penuhi kewajiban perlindungan dan...

34
Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatan Kesejahteraan: Hentikan Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja, Fokus Atasi Krisis COVID-19 Disusun oleh aliansi Gerakan Buruh bersama Rakyat yang terdiri dari buruh, mahasiswa, petani, nelayan, perempuan, pelajar, akademisi dan peneliti, serta berbagai kelompok masyarakat Indonesia yang memiliki beragam latar belakang namun memiliki kesamaan sikap: meminta Omnibus Law Cipta Kerja dibatalkan seluruhnya.

Upload: others

Post on 13-Oct-2020

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatan Kesejahteraan: Hentikan Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja,Fokus AtasiKrisis COVID-19Disusun oleh aliansi Gerakan Buruh bersama Rakyat yang terdiri dari buruh, mahasiswa, petani, nelayan, perempuan, pelajar, akademisi dan peneliti, serta berbagai kelompok masyarakat Indonesia yang memiliki beragam latar belakang namun memiliki kesamaan sikap: meminta Omnibus Law Cipta Kerja dibatalkan seluruhnya.

Page 2: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatan Kesejahteraan: Hentikan Pembahasan Omnibus Law Cipta Kerja, Fokus Atasi Krisis COVID-19

Disusun oleh aliansi Gerakan Buruh bersama Rakyat yang terdiri dari buruh, mahasiswa, petani, nelayan, perempuan, pelajar, akademisi dan peneliti , serta berbagai kelompok masyarakat Indonesia yang memiliki beragam latar belakang namun memiliki kesamaan sikap: meminta Omnibus Law Cipta Kerja dibatalkan seluruhnya .

Page 3: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

PENUHI

KEWAJIBAN

PERLINDUNGAN

DAN

PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN

2

I . P E N D A H U L U A N

Indonesia memasuki masa krisis. Sejak pandemi COVID-19 menghantam Indonesia, masyarakat yang tidak berpunya serta jauh dari l ingkar kekuasaan harus bertarung mati-matian agar tetap bisa melanjutkan hidup. Ini memang masa-masa sulit, tetapi ancaman kematian jauh lebih dekat dan hanya berjarak beberapa sentimeter dari hidung kami, rakyat biasa yang hidup dalam keterbatasan ekonomi.

Rezim upah murah, kondisi kerja yang tidak aman terutama bagi perempuan, lemahnya perlindungan hukum, perampasan lahan, konflik agraria struktural, penghancuran ruang hidup barulah sebagian dari berbagai bentuk pemiskinan lainnya yang harus kami telan selama bertahun-tahun. Negara yang seharusnya menjalankan fungsi perlindungan bagi warga negara justru lalai memenuhi ini semua. Lemahnya pengawasan dan sanksi diperparah dengan kenyataan bahwa seluruh kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam masa pandemi ini malah memperparah pemiskinan yang telah dipaksakan pada kami.

Ketika ribuan kasus COVID-19 baru muncul di Indonesia setiap harinya, ancaman kehilangan nyawa juga dialami tenaga medis yang berada di garda depan untuk memastikan agar setiap nyawa dapat dijaga dan diperjuangkan. Begitu pula dengan nyawa para tenaga kerja esensial lain yang menempatkan diri dalam posisi rentan terpapar demi berlangsungnya roda perekonomian Indonesia. Setiap hari, kabar duka dari pekerja garda depan yang meninggal

Page 4: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

HENTIKAN

PEMBAHASAN

OMNIBUS

LAW CIPTA

KERJA, FOKUS

ATASI KRISIS

COVID-19

3

dunia terus bermunculan. Dalam kondisi yang serba tidak menentu, tanpa jaring pengaman apa pun, kami dihadapkan pada pilihan untuk entah mati karena kelaparan akibat dicabutnya sumber penghidupan atau mati karena terpapar virus sebab harus tetap bekerja tanpa adanya perlindungan dan jaminan kesehatan di tengah new normal. Nyawa kami seakan-akan tidak pernah dianggap berharga. Di titik inilah, kelaziman baru menjadi kezaliman baru.

Kami terus bertanya, “Ke mana negara?” tetapi kami hanya menemukan satu jawaban yang terus berulang, “Negara hadir, tetapi ternyata bukan untuk kami, rakyat Indonesia.”

Pada 13 Januari 2020, perwakilan Baleg menemui kami dalam audiensi dan menjanjikan diri akan mendengarkan aspirasi rakyat. Namun, pada kenyataannya, hingga sidang paripurna pada 16 Juli 2020, RUU Cipta Kerja masih terus dibahas, bahkan diprioritaskan. Seluruh pandangan dan pembacaan kami jelas-jelas telah dimentahkan. Aspirasi kami dinihilkan. Sementara, hanya masukan dari para konglomerat, pejabat, serta pejabat merangkap pengusaha saja yang didengarkan. Siapa yang sebenarnya sedang diwakili oleh Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia?

Ketika kami, rakyat Indonesia, sudah hampir kehabisan napas karena ancaman virus dan hilangnya sumber penghidupan, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) justru bersemangat memperpendek usia kami. Sikap DPR dalam memberlakukan produk legislatif yang telah mencabut rasa aman kami sebagai warga

Page 5: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

PENUHI

KEWAJIBAN

PERLINDUNGAN

DAN

PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN

4

negara—padahal itu adalah hak asasi manusia yang wajib dipenuhi oleh negara. RUU Minerba yang menghancurkan tempat hidup dan mengancam nyawa kami justru disahkan oleh DPR di tengah pandemi. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang dapat menjamin hak perlindungan dan pemulihan kami justru DPR cabut dari Prolegnas 2020. Belum cukup kami dibuat babak belur, Omnibus Law RUU Cipta Kerja makin didorong.

Omnibus Law Cipta Kerja bukan jawaban atas pandemi dan kondisi ekonomi saat ini. Omnibus Law Cipta Kerja justru akan memperparah krisis yang baru dimulai. Pandemi COVID-19 telah menunjukkan bahwa rezim tenaga kerja fleksibel hanya membawa pekerja pada kehancuran dan industri yang tidak akan pernah stabil. Perlindungan yang minim, tidak adanya jaring pengaman, akses bantuan yang tidak merata, serta ketiadaan sanksi bagi pengusaha yang melanggar hak— semuanya menunjukkan bahwa negara tengah menelantarkan pekerja untuk menjemput ajalnya masing-masing. Omnibus Law Cipta Kerja hanya akan melegalisasi dijualnya warga negara Indonesia (baik yang sudah masuk dalam angkatan kerja maupun yang masih dalam usia muda) sebagai tenaga kerja murah bagi investor. Dengan mengesahkan Omnibus Law Cipta Kerja, maka DPR RI dan pemerintah Indonesia telah memberikan sertifikat bagi negara Indonesia untuk kembali menjadi bangsa budak—dan adalah UU Cipta Kerja yang menjaminnya.

