riwayat penyakit varicella saat pasien masih kecil.2

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan memeriksa bagian lesi. Kelainan kulit tersebut mula-mula berupa eritema kemudian berkembang menjadi papula dan vesikula yang dengan cepat membesar dan menyatu sehingga terbentuk bula. Isi vesikel mula-mula jernih, setelah beberapa hari menjadi keruh dandapat pula bercampur darah. Jika absorbsi terjadi, vesikel dan bula dapat menjadi krusta.Dalam stadium pra erupsi, penyakit ini sering dirancukan dengan penyebab rasa nyeri lainnya, misalnya pleuritis, infark miokard, kolesistitis, apendisitis, kolik renal, dan sebagainya. Namun bila erupsi sudah terlihat, diagnosis mudah ditegakkan. Karakteristik dari erupsi kulit pada herpes zoster terdiri atas vesikel-vesikel berkelompok, dengan dasar eritematosa, unilateral, dan mengenai satu dermatom. Jarang terjadi rash bilateral. Lesi zoster timbul secara simultan dan menetap pada tahap penyembuhan yang sama. Lesi pada ujung hidung menunjukkan adanya keterlibatan nervus nasosiliaris; temuan ini mengharuskan dilakukannya pemeriksaan slit-lamp dengan pewarnaan fluoresens untuk mencari adanya lesi kornea dari keratitis herpetic.

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis herpes zoster terutama didasarkan pada temuan klinis, terutama dari lokasi dan bentuk erupsi kulit yang khas dan berhungan dengan nyeri yang terlokalisasi. Namun pada beberapa pasien, gambaran herpes zoster dapat tidak khas dan mungkin memerlukan beberapa pemeriksaan tambahan. Hal ini sangat nyata pada pasien dengan gangguan imunitas. Virus varicella-zoster dapat dikultur; hal ini memiliki kegunaan terbatas hanya dalam penelitian karena memerlukan waktu lama untuk pertumbuhan virusnya. Jika diperlukan, diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan mengirimkan hasil swab ke laboratorium. Angkat bagian puncak lesi dan lakukan swab pada dasar lesi. Kemudian buat sediaan hapus yang dikeringkan di udara lalu dikirim ke laboratorium untuk pewarnaan dengan antibody immunoflurescent. Swab ini juga dapat ditempatkan di dalam media transport untuk mendeteksi adanya DNA virus menggunakan PCR (polymerase chain reaction). Percobaan Tzanck dapat diperoleh dari lesi vesikuler, namun percobaan ini tidak

Page 3: penyakit kulit Herpes Zoster

dapat membedakan jenis-jenis infeksi virus varicella-zoster seperti herpes zoster dengan herpes simplek. Tes serologic untuk mengukur imunoglobin spesifik juga dapat dilakukan.3

Diagnosis Kerja

Working diagnosis pada kasus ini adalah Herpes Zoster.

Herpes zoster adalah radang kulit akut dan setempat, terutama terjadi pada orang tua yang khasditandai adanya nyeri radikuler unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dari nervus kranialis.Infeksi ini merupakan reaktivasi virus varisela zoster dari infeksi endogen yang telah menetap dalambentuk laten setelah infeksi primer oleh virus.

Faktor resiko dari herpes zoster adalah agen-agen atau kondisi yang dapat menurunkan pertahanan tubuh seperti pada perawatan khemoterapi, perawatan dengan obat-obatan sitostatik/imunsupresif/kortikosteroid., adanya suatu keganasan, usia lanjut, radiasi dan trauma local. Faktor resiko lainnya adlah orang yang mengalami penurunan kekebalan (immunocompromised) seperti HIV dan leukemia. Adanya lesi pada ODHA merupakan manifestasi pertama dari immunocompromised, dan juga orang dengan terapi organ mayor seperti transplantasi sumsum tulang Faktor pencetus kambuhnya herpes zoster antara lain adalah trauma/ luka, obat-obatan, kelelahan, sinar ultraviolet, demam, haid, alcohol, stress, dan juga gangguan pencernaan.4

