penulis - universitas diponegoro

35

Upload: others

Post on 21-Nov-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENULIS - Universitas Diponegoro
Page 2: PENULIS - Universitas Diponegoro

PENULIS:ANDI FAISAL, DKK.

PENERBIT PT KANISIUS

Page 3: PENULIS - Universitas Diponegoro

PENERBIT PT KANISIUS (Anggota IKAPI)Jl. Cempaka 9, Deresan, Caturtunggal, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55281, INDONESIATelepon (0274) 588783, 565996; Fax (0274) 563349E-mail :[email protected]:www.kanisiusmedia.co.id

Cetakan ke- 3 2 1Tahun 23 22 21

Hak cipta dilindungi undang-undangDilarangmemperbanyakkaryatulisinidalambentukdandengancaraapapun,tanpaizintertulisdariPenerbit.

DicetakolehPTKanisiusYogyakarta

ISBN 978-979-21-6919-5

Pengarang : Andi Faisal, dkk.Editor : Ratna Noviani & Wening UdasmoroEditor Penerbit : Lucia IndarwatiDesain isi : Nico DampitaraDesain sampul & ilustrasi : Sekar Ayu Maharani

Politik Ruang:Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas1021003020© 2021-PT Kanisius

Page 4: PENULIS - Universitas Diponegoro

Daftar Isi

Ucapan Terima Kasih ......................................................................................... iii

Dinamika dan Politik Spasial: Sebuah PengantarRatna Noviani & Wening Udasmoro .................................................... iv

Daftar Isi ........................................................................................................................ xxv

BAGIAN I

RUANG DALAM BINGKAI KONSUMERISME .................................... 1

1. MenyewaMeja,MengimpikanIlusi:PraktikProduksi RuangSosialdalamCoworking Space Syifanie ...................................................................................................................... 2

2. McDonalisasiRuangPerpustakaan Endang Fatmawati ............................................................................................. 31

3. Politik Konsumsi Ruang Internet Cafe diYogyakarta Tangguh Okta Wibowo ................................................................................... 58

BAGIAN II

SPASIALITAS DALAM KONSTRUKSI MEDIA ....................................... 83

4. PerpustakaansebagaiRuangHeterotopia dalamFilmIndonesia Nina Mayesti .......................................................................................................... 84

5. GenderisasiRuangdalamAnime Kimi No Na Wa (2016) Khairil Anwar ......................................................................................................... 107

Page 5: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitasxxvi

6. MencariPrivasi:RuangPersonaldiMediaSosial Mashita Fandia ..................................................................................................... 139

7. GamedanRuangFantasi(Hetero)Seksual Rinta Arina Manasikana .................................................................................. 165

BAGIAN III

STRATEGI DAN NEGOSIASI RUANG POLITIK .................................. 193

8. NegosiasiMaknaRuangPerpustakaan Purwani Istiana .................................................................................................... 194

9. WarungKopisebagaiRuangPublikdiMakassar Andi Faisal ............................................................................................................... 211

10. Berebut JalananKota:StrategidanNegosiasi SeniJalanandiKotaYogyakarta Musyaffa ................................................................................................................... 237

11. MonumenIngatandanObsesiPerjalanan SeniRupaIndonesia:KajianRuangpada PameranTetapGaleriNasionalIndonesia Elok Santi Jesica ................................................................................................... 267

12.ProduksiRuangSosialUntukGeostrategiWilayah diPerbatasan:StudiKasusdiPerbatasanMaritim Indonesia-Singapura(Batam) T. Ken Darmastono ............................................................................................. 288

Indeks .............................................................................................................................. 313

Tentang Penulis ...................................................................................................... 314

Tentang Editor .......................................................................................................... 323

Page 6: PENULIS - Universitas Diponegoro

BAGIAN I__________________________RUANG DALAM BINGKAI KONSUMERISME

Page 7: PENULIS - Universitas Diponegoro

McDonalisasi Ruang Perpustakaan

Endang Fatmawati

Fenomena McDonalisasi, seperti yang dikemukakan olehGeorge Ritzer (2007), telah merambah berbagai sektor

kehidupan masyarakat. Fenomena ini juga terjadi padalingkup kerja perpustakaan, ketika ada kepentingan korporatyangmasukdan ikutberperandalammenjalankan tatakelolaperpustakaan.SalahsatuaspekdariMcDonalisasiyangtersiratdari praktik di ruang perpustakaan adalah logika industrialyangdipakaiolehperpustakaan,sehinggaadadominasidalamhal pengaturan ruang-ruang perpustakaan, termasuk peng-aturanisikoleksidanperabotdidalamnya.Halinijugaterjadipada lingkup PerpustakaanUGM, yangmenjadi fokus kajiandalam tulisan ini. Pengelolaan PerpustakaanUGM cenderungpermisifdanadaptifpadalogikadankepentinganindustrial.

Pada dasarnya ruang perpustakaan adalah arena bagiberagam aktivitas sosial. Ruang perpustakaan menjadi ruangdinamis untuk berkuasa dan menciptakan kontrol. Ruangperpustakaansendirimerupakanruangyangdiproduksisecarasosial dan berjalin berkelindan dengan proses sosial lainnya.Dalam hal ini, ruang perpustakaanmerupakan produk sosialyang menjadi representasi kehadiran dari berbagai peran

Page 8: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas32

dalam hierarki kekuasaan. Jadi, ruang perpustakaan bisa diproduksiuntukmelanggengkankekuasaandanmenciptakandominasi. Arena sosial ruang diyakini hadir dalam prosessosial secara aktual dan konkret. Artinya ruang diandaikansebagai bagian dari realitas sosial yang ikut berperan padaterjadinyaperubahansosial.Sebagaibagiandarirealitassosial,ruang perpustakaan memiliki kedudukan yang sama denganelemen sosial yang lain, seperti kelompok sosial. Dikatakan demikian karena suatu relasi dalam ranah sosial hanyadimungkinkan oleh ketersediaan arena bagi proses interaksisosial.

Tulisan ini fokus membahas McDonalisasi ruang per-pustakaan yang terjadi di Perpustakaan Pusat UGM. Kajianatas McDonalisasi ruang perpustakaan didasarkan pada datawawancara dengan empat informan yaitu UK, IF, DN, danNP. Keempat informan tersebut merupakan pustakawan aktif yangbekerjadiPerpustakaanPusatUGM.Pembahasandalamtulisan ini akan diawali dengan paparan tentang pemikiranHenri Lefebvre (1991) mengenai produksi ruang, dilanjutkandengankerangkapemikiranGeorgeRitzer(2007,2013)tentangMcDonalisasi, dan paparan tentang fenomena McDonalisasiruang perpustakaandiPerpustakaanPusatUGM.

Memahami Ruang Perpustakaan dengan Kerangka Pemikiran Lefebvre

Dalam bukunya The Production of Space, Henri Lefebvre(1991)menyatakanbahwaruangbukanhanyasekadarsesuatuyang dapat dikonsumsi tetapi juga dijadikan alat kekuasaanuntukmeraihkendaliatasruangyangmakinbesarolehkelas-kelas yang berkuasa. Relasi sosial menciptakan ruang danmelihat bahwa ruang sosial adalah produk sosial (Lefebvre,1991:26).KonseptriadikLefebvreterkaitproduksiruangsosial

Page 9: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas 33

adalah trialektik yang meliputi praktik sosial, representasi ruang,danruangrepresentasi.