Page 6: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

HENTIKAN

PEMBAHASAN

OMNIBUS

LAW CIPTA

KERJA, FOKUS

ATASI KRISIS

COVID-19

5

Tidak cukup menjadikan warga negaranya sebagai budak lewat penciptaan tenaga kerja murah, DPR RI dan Pemerintah membiarkan bumi Indonesia dihancurkan. Rezim ekstraksi akan terus mendapat karpet merah lewat deregulasi izin dan pengawasan yang tertuang dalam Omnibus Law. Kebakaran lahan, kabut asap, banjir bandang, gempa bumi akan menjadi hadiah rutin bagi ibu pertiwi. Hilangnya tanah yang subur, laut yang kaya, air yang jernih, dan udara yang bersih juga telah bersiap melanda Indonesia. Omnibus Law hanya akan membawa seluruh Indonesia menuju kehancuran. Padahal tidak ada aktivitas ekonomi yang bisa berjalan di atas tanah yang mati.

Investasi yang dihadirkan lewat Omnibus Law adalah investasi bodong karena hanya akan menghadirkan krisis besar-besaran. Belum lagi ditambah dengan Omnibus Law Perpajakan yang akan membuat Indonesia berpotensi kehilangan pemasukan dari pajak sebesar Rp86 Triliun. Kita tidak perlu terus menipu diri dengan berpikir bahwa deregulasi dalam Omnibus Law, terutama RUU Cipta Kerja, adalah penyelamat. Yang ada justru maut yang sedang kita jemput.

Bagi Gerakan Buruh Bersama Rakyat, persoalan RUU Cipta Kerja bukan semata persoalan klaster ketenagakerjaan, melainkan keseluruhan naskah akademik dan RUU ini telah menempatkan rakyat yang di dalamnya ada buruh, petani, masyarakat adat, nelayan, perempuan, mahasiswa, pengajar, dan seluruh masyarakat miskin di desa maupun di kota

Page 7: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

PENUHI

KEWAJIBAN

PERLINDUNGAN

DAN

PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN

6

dalam situasi rentan mengalami krisis berlapis secara sosial, ekonomi, budaya, dan politik.

Oleh sebab itu, Gerakan Buruh bersama Rakyat menyatakan dengan tegas penolakan terhadap Omnibus Law dan meminta DPR RI untuk membatalkannya secara menyeluruh. Bagaimana pun substansi RUU Cipta Kerja dimodifikasi, selama watak deregulasi yang menjadi sasarannya, RUU Cipta Kerja hanya akan membawa malapetaka bagi kita semua.

I I . O M N I B U S L A W M E M B E R A N G U S

D E M O K R A S I D A N P E N U H K O N T R A D I K S I

Prosedur pembuatan Omnibus Law telah mengangkangi sistem hukum Indonesia. Dibahas dengan tidak transparan dan hanya melibatkan kelompok penguasa serta mengabaikan rakyat, Omnibus Law Cipta Kerja telah mengkhianati amanat demokrasi.

Sejak awal pembahasannya, Omnibus Law Cipta Kerja sama sekali tidak melibatkan kelompok rakyat. Dari 127 tim Satgas Omnibus Law yang ditunjuk oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, isinya didominasi oleh pengusaha (selain pemerintah dan akademisi). Setidaknya ada 16 pengurus KADIN nasional dan 22 pengurus asosiasi bisnis tergabung di dalamnya. Dengan penyusunan yang serba tertutup, gagasan mengenai Omnibus Law tampak jelas hadir hanya untuk melayani para pengusaha dengan cara menumbalkan ruang hidup dan tenaga kerja Indonesia. Ketertutupan ini bahkan juga

Page 8: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

HENTIKAN

PEMBAHASAN

OMNIBUS

LAW CIPTA

KERJA, FOKUS

ATASI KRISIS

COVID-19

7

didukung oleh Eksekutif lewat Surat Perintah Presiden yang dilayangkan pada DPR pada Februari 2020.

Tertutupnya ruang partisipasi ini sama sekali bertentangan dengan asas keterbukaan dalam penyusunan undang-undang dan mengesampingkan prinsip Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011.

Tidak hanya dari segi prosedur, pemberangusan demokrasi juga muncul dalam substansi Omnibus Law yang akan memangkas desentralisasi. Wewenang pemerintah daerah akan dikebiri oleh Omnibus Law Cipta Kerja karena pasal-pasal karet dan tidak komprehensif dalam UU Sapu Jagat ini diarahkan pada Peraturan Pemerintah. Seluruh otonomi daerah—yang menjadi salah satu perpanjangan napas dari demokrasi—dilibas dan dikorbankan demi kemulusan “investasi”.

RUU Cipta Kerja pun dipenuhi berbagai kontradiksi dengan adanya hal tersebut. Disusun dengan metode omnibus , RUU Cipta Kerja disebut-sebut dimaksudkan untuk mengatasi kesimpangsiuran akibat saling tumpang tindihnya peraturan yang ada Indonesia. Padahal banyak pasal dalam Omnibus Law Cipta Kerja yang tidak jelas dan perlu diatur kemudian dalam PP. Dengan begitu, Omnibus Law Cipta Kerja setidaknya malah akan menghasilkan 516 peraturan baru, yakni 493 Peraturan Pemerintah, 19 Peraturan

Page 9: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

PENUHI

KEWAJIBAN

PERLINDUNGAN

DAN

PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN

8

Presiden, 4 Peraturan Daerah1. Alih-alih merapikan, Omnibus Law Cipta Kerja justru akan membuat peraturan di Indonesia makin tumpang tindih.