Diagnosis Banding

Herpes Simplek

Herpes simpleks ditandai dengan erupsi berupa vesikel yang bergerombol, di atas dasar kulit yang kemerahan. Sebelum timbul vesikel, biasanya didahului oleh rasa gatal atau seperti terbakar yang terlokalisasi, dan kemerahan pada daerah kulit. Herpes simpleks terdiri atas dua, yaitu tipe 1 dan 2. Lesi yang disebabkan herpes simpleks tipe 1 biasanya ditemukan pada bibir, rongga mulut, tenggorokan, dan jari tangan. Lokalisasi penyakit yang disebabkan oleh herpes simpleks tipe 2 umumnya adalah di bawah pusar, terutama di sekitar alat genitalia eksterna. Hanya dapat dibedakan dengan mencari VHS dalam embrio ayam, kelinci, tikus. Baik VHS maupun VHZ terjadi sebagai vesikel berkelompok pada dasar yang eritematosa dan memperlihatkan sel datia berinti banyak pada apusan Tzank. Pada VHS kelompok vesikel biasanya sebuah, sedangkan pada VHZ biasanya terdiri atas beberapa kelompok vesikel pada satu distribusi dermatomal.

Varicella

Gejala klinis berupa papul eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah menjadi vesikel. Bentuk vesikel ini seperti tetesan embun (tear drops). Vesikel akan berubah menjadi pustul dankemudian menjadi krusta. Lesi menyebar secara sentrifugal dari badan ke muka dan ekstremitas.

Page 4: penyakit kulit Herpes Zoster

Dermatitis Venenata

Dermatitis venenata merupakan dermatitis kontak iritan yang disebabkan oleh pajanan bulu serangga yang biasa terbang pad malam hari. Eritem yang muncul dapat menjadi vesikel bahkan krusta dalam waktu yang cepat.5

Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh Varisella Zoster Virus yang mempunyai kapsid tersusun dari 162 subunit protein dan berbentuk simetri ikosehedral dengan diameter 100 nm. Virion lengkapnya berdiameter 150-200 nm dan hanya virion yang berselubung yang bersifat infeksius. Virus varisela dapat menjadi laten di badan sel saraf, sel satelit pada akar dorsalis saraf, nervus kranialis dan ganglio autonom tanpa menimbulkan gejala. Pada individu yang immunocompromise, beberapa tahun kemudian virus akan keluar dari badan saraf menuju ke akson saraf dan menimbulkan infeksi virus pada kulit yang dipersarafi. Virus dapat menyebar dari satu ganglion ke ganglion yang lain pada satu dermatom. VVZ dalam subfamili alfa mempunyai sifat khas menyebabkan infeksi primer pada sel epitel yang menimbulkan lesi vaskuler. Selanjutnya setelah infeksi primer, infeksi oleh virus herpes alfa biasanya menetap dalam bentuk laten didalam neuron dari ganglion. Virus yang laten ini pada saatnya akan menimbulkan kekambuhan secara periodik.

Epidemologi

Insiden terjadinya herpes zoster meningkat sesuai dengan pertambahan umur dan biasanya jarang mengenai anak-anak. Insiden herpes zoster berdasarkan usia yaitu sejak lahir-9 tahun :0,74 / 1000; usia 10-19 tahun: 1,38 /1000 ; usia 20-29 tahun : 2,58 /1000. Di Amerika herpes zoster jarang terjadi pada anak-anak, dimana lebih dari 66% mengenai usia dari 50 tahun, kurang dari 10% mengenai usia dibawah 20 tahun dan 5% mengenai usia kurang dari 15 tahun. Walaupun herpes zoster merupakan penyakit yang sering dijumpai pada orang dewasa, namun herpes zoster dapat juga terjadi pada bayi yang baru lahir apabila ibunya menderita herpes zoster pada masa kehamilan. Dari hasil penelitian, ditemukan sekitar 3% herpes zoster pada anak, biasanya ditemukan pada anak-anak yang imunokompromis dan menderita penyakit keganasan.

Patofisiologi

Penyebab mengapa tepatnya VZV menjadi reaktif belum dipahami sepenuhnya. Bagaimanapun, kekebalan spesifik dengan perantara sel terhadap VZV menjadi faktor utama dalam menentukan reaktivasi VZV. Kekebalan ini menurun seiring dengan pertambahan usia dan pada pasien dengan keganasan. Kelompok pasien ini lebih sering terkena herpes zoster. Pasien dengan hypogammaglobulinemia (suatu defek kekebalan humoral, namun seluluernya tidak) tidak lebih sering menderita zoster. Ini menyokong pemikiran bahwa kekebalan yang diperantarai sel memiliki peranan penting dalam pathogenesis terjadinya infeksi VZV.