Jika dikontekstualisasikan dengan kerangka pemikiranLefebvre (1991) berarti ruang perpustakaan bisa menjadiarena untuk menjelaskan bagaimana representasi ruang perpustakaanmemiliki aturandan sistemyangdalampraktikkeruangannya tidak serta merta diamini oleh pemustaka. Bagaimana ruang itu hadir dan dihadirkan, kemudian bagai-manaproduksi sosial atas ruangperpustakaan terkait denganmoda produksi dan budaya di dalamnya akan mengungkapperubahan yang terjadi. Ruang perpustakaan sebagai produksosial dibentuk oleh peran orang (agen) yang memilikikontrol atasnya. Representasi ruang (representations of space) artinya dalam dimensi ini suatu ruang dipahami sebagaisebuah konsepsi ruang. Dalam hal ini, representasi ruang perpustakaan merujuk pada representasi dalam berbagaiimage dan konseptualisasi, sehingga kemudian bisa disebutsebagai ruang. Konsepsi ini sengaja diciptakan dengan di-produksi atau direproduksi sedemikian rupa dengan tujuantertentu. Representasi ruang perpustakaan menjadi ruangnormatif,ruangideal,ruangkonseptualyangdirumuskandandikonseptualisasiolehinstitusi.

Representasi merupakan bentuk dari objek dan maknayang dilekatkan pada produk, karena ruang perpustakaan tidak memiliki makna intrinsik yang hadir sendiri (taken for granted). Ruang perpustakaan merajut beragam motif kepen-tingan dan merepresentasikan kontestasi berbagai macamgagasan. Dalam konteks representasi ruang perpustakaan,adapemahaman mengenai ruang perpustakaan sebagai konsep yang merupakan produksi pengetahuan. Representasi ruangmenghasilkan citra dari sesuatu yang disebut ruang ataumenjadi pembingkai yang terjelma dalam sistem tanda, kode,bahkan bahasa. Dalam hal ini dimungkinkan adanya gap

Page 10: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas34

antara pengetahuan perancang ruang dengan pemustakanya.Merrifield (2006)menjelaskan bahwa keruangan dalam repre-sentasi ruang lebih dipahami sebagai jargon dan simbolismeruang.

Ruang perpustakaan bisa disebut sebagai arena perjum-paan dari berbagai kepentingan pemustaka, sebagai tempat yang cair, tempat bertemunya pemustaka dengan latar be-lakangkelassosial,sehinggakontrolatasruangmenjadisebuahkontestasi kuasa dari subjek-subjek yang berada di balik ke-pentingan tersebut. Latar belakang kelas sosial dan kelompokumur yang berbeda-beda berbaur dalam ruangperpustakaan. Di satu sisi, ruang perpustakaan merupakan institusi penge-lola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekamsecara profesional dengan sistem yang baku gunamemenuhikebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, danrekreasi para pemustaka.Namundi sisi lain, justruadaaspeksimbolis lain yang menjadikan ruang perpustakaan sebagai arena kontestasi karena ada beragam fasilitas pendukunglainnya. Apabila meminjam istilah Bourdieu (1990), hal inidisebutsebagaichamps de force.

Ruang perpustakaan yang notabene merupakan ruang publik secara kolektif dimaknai sebagai milik semua civitasakademik, tetapi dalam praktik keruangannya lebih banyakdigunakan untuk kepentingan individu pemustaka denganberagam kepentingan. Ruang representasi menurut Lefebvre(1991) adalah ruang yang sebenarnya, yang dijadikan alatuntukmencapaidanmempertahankandominasi.

Produksi dan Kapitalisasi Ruang Perpustakaan

Dalam praktiknya ada kapitalisasi perpustakaan yang merujuk pada konsep George Ritzer (2007) yang dikenaldengan fenomenaMcDonalisasi.KonsepMcDonalisasi,menu-

Page 11: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas 35

rutRitzer (2007,2013) terkaitdenganprinsip restoran fast food yang hadir dan mendominasi di banyak sektor kehidupandi Amerika dan di berbagai belahan dunia. Keempat prinsipdari McDonaldisasi itu terdiri dari: efisiensi (efficiency), keterprediksian (predictability), kuantifikasi (calculability), danteknologisasi (non-human)(Ritzer,2013:21).

Prinsip McDonalisasi yang dikemukakan oleh Ritzeritu juga diterapkan dalam konteks perpustakaan. Dalam tataran ini, dengan menggunakan analogi McDonalisasidapat dikatakan bahwa proses industrialisasi dengan logikarestoran cepat saji McDonald ternyata terjadi dan diadopsioleh perpustakaan. Dalam kondisi seperti itu, tersirat bahwasecaralogika,perpustakaan memberikan layanan perpustakaan kepadapemustakadenganprinsipcepatsajiatauinstan.

Kapitalisasi perpustakaanyangbisadielaborasipadakon-teksPerpustakaanUGM, terlihatpadamasuknyakepentinganpihak lain. Hal ini bisa dilihat misalnya ketika perpustakaan membukakafedi lantai2.PerpustaaanUGMmenandatanganiMemorandum of Understanding (MoU) dengan cara kontraksewa dengan Direktur Aset UGM. Konsep kafe yang dibalutdengan istilah reading cafememang tempat fisiknya berada diruang Perpustakaan UGM, tetapi kenyataannya pengelolaankafe dilakukan oleh Korp Pegawai Universitas Gadjah Mada(Korpagama). Bahkan unit Korpagama ini juga menjadipihakyangmenggajiparapetugaskafe.Untuk labadarihasilpenjualan kafe memang tidak disetorkan, tetapi dimasukkanke kafe dan dikelola oleh Korpagama. Dalam praktiknyaKorpagama berkewajiban membayar sewa tempat, penggunaan listrik, dan membayar jaminan sewa sesuai tarif yang di-tetapkan Direktorat Aset melalui mekanisme virtual account.

Contoh yang lain adalah masuknya pihak penyewafotokopi yang ada di lantai 1 gedung perpustakaan. Dalam praktiknya kerja sama fotokopi dilakukan dengan pihak lain,

Page 12: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas36

melaluiMoU denganDirektorat Kerja Sama danAset. Untukketentuantarifsewalahandanlistrikdilakukansecaraterpisahdengan Miniature Circuit Breaker (MCB). Uang sewa yang diterima disetorkan dengan mekanisme yang sama denganpengelolaan kafe yaitu langsung disetor ke Virtual Account DirektoratAsetUGM.

Sekalipun perpustakaansecaranormatiftidakberorientasipadaakumulasiprofitmelainkanpadajasalayanan,tetapima-suknyaanalogiMcDonalisasidiperpustakaandalambeberapahal telahmembawaperubahan.Darihasilwawancaradenganinforman UK (4 Desember 2015) dikatakan bahwa hadirnyakafe memang memperlihatkan adanya transformasi. Duluketika belum ada kafe di ruang Perpustakaan UGM, adapenurunan jumlah pemustakapadajamistirahatsiang.Namunsetelah ada kafe, pemustaka seolah tidak mau beranjak dariruang-ruangyangadadiperpustakaan.Halinididukungolehdiizinkannya pemustaka untuk membawa masuk makanan dan minuman ke dalam ruang-ruang di Perpustakaan UGM,sehingga pemustaka merasa jauh lebih nyaman. Artinya McDonalisasi ternyata sejauh ini telah mentransformasi polapikirparapegawaiPerpustakaanUGMuntuklebihberorientasikepada pemustaka yang dilayani dan tidak bertumpu hanyapada koleksi perpustakaannya. Ada juga transformasi dalamhal perubahan ruang, misalnya penggabungan ruang referensi dan ruang terbitan berkala, ruang komputer lantai 2menjadisatudenganruangElectronic Thesis Dissertation (ETD), maupun ruang baca lantai 1menjadi ruang komputer, yang kemudianmenjadi ruang sirkulasi. Dalam hal ini, perpustakaan cen-derung selalu berbenah dalam rangka meningkatkan kualitaslayanandankepuasanpemustaka.