Ditambah lagi skema trickle down economy yang terus dijanjikan lewat Omnibus Law Cipta Kerja yang disebut-sebut untuk menarik perhatian investor demi menciptakan lapangan kerja. Badan Koordinasi dan Penanaman Modal Indonesia mencatat bahwa sejak 2013 hingga 2019, investasi yang masuk ke Indonesia terus meningkat, tetapi penyerapan tenaga kerjanya konsisten menurun. Pada 2019 saja, misalnya, per 1 Triliun investasi yang masuk, tenaga kerja yang terserap hanya 1.277 orang. Artinya, skema trickle down economy yang didorong telah terbukti tidak bekerja—investasi tidak membuka lapangan kerja dan menyerap tenaga kerja. Skema trickle down economy hanya akan memperkaya oligarki lewat pengisapan besar-besaran atas seluruh sumber daya Indonesia.

I I I . O M N I B U S L A W : T I K E T M E N U J U

M A L A P E T A K A Y A N G M E N G H A N C U R K A N

M A N U S I A D A N K E D A U L A T A N A G R A R I A

I N D O N E S I A

Omnibus Law adalah sertifikat untuk memberangus Indonesia. Tidak hanya

1 Berdasarkan kajian Pusat Studi Hukum dan

Kebijakan Indonesia mengenai proyeksi proyeksi penerapan

Metode Omnibus Law dalam Penyusunan Undang-Undang

(tautan)

Page 10: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

HENTIKAN

PEMBAHASAN

OMNIBUS

LAW CIPTA

KERJA, FOKUS

ATASI KRISIS

COVID-19

9

melegalisasi penghancuran atas warga negara hingga makin diperlakukan tidak manusiawi, tetapi juga menghancurkan seluruh sumber daya alam melalui pendekatan yang sangat tidak demokratis.

a. Penggunaan metode Omnibus Law tidak dikenal dalam konstruksi Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Sebagai produk hukum, Omnibus Law Cipta Kerja disusun dengan prosedur atau mekanisme Omnibus Law yang tidak dikenal dalam konstruksi hukum di Indonesia. Kami merujuk pada Undang-Undang (UU) No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3U) sebagaimana diperbarui dengan UU No. 15 Tahun 2019. Kelemahan penggunaan metode Omnibus adalah ketertutupan proses pembentukannya karena kebutuhan akan adanya peraturan yang cepat. Penggunaan metode tersebut justru melanggar UU P3U karena dilakukan tertutup dan tidak partisipatif. Ketertutupan tersebut menjauhkan peran dan partisipasi masyarakat untuk memberikan masukan atau tanggapan terhadap RUU Cipta Kerja. Padahal, UU P3U menjamin hak setiap warga negara untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.

Page 11: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

PENUHI

KEWAJIBAN

PERLINDUNGAN

DAN

PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN

10

Ketertutupan itu sendiri melanggar asas Keterbukaan yang ada dalam UU P3U. Menurut Prof. Susi Dwi Harijanti (Guru Besar Tata Negara FH Universitas Padjajaran), “Keterbukaan” menjadi salah satu asas pembentukan sebagaimana diatur dalam Pasal 5. Penjelasan UU No. 12 Tahun 2011. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

b. Surat Presiden yang menjadi dasar peralihan tahapan pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pemerintah ke DPR bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik

Agar dapat dibahas oleh DPR, Pemerintah menyerahkan Surat Presiden Republik Indonesia No. R-06/Pres/02/2020 tentang Rancangan Undang-Undang tentang Cipta Kerja yang ditandatangani oleh Presiden tertanggal 7 Februari 2020. Surat Presiden dalam konteks pembentukan peraturan perundang-undangan di UU P3U memuat sebuah keputusan administrasi yaitu peralihan tahapan pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dari tahap penyusunan oleh pemerintah sebagai pengusul RUU Cipta Kerja menjadi tahap pembahasan yang kemudian menjadi kewenangan DPR RI.

Page 12: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

HENTIKAN

PEMBAHASAN

OMNIBUS

LAW CIPTA

KERJA, FOKUS

ATASI KRISIS

COVID-19

11

Akan tetapi, proses terbitnya Surat Presiden tersebut dianggap tidak wajar serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Pertentangan tersebut dapat dilihat dari singkatnya waktu perencanaan dan penyusunan draf RUU Cipta Kerja. Prosesnya tidak mendukung asas keterbukaan yang mengakibatkan perencanaan dan pembuatan draf RUU Cipta Kerja tidak transparan serta menutup ruang partisipasi masyarakat.

Maka, proses pembahasan yang sekarang sedang dilakukan oleh DPR harus dihentikan karena Surat Presiden yang menjadi dasar pemberian kewenangan kepada DPR dalam membahas RUU Cipta Kerja merupakan surat yang bermasalah. Jika pembahasan ini terus dilanjutkan, maka DPR hanya akan menghasilkan RUU yang rusak secara formal.

c. Menyusupkan pasal yang melanggar Konstitusi dalam Omnibus Law Cipta Kerja

Pencanangan Omnibus Law Cipta Kerja juga akan bertentangan dengan konstitusi. Salah satu pasal yang menggambarkan pertentangan tersebut adalah pasal 170 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 170 ayat (1):“Dalam rangka percepatan

Page 13: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

PENUHI

KEWAJIBAN

PERLINDUNGAN

DAN

PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN

12

pelaksanaan kebijakan strategis cipta kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), berdasarkan Undang-Undang ini Pemerintah Pusat berwenang mengubah ketentuan dalam Undang-Undang ini dan/atau mengubah ketentuan dalam Undang-Undang yang tidak diubah dalam Undang-Undang ini”.

Pasal 170 ayat (2): “Perubahan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah”

Pasal 170 ayat (3) berbunyi:“Dalam rangka penetapan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat dapat berkonsultasi dengan pimpinan Dewan Perwakilan rakyat Republik Indonesia”

Permasalahan dalam pasal ini adalah Pemerintah Pusat (Presiden) dapat mengubah ketentuan yang ada dalam sebuah Undang-Undang menggunakan Peraturan Pemerintah. Padahal, secara hierarki Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Pemerintah berada di bawah Undang-Undang (Pasal 11 UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan) yang menyebabkan perubahan terhadap materi Undang-Undang tidak dapat diubah melalui Peraturan Pemerintah.

