analisis perlindungan konsumen pada produk...
TRANSCRIPT
ANALISIS PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA PRODUK KREDIT
PEMILIKAN RUMAH (KPR) DI BANK TABUNGAN NEGARA (BTN)
KANTOR CABANG SYARIAH SERANG
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh :
TRI SUCI PUSPITO NAGRI
11140460000125
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
2018/1440 H
ABSTRAK
Tri Suci Puspito Nagri. NIM 11140460000125. ANALISIS PERLINDUNGAN
KONSUMEN PADA PRODUK KREDIT PEMILIKAN RUMAH (KPR) DI
BANK TABUNGAN NEGARA (BTN) KANTOR CABANG SYARIAH
SERANG. Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalat), Fakultas Syariah
dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439 H/2018M
Studi ini bertujuan untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak yang
terdapat dalam akad, tanggung jawab BTN Syariah sebagai penyelenggara produk
KPR dan sampai mana batasan tanggung jawab BTN Syariah terhadap produk
tersebut, dan untuk mengetahui penerapan hak-hak nasabah oleh BTN Syariah
Serang dalam pembiayaan KPR yang ditinjau dari UUPK. Studi ini menjelaskan
bagaimana proses pembiayaan KPR yang sesuai dengan prinsip-prinsip
perlindungan konsumen dan peraturan-peraturan yang terkait dengan
Perlindungan Konsumen.
Metode yang digunakan dalam dalam penelitian ini adalah penelitian
normatif empiris, dimana kajian yang dilakukan menyelaraskan antara peraturan-
peraturan dengan praktek di BTN Syariah. Penelitian ini dilakukan dengan
penelitian lapangan, peneliti menggabungkan antara fakta dan teori-teori yang
diambil dari buku-buku, peraturan perundang-undangan, dan peraturan-peraturan
lainnya yang terkait dengan perlindungan konsumen.
Hasil penelitian menunjukan bahwa nasabah memiliki posisi yang lemah,
dimana nasabah harus tunduk dengan akad yang dibuat oleh bank karena
kebutuhan dan ketidak seimbangan posisi. Akad pembiayaan yang dibuat oleh
bank merupakan akad yang sudah baku yang terkadang merugikan nasabah
dengan tidak dicantumkannya hak-hak nasabah dalam akad perjanjian. Sebagai
kesimpulan, BTN Syariah masih belum memperhatikan dan belum memberikan
jaminan terhadap hak-hak nasabah, karena klausula yang diterapkan bersifat baku
yang hanya mencantumka kewajiban nasabah saja dan tidak mencantumkan
klausul tentang hak-hak nasabah.
Kata Kunci : Pembiayaan KPR, Perlindungan Konsumen
Pembimbing : Mustolih, S.H.I., M.A., CLA.
Daftar Pustaka : 1997 s.d. 2017
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, penulis menyampaikan segala puji dan syukur kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya. Peneliti
menghaturkan shalawa serta salam kepada Nabi dan Rasul Muhammad SAW
yang telah menghantarkan umatnya dari zaman kegelapan hingga zaman perdaban
ilmu pengetahuan.
Dengan taufiq dan hidayah Allah SWT, serta berkah dan kasih sayang dan
karunia yang telah Allah SWT berikan, peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini
yang berjudul ―Analisis Pelindungan Konsumen pada Kredit Pemilikan Rumah
(KPR) di Bank Tabungan Negara (BTN) Kantor Cabang Syariah‖. Penulis sangat
bersyukur karena dapat menyelesaikan skripsi ini dalam rangka memenuhi dan
melengkapi persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) pada
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalat) di Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti juga
meminta maaf apabila masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini,
karena kesempurnaan hanya milik Allah SWT.
Sepenuhnya penulils menyadari bahwa skripsi ini tidak akan tercapai tanpa
bantuan dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti ingin
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof Dr. Dede Rosyada, M.A. selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Dr. Asep Saepudin Jahar, Phd. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. A.M. Hasan Ali, M.A. dan Dr. Abdurrauf M.A., Ketua dan Sekretaris
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Dosen Pembimbing Mustolih, S.H.I., M.H., CLA yang telah meluangkan
waktunya kepada penulis untuk membimbing, mengarahkan, dan
vii
memberikan masukan-masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat
kepada penulis semasa kuliah.
6. Pimpinan dan seluruh staf BTN Kantor Cabang Syariah Serang yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian disana.
7. Kedua orang tua penulis, terima kasih yang tak terhingga atas pengorbanan,
nasihat, dan doa yang tak henti-hentinya kalian panjatkan untuk penulis
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah STW selalu
melindungi dan memberikan keberkahan di hidup kalian.
8. Terima kasih yang sebesar-besarnya tidak lupa penulis ucapkan untuk kedua
kaka penulis yang selalu memberikan semangat dan selalu mendoakan
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah
SWT membalas semua kebaikan kalian.
9. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman Hukum
Ekonomi Syariah angkatan 2014 yang telah memberikan semangat dan
membantu penulis semasa perkuliahan dan selama penulis menyelesaikan
skripsi ini.
10. Tidak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada para pihak yang tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu peneliti dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Demikian ucapan terima kasih yang dapat peneliti sampaikan. Semoga
Allah SWT membalas kebaikan kalian dengan memberikan keberkahan untuk
hidup kalian.
Jakarta, 8 Oktober 2018
Tri Suci Puspito Nagri
viii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Identifikas Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah ..................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................................. 8
D. Metode Penelitian ..................................................................................... 9
E. Sistematika Penulisan ............................................................................. 12
BAB II KAJIAN PUSTAKA .............................................................................. 14
A. Kerangka Konsep ................................................................................... 14
1. Pembiayaan ......................................................................................... 15
2. KPR Syariah ....................................................................................... 24
3. Perlindungan Konsumen ..................................................................... 28
B. Kerangka Teori ....................................................................................... 34
C. Tijauan Kajian Terdahulu ....................................................................... 38
BAB III GAMBARAN UMUM BTN SYARIAH ............................................. 41
A. Sejarah Berdirinya .................................................................................. 41
B. Visi dan Misi .......................................................................................... 41
C. Landasan Operasional BTN Syariah ...................................................... 42
D. Nilai Dasar BTN Syariah ....................................................................... 43
E. Produk dan Jasa Yang Dijalankan .......................................................... 43
F. Struktur Organisasi ................................................................................. 50
ix
BAB IV HASIL PENELITIAN .......................................................................... 53
A. Proses Pemberian Pembiayaan KPR BTN Syariah Serang .................... 53
B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Akad Pembiayaan KPR di BTN
Syariah .................................................................................................... 56
C. Tanggung Jawab Bank BTN Syariah Sebagai Penyelenggara KPR ...... 67
D. Analisis Perlindungan Konsumen Pada Produk KPR di BTN Syariah
Serang ..................................................................................................... 70
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 74
A. Kesimpulan ............................................................................................. 74
B. Rekomendasi .......................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 77
LAMPIRAN LAMPIRAN .................................................................................. 80
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan akan tempat tinggal yakni rumah sangat diperlukan oleh
manusia dalam kehidupannya. Rumah berfungsi sebagai tempat berkumpul
dan berkomunikasi bagi keluarga. Kemampuan dalam ekonomi yang
menjadikan pertimbangan bagi setiap keluarga untuk membangun atau
membeli rumah hunian. Jika mereka mempunyai uang yang lebih atau cukup,
mereka bisa membeli rumah tersebut secara tunai atau lunas. Akan tetapi
tidak semua masyarakat Indonesia bisa membeli rumah secara tunai atau
lunas, karena ketidakmampuan membeli rumah secara tunai, mayoritas
masyarakat Indonesia saat ini membeli rumah dengan cara dicicil atau
diangsur.1 Maka dari itu lahir kredit pemilikan rumah yang dilakukan oleh
dunia perbankan. KPR muncul karena adanya kebutuhan yang tinggi di
kalangan masyarakat untuk dapat memiliki rumah tanpa diimbangi dengan
peningkatan daya beli di masyarakat.
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) menjadi solusi bagi masyarakat yang
tidak memiliki cukup dana untuk membeli rumah secara tunai. KPR
merupakan produk Perbankan atas pembiayaan pembelian rumah yang ready
stock atau indent. Rumah yang ready stock adalah rumah yang siap dibangun,
siap huni dan telah terpasang instalasi berikut meteran listrik dan airnya.
Sedangkan rumah indent adalah rumah yang akan dibangun setelah ada
pembelinya yang dikerjakan oleh kontraktur melalui perintah dari
pengembangan perumahan (selanjutnya disebut developer).2
1 Bayu Ilham Cahyo, Darminto, dan Nila Firdaus Nuzula, ―Analisis Sistem dan Prosedur
Pembiayaan Kredit Pemlikan Rumah Syariah (KPRS) Murabahah untuk Mendukung Pengendalian
Intern‖, Jurnal Administrasi Bisnis, XXV, 1, (Agustus, 2015), h., 1. 2 Maryanto Supriyono, Buku Pintar Perbankan (Yogyakarta : CV. Andi Offset, 2011), h.,
124.
2
Bank merupakan lembaga keuangan yang kegiatan usahanya
menghimpun dana dari masyarakat dan atau menyalurkan kembali dana
tersebut kepada masyarakat serta melayani usaha jasa-jasa bank yang lain.3
Oleh karena itu bank memegang peranan yang penting dalam hal
pengalokasian dana masyarakat yang kemudian disalurkan kembali dalam
bentuk kredit atau dalam perbankan syariah dikenal dengan pembiayaan.
Kredit yang disalurkan oleh bank kepada masyarakat akan dikenakan bunga.
Bunga tersebut merupakan pendapatan atau keuntungan bagi pihak bank.
Berbeda dengan bank konvensional, bank syariah tidak menggunakan sistem
bunga melainkan dengan sistem bagi hasil. Semakin pentingnya bank untuk
kebutuhan masyarakat dan meningkatnya perekonomian, maka diketahuilah
pula bahwa fungsi bank yaitu sebagai penghimpunan dana bagi masyarakat
serta menyalurkannya kembali dana tersebut kepada masyarakat. Penyaluran
dana yang diberikan bank kepada masyarakat dalam bentuk kredit.4
Secara konsep, perbankan syariah dan konvensional adalah sama-sama
berfungsi sebagai financial intermediary sehingga banyak produk perbankan
syariah tidak berbeda dengan produk bank konvensional dan struktural
industri perbankan syariah berdampingan dengan industri perbankan
konvensional. Bank syariah berusaha secara konsisten mendukung proses
saving-invesment. Pada bank syariah juga terdapat produk dana seperti
tabungan atau deposito seperti wadiah dan mudharabah sedang produk kredit
(loan) terdapat produk pembiayaan (finance) seperti murabahah, termasuk
untuk pembiayaan rumah (KPR) dan pembangunan property.
Kredit pemilikan rumah ini pada awalnya merupakan produk bank
konvensional. Seiring dengan berkembanganya ekonomi syariah yang masuk
ke Indonesia pada awal 1990-an, menyebabkan banyak lembaga keuangan
baik bank maupun non bank yang bermunculan dengan nafas syariah, salah
satunya adalah bank syariah. Sama dengan bank konvensional yang
3 Kasmir, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h., 2.
4 Nur Suci Atmawati, Muhammad Saifi, dan Dwiatmanto, ―Analisis Pemberian Kredit
Pemilikan Rumah (KPR) Dalam Rangka Mengurangi Non Perfoming Loan‖, Jurnal Administrasi
Bisnis, II, 2, (Februari, 2015), h., 1-2.
3
menjadikan KPR sebagai salah satu produk perbankan, bank syariah juga
mengeluarkan produk serupa. Kehadiran KPR syariah ini tentu saja melegakan
bagi masyarakat yang peduli akan syariat agama yang melarang penggunaan
riba dalam setiap transaksinya. Hal ini terbukti dengan banyaknya nasabah
yang melakukan akad KPR ke bank syariah.
Permberian kredit berarti pemberian kepercayaan. Kepercayaan dari
pihak pemberi mengandung arti bahwa pihak penerima akan mempergunakan
prestasi yang diterimanya sesuai dengan tujuan yang telah disepakati dan
mempunyai kemampuan atau kesanggupan untuk mengembalikan prestasi dan
mempunyai kemampuan atas kesanggupan untuk mengembalikan prestasi
tersebut pada suatu waktu tertentu di masa yang akan datang. Kredit baru
diluncurkan setelah ada suatu kesepakatan tertulis, walaupun mungkin dalam
bentuk yang sangat sederhana antara pihak kreditur sebagai pemberi kredit
dengan pihak debitur sebagai penerima kredit. Kesepakatan tertulis ini sering
disebut dengan perjanjian kredit (credit agreement, loan agreement). 5
Salah satu produk dari perjanjian kredit yang saat ini menjadi primadona
adalah Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Kredit Pemilikan Rumah (KPR)
adalah kredit jangka panjang yang diberikan bank bekerja sama dengan
pengembang untuk memberikan kemudahan bagi konsumen agar memiliki
rumah sendiri dengan pembayaran sistem angsuran kepada bank. Fasilitas
KPR sangat prospektif bagi bank, sehingga hampir semua bank selalu
menyediakan fasilitas kredit ini untuk kebutuhan masyarakat.6
Pembiayaan KPR di bank konvensional menggunakan prinsip bunga baik
bunga flat maupun bunga efektif. Bunga flat adalah sistem perhitungan suku
bunga yang besarnya mengacu pada pokok hutang awal. Penggunakan sistem
bunga flat ini menyebabkan porsi bunga dan pokok dalam angsuran bulanan
tetap sama. Bunga efektif merupakan kebalikan dari bunga flat, yaitu porsi
bunga dihitung bedasarkan pokok hutang tersisa. Sehingga porsi bunga dan
5 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontermporer, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,
2002), h., 31. 6 Johannes, Ibrahim, Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif dalam Perjanjian
Bank, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2004), h., 5.
4
pokok dalam angsuran setiap bulan akan berbeda, meski besaran per bulannya
tetap sama. Sistem bunga efektif ini biasanya diterapkan dalam pembiayaan
jangka panjang seperti investasi maupun KPR.
Berbeda dengan pembiayaan KPR di bank konvensional yang
menggunakan prinsip bunga, pada pembiayaan kepemilikan rumah di bank
syariah tidak menggunakan bunga melainkan akad syariah, seperti jual-beli
(Murabahah), sewa-beli (Ijarah Muntahiyah Bittamlik), dan penyertaan–sewa
(Musyarakh Mutanaqisah). Akad Murabahah (jual-beli) ini sendiri digunakan
bank syariah untuk memenuhi kebutuhan nasabah dengan membelikan aset
yang dibutuhkan nasabah dari supplier kemudian menjual kembali kepada
nasabah dengan mengambil margin keuntungan yang diinginkan. Sedangkan
akad Ijarah Muntahiya Bittamlik (IMBT/sewa-beli) ini digunakan bank
syariah untuk membeli aset yang dibutuhkan nasabah kemudian
menyewakannya kepada nasabah dengan perjanjian pengalihan kepemilikan di
akhir periode dengan harga yang disepakati di awal akad. Akad yang terakhir
adalah akad Musyarakah Mutanaqisah (penyertaan-sewa), dimana dengan
akad ini bank syariah dan nasabah bermitra untuk membeli aset yang
diinginkan nasabah. Aset tersebut kemudian disewakan kepada nasabah.
Bagian sewa dari nasabah digunakan sebagai cicilan pembelian porsi aset
yang dimiliki bank syariah, sehingga pada periode tertentu (saat jatuh tempo),
aset tersebut sepenuhnya telah dimiliki oleh nasabah.7
Perkembangan dan potensi pasar perbankan syariah mendorong BTN
untuk turut serta dalam meningkatkan pelayanan pada nasabah dengan dual
banking system sesuai dengan UU Perbankan No. 10 Tahun 1998, yaitu
perbankan konvesional dan perbankan syariah. Bank Tabungan Negara (BTN)
merupakan salah satu bank konvesional yang mempunya core bussines pada
KPR. Bank milik pemerintah ini memang sudah puluhan tahun memfokuskan
layanan jasa dan produknya kepada masyarakat dalam pemberian KPR.
Pada perkembangannya KPR tidak hanya dimonopoli oleh bank
konvensional saja tetapi juga sudah dijalankan oleh bank syariah. Produk KPR
7 Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h., 127-128.
5
pertama kali diperkenalkan oleh Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk. yang
awalnya menggunakan instrumen bunga sebagai alat untuk memperoleh
keuntungan dari produk tersebut. Setelah BTN membuka Unit Usaha Syariah
(UUS), produk KPR yang dijual disesuaikan dengan konsep syariah, baik
mengenai akadnya ataupun mekanisme transaksinya.
Setiap pembiayaan di bank syariah atau kredit di bank konvensional
memiliki resikonya masing-masing. Setiap pembiayaan atau kredit memiliki
resiko yang cukup tinggi untuk terjadinya wanprestasi. Wanprestasi
dinyatakan dalam perjanjian apabila tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban
masing-masing pihak atau salah satu pihak yang melakukan perjanjian. Tidak
sedikit debitur (nasabah) tidak melakukan apa yang dijanjikan, atau melanggar
perjanjian yang dinyatakan wanprestasi, bila debitur melakukan atau berbuat
sesuatu yang tidak boleh dilakukan seperti: tidak melakukan apa yang
disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang diperjanjikan, tetapi
tidak sebagaimana diperjanjikan, melakukan apa yang dijanjikan tetapi
terlambat, dan yang terakhir adalah melakukan sesuatu yang menurut
perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Tidak hanya debitur (nasabah) saja yang dapat melakukan wanprestasi,
pihak kreditur (bank) juga bisa melakukan wanprestasi. Dimana pihak bank
biasanya tidak melakukan kewajibannya sebagai pihak kreditur. Seiring
berkembangnya pembiayaan KPR di bank konvensional dan di bank syariah,
sering menyisakan kekecewaan bagi para nasabah. Jika di bank konvensional
menggunakan sistem bunga, banyak keluhan nasabah yang kecewa
dikarenakan angsuran kredit yang tiba-tiba naik tanpa pemberitauan terlebih
dahulu. Keluhan lain yang berhubungan dengan masalah properti adalah
keluhan dari para nasabah terhadap pengembang perumahan yang menginkari
janji-janji yang diberikan pada saat promosi produk. Keluhanan minimnya
prasarana perumahan hingga kualitas produk perumahan yang mengecewakan
sering diajukan konsumen (nasabah) kepada pengembang. Namun dari pihak
pengembang tidak terlalu mempedulikannya.