Page 5: penyakit kulit Herpes Zoster

Reaktivasi VZV menyebabkan inflamasi pada akar dorsal ganglion disertai nekrosis hemoragik dari sel-sel saraf sehingga terjadi hilangnya neuron dan terbentuk fibrosis. Distribusi rash berhubungan dengan daerah sensorik dari neuron yang terinfeksi di dalam ganglion tertentu. Lokasi anatomis dari dermatom yang terlibat seringkali menentukan manifestasi yang mungkin timbul (misalnya herpes zotster oftalmikus menyebabkan komplikasi mata bila melibatkan ganglion trigeminus).6

Gejala Klinis

Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi. Gejala konstitusi, seperti sakit kepala, malaise, dan demam, terjadi pada 5% penderita (terutama pada anak-anak) dan timbul 1-2 hari sebelum terjadi erupsi.

Gambaran yang paling khas pada herpes zoster adalah erupsi yang lokalisata dan unilateral. Jarang erupsi tersebut melewati garis tengah tubuh. Umumnya lesi terbatas pada daerah kulit yang dipersarafi oleh salah satu ganglion saraf sensorik.

Erupsi mulai dengan eritema makulopapular. Dua belas hingga dua puluh empat jam kemudian terbentuk vesikula yang dapat berubah menjadi pustula pada hari ketiga. Seminggu sampai sepuluh hari kemudian, lesi mengering menjadi krusta. Krusta ini dapat menetap menjadi 2-3 minggu.Keluhan yang berat biasanya terjadi pada penderita usia tua. Pada anak-anak hanya timbul keluhan ringan dan erupsi cepat menyembuh. Rasa sakit segmental pada penderita lanjut usia dapat menetap, walaupun krustanya sudah menghilang. Frekuensi herpes zoster menurut dermatom yang terbanyak pada dermatom torakal (55%), kranial (20%), lumbal (15%), dan sakral (5%).7

Menurut lokasi lesinya, herpes zoster dibagi menjadi:

Herpes zoster oftalmikus

Herpes zoster oftalmikus merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf dari cabang ophtalmicus saraf trigeminus (N.V), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Infeksi diawali dengan nyeri kulit pada satu sisi kepala dan wajah disertai gejala konstitusi seperti lesu, demam ringan. Gejala prodromal berlangsug 1 sampai 4 hari sebelum kelainan kulit timbul. Fotofobia, banyak kelar air mata, kelopak mata bengkak dan sukar dibuka.

Page 6: penyakit kulit Herpes Zoster

Gambar 1. Herpes Zoster Oftalmikus

Herpes zoster fasialis

Herpes zoster fasialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai bagian ganglion gasseri yang menerima serabut saraf fasialis (N.VII), ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 2. Herpes Zoster Fasialis

Herpes zoster brakialis

Herpes zoster brakialis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus brakialis yang ditandai erupsi herpetik unilateral pada kulit.

Gambar 3. Herpes Zoster Brakialis

Page 7: penyakit kulit Herpes Zoster

Herpes zoster torakalis

Herpes zoster torakalis merupakan infeksi virus herpes zoster yang mengenai pleksus torakalis yang ditandai erupsi herpetik ini.8

Gambar 4. Herpes Zoster Torakalis

Penatalaksanaan Medikamentosa

Penatalaksanaan medikamentosa pada Herpes Zoster adalah dengan menghilangkan gejala simtomatik dan menekan inflamasi serta infeksi, yaitu dengan dua cara, pengobatan topical dan sistemik.

Pengobatan topical

Pada stadium vesicular diberi bedak salicyl 2% atau bedak kocok kalamin untuk mencegah vesikel pecah. Bila vesikel pecah dan basah, diberikan kompres terbuka dengan larutan antiseptik atau kompres dingin dengan larutan burrow 3 x sehari selama 20 menit. Apabila lesi berkrusta dan agak basah dapat diberikan salep antibiotik (basitrasin / polysporin ) untuk mencegah infeksi sekunder selama 3 x sehari.