Page 14: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

HENTIKAN

PEMBAHASAN

OMNIBUS

LAW CIPTA

KERJA, FOKUS

ATASI KRISIS

COVID-19

13

Pasal 170 Omnibus Law Cipta Kerja memang menjadi polemik karena ada dugaan salah ketik. Hal ini diutarakan oleh Menkopolhukam Mahfud MD. Namun, hal ini dibantah anggota tim ahli perumus omnibus law, Ahmad Redi yang menyatakan bahwa rumusan pasal 170 sama sekali tidak terdapat unsur salah ketik di dalamnya dan dirumuskan dengan penuh kesadaran2.

c. Omnibus Law mengobral tenaga kerja warga negara Indonesia

Omnibus Law Cipta Kerja dibangun dengan semangat deregulasi besar-besaran demi menarik investor asing. “Reformasi” hukum perburuhan ini mengingatkan kita kembali pada rezim Orde Baru ketika Soeharto melakukan hal serupa demi menarik investor lewat Letter of Intent dengan IMF (International Monetary Fund) pada 1998 dan UU Penanaman Modal Asing pada 1967.

LOI dengan IMF, UU Penanaman Modal Asing, dan Omnibus Law Cipta Kerja memiliki napas yang sama: menjual Indonesia sebagai penghasil tenaga kerja murah dengan menurut saja apa pun perintah World Bank dan IMF macam kerbau yang dicocok hidungnya. Dampaknya kita lihat hingga hari ini:

2 https://www.hukumonline.com/berita/baca/

lt5e662da59a63c/cerita-di-balik-perumusan-pasal-170-ruu-

cipta-kerja

Page 15: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

PENUHI

KEWAJIBAN

PERLINDUNGAN

DAN

PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN

14

rezim pasar kerja fleksibel menguasai Indonesia dan memperlakukan tenaga kerja Indonesia bukan sebagai manusia, melainkan benda mati penghasil surplus demi akumulasi kapital.

Rezim pasar kerja fleksibel menciptakan rezim upah murah lewat jam kerja panjang, minimnya sampai nihilnya perlindungan, lemahnya pengawasan dan sanksi, rendahnya pemenuhan hak reproduksi pekerja perempuan, serta pelemahan serikat pekerja. Tidak sampai di situ, rezim tenaga kerja fleksibel juga mendesain seluruh perangkat untuk menghasilkan tenaga kerja murah, terutama melalui industrialisasi pendidikan. Alih-alih menjawab tantangan perlindungan tenaga kerja terutama di tengah perkembangan ekonomi digital dan Revolusi Industri 4.0, Indonesia malah mendorong Omnibus Law. Jika disahkan, RUU Cipta Kerja akan menjadi gerbang bagi para angkatan muda untuk menjadi tenaga kerja murah—yang berarti mendorong makin buruknya “kualitas” masyarakat Indonesia lewat pemiskinan struktural—terutama mengingat Indonesia akan menghadapi ledakan tenaga kerja pada 2030-2045 (yang seringkali direduksi menjadi “bonus demografi”).

Apa yang dihadapi ribuan tenaga kerja selama pandemi COVID-19 memperlihatkan dengan gamblang bagaimana rezim pasar kerja fleksibel

Page 16: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

HENTIKAN

PEMBAHASAN

OMNIBUS

LAW CIPTA

KERJA, FOKUS

ATASI KRISIS

COVID-19

15

hanya menciptakan kerentanan bagi masyarakat Indonesia: daya tawar yang dilemahkan, mudah terkena PHK, tidak mendapat pesangon, pemotongan gaji sembarangan, dan perlakuan semena-mena lainnya. Hal-hal semacam ini, alih-alih ditangani oleh pemerintah lewat jaminan perlindungan, justru malah akan dilegalisasi lewat Omnibus Law Cipta Kerja.

d. Omnibus Law mendorong liberalisasi sumber-sumber agraria, perampasan tanah rakyat yang membahayakan petani

Sejak 2017, kepentingan Indonesia membuat Omnibus Law telah diembuskan oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional. Sejak awal, kemudahan dan kelancaran proses pengadaan tanah, penerbitan hak dan izin bagi investasi skala besar berbasis tanah menjadi salah satu tujuan pokok dari digulirkannya perumusan RUU Cipta Kerja ini.

Di antara 79 UU yang tengah direvisi, diperkuat dan/atau dihapus pada RUU Cipta Kerja, di dalamnya terdapat kurang lebih 15 UU dan “norma baru” yang diciptakan yang berkaitan dengan pembangunan berbasis agraria, terkait pertanahan, perkebunan, kehutanan, pertanian, dan pertambangan. Semuanya menyangkut hajat hidup petani, buruh tani, masyarakat adat, nelayan, perempuan dan masyarakat miskin di desa dan kota. Selain itu RUU Cipta Kerja juga melanggar setidaknya 10 Keputusan

Page 17: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

PENUHI

KEWAJIBAN

PERLINDUNGAN

DAN

PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN

16

Mahkamah Konstitusi RI yang berkaitan dengan penegakkan kedaulatan agraria dan pangan, hak-hak petani, masyarakat adat, nelayan serta sendi-sendi ekonomi kerakyatan.

Selain melanggar Konstitusi, secara implisit tetapi jelas tercantum dalam pasal-pasalnya, RUU Cipta Kerja hendak menyeleweng dari UUPA 1960. Agar penyelewengan ini tersamarkan, baik naskah akademik dan RUU-nya berdalih seolah-olah membuat “norma baru” yang disebut RUU Pertanahan. Padahal RUU Cipta Kerja tengah bermufakat mengkhianati azas-azas hukum agraria nasional yang berprinsip pada keadilan sosial, kesejahteraan rakyat, dan keberlanjutan alam. Azas dan prinsip dalam UUPA antara lain: bahwa seluruh hak atas tanah di Indonesia memiliki fungsi sosial; tanah bukan semata barang ekonomi; larangan monopoli atas tanah oleh swasta, tanah untuk penggarap dan bagi mereka yang menjaga kesuburannya; penghormatan hak (ulayat) masyarakat adat atas wilayah adatnya; pembatasan hak atas tanah bagi warga negara asing utamanya badan usaha asing; dan prinsip usaha bersama di lapangan agraria dibangun berdasarkan corak ekonomi kerakyatan saat ini justru hendak diobrak-abrik oleh RUU Cipta Kerja.

Para perumus RUU Cipta Kerja mengabaikan hak konstitusional petani

Page 18: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

HENTIKAN

PEMBAHASAN

OMNIBUS

LAW CIPTA

KERJA, FOKUS

ATASI KRISIS

COVID-19

17

dan warga negara Indonesia, baik laki-laki maupun perempuan atas tanah. Abai bahwa tanah bagi petani tidak hanya alat produksinya yang utama, tetapi bagi petani tanah juga merupakan harga diri dan wilayah keberlangsungan hidupnya. Tanah dan sumber mata-air selama ini dilihat sebagai barang komoditas yang mudah diperjualbelikan, diprivatisasi, dan bebas dimonopoli oleh segelintir kelompok yang memiliki modal, baik kelompok bisnis maupun elit politik dan pejabat birokrasi.