6
Berbeda dengan bank konvensional yang mendapat keluhan dari nasabah
karena kenaikan angsuran kredit yang tiba-tiba naik akibat bunga, bank
syariah yang dalam operasionalnya tidak menggunkan sistem bunga sehingga
keluhan nasabah bank konvensional tersebut tidak akan terjadi pada nasabah
pembiayaan KPR bank syariah. Namun permasalah sebenarnya tidak pada
pengenaan bunga, melainkan adalah perlindungan bagi nasabah pengguna jasa
perbankan, yaitu menyangkut pemenuhan hak-hak nasabah oleh pihak bank
seperti, hak nasabah sebelum bertransaksi dengan bank, hak nasabah pada saat
transaksi, dan hak nasabah setelah bertransaksi.
Dalam UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
(selanjutnya disebut UUPK) ditegaskan bahwa berbicara tentang perlindungan
konsumen berarti mempersoalkan kepastian tentang terpenuhinya hak-hak
konsumen8. Nasabah adalah konsumen pengguna jasa perbankan, sehingga
ketika berbicara tentang perlindungan nasabah, maka yang menjadi
pembahasannya adalah kepastian tentang terpenuhinya hak-hak nasabah.
Tidak hanya UU Perlindungan Konsumen saja yang menjadi landasan
perlindungan konsumen, OJK juga mengeluarkan peraturan tentang
perlindungan konsumen sektor jasa keuangan yang selanjutnya disebut POJK
No.1/POJK 07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
yang mengantur tentang kewajiban-kewajiban pelaku usaha jasa keuangan.
Tidak terpenuhinya hak-hak nasabah merupakan tanggung jawab bank
sebagai penyedia produk. Bank merupakan pelaku usaha jasa keuangan yang
menyediakan produk KPR dan sudah seharusnya bertanggung jawab atas
produk yang disediakannya, tetapi tidak semua hal bisa menjadi tanggung
jawab bank dalam produk KPR ini ketika tidak terpenuhinya hak-hak nasabah,
bank memiliki batasannya sendiri terkait tanggung jawabnya sebagai
penyelenggara produk. Atas dasar pertimbangan uraian masalah yang
dijelaskan di atas, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai hal
tersebut yang dituangkan penulis dalam skrisi dengan judul “Analisis
8 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2006), h., 10.
7
Perlindungan Konsumen dalam Produk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Pada
Bank Tabungan Negara Kantor Cabang Syariah Serang ”
B. Identifikas Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
a. Peraturan apa saja yang mengatur tentang tanggung jawab perbankan
terhadap nasabah?
b. Apa saja yang menjadi hak dan kewajiban pihak Bank dalam KPR?
c. Apa saja yang menjadi hak dan kewajiban nasabah dalam KPR?
d. Apa saja akad yang digunakan BTN Syariah dalam pembiayaan
Kredit Pemilikan Rumah (KPR)?
e. Apa yang menjadi tanggung jawab pihak BTN Syariah sebagai
penyelenggara KPR terhadap konsumen?
2. Pembatasan Masalah
Bedasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, secara umum
penulis membatasi masalah yang akan dibahas untuk mempermudah
pembahasan dalam penulisan skripsi ini, yakni cakupan penelitian
hanyalah tanggung jawab perbankan dalam KPR terhadap nasabah saja
karena dalam produk KPR masih banyak hak-hak nasabah yang tidak
terpenuhi. Penulis mengambil KPR di BTN Kantor Cabang Syariah
Serang, karena KPR menjadi produk andalan di BTN Syariah. Produk-
produk jenis lainnya tidak termasuk di dalam objek penelitian.
3. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Apa saja yang menjadi hak dan kewajiban pihak bank dan pihak
nasabah dalam akad KPR di BTN Syariah?
b. Bagaimana bentuk tanggung jawab pihak BTN Syariah sebagai
penyelenggara produk KPR terhadap nasabah dan sampai mana
batasan yang menjadi tanggung jawab BTN Syariah terhadap produk
tersebut?
8
c. Bagaimana penerapan hak-hak nasabah pada produk KPR di BTN
Syariah Serang ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan
Konsumen?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Setelah memperhatikan judul dari pembahasan ini serta latar
belakang masalah, maka penelitian ini bertujuan :
a. Untuk mengetahui hak dan kewajiban pihak bank dan pihak nasabah
dalam akad KPR di BTN Syariah.
b. Untuk mengetahui tanggung jawab pihak perbankan sebagai
penyelenggara produk KPR Syariah terhadap konsumen serta
mengetahui sampai mana batasan yang menjadi tanggung jawab
BTN Syariah terhadap produk tersebut.
c. Untuk mengetahui penerapan hak-hak nasabah dalam produk KPR di
BTN Syariah Serang yang sesuai dengan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen.
2. Manfaat Penelitian
Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dimaksudkan agar masyarakat mengetahui
informasi seputar KPR syariah. Hasil penelitian ini dimaksudkan
untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat
mengaplikasikan dan mensosialisasikan teori yang telah diperoleh
selama perkuliahan.
b. Manfaat Praktis
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penulis
khususnya masyarakat pada umumnya, agar dapat
mempertimbangkan dalam menginvestasikan dana dan atau
memperoleh pembiayaan KPR yang menguntungkan.
9
2) Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk mepermudah pembaca
dalam memahami apa saja yang menjadi tanggung jawab
perbankan sebagai penyelenggara KPR terhadap konsumennya,
dan bagaimana bentuk tanggung jawab pihak bank sebagai
penyelenggara KPR terhadap konsumen.
D. Metode Penelitian
Metode merupakan strategi utama dalam mengumpulkan data-data yang
diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi. Pada dasarnya sesuatu
yang dicari dalam penelitian ini tidak lain adalah ―pengetahuan‖ atau lebih
tepatnya ―pengetahuan yang benar‖, dimana pengetahuan yang benar ini
nantinya dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan ketidaktahuan tertentu.9
Jenis penelitian hukum yang dilakukan adalah penelitian hukum yuridis
normatif, penelitian hukum yuridis normatif adalah penelitian hukum yang
meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.10
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini penulis menggunakan pendekatan yuridis empiris.
Pendekatan yuridis empiris atau sosiologi hukum adalah pendekatan
dengan melihat sesuatu kenyataan hukum di dalam masyarakat.11
Selain
menggunakan pendekatan yuridis empiris, digunakan juga pendektan
perundang-undangan untuk meneliti ketentuan-ketentuan yang mengatur
mengenai perlindungan nasabah dalam produk KPR di perbankan.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah
kualitatif yang bersifat deskriptif analisis yang mengungkapkan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang
menjadi objek penelitian. Demikian juga hukum dalam pelaksanaanya di
dalam masyarakat yang berkenaan objek penelitian.
9 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafinfo Persada,
1997), h., 27-28. 10
Fahmi M. Ahmadi, Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h., 31. 11
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Sinar Grafika,2009), h.,105.
10
3. Sumber dan Jenis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua jenis data yaitu :
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumbernya,
baik melalui wawancara. Untuk memperoleh data primer ini, penulis
secara langsung mengadakan wawancara dengan bagian consumer
financing analisis dan consumer financing service BTN Syariah
Cabang Serang yang mempunyai hubungan langsung dengan
permasalahan yang diangkat.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh langsung dari akad
pembiayaan KPR, buku Hukum Perlindungan Konsumen yang
ditulis oleh Zulham dan buku-buku lainnya yang berhubungan
dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan,
skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan perundang-undangan. Data
sekunder tersebut dibagi menjadi:
1) Bahan hukum primer, yaitu dalam penelitian ini penulis
menggunakan Undang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Undang-Undang No 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, Undang-Undang No 1 Tahun 2011
tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, POJK Nomor
1/POJK 07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005
tanggal 20 Januari 2005 tentang Transparansi Informasi Produk
Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu dalam penelitian ini penulis
menggunakan buku-buku, dan jurnal yang berkaitan dengan
pembahasan masalah ini.
4. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a. Wawancara (interview), yaitu menggali informasi atau data
sebanyak-banyaknya dari responden atau informan dengan cara
11
bertanya langsung. Wawancara juga merupakan bentuk percakapan
dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak,
yaitu penulis (interviwer) yang mengajukan pertanyaan dan pihak
atau staf BTN Syariah (interviwee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu.12
b. Studi Dokumentasi, yaitu dengan membaca buku literatur yang
relevan dengan topik masalah dalam penelitian ini, serta mempelajari
dokumen-dokumen atau arsip-arsip bank tentang tanggung jawab
bank dalam KPR.
5. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian adalah Bank BTN Syariah
Cabang Serang yang kedudukannya sebagai pihak penyelenggara Kredit
Pemilikan Rumah (KPR).
6. Teknik Pengelolaan Data
Untuk mempermudah pemaparan data yang telah didapatkan, penulis
mengelola data hasil wawancara dengan pihak atau staf BTN Syariah
berupa audio menjadi visual dalam wujud teks yang sesuai dengan
kebutuhan penelitian. Serta data-data yang diperoleh bukan hasil
wawancara melaikan data yang didapatkan dari pihak BTN Syariah,
penulis akan menyusun sesuai dengan katagori yang sesuai hingga
menyatu menjadi teks.
7. Metode Analisis Data
Bedasarkan sifat penelitian ini yang menggunakan metode penelitian
bersifat deskriptif analisis, analisis data yang dipergunakan adalah
pendekatan kualitatif terhadap data primer dan data sekunder. Deskriptif
tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan
yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna aturan
hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan
hukum yang menjadi objek kajian.
12
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2004),
h., 5.
12
8. Teknik Penulisan Skripsi
Teknik penulisan serta penyusunan penelitian ini, semua
berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Skripsi Tahun 2017 yang
diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum.
E. Sistematika Penulisan
Secara garis besar skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dengan beberapa
sub bab. Agar mendapat arah dan gambaran yang jelas mengenai hal yang
tertulis, berikut ini sistematika penulisannya secara lengkap:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan latar belakang masalah, identifikasi masalah,
pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini penulis akan membahas kerangka konseptual, kerangka teori,
pengetian pembiayaan, jenis-jenis pembiayaan, pengertian KPR, keuntungan
KPR, skim KPR Syariah, perlindungan konsumen, perlindungan nasabah,
asas dan tujuan perlindungan konsumen, hak dan kewajiban para pihak, dan
tinjauan kajian terdahulu.
BAB III : GAMBARAN UMUM
Pada bab ini menjelaskan tentang profil dari Bank Tabungan Negara (BTN)
Kantor Cabang Syariah Serang meliputi sejarah berdirinya, visi dan misi,
landasan operasional BTN Syariah, nilai dasar BTN Syariah, etika Bank BTN
Syariah, produk dan jasa yang dijalankan, dan struktur organisasi.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini memparkan tentang proses pemberian pembiayaan KPR di
BTN Syariah Serang, menjelaskan hak dan kewajiban pihak bank dan pihak
nasabah dalam akad pembiayaan KPR di BTN Syariah. Bab ini membahas
mengenai bentuk tanggung jawab pihak BTN Syariah sebagai penyelenggara
KPR terhadap nasabah serta batasan yang menjadi tanggung jawab bank
sebagai penyedia produk, dan yang terakhir bab ini akan menjelaskan
13
mengenai penerepan hak-hak nasabah dalam pembiayaan KPR di BTN
Syariah Serang yang ditinjau dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab terakhir ini berisikan tentang kesimpulan dari pembahasan bab-
bab sebelumnya, dan saran-saran terkait dengan pembahasan penelitian ini.
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Konsep
Kerangka konseptual adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep
satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Landasan
konseptual ini dibuat guna menghindari berbagai kesalahan dalam penafsiran
dan memberikan arahan dalam penelitian. Oleh karena itu kerangka
konseptual ini dirasa perlu untuk memberikan beberapa konsep yang
berhubungan dengan judul penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008tentang Perbankan
Syariah : Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam
bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak.1 Sedangkan bank syariah adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha bedasarkan prinsip syariah, termasuk unit usaha
syariah dan kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan bedasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank. Dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 dijelaskan nasabah dibagi atas 2 yaitu:
―Nasabah penyimpanan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank
dalam bentuk simapanan bedasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang
bersangkutan. Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas
kredit atau pembiayaan bedasarkan prinsip syariah atau yang dipersamakan
dengan nasabah yang bersangkutan.
Menurut Undang-undang Perbankan Syariah nomor 21 tahun 2008
pengertian pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
15
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.
KPR atau Kredit Pepemilikan Rumah merupakan salah satu jenis
pelayanan kredit yang diberikan oleh bank kepada para nasabah yang
menginginkan pinjaman khusus untuk memenuhi kebutuhan dalam
pembangunan rumah atau renovasi rumah. KPR sendiri muncul karena
adanya kebutuhan memiliki rumah yang semakin lama semakin tinggi tanpa
diimbangi daya beli yang memadai oleh masyarakat.2
Tanggung jawab pelaku usaha atau penyedia jasa adalah tanggung jawab
untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban pelaku usaha atau penyedia jasa
sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Tanggung jawab tersebut tidak sekedar kewajiban yang ada dalam Undang-
Undang Perlindungan Konsumen saja tetapi dapat meliputi kewajiban-
kewajiban yang seharusnya dilakukan sebagaimana mestinya sebagai pelaku
usaha atau penyedia jasa, dapat bedasarkan Undang-Undang lain, ketentuan-
ketentuan yang lain. Tanggung jawab bank bisa disamakan dengan tanggung
jawab pelaku usaha, hanya saja bank disini kedudukannya bukan sebagai
pelaku usaha melainkan sebagai penyedia jasa.
Untuk memudahkan dalam penelitian ini, penulis membuat satu kesatuan
konsep rangkaian penelitian dari awal hingga akhir terhadap masalah yang
akan di teliti dengan tujuan untuk mendapatkan jawaban dari hasil penelitian
yang sesuai dengan Undang-Undang dan POJK.
1. Pembiayaan
a. Definisi Pembiayaan
Dua fungsi utama perbankan adalah pengumpulan dana dan
penyaluran dana. Penyaluran dana yang terdapat di bank konvesional
dengan yang terdapat di bank syariah mempunyai perbedaan yang
esensial, baik dalam hal nama, akad, maupun transaksinya. Dalam
2 Hardjono, Mudah Memililki Rumah Lewat KPR, (Jakarta: Rajawali Press, 2008), h., 25.
16
perbankan konvensional penyaluran dana ini dikenal dengan nama
kredit sedangkan diperbankan syariah adalah pembiayaan. Berbeda
dengan pengertian kredit yang harus mengharuskan debitur
mengembalikan pinjaman dengan pemberian bunga kepada bank,
maka pembiayaan berdasarkan prinsip syariah pengembalian
pinjaman dengan bagi hasil berdasarkan kesepakatan antara bank
dan debitur.3
Secara teknis bank memberikan pendanaan atau pembiayaan
untuk mendukung investasi atau berjalannya suatu usaha yang telah
direncanakan antara kedua belah pihak dengan kesepakatan bagi
hasil di dalamnya. Sebagaimana Firman Allah dalam Qur’an Surat.
Al-Ma’idah [5]: 1:
يا أيها الذين آمنىا أوفىا بالعقىد
“Hai orang-orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu”.
Ayat di atas menjelaskan tentang akad atau perjanjian yaitu
mencakup janji prasetia hamba Allah dan perjanjian yang dibuat oleh
manusia dalam pergaulan sesamanya (antara pihak bank dengan
nasabah).
Pembiayaan atau financing, yaitu pendanaan yang diberikan
oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang
telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga.
Sehingga dapat didefinisikan, pengertian pembiayaan adalah
penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
bedasarkan persetujuan atau kesepakatan terhadap bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut dalam waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.4
Menurut M. Syafi’i Antonio di dalam bukunya menjelaskan
bahwa pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank yaitu
3 Djawahir Hejazziey, Perbankan Syriah dalm Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Depublish,
2014), h., 137. 4 Kasmir, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 20013), h., 73.
17
pemberian fasilitas dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak
yang merupakan deficit unit.5 Sedangakan dalam UU No 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah, menjelaskan pembiayaan
bedasarkan prinsip syariah adalah: ―Pembiayaan adalah penyediaan
dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berupa :
1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan
musyarakah;
2) Transksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa-beli
dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
3) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang murabahah,
salam, dan istishna;
4) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan
5) Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk
transaksi multijasa.
Bedasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah
dan/atau UUS dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut
setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan,
atau bagi hasil.‖6
Pembiayaan merupakan aktivitas yang sangat penting karena
dengan pembiayaan akad diperoleh sumber pendapatan utama dan
menjadi penunjang kelangsungan usaha bank. Sebaliknya, bila
pengelolaanya tidak baik akan menimbulkan permasalahan dan
berhentinya usaha bank. Oleh karena itu, diperlukan adanya suatu
manajemen pembiayaan syariah yang baik sehingga penyaluran dan
atau dalam hal ini pembiayaan kepada nasabah bisa efektif dan
5 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani
Press, 2001), h., 160. 6 Undang-Undang No 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah Pasal 1 angka 25.
18
efisien sesuai dengan tujuan dari perusahaan maupun syariat islam
itu sendiri.7
b. Tujuan dan Fungsi Pembiayaan
1) Tujuan Pembiayaan
Tujuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah
untuk meningkatkan kesempatan kerja dan kesejahteraan
ekonomi sesuai dengan nilai-nilai Islam. Pembiayaan tersebut
harus dapat dinikmati oleh sebanyak-banyaknya pengusaha yang
bergerak dibidang industri, pertanian, dan perdagangan untuk
menunjang produksi dan distribusi barang-barang dan jasa-jasa
dalam rangka memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun
ekspor.8
2) Fungsi Pembiayaan
Keberadaan bank syariah yang menjalakan pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah bukan hanya untuk mencari
keuntungan dan meramaikan bisnis perbankan di Indonesia,
tetapi juga untuk menciptakan lingkungan bisnis yang aman,
diantaranya:9
a) Memberikan pembiayaan dengan prinsip syariah yang
menerapkan sistem bagi hasil yang tidak memberatkan
debitur.
b) Membantu kaun dhuafa yang tidak tersentuh oleh bank
konvesional karena tidak mampu memenuhi persyaratan
yang ditetapkan oleh bank konvesional.
c) Membantu masyarakat ekonomi lemah ynag selalu
dipermainkan oleh renternir dengan membantu melalui
pendanaan untuk usaha yang dilakukan.