Selanjutnya terkait dengan adopsi dari budaya di luarIndonesia, jika berpijak pada kondisi perpustakaannya makabisa dikatakan bahwa secara umum pengembangan perpus-

Page 13: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas 37

takaan di Indonesia memang berkiblat pada perpustakaan diluarnegeri,termasukjugadalamhaliniterjadidiPerpustakaanUGM. Hal ini seperti yang dikatakan oleh informan IF (4Januari 2017) bahwa konsep pengembangan Perpustakaan UGM awalnya memang meniru perpustakaan luar negeri seperti Nanyang Technology University (NTU) dan yang lain,walaupun pada awal pengajuan konsep pengembangannyasangat sulit sekali meyakinkan para Pimpinan UGM, tetapisetelahberkali-kalirapatakhirnyadisetujuidandidukungjuga.

Dari penjelasan IF bisa dipahami bahwa wujud darigedung megah Perpustakaan UGM dipengaruhi oleh “aktor”yang memimpin Perpustakaan UGM. Kepala PerpustakaanUGM mampu meyakinkan Pimpinan UGM terkait ide yangdikonsepkanuntukrencanamembangunsebuahperpustakaan bertaraf internasional di lingkungan kampus yang terpusatdanmenjadi jantunguniversitas.Hal iniberartiadapersoalan“internasionalisasi”, walaupun ada kesenjangan jika melihatkeberadaan perpustakaan dalam negeri dan di luar negeri.Kesenjangan ini tampak jelasmisalnyapadasisi layananyangsudah high tech dan infrastruktur pendukung yang berbasisdigital. Bukti fisik yang tampak dari gedung PerpustakaanUGMyangdibangun tersentral danmenjulang tinggimenun-jukkan internasionalisasi. Salah satunya terlihat dari gedungruang Perpustakaan UGM yang saat ini tergolong besar,dengan bangunan tiga gedung, yang satu gedung berlantailima, dan kedua gedung lainnya berlantai tiga. Untuk statussosialpustakawannya jugaberbeda,karena jikadi luarnegeri,pustakawan sudahmampu sejajar denganprofesor danpene-liti, tetapi jika di Indonesia, posisi tawar pustakawan masih cenderung rendah dan belum semuanya bisa berada dalamposisi seperti itu.

Page 14: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas38

Praktik McDonalisasi Perpustakaan

BagianiniakanmemaparkanprosesMcDonalisasiper pus-takaan denganmenggunakan 4 (empat) prinsipMcDonalisasiyang dikemukakan oleh Ritzer (2007, 2013). Seperti telahdipaparkansebelumnya, empatprinsipMcDonalisasimeliputiefisiensi (efficiency), keterprediksian (predictability), kuantifikasi(calculability), dan teknologisasi (non-human). Keempat prinsip ini akan digunakan untukmelihat praktik pengelolaan ruangperpustakaandiPerpustakaanUGM.

Efisiensi: One Stop Service

Efisiensi menyangkut produktivitas kerja baik dari sisipegawai Perpustakaan UGM maupun dari sisi pemustaka, khususnya digital natives. Ketersediaan berbagai fasilitas yangdisediakanolehPerpustakaanUGMmembuatpadapemustaka digital natives tidah harus ke mana-mana tetapi sudah dapatterpenuhi kebutuhannya. Idealnya nilai efisiensi menjadiaspek yang sangat penting danmenjadi sarana terbaik untukmencapaitujuanyangdiinginkanolehperpustakaan.

Namun penerapan prinsip efisiensi menunjukkan sisikelemahannya. Hal ini bisa dilihat misalnya dari beberapapetugas perpustakaan yang justru ikut melayani penjualan (ikut menjaga kafe) dan turut serta menyediakan anekamakanan dan minuman yang dijual di kafe. Dalam tataranini, berarti ada ketidakefisienan dari sisi petugasnya, karenatugas utama mereka adalah bukan untuk layanan kafe,tetapi berkaitan dengan tugas perpustakaan seperti halnya pengadaan dan pengolahan koleksi, pelestarian koleksi,maupun layanan perpustakaan. Artinya dari konsep yangawalnya untuk efisiensi, maka dengan penyediaan kafe yangmaunya berkonsep one stop service, kenyataannya justru menurunkan produktivitas kerja mereka sebagai pegawai

Page 15: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas 39

Perpustakaan UGM. Penuturan petugas perpustakaan danjuga sebagai petugas kafe (informan DN) mengatakan “sangat senang menjelang pensiun bisa tetap bekerja walaupun mengelola kafe sehingga ada sampingan usaha, lumayan juga hasilnya, bisa balik modal” (DN,5Desember2015).PenuturanpetugasDNmenjadiberbedadengankonsepefisiensiyangawalnyabertujuanuntukmenghasilkan produktivitas kerja, karena DN justru merasadiuntungkandenganbertugasdikafe.

Sejak awal pihakmanajemen PerpustakaanUGMmeran-cang untuk memberikan kemudahan bagi para pemustaka digital natives sehingga mereka dapat dengan mudah dancepat mengakses sumber informasi online di perpustakaan. Hal ini dengan ketersediaan berbagai fasilitas seperti wifi, stop kontak, maupun cozy. Perpustakaan UGMmenyediakanlayanan kepada pemustaka dengan konsep bahwa sekalidatang ke ruang perpustakaan, mereka bisa mendapatkanlebih dari satu manfaat, seperti bisa mengakses informasi,bisa belajar, bisa berdiskusi, bisa online, bisa makan danminum,sertayanglainnya.PerpustakaanUGM,dalamhalini,menerapkan prinsip McDonalisasi dengan cara membangunone stop service tujuannya untuk efisiensi dan maksimalisasiprofit. Mereka membuat desain pemanfaatan fungsi ruangPerpustakaan UGM sebagai one stop service yang memung-kinkan pemustaka digital natives untuk mengonsumsi ruang-ruang yang ada, dengan cara melakukan beragam aktivitassecara bersamaan dalam satu area. Spirit utama dari konsepdan desain Perpustakaan UGM ketika menyediakan ruang“Reading Cafe” pada dasarnya adalah untuk memberikankenya manan pemustaka digital natives yang berkunjung ke ruang perpustakaanUGM.Namunpersoalannya, tidaksemuarancangan itu bisa efisien seperti yang telah direncanakan diawal.

Page 16: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas40

Ruang abstrak yang serupa dengan “representasi ruang” menjadi ruangbagikapitalisme untuk terus mempertahankan dirinya. Ruang abstrak diduduki, didominasi, dan dikendali-kan oleh kepentingan kapital. Dalam Ritzer dan Goodman(2013: 169) disebutkan bahwa Lefebvre hanya tertarik danfokusmengembangkanpemikirannyapadaruangabstrak.Halinimerujukpada konsepLefebvre (1991) tentang representasi ruang bisa dikatakan bahwaPerpustakaanUGMmembiarkankepentinganindustrimasuksehinggamemengaruhibagaimanaruang perpustakaandibangundandiaturdengandikendalikanolehaktordominan.Sepertihalnya ruangPerpustakaanUGMyang menyediakan kafe seperti layaknya kantin. Dagangan yangdijualbervariasi,adaalattulis,makanancemilan,kletikan atau makanan ringan, makanan berat seperti nasi dan roti,snackbasah,mierebus,sertapopmie.Selainitu,adapulajuice, minumandingin,maupuntehdanberanekamacamkopiyanglangsung bisa diseduh dengan air panas dan dibawa masukke ruangan.Tersedia jugamesin fotokopiyangmenggunakanjasa outsourcing, sehingga jika pemustaka digital natives akan memfotokopitidakperlukeluarruangan.