Akibatnya, ketimpangan struktur agraria dan konflik agraria struktural serta sistemik makin meluas di Tanah Air. Saat ini ketimpangan penguasaan tanah mencapai 0,68 atau 1% orang (segelintir kelompok) menguasai 68% tanah (termasuk nilai aset tanah) di Indonesia. Fakta lain, saat ini 33 juta hektar kawasan hutan dikuasai 499 perusahaan, 16 juta hektar tanah dikuasai komoditas sawit dan mayoritas tanahnya dikuasai oleh 25 perusahaan saja.

Akibat pengalokasian tanah yang tidak berkeadilan tersebut, maka tidak mengherankan apabila konflik agraria kerap meletus di berbagai penjuru nusantara. Pada 2019 saja terjadi 279 letusan konflik agraria yang mencakup lahan seluas 734.239 hektar dan 109.042 KK korban terdampak. Dalam kurun waktu lima tahun (2015-2019) ada 2.047 kejadian konflik agraria di seluruh

Page 19: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

PENUHI

KEWAJIBAN

PERLINDUNGAN

DAN

PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN

18

sektor pembangunan berbasis agraria, mulai dari perkebunan, kehutanan, pembangunan infrastruktur, properti, pariwisata, agrobisnis, dan pertambangan (KPA, 2019). Bahkan selama masa pandemi Covid-19 dan kebijakan PSBB berlangsung (Maret s/d Juli 2020) telah terjadi 28 peristiwa konflik agraria, 18 petani dipenjara, 2 petani tewas dan 3 dianiaya. Semua merupakan akibat tindak represif aparat bersama perusahaan di wilayah-wilayah konflik agraria (KPA, 2020).

Watak ideologi politik agraria yang liberal dan pro terhadap pemodal juga tercermin kuat dalam RUU Cipta Kerja dengan cara menghidupkan kembali penyimpangan Hak Menguasai dari Negara atas tanah dan asas domein verklaring kolonial. Ini dilakukan melalui perluasan bentuk hak pengelolaan (HPL), yang berubah dari kewenangan pemerintah menjadi “hak atas tanah pemerintah”, termasuk pihak ketiga (swasta). HPL juga menguatkan HGU dan HGB bagi badan usaha skala besar karena diberikan selama 90 tahun sekaligus di muka. Ketentuan ini bahkan ini lebih parah dari UU Agraria zaman penjajahan yang memberi hak atas tanah selama 75 tahun kepada perusahaan.

Bahaya lain RUU Cipta Kerja adalah dimasukkannya rencana pembentukan Bank Tanah untuk pencadangan tanah bagi investor, sekaligus menciptakan pasar tanah liberal demi percepatan

Page 20: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

HENTIKAN

PEMBAHASAN

OMNIBUS

LAW CIPTA

KERJA, FOKUS

ATASI KRISIS

COVID-19

19

pengadaan tanah bagi pembangunan infrastruktur, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), perumahan mewah, pariwisata, ekspansi perkebunan, industri kehutanan bahkan operasi pertambangan yang bersifat lapar tanah.

Bank Tanah yang berorientasi profit melalui pendanaan swasta dan asing ini hendak mengklaim Tanah Negara di bawah payung HPL. Di atas HPL Bank Tanah dapat diterbitkan HGU, HGB dan Hak Pakai tanpa batasan luas untuk mengeksploitasi sumber-sumber agraria selama nyaris satu abad lamanya. Setelah 90 tahun tanah-tanah tersebut kembali menjadi aset Bank Tanah. Hal ini jelas melegalkan praktik monopoli dan pemilikan absolut tanah oleh Negara (azas domein verklaring kolonial dan penyimpangan hak menguasai dari negara). Praktik dan tata cara beroperasi Bank Tanah pun tak ubahnya lembaga spekulan tanah versi pemerintah. Orientasi kebijakan pertanahan yang digadang-gadang dalam RUU Cipta Kerja begitu liberal demi memenuhi keinginan investor.

Adanya Bank Tanah dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja merupakan pengkhianatan terhadap agenda Reforma Agraria, sekaligus cara untuk menghilangkan hak atas tanah bagi kaum tani, masyarakat adat, nelayan, buruh dan masyarakat miskin tak bertanah lainnya. Bank Tanah akan makin memperparah

Page 21: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

PENUHI

KEWAJIBAN

PERLINDUNGAN

DAN

PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN

20

ketimpangan, konflik agraria karena mempercepat proses perampasan tanah (land grabbing), kerusakan lingkungan atas nama investasi demi pembangunan infrastruktur, perkebunan, pertambangan, agribisnis, pariwisata, dan kehutanan.

Dapat dibayangkan, jika fungsi sosial atas tanah dihapus, asas tanah sebagai barang komoditas serta liberalisasi pasar tanah diamini oleh DPR RI, maka otomatis UUPA 1960 betul-betul diamputasi lewat pengesahan RUU Cipta Kerja ini. UUPA yang sempat dibekukan Orde Baru dan kemudian dipulihkan kembali oleh MPR/DPR RI lewat Tap MPR IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan SDA, kini hendak dimatikan kembali oleh RUU Cipta Kerja. Kondisi ini sesungguhnya menggambarkan bangsa kita sedang mencanangkan paham liberalisme ala Indonesia, menghidupkan kembali kemegahan penjajah asing seperti zaman UU Agraria Kolonial. Tak ada lagi negeri agraris karena tanahnya diperuntukkan sepenuhnya bagi pemilik modal, petani serta peladang tradisional dihilangkan mata pencariannya, agar bertransformasi menjadi buruh upah murah di perkebunan atau menjadi TKI dan TKW di kota-kota dan luar negeri.

Dengan begitu, j ika RUU Cipta Kerja tetap disahkan oleh DPR RI maka agenda Reforma Agraria dan penyelesaian konflik agraria struktural yang dijanjikan Negara sudah dapat dipastikan telah

Page 22: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

HENTIKAN

PEMBAHASAN

OMNIBUS

LAW CIPTA

KERJA, FOKUS

ATASI KRISIS

COVID-19

21

ditinggalkan oleh pemerintahan dan DPR RI yang tengah berkuasa saat ini.