7 Djawahir Hejazziey, Perbankan Syriah dalm Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Depublish,
2014), h., 137-138. 8 Djawahir Hejazziey, Perbankan Syriah dalm Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Depublish,
2014), h., 142. 9 Djawahir Hejazziey, Perbankan Syriah dalm Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Depublish,
2014), h., 142.
19
c. Jenis-Jenis Pembiayaan
Produk-produk pembiayaan syariah, khususnya pada bentuk
pertama, ditunjukan untuk menyalurkan investasi dan simpanan
masyarakat ke sektor rill dengan tujuan produktif dalm bentuk
investasi bersama (investment financing) yang dilakukan bersama
mitra usaha (kreditor) menggunakan pola bagi hasil (mudharabah
dan musyarakah) dan dalam bentuk investasi sendiri (trade
financing) kepada yang membutuhkan pembiayaan menggunakan
pola jual beli (murabahah, salam, dan istishna) dan pola sewaa
(ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik).10
Menurut sifat penggunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi
dua hal sebagai berikut:
a) Pembiayaan Produktif
Pembiayaan produktif adalah pembiayaan yang ditunjukan
untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu
untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan,
maupun investasi.
Menurut keperluannya, pembiayaan produktif dapat dibagi
menjadi dua hal berikut:
i) Pembiayaan Modal Kerja
Pembiayaan modal kerja yaitu pembiayaan yang
dimaksud untuk mendapatkan modal dalam rangka
pengembangan usaha. Secara umum yang dimaksud
pembiayaan modal kerja (PMK) syariah adalah pembiayaan
jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk
membiayai kebutuhan modal kerja usahanya bedasrkan
prinsip-prinsip syariah.11
10
Ascarya, Akad dan Produk Pembiayaan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h., 123. 11
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2007), h., 234.
20
Unsur-unsur modal kerja terdiri atas komponen-
komponen alat likuid (cash), piutang dagang (receivable),
dan persediaan (invetory) yang umumnya terdiri atas
persediaan bahan baku (raw material), persediaan barang
dalam preses (woek in process), dan persediaan barang jadi
(finished goods). Oleh karena itu, pembiayaan modal kerja
merupakan salah satu atau kombinasi dari pembiayaan
likuiditias (cash financing), pembiayaan piutang
(receivable financing), dan pembiayaan persediaan
(inventory financing).
Bank konvesional memberikan kredit modal kerja
tersebut dengan cara memberikan pinjaman sejumlah uang
yang dibutuhkan untuk mendanai seluruh kebutuhan yang
merupakan kombinasi dari komponen-komponen modal
kerja terssebut, baik untuk keperluan produksi maupun
perdagangan untuk jangka waktu tertentu, dengan imbalan
berupa bunga.
Bank syariah dapat membantu memenuhi seluuh
kebutuhan modal kerja tersebut bukan dengan
meminjamkan uag, melainkan dengan menjalin hubungan
partnership dengan nasabah, dimana bank bertindak sebagai
penyandang dana (shahibul maal), sedangkan nasabah
sebagai pengusaha (mudharib). skema pembiyaan semacam
ini disebut dengan mudharabah (trust financing). Fasilitas
ini dapat diberikan untuk jangka waktu tertentu sedangkan
bagi hasil dibagi secara periodik dengan nisbah yang
disepakati. Setelah jatuh tempo, nasabah mengembalikan
jumlah dana tersebut beserta porsi bagi hasil (yang belum
dibagikan) yang menjadi bagian bank.
21
Kebutuhan pembiayaan modal kerja dapat dipenuhi
dengan berbagai cara, antara lain:12
(1) Bagi hasil : mudharabah, musyarakah
(2) Jual beli: murabahah, salam
ii) Pembiayaan Investasi
Pembiayaan investasi yaitu pembiayaan yang
dimaksudkan untuk melakukan investasi atau pengadaan
barang konsumtif. Investasi adalah penanaman dana dengan
maksud untuk memperoleh imbalan/ manfaat/ keuntungan
di kemudian hari. Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah:13
(1) Untuk pengadaan barang-barang modal
(2) Mempunyai perencanaan alokasi dana yang matang dan
terarah
(3) Berjangka waktu menengah dan panjang.
Pada umumnya, pembiayaan investasi diberikan dalam
jumlah besar dan pengendapannya cukup lama. Oleh karena
itu, perlu disusun proyeksi arus kas (projected cash flow)
yang mencangkup semua komponen biaya dan pendapatan
sehingga akan dapat diketahui berupa dana yang tesedia
setelah semua kewajiban terpenuhi. Setelah itu, barulah
disusun jadwal amortasi yang merupakan angsuran
(pembayaran kembali) pembiayaan.
Penyusun proyeksi arus kas ini harus disertai pula
dengan perkiraan keadan-keadaan pada masa yang akan
datang, mengingat pembiayaan investasi memerlukan
waktu yang cukup panjang. Untuk memperkirakannya perlu
diadakan perhintungan dan penyusunan proyeksi neraca
dan rugi laba (projected balance sheet and projected
12
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), h., 124. 13
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), h., 167.
22
income statement) selama jangka waktu pembiayaan. Dari
perkiraan itu akan diketahui kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba (earning power) dan kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban (solvency).
Melihat luasnya aspek yang harus dikelola dan dipantau
maka untuk pembiayaan investasi bank syariah
menggunakan skema musyarakah mutanaqishah. Dalam
hal ini, bank memberikan pembiayaan dengan prinsip
penyertaan, dan secara pertahap bank melepaskan
penyertaannya dan pemilik perusahaan akan mengambil
alih kembali, baik dengan menggunakan surplus cash flow
yang tercipta maupun dengan menambah modal, baik yang
berasal dari setoran pemegang pemegang saham baru.
Skema lain yang dapat digunakan oleh bank syariah
adalah ijarah muntahiya bittamlik, yaitu menyewakan
barang modal dengan opsi diakhiri dengan pemilikan.
Sumber perusahaan untuk pembayaran sewa ini adalah
amortisasi atas barang modal yang bersangkutan, surplus,
dan sumber-sumber lain yang dapat diperoleh.
b) Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan konsumtif adalah pembiayaan yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis
digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Pembiayaan konsumtif
diperlukan oleh pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan
tersebut. kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan
primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan
primer adalah kebutuhan pokok, baik berupa barang, seperti
makanan, minuman, pakaian, dan tempat tinggal, maupun
berupa jasa, seperti pendidikan dasar dan pengobatan. Adapun
kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan, yang secara
23
kuantitatif maupun kualitatif lebih tinggi atau lebih mewah dari
kebutuhan primer, baik berupa barang, sepeti makanan dan
minum, pakaian/perhiasan, bangunan rumah, kendaraan, dan
sebagainya, maupun berupa jasa, seperti pendidikan, pelayanan
kesehatan, pariwisata, hiburan, dan sebagainya.
Pada umumnya, bank konvesional membatasi pemberian
kredit untuk pemenuhan barang tertentu yang dapat disertai
dengan bukti kepemilikan yang sah, seperti rumah dan
kendaraan bermotor, yang kemudian menjadi barang jaminan
utama (main collateral). Adapun untuk pemenuhan kebutuhan
jasa, bank meminta jaminan berupa barang lain yang dapat
diikat sebagai collateral. Sumber pembayaran kembali atas
pembiayaan tersebut berasal dari sumber pendapatan lain dan
bukan dari eksploitasi barang yang dibiayai dari fasilitas ini.
Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil
untuk pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan
menggunakan skema berikut ini:
i) Ba’i bi tsaman ajil (salah satu bentuk murabahah) atau jual
beli dengan angsuran
ii) Ijarah muntahiya bittamlik atau sewa beli
iii) Musyarakah mutanaqisah atau descreasing participation,
dimana secara bertahap bank menurunkan jumlah
partisipasinya
iv) Rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa.
Pembiayaan konsumtif tersebut di atas lazim digunakan
untuk pemenuhan kebutuhan sekunder. Adapun kebutuhan
primer pada umumnya tidak dapat dipenuhi dengan pembiayaan
komersil. Seseorangn yang belum mampu memenuhi kebutuhan
pokoknya tergolong fakir atau miskin. Oleh karena ini, ia wajib
diberi zakat atau sedekah, atau maksimal diberikan pinjaman
24
kebajikan (al-qardh al-hasan), yaitu pinjaman dengan
kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya saja, tanpa
imbalan apa pun.
2. KPR Syariah
a. Pengertian KPR
Kredit Pemilikan Rumah adalah suatu fasilitas kredit yang
diberikan oleh perbankan kepada para nasabah perorangan yang
akan membeli atau memperbaiki rumah. KPR saat ini tidak hanya
diberikan oleh bank konvesional saja, tetapi bank syariah juga
menyediakan produk KPR yang sesuai dengan syariah. Jika dalam
bank konvesional KPR biasanya menggunakan bunga, pada bank
syariah KPR menggunakan skim jual-beli (Murabahah), sewa-beli
(Ijarah Muntahiyah Bittamlik), dan penyertaan–sewa (Musyarakah
Mutanaqisah). Di Indonesia, saat ini dikenal ada 2 jenis KPR:
1) KPR Subsidi, yaitu suatu kredit yang diperuntukan kepada
masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah dalam rangka
memenuhi kebutuhan perumahan atau perbaikan rumah yang
telah dimiliki. Bentuk subsidi yang diberikan berupa : Subsidi
meringankan kredit dan subsidi menambah dana pembangunan
atau perbaikan rumah. Kredit subsidi ini diatur tersendiri oleh
Pemerintah, sehingga tidak setiap masyarakat yang mengajukan
kredit dapat diberikan fasilitas ini. Secara umum batasan yang
ditetapkan oleh Pemerintah dalam memberikan subsidi adalah
penghasilan pemohon dan maksimum kredit yang diberikan.
2) KPR Non Subsidi, yaitu suatu KPR yang diperuntukan bagi
seluruh masyarakat. Ketentuan KPR ditetapkan oleh bank,
sehingga penentuan besarnya kredit maupun suku bunga
dilakukan sesuai kebijakan bank yang bersangkutan.14
14
Bank Indonesia, Ayo ke bank ―Memiliki Rumah Sendiri dengan KPR‖.
25
b. Keuntungan KPR
1) Nasabah tidak harus menyediakan dana secara tunai untuk
membeli rumah. Nasabah cukup menyediakan uang muka.
2) Karena KPR memiliki jangka waktu yang panjang, angsuran
yang dibayar dapat diiringi dengan ekspektasi peningkatan
penghasilan.15
c. Skim KPR Syariah
Dalam pembiayaan kepemilikan rumah secara syariah skim
yang sering di gunakan oleh bank dalam transaksi ini adalah
menggunakan murabahah (jual-beli). Akan tetapi, selain murabahah
skim pembiayaan kepemilikan rumah secara syariah menggunakan
sewa-beli (Ijarah Muntahiyah Bittamlik), dan penyertaan–sewa
(Musyarakh Mutanaqisah).
1) Murabahah (jual-beli)
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan
menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli. Karena dalam definisinya
disebut adanya ―keuntungan yang disepakati‖, karakteristik
murabahah adalah si penjual harus memberi tahu pembeli harga
pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang
ditambahkan pada biaya tersebut,16
Sebagaimana dalam firman
Allah dalam Surah al-Nisa’ (4): 29:
مىالكم بينكم بالباطل إل أن تكىن تجارة عن تزاض منكم يا أيها الذين آمنىا ل تأكلىا أ
“Hai orang yang beriman! Janganlah kalian saling
memakan (mengambil) harta sesamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela
di antaramu”.
15
Bank Indonesia, Ayo ke bank ―Memiliki Rumah Sendiri dengan KPR‖. 16
Adiwaraman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2016), h., 113.
26
Dalam pembiayaan ini, bank sebagai pemilik dana
membelikan barang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan
oleh nasabah yang membutuhkan pembiayaan, kemudian
menjualnya ke nasabah dengan penambahan keuntungan tetap.
Sementara itu, nasaba akan megembalikan utangnya di
kemudian hari secara tunai maupun dicicil.17
Dalam KPR Syariah, dengan akad murabahah ini bank
syariah memenuhi kebutuhan nasabah dengan membelikan aset
yang dibutuhkan nasabah dengan mengambil margin
keuntungan yang diinginkan. Selain mendapatkan keuntungan
margin, bank sayriah juga hanya menanggung risiko minimal.
Sementara itu, nasabah mendapatkan kebutuhan asetnya dengan
harga yang tetap.18
2) Ijarah Muntahiyah Bittamlik (sewa-beli)
Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT) adalah transaksi sewa
dengan perjanjian untuk menjual atau menghibahkan objek sewa
di akhir periode sehingga transaksi ini diakhiri dengan alih
kepemilikan objek sewa19
. Ijarah Muntahiyah Bittamlik (IMBT)
pada dasarnya merupakan kombinasi antara sewa menyewa
(ijarah) dengan jual beli atau hibah di akhir masa sewa.20
Semakin jelas dan kuat komitmen untuk membeli barang di awal
akad, maka hakikat IMBT pada dasarnya lebih bernuansa jual
beli. Namun, apabila komitmen untuk membelil barang di awal
akad tidak begitu kuat dan jelas, maka hakikat IMBT akan lebih
bernuansa ijarah. Dari sisi ijarah, perbedaan IMBT terletak dari
adanya opsi untuk membeli barang yang dimaksud pada akhir
periode. Sedangkan dari sisi jual beli, perbedaam IMBT terletak
17
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),h., 83. 18
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),h., 127. 19
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),h., 103. 20
Adiwaraman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2016), h., 165.
27
pada adanya penggunaan manfaat barang dimaksud terlebih
dahulu melalui akad sewa (ijarah), sebelum transaksi jual beli
dilakukan.21
Dalam KPR Syariah, dengan akad ini bank syariah membeli
aset yang dibutuhkan nasabah kemudian menyewakannya
kepada nasabah dengan perjanjian pengalihan kepemilikan di
akhir periode denga harga yang disepakati di awal akad. Dengan
cara ini bank syariah tetap tetap menguasai kepemilikan aset
selama periode akad dan pada waktu yang sama menerima
pendapatan dari sewa. Sementara itu, nasabah terpenuhi
kebutuhannya dengan biaya yang dapat diperkirakan
sebelumnya.22
3) Musyarakah Mutanaqisah (peyertaan-sewa)
Musyarakah Mutanaqisah merupakan salah satu bentuk
musyarakah yang berkembang belakangan ini. Musyarakah
Mutanaqisah adalah suatu penyertaan modal secara terbatas dari
mitra usaha kepada perusahaan lain untuk jangka waktu tertentu,
yang dalam dunia modern biasa disebut Modal Ventura. Tanpa
unsur-unsur yang dilarang dalam Syariah, seperti riba, maysir,
dan gharar.23
Dalam KPR Syariah, dengan cara ini bank syariah dan
nasabah bermitra untuk membeli aset yang diinginkan nasabah.
Aset tersebut kemudian disewakan kepada nasabah. Bagian
sewa dari nasabah digunakan sebagai cicilan pembelian porsi
aset yang dimiliki oleh bank syariah, sehingga pada periode
waktu tertentu (saat jatuh tempo), aset tersebut sepenuhnya telah
dimiliki oleh nasabah.24
21
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),h., 224. 22
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),h., 128. 23
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),h., 60. 24
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013),h., 127.
28
3. Perlindungan Konsumen
a. Pengertian Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen didefinisikan melalui ketentuan pasal 1
UU No.8/1999 sebagai segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Menurut
Az. Nasution, kepastian hukum itu meliputi segala upaya untuk
memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya
atas barang dan/atau jasa kebutuhannya, serta mempertahankan atau
membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku usaha penyedia
kebutuhan konsumen tersebut.25
Mengacu pada pengertian dalam UU No.8/1999, titik fokus
perlindungan konsumen memang menitikberatkan pada pihak
konsumen, yang selama ini dianggap berada pada posisi lemah
dibandingan dengan posisi pelaku usaha. Konsumen diartikan oleh
pasal 1 angka 2 UUNo.8/1999 sebagai setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan
diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahkluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan. Konsumen dalam pengertian pasal 1 angka 2
UU No.8/1999 dikenal dalam istilah ilmu ekonomi sebagai konsumen
akhir.26
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Cakupan perlindungan konsumen dapat dibedakan dalam dua
aspek, yang disebutkan sebagai berikut:
25
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau sari Hukum
Acara Perdata Serta Kendala Implementasinya, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008),
h., 4. 26
Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Hukum Bisnis Properti di Indonesia, (Jakarta:
Grasindo, 2017), h., 291.
29
1) Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan
kepada konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati.
2) Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak
adil kepada konsumen.
b. Perlindungan Nasabah
Nasabah merupakan konsumen dari pelayanan jasa perbankan,
perlindungan konsumen baginya merupakan suatu tuntutan tidak
boleh diabaikan begitu saja. Dalam dunia perbankan, pihak nasabah
merupakan unsur yang sangat berperan sekali, mati hidupnya dunia
perbankan bersandar kepada kepercayaan dari pihak masyarakat atau
nasabah.
Fokus persoalan perlindungan nasabah tertuju pada ketentuan
peraturan perundang-undangan serta ketentuan perjanjian yang
mengatur hubungan antara bank dengan nasabah dapat terwujud dari
suatu perjanjian, baik perjanjian yang berbentuk akta di bawah tangan
maupun dalam bentuk otentik. Dalam konteks inilah perlu
pengamatan yang baik untuk menjaga suatu bentuk perlindungan bagi
konsumen namun tidak melemahkan kedudukan posisi bank, hal
demikian perlu mengingat seringnya perjanjian yang dilaksanakan
antara bank dengan nasabah telah dibakukan dengan suatu perjanjian
baku.
Sisi lain yang menjadi fokus perlindungan konsumen dalam
sektor jasa perbankan, yaitu pelayanan di bidang perkreditan. Hal-hal
yang menjadi perhatian untuk perlindungan konsumen, yaitu pada
proses yang harus ditempuh, dan warkat-warkat yang digunakan
dalam pemberian kredit tersebut. Tidak kalah pentingnya pula yaitu
saat pengikatan hukum antara bank dengan nasabah dimana secara
hukum biasanya menyangkut dua macam pengikat berupa: perjanjian
kredit dan perjanjian tambahan yakni perjanjian mengikutu perjanjian
pokok berupa suatu perjanjian penjaminan.