Hal ini menunjukkan adanya one stop service di Per-pustakaan UGM. Pada saat masuk ke ruang perpustakaan, pemustaka tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan penge-tahuan, kebutuhan sosial untuk berinteraksi atau berafiliasidengan orang lain, tetapi juga bisa melakukan bisnis online shopping yang menghasilkan uang, serta memenuhi kebutuhan primer terkait dengan kebutuhanmakandanminum. Bahkanmeja dan kursi juga tersedia di ruang reading cafe lengkap dengan tisu makan di setiap meja. Kondisi seperti itulahyangmenjadi pemantik pemustaka digital natives untuk tetap berkunjung dan menggunakan ruang-ruang di PerpustakaanUGM.Melaluione stop service tersebut pemustaka digital natives mendapatkan banyak hal yang dibutuhkan di perpustakaan

Page 17: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas 41

untuk mendukung kegiatan akademiknya maupun untukkepentingan lainnya. Tidak heran jika ruang PerpustakaanUGM sehari-harinya selalu penuh dengan pemustaka. Da-lam tataran ini, logika efisiensi sebagai salah satu prinsipMcDonalisasi juga digunakan oleh PerpustakaanUGM untukmengatur ruang-ruangnya.

Aspek efisiensi dalam penerapannya di PerpustakaanUGM juga tampak pada desain katalog terpasang (Online Public Acces Catalogue – OPAC), yang pangkalan datanyasudah terintegrasi dari seluruh perpustakaan yang ada dilingkunganUGM.Artinya pemustaka tidak perlu secara fisikdatang ke perpustakaan lain hanya untuk melihat katalog. Namundemikian,walaupuncukuphanyasatu tempat sajadiPerpustakaan UGM dan bisa menjangkau semuanya, tetapikondisi demikian pada akhirnya membuat pemustaka harus aktif untuk mencari sendiri ke perpustakaan sesuai denganlokasi yang tertera di OPAC. Artinya konsep penelusurandengan integrasi OPAC yang katanya efisien, tetap sajamengharuskan pemustaka untuk mencari sendiri buku yangdibutuhkannya. Mereka harus datang, mencari di rak, dankemudianmemprosesnyasendirijikainginmembacabukunya.

Dalam konteks ini, ada kelebihan dari aspek efisiensiyaitu pada sisi waktu pencariannya, sehingga pemustaka bisa langsungmengetahui keberadaan atau lokasi buku yangdicarinya,meskipunbukuituadadiperpustakaan lain. Konsep awal adanyaOPACadalahmenyediakan sistem searching danseeking informasi yang lebih cepat sehingga pemustaka tidakmemerlukanwaktu yang lama untukmendapatkan informasiyang dibutuhkan. Namun dalam praktiknya, pemustaka sendiritetapharusbergerakmencarisendirijikalokasinyaadadi perpustakaan lain, sesuai dengan informasi yang terteradi komputer penelusuran. Belum lagi munculnya persoalanbaru ketika pemustaka sudah datang dan mencari di lokasi

Page 18: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas42

perpustakaanyangditunjukkanmelaluiOPAC.Persoalanbaruini terjadi karena pada saat mencari ke lokasi perpustakaan untukmembaca bukunya, ternyata secarafisik buku itu tidakditemukan. Hal ini bukan karena buku itu sedang dipinjamkeluar, tetapi lebih karena buku itu tidak ada di rak.Kondisiseperti ini akan lebih sering terjadi terutama untuk ruangperpustakaan yang menerapkan sistem sirkulasi terbuka, sehingga pemustakabisabebasmemindahkanbukuyangtidaksesuaidenganklasifikasikelasnya.

Ibaratnya sumber informasi di Perpustakaan UGM yangtelah dikelola dengan baik oleh petugasperpustakaan, kemu-diandilayankandenganprinsip“cepatsaji”dipangkalandataelektronik. Hal yang sama juga terjadi misalnya pada artikeljurnal tercetak yang sudah diindeks untuk mempermudahpencarian deskripsi bibliografisnya, atau pada karya ilmiahyang sudah dialihmediakan kemedia digital sehingga dalamwaktusingkatpenggunabisamendapatkanhasilyangbanyak.Namun, layanan itu hanyalah membantu penelusuran saja, karena indeks artikel hanya tersedia dalam bentuk deskripsibibliografisnyasaja,tidakfull text.

Jika dikaitkan dengan konsep McDonalisasi yang dike-mukakan oleh Ritzer, penerapan prinsip efisiensi di ruangperpustakaan pada praktiknya tetap membuat pemustaka membutuhkan banyak waktu untuk mencari jurnal aslinyadan kemudianmembuka halaman yang dicarinya. Sementaraitu, untuk karya ilmiah yang sudahdialihmediakan kemediadigital, pemustaka memang hanya perlu mengetikkan satu kata kunci pada menu search, dan dengan cepat akan tampilhasilpenelusurannya.Namun jikadibacasecarakritis,prinsipdigitalisasikaryailmiahinimenimbulkanmasalahjuga,karenabukan efisiensi lagi yang didapat tetapi suburnya tingkatplagiarisme.Kondisi ini terjadi karenapemustaka virtual bisa leluasa melihat keseluruhan isi karya ilmiah dari halaman

Page 19: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas 43

awal sampai akhir. Prinsip efisiensi yang semula didesainolehPerpustakaanUGMdenganharapanagarwaktu layananbisa menjadi lebih cepat, ternyata dalam realitasnya tidakselamanya demikian. Logika efisiensi McDonalisasi hanyalahmenjadisebuahkonseptetapihasilnyaternyatajugabisanihil.

Dimensi Keterprediksian: Standarisasi

Prinsip keterprediksian diartikan sebagai bisa diper-kirakan. Dalam konteks perpustakaan, prinsip ini merujuk prediksi kualitas layanan yang sama yang diberikan disetiap ruang di PerpustakaanUGM. Jadi ada semacam “dayaprediksi”ataujaminanbahwalayananpadasetiapruang-ruangyang ada di Perpustakaan UGM akan tetap sama sepanjangwaktu, sekalipun jenis ruang dan petugas yang melayaniberbeda. Sebagai contoh, meskipun Perpustakaan UGM me-nyediakanjenis-jenisruangyangberaneka,dandisetiapruangyangmelayanipustakawannyajugaberbeda-beda,tetapipihakperpustakaan tetap bisa memastikan bahwa layanan yang diterima oleh pemustaka akan sama kualitasnya. Artinya adaprinsip standarisasi layanan, meskipun ruangannya berbeda,petugas perpustakaan yang melayani juga berbeda, tetapiorientasi kepuasan pemustakayangdilayanidituntutsama.

RuangdiPerpustakaanUGMdibagimenjadi11ruangdantersebar di tiga area gedung perpustakaan. Beberapa ruang ditandaidengannamaruangyangberbeda-bedadanmemilikifungsi sesuai jenis ruangnya. Namun karena ada standarisasikepuasan layanan yang sama, maka output hasil layanan juga harus sama. Dengan kata lain, meski kondisi jenis ruangnyaberbeda, petugas yang melayani juga berbeda, tetapi semuatargetnya tetap sama yaitu memuaskan pemustaka. Inilah yang disebut sebagai “standarisasi layanan” yang diterapkan diPerpustakaanUGM.