I V . O M N I B U S L A W B E R W A T A K P A T R I A R K I

Omnibus Law juga sebuah rancangan produk perundang-undangan yang berwatak patriarkis, ia dirancang untuk menundukkan yang dianggap tak memiliki kuasa sementara memberikan jaminan perlindungan bagi penguasa dan pengusaha kolega penguasa. Hal ini tergambar dalam ketiadaan transparansi dan keterbukaan pada proses perencanaannya. Presiden juga ditengarai melakukan pelanggaran administratif dengan terlebih dahulu menerbitkan Surat Presiden tentang RUU dengan no surat R-06/Pres/02/2020 dan melewati dua proses perencanaan dan penyusunan draft RUU sebagaimana yang diatur dalam UU No 12 tahun 2011. Selain itu, penunjukan 127 anggota Satuan Tugas (satgas) Gabungan Pemerintah dan Kamar Dagang Indonesia oleh Kemenko Perekonomian yang diamanatkan untuk menginventarisasi masalah dan memberikan masukan atas RUU didominasi oleh kelompok pengusaha. Omnibus Law dirancang untuk menjaga kekuasaan yang dikontrol oleh investor dan korporasi. Sebab wataknya yang patriarki, mengisap yang tak punya kuasa, maka perempuan dan anak akan menjadi kelompok yang paling terdampak.

a. Mengeksploitasi dan Melemahkan Pekerja/Buruh Perempuan dalam Perundingan Kerja

Page 23: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

PENUHI

KEWAJIBAN

PERLINDUNGAN

DAN

PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN

22

Watak deregulasi Omnibus Law Cipta Kerja berangkat dari cara pandang atas “produktivitas” yang sarat patriarki. Selain menampik realita pekerja sebagai manusia, model ekonomi yang ada saat ini juga bertumpu pada pengisapan kerja-kerja reproduksi, terutama bagi pekerja perempuan. Sehingga, pemenuhan atas hak reproduksi seperti hak cuti haid, cuti hamil, bahkan hak untuk beristirahat bagi semua pekerja dibabat habis dengan alasan “tidak produktif”.

Contoh paling kuat muncul dalam penghitungan upah yang diubah menjadi satuan waktu kerja dan jangka waktu kerja. Cara tersebut berpotensi mengarah pada upah per jam, aspek-aspek reproduksi pekerja (untuk beristirahat, memulihkan diri dari sakit, haid, melahirkan) yang pada dasarnya adalah tumpuan utama dari produktivitas pekerja justru tidak lagi ditanggung dalam upah. Pasal 93 ayat 2, misalnya, mengubah pasal 93 UU Ketenagakerjaan yang menghilangkan kewajiban pengusaha membayarkan cuti bersalin.

Hanya kerja-kerja “produktif” dalam kerangka pikir patriarki inilah yang mau dibayar oleh pengusaha lewat upah per jam. Padahal tanpa reproduksi, produktivitas pekerja tidak akan pernah terpenuhi. Kebutuhan reproduktif ini kemudian harus ditanggung sendiri oleh pekerja.

Page 24: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

HENTIKAN

PEMBAHASAN

OMNIBUS

LAW CIPTA

KERJA, FOKUS

ATASI KRISIS

COVID-19

23

Posisi ini akan memperburuk posisi tawar pekerja perempuan dalam dunia kerja, yang selain dihadapkan pada diskriminasi gaji karena sering dianggap bukan sebagai pencari nafkah utama (padahal realitanya banyak yang menjadi kepala keluarga), juga rentan dieksploitasi habis-habisan karena kebutuhan reproduksinya. Belum lagi, banyak pasal yang bertumpu pada kesepakatan kerja oleh pemberi kerja. Upaya penerapan 2 Surat Edaran Kemenaker dalam masa pandemi saja sudah dapat menunjukkan bahwa perundingan antara pemberi kerja dan pekerja tidak pernah terjadi. “Kesepakatan” hanya berasal dari tekanan pemberi kerja yang dengan terpaksa diterima oleh si pekerja. Ini memberikan keistimewaan lebih kepada pengusaha dan akan membuat pekerja/buruh perempuan makin lemah.

b. Mengancam Kedaulatan Perempuan atas Pangan

Kita masih ingat ketika Presiden Joko Widodo meminta Kementerian Pertanian untuk membuka sawah baru guna mencegah krisis pangan akibat pandemi. Direnggutnya tanah dari warga, bukan hanya berdampak bagi warga yang hidup di tanah tersebut melainkan seluruh warga yang terhubung dalam rantai kebutuhan sumber pangan yang berdaulat dan merata.

Lemahnya pengawasan dan longgarnya

Page 25: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

PENUHI

KEWAJIBAN

PERLINDUNGAN

DAN

PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN

24

perizinan lewat Omnibus Law Cipta Kerja akan mempercepat tergerus habisnya lahan-lahan subur serta berbagai sumber pangan lain yang seharusnya menjadi kekuatan Indonesia.Secara khusus, daulat perempuan merawat dan menghidupi kehidupan dengan memproduksi pangan sendiri secara substansial dan selaras dengan alam di tanah air Indonesia, akan terancam Omnibus Law. Kemudahan maksimum bagi investor tidak hanya akan merampas tanah dan pesisir, tetapi juga memaksa perempuan dan komunitas/masyarakat/rakyat miskin untuk bergantung pada industri pangan.

c. Menyingkirkan Perempuan dan Meneguhkan Ketidakadilan Gender

Saat ini, jam kerja panjang dialami oleh perempuan buruh untuk memenuhi target produksi harian, terutama pada sektor-sektor padat karya manufaktur yang berorientasi ekspor. Baik sektor konveksi dan garmen, rokok, maupun industri pengolahan udang mempekerjakan perempuan lebih dari 40 jam per minggu, tanpa diiringi oleh penerimaan hak upah yang layak. Situasi ini akan diperparah dengan rencana Omnibus Law klaster ketenagakerjaan pasal 77 ayat A yang memberikan keleluasaan bagi pengusaha dalam menetapkan waktu kerja “untuk jenis pekerjaan atau sektor usaha tertentu”. Pasal ini berpotensi mempekerjakan perempuan dengan

Page 26: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

HENTIKAN

PEMBAHASAN

OMNIBUS

LAW CIPTA

KERJA, FOKUS

ATASI KRISIS

COVID-19

25

waktu yang lebih panjang. Kantong masalah ini terus akan berpotensi menyebabkan perempuan buruh tidak hanya dibayar murah, tetapi juga bekerja dengan waktu yang ditentukan oleh kewenangan perusahaan. Hasilnya, perempuan harus membayar biaya sosial sebagai akibat dari waktu kerja yang panjang. Ketika laki-laki secara leluasa bekerja lembur berbayar, perempuan yang bekerja lembur sering kali mendapatkan label sebagai perempuan yang tidak memprioritaskan keluarga, sehingga mereka harus membayar pajak reproduksi dari penghasilannya, yang tidak dikenakan pada laki-laki.