30
c. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
1) Asas Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen menurut UU No.8/1999 didasarkan
pada asas-asas yang relevan dengan pembangunan nasional, yang
antara lain sebagai berikut:27
a) Asas manfaat dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa
segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen
harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b) Asas keadilan dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat
dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya.
c) Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha
dan pemerintah dalam arti materil ataupun spiritual.
d) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan
untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan
kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau
digunakan.
e) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha
maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara
menjamin kepastian hukum.
2) Tujuan Perlindungan Konsumen
Sejalan dengan asas-asas di atas, perlindungan konsumen
memiliki sejumlah tujuan, sebagaimana ketentuan pasal 4 UU
No.8/1999, antara lain:28
27
Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Hukum Bisnis Properti di Indonesia, (Jakarta:
Grasindo, 2017), h., 2
31
a) Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri;
b) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkanya dari ekses negatif pemakaian barang
dan/atau jasa;
c) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi, serta akses untuk mendapatkan informasi;
e) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha;
f) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa,
kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
d. Hak dan Kewajiban Para Pihak
1) Hak-Hak Konsumen Prespektif Internasional
Presiden Jhon F. Kennedy mengemukakan empat hak
konsumen yang harus dilindungi, yaitu29
:
a) Hak memperoleh keamanan (the right to safety)
Aspek ini diajukan pada perlindungan konsumen dari
pemasaran barang dan/atau jasa yang membahayakan
keselamatan konsumen. Pada posisi ini intervensi, tanggung
jawab dan peranan pemerintah dalam rangka menjamnin
keselamatan dan keamanan konsumen sangat penting. Karena
itu pula, pengaturan dan regulasi perlindungan konsumen
28
Andika Wijaya dan Wida Peace Ananta, Hukum Bisnis Properti di Indonesia, (Jakarta:
Grasindo, 2017), h., 29
Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013), h.,47.
32
sangat dibutuhkan untuk menjaga konsumen dari perilaku
produsen yang nantinya dapat merugikan dan membahayakan
keselamatan konsumen.
b) Hak memilih (the right to choose)
Bagi konsumen, hak memilih merupakan hak prerogatif
konsumen apakah ia akan membeli atau tidak membeli suatu
barang dan/jasa. Oleh karena itu, tanpa ditunjang oleh hak
untuk mendapatkan informasi yang jujur, tingkat pendidikan
yang patut, dan penghasilan yang memadai, maka hak ini
tidak akan banyak aritnya. Apalagi dengan meningkatnya
teknik penggunaan pasar, terutama lewat iklan, maka hak
untuk memilih ini lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor
di luar dari konsumen.
c) Hak mendapatkan informasi
Hak ini mempunyai arti yang sangat fundamental bagi
konsumen bila dilihat dari sudut kepentingan dan kehidupan
ekonominya. Setiap keterangan mengenai sesuatu barang
yang akan dibelinya atau akan mengikat dirinya, haruslah
diberikan selengkap mungkin dan penuh kejujuran. Informasi
baik secara umum melalui berbagai media komunikasi
seharusnya disepakati bersama agar tidak menyesatkan
konsumen.
d) Hak untuk didengar (the right to be heard)
Hak ini dimaksudkan untuk menjamin konsumen bahwa
kepentingannya harus diperhatikan dan tercermin dalam
kebijaksanaan pemerintah, termasuk turut di dengar dalam
pembentukan kebijaksanaan tersebut. Selain itu, konsumen
juga harus didengar setiap keluhannya dan harapannya dalam
mengonsumsi barang dan/atau jasa yang dipasarkan
produsen.
33
2) Hak dan Kewajiban Konsumen dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen
Hak dan kewajiban para pihak diatur dalam UU No.8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen yang terdapat dalam pasal
4, pasal 5, pasal 6, dan pasal 7. Adapun hak dan kewajiban pihak
yang terkait adalah:
Pihak Hak Kewajiban
Konsumen 1. Hak atas
kenyamanan,
keamanan dan
keselamatan
2. Hak untuk memilih
barang dan
mendapatkan
barang sesuai
dengan nilai tukar
3. Hak atas informasi
yang jelas, benar,
dan jujur
4. Hak untuk
didengar pendapat
dan keluhannya
5. Hak untuk
mendapatkan
advokasi,
perlindungan dan
penyelesaian
sengketa secara
patut
6. Hak untuk
mendapatkan
pembinaan dan
pendidikan
7. Hak untuk
diperlakukan dan
dilayani secara
benar, jujur, dan
tidak diskriminasi
8. Hak untuk
mendapatkan
kompensasi dan
ganti rugi
1. Membaca dan
mengikuti petunjuk
informasi dan
prosedur pemakaian
barang
2. Beritikad baik dalam
melakukan transaksi
pembelian
3. Membayar sesuai
dengan nilai tukar
yang disepakati
4. Mengikuti upaya
hukum penyelesaian
sengketa ekonomi
Pelaku Usaha 1. Hak untuk 1. Beritikad baik dalam
34
menerima
pembayaran sesuai
dengan
kesepakatan
2. Hak untuk
mendapatkan
perlindungan
hukum dari
tindakan konsumen
yang beritikad
tidak baik
3. Hak untuk
melakukan
pembelaan
seperlunya
4. Hak untuk
rehabilitasi nama
baik
melakukan usaha
2. Memberikan
informasi yang benar,
jelas, dan jujur
mengenai kondisi
barang
3. Memperlakukan atau
melayani konsumen
secara benar, jujur,
dan tidak
diskriminatif
4. Menjamin mutu
barang dan jasa yang
diproduksi dan
diperdagangkan
5. Memberi kesempatan
kepada konsumen
untuk menguji dan
mencoba barang yang
dijual
6. Memberi kompensasi
dan ganti rugi atas
kerugian dalam
mengkonsumsi dan
ketidaksesuaian
barang yang diterima
Table 2. 1 Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha dan Konsumen dalam
UUPK
B. Kerangka Teori
Keberadaan teori dalam sebuah penelitian merupakan sebuah kewajiban,
karena teori merupakan inti dari sebuah karya ilmiah. Kerangka teori
digunakan di dalam menganalisis masalah-masalah yang menjadi fokus
kajiannya, apakah hasil penelitiannya seusai atau tidak dengan teori yang
digunakan dan/atau akan mengubah dan menyempurnakan teori yang
digunakan atau diterapkan tersebut. Dalam penelitian ini, penulis akan
memfokuskan tiga kajian teori yang digunakan, yaitu teori kontrak, teori
perlindungan hukum, dan teori efektifitas hukum.
35
1. Teori Kontrak
Teori kontrak merupakan teori yang mengkaji dan menganalisis
tentang hubungan atau persetujuan yang dibuat antara subjek hukum
yang satu dengan subjek hukum yang lain, dimana subjek hukum yang
satu berkewajiban untuk melakukan sesuatu, sedangkan pihak yang lain
berhak atas sesuatu. Objek kajian teori kontrak yaitu hubungan hukum
para pihak, adanya subjek hukum, dan adanya hak dan kewajiban.
Teori-teori yang menganalisis tentang kontrak dapat dibagi menjadi
lima teori, yaitu teori momentum terjadinya kontrak, theoris of
contractual obligation atau teori kontrak yang berkaitan dengan
kewajiban para pihak, teori kontrak objektif dan subjektif, teori kontrak
otonom, dan teori kontrak yang berkaitan dengan pembebasan debitur.
Pada penelitian ini, teori kontrak yang diterapkan yaitu theoris of
contractual obligation atau teori kontrak yang berkaitan dengan
kewajiban para pihak. Teori tersebut mengkaji dan menganalisis tentang
pelasanaan hak dan kewajiban para pihak yang terikat oleh kontrak yang
dilaksanakan.
2. Teori Perlindungan Hukum
Teori perlindunga hukum merupakan teori yang mengkaji dan
menganalisis tentang wujud atau bentuk atau tujuan perlindungan, subjek
hukum yang dilindungi serta objek perlindungan yang diberikan oleh
hukum kepada subjeknya. Teori ini dikembangkan oleh Roscou Pound,
Sudikno Mertokusumo, dan Antonio Fortin.30
Teori perlindungan hukum merupakan salah satu teori yang sangat
penting untuk dikaji, karena fokus kajian teori ini pada perlindungan
hukum yang diberikan kepada masyarakat. Masyarakat yang disasarkan
pada teori ini, yaitu masyarakat yang berada pada posisi lemah, baik
secara ekonomis maupun lemah dari aspek yuridis.
30
Salim HS. dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis
dan Disertasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h., 3.
36
Pada dasarnya, teori perlindungan hukum merupakan teori yang
berkaitan pemberian pelayanan kepada masyarakat. Roscou Pound
mengemukakan hukum merupaka alat rekayasa sosial (laws as tool of
sosial engginering). Kepentingan manusia, adalah suatu tuntutan yang
dilindungi dan dipenuhi manusia dalam bidang hukum.
Roscou Pound membagi kepentingan manusia yang dilindungi
hukum menjadi tiga macam, yang meliputi:
1) Public interest (kepentingan umum)
2) Sosial interesrt (kepentingan masyarakat)
3) Privat interest (kepentingan individual).
Pada penelitian ini, penulis menggunakan teori perlindungan hukum
untuk kepentingan masyarakat. Ada enam kepentingan masyarakat yang
dilindungi oleh hukum, dimana salah satunya berkaitan dengan
pembahasan di penelitian ini, yaitu kepentingan masyarakat bagi
kesalamatan umum seperti:31
1) Keamanan
2) Kesehatan
3) Kesejahteraan
4) Jaminan bagi transaksi-transaksi dan pendapatan.
3. Teori Efektivitas Hukum
Peraturan perundang-undangan, baik yang tingkatannya lebih rendah
maupun yang lebih tinggi bertujuan agar masyarakat manapun aparatur
penegak hukum dapat melaksanakannya secara konsisten dan tanpa
membedakan masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. semua
orang dipandang sama di hadapan hukum (equality before the law).
Namun pada kenyataannya peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan tersebut sering dilanggar, sehingga aturan itu tidak berlaku
efektif. Tidak efektifnya undang-undang bisa disebabkan karena
aparatnya yang tidak konsisten atau bisa juga karena masyarakatnya yang
31
Salim HS. dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis
dan Disertasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h., 267.
37
tidak mendukung pelaksanaan undang-undangitu. Teori yang mengkaji
dan menganalisis tentang hal itu, yaitu teori efektivitas hukum.
Menurut Hans Kelsen, efektivitas hukum adalah ―apakah orang-
orang pada kenyatannya berbuat menurut suatu cara untuk menghindari
sanksi yang diancamkan oleh norma hukum atau bukan, dan apakah
sanksi tersebut benar-benar dilaksanakan bila syaratnya terpenuhi atau
tidak terpenuhi.‖ Konsep efektivitas dalam definisi Hans Kelsen
difokuskan pada subjek dan sanksi hukumnya.
Sedangkan menurut Anthony Allot, definisi efektivitas hukum
adalah ―hukum akan menjadi efektif jika tujuan keberadaan dan
penerapannya dapat mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak
diinginkan dapat menghilangkan kekacauan. Hukum yang efektif secara
umum dapat membuat apa yang dirancang dapat diwujudkan. Jika suatu
kegagalan, maka kemungkinan terjadi pembetulan secara gampang jika
terjadi keharusan untuk melaksanakan atau menerapkan hukum suasan
baru yang berbeda, hukum akan sanggup menyelasaikannya.‖ Dari
pengertian diatas dapa disimpulkan jika konsep Anthony Allot tentang
efektivitas hukum difokuskan pada perwujudannya.
Dari pandangan-pandangan diatas, hanya menyajikan tentang konsep
efektivitas hukum, namun tidak mengkaji tentang konsep teori
efektivitas hukum. Dari dua pandangan diatas dapat disimpulkan bahwa
teori efektivitas hukum adalah ―teori yang mengkaji dan menganalisis
tentang keberhasilan, kegagalan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi
dalam pelaksanaan dan penerapan hukum.‖32
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa teori efektivitas
hukum berkaitan dengan pembahasan penelitian yang akan dilakukan.
Karena dalam penelitian ini ada beberapa hal yang dikaitkan dengan
efektifitas suatu hukum, yaitu sejauh mana Undang-Undang dan POJK
tentang perlindungan konsumen yang mengatur tentang tanggung jawab
32
Salim HS. dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis
dan Disertasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h., 301-303.
38
pelaku usaha (bank) dalam produk yang dijualnya (barang) atau
diadakannya (jasa) terhadap konsumen (nasabah) diterapkan di BTN
Syariah yang dimana sebagai penyelenggara KPR.
C. Tijauan Kajian Terdahulu
1. Tanggung Jawab Hukum Antara Bank Dengan Konsumen Dalam
Pelaksanaan Kredit Pemilikan Rumah, Skripsi Program Studi Hukum
Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta, Izdihar
Mahdiyah, 2017. Dalam skripsi ini membahas tentang tanggung jawab
hukum yang berlaku antara bank dan konsumen dalam Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) jika terjadi wanprestasi diantara keduanya baik itu pihak
bank yang melakukan wanprestasi atau konsumen yang melakukan
wanprestasi. Selain itu dalam skripsi ini juga membahas mengenai proses
terjadinya perjanjian kredit pemilikan rumah (KPR) antara pihak bak
dengan pihak konsumen. Pembeda dengan penelitian ini adalah fokus
masalah yang diteliti. Penelitian ini membahas tentang tanggung jawab
bank sebagai penyelenggara atau penyedia produk KPR bukan hanya
tanggung jawab ketika adanya wanprestasi, selain itu penelitian ini juga
akan mengangkat masalah tentang keseuaian prinsip perlindungan
konsumen yang ada dalam peraturan yang berlaku dengan proses
pemberian KPR di BTN Kantor Cabang Syariah.
2. Kajian Penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Terkait Prinsip
Perlindungan Konsumen, Responsi Bank Indonesia, Sularsi, Mustafa Aqib
Bintoro dan Abdul Baasith, 2015. Dalam peneliltian dari tim responsi bank
Indonesia ini membahas seputar penyaluran KPR terkait prinsip
perlindungan konsumen. Dalam penelitian tersebut membahas seputar
regulasi yang terkait dengan prinsip perlindungan konsumen yang berlaku,
dan bank yang menjadi penelitian tim peneliti responsi bank Indonesia ini
terdiri dari berbagai bank mulai dari Bank konvesional BUMN hingga
bank-bank konvesional lainnya. Pembeda penelitian dari tim responsi bank
Indonesia dengan penelitian ini adalah tempat yang menjadi objek
39
penelitian. Penlitian ini memilih bank syariah yang menjadi objek
penelitian dan penelitian ini hanya memfokuskan pada satu bank saja tidak
di banyak bank.
3. Perlindungan Hukum Bagi Nasabah (Debitur) Sebagai Konsumen
Pengguna Jasa Bank Terhadap Risiko Dalam Perjanjian Kredit Bank,
Mohammad Wisno Hamin, Jurnal Lex Crimen Vol VI/ No.1/Jan-
Feb/2017. Dalam Jurnal ini membahas tentang upaya perlindungan hukum
bagi nasabah sebagai konsumen pengguna jasa bank, selain itu di dalam
jurnal ini juga dibahas tentang bagaimana bentuk pertanggung jawaban
bank terhadap nasabah ata konsumen jika terjadi risiko terkait perjanjian
kredit bank. Pembeda penelitian ini dengan jurnal tersebut adalah terdapat
pada fokus objek penelitiannya. Jika dalam jurnal tersebut membahas
tentang perlindungan hukum bagi nasabah terhadap risiko dalam
perjanjian kredit bank, penelitian ini memfokuskan perlindungan
konsumen atau nasabah dalam produk KPR dimana objeknya di foksukan
kepada produk KPR.
4. Implementasi Perlindungan Nasabah Produk Pembiayaan KPR Pada PT.
Bank Mandiri Kantor Cabang Mataram, Tesis, Gita Lebasno, Universitas
Gadjah Mada, 2014. Dalam tesis ini membahas tentang implementasi
perlindungan terhadap hak-hak nasabah produk KPR pada Bank Syariah
Mandiri ditinjau dari UU Perlindunga Konsumen, Peraturan Bank
Indonesia, dan UU Perbankan Syariah. Selain itu, tesis ini juga membahas
tentang peranan Notaris dalam pembiayaan KPR di Bank tersebut. Hal
yang membedakan dari penelitian ini adalah fokus penelitian. Tesis
tersebut hanya memfokuskan tentang perlindungan terhadap hak-hak
nasabah produk KPR yang ditinjau dari peraturan yang berlaku, serta tesis
tersebut membahas peranan Notaris dalam pembiayaan KPR. Penelitian
ini tidak hanya memfokuskan kepada perlindungan terhadap hak-hak
nasabah saja, penelitian juga membahas tentang tanggung jawab bank
sebagai penyelenggara KPR dan sampai mana batasan yang menjadi
tanggung jawab bank sebagai penyelanggara.
40
5. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Kredit Pemilikan Rumah Bank
Tabungan Negara (BTN) Di Manado, Kathleen C. Pontoh, Jurnal Lex et
Societaris Vol. III/No. 8/Sep/2015. Dalam penelitian ini membahas
tentang apakah sistem hukum pemberian kredit perumahan oleh KPR-
BTN telah memperhatikan hak-hak konsumen dan memberikan jaminan
terhadap hak-hak konsumen tersebut. Jurnal ini juga membahas tentang
bagaiman upaya penyelesaian sengketa dan pemberian ganti rugi kepada
konsumen KPR oleh BTN jika harapan konsumen tidak terpenuhi. Hal
yang menjadi pembeda dari penelitian ini adalah fokus masalah yang akan
diteliti. Penelitian ini tidak hanya membahas tentang perlindunga terhadap
hak-hak konsumennya saja, tetapi juga membahas tentang bagaimana
tanggung jawab bank sebagai penyelenggara produk KPR terhadap
konsumen produknya serta sampai mana batasan yang menjadi tanggung
jawab bank sebagai penyelenggara produk KPR terhadap konsumen.