Page 20: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas44

Pada saat petugas di bagian layanan informasi meng-umumkan sesuatu (misalnya terkait berita kehilangan, infor-masi pelatihan gratis atau informasi penemuan barang), seluruh ruangan akan mendengar pengumuman dengan isipesan yang sama. Selain itu, keterprediksian juga bisa dilihatpada jenis layanan yang ditawarkan di Perpustakaan UGM,misalnya terkait layanan fotokopi buku dan layanan print out ETD.Hasil fotokopidanprint outdokumenETDbisadilayanioleh petugas perpustakaan dengan jaminan atau kepastiankapan selesainya.Namundemikian, tidak selamanya jaminanwaktu yang dijanjikan itu sesuai dengan kenyataan. Hal inibisa jadidisebabkanolehbeberapa faktor yang tidak terduga,misalnyakendalateknisyangdisebabkanolehrusaknyamesinfotokopi, adanya antrian fotokopi, petugasnya istirahat, adamesin printer yangbermasalah,maupunkendalayanglain.

Jadi, dengan adanya prinsip standarisasimaka hasil ataucapaiannya akan bisa diprediksi. Dengan begitu, diharapkanada keteraturan dan standar layanan di dalamnya. Jika adaregulasidansistemyangmengatur,makahasilnyabisaditebakdan ada kesamaan layanan yang standar pada setiap ruangdan jenis layanan di Perpustakaan UGM. Dalam konteks ini,PerpustakaanUGMsudahmenetapkankriteriatertentudenganmenggandeng corporateuntukkerja samasebagaimitradalamrangka memberikan layanan yang standar (misalnya corner) kepadapemustakayangdilayaninya,sekalipunberbedaruangtetapistandarkepuasanyangdilayanitetapsama.

Kecenderungan senada juga terlihat ketika PerpustakaanUGM menetapkan aturan untuk membuka layanan per-pustakaanpadahariSabtudanMinggu.Hal inimenunjukkanadanya logika industri budaya, bahwa kerja harus dilakukansecara terus-menerus, sehingga petugas perpustakaan nyaris tidak mempunyai waktu untuk istirahat karena ada kewa-jiban aktif masuk kantor. Kondisi yang memaksa pegawai

Page 21: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas 45

untuk tetap bekerja berarti mengindikasikan bahwa sistemPerpustakaan UGM ternyata diatur seperti industri pabrikdenganmesinyangterusberjalan.

Berpijak pada aturan itu, Perpustakaan UGM menge-depankanaspekbekerja terus secaranonstop,karenapegawaiperpustakaan tetap disuruh masuk kantor oleh sistemmana-jerialmeskipunhariSabtudanMinggu.Artinyamerekahanyadijadikanobjekuntukmenopang layananPerpustakaanUGMyang sudah terindustrialisasi. Kepala Perpustakaan UGMmemiliki kewenangandalamhal ini sehingga adamekanismeregulasi yang mengaturnya, ada struktur birokrasi yangmenugaskan staf pegawai perpustakaan untuk masuk kantor dan tetap membuka layanan di ruang-ruang PerpustakaanUGM. Dalam hal ini, staf perpustakaan cenderung beradadalam posisi terdominasi, tetapi menerima aturan itu secaratake it for granted. Staf tetapbertugasmasukdihariSabtudanMinggu dan memandang hal itu sebagai sesuatu yang given, yang sudah semestinya dilakukan sebagai bawahan untukmenjalankan tugas.

Kuantifikasi: Rasionalitas Yang Irasional

Prinsip kuantifikasi dikenal dengan sebutan daya hitungatau kalkulasi. Artinya kuantitas menentukan kualitas, se-hingga prinsip kuantifikasi ini lebih mementingkan kuantitasdaripada kualitas. Kuantifikasi yang terjadi di PerpustakaanUGM muncul ketika layanan perpustakaan maupun caraevaluasi hasil hanya dilihat dari kuantitas saja. Namun yangterjadi justruprinsipkuantifikasi inimenghasilkanrasionalitasyang irasional. Artinya bahwa ketika proses rasionalisasi dilakukan pada hakikatnya yang terjadi justru menghasilkanirasionalitas. Penerapan prinsip kuantifikasi di PerpustakaanUGM menimbulkan persoalan tersendiri dalam ranah ruangperpustakaan.

Page 22: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas46

Salah satu contohnya adalah anggapan bahwa Perpus-takaanUGMmakinbanyakmenyediakanmejakursidi setiapruang, rak buku maupun koleksi, maka perpustakaandianggapmakinsuksesdalammelayani.Makinbanyakyangberkunjungberarti layanan perpustakaan yang dilakukan oleh petugasmakin baik. Pemustaka seolah-olah dibuat percaya dengankeadaan demikian. Berikut penuturan informan NP terkaitkuantifikasidalamsebuahruang:

Sebenarnya kondisi saat ini, banyak ruang yang masih idle terutama yang ada di pojok-pojok ruang, sehingga harusnya bisa difungsikan, ditambah meja kursi atau apalah yang penting ada isinya dan mahasiswa bisa duduk di situ...(wawancara,18Januari 2017).

Informasi yang disampaikan oleh NP mengindikasikanbahwa ruang harus penuh dengan perabot atau paling tidakada meja dan kursi. Padahal tidak selamanya harus begitu.Artinya jumlah meja dan kursi bukanlah suatu ukuran, wa-laupun pihak manajemen Perpustakaan UGM menginginkantercapainya sejumlah target pemustaka yang berkunjung. Ungkapan “ditambah meja kursi atau apalah yang penting ada isinya dan mahasiswa bisa duduk di situ” menunjukkan bahwa ruangan secara kuantifikasi dianggap bermanfaat jika kondisiruang dikunjungi pemustaka dalam jumlah yang banyakdan mengisi ruang itu. Dalam konteks ini, yang diinginkanoleh pihak Perpustakaan UGM adalah mencapai targetjumlah orangnya.Asumsinya jika kursi danmeja atau saranaprasarana lainnya banyak memenuhi ruang perpustakaan, berarti Perpustakaan UGM tidak rugi dengan keberadaanruang idle tersebut.

Upaya menambah jumlah kursi diasumsikan bahwajumlah pemustaka juga bertambah. Prinsip kuantifikasi ter-nyatatidakberlakusamauntuksemuaruang.Halinimisalnyalantai5danlantai3tidakdilihatdengancarayangsama.Letak

Page 23: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas 47

irasionalnya ketika juga masih banyak ruang yang kosong terbengkelai(misalnyalantai5)tidakbegitudibahas,sementarahanya ruang kosong di pojok ruang PerpustakaanUGM saja,misalnya lantai 3, justru membuat pihak manajemen sudahbingung mau ditambah meja dan kursi atau mau dipakaiuntuk apa agar jumlah pengunjung banyak yang duduk diruang itu. Hal ini berarti bahwa konsep kuantifikasi yangsemula dirancang agar menimbulkan perubahan yang lebihrasional dengan tujuan kualitas layanan yang makin baik,tetapi pada akhirnya menghadirkan irasionalitas pada sisiyang lain. Apalagi kondisi saat ini bahwa pemustaka lebih menyukai tempat yang luas dan tidak banyak perabot didalamnya. Pemustaka digital natives lebih menyukai koleksi digital dengan membaca melalui komputer daripada buku-bukutercetak,sehinggakualitaslayanandankepuasanpemus-taka tidak mungkin bisa hanya diukur dengan tersedianyakoleksi di jajaran rak buku yang menyebabkan ruanganjustru terasa penuh dan sesak. Jadi ketika tampak ada ruangyang kosong (idle), maka harus diefektifkan oleh pihakPerpustakaan UGM.Melihat kondisi demikian, jika dianalisisbahwaPerpustakaanUGMlebihmenonjolkansisikuantifikasimeja kursi saja sehingga ruangan tampak penuh pemustaka. Padahal seharusnya aspek kualitas layanan justru yang harusdiprioritaskan. Oleh karena hanya mengedepankan kuantitasmaka unsur kualitasmenjadi tidak dipikirkan.Artinya logikaMcDonaldisasidalamdimensikuantifikasiini,ternyatadipakaidan diadopsi juga oleh Perpustakaan UGM dalam mengatursebuah ruang perpustakaan.