Krim EMLA, lidokain patches, dan krim capsaicin dapat digunakan untuk neuralgia paska herpes. Solutio Burrow dapat digunakan untuk kompres basah. Kompres diletakkan selama 20 menit beberapa kali sehari, untuk maserasi dari vesikel, membersihkan serum dan krusta, dan menekan pertumbuhan bakteri. Solutio Povidone- iodine sangat membantu membersihkan krusta dan serum yang muncul pada erupsi berat dari orangtua. Acyclovir topikal ointment diberikan 4 kali sehari selama 10 hari untuk pasien imunokompromised yang memerlukan waktu penyembuhan jangka pendek.

Pengobatan sistemik

Obatyang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misalnya valasiklovir. Obat yang lebihbaru ialah famsiklovir dan pensiklovir yang mempunyai waktu paruh eliminasi yang lebih lama sehingga cukup diberikan 3x250 mg sehari. Obat–obat tersebut diberikan dalam 3 har ipertama sejak lesi muncul. Untuk zoster yang menyebar luas yang timbul pada orang – orang yang mengalami imunosupresi, asiklovir intravena mungkin dapat menyelamatkan jiwa. Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan 7 hari, paling lambat dimulai 72 jam setelah lesi muncul berupa rejimen yang

Page 8: penyakit kulit Herpes Zoster

dianjurkan. Valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul obat–obat tersebut masih dapat diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi. Valasiklovir terbukti lebih efektif dibandingkan asiklovir sedangkan famsiklovir sama dengan asiklovir.

Pengobatan lain yang juga dipakai antara lain kortikosteroid jangka pendek dan diberikanpada masa akut, pemberian steroid ini harus dengan pertimbangan ketat. Indikasi pemberiankortikosteroid ialah sindrom Ramsay Hunt. Pemberian harus sedini–dininya untuk mencegahterjadinya paralisis. Diberikan prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosisditurunkan bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebihbaik digabung dengan obat anti viral. Dikatakan kegunaanya mencegah fibrosis ganglion.

Antiinflamasi non steroid juga dikatakan menolong, namun hasilnya tidak dapat disimpulkan. Untuk neuralgia pasca herpes, pemberian awal terapi anti virus telah diberikan untuk mengurangi insidens.

Pada kasus berat dapat diberikan Gabapentin oral (300– 600 mg per oral TID selama 7hari). Tidak lebih dari 150 mg/d. Penderita AIDS dengan CD4+ <100 sel/mm dantransplantasi resipien, khususnya sumsung tulang mungkin mengalami infeksi VVZ denganresistan acyclovir. Perlu diawali pengobatan dengan foscarnet 40 mg/kg IV setiap 8 jam selama 7 – 10 hari pada pasien dengan suspek infeksi VVZ dengan resisten acyclovir. Pengobatanfoscarnet diperlukan setidaknya sampai 10 hari atau sampai lesi sembuh.

Penatalaksanaan Non Medikamentosa

Anjuran yang diberikan adalah dengan mandi yang teratur serta menghindari garukan pada lesi yang gatal karena cairan dalam vesikel mampu menibulkan vesikel pada tempat lain jika terkena cairan tersebut sehingga untuk menguranginya hindari tindakan menggaruk lesi.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul adalah neuralgia postherpetik, gangguan mata dengan zoster fasialis, meningoensefalitis, penyebaran kutaneus, superinfeksi pada lesi kulit, hepatitis/pneumonitis, kelemahamn motorik perifer/mielitis segmental, sindrom nervus kranialis khususnya oftalmikus dan fasialis atau sindrom Ramsay Hunt, ulkus kornea, dan Sindrom Guillain-Barre.

Neuralgia paska herpetik

Neuralgia paska herpetik adalah rasa nyeri yang timbul pada daerah bekas penyembuhan. Neuralgia inidapat berlangsung selama berbulan-bulan sampai beberapa tahun. Keadaan ini cenderung timbul padaumur diatas 40 tahun, persentasenya 10 15 % dengan gradasi nyeri yang bervariasi. Semakin tua umurpenderita maka semakin tinggi persentasenya.

Page 9: penyakit kulit Herpes Zoster

Infeksi sekunder

Pada penderita tanpa disertai defisiensi imunitas biasanya tanpa komplikasi. Sebaliknya pada yangdisertai defisiensi imunitas, infeksi H.I.V., keganasan, atau berusia lanjut dapat disertai komplikasi.Vesikel sering manjadi ulkus dengan jaringan nekrotik.