6. Analisis Perbandingan Perlindungan Konsumen KPR Syariah dan
Konvesional (Studi Kasus PT. BNI (Persero) Tbk. KCU Syariah Medan
dan PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Balai Kota Medan, Skripsi,
Rahmatul Khairiyah, Universitas Negeri Sumatera Utara, 2017. Penelitian
tersebut membahas tentang kesuaian UU Perlindungan Konsumen dengan
penerapan perlindungan hak-hak nasabah/konsumen pembiayaan/kredit
pemilikan rumah di kedua bank tersebut. Penelitian tersebut juga
membedakan antara pembiayaan KPR di BNI Kantor Cabang Syariah
Medan dengan KPR di Bank Mandiri Kantor Cabang Medan. Hal yang
membedakan dengan penelitian ini adalah fokus masalah yang diteliti.
Penelitian ini tidak hanya membahas tentang kesesuaian UU Perlindungan
Konsumen dengan penerapan perlindungan hak-hak nasabah dalam KPR
di Bank yang menjadi penelitian penulis, penelitian ini juga mengangkat
masalah tanggung jawab bank sebagai penyelenggara atau penyedia
produk KPR terhadap konsumen serta batasan yang menjadi tanggung
jawab bank sebagai penyelenggara produk.
41
BAB III
GAMBARAN UMUM BTN SYARIAH
A. Sejarah Berdirinya
BTN Syariah merupakan Strategic Bussinees Unit (SBU) dari bank BTN
yang menjalankan bisnis dengan prinsip syariah, mulai beroperasi pada
tanggal 14 Februari 2005 melalui pembukaan Kantor Cabang Syariah
pertama di Jakarta. Pembukaan SBU ini guna melayani tingginya minat
masyarakat dalam memanfaatkan jasa keuangan syariah dan memperhatikan
keunggulan prinsip perbankan syariah, adanya Fatwa MUI tentang bunga
bank, serta melaksanakan hasil RUPS anggal 16 Januari 2004 dan perubahan
Anggaran Dasar dengan akta No. 29 tanggal 27 Oktober 2004 oleh Emi
Sulistyowati,SH Notaris di Jakarta yang ditandai dengan terbentuknya Divisi
Syariah berdasarkan Ketetapan Direksi No. 14/DIR/DSYA/2004 tanggal 4
November 2004. Bank BTN telah pula mendapatkan izin prinsip operasional
Unit Usaha Syariah dari Bank Indonesia melalui surat BI No. 6/1350/DPbS
tanggal 15 Desember 2004. Selanjutnya Bank BTN Unit Usaha Syariah
disebut ―BTN Syariah‖ dengan moto ―Maju dan Sejahtera Bersama‖.1 Semua
ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan bank dalam memberikan pelayanan
jasa keuangan syariah, mendukung pencapaian sasaran laba usaha bank,
meningkatkan ketahanan bank dalam menghadapi perubahan lingkungan
usaha, dan memberi keseimbangan dalam pemenuhan kepentingan segenap
nasabah dan pegawai.
B. Visi dan Misi
1. Visi BTN Syariah
―Menjadi Strategic Business Unit BTN yang sehat dan tekemuka dalam
penyediaan jasa keuangan syariah dan mengutamakan kemaslahatan
bersama‖.
1 Bank BTN, Laporan Tahunan Annual Report (Jakarta: 2006), h., 85.
42
2. Misi BTN Syariah
a. Mendukung pencapaian sasaran laba usaha BTN
b. Memberikan pelayanan jasa keuangan syariah yang unggul dalam
pembiayaan perumahan dan produk serta jasa keuangan syariah
terkait sehingga dapa memberikan kepuasan bagi nasabah dan
memperoleh pangsa pasar yang diharapkan.
c. Memberikan keseimbangan dalam pemenuhan kepentingan segenap
stakeholders serta memberikan ketentraman pada karyawan dan
nasabah.
d. Melaksanakan manajemen perbankan yang sesuai dengan prinsip
syariah sehingga dapat meningkatkan ketahanan BTN dalam
menghadapi perubahan lingkugan usaha serta meningkatkan
Shareholder Value.
C. Landasan Operasional BTN Syariah
Landasan opersional BTN Syariah terdiri dari :
1. Al-Quran dan As-Sunnah sebagai landasan utama penerapan prinsip
syariah dalam kegiatan perekonomian
2. Fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) – MUI saat ini ada 49 fatwa
tentang Lembaga Keuangan Syariah
3. Undang-Undang tentang Perbankan UU No. 10 tahun 1998 tentang
perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan terutama pasal 8
mengenai kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah
4. PBI No. 4/ 1/ PBI/ 2002 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank
Umum Konvensional menjadi Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah
oleh Bank Umum Konvensional
5. PSAK (Persyaratan Standar Akuntansi Keuangan) No. 59 tentang
Akuntansi Perbankan Syariah tentang Murabahah
6. PAPSI (Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia)
43
D. Nilai Dasar BTN Syariah
1. Taat melaksanakan dan mengamalkan ajaran Islam secara khusuk.
2. Selalu untuk menimba ilmu guna meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya demi kemajuan Bank BTN Syariah.
3. Mengutamakan kerjasama dalam melaksanakan tugas untuk mencapai
tujuan Bank BTN Syariah dengan kinerja yang terbaik.
4. Selalu memberikan yang terbaik secara ikhlas bagi Bank BTN Syariah
dan semua stakeholders, sebagai perwujudan dari pengabdian kepada
Allah SWT.
5. Selalu bekerja secara profesional yang kompeten dalam bidang tugasnya.
E. Produk dan Jasa Yang Dijalankan
Produk-produk yang ditawarkan BTN Syariah tidak hanya produk KPR
saja, BTN Syariah menawarkan berbagai produk yang terdiri dari tiga produk,
yaitu produk dana, produk pembiayaan, dan produk jasa.2
1. Produk Dana
a. Tabungan
1) Tabungan BTN Batara IB
Produk tabungan dengan akad wadi’ah (titipan), yang
merupakan titipan dari satu pihak ke pihak lain baik individu
maupun lembaga yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat
bila pemilik menghendakinya.
2) Tabungan BTN Prima Ib
Produk tabungan dengan menggunakan akad mudharabah
mutlaqah (investasi), yang merupakan kerja sama antara dua
pihak. Pihak pertama (shahibul mall) menyediakan modal dan
memberikan kewenangan penuh kepada pihak lainnya
(mudharib) dalam menentukan jenis dan tempat investasi.
Keuntungan dan kerugian dibagi menurut nisbah yang
disepakati.
2 https://www.btn.co.id/Syariah-Home, diakses hari rabu 18 Juli 20018.
44
3) Tabungan BTN Batara Haji dan Umroh iB
Produk tabungan untuk merencanakan ibadah haji dan
umrok bedasarkan prinsip syariah dengtan menggunakan akad
mudharabah mutlaqah (investasi), yang merupakan kerja sama
antara pihak dengan keuntungan dan kerugian dibagi menurut
nisbah yang disepakati dimuka.
4) Tabungan BTN Qurban iB
Produk tabungan untuk merencanakan pembelian dan
penyaluran hewan qurban dengan bagi hasil yang
menguntungkan dan kompetitif bedasarkan prinsip syariah
dengan akad mudharabh mutlaqah (investasi), yang merupakan
kerja sama antara dua pihak dengan keuntungan dan kerugian
dibagi menurut nisbah yang disepakati dimuka
5) Tabungan BTN Tabunganku iB
Tabungan bagi anak berusia <17 tahun berdasarkan prinsip
syariah dengan akad wadi’ah (titipan), yang merupakan titipan
dari satu pihak ke pihak lain baik individu maupun lembaga
yang harus dijaga dan dikembalikan setiap saat bila pemilik
menghendakinya.
6) Tabungan BTN Simpanan Pelajar iB
Tabungan untuk meningkatkan budaya menabung di
kalangan siswa PAUD, TK, SD, SMP, SMA, Madrasah (MI,
MTs, MA) atau sederajat dengan prinsip syariah yaitu akad
―Wadi’ah‖ (Titipan), dimana merupakan titipan dari satu pihak
ke pihak lain baik individu maupun lembaga yang harus dijaga
dan dikembalikan setiap saat bila pemilik menghendakinya.
7) Tabungan BTN Emas iB
Produk tabungan untuk merencanakan pembelian emas
yang merupakan salah satu bentuk investasi terbaik guna
memenuhi kebutuhan masa depan dengan tetap mendapatkan
bagi hasil yang menguntungkan serta berdasarkan prinsip
45
syariah dengan akad ―Mudharabah Mutlaqah‖ (Investasi)‖, yaitu
kerja sama antara dua pihak dengan keuntungan dan kerugian
dibagi menurut nisbah yang disepakati dimuka.
b. Deposito
1) Deposito BTN iB
Investasi berjangka bagi perorangan atau lembaga dengan
bagi hasil kompetitif yang menggunakan akad ―Mudharabah
Mutlaqah‖ (Investasi), yaitu kerja sama antara dua pihak dengan
keuntungan dan kerugian dibagi menurut nisbah yang disepakati
dimuka.
2) Deposito On Call BTN iB
Investasi berjangka yang dapat memberikan optimalisasi
keuntungan bagi likuiditas perusahaan dengan jangka waktu 1-
28 hari dan dikelola melalui akad ―Mudharabah Mutlaqah‖
(Investasi), yang merupakan kerja sama antara dua pihak dengan
keuntungan dan kerugian dibagi menurut nisbah yang disepakati
dimuka.
c. Giro
1) Giro BTN iB
Produk simpanan dana untuk kemudahan transaksi usaha
anda dengan menggunakan akad ―Wadi’ah‖ (Titipan), yang
merupakan titipan dari satu pihak ke pihak lain baik individu
maupun lembaga yang akan kami jaga dengan baik dan
dikembalikan setiap saat bila pemilik menghendakinya.
2) Giro BTN Prima iB
Produk simpanan dengan bagi hasil yang kompetitif untuk
perusahaan yang memiliki aktifitas transaksi bisnis yang tinggi
dengan menggunakan Akad ―Mudharabah Mutlaqah‖
(Investasi), yang merupakan kerja sama antara dua pihak dengan
keuntungan dan kerugian dibagi menurut nisbah yang disepakati
dimuka.
46
2. Produk Konsumer
a. Pembiayaan Perumahan
Pembiayaan perumahan dalam BTN Syariah memiliki dua jenis
yaitu KPR subsidi dan KPR non subsidi. KPR subsidi yaitu suatu
kredit yang diperuntukan kepada masyarakat berpenghasilan
menengah ke bawah dalam rangka memenuhi kebutuhan perumahan
atau perbaikan rumah yang telah dimiliki, yang disubsidikan adalah
biaya marginnya. KPR subsidi ini diatur sendiri oleh pemerintah.
Sedangkan KPR Non Subsidi, adalah suatu KPR yang diperuntukan
bagi seluruh masyarakat. Ketentuan KPR ditetapkan oleh bank,
sehingga penentuan besarnya pembiayaan maupun margin dilakukan
sesuai kebijakan bank yang bersangkutan.
Dari dua jenis KPR tersebut dibagi lagi menjadi beberapa
macam pembiayaan perumahan diantaranya adalah sebagai berikut:
1) KPR BTN Platinum iB
Pembiayaan yang hadir sebagai solusi bagi kepemilikan
rumah, ruko, hingga apartemen yang menjadi idaman, baik
untuk pertama kali, yang kedua, atau bahkan yang ketiga
melalui proses yang cepat, uang muka ringan dan angsuran tetap
selama jangka waktu pembiayaan melalui akad "Murabahah"
(jual beli) yang memberikan berbagai macam manfaat.
2) KPR BTN Indent iB
Fasilitas pembiayaan untuk memiliki rumah, ruko, rukan,
rusun, atau apartemen bedasarkan pesanan melalui akad
―Istishna‖ (jual beli bedasarkan pesanan).
3) Pembiayaan Bangun Rumah BTN iB
Pembiayaan yang dapat mewujudkan pembangunan rumah
impian atau merenovasi hunian diatas lahan milik sendiri sesuai
rencana dan keinginan nasabah melalui akad ―Murabahah‖ (jual
beli).
47
4) Pembiayaan Properti BTN iB
Pembiayaan untuk masyarakat yang menginginkan
kepemilikan atas properti baru atau memerlukan pembiayaan
ulang (refinancing) untuk properti yang telah dimiliki dengan
menggunakan akad ―musyarakah mutanaqisah‖ (kepemilikan
asset bersama).
5) KPR BTN Bersubsidi iB
Pembiayaan yang ditujukan untuk program kesejahteraan
masyarakat berpenghasilan rendah yang bekerjasama dengan
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dalam
rangka kemudahan kepemilikan rumah, dengan akad
―Murabahah‖ (jual beli) yang memberikan berbagai macam
manfaat.
b. Pembiayaan Non Perumahan
1) Pembiayaan Kendaraan Bermotor BTN iB
Solusi kepemilikan kendaraan roda dua atau roda empat
dengan proses yang cepat, administrasi yang mudah, harga dan
angsuran yang tetap sampai dengan akhir pembiayaan melalui
akad Murabahah (Jual Beli).
2) Pembiayaan Tunai Emas BTN iB
Solusi atas kebutuhan dana untuk keperluan mendadak
dengan cara menggadaikan emas yang dimiliki dengan proses
yang cepat dan aman serta angsuran yang ringan menggunakan
akad ―Qardh‖ (Gadai) yang disertai dengan surat gadai sebagai
penyerahan Marhun untuk jaminan pengembalian seluruh atau
sebagian hutang nasabah kepada bank (Murtahin).
3) Pembiayaan Emasku BTN iB
Pembiayaan Emasku BTN iB hadir untuk memberikan
solusi bagi nasabah yang ingin memiliki investasi dengan
kepemilikan emas lantakan (batangan) bersertifikat Antam
48
berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan akad
Murabahah (Jual Beli).
4) Pembiayaan multimanfaat BTN iB
Solusi bagi pegawai dan pensiunan untuk keperluan
pembelian jenis barang elektronik, furniture, dan kebutuhan
lainnya tanpa uang muka, angsuran ringan dan tetap sampai
dengan lunas dan jangka waktu pembiyaan sampai dengan 10
tahun melalui akad ―Murabahah‖ (Jual Beli). Nilai margin
kompetitif
5) Pembiayaan Multijasa BTN iB
Pembiayaan yang hadir untuk keperluaan mendanai
kebutuhan layanan jasa seperti Pendidikan, Kesehatan, Wisata,
Umroh, dan Pernikahan dengan jangka waktu pembiayaan
sampai dengan 10 tahun serta menggunakan akad ―Kafalah bil
Ujroh‖ (Imbalan atas jasa penjaminan).
3. Pembiayaan Komersial (Pembiayaan Usaha)
a. Pembiayaan Kontruksi BTN iB
Pembiayaan Konstruksi BTN iB hadir untuk memberikan solusi
bagi pebisnis guna membiayai konstruksi proyek properti yang
meliputi bangunan dan infrastruktur yang terkait dengan
menggunakan akad ―Musyarakah‖ (kerjasama).
b. Pembiayaan Investasi BTN iB
Pembiayaan Investasi BTN iB hadir untuk memberikan solusi
bagi nasabah guna pembelian/pengadaan barang investasi (capital
expenditure) dengan menggunakan akad akad ―Murabahah‖
(penyediaan dana atau tagihan), ―Musyarakah‖ (Akad penyediaan
dana untuk kerja sama) atau ―Istishna‖ (Akad penyediaan dana atau
tagihan).
c. Pembiayaan Modal Kerja BTN iB
Pembiayaan Modal Kerja BTN iB hadir untuk memberikan
solusi bagi nasabah guna membiayai keperluan modal kerja nasabah
49
(operational expenditure) dalam menjalankan bisnis dengan
menggunakan akad kerjasama (mudharabah atau musyarakah).
4. Produk Jasa Layanan
a. Layanan Tambahan
1) Program Pengembangan Opersional (PPO)
Layanan perbankan untuk korporasi dengan memfasilitasi
kebutuhan operasional berupa barang (seperti kendaraan,
peralatan kantor, dan lain-lain) ataupun dana operasional dalam
rangka mendukung kelancaran operasional lembaga dengan
persyaratan tertentu yang disepakati bank & nasabah.
2) Penerimaan Biaya Perjalanan Haji
Layanan untuk mempermudah Ibadah Haji ke Tanah Suci
yang terintegrasi langsung dengan Sistem Komputerisasi Haji
Terpadu (SISKOHAT) Online, mulai dari pembayaran setoran
awal untuk mendapatkan nomor porsi sampai dengan pelunasan
keberangkatan.
3) BTN Payroll
Layanan perbankan melalui Tabungan BTN Batara iB untuk
memfasilitasi jasa payroll dan kebutuhan finansial karyawan
korporasi yang dapat dilakukan diseluruh outlet Bank BTN
ataupun UUS Bank BTN diseluruh wilayah Indonesia.
4) SPP Online
Merupakan jasa layanan bagi lembaga pendidikan berupa
penerimaan setoran biaya pendidikan dan biaya lainnya yang
terkait dengan penyelenggaraan pendidikan secara online real
time.
5) Payment Point BTN iB
Layanan perbankan untuk kemudahan nasabah melakukan
transaksi berulang dan rutin seperti membayar tagihan rutin
seperti tagihan telepon, telepon seluler, listrik, air, dan pajak.
50
6) Kiriman Uang
Fasilitas kiriman uang yang dihadirkan Bank BTN berupa
layanan pengiriman uang secara real time ke sesama Bank
BTN dan BTN Syariah serta pengiriman uang ke Bank lain
menggunakan fasilitas SKN, RTGS, Link, ATM Bersama dan
Prima.
b. Jasa Penyimpanan (Safe Deposit Box BTN iB)
Suatu wadah dalam bentuk box yang dirancang khusus dengan
ukuran tertentu dan dilengkapi dengan sistem pengamanan untuk
menjamin keamanan barang-barang yang disimpan dari bahaya
kebakaran, perampokan dan lain-lain serta menggunakan akad ijarah
(sewa menyewa).
F. Struktur Organisasi
Dasar Struktur Organisasi Kantor Cabang BTN Syariah mengacu pada
Keputusan Direksi No.15/DIR/DSYA/2004, tanggal 4 November 2004,
tentang : Struktur Organisasi Kantor Cabang Syariah. Konsep Dasar dan
Metodologi Struktur Organisasi Kantor Cabang BTN Syariah:
1. Susunan Core Unit di Struktur Organisasi Kantor Cabang adalah suatu
unit kerja yang harus ada dikantor cabang adalah sebagai berikut:
a. Branch Manager (Kepala Cabang)
b. Retail Service (Layanan Ritel)
c. Operation (operasional)
d. Accounting dan Control (Akuntansi dan kontrol)
e. Financing Recovery (Pembinaan dan Penyelamatan Pembiayaan)
2. Dibawah Core Unit Kerja Retail Service (teller service, customer service,
financing service) dan operation (transaction processing, financing
administration, general branch administration) maksimal dijabat oleh
Assistant Manager atau Supervisor (penyelia) yang akan disesuaikan
dengan jumlah rasio supervise terhadap jumlah staffing atau cabang
tumbuh.