Sikap DPR RI yang terus memprioritaskan Omnibus Law Cipta Kerja sekaligus mencabut RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dari Prolegnas 2020 makin menunjukkan wajah asli dari implementasi sistem perundang-undangan Indonesia yang absen dalam memberikan perlindungan, khususnya bagi kelompok rentan. Implementasi sistem perundang-undangan DPR RI justru memberi karpet merah bagi para oligarki untuk dapat mengakumulasi kekayaan mereka lewat eksploitasi besar-besaran, terutama terhadap perempuan, gender minoritas, dan kelompok rentan lainnya.

V . Y A N G K A M I B U T U H K A N A D A L A H

P E R L I N D U N G A N , B U K A N P E N G H A N C U R A N

Pandemi COVID-19 mulai memicu resesi global dan berdampak besar bagi perekonomian.

Page 27: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

PENUHI

KEWAJIBAN

PERLINDUNGAN

DAN

PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN

26

Terlebih bagi Indonesia yang perekonomiannya sangat dipicu oleh belanja/konsumsi harian. Perubahan pola konsumsi akibat karantina diri turut mendorong perekonomian rakyat. Di saat pengusaha hanya berusaha menguntungkan dirinya sendiri selama pandemi (walau kekayaan yang dihasilkan berasal dari para pekerjanya), pekerja ditempatkan pada posisi yang sangat lemah. Gelombang PHK, dirumahkan tanpa upah, pemangkasan gaji, atau terpaksa bekerja dengan risiko terpapar virus tanpa jaminan kesehatan menjadi realita harian. Tanpa kedaulatan atas ruang hidup, warga terusir dari tempat tinggal, tak lagi memiliki akses atas tanah subur yang bisa ditanami, sehingga krisis pangan pun siap menyambut.

Tak hanya ancaman terhadap kesejahteraan tenaga kerja, kedaulatan pangan, kondisi Indonesia pada saat ini juga berdampak pada pendidikan. Penurunan atau bahkan hilangnya pendapatan tentu memengaruhi kemampuan bayar rakyat terkait biaya pendidikan, yaitu SPP/UKT. Alih-alih fokus menangani pandemi serta membebaskan biaya pendidikan dengan memberikan solusi konkrit dan tepat sasaran, Pemerintah dan DPR justru berkolusi untuk melanjutkan pembahasan RUU Cipta Kerja yang nyata-nyata banyak mendapat kritik.

Mahasiswa yang melakukan protes karena tidak adanya keringanan pembayaran SPP/UKT bahkan diintimidasi secara arogan oleh kampus. Bentuk intimidasi tersebut adalah kecaman, pemberian surat peringatan, skorsing, hingga drop out . Kampus yang seharusnya

Page 28: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

HENTIKAN

PEMBAHASAN

OMNIBUS

LAW CIPTA

KERJA, FOKUS

ATASI KRISIS

COVID-19

27

menjadi media pembebasan terhadap kesewenang-wenangan penguasa justru melanggengkan budaya antikritik. Kampus tak lebih hanya pengadopsi sisi kelam pemerintah dalam melakukan pembungkaman demokrasi di ranah pendidikan. Pendidikan yang secara sadar dilemparkan kepada mekanisme pasar (neoliberalisme) tidak akan mampu mengakomodasi kepentingan mahasiswa serta melindungi kebebasan berpendapat di ruang akademik.

Lagi pula, untuk mencapai tujuan negara sebagaimana pembukaan UUD 1945 alinea 4, “melindungi segenap bangsa Indonesia, seluruh tumpah darah indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…” negara harus berkomitmen untuk memudahkan akses terhadap pendidikan yang berkualitas. Bukan hanya dalam artian pengalihan pengetahuan di dalam ruang kelas, tetapi juga penjagaan atas nilai-nilai yang ada dalam Pancasila, yaitu demokrasi dan keadilan.

Oleh karena itu, Pemerintah dan DPR harus menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja dan mengalihkan segara upaya dan energinya untuk menangani pandemi, menggratiskan biaya pendidikan, dan menghentikan upaya represi kampus terhadap mahasiswa.

Selain itu, dengan tercerabutnya kedaulatan agraria di Indonesia, maka bukan tidak mungkin Indonesia akan mempercepat potensi krisis pangan. Pemerintah harus bisa menjalankan reforma agraria untuk memenuhi

Page 29: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

PENUHI

KEWAJIBAN

PERLINDUNGAN

DAN

PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN

28

dan melindungi hak konstitusional petani, buruh tani, dan masyarakat adat demi keadilan sosial, kesejahteraan dan kedaulatan pangan sesuai mandat Konstitusi, TAP MPR IX/2001 dan UUPA 1960. Selesaikan seluruh konflik agraria struktural, hentikan perampasan tanah, penggusuran, penangkapan serta kekerasan terhadap petani di wilayah konflik agraria. Pemerintah juga harus mengambil langkah-langkah yang responsif dan efektif untuk mencegah bahaya kelangkaan pangan dan ketimpangan akses atas pangan akibat adanya praktik monopoli pangan oleh segelintir kelompok di masa krisis pandemi ini dengan cara menjamin keadilan dan ketersediaan pangan nasional melalui basis-basis produksi pertanian dan kebun pangan rakyat.

Masa-masa krisis ini merupakan masa yang genting. Hanya dalam masa-masa krisislah kita menyaksikan watak asli suatu entitas. Selama empat bulan terakhir, pemerintah Indonesia justru hanya menampilkan keberpihakannya pada oligarki, alih-alih memenuhi kebutuhan rakyat. Maka, tak heran jika kepercayaan warga terhadap negara pun terus meredup.