Kelainan pada mata

Pada herpes zoster oftatmikus, kelainan yang muncul dapat berupa: ptosis paralitik, keratitis, skleritis,uveitis, korioratinitis dan neuritis optik.

Sindrom Ramsay Hunt

Sindrom Ramsay Hunt terjadi karena gangguan pada nervus fasialis dan otikus, sehingga memberikangejala paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan, tinitus,vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus, nausea, dan gangguan pengecapan.

Paralisis Motorik

Paralisis motorik dapat terjadi pada 1-5% kasus, yang terjadi akibat perjalanan virus secara kontinuitatum dari ganglion sensorik ke sistem saraf yang berdekatan. Paralisis ini biasanya munculdalam 2 minggu sejak munculnya lesi. Berbagai paralisis dapat terjadi seperti di wajah, diafragma,batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Umumnya akan sembuh spontan.9

Prognosis

Prognosis pada Herpes Zoster adalah baik. Pada umumnya penyakit herpes zoster dapat sembuh sendiri (self limiting disease), tetapi pada beberapa kasus dapat timbul komplikasi. Semakin lanjut usia, semakin tinggi frekuensi timbulnya komplikasi.10

Pencegahan

Pencegahan herpes zoster dapat dilakukan dengan cara yang sederhana, yaitu dengan menjaga daya tahan dan kesehatan tubuh dan menjauhkan diri dari stres. Pencegahan dapat pula ditempuh dengan pemberian vaksin VZV.

Menurut (Ramona, 2010) pada anak imunokompeten yang pernah menderita varisela tidak diperlukan tindakan pencegahan, tetapi tindakan pencegahan ditujukan pada kelompok yang beresiko tinggi untuk menderita varisela seperti neonatus, pubertas ataupun orang dewasa, dengan tujuan mencegah ataupun mengurangi gejala varisela. Tindakan yang dapat diberikan yaitu imunisasi pasif menggunakan VZIG (Varicella Zozter Imunoglobulin) serta imunisasi aktif menggunakan vaksin varisela virus (oka strain).11

Page 10: penyakit kulit Herpes Zoster

Penutup

Kesimpulan

Herpes zoster disebabkan virus varicella zoster (VZV). Herpes zoster hanya terjadi pada individu yang pernah mengalami infeksi virus varicella zoster primer. Gambaran khas herpes zoster adalah erupsi lokalisata dan hampir selalu unilateral. Komplikasi herpes zoster adalah neuralgia pasca herpetik, infeksi sekunder, paralisis motorik. Diagnosa dapat dibantu dengan pemeriksaan sediaan apus Tzank. Diagnosa bandingnya adalah herpes simpleks, varisela, selulitis dan dermatitis kontak. Penatalaksanaan herpes zoster yaitu istirahat, analgetik dan neurotropik, antibiotik untuk infeksi sekunder, bedak salisil untuk mengeringkan vesikel, kortikosteroid dan antivirus. Pencegahan herpes zoster dapat dilakukan vaksinasi.

Daftar Pustaka

1. Tim C. Dermatologi dasar untuk praktik klinik. Jakarta: EGC; 2008.h.97-101.2. Mansjoer, Arief dkk. Kapita selekta kedokteran. Jilid 2. Ed ke-3. Jakarta: Media

Aesculapius; 2007.h.27.3. Brooks G F, Butel J S, dan Morse S A. Mikrobiologi kedokteran. Jakarta: EGC;

2010.h.208-13.4. Hassan R, dkk. Buku kuliah II ilmu kesehatan anak. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;

2007.h.253-8.5. Isselbacher, dkk. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC;

2010.h.124.6. Lubis, Ramona D. Varisela dan herpes zoster. Sumatera Utara: USU; 2008.h.200-9.7. Mandal BK, dkk. Lecture notes penyakit infeksi. Jakarta: Erlangga; 2006.h.152-6.8. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia. Ilmu penyakit kulit dan kelamin.

Jakarta: FKUI; 2010.h.448-9.9. Thomas TY, Joseph G. Infection management for geriatrics in long-term care

facilities. Informa Healthcare: Ouslander; 2006.h.185-8.10. Price, Sylvia., Wilson, Lorraine. Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.

Volume 2. Jakarta: EGC; 2006.h.149.11. Novak, Patricia. Kamus saku kedokteran dorland. Ed ke-25. Jakarta: EGC; 2007.h.174-

5.