51
3. Branch Manager (Kepala Cabang)
Mempunyai tanggung jawab sebagai berikut:
a. Bertanggung jawab atas pelaksanaan otorisasi sesuai batas
kewenangan
b. Bertanggung jawab atas pengelolaan resiko bisnis, baik yang
dilakukan oleh cabang syariah, kantor cabang pembantu syariah dan
kantor kas syariah.
c. Bertanggung jawab atas pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang
menyangkut operational bank, baik ketentuan intern maupun ekstern.
Misi yang hendak dicapai:
a. Memberikan kontribusi laba yang sesuai dengan target yang telah
ditetapkan divisi syariah.
b. Menjaga tingkat efisiensi operasionalisasi Kantor Cabang BTN
Syariah
c. Memberikan pelayanan yang terbaik kepada nasabah bank syariah.
4. Retail Service
Misi yang hendak dicapai:
a. Mencapai standar pelayanan prima yang berbasis kepada customer
fokus
b. Meningkatkan pangsa pasar baik dana, pembiayaan, feebased yang
berbasis kepada customer fokus
Tanggung jawab yang harus dilakukan sebagai berikut:
a. Bertanggung jawab atas penerapan prinsip mengenal nasabah
b. Bertanggung jawab atas perencanaan dan penetapan strategi bisnis di
unit kerja yang menjadi tanggung jawabnya kebijakan bank.
5. Operational
Misi yang hendak dicapai adalah sebagai berikut:
a. Memproses transaksi non tunai secara efisien dan akurat
52
b. Menyediakan pelayanan administrasi pembiayaan dan umum yang
tepat waktu dan efisien kepada cabang
Tanggung jawab yang harus dilakukan sebagai berikut:
a. Bertanggung jawab terhadap pengelolaan operasional harian cabang
untuk menjamin efektivitas dan efisiensi.
b. Bertanggung jawab terhadap standar kualitas yang tinggi dalam
bidang pemrosesan transaksi, administrasi pembiayaan dan
administrasi umum cabang.
53
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Proses Pemberian Pembiayaan KPR BTN Syariah Serang
BTN Syariah menggunakan 3 (tiga) akad dalam memberikan pembiayaan
KPR, diantaranya akad Murabahah, akad Isthisna, dan akad Wakalah. Akad
Murabahah dan akad Isthisna digunakan sebagai akad jual beli antara bank
dengan nasabah, lain halnya dengan akad Wakalah digunakan sebagai
pemberian kuasa oleh bank kepada nasabah untuk membeli dan menerima
rumah dari pengembang/penjual.1 BTN Syariah memiliki 3 (tiga) jenis
produk pembiayaan KPR yang sering dipilih oleh nasabah, diantaranya
sebagai berikut:
1. KPR BTN Platinum iB
Jenis KPR ini merupakan KPR nonsubsidi. Dalam pembiayaan KPR
Platinum iB ini akad yang digunakan menggunkan adalah akad
Murabahah, dimana akad murabahah disini sebagai penerapan prinsip
jual beli antara bank dan nasabah dimana bank membeli rumah
tampak/susun yang diperlukan nasabah dan kemudian secara prinsip
menjualnya kepada nasabah sebesar harga beli ditambah dengan marjin
keuntungan yang disepakati antara bank dan nasabah. Akad Murabahah
yang digunakan dalam pembiayaan KPR BTN ini merujuk dengan
ketentuan yang diatur dalam Fatwa DSN No: 04/ DSN-MUI/IV/2000
tentang Murabahah.
2. KPR BTN Indent iB
Jenis KPR ini merupakan KPR nonsubsidi yang menggunakan akad
Isthisna, karena KPR Indent ini merupakan fasilitas pembiayaan yang
diberikan bank kepada nasabah untuk membeli rumah dan tanah dari
bank, yang dibangun oleh pengembang bedasarkan pesanan dari nasabah
1 Ardiansyah, Consumer Financing Analisis, Interview Pribadi, Serang, 2 Juli 2018.
54
dengan kondisi rumah yang belum terbangun atau sedang dalam tahap
pembangunan. Akad Isthisna yang digunakan dalam pembiayaan KPR
BTN Syariah ini merujuk dengan ketentuan yang diatur dalam Fatwa
DSN Nomor 06/DSN-MUI/VI/2000 tentang Jual Beli Isthisna.
3. KPR Selisih Subsidi Margin
Jenis KPR ini merupakan KPR bersubsidi yang menggunakan akad
Murabahah. Maksud dari KPR bersubsidi adalah, fasilitas pembiayaan
kepemilikan rumah yang didukung kemudahan dan/atau mendapatkan
bantuan dari Pemerintah, yang di subsidi oleh Pemerintah disini adalah
marginnya.2 Akad Murabahah yang digunakan dalam pembiayaan ini
merujuk dengan ketentuan yang diatur dalam Fatwa DSN No: 04/ DSN-
MUI/IV/2000 tentang Murabahah.
Dalam proses pemberian fasilitas KPR antara pihak bank dengan nasabah
dilalui beberapa tahap, diantaranya sebagai berikut3 :
1. Sebelum terjadinya akad
Nasabah yang ingin mengajukan permohonan pembiayaan datang
ke BTN Syariah diberikan kebebasan oleh bank untuk memilih sendiri
lokasi rumah yang ingin dibeli sesuai dengan keinginan nasabah.
Selanjutnya nasabah harus memenuhi persyaratan administratif dan
mengisi formulir pengajuan permohonan pembaiyaan KPR setelah
mempelajari formulir yang diberikan oleh pihak bank. Syarat
administratif yang harus dipenuhi nasabah diantaranya adalah fotocopy
Kartu Tanda Penduduk (KTP), fotocopy NPWP, fotocopy Kartu
Keluarga (KK), fotocopy SK pegawai, slip gaji (untuk karyawan) atau
surat keterangan pengahasilan (untuk profesional) atau laporan keuangan
3 bulan terakhir (untuk wiraswasta), fotocopy surat nikah (bagi yang
sudah menikah) atau surat cerai, fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP)
pasangan (jika sudah menikah), rekening koran tabungan 3 bulan
2 Mahardika Rizki, Collection, Interview Pribadi, Serang, 2 Juli 2018.
3 Rifqi Sumardi, Consumer Financing Service, Interview Pribadi, Serang, 2 Juli 2018.
55
terakhir, surat keterangan belum memiliki rumah (khusus KPR BTN
Bersubsidi iB), dan pas photo 4x6.
Setelah menyerahkan persyaratan administratif nasabah akan
diwawancarai oleh pihak bank untuk memenuhi persyaratan
administratif. Data yang sudah ada masuk ke bagian analisis untuk
diverifikasi. Jika permohonan disetujui, pemohon membuka rekening
tabungan BTN iB untuk pembayaran angsuran, selain itu nasabah harus
membayar DP sebesar 20% kepada bank. Kemudian pihak bank dan
pemohon (nasabah) melakukan akad pembiayaan. Pemohon harus
membayar biaya-biaya yang timbul dari akad Kredit Pemilikan Rumah
(KPR), seperti biaya administratif, biaya notaris, membayar pajak
pembelian dan pajak penjualan.
2. Saat terjadinya akad
Setelah nasabah membayar administrasi yang disyaratkan oleh bank
dan menyetujui akad yang diberikan oleh bank, dimana bank
menggunakan perjanjian baku sehingga tidak ada negoisasi antara bank
dengan nasabah, jika nasabah setuju dengan isi akadnya maka
pembiayaan akan dilanjutkan, tetapi jika nasabah tidak setuju dengan isi
akad maka pembiayaan akan batal, maka dibuatlah akad jual beli antara
bank dengan nasabah di hadapan Notaris/PPAT yang disertai dengan
pengikatan jaminan. Yang mana dari kesepakatan tersebut menimbulkan
hubungan hukum antara nasabah dengan bank, serta menimbulkan hak
dan kewajiban bagi para pihak yang melakukan akad pembiayaan KPR.
Setelah ditandatangani akad dan akta jual beli di depan
Notaris/PPAT oleh bank dengan nasabah, nasabah berkewajiban untuk
mengangsur pembayaran kembali pembiayaan yang diberikan oleh bank
sesuai dengan waktu yang telah disepakati dalam akad. Segala dokumen
pembiayaan pokok (sertifikat, AJB, dan IMB) disimpan oleh bank, yang
mana dokumen-dokumen tersebut menjadi jaminan bagi nasabah dalam
pelunasan pembayaran kembali pembiayaan dan akan diserahkan kepada
56
nasabah ketika pembayaran kembali pembiayaan telah selesai atau telah
lunas.
3. Setelah terjadinya akad
Setelah semua proses dalam akad pembiayaan KPR antara bank
dengan nasabah dinyatakan selesai maka nasabah dapat menerima kunci
atas rumah dan dapat segera menempati rumah tersebut. Untuk nasabah
pembiayaan KPR bersubsidi wajib menempati rumah yang dibelinya
maksimal 1 (satu) bulan setelah ditandatanganinya akad.
B. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Akad Pembiayaan KPR di BTN
Syariah
Perjanjian kredit perbankan atau dalam perbankan syariah disebut dengan
akad, pada umumnya menggunakan bentuk perjanjian baku (standard
contract). Dalam praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak
bank sebagai kreditur sedangkan nasabah sebagai debitur hanya mempelajari
dan memahami dengan baik. Pihak debitur atau nasabah dalam perjanjian
baku tersebut hanya dalam posisi meerima atau menolak tanpa ada
kemungkinan untuk melakukan negoisasi atau tawar-menawar.4
Perjanjian kredit atau dalam perbankan syariah lebih dikenal dengan akad
pembiayaan ini perlu memperoleh perhatian yang khusus baik oleh bank
sebagai kreditur maupun nasabah sebagai debitur, karena perjanjian kredit
(akad pembiayaan) mempunyai fungsi yang sangat penting dalam pemberian,
pengelolaan, dan penatalaksanaan kredit tersebut. Menurut Ch. Gatot
Wardoyo perjanjian kredit mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut5:
1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok.
2. Perjanjian kredit sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan
kewajiban di antara kreditur dan debitur.
4 Mohammad Wisnu Hamin, ―Perlindungan Hukum Bagi Nasabah (Debitur) Bank Sebagai
Konsumen Pengguna Jasa Bank Terhadap Risiko Dalam Perjanjian Kredit Bank‖, Lex Crimen, VI,
1, (Januari-Februari, 2017), h., 50. 5 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, ( Jakarta: Kencana Pranada Media
Grup, 2005), h., 72.
57
3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring
kredit.
Dalam perjanjian Kredit pemilikan Rumah (KPR) ada 3 (tiga) pihak yang
terkait, yaitu :
1. Pihak debitur (nasabah/konsumen), adalah pihak yang mendapatlan
fasilitas pembiayaan dari bank dan bertindak sebagai pembeli yang
karenanya berkewajiban membeli rumah sesuai pesanan yang telah
dilakukannya kepada bank
2. Pihak kreditur, yaitu pihak bank sebagai pihak penjual yang
menyediakan fasilitas pembiayaan kepada nasabah atas pengadaan rumah
yang dipesan oleh nasabah dengan cara bank secara prinsip membeli
rumah dan tanah dari pengembang untuk kepentingan dan atas pesanan
nasabah dan selanjutnya bank secara prinsip menjual rumah pesanan
tersebut kepada nasabah sehingga bank mempunyai hak tagih kepada
nasabah, yang wajib dibayar oleh nasabah secara angsuran setiap
bulannya
3. Pihak pengembang/penjual adalah perusahaan berbentuk Perseroan
terbatas yang bergerak dalam bidang usaha pembangunan proyek
perumahan yang ditunjuk dan/atau disetujui bank untuk
menyediakan/mengadakan/membangun dan menyerahkan rumah yang
dipesan dan dijual kepada nasabah.
Diantara ketiga pihak yang disebutkan di atas, maka di dalam hubungan
keperdataan yang dilakukan melalui perjanjian KPR tentulah masing-masing
memiliki porsi hak dan kewajiban yang harus dipenuhi sesuai dengan konteks
yang umum diterima oleh masyarakat. Namun, biasanya di dalam hal KPR,
pengembang juga akan terlebih dahulu membuat kesepakatan dengan pihak
bank mengenai ketentuan-ketentuan yang ada dalam akad.
Pada dasarnya hak dan kewajiban pihak-pihak yang berakad dalam KPR
merujuk kepada hak dan kewajiban yang umum diatur dalam Undang-
58
Undang dan peraturan yang berlaku. Hak dan kewajiban tersebut biasanya
dicantumkan dalam akad atau kontrak, maka secara umum akan dipaparkan
point utama dalam suatu akad yang sudah umum diterapkan dalam
masyarakat, meliputi:
1. Konsumen, yakni:
a. Kewajiban konsumen adalah memenuhi kewajiban atas pembayaran
kembali kepada bank sesuai dengan syarat-syarat dan tata cara
pembayaran yang telah ditentukan dalam akad sesuai dengan waktu
yang telah disepakati. Konsekuensi keterlambatan membayar ganti
rugi keterlambatan (ta’widh) dan/atau denda untuk sosial (ta’zir)
yang sudah disepakati dalam akad. Jika konsumen tidak melakukan
pembayaran dalam jangka waktu melibihi 3 (tiga) bulan, maka bank
bisa saja melakukan pelelangan rumah atau jaminan lainnya.
b. Hak konsumen adalah sebagaimana yang sudah tercantum dalam
Undang –Undang Perlindungan Konsumen yang diantaranya sebagai
berikut :
1) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan
2) Hak untuk memilih barang dan mendapatkan barang sesuai
dengan nilai tukar
3) Hak atas informasi yang jelas, benar, dan jujur
4) Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan
penyelesaian sengketa secara patut
6) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan
7) Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar, jujur, dan
tidak diskriminasi
8) Hak untuk mendapatkan kompensasi dan ganti rugi.
2. Bank, yakni:
a. Kewajiban utama bank adalah memberikan fasilitas pembiayaan
yang sesuai dengan porsi yang diajukan nasabah. Dalam KPR
biasanya bank akan membayar penuh kepada pengembang/penjual
59
yang nantinya nasabah hanya akan berurusan langsung dengan bank
dalam tahap pembayaran. Selain itu juga bank memiliki kewajiban
untuk mengembalikan surat-surat dan/atau dokumen-dokumen
mengenai barang jaminan.
b. Hak bank sebagai kreditur adalah mendapatkan informasi yang jelas
dan benar atas keadaan keuangan nasabah. Selain itu, bank juga
berhak atas pembayaran angsuran ditambah dengan marjin
keuntungan yang ditetapkan bank, serta ditambah ganti rugi
keterlambatan (ta’widh) dan/atau denda untuk sosial (ta’zir) jika
nasabah membayar angsuran tidak tepat pada waktu yang sudah
disepakati. Hak bank yang lainnya sebagai kreditur adalah hak atas
anggunan/jaminan terhadap dana yang dikeluarkan tersebut untuk
menjaga risiko yang mungkin timbul.
3. Pengembang/penjual
a. Kewajiban pengembang/penjual jarang sekali ditulis dalam akad
antara nasabah dengan bank, karena telah dituangkan dalam
Perjanjian Pengkitan Jual Beli (PPJB) antara pengembang dengan
nasabah. Sebenarnya, pengembang sebagai penjual dalam hal ini
memiliki 2 (dua) pokok kewajiban, diantaranya:
1) Menyerahkan barang yang sudah dibayar harganya, dan
menjamin bahwa si pembeli dapat memiliki barang itu dengan
tentram
2) Bertanggung jawab terhadap cacat-cacat yang tersembunyi.
b. Hak pengembang pada umumnya adalah berhak menerima
pembayaran atas harga jual rumah yang disepakati bersama.
Jika diatas merupakan hak dan kewajiban yang terdapat dalam akad pada
umumnya, berikut ini adalah hak dan kewajiban yang terdapat dalam akad
yang ada di BTN Syariah Serang, diantaranya:
60
1. Nasabah
a. Kewajiban Nasabah
1) Nasabah wajib membuka dan memelihara rekening giro atau
tabungan pada bank selama nasabah mempunyai fasilitas
pembiayaan dari bank.
2) Nasabah wajib melakukan pembayaran kembali pembiayaan
secara angsuran sebesar sebagaimana yang telah disepakati dan
telah tercantum dalam akad sampai dengan seluruh utang
(kewajiban) nasabah dinyatakan lunas oleh bank.
3) Nasabah wajib menyediakan dana secukupnya pada rekening
giro dan/atau tabungan atas nama nasabah pada bank, selambat-
lambatnya pada tanggal sesuai jadwal angsuran yang telah
disepakati.
4) Nasabah diwajibkan untuk menyimpan dengan baik dan tertib
semua bukti pembayaran yang berhubungan dengan pembayaran
kewajiban pembiayaannya dan wajib untuk memperlihatkan
kepada bank apabila diminta oleh bank.
5) Nasabah wajib memberikan bantuan sepenuhnya guna
memungkinkan bank melaksanakan pengikatan rumah yang
dibiayai dengan fasilitas pembiayaan sebagai jaminan menurut
cara dan pada saat dianggap baik oleh bank dan selanjutnya
bukti kepemilikan rumah dan akta pengikatan jaminan rumah
dikuasai oleh bank sampai seluruh pembiayaan dilunasi.
6) Nasabah wajib memberikan keterangan-keterangan secara benar
atas pertanyaan-pertanyaan pihak dalam rangka pengawasan dan
pemeriksaan jaminan.
7) Nasabah wajib segera menempati dan memelihara rumah
tampak/susun yang difasilitasi dengan KPR Subsidi Selisih
Marjin, sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
(akad pembiayaan KPR BTN Subsidi Selisih Marjin).
61
8) Nasabah wajib segera menempati dan memelihara rumah yang
dibiayai dengan fasilitas pembiayaan sesuai dengan tuuan
pembiayaan, sepanjang dan selama nasabah memenuhi dengan
baik semua kewajiban-kewajbuan bedasarkan akad (akad
pembiayaan KPR BTN Indent).