Oleh karena itu, Gerakan Buruh bersama Rakyat mendesak Pemerintah Indonesia untuk mewujudkan perlindungan bagi setiap warga negara terutama dalam krisis pandemi COVID-19, yakni dengan: • Menjamin keselamatan dan kesehatan

tenaga medis dengan menyediakan berbagai instrumen pendukung;

• Melindungi kelompok rentan termasuk pekerja esensial di garis depan;

Page 30: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

HENTIKAN

PEMBAHASAN

OMNIBUS

LAW CIPTA

KERJA, FOKUS

ATASI KRISIS

COVID-19

29

• Subsidi rakyat, bukan korporat, yakni dengan memastikan distribusi bantuan langsung, skema bantuan yang tepat sasaran dan tidak korup, serta menggratiskan biaya pendidikan;

• Menghentikan upaya represi yang dilakukan oleh korporasi terhadap pekerja dan represi institusi pendidikan terhadap mahasiswa dan pelajar.

Secara khusus, kami mendesak Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia sebagai pemegang amanat legislasi untuk:• Menghentikan pembahasan Omnibus Law

RUU Cipta Kerja seluruhnya;• Memprioritaskan pembahasan dan

pengesahan produk legislasi yang menjamin rasa aman bagi tiap warga negara, terutama kelompok rentan dan termarjinalkan, seperti RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Pekerja Rumah Tangga;

• Mencabut Undang-Undang Minerba;• Memaksimalkan sumberdaya DPR RI,

dengan fokus menjalankan fungsi pengawasan dan penganggaran terkait penanganan pandemi COVID-19, dan penanganan dampak krisis lanjutannya secara nasional dan sistematis.

V I . P E N U T U P

Paparan ini kami susun berdasarkan kajian serta data yang dihimpun oleh berbagai kelompok masyarakat Indonesia—yang selama ini suaranya selalu diabaikan dalam proses

Page 31: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

PENUHI

KEWAJIBAN

PERLINDUNGAN

DAN

PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN

30

pembahasan Omnibus Law. Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia harus membuka mata dan telinga pada kenyataan langsung di lapangan tentang malapetaka yang akan hadir j ika Omnibus Law disahkan—termasuk dengan menaruh perhatian dan pertimbangan serius terhadap semua hal yang kami sampaikan dalam dokumen ini. Setiap warga negara Indonesia bukan sekadar angka, tetapi nyawa yang berharga. Posisi DPR RI sebagai pemangku kekuasaan yang besar untuk menghasilkan produk kebijakan bukan sebuah justifikasi untuk memperpendek hidup kami lewat kehancuran ruang hidup dan perbudakan modern yang akan dilegalkan oleh Omnibus Law Cipta Kerja. Atasi virus, cabut Omnibus—S E CA R A M E N Y E L U R U H !

Jakarta, 16 Juli 2020Aliansi Gerakan Buruh bersama Rakyat

Page 32: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

O R G A N I S A S I Y A N G

T E R G A B U N G D A L A M A L I A N S I

G E B R A K

1. Konfederasi Kongres Aliansi

Serikat Buruh Indonesia (KASBI)

2. Konfederasi Persatuan Buruh

Indonesia (KPBI

3. Sentral Gerakan Buruh Nasional

(SGBN)

4. Konfederasi Serikat Nasional

(KSN)

5. Serikat Pekerja Media dan

Industri Kreatif untuk Demokrasi

(SINDIKASI)

6. Pergerakan Pelaut Indonesia

(PPI)

7. Jarkom Serikat Pekerja

Perbankan

8. Kesatuan Perjuangan Rakyat

(KPR)

9. Federasi Pekerja Pelabuhan

Indonesia

10. LBH Jakarta

11. Perempuan Mahardika

12. GMNI Presidium UKI

13. Aksi Kaum Muda Indonesia

(AKMI)

14. Federasi Pelajar Indonesia

(Fijar)

15. Sekolah Mahasiswa Progresif

(SEMPRO)

16. Liga Mahasiswa Nasional untuk

Demokrasi-Dewan Nasional

(LMND DN)

17. PurpleCode Collective

18. Federasi Mahasiswa Kerakyatan

19. Konsorsium Pembaruan

Agraria (KPA)

20. Solidaritas Pekerja Viva (SPV)

21. Gerakan Pemuda Patriotik

Indonesia (GPPI)

22. Badan Eksekutif Mahasiswa

(BEM) Jentera

23. Federasi Pekerja Indonesia

(FKI)

24. FMIB (Forum Mahasiswa IISIP

Bersatu)

25. Aliansi Pemuda Mahasiswa

Bekasi (Aliansi PMB)

26. Front Rakyat Bekasi Bergerak

27. FPM UBK (Forum Persatuan

Mahasiswa - Universitas Bung

Karno)

28. BEMFH Esa Unggul

29. Aliansi UNAS Gawat Darurat

30. Aliansi Pelajar Bersatu

31. BEM FH UPN Veteran Jakarta

32. LEM UII Jogja

33. DPM UII Jogja

34. Wahana Lingkungan Hidup

Indonesia (WALHI)

35. Greenpeace Indonesia

36. ELSAM

37. JKPP

38. Yayasan Lembaga Bantuan

Hukum Indonesia

39. BEM Universitas Indonesia

40. Partai Rakyat Pekerja

41. Sajogyo Institute

Page 33: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal

42. KIARA

43. KPRI

44. KA KBUI 98

45. Indonesia for Global Justice

(IGJ)

46. Serikat Mahasiswa Progresif

Universitas Indonesia (SEMAR UI

47. BEM Fakultas Hukum Universitas

Indonesia

48. GERPUAN Universitas Negeri

Jakarta

49. SP Johnson

50. Aliansi Mahasiswa Gunadarma

51. Pena Masyarakat

52. FILeM

53. BSI

54. MAPALA Bergerak

55. SPRI

56. Aliansi Mahasiswa Universitas

Pancasila

57. Amnesty Internasional Indonesia

58. KontraS

59. LBH Pers

60. Aliansi Jurnalis Independen

J U R U B I C A R A G E B R A K

KASBI—Nining Elitos +62 813-1733-1801

KPBI—Ilhamsyah +62 812-1923-5552

SINDIKASI—Ellena +62 811-166-2708

KPA—Dewi Kartika +62 813-9447-5484

BEM JENTERA—Ika Astika +62 812-1708-0680

Page 34: Penuhi Kewajiban Perlindungan dan Peningkatankpa.or.id/assets/uploads/files/publikasi/89bf7-gebrak...PENUHI KEWAJIBAN PERLINDUNGAN DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 4 negara—padahal