Pada era digital seperti saat ini, jika dikalkulasimemangsangat memungkinkan terjadinya penurunan drastis jumlahkunjungan perpustakaan secara fisik maupun pemanfaatankoleksi cetak. Hal ini bukan berarti kualitas layanan per-pustakaanmenjadimenurun, tetapiperludicermatidandikaji

Page 24: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas48

lebih lanjut terkait kunjungan secara virtual bagi pemustaka digital natives yang membuka website, mengunduh sumberinformasielektronik,maupunhanyasekadarmenelusur infor-masi melalui katalog online saja. Artinya jumlah pengunjung secarafisikyangsedikitataubanyakbukanmenjadiparameterkesuksesan layanan, karena masih ada pengunjung virtual,sehingga keberadaan kursi yang penuh dan digunakan olehpemustakauntukdudukbukanlahukurankualitas.

Perkembangan dan pengaturan ruang di PerpustakaanUGMjugadipengaruhiolehkomponenjumlahanggaranyangbanyak sehingga bisa digunakan sebagai penopang hadirnyaruang. Berdasarkan informasi dari NP bahwa ruang-ruangyang idle itu sebenarnya sudah ada perencanaan peruntukan-nya hanya masih menunggu realiasasinya karena dana yangdiusulkanbelumturun. Dalamtataranini,ketikaadaruang idle yang membuat ruangan tidak maksimal, hal itu lebih karenaketerbatasandana.Adakendalaketerbatasanbirokrasi karenadanabelumcairataubelumturundaripusatatauuniversitas,walaupun sudah ada rencana (planning) dari pihak PimpinanPerpustakaanUGM.AkhirnyapengaturanruangPerpustakaanUGM itu dipengaruhi oleh faktor jumlah anggaran, termasukketika pimpinan belum menyetujui atau dana yang belumturun, sehingga pihak perpustakaan menjadi tidak bisamelakukan apa-apa.

Jika dikaitkan dengan konsep Bourdieu (1984), fakta itumenunjukkan bahwamodal ekonomi ternyata menjadi unsurdominan yang memengaruhi keberlangsungan dari sebuahruang. Artinya ada aktor yang dominan yang memengaruhibagaimana ruang perpustakaan dibangun, baik itu dari sisipemanfaatan ruang maupun untuk pengoptimalan ruang yang kosong. Sementara itu, modal simbolik yang berupa otoritasdari pemegang dana (dalam konteks ini adalah aktor pihakkeuangan pusat di UGM), ternyata memiliki kapasitas yang

Page 25: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas 49

jauh lebih kuat dibandingkan dengan aktor yang memimpinPerpustakaanUGM.

Teknologisasi: Praktik Dehumanisasi

Prinsip teknologisasi adalah sebuah proses penggantianmanusia dengan menggunakan teknologi. Kehadiran internetsebagaimedia baru diperpustakaan telah menggeser tatanan relasi komunikasi antara pustakawan dan pemustaka yang termediasi oleh perangkat teknologi digital. Adanya kontrolteknologi nonmanusia ternyata menyebabkan proses interaksi yang seharusnya dilakukan antarmanusia yang ada komuni-kasi secara fisik antara petugas perpustakaan denganpemus-taka,sekarangtelahbergeserdandimediasiolehteknologi.

Dampak teknologisasi itu tanpa disadari telah menghi-langkan unsur manusia. Jadi, unsur sumber daya manuasiamenjaditidakadaartinya.Dalamtataraniniberartiadapraktikdehumanisasi. Hal ini terjadi karena ketika mengganti orangdengan teknologi, yang terjadi adalah berkurangnya relasi-relasi sosial karena semua menjadi termediasi (mediated). Pe-mustakasamasekalitidakmelakukanpercakapandanmenjadibergeraksepertirobotyanghanyaberdasarkanarusatausiklusyangditentukan.

Konsep awal yang maunya efisiensi melalui otomasi,tetapi pemustakajustrumenjadidisibukkandenganprosesdantransaksi yang harus dilakukannya sendiri. Salah satu contohadalah peminjaman buku di ruang sirkulasi PerpustakaanUGM.Saatini,dengansistempeminjamanmandiri(self service) tidak diperlukan lagi bantuan dari pustakawan. Peminjaman menjadi bersifat mandiri yaitu pemustakamemproses sendiripeminjaman buku ke komputer, mulai dari menempel kartumahasiswa, men-scan nomer barcode di punggung buku,membubuhkan stempel tanggal kembali di date due slip dihalaman belakang buku, sampai dengan mencetak invoice

Page 26: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas50

buku yang dipinjam. Dari sisi peminjam tentu menjadi tidakefisien karena mereka harus melakukannya sendiri. Dari sisipustakawanmemangefisienkarenahanyasebagaichecker saja antarakesesuaiandataorangyangmeminjamdenganbukunya.

Sistem peminjaman mandiri di ruang sirkulasi di lantaisatu Perpustakaan UGM, dengan sistem self service juga merupakan praktik dehumanisasi. Kondisi yang semua serbatermediasidenganteknologimenunjukkanadanyamediatisasidi Perpustakaan UGM. Hal ini ditambah lagi dengan kecen-derunganpemustaka digital natives yang asyik dengan gawai-nya saat mengkonsumsi ruang-ruang di Perpustakaan UGM.Akibatnya hubungan yang bersifat personal seperti berko-munikasi dengan petugas perpustakaan menjadi terkikis dannyaris tidakada.Yang terjadikemudianadalahpetugasasyikdenganpekerjaannyadibelakangmeja,sedangkanpemustaka digital nativesjugaasyiksendiridengangawainya.

Merujuk pada yang disampaikan oleh Lefebvre (1991)ruangabstrakdiproduksisebagaikonsepsirepresentasi ruang, seperti halnya konsepsi ruang perpustakaan. Hal ini bisadilihatmisalnya pada ruang tesis dan disertasi yang awalnyadi ruang itu ada di rak sertameja dan kursi yang disediakanuntukmembaca.Ruang ini kemudianberubahmenjadi ruangmodern untuk mengakses ETD. Secara konseptual, ruangtesisdandisertasididesainuntukmentransformasiruangtradi-sionalmenjadiruangyanglebihmodern.Carayangdilakukandenganmenggantimejadankursilamadenganmejadankursiyang memang didesain untuk perangkat komputer penelu-suran.Pemustakayangtidakdigital nativesseolah-olahmenjadidipindahkan ke ruangan yang aksesnya tidak membutuhkankomputer penelusuran (ketersediaanmejadan kursi baca sajasudah cukup), sehingga bisa dikatakan bahwa praktik sosialpemustakayangtidakdigital nativestelahtergeserdandiganti-kan oleh representasi ruang bagi pemustaka digital natives.