9) Selama jangka waktu pembiayaan atau seluruh utang Isthisna
belum dilunasi, nasabah wajib untuk menutup asuransi jiwa dan
asuransi jiwa dan asuransi kebakaran terhadap rumah yang
dijaminkan (akad pembiayaan KPR BTN Indent).
10) Kewajiban penutupan asuransi atas harta yang dijaminkan
kepada bank berlaku selama jangka waktu pembiayan atau
selama jumlah seluruh utang Isthisna belum dilunasi. Dengan
demikian setiap saat jangka waktu suatu pertanggung berakhir,
maka nasabah wajib melakukan penutupan pertanggungan
lagi/memperpanjang jangka waktu pertanggungan dengan biaya
sepenuhnya menjadi beban nasabah (akad pembiayaan KPR
BTN Indent).
11) Nasabah wajib melaksanakan hak-hak klaimnya secara tetap dan
penuh dan wajib memberitahukan kepada bank
perkembangannya untuk memungkinkan bank mengetahui
sepenuhnya setiap kerugian yang diminta dan satuan atas klaim
sesuai hak klaimnya (akad pembiayaan KPR BTN Indent).
12) Nasabah wajib memlihara rekening giro dan/atau tabungan pada
bank yang tunduk kepada syarat-syarat umum pembukaan
rekening yang berlaku di bank.
13) Apabila nasabah mempunyai hubungan rekening atau simpanan
dengan/pada lembaga keuangan atau lembaga lainnya, nasabah
wajib mengungkapkan secara penuh setiap rekening yang telah
dibuka oleh nasabah pada lembaga keuangan atau lembaga
lainnya, yang merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi
nasabah.
62
14) Atas permintaan bank, nasabah wajib menyampaikan
salinan/tembusan yang sah dari setiap rekening baik rekening
pembiayaan ataupun rekening simpanan atas nama nasabah pada
lembaga keuangan atau lembaga lain.
b. Hak Nasabah
Dalam akad hanya terdapat 1 (satu) kalusul mengenai hak nasabah
yaitu :
1) Dalam hal nasabah merasa bahwa pembukuan/pencatatan bank
atas kewajiban dan pembayaran yang telah dilakukan tidak
benar, maka nasabah berhak untuk mengajukan keberatan/klaim
kepada bank dengan disertai bukti-bukti pembayaran yang sah.
2. Bank
a. Kewajiban Bank
1) Apabila bank melaksanakan penyerahan piutang
Murabahah/Isthisna kepada pihak lain dan pengelolaan
pembiayaan tetap dilakukan oleh bank, maka bank tidak wajib
memberitahukan kepada nasabah, sehingga apabila kemudian
pihak yang menerima penyerahan piutang Murabahah/Isthisna
menjalankan haknya sebagai penerima pengalihan utang, maka
hal demikian sudah dapat dinyatakan sepenuhnya semata-mata
berdasarkan akad yang dibuat antara bank dengan pihak
penerima piutang Murabahah/Isthisna dan adanya pengalihan
piutang Murabahah/Isthisna ini tidak mempengaruhi sama sekali
pelaksanaan kewajiban nasabah sesuai akad. Apabila
pengelolaan pembiayaan tidak dilakukan oleh bank setelah
piutang Murabahah/Isthisna dialihkan, maka bank wajib
memberitahukan adanya pengalihan utang Murabahah/Isthisna
tersebut kepada nasabah.
2) Dalam hal utang telah dilunasi, bank wajib menyerahkan kembali
semua surat-surat dan/atau dokumen-dokumen mengenai barang
63
jaminan, serta surat-surat bukti lainnya yang disimpan atau
dikuasi bank kepada:
a) Nasabah atau;
b) Pihak ketiga berdasarkan surat kuasa notaril atau;
c) Pemenang lelang eksekusi jaminan atau;
d) Pihak lain berdasarkan penetapan atau putusan Pengadilan
yang berkekuatan tetap atau;
e) Ahli waris nasabah berdasarkan putusan Pengadilan Agama
dan Pengadilan umum.
b. Hak bank
1) Apabila nasabah wanprestasi, bank berhak untuk untuk
memberikan peringatan dalam bentuk tindakan-tindakan sebagai
berikut:
a) Memberikan peringatan baik secara lisan atas SMS (Short
Message Service) / email (surat elektronik) maupun dalam
bentuk pernyataan lalai/wanprestasi berupa surat atau akta
lain yang sejenis yang dikirimkan ke alamat nasabah;
b) Memberikan peringatan dalam bentuk pemasangan papan
peringatan (plank), stiker atau dengan cara apapun yang
ditempelkan atau dituliskan pada jaminan pembiayaan;
c) Dalam hal nasabah sulit dihubungi dan tidak diketahui
keberdaannya oleh bank maka bank berhak memberikan
peringatan melalui media cetak atau elektronik;
d) Memberitahukan kepada nasabah untuk mengembalikan
segala bentuk bantuan Pemerintah terkait KPR Subsidi
Selisih Marjin sebagaimana diatur dalam Peraturan
Perundanng-undangan yang berlaku (akad pembiayaan KPR
BTN Subsidi Selisih Marjin);
e) Melakukan pengalihan piutang Murabahah kepada pihak
lain sebagaimana ketentuan pada yang tercantum dalam
akad (akad pembiayaan KPR BTN Subsidi Selisih Marjin).
64
2) Apabila nasabah melakukan wanprestasi, maka bank berhak
setiap saat melakukan tindakan terhadap rumah yang dijaminkan
yaitu:
a) Memasuki perkarangan, rumah berikut tanah yang menjadi
jaminan;
b) Melakukan pemeriksaaan atas keadaan rumah berikut
fasilitasnya yang merekat serta mendapatkan keterangan
secara langsung ataupun tidak langsung dari nasabah
dan/atau dari siapapun mengenai hal-hal yang perlu
diketahui oleh bank.
3) Apabila nasabah wanprestasi, maka setelah memperingatkan
nasabah bank berhak untuk melakukan tindakan-tindakan
sebagai berikut:
a) Melaksanakan eksekusi terhadap barang jaminan
berdasarkan ketentuan perudang-undangan yang berlaku;
b) Melaksanakan penjualan terhadap barang jaminan
berdasarkan surat kuasa untuk menjual yang dibuat oleh
nasabah;
c) Menetapkan harga penjualan dengan harga yang dianggap
baik oleh bank.
4) Apabila bank menggunakan haknya untuk menagih pelunasan
sekaligus atas pembiayaan nasabah dan nasabah tidak dapat
memenuhi kewajibannya membayar pelunasan tersebut
walaupun telah mendapat peringatan-peringatan dari bank, maka
bank berhak untuk setiap saat melaksanakan eksekusinya,
melaksnakan penjualan rumah jaminan yang dipegangnya
menurut cara dan dengan harga yang dianggap baik oleh bank
termasuk dan tidak terkecuali bank berhak sepenuhnya
mencarikan nasabah baru untuk mengambil alih atau mengoper
utang nasabah, selanjutnya pada saat sekarang ini untuk
keperluan pada waktunya nanti, dengan akad ini nasabah
65
memberikan kuasa kepada bank untuk melakukan segala
tindakan guna melaksanakan maksud di atas, tanpa ada tindakan
yang dikecualikan.
5) Apabila dari hasil penjualan atau eksekusi rumah jaminan
pembiayaan jumlahnya belum mencukupi untuk melunasi
seluruh utang nasabah kepada bank, maka sesuai dengan
ketentuan atau peraturan yang berlaku, bank berhak untuk
mengambil pelunasan atas sisa utang tersebut dari penjualan
harta lain milik nasabah.
6) Bila nasabah meninggal dunia, hak dan kewajibannya beralih
kepada ahli waris dan bank berhak untuk meminta kepada ahli
warisnya turunan akta kematian yang dilegaliris oleh pejabat
dari instansi yang berwenang disamping surat keterangan hak
waris, akta wasiat atau bukti-bukti lainnya, yang menurut
pertimbangan bank diperlukan untuk mengetahui ahli waris
yang sah.
7) Atas dasar kewenangan penuh yang diberikan oleh nasabah,
bank berhak meminta secara langsung salinan/tebusan ataupun
keterangan mengenai rekening-rekening yang dimiliki nasabah
dengan/pada lembaga keuangan atau lembaga lainnya, kepada
lembaga yang menyelenggarakan rekening-rekening atas nama
nasabah.
Akad pembiayaan KPR BTN Syariah Serang tidak mencantumkan hak
dan kewajiban pengembang/penjual, karena antaran nasabah dengan
pengembang/penjual memiliki perjanjian lainnya yaitu Perjanjian Pengikatan
Jual Beli (PPJB). Dalam akad ini tidak ada pasal khusus mengenai hak dan
kewajiban para pihak. Selain itu tidak banyak hak-hak nasabah yang
dicantumkan dalam akad, kebanyakan kewajiban nasabah yang dicantumkan
dalam akad. Hak dan kewajiban merupakan komponen terpenting dalam
suatu akad pembiayaan. Pada dasarnya, hak dan kewajiban menjadi salah satu
66
alasan timbulnya masalah dalam KPR, dimana kebanyakan permasalahan
yang timbul dalam KPR adalah tidak terpenuhinya hak-hak nasabah
(konsumen).
Dalam UUPK telah dijelaskan apa saja yang menjadi hak-hak konsumen,
salah satunya dalam Pasal 4 huruf c disebutkan mengenai hak atas informasi
yang benar dan jelas. Nasabah berhak mendapatkan informasi sebenar-
benarnya serta sejelas-jelasnya mengenai hak dan kewajibannya sebagai
konsumen, dan pihak-pihak lainnya yang berakad. Jika pasal mengenai hak
dan kewajiban para pihak tidak ada, dikhawatirkan akan menimbulkan
kerugian bagi nasabah di kemudian hari, terutama bagi nasabah yang awam
terhadap hukum. Jika di kemudian hari terjadi pelanggaran yang dilakukan
bank, yang dapat merugikan nasabah, maka nasabah tidak dapat menuntut
haknya jika tidak terdapat dalam akadnya. Adanya hak dan kewajiban para
pihak dalam suatu akad akan menghindarkan dari berat sebelah antara pihak
nasabah dengan pihak bank. Maksud dari berat sebelah adalah isi akad hanya
memberatkan satu pihak saja yang artinya tidak seimbang, padalah dalam
UUPK dijelaskan bahwa perlindungan konsumen berasaskan manfaat,
keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta
kepastian hukum.6
Akad itu sendiri berfungsi untuk mengikat antara pihak nasabah dengan
pihak bank, selain itu telah dijelaskan di atas bahwa akad berfungsi sebagai
alat bukti mengenai batasan hak dan kewajiban di antara nasabah dengan
bank. Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor:
1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan
dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (1) mengenai pelaku usaha jasa keuangan wajib
menyediakan dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk/atau
layanan yang akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan, selanjutnya dalam
ayat (2) dijelaskan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan
6 Undang Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 2.
67
dalam dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti.7
Meskipun hak dan kewajiban nasabah telah dijelaskan oleh pihak bank pada
saat proses akad, akan lebih baik lagi jika hak-hak nasabah juga dimasukan
dalam akad pembiayaan atau perjanjian sebagai alat bukti.
Salah satu faktor tidak adanya pasal mengenai hak dan kewajiban para
pihak dalam akad pembiayaan KPR BTN Syariah disini adalah BTN Syariah
menggunakan perjanjian baku (standard contract), dimana BTN Syariah
telah menyiapkan perjanjian atau akad terlebih dahulu dan nasabah yang
merupakan pemohon pembiayaan hanya diminta pendapatnya apakah
menerima isi perjanjian atau akad tersebut itu atau tidak, jika nasabah sepakat
dengan isi akad, maka akad pembiayaan akan dilanjutkan, tetapi jika nasabah
keberatan maka akad pembiayaan tidak dapat dilaksanakan. Kedudukan yang
berbeda antara bank dan nasabah debitur yakni dimana bank memiliki posisi
tawar yang lebih kuat jika dibandingkan dengan nasabah menyebabkan
ketidakseimbangan dalam pembuatan perjanjian.
C. Tanggung Jawab Bank BTN Syariah Sebagai Penyelenggara KPR
Dalam perlindungan konsumen, terdapat konsep pertanggung jawaban
pelaku usaha. Secara umum, pertanggung jawabanpelaku usaha memiliki
tujuan utama yaitu pemberian kompensasi (ganti kerugian), penyebaran
risiko, dan pencegahan. Ada 3 (tiga) teori yang terkait dengan
pertanggungjawaban pelaku usaha dalam perlindungan konsumen yaitu
tanggung jawab bedasarkan kesalahan/kelalaian, tanggung jawab bedasarkan
ingkar janji atau wanprestasi, dan tanggung jawab mutlak. Teori tersebut
menandakan ada sebuah pergeseran pemikiran, dari tanggung jawab dengan
konsep ―kesalahan‖ kepada konsep ―risiko‖. Dalam UU Perlindungan
Konsumen, ketentuan tanggung jawab pelaku usaha diatur dalam Pasal 19
sampai dengan Pasal 28. 8 Prinsip tentang tanggung jawab merupakan perihal
7 Peraturan Otoritas Jasa Keungan Nomor: 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan
Konsumen Sektor Jasa Keungan, Pasal 4, ayat (1) dan (2). 8 Sularsi dkk, ―Kebijakan dan Praktek Bank di Indonesia: Kajian Penyaluran Kredit Pemilikan
Rumah (KPR) Terkait Prinsip Perlindungan Konsumen‖, (Responsi Bank Indonesia : Maret 2016).
68
yang sangat penting dalam hukum perlindungan konsumen. Dalam kasus-
kasus pelanggaran hak konsumen, diperlukan kehati-hatian dalam
menganalisis siapa yang harus bertanggung jawab dan seberapa jauh
tanggung jawab dapat dibebankan kepada pihak-pihak terkait.9
Pertanggungjawaban bank apabila nasabah mengalami kerugian adalah
menangani dan menyelesaikan berbagai keluhan dan pengaduan nasabah,
untuk mengdari berlarut-larutnya masalah yang terjadi. Pengaduan nasabah
dilakukan dengan standar waktu yang ditentukan dan berlaku secara umum.10
Risiko yang terdapat dalam perjanjian kredit atau dalam bank syariah dikenal
dengan akad pembiayaan bank dapat dilihat dari dua sisi yaitu risiko yang
ditanggung oleh bank sebagai kreditur dan risiko yang ditanggung oleh
nasabah sebagai debitur. Risiko yang ditanggung oleh bank sebagai kreditur
dapat berupa credit risk, strategic risk, regualatory risk operating risk,
commodity risk, human resources risk, dan legal risk. Sedangkan risiko yang
ditanggung nasabah debitur antara lain risiko yang ditanggung debitur karena
perjanjian kredit bank yang baku (standar) sehingga debitur tidak dapat
menentukan isi perjanjian.
Seperti yang sudah dijelaskan di atas, dalam pembiayaan KPR ini
terdapat 3 (tiga) pihak yang berakad yaitu pihak nasabah sebagai pihak yang
mendapatkan fasilitas pembiayaan KPR, pihak bank sebagai penjual yang
menyediakan fasilitas pembiayaan KPR, dan pihak pengembang sebagai
pihak yang menyediakan/ mengadakan/ membangun dan menyerahkan rumah
yang dipesan dan dijual kepada nasabah. Setiap pihak memiliki tanggung
jawabnya masing-masing sesuai dengan perannya. Bank BTN Syariah
memiliki tanggung jawab sebagai penyelenggara KPR, diantaranya11
:
1. Jika terjadi masalah atau keluhan dari pihak nasabah mengenai rumah
yang dibeli, maka bank bertanggung jawab untuk mengadakan mediasi
9 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Grasindo, 2000), h., 59.
10 Muhammad Wisnu Hamin, ―Perlindungan Hukum Bagi Nasabah (Debitur) Bank Sebagai
Konsumen Pengguna Jasa Bank Terhadap Risiko Dalam Perjanjian Kredit Bank‖, Lex Crimen, VI,
1, (Januari-Februari, 2017), h., 49. 11
Ardiansyah, Consumer Financing Analisis, Interview Pribadi, Serang, 2 Juli 2018.
69
antara pengembang dan nasabah untuk mencari permasalahan dan
menyelesaikan permasalahan tersebut.
2. Jika ada keluhan mengenai system dan cara pembayaran, maka bank
akan menyempaikannya kepada kantor pusat untuk dilakukan
permbaikan.
Beberapa sumber hukum formal hukum, seperti peraturan perundang-
undangan dan perjanjian standar di lapangan hukum keperdataan kerap
memberikan pembatasan-pembatasan terhadap tanggung jawab yang dipikul
oleh si pelanggar hak konsumen,12
BTN Syariah salah satunya. Bank BTN
Syariah memiliki batasan yang menjadi tanggung jawabnya, karena dalam
akad pembiayaan KPR ini, tidak hanya ada 1 (satu) akad, dimana selain akad
pembiayaan KPR yang terjadi antara nasabah dengan bank, terdapat akad jual
beli dimana para pihaknya adalah nasabah dengan pihak pengembang/penjual
(depelover). Bank memiliki kedudukan dalam KPR ini hanya sebagai kreditur
atau pemberi pembiayaan kepada nasabah, maka dari itu Bank BTN Syariah
Serang membatasi tanggung jawabnya sebagai berikut:
1. Pilihan atas rumah yang akan dibeli dengan pembiayaan bank,
sepenuhnya menjadi tanggung jawab nasabah. Jika kemudian hari
diketahui timbul cacat, kekurangan atau keadaan/masalah apapun yang
menyangkut rumah dan/atau pelaksanaan jual beli rumah dan tanah,
maka segala risiko sepenuhnya menjadi tanggung jawab nasabah.
2. Bank tidak bertanggung jawab terhadap penyelesaian surat/dokumen atas
rumah yang dibeli, termasuk pada sertifikat tanah, IMB dan surat-surat
lainnya yang merupakan tanggung jawab pengembang.
3. Jika terdapat masalah yang timbul dalam pelaksanaan akad jual beli
rumah, seperti adanya klaim atau keluhan atau tidak terpenuhinya
kewajiban salah satu pihak, adanya fasilitas rumah yang belum dipenuhi,
adanya kelambatan penyelesaian sertifikat tanah dan sebagainya, semata-
12
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen¸(Jakarta: Sinar Grafika,
2011), h., 92.