Page 27: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas 51

Pemustaka digital natives bisa mengakses ETD yang disediakan oleh perpustakaan secara full text dengan syaratberadadidalam ruangperpustakaanyang terletakdi lantai 2PerpustakaanUGM.Dalamhalini,adaprosesmediatisasiyangterjadi di ruangfisikperpustakaan.MerujukpadapandanganHjarvard (2008: 106),mediatisasi terjadi ketikamuncul prosesperubahan kondisi sosial yang disebabkan oleh perubahanmedia. Dalam konteks perpustakaan, teknologi media telahmenciptakan ketergantungan bagi pemustaka saat mengakses informasi di ruang perpustakaan. Mediatisasi bukan prosesuniversal yang menandai pemustaka digital natives, tetapi mediatisasi berkaitan dengan pengaruh media terhadappemustaka digital natives.

Mediatisasi telah menggantikan interaksi pemustaka yang sebelumnya dilakukan dengan berkomunikasi lang-sung dengan pustakawan menjadi termediasi oleh teknolo-gi. Pemus taka digital natives menjadi sangat tergantung padateknologimedia saat beradadi ruangperpustakaan, misalnya terkait dengan ketersediaan Electronic Resources (E-Resources), pemustaka digital natives bisa mengaksesnya di ruang per-pustakaanmelaluigawaiataupunlaptopyangdibawanya.Jadibisadikatakanbahwamediatisasiperpustakaan menyebabkan hubungan antara teknologi media dan pemustaka tidak lagidapat dipisahkan. Adanya kontrol dengan menggunakanteknologi ini, tampak juga dari relasi yang termediasi antarapemustaka dan pustakawan melalui layanan digital, sepertimisalnya m-Library, ask question, live chat, pengaduan kotaksaran melalui Sistem Aspirasi Informasi Publik (SIAP), SMSgateway, WA, email, chatting, dan beragam aktivitas yanglainnyayangdilakukansecaraonline.

Penerapan teknologi akan meringankan beban pekerjaan layanan petugas perpustakaan yang sifatnya teknis, memberi-kankemudahan,danmeningkatkancitraperpustakaan.Misal-

Page 28: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas52

nya ada tata tertib perpustakaan yangdikemas tertulis dalambentuk sign board, stiker, maupun sign label plakat berbahan akrilik (acrylic).Namundemikian,di sisi lainadayanghilangyaituinteraksisosialdenganoranglain.Sebetulnyapemustaka digital natives bisa bertemu dan bertanya kepada petugasperpustakaansecaraface to face,tetapikarenasudahadaaturantertulisnya maka menjadi ada jarak dan mereka cenderungmenjadi tidak mau melayani. Dengan kata lain, tidak adalagi interaksi sosial dalam memberikan pelayanan. Semuacenderung berubah menjadi mechanical service dan robotic. sesuai dengan prosedur operasional standar yang berlaku.Hal ini tentu menjadi paradoks dengan prinsip layanan,karena dalam prinsip layanan seharusnya pegawai melayanipemustakanya. Artinya praktik itu menunjukkan bahwa pegawai itu memang harus melayani (serving), jadi bukanmenjadi sedikit pekerjaannya karena adanya informasi yangsudahdiberikansecaratertulis.Dalamhalini,pemustaka digital natives masih menghendaki pegawai yang melayani mereka.Artinya untuk layanan self service masih belum atau mungkin tidak bisa dilakukan, karena hal ini akan terkait dengankultur kita yang berprinsip bahwa pemustaka digital natives (konsumen)sudahseharusnyadilayani.

Dalam konteks McDonalisasi, logika yang mendasariadalah kepentingan untuk mengakumulasi uang dan profit.Dalam konteks perpustakaan, karena orientasinya bukan jasa komersial,makakepentinganMcDonalisasilebihpadalayananyangmengedepankanprinsipone stop service.HalinidiperkuatolehpenjelasanKepalaPerpustakaanUGM(NP)bahwa:

Layanan Perpustakaan UGM mengedepankan layanan prima dengan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan generasi maha-siswa sekarang yang terbilang digital natives, sekali berkunjung ke sini, mereka kerasan dan terpenuhi kebutuhannya baik urusan kuliah maupun urusan perut untuk makan minum (wawancaraNP, 18 Januari 2017)

Page 29: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas 53

Informasi dari NP mengindikasikan bahwa pihakPerpustakaan UGM sudah mengakomodasi ruang untukpemus taka digital natives. Teknologisasi sebagai salah satu prinsi McDonalisasi diharapkan akan mempercepat proses,sehingga waktu menjadi lebih cepat dan proses penyelesaianmenjadimakin singkat.Namun, ternyata justrumenimbulkanketidaknyamananbagipemustaka digital natives karena mereka harusmelakukanpelayananyangbersifatmandiri.Pemustakadiaturuntukmelayanidirinyasendirisecaramandiri,sehinggajustru menambah pekerjaannya yang seharusnya dilayani.Unsur kepuasan layanan yang dirasakan oleh pemustaka digital natives karena sikap pustakawansepertikeramahandankesopanan dalammemberikan layananmenjadi tidak tampaklagi,sepertitersiratdalampernyataaninformanNPberikut:

Saat ini yang namanya kotak saran sudah tidak lagi menulis di kertas kemudian dimasukkan di kotak saran di depan ruang-ruang perpustakaan. Saat ini pemustaka yang akan memberikan saran bisa langsung online melalui web perpustakaan. Begitu juga informasi sudah dibuat poster yang standing di masing-masing ruang, jadi hemat pegawai yang memberi informasi (wawancara,18Januari2017)

Dari fakta empiris tersebut, teknologisasidiperpustakaan dianggapbisamenghematpetugasperpustakaandalammem-berikaninformasikepadapengunjung.

Schmid(2008:37)menyebutkanbahwadalamrepresentasi ruang ada level wacana yang secara jelas memberikangambaran dan definisi atas ruang yang ada. Dalam konteksperpustakaan,disetiapruangtelahdisediakaninformasiyangtertulis seperti: aturan peminjaman buku, tata tertib, alur foto kopi,standaroperasionalprosedur,danlainsebagainya.Infor-masi itu tersebut bisa dibuat standing, berplakat, maupun berbentuk poster sehingga petugas perpustakaan tidak perlulagi memberi tahu atau memberikan jawaban kepada setiap

Page 30: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas54

pemustaka yang datang ke ruang Perpustakaan UGM secaraberulang. Dengan demikian, informasi dalam bentuk gambarberupaplakatdanposter,menjadibuktibahwainformasiyangberkelindandenganruangfisikperpustakaan.

Dari hasil wawancara dengan NP (18 Januari 2017),dikatakan bahwa “Transformasi perpustakaan yang terjadi dan terus dikembangkan di Perpustakaan UGM, tidak luput dari upaya untuk menyejajarkan dengan perpustakaan luar negeri.” Dari penjelasan NP dapat diketahui bahwa berkaca ke negaraBarat menjadi salah satu pilihan, meskipun pada praktiknyabagaikan mendongak ke atas. Pihak konseptor ruang diPerpustakaanUGM,jikamerujukpadaLefebvre(1991),belummemiliki konsep yang komprehensif untuk mewujudkantransformasi perpustakaan. Fakta bahwa masih ada kepen-tingan industri yang ikut masuk ke ruang perpustakaan menunjukkan bahwa masih banyak persoalan yang menjadipekerjaan rumah dan akan terus dibenahi terkait persoalaninternasionalisasidiPerpustakaanUGM.

Teknologisasi yang terkait dengan fasilitas untuk me-menuhi kebutuhan minum pemustaka digital natives juga tampak di ruang selasar yang terletak di lantai satu Perpus-takaan UGM. Ruang selasar yang luas dan terbuka sertamenjadi ruang yang pertama kali dikunjungi pengunjungdilengkapi dengan mesin e-money untuk memproses layanan secara mandiri dengan menggunakan kartu elektronik. Da-lam memproses minuman kemasan, misalnya tidak dibutuh-kan unsur layanan manusia lagi, karena pengunjung bisa memprosesnya sendiridengankartu elektronikyangdimiliki-nya (misalnya dengan kartu e-money yang dikeluarkan olehbankmaupunkartumahasiswayangterdapatlogobank).

Teknologisasi yang menggunakan vending machine diran-cang sejak awal untuk memudahkan para pengunjung.Pemustaka tinggal menekan tombol pilihan minuman, menem-

Page 31: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas 55

pelkan kartu e-money sampai minuman keluar, kemudianmengambilminuman.Jaditidakperlurepotdenganmembayaruang tunai, sehingga proses ini bisa dikatakan termediasidengan teknologi. Namun demikian, walaupun teknologisasi memudahkan pemustaka digital natives, proses ini membuat pemustaka digital natives justru harus disibukkan denganmelakukan proses itu secara mandiri. Persoalan juga akanmuncul ketika di dalam kartunya tidak ada saldo, artinyapemustaka digital natives jugalah yang harus menyelesaikan semuanya. Dari segi pengaturan ruangnya, ada dua vending machine yang diatur dan diletakkan di ruang selasar yangterbuka tersebut. Dari segi representasi ruang, hal ini memang direncanakan oleh pihak yang mendesain ruang dengantujuan agar mesin-mesin itu bisa terlihat dan diketahui olehpengunjungyangdatangkePerpustakaanUGM.

Ruang Perpustakaan UGM menjadi dinamis karena adateknologisasi di perpustakaan. Semua fasilitas dan ruang-ruang yang ada di Perpustakaan UGM dibingkai denganteknologi. Namun, kondisi ini juga menjadi dilematis karenakondisi ini menyebabkan ketiadaan hubungan yang sifatnyapersonal antara pemustakayangdilayanidenganpustakawan yang melayaninya. Tidak ada komunikasi interpersonal an-tara petugas perpustakaan dengan pemustaka digital natives. Padahal dalam layanan prima perpustakaan terdapat jugaunsur empati, eye contact, maupun responsivitas, yang semua-nya itu tidak bisa diperoleh oleh pemustaka digital natives melalui mesin.

Penutup

Ruang perpustakaan merupakan hasil konstruksi sosial yang kompleks dan memengaruhi praktik spasialisasi danpersepsi akan ruang. Ruang menjadi produk sosial yang

Page 32: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas56

mempunyaipengaruhpadapraktiktataruangyangtidaklepasdari aktor-aktor di dalamnya. Dalam konteks McDonalisasiruang perpustakaan, ada kekuasaan yang mengatur bagai-mana ruang itu digunakan. Ruang perpustakaan bukan berarti template yang bersifat fisik tetapi sebuah ruang yangdinamis. PerpustakaanUGMmengalamiMcDonalisasi karenaada dimensi dalam McDonalisasi yang juga diadopsi olehPerpustakaan UGM dalam mengatur ruang-ruang perpusta-kaan. KonsepMcDonalisasimenjadi salah satu bentuk saranakonsumsibarudidalamkondisipemustaka digital natives yang plural, kompleks,dinamis,danmodern. Sekalipun terprediksidengan standar layanan di semua ruangperpustakaan, tetapi ternyata pihak konseptor ruang yang awalnya berorientasi padaprosesrasionalisasitetapipadapraktiknyajustrubanyakmenghasilkan praktik yang tidak rasional, tidak efisien, danmenimbulkandehumanisasidiruangperpustakaan.

Daftar Pustaka

Bourdieu, Pierre. 1984. Distinction: A Social Critique of the Judgement of Taste. Diterjemahkan oleh Richard Nice.Cambridge,Massachusetts:HarvardUniversityPress.

Bourdieu,Pierre.1990.The Logic of Practice.Cambridge:Polity.

Hjarvard, Stig. 2008. “TheMediatization of Society,A TheoryofTheMediaasAgentsofSocialandCulturalChange”,dalamNordicom Review 29 (2), hlm. 105-134.

Lefebvre, Henri. 1991. The Production of Space. Diterjemahkan olehDonaldNicholson-Smith.USA:BlackwellPublishing

Merrifield, Andy. 2006. Henri Lefebvre: A Critical Introduction. NewYork:Routledge.

Ritzer,GeorgedanGoodman,DouglasJ.2013.Teori Marxis dan Berbagai Ragam Teori Neo-Marxis.Bantul:KreasiWacana.

Page 33: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas 57

Ritzer,George. 1996.The Mcdonaldization of Society. California: Pine Forge Press

Ritzer, George. 2007. The Blackwell Companion to Globalization. Oxford:BlackwellPublishing

Schmid, Christian. 2008. “Henri Lefebvre’s Theory of The Production of Space: Towards a Three-DimensionalDialectic”, dalam Goonewardena, Kanisha, et al (eds). Space Difference Everyday Life: Reading Henri Lefebvre. New York&London:Routledge,hlm.27-45

Page 34: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas318

ENDANG FATMAWATI, menyele-saikan studi S3 dari Prodi KajianBudaya dan Media (KBM), SPS,UGM.Pendidikan sebelumnya, baikS1maupunS2diselesaikanpadaduabidang, yaitu S2 di Prodi MAPUNDIP (2000) dan S2 MIP, SPS,UGM (2010). Pendidikan S1 pada

Prodi Ilmu Komunikasi, FISIP dan Ilmu Perpustakaan, FS, diUNDIP. Saat ini sebagai ASN menduduki pangkat Pembina(golonganIV/a).AktifsebagaiDosenLBdiUNDIP(FIB,FISIP)sejaktahun2000-2018;FEB(2000s.d.sekarang);maupunDosenPraktisi Sekolah Vokasi (2019 s.d. sekarang). Aktif sebagainarasumber temu ilmiah perpusdokinfo, kepustakawanan,academic writing skills, kearsipan, TOT literasi informasi, serta kepegawaian.AktifjugamenjadiPeer Reviewers(MitraBestari/Penyunting Ahli) di 21 Jurnal Ilmiah Nasional bidangPerpustakaan, Dokumentasi, Informasi, dan Kearsipan. Selainitu, menjadi Editorial Board BIP maupun MI (UGM) danEDULIB Journal of Library and Information Science (UPI). Professional experiences: Tutor UPBJJ Universitas Terbuka (2009-sekarang); Instruktur/Pemateri Diklat (Guru-ALPPI,BKKBN, LPMP, FKWJT). Job carriers: Wakil Kepala (2000 s.d.2004), Kepala Perpustakaan FEB UNDIP (2005-sekarang). Employment records: Konsultan pendirian PerpustakaanMAJT;TimPAKJFP;TimJuriPusBres;Tim JuriLomba (KTI, IALA);Konsultan TBM; serta Tim Pakar Sosialisasi E-Journals Kementerian Ristekdikti (2018 s.d. 2019).Current professionals: Wakil Ketua (FPPTI, Dewan Pakar IPI, Korwil ISIPII) Provinsi

Tentang Penulis

Page 35: PENULIS - Universitas Diponegoro

Politik Ruang: Spasialitas dalam Konsumerisme, Media, dan Governmentalitas 319

JawaTengah.Sudahlebihdariseratusartikeldipublikasikandijurnal ilmiah, prosiding, book chapter, maupun tulisan populer dimajalah dan buku antologi. Karya buku:The Art of Library (2009)danMataBaruPenelitiandariServqualkeLibQUAL+TM (2013). Kontak silaturahmi: [email protected].