70
mata adalah masalah dan tanggung jawab pihak-pihak dalam akad jual
beli tersebut dan salah pihak tidak dapat meminta pertanggung jawaban
atau menuntut pihak bank.
D. Analisis Perlindungan Konsumen Pada Produk KPR di BTN Syariah
Serang
Dari hasil penelitian di atas, peneliti akan memaparkan hasil analisis
perlindungan konsumen dalam penerapan hak-hak nasabah pada pembiayaan
KPR di BTN Kantor Cabang Syariah Serang ditinjau dari Undang-Undang
No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sebagai berikut :
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
Nasabah dan calon nasabah dapat merasa nyaman karena dengan
pembiayaan Syariah terhindar dari transaksi ribawi yaitu tidak adanya
unsur bunga dan diganti dengan bagi hasil (marjin) yang kompetitif,
kemudian dalam pembiayaan KPR di BTN Syariah sanksi yang
diberlakukan sudah sesuai dengan ketentuan Syariah yaitu ganti rugi
(ta’widh) dan denda untuk sosial (ta’zir). Akad-akad yang digunakan
dalam pembiayaan KPR telah sesuai denga ketentuang yang terdapat
dalam Fatwa DSN-MUI.
2. Hak untuk memilih barang dan mendapatkan barang sesuai dengan nilai
tukar
Dalam penerapannya, BTN Syariah Serang membebaskan nasabah
yang merupakan pemohon pembiayaan KPR dalam hal memilih rumah
yang akan mereka beli dengan syarat rumah yang nasabah pilih harus
rumah yang pengembangnya telah bekerjasama dengan BTN Syariah
Serang.13
Pembatasan dalam memilih rumah ini merupakan cara BTN
Syariah Serang untuk menghidari risiko terjadinya kerugian dikemudian
hari yang disebabkan oleh pihak pengembang. Pada dasarnya hal tersebut
sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.15/40/DKMP/2013, akan
13
Rifqi Sumardi, Consumer Financing Service, Interview Pribadi, Serang, 2 Juli 2018.
71
tetapi hal ini seperti memberikan batasan terhadap hak nasabah untuk
dapat memilih rumah yang mereka inginkan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
Sebelum terjadinya akad, nasabah akan mendapatkan informasi
dalam bentuk tanya jawab tentang pembiayaan KPR yang ada di BTN
Syariah Serang, informasi tersebut biasanya berupa kejelasan mengenai
harga, marjin keuntungan, akad-akad yang digunakan dengan
penjelasannya, serta hak dan kewajiban nasabah.14
Dalam Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor: 1/POJK.07/2013 tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan dijelaskan dalam Pasal 4
ayat (1) mengenai pelaku usaha jasa keuangan wajib menyediakan
dan/atau menyampaikan informasi mengenai produk/atau layanan yang
akurat, jujur, jelas, dan tidak menyesatkan, selanjutnya dalam ayat (2)
dijelaskan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan
dalam dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti.
Peraturan tersebut memperkuat bahwa bank wajib memasukan hak-hak
nasabah dalam akad. Akan tetapi, hanya kewajiban nasabah saja yang
dicantumkan dalam akad, hak-hak nasabah tidak dicantumkan dalam
akad. Hal ini dapat merugikan nasabah dikemudian hari jika bank
melakukan sesuatu yang melanggar hak nasabah. Padalah akad
pembiayaan memiliki fungsi untuk mengikat antara pihak nasabah
dengan pihak bank, selain itu telah dijelaskan di atas bahwa akad
berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan hak dan kewajiban di
antara nasabah dengan bank.
4. Hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar, jujur, dan tidak
diskriminatif
Dalam hak nasabah ini, BTN Syariah Serang telah menerapkannya.
BTN Syariah melayani nasabah secara benar dimana customer service
yang betugas sangat ramah dan dapat menjelaskan produk dengan sangat
baik, tidak membeda-bedakan nasabah yang ingin mengajukan
14
Rifqi Sumardi, Consumer Financing Service, Interview Pribadi, Serang, 2 Juli 2018.
72
pembiayaan KPR, baik itu KPR Platinum iB, KPR Indent, dan KPR
Selisih Subsidi Marjin (SSM).
5. Hak untuk di dengar pendapat dan keluhannya
Jika ada keluhan terhadap bangunan maka BTN Syariah Serang akan
menyampaikannya kepada pihak deplover dan pihak-pihak yang terkait.
Jika terkait dengan system dan cara pembayaran, BTN Syariah Serang
akan menyampaikannya kepada kantor pusat untuk dilakukan
perbaikan.15
Hanya saja dalam hak untuk di dengar pendapat tidak
berlaku dalam akad pembiayaan (perjanjian pembiayaan) karena BTN
Syariah Serang menggunakan perjanjian baku yang mana klausul-klausul
yang tercantum telah ditentukan oleh bank sejak awal. Nasabah tidak
dimintai pendapatnya mengenai isi akad, nasabah hanya bisa menerima
saja, jika nasabah keberatan dengan isi akad maka akad tidak dapat
dilanjutkan.
6. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Dalam akad telah diatur mengenai upaya penyelesaian sengketa
yang timbul akibat perselisihan dalam penafsiran atau pelaksanaan
ketentuan-ketentuan dari akad, yang pertama para pihak menyelesaikan
secara musyawarah terlebih dahulu, yang kedua jika tidak menghasilkan
kata sepakat dalam musyawarah tersebut maka sengketa yang timbul
akibat akad ini akan diselesaikan dan diputus oleh Pengadilan Agama
Republik Indonesia (di kota tempat kantor cabang Syariah bank berada)
menurt Peraturan Administrasi dan Prosedur Pengadilan Agama yang
keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa.
7. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian.
Dalam akad tidak ada mengenai permasalahan ganti rugi,
kompensansi, serta penggantian yang dapat diterima nasabah. Jika terjadi
masalah dengan rumah yang dibeli nasabah, bank tidak bertanggung
15
Ardiansyah, Consumer Financing Analisis, Interview Pribadi, Serang, 2 Juli 2018.
73
jawab atas ganti rugi atau kompensasi rumah tersebut karena rumah
tersebut merupakan tanggung jawab nasabah yang telah memilih sendiri.
Jika rumah yang diinginkan tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan pihak
pengembang, maka bank hanya akan menjadi penengah antara nasabah
dengan pihak pengembang, dan tidak ikut bertanggung jawab atas
kerugian yang dialami nasabah. Hal ini dikarenakan BTN Syariah Serang
hanya sebagai pihak yang pemberi fasilitas pembiayaan kepada nasabah
bukan sebagai pihak pengembang yang bertanggung jawab atas rumah
yang dibeli nasabah.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bedasarkan hasil analisis data yang ditemukan selama penelitian
mengenai perlindungan konsumen dalam produk KPR pada BTN Kantor
Cabang Syariah Serang, maka terdapat beberapa kesimpulan diantaranya
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil wawancara dan melihat akad pembiayaan KPR bisa
disimpulkan bahwa BTN Syariah Serang belum sepenuhnya memberikan
perlindungan yang menyuluruh kepada nasabah. Hal ini dapat terlihat
dalam akad pembiayaan yang disediakan oleh BTN Syariah tidak
tercantum klausul-klausul terkait hak-hak nasabah dalam pembiayaan
KPR BTN Syariah, sementara dalam UUPK telah dijelaskan bahwa hak
nasabah adalah mendapatkan informasi yang sebenar-benarnya dan
sejelas-jelasnya mengenai produk yang dipilihnya, hal ini juga berlaku
untuk informasi mengenai hak dan kewajiban nasabah, sehingga nasabah
mengetahui apa saja yang menjadi hak dan kewajibannya. Selain itu
dalam POJK Nomor: 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan dijelaskan bahwa bank wajib untuk menuangkan
informasi yang dijelaskannya kepada nasabah harus dituangkan dalam
dokumen atau sarana lain yang dapat digunakan sebagai alat bukti, hal ini
menunjukan bahwa hak-hak nasabah harus dituangkan dalam akad tidak
hanya dijelaskan saat proses pemberian pembiayaan saja.
2. Tanggung jawab bank sebagai penyelenggara pembiayaan KPR hanya
sebatas sebagai pemberi fasilitas pembiayaan untuk nasabah dan sebagai
pihak penengah antara nasabah dengan bank jika terjadi masalah terkait
dengan rumah yang dibeli oleh nasabah. Bank memberikan batasan
mengenai tanggung jawabnya, dimana bank tidak bertanggungjawab atas
75
timbulnya masalah akibat rumah yang dipilih oleh nasabah atau masalah-
masalah lainnya yang timbul dalam Pernjanjian Pengikatan Jual Beli
yang dilakukan oleh nasabah dengan pihak pengembang/penjual. Hal ini
dapat dipahami karena pada dasarnya terdapat 3 (tiga) pihak yang
melakukan akad dalam pembiayaan KPR diantaranya adalah pihak
nasabah, pihak bank, dan pihak pengembang/pejual. Dalam pembiayaan
KPR terdapat hubungan hukum antara nasabah dengan
pengembang/penjual, nasabah dengan bank, serta pengembang/penjual
dengan bank, sehingga jika terjadi permasalahan yang timbul antara
nasabah dengan pihak pengembang/penjual, bank tidak
bertanggungjawab atas hal tersebut, tetapi bank akan melakukan mediasi
antara pihak nasabah dengan pihak pengembang/penjual untuk mencari
jalan keluar atas permasalahan tersebut.
3. Pada dasarnya BTN Syariah Serang telah memberikan pembiayaan KPR
sesuai dengan standar yang ada, hanya saja bank seringkali mengabaikan
hak-hak nasabah dan tidak memberikan perlindungan yang maksimal
untuk nasabah KPR BTN Syariah. Hal ini terlihat dalam pembuatan akad
pembiayaan, yang mana BTN Syariah Serang tidak memperhatikan
kepentingan nasabah dengan tidak mencantumkan hak-hak nasabah
dalam akad pembiayaan KPR. Selain itu, dalam hal pemilihan rumah
yang mana nasabah berhak memilih secara bebas rumah ingin dibeli
tetapi bank membatasi hak nasabah tersebut dengan mensyaratkan rumah
yang dibeli nasabah harus rumah yang pengembangnya telah melakukan
kerjasama terlebih dahulu dengan bank.
B. Rekomendasi
Dari beberapa kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran
diantaranya sebagai berikut:
1. Pihak bank perlu memasukan hak-hak nasabah dalam akad, meski
perjanjian yang digunakan adalah perjanjian baku tetapi bank tidak boleh
mengabaikan hak-hak nasabah dalam pembiayaan KPR.
76
2. Bagi nasabah yang menjadi pemohon pembiayaan KPR, sebelum
menandatangani akad pembiayaan sebaiknya nasabah mempelajari isi
akad dan jika perlu berkonsultasi terlebih dahulu kepada seorang
konsultan hukum yang menguasi dalam bidang pembiayaan, terutama
nasabah yang tidak mengerti hukum.
77
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Ananta, Andika Wijaya dan Wida Peace. Hukum Bisnis Properti di Indonesia.
Jakarta: Grasindo, 2017.
Ascarya. Akad dan Produk Bank Syariah. Jakarta: Rajawali Pers, 2015.
Fahmi M. Ahmadi, dan Jaenal Arifin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010.
Fuady, Munir. Hukum Perkreditan Kontemporer. Bandung: Citra Adtya Bakti,
2002.
Hardjono. Mudah Memiliki Rumah Lewat KPR. Jakarta: Rajawali Pers, 2008.
Hejazziey, Djawahir. Perbankan Syariah dalam Teori dan Praktik. Yogyakarta:
Depublish, 2014.
Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2005.
Johannes, dan Ibrahim. Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif dalam
Perjanjian Bank. Bandung: Mandar Maju, 2004.
Karim, Adiwarman A. Bank Islam Analisis FIqh dan Keuangan. Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2007.
Kasmir. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
—. Manajemen Perbankan. Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. 2004: Remaja Rosda Karya,
Bandung.
78
Salim HS, dan Erlies Septiana Nurbani. Penerapan Teori Hukum pada Penelitian
Tesis dan Disertasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Shidarta. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Grasindo, 2000.
Sidabalok, Janus. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2006.
Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada,
1997.
Supriyono, Maryanto. Buku Pintar Perbankan. Yogyakarta: Andi Offset, 2011.
Zulham. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2103.
B. Jurnal
Bayu Ilham Cahyo, Darminto, dan Nila Firdaus Nuzula. ―Analisis Sistem dan
Prosedur Pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah Syariah (KPRS)
Murabahah untuk Mendukung Pengendalian Intern.‖ Jurnal Administrasi
Bisnis Vol XXV No.1, 2015: 1-8.
Hamim, Muhammad Wisnu. ―Perlindungan Hukum Bagi Nasabah (Debitur) Bank
Sebagai Konsumen Pengguna Jasa Bank Terhadap Risiko dalam
Perjanjian Kredit Bank.‖ Lex Crimen Vol VI No.1, 2017: 46-52.
Nur Suci Atmawati, Muhammad Safi, dan Dwiatmanto. ―Analisi Pemberian
Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dalam Rangka Mengurangi Non
Performing Loan.‖ Jurnal Administrasi Bisnis Vol II No. 2, 2015: 1-7.
79
C. Peraturan-Peraturan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor: 1/POJK.07/2013 Tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.
D. Interview Pribadi
Interview Pribadi dengan Rifqi Sumardi, Consumer Financing Service,
Serang, 2 Juli 2018.
Interview Pribadi dengan Mahardika Rizki, Collection, Serang, 2 Juli 2018.
Interview Pribadi dengan Ardiansyah, Consumer Financing Analisis, Serang,
2 Juli 2018.
E. Website
https://www.btn.co.id/Syariah-Home, diakses hari rabu 18 Juli 20018.
80
LAMPIRAN LAMPIRAN
Hasil Wawancara
Serang, 2 Juli 2018
BTN Kantor Cabang Syariah Serang
1. Bagaimana proses KPR di BTN Syariah? (pra transaksi, proses transaksi,
hingga pasca transaksi)
Jawaban :
a. Nasabah datang ke bank untuk pengajuan permohonan pembiayaan
kemudian bank memberikan waktu kepada nasabah untuk memilih
lokasi yang sesuai dengan keinginan nasabah. Selanjutnya nasabah
melengkapi berkas untuk proses pengajuan KPR. Jika nasabah telah
sepakat dan setuju dengan lokasi KPR yang diinginkan maka
dilanjutkan ke proses akad jual beli rumah (akad KPR dengan prinsip
Murabahah/Isthisna) dengan catatan segala kewajiban dan administrasi
telah selesai ditunaikan.
b. Proses serah terima rumah ke nasabah (dibuktikan dengan BAST).
Untuk nasabah KPR subsidi nasabah wajib menempati rumah
maksimal 1 (satu) bulan setelah akad. Segala dokumen pembiayaan
pokok (sertifikat, AJB. IMB) disimpan bank, dan diserahkan kepada
nasabah ketika pembiayaannya telah lunas.
2. Apakah nasabah harus memilih rumah yang mengembanganya telah
bekerjasama dengan pihak BTN Syariah Serang?
Jawaban :
Iya benar, nasabah hanya dapat membeli rumah yang pengembangnya
telah melakukan kerjasama dengan BTN Syariah Serang.
3. Akad apa saja yang digunakan dalam KPR di BTN Syariah?
Jawaban :
a. Murabahah
b. Isthisna
81
c. Wakalah
4. Apa saja jenis KPR yang ada di BTN Syariah?
Jawaban :
a. KPR BTN Platinum iB
b. KPR BTN Indent iB
c. KPR SSM
5. Apa saja yang menjadi tanggung jawab BTN Syariah sebagai
penyelenggara KPR? Dan apa saja yang menjadi batasan tanggung jawab
BTN Syariah sebagai penyelenggara KPR? (contoh: jika pihak nasabah
kecewa dengan pihak developernya apakah BTN ikut bertanggung jawab?)
Jawaban :
Untuk Rumah ready stock Bank Tidak tidak bertanggung jawab atas
rumah yang dipilih oleh nasabah, karena yang memilih perumahan adalah
nasabah dengan menggunakan akad wakalah
Untuk Rumah Indent selama delpover telah mengerjakan sesuai dengan
spesifikasi yang dijanjikan deplover dan sudah diterima kunci bank tidak
bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi.
6. Jika nasabah menyampaikan keluhannya terkait rumah yang mereka beli
bagaimana pihak BTN menyikapinya? Apakah BTN ikut bertanggung
jawab atas keluhan nasabah terkait dengan developernya?
Jawaban :
Jika terjadi keluhan terhadapa rumah yang dibangun pengembang bank
akan mengadakan mediasi antara pengembang dan nasabah untuk mencari
permasalahan dan menyelesaikan permasalahan tersebut
7. Jika nasabah menyampaikan keluhan terkait KPR, bagaimana pihak BTN
menyikapinya?
Jawaban :
Jika ada keluhan terhadap bangunan maka akan kita sampaikan kepada
pihak deplover dan pihak-pihak yang terkait
Jika terkait dengan system dan cara pembayaran akan disampaikan kepada
kantor pusat untuk dilakukan perbaikan.
82
8. Apakah ada nasabah yang pernah keberatan mengenai isi akad? Jika
pernah ada bagaimna penyelesaian yang dilakukan pihak BTN?
Jawaban :
Ada, Untuk akad sudah baku. Jika nasabah tidak setuju dengan isi akad
maka, akad pembiayaan tidak dilanjutkan atau dalam kata lain tidak dapat
dilaksanakan.
9. Apakah pernah ada permasalahan dalam KPR antara nasabah dengan
pihak BTN atau antara nasabah dengan pihak developer? Jika ada
bagaimana bentuk penyelesaian yang dilakukan?
Jawaban :
Pernah, Cara penyelesaian bank akan memanggil pihak deplover dan
nasabah yang merasa dirugikan, dan dicarikan titik temu. Apakah deplover
yang sudah melakukan wan prestasi ataukah nasabah yang yang
menginginkan perubahan.
10. Apakah ada pengenaan penalti apabila pelunasan dipercepat? Jika ada apa
penaltinya?
Jawaban :
Tidak ada pinalti dalam pelunasan dipercepat.
11. Bagaimana prosedur yang dilakukan BTN jika pihak nasabah melakukan
wanprestasi?
Jawaban :
a. Rescheduling : Penjadwalan utang terkait jangka waktu pembayaran
b. Litigasi : Lelang atau proses pengadilan
83
84